PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2) Standar II
Selama anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu pasien harus
dievaluasi terus menerus.
a. Oksigenasi
Untuk memastikan konsentrasi oksigen yang memadai dalam gas
inspirasi dan darah selama semua anestesi.
1. Gas yang diinspirasi: Selama setiap administrasi anestesi umum
menggunakan mesin anestesi, konsentrasi oksigen dalam sistem
pernapasan pasien harus diukur oleh penganalisis oksigen dengan
alarm batas konsentrasi oksigen rendah yang digunakan.
2. Oksigenasi darah: Selama semua anestesi, metode kuantitatif untuk
menilai oksigenasi seperti oksimetri nadi harus digunakan. Ketika
oksimeter nadi digunakan, nada nadi nada variabel dan alarm
ambang rendah harus didengar oleh ahli anestesi atau personel tim
perawatan anestesi. Penerangan dan paparan yang memadai dari
pasien diperlukan untuk menilai warna.
b. Ventilasi
Untuk memastikan ventilasi pasien yang memadai selama semua
anestesi.
1. Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus memiliki
kecukupan ventilasi yang terus dievaluasi. Tanda-tanda klinis
kualitatif seperti pergerakan dada, pengamatan kantong udara
reservoir dan auskultasi bunyi pernapasan sangat baik untuk
diamati. Pemantauan terus menerus untuk keberadaan karbon
dioksida yang terbuang harus dilakukan kecuali jika tidak dapat
dinilai karena berdasarkan sifat, prosedur, atau peralatan pasien.
2. Pemantauan kuantitatif volume gas yang terbuang sangat
dianjurkan. Ketika tabung endotrakeal atau masker laring
dimasukkan, posisi yang benar harus diverifikasi oleh penilaian
klinis dan dengan identifikasi karbon dioksida dalam gas yang
terbuang. Analisis ET CO2 terus-menerus, yang digunakan sejak
3
penempatan tabung endotrakeal / masker laring, sampai ekstubasi /
pemindahan atau memulai transfer ke lokasi perawatan pasca
operasi, harus dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif
seperti kapnografi, kapnometri, atau spektroskopi massa. Ketika
kapnografi atau kapnometri digunakan, alarm End Tidal (ET) CO2
harus dapat didengar oleh ahli anestesi atau personel tim perawatan
anestesi.
3. Ketika ventilasi dikontrol oleh ventilator mekanis, harus selalu
digunakan alat yang mampu mendeteksi pemutusan komponen-
komponen sistem pernapasan. Perangkat harus memberikan sinyal
suara ketika ambang alarmnya terlampaui.
4. Selama anestesi regional (tanpa sedasi) atau anestesi lokal (tanpa
sedasi), kecukupan ventilasi harus dievaluasi dengan pengamatan
terus menerus dari tanda-tanda klinis kualitatif. Selama sedasi
sedang atau dalam, kecukupan ventilasi harus dievaluasi dengan
pengamatan terus-menerus dari tanda-tanda klinis kualitatif dan
pemantauan untuk keberadaan karbon dioksida yang dihembuskan
kecuali dihalangi atau tidak sesuai dengan sifat pasien, prosedur,
atau peralatan.
c. Sirkulasi
Untuk memastikan kecukupan fungsi sirkulasi pasien selama anestesi.
1. Setiap pasien yang menerima anestesi harus memiliki
elektrokardiogram (EKG) yang terus-menerus ditampilkan dari
awal anestesi sampai bersiap untuk meninggalkan lokasi
anestesi.
2. Setiap pasien yang menerima anestesi harus memiliki tekanan
darah arteri dan detak jantung yang ditentukan dan dievaluasi
setidaknya setiap lima menit.
3. Setiap pasien yang menerima anestesi umum fungsi peredaran
darah harus terus dievaluasi oleh setidaknya satu dari yang
berikut: palpasi denyut nadi, auskultasi bunyi jantung,
4
pemantauan tracing of intra-arterial pressure, ultrasound
peripheral pulse, atau pulse plethysmography atau oximetri.
d. Suhu tubuh
Untuk membantu dalam pemeliharaan suhu tubuh yang tepat selama
semua anestesi. Setiap pasien yang menerima anestesi harus dipantau
suhunya ketika perubahan suhu tubuh yang signifikan dimaksudkan,
diantisipasi atau dicurigai.
5
1. Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan sirkulasi
sering terjadi selama anestesi. Pemantauan frekuensi dan irama nadi dapat
dilakukan dengan mudah, misalnya dengan meraba arteri temporalis, arteri
radialis, arteri femoralis atau arteri karotis. Dengan meraba nadi, kita
mendapat informasi tentang kuat lemahnya denyut nadi, teratur tidaknya
irama nadi, frekuensi denyut nadi. Monitoring nadi secara kontinyu dapat
dilakukan dengan peralatan elektronik seperti elektrokardiogram (EKG)
atau oksimeter yang disertai dengan alarm.
2. Tekanan Darah
Tindakan anestesi umum atau regional adalah indikasi mutlak untuk
dilakukannya pengukuran tekanan darah. Teknik dan macam pengukuran
tekanan darah tersebut sangat bergantung pada kondisi pasien dan jenis
tindakan pembedahan. Pada banyak kasus, pengukuran setiap 3 sampai 5
menit dengan cara auskultasi dianggap sudah memenuhi syarat. Tetapi
dalam kasus pasien dengan kegemukan, pasien anak, atau pasien syok, akan
lebih baik menggunakan teknik Doppler atau oskilometer. Pengukuran
harus dihindari pada anggota gerak tubuh dengan abnormalitas (misalnya
dialysis shunts) atau dengan jalur intravena.
6
darah yang terbaca akan lebih tinggi dari seharusnya dan begitu pula
sebaliknya. Dianjurkan lebar manset adalah 2/3 panjang lengan atau 20% -
50% lebih besar dari diameter lengan. Monitoring tekanan darah dapat
dipantau secara invasif dan non invasif.
a. Non Invasif
o Metode palpasi.
Sebelum melakukan pengukuran, kita harus menentukan terlebih dahulu
denyut arteri perifer yang dapat dirasakan. Setelah itu, kita kembangkan kaf
sampai denyut nadi tidak teraba. Perlahan-lahan kaf kita kempeskan sampai
teraba kembali denyut nadi. Tekanan sistolik terbaca saat arteri terasa
berdenyut untuk pertama kali. Tetapi oleh karena ketidaksensitifan
perabaan kita dan adanya perbedaan waktu antara aliran dibawah kaf dan
pulsasi pada sebelah distal, maka kita tidak dapat menentukan tekanan
diastolik dan tekanan arteri rerata.
o Metode auskultasi
Teknik yang digunakan pada metode Korotkoff atau auskultasi hampir sama
dengan metode palpasi, hanya ditambah stetoskop yang ditempatkan di
sekitar arteri brakialis. Tekanan sistolik ditunjukkan saat pertama kali bunyi
nadi terdengar dan tekanan diastolik adalah saat bunyi tersebut menghilang.
Bunyi Korotkoff biasanya sulit didengarkan jika terjadi keadaan hipotensi
atau vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
o Metode Doppler
Metode ini sangat baik digunakan pada pasien dengan kegemukan, pasien
anak-anak atau pasien yang dalam keadaan syok. Prinsip dari alat ini adalah
pulsasi dari dinding arteri atau pergerakan darah yang melalui suatu
transduser memancarkan suatu gelombang ultrasonik. Mula-mula kaf
dipompa sampai melewati batas tekanan sistolik. Perlahan-lahan kaf
dikempeskan dan setelah melalui batas tekanan sistolik, dinding arteri akan
berpulsasi dan akan diteruskan melalui transduser. Penempatan probe harus
7
tepat diatas arteri. Pada metode Doppler, tekanan yang dapat diukur
hanyalah tekanan sistolik saja.
Gambar . Probe Doppler harus selalu tepat di atas arteri agar pengukuran
tekanan darah akurat.
o Oskilometer
Pulsasi arteri akan menyebabkan oskilasi pada tekanan kaf. Oskilasi ini
kecil apabila kaf dikembangkan diatas tekanan sistolik. Saat tekanan kaf
turun sampai tekanan sistolik, pulsasi akan dihantarkan ke seluruh kaf dan
oskilasi akan meningkat. Oskilasi maksimal terjadi saat mencapai tekanan
arteri rerata, setelah itu akan turun kembali. Monitor tekanan darah
elektronik akan secara otomatis mencatat perubahan gelombang oskilasi ini.
Monitor oskilometer sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang menjalani
pembedahan bypass kardiovaskuler. Sampai sekarang ini, peralatan
oskilometer ini masih terus dikembangkan, dan di Amerika Serikat menjadi
pilihan dalam pemantauan tekanan darah noninvasif.
8
Gambar 2. Gambaran perubahan gelombang pada oskilometer
b. Invasif
o Kateterisasi arteri
Indikasi dari pemantauan tekanan darah dengan menggunakan kateterisasi
arteri adalah tindakan anestesi dengan hipotensi buatan, antisipasi pada
tindakan pembedahan dengan perubahan tekanan darah yang cepat,
tindakan pembedahan yang memerlukan pemantauan tekanan darah dengan
tepat secara cepat dan pemantauan analisa gas darah secara berkala selama
tindakan pembedahan. Tindakan kateterisasi arteri ini dikontraindikasikan
pada pembuluh darah yang tidak terdapat kolateral atau pada pasien yang
sebelumnya dicurigai adanya insufisiensi pembuluh darah pada anggota
gerak tubuh (misalnya Raynaud’s phenomenon).
9
Gambar . Cara melakukan kanulasi arteri radialis.
o Kateterisasi vena sentral
Indikasi dari kateterisasi vena sentral adalah untuk pemantauan tekanan
vena sentral pada penatalaksanaan cairan pada keadaan hipovolemi dan
syok, infus nutrisi parenteral dan obat-obatan, aspirasi emboli udara, insersi
transcutaneous pacing leads, dan pada pasien dengan akses vena perifer
yang tidak baik.
Kontraindikasi dari kateterisasi vena sentral termasuk didalamnya adalah
penyebaran sel tumor ginjal yang masuk ke atrium kanan atau fungating
tricuspid valve vegetations. Kontraindikasi lainnya adalah yang
berhubungan dengan tempat kanulasi. Sebagai contoh kanulasi vena
jugularis interna dikontraindikasikan (relatif) pada pasien yang
mendapatkan terapi antikoagulan atau yang pernah dilakukan ipsilateral
carotid endarterectomy, oleh karena kemungkinan terjadinya penusukan
arteri karotis yang tidak disengaja.
Komplikasi yang dapat terjadi selama tindakan kanulasi vena sentral
termasuk didalamnya adalah infeksi, emboli udara atau trombus, disritmia
(jika ujung kateter masuk ke atrium kanan atau ventrikel), hematom,
10
pneumotoraks, hidrotoraks, chylothorax, perforasi jantung, tamponade
jantung, trauma pembuluh darah atau nervus dan trombosis. Komplikasi ini
dapat terjadi bila kita tidak menggunakan teknik yang benar.
3. Elektrokardiografi
Semua pasien yang menjalani anestesi harus selalu dipantau
gambaran elektrokardiogramnya. Tidak ada kontraindikasi dalam
pelaksanaan tindakan ini. Gambaran EKG menunjukkan aktivitas listrik
dari jantung. Selama tindakan anestesi, EKG dipakai untuk pemantauan
kejadian disritmia kordis, iskemia miokard, perubahan elektrolit, henti
jantung dan aktivitas alat pacu jantung. Besarnya gambaran gelombang
yang muncul, akan berkurang dengan peningkatan ketebalan dinding dada
atau elektroda yang digunakan tidak baik. Gambaran ini juga dapat
dipengaruhi oleh aktivitas peralatan listrik (misalnya elektro kauter) yang
digunakan selama tindakan pembedahan.
Dalam EKG, potensial listrik yang diukur adalah kecil, sehingga artefak
merupakan masalah yang sering timbul. Pergerakan dari pasien atau kabel
lead, penggunaan elektrokauter, 60-cycle interference dan elektroda yang
kualitasnya tidak baik akan dapat memberikan gambaran seperti disritmia.
11
Gambar . Konfigurasi penempatan 3 lead EKG pada pasien.
2. Stetoskop
Dengan stetoskop prekordial atau esophageal dapat didengar suara
pernapasan. Informasi yang didapatkan pada penggunaan baik itu stetoskop
prekordial atau esophageal adalah konfirmasi tentang ventilasi, kualitas
suara napas (misalnya wheezing), keteraturan dari denyut nadi dan kualitas
dari irama jantung.
12
a. Stetoskop prekordial: terbuat dari metal, sangat berat dan berbentuk seperti
bel. Stetoskop ini diletakkan di atas dada atau pada suprasternal notch.
Meskipun berat disini bertujuan untuk mempertahankan posisinya saat
dipasang, tetapi masih diperlukan perekat dua sisi untuk lebih memperkuat,
disamping untuk memperjelas suara yang keluar.
Stetoskop ini dihubungkan dengan menggunakan extension tubing ke
telinga dokter anestesi, dan dapat memantau keadaan pasien dan lingkungan
kamar operasi secara bersama-sama. Komplikasi yang dapat timbul dari
penggunaan alat ini adalah reaksi alergi pada kulit, abrasi kulit dan rasa sakit
saat pelepasan stetoskop dari tubuh pasien.
3. Oksimetri denyut
Oksimetri denyut menghitung laju denyut dan mengestimasi saturasi
oksigen hemoglobin (SpO2) secara non invasif dan kontinyu. Saturasi
oksigen hemoglobin berhubungan dengan ketegangan oksigen (tekanan
parsial/ mmHg) pada kurva disosiasi oksihemoglobin.
13
Gambar . Kurva Disosiatif Oksihemoglobin
14
4. Kapnometer
Kapnometer adalah alat non invasif untuk mengukur kadar CO2 pada satu
siklus respirasi di dalam sirkuit napas. Alat ini menggambarkan kadar CO2
pada fase inspirasi dan ekspirasi serta menunjukkan kadar CO2 pada akhir
ekspirasi (End Tidal CO2 / ETCO2). Pengukuran kadar CO2 dalam sirkuit
nafas ini berguna untuk menilai ventilasi yang adekuat, deteksi intubasi
esofageal, diskoneksi sirkuit nafas atau ventilator, problem sirkulasi dan
deteksi hipertermia maligna.
Kapnografi adalah pemeriksaan gold standard pada intubasi esofageal,
dimana tidak ada atau sangat kecil CO2 terdeteksi bila dilakukannya
pemasangan intubasi esofageal. Peningkatan tekanan intrakranial dengan
menurunkan PaCO2 dapat dengan mudah dipantau dengan menggunakan
analisa ETCO2.
15
5. Monitoring Konsentrasi Oksigen Inspirasi
Setiap anestesi umum menggunakan mesin anestesi, konsentrasi oksigen
pada sistem pernapasan pasien harus diukur oleh oxygen analyzer dengan
alarm konsentrasi oksigen ketika rendah.
Gambar. Termistor
Dilakukan pada bedah lama atau pada bayi dan anak kecil. Pengukuran suhu
sangat penting pada anak terutama bayi, karena bayi mudah sekali
kehilangan panas secara radiasi, konveksi, evaporasi dan konduksi, dengan
konsekuensi depresi otot jantung, hipoksia, asidosis, pulih anestesia lambat.
d) Monitoring Cairan
1. Cairan infus
Cairan yang masuk sebelum, saat dan sesudah pembedahan haruslah
dipantau agar pasien tidak mengalami dehidrasi. Penghitungan cairan, jenis
cairan resusitasi dan rumatan serta pemilihan cairan kristaloid dan koloid
diperhatikan sesuai indikasi yang dibutuhkan pasien.
16
Tabel . Perbedaan cairan kristaloid dan koloid
SIFAT KRISTALOID KOLOID
Berat molekul Lebih kecil Lebih besar
Distribusi Lebih cepat Lebih lama di dalam
sirkulasi
Faal hemostasis Tidak pengaruh Mengganggu faal
hemostasis
Penggunaan Pergantian cairan pada Pada perdarahan masif
dehidrasi &
perdarahan
Koreksi perdarahan Diberikan 2-3x dari Diberikan sesuai
jumlah perdarahan dengan jumlah
perdarahan
2. Darah
Pada operasi besar, biasanya pasien menyediakan sediaan darah untuk
operasi. Setiap transfusi darah harus dilakukan atas dasar indikasi,
pemilihan dan jenis volume darah atau komponen darah serta waktu
transfusi yang tepat.
17
3. Urin
Dalam tindakan anestesi pemantauan produksi urin menjadi hal yang
penting. Produksi urin menggambarkan fungsi sistem urogenital dan secara
tidak langsung menunjukkan keadaan curah jantung, volume intravaskuler
dan aliran darah ke ginjal.
Indikasi untuk dilakukan pemasangan kateter urin adalah pada pasien
dengan penyakit jantung kongestif, gagal ginjal, penyakit hati lanjut, atau
pasien syok. Selain itu kateterisasi urin merupakan tindakan yang rutin
dilakukan pada pembedahan jantung, bedah aorta atau pembuluh darah
ginjal, kraniotomi, bedah abdomen mayor, pembedahan dengan waktu lama
dan pembedahan yang kemungkinan memerlukan cairan yang banyak serta
pemberian obat diuretika selama pembedahan.
Jumlah urin yang keluar menggambarkan fungsi dan perfusi dari ginjal.
Semua ini adalah peunjuk keadaan fungsi ginjal, kardiovaskular dan volume
cairan. Urin yang keluar dianggap baik apabila volumenya lebih atau sama
dengan 0,5 ml/kgBB/jam, dan bila kurang dari jumlah tersebut perlu
mendapatkan perhatian.
4. Perdarahan
Dalam tindakan pembedahan besar, kehilangan darah menjadi masalah
yang penting. Selama tindakan anestesi dan pembedahan, kita harus
menghitung jumlah perdarahan, baik itu dari tabung suction, dari kassa
operasi yang mengandung darah, dari kain penutup pasien, dari baju ahli
bedah, maupun dari darah yang mungkin ada di lantai. Pada anak-anak atau
bayi, jumlah perdarahan sedikit sudah dapat mengakibatkan anemia.
18
II.3 Pencatatan Monitoring Anestesi
Hasil monitoring anestesi selama pembedahan dicatat pada lembar
monitoring anestesi.
19
BAB III
KESIMPULAN
20