Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kualitas manusia

sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Manusia dan pendidikan

tidak dapat di pisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dan masa depan

manusia yang di bekali akal dan pikiran. Oleh karena itu, pendidikan

memiliki peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan

hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk

meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga

negara berhak mendapatkan pendidikan. Seperti tertulis dalam UU No.2

tahun 1989 Pasal 5 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian orang-orang yang

menderita kelainan atau cacat juga memiliki hak yang sama. Seperti tertulis

pada pasal 5 ayat (2) UU No.2 tahun 1989 bahwa setiap warga negara yang

memiliki kelainan fisik, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh

pendidikan khusus. Dengan kata lain perkembangan manusia ada yang

normal dan ada yang terganggu, dan hal ini dapat mempengaruhi mental dan

jasmani seseorang. Sehingga dalam permasalahan pendidikan, tidak ada

perbedaan anak yang perkembangan jasmani dan rohaninya normal, dengan

anak yang memiliki kecacatan fisik, dengan anak yang memiliki kelemahan

mental atau yang sering disebut tunagrahita.

1
2

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang

signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan

dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan

(Meimulyani, 2013: 12 ). Menurut (Delphie, 2006: 2) Anak dengan hendaya

perkembangan kemampuan (Tunagrahita), memiliki problema belajar yang

disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi,

sosial, dan fisik. Berdasarkan paparan diatas dapat disumpulakan bahwa

tunagrahita merupakan individu yang memiliki kemampuan intelegensi

dibawah rata-rata yang disebabkan adanya gangguan perkembangan.

Tunagrahita terdiri dari berbagai klasifikasi salah satunya adalah anak

tunagrahita ringan. Menurut (I.G.A.K. Wardani, 2014: 6.23) Anak

Tunagrahita ringan adalah mereka yang ketunagrahitaannya ringan, mereka

masih dapat melakukan kegiatan bina diri seperti merawat diri, mengurus

diri, menolong diri, berkomunikasi, adaptasi sosial, dan melakukan tata

laksana rumah sehingga dalam hal seperti ini mereka tidak tergantung pada

orang lain. Kecerdasan dan adaptasi sosial anak tunagrahita ringan dapat

dikatakan cukup terlambat, namun mereka mempunyai kemampuan dalam

bidang akademik dan kemampuan bekerja. Sementara itu (Efendi 2006: 90)

mengemukakan siswa tunagrahita ringan adalah siswa tunagrahita yang

tidak mampu mengikuti program pendidikan di sekolah regular, namun

memiliki kemampuan yang masih dapat dikembangkan melalui pendidikan

meskipun hasilnya tidak maksimal. Dari penjelasan tersebut bisa dikatakan

bahwa anak tunagrahita ringan sebenarnya masih mampu untuk melakukan


3

suatu pekerjaan sederhana dengan mandiri dan baik, namun memang

beberapa masih butuh didampingi.

Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang sangat penting bagi manusia

tidak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. (Hariadi, 2009: 104)

menjelaskan bahwa aktivitas fisik atau olahraga yang terencana dan teratur

serta dilakukan secara rutin, sangat bermanfaat untuk kesehatan dan

kebugaran fisik. Aktivitas fisik yang paling sering dilakukan manusia adalah

berjalan kaki. Jalan kaki merupakan suatu kegiatan fisik yang menggunakan

otot-otot terutama otot kaki untuk berpindah dari suatu tempat atau ketempat

lain. Gerak tubuh yang kita lakukan dalam berjalan didominasi oleh langkah

kaki, meskipun gerak tangan, dan anggota badan lainnya juga diperlukan

tetapi gerak langkah kaki sebagai gerak utama (Gumilar, 2016). Dengan

melakukan kegiatan berjalan kaki diharapkan dapat meningkatkan aktivitas

fisik dan kesehatan bagi yang melakukannya.

Salah satu materi pembelajaran dasar yang harus dikuasai anak

tunagrahita ringan adalah gerak lagkah, melalui permainan sederhana dan

atau tradisional yang di modifikasi. Berdasarkan kurikulum pendidikan luar

biasa dalam pembelajaran gerak dasar manipulatif terdapat pada mata

pelajaran pendidikan jasmani dan rohani dengan standart kompetensi kelas

V, semester 1.1 mengenal konsep variasi gerak dasar manipulatif dalam

bentuk permainan sederhana dan atau permainan tradisional yang

dimodifikasi.

Upaya yang dilakukan untuk membantu anak tunagrahita ringan

dalam meningkatkan aktivitas gerak langkah yaitu melalui permainan.


4

Mengingat permainan adalah kegiatan yang sangat disenangi oleh anak-

anak, Hal ini senada dengan ungkapan (Diana Mutiah, 2010: 91) Bermain

harus dilakukan atas inisiatif anak dan keputusan anak itu sendiri. Bermain

harus dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang

menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak. Salah satu

permainan yang dapat membantu anak dalam meningkatkan aktivitas gerak

langkah yaitu melalui modifikasi permainan Engklek. Modifikasi permainan

Engklek adalah pemainan yang dapat mengasah ketrampilan berupa

menggiring, menendang, dan menggelindingkan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di SLB Dhama Wanita Pare,

sekolah tersebut merupakan satu-satunya SLB di wilayah Kecamatan Pare.

Hal ini membuat sekolah tersebut mejadi rujukan untuk anak-anak

berkebutuhan khusus, sekolah juga memiliki sarana dan prasarana yang

memadai, serta memiliki guru yang berlatar belakang pendidikan jasmani

dan kesehatan. Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di sekolah

tersebut, pembelajaran olahraga sebenarnya sudah meliputi permainan

seperti melompat, berlari dan lempar-tangkap. Namun disini peneliti

memberikan permainan yang lebih menyenangkan dengan menggunakan

berbagi alat dalam pembelajaran olahraga, sehingga siswa lebih tertarik

dalam melakukan pembelajaran olahraga. Diharapkan dengan memberikan

bentuk permainan yang bervariasi dan menyenangkan, siswa tunagrahita

bisa lebih aktif dalam melakukan olahraga, hal ini secara tidak langsung

dapat meningkatkan aktivitas gerak langkah siswa tersebut.


5

B. Batasan Masalah Penelitian

1. Penelitian ini terbatas pada siswa tunagrahita ringan kelas V SLB

Dharma Wanita Pare sebanyak 1 siswa

2. Pembelajaran penjas difokuskan terhadap gerak langkah siswa.

3. Penelitian dilaksanakan di SLB Dharma Wanita Pare

4. Penelitian ini hanya terbatas pada modifikasi permainan engklek

5. Penelitian dilakukan selama 10 menit (pada inti kegiatan

pembelajaran)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang diatas yang telah diuraikan maka

dapat dirumuskan sebagai berikut “Adakah Pengaruh Modifikasi Permainan

Engklek Terhadap Aktivitas Gerak Langkah Siswa Tunagrahita Ringan SLB

Dharma Wanita Pare ?”

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modifikasi

permainan engklek terhadap aktivitas gerak langkah siswa tunagrahita

ringan SLB Dharma Wanita Pare.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitiaan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Bagi peneliti, peneliti secara langsung dapat menambah pengetahuan

atau wawasan dan pengalaman baik personal maupun sosial sebagai

implikasi dari penelitian ini.


6

2. Bagi guru (terutama guru guru penjas yang mengajar di SLB), hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan model

pembelajaran berupa permainan modifikasi.

F. Definisi Operasional

1. Engklek adalah suatu permainan tradisional lompat-lompatan pada bidang

datar yang digambar di atas tanah dengan membuat gambar kotak-kotak,

kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak berikutnya.

Permainan ini biasanya dilakukan perorangan dan berkelompok. Peneliti

memodifikasi bentuk engklek dan diberi nomer 1,2,3. Pada tiap nomer

terdapat kertas berisi permainan yang berbeda. Permainannya terdiri dari

menggiring bola melewati rintangan, menendang bola ke arah cone, dan

menggelindingkan hula hoop. Cara permainannya yaitu diawali dengan

siswa melempar kreweng ke arah kotak 1/2/3, kemudian siswa mengambil

kertas yang telah tersedia di kotak tersebut dengan melakukan permainan

engklek seperti biasa, setelah siswa kembali ke garis start siswa melakukan

permainan yang ada dalam kertas tersebut.

2. Anak tunagrahita yaitu anak yang secara signifikan mempunyai IQ dibawah

normal dikelompokkan sebagai anak tunagrahita. Meskipun yang menonjol

dalam hal ini adalah kemampuan mental yang dibawah normal, namun

kondisi ini berpengaruh pada kemampuan lainnya, seperti kemampuan

untuk bersosialisasi dan menolong diri sendiri.


7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Gerak Melangkah (jalan kaki)

Aktifitas fisik merupakan fungsi dasar hidup manusia. Menurut Welis,

(2013: 1) Sejak zaman dahulu aktifitas fisik deperlukan untuk

mengumpulkan makanan dengan cara berjalan sekeliling hutan dan sungai,

berlari dari kejaran musuh atau hewan liar yang hendak menerkam. Seiring

perkembangan peradaban manusia mulai mengenal alat transportasi,

aktifitas manusia untuk berjalan ke suatu tempat sudah mulai berkurang.

Padahal berjalan merupakan aktivitas sehari-hari yang penting dan perlu

dibiasakan untuk mengurangi keluhan yang timbul akibat terlalu banyak

duduk, berdiri atau pada posisi yang sama untuk waktu yang terlalu lama.

Menurut (Gumilar, 2016). Jalan kaki adalah suatu kegiatan fisik yang

menggunakan otot-otot terutama otot kaki untuk berpindah dari suatu

tempat atau ketempat lain. Gerak tubuh yang kita lakukan dalam berjalan

didominasi oleh langkah kaki, meskipun gerak tangan, dan anggota badan

lainnya juga diperlukan tetapi gerak langkah kaki sebagai gerak utama

Sedangkan menurut (Anjasmara, 2010) jalan adalah suatu gerakan

melangkah ke segala arah yang dilakukan oleh siapa saja dan tidak

mengenal usia. Kegiatan rangkaian gerak melangkah, pelaksanaanya dengan

cara sebagai berikut.

1. Persiapan

a. Berdiri rileks dan kedua lengan lurus disamping badan.

b. Pandangan ke depan.

8
9

2. Pelaksanaan

a. Langkahkan kaki kiri kedepan sambal mengayunkan lengan kiri ke

belakang dan lengan kanan ke depan.

b. Lakukan gerakan ini berlanjut dengan melangkahkan kaki kanan ke

depan dan mengayunkan lengan kanan ke belakang serta lengan kiri ke

depan.

c. Setiap gerakan mengayun dan melangkah diikuti gerak lutut mengeper.

B. Tinjauan Anak Tunagrahita

Tunagrahita atau sering dikenal dengan cacat mental adalah yang

berada dibawah normal. Tolok ukur yang sering dikenakan untuk ini adalah

tingkat kecerdasan atau IQ. Anak yang secara signifikan mempunyai IQ

dibawah normal dikelompokkan sebagai anak tunagrahita. Sebagaimana

halnya anak tunarungu, tunagrahita juga dapat dikelompokkan menjadi tuna

grahita ringan, sedang, dan berat. Meskipun yang menonjol dalam hal ini

adalah kemampuan mental yang dibawah normal, namun kondisi ini

berpengaruh pada kemampuan lainnya, seperti kemampuan untuk

bersosialisasi dan menolong diri sendiri.

1. Dampak Ketunagrahitaan Secara Umum

A. Dampak Terhadap Kemampuan Akademik

Kapasitas anak belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih

lebih kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak, mereka lebih

banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan

pengertian. Dari hari kehari mereka membuat kesalahan yang

sama. Mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir.


10

Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan

lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa,

sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.

Dampak tersebut dapat anda kaji lebih cermat dalam berikut ini.

1) Apabila mereka diberikan pelajaran matematika hanya

berkisar beberapa menit mereka langsung merasa bosan,

susah, mengantuk. Tetapi bila diberikan pelajaran kesenian,

olahraga atau keterampilan mereka menunjukkan minat

belajar yang baik dan perhatian berlangsung dalam waktu

yang lama. Mereka meminta ingin belajar lagi.

2) Apabila anak normal mendapatkan mainan bari ia langsung

memainkannya dengan memeriksa mainan itu. Akan tetapi

sebaliknya, tidak jarang anak tunagrahita hanya diam saja

menatap mainan itu tanpa mencoba menggerakkannya.

B. Sosial atau Emosional

Dampak social dan emosional tunagrahita dapat berasal dari

ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma

social dan pandangan masyarakat yang masih menyamakan

keberadaan anak tunagrahita dengan anggota masyarakat

lainnya atau masyarakat masih menganggap bahwa anak

tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu karena

ketunagrahitaannya. Dampak ketunagrahitaan dalam social dan

emosional adalah anak tunagrahita memiliki ketidakmampuan

untuk memahami aturan social dan keluarga, sekolah, serta


11

masyarakat. Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat

mengurus diri, memelihara dan memimpin diri. Ketika masih

muda mereka harus dibantu terus karena mereka mudah

terperosok kedalam tingkah laku yang kurang baik.Mereka

cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang

lebih muda darinya.

C. Fisik atau Kesehatan

Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak

tunagrahita kurang dari anak normal. Mereka baru dapat

berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak

normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan diantaranya

banyak yang mengalami cacat bicara. Pendengaran dan

penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini

bukan pada organ tetapi pada pusat pengolahan diotak sehingga

mereka melihat, tetapi tidak memahami apa yang dilihatnya,

mendengar, tetapi tidak memahami yang didengarnya.

2. Dampak Ditinjau Dari Tingkat Ketunagrahitaan

1. Tunagrahita Ringan

Anak yang ketunagrahitaannya ringan masih mampu melakukan

kegiatan bina diri seperti merawat diri, mengurus diri, menolong

diri, berkomunikasi, adaptasi social, dan melakukan tata laksana

rumah sehingga dalam hal ini mereka tidak tergantung pada

orang lain. Dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajarihal-

hal bersifat abstrak. Mereka dapat melaksanakan tugas-tugas


12

kelas VI SD walaupun mereka sudah dewasa. Mereka dapat

mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Di antara

mereka hanya membutuhkan perhatian tambahan dari guru

misalnya mereka diberitambahan waktu belajar, program

pelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan kemampuannya

2. Tunagrahita Sedang

Anak yang ketunagrahitaannya sedang melakukan kegiatan bina

diri khususnya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri,

misaknya dapat makan minum sendiri, berpakaian, ke kamar

mandi sendiri, dan lain-lain. Dengan demikian, mereka akan

sedikit menggantungkan dirinya kepada orangtua dan orang

yang terdekat dengannya. Mereka dapat mengerjakan sesuatu

yang sifatnya rutindan membutuhkan pengawasan. Dalam hal

akademik mereka hanya mampu melakukannya dalam hal-hal

yang sifatnya social, seperti menulis namanya, alamatnya, nama

orang tuanya.

3. Tunagrahita Berat dan Sangat Berat

Dampak ketunagrahitaan yang ini lebih berat dari yang telah

dikemukakan diatas. Karena itu mereka membutuhkan bantuan

secara terus menerus dalam kehidupannya, namun mereka masih

dapat dilatih untuk melakukan sesuatu yang sifatnya sederhana

dan berulang-ulang, seperti mengampelas papan tetapi harus

dengan pengawasan.

3. Dampak Terlihat Dari Waktu Terjadinya Ketunagrahitaan


13

Di samping ketunagrahitaan menurut tingkat ketunagrahitaannya,

waktu munculnya ketunagrahitaanpun mempengaruhi hambatan yang

diderita oleh anak. Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan

baik terhadap rangsangan yang diperolehnya. Mereka tampak

mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalua

menangis susah berhentinya, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.

Keadaan ini tentu saja akan mempengaruhi perkembangannya.

Dampak ketunagrahitaan pada masa sekolah, banyak kaitannya

dengan belajar. Mereka mengalami kesulitan pada hampir semua mata

pelajaran, terutama dalam pelajaran membaca, dan berhitung. Dapat

disimpulkan bahwa anak tunagrahita mengalami kelainan dalam

persepsi, asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik,

dan gangguan koordinasi sensomotorik, perhatiannya mudah beralih.

Kondisi ini mempengaruhi proses belajar dan pada akhirnya prestasi

belajarnya kurang.

C. Permainan Engklek

1. Hakikat permainan engklek

Engklek merupakan permainan anak tradisional yang sangat

populer. Permainan ini dapat ditemukan diberbagai wilayah di indonesia.

Disetiap wilayah, dikenal dengan nama yang berbeda-beda, antara lain

teklek, ingkling, sudamanda atau sundah-mandah, jlong jling, lempeng,

ciplak gunung, demprak, dampu dan masih banyak lagi, tetapi bentuk

permainannya sama.
14

Engklek sangat mudah untuk dimainkan. Permainan ini dapat

dimainkan dipelataran tanah, semen atau aspal. Sebelum mulai permainan

terlebih dahulu digambar bidang atau arena yang akan digunakan untuk

bermain engklek. Untuk menggambar bidang yang akan digunakan untuk

bermain engklek dapat menggunakan kapur tulis, dapat juga menggunakan

ranting untuk membuat bidang di tanah. Bentuk bidang permainan engklek

bermacam-macam, namum cara bermainnya pada dasarnya sama.

Jumlah pemain pada permaian engklek tidak dibatasi. Setiap

pemain harus memiliki kreweng atau gacuk, yaitu pecahan genteng atau

batu bata. Kemudian, seluruh pemain mengadakan hompimpah dan suit.

Peserta yang menang mendapat giliran bermain terlebih dahulu (Achroni,

2012: 51).

Manfaat permainan engklek antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan kegembiraan pada anak.

2. Menyehatkan fisik anak.

3. Melatih keseimbangan tubuh (melatih motorik kasar).

4. Mengajarkan kedisiplinan untuk mematuhi peraturan permainan.

5. Mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak

6. Mengembangkan kecerdasan logika anak.


15

1) Modifikasi Permainan engklek

Permaian engklek yang dipakai peneliti tidak jauh berbeda

dari penjelasan diatas, namun petak yang dipakai dimodifikasi oleh

peneliti. Peneliti memberi kotak tambahan bernomer 1,2,3 di

tempat paling atas dan diisi dengan sejumlah permainan. Tempat

yang dibutuhkan untuk permainan engklek adalah lapangan

sekolah. Alat yang diperlukan adalah kapur tulis untuk

menggambar arena engklek, kreweng, cone, bola sepak, dan hula

hoop/ roda

Didalam permainan engklek yang dipakai peneliti ada 3

macam permainan. Jadi setiap satu kali treatment menggunakan 1

permainan. Aturan permainan modifikasi engklek sebagai berikut:

a. Sebelum mulai bermain, Siswa melemparkan kreweng

pada kotak yang terdapat nomer 1/2/3. Kreweng

setidaknya harus mengenai kotak 1/2/3, walaupun

Kreweng tidak masuk kedalam kotak, akan tetap di

anggap sah

b. Siswa melompat-lompat dari satu petak ke petak

lainnya menggunakan satu kaki (engklek) dan tidak

boleh bergantian. Jadi, engklek dilakukan menggunakan

kaki yang sama hingga selesai satu putaran. Namun

ketika berada pada dua kotak yang berada disamping,

kedua kaki menginjak ke tanah.


16

c. Saat bermain, siswa tidak boleh menginjak garis atau

keluar petak.

d. Setelah sampai di petak paling atas yang terdapat

nomer 1/2/3. Siswa mengambil lagi kreweng dan kertas

yang berisi permainan dan kembali lagi ke garis awal

dengan menggunakan cara enklek seperti sebelumnya.

e. Setelah kembali ke garis awal, siswa melakukan

permainan sesuai yang ada di dalam kertas tadi.

Gambar 2.1 Permainan modifikasi Enklek


17

2) Penjelasan tantangan permainan yang ada didalam permainan

engklek yang dibuat oleh peneliti.

a) Menggiring bola melewati rintangan

Persiapan: Suruh siswa ke lapangan dengan masing-masing siswa

membawa 1 bola sepak, letakkan beberapa cone membentuk zig-

zag sebagai rintangan, atur jarak lintasan sepanjang 5-6m.

Tugas: Berdiri di belakang garis start, tunggu aba-aba lalu giring

bola mengitari rintangan seperti membentuk huruf S, pastikan bola

bergulir dengan benar.

Tujuan: Permainan ini diharapkan dapat meningkat kelincahan

dan ketrampilan menggiring bola siswa.

b) Menendang bola ke arah cone

Persiapan: Siapkan bola dibelakang garis menendang. Suruh siswa

mengambil posisi. Tempatkan cone sebagai sasaran tembak serta

beri jarak 4m dari garis siswa menendang.

Tugas: Tendang bola ke arah cone. Usahakan bola mengenai

sasaran. Tendang bola ke arah cone sebanyak 5 kali.

Tujuan: Permainan ini diharapkan dapat meningkatkan kekuatan

otot kaki dan akurasi tendangan.

c) Menggelindingkan hula hoop/ roda

Persiapan: Siapkan hula hoop atau roda di belakang garis start.

Atur garis start dengan finish berjarak 10m.

Tugas: Berjalan sambil menggelindingkan hula hoo/ roda hingga

ke garis finish. Usahakan hula hoop/ roda jangan sampai terjatuh.


18

Tujuan: Permainan ini diharapkan dapat meningkatkan

ketrampilan menggelindingkan objek pada siswa dan melatih

keseimbangan dalam mengontrol benda.

2. Hakikat Modifikasi

Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh

para guru penjas agar proses pembelajaran penjas dapat mencerminkan

DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis sekaligus mengembangkan

materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktivitas

belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam

belajarnya. Cara ini dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan

membelajarkan siswa yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya

kurang terampil menjadi lebih terampil. Guru yang kreatif akan mampu

menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada untuk

disajikan dengan cara yang lebih menarik, sehingga anak merasa senang

mengikuti pelajaran yang diberikan (Bahagia, 2000: 27)

Modifikasi secara umum diartikan sebagai usaha untuk mengubah

atau menyesuaikan. Namun secara khusus modifikasi adalah suatu upaya

yang dilakukan untuk menciptakan dan menampilkan suatu hal yang baru,

unik, dan menarik. Modifikasi disini mengacu kepada seluruh penciptaan,

penyesuaian dan penampilan suatu alat atau sarana dan prasarana yang baru,

unik, dan menarik terhadap suatu proses belajar mengajar pendidikan

jasmani. Pelaksanaan modifikasi sangat diperlukan bagi setiap guru

pendidikan jasmani sebagai salah satu alternative atau solusi dalam

mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar


19

pendidikan jasmani, modifikasi merupakan implementasi yang sangat

berintegrasi dengan aspek pendidikan (Saputra, 2015).

D. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini dirancang berdasarkan dari penelitian sebelumnya.

Berikut ini adalah penelitian-penelitian sebelumnya yang menjadi tolak ukur

didalam merancang penelitian ini :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah Ali Haidar (2017) dengan

judul “Penerapan Modifikasi Permainan Loncat Katak Dalam

Peningkatan Gerak Dasar Loncat Pada Siswa Kelas V Tunagrahita

Ringan SDLB Muhammadiyah Jombang Tahun Pelajaran 2016-

2017”. Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian kuantitatif

dengan desain pre-eksperimen yaitu penelitian pre-test dan post-test

satu kelompok. (one group pretest-posttest design), dengan subjek 6

siswa tunagrahita ringan. Analisis data penelitian menggunakan

statistik non-parametrik dengan uji signtest. Hasil penelitian

menujukkan adanya peningkatan gerak dasar loncat melalui

permainan loncat katak anak tunagrahita ringan kelas V SDLB

Muhammadiyah Jombang, sesuai dengan hasil nilai rata-rata pre-test

yaitu 51,8 dan hasil nilai rata-rata post-test yaitu 83,2.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Bravo Sancaka (2016) dengan judul

“Penerapan Modifikasi Permainan Bola Beranting Terhadap

Kemampuan Koordinasi Tangan dan Mata Pada Siswa Tunagrahita

Sedang Kelas IV SLB Muhammadiyah Jombang”. Jenis penelitian

yang dilakukan penelitian kuantitatif dengan desain pre-eksperimen


20

yaitu penelitian pre-test dan post-test satu kelompok (one group

pretest-posttest design), dengan subjek 6 siswa tunagrahita sedang.

Analisis data penelitian menggunakan statistik non-parametrik dengan

uji signtest. Hasil penelitin menunjukkan adanya peningkatan

koordinasi tangan dan mata melalui permainan bola beranting anak

tunagrahita sedang kelas IV SDLB Muhammadiyah Jombang, sesuai

dengan hasil rata-rata pre-test yaitu 55,5 dan hasil nilai rata-rata post-

test yaitu 81,5.

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa permainan yang

digunakan oleh guru dapat menarik minat peserta didik dan membantu

dalam memahami pelajaran. Berdasarkan hal tersebut, penelitian

relevan memiliki persamaan menggunakan penelitian dan eksperimen,

serta sub materi yang digunakan adalah permainan, akan tetapi

perbedaan dari penelitian relevan ini adalah terletak pada jenis

permainan yang digunakan peneliti. Berdasarkan penelitian diatas,

maka peneliti merancang sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh

Permainan Modifikasi Gerak Dasar Manipulatif Terhadap Aktifitas

Fisik Siswa Tunagrahita Ringan SLB Dharma Wanita Pare”.

Adapun penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang sebagai

berikut : Disini peneliti menggunakan penelitian eksperimen Single

Subject Reseach (SSR) yang menggunakan alat MiBand dan

menggunakan penilaian pada aplikasi MiFit. Dengan menggunakan

aplikasi MiFit diharapkan penilaian lebih akurat dan efisien karena

MiBand bisa mendeteksi aktivitas fisik siswa dengan mudah, dan


21

penilainan diambil dari data mifit yang terdeteksi di miband tersebut.

Sedangakan penelitian terdahulu masih menggunakan penelitian yang

manual.
22

E. Kerangka Konsep Penelitian

Sekolah Luar Biasa

Tunagrahita

Tunagrahita Ringan Tunagrahita Sedang Tunagrahita Berat

Hambatan yang dialami tunagrahita ringan

Aspek psikomotor

Aktivitas Gerak langkah

Permainan modifikas engklek

Meggiring bola Menendang bola Meggelindingkan Objek

Mi-band / Mi-fit

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


23

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka konsep diatas maka dapat

diajukan hipotesis dari penelitian ini, yaitu : “Modifikasi permainan engklek

berpengaruh terhadap gerak langkah pada siswa tunagrahita ringan SLB

Dharma Wanita Pare”


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan

dalam proses penelitian. Sedangkan metode penelitian pendidikan menurut

(Sugiyono, 2018: 2) yaitu: Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen Single

Subject Reseach (SSR) atau disebut penelitian subjek tunggal.

(Sukmadinata, 2011: 209) mengatakan,

Eksperimen subjek tunggal adalah suatu eksperimen yang


subjeknya bersifat tunggal, bisa 1 orang, 2 orang atau lebih. Namun
subjek tunggal juga diambil dari cara hasil eksperimen yang
disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individual.
Pendekatan dasar dalam eksperimen subjek tunggal adalah meneliti
individu dalam kondisi tanpa perlakuan dan kemudian dengan
perlakuan dan akibatnya terhadap variable yang diukur dalam
kedua kondisi tersebut.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah A – B – A.

(Sunanto dkk, 2005: 59) berpendapat bahwa,

Desain A–B–A merupakan salah satu pengembangan dari desain


A–B, desain A-B-A ini telah menunjukkan adanya hubungan sebab
akibat antara variable terikat dan variable bebas. Prosedur dasarnya
tidak begitu berbeda dengan desain A-B, tetapi hanya ada
pengulangan fase baseline. Mula-mula target behavior diukur
secara continue pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu
tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B). berbeda dengan
desain A-B, pada desain A-B-A setelah mengukur pada kondisi
intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2)
diberikan. Penambahan kondisi baseline kedua (A2) ini dimaksud
sebagai control untuk fase interfensi sehingga memungkinkan

24
25

untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara


variable bebas dan variable terikat.
Untuk mendapatkan validitas penelitian yang baik, pada saat
melakukan eksperimen dengan desain A-B-A, peneliti perlu
memperhatikan beberapa hal berikut ini.
1. Mendefinisikan target behavior sebagai perilaku yang dapat
diukur secara akurat
2. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline (A1)
secara kontinyu sekurang-kurangnya 3 atau 5 sampai trend dan
level data menjadi stabil
3. Memberikan intervensi setelah trend data baseline stabil
4. Mengukur dan mengumpulkan data pada fase intervensi (B)
dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil
5. Setelah kecenderungan dan level data pada fase intervensi (B)
stabil mengulang fase baseline (A2)

Baseline 1 Treatment Baseline 2

XXXX
OO OOOO OO
Waktu

Gambar 3.1 Penelitian Single Subjek Reseach (SSR) desain A-B-A.

Keterangan :

Baseline 1 (A) Kemampuan mengenal permainan dalam pembelajaran

pjok sebelum diberi perlakuan

Treatment: kemampuan mengenal permainan dalam pembelajaran

pjok dengan menggunakan media modifikasi permainan engklek

Baseline 2 (A) Kemampuan mengenal permainan dalam pembelajaran

pjok sesudah diberi perlakuan.

Penelitian ini menggunakan penelitian subjek tunggal dengan desain

penelitian A-B-A sebagai berikut :


26

1. Baseline 1 (A)

Baseline dalam penelitian ini merupakan sebagai tes awal dengan

memberikan soal kepada anak untuk mengetahui permainan sederhana

dalam pembelajaran pjok tanpa adanya perlakuan.

2. Treatment

Treatment merupakan perlakuan yang diberikan pada anak untuk

mengenal permainan sederhana pjok dalam pembelajaran pjok dengan

menggunakan media modifikasi permainan engklek.

3. Baseline 2 (A)

Baseline dalam penelitian ini merupakan pemberian tes pengulangan

baseline 1 sebagi evaluasi untuk mengetahui hasil kemampuan

mengenal permainan sederhara dalam pembelajaran pjok tanpa

diberikan perlakuan. dalam pelaksanan baseline 2 ini peneliti

menggunakan instrument dan indicator yang sama dengan baseline 1.

B. Variabel Penelitian

(Sugiyono, 2018: 38) berpendapat bahwa variabel penelitian pada

dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini menggunakan desain eksperimen subjek tunggal

mengenai penggunaan modifikasi permainan engklek terhadap aktivitas

gerak langkah siswa tunagrahita kelas V SLB Dharma Wanita Pare ini

terdapat 2 variabel penelitian yang akan menjadi objek yang diteliti dan

sumber dari penelitian. Menurut (Sunanto et al., 2005) variabel dalam


27

penelitian eksperimen sekurang-kurangnya dibedakan menjadi variabel

bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi variabel terikat. Sementara, variabel terikat adalah variabel

yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Adapun variabel yang terdapat dalam

penelitian ini adalah :

1. Variable bebas (dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan nama

intervensi atau perlakuan) yaitu : permainan engklek.

2. Variable terikat (dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan

namatarget behavior atau perilaku sasaran) yaitu :aktivitas gerak langkah.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut (Sugiyono, 2018: 80) Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Terdapat sebanyak 2 siswa tunagrahita

ringan yang merupakan populasi kelas V di SLB Dharma Wanita Pare,

namun dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel

dimana peneliti hanya ingin meneliti sebagian dari populasi yang ada.

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive

sampling atau sampel bertujuan yaitu sebuah teknik pengambilan sampel

yang ciri atau karakteristiknya sudah diketahui terlebih dahulu berdasarkan

ciri atau sifat populasi menurut (Maksum 2012: 60).


28

Berikut adalah data subjek penelitian :

Nama : YSP

Jenia kelamin : Laki-laki

Kelas : 5 SLB Dharma Wanita Pare

Berat badan : 37 kg

Usia : 13 tahun

Tinggi badan : 135 cm

Subjek : tunagrahita ringan

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di sekolah SLB Dharma Wanita Pare.

Pemilihan lokasi didasarkan pada fasilitas dan program disekolah tersebut

yang sudah mendukung yaitu dengan adanya lapangan olahraga yang dapat

dimanfaatkan dan dipergunakan sebagai tempat intervensi yang akan

dilakukan.

WaktuPelaksanaan Fase/ Tahap Instrumen


Pertemuan ke 1
Baseline 1 Pembelajaran Guru Olahraga
(15-11-2019)
Pertemuan ke 2 Pembelajaran Guru Olahraga
Baseline 1
(16-11-2019)
Pertemuan ke 3 Pembelajaran Guru Olahraga
Baseline 1
(22-11-2019)
Pertemuan ke 4 Menendang bola ke arah cone
Intervensi
(23-11-2019)
Pertemuan ke 5 Menggiring bola
Intervensi
(29-11-2019)
Pertemuan ke 6 Menggelindingkan hula hoop
Intervensi
(30-11-2019)
Pertemuan ke 7 Intervensi Menendang bola ke arah cone
29

(06-12-2019)
Pertemuan ke 8 Menggiring bola
Intervensi
(07-12-2019)
Pertemuan ke 9 Menggelindingkan hula hoop
Intervensi
(13-12-2019)
Pertemuan ke 10 Menendang bola
Intervensi
(14-12-2019)
Pertemuan ke 11 Menggelindingkan hula hoop
Intervensi
(20-12-2019)
Pertemuan ke 12 Pembelajaran Guru Olahraga
Baseline 2
(21-12-2019
Pertemuan ke 13 Pembelajaran Guru Olahraga
Baseline 2
(10-01-2020)
Pertemuan ke 14 Pembelajaran Guru Olahraga
Baseline 2
(11-01-2020

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan

E. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data adalah cara yang dipilih oleh peneliti

dalam mengumpulan data sebagai bahan penunjang penelitiannya. Adapun

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Observasi

Menurut (Sukmadinata, 2011: 220) menjelaskan bahwa observasi

merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung oleh peneliti

pada fase intervensi dengan menggunakan metode observasi

terstruktur, sehingga semua kegiatan observasi telah ditetapkan

berdasarkan kerangka kerja yang memuat data-data yang ingin

diperoleh. Observasi pada fase ini bertujuan untuk mengamati siswa

tunagrahita ringan yang mengalami kurangnya dalam aktivitas gerak

langkah dan mencatat semua data perilaku serta partisipasi siswa


30

tunagrahita yang mengalami kekurangan dalam aktivitas gerak

langkah selama proses intervensi berjalan. Proses observasi yaitu

menanyakan kepada guru, apakah siswa dapat melakukan modifikasi

permainan engklek yang meliputi menendang bola ke arah core,

menggiring bola, dan menggelindingkan hula hoop. Dengan

memberikan Guru dan Wali murid surat pernyataan (assessment)

apakah siswa dapat melakukan permainan tersebut.

2. Tes

Menurut (Arikunto 2013: 193) tes merupakan serentetan pertanyaan

atau latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan,

pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki

induvidu atau kelompok.

Metode tes yang dilakukan dalam penelitiam ini bertujuan untuk

mendapatkan data gerak langkah melalui permainan engklek yang

dapat dilihat pada miband dan terhubung dengan mifit. Tes yang

diberikan yaitu tes aktivitas gerak langkah dan dilakukan secara

bertahap pada setiap fase. Masing-masing fase tersebut adalah

baseline-1 (A1) yaitu untuk mengetahui kemampuan awal subjek

dalam pengukuran waktu sebelum diberikan perlakuan atau intervensi,

(B) untuk mengetahui keterampilan subjek selama diberikan perlakuan

atau intervensi dengan menggunakan media modifikasi permainan

engklek, baseline-2 (A2) yaitu untuk mengetahui kemampuan subjek

dalam pengukuran waktu setelah diberikan perlakuan atau intervensi

dengan menggunakan media modifikasi permainan engklek.


31

Modifikasi permainan yang telah dilakukan oleh subjek penelitian

merupakan produk permanen. Data kuantitatif yang berupa aktivitas

gerak langkah kemudian dicatat dan diolah untuk memberikan

dukungan keterangan secara deskriptif.

3. Dokumentasi

Menurut (Maksum 2012: 131) dokumentasi merupakan upaya

mengumpulkan data melalui catatan, arsip, transkrip, buku, koran,

majalah dan sesuatu yang bersentuhan dengan foto dan potret-

memotret.

Adapun metode dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu dokumentasi berupa foto dan video sejak siswa melakukan tes

awal, perlakuan, hingga tes akhir. Sehingga terdapat bukti yang akurat

terhadap penanganan siswa tunagrahita ringan mengalami perlakuan.

F. Instrumen Penelitian

Menurut (Arikunto 2013: 203) Instrumen penelitian merupakan alat

yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih

mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap dan sistematis

sehingga mudah diolah.

Adapun instrumen yang digunakan untuk mengukur aktivitas gerak

langkah pada siswa yaitu mengunakan Miband yang terhubung dengan Mifit

kemudian dipakaikan selama pembelajaran penjas. Kemudian siswa

diberikan treatment berupa modifikasi permainan engklek.

Berikut adalah modifikasi permainan engklek yang digunakan dalam

penelitian :
32

a. Sebelum mulai bermain, Siswa melemparkan kreweng pada kotak

yang terdapat nomer 1/2/3. Kreweng setidaknya harus mengenai

kotak 1/2/3, walaupun Kreweng tidak masuk kedalam kotak, akan

tetap di anggap sah

b. Siswa melompat-lompat dari satu petak ke petak lainnya

menggunakan satu kaki (engklek) dan tidak boleh bergantian. Jadi,

engklek dilakukan menggunakan kaki yang sama hingga selesai

satu putaran. Namun ketika berada pada dua kotak yang berada

disamping, kedua kaki menginjak ke tanah.

c. Saat bermain, siswa tidak boleh menginjak garis atau keluar petak.

d. Setelah sampai di petak paling atas yang terdapat nomer 1/2/3.

Siswa mengambil lagi kreweng dan kertas yang berisi permainan

dan kembali lagi ke garis awal dengan menggunakan cara enklek

seperti sebelumnya.

e. Setelah kembali ke garis awal, siswa melakukan permainan sesuai

yang ada di dalam kertas tadi.

G. Teknik Analisis Data

Pengertian analisis data menurut (Sugiyono, 2016) menjelaskan

bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyususn ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari untuk membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
33

Menurut (Sunanto et al., 2005) bahwa penelitian dengan Single Subject

Research (SSR) yaitu “penelitian dengan subjek tunggal dengan prosedur

penelitian menggunakan desain eksperimen untuk melihat pengaruh

perlakuan terhadap perubahan tingkah laku”. Data penelitian dengan subjek

tunggal ini dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Statistik

deskriptif merupakan statistik yang dipergunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau

generalisasi (Sugiyono, 2016). Dijelaskan pula bahwa dalam statistik

deskriptif penyajian data dapat melalui tabel, grafik, diagram lingkaran,

pictogram, pengukuran tendensi sentral, dan perhitungan presentase. Data

hasil penelitian ini disajikan dalam grafik. Dalam penelitian ini, grafik

dipergunakan untuk menunjukkan bahwa perubahan data untuk setiap sesi

pada fase baseline dan fase intervensi.

Analisis data merupakan tahap terakhir sebelum penarikan

kesimpulan. Dalam penelitan eksperimen, analisis data pada umumnya

menggunakan teknik statistic inferensial, sedangkan penelitian eksperimen

dengan subjek tunggal menggunakan statistik deskriptif (Sunanto et al.,

2015). Analisis data dilakukan setelah data terkumpul dengan perhitungan

tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam penelitian

ini dilakukan dengan menganalisis data dalam kondisi dan antar kondisi.

Kegiatan analisis data pada penelitian dengan subjek tunggal ini terdapat

beberapa komponen penting yang harus yang harus dianalisis seperti yang

diungkapkan yakni stabilitas data, kecendrungan data, tingkat perubahan


34

data, rata-rata untuk setiap kondisi, dan data yang overlapping. Analisis

dalam kondisi neniliki komponen yang meliputi :

1. Panjang kondisi

Panjang kondisi adalah banyaknya data dalam kondisi yang juga

menggunakan banyaknya sesi dalam kondisi tersebut.

2. Kecenderungan arah

Kecenderungan arah digambarkan oleh garis lurus yang melintas semua

data dalam kondisi dimana banyaknya data yang berada diatas dan

dibawah garis yang sama banyak. Pembuatan garis ini dapat dilakukan

dengan dua metode, yaitu dengan metode tangan bebas dan metode belah

dua.

3. Tingkat stabilitas

Tingkat stabbilitas menunjukkan tingkat homogenitas data dalam suatu

kondisi. Tingkat kestabilan dapat ditentukan dengan menghitung

banyaknya data yang berada didalam rentang 50% diatas dan dibawah

mean.

4. Tingkat perubahan

Tingkat perubahan menunjukkan besarnya perubahan data antara dua data.

Tingakat perubahan merupakan selisih data pertama dengan data terakhir.

5. Jejak data

Jejak data merupakan perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu

kondisi dengan tiga kemungkinan yaitu menaik, menurun, dan mendatar.

6. Rentang

Rentang adalah jarak antara data pertama dengan data terakhir sama

halnya pada tingkat perubahan.


35

Sedangkan analisis antar kondisi meliputi komponen sebagai berikut :

1. Jumlah variabel yang diubah

2. Perubahan kecenderungan dan efeknya

Merupakan perubahan kecenderungan arah antara grafik antara kondisi

baseline-1 dengan intervensi yang menunjukkan adanya perubahna yang

ditunjukkan subjek setelah diberikan intervensi

3. Perubahan stabilitas

Stabilitas data menunjukkan tingkat kestabilan perubahan dari sederetan

data. Data dikatakan stabil apabila data tersebut menunjukkan arah

(mendatar, menaik, atau menurun) secara konsisten.

4. Perubahan level

Perubahan level data menunjukkan seberapa besar data berubah.

Terjadinya perubahan pada tingkat perubahan data antara kondisi baseline

dan intervensi. Ditunjukkan adanya selisih antara kondisi baseline-1 dan

kondisi pada saat intervensi.

5. Data overlap

Terjadinya data yang sama pada kedua kondisi. Tidak adanya perubahan

pada kondisi baseline danpada intervensi.

Data hasil penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan

teknik analisis visual grafik, yaitu dengan cara memplotkan data-data yang

telah dipersentasikan ke dalam grafik, kemudian data tersebut dianalisis

berdasarkan komponen-komponen pada setiap kondisi (A-B-A). grafik

dalam penelitian ini dipergunakan untuk menunjukkan perubahan pada

setiap kondisi dalam jangka waktu tertentu.


36

H. Prosedur Penelitian

Materi pengukuran waktu pada pelaksanaannya telah disusun

berdasarkan urutan tindakan sebagai panduan dalam memberikan perlakuan

kepada subjek penelitian. Adapun prosedur atau urutan dalam memberikan

perlakuan tindakan kepada subjek dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Tahap awal

Tahap pertam dalam penelitian ini adalah mempersiapkan segala sesuatu

yang dibutuhkan dan berhubungan dalam melakukan tes kepada subjek

penelitian. Hal yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a. Tahap persiapan

1) Menentukan subjek yang akan diberikan perlakuan oleh peneliti

yaitu siswa tunagrahita ringan kelas V SLB Dharma Wanita Pare.

2) Menyiapkan alat pembelajaran penjas untuk melakukan baseline-1

3) Menjalin kerjasama yang baik dengan guru dalam mempersiapkan

perlakuan yaitu tentang waktu dan pelaksanaan perlakuan.

b. Fase baseline-1

Baseline-1 dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal subjek

penelitian dalam pengukuran waktu sebelum diberikan perlakuan.

Dengan mengamati pembelajaran olahraga yang diberikan oleh guru

penjas Fase baseline-1 ini dilakukan sebanyak 3 kali dengan tujuan

untuk mendapatkan data yang stabil.

2. Tahap perlakuan

Pada penelitian ini, intervensi dilakukan setelah melakukan tes pada fase

baseline-1 selesai. Intervensi dilakukan secara individu di lapangan.

Intervensi diberikan selama 10 menit setiap satu kali pertemuan. Setiap


37

pertemuannya peneliti memberikan pembelajaran kepada subjek penelitian

untuk melakukan modifikasi permainan engklek.

a. Kegiatan awal

1) Peneliti mempersiapkan dan mengkondisikan lapangan agar

nyaman untuk dilaksanakan proses pembelajaran. Peneliti

membuat setting tempat untuk menata banner modifikasi

permainan engklek.

2) Peneliti menyiapkan media dan peralatan yang dibutuhkan. Selain

itu, peneliti menjelaskan sedikit kepada subjek tentang apa yang

akan terjadi

b. Kegiatan inti

Langkah-langkah pembelajaran penjas tentang aktivitas gerak langkah

dengan menggunakan media modifikasi permainan engklek. Adapun

rincian langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut :

1) Peneliti memberikan contoh modifikasi permainan engklek dan

meminta siswa memahami permainan engklek yang berhubungan

dengan pelajaran penjas.

2) Melalui media modifikasi permainan engklek peneliti dapat

menjelaskan cara melakukan kegiatan salah satu pelajaran olahraga

dengan permainan yang menarik.

3) Siswa melakukan praktek modifikasi permainan engklek yang

didampingi oleh peneliti

c. Kegiatan penutup

Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan peneliti memberi arahan

terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Kemudian peneliti mengukur


38

waktu siswa setelah diberikan perlakuan melalui tes permainan

engklek. Guru dan peneliti menutup kegiatan bersama siswa.

3. Tahap akhir

Tahap berikutnya adalah fase baseline-2. Kegiatan baseline-2 merupakan

kegiatan pengulangan baseline-1 yang dimaksudkan sebagai evaluasi guna

melihat pengaruh pemberian intervensi dalam meningkatkan kemampuan

pengukuran waktu pada siswa tunagrahita ringan. Dari hasil kegiatan

baseline-2 akan terlihat apakah media modifikasi permainan engklek

memiliki pengaruh dalam meningkatkan kemampuan aktivitas gerak

langkah siswa tunagrahita ringan dengan membandingkan hasil kegiatan

pada fase baseline-1 dan fase baseline-2.


39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskrpsi Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 November sampai 11 Januari.

Dimana 3 hari pertama adalah fase baseline (A1), kemudian 8 hari sebagai

fase intervensi (B) atau pemberian treatment, dan yang terakhir adalah fase

baseline (A2) selama 3 hari. Untuk fase intervensi B setiap subjek memiliki

jadwal treatment mengikuti pelajaran olahraga yang dilakukan 8 kali

pertemuan. Sesuai dengan yang ditargetkan dalam penelitian ini.

Pada fase baseline(A1) dilakukan selama 10 menit ketika jam pelajaran

olahraga selama 3 kali. Setelah itu siswa mendapatkan treatment (Intervensi)

yang dilakukan sebelum pembelajaran olahraga dimulai, berupa modifikasi

permainan engklek selama 8 kali/sesi setiap sesi dilakukan selama 10 menit.

Kemudian dilakukan fase baseline(A2) untuk melihat pengaruh dari intervensi

yang diberikan peneliti. Selama melakukan baseline dan intervensi siswa

menggunakan mi-band yang terhubung pada aplikasi mi-fit.

B. Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan

grafik. Data yang dianalisis berdasarkan data individu yang diperoleh.

Adapun komponen yang dianalisis berdasarkan analisis dalam kondisi dan

analisis antar kondisi. Pada analisis dalam kondisi, komponen yang dianalisis

meliputi : panjang kondisi, estimasi kecenderungan arah, kecenderungan


40

stabilitas, jejak data, level stabilitas dan rentang, level perubahan. Akan tetapi

pada analisis antar kondisi, komponen yang dianalisis meliputi : jumlah

variabel yang diubah, perubahan kecenderungan dan efeknya, perubahan

stabilitas, perubahan level, data overlap.

Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan yaitu dengan melihat

pengaruh media modifikasi permainan engklek terhadap aktivitas gerak

langkah sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Adapun hipotesis yang

diajukan pada penelitian ini, yaitu penggunaan media modifikasi permainan

ular tangga dapat mempengaruhi peningkatan terhadap aktivitas gerak langkah

siswa tunagrahita ringan kelas V SLB Dharma Wanita Pare. Berdasarkan hasil

pengukuran yang telah dipaparkan, maka untuk mengetahui dan memperjelas

perkembangan yang terjadi pada baseline-1 dan baseline-2 dapat dilihat pada

penyajian data.

C. Penyajian Data.

1. Data Hasil Baseline (A1)

Data yang diperoleh pada tahap baseline berupa jumlah langkah

anak dalam bergerak. Pengukuran dengan menggunakan pencatatan

otomatis memudahkan pada saat melakukan penelitian dilapangan.

Langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah :

a. Persiapan

Pada tahap ini sesaat setelah subjek datang kesekolah, dipasangkan

gelang yang “Mi Band” pada pergelangan tangan anak.

b. Observasi
41

Membuka aplikasi “Mi Fit” di handphone berbasis android dan

menyambungkan dengan “Mi Band” melalui perangkat Bluetooth.

Dengan sinkronisasi data dari anak langsung keperangkat handphone

memudahkan dalam melakukan observasi dan pengecekan data serta

melihat perubahan yang terjadi.

c. Akhir Sesi

Dilakukan pelepasan gelang “Mi Band” dan melakukan screen shoot

pada aplikasi android.

Data yang diperoleh adalah langkah (step) awal subjek sebelum

diberikan intervensi dapat dilihat pada tabel 4.1 dan secara visual data

yang diperoleh disajikan pada gambar 4.1.

Tabel 4.1
Kondisi baseline (A1) sebelum diberikan intervensi

Tanggal Sesi Step


15-11-2019 1 525
16-11-2019 2 571
22-11-2019 3 579
42

700

600

500

400
Step
300 Sesi

200

100

0
1 2 3

Gambar 4.1
Grafik kondisi baseline (A1) sebelum diberikan intervensi

2. Tahap Intervensi Dengan Menggunakan Media Permainan Engklek

Tahap ini dilakukan setelah baseline (A1), yakni melakukan

intervensi pada subjek dengan menerapkan media permainan engklek,

dimana intervensi ini dilakukan sebanyak 8 sesi. Langkah-langkah

penerapan media permainan engklek untuk anak tunagrahita adalah

sebagai berikut :

a. Persiapan

Pada tahap ini sesaat setelah subjek datang kesekolah, dipasangkan

gelang yang “Mi Band” pada pergelangan tangan anak.

b. Intervensi

Memberikan treatment modifikasi permainan engklek sebelum

pembelajaran olahraga

c. Observasi
43

Membuka aplikasi “Mi Fit” di handphone berbasis android dan

menyambungkan dengan “Mi Band” melalui perangkat Bluetooth.

Dengan sinkronisasi data dari siswa langsung keperangkat handphone

memudahkan dalam melakukan penelitian dan pengecekan data serta

melihat perubahan yang terjadi.

d. Akhir Sesi

Dilakukan pelepasan gelang “Mi Band” dan melakukan screen shoot

pada aplikasi android. Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.2

dan secara visual data yang diperoleh disajikan pada gambar 4.2

Tabel 4.2
Kondisi Intervensi (B)

Tanggal Sesi Step


23-11-2019 1 1130
29-11-2019 2 1181
30-11-2019 3 1234
06-12-2019 4 1277
07-12-2019 5 1269
13-12-2019 6 1311
14-12-2019 7 1332
20-12-2019 8 1398

1600

1400

1200

1000

800 Step
Sesi
600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8
44

Gambar 4.2
Grafik kondisi Intervensi B

3. Kondisi Baseline Kedua (A2)

Tahap selanjutnya adalah baseline kedua yang dilakukan setelah

tahap intervensi. Tujuan pada tahap ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pemberian treatment (Permainan Engklek) terhadap anak tunagrahita dan

untuk melihat dampak dari pemberian intervensi yang telah dilakukan.

Pengambilan data pada tahap ini dilakukan sebanyak 3 sesi. Langkah yang

dilakukan untuk pengambilan data pada dasarnya hampir mirip dengan

baseline yang pertama. Data kemampuan subjek setelah diberikan

intervensi dapat dilihat pada tabel 4.3 dan secara visual data yang

diperoleh disajikan pada gambar 4.3.

Tabel 4.3
Kondisi baseline (A2) setelah diberikan intervensi

Tanggal Sesi Step


21-12-2019 1 824
10-01-2020 2 876
11-02-2020 3 851
45

1000

900

800

700

600

500 Step
Sesi
400

300

200

100

0
1 2 3

Gambar 4.3
Grafik kondisi baseline (A2) setelah diberikan intervensi

4. Rekapitulasi Data Gerak Langkah

Untuk data lebih jelas mengenai sedemtary behavior selama

penelitian, maka dapat dilihat dari tabel 4.4 dan untuk tampilan visual

disajikan pada gambar 4.4.

Tabel 4.4
Rekapitulasi Data Sedentary Behavior

Sesi Jarak Sesi Jarak Sesi Data


1 525 1 1130 1 824
2 571 2 1181 2 876
3 579 3 1234 3 851
4 1277
5 1269
6 1311
7 1332
8 1398
46

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

0
1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3

Baseline A1 Intervensi B Baseline A2

Gambar 4.4
Grafik rekapitulasi data sedentary behavior subjek penelitian

5. Analisis Data Dalam Kondisi Gerak Langkah

Analisis perubahan dalam kondisi merupakan analisis perubahan

data dalam suatu kondisi baseline atau intervensi. Karena penelitian ini

menggunakan ABA, maka komponen-komponennya adalah berikut :

a. Panjang Kondisi

Panjang interval menunjukkan jumlah sesi pada setiap tahap.

Pada tahap ini terdapat tiga tahap, diantaranya tahap baseline (A1)

yang terdiri dari 3 sesi, tahap intervensi (B) yang terdiri dari 8 sesi, dan

tahap baseline (A2) yang terdiri dari 3 sesi seperti dapat dilihat pada

tabel 4.5
47

Tabel 4.5
Panjang Kondisi

Variabel Panjang Kondisi


Sedentary Behavior A1 B A2
3 8 3

b. Estimasi Kecenderingan Arah

Estimasi kecenderungan arah adalah melihat perilaku dengan

menarik garis naik, sejajar atau turun dengan membelah dua (split-

middle) dengan cara :

1) Membagi data pada tahap baseline atau intervensi menjadi dua

bagian.

2) Bagian kanan, kiri juga masing-masing dibagi dua lagi.

3) Tarik garis sejajar dengan absis yang menghubungkan titik temu

antar garis grafik dengan garis belahan kanan dan kiri. Garisnya

naik, mendatar atau turun. Seperti terlihat pada gambar 4.5

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

0
1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3

Baseline A1 Intervensi Baseline A2

Gambar 4.5
Kecenderungan Arah Perkembangan Sedentary Behavior
48

Tabel 4.6
Estimasi Kecenderungan ArahSedentary behavior

Target Behavior Rentang stabilitas


Sedentary Behavior A1 B A2
- / -
Stabil Meningkat Stabil

Data yang diperoleh menunjukkan estimasi kecenderungan arah,

maka dapat dilihat perkembangan subjek pada setiap tahap dari sesi awal

hingga sesi akhir. Perilaku subjek yaitu tahap baseline (A1) kecenderungan

datanya stabil atau mendatar, tahap intervensi (B) kedenderungan datanya

naik atau meningkat, tahap baseline (A2) kecenderungan datanya stabil atau

mendatar.

c. Kecenderungan Stabilitas

Menentukan kecenderungan stabilitas kemampuan anak dalam

kondisi baseline maupun intervensi, dalam hal ini menggunakan kriteria

stabilitas 15%. Jika presentase stabilitas sebesar 85%-90% maka dikatakan

stabil, sedangkan dibawah itu tidak stabil (Sunanto-). Berikut adalah

perhitungan kriteria stabilitas :

1) Menghitung rentang stabilitas 15% (nilai tertinggi x 0,15), dimana nilai

tertinggi untuk jarak pada gerak langkah tahap baseline (A1) nilainya 579,

tahap intervensi (B) nilainya 1398, tahap baseline (A2) nilainya 876.

Masing-masing nilai tersebut dikalikan 0,15 hasilnya dapat dilihat pada

tabel 4.7
49

Tabel 4.7
Rentang Stabilitas Sedentary Behavior

Target Behavior Rentang Stabilitas


Sedentary Behavior A1 B A2
(579 x 0.15) (1398 x 0.15) (876 x 0,15)
86,8 209,7 131,4

2) Menghitung mean level (jumlahnya point data dibagi banyaknya sesi)

jumlah nilai gerak langkah tahap baseline (A1) nilainya 558,3 tahap

intervensi (B) nilainya 1266,5, tahap baseline (A2) nilainya 850,3.

Masing-masing nilai tersebut dibagi banyaknya sesi pada setiap tahap

tersebut, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8
Mean Level Sedentary Behavior

Target Behavior Mean Level Step


Sedentary Behavior A1 B A2
558,3 1266,5 850,3

3) Menghitung batas atas (mean level ditambah dari rentang stabilitas).

Masing-masing nilai pada setiap tahap tersebut ditambah setengah dari

rentang stabilitas pada setiap tahapnya, hasilnya dapat dilihat pada tabel

4.9

Tabel 4.9
Batas Atas Sedentary Behavior

Target behavior Batas Atas Step


Sedentary Behavior A1 B A2
(558,3+43,3) (1266,5+101,5) (850,3+65,7)
601,6 1368 916
50

4) Menghitung batas bawah (mean level dikurangi setengah dari rentang

stabilitas). Masing-masing nilai pada setiap tahap tersebut dikurangi

setengah dari rentang stabilitas pada setiap tahapnya, hasilnya dapat

dilihat pada tabel 4.10

Tabel 4.10
Batas Bawah Sedentary Behavior

Target Behavior Batas Bawah Step


Sedentary Behavior A1 B A2
(558,3–43,3) (1266,5–101,5) (850,3–65,7)
515 1165 784,6

5) Menghitung persentase data poin atau persentase stabilitas (banyaknya

data poin yang ada dalam rentang : banyaknya data). Dimana banyaknya

data poin yang ada dalam rentang batas atas dan batas bawah pada setiap

tahap, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.11

Tabel 4.11
Data Sedentary Behavior

Sesi Baseline (A1) Intervensi B Baseline (A2)


1 525
2 571
3 579
4 1130
5 1181
6 1234
7 1277
8 1269
9 1311
10 1332
11 1398
12 824
13 876
14 851
51

Pada tabel 4.9, terlihat data poin jarak gerak langkah tahap baseline (A1)

sebanyak 3 poin, tahap intervensi (B) sebanyak 6 poin, tahap baseline (A2)

sebanyak 3 poin, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.12

Tabel 4.12
Persentase Stabilitas Sedentary Behavior

Target Behavior Presentase Stabilitas


Sedentary Behavior A1 B A2
(3:3)x100% (6:8)x100% (3:3)x100%
100% 75% 100%
Stabil Variabel Stabil

6. Kecenderungan Jejak Data

Menentukan kecenderungan jejak data sama hal nya dengan

kecenderungan arah, oleh karena itu hasilnya sama dengan kecenderungan

arah. Kecenderungan data gerak langkah dapat dilihat pada tabel 4.13

Tabel 4.13
Jejak Data Sedentary Behavior

Kondisi Kondisi Kecenderungan


A1 B A2
Jejak Data Sedentary - / -
Behavior (=) (+) (=)

7. Level Stabilitas dan Rentang

Menentukan level stabilitas dan rentang adalah dengan cara memasukkan

masing-masing kondisi angka terkecil dan angka terbesar sebagaimana

terlihat pada tabel sebelumnya. Hasil dpt dilihat pada tabel 4.14
52

Tabel 4.14
Level Stabilitas dan Rentang

Target Behavior Level Stabilitas dan Rentang


Sedentary Behavior A1 B A2
Stabil Meningkat Stabil
525-579 1130-1398 824-876

8. Level Perubahan

Menentukan level perubahan yaitu dengan cara data terakhir

dikurangi dengan data pertama. Hasil dari data tersebut dapat dilihat pada

tabel 4.15

Tabel 4.15
Level Perubahan

Target Behavior Level Perubahan


Sedentary Behavior A1 B A2
579 – 525 1398 – 1130 851 - 824
54 268 27

Level perubahan ini adalah untuk melihat bagaimana data pada sesi

terakhir. Dapat dilihat sedentary behavior mengalami perubahan sebesar

(+54) pada tahap baseline (A1) dari sesi pertama hingga sesi terakhir, pada

tahapintervensi peruhaban yang terjadi adalah sebesar (+268), dan pada

data baseline (A2) terdapat perubahan terbesar (+27) Apabila komponen

analisis dalam kondisi dimasukkan kedalam format rangkuman, maka

tabel dapat dilihat pada tabel 4.16.


53

Tabel 4.16
Rangkuman Hasil Analisis Dalam Kondisi Sendentary Behavior

Kondisi A1 B1 A2
Panjang Kondisi 3 8 3
Estimasi - / -
Kecenderungan Arah (=) (+) (=)
Kecenderungan Stabil Variabel Stabil
Stabilitas 100% 75% 100%
Jejak Data - / -
Level Stabilitas Stabil Variabel Stabil
Rentang 525 – 579 1130 – 1398 824 – 876
Level Perubahan 579 – 525 1398- 1130 851- 824
(+54) (+268) (+27)

Dari ringkasan hasil analisis dalam kondisi tersebut, dapat dilihat

terjadi pola peningkatan jumlah langkah selama tahap intervensi yang

didahului tren stabil pada tahap baseline (A1) dan tren stabil pada baseline

(A2). Pada tahap baseline (A1) terdapat level perubahan sebesar (+54

step), (+206 step) pada tahap intervensi dan (+27 step) pada tahap baseline

(A2). Dengan adanya peningkatan jumlah langkah, hal tersebut

mengindikasikan terjadi penurunan pada variabel sedentary behavior.

9. Analisis Antar Kondisi

Komponen-komponen untuk menganalisis antar kondisi pada

penelitian ini terdiri dari :

a. Variabel yang diubah

Pada data rekaan variabel yang diubah pada kondisi baseline

(A1) ke intervensi (B) adalah 1, dengan demikian format atau tabel

akan terlihat pada tabel 4.17 Dibawah ini :


54

Tabel 4.17
Data Jumlah Variabel Yang Di Ubah

Perbandingan Kondisi B1/A1 A2/B1 B2/A2


Jumlah Variabel yang diubah 1 1 1

b. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya

Menentukan perubahan kecenderungan arah dengan

mengambil data pada analisis dalam kondisi di atas (naik, tetap atau

turun), yaitu untuk melihat perubahan perilaku. Lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 4.18

Tabel 4.18
Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya

Perbandingan Kondisi Perubahan Kecenderungan Arah dan


Efeknya
Sedentary Behavior B/A1 A2/B
/ - - /
(+) (=) (=) (+)

c. Perubahan stabilitas dan efeknya

Perubahan stabilitas adalah untuk melihat stabilitas perilaku

subjek dalam masing-masing kondisi baik baseline maupun intervensi

dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.19

Tabel 4.19
Perubahan Stabilitas dan Efeknya

Perbandingan Kondisi Sedentary Behavior


B/A1 A2/B
Perubahan Stabilitas dan Variabel ke stabil Stabil ke variable
Jarak
55

d. Perubahan level data

Untuk B/A1 dimana nilai pada sesi akhir B (intervensi) dikurangi nilai

pada sesi akhir A1 (baseline 1), selanjutnya A2/B dimana nilai akhir

A2 (baseline 2) dikurangi nilai akhir pada sesi akhir B (intervensi) dan

untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.20

Tabel 4.20
Perubahan Level Data

Target Behavior Perubahan Level Step


Data
B/A1 A2/B1
Sedentary Behavior 1398-579 851-1398
(+819) (-547)

Terdapat peningkatan sebesar (+819) langkah dari tahap

baseline pada saat dilakukan intervensi. Perilaku sedentary behavior

berkurang drastis dengan penggunaan media permainan engklek akan

tetapi setelah tidak dilakukan intervensi perilaku sedentary behavior

siswa kembali meningkat dengan menurunnya jumlah langkah sebesar

(-547) langkah.

e. Data overlap

Overlap adalah kesamaan kondisi antara baseline (A1) dengan

intervensi (B), dengan kata lain semakin kecil presentase overlap maka

semakin baik pengaruh intervensi terhadap target behavior. Dan dari

penelitian yang dilakukan terhadap variabel sedentary behavior tidak

ditemukan data yang overlap atau 0% data yang overlap. Hasil analisis

antar kondisi sedentary behavior dapat dilihat pada tabel 4.21


56

Tabel 4.21
Hasil Analisis Antar Kondisi

Perbandingan Kondisi B/A1 A2/B


Jumlah Variabel yang diubah 1 1
Perubahan Kecenderungan / - - /
Arah dan efeknya (+) (=) (=) (+)
Perubahan Kecenderungan Variabel ke Stabil ke
Stabilitas Stabil Varibel
Perubahan Level 1398-579 851-1398
(+819) (-547)
Persentase Overlap 0% 0%

Terjadi peningkatan jumlah langkah dari fase baseline ke

fase intervensi yang mengindikasikan penurunan sedentary

behavior tahap baseline (A1) ke tahap intervensi (B) peningkatan

jumlah langkah sebesar (+819) dan terjadi 0% overlapping data.

Dan terjadi penurunan jumlah langkah tahap intervensi (B) ke

tahap baseline (A2) sebesar (-547) dan terjadi 0% overlapping data.

D. Pembahasan

Aktivitas gerak langkah merupakan aktivitas fisik yang harus

dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, agar tubuh mejadi sehat dan

bugar. Hal ini berlaku juga pada anak berkebutuhan khusus (ABK),

khususnya anak tunagrahita. Mengingat anak tunagrahita sangat senang

bermain, pemberian treatment akan dilakukan dengan media modifikasi

permainan engklek.

Modifikasi permainan engklek yang dimaksud peneliti yaitu

didalamnya memeliki berbagai macam permainan sederhana, seperti:


57

menendang bola ke arah cone, menggiring bola, dan menggelindingkan

hula hoop.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka

diketahui bahwa dengan menggunakan pembelajaran modifikasi

permainan engklek dapat meningkatkan aktivitas gerak langkah subjek

penelitian. Dengan demikian modifikasi permainan engklek dapat

mempengaruhi aktivitas gerak langkah yang ditandai dengan

meningkatnya jumlah langkah siswa tersebut ketika melakukan

pembelajaran olahraga. Untuk Hipotesis penelitian menggunakan metode

SSR dapat dilihat dari data dalam kondisi dan antar kondisi.

Analisis dalam kondsi : Diketahui bahwa panjang fase baseline-1

(A) = 3, Intervensi (B) = 8 dan baseline-2 (A’) = 3. Berdasarkan hasil

analisis diketahui bahwa adanya perubahan yang terjadi pada aktivitas

gerak langkah terhadap subjek penelitian. Adapun kecenderungan arah

yang terjadi pada baseline-1 (A) adalah stabil, intervensi (B) meningkat,

dan baseline-2 (A’) stabil. Selain itu, perubahan yang terjadi pada aktivitas

gerak langkah muncul saat diberikan intervensi dengan adanya perubahan

level +268 dan pada fase baseline-2 terjadi perubahan level +27. Setelah

mengetahui hasil dari analisis dalam kondisi, maka selanjutnya akan

dilakukan analisis data antar kondisi.

Analisis antar kondisi : Perubahan kecenderungan arah antara

baseline-1 (A) dengan intervensi (B) yaitu stabil ke meningkat yang

menandakan kondisi yang lebih baik. Perubahan kecenderungan arah

antara kondisi intervensi (B) dengan baseline-2 (A’) yaitu meningkat ke


58

stabil, yang menandakan kondisi semakin lebih baik. Hal tersebut juga

didukung oleh data tumpang tindih (overlap) pada baseline-1 (A) ke

intervensi (B) atau intervensi (B) ke baseline-2 (A’) yaitu 0%.


59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil data yang diperoleh dengan menunggunakan SSR

(Single Subjek Reseach) yang dilakukan di SLB Dharma Wanita Pare.

Penggunaan modifikasi permainan engklek berpengaruh terhadap aktivitas

gerak lagkah siswa tunagrahita ringa di SLB Dharma Wanita Pare. Hal ini

terlihat dengan adanya peningkatan aktivitas gerak langkah subjek penelitian

yaitu dengan ditandai oleh meningkatnya jumlah langkah pada hasil tes

kemampuan awal (baseline-1) dengan hasil tes kemampuan akhir (baseline-2)

atau setelah diberikan intervensi. Pada tes kemampuan awal (baseline-1)

subjek penelitian mendapatkan sebanyak 525 (step). Sedangkan Pada tes

kemampuan akhir (baseline-2) subjek penelitian mendapatkan 851 (step).

Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan modifikasi permainan

engklek memberikan pengaruh terhadap aktivitas gerak langkah pada siswa

tunagrahita ringan di SLB Dharma Wanita Pare

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian yang dilaksanakan

diketahui bahwa modifikasi permainan engklek mampu meningkatkan

aktivitas gerak langkah bagi siswa tunagrahita ringan, oleh karena itu

disarankan bahwa:
60

1. Guru dapat menerapkan pembelajaran melalui modifikasi permainan.

Pembelajaran dengan permainan mampu meningkatkan minat siswa dalam

belajar siswa. Permainan mengandung unsur kegiatan yang menyenangkan

sehingga siswa tidak merasa tertekan untuk belajar. Hasil yang dapat

diperoleh dari penelitian ini bahwa melalui modifikasi permainan engklek

siswa dapat menunjukan peningkan dalam aktivitas gerak langkah.

2. Modifikasi permainan yang diterapkan pada siswa dapat ditingkatkan

sesuai dengan tujuan pembelajaran. Modifikasi permainan yang bervariasi

dapat menjadikan kegiatan pembelajaran tidak monoton. Misalnya

permainan engklek, dengan memodifikasi permainan engklek yang

didalamnya terdapat berbagai permainan untuk meningkatkan aktivitas

gerak langkah, seperti menggiring bola mengitari cone, menggelindingkan

hula hoop, dan menendang bola kearah cone

3. Bagi Peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian serupa (SSR)

atau melanjutkan penelitian ini, diharapkan memperhatikan kekurangan-

kekurangan dalam penelitian ini. Penelitian selanjutnya sebaiknya

melakukan perpanjangan durasi penelitian atau mengikuti RPP.


61

DAFTAR PUSTAKA
Ali Maksum. (2012). Metodologi Penelitian dalam Olahraga. Surabaya: Unesa
University Press.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Bahagia, Y. (2009). MODIFIKASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI.
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita.pdf (A. Gunarsa, Ed.).
Bandung: PT Refika Aditama.
Diana Mutiah. (2010). Psikologi Bermain Anak usia Dini. Jakarta: PRENADA
MEDIA GROUP.
Gumilar. (2016). Keterampilan Gerak Aktivitas Jalan, Lari, Lompat, Lempar. 57–
126.

Hariadi. (2009). AKTIVITAS FISIK ATAU OLAHRAGA YANG AMAN UNTUK


KESEHATAN DAN KESEGARAN JASMANI. 2(April), 104–121.
I.G.A.K. Wardani, dkk. (2014). Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus (1st ed.).
Mahendra Agus. (2007). Implementasi Model Pendidikan Gerak. Bandung.
Meimulyani, Y. (2013). Pendidikan jasmani Adaptif.
Saputra, I. (2015). Modifikasi Media Pembelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah
Dasar. 14.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian dan Pengembangan Reseach and
Development (2nd ed.; S. Y. Suryandari, Ed.). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2018). METODE PENELITIAN KUANTITATIF, KUALITATIF, DAN
R&D. Bandung: ALFABETA.
Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (I. Taufik, Ed.). Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA.
Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H. (2005). Pengantar Penelitian Dengan
Subyek Tunggal.
Welis, W., & Rifki, M. S. (2013). Gizi Untuk Aktifitas Fisik dan Kebugaran.
Padang: Sukabina Press.
https://www.bukusekolah.net/2019/03/bentuk-aktivitas-pembelajaran-gerak.html

Anda mungkin juga menyukai