Anda di halaman 1dari 24

FILOSOFI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI TINGKAT

SMP
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan jasmani yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pendidikan tentu di dalamnya ada proses pembelajaran. Apabila dibandingkan
dengan proses pembelajaran mata pelajaran lainnya, proses pembelajaran
pendidikan jasmani sangatlah berbeda. Pendidikan jasmani mengajak siswa
untuk dapat berkembang sesuai dengan keinginannya, tetapi kenyataan lain
dilapangan mengakibatkan pendidikan jasmani menjadi suatu mata pelajaran
yang membosankan dan melelahkan serta tidak sesuai dengan konsep dasar
pendidikan jasmani itu sendiri. Kenyataan lainnya adalah tidak adanya
kesinambungan antara kurikulum yang diajarakan dengan kehidupan nyata
anak sehari-hari seperti diungkap oleh Siswoyo menyatakan bahwa
pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dirumuskan para
ahli kurikulum cenderung eksklusif, sempit, dan terlalu akademis dan terkesan
semua peserta didik hendak diarahkan jadi ilmuwan (Suara Merdeka, Kamis,
06 Mei 2004).
Mata pelajaran pendidikan jasmani yang mempunyai alokasi waktu 2
jam pelajaran per minggu, dimana satu jam pelajaran berkisar antar 30 – 40
menit. Alokasi waktu tersebut sangat jelas akan mempengaruhi tujuan dari
pendidikan jasmani, sehingga proses pembelajaran tidak dapat mencapai
tujuan pendidikan jasmani yang sebenarnya dan tidak dapat memberikan
kontribusi maksimal bagi perkembangan anak. Seperti yang diungkap oleh
Wiryawan (Pikiran Rakyat, 11 April 2003), bahwa penelitian di Amerika
belum lama ini menunjukkan, pembelajaran yang menerapkan kurikulum
dengan mata pelajaran terpisah-pisah menjadikan pembelajar kurang berhasil
menumbuhkan potensi diri secara maksimal. Kurikulum dengan mata
pelajaran terpisah-pisah dalam waktu 50 menit per jam pertemuan menjadi
tidak realistik. Para pembelajar kurang mendapat kesempatan mempelajari
sesuatu secara mendalam.
Sekolah-sekolah cenderung memberikan alokasi waktu yang sangat
banyak pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu. Pada Sekolah Menengah
Pertama, hal ini sangat bertolakbelakang dengan perkembangan anak.
Kurangnya waktu bagi anak Sekolah Menengah Pertama untuk memenuhi
hasrat bergeraknya mengakibatkan permasalahan dalam proses pembelajaran
mata pelajaran, ketika anak berkeinginan untuk bergerak di dalam kelas yang
sedang berlangsung proses pembelajaran, maka anak tidak dapat menahan
hasrat bergerak itu yang mengakibatkan proses pembelajaran menjadi
“kacau”.
Hal ini merupakan suatu kenyataan yang menjadi tantangan bagi para
guru Sekolah Menengah Pertama untuk dapat menciptakan suasana belajar
yang kondusif bagi anak seusia Sekolah Menengah Pertama. Guru pendidikan
jasmani Sekolah Menengah Pertama harus mengetahui dan mengerti
karekteristik pertumbuhan dan perkembangan anak Sekolah Menengah
Pertama itu sendiri, kemudian mengerti dan mengetahui strategi pembelajaran
yang tepat bagi anak seusia itu. Hal tersebut merupakan nilai tambah, sebagai
upaya meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah
Menengah Pertama.
Melalui program pendidikan jasmani yang teratur, terencana, dan
terbimbing diharapkan dapat tercapai seperangkat tujuan yang meliputi
pertumbuhan dan perkembangan aspek jasmani, intelektual, emosional, sosial,
dan moral spiritual yang optimal. Mengacu pada pentingnya pertumbuhan dan
perkembangan anak tersebut, maka perlu adanya pemahaman tentang pilosopi
pendidikan olahraga disekolah pilosopi ini merupakan salah satu landasan
yang dapat memberikan bagi guru penjas dalam memberikan aktifitas fisik
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka
permasalahan dalam tulisan ini adalah “Filosopi pendidikan olahraga di
Sekolah Menengah Pertama ?”.
C. Tujuan Penulisan
Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, sehingga
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah filosopi
pendidikan olahraga di Sekolah Menengah Pertama (SMP)?

D. Manfaat Penulisan
Pemahaman filosopi ini dapat dijadikan masukan yang berarti bagi
guru pendidikan jasmani dan guru mata pelajaran lainnya sebagai salah satu
dasar. Diharapkan juga melalui pemahaman ini guru akan lebih kreatif,
inovatif, dan bertanggung jawab dalam mengelola pembelajarannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Jasmasi, Pendidikan Olahraga Dan Pendidikan


Kesehatan
1. Landasan Filosofis Pendidikan Jasmani
Pendidikan Olahraga Dan Pendidikan Kesehatan Pendidikan jasmani
pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik
untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak
sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya
sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pendidikan jasmani dalam Agenda Berlin adalah proses sosialisasi via
aktivitas jasmani, bermain dan/atau olahraga yang bersifat selektif untuk
mencapai tujuan pendidikan. Uraian itu menggambarkan bahwa pendidikan
jasmani merupakan proses pendidikan dimana aktivitas jasmani menjadi
sasaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan pada umumnya. Sedangkan
Bucher (1979) memberikan batasan bahwa pendidikan jasmani merupakan
bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai tujuan untuk
mengembangkan kebugaran, mental, sosial, serta emosional bagi masyarakat,
dengan wahana aktivitas jasmani. Uraian tersebut juga menjelaskan bahwa
aktivitas jasmani juga menjadi alat mencapai pendidikan. Disamping itu juga
bahwa pada pembelajaran pendidikan jasmani tidak hanya ditujukan untuk
mengembangkan kebugaran jasmani saja melainkan juga mengembangkan
mental, sosial, dan emosional.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU-SKN), pasal 1 ayat 11
menerangkan bahwa olahraga pendidikan atau pendidikan jasmani merupakan
pendidikan jasmani dan aolahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses
pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, kesehatan dan kebugaran.
Secara sederhana bahwa pendidikan jasmani itu merupakan proses
belajar untuk bergerak dan belajar melalui gerak. Selain belajar dan dididik
melalui gerak untuk mencapai tujuan pengajaran, dalam pendidikan jasmani
itu anak diajarkan untuk bergerak guna mendapatkan pengalaman gerak yang
seluas-luasnya. Melalui peroses pencapaian pengalaman itu akan terbentuk
perubahan dalam aspek jasmani dan rohaninya yang melekat. Selanjutnya
pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani diarahkan pada pemberian
kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan gerak dengan harapan
siswa dapat aktif dan pada gilirannya akan membantu perkembangan
kebugaran jasmaninya. Proses kegiatannya mencakup kegiatan latihan atau
pelaksanaan tugas-tugas permbelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang.
Sedangkan dampak lebih lanjut adalah anak memiliki kebiasaan dan
keterampilan untuk mengisi waktu luangnya dan kelak keterampilan yang
dimilikinya diharapkan dapat dilakukan sepanjang hayatnya.
Pada Agenda Berlin diuraikan bahwa Pendidikan Jasmani adalah:
a) Satu-satunya mata pelajaran disekolah yang fokusnya adalah pada badan,
aktivitas jasmani dan perkembangan fisik.
b) Membantu anak untuk mengembangkan respek terhadap badannya, baik
yang dimilikinya maupun milik orang lain.
c) Mengembangkan anak kebiasaan aktif yang penting bagi perkembangan
kesehatan dan menjadi landasan bagi gaya hidup sehat setelah dewasa.
d) Mengembangkan pemahaman tentang peranan aktivitas jasmani aerobik
dan aerobik untuk meningkatkan kesehatan.
e) Memberikan sumbangan bagi perkembangan kepercayaan diri dan self
esteem pada anak.
f) Mendorong perkembangan kognitif dan sosial, memberikan sumbangan
bagi pengembangan keterampilan pendidikan yang fundamental seperti
baca, tulis, dan prestasi akademik.
2. Perkembangan Keterampilan Gerak
Perkembangan keterampilan gerak merupakan inti dari program
pendidikan jasmani. Perkembangan keterampilan gerak bagi anak-anak
pendidikan dasar diartikan sebagai perkembangan dan penghalusan aneka
keterampilan gerak dasar dan keterampilan gerak yang berhubungan dengan
olahraga. Keterampilan gerak tersebut selanjutnya dikembangkan dan
diperhalus hingga taraf tertentu yang memungkinkan anak mampu untuk
melaksanakannya dengan tenaga yang efisien dan sesuai dengan keadaan
lingkunga dan tujuan yang dimaksud. Ketika anak telah memiliki
keterampilan gerak dasar yang matang selanjutnya dapat menerapkan
kedalam berbagai permainan, olahraga dan aktivitas jasmani yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Sebelum mencapai pada keterampilan gerak yang diinginkan,
tentunya melalui tahapan- tahapan. Gabbard, LeBlanc, dan Lowy (1987)
mengutarakan tahapan kerja motorik sebagi berikut;
Tabel 1.1. Tahapan Kerja Motorik

Terminal Tahapan Aktivitas karakteristik


gerak
Berguling, duduk, meratap, merangkak,
0-2 th, masa kanak- Gerak tak sempurna berdiri, berjalan dan memegang
kanan
2-7 th, masa anak-anak Gerak dasar dan Kesadaran gerak lokomotor,
awal pemahaman efisien nirlokomotor
dan manipulasif
Penghalusan keterampilan dan
8-12 th, masa anak-anak Khusus (khas) penyadaran gerak, menggunakan gerak
dasar, dalam tari, permainan/olahraga,
senam dan olahraga air
12- dewasa, masa remaja Spesialisasi Bersifat kompetisi dan rekreasi
dan masa dewasa
Dengan demikian dapat dilihat pada umur berapakah anak dimulai
masuk Sekolah Menengah atas, jenis kemampuan motorik apakah yang telah
dikuasai anak, dan jenis kemampuan motorik apakah yang harus
dikembangkan oleh guru pendidikan jasmani? Oleh sebab itu maka harus
terlebih dahulu mengetahui tipe gerak dasar yang berhubungan dengan
keterampilan gerak menurut Lutan (2001) sebagai berikut:

Lokomotor Manipulasi Stabilitas (non lokomotor)


1. Dasar (satu elemen) 1. Melempar/meluncurka 1. Bergerak dalam poros
- Jalan, n objek: - membungkuk
- Lari, - melempar - meregang
- Jingkat - menendang - memutar
- Loncat - memukul - melintir
- memantul - mengayun
- memvoli
- menggelundung
2. Kombinasi (lebih dari 2. Menyerap daya 2. Poros tubuh statis & dinamis
Satu elemen) Merangkap - keseimbangan tegak
- meluncur - keseimbangan sikaptubuh
- memanjat sungsang
- berkelok-kelok
- berguling
- berhenti
- bergerak cepat

Tabel 1.2. Tipe gerak dasar yang berhubungan dengan


Keterampilan Gerak

Keterangan:
a) Gerak lokomotor merupakan aktivitas jasmani dimapa keadaan tubuh
berpindah dariposisinya kjearah mendatar (horizontal) atau ke atas
(vertikal) dari satu titik ketitik lainnya dalam sebuah ruang.
b) Gerak manipulatif merupakan aktivitas jasmani yang melibatkan upaya
pengerahan pada suatu objek, dan upaya menerima daya dari objek.
c) Gerak stabilitas (non lokomotor) merupakan aktivitas jasmani yang
berupaya untuk menahan keseimbangan titik berat badan tetap jatuh
pada bidang tumpu.
B. Perbedaan Dan Persamaan Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga
Dan Pendidikan
Pertanyaan tentang perbedaan Pendidikan jasmani dan olahraga
bukanlah pertanyaan yang mudah dijawab baik oleh pemerhati olahraga
maupun para pakar pendidikan. Hal ini terjadi karena aktivitas yang nampak
diantara keduanya memiliki kesamaan yaitu permainan dan aktivitas fisik.
Jadi pertanyaanya “Apa perbedaan Pendidikan Olahraga dan Pendidikan
Jasmani” akan tetapi pendidikan kesehatan definisinya sangat jelas berbeda
karena tidak terdapat kesamaan permainan dan aktivitas fisik. Tetapi konsep
dasarnya pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dasar keilmuannya
(basic of knowledge) adalah mendidik manusia melalui aktivitas jasmani,
olahraga maupun kesehatan.
Sebenarnya pendidikan jasmani dan olahraga tak dapat dipisah.
Meskipun berbeda istilah dan arti, tetapi mempunyai tujuan yang saling
melengkapi. Hal ini dapat kita simak dalam latar belakang Permendiknas no
22 Tahun 2006 yaitu “Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan
untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,
keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas
emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan
lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih
yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional”.
Akan tetapi dalam Pembinaan dan pengembangan olahraga
merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang
ditujukan pada peningkatan jasmani dan rokhani, pemupukan watak, disiplin,
dan sportivitas, serta pengembangan prestasi olahraga yang dapat
membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Untuk itu pendidikan jasmani,
olahraga, dan kesehatan perlu dioptimalkan.
Telah banyak diketahui bahwa masih banyak kesalahan persepsi
tentang pendidikan jasmani dan olahraga. Ada yang beranggapan bahwa
pendidikan jasmani sama dengan olahraga. Apakah anda setuju? Bila anda
menganggukkan kepala berarti anda harus belajar memahami perbandingan
jasmani dan olahraga secara lebih mendalam lagi, karena anda memilih
jawaban yang salah. Pendidikan jasmani berbeda dengan olahraga.

Tabel 1.3. Perbandingan Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Nurhasan, 2005)


No Pendidikan Jasmani Olahraga
1 Diselenggarakan terutama di Terutama di luar sekolah dan
lingkungan sekolah masyarakat
2 Mengacu pada pembinaan hidup
sehat Pembinaan dan peningkatan prestasi
3 Mata ajar wajib di sekolah Sukarela di masyarakat
4 Dikelola di bawah wewenang
Mendiknas Menpora bersama organisasi olahraga
5 Cenderung memasyarakatkan
olahraga Mengolahragakan masyarakat
Tujuan pendidikan jasmani diarahkan untuk pengembangan individu
anak secara menyeluruh, artinya meliputi aspek organik, motorik, emosional,
dan intelektual sedangkan pada olahraga kompetitif terbatas pada
pengembangan aspek kinerja motorik yang dikhususkan pada cabang
olahraga tertentu saja.
Aktivitas yang dilakukan pada pendidikan jasmani bersifat
multilateral, artinya seluruh bagian dari tubuh peserta didik dikembangkan
secara proporsional mulai dari tubuh bagian atas (upper body), bagian tubuh
tengah (torso), maupun bagian bawah (lower body). Pendidikan jasmani
berupaya mengembangkan kinerja anggota tubuh bagian kanan maupun kiri
secara seimbang dan koordinatif. Pada olahraga kompetitif hanya bagian
tubuh tertentu sesuai dengan fungsi kecabangannyalah yang dikembangkan
secara optimal atau secara populer disebut sebagai spesifik.
Child oriented, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti
berorientasi pada anak memiliki makna bahwa penjas dengan segala
aktivitasnya diberikan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan oleh anak
dengan segala perbedaan karakternya. Dengan pertimbangan ini maka
kegiatan pendidikan jasmani dirancang sebagai proses dalam pemenuhan
kebutuhan anak dalam kehidupan sehari-harinya, kebutuhan kompetitif dalam
menghadapi segala tantangan, dan pengisian waktu luangnya. Pada cabang
olahraga kompetitif hal tersebut tentu bukan merupakan pertimbangan yang
utama, karena yang terpenting pada olahraga kompetitif adalah dikuasainya
gerak atau teknik dasar beserta pengembangannya untuk mendukung
permainan pada cabang tersebut, sehingga materi disajikan sebagai
pemenuhan atas kepentingan itu (materi) atau disebut sebagai
subject/material oriented.
Pada pendidikan jasmani seluruh kegiatan yang ada di alam semesta
yang berupa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang dilakukan oleh
manusia, binatang, tumbuhan, atau bahkan mesin yang bergerak. Aktivitas
yang dapat digunakan sebagai materi gerak dalam olahraga kompetitif adalah
terbatas pada teknik-teknik yang ada pada olah yang bersangkutan, atau pada
spesifik pada spesialis kecabangannya.
Seluruh anak memiliki tingkat kecepatan yang bervariasi dalam
pembelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran penjas. Anak dengan
kecepatan pembelajaran yang kurang baik (lamban) harus diperhatikah secara
lebih khusus sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dan pada
akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pada olahraga
kompetitif, anak yang memiliki kelambanan ini akan ditinggalkan karena
hanya menghambat proses pembelajaran, dan mengganggu pencapaian
prestasi tinggi yang diinginkan.
Aturan yang baku diterapkan pada olahraga kompetitif agar terdapat
keadilan bagi tim yang melakukan pertandingan dalam situasi yang sama.
Pendidikan jasmani tidak harus dilakukan dengan menggunakan
pertandingan, melainkan dengan bermain, dengan pembelajaran
berkelompok, demonstrasi, dan lain-lain sehingga tidak diperlukan peraturan
yang baku sebgaimana olahraga kompetitif.
Perbedaan lain antara penjas dan olahraga kompetitif adalah pada
aspek talent scouting, di mana dalam penjas hanya dijadikan sebagai dasar
dalam masukan awal (entry Behaviour) sedangkan pada olahraga kompetitif
dijadikan rekomendasi dalam menentukan cabang olahraga spesialis yang
akan diikuti oleh anak.

C. Asas Pengembangan dan Penetapan Sasaran Penjas di SMP


Meskipun secara filosofis telah dibahas kedudukan dan pentingnya
pendidikan jasmani di bagian-bagian awal, bagi guru masih terdapat kesulitan
untuk memutuskan pengalaman apa yang diberikan kepada siswa. Hal ini
ditambah lagi dengan begitu banyaknya pilihan yang tersedia, baik dari
wilayah aktivitas jasmani, permainan, maupun dari wilayah olahraga. Bagian
ini tidak dimaksudkan untuk menyatakan secara langsung tentang apa yang
harus diajarkan pada siswa, tetapi lebih diarahkan untuk memberikan
keyakinan kepada para guru, tentang landasan apa yang harus
dipertimbangkan ketika memilih kegiatan bagi para siswanya.
Paling tidak ada dua dasar pengembangan yang harus
dipertimbangkan yang akan dikemukakan di bagian ini, yaitu: 1) dasar-dasar
pengemhangan kurikulum dan dorongan dasar anak. Mari kita simak satu
persatu kedua pertimbangan tersebut.
1) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa prinsip yang menjadi landasan bagi pengembangan
program pendidikan jasmani di SMP (Dauer and Pangrazy, 1992; Annarino
et.al., 1980), yaitu:
a) Kurikulum Pendidikan Jasmani haruslah herorientasi kepada anak dan
tingkat perkemhangannya. Pemilihan kegiatan dalam penjas harus di
dasarkan pada tuntutan dan karakteristik anak dan dilengkapi dengan
pertimbangan tentang tingkat-tingkat perkembangan mereka. Anaklah
yang menjadi pusat kurikulum, dan karenanya pengalaman-pengalaman
belajar yang dipilihkan juga harus sesuai dengan kebutuhan mereka.
b) Setiap anak berbeda-beda dalam hal kehutuhan dan kemampuan
belajarnya. Setiap anak mempunyai hak untuk mencapai potensinya
masing- masing sehingga kurikulum harus memberikan kesempatan agar
anak memperoleh pengalaman semacam itu. Anak harus berkembang
dalam kecepatan yang sesuai dengan iramanya, dan kurikulum harus
mampu meningkatkan perkembangan mereka. Perbedaan-perbedaan
individual harus menjadi pedoman dalam menerapkan kurikulum,
sehingga tujuan, kegiatan, dan pengalaman belajar lebih memenuhi
kebutuhan individual daripada kebutuhan pokok.
c) Anak harus dilihat sehagai manusia yang utuh. Kurikulum hendaknya
bertanggung jawab dalam mengembangkan aspek-aspek yang lengkap
dari anak, bukan saja keterampilan fisik dan kebugaran jasmani, tetapi
mencakup keterampilan kognitif dan keterampilan sosial. kehidupan
sekolahnya daripada yang kurang mampu secara gerak.
d) Hal-hal yang herhuhungan dengan kehutuhan anak harus diajarkan
melalui pendidikan jasmani. Kegiatan pelajaran harus dilaksanakan dalam
sifat yang meyakinkan bahwa tujuan-tujuan dari pendidikan jasmani
dapat dicapai.
e) Gerakan merupakan dasar bagi pendidikan jasmani. Mutu program
penjas dapat dinilai berdasarkan mutu pengalaman gerakan yang dialami
oleh anak. Pendidikan jasmani memang terdiri atas kegiatan fisik yang
harus dilakukan secara aktif..
f) Pembelajaran harus terjadi melampaui kepentingan sesaat tapi harus
menawarkan keterampilan yang herguna untuk seumur hidup.

2) Dorongan Dasar Anak


Dorongan dasar adalah suatu keinginan untuk melakukan dan
menghasilkan sesuatu. Semua anak memiliki perasaan seperti ini yang
kemungkinan besar merupakan sifat turunan atau pengaruh lingkungan.
Dorongan dasar ini dikaitkan dengan pengaruh masyarakat, guru, orangtua,
dan teman-teman sendiri (Dauer and Pangrazy, 1992). Biasanya dorongan
dasar ini akan berpola sama pada setiap anak dan tidak dipengaruhi oleh
faktor kematangan. Dorongan tersebut niscaya mengarahkan pengembangan
kurikulum pendidikan jasmani dan untuk menciptakan program yang sesuai
dengan sifat-sifat anak. Berikut ini akan dibahas secara selintas tentang
dorongan-dorongan tersebut.
a) Dorongan untuk Bergerak
Anak tak pernah puas untuk bergerak, tampil, dan aktif. Mereka
berlari semata-mata karena menyukai dan menikmati lari itu. Keaktifan
merupakan bagian dari hidup anak. Program pendidikan jasmani
karenanya harus memuaskan kehausan anak untuk bergerak.
b) Dorongan untuk Berhasii dan Mendapat Pengakuan
Anak tidak hanya berambisi untuk berprestasi, tetapi mereka juga
menginginkan prestasi mereka itu diakui. Mereka lesu ketika mendapat
kritikan dan celaan. Sedangkan dorongan dan dukungan yang hangat akan
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan yang maksimum.
Kegagalan dapat mengarah pada rasa frustasi dan hilangnya minat belajar.
Karena itu pengalaman berhasil pada anak perlu diperbanyak agar mereka
tidak kehilangan minat untuk belajar.
c) Dorongan untuk Mendapatkan Pengakuan Teman dan Masyarakat
Penerimaan kawan sekelas adalah kebutuhan dasar manusia. Anak
menginginkan diterima oleh kawan-kawannya, dihormati, dan disukai.
Lingkungan sekolah harus memberi jalan agar anak memperoleh
penerimaan dari kawan-kawannya. Belajar bekerjasama dengan yang lain,
menjadi anggota kelompok yang mampu menyumbang sesuatu, dan
berbagi andil dengan kawan dalam suatu prestasi merupakan nilai penting
dari program penjas.
d) Dorongan untuk Bekerjasama dan Bersaing
Anak menikmati suasana bermain dan bekerjasama dengan anak
lain. Mereka menemukan kepuasannya ketika menyadari bahwa
peranannya dianggap penting dalam suatu kelompok. Ia merasa sedih
ketika mengalami penolakan dari kawan-kawannya. Bekerjasama harus
diajarkan terlebih dahulu sebelum pengalaman bersaing. Kegembiraan
menjadi bagian suatu kelompok akan lebih besar manfaatnya daripada
persaingan dengan kawan. Namun demikian, dorongan untuk bersaing
juga merupakan bukti nyata dari kehidupan anak, sebab mereka ingin
membandingkan keterampilan fisik dan kekuatannya di antara sesama
temannya. Biasanya anak akan memiliki keinginan untuk bersaing jika
mereka berpikir bahwa mereka memiliki peluang untuk menang. Jika
anak tidak mempunyai peluang untuk menang, suasana kompetitif akan
hilang. Karena itu suasana bersaing yang wajar dan sepadan dengan
kemajuan anak harus diciptakan dan dimonitor.
e) Dorongan untuk Kebugaran Fisik dan Daya Tarik
Guru harus menyadari betapa besarnya keinginan anak untuk
memiliki kebugaran jasmani dan memiliki tubuh yang lincah dan
menarik. Oleh karenanya guru harus memaklumi perasaan direndahkan
yang diderita anak yang lemah, gemuk, pincang, atau tidak normal dalam
beberapa hal. Program penjas harus menyediakan kesempatan untuk
perbaikan-diri sehingga anak dapat mengatasi kekurangannya dalam
kekuatan, keterampilan, atau postur tubuhnya. Guru harus memonitor
sistem penghargaan secara hati-hati sehingga tidak menyinggung anak
yang kurang mampu.
f) Dorongan untuk Berpetualang
Dorongan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat
petualangan atau sesuatu yang tidak biasa, mendorong anak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan yang baru. Guru harus memberi tempat
kepada kegiatan yang bersifat petualangan atau sesuatu yang tidak biasa,
mendorong anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang baru. Guru
harus memberi tempat kepada kegiatan-kegiatan yang menarik dalam
kurikulum. Ini akan memberikan kecenderungan positif kepada anak
untuk meningkatkan kegembiraan anak.

D. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani


Setelah dibahas tentang dasar-dasar pertimbangan sebagai pedoman
untuk menyusun program pendidikan jasmani, ruang lingkup pendidikan
jasmani dapat ditentukan. Namun demikian uraian tentang ruang lingkup ini
dibatasi dan sifatnya masih umum.
Berdasarkan tinjauan terhadap uraian-uraian di atas, maka dapat diduga
bahwa program pendidikan jasmani untuk siswa SMP di Indonesia harus
meliputi program-program yang meliputi:
1. Kemampuan pengelolaan tubuh.
Kemampuan pengelolaan tubuh merupakan kemampuan paling
dasar yang dikuasai anak bersamaan dengan berkembangnya pengetahuan
tentang tubuhnya. Termasuk di dalamnya adalah kesadaran tubuh dan
geraknya. Seharusnya kemampuan pengelolaan tubuh harus sudah
dikuasai di jenjang SD, tetapi di jenjang SMP pun diperkirakan
kemampuan-kemampuan tersebut harus tetap dikembangkan. Ke dalam
bagian ini dapat dirinci hal-hal khusus seperti:
a. Kesadaran tubuh
Kesadaran tubuh menunjuk pada kemampuan untuk mengenal
nama-nama bagian tubuh yang bermacam-macam serta kemampuan
untuk mengontrol setiap bagian tersebut secara terpisah. Bagian-
bagian tubuh tersebut melibatkan tiga wilayah meliputi:
1) wilayah kepala: dahi, muka, pipi, alis, hidung, mulut, telinga,
rahang, dagu, mata, dan rambut;
2) wilayah badan bagian atas: leher, bahu, dada, perut, lengan,
tangan, siku, pergelangan, telapak, dan jari-jari; dan
3) wilayah badan bagian bawah: pinggang, pinggul, pantat, paha,
lutut, betis, pergelangan kaki, punggung kaki, tumit, bola-bola
kaki dan jari- jari.
b. Kesadaran ruang
Kemampuan kesadaran ruang menunjuk pada posisi tubuh
dikaitkan dengan ruang sekelilingnya. Ini merupakan dasar dalam
perkembangan kemampuan gerak-perseptual anak. Yang dimaksud
gerak perseptual adalah gerak yang dihasilkan oleh kemampuan siswa
untuk mengindera rangsangan dan menentukan gerak yang sesuai
untuk menjawab rangsang itu. Dalam hal ini anak akan mengenal
ruangnya sendiri, ruang secara umum, arah gerak, jalur gerak,
tingkatan, serta jarak.
c. Kuaiitas gerak
Anak mengembangkan kemampuan geraknya dikaitkan dengan
kualitas kesadarannya tentang geraknya sendiri. Ini sebenarnya
menunjuk pada tingkat penguasaan anak terhadap dirinya sendiri
dikaitkan dengan ruang di luar dirinya. Dalam wilayah ini anak akan
berhubungan dengan kemampuan untuk menciptakan daya (jorce),
menyerap tenaga, mengatur keseimbangan, mengatur jarak,
kecepatan, serta aliran gerak.

2. Keterampilan-keterampilan Dasar
Keterampilan dasar adalah bentuk keterampilan yang bermanfaat
dan dibutuhkan anak dalam kehidupannya sehari-hari. Keterampilan ini
merupakan ciri pelengkap yang penting untuk anak untuk berfungsi
dalam lingkungannya, sehingga disebut sebagai keterampilan fungsional.
Untuk kemudahan pembahasannya, dalam modul ini, keterampilan dasar
di bagi ke dalam tiga bagian:
a) Keterampilan lokomotor, yaitu keterampilan yang digunakan untuk
menggerakkan atau memindahkan posisi tubuh dari satu tempat ke
tempat lainnya. Termasuk ke dalam keterampilan ini adalah berjalan,
berlari, melompat, hop (jingkat), berderap, skip, slide, dan lain-lain.
b) Keterampilan non-lokomotor, yaitu keterampilan di tempat yang
dilakukan tanpa memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain.
Hal ini meliputi membengkok, merentang, memilin, memutar,
mengayun, menggoyang, mengangkat, mendorong, menarik,
memantulkan, merendahkan tubuh, dan lain-lain.
c) Keterampilan manipulatij, yaitu keterampilan yang melibatkan
kemampuan anak untuk menggunakan bagian-bagian tubuhnya
seperti tangan dan kaki untuk memanipulasi benda di luar dirinya.
Dalam pelaksanaannya keterampilan ini melibatkan koordinasi mata-
tangan serta mata-kaki. Ke dalamnya termasuk keterampilan seperti
melempar, menangkap, memukul bola, memukul dengan raket atau
pemukul, menggiring bola (baik tangan atau kaki), dsb.

3. Keterampilan-keterampilan khusus yang terspesialisasi


Keterampilan yang terspesialisasi adalah keterampilan yang
digunakan dalam berbagai cabang olahraga dan wilayah pendidikan
jasmani lainnya. Keterampilan ini meliputi kegiatan dengan peralatan
(misalnya senam alat), gerakan-gerakan akrobatik, tari-tarian, serta
permainan khusus atau formal seperti sepak bola, bola voli, bola basket,
dan lain-lain.

4. Arah Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Jasmani di SMP


Setelah mengetahui ruang lingkup dari pendidikan jasmani,
selanjutnya guru harus mampu melihat dan menetapkan arah serta sasaran
yang akan dikembangkan. Pedoman umum tentang arah dan sasaran ini
diuraikan secara garis besar dalam bentuk lima tujuan perubahan yang
harus terjadi pada anak didik. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Murid menjadi sadar akan potensi geraknya.
Pembelajaran dalam pendidikan jasmani harus mampu
membangkitkan minat anak untuk menggali potensinya dalam hal
gerak. Karena itu anak harus diberi dorongan untuk terus menerus
menjelajahi kemampuan-kemampuannya. Tugas ini tidak mudah dan
hasilnya tidak segera. Dari pertemuan ke pertemuan, mungkin guru
hanya akan melihat kemajuan yang lambat, tersendat-sendat, serta
seolah berjalan di tempat.
Memang itulah yang harus disadari oleh semua guru penjas.
Tidak ada kemajuan dalam hal belajar gerak yang bersifat kejutan.
Semua kemajuan mengikuti pola yang teratur. Jangan mengharapkan
keajaiban. Harus sabar dan bersikap optimis bahwa murid kita akan
mencapai kemajuan. Bila tiba waktunya, jangan kaget jika tiba-tiba
guru sadar anak sudah bertambah tinggi dan besar serta semakin
terampil gerakannya. Itulah upah dari kesabaran guru dalam
mendidik anak. Disitulah guru akan merasakan betapa mulianya tugas
guru penjas.
Di pihak lain, sebagai guru kita harus maklum bahwa setiap
murid memiliki kekhasannya masing-masing. Ada yang masuk ke
kelas dengan bekal seperangkat pengalaman yang memadai dan ada
pula yang tidak membawa bekal sama sekali. Artinya, ada anak yang
kelihatan mudah dalam mempelajari gerak-gerak tertentu, sementara
yang lainnya menemui kesulitan. Ada anak yang gigih ingin bisa, ada
juga anak yang mudah menyerah. Perbedaan individual dalam hal
kematangan dan pengalaman masa lalunya, menyebabkan kita sulit
untuk menyeragamkan kecepatan kemajuan anak dalam hal belajar
gerak.
Keluhan-keluhan seperti "saya tidak bisa" atau " saya tidak
berbakat" dan ucapan sejenis lainnya akan sering terdengar dari
mulut anak. Bahkan ada anak yang belum mencoba sekalipun sudah
mengatakan tidak mau melakukan, karena dia yakin tidak akan
berhasil. Bagaimanakah guru seharusnya menghadapi kasus serupa
itu? Tentu jawaban dan cara guru harus benar-benar tepat agar tidak
kian 'membenamkan' anak dalam citra rendah diri yang dibuatnya
sendiri.
Tanamkan kesadaran pada anak bahwa mempelajari
keterampilan dan gerak, bukanlah proses yang tergesa-gesa. Sebab
diperlukan waktu dan usaha yang tidak sebentar untuk menguasai
sesuatu. Yang penting jangan cepat menyerah. Ungkapan guru
seperti, "cobalah lakukan lagi. Kamu bukan tidak bisa, tapi belum
bisa", adalah salah satu ungkapan yang bisa membesarkan hati anak.
Perbedaan anak tersebut harus membuat guru penjas menjadi
lebih arif dalam menentukan tugas bagi masing-masing anak. Jangan
sampai anak diberi tugas yang seragam dengan kriteria keberhasilan
yang sama bagi semua orang. Kenali kemampuan murid, baik per
kelompok maupun perorang, agar penentuan tugas mereka bisa
disesuaikan. Dengan cara itu anak akan merasa bahwa guru memang
mendorong semua siswa untuk mau dan mampu belajar.

b. Murid dapat bergerak dan tampil baik secara meyakinkan


Ketika murid terlibat dalam proses pembelajaran, mereka harus
merasakan adanya 'perasaan mampu', lancar, dan tidak tersendat-
sendat. Perasaan demikian hadir dari adanya rasa aman selama
mereka mulai belajar hingga menguasai suatu ketersampilan. Rasa
aman tadi, tentu tidak timbul sendiri, tetapi merupakan kondisi yang
selalu diciptakan oleh guru. Bagaimana rasa aman bisa timbul dalam
pembelajaran penjas?
Rasa aman akan timbul dari situasi belajar yang menyenangkan
dan jauh dari keadaan yang menekan dan menegangkan. Keadaan
demikian bisa timbul dari tindak tanduk guru yang memang santun,
tidak memalukan murid, serta usahanya yang sungguh-sungguh untuk
menciptakan lingkungan yang aman. Dalam hal ini, bukan berarti
bahwa guru tidak boleh tegas. Guru harus tegas tapi "hangat" dalam
pendekatannya, terutama dalam menerapkan peraturan-peraturan
yang mendukung terciptanya lingkungan yang aman tadi.
Lingkungan pembelajaran yang aman akan mendukung
kesungguhan dan kemauan anak untuk mempelajari keterampilan
hingga taraf penguasaan tertinggi. Anak akan merasa bersemangat
untuk terus berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok,
sehingga anak merasa yakin untuk menguasai keterampilan yang bisa
diandalkan.
Penguasaan yang baik pada keterampilan tertentu akan
menumbuhkan hormat diri dan kepercayaan diri anak. Ini timbul dari
rasa nyaman ketika menyadari dirinya memiliki kemampuan, serta
timbul dari pengakuan guru dan teman-temannya. Karena itu
penekanan pada timbulnya 'perasaan sukses' ini harus diupayakan
oleh guru dengan cara menetapkan tingkat kesulitan tugas yang
sesuai bagi setiap anak.
Untuk menciptakan suasana belajar seperti itu guru perlu
membedakan tahapan pembelajaran yang akan dilalui anak. Pada
tahap awal, guru harus membantu anak; agar mampu memusatkan
diri pada proses, bukan pada hasil. Sedangkan pada tahap
selanjutnya, guru harus siap untuk meningkatkan taraf kesulitan
keterampilan yang sedang dipelajari, sehingga tingkat kemampuan
(kompetensi) dan kepercayaan diri anak turut meningkat pula.
Penyajian bahan pelajaran secara bertahap sangat dianjurkan.

c. Murid mengerti dan mampu menerapkan konsep-konsep gerak


yang mendasar
Keterampilan dalam berbagai cabang olahraga memiliki
struktur tersendiri, lengkap dengan konsep dan prinsip yang
mendasarinya. Memahami konsep- konsep itu merupakan syarat
untuk menguasai keterampilan yang dipelajari. Semakin terkuasai
konsepnya, semakin mudah suatu keterampilan dikuasai.
Pelajaran pendidikan jasmani adalah salah satu tempat untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman anak terhadap berbagai
konsep dasar keterampilan gerak. Kemampuan pemahaman ini akan
menjadi bekal yang sangat berguna bagi siswa untuk menjadi
'pembelajar' dalam banyak cabang olahraga ketika mereka menjadi
dewasa kelak. Bahkan kemampuan ini dapat ditransfer untuk
memahami bidang lain.
Untuk mendukung tujuan tersebut pelajaran pendidikan jasmani
harus mampu memberikan kesempatan kepada anak untuk
memahami konsep dasar dari berbagai keterampilan yang
dipelajarinya.
Metode dan pendekatan yang digunakan oleh guru juga amat
menentukan. Penelitian dalam bidang pedagogi olahraga (sport
pedagogy) tentang pendekatan induktiJ, metode pemecahan masalah
dan diskoveri terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan anak
dalam pengembangan pengetahuan dan penalaran (Graham, et al.,
1993; Rink, 1993; Dauer and Pangrazi ,1992) . Pengantar dan dialog
yang bersifat terbuka, terbukti dapat memicu keinginan anak untuk
turut menyumbang saran dan pendapat yang berguna dalam melatih
keberanian anak angkat bicara.
Karena itu, guru penjas perlu membiasakan murid dengan acara
dialog. Guru hendaknya melatih anak untuk mau bertanya dan bicara
mengemukakan pendapatnya, serta jawaban guru harus
mencerminkan bahwa pertanyaan tersebut dianggap berharga. Coba
Anda bayangkan bagaimana perasaan murid ketika ia bertanya guru
malah memperlihatkan muka galak dan menjawab : "Makanya kalau
guru ngomong dengarkan. Telinganya dipasang baik-baik, supaya
tidak masuk telinga kanan, keluar telinga kiri…..!"
Memang anak tidak selamanya mendengarkan dengan baik. Itu
perlu diingatkan. Tetapi cara mengingatkan anak supaya menjadi
pendengar yang baik dan menghargai orang yang bicara, bukan
dengan pendekatan keras seperti di atas. Bukan saja anak merasa
sakit hati dan rendah diri dengan jawaban guru tadi, tapi juga
membuat anak yang lainnya tidak berani mengajukan pertanyaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filosopi adalah landasan berpikr yang dapat dikembangkan oleh para
guru Sekolah sebagai upaya untuk mencapai tujuan dari pendidikan yaitu
manusia utuh. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa anak-anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada seluruh aspek, sehigga
diperlukan suatu pilosopi olahrga disekolah yang dapat mencakup itu semua.
Pemahaman pilosopi sekolah olahraga memungkin untuk terlaksananya
pembelajaran yang efektif dan efisien terutama untuk pendidikan jasmani yang
selama ini masih dianggap lebih rendah dibanding dengan mata pelajaran yang
lain. Memadukan pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lain terutama di
Sekolah Menengah Pertama merupakan suatu usaha untuk mensejajarkan
pendidikan jasmani dengan mata pelajaran lainnya.

B. Saran-Saran
Para guru pendidikan jasmani di Sekolah diharapkan dapat lebih
kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajarannya. Filosopi olahraga
disekolah ini juga diharapkan dapat diadopsi sebagai salah satu pendekatan
pembelajaran pendidikan jasmani di sekolahnya masing-masing. Hal ini
dikarenakan pendidikan jasmani itu sendiri mempunyai andil yang besar
dalam membentuk anak didik dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Aspek-aspek inilah yang harus selalu dijunjung tinggi oleh para guru
pendidikan jasmani agar, anak didikanya dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan anak itu.
DAFTAR PUSTAKA

Bucher, C.A., (1979), Foundations of Physical Education, The C.V. Mosby.


Company, London.
Dauer, Victor P, 1979. Dynamic Physical Education for Elementary School
Children, Minnesota: Burgess Publishing Company
Gabbard C., LeBlanc E., dan Lowy S. 1987. Physical. Education for Children.
Prentice-Hall
Haq, Abdul. 2012. Filsafat Olahraga. (Online)
(http://blog.elearning.unesa.ac.id/abdul-haq-habibur-rohman/filsafat-
olahraga, diakses 8 Juni 2018)
http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/mod/resource/view.php?id=7683) diakses pada 8
Juni 2018
http//.www. MHSAA library.com// (2008) – Philosophy of sport. Aphilosophy of
School Sports: United State Amerika diakses pada 8 Juni 2018
Pikiran Rakyat, kelemahan pendidikan jasmani, diakses pada 8 Juni 2018
Suara Merdeka, pendidikan jasmani, edisi Kamis, diakses pada 8 Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai