Anda di halaman 1dari 60

Accelerat ing t he world's research.

INOVASI PELAYANAN
LABORATORIUM PATOLOGY
KLINIK RUMAH SAKIT ERA BPJS
tanto tanto

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

LABORAT ORIUM RUMAH SAKIT MEMBANGUN KEUNGGULAN BERSAING (KOMPET IT IVE ADVAN…
t ant o t ant o

laporan workshop manajemen st andarisasi laborat orium gmp


Heru Cahyono

ANALISIS ST RAT EGI DIST RIBUT OR FARMASI DENGAN PENDEKATAN BLUE OCEAN ST RAT EGY DAN BAL…
Hart ant o t ant o
INOVASI PELAYANAN LABORATORIUM PATOLOGY KLINIK RUMAH SAKIT

ERA BPJS

Oleh : Hartanto

ABSTRAK

Industri Kesehatan di Indonesia memasuki era Universal Health Coverage (UHC)


dengan berlakunya Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai 1 Januari 2014 melalui sistem
Managed Care meliputi pengobatan rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit
melalui system INA-CBGs. INA-CBGs adalah sistem pengelompokan berdasarkan
ciri klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan Casemix-
DRG (Diagnosis Related Group) dengan menggunakan Clinical pathway based yaitu
ICD-10 (International Classification Deaseas) untuk diagnosa 14.500 kode dan ICD–
9CM Untuk prosedur/tindakan 7.500 kode. Dalam mengimplementasikan Sistem
INA-CGBs Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan perlu menyusun
langkah pelayanan yang lebih detail berdasarkan Clinical pathway yaitu suatu
pemetaan mengenai tindakan klinis untuk diagnosis tertentu dalam waktu tertentu,
yang mendokumentasikan clinical practice terbaik mulai dari pasien masuk sampai
pasien pulang, yang merupakan integrasi pelayanan medis, pelayanan keperawatan,
pelayanan farmasi, laboratorium dan pelayanan kesehatan lain. Clinical pathway
yang diterapkan dengan baik dapat menjadi alat kendali mutu (quality assurance)
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Hal ini dimungkinkan karena biaya-costing
yang dikeluarkan dari pemberi pelayanan kepada pasien dapat dihitung
berdasarkan clinical pathway dan selaras dengan tarif INA CBGs yang telah
ditetapkan (casemix-coding-costing), sehingga bila biaya pelayanan yang diberikan
kepada pasien melebihi tarif INA CBGs maka rumah sakit dapat segera
mengupayakan efisisensi, tanpa perlu melakukan Fraud. Clinical Pathway bisa
digunakan sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaian risiko penilaian
risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan laten (latent/ system
errors) maupun nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical
Risk Management) dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan
keselamatan pasien (patient safety).
Pada Terapi berbasis bukti (Evidance Based Medicine) Laboratorium klinik
merupakan bagian penting dari industri Kesehatan dengan 80% lebih diagnosis
dokter di Rumah Sakit Pemerintah adalah hasil dari tes laboratorium. Guna
menjalankan pemeriksaan Laboratorium berdasarkan Expertise laboratory practice
dan menuju pemenuhan akreditasi (qualified Quality Assurance) Laboratorium
klinik Rumah Sakit Pemerintah membutuhkan infrastruktur yang mendukung
meliputi; Pemilihan/penentuan Diagnstic Analyzer yang dedicated, Laboratroy
Information system-Midle ware yang mampu mengakomodir ICD-10, Integrated
Queing Managemen system, Registration and Billing, Fully barcoding, Specimen and
sample handling, Quality control WHO standard, Jaminan pemantapan mutu
internal dan external, Jaminan supply ketersediaan ragensia, Jaminan(free-no charge)
berupa ketersediaan suku cadang, Penyediaan back up unit, Teknisi on call 1 x 24 jam
dan Service maintenance berkala, kalibrasi alat-diagnostic dan up grade system
sesuai dengan kemajuan technology pemeriksaan Laboratorium dan selanjutnya
untuk dapat menjamin kesinambungan pelayanan, Instalasi Laboratorium Klinik
Rumah perlu membuat analisis tinjauan besaran costing per unit cost yang sesuai
dengan beban biaya pengeluaran dengan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu
1. Investment cost meliputi Gedung-Ruangan Laboratorium, Instrument
Diagnostic Automation Analyzer, sarana penunjang seperti phlebotomy
collection system, transport tube, Laboratory Information System, Instrument
non diagnostic seperti Centrifugasi, microscopis.
2. Operating cost, meliputi Direct cost mencakup tindakan yang dilakukan dan
peralatan diagnostic yang digunakan, reagensia dan consumable. Semakin
sulit tindakan dan semakin canggih peralatan, maka tarif pelayanan
kesehatan tersebut umumnya lebih tinggi. Indirect cost meliputi
pemeliharaan bangunan-Ruangan Laboratorium, AC dan Maintenance
instrument berkala, kalibrasi, listrik dan air.
3. Developing cost meliputi pemeriksaan pengembangan, Biomolekuler,
Pemantapan Mutu Internal dan external.
4. Weight Average Cost of Capital yaitu Beban belanja modal yang dipengaruhi
oleh Nilai waktu dan uang.
5. Jangka waktu BEP (break event point), RoI (Return on Investment),
Depreciation-Amortisation Period yang berkorelasi pada lama nya waktu.
Untuk melakukan revitalisasi sarana dan prasarana Laboratorium Rumah Sakit
sesuai dengan kemajuan teknology Rumah Sakit Pemerintah dihadapkan pada
kendala, khususnya permasalahan anggaran jika mengandalkan sumber pendanaan
pada APBN atau APBD, sedangkan ketersediaan anggaran sebagai Badan Layanan
Umum (BLU) juga sangat terbatas /belum mencukupi, disamping itu juga bahwa
kemajuan technology auto-analyzer diagnostic pemeriksaan Laboratorium klinik
saat ini sangat pesat sekali, sehingga technology pemeriksaan pada 5 (lima) tahun
yang lalu, pada saat ini sudah dirasa sudah tertinggal. Hal lainya adalah Apabila
Rumah sakit memutuskan investasi peralatan diagnostic laboratorium maka Rumah
Sakit harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit untuk maintenance (free
maintenance guarantee umumnya hanya berlaku 1(satu) tahun sejak instalment),
dan biaya re-kalibrasi. Teknology auto analyzer diagnostic Laboratorium saat ini
masih di dominasi oleh Multi National Corporation seperti Abbot (USA), Roche
(USA), Siemens (Germany), Sysmex (Japan), Randox (UK), Biomeurex (Franch),
Backman (US) dan lain-lain. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 24 tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), secara strategis Rumah
Sakit dalam hal ini telah mempunyai captive market dalam hal jumlah pasien dan
penjamin- jaminan pembayaran dari BPJS. Captive market ini dapat menjadi modal
dan terobosan baru bagi Managemen Rumah Sakit khususnya yang sudah status
Badan Layanan Umum penuh untuk melakukan terobosan, inovasi pelayanan
dengan tidak lagi mengandalkan pada APBN ataupun APBD untuk melakukan
investasi/revitalisasi laboratorium, namun melalui skema Co-Sourching Kerjasama
Operasional (KSO) dengan membuka kesempatan kepada pihak lain (investor)
sehingga tujuan pengembangan, peningkatan kualitas pelayanan dan Inovasi
pelayanan laboratorium dapat tercapai.
Kata Kunci : INAC-BGs, Kerjasama Operasional (KSO), Laboratorium klinik Rumah
Sakit
I. PENDAHULUAN
Laboratorium Klinik adalah bagian integral dari clinical path way di Rumah
Sakit, hampir 80% diagnosis pada terapi berbasis Evidance Based Medicine
adalah hasil dari tes laboratorium. Sebelum berlakunya Undang Undang No
24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan,
Laboratorium Klinik Rumah Sakit merupakan unit kerja di rumah sakit yang
termasuk sebagai pusat pendapatan (Revenue center) rumah sakit, umumnya
Instalasi laboratorium Klinik menempati nomor 2 setelah Instalasi Farmasi.
Instalasi Laboratorium Klinik saat itu dapat menjadi penopang kemandirian
rumah sakit milik pemerintah. Hal ini di mungkinkan karena struktur tariff
pemeriksaan laboratorium berbasis pay for services dimana struktur tariff
pemeriksaan laboratorium terdiri dari komponen jasa medis dan komponen
jasa sarana pemeriksaan. Namun dengan berlakunya BPJS dengan INA-CBGs
saat ini, dimana penjamin (BPJS) membayar kepada Rumah Sakit dalam
bentuk Case-mix maka Instalasi laboratorium Klinik Rumah Sakit tidak
dapat lagi dikatakan sebagai revenue center, melainkan sudah pada posisi
cost center sehingga dibutuhkan perubahan paradigma (mindset) klinisi dan
pemangku kepentingan Laboratorium klinik dalam hal sistem kompensasi
dari sebelumnya berbasis free for servise menjadi sistem remunerasi. Jadi
dalam hal ini dokter-klinisi sudah tidak boleh lagi mempunya persepsi dan
ekspektasi melihat jasa dari satu persatu kasus atau satu persatu tindakan
pemeriksaan/test laboratorium.
Dalam perpektif pelayanan Rumah Sakit yang terintegrasi, Pelayanan
laboratorium klinik merupakan salah satu jenis layanan dalam Clinical
Pathway, dikarenakan fungsi pelayanan laboratorium yang mencakup
skrining, penentuan diagnosis, serta evaluasi terapi, guna menjamin Quality
Assurance, sehingga di dalam proses operasional pelayanan laboratorium
perlu terjamin kesinambungannya (sustainable), perlu menerapkan dan
menyerap kaidah yang ditentukan di dalam program INA-CBGs dalam
format ICD-10 (international Clasification Deases) dan out put hasil yang
diterima oleh klinisi diproses sesuai standar expertise Laboratory practice.
II. PROSES PELAYANAN PEMERIKSAAN DI LABORATORIUM KLINIK
Pelayanan laboratorium klinik, yaitu pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan oleh klinisi (dokter) untuk mendiagnosa, memantau dan
meramalkan penyakit sesorang penderita (pasien). (B.Mulyono, Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret
2007: 93-96). Di luar negeri literasinya dikenal dengan istilah Medical
laboratory, Clinical Laboratory, Pathology and and Laboratory Medicine atau
Clinical Pathology dan selanjutnya di Indonesia lebih familier dengan istilah
Laboratorium klinik atau Patologi klinik yang di gunakan di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) di bawah sub-ordinat Kementrian Kesehatan.

Pelayanan laboratorium klinik dalam terapi berbasis evidence base medicine


adalah sangat penting untuk perawatan pasien, oleh karena itu pelayanan
laboratorium klinik harus mampu dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan
semua klinisi dan pasien dan selanjutnya penatalaksana Laboratorium klinik
bertanggung jawab untuk perawatan pasien. Pelayanan tersebut meliputi
pengaturan permintaan, persiapan pasien, identifikasi pasien, pengumpulan
specimen klinik, transportasi spesimen klinik, penyimpanan specimen klinik,
pemrosesan dan pemeriksaan spesimen klinik, termasuk urutan validasi,
interpretasi, pelaporan dan saran, dengan mempertimbangkan keselamatan
dan etika dalam pekerjaan laboratorium klinik. Menurut PERMENKES
Nomor 411/Menkes/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik yang
diperbaharui dengan PERMENKES Nomor 43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik, bahwa Proses pelayanan
alur kerja (work flow) laboratorium klinik melalui 3 yaitu tahapan tahap
pra-analitik meliputi kegiatan mempersiapkan pasien, menerima spesimen,
mengambil spesimen, memberi identitas spesimen, menguji mutu air dan
reagensia. Tahap analitik meliputi kegiatan pengolahan spesimen,
pemeliharaan dan kalibrasi peralatan, pelaksanaan pemeriksaan,
pengawasan ketelitian dan ketepatan pemeriksaan dan Tahap pasca/post
analitik meliputi kegiatan pencatatan hasil pemeriksaan, dan pelaporan
hasil pemeriksaan sampai kepada klinisi atau dokter yang melakukan order
pemeriksaan klinik. Jadi apabila kita sakit dan berobat ke Rumah Sakit
setelah identifikasi data demografi pasien, selanjutnya kita akan di layani
oleh dokter atau klinisiuntuk dilakukan pemeriksaan medis, umumnya
dokter akan membutuhkan data pendukung dari Laboratorium untuk
mendukung diagnosis berdasarkan evidence base medicine, selanjutnya
dokter atau klinisi akan meminta-melakukan order pemeriksaan
laboratorium. Dalam proses permintaan ini dapat di ilustrasikan tentang
alur kerja Laboratorium klinik sebagai berikut :
1. Proses Pra analitik
Pada Proses Pra Analitik meliputi permintaan akan pemeriksaan
laboratorium oleh klinisi-dokter, proses persiapan pasien,
pengambilan bahan pemeriksaan (plebotomi), pemilihan
antikoagulansia serta penampung yang sesuai, pengiriman sample ke
laboratorium serta perlakuannya (perlakukan sampel spesimen klinik)
sebelum tiba di laboratorium. Dalam proses ini pada umumnya kondisi
Laboratorium klinik di Rumah Sakit saat ini dapat terdeskribsikan
sebagai berikut :
 Order klinisi masih manual.
 Pendekatan pelayanan melalui Instrumen Laboratorium Satelit,
yang membutuhkan Infrastruktur ruangan, Tenaga analis dan
penambahan Alat diagnostik. (old mindset : Instrument
diagnostic mendekat pada area pelayanan medis).
 Aktifitas phlebotomy dan delivery sample masih manual dengan
menggunakan tenaga perawat atau tenaga lepas (unkualiafied)
yang dapat menurunkan kualitas sampel dan human error.
2. Proses Analitik
Pada Proses analitik meliputi proses persiapan bahan, sentrifugasi,
pemindahan ke kuvet atau tabung penampung lain, pemberian
identifikasi sampel, pemilihan alat, metoda, reagensia, proses
pemantapan kualitas internal dan ekternal serta kompetensi SDM. .
Dalam proses ini pada umumnya kondisi Laboratorium klinik di
Rumah Sakit saat ini dapat terdeskribsikan terdeskripsikan :
 Penggunaan Diagnistik analyzer yang beragam (1 kelompok
pemeriksaan menggunakan lebih dari 1 brand), ini akan
mempengaruhi penggunaan methoda dan jenis reagensia yang
akan berkorealasi dengan tingginya konsumsi reagensia dan bahan
penunjang habis pakai lainya.
 Verifikasi masih manual sehingga akan berkorelasi pada tindakan
pengulangan pemeriksaan, yang juga akan mengakibatkan in-
efesiensi konsumsi reagensia dan bahan penunjang habis pakai
lainya.
3. Proses Post Analitik
Pada Proses Post analitik meliputi perhitungan hasil, penyalinan ke
formulir hasil, pemberian ekspertise, pengiriman hasil pemeriksaan
laboratorium kepada klinisi serta interpretasi terhadap hasil. Dalam
proses ini pada umumnya kondisi Laboratorium klinik di Rumah Sakit
saat ini dapat terdeskribsikan terdeskripsikan :
 Perhitungan hasil masih manual;
 Penyajian hasil masih manual;
 Pengiriman hasil kepada klinisi juga masih manual.
Ilustrasi pelayanan laboratorium Klinik di Rumah Sakit saat ini :
Sumber : Diolah
oleh penulis
berdasarkan
Permenkes No.43
tahun 2013
tentang Cara
Penyelenggaraan
Laboratorium
Klinik yang baik
III. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI LABORATORIUM KLINIK RUMAH
SAKIT ERA BPJS

Berlakunya Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai 1 Januari 2014, melalui system
INA-CBGs, memberikan tantangan tersendiri bagi Managemen Rumah Sakit:
1) Tantangan melakukan kendali mutu, kendali biaya dan akses
sehingga rumah sakit bisa lebih efesien terhadap biaya/costing diagnosis
yang diberikan kepada pasien, tanpa mengurangi mutu pelayanan;
2) Managemen Rumah Sakit pada umumnya belum mengimplementasikan
Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit yang mampunyai coverage
dari mulai front office, Electronic Medical Record (EMR), dan back office
support, sebagaimana yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan
ketentuan di dalam Clinical Pathway sehingga permintaan pemeriksaan
laboratorium oleh klinisi masih manual (belum inline dengan sistem
informasi laboratorium);
3) Managemen Laboratorium klinik Rumah Sakit khusunya Rumah Sakit
pemerintah, pada umumnya belum mengimplementasikan Sistem
Informasi Laboratorium yang mampu mengabsorbsi ICD-10
(International Calssification Deases) di dalam program INA-CBGs untuk
mengoptimalkan kinerja Laboratorium;
4) Pendapatan Rumah Sakit saat ini berdasarkan klaim tarif INAC-BGs
dengan sistem Casemix-DRG (Diagnose related Group) yaitu coding dan
costing dalam suatu konsep Clinical Pathway memberikan tantangan
kepada managemen Rumah sakit khususnya Instalasi Laboratorium
klinik untuk dapat mengelola pelayanan Laboratorium menjadi lebih
efesien dan efektif;
5) Sistem pemeriksaan Laboratorium klinik Rumah Sakit pada umumnya
masih manual/belum terkonsolidasi, hal ini berkorelasi pada aspek
padat kerja namun sangat berisiko terjadinya human error,
tingginya risiko pengulangan dan tingginya konsumsi reagensia
dan bahan medis habis pakai.
6) Tantangan Managemen Rumah Sakit untuk memenuhi Standar kendali
Mutu (Qualified Joint Commision International (JCI) ; KARS-Komitte
Akreditasi Rumah Sakit); sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 44
tentang Rumah Sakit dan Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Nomor HK.02.04/ I/ 2790/ 11
tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan.
7) Tantangan Managemen Laboratorium klinik Rumah Sakit untuk
memenuhi Standar Kendali Mutu (Qualified ISO-15189;2009);
8) Untuk Investasi infrastruktur yang mendukung proses pemeriksaan
Laboratorium berdasarkan expertise Laboratory Practise, Rumah Sakit
dihadapkan pada kendala proses penganggaran dan terbatasnya
anggaran Badan Layanan Umum maupun APBN.
9) Cepatnya perkembangan teknologi Automatisasi- Diagnostic Analyzer
pemeriksaan laboratorium menyebabkan investasi untuk revitalisasi
peralatan Laboratorium sesuai kemajuan teknologi cepat menjadi
usang/ketinggalan.
10) Pada umumnya pola KSO Laboratorium klinik saat ini masih PARSIAL,
manufacture yang berbeda, berkorelasi pada system-metode kerja yang
juga berbeda, memberikan pengaruh langsung pada tingginya konsumsi
reagensia. Midle ware pada Alat Diagnostic belum terintegrasi dengan
Sistem Informasi Laboratorium dan Sistem Informasi Managemen
Rumah Sakit sehingga tidak memberikan kontribusi dalam upaya
efesiensi dan efektifitas pelayanan laboratorium.
11) Untuk mendukung berjalanya proses pemeriksaan Laboratorium
berdasarkan expertise Laboratory Practise dibutuhkan effort dalam upaya
perubahan mind set pada seluruh stake-holder Laboratorium Klinik.
IV. INFRASTRUKTUR LABORATORIUM KLINIK RUMAH SAKIT
4.1. INFRASTRUKTUR
Untuk menjalankan pemeriksaan Laboratorium Klinik Rumah Sakit
menuju pemenuhan managemen mutu (quality assurance),
Laboratorium klinik Rumah Sakit membutuhkan infrastructure yang
mampu mendukung hal tersebut meliputi :
1) Phlebotomy Collection system dan ruangan Phlebotomy yang
memadai sesuai kaidah Laboratory Practice pada tahap Pre-
Analitik;
2) Diagnostic Automation Analyzer yang dedicated dan Ruangan
Laboratorium yang memadai sesuai kaidah Laboratory practice
pada tahap Analitik dan Post Analitik;
3) Sistem Informasi Laboratorium (laboratory Information
System) untuk menunjang kinerja Laboratorium klinik Rumah
Sakit secara keseluruhan dari Pre-analitik, Analitik sampai
dengan post analitik.
4) Kualifikasi Managerial Laboratorium
Sebagaimana diatur dalam Permenkes 43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik, Manajemen
laboratorium harus bertanggung jawab atas perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi untuk perbaikan sistem
manajemen yang mencakup:
1. Dukungan bagi semua petugas laboratorium dengan
memberikan kewenangan dan sumber daya yang sesuai
untuk melaksanakan tugas;
2. Kebijakan dan prosedur untuk menjamin kerahasiaan hasil
laboratorium;
3. Struktur organisasi dan struktur manajemen laboratorium
serta hubungannya dengan organisasi lain yang
mempunyai kaitan dengan laboratorium tersebut;
4. Uraian tanggung jawab, kewenangan dan hubungan kerja
yang jelas dari tiap petugas;
5. Pelatihan dan pengawasan dilakukan oleh petugas yang
kompeten, yang mengerti maksud, prosedur dan cara
menilai hasil prosedur pemeriksaan;
6. Manajer teknis yang bertanggung jawab secara keseluruhan
terhadap proses dan penyediaan sumber daya yang
diperlukan untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan
laboratorium;
7. Manajer mutu yang bertanggung jawab dan memiliki
kewenangan untuk mengawasi persyaratan sistem mutu;
8. Petugas pada laboratorium dengan organisasi sederhana
dapat melakukan tugas rangkap
5) Sumber Daya Manusia
Kegiatan Laboratorium Klinik dilaksanakan oleh petugas-Analys yang
memiliki kualifikasi pendidikan dan pengalaman yang memadai, serta
memperoleh/memiliki kewenangan untuk melaksanakan kegiatan di
bidang yang menjadi tugas atau tanggung jawabnya. Setiap
laboratorium harus menetapkan seorang atau sekelompok orang yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berkaitan
dengan pemantapan mutu dan keamanan kerja. Pemenuhan
kebutuhan jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga Laboratorium Klinik
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan efesiensi dan efektifitas kerja,
dan menjadi tanggung jawab managemen laboratorium untuk
meningkatkan kapabilitas sumber daya manusianya melalui pelatihan
sesuai core competency-nya.
6) Managemen Mutu
APICS Dictionary (13th ED 2010) mendefiniskan managemen sebagai
fungsi-fungsi perencanaan, perorganisasian dan pengendalian proses
transformasi dan utilitasnya dalam memberikan barang dan/jasa
kepada pelanggan. Organisasi yang baik akan mempunyai sistem
manajemen mutu yaitu kebijakan, prosedur, dokumen dan lainnya
yang bertujuan agar mutu pemeriksaan dan sistem mutu secara
keseluruhan berlangsung dengan pengelolaan yang baik dan
terkendali secara terus menerus. Kebijakan, proses, program,
prosedur dan instruksi terdokumentasikan dengan baik (berupa
dokumen tertulis yang disimpan dan dipelihara sedemikian hingga
mudah digunakan dan selalu terjaga kemutakhirannya) dan
dikomunikasikan kepada semua petugas yang terkait. Manajemen
dalam hal ini memastikan melalui proses sosialisasi, pelatihan,
penyeliaan, pengawasan atau cara lain yang menjamin bahwa
dokumen itu dimengerti dan diterapkan oleh mereka yang ditugaskan
untuk menggunakannya. Secara umum managemen mutu
operasional Laboratorium meliputi :
a. Kebijakan dan Prosedur untuk kepatuhan standar operasional.
b. Pendidikan klinik berkelanjutan upaya peningkatan kapabilitas
penatalaksana laboratorium secara berkelanjutan.
c. Pemantapan mutu Internal
d. Pemantapan Mutu eksternal
e. Verifikasi.
f. Validasi
g. Audit Internal
h. Akreditasi

4.2. KUALIFIKASI INFRASTRUKTUR


1. Area aktifitas Pre-Analitik
Pada area ini Laboratorium klinik Rumah Sakit membutuhkan
infrastruktur yang mendukung aktifitas berupa :
a. Sistem order pemeriksaan
Sistem order permintaan klinisi-dokter untuk melakukan
pemeriksaan Laboratorium akan lebih efektif dan efesien jika
menggunakan system informasi yang capable dan compatible.
Bagi Rumah Sakit yang telah menerapkan Sistem Informasi
Managemen Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 83 tahun 2013 tentang Sistem Informasi
Managemen Rumah Sakit maka order klinisi dapat mengacu pada
mekanisme yang berdasarkan master ICD-10 (International
Clasification Deases) untuk selanjutnya di absorb oleh Sistem
Informasi Laboratorium (paperless).
b. Phlebotomy Collection system
Fase pre analitik pengambilan sampel adalah fase krusial dimana
dalam prosesnya membutuhkan ketrampilan khusus (expertise)
mulai dari aktifitas phlebotomy hingga bagaimana
memperlakukan, menyimpan sampel primer sehingga tetap
terjaga kualitas sampel tersebut. Berkaitan dengan aktifitas
phlebotomy, sentuhan technology sangat diperlukan, berupa
Phlebotomy Collection-automatice labeling System.

c. Ruangan phlebotomy (pengambilan sampel/specimen


klinik)
Pada fase pre analitik pengambilan sampel, phlebotomis (tenaga
analyst yang kualified melaksanakan aktifitas phlebotomy) dan
juga pasien membutuhkan ruangan yang bersih, rapi dan nyaman,
sehingga diperlukan alur kerja (workflow) yang mendukung untuk
aktifitas tersebut. Ruangan phlebotomy yang baik adalah yang
memberikan ruang untuk kelancaran alur kerja (work flow) yaitu :
1) Area Queeing-pengambilan nomor antrean;
2) Area pendaftaran-registrasi-billing system;
3) Area ruang tunggu pasien;
4) Area pengambilan sampel-phlebotomy;
5) Area pengambilan sampel khusus;
6) Area Janitor
7) Area toilet (M/F dan disable)
8) Area pantry
9) Area gudang-logistik.

d. Sistem Transporte Tube


Fase Pre analitik pengiriman sampel primer yang pada umumnya
dilakukan oleh hampir semua Rumah Sakit adalah dengan
menggunakan tenaga perawat atau tenaga outsourching yang
belum tentu mempunyai ketrampilan yang sama dalam hal
memberlakukan sampel primer. Pengiriman sampel primer dari
Sampling station unit rawat jalan (out-patient) dan unit rawat
inap (in-patient) serta unit emergency ke laboratorium. Disinilah
dibutuhkan sentuhan technology pengiriman melalui system
transport pneumatic tube (pengiriman melalui tabung dengan
system pneumatic) yang sangat berguna untuk :
1) Menjaga kualitas sampel primer dalam proses pemeriksaan
laboratorium.
2) Meminimalisir human error dan free kontaminan.
3) Trace-ability sumber sampel primer.
4) Memudahkan pengukuran waktu (turn arraund time) pada
fase pra analitik.
2. Area Analitik
Pada area ini Laboratorium klinik Rumah Sakit membutuhkan
infrastruktur berupa :
1) Pemilihan Alat Diagnostic Analyzer yang dedicated
Sebelum tahun 1956 umumnya semua pemeriksaan laboratorium
klinik dilakukan secara manual, tetapi pada tahun 1956
Technicon pertama kali memperkenalkan suatu autoanalyzer
yang sederhana namun sudah dianggap sangat revolusioner,
pemeriksaan dilakukan untuk kreatinin dan asam urat. Alat inilah
yang kemudian dijadikan sebagai prototype dan terciptalah
berbagai autoanalyzer lain. Jadi tahun 1950-an inilah yang
menandai dimulainya era baru di bidang laboratorium klinik
dengan diperkenalkannya single auto analyzers yang pertama.
Adanya auto analyzers tersebut mengurangi berbagai beban tugas
yang dilakukan oleh personil laboratorium dan dengan demikian
mengurangi berbagai sumber kesalahan subjektif dalam
pengerjaan analisa parameter laboratorium.
Pada tahun 1957 Coulter Counter memperkenalkan alat hitung
otomatis Hematologi yang pertama dan pada tahun 1970 mulai
muncul teknology robotic di laboratorium sehingga dikenal
adanya laboratory automation anlayzer. Kemajuan dibidang
laboratorium juga dilanjutkan dengan dipasarkannya multi
channels batch analyzer yang lebih memudahkan dan mengurangi
berbagai kesalahan dalam pekerjaan di laboratorium Begitulah
hingga saat ini perkembangan technology pemeriksaan
laboratorium klinik telah maju dengan pesat, sehingga technology
pemeriksaan pada 5 (lima) tahun yang lalu, pada saat ini sudah
dirasa tertinggal. Teknology instrument diagnostic analyzer saat
ini masih di dominasi oleh Multi National Company seperti
Abbot (USA), Roche (USA), Siemens (Germany), Sysmex (Japan),
Randox (UK), Biomeurex (Franch), Backman (US) dan masih
banyak lagi manufacture lain yang umumnya dari negara –negara
maju yang berbasis penelitian dan pengembangan. Menurut dr
Purwanto, SpPK (Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang) bahwa Dokter Spesialis Patologi Klinik memiliki peran
strategis dalam managemen laboratorium meliputi :
1) Penentuan Parameter pemeriksaan;
2) Menetapkan Standard Operational Procedures;
3) Pemilihan alat-diagnostic analyzer dan reagensia;
4) Evaluasi mutu pemeriksaan;
5) Validasi hasil;
6) Expertice-keahlian;
7) Konsultasi;
8) Pembinaan teknis;
9) Pengembangan profesi;
10) Kemitraan dengan klinisi.
Pengenalan, pengetahuan tentang instrument diagnostic analyzer
ternyata tidak hanya tentang alatnya/hardwarenya saja namun
juga membutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang
metode pemeriksaan, trouble shooting, kalibrasi serta mampu
mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan masing-masing
instrument diagnostic analyzer. Secara umum faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam pemilihan instrument diagnostic analyzer
adalah :
1) Dari manufacture yang sudah dikenal handal qualified good
manufacture (TUV, CE, ISO).
2) Memiliki ketepatan dan ketelitian (precision) yang tinggi.
3) Mampu menunjukan batas deteksi pengukuran
(measurement) yang jelas;
4) Pengoperasan yang mudah (user friendly) dan praktis
meskipun complicated technology;
5) Dedicated memberikan Jaminan (guarantee) respon time call
service 1 x 24 jam;
6) Dedicated memberikan jaminan (guarantee) pelayanan purna
jual (after sales service) ketersediaan suku cadang;
7) Dedicated memberikan jaminan (guarantee) service berkala
dan uji kalibrasi;
8) Dedicated memberikan jaminan melakukan kalibrasi dari
internal manufactur maupun dari Balai pengamanan Fasilitas
Kesehatan (BPFK);
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik, memberikan
panduan pertimbangan dalam memilih Alat-diagnostic sebagai
berikut :
1. Kebutuhan Alat; Alat Diagnostic yang dipilih harus mempunyai
spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan setempat yang meliputi
jenis pemeriksaan, jenis spesimen dan volume spesimen dan
jumlah pemeriksaan.
2. Fasilitas yang tersedia; Alat yang dipilih harus mempunyai
spesifikasi yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia seperti
luasnya ruangan, fasilitas listrik dan air yang ada, serta tingkat
kelembaban dan suhu ruangan.
3. Tenaga Analyst : tersedianya tenaga Analys dengan kualifikasi
tertentu yang dapat mengoperasikan alat.
4. Reagensia; dipertimbangkan keberlanjutan (sustainable) supply
reagensia dari pabrikan/manufacture dan kontinuitas distribusi
(supply chain) dari vendor/Distributor. Berkaitan dengan
reagensia – diagnostic dapat juga mempertimbangkan aspek
sistem reagen tertutup (closed system) atau terbuka (open
system). Namun demikian pada umumnya sistem tertutup lebih
mahal dibandingkan dengan sistem terbuka namun lebih
terjamin quality assurance.
5. Sistem alat- diagnostic, dengan mempertimbangkan aspek
aspek : alat tersebut mudah dioperasikan (user friendly), alat
memerlukan perawatan khusus alat memerlukan kalibrasi setiap
kali akan dipakai atau hanya tiap minggu atau hanya tiap bulan.
6. Pemasok/Vendor Pemasok/Manufacture/Distributor harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Qualified yang telah menjalankan prinsip-prinsip Good
Distribution Practice berdasarkan ketentuan Permenkes No 4
Tahun 2014 tentang CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan-
Diagnostic Invitro yang Baik)
b. Quality Assurance (pasal 2 ayat 2) contohnya ISO 9001:2008
dan Field Safety Corective Action (FSCA) atau Health and
Safety Assurance contohnya OHSAS 18001:2007 (termasuk
didalamnya K3).
c. Mempunyai reputasi yang baik, referensi kontrak KSO yang

masih berjalan, memberikan fasilitas uji fungsi, menyediakan


petunjuk operasional alat dan trouble shooting, menyediakan
fasilitas pelatihan dalam mengoperasikan alat, pemeliharaan
dan perbaikan sederhana, memberikan pelayanan purna jual
yang terjamin, antara lain mempunyai teknisi yang handal
(quick respon), suku cadang mudah diperoleh dan instrumen
diagnostic nya telah terdaftar dan mempunyai Surat ijin edar
/Registrasi dari Kementerian Kesehatan.
7. Nilai Ekonomis, dalam memilih alat perlu dipertimbangkan
analysis cost-benefit, yaitu seberapa besar keuntungan yang
diperoleh dari investasi yang dilakukan, termasuk di dalamnya
biaya operasi alat.

Menurut dr Ina S Timan SpPK (Laboratorium Klinik RSCM, 2010)


hingga saat ini setiap manufacture diagnostic analyzer Multi
National corporation, umumnya hanya mempunyai kekhususan
dalam 1-2 bidang saja, misalnya hanya kimia klinik dengan
imunologi atau hematologi dengan hemostasis. Sedangkan untuk
menjalankan Lean Laboratorium klinik Rumah Sakit harus memilih
penggabungan beberapa alat atau system dari 2 atau lebih
provider/vendor/manufactur. Dalam proses ini, tanpa diimbangi
dengan penilaian dan pengetahuan serta keahlian yang baik dari
pemangku kepentingan laboratorium klinik Rumah Sakit, maka
konsep Lean Laboratory Practice tidak akan bekerja dengan
optimal seperti yang diharapkan. Tidak semua penggabungan
berjalan dengan sinkron-compatible, seringkali dapat juga
menimbulkan sedikit perubahan dalam system sehingga berakibat
pada efisiensi dan efektivitasnya yang kurang memadai. Secara
umum kompetensi instrument diagnostic analyzer yang dibutuhkan
meliputi :
 Konsolidasi pemeriksaan Kimia klinik dan Imunology
 Konsolidasi pemeriksaan Hematology dan Hemostasis
 Konsolidasi pemeriksaan analisa gas darah dan electrolyte
 Konsolidasi pemeriksaan urin kimia dan urin sedimen
 Glucose Monitoring System
 Lactate Monitoring System
 Pengembangan pemeriksaan lainya seperti Biomelekuler
Diagnostic.
 Instrument Microbiology
2) Persiapan Ruangan Laboratorium
Ruangan laboratorium klinik terdiri dari konstruksi gedung dan
Ruangan laboratorium serta Laboratory furniture. Luas ruangan
setiap kegiatan harus cukup untuk menampung peralatan yang
dipergunakan, aktifitas dan jumlah petugas yang berhubungan
dengan sampel klinik untuk kebutuhan pemeriksaan laboratorium.
Akan digunakan sesuai dengan alur kerja yang baik. Semua ruangan
harus mempunyai tata ruang yang baik dan memperoleh sinar
matahari/cahaya dalam jumlah yang cukup. Untuk pembangunan
ruangan laboratorium yang baik sesuai kaidah Laboratory quality
assurance ini di butuhkan perusahaan yang mempunyai kualifikasi
Sertifikat Badan Usaha Jasa kontruksi dan design interior. Ruangan
Laboratorium yang baik adalah yang memberikan ruang untuk
kelancaran alur kerja (work flow) laboratorium yaitu :
 Area penerimaan sampel (custom) terdiri dari ruang tunggu
pasien dan ruang pengambilan sampel-spesimen klinik
(Phlebotomy). Pengelompokan sampel-spesimen klinik
berdasarkan :
 Sampel Serum
 Sampel EDTA
 Sampel Analisa Gas Darah dan electrolyte
 Sampel sitrat
 Sampel urine
 Sampel feases, CSF, BM, Pleurea, Darah beku;
 Sampel pemeriksaan mikrobilogy
 Area preparasi sampel (alliquoting, decaping);
 Area konsolidasi pemeriksaan Kimia klinik dan Imunology;
 Area konsolidasi pemeriksaan Hematology dan Hemostasis;
 Area konsolidasi pemeriksaan analisa gas darah dan electrolyte;
 Area konsolidasi pemeriksaan urin kimia dan urin sedimen;
 Area Microscope
 Area pengembangan pemeriksaan lainya seperti Biomelekuler
diagnostic;
 Area laboratorium Microbiology; (terpisah)
 Area Bank Darah (terpisah);
 Area penyimpanan sampel;
 Area pemusnahan sampel;
 Area validasi hasil;
 Area laporan hasil;
 Area dokter jaga;
 Area meeting room;
 Area Janitor;
 Area K3 (eye washer, emergency shower dan fire estinguiser);
 Area server Sistem informasi dan system transport tube;
 Area toilet (M/F dan disable)
 Area pantry & locker staf.
 Area praying room; (advance)
Spesifikasi teknis design ruangan laboratorium harus memenuhi
quality assurance (standar mutu) laboratorium klinik meliputi :

1) Dinding terbuat dari tembok permanen warna terang,


menggunakan cat yang tidak luntur. Permukaan dinding harus
rata agar mudah dibersihkan, tidak tembus cairan serta tahan
terhadap desinfektan.
2) Plafon Langit-langit tingginya antara 2,70-3,30 m dari lantai,
terbuat dari bahan yang kuat, warna terang dan mudah
dibersihkan. Plafon umumnya untuk mencegah kebocoran-anti
bocor, (gypsum);
3) Daun pintu harus kuat rapat dapat mencegah masuknya
serangga dan binatang lainnya, lebar minimal 1,20 m dan tinggi
minimal 2,10 m.
4) Jendela tinggi minimal 1,00 m dari lantai.
5) Listrik harus mempunyai aliran tersendiri dengan tegangan
stabil, kapasitas harus cukup. Kualitas arus, tegangan dan
frekuensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keamanan dan
pengamanan jaringan instalasi listrik terjamin, harus tersedia
grounding/arde. Harus tersedia cadangan listrik (Genset, UPS)
untuk mengantisipasi listrik mati. Semua stop kontak dan saklar
dipasang minimal 1,40 m dari lantai.
6) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
berwarna terang dan tahan terhadap perusakan oleh bahan
kimia, kedap air, permukaan rata dan tidak licin. Bagian yang
selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang
cukup kearah saluran pembuanga air limbah. Antara lantai
dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan. Lantai, dilapisi bahan tahan air, panas/api dan
bahan kimia, sedikit sambungan sudut dengan dinding
melengkung, tidak licin (vinyl atau self leveling epoxy);
7) Meja terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata
dan mudah dibersihkan dengan tinggi 0,80-1,00 m. Meja untuk
instrumen elektronik-Diagnostic harus tahan getaran.
8) Bench dilapisi bahan tahan air, panas/api dan bahan kimia
dengan sedikit sambungan, tepinya bulat (bukan siku), Laci
lemari penyimpan tingggi 70 cm (untuk bekerja pada posisi
duduk) dan Laci penyimpan tinggi 90 cm (untuk bekerja pada
posisi berdiri) lebar 60 cm;
9) Stool dilapisi bahan tahan air, panas/api dan bahan kimia, dapat
diatur ketinggian dan beroda;
10) Partisi dan atau dinding dilapisi dengan cat tahan air, sudut
dengan lantai membulat;
11) Westafel/sink dan kran tahan korosi dan bahan kimia, dibuat
dengan kedalaman tertentu untuk mencegah percikan. Kran
dapat dioperasikan dengan tangan dan kaki atau siku;
12) Listrik/electricity grounding dan elctrycity outlet spark and
water proof secukupnya;
13) Tersedia WC pasien (P/W), disable dan petugas yang terpisah,
jumlah sesuai dengan kebutuhan dengan ketentuan :
o Mudah pemeliharaanya dan selalu dalam keadaan bersih.
o Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
berwarna terang dan mudah dibersihkan.
o Pembuangan air limbah dari dilengkapi dengan penahan bau
(water seal).
o Letak Kamar mandi/WC tidak berhubungan langsung dengan
dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
o Lubang ventilasi harus berhubungan langsung dengan udara
luar.
o Kamar mandi/WC pria dan wanita harus terpisah.
o Kamar mandi/WC karyawan harus terpisah dengan Kamar
mandi/WC pasien.
o Kamar mandi/WC pasien harus terletak di tempat yang
mudah terjangkau dan ada petunjuk arah.
o Dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara
kebersihan.
o Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
14) Keselamatan dan keamanan kerja.
o Eye Washer station dan emergency shower;
o Alat pendeteksi asap dan api secukupnya
o Fire extinguisher secukupnya;
o Fire blanket;
o Accses control;
o CCTV;
15) Jaringan system informasi lebih diutamakan dengan fiber optic.
16) Penerangan harus cukup (1000 lux di ruang kerja, 1000-1500 lux
untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan sinar harus
berasal dari kanan belakang petugas). Penerangan, day lighting
600 lux (lumen/m2);
17) Ventilasi: 1/3 x luas lantai atau AC 1 PK/20m2 yang disertai
dengan sistem pertukaran udara yang cukup. Ventilasi udara
/exhause dengan sirkulasi minimal 10 x/jam;
18) Jaringan air bersih; air bersih, mengalir, jernih, dapat
menggunakan air PDAM atau air bersih yang memenuhi syarat.
Sekurang-kurangnya 20 liter/karyawan/hari.
19) Jaringan River osmosis;
20) Jaringan limbah cair;
21) Penampungan/pengolahan limbah laboratorium , Tempat
limbah padat infeksius dan non infeksius;
22) Work flow Sistem transportasi specimen-sampel;
23) Furniture sesuai kebutuhan.
3. Area aktifitas Post Analitik
Pada tahapan Post Analitik perhitungan hasil, penyalinan ke
formulir hasil, pemberian ekspertise, pengiriman hasil pemeriksaan
laboratorium kepada klinisi serta interpretasi terhadap hasil akan
efektif dan efesien apabila menggunakan Sistem Informasi
Laboratorium yang kapable. Bagi Rumah Sakit yang telah
menerapkan Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 tahun 2013 tentang Sistem
Informasi Managemen Rumah Sakit maka hasil pemeriksaan, formulir
hasil, sebagaimana yang diorder oleh klinisi bisa dilaksanakan
berdasarkan master ICD-10 (International Clasification Deases) oleh
Sistem Informasi Laboratorium dapat di olah dan dikirmkan kepada
klinisi (paperless).

4. Sistem Informasi Laboratorium (Laboratory Information


System)
Kepala Instalasi Laboratorium Klinik bertanggung jawab terhadap
pemberian jasa pelayanan yang berhubungan dengan pemeriksaan
penunjang medis laboratorium baik pemeriksaan medis, patologi, dan
mikrobiologi bagi seorang pasien. Saat ini Instalasi Laboratorium
klinik juga diberikan tanggung jawab sebagai pengelola Bank Darah.
Hal pertama yang perlu menjadi terobosan-diperkenalkan adalah
order manajemen yaitu pemanfaatan pelayanan permintaan dan
penyampaian hasil pemeriksaan dengan memanfaatkan fasilitas
komputer secara online. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan oleh semua
unit pengguna. Status atau proses permintaan layanan termasuk hasil
pemeriksaan dapat dipantau / dilihat langsung melalui fasilitas PC
melalui Sistem Informasi Laboratorium (Laboratory Information
System). Hampir 70% informasi yang digunakan dalam manajemen
pasien di Rumah Sakit umumnya berasal dari laboratorium patologi
klinik dan patologi anatomi dan hampir 94% dari permintaan EMR
(Electronic Medical Record) adalah untuk hasil laboratorium. Bahwa
keseluruhan alur kerja (work flow) pelayanan Laboratorium klinik
meliputi fase pre-Analitik, analitik dan post analitik membutuhkan
Sistem Informasi yang mampu mengolah matrikulasi data menjadi
Informasi yang berguna dan dibutuhkan. Disinilah pemangku
kepentingan (stakes holder) managemen Laboratorium klinik Rumah
Sakit membutuhkan infrastruktur dalam bentuk Sistem Informasi
Laboratorium (Laboratory Information System) untuk
mentransformasi data laboratorium menjadi suatu informasi yang
dibutuhkan oleh pemangku kepentingan (stakes holder) laboratorium
klinik. Sistem Informasi Laboratorium(Laboratory Information
System) adalah bagian dari Sistem Informasi Rumah Sakit yang
merupakan gabungan dari beberapa subsistem, meliputi subsistem
pasien dan dokter-klinisi, subsistem laboratorium(instrument
diagnostic) dan subsitem Logistic yang digabungkan menjadi satu.
Dengan aplikasi ini, pengguna dalam hal ini dokter laboratorium dan
klinisi dapat dengan mudah memperoleh pelayanan dan informasi
seluruh kegiatan yang ada khususnya dalam hal manajemen
laboratorium pada rumah sakit dimanapun dan kapanpun mereka
berada secara on-line. (Dwi Mardiatmo N H, dkk, Jurnal Implementasi
Sistem Informasi Rumah Sakit, UNDIP Semarang, 2013). Sebagaimana
kita ketahui bahwa technology pada Alat diagnostic analyzer saat ini
pada umumnya sudah dirancang memiliki system middle ware untuk
melakukan , memproses pemeriksaan analitik dengan system uni-
directional atau dengan system bi-directional. Pada mesin diagnostic
analyzer dengan uni-directional, setelah dilaksanakan interfacing
maka :
 Analis melakukan order manual pada instrument;
 Analis meletakkan sample pada instrument sesuai posisi;
 Hasil dari alat beserta konversinya dikirimkan secara otomatis
ke System Informasi Laboratorium
Hal ini masih terdapat kelemahanya yaitu :
 Salah order → berakibat pada pemeriksaan salah → berakibat
pada reagen terbuang (in-efesiensi);
 Salah penempatan sample → berakibat pada salah hasil (error);
Pada mesin diagnostic analyzer dengan bi- directional, setelah
dilaksankan interfacing maka :
 Order ke alat dikirimkan oleh System Informasi Laboratorium;
 Analis meletakkan sample pada instrument sesuai posisi;
 Hasil dari alat beserta konversinya dikirimkan secara otomatis
ke System Informasi laboratorium;
Hal ini juga masih terdapat kelemahanya yaitu salah penempatan
sample (tanpa barcode) → yang berakibat salah hasil (error).
Disinilah dibutuhkan System Informasi laboratorium dengan
kemampuan query mode sehingga setelah interfacing analycer maka
 Analis dapat meletakkan sample secara acak;
 Saat barcode label tabung terbaca pada alat, System Informasi
Laboratorium akan secara otomatis mengirimkan order;
 Hasil dari alat beserta konversinya dikirimkan secara otomatis
ke System Informasi Laboratorium.
 Error free
 Efektivitas alokasi waktu dan kinerja
Pada umumnya sistem informasi laboratorium terdiri atas:
1. sistem informasi pelayanan;
2. sistem informasi kepegawaian;
3. sistem informasi keuangan/akuntansi;
4. sistem informasi logistik.
System Informasi Laboratorium (Laboratory Information System)
yang baik dan capable akan menjamin quality assurance pemeriksaan
Laboratorium klinik dan menunjang optimalisasi kecepatan dan
ketepatan pelayanan kepada klinisi. Kualifikasi System Informasi
Laboratorium yang baik setidaknya memiliki kemampuan teknis
berupa :
1. Integrated Queing Managemen system
2. Registration and Billing
3. Fully barcoding, Specimen and sample handling
4. Interfacing analyzer
5. Leveling Authorization
6. Multi lingual result report
7. Graph result
8. Alert Notification/Sistem warning pada validasi hasil
9. Quality control :
a. Konversi unit dan hasil pemeriksaan otomat is
(dalam SI Unit dan/atau konvensional unit)
b. Westgards Rules yang diaplikasikan secara real time
terhadap hasil Quality Control
c. Mampu mengakomodir ICD 10 yaitu International
Classification Deaseas untuk 14.500 kode
diagnosis standar INA CBGs.
10. Laboratory logistic module
11. Support mobile application
12. On site Medical check up Application
13. Mempunyai refenrensi pengguna yang sudah Certified
Quality Assurance Laboratory ISO 15189.
14. Microbilogy format result compatible with WHOnet
15. Jaminan kesanggupan membangun aplikasi sesuai
kebutuhan end user (customize)
16. Jaminan Kesanggupan melakukan alih teknologi -
pelatihan, pendampingan kepada end user.
17. Jaminan untuk menempatkan liaison officer untuk
pemeliharaan soft ware dan hardware.

5. Pemantapan mutu
Dalam kaitannya dengan mutu laboratorium, maka data hasil uji
analisa laboratorium dikatakan bermutu tinggi apabila data hasil uji
tersebut dapat memuaskan pelanggan dengan mempertimbangkan
aspek aspek teknis sehingga precision and accuracy atau ketepatan
dan ketelitian yang tinggi dapat dicapai dan data tersebut harus
terdokumentasi dengan baik, sehingga dapat dipertahankan secara
ilmiah (sumber : Riyono; pengendalian mutu laboratorium klinik
dilihat dari aspek mutu hasil analisis laboratorium klinik; Surakarta,
2006). Pemantapan mutu laboratorium merupakan suatu instrument
yang digunakan untuk melakukan pengawasan mutu dengan
menggunakan konsep pengawasan proses statistic (statistical process
control). Pengawasan proses dengan statistic ini adalah sebuah cara
yang memungkinkan operator menentukan apakah suatu proses
sedang berproduksi, dan mungkin terus berproduksi dan
mneghasilkan keluaran yang sesuai. Tidak semua laboratorium klinik
Rumah Sakit mempunyai SDM dengan pengetahuan khusus untuk
setiap aspek dari laboratorium dari berbagai bidang sehingga
kelancaran kerja kadang tidak terjadi optimal. Sistim Teknologi
Informasi yang seharusnya dapat mempermudah pekerjaan namun
juga dapat menimbulkan konflik karena kompatibilitasnya tidak
sempurna. SDM yang kurang kompeten juga akan menyebabkan
proses laboratorium menjadi kurang seperti yang diharapkan dan
out-put hasil pemeriksaan menjadi tidak kredible. Untuk itulah
dibutuhkan upaya peningkatan kapabilitas SDM penatalaksana
laboratorium klinik yang berkelanjutan (continuousely) berdasarkan
expertice Laboratory practice yang meliputi :
a. Pemantapan Mutu Internal
Salah satu program pengendalian mutu laboratorium adalah
pemantapan mutu laboratorium intra laboratorium
(pemantapan mutu internal). Tujuan dilaksanakanya
pemantapan mutu internal laboratorium adalah mengendalikan
hasil pemeriksaan laboratorium tiap hari dan untuk mengetahui
penyimpangan hasil laboratorium untuk segera diperbaiki.
Manfaat dari melaksanakan kegiatan pemantapan mutu internal
laboratorium antara lain mutu presisi maupun akurasi hasil
laboratorium akan terjaga dan meningkat lebih baik,
kepercayaan dokter terhadap hasil laboratorium juga akan
meningkat. Hasil laboratorium yang kurang tepat akan
menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan pengguna
laboratorium. Manfaat lain yaitu pimpinan laboratorium akan
mudah melaksanakan pengawasan terhadap hasil laboratorium.
Kepercayaan yang tinggi terhadap hasil laboratorium ini akan
membawa pengaruh pada moril penatalaksana laboratorium
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan disiplin kerja di
laboratorium tersebut (PATELKI, 2006).
b. Pemantapan Mutu External.
Penyelenggaraan Pemantapan Mutu Eksternal saat ini diatur
dalam Pedoman Penyelenggaraan Pemantapan Mutu Eksterna
Laboratorium Kesehatan yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Depkes Tahun 2004. Dengan
pengertian bahwa program ini dilakukan untuk menilai
penampilan pemeriksaan laboratorium pada saat tertentu secara
periodik, serentak, dan berkesinambungan yang dilakukan oleh
pihak luar laboratorium dengan jalan membandingkan hasil
pemeriksaan laboratorium peserta terhadap nilai target.
c. Pemantapan mutu Internasional
Program ini dilakukan untuk menilai penampilan pemeriksaan
laboratorium yang di dukung oleh principal/vendor instrument
diagnostic pada event pemantapan mutu internasional.
Upaya untuk menjamin mutu pelaksanaan pelayanan laboratorium
kesehatan telah di atur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun
2013 tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik yang
isinya mewajibkan laboratorium kesehatan mengikuti akreditasi secara
nasional maupun internasional. Dalam skala internasional, akreditasi
laboratorium yang menggunakan standard ISO/IEC Guide 17025:1999 yang
telah diperbaharui menjadi ISO/IEC Guide 17025:2005 General Requirements
for the Competence of testing and Calibration laboratories, untuk
laboratorium penguji, dan ISO 15189:2003 diperbaharui dengan ISO
15189:2007 Medical laboratories – Particular requirements for quality and
competence dan terkini ISO 15189:2009 Laboratorium medik - Persyaratan
khusus untuk mutu dan kompetensi. untuk laboratorium medis/klinis, juga
mewajibkan laboratorium mengikuti Uji Profisiensi. Uji Profesiensi adalah
penentuan unjuk kerja penguji laboratorium dengan cara membandingkan
atau determination of laboratory testing performance by means of
interlaboratory comparisons yang tertuang dalam ISO Guide 43:1997,
(Proficiency testing by interlaboratory comparisons). Pelaksanaan kegiatan
Pengendalian Mutu Eksternal yang diatur dalam PERMENKES atau Uji
Profisiensi yang diatur dalam ISO Guide 43 yang mensyaratkan bahwa
penyelenggara bersifat independent, melibatkan laboratorium rujukan serta
para ahli (stakeholder).
SNI ISO 15189:2009 (Laboratorium medik – persyaratan khusus untuk mutu
dan kompetensi) merupakan standar yang berisi persyaratan bagi
laboratorium medik untuk menunjukan kompetensinya dalam memberikan
pelayanan yang dapat dipercaya. SNI ISO 15189:2009 merupakan standar
berdasarkan ISO/IEC 17025 dan ISO 9001 yang memasukan persyaratan
khusus untuk laboratorium medik. Standar ini berisi kompetensi personel
yang terlibat pada pemeriksaan di laboratorium medik, fasilitas beserta
peralatan, reagen dan perlengkapan, faktor pra-pemeriksaan, pemeriksaan,
pertimbangan jaminan mutu, dan faktor pasca-pemeriksaan. Akreditasi
laboratorium medik berdasarkan SNI ISO 15189:2009 menunjukan bahwa
laboratorium medik tersebut memenuhi keseluruhan persyaratan
manajemen dan teknis yang terdapat pada standar SNI ISO 15189:2009
sehingga memastikan kompetensi laboratorium medik dalam memberikan
hasil yang tepat waktu, akurat dan dapat dipercaya. Selain itu penggunaan
standar internasional sebagai kriteria penilaian untuk laboratorium medik
adalah salah satu cara untuk membangun saling keberterimaan hasil
pemeriksaan dengan negara lain. Komite Akreditasi Nasional (KAN) telah
mengoperasikan pelayanan akreditasi untuk laboratorium medik
berdasarkan SNI ISO 15189:2009 sejak tahun 2005. Sistem akreditasi yang
dijalankan oleh KAN berdasarkan ISO 17011 (Confority assessment – General
Requirement for accreditation bodies accrediting conformity assessment
bodies). Agar dapat diakreditasi oleh KAN, Laboratorium Medik , Sistem
manajemen mutu telah diimplementasikan secara efektif dalam setiap
pemeriksaan yang diajukan dalam ruang lingkup permohonan minimum 3
bulan sebelum mengajukan permohonan, dan telah melaksanakan satu kali
audit internal dan kaji ulang manajemen yang telah selesai ditindaklanjuti.
Yang tidak kalah penting pula dalam proses akreditasi, laboratorium medik
telah mempunyai hasil pemantapan mutu eksternal ( PME ), uji banding
dan atau pemantapan mutu internal ( PMI ) atau internal quality control
(IQC). Untuk menilai kompetensi laboratorium medik berdasarkan SNI ISO
15189:2009 maka KAN akan melakukan asesmen, yang dilakukan terdiri dari
2 tahap, yaitu audit kecukupan (pemeriksaan dokumen mutu terhadap
kesesuiannya dengan persyaratan akreditasi) dan asesmen lapangan untuk
melihat efektifitas implementasi SNI ISO 15189:2009 di laboratorium medik.
Proses pengambilan keputusan akreditasi dilakukan oleh Konsil KAN,
setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim panitia teknis yang
diberikan pada sekretaris Jenderal KAN. (source ; http://www.kan.or.id/
Komite Akreditasi Nasional (KAN) 14 -08-2012). SNI ISO 15189:2009,
Laboratorium medik-klinik adalah Persyaratan-kualifikasi khusus untuk
mutu dan kompetensi Laboratroium klinik yang merupakan adopsi identik
dengan metode terjemahan dari ISO 15189:2007, Medical laboratories –
Particular requirements for quality and competence versi Bahasa Inggris SNI
ini dirumuskan oleh sub-panitia Teknis Perumusan Standar Nasional
Indonesia Penilaian Kesesuaian PK 03-01, Lembaga Penilaian Kesesuaian
(ISO 15189) yang merupakan sub-panitia teknis dari PT 03-01, Lembaga
Penilaian Kesesuaian dan telah dikonsensuskan pada tanggal 14 Februari
2009 di Hotel Bumi Wiyata, Depok. (source : ICS 03.120.10;11.100.01 Badan
Sertifikasi Nasional (BS) , SNI ISO 15189-2009).
V. MEMBANGUN KEUNGGULAN BERSAING LABORATORIUM KLINIK
RUMAH SAKIT MELALUI CO-SOURCHING

Berlakunya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), secara strategis Rumah Sakit
mempunyai captive market dalam hal jumlah pasien dan penjamin- jaminan
pembayaran dari BPJS. Captive market inilah yang dapat menjadi modal dan
terobosan baru atau bagi Managemen Rumah Sakit khususnya yang sudah
status Badan Layanan Umum penuh untuk melakukan terobosan, inovasi
pelayanan dengan tidak lagi mengandalkan pada APBN ataupun APBD
untuk melakukan investasi/revitalisasi laboratorium, namun menggunakan
operasional sumber dana BLU melalui skema Co-Sourching Kerjasama
Operasional (KSO) dengan membuka kesempatan kepada pihak lain
(investor) sehingga tujuan pengembangan, peningkatan kualitas pelayanan
dan Inovasi pelayanan laboratorium dapat tercapai.
Skema co-sourching telah diatur oleh regulasi terbaru yaitu Peraturan
Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha (KPBU) dalam penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri
Perencanaan pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan usaha dalam penyediaan
Insfrastruktur.
Konsep Co-sourching diperkenalkan oleh Thomas & Parish (1999) yang
definisi operasionalnya adalah perusahaan melakukan partnership dengan
profesional diluar entity/organisasi. Dalam penyerahan pekerjaan kepada
outsider tersebut, entity/organisasi dalam hal ini adalah Laboratorium Klinik
Rumah Sakit di dampingi oleh Liaisson officer dari outsider namun tetap
menyertakan pekerja tetapnya (Resource SDM struktural dan fungsional)
untuk secara bersama-sama menjalankan pekerjaan, sekalipun pekerjaan
tersebut membutuhkan keahlian yang spesifik. Jika pekerjaan tersebut
bersifat project, maka sampai dengan waktu yang disepakati untuk
selesaianya pekerjaan tersebut, Laboratorium Klinik Rumah Sakit
mempekerjakan pekerja-Liason Officer dan memutuskan kontrak dengan
partnernya sampai dengan batas waktu yang disepakati. Jadi Pada co-
sourching mitra kerja dipartnerkan dengan profesional yang terlibat aktif
dalam pekerjaan sejak perencanaan, pengambilan keputusan dan partisipasi
aktif dalam menyusun laporan. Pihak mitrakerjasama (partner) yang
menempatkan Liaison officer untuk menyelesaiakan pekerjaan dan tugas
sesuai pembagian tugas yang disepakati. Definisi dari Liaison Officer
menurut wikipedia, A liaison officer is a person that liaises between two
organizations to communicate and coordinate their activities. Generally, they
are used to achieve the best utilization of resources or employment of services
of one organization by another.
Dengan melaksanakan Co-Sorching Laboratorium klinik Rumah Sakit akan
menerima manfaat-benefit sebagai berikut:
1. Liaison officer berada di bawah arahan, control dan kendali langsung
managemen Laboratorium Rumah sakit sehingga kinerja-nya dapat
langsung diawasi dan dikendalikan.
2. Liaison officer yang dibentuk memiliki standar kualitas tinggi sesuai
dengan kebutuhan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Standar,
prosedur dan metodologi sesuai dengan kebutuhan
entity/organisasi/laboratorium klinik Rumah Sakit.
3. Liaison officer mempunyai sense of ownership and accountable dalam
menerapkan Standar Operating Procedur yang di rancang untuk
diimplementasikan guna mencapai quality assurance.
4. Liason officer merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan mitra
sehingga kepercayaan perusahaan dapat dijaga.
5. Pekerjaan yang dilakukan Liaison officer dapat menjadi sarana
pembelajaran bagi seluruh komponen entity/organisasi/Laboratorium
klinik Rumah sakit.
Terkait dengan Rumah Sakit yang sudah status Badan layanan umum penuh
dapat melaksanakan Co-Sourching berdasarkan landasan hukum sebagai
berikut :
1. Undang Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 30 ayat 1
Setiap RS mempunyai hak c). Melakukan IKS dengan pihak lain dalam
rangka pengembangan pelayanan .
2. Peraturan Presiden nomor 67 tahun 2005 tentang Kerja sama
pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan
infrastruktur. Kerjasama Operasional (KSO) adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih dimana masing-masing sepakat untuk melakukan
suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan atau hak usaha
yang dimiliki dengan menanggung keuntungan dan kerugian secara
bersama-sama. Objek Kerjasama Operasi (KSO) adalah dapat berupa
: alat kedokteran, bangunan fisik, pengelolaan manajemen, sumber
daya manusia, pendidikan atau pelatihan, pekerjaan dan jasa. Jadi
Kerjasama Operasional dalam hal ini didasarkan atas waktu
kerjasama (by time), sehingga masa berakhirnya KSO adalah setelah
masa kerjasama yang disepakati berakhir, bukan pada Break Event
Point (BEP) dari besarnya investasi yang ditanamkan oleh investor.
Tujuan Kerjasama Operasi (KSO) adalah Memenuhi kebutuhan alat
kedokteran, bangunan fisik, pengelolaan manajemen, pendidikan atau
pelatihan yang tidak dapat dibiayai karena keterbatasan keuangan pada
rumah sakit; Meningkatkan kualitas, kuantitas dan efisiensi pelayanan ;
Meningkatkan tertib administrasi dalam pengadaan barang dan jasa;
Meningkatkan kualitas pengelolaan, pemeliharaan dan monitoring dan
Meningkatkan koordinasi pelaksanaan dan pelayanan kegiatan
pengadaan barang dan jasa.
3. Peraturan No 2 telah diperbaharui dengan keluarnya Presiden Nomor
38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)
dalam penyediaan Infrastruktur
4. Peraturan Menteri Perencanaan pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 tahun 2015 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan usaha dalam
penyediaan Insfrastruktur.
5. Peraturan Pemerintah No.23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU
( Lembaga Negara tahun 2005 No.48 tambahan Lembaran Negara
N0.4502 ) .... diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun
2012 ;
Pasal 9 ayat 2 : tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit
layanan atau hasil per investasi dana , penjelasan tarif dalam
ketentuan ini bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari
biaya .
Pasal 14 ayat 4 : Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan / atau hasil
usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU.
Pasal 20 ayat 1 : Pengadaan barang/jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan
prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat
6. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah .......... Pasal 19 s.d 31
7. Peratutan Menteri Keuangan No. 08/PMK.02/2006 (Pasal 1 – 6) tentang
Badan Layanan Umum.
Pasal 3 : Pengadaan barang /jasa pada BLU dilaksanakan berdasarkan
ketentuan yang berlaku bagi pengadaan barang /jasa Pemerintah.
Pasal 4 ayat 1 : Terhadap BLU dengan status BLU Secara Penuh dapat
diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bila terdapat alasan
efektivitas dan/atau efisiensi.
Pasal 4 ayat 2 : Fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan terhadap pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal
dari :
(c) Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya.
Pasal 4 ayat 3 : Pengadaan barang / jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang
/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-
prinsip transparansi, adil /tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek
bisnis yang sehat.

Di dalam Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan


Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan Infrastruktur menyebutkan : KPBU
adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan
mengacu kepada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
penanggung jawab proyek kerjasama, yang sebagian atau seluruhnya
menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan
pembagian risiko antara para pihak
Implementasi konsep KSO laboratorium saat ini berkembang dalam bentuk :
1) KSO pola Rental Diagnostik
2) KSO pola Revenue Sharing
3) KSO pola Cost Per Reportable Report
Pada KSO pola Rental Diagnostik, kedua belah pihak menyepakati tidak
membentuk entitas baru, pola kerjasama lebih diutamakan pada pembagian
tugas pokok dan fungsi dari masing-masing pihak. Kendali managerial
laboratorium mutlak dibawah kewenangan Managemen Laboratorium
Rumah Sakit sedangkan Mitra kerja mempunyai tupoksi menyediaakan
sarana dan prasarana pendukung operasional pelayanan laboratorium klinik.
Proses transaksi berupa perdagangan barang dalam hal ini HNA barang +
PPN, berupa penjualan barang reangensia dan Bahan Habis Pakai.

Pada KSO pola revenue Sharing, kedua belah pihak menyepakati tidak
membentuk entitas baru, pola kerjasama lebih diutamakan pada pembagian
tugas pokok dan fungsi dari masing-masing pihak. Namun Kendali managerial
laboratorium tidak dalam kendali penuh Managemen Laboratorium Rumah
Sakit, khususnya untuk kendali Managemen Logistik-Inventory, Keuangan dan
Liaison officer, menjadi kendali bersama managemen Rumah Sakit dan Mitra
kerjasama operasional. Proses Transaksi bisnis bukan berupa perdagangan
barang namun berupa Jasa bagi hasil (revenue sharing) dalam proses
pemeriksaan laboratorium. Ada offering dalam hal tarif pemeriksaan
laboratorium yang disepakati kedua belah pihak, sehingga revenue diperoleh
dari jumlah tindakan pemeriksaan dikalikan dengan tarif. Transaksi berupa jasa
bagi hasil (revenue sharing) dan berkorelasi pada transaksi pajak PPh pasal 23
(Jasa).

Pada pola KSO Cost Per Reportable Report (CPRR) kedua belah pihak
menyepakati tidak membentuk entitas baru, pola kerjasama lebih diutamakan
pada pembagian tugas pokok dan fungsi dari masing-masing pihak. Namun
Kendali managerial laboratorium tidak dalam kendali penuh Managemen
Laboratorium Rumah Sakit, khususnya untuk kendali Managemen Logistik-
Inventory, Keuangan dan Liaison officer, menjadi kendali bersama managemen
Rumah Sakit dan Mitra kerjasama operasional. Proses Transaksi bisnis bukan
berupa perdagangan barang namun berupa Jasa per tindakan/ test dalam proses
pemeriksaan laboratorium. Rumah Sakit menerima offering tarif per test
tindakan pemeriksaan selanjutnya membayar jasa pemeriksaan kepada mitra
kerjasama operasional sejumlah test dikalikan dengan tarif yang disepakati
sehingga dalam transaksi pajak bukan PPN namun PPh pasal 23 .

Sejalan dengan peta strategi pembangunan kesehatan 2015-2019 Direktorat


Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan yaitu terwujudnya Inovasi
Pelayanan Kesehatan, terwujudnya kemitraan yang berdaya guna tinggi dan
terwujudnya system managemen fasilitas pelayanan kesehatan serta mengacu
pada ketentuan PSAK 39 (Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan) tentang
kegiatan Co-sourching (Kerjasama Operasional) yang digolongkan sebagai
bentuk Kerjasama Operasional (KSO) tanpa pembetukan entitas hukum baru,
dimana hanya satu pihak saja yang secara signifikan memiliki kendali atas aset
maupun operasi KSO.
VI. LABORATORIUM KLINIK MODERN-TERPADU
Laboratorium klinik modern-terpadu adalah suatu konsep laboratorium
yang modern secara umum ditandai dengan adanya suatu konsolidasi dan
integrasi pra-analitik ,analitik dan paska analitik. (Sumber : Diolah oleh
penulis berdasarkan lampiran Permenkes No.43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang baik).
Pada Tahapan Pre-Analitik meliputi Integrasi pelayanan
berdasarkan Clinical pathway mulai dari permintaan klinisi
berdasarkan master International Classification Deases (ICD -10),
sistem antrean, phlebotomy collection (automatic labeling system),
hingga sampel klinik diterima oleh laboratorium kemudian disortir
dalam suatu proses tahapan alat Pre analitik (preparasi -
centrifugasi-decaping-alliquoting) sampai dengan sample klinik
siap dikirim oleh masing-masing alat untuk masuk ke dalam
tahapan analitik. Pada Tahapan Analitik, Konsolidasi antara
pemeriksaan Kimia Klinik dan Imunologi sampel serum diproses
melalui mesin diagnostic yang dedicated -compatible. Konsolidasi
Hematologi mulai dari pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
koagulasi melalui mesin diagnostic yang dedica ted-compatible.
Konsolidasi Analisa Gas Darah dengan Electrolyte. Konsolidasi
Urinalisa kimia dan urin sedimen. Seluruh propses pemeriksaan di
unit utama terkonsolidasi menggunakan proses system m anager
(PSM)-midle ware dan Laboratory Information System yang
mempunyai kemampuan mengabsorb instruksi International
Calsification Deases (ICD-10) yaitu 14.500 diagnose coding standar
INA-CBGs dan trace ability to ISO 15189 support. Dengan full
support dari vendor Multi National Corporation berpengalaman di
Indonesia (tentunya sesuai dengan preferensi end user) maka akan
memberikan kepastian kenyamanan pelayanan purna jual yang
berkesinambungan bagi Laboratorium Rumah sakit. Program PME
(Pemantapan Mutu Eksternal) yang berskala Nasional dan
internasional diadakan untuk mendukung pelaksanaan GLP (Good
Laboratory Practise) dan pelatihan yang berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu pelayanan Rumah sakit. Alur pelayanan
laboratorium di ilustrasikan sebagai berikut :

Sumber : Work flow laboratory, berdasarkan permenkes 43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang baik

Komunikasi data antara Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM-


RS) sebagaimana permenkes No 82 tahun 2013 tentang SIM-RS dengan
Sistem Informasi Laboratorium (LIS) dapat di ilustrasikan sebagai berikut :

Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan lampiran Permenkes No.43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang baik dan Permenkes No 82 tahun 2013 tentang
Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIMRS);
VII. PREFERENSI END USER LABORATORIUM KLINIK RUMAH SAKIT
Laboratorium klinik adalah Laboratorium kesehatan yang melaksanakan
pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi kesehatan
perorangan, yang digunakan untuk membantu melakukan diagnosis
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Untuk
menghasilkan out-put yang baik (quality assurance), cepat dan tepat
Laboratorium klinik modern-terpadu membutuhkan sarana dan prasarana
sebagai berikut :
1. Ruangan Laboratorium
a. Gambar-Lay out existing dan design alur kerja.
b. Ruangan Laboratoium Sentral dan loket pelayanan phlebotomy
(sesuai bab 4.2.2.kualifikasi infrastruktur)
2. Transport Pnumatic tube
1. Lay out-schema pneumatic transport
2. Kemampuan teknis
3. Kontrak service (free maintenance service selama masa kerja sama)
4. Garansi respon time teknisi 1 x 24 jam.
3. Laboratory Information system (sesuai bab 4.4. sistem informasi
laboratorium)
4. Phlebotomy labeling automation system
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan supply suku cadang (free of charge selama masa KSO)
3. Jaminan maintenance 1 x 24 jama (free of charge selama masa KSO)
5. Pre-Analitik Automation
a. Kemapuan teknis
b. Jaminan supply reagensia
c. Jaminan supply suku cadang (free of charge selama masa KSO)
d. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
e. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali (free of charge selama
masa KSO)
6. Sero-Imun Automation Analyzer
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
7. Chemitry Automation Analyzer
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
8. Blood Gaz Analyzer
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
9. Hemostasis Analyzer
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
10. Hematology Automation Analyzer
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
11. Analisa Gas Darah dan Electrolyte Analyzer
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
12. Urinalisa
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
13. Mikrobilogy
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
3. Jaminan supply reagensia
4. Jaminan supply suku cadang(free of charge selama masa KSO)
5. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge selama
masa KSO)
6. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge selama
masa KSO)
14. Glucose Monitoring System
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan supply reagensia
3. Jaminan supply suku cadang (free of charge)
4. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge)
5. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge)
6. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
15. Lactate Monitoring System
1. Kemampuan teknis
2. Jaminan supply reagensia
3. Jaminan supply suku cadang (free of charge)
4. Jaminan maintenance service 1 x 24 jam, 7d/w (free of charge)
5. Jaminan kalibrasi alat minimal 6 bulan sekali. (free of charge)
6. Jaminan menyediakan 1 main unit dan 1 back up unit.
16. Sarana Penunjang Laboratorium lainya
Implementasi konsep KSO laboratorium saat ini berkembang dalam bentuk :
4) KSO pola Rental Diagnostik
5) KSO pola revenue Sharing
6) KSO pola Cost Per Reportable Report
VIII. RENCANA BISNIS DAN KERANGKA ACUAN KERJA
8.1. Rencana Bisnis
Salah satu penyebab kegagalan bisnis adalah tidak adanya rencana bisnis
yang memadai. Bisnis dalam skala kecil, skala korporasi yang baru berdiri
maupun yang sudah lama menjalankan operasi, low tech maupun high
tech, proses rencana bisnisnya adalah sama, yang membedakan adalah
FOKUS sebagai pelaku bisnis. Rencana Bisnis (Business Plan)
Laboratorium Rumah Sakit membutuhkan pendekatan Strategic Business
Unit (SBU) dimana rencana bisnis di susun secara komprehensif meliputi
Visi, Misi, sumber daya eksisting, proyeksi pasar, historical jumlah test
eksisting, proyeksi pertumbuhan jumlah test, biaya reagensia dan bahan
habis pakai 1(satu) tahun terakhir dan kebutuhan dana dari BLU, Anggaran
Belanja Pemrintah (APBD,APBN) dan inovasi-terobosan mendapatkan
sumber pendanaan eksternal (non-organik) yaitu dengan pola
CoSourching-Kerjasama Operasional (KSO).
Managemen Rumah Sakit dapat mempertimbangkan aspek kendali Mutu
Laboratorium yang menjadi kewenangan penuh dibawah otoritas
managemen Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit, sehingga
menentukan efesiensi costing per tindakan pemeriksaan dan benefit
lainya, sesuai dengan PSAK 39 (Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan)
yang mengatur kegiatan Kerjasama Operasi (KSO) sebagai bentuk
Kerjasama Operasional (KSO) tanpa entitas hukum, dimana hanya satu
pihak saja yang secara signifikan memiliki kendali atas aset maupun operasi
KSO, sedimikan rupa sehingga Managemen Rumah Sakit mempunyai
preferensi pola KSO Reagen rental. Namun demikian dengan segala
kelebihan dan kelemahanya, Managemen Rumah Sakit dapat juga
mempertimbangkan aspek Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium sebagai
Jasa (offshore) sehingga menggunakan Kerjasama Operasional (KSO) pola
Cost Per Reportable Report (CPRR) ataupun Cost-Revenue Sharing.
Menyusun rencana bisnis atau Business plan, hal yang membedakan rencana
antara entitas profit dan non-profit adalah sebagai berikut :
No Deskribsi Profit Non profit
Target pemasaran- Pelanggan- Audience-penerima
1
marketing customer program
Pendapatan-Penerimaan
berdasarkan sumber
Pendapatan-
2 Chart Account penerimaan al : yayasan,
Revenue
dana dari public, dana
bantuan
Laporan
3 Laporan laba rugi Profit and Loss kegiatan(statement of
activity)
Laporan Posisi keuangan
4 Neraca Balance sheet (statement of financial
statement)
Pinson.Linda, Anatomy of a Business Plan, Mozaik tahun 2009

Pada rencana bisnis Laboratorium di Rumah sakit Pemerintah,


membutuhkan setidaknya informasi berupa data – data sebagai berikut :
o Jumlah Tempat tidur Existing
o BOR (Bed of Rate)
o ALOS (Average Length of Stay)
o Jumlah test existing 1(satu) tahun terakhir
o Tarif pemeriksaan existing
o Daftar Alat eksisting kepemilikan Rumah Sakit
o Daftar Alat Eksisting KSO parsial dan masa berlaku.
o Belanja reagensia 1 (satu) tahun terakhir
o Belanja Bahan Medis Habis Pakai 1 (satu) tahun terakhir

Berdasarkan data tersebut, selanjutnya dibuat analisis secara


komprehensif sehingga Managemen Laboratorium mampu menyajikan
data proyeksi penerimaan dan pengeluaran serta biaya lainya dalam
bentuk Neraca Laba – Rugi.
Contoh Proyeksi jumlah penerimaan dan pengeluaran di bawah ini :

8.2. Menyusun Kerangka Acuan Kerja (Term of Reference)


Unit pelaksana teknis dalam aplikasinya memahami proses bisnis dan apa
yang dibutuhkan untuk mecapai keluaran yang menjadi tujuan
laboratorium klinik. Untuk itu unit pelaksana teknis membuat Term of
reference (TOR) atau kerangka Acuan Kerja (KAK) yang definisi
operasionalnya adalah dokumen perencanaan kegiatan yang berisi
penjelasan/keterangan mengenai apa, mengapa, siapa, kapan, di mana,
bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan. Dengan kata
lain, Kerangka Acuan Kerja berisi uraian tentang latar belakang, tujuan,
ruang lingkup, masukan yang dibutuhkan, dan hasil yang diharapkan dari
suatu kegiatan. Kerangka Acuan Kerja (KAK) /Term Of Reference (TOR)
disusun dengan format yang umum berdasarkan kriteria Why, What, Who,
Whom,Where, How , sebagai berikut :
1. Latar Belakang- Why?
 Visi-Misi
 Aspek legal
 Kondisi umum
2. Kegiatan apa yang akan dilaksanankan- What?
 Kondisi saat ini
 Potensi pengembangan
 Kebutuhan (spesifikasi teknis)
3. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Secara umum tujuan yang akan dicapai antara lain :
1. Memusatan pemeriksaan laboratorium dalam satu laboratorium
terpadu (Consolidated Central Laboratory concept) dengan
penggabungan dan pengintegrasian alat diagnostic
Laboratorium klinik dengan sistem informasi laboratorium di
dalam satu ruangan Laboratorium Modern Terpadu (One
stop services) sehingga :
1) Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pasien
2) Meningkatkan citra-image RUMAH SAKIT yang sudah baik
menjadi lebih baik lagi sehingga Meningkatkan keyakinan
pasien yang ada dan pasien potensial
2. Laboratorium Klinik Rumah Sakit menjadi Laboratorium
modern terpadu melalui alignment-bridgeing Sistem Informasi
Laboratorium dengan Sistem Informasi Managemen Rumah
Sakit sehingga mampu mempermudah implementasi program
Clinical Pathway di Rumah Sakit.
3. Mempercepat pelayanan pemeriksaan Laboratorium (Turn
around Time reduction)- sesuai konsep Clinical pathway.
4. Mengurangi Human Error.
5. Membantu klinisi dalam menegakan diagnosis untuk
penatalaksanaan pasien secara profesional, cepat, & akurat
(High precission and accuracy results, improve professional
expertise).
6. Mereduksi biaya (Less cost reagensia-Bahan medis Habis
Pakai consumed, Less time working time consumed,
Shorten LOS – lenght of stay in hospital patients).
7. Menuju Pelayanan Prima RUMAH SAKIT sesuai Evedince
Based Medicine (EBM) Patient Safety dan Clinical Pathway .
8. Latest innovations and excelllence in choice of technology-
Laboratorium klinik Rumah Sakit menggunakan teknologi yang
terkini dan dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan menuju pemenuhan standar ISO 15189
(Akreditasi mutu pelayanan pemeriksaan laboratorium) bertaraf
Nasional dengan standar Internasional.
9. Peningkatan efesiensi pemantauan pemeriksaan laboratorium
(Autoverifikasi).
10. Bekerjasama dengan perusahaan yang kompeten di bidang
kerjasama laboratorium (Counterpart and Leader for the best
partners in Laboratory Medicine) dan Pendampingan dalam
meraih Certified Laboratory Quality Assurance
4. Cara pelaksanaan kegiatan – How?
 Dokumen pengadaan/Kontes sesuai peraturan Peratutan
Menteri Keuangan No. 08/PMK.02/2006 (Pasal 1 – 6) tentang
pengadaan Barang dan Jasa pada Badan Layanan Umum.
 Pengumuman
 Persyaratan kualifikasi administrasi
 Persyaratan kualifikasi teknis
 Persyaratan kualifikasi keuangan
 Metodologi pengadaan via kontes/presentasi konsep, initial
outlay, IRR, workflow, bisnis plan yang ditawarkan dan lain-lain.
 Metodologi evaluasi
1. Sistem Gugur
2.Merrit point
5. Tempat pelaksanaan Kegiatan – Where?
6. Jadwal Kegiatan
7.Biaya yang diperlukan – How much?
8. Out-put Keluaran yang diinginkan.
1) Pemenuhan kualifikasi administrasi
2) Pemenuhan kualifikasi teknis (spesifikasi)
3) Pemenuhan kualifikasi keuangan (bisnis plan)
4) Objective lainya yang akan di capai.
9. Penanggung jawab kegiatan.

8.3. Memilih dan Menentukan Mitra Kerjasama Co-Sorching


Setelah KAK/TOR dibuat oleh unit pelaksana teknis selanjutnya di
presentasikan di hadapan direksi/managemen Rumah Sakit untuk
mendapatkan koreksi sampai dengan persetujuan. Apabila sudah
mendapat persetujuan dari Direksi Rumah sakit maka dokumen
TOR/KAK tersebut diserahkan kepada unit analisys-unit pengadaan.
Selanjutnya unit analisys-pengadaan membuat rencana kerja dan syarat-
syarat kontes menentukan kualifikasi mitra kerjasama operasional co-
sourching. Melalui sebuah proses biding/kontes sebagaimana ketentuan
di dalam sesuai peraturan Peratutan Menteri Keuangan No.
08/PMK.02/2006 (Pasal 1 – 6) tentang pengadaan Barang dan Jasa pada
Badan Layanan Umum, Hal-hal kelengkapan dokumen yang harus
dipersiapkan meliputi :
1) Term of Reference-Kerangka Acuan Kerja yang berisikan Usulan /
Bisnis Plan / Studi Kelayakan dari Unit Kerja.
2) Bisnis Plan mencakup :
 Asumsi
 Jumlah kegiatan per tahun.
 Usulan-persetujuan tarif.
 Lama waktu perjanjian.
 Perhitungan Cost Recovery / Pay Back Period.
 Biaya operasional.
 Biaya pemeliharaan.
 Harga alat / Biaya pembangunan / Jasa manajemen.
 Beban Bunga bank.
 Konsep Bagi Hasil.
 Analisa Investasi
3) Tarif awal dan penyesuaiannya ditetapkan secara berkala untuk
memastikan tingkat pengembalian investasi yang meliputi
penutupan biaya modal, biaya operasional dan keuntungan yang
wajar dalam kurun waktu tertentu.
4) Spesifikasi Alat / Rencana gambar bangunan / Sistem manajerial.
5) Proposal Penawaran Kerja Sama dari investor/calon mitra kerjasama.
6) Penetapan Mitra Kerjasama Operasi melalui proses lelang/kontest.
7) Kualifikasi Perusahaan mitra Co-sourching berupa dokumen legal
investor yang dilengkapi dengan :
 Akte pendirian perusahaan.
 Domisili perusahaan
 Surat Ijin Usaha Perusahaan Penyalur Alat Kesehatan
Diagnostic-Invitro yang menjalankan prinsip-prinsip Good
Distribution Practice (quality assurance certified, ISO 9001:2008
dan Health and Safety Assurance OHSAS 18001:2007)
sebagaimana ketentuan di dalam Permenkes No 4 Tahun 2014
tentang CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan-Diagnostic Invitro
yang Baik).
 Laporan keuangan terdiri dari : Laporan Neraca, Laba Rugi, dan
Arus Kas
 Pengalaman dan Daftar Customernya, TDP, PPK, dan NPWP,
Bukti Setor Pajak Tahun lalu dan 3 bulan terakhir tahun berjalan
Tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bidang/unit pelaksana
teknis di usulkan oleh masing masing bidang/unit pelaksana teknis dan
di setujui oleh Direksi-Managemen Rumah Sakit, antara lain :
1. Tupoksi Unit Kerja-tim teknis meliputi :
a. Menyusun buat Bisnis Plan
b. Menyusun Kerangka Acuan Kerja
c. Mempresentasikan Bisnis Plan di hadapan Direktur Rumah Sakit
d. Membuat perbaikan bisnis plan atas koreksi dan masukan dari
Direktur Rumah Sakit.
2. Tupoksi Direktur Rumah Sakit
a. Memberikan koreksi sampai dengan menerima atau menolak
usulan Bisnis Plan-TOR dari Unit Kerja.
b. Membahas usulan dalam Rapim Direksi dan Dewan Pengawas.
c. Menerima hasil /usulan dari Tim Analisis.
d. Mengumumkan pemenang penyedia Co Sourching.
e. Menetapkan pemenang kontes penyedia Co Sourching.
3. Tupoksi Tim Analisis
a. Mengumumkan/Mengundang calon penyedia barang dan jasa Co
Sorching untuk mengajukan proposal penawaran.
b. Memberikan penjelasan kepada calon investor/penyedia
barang/jasa Co-Sourching.
c. Melakukan penilaian kelayakan penawaran-proposal-presentasi
investor Co-Sourching dan membuat telaah –evaluasi analisis
investasi.
d. Menilai proposal yang di tawarkan oleh investor/penyedia
barang/jasa Co-Sourching berdasarkan ketentuan ambang
batas/passing grade.
e. Menyusun Rencana Kerja dan Syarat-syarat Umum dan Khusus
Kontrak Co-sourching.
f. Membuat laporan hasil analisis serta usulan atau draft kerja sama
sesuai dengan bentuk kerja sama yang direkomendasikan direksi.
4. Tupoksi Perusahaan Investor Co-Sourching
a. Mengajukan penawaran-proposal Business
b. Melengkapi dokumen yang dibutuhkan, berupa :
 Akte pendirian perusahaan
 Domisili perusahaan
 Surat Ijin Usaha Perusahaan sebagaimana ketentuan.
 NPWP
 Laporan keuangan : laporan neraca, laba rugi, dan arus kas -
yang telah diaudit oleh Auditor Independen.
 Bukti pembayaran pajak tahun lalu dan 2 bulan terakhir
pembayaran tahun berjalan.
 Jaminan alat serta kesanggupan pemeliharaan dan penyediaan
suku cadang.
 Gambar alat kedokteran atau desain fisik bangunan.
c. Melakukan presentasi usulan penawaran dan bisnis plan yang
meliputi :
 Proyeksi, Jumlah kegiatan pertahun, Usulan tarif, Lama waktu
perjanjian, Perhitungan Cost Recovery, Biaya operasional,
Biaya pemeliharaan, Harga alat / biaya pembangunan / jasa
manajemen, Beban bunga (capital cost)
 Konsep Co-Sorching sebagaimana ditentukan di dalam
dokumen rencana kerja dan syarat-syarat umum (Revenue
sharing, Profit Sharing, Cost Per Reportable Report, atau
reagen Rental)
d. Analisis Investasi, Pay back periode, IRR, RoI
IX. KESIMPULAN
1. Kendali mutu (Quality Assurance) dan biaya berdasarkan standar
internasional berbasis bukti (medical base evidance) saat ini telah
menjadi tren dunia kesehatan, oleh karena itu Rumah sakit Pemerintah
yang tidak mengikuti hal tersebut akan tertinggal. Pasien semakin
memahami bahwa ia memiliki hak untuk memilih, maka mutu pelayanan
akan merupakan salah satu sebab dipilihnya rumah sakit, selain standard
profesi yang telah ditetapkan juga berhadapan dengan asumsi dan tuntutan
hukum yang semakin gencar.
2. Implementasi INA-CBG’s dalam Jaminan Kesehatan Nasional JKN telah
memberikan kepastian, mengubah tarif yang sebelumnya menggunakan
fee for service system menjadi prospective payment system.
3. Pelayanan laboratorium merupakan salah satu jenis layanan yang
terintegrasi dalam Clinical Pathway, dikarenakan fungsi pelayanan
laboratorium yang mencakup skrining, penentuan diagnosis, serta
evaluasi terapi. Guna menjamin laboratorium tidak mengalami
kerugian dan untuk itu proses pelayanan akan terjamin
kesinambungannya perlu ditentukan jasa pelayanan laboratorium dalam
kategori Remunerisasi.
4. Untuk menjalankan pemeriksaan Laboratorium berdasarkan Expertise Lean
laboratory practice dan menuju pemenuhan akreditasi serta qualified Quality
Assurance ISO 15189 Laboratorium Patologi Klini Rumah Sakit Pemerintah
membutuhkan Infrastruktur, Laboratory Information system,
pemilihan mesin diagnostic automation, system transport tube yang
dilaksanakan dengan cara Co-Sourching-Kerjasama Operasi (KSO)
berdasarkan kaidah peraturan yang berlaku.
5. Untuk menuju pemenuhan akreditasi serta qualified Quality Assurance
ISO 15189 Laboratorium Rumah Sakit pemerintah dituntut untuk memiliki
Laboratory Informastion system yang qualified yang sudah digunakan 0leh
laboratorium klinik yang juga qualified ISO 15189.
6. Untuk melaksanakan implementasi INA-CBGs managemen Rumah Sakit
sangat di sarankan untuk :
1. Menata ulang perencanaan dan belanja Rumah Sakit seperti alokasi
belanja untuk pegawai, operasional dan investasi.
2. Menata ulang dan membangun sistem remunerasi.
2. Mengendalikan dan mengeliminasi KTD (kejadian tidak diharapkan)
dengan program Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Pasien Safety).
3. Menata ulang sistem pelayanan rekam medik dan administrasi klaim-
melalui peningkatan kemampuan SIM-RS yang dapat mengakomodir
Electronik Medical Record-standar INA-CBGs Clinical Pathway based
yaitu ICD-10 (International Classification Deaseas) untuk diagnosa
14.500 kode dan ICD–9CM Untuk prosedur/Tindakan 7.500 kode.
Pengelompokan(algoritme) dijalankan dengan menggunakan
software Grouper dari United Nation University Internasional
Institute for Global Health (UNU - IIGH), yang menggabungkan ~
23.000 kode ke dalam banyak kelompok atau group yang terdiri dari
23 MDC (Major Diagnostic Category), terdiri pula dari 1077 kode INA
DRG yang terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode
untuk rawat jalan.
4. Melakukan Kaji ulang proses pelayanan agar lebih eisien dan
bermutu.
5. Melakukan Kaji ulang Standard Operating Procedure (SOP)
pelayanan misalnya LOS, pemeriksaan penunjang, penggunaan obat
dan bahan habis pakai.
6. Standarisasi obat dan Alat Medis Habis Pakai dengan formularium
dan gunakan obat generik.
7. Mengurangi variasi pelayanan dengan Clinical pathway.
7. Memperkuat sistem IT, Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM-
RS) yang mampu mengakomodir Clinical Pathway.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang- undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Undang undang no 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan;
3. Peraturan presiden No 67 tahun 2005 tentang Kerjasama antara pemerintah
dengan Swasta;
4. Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU);
5. Peraturan Menteri Kesehatan No 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi
Managemen Rumah Sakit (SIMRS);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/Menkes/PER/III/2010 tentang
Laboratorium Klinik;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik;
8. Peraturan Menteri Kesehatan No 4 Tahun 2014 tentang CDAKB (Cara Distribusi
Alat Kesehatan yang Baik)
9. Suresh, R. 2002 . Knowledge Management- A Strategic Perspective , available
from http://www.kmadvantage.com/docs/ km articles/KM a Strategic
Perspective.pdf;
10. Zanninotto M, Plebani M. The hospital central laboratory’’: automation,
integration and clinical usefulness . Clin Chem Lab Med 2010;48(7):911–917;
11. Stacy E. F. Melanson, MD, PhD; Neal I. Lindeman, MD; Petr Jarolim, MD, PhD
Selecting Automation for the Clinical Laboratory , Arch Pathol Lab Med—July
2007:vol 131:1069-9;
12. Kurec AS, Lifshitz MS. General concepts and administrative issues . In
McPherson RA, Pincus MR, eds. (endry’s Clinical Diagnosis and Management
by Laboratory Methods. 21st ed. China: Saunders Elsevier ; 2007:p.3-11;
13. Brian Griffin. B Arch(Syd) Fraia MDIA ARIBA. Laboratory Design Guide ,
Architect and Laboratory Design Consultant, 3th Edition 2005;
14. Lewandrowski K. Clinical Chemistry : Laboratory Management and Clinical
Correlations, 1st ed. Philadelphia, Lippincott-Williams and Wilkins, 2002; 952.
15. B.Mulyono, Strategic Prioritization in Clinical Laboratory Services Using SFAS
Technique by Means of SWOT Matrix, Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 93-96;
16. Timan )S. Laboratorium Pusat RS. Cipto Mangunkusumo. Profil dan Laporan
. RSCM, Jakarta 2010;
17. Aman AK. )nstalasi Laboratorium patologi Klinik RSUP. (. Adam Malik,
Medan, 2010;
18. ) Made Arimba, KSO-S)MRS diunduh dari : http://www.madecerik.net, 4
Februari 2012;
19. Forum (elpdesk, Direktorat PPK BLU Direktorat Perbendaharaan Negara’, 2
Januari 2015;
20. Lusia M, Penentuan Jasa Pelayanan Laboratorium dalam persiapan
pemberlakukan BPJS Kekeshatan, Program Pendidikan Dokter Spesialis Program
Studi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Iniversitas Diponegoro RSUP Dr
Kariadi Semarang, tahun 2013;
21. Pinson.Linda, Anatomy of a Business Plan, Panduan menyusun Rencana Bisnis,
edisi ke-7, Mozaik tahun 2009;
22. ISO 15189-2009; Badan Sertifikasi Nasional (BSN)-Standar Nasional Indonesia
(SNI) Laboratroium Medik – persyaratan khusus untuk mutu dan kompetensi,
Jakarta 2009;
23. Wyn@Health, Laboratory Information System, Wynacom, PT, Jakarta 2015;
24. AM Vianey Norpatiwi, Aspek value added Rumah Sakit sebagai Badan layanan
Umum;
25. Dyah Nur Hidayah, Dyah Ernawati, S.Kep.Ns,M.kes, Jurnal Accuracy Analysis of
Primary Diagnosis code based on patient BPJS cause unverified in Permata
Hospital Medika Semarang Januari 2014 ;
26. dr Windi Pertiwi, MMR, Clinical pathway, Jakarta 2014;
27. http://www.kiu-consula.com/clinical-pathway-dalam-ina-cbgs/Casemix for
Beginners: Concepts and Applications in Developing Countries UKM ITCC –KIUC
2014;
28. Gasperz, Vincent. 2007, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta;
29. Silvester, K., Lendon, R., Bevan, (., Steyn, R. and Walley, P. , Reducing
waiting times in the N(S: is lack of capacity the problem? , Clinician in
Management, Vol. 12 No. 3, pp. 105-11);
30. Riyono; pengendalian mutu laboratorium klinik dilihat dari aspek mutu hasil
analisis laboratorium klinik; Surakarta, 2006;
31. )riana A Nicolic and (arald Maikisch. Public Private Partnerships And
Collaboration in the health sector, An overview wirh case studies from recent
European experience, October 2006;
32. Dwi Mardiatmo N H, dkk, Jurnal Implementasi Sistem Informasi Rumah Sakit,
UNDIP Semarang, 2013;
33. Henny Hendarty dkk di dalam Jurnal Pemanfaatan Sistem Informasi untuk
Pengelolaan Medik dan Jasa Kesehatan di Klinik, CommIT, Vol. 2 No. 1 Mei 2008,
http://msi.binus.ac.id/files/2013/05/0201-09;
34. Hartanto, business plan co-sourching Laboratorium Klinik RSUP H. Adam Malik
2014.
35. Widoatmodjo. Sawidji,:Remodeling The Business ed Oktober , Gramedia
Pustaka, Jakarta;
36. Wulandari.Ana-Mulyanto (eru, Managemen Operasi CV Agung Semarang,
2010;
37. (erjanto.Edi, Managemen Operasi ed , PT Grasindo, Jakarta ;
38. )nfo BPJS Kesehatan, Perubahan tariff INA-CBGs membuat biaya Kesehatan
lebih efektif, edisi VIII tahun 2014;
39. Buletin BUK Kementrian Kesehatan, )NA-CBGs ;Untuk pelayanan Rumah Sakit
lebih baik , edisi Mei tahun ;
40. PERSI, Outlook Managemen Rumah Sakit- di era JKN, Bagaimana Kebutuhan
Pengembangan Managemen Rumah Sakit dan Bagaimana hubungan Rumah
Sakit dengan Dinas Kesehatan, tahun 2014;
41. Anoniym. Laboratory Integration.Laboratory Answer. Diunduh dari :
http://www.labanswer.com/Laboratory System Integration.asp, 20 September
2010;
42. Anonym.Mayo White paper.Mayo,USA. Diunduh dari :
http://www.laanswer.com/Laboratory System Integration.asp 18 September 2010;
43. http://industri.kontan.co.id/;
44. http://indonesia-pharmacommunity.blogspot.com/2015/01/realisasi-
pertumbuhan-industri-farmasi.html;
45. http://research.fk.ugm.ac.id/;
46. http://finansial.bisnis.com/;
47. http://informasikesehatanfkmunsri.blogspot.com/).;
PROFIL PENULIS
Hartanto lahir di Lampung, 13 September 1970, menyelesaiakan Pendidikan
di STEI IPWIJA Kampus Jl Gatot Subroto Gedung Adhi Graha lantai 14
Jakarta selatan, dengan thesis Analisis Strategi Distributor Farmasi dengan
pendekatan Blue Ocean Strategi dan Balanced Scorecard pada Line Bisnis
Kerja sama Laboratorium PT Indofarma Global Medika, Program Magister
Managemen, STEI IPWIJA Jakarta, 2013.
Kompetensinya pada bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, berupa
Sertificate Ahli Pengadaan Nasional Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/jasa Pemerintah Republik Indonesia/LKPP November 2012.
Pengalaman profesi lainya, menyusun makalah pada event ASEAN Network
for Clinical Laboratory Standardization and Harmonization (ANCLS), dengan
judul Complete Laboratory Integration System, di Hotel Borobudor Jakarta,
28-30 September 2010; dan menjadi Narasumber Quality Assurance Up date
for Customer Satisfaction seminar ilmiah oleh Persatuan Ahli Teknologi
Laboratorium Kesehatan Indonesia (PATELKI), Bandung, 11 Desember 2010;
Kompetensinya dalam managemen proyek diperoleh dari program Magister
Managemen Universitas Gajah Mada (MM-UGM)-Ikatan Ahli Managemen
Proyek Indonesia (IAMPI), Oktober 2015.
Referensi Pengalaman Proyek KSO di Rumah Sakit antara lain :
1) Kerjasama Operasi (KSO) Pelayanan Dialisys RSUD Badung Bali tahun
2015 – 2019;
2) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi Klinik (laboratorum
terintegrasi) RSUP Sanglah tahun 2015 – 2019;
3) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi Klinik (laboratorum
terintegrasi) RSUP. H. Adam Malik tahun 2015 – 2019;
4) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi Klinik (laboratorum
terintegrasi) RSUP. M. Hoesin Palembang tahun 2012 – 2017;
5) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi klinik (Laboratorium
terintegrasi) RSUD. Syaiful Anwar Malang tahun 2012 – 2017.
6) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patology Klinik (laboratorium
terintegrasi) RSUP. Sanglah Denpasar Bali 2015 – 2020;

Pengalaman organisasi profesi di GAKESLAB (Gabungan Pengusaha Alat


Kesehatan dan Laboratorium) Pusat Jakarta KTA No. 135/GAKESLAB/DKI
Kepengurusan 2015 – 2019 sebagai Sekretaris Bidang Usaha Laboratorium.
Saat ini masih aktif di PT Indofarma Global Medika sebagai Manager KSO
Laboratorium, untuk diskusi dan konsultasi dapat dihubungi di 0818-
07183798 email kso.kpbu@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai