Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu bentuk organisasi yang unik dan

komplek, dan mempunyai sifat serta ciri dan fungsi khusus karena di

dalamnya terdapat berbagai macam profesi yang terlibat untuk

menghasilkan produk jasa pelayanan medis maka dalam

perkembangannya baik ilmu dan teknologi harus dapat melihat berbagai

aspek yang dapat mempengaruhi organisasi dalam memberikan

pelayanan kesehatan.1

Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia perlu terus

ditingkatkan sehingga dapat sejajar dengan mutu layanan rumah sakit di

negara – negara maju lainnya. Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan

tersebut, setiap 3 (tiga) tahun sekali rumah sakit wajib mengikuti akreditasi

rumah sakit sesuai ketentuan Undang -Undang Rumah Sakit Nomor 44

Tahun 2009, pasal 40. Salah satu penilaian Standar Akreditasi Versi 2012

dilakukan survei pada Kelompok Standar Berfokus Pada Pasien tentang

Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB) dimana salah satu penilaiannya

meliputi ketersediaan dan kepatuhan Standar Prosedur Operasioanal

misalnya inform consent dan clinical pathway.6

Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu

kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Pendekatan mutu

paripurna berorientasi pada kepuasan pelanggan menjadi strategi utama

bagi organisasi pelayanan kesehatan (rumah sakit) di Indonesia agar tetap

eksis di tengah persaingan global yang semakin ketat.2

1
2

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu

pelayanan maka fungsi pelayanan rumah sakit secara bertahap perlu

ditingkatkan agar menjadi lebih efisien. Peningkatan pelayanan rumah

sakit cenderung mengakibatkan kenaikan biaya dalam penanganan

masalah kesehatan baik secara kasus per kasus maupun secara umum

sehingga mengarah makin banyaknya biaya yang digunakan.

Rumah sakit sebagai penyelenggara layanan kesehatan

mempunyai beban tersendiri untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu dan adil bagi masyarakat. Hal ini mendorong seluruh

elemen, baik pihak rumah sakit maupun stakeholder untuk menghitung

secara riil berapa biaya pelayanan yang dibutuhkan sehingga bisa menjadi

alat advokasi dalam pembiayaan pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan

yang diberikan oleh rumah sakit harus bermutu lebih baik, penanganan

pasien lebih cepat, harga relatif murah dan bermanfaat.

Dalam era BPJS telah diatur hubungan kerjasama antara BPJS

dan Pemberi Pelayanan Kesehatan telah diatur secara jelas dalam UU No.

71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN. Dalam Undang-

Undang di atas telah diatur juga mengenai mekanisme pembayaran dari

BPJS kepada PPK yaitu melalui Sistem Pembayaran berdasarkan INA-

CBG’s untuk rumah sakit.5 Untuk itu perlu diketahui beberapa faktor yang

diasumsikan terkait erat dengan biaya layanan rumah sakit seperti biaya

rata – rata layanan yang dapat diukur dengan biaya per – hari rawat,

jumlah tempat tidur yang terpasang, jenis penderita menurut klasifikasi

diagnosis, derajat beratnya penyakit yang dapat diukur dengan jumlah

operasi yang dilakukan, tingkat efisiensi layanan, dan lain – lain.

Hubungan kerjasama tersebut haruslah bersifat saling menguntungkan

kedua belah pihak.


3

RSUD Kajen terletak di ibukota Kab. Pekalongan, berdiri sejak

tahun 2005. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 264/Men.Kes./SK/III/2008 RSUD Kajen ditetapkan

sebagai Rumah Sakit tipe C dengan visi rumah sakit “Rumah Sakit dengan

pelayanan yang bermutu dan beorientasi pada keselamatan pasien”.

RSUD Kajen dalam pelayanannya menyediakan 10 poliklinik pelayanan

rawat jalan dan 13 jenis pelayanan salah satunya adalah pelayanan

operasi.

Pada tabel 1.1 dapat dilihat jumlah tindakan bedah di RSUD Kajen

dari tahun 2012 – 2015.

Tabel 1.1 Tindakan Bedah Di RSUD Kajen

No Jenis Tindakan Jumlah


Bedah 2012 2013 2014 2015
1. SC/ MOW 443 819 856 938
2. Hernia 54 128 120 100
3. Katarak/ Eviserasi 163 217 200 90
4. TUR-P/ BPH 80 140 145 80
5. Tonsil/ CWL 77 125 130 100
6. Laparatomy/ 60 111 120 90
Histerektomy
7. Fractur 88 104 100 90
8. Appendix 15 21 25 20
9. Hemoroid 10 11 10 9
10. Open WSD 11 27 30 20
Jumlah 1.001 1.703 1.736 1.537
Sumber : Data Rekam Medis RSUD Kajen Tahun 2012 – 2014

Dari tabel 1.1 dapat dilihat jumlah layanan tindakan tonsilektomi

tahun 2012 – 2015 menempati posisi 5 teratas. Berdasarkan data tahun

2012 – 2015 di RSUD Kajen, jumlah tindakan tonsilektomi tanpa

membedakan jenis tonsilektomi mengalami peningkatan yaitu 77 tindakan

pada tahun 2012, 125 tindakan pada tahun 2013, 130 tindakan pada tahun

2014, dan 100 tindakan pada tahun 2015.

Analisis biaya merupakan salah satu kegiatan dalam sistem

akuntansi yang bertujuan untuk mengevaluasi perubahan suatu biaya


4

terhadap perubahan suatu pendapatan. Informasi akuntansi mengenai

biaya yang sudah dianalisis dapat digunakan oleh para manajer sebagai

alat untuk perencanaan (planning) dan pengendalian (controlling) serta

membantu pengambilan keputusan di masa depan.3 Pengetahuan

tentang analisis biaya layanan kesehatan di rumah sakit adalah

salah satu hal pokok yang harus diketahui pimpinan rumah sakit dalam

rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan.

Tujuannya untuk mendapatkan informasi tentang total biaya rumah sakit,

sumber pembiayaan serta komponennya, mendapatkan informasi

tentang biaya satuan layanan kesehatan rumah sakit, untuk dapat

menggunakan biaya satuan sebagai salah satu informasi dalam

menentukan metode pemulihan biaya (cost recovery) dan metode

penetapan tarif layanan rumah sakit.4 Selain itu juga dengan analisis

biaya masyarakatpun dapat diinformasikan tentang besar biaya yang

diperlukan untuk pelayanan rumah sakit yang mereka terima.

Prinsip analisis biaya di rumah sakit adalah menghitung biaya

yang telah dikeluarkan selama satu tahun di setiap unit – unit fungsional

yang ada di rumah sakit bersangkutan, meliputi semua biaya investasi,

biaya operasional dan biaya pemeliharaan. Jumlah biaya – biaya di setiap

unit akan mengambarkan biaya total di rumah sakit bersangkutan. Hasil

analisis semacam ini akan menghasilkan peta biaya di setiap unit dan di

seluruh rumah sakit. Dengan menggunakan analisis biaya yang bertujuan

menghitung biaya satuan, maka diperlukan langkah mendistribusikan

semua biaya yang dikeluarkan di unit penunjang ke unit – unit produksi.5

Tarif operasi pada RSUD Kajen yang dibebankan pada pasien

umum saat ini dibuat berdasarkan perhitungan biaya operasional yang


5

terjadi seperti biaya jasa medis, bahan habis pakai, obat – obatan, kelas

perawatan, dan sewa kamar operasi tetapi belum menghitung seluruh

komponen biaya yang terlibat untuk tindakan bedah tonsilektomi.

Pembuatan tarif operasi ini belum memperhitungkan biaya – biaya yang

tidak langsung yang ikut dalam tindakan operasi seperti biaya alat medis,

alat non medis, gedung untuk tindakan dan lain – lain. Mengacu pada

Perda Nomor 1 Tahun 2009, untuk tindakan tonsilektomi RSUD Kajen

berdasarkan telusur di rawat inap biaya penanganan tonsilektomi adalah

Rp 2.415.500,00 untuk kelas 3 sedangkan untuk klaim BPJS tindakan

tonsilektomi sebesar Rp 1.767.900,00, dalam hal ini masih ada selisih

biaya antara besaran biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk

penanganan tonsilektomi dengan besarnya klaim dari BPJS.

Di kalangan tenaga kesehatan secara umum masih ada yang

beranggapan bahwa pembatasan biaya merupakan pembatasan

terhadap otonomi profesi dalam pelayanan kesehatan, sehingga hal

tersebut mengakibatkan perhatian pada upaya untuk meningkatkan

efisiensi biaya tidak optimal. Hal ini karena dalam menjalankan

profesinya, harus mematuhi dan menerapkan standar profesi dalam

memilih alternatif untuk melakukan tindakan medis dan juga harus

menghormati hak pasien untuk memutuskan tindakan yang akan

dilakukan karena keputusan pengobatan terletak pada persetujuan

pasien.9

Dalam pelaksanaannya, operasi tonsilektomi merupakan 5 besar

tindakan bedah terbanyak seharusnya menggunakan Clinical Pathways

dimana Clinical Pathways merupakan suatu konsep perencanaan

pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan

kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan


6

keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam

jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.10

Identifikasi aktivitas penanganan tonsilektomi bermanfaat untuk

menentukan model dalam melakukan analisis terhadap biaya

penanganan tonsilektomi. Hasil analisis biaya akan bisa menentukan

besarnya biaya yang muncul selama proses penanganan tonsilektomi,

sehingga Rumah Sakit akan dapat mengambil langkah lanjutan untuk

mengantisipasi masalah pendanaan penanganan tonsilektomi tersebut.

Analisis biaya dengan cara menelusuri aktivitas sebagai penyebab biaya

inilah dalam akuntansi biaya dikenal sebagai analisis biaya dengan

metode Activity Based Costing (ABC). Untuk dapat menentukan besar

koefisien efektivitas dan efisiensi pelayanan diperlukan sebuah

penghitungan secara matang terhadap unit cost berbasis clinical

pathways dengan medote analisis biaya berdasarkan Activity Based

Costing.

Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang perhitungan unit cost

berbasis clinical pathway dengan metode activity based costing terhadap

operasi tonsilektomi di pelayanan isntalasi bedah sentral RSUD Kajen

yang selanjutnya dapat dibandingkan dengan besaran real cost sehingga

dapat menjadi rekomednasi kepada seluruh stakeholder.

B. Rumusan Masalah

Dari hasil studi pendahuluan di RSUD Kajen, jumlah layanan

tindakan tonsilektomi tahun 2012 – 2015 menempati posisi 5 teratas.

Berdasarkan data tahun 2012 – 2015 di RSUD Kajen, jumlah tindakan

tonsilektomi tanpa membedakan jenis tonsilektomi mengalami

peningkatan yaitu 77 tindakan pada tahun 2012, 125 tindakan pada tahun

2013, 130 tindakan pada tahun 2014, dan 100 tindakan pada tahun 2015.
7

Dari segi pembiayaan, mengacu pada Perda Nomor 1 Tahun

2009, untuk tindakan tonsilektomi RSUD Kajen berdasarkan telusur di

rawat inap biaya penanganan tonsilektomi adalah Rp 2.415.500,00 untuk

kelas 3 sedangkan untuk klaim BPJS tindakan tonsilektomi sebesar Rp

1.767.900,00. Hasil ini menunjukkan masih ada selisih biaya antara

besaran biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk penanganan

tonsilektomi dengan besarnya klaim dari BPJS.

Berikutnya adalah dalam pelaksanaan operasi tonsilektomi

seharusnya menggunakan Clinical Pathways karena kasus tonsilektomi

sering ditemui, menempati posisi 5 teratas, dan biayanya tinggi. Dimana

Clinical Pathways merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan

terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien

berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang

berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu

selama di rumah sakit. Untuk dapat menentukan besar koefisien

efektivitas dan efisiensi pelayanan diperlukan sebuah penghitungan

secara matang terhadap unit cost berbasis clinical pathways dengan

medote analisis biaya berdasarkan Activity Based Costing.

Dari uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan

perancangan serta uji coba penerapan dokumen Clinical Pathways dan

analisis biaya dengan metode activity based costing apakah biaya yang

dibebankan pada pasien tonsilektomi sudah dapat menutupi seluruh

biaya dalam layanan tindakan bedah tersebut dan apakah biaya tersebut

sudah efisien dan efektif dalam layanan tindakan tonsilektomi.

C. Pertanyaan Penelitian
8

Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka

dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana perancangan serta uji coba penerapan dokumen

Clinical Pathways dan berapa biaya satuan (unit cost) yang dihitung

dengan metode activity based costing untuk tindakan tonsilektomi di

RSUD Kajen?

D. Tujuan Penelitan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran besaran biaya satuan layanan tindakan

tonsilektomi dengan metode activity based costing berbasis clinical

pathway di RSUD Kajen sebagai dasar pengendalian biaya.

2. Tujuan Khusus

a. Membuat rancangan dokumen Clinical Pathways untuk tindakan

bedah tonsilektomi di kamar bedah RSUD Kajen.

b. Melakukan uji coba penerapan dokumen Clinical Pathways untuk

tindakan tonsilektomi dan memantau kepatuhan penerapan

dokumen clinical pathway.

c. Menghitung unit cost tindakan tonsilektomi dengan menggunakan

metode activity based costing di RSUD Kajen.

d. Mengetahui perbedaan hasil perhitungan unit cost tindakan

tonsilektomi berdasarkan metode activity based costing dengan

real cost yang diterapkan di RSUD Kajen.

e. Memberikan masukan kepada pihak rumah sakit mengenai unit

cost berbasis clinical pathway untuk tindakan tonsilektomi di

kamar bedah RSUD Kajen.

E. Manfaat Penelitian
9

1. Bagi Rumah Sakit

Diperoleh dokumen Clinical Pathways untuk tindakan

tonsilektomi serta gambaran besaran biaya satuan aktual

dari tindakan tonsilektomi akut pada kamar operasi yang

dapat digunakan untuk perencanaan dan penentuan tarif negosiasi

dengan pihak yang bekerjasama dengan rumah sakit juga dapat

digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan

kesehatan terutama layanan tindakan bedah di kamar operasi.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diperoleh gambaran untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan tanpa menurunkan mutu pelayanan yang diberikan.

3. Bagi Peneliti

Memperoleh kesempatan menambah pengetahuan dan

pengalaman untuk dapat menerapkan ilmu tentang unit cost yang

didapat pada studi di UNDIP dan berharap semoga berguna bagi

tempat penelitian.

4. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan

bagi penelitian di tempat lain atau dapat digunakan sebagai bahan

masukan untuk penelitian mengenai analisis biaya satuan layanan

tindakan bedah.

F. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian dapat ditunjukkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Keaslian penelitian


10

Nama Peneliti dan Metode dan


Hasil Penelitian
Judul Penelitian Variabel
Prasetya A (2009) Jenis penelitian Treatment tindakan
2012 adalah kualitatif dan operasi lensa diagnose
Analisis Cost Of kuantitatif dengan katarak didapatkan
Treatment Tindakan rancangan cross sebesar minimal Rp.
Operasi Lensa sectional 1.596.956,26 dan
Diagnosis Katarak maksimal sebesar Rp.
berdasarkan Clinical 2.240.390,98
Pathway di RSUD
Tarakan dan RSUD
Budhi Asih Tahun
2008
Fika Sastramaya Penelitian ini Adanya perbedaan
Khayan (2009) merupakan pengelompokkan kanker
Analisis kuantitatif yaitu payudara menurut AR
Perbandingan metode analisis DRG. Tarif MRM
Penetapan Cost Of biaya, dan kualitatif berdasarkan perhitungan
Treatment Berbasis melalui Cost treatment berbasis
Clinical Pathway dan pengambilan data clinical pathway lebih
Tarif Ina DRG dengan tinggi daripada yang
Depkes Kasus crosssectional ditetapkan Ina DRG
Kanker Payudara Depkes
dengan Tindakan
Bedah MRM dan
Kemoterapi FAC di
RS Kanker
Dharmais Tahun
2008

Penelitian ini belum pernah dilakukan dan dipublikasikan oleh

peneliti sebelumnya. Belum ada yang meneliti di RSUD Kajen tentang

analisis gambaran biaya di kamar operasi untuk tindakan bedah

tonsilektomi dan besaran biaya satuan layanan untuk tindakan bedah

tonsilektomi selain itu penelitian sebelumnya juga belum menggunakan

clinical pathways.

G. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup waktu

Waktu penelitian pada bulan Maret hingga Desember 2015.

2. Ruang Lingkup Tempat

Tempat penelitian adalah unit kamar operasi di RSUD Kajen.


11

3. Ruang Lingkup Materi

Materi yang akan diteliti adalah analisis gambaran biaya di

kamar operasi untuk tindakan operasi tonsilektomi dan besaran biaya

satuan layanan untuk tindakan operasi tonsilektomi di RSUD Kajen

dengan metode activity based costing, untuk mendapatkan biaya

satuan (unit cost) tindakan operasi tonsilektomi.

Anda mungkin juga menyukai