Anda di halaman 1dari 69

0

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK)
Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2019 dapat diselesaikan dengan baik.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas
kinerja instansi, LAK Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2019 ini adalah
media pertanggungjawaban yang menggambarkan pencapaian kinerja atas
pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Pelayanan Kefarmasian selama tahun
2019 sekaligus evaluasi akhir dalam mencapai tujuan dan sasaran terhadap target
yang telah ditentukan dalam perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2017-2019.
Keberhasilan dalam pelaksanaan tugas Direktorat Pelayanan Kefarmasian
adalah hasil kerja keras dan peran serta seluruh pegawai, kerjasama lintas program
dan lintas sektor di lingkungan Kementerian Kesehatan serta dukungan dari provinsi
maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan para stakeholder. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak atas dukungan,
peran serta dan kerjasama yang telah terjalin dengan baik.
Kami menyadari LAK Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2019 ini masih
belum sempurna. Masukan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan untuk perbaikan LAK ini di masa mendatang.
Akhir kata, semoga LAK Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2019 ini
dapat memberikan informasi dan manfaat dalam penyusunan kebijakan dan
perencanaan program dan kegiatan khususnya di lingkungan Direktorat Pelayanan
Kefarmasian, maupun bagi para stakeholder terkait.
Jakarta, Januari 2020
Direktur Pelayanan Kefarmasian

ttd

Dita Novianti SA, S.Si, Apt, MM


NIP. 197311231998032002

i
DAFTAR ISI

Ikhtisar eksekutif _______________________________________________________ 1


BAB I. PENDAHULUAN __________________________________________________ 6
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 6
B. Maksud dan Tujuan ................................................................................................ 8
C. Tugas dan Fungsi Organisasi ................................................................................. 8
D. Struktur Organisasi ................................................................................................. 9
E. Sistematika ........................................................................................................... 11
BAB II. PERENCANAAN KINERJA ________________________________________ 14
A. Perencanaan Kinerja ............................................................................................ 14
B. Perjanjian Kinerja Tahun 2019.............................................................................. 18
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA _______________________________________ 22
A. Tantangan dan peluang ........................................................................................ 22
B. Capaian Kinerja Organisasi .................................................................................. 23
C. Realisasi Anggaran .............................................................................................. 45
BAB IV. PENUTUP _____________________________________________________ 51
LAMPIRAN ___________________________________________________________ 52

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alokasi dan Realisasi Anggaran dalam DIPA Direktorat Pelayanan Kefarmasian
Beserta Perubahannya pada Tahun 2019........................................................ 2
Tabel 2. Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian ................................... 16
Tabel 3. Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan Peningkatan
Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 Renstra Perubahan .................... 17
Tabel 4. Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian........................................ 19
Tabel 5. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2015 – 2019 ................................. 25
Tabel 6. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian sesuai Standar Tahun 2016 – 2019 .......................................... 31
Tabel 7. Capaian Indikator Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Tahun 2015
– 2019............................................................................................................ 41

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pharmavenger tengah memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO).............. 4


Gambar 2. Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian ................................. 11
Gambar 3. Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian
Tahun 2019 .................................................................................................. 19
Gambar 4. Lampiran perjanjian kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian ..................... 20
Gambar 5. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2015 – 2019................................ 25
Gambar 6. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar per Provinsi .................................................... 25
Gambar 7. Perbandingan Persentase Capaian Indikator dan Realisasi Anggaran .......... 26
Gambar 8. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian sesuai Standar Tahun 2016 – 2019 ......................................... 30
Gambar 9. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar per Provinsi .................................................... 31
Gambar 10. Perbandingan Persentase Capaian Indikator dan Realisasi Anggaran ........ 31
Gambar 11. Perkembangan Formularium Nasional ......................................................... 34
Gambar 12. Perkembangan DOEN ................................................................................. 35
Gambar 13. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas per
Provinsi ........................................................................................................ 39
Gambar 14. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Tahun 2015 – 2017 ...................................................................................... 40
Gambar 15. Capaian Indikator Persentase Kabupaten/kota yang Menerapkan Penggunaan
Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2017 – 2019 ........................................ 40
Gambar 16. Perbandingan Persentase Capaian Indikator dan Realisasi Anggaran ........ 41
Gambar 17. Persebaran AoC Gema Cermat ................................................................... 45
Gambar 18. Hasil Penilaian e-Monev DJA ...................................................................... 46
Gambar 19. Perbandingan Capaian Realisasi Volume Kegiatan dan Anggaran .............. 47
Gambar 20. Distribusi Pegawai per Subdit/Subbag ......................................................... 48
Gambar 21. Gambaran Keragaman Pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan .............. 48

iv
IKHTISAR EKSEKUTIF
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
mengamanatkan bahwa akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban
suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang diamanatkan para pemangku
kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan
sasaran atau target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja instansi
pemerintah (LAKIP) yang disusun secara periodik.

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, penilaian atas hasil evaluasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Satuan Kerja Direktorat Pelayanan
Kefarmasian bertahan dalam kategori AA.

No. Tahun Hasil Penilaian Kategori


1. 2016 96,67 AA
2. 2017 96,71 AA
3. 2018 92,47 AA

Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian disusun


sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam
rangka mencapai tujuan atau sasaran strategis dan alat evaluasi atas pelaksanaan
kegiatan selama tahun 2019 yang merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan
perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2015 – 2019 yang
tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/422/2017.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


HK.01.07/Menkes/422/2017 yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, sasaran hasil (outcome) kegiatan
Peningkatan Pelayanan Kefarmasian adalah Puskesmas dan Rumah sakit yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar, dan Penggunaan obat
rasional di Puskesmas.
Sebagai indikator keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan, ditetapkan tiga
indikator kinerja. Pencapaian indikator kinerja kegiatan yang tertuang di dalam

1
Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 beserta revisinya sebagai
berikut:
1. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai
standar sebesar 60,06% atau mencapai 100,10%

2. Persentase Rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai


standar sebesar 65,28% atau mencapai 100,43%

3. Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan penggunaan obat rasional di


Puskesmas sebesar 47,08% atau mencapai 117,7%

Pada awal tahun 2019, Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengelola


anggaran sebesar Rp. 21.523.529.000,- (Dua puluh satu milyar lima ratus dua
puluh tiga juta lima ratus dua puluh sembilan rupiah). Selama pelaksanaan kegiatan
tahun 2019, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami beberapa kali
perubahan, karena adanya pergeseran anggaran antar komponen dan
penambahan anggaran yang berasal dari Hibah Luar Negeri melalui program WHO
Bienium 2018-2019. Penambahan anggaran yang berasal dari Hibah Luar Negeri
yang tercatat pada DIPA tahun 2019 sebesar Rp. 1.623.552.000,- (Satu milyar
enam ratus dua puluh tiga juta lima ratus lima puluh dua ribu rupiah) sehingga DIPA
akhir Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2019 sebesar Rp. 23.147.081.000,-
(Dua puluh tiga milyar seratus empat puluh tujuh juta delapan puluh satu ribu
rupiah).

Tabel 1. Alokasi dan Realisasi Anggaran dalam DIPA Direktorat Pelayanan Kefarmasian
Beserta Perubahannya pada Tahun 2019
No. Alokasi Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) Realisasi (%)
1 DIPA Awal 21.523.529.000
22.278.603.530 96,25%
2 DIPA Akhir 23.147.081.000
Sumber: Om SPAN

Laporan Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian ini diharapkan dapat


memberikan informasi yang komprehensif atas capaian kinerja organisasi dalam
menghadapi tantangan yang akan datang. Dengan disusunnya laporan ini,
diharapkan pula dapat menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan capaian
kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada periode renstra berikutnya.

2
Selama tahun 2019, selain menjalankan program rutin, juga dilaksanakan
kegiatan unggulan sebagai berikut:

a. Desktop e-Fornas

Aplikasi ini terintegrasi dengan database usulan, detil pembahasan


Fornas yang telah dilakukan dan disertai dengan data dukung bukti ilmiah
untuk masing – masing obat dalam website e-Fornas. Penggunaan aplikasi
ini bertujuan untuk memastikan setiap tahapan proses seleksi obat dalam
Fornas sesuai dengan alur proses penyusunan Fornas, sebagaimana
tercantum di Permenkes No. 54 tahun 2018 tentang Penyusunan dan
Penerapan Formularium Nasional dalam Penyelenggaraan Program
Jaminan Kesehatan, sehingga proses penyusunan Fornas yang akuntabel,
transparan, profesional, dan berintegritas dapat terjamin.

b. ISO Penyusunan Fornas

Dalam memenuhi komitmen mutu dan menjamin proses penyusunan


Fornas yang akuntabel, transparan, profesional dan berintegritas, Dit.
Pelayanan Kefarmasian telah melakukan sertifikasi ISO 9001:2015 untuk
ruang lingkup Jasa Pelayanan Penyusunan Formularium Nasional. Sertifikat
ini berlaku dari tahun 2018 hingga 2021 dan pada tiap tahunnya dikenakan
audit pengawasan baik secara internal maupun eksternal.

c. Booth Gema Cermat untuk Pelayanan Informasi di pameran Hari


Kesehatan Nasional ke-55

Pameran Pembangunan Kesehatan dalam rangka Hari Kesehatan


Nasional ke 55 dilaksanakan pada tanggal 7-9 November 2019 di ICE BSD
Serpong Hall 9-10. Direktorat Pelayanan Kefarmasian membuka booth
GeMa CerMat. Pengunjung pameran yang datang ke booth GeMa CerMat
dapat mengikuti kuis-kuis terkait penggunaan obat dan mendapat informasi
dan konsultasi terkait obat. Pelayanan informasi obat diberikan oleh
apoteker Agent of Change Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Tim GeMa
CerMat Kementerian Kesehatan. Selain itu juga ada sesi Talkshow GeMa
CerMat dengan topik "Cermat Gunakan Antibiotik, Hindari Kekebalan
Bakteri" bersama dr. Lisa Safira, SpA (IDAI) dan Apoteker Indri Mulyani
Bunyamin (Pengurus Pusat Hisfarkesmas).

3
Gambar 1. Pharmavenger tengah memberikan Dalam Pameran
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pembangunan Kesehatan
tahun ini dilakukan pemilihan
booth terbaik dengan
beberapa kategori penilaian.
Booth GeMa CerMat
mendapat penghargaan
sebagai Juara III Pelayanan
Masyarakat Terbaik.

4
5
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015


– 2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
bidang Kesehatan (RPJPK) 2005 – 2025, yang bertujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia
yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan Kementerian Kesehatan, terlebih dahulu akan
diwujudkan 5 (lima) sasaran strategis yang saling berkaitan sebagai hasil
pelaksanaan berbagai program teknis secara terintegrasi, yakni:
1) Meningkatnya Kesehatan Masyarakat (SS1);
2) Meningkatnya Pengendalian Penyakit (SS2);
3) Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Kesehatan (SS3);
4) Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas, dan Pemerataan Tenaga
Kesehatan (SS4); dan
5) Meningkatnya Akses, Kemandirian, serta Mutu Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan (SS5).
Sasaran strategis Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah
meningkatkan akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Kemudian dalam rangka mencapai hal tersebut disusun
beberapa strategi. Sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Kefarmasian

6
dan Alat Kesehatan, strategi terkait yang didukung dengan pelaksanaan
kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian adalah:
a. Memperkuat program seleksi obat dan alat kesehatan yang
aman, bermutu, bermanfaat, dan cost-effective untuk program
pemerintah maupun manfaat paket JKN.
b. Melaksanakan program promotif preventif di bidang pelayanan
kefarmasian melalui edukasi dan pemberdayaan masyarakat,
untuk meningkatkan penggunaan obat rasional pada masyarakat
dengan melibatkan lintas sektor.
Laporan kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian merupakan
laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja Direktorat
Pelayanan Kefarmasian dalam mencapai tujuan atau sasaran strategis
yang telah tercantum didalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/422/2017 yang merupakan perubahan dari Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Penyusunan
laporan kinerja ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun
2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Laporan kinerja menggambarkan ikhtisar pencapaian sasaran
sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja dan
dokumen perencanaan kinerja. Ikhtisar pencapaian sasaran tersebut
menyajikan informasi tentang pencapaian tujuan dan sasaran organisasi,
realisasi pencapaian indikator kinerja kegiatan organisasi, penjelasan atas
pencapaian kinerja melalui kegiatan yang telah dilaksanakan dan
perbandingan capaian indikator kinerja dengan tahun berjalan terhadap
target kinerja yang telah direncanakan serta dipantau selama periode lima
tahunan yakni tahun 2015 – 2019.

7
B. Maksud dan Tujuan

Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Pelayanan


Kefarmasian Tahun 2019 menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat
Pelayanan Kefarmasian selama tahun 2019 sebagai tolak ukur
keberhasilan organisasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat
Pelayanan Kefarmasian disusun dengan maksud dan tujuan sebagai
berikut:
1. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan.
2. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang.
3. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang.
4. Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan.

C. Tugas dan Fungsi Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Pelayanan Kefarmasian
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di 4 (empat) bidang pelayanan
kefarmasian antara lain:
1. bidang manajemen dan klinikal farmasi;
2. bidang analisis farmakoekonomi;
3. bidang seleksi obat dan alat kesehatan; dan
4. bidang penggunaan obat rasional;

Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Pelayanan


Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan,
dan penggunaan obat rasional;
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan,
dan penggunaan obat rasional;

8
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi,
seleksi obat dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat
dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional;
5. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang manajemen dan
klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat
kesehatan, dan penggunaan obat rasional; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

D. Struktur Organisasi

Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, berdasarkan struktur


satuan kerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian dibagi menjadi:
1. Subdirektorat Manajemen dan Klinikal Farmasi
Subdirektorat Manajemen dan Klinikal Farmasi mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian
bimbingan teknis dan supervisi di bidang manajemen dan klinikal
farmasi. Subdirektorat Manajemen dan Klinikal Farmasi terdiri atas:
a. Seksi Manajemen Farmasi
b. Seksi Klinikal Farmasi

2. Subdirektorat Analisis Farmakoekonomi


Subdirektorat Analisis Farmakoekonomi mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian
bimbingan teknis dan supervisi di bidang analisis farmakoekonomi obat
dan alat kesehatan. Subdirektorat Analisis Farmakoekonomi terdiri
atas:
a. Seksi Analisis Farmakoekonomi Obat
b. Seksi Analisis Farmakoekonomi Alat Kesehatan

9
3. Subdirektorat Seleksi Obat dan Alat Kesehatan
Subdirektorat Seleksi Obat dan Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian
bimbingan teknis dan supervisi di bidang seleksi obat dan alat
kesehatan. Subdirektorat Seleksi Obat dan Alat Kesehatan terdiri atas:
a. Seksi Seleksi Obat
b. Seksi Seleksi Alat Kesehatan

4. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional


Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian
bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang penggunaan obat rasional. Subdirektorat
Penggunaan Obat Rasional terdiri atas:
a. Seksi Peningkatan Penggunaan Obat Rasional
b. Seksi Pemantauan Penggunaan Obat Rasional

5. Subbagian Tata Usaha


Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi
penyusunan rencana, program, dan anggaran, pengelolaan keuangan
dan barang milik negara, evaluasi dan pelaporan, urusan
kepegawaian, tata laksana, kearsipan, dan tata persuratan, serta
kerumahtanggaan Direktorat.
Susunan Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini:

10
Gambar 2. Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian

E. Sistematika

Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat


Pelayanan Kefarmasian adalah sebagai berikut:

Ikhtisar Eksekutif

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan


penekanan kepada sasaran program dan aspek strategis organisasi
serta permasalahan utama yang sedang dihadapi organisasi.

Bab II Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun


yang bersangkutan.

Bab III Akuntabilitas Kinerja

A. Capaian Kinerja Organisasi


Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk
setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai

11
dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis
capaian kinerja.

B. Realisasi Anggaran
Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran kantor pusat dan
dana dekonsentrasi yang digunakan dan yang telah digunakan
untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen
Perjanjian Kinerja.

Bab IV Penutup

Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja


organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan
organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

Lampiran

12
13
BAB II. PERENCANAAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan


dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam sasaran strategis. Perencanaan kinerja disusun sebagai
pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis,
terarah dan terpadu. Kementerian Kesehatan telah menetapkan 12 Sasaran
Strategi Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek input (organisasi, sumber daya
manusia dan manajemen);
2) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan
3) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya Strategis.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/422/2017
yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015 - 2019 merupakan dokumen negara
yang berisi upaya-upaya pembangunan kesehatan yang dijabarkan dalam
bentuk program/kegiatan, indikator, target, sampai dengan kerangka
pendanaan dan kerangka regulasinya. Selanjutnya Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 – 2019 dijabarkan dalam bentuk Rencana Aksi
Program (RAP) di tingkat Eselon I dan Rencana Aksi Kegiatan (RAK) di
tingkat Eselon II. Renstra Kementerian Kesehatan sebagai dasar
penyelenggaraan pembangunan kesehatan mengamanatkan Sasaran
Strategis kepada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk
meningkatkan akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran dimaksud
disusun dua belas strategi yang perlu dilakukan antara lain:
a. Memastikan ketersediaan obat esensial di fasilitas pelayanan
kesehatan, terutama di Puskesmas, dengan melakukan pembinaan

14
pengelolaan obat sesuai standar di instalasi farmasi provinsi,
kabupaten/kota.
b. Penguatan regulasi sistem pengawasan pre dan post market alat
kesehatan, melalui penilaian produk sebelum beredar, sampling dan
pengujian, inspeksi sarana produksi dan distribusi, dan penegakan
hukum.
c. Memperkuat program seleksi obat dan alat kesehatan yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan cost-effective untuk program pemerintah
maupun manfaat paket JKN.
d. Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai Center of Excellence
manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan di
sektor publik.
e. Memperkuat regulasi industri farmasi dan alat kesehatan untuk
memproduksi bahan baku obat, sediaan farmasi lain, dan alat
kesehatan dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan
kemandirian nasional.
f. Menyederhanakan sistem dan proses perizinan dalam
pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan.
g. Mengembangkan sistem data dan informasi secara terintegrasi yang
berkaitan dengan kebutuhan, produksi dan distribusi sediaan farmasi
dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan serta industri farmasi dan
alat kesehatan.
h. Memfasilitasi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan
terutama pengembangan ke arah biopharmaceutical, vaksin, natural,
dan Active Pharmaceutical Ingredients (API) kimia.
i. Mempercepat tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru
habis masa patennya.
j. Mendorong dan mengembangkan penyelenggaraan riset dan
pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka
kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan.
k. Memprioritaskan penggunaan produk sediaan farmasi dan alat
kesehatan dalam negeri melalui e-tendering dan e-purchasing
berbasis e-catalogue.

15
l. Menjalankan program promotif preventif melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk yang ditujukan untuk meningkatkan
penggunaan obat rasional di masyarakat, dan melibatkan lintas
sektor.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/422/2017 yang merupakan perubahan dari Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019,
sasaran kinerja kegiatan pada Direktorat Pelayanan Kefarmasian adalah
Puskesmas dan Rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian
sesuai standar, serta Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas. Sasaran
kinerja kegiatan pada Renstra Perubahan sedikit berbeda dengan Renstra
sebelumnya, yaitu meningkatnya pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat rasional di fasilitas kesehatan.
Tabel 2. Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

Renstra Sebelum Perubahan Renstra Setelah Perubahan

Meningkatnya pelayanan 1. Puskesmas yang


Sasaran
kefarmasian dan penggunaan obat melaksanakan pelayanan
rasional di fasilitas kesehatan kefarmasian sesuai standar.
2. Kab/Kota yang menerapkan
penggunaan obat rasional di
Puskesmas
3. Rumah sakit yang
melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar

Sebagai dampak perubahan Rencana Strategis Kementerian


Kesehatan Tahun 2015-2019, Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyusun
Rencana Aksi Kegiatan yang memuat kebijakan, program dan kegiatan yang
juga berbeda dari sebelumnya. Jika dalam rencana strategis sebelum
perubahan disebutkan bahwa tujuan Direktorat Pelayanan Kefarmasian
adalah (1) memperkuat tata laksana Health Technology Assessment (HTA)
dan pelaksanaan dalam seleksi obat dan alat kesehatan untuk program
pemerintah maupun manfaat paket JKN, (2) menjadikan tenaga kefarmasian

16
sebagai tenaga strategis untuk mendorong pemerataan distribusi tenaga
kefarmasian, dan (3) meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi
dan sistem monitoring serta evaluasi. Maka dalam rencana strategis
perubahan tersebut disebutkan bahwa tujuan Direktorat Pelayanan
Kefarmasian menjadi (1) memperkuat program seleksi obat dan alat
kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat, dan cost-effective untuk
program pemerintah maupun manfaat paket JKN dan (2) menjalankan
program promotif preventif melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk
yang ditujukan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional di
masyarakat, dan melibatkan lintas sektor.

Tercapainya sasaran tersebut direpresentasikan dengan Indikator


Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian beserta target yang
harus dicapai. Berdasarkan Renstra Perubahan, berikut indikator kinerja
kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian:

Tabel 3. Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan Peningkatan


Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 Renstra Perubahan

Target
Indikator Kinerja Definisi Operasional
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase Puskesmas yang 40% 45% 50% 55% 60%
Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan
melaksanakan Kefarmasian sesuai standar
pelayanan adalah Puskesmas yang
kefarmasian sesuai melaksanakan Pemberian
standar Informasi Obat (PIO)
dan/atau Konseling
Persentase Rumah Rumah sakit yang - - 55% 60% 65%
sakit yang melaksanakan Pelayanan
melaksanakan Kefarmasian sesuai standar
pelayanan adalah Instalasi Farmasi
kefarmasian sesuai Rumah sakit yang
standar melaksanakan Pelayanan
Informasi Obat dan
Konseling

17
Target
Indikator Kinerja Definisi Operasional
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase Kabupaten/kota yang telah - - 30% 35% 40%
Kabupaten/kota menerapkan Penggunaan
yang menerapkan Obat Rasional di
Penggunaan Obat Puskesmas adalah
Rasional di Kabupaten/kota dengan
Puskesmas. minimal 20% puskemas di
wilayahnya memperoleh
nilai penggunaan obat
rasional di Puskesmas
minimal 60%

B. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019

Perjanjian Kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisikan


penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi
yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai
dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen
penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah
atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang serta
sumber daya yang tersedia.
Perjanjian kinerja berisi tekad dalam rencana kinerja tahunan yang
dicapai antara pimpinan instansi pemerintah/unit kerja yang menerima
amanah/tanggungjawab/kinerja dengan pihak yang memberikannya.
Perjanjian kinerja ini merupakan suatu janji kinerja yang diwujudkan oleh
seorang pejabat penerima amanah kepada atasan langsungnya.
Di dalam perencanaan kinerja ditetapkan target kinerja tahun 2019
untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat luaran dan kegiatan.
Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2019
menjadi komitmen bagi Direktorat Pelayanan Kefarmasian untuk
mencapainya pada tahun 2019.

18
Gambar 3. Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2019

Tabel 4. Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian

No Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Target

1 Puskesmas dan rumah 1. Persentase Puskesmas yang


sakit yang melaksanakan melaksanakan pelayanan 60%
pelayanan kefarmasian kefarmasian sesuai standar
sesuai standar. 2. Persentase rumah sakit yang
melaksanakan pelayanan 65%
kefarmasian sesuai standar
2 Penggunaan obat Persentase kabupaten/kota yang 40%
rasional di Puskesmas. menerapkan penggunaan obat
rasional di Puskesmas.
Kegiatan: Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Anggaran: Rp. 21.523.529.000,- (Dua puluh satu milyar lima ratus dua puluh
tiga juta lima ratus dua puluh sembilan rupiah)

Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2019


ditandatangani oleh Direktur Pelayanan Kefarmasian sebagai Pihak Pertama

19
dan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai Pihak
Kedua. Dokumen Perjanjian Kinerja tersebut dapat dilihat pada gambar 4 di
bawah ini.

Gambar 4. Lampiran perjanjian kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian

20
21
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
A. TANTANGAN DAN PELUANG

Survei Hootsuite pada Januari 2019 mengungkapkan, pengguna


internet di Indonesia mencapai 150 juta orang (56%), dimana lebih dari 90%
di dalamnya adalah pengguna aktif media sosial. Dengan semakin
berkembangnya interaksi sosial dan perkembangan teknologi informasi pada
era digital, membuka berbagai peluang untuk mengoptimalkan upaya
pencapaian kinerja organisasi. Salah satu potensi era digital yang diuji oleh
Direktorat Pelayanan Kefarmasian adalah pengumpulan data indikator
melalui google form. Pengumpulan data indikator melalui google form
diharapkan dapat mempermudah pengolahan data bagi pengolah data
indikator, serta meningkatkan kepatuhan pelaporan data indikator dari dinas
kesehatan kabupaten/kota dan rumah sakit.
Dalam proses mencapai sasaran kegiatan yang telah ditetapkan,
Direktorat Pelayanan Kefarmasian menghadapi beberapa masalah dan
tantangan. Untuk mencapai sasaran pelaksanaan pelayanan kefarmasian
yang sesuai standar di rumah sakit dan Puskesmas, tantangan yang
dihadapi antara lain tuntutan masyarakat akan terdaftarnya obat-obat
penyakit katastropik dalam Formularium Nasional, ketersediaan tenaga
kefarmasian di Puskesmas untuk menjaga mutu pelayanan kefarmasian,
serta kurangnya ketersediaan data evaluasi penggunaan obat untuk
menunjang analisis farmakoekonomi dalam rangka kendali mutu dan kendali
biaya obat dalam JKN.
Selain itu, tingginya angka kejadian anti microbial resistence (AMR) di
dunia juga menjadi tantangan sekaligus peluang dalam pencapaian sasaran
penggunaan obat rasional (POR) di Puskesmas. AMR menjadi tantangan
bagi penerapan POR di Puskesmas karena salah satu variabel yang diukur
dalam pengukuran indikator POR adalah peresepan antibiotik pada ISPA
non-pneumonia dan diare non spesifik. Di sisi lain hal ini dapat menjadi
peluang untuk meningkatkan kesadaran tenaga kesehatan terhadap
penggunaan antibiotik secara bijak sehingga pencapaian indikator POR
dapat ikut terangkat.

22
B. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

Pengukuran kinerja memberikan gambaran kepada pihak internal dan


eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen Renstra ataupun
Penetapan Kinerja, merupakan proses sistematis dan berkesinambungan
untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah. Indikator merupakan
dokumen perencanaan kinerja yang diukur dalam pengukuran kinerja yaitu
dengan membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar,
rencana, atau target yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja ini diperlukan
untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang
berhasil dilakukan oleh Direktorat Pelayanan Kefarmasian.
Dalam rangka menunjang program peningkatan pelayanan
kefarmasian, maka Direktorat Pelayanan Kefarmasian melakukan berbagai
aktivitas/kegiatan yang dapat menunjang pencapaian indikator kinerja yang
telah ditetapkan dalam dokumen Renstra Kementerian Kesehatan Tahun
2015 - 2019. Berikut ini akan diuraikan penjelasan tolak ukur kinerja dari
Direktorat Pelayanan Kefarmasian berdasarkan definisi operasional indikator
kinerja kegiatan sebagai berikut:
a. Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian sesuai Standar
Tujuan

Mengetahui jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan


pelayanan kefarmasian sesuai standar yaitu puskemas yang telah
melaksanakan pemberian informasi obat dan/atau konseling.
Manfaat

1) Bagi Tenaga Kefarmasian


- Meningkatkan peran tenaga kefarmasian dalam pemberian
pelayanan kesehatan di Puskesmas.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kefarmasian di Puskesmas.

23
2) Bagi Puskesmas
- Meningkatkan kinerja Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
- Meningkatkan daya saing dalam komitmen peningkatan
pelayanan kesehatan.
3) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi
- Turut berkontribusi dalam mendukung program kefarmasian dan
alat kesehatan.
- Meningkatkan jaminan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat
Kabupaten/Kota/Provinsi.
- Meningkatnya jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan
pelayanan kefarmasian dapat menjadi indikator keberhasilan
pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat.

Perhitungan

Jumlah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian


= 𝒙 100%
Jumlah Puskesmas

5951
= 𝑥100%
9909

= 60,06%

Kondisi yang dicapai:

Capaian indikator tahun 2019 adalah sebesar 60,06% dengan


target sebesar 60%, dimana pada tahun sebelumnya capaian
indikatornya adalah 55,13% dengan target sebesar 55%. Dari data
diatas tampak bahwa target indikator persentase Puskesmas yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar pada tahun
2019 telah tercapai dengan analisis sebagai berikut:
1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar mengalami kenaikan 4,93% dari tahun
2018, dengan capaian 100,10%;
2) Peningkatan realisasi indikator ini pada tahun ketiga Renstra Revisi
2017 – 2019 menunjukkan tren yang positif.

24
Gambar 5. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2015 – 2019

70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
2015 2016 2017 2018 2019
Target 40,00% 45,00% 50,00% 55,00% 60,00%
Realisasi 40,01% 45,39% 50,01% 55,13% 60,06%

Target Realisasi

Tabel 5. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan Pelayanan


Kefarmasian Sesuai Standar pada Tahun 2015 – 2019

Tahun 2015 - 2019


Capaian Indikator
2015 2016 2017 2018 2019
Target 40,00% 45,00% 50,00% 55,00% 60,00%

Realisasi 40,01% 45,39% 50,01% 55,13% 60,06%


Persentase
100,02% 100,86% 100,02% 100,24% 100,10%
Capaian
Gambar 6. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang Melakukan
Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar per Provinsi
120,00

100,00

80,00

60,00

40,00

20,00

0,00
KEPULAUAN BANGKA…
JAMBI

BANTEN
DI YOGYAKARTA

ACEH

KALIMANTAN TIMUR

BENGKULU

MALUKU

RIAU
PAPUA
BALI

SULAWESI UTARA

MALUKU UTARA

JAWA TIMUR

SULAWESI BARAT

PAPUA BARAT
GORONTALO
JAWA BARAT

LAMPUNG

KALIMANTAN BARAT

KALIMANTAN UTARA
NUSA TENGGARA BARAT

SULAWESI TENGAH

KALIMANTAN SELATAN

DKI JAKARTA

KEPULAUAN RIAU

KALIMANTAN TENGAH
JAWA TENGAH
SUMATERA BARAT

SUMATERA UTARA
SULAWESI TENGGARA

SUMATERA SELATAN
NUSA TENGGARA TIMUR
SULAWESI SELATAN

25
Permasalahan:

1. Belum semua Puskesmas memiliki tenaga kefarmasian


khususnya apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian
sesuai standar.
2. Tenaga apoteker dan tenaga kefarmasian di Puskesmas
jarang/tidak pernah mendapatkan pelatihan pelayanan
kefarmasian.
3. Belum semua Puskesmas melaporkan pelayanan kefarmasian.

Upaya yang telah dilakukan:

1. Membuat Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor


HK.02.01/Menkes/382/2019 tentang Penempatan Tenaga
Apoteker di Puskesmas.
2. Diselesaikannya penyusunan Kurikulum Pelatihan Pelayanan
Kefarmasian bagi Tenaga Apoteker di Puskesmas.
3. Sosialisasi dan pembinaan kepada dinas kesehatan provinsi dan
dinas kesehatan kabupaten/kota.

Analisis Capaian:
Gambar 7. Perbandingan Persentase Capaian Indikator dan Realisasi Anggaran

101,00%
100,00%
99,00%
98,00%
97,00%
96,00%
95,00%
94,00%
2018 2019
Capaian IKK 100,23% 100,10%
Realisasi Anggaran 99,86% 96,16%

Capaian IKK Realisasi Anggaran

Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah bekerja cukup efisien


karena dengan penggunaan anggaran sebesar 96,16%, mampu

26
mencapai indikator persentase Puskesmas yang melaksanakan
pelayanan kefarmasian sesuai standar dengan pencapaian sebesar
100,10%. Jika dibandingkan dengan tahun 2018, pencapaian
indikator tidak terlalu berbeda, namun untuk realisasi anggaran
perbedaannya cukup bermakna.
Pada tahun 2019, dengan penggunaan anggaran 96,16% sudah
mampu mencapai target indikator, karena kegiatan difokuskan untuk
kegiatan pendampingan Puskesmas di tujuh lokus, sehingga
diperoleh hasil peningkatan capaian indikator dari 55,13% pada tahun
2018, menjadi 60,06% pada triwulan ke-IV tahun 2019. Untuk
kegiatan penunjang lain, tetap dilakukan namun tidak menjadi fokus
utama kegiatan.

Kegiatan Pendukung Indikator:


1) Pencapaian indikator pelayanan kefarmasian melalui
pendampingan Puskesmas
Pencapaian Indikator Pelayanan Kefarmasian melalui
Pendampingan Puskesmas dapat memberikan gambaran sejauh
mana keberhasilan penerapan standar pelayanan kefarmasian
baik itu pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
maupun pelayanan farmasi klinik, termasuk kendala kendala
dalam penerapan aktifitas pelayanan.
2) Advokasi terkait penempatan tenaga kefarmasian di
Puskesmas
Kegiatan advokasi terkait penempatan tenaga kefarmasian di
Puskesmas dilaksanakan untuk meningkatkan awareness tentang
pentingnya penempatan tenaga kefarmasian di Puskesmas. Salah
satu bentuk advokasi yang telah dilakukan adalah pengiriman
surat edaran menteri terkait penempatan apoteker di Puskesmas.
3) Penyusunan pedoman pengelolaan vaksin di Fasyankes
Pada tahun 2016 terjadi kasus vaksin palsu di Indonesia.
Kasus tersebut merupakan sebuah peringatan bagi apoteker
sebagai penanggung jawab rantai suplai obat dan vaksin untuk

27
lebih cermat dalam memastikan kualitas obat dan vaksin yang
beredar di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).
Sebagai langkah untuk menyediakan acuan bagi apoteker
dalam pengelolaan vaksin di fasilitas pelayanan kesehatan maka
dibuat Penyusunan Pedoman Pengelolaan Vaksin di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.

b. Persentase Rumah Sakit yang Melaksanakan Pelayanan


Kefarmasian sesuai Standar
Tujuan

Mengetahui jumlah rumah sakit yang telah melaksanakan


pelayanan kefarmasian sesuai standar yaitu rumah sakit yang telah
melaksanakan pemberian informasi obat dan konseling.
Manfaat

1) Bagi Tenaga Kefarmasian


- Meningkatkan peran tenaga kefarmasian dalam pemberian
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kefarmasian di rumah sakit.
2) Bagi Rumah sakit
- Meningkatkan peran rumah sakit sebagai Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Rujukan.
- Meningkatkan penilaian akreditasi rumah sakit dalam Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) maupun Joint Commission
International (JCI).
- Meningkatkan daya saing dalam komitmen peningkatan
pelayanan kesehatan.
3) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi
- Turut berkontribusi dalam mendukung program kefarmasian dan
alat kesehatan.

28
- Meningkatnya jumlah rumah sakit yang telah melaksanakan
pelayanan kefarmasian dapat menjadi indikator keberhasilan
pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat.
Perhitungan
Jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian
= 𝒙 100%
Jumlah rumah sakit

660
= 𝑥100%
1011

= 65,28%

Kondisi yang dicapai:

Capaian indikator tahun 2019 adalah sebesar 65,28% dengan


target sebesar 65%. Berdasarkan perubahan Renstra Kementerian
Kesehatan 2017 – 2019, dari data pada tabel 6 tampak bahwa target
indikator persentase rumah sakit yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar dan tahun 2019 telah tercapai dengan
analisis sebagai berikut:

Permasalahan:
1. Masih ditemui kekurangan jumlah tenaga kefarmasian, terutama
tenaga apoteker, di rumah sakit.
2. Untuk dapat memberikan dampak positif terhadap mutu pelayanan
kesehatan secara umum di rumah sakit, tenaga kefarmasian
terutama apoteker di rumah sakit hendaknya memiliki kompetensi
yang memadai.
3. Sulitnya mendapatkan kelengkapan data dan informasi tentang
pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Upaya yang telah dilakukan:
1. Advokasi kepada para pemangku kepentingan tentang pentingnya
penempatan tenaga kefarmasian di fasilitas pelayanan
kefarmasian, termasuk rumah sakit.
2. Mengadakan upaya peningkatan mutu pelayanan kefarmasian
dalam bentuk bimbingan teknis, pelatihan dan workshop berbagai

29
bidang terkait pelayanan kefarmasian bagi tenaga apoteker di
rumah sakit.
3. Mempermudah pelaporan pelayanan kefarmasian dari rumah sakit
dengan membuat inovasi pelaporan dengan menggunakan sistem
informasi.
Gambar 8. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang Melakukan Pelayanan
Kefarmasian sesuai Standar Tahun 2016 – 2019

70,00%

60,00%

50,00%

40,00%

30,00%

20,00%

10,00%

0,00%
2015 2016 2017 2018 2019
Target 0,00% 50,00% 55,00% 60,00% 65,00%
Realisasi 0,00% 56,02% 57,40% 65,86% 65,28%

Target Realisasi

Tabel 6. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang Melakukan Pelayanan


Kefarmasian sesuai Standar Tahun 2016 – 2019

Capaian Tahun 2015 – 2019


Indikator 2015 2016 2017 2018 2019
Target - 50,00% 55,00% 60,00% 65,00%
Realisasi - 56,02% 57,40% 65,86% 65,28%
Persentase
- 112,04% 104,36% 109,76% 100,43%
Capaian

30
Gambar 9. Capaian Indikator Persentase Rumah Sakit yang
Melakukan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar per Provinsi
100,00%
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
Aceh

Papua
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau

Maluku
Banten

Jawa Timur

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi Barat
Sumatra Selatan
Sumatra Barat

Kalimantan Timur

Sulawesi Tenggara

Papua Barat
Sumatra Utara

Kalimantan Tengah

Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Lampung

Kalimantan Selatan

Kalimantan Utara

Maluku Utara
Jambi

Kalimantan Barat

Jawa Barat

Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Tengah
Bengkulu
Riau

Bali

Gorontalo

Sulawesi Utara

Sulawesi Selatan
DKI Jakarta

Analisis Capaian:
Gambar 10. Perbandingan Persentase Capaian Indikator dan Realisasi Anggaran

110,00%
108,00%
106,00%
104,00%
102,00%
100,00%
98,00%
96,00%
94,00%
92,00%
90,00%
2018 2019
Capaian IKK 109,76% 100,43%
Realisasi Anggaran 98,06% 97,20%

Capaian IKK Realisasi Anggaran

Pencapaian indikator persentase rumah sakit yang


melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar tahun 2019
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2018. Hal ini
disebabkan oleh adanya updating database rumah sakit pemerintah

31
pada tahun 2019. Dari 1011 rumah sakit, 660 di antaranya telah
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar.
Meskipun database meningkat, capaian indikator dapat terjaga
memenuhi target karena memperoleh dana hibah WHO Biennium,
sehingga Direktorat Pelayanan Kefarmasian bisa melakukan
intervensi langsung kepada rumah sakit dalam jumlah yang cukup
banyak, yang cukup efektif dan efisien untuk mencapai target.

Kegiatan Pendukung Indikator:


1) Peningkatan Kemampuan Tenaga Kefarmasian di RS untuk
Mendukung Akreditasi RS
Kegiatan dilakukan untuk melatih apoteker di rumah sakit
dalam menghadapi akreditasi. Dalam pelaksanaannya dihadapi
kendala apoteker rumah sakit yang diundang, rumah sakitnya
dalam proses re-akreditasi dan akreditasi sehingga tidak dapat
mengikuti kegiatan. Untuk dapat meningkatkan partisipasi RS
dalam pelatihan terkait akreditasi, salah satu alternatif solusi yang
dilakukan adalah pada tahun 2020, model penyelenggaraan
peningkatan kemampuan apoteker di rumah sakit diubah
menggunakan metode fasilitasi pelatihan secara terbuka, untuk
seluruh rumah sakit yang berminat mengikuti pelatihan. Direktorat
Pelayanan Kefarmasian hanya akan membiayai biaya pelatihan,
sedangkan biaya perjalanan dibebankan kepada masing-masing
instansi.

Selain pelatihan untuk menghadapi akreditasi rumah sakit,


dilakukan juga peningkatan kapasitas apoteker di rumah sakit
menggunakan dana hibah WHO. Peningkatan kapasitas apoteker
rumah sakit yang menggunakan dana hibah difokuskan untuk
penatalaksanaan pelayanan kefarmasian pada pasien infeksi dan
geriatri.

32
2) Hands On Practice Penerapan Analisis Farmakoekonomi dan
Penggunaan Aplikasi e-Case Report Form dan e-Modelling di
Rumah Sakit

Kegiatan dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan


kemampuan apoteker untuk ikut terlibat dalam melakukan
Analisis Farmakoekonomi dalam rangka kendali mutu dan kendali
biaya. Di awal perencanaan, kegiatan hanya akan
diselenggarakan satu kali dalam satu tahun dengan target peserta
21 rumah sakit. Dalam perkembangannya, dengan adanya
respon positif dari peserta akan kemanfaatan materi dan setelah
memperoleh dana hibah dari WHO, kegiatan ini ditambah
pelaksanaannya sebanyak 3 kali dengan peningkatan jumlah
peserta menjadi 63 rumah sakit.
Adapun materi yang disampaikan dalam kegiatan sebagai
berikut:

1. Kebijakan Penerapan Analisis Farmakoekonomi dalam


Pelayanan Kefarmasian.
2. Evaluasi Penggunaan Obat di RS.
3. Konsep Farmakoekomi dan Tipe Evaluasi Farmakoekonomi.
4. Pengukuran Luaran.
5. Pengolahan Data Evaluasi Penggunaan Obat di RS.
6. Identifikasi Biaya dan Perspektif Farmakoekonomi.
7. Analisis dan Interpretasi Hasil Studi Farmakoekonomi.

3) Pengembangan Fornas sebagai acuan dalam penggunaan


obat sebagai kendali mutu dan kendali biaya pada pelayanan
kesehatan di Era JKN

Untuk memastikan akses masyarakat terhadap obat melalui


pelayanan JKN, sejak pertama diterbitkan pada tahun 2013,
Formularium Nasional telah mengalami perkembangan baik dari
segi jumlah item obat maupun jumlah sediaan/kekuatan
sebagaimana ditampilkan pada gambar 11.

33
Gambar 11. Perkembangan Formularium Nasional

Tahun 2019 merupakan tahun revisi Fornas Tahun 2017,


dan dalam proses revisinya terdapat beberapa kendala antara
lain:

a. Diperlukan penyelarasan daftar obat program beserta


ketentuannya dengan unit program terkait.
b. Hasil studi Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK)
yang mempengaruhi ketentuan daftar obat dalam Fornas.
c. Kebutuhan koordinasi lintas sektor terkait, yaitu Badan POM
dan BPJS Kesehatan
Alternatif solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala
tersebut adalah:

a. Meminta ketentuan daftar obat program terbaru kepada unit


program dengan batas waktu tertentu, dan memastikan unit
program terkait untuk mengawal pembahasan obat program.
b. Hasil studi KPTK yang terbit setelah jadwal pembahasan
Fornas sebaiknya dicantumkan untuk Fornas periode
berikutnya.
c. Memastikan Badan POM dan BPJS terus terlibat dalam setiap
pembahasan obat.

34
4) Penyusunan Revisi DOEN

Konsep obat esensial


merupakan pendekatan
yang telah terbukti paling
berma nfaat untuk
menyediakan pelayanan
kesehatan yang bermutu
dan terjangkau. Konsep
ini diwujudkan dengan
penyusunan Daftar Obat
Esensial Nasional
(DOEN), yang memilih
obat yang paling
Gambar 12. Perkembangan DOEN
dibutuhkan dengan
mempertimbangkan ratio manfaat terhadap risiko maupun
manfaat terhadap biaya.

Pada tahun 2019, dilakukan revisi DOEN 2017 untuk


mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan melalui
evidence-based medicine. Jika dibandingkan dengan DOEN
2017, dapat dilihat pada gambar 12 jumlah item obat DOEN 2019
mengalami sedikit penurunan.

c. Persentase Kabupaten/kota yang Menerapkan Penggunaan Obat


Rasional di Puskesmas
Tujuan

Mengingat setiap pemberian obat harus didasarkan pada


indikasi penggunaan dan diagnosis, serta mempertimbangkan segi
ilmiah kemanfaatannya, maka dokter bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap mutu penggunaan obat yang diberikan. Jika prosedur medik

35
yang diterima adalah pedoman pengobatan di pusat pelayanan
setempat, maka pemantauan penggunaan obat yang rasional
bertujuan untuk menilai apakah praktek penggunaan obat yang
dilakukan telah sesuai dengan pedoman pengobatan yang berlaku.
Manfaat

1) Bagi Dokter/Pelaku Pengobatan


Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan untuk melihat mutu
pelayanan pengobatan dan mutu keprofesian. Dengan pemantauan
ini maka dapat dideteksi adanya kemungkinan penggunaan yang
berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), boros
(extravagant prescribing) maupun tidak tepat (incorrect
prescribing).
2) Bagi Perencana Obat
Pemantauan penggunaan obat secara teratur dapat digunakan
untuk membuat perencanaan obat dan perkiraan kebutuhan obat
secara lebih rasional. Upaya tersebut perlu dikoordinasikan dengan
berbagai stakeholder termasuk dokter penulis resep (prescriber).
Perencana obat tidak dapat berdiri sendiri. Perencanaan yang
didasarkan pada data morbiditas dan pola konsumsi yang akurat
memberikan jaminan kecukupan ketersediaan obat.
3) Bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemantauan obat tidak saja bermanfaat terhadap mutu pelayanan
dan upaya intervensi, tetapi juga sebagai sarana pembinaan bagi
kinerja tenaga kesehatan setempat.
4) Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi
Meningkatnya jumlah Puskesmas yang telah menerapkan
penggunaan obat rasional dapat menjadi indikator keberhasilan
pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat.
Perhitungan

% Kabupaten/kota yang menerapkan POR


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑎𝑏/𝐾𝑜𝑡𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑂𝑅 𝑑𝑖 20% 𝑃𝑢𝑠𝑘𝑒𝑠𝑚𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 60%
= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑎𝑏 × 100%
𝐾𝑜𝑡𝑎

36
%POR
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛
= × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛

atau
100 100 100 𝑅(𝑇)
[(100 − 𝑃(𝐴)𝐼𝑆𝑃𝐴 ) × ] + [(100 − 𝑃(𝐴)𝐷𝐼𝐴𝑅𝐸 ) × ] + [(100 − 𝑃(𝐴)𝑀𝑌𝐴𝐿𝐺𝐼𝐴 ) × ] + [(1 − ⁄ )× 4]
80 92 99 4 1,4
=
4
Indikator Peresepan terdiri dari:
1) Penggunaan antibiotika pada ISPA non pneumonia maksimal 20 %
Persentase penggunaan antibiotik pada ISPA non-pneumonia
Jumlah penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia
= × 100%
Jumlah kasus ISPA non Pneumonia

Jika a ≤20%, maka persentase capaian indikator kinerja POR


adalah 100%
2) Penggunaan antibiotika pada Diare non Spesifik maksimal 8%
Persentase penggunaan Antibiotik pada Diare non Spesifik
Jumlah Penggunaan Antibiotik pada Diare Non Spesifik
= × 100%
Jumlah kasus Diare non Spesifik
Jika b ≤ 8%, maka persentase capaian indikator kinerja POR
adalah100%
3) Penggunaan injeksi pada Myalgia maksimal 1%
Persentase penggunaan Injeksi pada Myalgia
Jumlah penggunaan injeksi pada Myalgia
= × 100%
Jumlah kasus Myalgia

Jika c ≤ 1%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah


100%
4) Rerata item obat yang diresepkan (untuk 3 penyakit tersebut di
atas) adalah maksimal 2,6
Jumlah item obat
Rerata item obat (d)= Jumlah lembar resep

• Jika d ≤ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR


adalah100%
• Jika d ≥ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR
adalah 0%

37
Perhitungan capaian Indikator Penggunaan Obat Rasional
dilakukan berdasarkan rekapitulasi data capaian Penggunaan Obat
Rasional secara berjenjang mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan
kabupaten/kota dan Dinas Kesehatan Provinsi yang kemudian
dilaporkan ke Kementerian Kesehatan c.q. Direktorat Pelayanan
Kefarmasian setiap tiga bulan.

Kondisi yang dicapai:

Capaian indikator Persentase penggunaan obat rasional di


Puskesmas pada tahun 2015-2017 menunjukkan tren positif dengan
terjaganya pencapaian indikator yang melebihi target, dan pada tahun
2017 pencapaiannya sebesar 73,41% dengan target sebesar 66%,
dimana pada tahun sebelumnya capaian indikatornya adalah 71,05%
dengan target sebesar 64%.
Indikator penggunaan obat rasional berubah untuk tahun 2017-
2019 menjadi persentase kabupaten/kota yang menerapkan
penggunaan obat rasional di Puskesmas. Kabupaten/kota yang
menerapkan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas adalah
kabupaten/kota yang 20% Puskesmasnya memiliki nilai rerata
Penggunaan Obat Rasional minimal 60%. Target indikator
kabupaten/kota yang menerapkan Penggunaan Obat Rasional tahun
2017-2019 secara berurutan adalah 30%, 35%, dan 40%. Pada tahun
2019, capaian indikator persentase kabupaten/kota yang menerapkan
penggunaan obat rasional di Puskesmas sebesar 47,08% melampaui
target 40%.

38
Gambar 13. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di
Puskesmas per Provinsi

40

35

30

25

20

15

10

Maluku
Jawa Timur

Kepulauan Riau

Sulawesi Barat

Kalimantan Tengah
Jawa Tengah

Aceh
Sulawesi Tenggara

Kalimantan Selatan

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Timur

Sumatera Barat
Banten

Papua Barat
Kalimantan Barat
Sumatera Utara

Sumatera Selatan

DI Yogyakarta

Kalimantan Utara
Sulawesi Tengah
Maluku Utara

Jawa Barat

Lampung
Jambi

Nusa Tenggara Barat

Gorontalo

Papua
Sulawesi Utara
Bali

DKI Jakarta

Bengkulu
Babel

Riau

Sulawesi Selatan
Permasalahan:

1. Masih kurangnya jumlah dan pemahaman SDM di puskesmas


dalam pengumpulan, perhitungan, dan pelaporan data indikator
POR secara benar dan tepat waktu.
2. Belum semua Puskesmas tersedia data peresepan yang
dilengkapi dengan diagnosis/kode penyakit.
3. Masih rendahnya kesadaran tentang manfaat pemantauan
Penggunaan Obat Rasional.
Upaya yang telah dilakukan:

1. Advokasi tentang pentingnya penempatan tenaga kefarmasian di


fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk Puskesmas.
2. Mengadakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan melalui
bimbingan teknis, pelatihan, dan koordinasi dengan organisasi
profesi.
3. Menyusun instrumen pelaporan dinas kesehatan kabupaten/kota
secara elektronik sehingga waktu pengumpulan, monitoring dan
evaluasi data menjadi lebih baik.

39
Gambar 14. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di
Puskesmas Tahun 2015 – 2017

74,00%
72,00%
70,00%
68,00%
66,00%
64,00%
62,00%
60,00%
58,00%
56,00%
2015 2016 2017
Target 62,00% 64,00% 66,00%
Realisasi 70,64% 71,05% 73,41%

Target Realisasi

Keterangan: Mulai tahun 2017, terjadi perubahan indikator POR


sehingga data menyesuaikan indikator baru, sebagaimana tercantum
pada gambar 15.

Gambar 15. Capaian Indikator Persentase Kabupaten/kota yang Menerapkan


Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2017 – 2019

50,00%
45,00%
40,00%
35,00%
30,00%
25,00%
20,00%
15,00%
10,00%
5,00%
0,00%
2017 2018 2019
Target 30,00% 35,00% 40,00%
Realisasi 30,35% 37,55% 47,08%

Target Realisasi

40
Tabel 7. Capaian Indikator Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Tahun
2015 – 2019
DO: Persentase penggunaan obat
rasional di Puskesmas
Capaian Indikator
Tahun Tahun Tahun
2015 2016 2017
Target 62.00% 64.00% 66.00% - -
Realisasi 70.64% 71.05% 73.41% - -
Persentase
113.94% 111.02% 111.21% - -
Capaian
DO: Persentase Kabupaten/ Kota
yang menerapkan penggunaan
Capaian Indikator obat rasional di Puskesmas
Tahun Tahun Tahun
2017 2018 2019
Target - - 30.00% 35.00% 40.00%
Realisasi - - 30.35% 37.55% 47,08%
Persentase
- - 101.17% 107.29% 117,70%
Capaian

Analisis Capaian:
Gambar 16. Perbandingan Persentase Capaian Indikator dan Realisasi Anggaran

120,00%

115,00%

110,00%

105,00%

100,00%

95,00%

90,00%
2018 2019
Capaian IKK 107,29% 117,70%
Realisasi Anggaran 99,84% 99,88%

Capaian IKK Realisasi Anggaran

Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah bekerja cukup efisien karena


dengan penggunaan anggaran kisaran 99%, mampu mencapai
indikator Persentase Kabupaten/kota yang Menerapkan Penggunaan

41
Obat Rasional di Puskesmas dengan pencapaian indikator rata-rata di
atas 100% selama dua tahun terakhir.
Keberhasilan tersebut dapat terjadi karena pendampingan untuk
penghitungan capaian Puskesmas yang telah menerapkan POR
dilakukan secara maksimal pada setiap kegiatan yang melibatkan
tenaga kefarmasian di Puskesmas dan petugas di dinas
kabupaten/kota.

Kegiatan Pendukung Indikator:


1) Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Gerakan Masyarakat
Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat)

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut pembekalan dan


sosialisasi Gema Cermat sehingga diharapkan dapat
memaksimalkan peran Apoteker dalam melakukan edukasi pada
masyarakat. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan kegiatan (GeMa CerMat) yang telah dilakukan
maka perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi untuk mengukur
tingkat keberhasilan dan dampaknya terhadap masyarakat.
Ruang lingkup pelaksanaan Evaluasi Hasil Uji Coba
Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Gerakan Masyarakat
Cerdas Menggunakan Obat terdiri dari penyusunan tools
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan GeMa CerMat di Jakarta,
uji coba reabilitas di 5 provinsi (Jawa Timur, DI Yogyakarta, Riau,
Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat), evaluasi hasil uji coba
reabilitas di Jakarta. Setelah itu dilakukan pengumpulan data
dengan cara tools dikirim melalui email ke Dinas Kesehatan untuk
diteruskan kepada AoC, data hasil evaluasi dikirim kembali ke
Pusat untuk dianalisis.
Komponan yang diuji pada evaluasi pelaksanaan GeMa CerMat
terdiri dari:
• Komponen A: Data demografi
• Komponen B: Pengetahuan

42
• Komponen C: Sikap
• Komponen D: Kebiasaan/perilaku
Formulir Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan GeMa
CerMat yang sudah difinalisasi berdasarkan hasil kuantitatif dan
rekomendasi akan menjadi bagian dari Pedoman Pelaksanaan
GeMa CerMat.

2) Optimalisasi Peran Apoteker sebagai AoC Gema Cermat

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut pembekalan dan


sosialisasi Gema Cermat sehingga diharapkan dapat
memaksimalkan peran apoteker dalam melakukan edukasi pada
masyarakat. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan pembekalan
untuk meningkatkan kemampuan peserta yang akan dikukuhkan
sebagai Master AoC. Ruang lingkup pelaksanaan Optimalisasi
Peran apoteker sebagai Agent of Change GeMa CerMat tahun
2019 adalah penguatan kapasitas aoc gema cermat dengan
metode pemberian materi edukasi oleh narasumber dengan tema
Pakar Teknik Komunikasi Efektif dalam Pelayanan Kefarmasian,
Public Speaking bagi apoteker dan Branding Image bagi
apoteker.
Peserta pertemuan ini merupakan hasil seleksi terhadap
Apoteker AoC yang mengikuti pembekalan pada tahun 2016-
2018. Seleksi dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat
kabupaten/kota, kemudian tingkat provinsi dan dilanjutkan sampai
tingkat pusat. Dari seleksi tersebut diperoleh 100 orang apoteker
AoC terpilih sesuai kriteria yang sudah ditetapkan yaitu frekuensi
pelaksanaan edukasi, jumlah masyarakat yang mendapat
edukasi, pengembangan metode edukasi, kreatifitas serta
program inovasi dalam bidang pemberdayaan masyarakat dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat rasional.
Pada kesempatan ini diberikan penghargaan atas peran
dan kontribusi AoC sebagai individu atau sebagai tim dalam
mensukseskan GeMa CerMat. Penghargaan tahun ini diberikan

43
kepada Tim AoC Kabupaten Sleman, DIY dan Tim AoC Polewali
Mandar, Sulawesi Barat untuk kategori kelompok dan Ibu Hj. Umy
Qalsum, S.Si, Apt (Kepala Seksi Kefarmasian Dinkes Kabupaten
Polewali Mandar, Sulawesi Barat) untuk kategori individu.
Penghargaan dan apresiasi ini diberikan sebagai ungkapan
terima kasih atas kerjasama dan upaya yang telah dilaksanakan
untuk mengembangkan program GeMa CerMat. Selanjutnya
apoteker AoC diharapkan terus menjadi penggerak dan aktif
dalam melakukan edukasi dan memberikan informasi yang
memadai kepada masyarakat tentang penggunaan obat yang
benar.

3) Sosialisasi Gema Cermat pada Pembina Keluarga dan


Masyarakat

Pada tahun 2019, Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah


melaksanakan Sosialisasi GeMa CerMat pada Pembina Keluarga
dalam rangka Mendukung Indonesia Sehat di 37 kabupaten/kota.
Kegiatan terbagi menjadi dua yaitu Pembekalan Apoteker Agent
of Change dan Pertemuan Sosialisasi GeMa CerMat.
1. Pembekalan Apoteker Agent of Change (AoC)
a) Peserta
Peserta Pembekalan apoteker Agent of Change (AoC)
terdiri dari:
i. 30 (tiga puluh) orang apoteker;
ii. 2 (dua) orang dinas kesehatan provinsi; dan
iii. 3 (tiga) orang dinas kesehatan kabupaten.
b) Materi dan Narasumber
i. Strategi Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat (GeMa CerMat)
ii. Metode Edukasi Masyarakat
2. Pertemuan Sosialisasi GeMa CerMat
a) Peserta
Peserta Sosialisasi GeMa CerMat terdiri dari:

44
i. 30 (tiga puluh) orang Tenaga Kesehatan
ii. 45 (empat puluh lima) orang Kader Kesehatan
iii. 225 (dua ratus dua puluh lima) orang masyarakat
b) Materi dan Narasumber
i. Dialog Interaktif tentang Pemberdayaan Masyarakat
dalam Rangka Pembangunan Indonesia Sehat
ii. Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa
CerMat) dan Edukasi Masyarakat
iii. Simulasi Praktek (Diskusi Kelompok) Penggunaan Obat
Secara Benar Bersama AoC

Gambar 17. Persebaran AoC Gema Cermat

C. REALISASI ANGGARAN

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Direktorat Pelayanan


Kefarmasian semula didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2019 dengan alokasi sebesar Rp.
21.523.529.000,- (Dua puluh satu milyar lima ratus dua puluh tiga juta lima
ratus dua puluh sembilan rupiah). Dalam pelaksanaan anggaran Direktorat
Pelayanan Kefarmasian mendapatkan tambahan dana hibah dari WHO
melalui program WHO Biennium 2018-2019 sebesar sebesar Rp.
1.623.552.000,- (Satu milyar enam ratus dua puluh tiga juta lima ratus lima

45
puluh dua ribu rupiah) sehingga DIPA akhir Direktorat Pelayanan
Kefarmasian tahun 2019 sebesar Rp. 23.147.081.000,- (Dua puluh tiga
milyar seratus empat puluh tujuh juta delapan puluh satu ribu rupiah).
1. Analisis Efisiensi e-Monev DJA

Gambar 18. Hasil Penilaian e-Monev DJA

Berdasarkan penilaian efisiensi melalui e-Monev DJA, Direktorat


Pelayanan Kefarmasian mendapatkan nilai efisiensi 6,84%. Hal tersebut
menandakan bahwa dalam penggunaan anggaran untuk mencapai
target volume keluaran, Direktorat Pelayanan Kefarmasian telah cukup
efisien. Dengan realisasi anggaran sebesar 96,25%, Direktorat
Pelayanan Kefarmasian mampu mencapai rata-rata capaian volume
keluaran 99,67%.

46
Gambar 19. Perbandingan Capaian Realisasi Volume Kegiatan dan Anggaran

Layanan Perkantoran

Layanan Dukungan Manajemen Satker

Layanan Sarana dan Prasarana Internal

Kab/Kota yang fasilitas pelayanan


kefarmasiannya mampu melaksanakan…
Kab/Kota yang menerapkan program
Gerakan Masyarakat Cerdas…
FORNAS yang ditetapkan sebagai acuan
dalam penggunaan obat sebagai kendali…
Rumah Sakit dan Puskesmas yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian…

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

Realisasi Volume Kegiatan( % ) Realisasi Anggaran ( % )

2. Analisis Sumber Daya Manusia

Berdasarkan data hasil analisis beban kerja Direktorat Pelayanan


Kefarmasian, jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk menjalankan
tugas dan fungsi satuan kerja adalah sebanyak 95 orang. Jumlah total
pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada tahun 2019 sebanyak
55 orang, namun yang aktif sebanyak 50 orang. Lima orang lainnya non
aktif karena tengah dalam masa tugas belajar (2 orang), masa
persiapan pensiun (2 orang), dan cuti di luar tanggungan negara (1
orang). Dengan jumlah pegawai aktif yang kurang dari hasil analisis
beban kerja, Direktorat Pelayanan tetap mampu menjalankan tugas
dan fungsinya.
Distribusi pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian per
subdirektorat dan subbagian sebagai berikut:

47
Gambar 20. Distribusi Pegawai per Subdit/Subbag

10
15
Subbag TU
7 Subdit POR
Subdit MKF
9 Subdit FE
9
Subdit SOA

Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, keragaman SDM Direktorat


Pelayanan Kefarmasian didominasi oleh lulusan S1/Apoteker (58%),
setelahnya S2 (24%), dan lainnya D3 (10%), SMA (8%).

Gambar 21. Gambaran Keragaman Pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan

8%
24% 10%

SMA
D3
S1-Apoteker
58% S2

3. Sarana dan Prasarana


Laporan perkembangan Barang Milik Negara Tahun Anggaran 2019
sebagai berikut :
a) BMN Intrakomptable
• Posisi awal (01 Januari 2019) : Rp. 7.328.058.720,-
• Penambahan : Rp. 805.230.440,-
• Pengurangan : Rp. 704.705.140,-
• Posisi akhir (31 Desember 2019) : Rp. 7.428.584.020,-
b) BMN Ekstrakomptable
• Posisi awal (1 Januari 2019) : Rp. 1.640.000,-

48
• Penambahan :-
• Pengurangan :-
• Posisi akhir (31 Desember 2019) : Rp. 1.640.000,-
c) BMN Gabungan Intra dan Ekstra
• Posisi awal (1 Januari 2019) : Rp. 7.329.698.720,-
• Penambahan : Rp. 805.230.440,-
• Pengurangan : Rp. 704.705.140,-
• Saldo akhir : Rp. 7.430.224.020,-

49
50
BAB IV. PENUTUP
Pelaksanaan pengukuran kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun
2019 dilakukan terhadap program kegiatan yang dilaksanakan selama tahun
anggaran 2019 yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat
Pelayanan Kefarmasian dan mengacu pada Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 - 2019.

Berdasarkan laporan ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa Direktorat


Pelayanan Kefarmasian telah mampu merealisasikan kegiatan yang merupakan
penjabaran dari program dan sasaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian, serta
mampu mencapai target ketiga indikator kinerja kegiatan.

Langkah-langkah strategis yang akan ditempuh Direktorat Pelayanan


Kefarmasian pada tahun 2020 untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ada
antara lain:

1. Pembentukan centre of excellence pelayanan kefarmasian di rumah sakit;


2. Evaluasi penerapan penggunaan obat sesuai Fornas di rumah sakit;
3. Seminar dan kampanye publik Antimicrobial Awareness Week;
4. Workshop analisis penggunaan obat di rumah sakit;
5. Peningkatan pembinaan dan pengawasan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota di wilayahnya melalui menu dekonsentrasi peningkatan
kapasitas tenaga kesehatan di dinas kesehatan kabupaten/kota.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian dimanfaatkan


untuk bahan evaluasi kinerja direktorat, penyempurnaan dokumen perencanaan,
pelaksanaan program dan kegiatan dan penyempurnaan berbagai kebijakan yang
diperlukan di masa yang akan datang.

Sinergi perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan peningkatan


pelayanan kefarmasian perlu ditingkatkan sehingga terjadi keselarasan dalam
mencapai akuntabilitas kinerja.

51
LAMPIRAN
1. Perjanjian Kinerja Direktur Pelayanan Kefarmasian Tahun 2019

52
53
54
2. Contoh Hasil Pengumpulan Data Indikator melalui Google Form

55
3. Link Google Form Pelaporan Capaian Indikator

56
4. Surat Penyampaian Laporan Capaian Indikator

57
58
59
60
61
5. Rekapitulasi Data Capaian Indikator Puskesmas yang Melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar

Non
Rawat Pelayanan
No Provinsi Rawat JUMLAH %
Inap Kefarmasian
Inap
1 Aceh 147 200 347 324 93.37
2 Sumatera utara 173 398 571 157 27.50
3 Sumatera barat 91 180 271 129 47.60
4 Riau 81 135 216 56 25.93
5 Jambi 78 115 193 179 92.75
6 Sumatera selatan 95 234 329 94 28.57
7 Bengkulu 47 133 180 95 52.78
8 Lampung 119 180 299 235 78.60
9 Kepulauan bangka belitung 21 42 63 57 90.48
10 Kepulauan riau 32 48 80 44 55.00
11 Dki jakarta 30 310 340 201 59.12
12 Jawa barat 186 883 1,069 1050 98.22
13 Jawa tengah 325 555 880 429 48.75
14 Di yogyakarta 43 78 121 116 95.87
15 Jawa timur 527 437 964 444 46.06
16 Banten 56 177 233 151 64.81
17 Bali 35 85 120 120 100.00
18 Nusa tenggara barat 112 50 162 152 93.83
19 Nusa tenggara timur 141 233 374 197 52.67
20 Kalimantan barat 99 142 241 98 40.66
21 Kalimantan tengah 74 123 197 102 51.78
22 Kalimantan selatan 50 182 232 213 91.81
23 Kalimantan timur 96 83 179 140 78.21
24 Kalimantan utara 32 24 56 21 37.50
25 Sulawesi utara 92 101 193 152 78.76
26 Sulawesi tengah 81 116 197 183 92.89
27 Sulawesi selatan 259 193 452 256 56.64
28 Sulawesi tenggara 82 199 281 186 66.19
29 Gorontalo 26 67 93 93 100.00
30 Sulawesi barat 45 49 94 27 28.72
31 Maluku 64 136 200 79 39.50
32 Maluku utara 28 101 129 85 65.89
33 Papua barat 44 113 157 14 8.92
34 Papua 106 290 396 72 18.18
Jumlah 3517 6392 9909 5951 60.06

62
6. Rekapitulasi Data Capaian Indikator Rumah Sakit yang Melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar

Capaian
NO NAMA PROVINSI Jumlah RS Persentase
Indikator
1 Aceh 32 18 56.25%
2 Sumatera Utara 52 38 73.08%
3 Sumatera Selatan 41 9 21.95%
4 Sumatera Barat 32 28 87.50%
5 Bengkulu 17 12 70.59%
6 Riau 24 16 66.67%
7 Kepulauan Riau 16 7 43.75%
8 Jambi 17 13 76.47%
9 Lampung 20 15 75.00%
10 Kepulauan Bangka Belitung 12 9 75.00%
11 Kalimantan Barat 28 16 57.14%
12 Kalimantan Timur 25 18 72.00%
13 Kalimantan Selatan 23 14 60.87%
14 Kalimantan Tengah 20 13 65.00%
15 Kalimantan Utara 9 2 22.22%
16 Banten 16 10 62.50%
17 DKI Jakarta 57 41 71.93%
18 Jawa Barat 74 72 97.30%
19 Jawa Tengah 77 61 79.22%
20 DI Yogyakarta 14 14 100.00%
21 Jawa Timur 102 98 96.08%
22 Bali 22 18 81.82%
23 Nusa Tenggara Timur 29 10 34.48%
24 Nusa Tenggara Barat 19 10 52.63%
25 Gorontalo 10 5 50.00%
26 Sulawesi Barat 8 5 62.50%
27 Sulawesi Tengah 27 9 33.33%
28 Sulawesi Utara 27 20 74.07%
29 Sulawesi Tenggara 21 20 95.24%
30 Sulawesi Selatan 51 23 45.10%
31 Maluku Utara 16 4 25.00%
32 Maluku 23 4 17.39%
33 Papua Barat 15 3 20.00%
34 Papua 35 5 14.29%
Jumlah Total 1011 660 65.28%

63
7. Rekapitulasi Data Capaian Indikator Persentase Kabupaten/kota yang
Menerapkan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas

Jumlah Jumlah Kabupaten yang 20%


No Provinsi Kabupaten/ Puskesmasnya dengan
Kota Capaian POR minimal 60 %
1 Aceh 23 20
2 Sumatera Utara 33 11
3 Sumatera Barat 19 1
4 Riau 12 2
5 Kepulauan Riau 7 7
6 Jambi 11 6
7 Bengkulu 10 5
8 Sumatera Selatan 17 3
9 Babel 7 5
10 Lampung 15 4
11 Banten 8 1
12 Jawa Barat 27 6
13 DKI Jakarta 6 6
14 Jawa Tengah 35 34
15 DI Yogyakarta 5 2
16 Jawa Timur 38 32
17 Bali 9 9
18 Nusa Tenggara Barat 10 0
19 Nusa Tenggara Timur 22 9
20 Kalimantan Barat 14 14
21 Kalimantan Tengah 14 2
22 Kalimantan Selatan 13 11
23 Kalimantan Timur 10 6
24 Kalimantan Utara 5 0
25 Gorontalo 6 0
26 Sulawesi Utara 15 2
27 Sulawesi Barat 6 6
28 Sulawesi Selatan 24 0
29 Sulawesi Tengah 13 10
30 Sulawesi Tenggara 17 17
31 Maluku 11 1
32 Maluku Utara 10 10
33 Papua 29 0
34 Papua Barat 13 0
Jumlah 514 242

64

Anda mungkin juga menyukai