Anda di halaman 1dari 13

Nama : Julianto Saputra

Nim : 22611251050
Makul : Kajian Olahraga Kesehatan

REVIEW JURNAL 1
Judul Aktivitas Fisik Olahraga untuk Pertumbuhan dan Perkembangan
Siswa SD
Jurnal Indonesian Journal of Primary Education
Volume & Halaman Vol 1 No 1 (2017) 51-58
Tahun 2017
Penulis Erick Burhaein
Abstrak Karya tulis ini merupakan kajian keilmuan teoritik dengan metode
library research sebagai problem solving terhadap suatu
permasalahan. Tujuan penulisan ini, untuk mengetahui aktivitas
fisik olahraga untuk pertumbuhan dan perkembangan siswa sekolah
dasar. Hal tersebut dikarenakan bahwa usia anak sekolah dasar
merupakan lanjutan setelah masa emas (usia dini). Sehingga
diperlukan konsep belajar atau aktivitas yang sesuai dengan usia
tumbuh kembang nya. Berdasarkan karakteristik anak usia sekolah
dasar yang senang bermain, bergerak, mengelompok, dan praktik
langsung. Oleh karena itu, berkaitan dengan aktifitas tersebut
disesuaikan dengan pertumbuhan fisiknya dan perkembangan
emosional anak. Bentuk aktifitas fisik disesuaikan dengan jenjang
umurnya: periode umur 7-8 tahun (SD kelas 1 dan 2), periode umur
9 tahun (SD kelas 3), periode umur 10-11 tahun (kelas 4 dan 5), dan
periode umur 12-13 tahun (kelas 6). Sehingga, melalui aktifitas fisik
yang tepat dan sesuai periode diharapkan akan berdampak pada
pertumbuhan fisik dan perkembangan emosi optimal.
Pembahasan Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Karakteristik anak usia SD berkaitan aktivitas fisik yaitu umumnya anak
senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan
senang prakti langsung (Abdul Alim, 2009: 82). Berkaitan
dengan konsep tersebut maka dapat dijabarkan:
1. Anak usia SD senang Bermain
Pendidik diharuskan paham dengan perkembangan anak,
memberikan aktifitas fisik dengan model bermain. Materi
pembelajaran dibuat dalam bentuk games, terutama pada siswa SD
kelas bawah (kelas 1 s/d 3) yang masih cukup kental dengan zona
bermain. Sehingga rancangan model pembelajaran berkonsep
bermain yang menyenangkan, namun tetap memperhatikan
ketercapaian materi ajar.
2. Anak usia SD senang bergerak Anak usia SD berbeda dengan orang
dewasa yang betah duduk berjam-jam, namun anak-anak berbeda
bahkan kemungkinan duduk tenang maksimal 30 menit. Pendidik
berperan untuk membuat pembelajaran yang senantiasa bergerak
dinamis, permainan menarik memberi
stimulus pada minat gerak anak menjadi
tinggi.
3. Anak usia SD senang beraktifitas kelompok
Anak usia SD umumnya mengelompok dengan teman sebaya atau
se-usianya. Konsep pembelajaran kelas dapat dibuat model tugas
kelompok, pendidik memberi materi melalui tugas sederhana untuk
diselesaikan bersama. Tugas tersebut dalam bentuk gabungan unsur
psikomotor (aktifitas gerak) yang melibatkan unsur kognitif. Misal
anak usia SD diberi tugas materi gerak sederhana menjelaskan
menembak bola (shooting), maka untuk memperoleh jawaban
mereka akan mempraktikkan dahulu kemudian memaparkan sesuai
kemampuan mereka.
4. Anak usia SD senang praktik langsung.
Anak usia sekolah dasar, memiliki karakteristik senang melakukan
hal secara model praktikum, bukan teoritik. Berdasarkan ketiga
konsep kesenangan sebelumnya ( senang bermain, bergerak,
berkelompok) anak usia SD, tentu sangat efektif dikombinasikan
dengan praktik langsung. Pendidik memberikan pengalaman belajar
anak secara langsung, sehingga pembelajaran model teori klasikal
tidak terlalu diperlukan atau diberikan saat evaluasi.

Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan berfokus pada ukuran, dan pematanganberfokus pada
kemajuan mencapai ukuran (Toivo Jürimäe dan Jaak Jürimäe, 2001: 1).
Perkembangan anak mengacu pada munculnya secara bertahappola semakin
kompleks diantaranya kemampuan berpikir, memahami,bergerak, berbicara
dan pemahaman, dan yang berkaitan (Elizabeth Hurlock, 2008: 76).
Berkaitan dengan hal tersebut, pertumbuhan dan perkembangan senantiasa
dinamis seiring bertambahnya usia anak dari lahir hingga dewasa. Prinsip-
prinsip pertumbuhan dan perkembangan anak terbagi menjadi tujuh sebagai
berikut (Novella J. Ruffin, 2013: 350- 353):
1. Proses Perkembangan dari the head downward (cephalocaudle
principle)
Hal ini disebut prinsip cephalocaudle, prinsip ini menggambarkan arah
pertumbuhan dan perkembangan. Menurut prinsip ini, dari bayi menuju
anak-anak tumbuh kembang pada koordinasi lengan selalu mendahului
koordinasi kaki.
2. roses Perkembangan dari the center of the body outward
(proximodistal development)
Prinsip ini, pada sumsum tulang belakang berkembang sebelum bagian luar
dari tubuh. Lengan anak berkembang sebelum tangan dan tungkai
berkembang sebelum kaki serta jari kaki. Jari tangan dan otot tangan
(digunakan dalam keterampilan motorik halus) adalah yang terakhir untuk
mengembangkan secara fisik perkembangan anak tersebut
3. Perkembangan berdasar pada pematangan dan pembelajaran
Pematangan mengacu pada karakteristik berurutan perkembangan dan
pertumbuhan biologis. Perubahan biologis terjadi berurutan dan memberikan
anak-anak kemampuan (ability) baru. Perubahanperubahan dalam otak dan
sistem saraf membantu anak-anak untuk meningkatkan
di aspek berpikir (kognitif) dan keterampilan motorik (fisik). Pola
pematangan ditentukan oleh program bawaan yaitu genetik, lingkungan
anak, dan pembelajaran yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman anak.
Sebuah stimulus rangsangan lingkungan dan beragam pengalaman
memungkinkan anak untuk mengembangkan untuk potensi
dirinya.
4. Proses Perkembangan dari sederhana (konkrit) hingga kompleks
Anak-anak mengembangkan keterampilan kognitif dan bahasa mereka
melalui pemecahan masalah. Misalnya, belajar menghubungkan antara hal-
hal (bagaimana hal-hal yang serupa), atau klasifikasi, adalah kemampuan
penting dalam perkembangan kognitif. Proses belajar kognitif bagaimana
membedakan apel dan jeruk meskipun dengan bentuk yang sama dimulai
dengan yang paling sederhana atau pemikiran konkret menggambarkan dua
konsep yang sama namun berbeda
5. Pertumbuhan dan Perkembangan adalahproses berkelanjutan
Seorang anak berkembang, dimana adanya proses menambah keterampilan
yang sudah diperoleh dan keterampilan baru menjadi dasar untuk
mengoptimalkan prestasi dan penguasaan keterampilan. Sebagian besar
anak-anak mengikuti pola yang sama. Juga, salah satu tahap perkembangan
meletakkan dasar untuk tahap perkembangan berikutnya. Misalnya, dalam
perkembangan motorik, diprediksi urutan perkembangan yang terjadi
sebelum berjalan. Bayi mampu mengangkat kepala

Aktivitas Fisik Sesuai Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah Dasar


Aktivitas Fisik Sesuai Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah Dasar Setelah,
haru disesuaikan dengan karakteristik dan prinsip
tumbuh kembang anak sesuai rentang umurnya pada usia SD (7 s/d 13
tahun), maka menurut Said Junaidi (2011 : 42) jenis olahraga yang sesuai
dengan karakteristik tersebut adalah seperti yang disajikan di bawah ini.
1. Periode umur 7-8 tahun (SD kelas 1 dan 2)
a. Latihan untuk memperbaiki postur tubuh.
b. Jalan, lari hop dengan irama musik, kombinasi lari lompat.
c. Gerakan-gerakan membungkuk, melompat, merenggang.
d. Aktivitas otot-otot besar (lengan tungkai, perut, punggung )
e. Permainan yang semi aktif.
f. Permainan yang melibatkan kekuatan, keseimbangan, kelincahan.
g. Skill sederhana dengan bola, misalnya lempar tangkap, kasti,
memasukkan bola kekeranjang, sepak bola. Mulai belajar satu gaya
renang, misalnya gaya katak. Menginterpresentasikan nyanyian
engan gerak-gerak ritmis.
h. Permainan dengan peraturan sederhana, lapangan dan bola yang lebih
kecil.
i. Aktifitas dialam terbuka, menjelajahi alam.

2. Periode umur 9 tahun (SD kelas 3)


a. Libatkan dalam aktivitas-aktivitas conditioning seperti lari, lompat,
berjangkit, bentuk-bentuk latihan senam dan keterampilan bermain.
b. Gabungan dari dua atau lebih gerakan. Berbagai variasi permainan
yang menuntut aktivitasa yang lebih keras.m
c. Mulai mempelajari skill tendang dengan bola sepak.
d. Keterampilan lempar bola untuk jarak dan ketepatan.
e. Teknik-teknik sederhana bola basket dan voli dengan yang lebih
kecil dan lebih ringan.
f. Mempermahir keterampilan berenang.
g. Aktivitas dialam terbuka.
Pada periode ini cabang olahraga yang bisa dilakukan yaitu : basket, anggar
bulutangkis, atletik, dan renang.

3. Periode umur 10-11 tahun (kelas 4 dan 5)


Dalam periode ini ada trasisi dalam aktivitas-aktivitasnya yang diberikan
dalam pelajaran-pelajaran pendidik rohani/ olahraga. Pendidikan gerak
(movement education) seperti yang lebih ditekankan dalam periode
sebelumnya mulai berubah ke aktivitas kesegaran jasmani dan keterampilan
olahraga.
a. Aktivitas dengan melibatkan otot-otot besar.
b. Aktivitas dengan mengubah arah dan tempolari.
c. Pengembangan koordinasi lempar,lompat, skill cabang olahraga.
d. Permainan dengan lawan bermain untuk menyalurkan naluri
bersaing (perlu pembinaan dalam sportivitas, kerjasama dengan
kepemimpinan).
e. Pengembangan skill tentang bola sepak, permainan dengan bola voli
dan basket dengan menggunakan peraturan yang sederhana.
f. Permainan bola kecil.
g. g. Pukul bola/ kok dengan raket yang lebih ringan.
h. Mempelajari gaya renang, misalnya gaya bebas dan gaya dada.
i. Bentuk-bentuk latihan senam ;lantai dengan alat-alat sederhana.
j. Atletik :
- Lari, lompat, lempar, sprint dengan jarak 40-50 meter.
- Lompat jauh tanpa awalan.
- Belajar lompat tinggi gaya gunting.
- Lempar bola dengan jarak.
k. Memulai mengenal cabang olahraga sesuai minat dan bakat: atletik,
sepak bola, voli, panahan, pencak silat.

Periode umur 12-13 tahun (kelas 6)


a) Meningkatkan keterampilan dalam aktivitas yang menggunakan
otot-otot besar, larii, lompat, lempar dan lainlain.
b) Melibatkan diri dalam berbagai permainan beregu untuk
memperbaiki koordinasi dan mengatasi kekakuan gerak.
c) Melanjutkan keterampilan dalam cabang olahraga yang
menggunakan
d) bola basket (basket, voli, sepak bola) dan bola kecil (kasti, slagbal,
rounders).
e) Meningkatkan kemahiran dalam cabang olahraga memukul bola
dengan raket.
f) Berbagai keterampilan senam lantai maupun dengan alat.
g) Berbagai nomor atletik untuk memperbaiki koordinasi, kecepatana,
kekuatan (start, sprint s.d 50 meter, lompat jauh, lompat tinggi,
lompat jangkit, estafet, lempar bola).
h) Memulai mengenal cabang olahraga sesuai minat dan bakat: Cabang
olahraga: hoki, softbol, dayung, polo air, bola tangan, berkuda,
layar, judo, karate.
Kesimpulan Berdasarkan karakteristik anak usia sekolah dasar yang senang
bermain, bergerak, menelompok, dan praktik langsung. Oleh
karena itu, berkaitan dengan aktifitas tersebut disesuaikan dengan
pertumbuhan fisiknya dan perkembangan emosional anak. Bentuk
aktifitas fisik disesuaikan dengan jenjang umurnya: periode umur
7-8 tahun (SD kelas 1 dan 2), periode umur 9 tahun (SD kelas 3),
periode umur 10-11 tahun (kelas 4 dan 5), dan periode umur 12-13
tahun (kelas 6). Sehingga, melalui aktifitas fisik yang tepat dan
sesuai periode diharapkan akan berdampak pada pertumbuhan fisik
dan perkembangan emosi optimal
REVIEW JURNAL 2

Judul Peranan Aktivitas Olahraga Bagi Tumbuh Kembang Anak


Jurnal Jurnal Pendidikan Olah Raga
Volume dan halaman Vol. 3, No. 1
Tahun 2014
Penulis Rubiyatno
Abstrak Olahraga merupakan sebuah proses kegiatan yang sistematis untuk mendoron
membina serta mengembangkan potensi jasmani, rohani dan sosial. Olahrag
merupakan sebuah wadah bagi manusia untuk mengeksplorasi pengalama
geraknya dengan olahraga individu akan menjadi bugar serta kualitas hidup
menjadi lebih baik tak terkecuali pada anak usia dini sekalipun mereka juga
sedini mungkin harus diperkenalkan oleh aktivitas olahraga atau aktivitas
jasmani walaupun itu hanya olahraga yang sifat nya tidak terstruktur seperi
jalan, bersepeda, bermain lompat tali dan berlari-larian dengan melakukan
aktivitas gerak seperti itu motorik anak akan lebih baik serta tumbuh
kembang mereka menjadi optimal.
Pembahasan Olahraga juga mempunyai peran yang sangat penting bagi anak usia dinI
khususnya bagi tumbuh dan kembang anak agar menjadi optimal baik dari
segi fisik, mental dan emosionalnya. Untuk itu tulisan ini akan membahas
secara spesifik tentang peranan olahraga bagi anak usia dini. Dari aspek fisik
olahraga bagi anak usia dini merupakan hal yang sangat berperan penting
dalam tumbuh kembang nya secara jasmani. Aktivitas fisik yang tepat akan
memacu tumbuh kembang anak secara optimal tapi itu bukan berarti anak
harus melakukan senam jasmani setiap hari seperti hal nya orang dewasa,
olahraga bagi anak terutama anak balita tidak harus dalam bentuk gerakan
terstruktur, seperti senam jasmani, barai gym, atau bulutangkis. Kegiatan
seperti bersepeda, bermain lompat tali dan berlari-larian itu sudah merupakan
latihan jasmani bagi anak dan mendukung anak untuk mengeksplorasi gerak
agar menjadi lebih baik. Olahraga untuk anak sarat dampak positif seperti
disebut dibawah ini:
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Organik Pertumbuhan adalah suat
proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, dan jumlah sel yang
bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke asal). Sedangkan
perkembangan adalah perubahan atau diferensiasi sel menuju keadaan
yang lebih dewasa. Aktivitas yang bersemangat, teratur serta terus
menerus sangat penting untuk mempertebal lapisan persendian,
memperkuat pengikat ke tulang, serta pengikat tulang-tulang dalam
tubuh.Sehingga kemampuan paru-paru, jantung dan saluran darah dalam
menyuplai oksigen jaringan-jaringan. Memperkokoh dan memperkuat
tulang serta memelihara jaringan-jaringan lemak tubuh, mengurangi
komposisi lemak tubuh serta dapat Mengendalikan obesitas karena
pengeluaran energi tubuh meningkat, selain itu juga dapat mendukung
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel agar berkembang secara optimal
dengan melakukan aktivitas fisik tersebut Gabbard, LeBlanc, dan Lovy
(1994: 102)
2. Keterampilan Neomusculer / Motorik Motorik merupakan perkembangan
pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara
susunan saraf, otot, dan spinal cord. Perkembangan motorik meliputi
motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang
menggunakan otot-otot besar sedangkan motorik halus adalah gerakan
tubuh dengan menggunakan otot-otot halus. Adapun pencabaran sebagai
berikut :
a. Keterampilan Gerak Kasar
Pada usia dini diharapkan anak mampu melakukan gerakan-gerakan
motorik kasar seperti, menurunkan tangga langkah demi langkah,
berjalan mundur, berlari dan langsung, melompat-lompat dengan
kaki bergantian, berjinjit dengan tangan di pinggul, melambungkan
bola tenis dengan satu tangan dan menangkapnya dengan
menggunakan dua tangan. Di samping hal ini, sebagai guru harus
memperhatikan anak dalam kegiatan yang dilakukan. Anak-anak
belum menyadari seberapa besar bahaya yang ada disekitarnya,maka
dari itu sebagai guru harus memberi peringatan dan mengawasi
langsung pada saat anak bermain.
b. Motorik Halus
Motorik halus adalah aktivitas motorik yang melibatkan aktivitas
otot-otot kecil atau halus. Gerakan ini lebih mengarah terhadap gerak
koordinasi mata dan tangan dan kemampuan pengendalian yang
baik, yang memungkinkannya untuk melakukan ketepatan dan
kecermatan dalam gerakannya.
3. Perkembangan Intelektual
Olahraga juga bermanfaat untuk perkembangan intelektual. Olahraga
juga memberikan kesempatan kepada anak untuk bergetrak
mengekspresikan dirinya. Meneriakan suara sesuai dengan gerakan yang
dilakukan. Mengaktifkan fungsi kognitif melalui peran simbolik,
pengembangan bahasa, dan penggunaan simbol-simbol di awal usia
muda, dan mengembangkan kemampuan belajar strategis, membuat
keputusan,mmengintegrasikan informasi, dan memecahkan masalah-
masalah pada perkembangan usia selanjutnya.
4. Perkembangan Emosional dan Sosial
Pendidikan jasmani berguna bagi perkembangan pribadi dan sosial yang
menuntutupaya individu dan interaksi dengan yang lain. Perolehan nilai-
nilai sosial yang diinginkan seperti kerjasama, komitmen, kepemimpinan
kejujuran serta tanggung jawab dan toleransi perlu diajarkan melalui
partisipasi dalam pengajaran berbasis aktivitas. Menyukai aktivitas fisik
akan menigkatakankepercayaan diri dan kesadaran sosial. Gabbard,
LeBlanc, dan Lovy (1994: 90) menyatakan bahwa kemampuan fisik
berkaitan erat dengan self image anak. Anak yang memiliki kemampuan
fisik yang lebih baik di bidang olahraga akan menyebabkan dia dihargai
teman-temannya. Aktivitas jasmani juga memberikan suatu kesempatan
untuk pelepasan ketegangan emosional melalui cara-cara yang tepat.
Manakala partisipasi ditunjukkan siswa yang juga didukung pula oleh
lingkungan, para siswa dapat meningkatkan perasaan self-esteem
mereka ,melepaskan ketegangan, dan mengembangkan inisiatif,
mengarahkan diri, dan berkreativitas.
kesimpulan Usia dini adalah usia yang paling baik untuk memacu tumbuh kembang anak
agar pertumbuhan dan perkembangannya menjadi optimal. Tumbuh
kembang menekankan pada 4 aspek kemampuan dasar anak yang perlu
mendapatkan rangsangan yaitu: kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak
halus,kemampuan bicara dan berbahasa, serta kemampuan bersosialisasi
(berinteraksi) dan kemandirian. Motorik anak perlu dilatih agar dapat
berkembang denganbaik. Perkembangan motorik anak berhubungan erat
dengan kondisi fisik dan intelektual anak. Faktor gizi, pola pengasuhan anak,
dan lingkungan ikut berperan dalam perkembangan motorik anak. setelah
anak meguasai pola dasar gerak dengan baik anak mulai dapat dikenalkan
dengan jenis olahraga permainan yang lebih kompleks, yang melibatkan
kerjasama dan kompetisi. Dalam masa ini, yang diperlukan anak adalah
kegembiraan dalam melakukan latihan olahraga. Setelah mereka beranjak
dewasa barulah diberikan latihan-latihan sesuai dengan proporsinya. Peranan
olahraga usia dini sebagai pembentuk dasar dalam membina atlit usia lanjut,
dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi olahraga nasional maupun
internasional.
REVIEW JURNAL 3

Judul Meningkatkan literasi fisik di masa muda: Olahraga dua minggu untuk Program
Pengembangan untuk anak usia 6-10 tahun
Volume 50:165–182
Penulis Marika Warner et Al.
Abstrak Aktivitas fisik secara teratur secara signifikan meningkatkan hasil kesehatan, namun
angkanya aktivitas fisik masa kanak-kanak tetap mengkhawatirkan rendah
Keaksaraan fisik telah diidentifikasi sebagai dasar untuk pendidikan jasmani yang
berkualitas, menunjukkan bahwa olahraga, pendidikan, dan intervensi kesehatan
masyarakat harus berusaha untuk meningkatkan keaksaraan fisik untuk
mempromosikan pendidikan jasmani. aktivitas. Program perkemahan dua minggu
untuk anak-anak berusia 6–10 tahun yang menghadapi hambatan positif
pengembangan, dikembangkan dan disampaikan oleh fasilitas Sport for
Development di Toronto, Kanada. Memanfaatkan keterampilan gerak dasar (FMS)
sebagai alat pengajaran dan pra dan pasca penilaian, kamp bertujuan untuk
meningkatkan literasi fisik dan mempromosikan keterlibatan dalam aktivitas fisik.
Hasil menunjukkan peningkatan FMS yang signifikan (t (44) = 4,37, p < 0,001)
serta peningkatan persepsi diri terhadap literasi fisik (t (40) = 14,96, p < 0,001). Itu
peningkatan FMS terbesar ditemukan pada lari dan keseimbangan dan dampak
paling signifikan berada di antara pemain dasar yang rendah.
Metode Peserta terdiri dari anak-anak berusia 6-10 tahun. Semua peserta adalah anggota dari
MLSE (Maple Leaf Sport and Entertainment) LaunchPad. Data demografis yan
dikumpulkan dari anggota pemuda di MLSE LaunchPad menunjukkan bahwa dari
~9000 anggota, 88,67% mengidentifikasi sebagai pemuda rasial, dengan yang paling
signifikan representasi di antara pemuda kulit hitam sebesar 33,83%. 76,76% kaum
muda melaporkan pendapatan rumah tangga tahunan kurang dari $30.000, di bawah
batas pendapatan rendah untuk keluarga beranggotakan 3 orang di provinsi Ontario.
Demografi peserta untuk penelitian ini dirinci di bawah ini di Hasil. Kami merekrut
pemuda pada hari pertama program. Setelah memeriksa ke dalam fasilitas, kami
melakukan pendekatan kepada orang tua/wali dan remaja, serta menjelaskan tujuan
dan tata cara belajar, memberikan informasi tertulis, dan menawarkan kesempatan
kepada orang tua/wali untuk memberikan persetujuan mereka melalui formulir
tertulis. Kemudian, kami menawarkan kepada remaja kesempatan untuk
memberikan persetujuan dengan menandatangani formulir terpisah. Kedua informed
consent oleh orang tua / wali dan persetujuan oleh pemuda persyaratan partisipasi
dalam belajar.
Hasil Empat puluh lima peserta (23 laki-laki dan 22 perempuan) mulai dari usia 6 hingga
10 tahun menyelesaikan penilaian awal dan pasca program. Demografi peserta
dilaporkan pada Tabel 1. Data kehadiran menunjukkan bahwa intervensi dua
minggu layak dilakukan. Rata-rata, peserta menghadiri 8,02 hari dari intervensi
sembilan hari. Delapan peserta melewatkan dua hari atau lebih, dan hanya satu yang
terlewat lebih dari empat hari. Penelitian ini memiliki persetujuan penelitian dan
tingkat partisipasi 77%, yang lebih baik dibandingkan dengan penelitian serupa
lainnya (Johnstone
et al. 2019; Institut Aspen 2015). Rata-rata skor FMS total dengan perincian skor
rata-rata domain keterampilan dijelaskan pada Tabel 2. Uji-t sampel berpasangan
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam rata-rata skor FMS total dari
baseline (M = 162.16, SD = 26.08) hingga pasca-program (M = 175.91, SD =
28.06), t (44) = 4,37, p <.001. Rata-rata skor total FMS meningkat 13,76 poin (SD =
21,12),
dengan 35 peserta memiliki skor perubahan positif dari awal hingga pasca program.
Di sana tidak ada pengaruh yang signifikan dari usia atau jenis kelamin pada
perubahan total skor FMS. Skor rata-rata untuk empat dari lima domain
keterampilan meningkat secara signifikan dari baseline ke pasca-program. Lari (Δ M
= 2.71, SD = 4.94, t (43) = 3.63, p = .001) dan Keseimbangan (Δ M = 2.54, SD =
4.19, t (36) = 3.69, p = .001) domain mengalami peningkatan yang besar, sedangkan
Kontrol Objek Tubuh Bagian Atas (Δ M = 2.82, SD = 8.89, t (44) = 2.13, p <.05)
dan Bawah Kontrol Objek Tubuh (Δ M = 2.82, SD = 7.72, t (44) = 2.45, p <.05)
mengalami peningkatan yang lebih sederhana. Peningkatan ini ditandai dengan
frekuensi peserta yang lebih besar dinilai sebagai pasca-program "Kompeten" atau
"Mampu", dibandingkan dengan baseline (lihat Tabel 3). Ada pengaruh yang
signifikan jenis kelamin terhadap perubahan rata-rata skor Saldo, F (2, 34) = 3,517,
p = 0,041. Dampak program perkemahan pada kompetensi Balance lebih besar di
anak laki-laki (Δ M = 3,58, SD = 3,76) dibandingkan anak perempuan (Δ M = 1,59,
SD = 4,53). Anak laki-laki juga meningkat signifikan dalam Berlari (p <.01),
Kontrol Objek Tubuh Bagian Bawah (p <.01), dan Keseimbangan (p < 0,01),
dengan kontrol Locomotor dan Upper Body Object meningkat secara tidak
signifikan. Oleh perbandingan, anak perempuan menunjukkan peningkatan yang
tidak signifikan di masing-masing dari lima domain keterampilan. Di sana tidak ada
pengaruh yang signifikan dari usia pada skor perubahan rata-rata untuk salah satu
dari lima domain keterampilan, juga tidak ada interaksi yang signifikan antara usia
dan jenis kelamin pada skor perubahan rata-rata. Uji-t sampel berpasangan
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam skor total PLAYself dari awal (M
= 1295,85, SD = 270,78) ke pasca-program (M = 1721,66, SD = 325,83), t (40) =
14,96, p <.001. Total skor PLAYself meningkat 425,80 poin (SD = 182,27) dari
baseline hingga pasca program. Secara khusus, persepsi diri tentang kompetensi
fisik (PLAYself subskala 2) meningkat secara signifikan sepanjang program, t (40)
= 9,87, p <.001, sedangkan subskala lingkungan (PLAYself subskala 1) meningkat
secara tidak signifikan. Secara keseluruhan Skor PLAYself, dengan pengelompokan
berdasarkan subskala, dijelaskan pada Tabel 4. Korelasi bivariat menunjukkan
hubungan yang signifikan pada awal antara PLAYself subskala 2 dan total Skor
FMS, r = 0,303, p < 0,05, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan pasca-program,
r = 0,212, p > 05. Tidak ada hubungan signifikan yang terlihat antara PLAYself
subskala satu dan total FMS skor baik pada awal atau pasca-program. Tidak ada
pengaruh yang signifikan dari usia atau jenis kelamin pada skor PLAYself.
Mereka yang berkinerja rendah pada awal terutama berusia 6 dan 7 tahun dan
mendapat skor rendah domain keterampilan. Berkinerja tinggi pada awal terutama
berusia 10 tahun dan menunjukkan tinggi kompetensi masing-masing bidang
keahlian. Tes Wilcoxon Signed-Rank menunjukkan hasil yang signifikan dampak
program pada skor FMS total untuk pemain awal yang rendah (n = 11, p = 0,013),
sedangkan yang berkinerja tinggi memiliki peningkatan yang mendekati signifikansi
dalam skor total FMS (n = 11, p = 0,075). Program ini memiliki dampak yang lebih
besar pada peserta dengan baseline yang lebih rendah skor dan memiliki dampak
yang lebih marjinal pada peserta dengan literasi fisik yang lebih besar di dimulainya
program.
kesimpulan Program perkemahan hari SFD dua minggu yang dirancang dengan sengaja berhasil
meningkatkan PL di antara pemuda menghadapi hambatan dalam konteks perkotaan
Amerika Utara. Mengingat temuan positif dari studi percontohan ini, langkah
selanjutnya untuk penulis termasuk perbandingan dengan model pengiriman
lainnya, seperti sebagai program mingguan setelah sekolah atau akhir pekan, untuk
memeriksa implikasi dosis; tindak lanjut jangka panjang dengan peserta untuk
mengeksplorasi dampak program pada partisipasi olahraga yang berkelanjutan dan
tingkat PA masa depan; dan integrasi perangkat yang dapat dikenakan ke dalam
kerangka evaluasi program untuk menginterogasi hubungan antara intensitas hasil
PA dan PL.
REVIEW JURNAL 4
Judul Perkembangan Anak dan Cedera Olahraga dan Rekreasi Anak Berdasarkan
Usia
Jurnal Joural of athletic training
Penulis David C. Schwebel, PhD; Carl M. Brezausek, MS
Volume dan halaman J Athl Train (2014) 49 (6): 780–785.
Abstrak konteks: Pada tahun 2010, 8,6 juta anak dirawat cedera yang tidak disengaja
di departemen darurat Amerika. Keterlibatan anak dalam olahraga dan
rekreasi menawarkan banyak kesehatan manfaat tetapi juga paparan risiko
cedera. Dalam analisis ini, kami mempertimbangkan kemungkinan faktor
risiko perkembangan dalam tinjauan usia, jenis kelamin, dan kejadian 39
cedera olahraga dan rekreasi. Tujuan: Untuk menilai (1) bagaimana kejadian
39 olahraga dan cedera rekreasi berubah setiap tahun anak dan perkembangan
remaja, usia 1 sampai 18 tahun, dan (2) jenis kelamin perbedaan. Desain:
Studi epidemiologi deskriptif. Pengaturan: Kunjungan departemen darurat di
seluruh Amerika Serikat Serikat, seperti yang dilaporkan dalam National
Electronic Injury 2001–2008 Database Sistem Pengawasan. Pasien atau
Peserta Lain: Data mewakili kunjungan unit gawat darurat di seluruh populasi
di Amerika Serikat. Ukuran Hasil Utama: Cedera terkait olahraga dan rekreasi
pediatrik yang memerlukan perawatan darurat di rumah sakit departemen.
Hasil: Hampir 37 cedera olahraga atau rekreasi pediatrik dirawat setiap jam di
Amerika Serikat. Insiden cedera terkait olahraga dan rekreasi memuncak pada
usia yang sangat berbeda. Cedera tim-olahraga cenderung memuncak pada
usia remaja pertengahan, cedera taman bermain memuncak pada usia sekolah
dasar awal dan kemudian turun perlahan, dan cedera bersepeda memuncak
pada tahun-tahun praremaja tetapi merupakan penyebab umum cedera
sepanjang masa kanak-kanak dan masa remaja. Cedera bowling memuncak
pada usia paling awal (4 tahun), dan cedera yang terkait dengan berkemah dan
perahu pribadi
memuncak pada usia paling tua (18 tahun). 5 yang paling umum penyebab
cedera olahraga dan rekreasi di seluruh perkembangan, di ketertiban, adalah
bola basket, sepak bola, bersepeda, taman bermain, dan sepak bola.
Kesenjangan jenis kelamin yang umum dalam kejadian olahraga anak dan
cedera rekreasi. Kesimpulan: Baik faktor biologis maupun sosiokultural
mempengaruhi aspek perkembangan olahraga anak dan risiko cedera rekreasi.
Secara biologis, perubahan persepsi, kognisi, dan kontrol motorik dapat
mempengaruhi risiko cedera. Secara sosiokultural, keputusan harus dibuat
tentang olahraga yang mana dan kegiatan rekreasi untuk terlibat dan berapa
banyak pengambilan risiko terjadi saat melakukan aktivitas tersebut.
Memahami aspek perkembangan tren data cedera memungkinkan pencegahan
untuk menargetkan pendidikan pada kelompok tertentu.
Metode Data untuk penelitian ini diambil dari tahun 2001-2008 Kumpulan data
NEISS, yang dikumpulkan oleh Amerika Serikat Komisi Keamanan Produk
Konsumen dan Nasional Pusat Pencegahan dan Pengendalian Cedera dari
sampel ED rumah sakit di seluruh Amerika Serikat. Secara khusus, Data
NEISS dikumpulkan dari sekitar 100 rumah sakit, mulai dari kecil hingga
besar, dan termasuk anak-anak rumah sakit. Pasien yang dirawat di rumah
sakit sampel adalah mewakili pola kerugian nasional yang melibatkan produk
konsumen.4,5 Data dikumpulkan setiap hari, 365 hari/tahun, oleh staf rumah
sakit, menggunakan manual pengkodean standar. Hanya kunjungan rumah
sakit awal oleh pasien dimasukkan dalam kumpulan data. Usia dan jenis
kelamin pasien diambil dari catatan medis. Data cedera dari semua cedera
terkait olahraga dan rekreasi di set data NEISS yang dikeluarkan oleh anak-
anak usia 1 hingga 18 tahun dimasukkan dalam analisis. Kami menghilangkan
cedera pada bayi lebih muda dari 12 bulan karena bayi tersebut biasanya
nonmobile, dan cedera biasanya hasil dari supervisor perilaku dan keputusan
daripada perilaku anak atau keputusan. Kami hanya tertarik pada cedera anak
dan, oleh karena itu, menghilangkan cedera pada individu yang lebih tua dari
18 tahun bertahun-tahun. Kasus cedera diklasifikasikan menjadi saling
eksklusif
kategori kegiatan olah raga atau rekreasi berdasarkan kombinasi produk
konsumen yang terlibat (misalnya, skuter, skateboard, ski salju) dan deskripsi
medis dari insiden tersebut. Analisis data kami bersifat deskriptif. Kami
pertama kali menyiapkan tabel deskriptif yang menampilkan cedera di 39
olahraga dan kegiatan rekreasi dan usia 18 tahun. Selanjutnya kita memeriksa
5 penyebab paling umum dari olahraga dan cedera rekreasi untuk setiap tahun
perkembangan usia. Terakhir, kami menilai persentase cedera anak laki-laki
dan perempuan untuk masing-masing dari 39 jenis cedera olahraga dan
rekreasi
kesimpulan Baik faktor biologis maupun sosiokultural mempengaruhi aspek
perkembangan olahraga anak dan risiko cedera rekreasi. Secara biologis,
perubahan persepsi,
kognisi, dan kontrol motorik dapat mempengaruhi risiko cedera. Secara
sosiokultural, keputusan harus dibuat tentang olahraga yang mana dan
kegiatan rekreasi untuk terlibat dan berapa banyak pengambilan risiko terjadi
saat melakukan aktivitas tersebut. Memahami aspek perkembangan tren data
cedera memungkinkan pencegahan untuk menargetkan pendidikan pada
kelompok tertentu
REVIEW JURNAL 5

Judul Karakteristik Perkembangan Remaja


jurnal edukasimu
Volume dan halaman Volume 1 (3), 2021
Penulis Denny Pratama, Yanti Puspita Sari
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apasaja karakteristik dari
perkembangan remaja. Masa remaja memiliki tga tahapan yaitu tahap
pertama, tahap madya dan tahap akhir. Metode yang digunakan pada
penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif. Populasi dan sampel yang
digunakan yaitu remaja usia 10-19 tahun di Kota Kalianda. Teknik
pengumpulan data yaitu menggunakan teknik observasi, wawancara, angket
dan dokumetasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pada tahap awal,
ketertarikan terhadap teman sebaya ditunjukkan dengan penerimaan atau
penolakan. Remaja mencoba berbagai peran, mengubah citra diri, kecintaan
pada diri sendiri meningkat, mempunyai banyak fantasi kehidupan,
idealistis. Remaja pada tahap pertengahan mengalami konflik utama
terhadap kemandirian dan kontrol. Pada tahap ini terjadi dorongan besar
untuk emansipasi dan pelepasan diri. Sedangkan pada tahap akhir,
kelompok sebaya mulai berkurang dalam hal kepentingan yang berbentuk
pertemanan individu. Mereka mulai menguji hubungan antara pria dan
wanita terhadap kemungkinan hubungan yang permanen
Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
naturalistik kualitatif, yang mengacu pada kondisi lingkungan alamiah
(natural) sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi dan data yang
dikumpulkan, terutama data kualitatif. Populasi adalah keseluruhan
subjek/objek yang akan diteliti, meliputi seluruh karakteristik/sifat yang
dimiliki oleh subjek atau objek itu sendiri (Pamungkas & Mahfud, 2020).
Populasi yang digunakan yaitu remaja usia 10-19 tahun di Kota Kalianda.
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling.. Populasi dan sampel ini sebagai
penunjang penelitian dalam melakukan proses pengembangan dan berupa
bentuk wawancara kepada para remaja lakilaki dan perempuan di Kota
Kalianda. Berbagai data dan informasi yang didapat di lapangan kemudian
dianalisis dengan menggunakan tehnik analisis diskriptif melalui beberapa
tahapan yaitu yaitu reduksi data, display data, mengambil kesimpulan.
Hasil dan pembahasan 1. Perkembangan Fisik
Anak pada usia remaja keadaan tubuhnya meningkat mencapai kekuatan
yang maksimal jika mereka menggunakan otot-ototnya, demikian juga
kemampuan dalam belajat keterampilan gerak. Pertumbuhan meningkat
cepat dan mencapai puncak kecepatan. Pada fase remaja awal (11-14
tahun) karakteristik seks sekunder mulai tampak, seperti penonjolan
payudara pada remaja perempuan, pembesaran testis pada remaja laki-
laki, pertumbuhan rambut ketiak, atau rambut pubis. Karakteristik seks
sekunder ini tercapai dengan baik pada tahap remaja pertengahan (usia
14-17 tahun) dan pada tahap remaja akhir (17-20 tahun) struktur dan
pertumbuhan reproduktif hampir komplit dan remaja telah matang secara
fisik.
2. Kognitif
Remaja menurut teori perkembangan kognitif Piaget dalam John W.
Santrock adalah: “Remaja mulai berfikir secara logis. Mereka menyusun
rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji
solusinya. Istilah Piaget penalaran hipotetisdeduktif. Mengandung
konsep bahwa remaja dapat menyusun hipotesis (dugaan terbaik) tentang
cara untuk memecakkan problem dan mencapai kesimpulan secara
sistematis”. Pada tahap awal remaja mencari-cari nilai dan energi baru
serta membandingkan normalitas dengan teman sebaya yang jenis
kelaminnya sama. Sedangkan pada remaja tahap akhir, mereka telah
mampu memandang masalah secara komprehensif dengan identitas
intelektual sudah terbentuk
3. Afektif
Pada fase ini anak menuju perkembangan fisik dan mental. Memiliki
perasaanperasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat
perubahan-perubahan tubuhnya. Ia mulai dapat berpikir tentang pikiran
orang lain, ia berpikir pula apa yang dipikirkan oleh orang lain tentang
dirinya. Ia mulai mengerti tentang keluarga ideal, agama dan
masyarakat. Pada masa ini remaja harus dapat mengintegrasikan apa
yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya. Menurut teori
perkembangan kognitif Piaget dalam John W. Santrock adalah berada
pada tahap operasional formal. Menurut teori Piaget, “pada tahap ini,
individu mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkrit, dan
memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis”. Kualitas abstrak
dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam pemecahan
problem verbal. Selain memiliki kemampuan abstrak, remaja juga mulai
melakukan pemikiran
spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka
dan orang lain. Pemikiran idealis ini bisa menjadi fantasi atau khayalan.
4. Psikomotor
Kemampuan motorik adalah sebagai suatu kapasitas dari seseorang yang
berkaitan dengan pelaksanaan kemampuan fisik untuk dapat
melaksanakan suatu gerakan, atau dapat pula didefinisikan bahwa
kemampuan motorik adalah kapasitas penampilan seseorang dalam
melakukan suatu gerak. Keterampilan psikomotorik berkembang sejalan
dengan pertumbuhan ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan perubahan
fisiologi.Pada masa ini merupakan waktu yang tepat untuk mengikuti
beragam pertandingan atau kegiatan olahraga. Mereka memiliki
perhatian, kemauan, dan motivasi. Adapun kegiatan yang dilakukan
dalam masa ini antara lain berupa aktifitas yang mengunakan
keterampilan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini mereka
diberikan kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan
aktifitas. Bentuk aktivitasnya meliputi pengenalan keterampilan
olahraga, mereka di kenalkan teknik olahraga dan bentuk olahraga.
Seperti bermain dengan menggunakan media bola, misalnya permainan
sepakbola.
kesimpulan Perkembangan remaja ditandai dengan tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap
pertengahan dan tahapan akhir. Selama tigas tahap tersebut, pastinya banyak
proses yang dilakui remaja untuk terus berkembang. Pada tahap awal,
ketertarikan terhadap teman sebaya ditunjukkan dengan penerimaan atau
penolakan. Remaja mencoba berbagai peran, mengubah citra diri, kecintaan
pada diri sendiri meningkat, mempunyai banyak fantasi kehidupan,
idealistis. Remaja pada tahap pertengahan mengalami konflik utama
terhadap kemandirian dan kontrol. Pada tahap ini terjadi dorongan besar
untuk emansipasi dan pelepasan diri. Sedangkan pada tahap akhir,
kelompok sebaya mulai berkurang dalam hal kepentingan yang berbentuk
pertemanan individu. Mereka mulai menguji hubungan antara pria dan
wanita terhadap kemungkinan hubungan yang permanen.

Anda mungkin juga menyukai