Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

MONITORING DURANTE ANESTESI

Disusun Oleh :
ROYNTAN TESSALONIKA
18010003

Pembimbing:
dr. BERNARD PANGGABEAN Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN


KEPANITERAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN ANESTESI DAN
REANIMASI
MURNI TEGUH MEMORIAL HOSPITAL
KOTA MEDAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rakhmatnya maka Referat yang berjudul ”Monitoring Durante Anestesi” ini dapat
selesai pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Laporan
Pengalaman Belajar Lapangan ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Anestesi dan Reanimasi Murni Teguh Memorial
Hospital Medan. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada dr. Bernard
Panggabean Sp.An Sebagai Pembimbing penulisan referat ini.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Medan, Februari 2020

Penulis

BAB I
2
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pemantauan atau monitoring berasal dari bahasa latin “monere” yang artinya
memperingatkan atau memberi peringatan. Dalam tindakan anestesi harus dilakukan
monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi terhadap pemberian
obat anestesi khusus terhadap fungsi pernafasan dan jantung. Hal ini dapat dilakukan
dengan panca indera kita yaitu dengan meraba, melihat atau mendengar dan yang
lebih penting serta obyektif dengan alat.1,2

Monitoring anesthesia merupakan suatu standar aplikasi pemeliharaan


anestesi, monitoring menginterprestasikan data klinis yang tersedia untuk membantu
mengenali kegawatan yang terjadi sekarang, yang akan terjadi dan kondisi sistem
jaringan yang tidak menguntungkan. Dalam melakukan pemantauan yang kompleks
dibutuhkan keseimbangan antara pengetahuan dan skill dalam bidang anestesi.
Walaupun kesalahan manusia tidak dapat dihindari, hal ini menyangkut tentang
keamanan dari pasien yang sangat bergantung pada kewaspadaan dan respons kita
terhadap masalah yang potensial. Dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh tentang
prinsip-prinsip anestesi pada saat pemantauan dan parameter tingkat kesadaran
normal dan abnormal pada pasien. Tujuan dilakukan pemantauan mengurangi resiko
insiden dan kegawatan terhadap pasien selama periode perioperatif dengan
mendeteksi konsekuensi dari suatu masalah pada saat anestesi, ditandai dengan
peringatan tanda-tanda pasien gawat.2

Pemantauan saat anestesi dikenal menjadi hal yang rutin dilakukan seiring dengan
perkembangan yang pesat di bidang fasilitas klinik, pelatihan dan faktor lain yang
mempengaruhi pasien. Dari perkembangan tersebut menurunkan keterkaitan antara
mortalitas dan morbiditas pada pasien selama periode perioperatif. Untuk dapat
melakukan pemantauan dengan baik selain faktor manusia diperlukan juga alat-alat
pantau agar lebih akurat. Alat pantau berfungsi sebagai pengukur, menayangkan dan
3
mencatat perubahan-perubahan fisiologis pasien. Walaupun terdapat banyak alat
pantau yang canggih tetapi faktor manusia sangat menentukan sekali karena sampai
saat ini belum ada alat pantau yang dapat menggantikan fungsi manusia untuk
memonitor pasien. Alat pantau perlu dipelihara dengan baik sehingga informasi-
informasi yang didapat dari alat pantau tersebut dapat dipercaya.2,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Monitoring Perianesthesia

Monitoring adalah segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan


memeriksa pasien dalam anestesi untuk mengetahui keadaan dan reaksi fisiologis
pasien terhadap tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan utama monitoring
anestesi adalah diagnosa adanya permasalahan, perkiraan kemungkinan terjadinya
kegawatan, dan evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk efektivitas dan adanya efek
tambahan. Saat ini sudah terdapat standar monitoring anestesi yang diadopsi dari ASA.
Standar ini berlaku untuk semua perawatan anestesi meskipun, dalam keadaan darurat,
tindakan dukungan kehidupan yang sesuai lebih diutamakan. Standar ini juga dapat
dilampaui setiap saat berdasarkan penilaian dari ahli anestesi yang bertanggung jawab pada
saat itu. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien, tetapi
mengamati dan mengikuti standar ini juga tidak dapat menjamin hasil dari setiap pasien. 3,4

2.1.1 STANDAR 1

Ahli anestesi yang memenuhi syarat harus hadir di ruangan sepanjang pelaksanaan
semua prosedur anestesi umum, anestesi regional, dan perawatan anestesi yang
membutuhkan pemantauan.3,4

Tujuan: dikarenakan dapat terjadi perubahan yang cepat dalam status pasien selama
anestesi, ahli anestesi yang memenuhi syarat harus terus hadir untuk memantau
pasien dan memberikan perawatan anestesi.2,4

2.1.2 STANDAR 2

Selama anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan suhu pasien harus terus
dievaluasi.4

Oksigenasi

5
Tujuan: Untuk memastikan konsentrasi oksigen yang cukup dalam udara inspirasi
dan darah selama semua prosedur anestesi.4

Metode:

(1) Udara inspirasi: Selama setiap pemberian anestesi umum menggunakan mesin
anestesi, konsentrasi oksigen dalam sistem pernapasan pasien harus diukur oleh
oxygen analyzer dengan penggunaan alarm dengan batas konsentrasi oksigen yang
rendah.4

(2) Oksigenasi darah: Selama anestesi, metode kuantitatif untuk menilai oksigenasi
seperti pulse oximetry harus digunakan.4

Ventilasi

Tujuan: Untuk memastikan ventilasi yang memadai terhadap pasien selama semua
prosedur anestesi.5,6

Metode:

(1) Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus memiliki kecukupan ventilasi
yang terus dievaluasi. Tanda-tanda klinis kualitatif seperti pengapatan pengembangan
dada, reservoir breathing bag, dan auskultasi suara nafas sangat berguna.5,6

(2) Apabila tracheal tube atau laryngeal mask dimasukkan, posisi yang benar harus
diverifikasi oleh penilaian klinis dan dengan identifikasi konsentrasi karbon dioksida
dalam udara ekspirasi. Analisis End-Tidal CO2 yang terus-menerus, yang digunakan
dari waktu intubasi, sampai ekstubasi atau memindahkan pasien ke lokasi perawatan
pascaoperasi, harus terus dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif seperti
capnography, atau capnometry.6,7

(3) Bila ventilasi dikendalikan oleh ventilator mekanik, sebaiknya digunakan sebuah
perangkat yang mampu mendeteksi bila ada komponen yang terputus dari sistem

6
pernapasan. Perangkat harus memberikan sinyal yang dapat terdengar saat alarm telah
melampaui ambang batas.7

(4) Selama anestesi regional dan perawatan anestesi yang memerlukan pengawasan,
kecukupan ventilasi harus dievaluasi, setidaknya, dengan pengamatan terus-menerus
tanda-tanda klinis kualitatif.7

Sirkulasi

Tujuan: Untuk memastikan kecukupan fungsi peredaran darah pasien selama semua
prosedur anestesi.4,7

Metode:

(1) Setiap pasien yang menerima anestesi harus memiliki elektrokardiogram terus
ditampilkan dari awal anestesi sampai saat bersiap-siap meninggalkan lokasi
anestesi.4

(2) Setiap pasien yang menerima anestesi harus diukur tekanan darah arteri dan
denyut jantung nya dan dievaluasi setidaknya setiap 5 menit.4,5

(3) Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus terus dievaluasi setidaknya
salah satu dari hal berikut: palpasi denyut nadi, auskultasi bunyi jantung, pemantauan
dari penelusuran tekanan intraarterial, pemantauan USG denyut perifer, pulse
plethysmography atau oksimetri.7

Suhu Tubuh

Tujuan: Untuk membantu dalam pemeliharaan suhu tubuh yang tepat selama semua
prosedur anestesi.5,7

Metode:

7
Setiap pasien yang menerima anestesi harus dipantau suhu tubuhnya pada keadaan
yang diperkirakan dan diantisipasi, akan tejadi perubahan suhu tubuh yang
signifikan secara klinis.7

2.2 Monitoring Sistem Kardiovaskuler

Monitoring sistem kardiovakuler dapat dilakukan dengan memantau hal-hal


berikut ini:

2.2.1 Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan sirkulasi
sering terjadi selama anestesi. Pemantauan frekuensi dan irama nadi dapat dilakukan
dengan mudah, misalnya dengan meraba arteri temporalis, arteri radialis, arteri
femoralis atau arteri karotis. Dengan meraba nadi, kita mendapat informasi tentang
kuat lemahnya denyut nadi, teratur tidaknya irama nadi, frekuensi denyut nadi. Makin
bradikardi makin menurunkan curah jantung. Monitoring nadi secara kontinyu dapat
dilakukan dengan peralatan elektronik seperti EKG atau oksimeter yang disertai
dengan alarm.1,2

2.2.2 Tekanan darah


Tindakan anestesi umum atau regional adalah indikasi mutlak untuk
dilakukannya pengukuran tekanan darah. Teknik dan macam pengukuran tekanan
darah tersebut sangat bergantung pada kondisi pasien dan jenis tindakan pembedahan.
Pada banyak kasus, pengukuran setiap 3 sampai 5 menit dengan cara auskultasi
dianggap sudah memenuhi syarat. Tetapi dalam kasus pasien dengan kegemukan,
pasien anak, atau pasien syok, akan lebih baik menggunakan teknik Doppler atau
oskilometer. Pengukuran harus dihindari pada anggota gerak tubuh dengan
abnormalitas (misalnya dialysis shunts) atau dengan jalur intravena. Selain
memperhatikan sistole dan diastole, perlu juga diperhatikan mean arterial preassure
(MAP). MAP dapat dihitung dengan rumus tekanan diastole + 1/3 (tekanan sistole –
tekanan diastole) atau { (tekanan sistole + 2 tekanan diastole) : 3 }.2,3
8
Perlengkapan yang digunakan untuk mengukur tekanan darah secara non
invasif yang sederhana antara lain adalah manset (kaf), manometer dan stetoskop.
Yang perlu diperhatikan adalah ukuran kaf tidak boleh terlalu kecil atau terlalu besar,
karena akan mempengaruhi nilai pembacaan tekanan darah. Apabila kaf yang
digunakan terlalu kecil, maka tekanan darah yang terbaca akan lebih tinggi dari
seharusnya dan begitu pula sebaliknya. Dianjurkan lebar manset adalah 2/3 panjang
lengan atau 20% - 50% lebih besar dari diameter lengan. Manometer standar yang
baik digunakan adalah manometer air raksa. Namun dapat juga digunakan manometer
aneroid, tetapi harus dikalibrasi dulu dengan manometer air raksa. Untuk saat ini,
penggunaan manometer dan stetoskop telah banyak ditinggalkan, karena telah
terdapat monitor elektronik yang secara teknis lebih praktis digunakan.1,2

Pengukuran Tekanan Darah Secara Non Invasif


 Metode palpasi.
Sebelum melakukan pengukuran, kita harus menentukan terlebih dahulu
denyut arteri perifer yang dapat dirasakan. Setelah itu, kita kembangkan kaf sampai
denyut nadi tidak teraba. Perlahan-lahan kaf kita kempeskan sampai teraba kembali
denyut nadi. Tekanan sistolik terbaca saat arteri terasa berdenyut untuk pertama kali.
Tetapi oleh karena ketidaksensitifan perabaan kita dan adanya perbedaan waktu
antara aliran dibawah kaf dan pulsasi pada sebelah distal, maka kita tidak dapat
menentukan tekanan diastolik dan tekanan arteri rerata.1

 Metode auskultasi
Teknik yang digunakan pada metode Korotkoff atau auskultasi hampir sama
dengan metode palpasi, hanya ditambah stetoskop yang ditempatkan di sekitar arteri
brakialis. Tekanan sistolik ditunjukkan saat pertama kali bunyi nadi terdengar dan
tekanan diastolik adalah saat bunyi tersebut menghilang. Bunyi Korotkoff biasanya
sulit didengarkan jika terjadi keadaan hipotensi atau vasokonstriksi pembuluh darah
perifer.1
 Metode Doppler
9
Metode ini sangat baik digunakan pada pasien dengan kegemukan, pasien
anak-anak atau pasien yang dalam keadaan syok. Prinsip dari alat ini adalah pulsasi
dari dinding arteri atau pergerakan darah yang melalui suatu transduser memancarkan
suatu gelombang ultrasonik. Mula-mula kaf dipompa sampai melewati batas tekanan
sistolik. Perlahan-lahan kaf dikempeskan dan setelah melalui batas tekanan sistolik,
dinding arteri akan berpulsasi dan akan diteruskan melalui transduser. Penempatan
probe harus tepat diatas arteri. Pada metode Doppler, tekanan yang dapat diukur
hanyalah tekanan sistolik saja.1
 Oskilometer
Pulsasi arteri akan menyebabkan oskilasi pada tekanan kaf. Oskilasi ini kecil
apabila kaf dikembangkan diatas tekanan sistolik. Saat tekanan kaf turun sampai
tekanan sistolik, pulasai akan dihantarkan ke seluruh kaf dan oskilasi akan meningkat.
Oskilasi maksimal terjadi saat mencapai tekanan arteri rerata, setelah itu akan turun
kembali. Monitor tekanan darah elektronik akan secara otomatis mencatat perubahan
gelombang oskilasi ini. Monitor oskilometer sebaiknya tidak digunakan pada pasien
yang menjalani pembedahan bypass kardiovaskuler. Sampai sekarang ini, peralatan
oskilometer ini masih terus dikembangkan, dan di Amerika Serikat menjadi pilihan
dalam pemantauan tekanan darah noninvasive.2

Pengukuran Tekanan Darah Secara Invasif


 Kateterisasi arteri
Indikasi dari pemantauan tekanan darah dengan menggunakan kateterisasi
arteri adalah tindakan anestesi dengan hipotensi buatan, antisipasi pada tindakan
pembedahan dengan perubahan tekanan darah yang cepat, tindakan pembedahan yang
memerlukan pemantauan tekanan darah dengan tepat secara cepat dan pemantauan
analisa gas darah secara berkala selama tindakan pembedahan. Tindakan kateterisasi
arteri ini dikontraindikasikan pada pembuluh darah yang tidak terdapat kolateral atau
pada pasien yang sebelumnya dicurigai adanya insufisiensi pembuluh darah pada
anggota gerak tubuh (misalnya Raynaud’s phenomenon). Arteri radialis merupakan

10
arteri yang sering untuk pelaksanaan kanulasi. Selain letaknya yang superfisial juga
karena memiliki banyak kolateral. Arteri lain yang dapat digunakan untuk kanulasi
adalah arteri ulnaris, arteri brakialis, arteri femoralis, arteri dorsalis pedis dan arteri
tibialis posterior serta arteri aksilaris.8,9
 Kateterisasi vena sentral
Indikasi dari kateterisasi vena sentral adalah untuk pemantauan tekanan vena
sentral pada penatalaksanaan cairan pada keadaan hipovolemi dan syok, infus nutrisi
parenteral dan obat-obatan, aspirasi emboli udara, insersi transcutaneous pacing
leads, dan pada pasien dengan akses vena perifer yang tidak baik. Kontraindikasi dari
kateterisasi vena sentral termasuk didalamnya adalah penyebaran sel tumor ginjal
yang masuk ke atrium kanan atau fungating tricuspid valve vegetations.
Kontraindikasi lainnya adalah yang berhubungan dengan tempat kanulasi. Sebagai
contoh kanulasi vena jugularis interna dikontraindikasikan (relatif) pada pasien yang
mendapatkan terapi antikoagulan atau yang pernah dilakukan ipsilateral carotid
endarterectomy, oleh karena kemungkinan terjadinya penusukan arteri karotis yang
tidak disengaja. Komplikasi yang dapat terjadi selama tindakan kanulasi vena sentral
termasuk didalamnya adalah infeksi, emboli udara atau trombus, disritmia (jika ujung
kateter masuk ke atrium kanan atau ventrikel), hematom, pneumotoraks, hidrotoraks,
chylothorax, perforasi jantung, tamponade jantung, trauma pembuluh darah atau
nervus dan trombosis. Komplikasi ini dapat terjadi bila kita tidak menggunakan
teknik yang benar.8,9
2.2.3 Elektrokardiografi
Semua pasien yang menjalani anestesi harus selalu dipantau gambaran
elektrokardiogramnya. Tidak ada kontraindikasi dalam pelaksanaan tindakan ini.
Gambaran EKG menunjukkan aktivitas listrik dari jantung. Selama tindakan anestesi,
EKG dipakai untuk pemantauan kejadian disritmia kordis, iskemia miokard,
perubahan elektrolit, henti jantung dan aktivitas alat pacu jantung. Besarnya
gambaran gelombang yang muncul, akan berkurang dengan peningkatan ketebalan

11
dinding dada atau elektroda yang digunakan tidak baik. Gambaran ini juga dapat
dipengaruhi oleh aktivitas peralatan listrik (misalnya elektro kauter) yang digunakan
selama tindakan pembedahan. Dalam EKG, potensial listrik yang diukur adalah kecil,
sehingga artefak merupakan masalah yang sering timbul. Pergerakan dari pasien atau
kabel lead, penggunaan elektrokauter, 60-cycle interference dan elektroda yang
kualitasnya tidak baik akan dapat memberikan gambaran seperti disritmia.1,8
2.2.4 Banyaknya Perdarahan.
Dalam tindakan pembedahan besar, kehilangan darah menjadi masalah yang
penting. Selama tindakan anestesi dan pembedahan, kita harus menghitung jumlah
perdarahan, baik itu dari tabung suction, dari kasa operasi yang mengandung darah,
dari kain penutup pasien, dari baju ahli bedah, maupun dari darah yang mungkin ada
di lantai. Pada anak-anak atau bayi, jumlah perdarahan sedikit sudah dapat
mengakibatkan anemia.1,9

2.3 Monitoring Respirasi


2.3.1 Tanpa Alat
Dengan inspeksi pemeriksa dapat mengawasi pasien secara langsung gerakan
dada-perut baik pada saat bernapas spontan atau dengan napas kendali dan gerakan
kantong cadang apakah sinkron. Untuk oksigenasi warna mukosa bibir, kuku pada
ujung jari dan darah pada luka bedah apakah pucat, kebiruan, atau merah muda.1,2

2.3.2 Stetoskop
Dengan stetoskop prekordial atau esophageal dapat didengar suara
pernapasan.


Stetoskop prekordial: terbuat dari metal, sangat berat dan berbentuk
seperti bel. Stetoskop ini diletakkan di atas dada atau pada suprasternal
notch. Meskipun berat disini bertujuan untuk mempertahankan

12
posisinya saat dipasang, tetapi masih diperlukan perekat dua sisi untuk
lebih memperkuat, disamping untuk memperjelas suara yang keluar.
Stetoskop ini dihubungkan dengan menggunakan extension tubing ke
telinga dokter anestesi, dan dapat memantau keadaan pasien dan
lingkungan kamar operasi secara bersama-sama. Komplikasi yang
dapat timbul dari penggunaan alat ini adalah reaksi alergi pada kulit,
abrasi kulit dan rasa sakit saat pelepasan stetoskop dari tubuh pasien.1

Stetoskop esophageal: terbuat dari plastic lembut berbentuk seperti
kateter dengan ujung distal yang dilindungi dengan balon. Meskipun
kualitas pemantauan napas dan suara jantung lebih baik dibandingkan
stetoskop prekordial, tapi penggunaannya tebatas pada pasien yang
dilakukan intubasi.1

Informasi yang didapatkan pada penggunaan baik itu stetoskop prekordial


atau esophageal adalah konfirmasi tentang ventilasi, kualitas suara napas
(misalnya wheezing), keteraturan dari denyut nadi dan kualitas dari irama
jantung.1

2.3.3 Pulse Oximetry


Pulse Oximetry mengukur denyut nadi dan tingkat saturasi oksigen
hemoglobin dengan menggunakan metode penyerapan gelombang cahaya dengan
panjang gelombang tertentu. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan pulse
oximetry ini dapat dipercaya dalam mengukur frekuensi denyut nadi dan tingkat
saturasi oksigen hemoglobin secara noninvasive, sehingga alat ini digunakan sebagai
peralatan standar dalam pemantauan selama anestesi. Komplikasi penggunaan pulse
oximetry sangat jarang terjadi, tetapi bila probe dipasang pada ekstremitas untuk
jangka waktu yang lama, akan dapat menimbulkan kerusakan kulit. Sayangnya,
kelemahan dari pulse oksimeter ini adalah tanda yang diterima apabila terjadi

13
kegagalan oksigenasi biasanya terlambat, yaitu setelah pasien mengalami hipoksemia
yang mungkin terjadi beberapa menit sebelumnya, contohnya pada terputusnya
sistem pernafasan dari mesin anestesi ke pasien.8,9

2.3.4 Kapnometer
Kapnometer adalah alat non invasif untuk mengukur kadar CO2 pada satu
siklus respirasi di dalam sirkuit napas. Alat ini menggambarkan kadar CO 2 pada fase
inspirasi dan ekspirasi serta menunjukkan kadar CO2 pada akhir ekspirasi (End Tidal
CO2 atau ETCO2). Pengukuran kadar CO2 dalam sirkuit nafas ini berguna untuk
menilai ventilasi yang adekuat, deteksi intubasi esofageal, diskoneksi sirkuit nafas
atau ventilator, problem sirkulasi dan deteksi hipertermia maligna. Kapnografi adalah
pemeriksaan gold standard pada intubasi esofageal, dimana tidak ada atau sangat
kecil CO2 terdeteksi bila dilakukannya pemasangan intubasi esofageal. Peningkatan
tekanan intrakranial dengan menurunkan PaCO2 dapat dengan mudah dipantau
dengan menggunakan analisa ETCO2. Penurunan secara cepat ETCO2 adalah
indikator yang sensitif terhadap terjadinya emboli udara yang sering terjadi pada
kraniotomi dengan posisi duduk.9,10

2.4 Monitoring Suhu Tubuh

Selama tindakan anestesi, terutama dalam waktu yang lama atau pada bayi
dan anak kecil, tempertur pasien harus selalu dipantau. Alat yang digunakan untuk
memantau temperature adalah termistor atau thermocouple. Dilakukan pada bedah
lama atau pada bayi dan anak kecil. Pengukuran suhu sangat penting pada anak
terutama bayi, karena bayi mudah sekali kehilangan panas secara radiasi, konveksi,
evaporasi dan konduksi, dengan konsekuensi depresi otot jantung, hipoksia, asidosis,
pulih anestesia lambat.8,10

2.5 Monitoring Ginjal

Dalam tindakan anestesi pemantauan produksi urin menjadi hal yang penting.
Produksi urin menggambarkan fungsi system urogenital dan secara tidak langsung
14
menunjukkan keadaan curah jantung, volume intravaskuler dan aliran darah ke ginjal.
Indikasi untuk dilakukan pemasangan kateter urin adalah pada pasien dengan
penyakit jantung kongestif, gagal ginjal, penyakit hati lanjut, atau pasien syok. Selain
itu kateterisasi urin merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pembedahan
jantung, bedah aorta atau pembuluh darah ginjal, kraniotomi, bedah abdomen mayor,
pembedahan dengan waktu lama dan pembedahan yang kemungkinan memerlukan
cairan yang banyak serta pemberian obat diuretika selama pembedahan.1,8
Jumlah urin yang keluar menggambarkan fungsi dan perfusi dari ginjal.
Semua ini adalah peunjuk keadaan fungsi ginjal, kardiovaskular dan volume cairan.
Urin yang keluar dianggap baik apabila volumenya lebih atau sama dengan 0,5
ml/kgBB/jam, dan bila kurang dari jumlah tersebut perlu mendaptkan perhatian.1,8

2.6 Monitoring Blokade Neuromuskular


Stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah cukup baik atau
sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal.1

2.7 Monitoring Sistem Saraf


Pada pasien sehat sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau orientasi
terhadap personal, waktu dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak
sadar, monitoring terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respons pupil terhadap
cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, respons terhadap otot apakah relaksasi
cukup atau tidak.1,9

15
KESIMPULAN

Monitoring adalah segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan


memeriksa pasien dalam anestesi untuk mengetahui keadaan dan reaksi fisiologis
pasien terhadap tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan utama monitoring
anestesi adalah diagnosa adanya permasalahan, perkiraan kemungkinan terjadinya
kegawatan, dan evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk efektivitas dan adanya efek
tambahan. Ahli anestesi harus hadir di ruangan operasi selama dilakukannya operasi
pada anestesi umum dan regional untuk melakukan pengawasan selama prosedur
operasi, dikarenakan perubahan status pasien yang dapat berubah dengan cepat.

Selama prosedur anesteasi berlangsung, harus terus dipantau hal-hal berikut:


1. Monitoring Sistem Kardiovaskuler: nadi, tekanan darah, elektrokardiografi, dan
banyaknya Perdarahan.
2. Monitoring Respirasi: Dengan inspeksi kita dapat mengawasi pasien secara
langsung gerakan dada-perut baik pada saat bernapas spontan atau dengan
napas kendali dan gerakan kantong cadang apakah sinkron. Untuk oksigenasi

16
warna mukosa bibir, kuku pada ujung jari dan darah pada luka bedah apakah
pucat, kebiruan, atau merah muda. Perlu juga dilakukan pemeriksaan ventilasi
dengan menggunakan alat bantu seperti stetoskop, oksimeter denyut, dan
kapnometer.
3. Monitoring Suhu Tubuh: dilalukan untuk memantau bila terjadi hipotermi atau
hipertermi
4. Monitoring Ginjal: jumlah urin yang keluar menggambarkan fungsi dan perfusi
dari ginjal. Semua ini adalah peunjuk keadaan fungsi ginjal, kardiovaskular dan
volume cairan. Urin yang keluar dianggap baik apabila volumenya lebih atau
sama dengan 0,5 ml/kgBB/jam, dan bila kurang dari jumlah tersebut perlu
mendaptkan perhatian.
5. Monitoring Blokade Neuromuskular: stimulasi saraf untuk mengetahui apakah
relaksasi otot sudah cukup baik atau sebaliknya setelah selesai anestesia apakah
tonus otot sudah kembali normal.
6. Monitoring Sistem Saraf: pada saat pasien dalam keadaan tidak sadar,
monitoring terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respons pupil terhadap
cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, respons terhadap otot apakah
relaksasi cukup atau tidak.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth J F, Mackey D C, Wasnick J D. Morgan & Mikhail’s Clinical


Anesthesiology. 5th edition. New York : Mc Graw Hill. 2015.
2. Miller R D, Eriksson L I. Miller’s Anesthesia. Volume 1. 8 th edition. New
York : Mc Graw Hill. 2016.
3. Pardo M C, Miller R D. Basics of Anesthesia. 7 th edition. New York :
Elsevier.
4. Australian and New Zealand College of Anaesthetists . Guidelines on
Monitoring During Anaesthesia. 2017.
5. Buhre W, Rossaint R. Perioperative Management and Monitoring in
Anaesthesia. 2014.
6. Checketts M R, Alladi R, Ferguson K, Gemmell L, Handy J M.
Recommendations for Standards of Monitoring During Anaesthesia and
Recovery 2015 : Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland.
2016.
7. Gelb A W, Morriss W W, Johnson W, Merry A F. World Health
Organizationc-cWorld Federation of Societies of Anaesthesiologists (WHO-
WFSA) International Standards for a Safe Practice of Anesthesia. 2017.
18
8. American Society of Anesthesiologists. Standards For Basic Anesthetis
Monitoring. 2015.
9. Chiumello D, Practical Trends in Anesthesia and Intensive Care 2018.
Singapore : Springer.2018
10. Begani M M, Mulchandani D V, Choudhary S. Anesthesia in Day Care
Surgery. Singapore : Springer. 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai