Anda di halaman 1dari 32

No Kode: DAR2/PROFESIONAL/190/05/2019

PENDALAMAN MATERI BIOLOGI

MODUL 5
EKOLOGI DAN LINGKUNGAN

KEGIATAN BELAJAR 1

LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA

Drs. Puji Prastowo, M.Si.


Dra. Cicik Suriani, M.Si.
Dr. Martina Restuati, M.Si.
Dr. Fauziyah Harahap, M.Si.
Ahmad Shafwan S. Pulungan, S.Pd. M.Si.
Wasis Wuyung Wisnu Brata, M.Pd.
Eko Prasetya, M.Sc.
Nanda Pratiwi, M.Pd.

KEMENTERIAN PENDIDIDKAN DAN KEBUDAYAAN


2019
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI i
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Deskripsi Singkat 1
1.2 Relevansi 1
1.3 Petunjuk Belajar 2
2. INTI 3
2.1 Capaian Pembelajaran 3
2.2 Pokok Materi 3
2.3 Uraian Materi 4
2.4 Forum Diskusi 23
3. PENUTUP 24
3.1 Rangkuman 24
3.2 Tes Formatif 25
DAFTAR PUSTAKA 28

i
1. PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Singkat
Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 ini mengkaji tentang Lingkungan sebagai
Sumberdaya. Pada materi ini akan dibahas tentang lingkungan organisme,
lingkungan sebagai sumberdaya, habitat dan relung, serta Respon dan Adaptasi.
Pada lingkungan organisme, akan dibahas tentang faktor lingkungan abiotik yang
berpotensi mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang ada di dalamnya.
Untuk materi Lingkungan sebagai Sumberdaya, akan dibahas tentang peranan
lingkungan dalam mendukung kelangsungan hidup organisme. Pada Habitat dan
Relung akan dibicarakan perbedaan habitat dengan relung dan kaitannya dengan
kelangsungan hidup organisme. Sedangkan pada Respon dan Adaptasi dibahas
tentang adaptasi morfologi, anatomi, fisiologi dan prilaku sebagai bentuk respon
organisme terhadap faktor lingkungan.

1.2 Relevansi
Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 memiliki relevansi sebagai pendalaman
materi bagi guru untuk mempelajari lingkungan sebagai sumberdaya bagi
organisme. Pada bagian modul ini akan disajikan informasi yang cukup mendalam
mengenai pentingnya peranan lingkungan bagi organisme dan respon organisme
terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Untuk itu, setelah mempelajari modul
ini, diharapkan peserta dapat:
1) Memahami lingkungan organisme
2) Memahami peran lingkungan sebagai sumberdaya
3) Memahami perbedaan habitat dengan relung
4) Memahami berbagai bentuk respon organisme terhadap perubahan
lingkungan.

1
1.3 Petunjuk Belajar
Untuk lebih mudah memahami materi pada modul ini, beberapa langkah
yang dapat kita lakukan adalah:
1) Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan kegiatan belajar ini agar Anda
memahami keterkaitan pokok materi yang dibahas pada kegiatan belajar dan
mengetahui kemampuan yang diharapkan dari pembelajaran di kegiatan
belajar ini.
2) Pelajari setiap pokok materi dari kegiatan belajar dan beri tanda pada konsep-
konsep penting sesuai dengan kemampuan yang diharapkan.
3) Kerjakan latihan dan tes formatif yang tersedia untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman Anda terhadap materi yang telah dipelajari.
4) Untuk lebih mendalam, diharapkan Anda membaca buku referensi yang
terkait pokok materi dalam kegiatan belajar ini serta manfaatkanlah peluang
pertemuan dengan instruktur dan teman sejawat untuk mendiskusikan hal-hal
yang Anda kurang pahami, oleh karena itu persiapkanlah bahan sebelum anda
melaksanakan tutorial atau berdiskusi dengan instruktur dan teman sejawat.

2
2. INTI
2.1 Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran yang diharapkan dari Modul ini adalah menguasai
materi esensial Mata Pelajaran Biologi SMA termasuk advance material materi
bidang studi biologi yang mencakup:
1) keragaman dan keseragaman dalam makhluk hidup;
2) Struktur dan Fungsi dalam makhluk hidup;
3) Pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi;
4) Interaksi dan interdependensi;
5) Energi, materi dan organisasi kehidupan;
6) Prinsip emeliharaan keseimbangan yang dinamis; dan
7) Pewarisan sifat dan Evolusi termasuk advance materials yang dapat
menjelaskan aspek ‘apa’ (konten), ‘mengapa’ (filosofi) dan ‘bagaimana’
(penerapan dalam kehidupan keseharian) dalam kerangka biologi sebagai
inkuiri.

Sub-capaian pembelajaran untuk Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 ini


adalah peserta mampu menganalisis prinsip factor pembatas (limited factor) dan
lingkungan sebagai sumberdaya (carrying capacity)

2.2 Pokok Materi


Pada kegiatan belajar 1 Modul 5 tentang Lingkungan dan Sumberdaya,
pokok-pokok materi yang akan dibahas adalah :
1) Lingkungan Organisme
2) Lingkungan sebagai Sumberdaya
3) Habitat dan Relung
4) Respon dan Adaptasi

3
2.3 URAIAN MATERI
Saat kita membahas tentang lingkungan dan sumberdaya, kita tidak bisa
terlepas dari cabang ilmu biologi yang membahas tentang lingkungan dan
interaksinya dengan organisme, yaitu ekologi. Ekologi merupakan cabang ilmu
biologi yang khusus mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Lingkungan makhluk hidup dapat berarti sebagai
sesuatu yang terdapat di luar diri suatu makhluk hidup.
Lingkungan organisme merupakan semua faktor biotik dan abiotik yang ada
disekitar organisme tersebut dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Setiap organisme hanya dapat lulus hidup, tumbuh dan berkembangbiak dalam
suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok dan sumber daya yang
diperlukannya serta terhindar dari faktor-faktor biotik maupun abiotik yang
membahayakan kelulusan hidupnya. Jadi, lingkungan yang dimaksud disini dapat
berupa lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Lingkungan biotik dapat
berupa hewan, tumbuhan maupun mikro-organisme, sedangkan lingkungan
abiotik meliputi tanah, air, udara, iklim dan faktor fisika-kimia lainnya. Kedua
komponen lingkungan tersebut tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling
berinteraksi dan memiliki hubungan timbalbalik satu dengan lainnya.

2.3.1 Lingkungan Organisme


Kualitas hidup suatu organisme sangat ditentukan oleh kualitas
lingkungannya. Bila lingkungan menyediakan kebutuhan organisme akan sumber
daya dan memberikan kondisi lingkungan yang ideal bagi kelangsungan hidup
suatu organisme, maka kelimpahan organisme tersebut akan menunjukkan angka
yang tinggi. Sebaliknya bila lingkungan tidak/kurang menyediakan sumber daya
yang dibutuhkan organisme dan memiliki kondisi lingkungan yang ekstrim bagi
suatu organisme maka organisme tersebut akan terganggu kesintasannya bahkan
bisa punah dari habitat tersebut.
Lingkungan bagi suatu organisme adalah faktor biotik dan abiotik yang ada
di sekitar organisme tersebut dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Setiap organisme hanya dapat sintas, tumbuh dan berkembang biak pada suatu
4
lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok baginya dan sumber daya yang
diperlukannya baik, serta terhindar dari lingkungan yang membahayakan
kesintasannya, baik lingkungan biotik maupun abiotiknya. Lingkungan abiotik
tersebut meliputi faktor medium/substratum (seperti tanah/perairan sebagai tempat
hidup) dan faktor cuaca/iklim (suhu kelembaban, udara, angin, intensitas cahaya).
Ditinjau dari aspek fungsionalnya, lingkungan dapat dilihat sebagai kondisi
dan sumber daya. Lingkungan sebagai kondisi digunakan untuk menunjukkan
suatu besaran atau kadar atau intensitas faktor-faktor abiotik lingkungan.
Ketersediaan lingkungan sebagai kondisi tidak akan berkurang karena kehadiran
organisme lain. Contoh lingkungan sebagai kondisi misalnya adalah suhu dan
cahaya. Sedangkan Lingkungan sebagai sumber daya digunakan untuk
menyatakan lingkungan yang diperlukan oleh organisme yang kualitas dan
kuantitas ketersediaannya akan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh
organisme tersebut.
Beberapa faktor abiotik yang berperan utama sebagai penentu penting bagi
persebaran organisme anatara lain:
a. Suhu; suhu lingkungan sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup
organisme, terutama bagi organisme ektotermi (poikilotherm) yang tidak punya
kemampuan mengatur suhu tubuhnya sendiri. Aktivitas enzimatis dalam tubuh
akan in-aktif pada suhu terlalu rendah di bawah ambang batasnya, bahkan sel
bisa pecah bila air dalam sel berada pada suhu di bawah 0 oC, sebaliknya pada
suhu diatas 0 oC protein pada sebagian besar organisme akan mengalami
denaturasi.
b. Air: Air merupakan bagi banyak zat dan air juga merupakan tempat
berlangsungnya banyak reaksi-reaksi kimia. Di Lingkungan air merupakan
habitat bagi organisme perairan. Kadar garam perairan dapat menjadi faktor
pembatas bagi banyak organisme perairan. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan konsentrasi lingkungan dengan cairan intraselulernya.
c. Cahaya matahari; matahari merupakan sumber energi utama bagi organisme
di bumi. Meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik yang mampu
memanfaatkan sinar matahari secara langsung, namun ketergantungan
5
organisme heterotrof terhadap tumbuhan untuk mendapatkan energi,
menjadikan cahaya matahari sebagai faktor penting bagi kelangsungan hidup
di bumi.
d. Angin; angin memiliki kemampuan untuk meningkatkan hilangnya panas
melalui penguapan atau evaporasi dan konveksi menyebabkan angina mampu
memperkuat pengaruh suhu lingkungan terhadap organisme. Angin juga dapat
menyebabkan hilangnya air dari organisme dengan cara meningkatkan laju
transpirasi pada tumbuhan.
e. Batu dan tanah; kualitas tanah dan batuan akan berpengaruh terhadap
kemampuan tumbuh dari banyak tanaman. Perbedaan kualitan tanah
menyebabkan adanya kecenderungan bagi tumbuhan untuk tumbuh secara
tidak merata dan cederung berkelompok dikawasan tanah yang kualitasnya
paling baik sesuai dengan karakteristik dari masing-masing tumbuhan. Hal ini
pada akhirnya akan berdampak bagi organisme pada tingkat tropic dia atasnya
yang menjadikan tumbuhan tersebut sebagai tempat hidup dan sumber
makanannya.
Pada dasarnya kondisi dan sumber daya lingkungandi alam relatif tidak
konstan (bervariasi menurut ruang dan waktu) kecuali di bagian dalam samudera.
Secara garis besar, berdasarkan ruang dan waktu, perubahan lingkungan
dibedakan atas :
1. Perubahan siklik; yaitu perubahan lingkungan yang terjadinya berulang-ulang
secara berirama, misalnya: perubahan siang-malam, naik pasang-surutnya air
laut, pergantian musim (kemarau-hujan).
2. Perubahan terarah; yaitu perubahan lingkungan yang terjadinya berangsur-
angsur secara terus-menerus (progressif atau berkesinambungan) menuju ke
suatu arah tertentu. Misalnya; suksesi, aberasi (pengikisan garis pantai),
terbentuknya delta sungai (pengendapan lumpur di muara sungai).
3. Perubahan eratik; yaitu perubahan yang tidak berpola dan tidak menunjukkan
konsistensi mengenai arah perubahannya. Contoh: hutan atau lahan yang
terbakaran hutan, lingkungan yang terkena banjir bandang, pengendapan debu
oleh letusan gunung berapi.
6
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berperan
penting dalam mempengaruhi kelangsungan hidup organisme di bumi. Matahari
merupakan sumber energi utama bagi kehidupan di bumi. Perubahan kedudukan
matahari dari garis lintang bumi, menjadikan bagian permukaan bumi mengalami
perubahan lamanya waktu siang dengan malam dan terjadinya perubahan musim.
Hal ini tentunya akan mempengaruhi aktivitas dari organisme yang ada di
dalamnya.

Gambar 1.1. Siklus fotoperiode tahunan di daerah katulistiwa dan di daerah 40o
LU, dimana panjang hari maksimum akan terjadi pada tanggal 21
Juni, sedangkan panjang hari minimum pada tanggal 21 Desember.
Siklus fotoperiode tahunan di daerah 40o LS merupakan kebalikan
siklus di daerah 40o LU. (sumber: McNaughton, 1992)
Siklus fotoperiode sangat berpengaruh bagi organisme yang hidup di
wilayah kutub dan sub-tropik. Dimana pada saat matahari ada di belahan bumi
utara akan menyebabkan lamanya waktu siang akan akan lebih lama. Hal ini
tentunya berdampak pada meningkatnya produktivitas primer kawasan tersebut.
Hal ini tentunya berdampak pula pada ketersediaan sumberdaya bagi tingkat
tropik di atasnya. Dan pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
kemampuan berbiaknya. Sebaliknya akan terjadi kebalikannya di belahan bumi
sebelah selatan. Demikian pula kebalikannya bila matahari berada di belahan
bumi selatan.
Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh untuk wilayah daerah tropis,
dimana panjang hari dari waktu ke waktu tidak jauh berbeda. Sehingga
fotoperiode matahari tidak terlalu berpengaruh bagi organisme di kawasan
tersebut. Kecukupan cahaya matahari sepanjang tahun dan variasi suhu yang tidak
7
terlalu jauh, menyebabkan produktivitas primer cenderung stabil dan sangat
mendukung ketersediaan makanan bagi organisme pada tingkat tropic di atasnya.

2.3.2 Lingkungan Sebagai Sumberdaya


Setiap organisme terdedah pada berbagai faktor lingkungan yang bersifat
dinamis atau berubah-ubah seiring dengan waktu. Untuk itu setiap organisme
harus mampu menyesuaikan dirinya untuk menghadapi kondisi faktor lingkungan
yang berubah-ubah tersebut. Apabila bila organisme terdedah pada suatu faktor
lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinya, maka organisme tersebut
akan mengalami cekaman (stress) fisiologis atau berada dalam kondisi kritis yang
menentukan kesintasannya. Misalnya apabila hewan didedahkan pada suhu yang
ekstrim rendah akan menunjukkan hipotermia, sedangkan pada suhu yang ekstrim
tinggi akan mengakibatkan gejala hipertermia.
Apabila kondisi lingkungan, misalnya suhu yang mendekati batas-batas
kisaran toleransi suatu organisme tersebut berlangsung lama dan tidak berubah
menjadi lebih baik, maka organisme tersebut akan mati. Setiap kondisi faktor
lingkungan yang besarnya atau intensitasnya mendekati batas kisaran toleransi
suatu organisme, akan beroperasi sebagai faktor pembatas dan berperan sangat
menentukan bagi kesintasan organisme tersebut.

Gambar 1.2. Diagram hubungan aktivitas suatu hewan dengan kondisi


lingkungannya: A. kisaran optimum; B & C. batas bawah dan atas
kondisi kisaran optimum yang dibutuhkan untuk berkembangbiak;
8
D & E batas bawah dan atas kondisi untuk pertumbuhan; F & G
batas bawah dan atas untuk sintas.

Pada dasarnya setiap organisme memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap


suatu faktor lingkungan tertentu. Hal ini ditegaskan oleh hukum toleransi Shelford
yang menyatakan bahwa setiap organisme mempunyai suatu minimum dan
maksimum ekologis yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran
toleransi organisme tersebut terhadap kondisi lingkungannya. Kisaran toleransi
suatu faktor lingkungan berbeda untuk setiap jenis organisme.
Suatu jenis organisme mungkin memiliki kisaran toleransi yang lebar (euri),
sedangkan jenis hewan lain mungkin sempit (steno-). Misalnya, kisaran toleransi
yang yang luas untuk suhu disebut eurithermal, sedangkan kisaran toleransi yang
sempit untuk suhu disebut stenothermal. Penggunaan istilah kisaran toleransi ini
tergantung pada variabel kondisi lingkungannya seperti diperlihatkan pada tabel
1.1 berikut.

Tabel 1.1. Kisaran toleransi hewan terhadap kondisi faktor lingkungan.


Variabel Kisaran Toleansi luas Kisaran Toleransi sempit
Suhu Eurithermal Stenothermal
Salinitas Eurihalin Stenohalin
Makanan Eurifage Stenofage
Cahaya Eurifoto Stenofoto
Arus Eurireo Stenoreo
Air Eurihidris Stenohidris
Habitat Eurisius sten Stenosius

2.4.3 Habitat Dan Relung


Kehadiran dan sebaran suatu organisme di suatu tempat selalu berkaitan
dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat suatu hewan sangat identik
dengan sejarah filogeni hewan tersebut. Setiap jenis hewan akan mencari
lingkungan yang paling sesuai bagi kelangsungan hidupnya, sehingga setiap
9
hewan cenderung akan mencari habitat yang cocok bagi dirinya. Habitat
merupakan tempat dimana biasanya makhluk hidup terdapat. Habitat secara
umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang ditempati suatu populasi
hewan. Bagian dari habitat yang merupakan lingkungan yang kondisinya paling
cocok dan paling akrab hubungannya dengan hewan dinamakan mikrohabitat.

Gambar 1.3. Kehadiran epifit pada suatu batang tumbuhan inang dapat
menciptakan mikrohabitat bagi banyak fauna kecil.
Sedangkan relung atau niche ekologi suatu organisme merupakan status
fungsional organisme tersebut di dalam habitat yang ditempatinya berdasarkan
adaptasi-adaptasi fisiologis, struktural dan perilakunya. Di alam kita sering
menemukan beberapa populasi hewan berkoeksistensi dalam habitat yang sama
dan mempunyai kemiripan dalam kisaran toleransinya, bahkan memiliki
kemiripan dalam jenis sumber daya yang dimanfaatkannya.
Sehubungan dengan bagaimana kisaran-kisaran toleransi terhadap berbagai
faktor lingkungan dan macam sumber daya yang diperlukannya, maka berbagai
species hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama (=berkohabitasi)
akan menempati mikrohabitatnya masing-masing.
Pada dasarnya, tidak ada dua species yang adaptasi-adaptasinya (fisiologis,
struktural dan fungsionalnya) identik satu dengan yang lain. Hal ini ditegaskan
oleh Gause yang disebut sebagai asas eksklusi persaingan atau aturan Gause yang
menyatakan bahwa “satu species satu relung”. Akibatnya setiap species yang
memperlihatkan adaptasi lebih baik dan juga lebih agresif akan memenangkan
persaingan. Species yang memenangkan persaingan akan dapat memanfaatkan
10
sumberdayanya secara optimal sehingga mampu mempertahankan eksistensinya
dengan baik. Sedangkan yang kalah dalam persaingan dan tidak berhasil
mendapatkan tempat lain yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan dapat
mengalami kepunahan lokal.
Pada tahun 1957, Hutchinson memperkenalkan konsep relung ekologi
multidimensi. Konsep ini menganggap setiap kisaran toleransi terhadap suatu
faktor lingkungan atau kisaran mengenai macam sumberdaya yang dimanfaatkan
hewan, sebagai satu dimensi. Dimensi relung yang dimaksud bisa menyangkut
ruang, waktu, jenis makanan, cara makan dan lain lain. Beberapa jenis organisme
dapat berkoeksistensi di habitat yang sama ketika pada terjadi segregasi relung.
Berdasarkan ruang, masing-masing organisme dapat menempati bagian
microhabitat yang berbeda, sehingga dapat meminimalisir persaingan pada
sumberdaya yang sama. Misalnya pada tanaman padi, wereng akan menempati
bagian batang tanaman padi, ulat akan menempati bagian daun sedangkan walang
sangit dapat menempati bagian bulir padi. Demikian pula segregasi relung untuk
dimensi waktu, misalnya walang sangit dengan burung pipit yang memakan
bagian padi yang sama yaitu bulir padi, namun karena keduanya memiliki relung
waktu yang berbeda dalam memanfaatkan bulir padi sebagai sumber makanan.
Dimana walang sangit akan memakan bulir padi pada saat masih muda (padi
masih berbentuk cairan) disebabkan alat mulutnya berbentuk tabung (tipe
penghisap), sebaliknya burung pipin akan memanfaaatkan bulir padi ketika sudah
mengeras.
Berdasarkan pemanfaatannya Hutchinson membedakan relung ekologi
menjadi 2 macam, yaitu;
a. Relung fundamental; relung yang menunjukkan potensi secara utuh yang
hanya dapat diamati dalam laboratorium dengan kondisi lingkungan terkendali,
misalnya yang diamati hanya satu atau dua faktor saja tanpa ada pesaing
maupun predatornya.
b. Relung terealisasikan; adalah status fungsional yang benar-benar ditempati
dalam kondisi alami, dengan beroperasinya banyak faktor lingkungan, seperti
interaksi faktor, kehadiran pesaing, predator dan sebagainya. Dibandingkan
11
dengan relung fundamental, relung terealisasikan ini umumnya lebih sempit,
karena tidak seluruhnya dari potensi hewan dapat diwujudkan oleh
beroperasinya berbagai kendala lingkungan
Dua atau lebih species hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama
dan sumber dayanya berselingkupan, merupakan pesaing-pesaing yang potensial.
Apabila pada suatu waktu ketersediaan sumber daya yang diperlukan bersama itu
terbatas jumlahnya dan derajat keselingkupannya tinggi, maka species yang
berkoeksistensi tersebut akan terlibat dalam persaingan yang sangat keras dan
dapat berdampak pada ketersingkiran bagi kompetitor yang kalah. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan
dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu species.
Beberapa species hewan dapat memperlihatkan pemanfaatan sumberdaya
yang sama dan dengan cara yang sama pula. Kelompok fauna tersebut
dimasukkan ke dalam satu kelompok tanpa mempertimbangkan tingkat
taksonnya, tetapi lebih menekankan pada peranannya di dalam suatu habitat.
Kelompok hewan yang demikian disebut guild.
Menurut Root (dalam Begon, 1996) guild adalah kelompok species yang
menggunakan sumberdaya yang sama dan dengan cara yang sama. Untuk itu
apabila pada habitat atau mikrohabitat yang sama ditemukan dua atau lebih
species dalam kelompok guild yang sama akan menyebabkan terjadinya
per4saingan yang sangat kuat dan resiko kepunahan bagi species yang kurang
mampu bersaing akan lebih tinggi. Sebaliknya bagi kelompok guild yang hanya
terdiri dari satu species, akan menyebabkan species tersebut berpotensi lebih
stabil keberadaannya pada suatu habitat atau mikrohabitat tertentu. Untuk
menghindari terjadinya persaingan yang sangat kuat tersebut, dapat terjadi
spesialisasi ekologi pada beberapa species hewan, misalnya melalui pergeseran
ciri.
Beberapa species hewan yang perkerabatannya dekat, bila dalam keadaan
simpatrik (daerah sebaran sama) mengalami evolusi yang berbeda dibandingkan
dengan dalam keadaan alopatrik (daerah sebaran berbeda). Dalam keadaan
simpatrik, seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh yang makin mencolok
12
perbedaannya diantara species-species itu (evolusi divergen). Sebaliknya apabila
dalam keadaan alopatrik, seleksi alam itu akan menghasilkan evolusi konvergen
sehingga perbedaan ciri-ciri itu akan makin kabur. Fenomena tersebut di atas
dikenal sebagai pergeseran ciri.
Evolusi yang dihasilkan pergeseran ciri pada species-species hewan dalam
keadaan simpatrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi species-species yang
bersangkutan, yaitu;
a. Karena ciri (adaptasi morfologi misalnya) yang nyata bedanya, akan
menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi (status fungsional suatu
makhluk hidup berdasarkan adaptasi struktur morfologi, fisiologi dan perilaku).
Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya interaksi berupa persaingan,
apabila species-species tersebut berkohabitasi akan tereduksi (tidak terjadi).
b. Berbedanya ciri morfologi yang menghasilkan berbedanya pola perilaku
(misalnya perilaku berbiak) akan lebih menjamin terjadinya pemisahan genetik
diantara species-species yang berkerabat tersebut.
Dari uraian di atas terlihat bahwa fenomena pergeseran ciri mempunyai arti
penting dalam menjaga keanekaragaman species dalam suatu habitat dan selain itu
dapat menjamin terjadinya koeksistensi species yang berkerabat karena
tereduksinya kemungkinan interaksi persaingan. Salah satu contoh pergeseran ciri
adalah yang terjadi pada burung Sitta tephronata (penyebarannya di daerah Turki,
Yunani, Azerbayzan dan Iran) dan Sitta neumayer yang penyebarannya meliputi
beberapa negara di daerah asia kecil (Pakistan, Afganistan, Iran dan Azerbaiyan).
Kedua species burung itu dalam keadaan alopatrik penampilannya sangat mirip
satu dengan yang lain sehingga hampir-hampir tidak dapat dibedakan satu dengan
yang lain. Untuk mengenalinya diperlukan ketajaman pengamatan seorang pakar
taksonomi.
Dalam keadaan simpatrik, kedua species mudah sekali mengenali dan
membedakan kedua species itu karena perbedaan penampilannya cukup nyata.
Dalam hal ukuran paruh dan tanda pita berwarna gelap di bagian kepalanya.
Perbedaan mengenai ukuran dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

13
keselingkupan mengenai jenis dan ukuran makanannya, yang berarti kemungkinan
bersaing dalam hal makanan akan tereduksi.
Perbedaan tanda pita gelap mempunyai peranan penting dalam hal
pengenalan sesama species secara visual. Sehingga perbedaan tersebut akan
mengurangi kemungkinan terjadinya hibridisasi alami diantara kedua species
tersebut.

2.4.4 Respon Dan Adaptasi


Kepekaan terhadap rangsangan (stimulus) merupakan salah satu ciri utama
dari makhluk hidup. Karena dengan ciri itulah menjadikan organisme mampu
memberikan tanggapan (respon) terhadap berbagai perubahan pada faktor
lingkungannya (stimulus). Hal ini sangat penting artinya bagi suatu organisme
agar dapat tetap survive (sintas = bertahan hidup atau kelulus hidupan). Pada
dasarnya tujuan akhir setiap organisme melakukan respon terhadap stimulus
adalah agar dapat mempertahankan hidupnya (survive) dan dapat bereproduksi
mempertahankan jenisnya (berbiak).
Stimulus adalah suatu faktor yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan
(baik lingkungan abiotik maupun biotiknya) yang dapat ditangkap oleh reseptor
(organ indra) suatu organisme dan berpotensi mempengaruhi keseimbangan bagi
organisme tersebut. Perubahan keseimbangan dapat mengarah ke hal yang positif
(menguntungkan) atau dapat juga mengarah ke hal negatif (merugikan).
Stimulus yang berhasil ditangkap oleh reseptor akan diterima oleh sel-sel
syaraf yang terdapat pada alat indra dalam bentuk impuls (informasi). Impuls
tersebut akan diteruskan oleh syaraf-syaraf sensorik ke pusat syaraf yaitu otak
untuk diolah dan diberi tanggapan sebagai wujud dari reaksi atas adanya stimulus.
Reaksi itu bertujuan untuk kepentingan organisme tersebut agar tidak terganggu
keseimbangannya. Jawaban dari stimulus yang telah diolah oleh pusat syaraf
akan diinformasikan dalam bentuk perintah melalui sel-sel syaraf motorik ke alat-
alat organ dalam bentuk respon. Wujud dari respon tersebut adalah dalam bentuk
tingkah laku atau prilaku organisme untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan.
14
Stimulus reseptor Syaraf sensorik Pusat saraf

Prilaku Respon Efektor


(organ tubuh) Syaraf motorik

Gambar 1.4. Skema mekanisme stimulus-respon pada organisme (hewan tingkat


tinggi).
Pada dasarnya respon yang dilakukan oleh organisme terhadap suatu faktor
lingkungan atau stimulus dapat tidak sama. Respon suatu organisme dapat
dipengeruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Jenis stimulus; jenis stimulus yang berbeda akan menyebabkan respon yang
dilakukan organisme juga berbeda, misalnya bila stimulus berupa makanan,
hewan cenderung akan mendekati, sebaliknya bila stimulus berupa kemunculan
predatornya, respon hewan akan menjauhi
2. Intensitas stimulus; Intensitas stimulus akan berpengaruh bagi kemampuan
reseptor dalam menerima tersebut.
3. Jenis species; semakin tinggi tingkat kemampuan hewan belajar akan semakin
lemah responnya terhadap stimulus yang sama.
4. Stadium perkembangan atau umurnya; berpengaru terhadap pengalaman
belajar dalam menilai penting/tidaknya stimulus di respon
5. Kondisi fisiologis tersebut; kondisi fisiologis dapat berpengaruh bagi kecepatan
respon terhadap suatu stimulus.
6. Lebar-sempitnya kisaran toleransi hewan tersebut terhadap suatu faktor
lingkungan: umumnya hewan-hewan yang memiliki kisaran toleransi lebib
sempit cenderung akan lebih responsive terhadap adanya stimulus.
Apabila kondisi lingkungan berubah menjadi sangat tidak baik (tidak
menguntungkan) dibandingkan dengan kondisi semula, maka satu dari tiga hal
15
yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh suatu organisme sebagai wujud dari
respon terhadap stimulus yang diterima, adalah:
a. Menyesuaikan diri; organisme akan memberikan respon tertentu yang mampu
mengatasi efek negatif dari perubahan tersebut.
b. Migrasi; organisme akan meninggalkan tempat tersebut dan mencari tempat
yang lain dengan kondisi yang lebih baik.
c. Mati; terjadi apabila kedua hal di atas tidak mampu dilakukannya akan
berdampak pada kematian bagi organisme tersebut.
Kemampuan organisme untuk bertahan hidup sangat tergantung pada
kisaran toleransi organisme tersebut terhadap perubahan lingkungan. Semakin
luas kisaran toleransi suatu organisme, semakin besar peluang organisme tersebut
untuk dapat bertahan hidup. Pada dasarnya kisaran toleransi suatu organisme
ditentukan secara herediter, namun dapat mengalami perubahan oleh terjadinya
proses aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi
prosesnya terjadi dalam periode ontogeni suatu organisme, sifatnya reversible dan
tidak diturun-temurunkan. Serupa sifatnya dengan aklimatisasi adalah aklimasi.
Perbedaannya ialah aklimatisasi menyangkut banyak faktor lingkungan yang
bersifat alami, sedangkan aklimasi biasanya digunakan untuk satu atau dua faktor
saja dan terjadinya dalam lingkungan terkontrol di laboratorium. Sedangkan
Adaptasi melibatkan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh seleksi alam,
sifatnya herediter (diturun-temurunkan) dan berlangsungnya proses meliputi
sejumlah besar generasi-generasi yang berurutan. Adaptasi ini dapat meliputi
adaptasi morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi perilaku.
Respon pada organisme ada yang bersifat reversibel (dapat kembali ke
kondisi semula) dan paling sederhana adalah respons pengaturan (regulatori).
Respon ini berlangsung melalui mekanisme proses-proses fisiologi dan terjadinya
sangat cepat. Misalnya perubahan bentuk pupil mata bulat menjadi sangat
memipih atau tetap bulat tetapi sangat mengecil, bila dikenai pencahayaan dengan
intensitas yang kuat dan akan kembali seperti semula bila pencahayaan kembali ke
normal. Tipe respon ini bersifat mengatur agar cahaya kuat itu tidak memberikan
efek yang merusak.
16
Bentuk respon lain yang bersifat reversible adalah respons penyesuaian
(aklimatori). Respons ini berlansung lebih lama dari respon regulatori karena
proses-proses fisiologis yang melandasinya melibatkan terjadinya perubahan-
perubahan struktur dan morfologi hewan. Misalnya bila tubuh terdedah pada
kondisi musim kemarau yang panas terik, kulit mengalami peningkatan
pigmentasi dengan meningkatnya produksi melanin. Pada dunia tumbuhan kita
mengenal istilah plastisitas, yaitu reaksi tumbuhan terhadap perubahan
lingkungan yang disertai dengan modifikasi berbagai jenis organnya agar
toleransinya terhadap faktor lingkungan menjadi lebih luas, tetapi bila kondisi
kembali ke keadaan semula bentuk organ inipun berubah lagi sesuai dengan
bentuk normalnya. Di alam, respons-respons aklimatori umumnya terjadi pada
hewan dan tumbuhan berumur panjang, yang harus menghadapi perubahan-
perubahan lingkungan yang sifatnya musiman.
Satu-satunya tipe respon yang Irreversibel (tidak dapat kembali ke kondisi
semula) selama ontogeni suatu organisme adalah respons perkembangan. Respons
ini berlangsung relatif lama karena melibatkan terjadinya proses-proses yang
banyak macamnya dan menghasilkan perkembangan beraneka macam struktur
tubuh. Perwujudan dari tipe respon yang menghasilkan struktur atau morfologi
tertentu hasil proses perkembangan, sifatnya permanen dan tidak reversibel.
Sekali suatu perubahan morfologi terjadi, maka perwujudan itu akan tetap selama
ontogeni hewan itu, meskipun faktor lingkungan penyebabnya sudah tidak ada
lagi.
Tabel. 1.2. Berbagai Tipe Respons Dasar pada Hewan
No Tipe Respons Waktu Berlansungnya Sifat Respons
1 Pengaturan Sangat singkat (dalam Reversibel dan tidak
detik, menit atau jam)
bersifat herediter
2 Penyesuaian Lebih lama (dalam hari
atau minggu) Reversibel dan tidak
3 Perkembangan Relatif cukup lama,
bersifat herediter
(tergantung dari lamanya
waktu perkembangan Irreversibel dan bersifat
hewan).
herediter

17
Untuk dapat sintas, suatu organisme akan melakukan berbagai upaya
penyesuaian diri terhadap suatu faktor lingkungan, baik yang sifatnya reversibel
maupun irreversible. Upaya penyesuaian diri ini sering berdampak pada adaptasi
morfologi, anatomi, fisiologi hingga ke prilakunya.
Adaptasi morfologis (struktural) pada umumnya berkaitan secara fungsional
dengan adaptasi-adaptasi fisiologis maupun perilaku. Dengan demikian maka
suatu jenis hewan akan diperlengkapi dengan seperangkat adaptasi-adaptasi yang
bersesuaian dan saling mendukung, untuk menghadapi kondisi serta perubahan
lingkungannya maupun sumber daya yang terdapat di lingkungannya itu.
Misalnya; bentuk bivalvia (jenis kerang-kerangan) berbeda-beda karena hidup
dalam lingkungan yang berbeda-beda. Bivalvia yang hidup di tempat berlumpur
cenderung memiliki bulu pada permukaan cangkangnya, bivalvia yang hidup di
lingkungan berpasir cenderung memiliki permukaan cangkang yang licin,
sedangkan bivalvia yang hidup dilingkungan berkarang cenderung memiliki
bentuk permukaan cangkang yang kurang teratur. Masing-masing bentuk tersebut
merupakan adaptasi untuk menghadapi kekhasan kondisi lingkungan yang
ditempatinya.
Sebaliknya adanya kesamaan lingkungan tempat hidupnya, sering
menghasilkan adanya kesamaan/kemiripan morfologi sebagai bentuk
beroperasinya seleksi alami pada organisme yang hidup di dalamnya. Bahkan
mungkin saja menghasilkan bentuk-bentuk yang serupa pada berjenis-jenis
meskipun jenis organisme-organisme tersebut berasal dari kelompok taksonomis
yang perkerabatannya jauh. Misalnya, berbagai jenis ikan dengan mammalia yang
hidup di lautan, pada umumnya memiliki bentuk tubuhnya serupa, yaitu lonjong
seperti kumparan sedangkan anggota tubuhnya menyerupai sirip. Demikian pula
larva atau nimfa beberapa jenis serangga aquatik yang hidup pada permukaan batu
di perairan lotik yang berarus deras, bentuk tubuhnya sangat memipih.

18
(a) (b) (c)
Gambar 1.5. Berbagai bentuk adaptasi morfologi pada berbagai jenis Bivalvia (a)
hidup di habitat berlumpur; (b) hidup di habitat berpasir; (c) hidup
dihabitat berkarang atau berbatu.
Adaptasi-adaptasi struktural tidak hanya berkaitan dengan cara menempel
atau bergerak saja, namun menyangkut seluruh aspek aktivitas hidup hewan
(makan, berkembangbiak, dan lainnya). Pada Insekta, misalnya; kita mengenal
berbagai bentuk bagian mulut yang berbeda-beda sesuai dengan kegunaannya.
Pada lalat terdapat bentuk bagian-bagian untuk menjilat, pada lebah untuk
mengisap, pada nyamuk untuk menusuk-mengisap, pada belalang untuk
memotong dan lain sebagainya. Bentuk paruh pada bangsa burungpun
memperlihatkan adaptasi-adaptasi morfologi yang sesuai dengan jenis
makanannya (mangsa) yang dibutuhkannya.

Gambar 1.6. Berbagai tipe alat mulut pada serangga.

19
Berdasarkan masukan dari sejumlah besar penelitian, dapat diketahui
tentang adanya pola (aturan) umum mengenai adaptasi-adaptasi struktural pada
hewan. Beberapa diantara generalisasi-generalisasi itu adalah sebagai berikut :
a. Aturan Bergman; Individu-individu hewan yang hidup di daerah yang
bersuhu tinggi cenderung mempunyai tubuh yang berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya yang hidup di daerah bersuhu
rendah.
b. Aturan Allen; Paruh, daun telinga, ekor dan bagian-bagian tubuh yang terjulur
lainnya cenderung lebih pendek pada hewan-hewan yang hidup di daerah
bersuhu rendah dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya yang hidup di
daerah bersuhu tinggi.
c. Aturan Gloger; Hewan-hewan homoioterm yang hidup di daerah beriklim
panas dan lembab cenderung mengandung lebih banyak pigmen hitam, di
daerah yang beriklim kering lebih banyak pigmen kuning, coklat dan merah,
sedangkan yang hidup di daerah beriklim dingin pigmentasinya secara umum
mengalami reduksi.
d. Aturan Jordan; jenis ikan yang hidup dalam perairan yang bersuhu rendah
cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan yang hidup di perairan yang
bersuhu tinggi.
Perilaku hewan merupakan perwujudan dari respon organisme sebagai
reaksi terhadap berbagai stimulus yang diterimanya dari lingkungan, baik
lingkungan biotik (dari tumbuhan dan hewan lain) maupun lingkungan abiotiknya.
Erupakan bentuk adaptasi perilaku suatu organismePerilaku suatu hewan sering
bersifat spesifik, hal ini Perilaku hewan yang beraneka ragam coraknya, semuanya
merupakan aktivitas yang terarah, dan merupakan respon terhadap kondisi dan
sumberdaya lingkungannya. Oleh karena itu terjadinya suatu perilaku sangat
melibatkan peranan:
a. Penerima stimulus dari lingkungan (reseptor);
b. Perealisasi respons (efektor), karena respons-respons perilaku itu praktis
berupa gerakan-gerakan, maka jenis efektor yang paling berperan adalah otot-
otot tubuh;
20
c. Koordinasi syaraf dan hormon.
Berbagai perilaku hewan, terutama pada hewan rendah, seluruhnya
ditentukan secara genetik dan bersifat herediter, sifatnya khas dan terjadinya
secara spontan. Sedangkan penentu perilaku pada hewan-hewan tinggi banyak
yang mengandung komponen yang tidak bersifat herediter, melainkan hasil proses
belajar yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Pada hewan-hewan Invertebrata rendah perilakunya itu praktis semua
berupa taksis atau refleks, sedangkan komponen yang paling utama pada serangga
berupa naluri (instink). Pada yang paling tinggi tingkatannya yaitu manusia,
perilakunya sangat ditentukan oleh komponen belajar dan menalar (gambar 1.7).

Invertebrata Vertebrata
Komponen
Rendah Insekta Rendah Tinggi
Perilaku
(manusia)

Taksis

Refleks

Naluri
(insting)

Menalar

Gambar 1.7. Kepentingan Relatif dari Komponen-Komponen Berbagai


Kelompok Taksonomis hewan, sehubungan dengan
kedudukannya dalam sejarah evolusioner (filogeni). (Odum,
1992).
Taksis merupakan respon yang berupa gerakan di tempat ataupun berpindah
tempat dengan jalan berkerut, meregang, membelokkan tubuh dan lain
sebagainya. Semua gerakan itu merupakan respon terhadap beraneka macam
stimulus dari lingkungannya. Bermacam-macam respon itu pada dasarnya
bertujuan untuk membawa hewan pada situasi yang menguntungkan (positif) dan
menjauhkan hewan dari situasi yang merugikan (negatif) bagi kesintasannya.
21
Respon seperti ini banyak dilakukan hewan-hewan invertebrata dan vertebrata
rendah.
Refleks merupakan aktifitas yang cepat, otomatis, dan tidak disadari dalam
bentuk respon terhadap suatu stimulus pada suatu organ atau sistem organ.
Respon juga merupakan gerak spontan yang tidak melalui kesadaran (pusat syaraf
atau otak). Jadi gerakan refleks tidak melibatkan sistem syaraf pusat. Stimulus
yang diterima oleh reseptor akan dibawa oleh syaraf sensorik, dan diteruskan ke
syaraf konektor (syaraf yang menghantarkan impuls dari syaraf sensorik ke syaraf
motorik). Dari syaraf konektor langsung di berikan informasi ke syaraf motorik
dan diteruskan ke efektor sehingga menjadi suatu aktivitas atau gerakan.
Instink atau naluri merupakan suatu perilaku yang rumit dan khas untuk
suatu species, terstereotipe, bersifat herediter dan terjadinya secara otomatis .
Respons perilaku naluriah sifatnya tidak proporsional dengan intensitas stimulus.
Instink terjadi juga memerlukan kerja mekanisme syaraf. Namun yang paling
utama adalah direalisasikannya suatu instink tertentu adalah karena timbulnya
dorongan, misalnya dorongan untuk makan atau dorongan untuk berbiak.
Pada hewan-hewan vertebrata tinggi, sebagian besar perilakunya merupakan
hasil proses belajar. Proses belajar bukan merupakan sifat bawaan. Belajar pada
dasarnya merupakan perubahan perilaku akibat suatu pengalaman. Hal ini berarti
respon perilaku hewan terhadap stimulus tertentu menjadi berubah dibandingkan
dengan sebelumnya. Pada sebagian jenis hewan dan juga pada manusia, proses
belajar itu paling efektif berlangsungnya pada usia muda. Perilaku hewan yang
dihasilkan sebagai akibat belajar meliputi habituasi (pembiasaan), pengkondisian
(conditioning), perekaman (impriting), meniru (imitating), coba-coba (trial and
error), dan menalar (reasioning).
Komponen belajar yang paling tinggi tingkatannya adalah menalar. Menalar
merupakan corak belajar yang meliputi terjadinya proses pembinaan suatu kesan
hubungan (abstraksi) antara obyek dengan obyek, antara kejadian dengan kejadian
lainnya ataupun antara obyek dengan kejadian, untuk kemudian diwujudkan
dalam bentuk respon perilaku yang tepat dan sesuai tanpa didahului dengan coba-
coba. Proses menalar ini banyak sekali melibatkan neuron (sel syaraf), oleh karena
22
itu hanya dapat dijumpai pada hewan-hewan mammalia dengan perkembangan
bagian korteks otak yang sangat baik.

2.4 Forum Diskusi


a. Diskusikanlan apa perbedaan kondisi optimum dengan kondisi maksimum
bagi hewan dan apa yang dialami hewan pada kedua kondisi tersebut dan
apakah yang akan dialami oleh hewan apabila berada pada batas kondisi
minimum atau batas maksimum dari suatu lingkungan?
b. Diskusikanlah yang terjadi apa bila ditemukan dua jenis organisme pada
tempat yang sama, jenis makanan sama dan cara makannya juga sama.
Dan apapula yang terjadi bila dua jenis yang ditemukan ditempat yang
sama namun memiliki jenis makanan dan kebiasaan makan yang berbeda.

23
3. PENUTUP
3.1 Rangkuman
Setiap organisme hanya dapat sintas, tumbuh dan berkembang biak pada
lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok, sumberdaya yang baik, serta
terhindar dari lingkungan yang membahayakan kesintasannya. Lingkungan
sebagai kondisi menunjukkan suatu besaran atau kadar atau intensitas faktor-
faktor abiotik lingkungan, sedangkan lingkungan sebagai sumberdaya menyatakan
faktor biotik maupun abiotik yang diperlukan oleh hewan yang kualitas dan
kuantitas ketersediaannya akan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh hewan
tersebut.
Habitat merupakan tempat dimana biasanya makhluk hidup terdapat. Bagian
dari habitat yang merupakan lingkungan yang kondisinya paling cocok dan paling
akrab hubungannya dengan hewan dinamakan mikrohabitat. Relung adalah status
funfsional dari suatu makhluk hidup berdasarkan adaptasi morfologi, anatomi,
fisiologi dan prilakunya. Keselingkupan relung terjadi apabila ada dua atau lebih
species hewan yang berkoeksistensi dalam habitat dan penggunaan sumberdaya
yang sama, sehingga berpotensi terjadinya persaingan.
Tujuan setiap organisme melakukan respon terhadap stimulus adalah agar
dapat survive (mempertahankan hidupnya) dan dapat bereproduksi
(mempertahankan jenisnya). Stimulus adalah suatu faktor yang diakibatkan oleh
perubahan lingkungan (lingkungan abiotik maupun biotik) yang dapat ditangkap
oleh reseptor (organ indra) suatu organisme dan berpotensi menyebabkan
gangguan keseimbangan bagi organisme tersebut. Respon merupakan reaksi
terhadap adanya stimulus dan akumulasi dari respon-respon akan membentuk
prilaku.

24
3.2 Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang paling tepat dari pilihan soal-soal berikut ini :
1. Berikut ini yang merupakan dampak fotoperiodisme pada organisme adalah ….
A. bermigrasinya burung-burung migran dari Siberia ke daratan Australia
pada menjelang bulan Juli
B. aktivitas hibernasi beruang kutub menjelang bulan Juli
C. aktivitas berbiak bagi ikan salmon di hulu sungai menjelang bulan
Desember
D. aktivitas berbiak bagi burung Pinguin di kutub selatan menjelang bulan
Desember
E. lebih tingginya kisaran toleransi organisme diwilayah tropis dibandingkan
dengan sub-tropis dan kutub
2. Suatu perairan memiliki kandungan nitrogen NO3 (nitrat) tinggi yang melebihi
ambang batas. Berikut ini adalah kondisi di perairan yang terpengaruh ...
A. DO tinggi, COD rendah, BOD rendah
B. DO tinggi, COD tinggi, BOD tinggi
C. DO rendah, COD rendah, BOD tinggi
D. DO rendah, COD rendah, BOD rendah
E. DO rendah, COD tinggi, BOD rendah
3. Kompetisi yang ketat antara dua jenis organisme akan terjadi apabila …
A. Kesamaan habitat
B. Kesamaan relung
C. Kesamaan prilaku
D. Perbedaan toleransi
E. Perbedaan dominansi
4. Hal berikut yang tidak sejalan dengan prinsip eksklusif persaingan yang
dikemukakan oleh Gause (Gause’s competitive exclusion principle) adalah …
A. Satu spesies untuk satu relung
B. Beberapa spesies untuk satu relung
C. Hidup berkohabitasi melalui pemisahan relung
D. Hidup berkoeksistensi lewat segregasi niche
25
E. Hidup bersama lewat perbedaan aktivitas mencari makan dan pasangan
hidup
5. Pak Andi memelihara ikan mas di kolam belakang rumahnya. Pada saat pak
Andi menambahkan ikan nila ke dalam kolam tersebut, ia mengamati bahwa
lama-kelamaan banyak ikan mas yang mati. Hal ini terutama berkaitan dengan
….
A. meningkatnya daya dukung lingkungan
B. meningkatnya keanekaragaman species
C. meningkatnya kompetisi intraspesifik
D. terjadi peristiwa predatorisme
E. penyempitan fundamental niche menjadi realized niche
6. Pernyataan berikut ini yang paling benar berkaitan dengan perubahan
lingkungan adalah:
A. Organisme akan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan
eratik dibandingkan dengan siklik.
B. Perubahan terarah akan terjadi secara berulang-ulang.
C. Perubahan siklik menyebabkan organisme tertentu memiliki pola migrasi
tertentu.
D. Banjir rob yang berlangsung setiap pasang besar merupakan perubahan
terarah.
E. Perubahan lingkungan cenderung bersifat konstan
7. Memanfaatkan satwa dan flora secara lestari adalah merupakan prinsip dari …
A. restorasi
B. reboisasi
C. rehabilitasi
D. konservasi
E. eksplorasi
8. Berikut ini yang termasuk adaptasi prilaku pada makhluk hidup adalah …
A. Pohon jati yang senantiasa menggugurkan daunnya pada musim
kemarau.

26
B. Manusia cenderung akan menggigil ketika terdedah pada lingkungan
yang ekstrim dingin
C. Buaya memiliki kebiasaan berjemur di bawah sinar matahari pada pagi
hari.
D. Manusia cenderung akan menghasilkan pigmen melanin banyak bila
terdedah cahaya matahari yang kuat.
E. Hewan yang hidup pada suhu yang lebih dingin cenderung memiliki
ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan yang tinggal di daerah
panas.
9. Mikrohidro adalah salah satu upaya pengembangan energi terbarukan dengan
memanfaatkan SDA yang ada dengan mempertimbangkan kondisi …
A. lebar sungai
B. ketinggian air
C. jenis air
D. kualitas air
E. elevasi dan debit air
10. Burung manyar merupakan salah satu burung yang memiliki sarang paling
unik diantara jenis burung yang lainnya, dimana sarang burung ini
menggantung di ranting-ranting pohon dengan tempat masuknya berada di
bagian bawah. Kemampuan burung manyar untuk membuat sarang
merupakan bentuk perilaku ...
A. refleks
B. insting
C. learning
D. reasioning
E. taksis

27
4. DAFTAR PUSTAKA
Begon, M. Harper., J.L. and Townsend, C.R. 1990. Ecologi: Individual
Population and Communities. Oxford. Blackwell Scientic Publications.

Kendeigh, S.C. 1980. Ecology With Special Refrence to Animals and Man. New
Delhi. Prentice–Hall.

Krambadibrata, H.Ibkar. 1990. Pengantar Ekologi Hewan. Biologi FMIPA


ITB.Bandung.

Krebs C.J., 1994, Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and


Abudance 4th-ed., Harper Collins College Publisers, New York.

Krebs J.R. and N.B. Davies, 1993, An Introduction to Behavioral Ecology 3th ed.,
Blackwell Scientific Publication, Oxford.

Mc. Naughton S.J., 1992, Ekologi Umum (terjemahan), UGM-Pres, Yogyakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Philadephia. WB. Saunders.


Company.

Stiling P., 1996, Ecology: Theories and Aplications 2th-ed., Prentice Hall
International Inc., New York.

28

Anda mungkin juga menyukai