Lapsus Radiologi KLP 4 Hidropneumotoraks
Lapsus Radiologi KLP 4 Hidropneumotoraks
HIDROPNEUMOTORAKS
Oleh:
Pembimbing Residen:
dr. Herdi Armawan
Konsulen Pembimbing :
dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4
LAPORAN KASUS................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura...............................................................10
2.2 Definisi.................................................................................................11
2.3 Epidemiologi........................................................................................12
2.4 Etiologi dan Patogenesis......................................................................12
2.6 Diagnosis..............................................................................................13
2.7 Diagnosis Banding...............................................................................15
2.8 Komplikasi...........................................................................................18
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................18
BAB 3 DSKUSI DAN KESIMPULAN.................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan
pleura parietalis. Pleura merupakan suatu membran serosa yang melapisi permukaan
dalam dinding toraks kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan
kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri yang semuanya disebut pleura parietalis, dan
pleura viseralis merupakan membran yang melapisi paru. Diantara pleura parietal dan
viseral terdapat ruang yang disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan
pleura yang jumlahnya sangat sedikit yang hanya berfungsi memisahkan pleura parietal
dan viseral.1,2,3
4
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : Batuk
b. Anamnesis terpimpin : Pasien masuk dari poli dengan keluhan batuk
yang dialami sejak 5 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak warna putih. Batuk
darah tidak ada, riwayat batuk darah tidak ada. Riwayat sesak napas ada saat
sebelum dirawat di RS tarakan pada bulan 9. Nyeri dada ada di luka selang WSD.
Nyeri ulu hati tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Buang air besar kesan sulit,
buang air kecil biasa. Demam ada sejak bulan Sembilan. Demam naik turun.
Kadang disertai keringat malam. Nafsu makan berkurang. Riwayat penurunan
berat badan sebanyak 6 kilogram dalam 1 bulan terakhir. Riwayat merokok ada
selama 10 tahun sebanyak 15 batang per hari. Kontak dengan penderita
tuberculosis tidak ada. Saat ini pasien sedang mengkonsumsi obat anti
tuberculosis sejak tanggal 4 Oktober 2019 dengan hasil dahak tidak diketahui.
Riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada. Riwayat diabetes dan tekanan
darah tinggi tidak ada. Riwayat pekerjaan sebagai pembersih toilet tersumbat
(sedot tinja) dan sebelumnya sebagai pembuat batu bata. Riwayat dirawat di
rumah sakit Tarakan tanggal 2 September 2019 dengan keluhan sesak, lalu
dipasang selang, warna seperti teh pekat, tetapi lama kelamaan jadi warna
kuning.
c. Riwayat penyakit sebelumnya : Ada
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
5
1.3 Pemeriksaan Fisis (31 Oktober 2019)
a. Keadaan umum: Compos Mentis, keadaan sakit sedang, gizi kurang
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 37,0’C
Saturasi O2 : 95% (tanpa modalitas)
BB : 46 kg
TB : 164 cm
IMT : 17,1 kgBB/m2 (Gizi cukup)
c. Pemeriksaan Fisis
1) Kepala : Normocephal, mesocephal
2) Mata
Anemis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Udem Palpebrae : Tidak ada
Mata cekung : Tidak ada
Pupil : Isokor dengan diameter 2,2 mm
3) THT :
Bibir : Normal Lidah : Normal
Tonsil : Normal Faring : Normal
4) Leher : JVP normal, pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
5) Thoraks
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, terpasang WSD pada ICS VII
dextra
Palpasi : Vocal fremitus simetris di kedua hemithoraks, namun lemah di
lateral hemitoraks dextra
Perkusi : Hipersonor pada lateral hemithoraks dextra
Auskultasi : Bunyi napas bronkovesicular, rhonki dan wheezing tidak ada
6) Jantung :
Bunyi Jantung I/II normal regular, murmur jantung(-)
6
7) Abdomen :
Peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba
8) Ekstremitas:
Akral hangat, edema tidak ada
1.4. Pemeriksaan Laboratorium (31 Oktober 2019)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUK UNIT
Urinalisa
Ureum urine 7 12-20 gr/24 jam
KIMIA DARAH
Fungsi Hati
Natrium 127 136-145 mmol/l
Kalium 3.4 3.5-5.1 mmol/l
Klorida 95 97-111 mmol/l
Elektrolit
Albumin 2.4 3,5-5 g.dl
Hematologi rutin
WBC 7.00 4.00 – 10.0 [103/uL]
RBC 3.57 3.80 – 5.80 [106/uL]
HGB 9.9 12.0-16.0 g/dl
HCT 29.7 37.0 – 47.0 [%]
PLT 259 150-400 [10^3/UL]
7
1.5. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thorax PA: (15/10/2019)
Tampak hiperlusen avascular pada hemithorax dextra disertai air fluid level di
dalamnya setinggi ICS V anterior dextra
Tampak bercak infiltrat disertai garis-garis fibrosis yang meretraksi hilus sinistra
Cor : CTI normal, aorta dilatasi
Sinus kiri baik, diafragma kiri tenting
Tulang-tulang intak
Jaringan lunak disekitar kesan baik
Terpasang chest tube pada hemithorax dextra setinggi ICS VIII posterior dextra
Kesan :
- Hidropneumotoraks dextra
- TB Paru lama aktif lesi luas
- Dilatatio aortae
- Terpasang chest tube setinggi ICS VIII posterior dextra
8
1.7 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Hidropneumotoraks dextra ecausa tuberculosis paru
DD/Piopneuotoraks
Diagnosis Radiologi : Hidropneumotoraks dextra
1.8 Penanganan
- 4FDC 3 tablet/24jam/oral
- N-acetylcystein 200mg/8 jam/oral
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Proses inspirasi terjadi apabila tekanan paru lebih kecil dari tekanan
atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar.
Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada.
Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thorakal dan
10
abdominal. Faktor thorakal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada)
akan memperbesar rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior,
sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan memperbesar
diameter vertical rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada dan tekanan
negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga
mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun
menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan
luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara
CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.3.4
2.2 DEFINISI
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Cairan ini bisa juga disebut dengan nanah (empiema) dan hal ini dinamakan
dengan piopneumothoraks, sedangkan pneumothorax itu sendiri ialah suatu
keadaan dimana hanya terdapat udara didalam rongga pleura yang juga
3,4,5
mengakibatkan kolaps jaringan paru.
11
2.3 EPIDEMLOGI
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumotoraks belum
ada dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara
2,4 – 17,8 per 100.000 penduduk per tahun, dengan 25% kasuspneumotoraks
ditemukan juga sedikit cairan dalam pleranya(efusi pleura). Menurut Barrie dkk,
seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perepuan 5:1. Ada pula penemuan
yang mendapatkan 8:1. Pneumothorax lebih sering ditemukan pada
hemithoraks kanan daripada hemithoraks kiri. Pneumothorax bilateral kira-
kira 2% dari seluruh pneumohoraks spontan. Insiden dan prevalensi
pneumotoraks ventil 3 - 5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan
berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua
5.6.7
kali,dan 50% untuk yang ketiga kali.
12
membentuk suatu bulla yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses
non spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab
3.4
yang paling sering dari pneumothoraks.
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup bola” yang
bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum. Sirkulasi
paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran tertutup dan paru
tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberap minggu , jaringan parut dapat terjadi
sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara keseluruhan. Pada keadaan ini cairan
serosa terkumpul di dalam rongga pleura dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.1,2
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru
dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik
perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura dan udara
dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika
proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura akan meningkat
melebihi tekanan atmosfer, udara yang terkumpul dalam rongga pleura akan menekan
paru sehingga sering timbul gagal napas.1,2
2.5 DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada
dada seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai
dengan batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang
atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas tergantung
dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan nyeri
atau tidak. Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal
sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Nyeri dada
biasanya datang tiba- tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru
yang terkena, kadang-kadang menyebar kearah bahu, hipokondrium dan
skapula.1
13
ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama
sekali. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas
ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat
mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara
pada pembuluh darah dimediastinum.1
14
penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus
costofrenikus menumpul.3,4
15
ini memberikan gambaran densitas opak. Irreguler Border, yaitu dinding luar
dari kavitas yang tidak beraturan atau rata (smooth).
Abses paru dapat disebabkan baik oleh proses infeksi (seperti
Tuberculosis) maupun proses keganasan yaitu carsinoma paru, dimana yang
membedakan keduanya yaitu dilihat dari inner margin atau dinding dalam
kavitas, dimana pada infeksi biasanya mulus (smooth) dan carsinoma paru
nodular (kasar atau rough).5
Keterangan gambar. Abses paru yang besar dengan air fluid level
dibagian distal pada suatu karsinoma hilus. Lobus kanan atas kolaps disertai
dengan emfisema sebagai kompensasi.
2. Empisema Pulmonum
Emfisema pulmonum adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai
oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis,
disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Pada gambaran
Chest X-ray dapat menunjukkan hiperinflasi paru, diafragma letak rendah dan
mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla
(emfisema), jantung tampak sempit memanjang, peningkatan bentuk
bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asthma).17,18
16
3. Infected Bullae
Bulla termasuk salah satu jenis lesi pada paru yang berisi udara. Sebuah
bulla memiliki dinding yang tipis <1mm, memiliki ruang berisi udara, dan
berukuran 1 cm atau lebih besar. Dindingnya dapat dibentuk pleura, septa, atau
jaringan yang terkompresi. Gejala klinis pada pasien dengan bulla yang
terinfeksi cenderung lebih ringan disbanding abses paru, namun dapat juga
asimtomatik.19
Gambaran radiologis yang ditemukan pada foto thorax konvensional
yaitu Nampak lesi melingkar berdinding tipis, berbatas tegas, dan tidak
mengandung pembuluh darah. Sering berada di lobus atas paru dan cenderung
untuk menangkap udara sehingga dapat menjadi lebih besar pada ekspirasi.19
Tanda paling baik untuk menentukan bulla yang terinfeksi adalah
adanya gambaran air fluid level. Adanya gambaran bulla yang tidak terinfeksi
sebelumnya di lokasi yang sama pada gambaran air fluid level membantu
diagnosis. Perbedaan bulla yang terinfeksi dengan abses paru ialah bulla
mengandung cairan yang lebih sedikit, dinding tipis, dan tidak ada tanda
pneumonitis disekitarnya. Bulla dapat menjadi sangat besar sehingga membuat
paru normal yang tersisa hampir tidak terlihat. Kebanyakan bulla berhubungan
dengan emfisema dan juga dapatt menyebabkan pneumothorax.19
17
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi pneumothorax termasuk tension pneumothorax,
hemopneumothorax, bronchopleural fistula, pneumomediastinum, pneumothorax
kronik (kegagagalan paru untuk mengembang kembali).20
Tension pneumothorax
Tension pneumothorax (terjadi pada 3-5% pasien pneumothorax), terjadi
perdorongan vena kava sehingga akan mengakibatkan berkurangnya curah
jantung, diikuti gejala hipoksia dan asidosis metabolic.
Pneumomediastinum
Pneumomediastinum adalah komplikasi yang jarang terjadi (<1%).
Pneumomediastinum adalah kondisi dimana terdapat udara atau gas bebas yang
ditemukan di struktur mediastinum.
Hemopneumothorax
Sekitar 5% dari pasien dengan pneumothorax akan mengalami
hemopneumothorax bersamaan dengan jumlah darah di rongga pleura.
Fistula bronchopleural
18
Fistula bronchopleural dapat terjadi pada pasien dengan pneumothorax spontan
primer (3%-4%), meskipun lebih umum pada pasien dengan pneumothorax
spontan sekunder atau pneumothorax traumatis. Kebocoran udara persisten yang
terjadi setelah drainase thorax untuk pneumothorax adalah tanda klinis awal dari
komplikasi ini.
Pneumothorax kronik
Chest tube digunakan untuk re-ekspansi paru. Tetapi dalam beberapa kasus,
prosedur ini gagal. Korteks yang menebal pada pleura visceral mencegah
perluasan kembali paru. Prosedur medis untuk kondisi ini adalah torakotomi dan
dekortikasi.
19
BAB 3
DISKUSI DAN KESIMPULAN
1. DISKUSI
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama batuk sejak 5
bulan yang lalu, batuk disertai dahak berwarna putih, ada riwayat dirawat
di Rumah sakit Tarakan pada bulan September 2019 dengan keluhan
sesak, lalu dipasang selang WSD.
20
a. Hiperlusen avaskuler merupakan gambaran air density akibat adanya udara
bebas dalam cavum pleura yang meyebabkan kolaps bagian paru yang berada
dibawah pleura sehingga tidak terlihat corakan bronchovaskular pada bagian
tersebut.4,5 Tanda ini ditandai dengan panah merah pada foto polos thorax di
atas.
b. Pleural white line merupakan gambaran pleura visceralis yang terpisah dari
pleura parietalis oleh karena adanya udara dalam cavum pleura yang
memisahkan diantara kedua selaput tersebut.4 Tanda ini dilihat sebagai garis
putih tipis yang mengikuti bentuk jaringan paru yang terdesak akibat desakan
udara diatasnya. Tanda ini ditandai dengan panah biru pada foto thorax diatas.
c. Perselubungan homogen merupakan gambaran semiopak atau intermediet yang
menutupi bagian paru.4 Tanda ini biasanya didapatkan akibat adanya
penumpukan cairan dalam cavum pleura yang memberikan tampilan densitas
cairan pada pemeriksaan radiologis. Tanda radiologis ini ditunjukan pada
panah hijau pada foto thorax di atas.
d. Air fluid level merupakan gambaran radiologik dimana terlihat penampakan
densitas udara dan densitas cairan yang terpisah dimana densitas udara (air
density) selalu menampati bagian atas dan densitas cairan (fluid density)
menempati ruang dibawahnya.4,5 Pada kasus hidropneumotoraks terjadi
pembentukan air fluid level yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiologis,
akibat adanya udara dan cairan secara bersamaan dalam cavum pleura. Pada
umumnya pada penumpukan cairan dalam cavum pleura akan membentuk
meniscus sign pada tampilan radiologi, namun pada hidropneumotoraks selain
adanya cairan juga terdapat udara yang memberikan tekanan diatas permukaan
cairan sehingga pada hidropneumotoraks tidak terbentuk meniscus sign seperti
pada efusi pleura biasanya. Tampilan tanda ini ditunjukan dengan garis putih
pada foto thorax di atas.
Gambaran-gambaran radiologis yang diuraikan diatas, semakin memperkuat
diagnosis pasien, karena menampilkan gambaran-gambaran yang khas sebagai suatu
hidropneumotoraks dextra.
21
Untuk pemeriksaan radiologis pada hidropneumotoraks, ada beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan jika pada pemeriksaan radiologis tegak posisi PA
belum cukup untuk menegakkan diagnosis, yaitu :
1. Pemeriksaan Foto Thorax lateral
Pemeriksaan ini untuk melihat gambaran cavum pleura yang berisi cairan
dan udara (hidropneumotoraks) lebih maksimal.5 Pada pasien ini sebaiknya
dilakukan dari lateral kanan karena proses hidropneumotoraks pada pasien
terjadi dibagian hemithorax kanan. Namun bisa juga dlakukan pemeriksaan dari
lateral kiri, untuk melihat perbedaan permukaan cairan pada cavum yang
terbentuk pada foto thorax, dimana karena pada hemithorax kiri terjadi efusi
pleura tanpa adanya udara maka gambaran meniscus sign yang terbentuk akan
tetap terlihat, berbeda dengan permukaan cairan yang terjadi pada hemithorax
kanan yang mendatar atau hilang meniscus sign karena terbentuknya air fluid
level.5
2. Computer Tomography Scan (CT scan) paru
Pasien ini diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan CT – Scan karena
melalui pemeriksaan CT – Scan dapat lebih jelas dan teliti menentukan daerah
pasti penumpukan cairan terjadi, apakah pada cavum pleura atau parenkim paru,
sehingga dapat memperkuat diagnosis. Pada hidropneumotoraks proses terjadi
pada cavum pleura sedangkan pada abses paru prosesnya terjadi di parenkim
paru. Selain itu dengan CT – Scan juga dapat terlihat apakah adanya masa pada
paru atau proses spesifik seperti TB dengan lebih jelas.5
22
Keterangan gambar. CT Scan pada hidropneumotoraks dapat
memberikan gambaran air fluid level yang jelas. CT scan sangat baik dalam
menilai efusi pleura yang jumlahnya sedikit dan memberikan informasi yang
jelas pada kelainan intrathorakal seperti kemungkinan neoplasma.
3. Ultrasonografi (USG) Toraks
Hidropneumotoraks juga dapat didiagnosis dengn USG dengan adanya
air fluid level. Air fluid level yang bergerak pada saat respirasi akan
menimbulkan gambaran berupa curtain sign, oleh karena udara pada pleura akan
menutupi efusi pada saat respirasi.10 USG memiliki sensitivitas dan spesitas
yang lebih superior dalam hal mendeteksi pneumotoraks yang minimal pada
penderita trauma (rontgen toraks vs USG : 52% vs 92% dan 100% vs 99,4%).11,12
Hal ini akan menurunkan biaya pemeriksaan (dibandingkan dengan pemeriksaan
rontgen toraks) dan meningkatkan kenyamanan penderita.13 selain itu, pada
beberapa kasus trauma masal dimana rontgen toraks tidak dapat dilakukan secara
cepat, maka USG dapat menjadi pilihan alternatif yang dapat diandalkan.14
Kemampuan USG dalam mendeteksi efusi pleura tidak dapat
dibantahkan. USG sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi pleura
yang terlokalisasi dan minimal, dan juga lebih sensitif dibandingkan dengan
rontgen toraks lateral dekubitus dengan ekspirasi maksimal. Pada rontgen toraks,
dibutuhkan setidaknya 150 mL cairan pleura untuk dapat mendeteksi adanya
efusi pleura, sedangkan pada pemeriksaan USG secara teliti maka efusi pleura
yang hanya 5 mL dapat terdeteksi.15,16
2. KESIMPULAN
Pasien atas nama Tn. AR usia 37 tahun yang dirawat dengan keluhan batuk
berdahak dengan riwayat sesak dan nyeri dada, pada hasil pemeriksaan foto thorax
awal saat MRS memberikan gambaran hidropneumotoraks dimana terdapat atau
tampak hiperlusen avaskular, pleural white line, perselubungan homogen yang
membentuk air fluid level pada hemithorax kanan paru.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
17. Soemantri S, Bronkhitis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2010; Hal 754-61.
18. Mangunnegoro H, PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, 2011 Hal 1-24.
19. Herring, W. Learning Radiology, Recognizing the Basics 3rd edition. 2015.
Philadelpia: Elsevier
20. Slobodan, Milisavljevic dkk. Pneumothorax-Diagnosis and treatment. Serbia:
General and Thoracic Surgery Clinic, Clinical Centre Kraagujevac Faculty of
Medical Sciences University of Kragujevac. 2015
25