Anda di halaman 1dari 22

AMNIOTOMI DAN EPISIOTOMI

Dosen Pembimbing :
Fatma S, SKM, M.Kes

Oleh kelompok
Dara zakirah
Firyal syifa
Fitri nababan
Eka safitri
ferly ria irawan

POLTEKKES KEMENKES RI ACEH


PRODI D-III KEBIDANAN
BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu tercurah limpah kehadirat Allah swt yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, sehingga pada
saat ini kami dapat menyelesaikan tugas dengan lancar. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad saw.
Kepada keluarganya, para sahabatnya dan sampai kepada kita selaku umatya yang
senantiasa mengikuti ajarannya serta taat dan patuh kepadanya.
Hasil Tugas Makalah ini dimaksud untuk memenuhi tugas mata “askeb
persalinan dan bayi baru lahir” yang berjudul “amniotomi dan episiotomi”. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca. Dalam penulisan kali ini, kami tidak luput dari berbagai
kesulitan. Namun, berkat pertolongan dan rahmat Allah swt. Serta bimbingan dari
semua pihak yang pada akhirnya kami dapat menyelesaikan Tugas ini dengan tepat
waktu.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

B. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN

Melakukan amniotomi dan episiotomi

Amniotomi

Episiotomi

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian Ibu dan anak sudah berkembang, karena kurangnya
sosialisasi tentang kesehatan sehingga masyarakat sangat minim sekali dengan
pengetahuan tentang kesehatannya. Rata-rata AKI di sebabkan oleh perdarahan
pada persalinan yang abnormal, pada persalinan ada yang di sebut Kala II
Persalinan di sebut juga kala pengeluaran yang merupakan peristiwa terpenting
dalam proses persalinan karena objek yang di keluarkan adalah objek utama yaitu
bayi. Indikasi amniotomi jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka
sepenuhnya. Dan episiotomy adalah pengguntingan pada perineum yang
memudahkan bayi untuk keluar melalui jalan lahir jika tedapat masalah pada
perineum ibu.
Kala III persalinan merupakan kala dimana pengeluaran plasenta setelah
bayi lahir, dan di susul dengan kala IV dimana kala ini tentang pengawasan pada
ibu dan bayi setelah 1-2 jam postpartum. Pemberian asuhan pada bayi baru lahir
juga tidak kalah penting dengan Kala I, kala II, kala III, dan kala IV, karena
untuk menilai apakah bayi tersebut sehat dan dalam keadaan baik.

B. Tujuan
a. Mengetahui amniotomi dan episiotomi.
b. Mengetahui keuntungan dan kekurangan dari amniotomi dan episiotomi.
c. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi amniotomi dan episiotomi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Melakukan amniotomi dan Episiotomi


1. Amniotomi
Amniotomi adalah indikasi yang di lakukan jika ketuban belum pecah
tetapi serviks sudah membuka. Amniotomi adalah sebuah irisan bedah melalui
perineum yang dilakukan unuk memperlebar vagina dengan maksud untuk
membantu proses kelahiran bayi. Perlebaran ini dapat dilakukan di garis tengah
(”midline”) atau dari sebuah sudut dari ujung belakang dari vulva, dilakukan di
bawah bius lokal (”local anaesthetic”) dan dijahit kembali setelah melahirkan.
Ini merupakan suatu prosedur umum dalam kedokteran yang dilakukan kepada
wanita.
Episiotomi adalah insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke
bawah, menghindari anus dan muskulus spingter serta memotong fasia pervis,
muskulus konstrikter vagina, muskulus transversus perinei dan terkadang ikut
terpotong serat dari muskulus levator ani. Amniotomi/pemecahan selaput
ketuban dilakukan bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar.
Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini
kasus pencemaran mekonium pada cairan amnion, dan kesempatan untuk
memasang elektroda ke janin serta memasukkan pressure catheter ke dalam
rongga uterus. Jika amniotomi dilakukan, harus diupayakan menggunakan
teknik aseptik. Yang penting kepala janin harus tetap berada di serviks dan
tidak dikeluarkan dari panggul selama prosedur; karena tindakan seperti itu
akan menyebabkan prolaps tali pusat. (Obstetri William Edisi 21, Cuningham,
dkk., 2006: 343) Selama selaput ketuban masih utuh, janin akan terhindar dari
infeksi dan asfiksia. Cairan amniotic berfungsi sebagai perisai yang melindungi
janin dari tekanan penuh dikarenakan kontraksi. Oleh karena itu perlu
dihindarkan amniotomi dini pada kala I. Biasanya, selaput ketuban akan pecah
secara spontan.

1) Indikasi Amniotomi
a) Pembukaan lengkap
b) Pada kasus solutio plasenta
c) Jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya
Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap
maka perlu dilakukan tindakan amniotomi. Perhatikan warna air ketuban
yang keluar saat dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan
mekonium pada air ketuban maka dilakukan persiapan pertolongan bayi
setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam
rahim atau selama proses persalinan.

2) Keuntungan tindakan amniotomi :


a) Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium
b) Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas
c) Mempermudah perekaman pada saat memantau janin
d) Mempercepat proses persalinan karena mempercepat proses
pembukaan serviks
e) Dimana pemantauan DJJ secara terus menerus didindikasikan, maka
elektroda dapat diletakkan langsung keatas kulit kepala janin, yang
memungkinkan pelacakan yang lebih baik daripada yang diperoleh
dengan menempatkan elektroda diatas abdomen ibu
f) Kateterperekam bias ditempatkan di dalam uterus dan dapat mengukur
tekanan intrauterine secara langsung dan akurat
g) Lamanya persalinan bisa diperpendek
h) Bukti-bukti yang ditemukan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
amniotomi dan stimulasi slauran genital bawah menyebabkan
peningkatan dalam prostaglandin, dan hal ini selanjutnya
menyempurnakan kontraksi uterus

3) Kerugian tindakan Amniotomi :


a) Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang mengakibatkan
kecacatan pada tulang kepala akibat dari tekanan deferensial
meningkat
b) Dapat menambah kompresi tali pusat akibat jumlah cairan amniotic
berkurang. Sementara amniotomi dini bias mempercepat pembukaan
cerviks, Namun bias pula menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
plasenta. Jadi keuntungan dalam bentuk persaliann yang lebih pendek
bias terelakkan oleh efek merugikan yang potensial bias terjadi pada
janin, seperti misalnya penurunan angka pH darah. Beberpa penolong
telah mencatat adanya perubahan dalam pola DJJ setelah dilakukannya
amniotomi.

4) Cara melakukan amniotomi


1. Persiapan Alat:
a. Bengkok
b. Setengah kocher
c. Sarung tangan
d. Kapas saflon ½%

2. Persiapan Pasien:
a. Posisi Dorsal Recumbent

3. Persiapan Pelaksanaan:
a) Memberitahukan tindakan
b) Mendekatkan alat
c) Dengarkan dan periksa denyut jantung janin (DJJ) dan catat pada
partograf
d) Cuci kedua tangan dan keringkan
e) Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril pada dua
tangan
f) Diantara kontraksi lakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati.
Raba dengan hati-hati selaput ketuban untuk memastikan bahwa
kepala telah masuk dengan baik (masuk ke dalam panggul) dan
bahwa tali pusat dan/atau bagian-bagian tubuh yang kecil dari bayi
bisa dipalpasi, jangan pecahkan selaput ketuban. Catatan :
pemeriksaan dalam yang dilakukan di antara kontraksi seringkali
lebih nyaman untuk ibu. Tapi jika selaput ketuban tidak dapat
diraba di antara kontraksi, tunggu sampai kekuatan kontraksi
berikutnya mendorong cairan ketuban dan membuatnya lebih
mudah untuk dipalpasi dan dipecahkan.
g) Tangan kiri mengambil klem setengah Kocher yang telah
dipersiapkan sedemikian rupa sehingga dalam mengambilnya
mudah
h) Dengan menggunakan tangan kiri, tempatkan klem setengah Kocher
atau setengah Kelly disinfeksi tingkat tinggi atau steril dimasukkan
ke dalam vagina menelusuri jari tangan kanan yang berada didalam
vagina sampai mencapai selaput ketuban.
i) Pegang ujung klem setengah kocher diantara ujung jari tangan kanan
pemeriksaan, kemudin gerakkan jari dengan lembut dan memecah
selaput ketuban dengan cara menggosokkan klem setengah kocher
pada selaput ketuban. Catatan : seringkali lebih mudah untuk
memecahkan selaput ketuban diantara kontraksi ketika selaput
ketuban tidak tegang, hal ini juga akan mencegah air ketuban
menyemprot pada saat selaput ketuban dipecahkan.
j) Biarkan air ketuban membasahi jari tangan pemeriksaan.
k) Gunakan tangan kiri untuk mengambil klem dan menempatkannya
ke dalam larutan klorin ½ % untuk didekontaminasi.
l) Jari tangan kanan pemeriksa tetap di dalam vagina untuk mengetahui
penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat atau
bagian kecil dari bayi yang teraba
. m) Bila hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya tali pusat atau
bagian-bagian tubuh janin yang kecil dan hasil pemeriksaan
penurunan kepala sudah didapatkan, maka keluarkan tangan
pemeriksa secara lembut dari dalam vagina.
n) Lakukan pemeriksaan warna cairan ketuban adakah mekonium,
darah, apakah jernih
o) Lakukan langkah-langkah gawat darurat apabila terdapat mekonium
atau darah
p) Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam
larutan klorin ½ %, lalu lepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan biarkan terendam di larutan klorin ½ % selama 10
menit.
q) Cuci kedua tangan
r) Segera periksa ulang DJJ
s) Catat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan selaput
ketuban, warna air ketuban dan DJJ.

2. Episiotomi
Pada masa yang lalu, tindakan episiotomi dilakukan secara rutin terutama
pada primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala
janin, mencegah kerusakan pada spinter ani serta lebih mudah untuk
menjahitnya. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang
mendukung manfaat episiotomi (Enkim, Keirse, Renfew dan Nelson, 1995;
Wooley, 1995).
Pada kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan
jumlah jumlah kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum bagian
posterior, meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri
pada hari-hari pertama post partum
. Episiotomi adalah suatu sayatan di dinding belakang vagina agar bukaan
lebih lebar sehingga bayi dapat keluar dengan lebih mudah. Dapat dimengerti
jika kaum wanita khawatir kalau-kalau sayatan atau robekan akan memengaruhi
vagina dan perineum (kulit antara vagina dan anus) sehingga kelak hubungan
seksual akan menyakitkan, atau area tersebut menjadi jelek, atau tidak
memungkinkan penggunaan tampon. Wanita yang pernah mengalami pelecehan
seksualsering takut jika mendengar penyayatan karena ini mengingatkan pada
kerusakan yang pernah mereka alami. (Kehamilan dan Melahirkan, Mary
Nolan, 2003: 127)
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada
wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum
telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika
kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis
sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala
dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian,
ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring
(Sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan
tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura
perinei, maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Dikenal:
a. Episotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah
b. Episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus
sfingter ani, dan diperluas ke sisi
c. Episiotomi lateral, yang sering terjadi perdarahan Keuntungan episiotomi
mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan
kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak
berbekas. Bahayanya ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam
hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula.
Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar
jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi.

5) Indikasi episiotomi :
a. Gawat janin. Untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan harus
segera diakhiri.
b. Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presbo, distoksia bahu,
akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacuum
c. Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina
d. Perineum kaku dan pendek
e. Adanya rupture yang membakat pada perineum
f. Premature untuk mengurangi tekanan

6) Kontraindikasi episiotomi :
a) Bukan persalinan pervaginam
b) Kecenderungan perdarahan yang tidak terkontrol
c) Pasien menolak dilakukan intervensi operatif.
Saat episiotomi :
a) Kepala sudah kelihatan 3-4 cm waktu ibu mengedan
b) Saat pemasangan forsep
c) Sebelum melakukan ekstraksi pada letak sungsang.

Penanganan luka episiotomi :


1. Prinsip : Hemostasis dan perbaikan anatomi.
2. Cara : - Mukosa dan submukosa dijahit jelujur dengan cutgut kromik
00. - Otot dan fascia dijahit jelujur dengan cutgut kromik 00. - Kulit dan
subkutis dijahit terputus dengan seide / sutera 30.
3. Obat-obatan : - Analgetik / antiinflamasi - Antibiotik bila perlu
4. Perawatan luka : Kompres dengan povidone iodine.
5. Informed consent : tidak perlu.

Kita mengenal 4 macan episiotomi :


1. Episiotomi medialis yang dibuat di garis tengah
2. Episiotomi mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus
3. Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas commissural poeterior ke samping

7) Fungsi episiotomi :
1. perinei yang spontan bersifat luka loyak dengan dinding luka bergerigi.
Luka lurus dan tajam lebih mudah di jahit dan sembuh dengan
sempurna.
2. Mengurangi tekanan kepala anak
3. Mempersingkat Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir
yang tajam, sedangkan rupture kala II
4. Episiotomi letralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan
rupture perinea totalis. Yang paling sering di pergunakan ialah :
Episiotomi medialis dan episiotomi mediolateralis

8) Episiotomi medialis :
1. Mudah di jahit
2. Anatomis maupun fungsionil sembuh dengan baik.
3. Nyeri dalam nifas tidak seberapa.
4. Dapat menjadi rupture perinea totalis.
Episiotomi Mediolateralis :
1. Lebih sulit di jahit
2. Anatomis maupun fungsionil penyembuhannya kurang sempurna
. 3. Nyeri pada hari pertama nifas
4. Jarang menjadi rupture perinea totalis. Karena episiotomi medialis
mungkin menjadi rupture perinea totalis maka dibuat episiotomi mediolateralis
pada : - anak besar - posisio ocipito posterior atau letak deflaksi - forcep yang
sulit (forcep tengah) - perineum yang pendek Episiotomi medialis terutama
dibuat pada anak yang premature. Saat membuat episiotomi ialah waktu kepala
tampak dengan harus tengah 2-3 cm. Berdasarkan bukti ini, mulai sekarang
episiotomi dilakukan harus dengan indikasi, antara lain: Bayi berukuran besar
Jika berat janin diperkirakan mencapai 4 kg, maka hal ini dapat menjadi
indikasi untuk dilakukannya persalinan sesar (seksio sesarea).
Alasan yang menjadi buktinya yaitu, risiko komplikasi akan menjadi lebih
besar dan berbahaya jika bayi dilahirkan melalui vagina. Namun, mungkin saja
risiko ini terlampaui jika ternyata rongga panggul ibu cukup lebar. Begitu juga
jika berat bayi baru mencapai 3,5 kg atau lebih dan rongga panggul ibu cukup
lebar untuk dilalui, maka diperkirakan ia dapat lahir melalui vagina. Jika
ditemukan risiko persalinan macet karena bahu bayi yang lebar, misalnya,
barulah dilakukan episiotomi.
Perineum sangat kaku Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi
perineum yang kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku sehingga persalinan
perlangsung lama dan proses persalinan menjadi sulit, perlu dilakukan
episiotomi.
Perineum pendek Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan
dilakukannya episiotomi. Apalagi jika kepala bayi termasuk besar. Hal ini
meningkatkan kemungkinanterjadin ya cedera pada anus akibat robekan yang
melebar ke bawah. Persalinan dengan alat bantu atau sungsang Episiotomi juga
boleh dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu,
entah itu forseps atau vakum.
Tujuannya untuk mempermudah tindakan. Jalan lahir akan semakin lebar
sehingga meminimalkan risiko cedera akibat penggunaan alat bantu
tersebut.Begitu pula pada persalinan sungsang. Pada persalinan normal tanpa
episiotomi, perlukaan yang terjadi ternyata relatif kecil dan dapat dijahit dengan
mudah dan rapi. Proses penyembuhannya pun cukup singkat, sekitar 2-3 hari
saja. Pun ternyata tidak ada perbedaan dalam proses penyembuhan luka
episiotomi dengan robekan spontan perineum.
Bahkan episiotomi yang dilakukan secara mediolateral (sayatan miring)
sering menimbulkan nyeri yang lebih besar. Kalau dibuatnya terlambat otot-
otot dasar panggul sudah di regang dengan sangat, sehingga salah satu tujuan
episiotomi tercapai kalau terlalu cepat, perdarahan antara incise dan lahirnya
anak terlalu banayk. Kalau menggunakan forceps, episiotomi baiknya di buat
setelah forceps terpasang untuk mencegah perdarahan banyak.
Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak
masuk lagi dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting
perineum, ada 3 arah irisan : - medialis, - mediolateralis, dan – latelaris.
Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terkadi robekan perieneum yang
tidak teratur dan robekan pada m.spincter ani (rupture perinea totalois) yang
bila tidak di jahit dan di rawat dengan baik akan menyebabkan besar berak
(inkontinesia alvi). (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri, 1998:105) 3.7
Penatalaksanaan episiotomi :

1. Persiapan :
a. Peralatan : baik steril berisi kasa, gunting episiotomy, betadin, spuit 10 ml
dengan jarum ukuran minimal 22 dan panjang 4 cm, lidokain 1% tanpa
epineprin. Bila bila lidokain 1% tidak ada dan tersedia likokain 2% maka
buatlah likokain tadi menjadi 1% dengan cara melarutkan 1 bagian lidokain
2% ditambah 1 bagian cairan garam fisiologis atau air destilasi steril.
Contoh : Larutkan 5 ml lidokain 2% ke dalam 5 ml cairan garam fisiologis
atau air destilasi steril.
b. Pertimbangkan secara matang tujuan episiotomi.
c. Pertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan
bahwa episiotomi tersebut penting untuk keselamatan dan kenyamanan ibu
dan/atau bayi.
d. Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan
sudah tersedia dan dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e. Gunakan teknik aseptik setiap saat. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
f. Jelaskan pada ibu mengapa ia memerlukan episiotomi dan diskusikan
prosedurnya dengan ibu. Berikan alasan rasional pada ibu.

2. Prosedur
a. Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4
cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi. Alasan: Melakukan
episiotomi akan ,menyebabkan perdarahan; jangan melakukannya terlalu
dini.
b. Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum.
Kedua jari agak direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah
luar pada perineum. Alasan: Hal ini akan melindungi kepala bayi dari
gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah
diepisiotomi..
c. Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan
gunting di tengah tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke
sudut yang diinginkan untuk me-lakukan episiotomi mediolateral (jika anda
bukan kidal, episiotomi mediolateral yang dilakukan di sisi kiri lebih
mudah dijahit). Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi
sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping
untuk rnenghindari sfingter.
d. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan
satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan
sedikit demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata
sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih
lama.
e. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
f. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi
dengan di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara
kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan. Alasan: Melakukan
tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
g. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah
perluasan episio-tomi. h. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan
hati-hati apakah episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan
atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomi atau
laserasi tambahan.
h. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi
resiko penyayatan atau robekan selama persalinan :
- Jika dalam posisi berdiri dan tidak duduk pada tulang ekor ketika
mendorong bayi keluar, panggul akan terbuka lebar dan Anda member
sebanyak mungkin ruang bagi bayi untuk menemukan jalan keluar
termudah. Semakin mudah bayi keluar, akan semakin kurang tekanan yang
diterima oleh vagina dan perineum
- Cobalah dan bayangkan vagina membuka agar bayi bisa lewat dengan
mudah, jangan menahan.
- Ketika bidan mengatakan bahwa kepala bayi akan keluar pada
kontraksi berikutnya, Anda dapat melakukan posisi merangkak sehingga
kepala bayi akan keluar perlahan-lahan dari vagina dan memungkinkan
perineum meregang perlahan-lahan di depan wajah bayi. Kelahiran yang
timbul seperti ini akan sangat baik bagi bayi karena melindungi pembuluh-
pembuluh darah yang lembut di dalam kepalanya dari kemungkinan cidera,
juga sangat baik bagi Ibu, karena mengurangi resiko robeknya perineum -
Bidan akan meminta agar ibu bernapas pendek-pendek bukan mengejan,
ketika kepala bayi keluar dan ini juga akan membantu kelahiran yang
lembut Menjahit Episiotomi Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi
adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis).
Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan
akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi.
Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang
yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk
mencapai tujuan pendekatan dan hemostasis.

Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur:


• Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu
atau dua jenis simpul)
• Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
• Menggunakan lebih sedikit jahitan.

Mempersiapkan penjahitan :
1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi
tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau
minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap
berada dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum
bisa dilihat dengan jelas.
4. Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi,
memberikan anestesi lokal dan menjahit luka
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-
bahan disinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan (peralatan dan bahan-
bahan ini tercantum di lampiran 5)
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan
mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka
vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau
bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap.
Pastikan bahwa laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat
satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas,
periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan
derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam
anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk
mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter.
Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat
dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi
serviks.
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
12. Berikan anestesia lokal (kajilah teknik untuk memberikan anestesia
lokal di bawah ini).
13. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan
benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat
lentur, kuat, tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit
dan jepit jarum tersebut. Dalam penjahitan episiotomi, penting
menggunakan benang yang dapat diserap untuk menutup robekan.
Benang poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut kromik karena
kekuatan regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan komplikasi
infeksi dan kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat
digunakan sebagai alternative, tetapi bukan benang yang ideal.

Komplikasi pada penjahitan episiotomi :


1. Jika terjadi hematoma, buka dan buat drain hematoma. Jika tidak
terdapat tanda-tanda infeksi dan perdarahan berhenti, tutup kembali
episiotomy.
2. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, buka dan buat drain luka. Angkat
jahitan yang terinfeksi dan lakukan debridement luka.
3. Jika infeksi ringan, antibiotic tidak diperlukan.
4. Jika infeksi berat tetapi tidak mencapai jaringan dalam, berikan
kombinasi antibiotic
5. Ampisilin 500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari
6. Ditambah metronidazol 400 mg per oral tiga kali sehari selama lima hari
7. Jika infeksi dalam, mencapai otot, dan menyebabkan nekrosis (fasitis
nekrotik), berikan kombinasi antibiotic sampai jaringan nekrotik
dibuang dan ibu tidak demam selama 48 jam
8. Penisilin G 2 juta unit melalui IV setiap enam jam.
9. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui IV setiap 24 jam
10. Ditambah metronidazol 500 mg melalui IV setiap delapan jam.
11. Setelah ibu tidak demam selama 48 jam, berikan
12. Ampisilin 500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari.
Catatan : Fasitis nekrotik memerlukan debridement bedah yang luas.
Lakukan penutupan primer lambat dalam dua sampai empat
minggu (bergantung pada penyembuhan infeksi).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amniotomi adalah indikasi yang di lakukan jika ketuban belum pecah tetapi
serviks sudah membuka. Amniotomi adalah sebuah irisan bedah melalui perineum
yang dilakukan unuk memperlebar vagina dengan maksud untuk membantu proses
kelahiran bayi. Episiotomi adalah insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke
bawah, menghindari anus dan muskulus spingter serta memotong fasia pervis,
muskulus konstrikter vagina, muskulus transversus perinei dan terkadang ikut
terpotong serat dari muskulus levator ani. Pembagian episiotomi:
a. Episotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah
b. Episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus
sfingter ani, dan diperluas ke sisi
c. Episiotomi lateral, yang sering terjadi perdarahan.

B. Saran
Diharapkan Angka kematian Ibu dan anak dapat berkurang dan menambah
sosialisasi tentang kesehatan sehingga masyarakat berambah pengetahuan tentang
masa persalinan.
Daftar Pustaka

Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini, JNPK-KR, 2008: 145

Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin, Sumarah, dkk., 2009:108

Ilmu Kebidanan, Hanifa Wiknjosastro, 2007: 195

fakultas kedokteran UNPAD, Obstetri fisiologi, 1983:294-296

Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Persalinan, JNPK-KR, 2007: 147

Anda mungkin juga menyukai