Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan mikrobiologi adalah satu pemeriksaan yang sangat penting dalam


menunjang penegakkan diagnosis serta terapi penyakit infeksi terutama dalam
penanganan infeksi Nosokomial.

1. Spesimen darah

Tubuh manusia tersusun dari milyaran sel darah yang memiliki fungsi
yang vital. Terdapat tiga tipe sel darah pada manusia, sel darah merah dengan
jumlah terbanyak, sel darah putih, dan trombosit, yang masing-masing sudah
memiliki fungsi dan kadar yang berbeda-beda dalam tubuh. Pemeriksaan darah
yang paling sering dilakukan adalah hitung jenis sel darah merah lengkap, yang
merupakan penilaian dasar dari komponen sel darah. Selain untuk menentukan
jumlah sel darah dan trombosit, presentasi dari setiap jenis sel darah putih dan
kandungan hemoglobin: menghitung jenis sel darah biasanya menilai ukuran
dan bentuk dari sel darah merah.

Dengan mengetahui bentuk atau ukuran yang abnormal pada sel darah
merah, maka akan membantu mendiagnosis suatu penyakit. Agar dapat
diperoleh spesimen darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka
prosedur pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari
persiapan alat, pemilihan jenis antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik
pengambilan sampai dengan pelabelan. Pemilihan letak vena menjadi perhatian
penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya,
pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang
infus.
2. Spesimen sputum
a. Pemeriksaan sputum

Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan dalam mengidentifikasi


organismee patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel malignan
atau tidak. Aktivitas ini juga digunakan untuk mengkaji sensitivitas (di
mana terdapat peningkatan eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodik
mungkin diperlukan untuk klien yang mendapatkan antibiotik,
kortikosteroid, dan medikasi imunosupresi dalam jangka panjang, karena
preparat ini dapat menimbulkan infeksi oportunistik. Secara umum, kultur
sputum digunakan dalam mendiagnosis untuk pemeriksaan sensitivitas obat
dan sebagai pedoman pengobatan. Spesimen seperti ini, harus diperlakukan
sebagai bahan biologis yang berbahaya dan harus dibuang dengan cara yang
tepat, untuk mencegah bau, semua wadah sputum di tutup dan higiene oral
yang sering adalah prioritas tindakan keperawatan untuk klien. Pemeriksaan
sputum bisaanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran
mukosa saluran pernapasan berespon terhadap inflamasi dengan
mengingkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung organismee
penyebab. Perhatikan dan catat volume, konsistensi, warna dan bau sputum.
Adapun pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan:

- Pewarnaan gram, yang bisaanya memberikan cukup informasi tentang


organismee yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
- Kultur sputum, yang mengidentifikasi organisme spesifik untuk
menegakan diagnosa definitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum
harus dikeluarkan sebelum dilakukan terapi antibiotik dan setelahnya
untuk menentukan kemajuan terapi.
- Sensitifitas, berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiootik yang mencegah pertumbuhan organismee
yang terdapat dalam sputum. Untuk pemriksaan ini, sputum juga
dikumpulkan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan sputum dan
sensitifitas bisaanya diinstruksikan secara bersamaan.
- Basil tahan asam (BTA), menentukan adanya mikrobakterium
tuberkulosis, yang setelah dilakukan perawatan bakteri ini tidak
mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.
- Sitologi, membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum
mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial, sehingga
mungkin saja terdapat sel-sel malignan (sel-sel malignan menunjukkan
adanya karsinoma). Namun, tidak terdapatnya sel-sel ini bukan berarti
tidak ada tumor.
- Pemeriksaan kualitatif harus sering dilakukan untuk menentukan apakah
sekresi merupakan saliva, lendir, pus, atau bukan. Jika bahan yang
diekspektorat berwarna kuning-hijau bisaanya menandakan infeksi
parenkim paru (pneumonia).
- Tes kuantitatif, klien diberikan wadah yang khusus untuk mengeluarkan
sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir 24 jam. Jumlah serta karakter
isinya dicatat dan diuraikan.
b. Pengumpulan sputum

Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, klien sering dirangsang
batuk dalam dengan menghirup aerosol salin yang sangat jenuh, glikol
propilen yang mengiritasi, atau agen lainnya yang diberikan dengan
nebuliser ultrasonik. Metode lainnya dari pengumpulan spesimen sputum,
adalah aspirasi endotrakheal, pembuangan dengan bronkhoskopi, penyikatan
bronkhial, aspirasi transtrakheal, dan aspirasi lambung, yang bisaanya
dilakukan untuk mengumpulkan organismee tuberkulosis. Sebaiknya klien
diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan dapat dikumpulkan
sputum yang sesuai untuk pemeriksaan ini. Instruksikan klien untuk
mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari paru-paru. Karena sering
kali jika klien tidak dijelaskan demikian, klien akan mengumpulkan saliva
dan bukan sputum. Sputum yang diambil pagi hari bisaanya adalah sputum
yang paling banyak mengandung organismee produktif. Bisaanya
dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan laboratorium.
Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:

- Klien yang kesulitan dalam pembentukan sputum atau mereka yang


sangat banyak membentuk sputum dapat mengalami dehidrasi, sehingga
perlu untuk memperbanyak asupan cairan.
- Kumpulkan sputum sebelum makan dan hindari kemungkinan muntah
karena batuk.
- Instruksikan klien untuk berkumur dengan air sebelum mengumpulkan
spesimen untuk mengurangi kontaminasi sputum.
- Instruksikan klien untuk mengingatkan dokter segera setelah spesimen
terkumpul sehingga spesimen tersebut dapat dikirim ke laboratorium
secepatnya.
3. Spesimen urine

Urinalisis adalah salah satu tes laboratorium yang paling umum.


Keuntungan dari urinalisis adalah bahwa tes ini non-invasif, spesimen mudah
didapatkan, hasil dapat diperoleh dengan cepat, dan murah. Informasi dari
urinalisis meliputi warna, berat jenis pH, dan adanya protein, sel darah merah
dan sel darah putih, urobilinogen, bakteri, silinder (cast), dan kristal. Urine yang
tidak normal menunjukkan adanya protein, bilirubin, urobilirubin, glukosa,
keton, bakteri, atau asterase leukosit. Sedikit sel darah merah dan sel darah
putih, silinder, dan Kristal adalah temuan normal. Perawat bertanggung jawab
untuk mengumpulkan spesimen urine untuk sejumlah pemeriksaan. Spesimen
urine bersih untuk urinalisis rutin, spesimen urine tamping-bersih atau pancar
tengah untuk untuk kultur urine, dan spesimen urine sewaktu/sesuai waktu
untuk berbagai pemeriksaan bergantung masalah kesehatan spesifik pada klien.

a. Spesimen urine rutin


Spesimen urine bersih bisaanya adekuat untuk pemeriksaan rutin.
Banyak klien mampu untuk mengumpulkan spesimen urine bersih dan
mendapatkan spesimen secara mandiri dengan petunjuk yang minimal. Klien
pria bisaanya mampu untuk berkemih secara langsung ke wadah spesimen
dank lien wanita bisaanya duduk atau jongkok pada kloset, meletakkan
wadah di antara tungkai selama berkemih. Pengumpulan spesimen urine
rutin bisaanya menggunakan spesimen urine dari kemih pertama di pagi
hari, karena cenderung memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dan lebih
seragam, serta pH yang lebih asam dibandingkan urine selanjutnya
sepanjang hari.

b. Spesimen urine sesuai waktu

Beberapa pemeriksaan urine memerlukan pengumpulan semua urine


yang dihasilkan dan dikeluarkan dalam periode waktu tertentu, dengan
rentang waktu satu atau dua jam hingga 24 jam. Spesimen sewaktu bisaanya
dibekukan atau dimasukkan pada wadah yang berpengawet untuk mencegah
pertumbuhan bakteri atau perubahan komponen urine. Beberapa
pemeriksaan yang menggunakan spesimen urine sesuai waktu bertujuan
untuk:

- Mengkaji kemampuan ginjal memekatkan dan mengencerkan urine.


- Menentukan gangguan metabolism glukosa, misalnya diabetes mellitus.
- Menentukan kadar unsur tertentu, misalnya albumin, amilase, kreatinin,
urobilinogen, hormon tertentu seperti estriol atau kortikosteroid di dalam
urine.

c. Spesimen tampung-bersih

Spesimen urine pancar tengah atau tamping bersih dikumpulkan bila


diminta pemeriksaan kultur urine untuk mengidentifikasi mikroorganismee
penyebab infeksi saluran kemih. Kehati-hatian dilakukan untuk memastikan
spesimen terbebas dari kontaminasi mikroorganismee di sekitar meatus
urinary.

4. Spesimen feses

Analisis spesimen feses dapat memberiikan informasi tentang kondisi


kesehatan klien. Beberapa tujuan pemeriksaan feses meliputi:

a. Untuk menentukan adanya darah samar (tersembunyi). Perdarahan dapat


terjadi akibat adanya ukus, penyakit inflamasi, atau tumor. Pemeriksaan
untuk darah samar dapat dilakukan dengan uji guaiac, Hematest, atau slide
Hemoccult. Makanan tertentu, obat, dan vitamin C dapat menjadikan hasil
pemeriksaan tidak akurat. Hasil positif yang palsu dapat terjadi bila klien
baru saja memakan daging merah, sayuran atau buah-buahan mentah, atau
obat-obatan tertentu yang dapat mengiritasi mukosa lambung dan
mengakibatkan pendarahan, seperti aspirin atau obat anti inflamasi
nonsteroid (NSAID). Hasil negative yang palsu dapat terjadi bila klien
mengonsumsi lebih dari 250 mg vitamin C.
b. Untuk menganalisis produk diet dan sekresi digestif. Sebagai contoh, jumlah
lemak yang berlebihan pada feses (steatore) dapat mengindikasikan
absorbsi lemak yang terganggu pada usus halus. Sedangkan penurunan
jumlah empedu pada mengindikasikan obstruksi aliran empedu dari hati dan
kandung empedu ke dalam usus.
c. Untuk mendeteksi adanya telur dan parasit. Ketika mengumpulkan spesimen
untuk pemeriksaan parasit, sampel harus segera dibawa ke laboratorium saat
masih baru.
d. Untuk mendeteksi adanya bakteri dan virus. Pemeriksaan hanya
membutuhkan sedikit feses karena spesimen tersebut akan dikultur. Wadah
atau tabung penampung harus steril dan teknik digunakan saat
mengumpulkan spesimen dan segera mengirim spesimen ke laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada spesimen, seperti darah, sputum, urine, feses,


sekresi saluran napas, spesimen saluran genetalia, spesimen asupan, spesimen untuk
biakan anaerob, bahan biopsi/jaringan, dan drainase luka akan memberikan
informasi tambahan yang penting untuk mendiagnosis masalah kesehatan serta
mengukur respon terhadap terapi. Perawat sering diberi tanggung jawab untuk
mengumpulkan spesimen. Berikut merupakan tanggung jawab perawat dalam
pengumpulan spesimen:

1. Berikan kenyamanan, privasi, dan keamanan bagi klien karena mungkin saja
klien merasa malu atau tidak nyaman saat pengambilan spesimen.
2. Jelaskan tujuan pengumpulan spesimen dan sedikit dan secara umum prosedur
pengambilan spesimen, karena keterangan yang jelas akan membuat klien untuk
bisa diajak bekerja sama dalam pengambilan spesimen.
3. Gunakan prosedur yang benar untuk mendapatkan spesimen. Untuk mencegah
kontaminasi yang dapat menyebabkan hasil tes yang tidak akurat, maka perawat
harus menggunakan teknik aseptic.
4. Perhatikan informasi yang relevan pada slip permintaan laboratorium, misalnya
obat yang sedang digunakan klien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan,
5. Segera bawa spesimen ke laboratorium karena spesimen yang segar akan
memberiikan hasil yang akurat.
6. Laporkan hasil pemeriksaan laboratorium kepada klien.

BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengambilan spesimen darah

Peralatan yang perlu disiapkan adalah:

Berlaku untuk semua

- Tabung tes atau vacutainer sesuai dengan warna.


i. Berskala (merah/hitam, hijau/hitam, atau yang lainnya), digunakan
untuk pemeriksaan kimia atau obat dan mengandung pengawet.
ii. Merah pekat, digunakan untuk bank darah.
iii. Ungu, digunakan untuk jumlah darah lengkap.
iv. Biru, digunakan untuk koagulasi.
- Botol kultur darah (sesuai kebutuhan)
- Label yang sesuai

Pungsi vena perifer

- Sarung tangan tidak steril


- Bola kapas alcohol
- Torniket
- Bola kapas Povidon-iodin/betadine (jika perlu)

Metode spuit: Pungsi vena perifer

- Jarum steril (ukuran 20 atau 21 atau kateter vena kulit kepala)


- Spuit steril dengan ukuran yang sesuai
- Alat penampung darah

Aspirasi jalur sentral

- Kapas alcohol dan Povidon-iodin (sesuai kebijakan lembaga)


- Bilasan salin normal
- Larutan heparin lock (sesuai kebijakan lembaga)
- Sarung tangan
- Kaca mata pelindung (bila perlu)
b. Pengambilan spesimen sputum

Peralatan yang perlu disiapkan adalah:

- Baraskot dan masker


- Kaca mata pelindung
- Panangkap sputum steril
- Alat pengisap
- Salin steril dalam wadah steril dan slang yang telah diisi untuk irigasi
- Kantong dan label spesimen
- Sarung tangan steril
- Sarung tangan tidak steril
c. Pengambilan spesimen urine

Peralatan yang perlu disiapkan adalah:

- Baskom berisi air hangat


- Sabun
- Waslap
- Handuk
- Swab antiseptik atau bola kapas
- Wadah penampung spesimen steril
- Label wadah spesimen
- Pispot atau urinal
- Sarung tangan bersih
- Pena

d. Pengambilan spesimen tinja

Peralatan yang perlu disiapkan adalah:

- Pispot atau commode yang bersih atau steril


- Sarung tangan dispsabel
- Wadah spesimen dari plastic atau karton (berlabel) dengan penutup
- Dua spatel
- Handuk kertas
- Slip permintaan laboratorium yang terisi lengkap
- Penyegar udara

Pemeriksaan feses untuk darah samar

- Pispot atau commode bersih


- Sarung tangan disposable
- Dua spatel
- Handuk kertas
- Alat periksa

Jelaskan prosedur pengambilan spesimen darah, sputum, urine, dan tinja!

Pembahasan:

a. Prosedur pengambilan spesimen darah

- Cuci tangan dan atur peralatan. Rasionlanya untuk mengurangi

perpindahan mikroorganismee dan meningkakan efisiensi.


- Jelaskan prosedur dan kerja sama yang diharapkan dari klien.

Rasionlanya untuk meningkatkan relaksasi dan kepatuhan.


- Bantu klien pada posisi semi fowler, jika menggunakan tempat

tidur, naikkan ke posisi tegak. Rasionlanya untuk memberiikan akses ke vena


yang lebih mudah, meningkatkan kenyamanan selama prosedur, dan
memudahkan mekanika tubuh yang baik.
- Buka beberapa kapas alcohol dan Betadine. Rasionlanya untuk

memberiikan akses ke bahan pembersih dengan lebih mudah.


- Matikan semua intravena, termasuk yang menginfus ke lumen lain,

dan klem kateter tersebut. Rasionlanya untuk membantu dalam menghilangkan


kontaminasi spesimen.

Pungsi vena perifer


- Sambungkan jarum pada alat penampung darah, jika digunakan

atau ke dalam spuit.


- Letakkan handuk di bawah ekstremitas. Rasionalnya agar linen

tidak kotor.
- Dapatkan vena yang paling distal dan tempatkan torniket pada

ekstremitas 2 sampai 6 inchi (5 sampai 15 cm) di atas tempat pungsi vena.


Rasionalnya adalah jika upaya insersi gagal, vena dapat dicoba lagi pada titik
yang lebih tinggi dan pemasangan torniket untuk membatasi aliran darah
(mendistensikan vena).
- Gunakan sarung tangan. Rasionalnya untuk menurunkan

perpindahan mikroorganismee.
- Bersihkan area vena secara melingkar, dimulai pada vena sampai

diameter 2 inchi. Rasionalnya untuk mempertahankan asepsis.


- Dorong klien untuk mengambil napas dalam perlahan saat kita

memulai prosedur. Rasionalnya untuk memudahkan relaksasi.


- Lepaskan penutup jarum dan cubit kulit dengan satu tangan sambil

memegang spuit. Rasionalnya untuk menstabilkan vena dan mencegah kulit


kulit bergerak selama insersi.
- Pertahankan sterilitas jarum, masukkan jarum dengan bevel ke

atas, pada bagian vena paling lurus dengan sudut 150 sampai 300.
- Ketika jarum telah memasuki kulit, turunkan jarum sampai hampir

sejajar dengan kulit. Rasioalnya untuk menurunkan resiko penetrasi pada dua
dinding vena.
- Ikuti jalur vena, masukkan jarum ke dinding vena.

- Perhatikan aliran balik darah dan dorong jarum agak ke dalam

vena. Rasionlanya menunjukkan jarum telah menembus dinding vena.


- Dengan perlahan tarik mundur plunger spuit sampai didapatkan

jumlah darah yang cukup.


- Jika alat penampung darah digunakan, tempatkan tabung atau botol

kultur darah dan dorong masuk sampai jarum menusuk karet dan darah tertarik
ke dalam tabung karena proses vakum.
- Tempatkan kapas alcohol atau bola kapas di atas tempat penusukan

jarum dan lepaskan jarum dari vena sambil memberiikan tekanan dengan bola
kapas. Rasionalnya untuk memudahkan penutupan vena dan menurunkan
pendarahan dari tempat penusukkan.
- Tekan selama 2 sampai 3 menit (5 sampai 10 menit jika klien

mendapatkan terapi antikoagulasi); periksa adanya pendarahan dan berikan


tekanan sampai pendarahan berhenti. Rasionalnya untuk memudahkan
pembekuan.
- Lanjutkan ke langkah penyelesaian.

Metode spuit kateter sentral

- Bersihkan sambungan atau lubang injeksi dengan alcohol atau

swab Betadine. Rasionalnya untuk menurunkan masuknya mikroorganismee ke


dalam lumen internal.
- Lepaskan sambungan Luer-lock atau slang IV dari keteter tersebut

dan sambungkan spuit kosong 10 mL ke hub.


- Lepaskan klem kateter.

- Aspirasi 3-5 mL darah untuk memberisihkan lumen, klem kembali

kateter dan buang spuit ini. Rasionalnya membantu dalam mendapatkan


spesimen akurat dan tidak terkontaminasi.
- Klem kembali jalur dan lepaskan spuit spesimen.
- Bersihkan hub dengan alcohol atau swab Betadine, bilan lumen

dengan NS dan sambungkan lubang injeksi steril baru. Rasionalnya untuk


mencegah penyumbatan lumen.
- Lanjutkanke langkah penyelesaian.

Langkah penyelesaian

- Tempelkan label identifikasi lengkap secara tepat paad setiap

tabung dan bubuhkan prosedur yang diminta. Rasionalnya pengujian harus


dilakukan secara tepat karena pemberian label yang tidak tepat dapat
menyebabkan kesalahan diagnostic.
- Buang dan simpan peralatan dengan tepat. Rasionalnya untuk

mempertahankan lingkungan yang bersih.


- Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan. Rasionalnya untuk

mengurangi perpindahan mikroorganismee.


- Simpan dengan tepat dan kirim spesimen ke laboratorium yang

tepat.
b. Prosedur pengambilan spesimen sputum terisap
- Jelaskan prosedur kepada klien. Rasionalnya untuk mengurangi

ansietas.
- Cuci tangan dan atur peralatan. Rasionalnya untuk mengurangi

perpindahan mikroorganismee dan meningkatkan efisiensi.


- Pakai sarung tangan bersih, goggle, baraskot, dan masker.

Rasionalnya untuk melindungi perawat dari kontak dengan sekresi.


- Siapkan peralatan pengisapan untuk tipe pengisapan yang akan

dilakukan. Rasionalnya untuk meningkatkan efisiensi.


- Buka kemasan wadah yang akan dipakai untuk menaruh sputum.
- Lepaskan wadah sputum dari penutup kemasan dan sambungkan

slang pengisap ke slang penampung pendek. Rasionalnya untuk membuat


pengisapan untuk aspirasi sekresi.
- Gunakan sarung tangan steril pada tangan dominan. Rasionalnya

untuk mempertahankan sterilitas proses.


- Gulung kateter pengisap mengitari tangan steril. Rasionalnya untuk

mempertahankan control terhadap kateter.


- Pegang lubang pangisap kateter dengan tangan steril dan pegang

slang karet dari wadah sputum dengan tangan yang tidak steril, sambungkan
pengisap ke tempat sputum akan ditampung. Rasionalnya untuk
mempertahankan sterilitas prosedur.
- Isap sekresi klien sampai tertampung dalam slang dan wadah

sputum. Jika sekresi kental dan perlu dibuang dari keteter, isap sedikit salin
normal sampai spesimen dibersihkan dari slang. Rasionalnya untuk
mendapatkan spesimen dan memudahkan penampungan spesimen sputum yang
kental.
- Jika jumlah sputum yang ditampung tidak cukup, ulangi proses

pengisapan. Rasionalnya untuk menjamin spesimen adekuat.


- Dengan menggunakan sarung tangan yang tidak steril, lepaskan

sambungan pengisap daei wadah sputum


- Lepaskan sambungan kateter pengisap dan wadah sputum,

pertahankan sterilitas lubang control kateter pengisap, slang penampung, dan


sarung tangan. Rasionalnya untuk mempertahankan sterilitas keteter untuk
pengisapan selanjutnya, jika diperlukan.
- Sambungkan kembali slang pengisap ke keteter dan lanjutkan

proses pengisapan, jika diperlukan. Rasionalnya untuk memberisihkan sekresi


sisa dari jalan napas.
- Buang kateter pengisap dan sarung tangan steril jika pengisapan

telah selesai. Rasionalnya untuk mencegah penyebaran mikroorganismee.


- Sambungkan slang karet ke lubang pengisap wadah sputum.

Rasionalnya untuk menutup spesimen.


- Masukkan spesimen ke dalam kantong plastic (sesuai kebijakan

pelayanan) disertai label bertuliskan nama klien, tanggal, waktu, dan inisial
perawat. Rasionalnya untuk menjamin ketepatan identifikasi spesimen.
- Buang peralatan. Rasionalnya untuk mencegah penyebaran

mikroorganismee.
- Bantu klien ke posisi yang nyaman. Rasionalnya untuk

memudahkan kenyamanan klien.


- Cuci tangan. Rasionalnya untuk menurunkan penyebaran infeksi.

Cara manual:

- Cuci tangan.

- Jelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan prosedur yang akan

dilakukan.
- Anjurkan pasien untuk membatukkan dahak ke dalam penampung

sputum.
- Ambil dahak kurang lebih 5 cc, kemudian masukkan ke dalam

botol.
- Botol diberikan etiket dan bersama dengan formulir pemeriksaan

yang diisi lengkap segera kirim ke laboratorium.


- Bila kultur untuk pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA), ikuti

instruksi yang ada pada botol penampung. Bisaanya sputum yang diperlukan
adalah 5-10 cc, yang dilakukan secara 3 hari berturut-turut.
- Cuci tangan.

c. Prosedur pengambilan spesimen urine


- Cuci tangan. Rasionalnya untuk mengurangi perpindahan

mikroorganismee.
- Jelaskan prosedur pada klien. Rasionalnya untuk menurunkan

ansietas.
- Berikan privasi. Rasionalnya untuk mengurangi rasa malu.

- Cuci area perineal dengan sabun dan air, bilas, dan keringkan.

Rasionalnya untuk mengurangi mikroorganismee pada area perineal.


- Bersihkan meatus dengan larutan antiseptik dengan cara yang sama

untuk kateterisasi pria dan wanita. Rasionalnya untuk mengurangi


mikroorganismee pada lubang uretral.
- Minta klien untuk mulai berkemih. Rasionalnya untuk

meneluarkan organismee dari lubang uretral.


- Begitu urine mulai mengalir, tempatkan wadah spesimen di

bawahnya untuk mendapatkan urine sebanyak 30 mL. Rasionalnya untuk


mendapatkan urine yang paling sedikit terkontaminasi.
- Angkat wadah sebelum klien berhenti berkemih. Rasionalnya

untuk mencegah organismee di akhir aliran menetes ke dalam wadah.


- Biarkan klien menyelesaikan berkemih dengan menggunakan

urinal atau pispot.


- Cuci kembali area perineal jika antiseptik yang digunakan

menghasilkan warna.
- Beri label wadah spesimen yang bertuliskan tanggal dan waktu

serta informasi identitas klien.


- Buang alat dan sarung tangan. Rasionalnya untuk mengurangi

penyebaran infeksi.
- Cuci tangan. Rasionalnya untuk mengurangi kontaminasi.

d. Prosedur pengambilan spesimen tinja/feses


- Jelaskan kepada klien apa yang akan kita lakukan, mengapa hal

tersebut perlu dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja sama.


- Berikan informasi dan instruksi kepada klien bahwa jangan sampai

spesimen terkontaminasi dengan urine atau rabas menstruasi. Jika


memungkinkan, berkemih dahulu sebelum mengumpulkan spesimen dan jangan
membuang tisu toilet ke dalam pispot setelah defekasi, karena kandungan kertas
dapat mempengaruhi analisis laboratorium, serta memberii tahu perawat secepat
mungkin setelah defekasi agar spesimen dapat segera dikirim ke laboratorium.
- Jaga privasi klien.

- Bantu klien yang memerlukan bantuan, dengan cara mendekatkan

commode atau pispot ke tempat klien. Setelah klien defekasi tutup pispot atau
commode untuk mengurangi bau dan rasa malu pada klien, serta memakai
sarung tangan untuk mengurangi kontaminasi pada tangan saat memberisihkan
klien sambil menginspeksi kulit sekitar anus untuk memeriksa adanya iritasi,
terutama bila klien sering defekasi dan fesesnya cair.
- Pindahkan sejumlah feses yang diperlukan ke dalam wadah

spesimen feses dengan menggunakan satu atau dua spatel, dan tetap berhati-hati
agar tidak mengkontaminasi bagian luar wadah.
- Bungkus spatel yang sudah digunakan dengan handuk kertas

sebelum membuangnya ke dalam wadah pembuangan. Rasionlanya untuk


mencegah penyebaran mikroorganismee melalui kontak dengan benda lain.
- Tutup wadah dengan segera setelah spesimen berada dalam wadah.

Resionalnya untuk mencegah penyebaran mikroorganismee.


- Pastikan klien dalam keadaan nyaman dengan mengosongkan

pispot atau commode, dan letakkan kembali ke tempatnya.


- Lepaskan dan buang sarung tangan.

- Gunakan penyegar udara untuk menghilangkan bau, kecuali

dikontraindikasikan untuk klien.


- Beri label dan kirimkan spesimen ke laboratorium.

- Dokumentasikan hal-hal yang relevan.

Pemeriksaan feses untuk darah samar

- Pilih alat periksa

- Pakai sarung tangan

- Dapatkan spesimen dengan spatel dan usapkan spesimen feses

pada kertas uji.


- Ikuti petunjuk pabrik. Sebagai contoh:

i. Untuk uji guaiac, teteskan reagen ke atas kertas uji/spesimen.


ii. Untuk Hematest, letakkan tablet di tengan spesimen dan
tambahkan dua tetes air.
iii. Untuk slide Hemoccult, teteskan reagen ke atas kertas
uji/spesimen.
- Perhatikan reaksi, dimana untuk semua pemeriksaan, warna biru

mengindikasikan hasil positif, yaitu adanya darah samar.

Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen!

Pembahasan:

 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen darah


adalah pengkajian, identifikasi hasil dan perencanaan, petunjuk dalam melakukan
pengambilan spesimen darah, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau
tidak, dan dokumentasinya. Tujuan dari pengambilan spesimen darah ini adalah
untuk menyediakan spesimen darah yang nantinya akan dianalisis. Hasil yang
diharapkan adalah: (i) darah diambil dengan ketidaknyamanan minimal pada klien,
(ii) darah ditempatkan pada tabung yang tepat da dikirim ke laboratorium, dan (iii)
akses intravena dan spesimen darah tidak terkontaminasi selama prosedur
dilakukan. Kemudian, dalam melakukan pengkajian, perawat berfokus pada tipe tes
laboratorium yang diprogramkan, waktu pengujian yang diprogramkan,
keadekuatan persiapan klien (misalnya status puasa, obat yang ditunda atau
diberikan), dan kemampuan klien untuk bekerja sama. Identifikasi hasil dan
perencanaannya adalah klien tidak mengalami cedera pada vena atau nyeri ekstrem
selama prosedur atau klien akan mendapatkan terapi berdasarkan hasil tes yang
tepat.

Petunjuk:

- Untuk mendapatkan spesimen darah yang tidak terkontaminasi, semua


infuse perlu dimatikan sebelum mengambil spesimen darah.
- Untuk membantu dalam menampung sample yang berkualitas, klem semua
lumen kateter sebelum mendapatkan spesimen.
- Untuk mengurangi resiko kontaminasi jalur sentral. Dinajurkan untuk
menggunakan metode Vacutainer saat mendapatkan spesimen darah.
- Bilasan heparin dapat direntang dari konsentrasi 10 m/mL sampai 100
m/mL.
- Untuk keamanan, gunakan spuit 10 mL untuk semua pembilasan dan
heparin lock. Ini membantu dalam mempertahankan tekanan spuit PSI di bawah
kebanyak anjuran pabrik.
- Gunakan konsentrasi larutan heparin lock terendah. Ini membantu mencegah
komplikasi pendarahan yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan lumen
yang sering dipakai.
Dokumentasi

Hal-hal berikut harus tercatat pada catatan dokumentasi:

- Tanggal dan waktu pengambilan darah


- Tempat dan metode yan digunakan
- Pengujian yang dilakukan terhadap spesimen
- Jumlah darah yang diambil
- Toleransi klien terhadap prosedur
- Status kulit (misalnya memar atau pendarahan berlebih)
- Laboratorium tempat sample dikirim untuk pemrosesan.

 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen sputum


adalah pengkajian, identifikasi hasil dan perencanaan, evaluasi apakah hasil yang
diharapkan tercapai atau tidak, dan dokumentasinya. Tujuan dari pengambilan
spesimen skutum adalah untuk mendapatkan spesimen sputum yang nantinya
dianalisis sambil meminimalkan resiko kontaminasi. Hasil yang diharapkan adalah
jalan napas bersih dari sekresi dan mendapatkan spesimen sputum yang tidak
terkontaminasi. Pengkajian harus berfokus pada: (i) instruksi dokter mengenai tes
dan metode yang harus dilakukan untuk mendapatkan spesimen, (ii) bunyi napas
menunjukkan kongesti dan membutuhkan pengisapan, dan (iii) catatan perawat dan
ahli terapi pernapasan terdahulu untuk menentukan adanya sekresi kental atau
kesulitan dalam memasang kateter (nasofaring atau nasotrakeal). Identifikasi hasil
dan perencanaannya adalah klien akan mempertahankan kebersihan jalan napas dan
mendapatkan pengobatan yang tepat berdasarkan spesimen sputum yang tidak
terkontaminasi. Hal-hal berikut harus tercatat dalam catatan dokumentasi:

- Tanggal, waktu, dan tipe penampungan spesimen


- Tipe pengisapan yang dilakukan
- Jumlah dan karakter sekresi
- Toleransi klien terhadap respon

 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen urine


adalah pengkajian, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau tidak, dan
dokumentasinya. Tujuan dari penampungan spesimen urine adalah mendapatkan
spesimen urine dengan teknik aseptic untuk analsis mikrobiologis. Pengkajian harus
berfokus pada karakteristik urine, gejala yang berkaitan dengan infeksi saluran
kemih (misalnya nyeri atau ketidaknyamanan pada saat berkemih, atau frekuensi
perkemihan), peningkatan suhu, kemampuan klien dalam mengikuti instruksi untuk
mendapatkan spesimen, waktu penampungan spesimen, serta asupan cairan dan
haluaran cairan. Hal yang perlu dicatat dalam catatan dokumentasi adalah tanda atau
gejala infeksi perkemihan, jumlah, warna, bau, dan konsistensi urine yang didapat,
waktu pengambilan spesimen, jumlah total yang dikeluarkan, penyuluhan yang
dilakukan mengenai teknik pembersihan genetalia. Selain itu, hal lain yang perlu
diperhatikan dalam pengambilan spesimen urine adalah urine tidak boleh dibiarkan
pada suhu ruangan karena akan berubah menjadi alkalin, akibat terkontaminasi
bakteri pengubah urea dari lingkungan, kemudian pemeriksaan mikroskopik perlu
dilakukan dalam waktu ½ jam sesudah pengambilan spesimen untuk mencegah
dissolusi elemen seluler dan pertumbuhan bakteri (kecuali jika telah menggunakan
metode steril). Waktu ideal dalam pengambilan spesimen urine adalah pada pagi
hari karena pada saat ini, mikroorganismee penginfeksi berada dalam jumlah
terbanyak, dan pembeda antara temuan yang secara klinis bermakna dengan yang
tidak bermakna akan lebih mudah.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen tinja
adalah pengkajian, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau tidak,
pertimbangan sesuai usia dan dokumentasinya. Pengkajian berfokus pada program
khusus mengenai penampungan spesimen, karakteristik feses, asupan diet makanan
atau obat yang dapat mengubah keabsahan uji laboratorium, dan asupan obat yang
dapat menyebabkan pendarahan samar. Yang dimaksud dengan pertimbangan
sesuai usia adalah untuk mengumpulkan spesimen feses bayi, maka feses dapat
diambil dari popoknya. Hal yang tercatat dalam catatan dokumentasi adalah
identitas klien, jumlah, warna, bau, dan konsistensi feses yang didapatkan, serta
waktu penampungan spesimen, ketidaknyamanan selama atau sesudah defekasi,
keadaan kulit perineal, adanya pendarahan dair anus setelah defekasi, dan untuk
pemeriksaan darah samar, catat tipe alat pemeriksaan yang digunakan dan reaksi
yang terjadi.

Jelaskan peran perawat dalam diagnosis laboratorium mikrobiologi!

Pembahasan:

a. Memeriksa permintaan dokter


Di laboratorium dikenal istilah APS (Atas Permintaan Sendiri), jadi pasien langsung
datang ke laboratorium tanpa berkonsultasi sebelumnya dan tidak membawa surat
pengantar dari dokter. Sebenarnya hal tersebut sangat tidak dianjurkan. Pasien
dengan APS belum tentu memahami dan mengetahui jelas pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan, persiapan apa yang harus dilakukan, dan jika sudah
mendapatkan hasil apakah hasil tersebut bisa dinterpretasikan secara benar.
Pemeriksaan laboratorium  sebaiknya dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter
dan dengan surat pengantar dari dokter. Dengan demikian, jenis pemeriksaan yang
memang diperlukan akan diperiksa dan yang belum diperlukan tidak akan diperiksa.
Disamping itu, dokter akan menjelaskan persiapan apa yang harus dilakukan
sebelum pemeriksaan dan terakhir hasil tersebut bisa dikonsultasikan kembali
dengan dokternya.  Meskipun saat ini semua hasil laboratorium telah disertai nilai
rujukan masing-masing pemeriksaan,  namun pada hasil yang tidak normal, tidak
semuanya ketidaknormalan tersebut bermakna secara klinis. Inilah pentingnya
mengapa pemeriksaan laboratorium itu harus dilakukan atas permintaan dokter.

b. Memberi petunjuk sederhana

Dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang sederhana pada saat pengambilan


spesimen, diharapkan pasien bias lebih mandiri, dalam arti sebatas kemampuan
yang dimiliki oleh pasien itu sendiri.

c. Standard precautions

Standard precaution adalah seperangkat praktek pengendalian infeksi yang


digunakan untuk mencegah penularan penyakit yang dapat diperoleh, dalam hal ini
melalui spesimen yang diambil, yaitu darah, sputum, urine, dan feses, ataupun yang
lainnya, seperti cairan tubuh, kulit yang tidak utuh, dan selaput lendir. Standar
precaution yang digunakan ketika memberikan perawatan kepada semua individu,
di antaranya kebersihan tangan, APD, pencegahan terhadap cidera oleh jarum dan
benda tajam, dan pembuangan limbah.

d. Labeling spesimen

Pemberian label pada spesimen juga merupakan hal yang penting dalam identifikasi
sampel. Oleh sebab itu, label harus dilekatkan pada setiap wadah sampel. Untuk
mencegah informasi pada label sampel luntur, label sebaiknya terbuat dari bahan
yang kedap air, dan semua informasi ditulis dengan tinta tahan air

e. Pengiriman spesimen ke laboratorium atau disimpan

Keberhasilan laboratorium mikrobiologi untuk mengidentifikasi penyebab infeksi


sangat bergantung pada pengambilan serta pengiriman spesimen klien ke
laboratorium yang dilakukan dengan cara/prosedur yang benar. Hal pertama yang
harus diperhatikan adalah tempat pengambilan spesimen harus dipilih secara hati-
hati agar memberi hasil terbaik mengenai organisme yang menginfeksi, toksin, atau
antibodi yang dibentuk oleh pejamu. Pengambilan spesimen tersebut dilakukan
dengan cara yang meminimalkan pencemaran oleh flora endogen pejamu.
Kemudian, untuk pengiriman spesimen ke laboratorium harus dilakukan di bawah
kondisi yang mempertahankan viabilitas agen infeksiosa atau integritas produk-
produknya, di mana waktu pengiriman ke laboratorium harus cukup singkat untuk
membatasi pertumbuhan berlebihan flora pencemar.

f. Dokumentasi

Setiap RS mempunyai metode sendiri atau format standar untuk dokumentasi


keperawatan dalam catatan klinis. Semua catatan keperawatan adalah dokumentasi
keperawatan, tanpa memperhatikan tipe atau lokasi dalam catatan. Apapun jenis
system jenis system pendokumentasian yang digunakan, pendokumetasian harus
mengomunikasikan status pasien, pemberian perawatan spesifik, dan respon pasien
terhadap perawatan.

Berikut merupakan bakteri flora normal yang terdapat dalam tubuh kita:

1. Pada kulit
 Staphylococcus epidermilis
 Staphyloccus aureus (dalam jumlah yang sedikit)
 Micrococcus sp.
 Nonpatogenik Neisseria sp.
 Streptococci
 Corynebacterium (Diphtheroids)
 Propionibacterium sp.
 Peptostreptococcus sp.
 Candida sp. (dalam jumlah yang sedikit)
 Acinetobacter sp. (dalam jumlah yang sedikit)
 Pseudomonas aeruginosa
 Bakteri anaerob (msl. Propionibacterium)
 Yeast (msl. Candida albicans)
2. Pada hidung dan nasofaring
 Diphtheroids
 Nonpatogenik Neisseria sp.
 Streptococci
 Staphylococcus epidermilis
 Nonhemolytic streptococci
 Prevotella species
 Anaerobik cocci
 Fusobacterium species
 Yeasts
 Haemophilus sp.
 Pneumococci
 Staphylococcus aureus
 Gram-negative rods
 Neisseria meningitidis 

3. Pada mulut

 Viridans streptococci
 Eikenella corrodens

4. Pada gingival crevices

 Bakteri anaerob, seperti Bacteroides, Fusobacterium, streptococci,


dan Actinomyces

5. Pada dental plaque

 Streptococcus mutans
 Prevotella intermedia
 Porphyromonas gingivalis

6. Pada tenggorokan
 Viridans streptococci
 Streptococcus pyogenes
 Streptococcus pneumonia
 Neisseria sp.
 Haemophilus influenza
 S. epidermidis

7. Pada saluran gastrointestinal dan rectum

 Enterobacteriaceae, seperti Salmonella, Shigella, Yersinia, Vibrio, dan


Campylobacter sp.
 Non-dextrose-fermenting gram-negative rods
 Enterococci
 Alpha-hemolytic dan nonhemolytic streptococci
 Diphtheroids
 Staphylococcus aureus (dalam jumlah yang sedikit)
 Yeasts (dalam jumlah yang sedikit)
 Bakteri anaerob (dalam jumlah yang banyak)

8. Pada kolon

 Bacteroides fragilis
 Escherichia coli
 Bifidobacterium
 Eubacterium
 Fusobacterium
 Lactobacillus
 various aerobic gram-negative rods
 Enterococcus faecalis
 Clostridium
9. Pada genetalia
 Corynebacterium sp.
 Lactobacillus sp.
 alpha-hemolytic and nonhemolytic streptococci
 Nonpatogenik Neisseria sp. 
 Enterococci
 Enterobacteriaceae
 Gram-negative rods
 Staphylococcus epidermidis
 Candida albicans
 Prevotella sp.
 Clostridium sp.
 Peptostreptococcus sp.

Sebutkan agen biologis apa saja yang dapat disimpulkan dari pemeriksaan darah dan
jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada individu tersebut!

Pembahasan:

 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh B.H Sage Jr. dan V.R. Neece
tahun 1984, mikroorganisme yang ditemukan dalam darah adalah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Listeria monocytogenes,
Candida albicans, Haemophilus influenzae, dan Neisseria meningitidis.
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfed Young Itah dan Edet
Ekpo Uweh tahun 2005, mikroorganisme yang ditemukan dalam darah adalah
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella
pneumoniae, Proteus vulgaris, Streptococcus faecalis, Salmonella paratyphi dan
Salmonella typhi pada pasien dengan penyakit tipoid.
 Menurut buku Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit
Infeksi, dalam biakan darah juga dapat ditemukan Staphylococcus epidermidis.

Mikroorganisme: Staphylococcus aureus

Diagnosis: Keracunan makanan

Manifestasi klinik: Keracunan makanan melalui intoksikasi (masuknya toksin melalui


bahan pangan ke dalam tubuh). Infeksi kulit berupa sindroma kulit lepuh, impetigo
bolusa (penyakit pada kulit), folikulitis (peradangan pada selubung folikel rambu),
furunkel (bisul), hordeolum (infeksi akut pada kelenjar minyak di dalam kelopak mata),
dan karbunkel (sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas serta
pembentukan jaringan parut). Manifestasi klinik yang lain adalah syok toksik,
pneumonia, meningitis, endokarditis akut, osteomyelitis, abses pada salah satu organ,
dan artritis septik.

Mikroorganisme: Streptococcus pneumonia

Diagnosis: Penumonia pneumokokus

Manifestasi klinik: Timbulnya demam secara tiba-tiba (39-400C), menggigil, dan batuk
produktif dengan mengeluarkan sputum yang berwarna hijau, purulent, dan sering
mengandung darah, nyeri pleuritik, syok, pernapasan bronkial dengan laju pernapasan >
30x/mnt, denyut nadi >100x/mnt, TD diastolic < 60 mmHg, hidung kemerahan,
sianosis. Sering timbul bakterimia, dan menyebabkan meningitis, otitis media, dan
sinusitis.

Mikroorganisme: Staphylococcus epidermidis

Diagnosis:Infeksi kateter

Manifestasi klinik: mikroorganisme ini menyebabkan berbagai infeksi oportunistik


termasuk endokarditis yang berhubungan dengan pemasangan katup jantung buatan dan
bakteremia (adanya bakteri dalam aliran darah) yang berhubungan dengan infeksi di
sekitar shunt atau kateter.
Mikroorganisme: Neisseria meningitidis

Diagnosis: Meningitis

Manifestasi klinik: Walaupun pintu masuk masuknya bakteri ialah dari nasofaring,
namun dari nasofaring dapat mencapai peredaran darah (meningokoksemia).
Komplikasi yang paling sering ditemukan dari meningokoksemia adalah meningitis.
Petekiae luas dan ecchymoses adalah tanda meningokoksemia. Kasus berat penyakit ini
dapat menyebabkan terjadinya koagulasi intravascular menyebar (DIC). Gejala
penyakit meningitis yang paling umum adalah sakit kepala dan leher kaku berhubungan
dengan demam, kebingungan atau kesadaran yang berubah, muntah, dan
ketidakmampuan untuk mentoleransi cahaya (photophobia) atau suara keras
(phonophobia). Kadang-kadang, terutama pada anak kecil, hanya gejala nonspesifik
mungkin muncul, seperti mudah marah dan kantuk, serta ruam-ruam pada tubuh.

Mikroorganisme: Salmonella typhi

Diagnosis:Demam enteric (tifoid)

Manifestasi klinik: Penyakit ini diawali dengan gejala gangguan pada saluran cerna
dan kemudian berkembang menjadi penyakit yang sistemik. Gejalanya adalah sakit
kepala, demam yang dapat berlangsung selama 3 sampai 4 minggu, nyeri perut, dan
konstipasi. Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula
ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya
ditemukan dalam minggu pertama demam.

Mikroorganisme: Klebsiella pneumoniae

Diagnosis: Pneumonia oportunistik

Manifestasi klinik: Pneumonia nekrotik oportunistik dan infeksi saluran kemih.

Sebutkan agen biologis (mikroorganisme) apa saja yang dapat dilihat dari
pemeriksaan sputum dan jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada
individu tersebut!
Pembahasan:

 Pada penelitian yang dilakukan oleh M.D. Epstein, C.P. Aranda, W.N. Rom,
Stanley Bonk, dan Bruce Hanna tahun 1997, mikroorganisme yang ditemukan
dalam sputum adalah Mycobacterium avium dalam jumlah yang banyak pada pasien
dengan Pulmonary Tuberculosis.
 Pada penelitian yang dilakukan oleh P.W. Monroe, H.G. Muchmore, F.G.
Felton, dan J.K. Pirtle tahun 1969, mikroorganisme yang ditemukan dalam sputum
adalah Staphylococcus epidermidis, Neisseria spp., alfa-Streptococci, Diplococcus
penumoniae, Haemophilus spp., Klebseilla sp., Enterobacter sp., Escherichia coli,
dan Candida spp.
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M.L. Sole, F.E. Poalillo, J.F.
Byers, dan J.E. Ludy tahun 2002, mikroorganisme yang ditemukan dalam sputum
adalah bakteri dari gram positif, seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus
sp. Bakteri dari gram negative yang ditemukan adalah Klebsiella, Acinetobacter,
Pseudomonas, Proteus, Escherichia coli dan Enterobacter, serta ditemukan
berbagai macam ragi/yeast.

Mikroorganisme: Staphylococcus epidermidis

Diagnosis:Infeksi kateter

Manifestasi klinik: mikroorganisme ini menyebabkan berbagai infeksi oportunistik


termasuk endocarditis yang berhubungan dengan pemasangan katup jantung buatan dan
bakteremia yang berhubungan dengan infeksi di sekitar shunt atau kateter.

Mikroorganisme: Mycobacterium avium

Diagnosis: Pulmonary tuberculosis

Manifestasi klinik: Gejala umum yang sering dirasakan adalah batuk lama lebih dari 30
hari yang disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa disertai juga dengan batuk
darah, demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifoid, malaria, atau
infeksi saluran nafas akut), dan terkadang disertai dengan badan yang berkeringat di
malam hari, berat badan dan nafsu makan menurun, danya pembesaran kelenjar seperti
di leher atau ketiak.

Sebutkan agen biologis apa saja yang dapat dilihat dari pemeriksaan urine dan
jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada individu tersebut!

Pembahasan:

 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfed Young Itah dan Edet
Ekpo Uweh tahun 2005, mikroorganisme yang ditemukan dalam urine adalah S.
aureus, S. epidermidis, E. coli, K. aerogenes, S. faecalis, Proteus mirabilis, dan P.
aeruginosa pada pasien dengan penyakit tipoid.
 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Y. Zafari dan W.J. Martin
tahun 1977, mikroorganisme yang ditemukan dalam urine adalah Escherichia coli,
Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis,
Enterobacter cloacae, Klebsiella pneumonia, Moraxella sp., Corynebacterium sp.,
group D streptococcus, dan group B streptococcus.
 Menurut buku Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit
Infeksi, dalam air kemih juga dapat ditemukan Enterococcus faecalis.

Mikroorganisme: Enterococcus faecalis

Diagnosis: Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi

Manifestasi klinik: Meskipun tidak selalu virulen, infeksi E. faecalis sulit untuk
dibasmi. Dua manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah infeksi saluran kemih
dan bakteremia. Luka intra-abdominal seringkali mengandung E. faecalis sebagai
komponen suatu infeksi campuran. Endokarditis akibat infeksi E. faecalis berhubungan
dengan adanya katup jantung yang telah rusak sebelumnya.

Mikroorganisme: Proteus mirabilis

Diagnosis: Uretritis

Manifestasi klinik: Gejala uretritis tidak terlalu nampak, termasuk frekuensi kencing
dan adanya sel darah putih pada urin. Sistitis (infeksi berat) dapat dengan mudah
diketahui, termasuk sakit punggung, nampak terkonsentrasi, urgensi, hematuria (adanya
darah merah pada urin), sakit akibat pembengkakan bagian paha atas.

Sebutkan agen biologis apa saja yang dapat dilihat dari pemeriksaan feses/tinja dan
jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada individu tersebut!

Pembahasan:

 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfred Young Itah dan Edet
Ekpo Uweh tahun 2005, mikroorganisme yang ditemukan dalam feses adalah S.
aureus, E. coli, S. typhi, S. paratyphi, Shigella sp., K. pneumoniae, P. vulgaris, P.
aeruginosa dan Vibrio cholera pada pasien dengan panyakit tipoid.
 Menurut buku Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit
Infeksi, dalam feses dapat ditemukan Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEK),
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC), Escherichia coli Enteropatogenik
(EPEC), dan Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC).

Mikroorganisme: Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEK)

Diagnosis: Diare wisatawan

Manifestasi klinik: Gejala klinik utamanya adalah diare cair yang dibarengi dengan
kejang perut dan mual.

Mikroorganisme: Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

Diagnosis: Kolitis hemoragik

Manifestasi klinik: EHEC menyebabkan kolitis hemoragik dan dapat berkembang


menjadi sindroma uremik hemolitik (HUS). Gejalanya mulai dengan kejang perut dan
daire cair dan kemudian berkembang menjadi diare berdarah.

Mikroorganisme: Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)

Diagnosis: Diare pada bayi

Manifestasi klinik: Diare cair yang berkepanjangan, mengalami dehidrasi berat, dan
disertai oleh muntah.
Diagnosis: Disentri basiler

Mikroorganisme: Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)

Manifestasi klinik: Disentri dengan gejala kejang perut, diare yang mengandung darah
dan lendir, demam, menggigil, dan lemah.

Diagnosis: Disentri basiler

Mikroorganisme: Shigella sp.

Manifestasi klinik: Shigella menyebabkan disentri yang secara klinik memiliki gejala
yang sama dengan disentri oleh Escherichia coli Enteroinvasif, yaitu nyeri perut,
kejang perut, dan diare berdarah. Shigella dysenteriae juga membuat toksin Shiga, yang
menyebabkan penyakit yang lebih berat dan terjadinya sindroma uremia hemolitik
(HUS).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Salah satu cara menanggulangi penyakit infeksi adalah dengan menentukan


penyebab dan kemudian memberi terapi yang rasional berdasarkan hasil uji
laboratorium. Dalam hal ini peranan laboratorium sebagai penentu maupun penunjang
diagnosis dan terapi penyakit infeksi sangat penting.

Dalam hal ini, hasil pemeriksaan mikrobiologik sangat tergantung oleh kualitas
spesimen yang diambil, di mana kualitas ini ditentukan oleh metode pengambilan dan
proses transportasi ke baloratorium.

Perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan mikrobiologik negative tidak selalu


berarti bahwa diagnosis tersebut salah, begitu pula sebaliknya. Kegagalan isolasi
mikroorganisme penyebab infeksi sering disebabkan oleh pengambilan dan pengiriman
spesimen yang tidak benar atau teknik dan cara kerja di laboratorium yang tidak tepat.

3.2 Saran

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, hasil pemeriksaan laboratorium


mikrobiologik sangat ditentukan oleh cara pengambilan, saat penagmbilan, dan seleksi
specimen. Berikut merupakan hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat memperoleh
hasil pemeriksaan yang baik:

1. Bahan spesimen sedapat mungkin diambil dari lokasi yang paling besar
kemungkinan mengandung penyebab infeksi.
2. Pada lokasi tubuh yang dalam keadaan normal, hasil laboratorium positif sebaiknya
dikorelasikan dengan keterangan klinik, sehingga mendapat suatu interpretasi yang
bermakna.
3. Hasil laboratorium positif sangat bermakna bila diperoleh dari lokasi tubuh yang
dalam keadaan normal steril.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Ni Luh Gede Y., dan Effendy, Christantie. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Berman, Audrey., et al. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi
5. Jakarta: EGC.

Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:


Erlangga.

Johnson, J.Y., Smith-Temple, Jean., dan Carr, Patricia. 2005. Prosedur Perawatan di
Rumah. Jakarta: EGC.

Kenneth dan Stephen. 2011. Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi.
Tangerang: Karima Publish Group.

Marrelli, T.M. 2007. Buku Saku Dokumentsi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurachman, Elly., dan Sudarsono, R.S. 2000. Buku Saku Prodesur Perawatan Medikal-
Bedah. Jakarta: EGC.

Sacher, R.A., dan McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Uliyah, Musrifatul., dan Hidayat, A.A.A. 2008. Praktikum Keterampilan Dasar Praktik
Klinik. Jakarta: Salemba.
Alfred Young Itah dan Edet Ekpo Eweh. 2005. Bacteria Isolated from Blood,
Stool and Urine of Typhoid Pasient in a Developing Country. Volume 36. No. 3.
Diakses pada tanggal 16 Mei 2012. Available at
http://www.tm.mahidol.ac.th/seameo/2005_36_3/22-3427.pdf.

B.H. Sage Jr. dan V.R. Neece. 1984. Rapid Visual Detection of Microorganism in
Blood Culture. Volume 20. No. 1. Journal of Clinical Microbiology. American
Society for Microbiology. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012. Available at
http://jcm.asm.org/content/20/1/5.

M.D. Epstein, C.P. Aranda, W.N. Rom, Stanley Bonk, dan Bruce Hanna. 1997.
The Significant of Mycobacteium avium Complex Cultivation in the Sputum of
Pasient With Pulmonary Tubercolusis. Amarika: American College of Chest
Physicians. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012. Available at
http://chestjournal.chestpubs.org/content/111/1/142.full.pdf+html.

M.L. Sole, F.E. Poalillo, J.F. Byers, dan J.E. Ludy. 2002. Bacterial Growth in
Secretions and on Suctioning of Orally Intubated Patients: A Pilot Study. Volume
11. No. 2. American Journal of Critical Care. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012.

P.W. Monroe, H.G. Muchmore, F.G. Felton, dan J.K. Pirtle. 1969. Quantitation of
Microorganisms in Sputum. Volume 18. No. 2. Applied and Environmental
Microbiology. American Society for Microbiology. Diakses pada tanggal 16 Mei
2012. Available at http://aem.asm.org/content/18/2/214.full.pdf+html.

S.G. Williams dan C.A. Kauffman. 1978. Survival of Streptococcus pneumonia in


Sputum from Patients with Pneumonia. Volume 7. No. 1. Journal of Clinical
Microbiology. American Society for Microbiology.

Y. Zafari dan W.J. Martin. 1977. Comparison of the Bactometer Microbial


Monitoring System with Conventional Methods for Detection of Microorganisms
in Urine Specimens. Volume 5. No. 5. Journal of Clinical Microbiology. American
Society for Microbiology. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012. Available at
http://jcm.asm.org/content/5/5/545.full.pdf+html.

Anda mungkin juga menyukai