KD 3.13-4.13 Perkawinan
KD 3.13-4.13 Perkawinan
MATA PELAJARAN :
OTOMATISASI TATA KELOLA KEPEGAWAIAN
KOMPETENSI DASAR :
3.13. Memahami peraturan perkawinan pegawai
4.13. Melakukan pengelompokan peraturan perkawinan pegawai
DISUSUN OLEH :
Dra. PARINI
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui proses pembelajaran diharapkan siswa mampu :
URAIAN MATERI
1. Dasar Hukum
a. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 Jo Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil.
b. Surat Edaran BAKN Nomor 08/SE/1983 dan Nomor 48/SE/1990 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Jo
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi PNS.
c. Menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan , diundangkan pada tanggal
2 Januari 1974, dimuat pada Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1 dan
Tambahan Lembaran Negara nomor 1 tahun 1974.
2. Perlunya Undang-Undang Perkawinan
Bagi suatu Negara dan bangsa seperti Indonesia , adanya UU Perkawinan Nasional,
yang dapat menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hokum perkawinan
serta berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat , mutlak perlu.
Dewasa ini berlaku hokum perkawinan bagi berbagai golongan warga Negara dan
berbagai daerah, misalnya :
a. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hokum agama yang telah
diterima dalam hokum adat.
b. Bagi orang Indonesia asli lain berlaku hokum adat.
c. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Christelijke Huwelijks
Ordonantie Voor Nederlands Indie ( staatsblad 1933 nomor 74 ).
d. Bagi orang timur asing Cina dan warga Negara Indonesia keturunan Cina berlaku
ketentuan-ketentuan Kitab UU Hukum Perdata dengan sedikit perubahan.
e. Bagi orang timur asing lain dan warga Negara Indonesia keturunan asing lain
berlaku hokum adat mereka.
f. Bagi orang-orang Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab UU
Hukum Perdata.
Asas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
sebagai berikut :
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadinnya serta membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual
dan material.
2. Dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa suatu perkawinan sah
bila dilakukan menurut hokum agama dan kepercayaan masing-masing dan disamping
itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku
3. Undang –Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 menganut asas monogami, dengan
ketentuan apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan , karena hukum dan agama dari
yang bersangkutan mengizinkan, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang.
Namun demikian , perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri ,
meskipun hal itu dikehaendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat
dilakukan apabila berbagai syarat terpenuhi.
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menganut prinsip mencegah perkawinan di
bawah umur dan mempersulit terjadinya perceraian. Batas umur untuk perkawinan
bagi pria 19 tahun, sedang bagi wanita 16 tahun. Kalaupun perceraian terpaksa
dilakukan , harus ada alasan-alasan tertentu dan harus dilakukan didepan sidang
pengadilan.
Izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1983 dan telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990.
Beberapa hal pokok yang terkait dengan dengan izin perkawinan dan perceraian adalah
sebagai berikut :
1. Izin Perkawinan
a. Pemberitahuan tentang perkawinan
PNS yang melangsungkan perkawinan pertama wajib memberitahukan secara tertulis
kepada pejabat melalui saluran hierarki selambat-lambatnya1(satu) tahun setelah
perkawinan itu dilangsungkan. Ketentuan wajib memberitahukan ini berlaku juga
bagi PNS yang telah menjadi duda/janda dan melangsungkan perkawinan lagi.
Prosedur pembuatan laporan sebagai berikut :
Laporan dibuat rangkap 3 untuk : Pejabat , Kepala BKN, Arsip
Laporan perkawinan dilampiri :
i. Salinan sah surat nikah/ akte perkawinan untuk tata naskah masing-masing
instansi
ii. Pas photo hitam putih isteri/suami ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 lembar.
b. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang
PNS yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin tertulis
lebih dahulu dari Pejabat.
Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.
Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib menyampaikan kepada pejabat melalui saluran hirarki
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat
permintaan izin tersebut.
Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin tersebut.
Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pejabat tidak menetapkan
keputusan yang sifatnya tidak mengabulkan atau tidak menolak permintaan
izin tersebut dan merupakan kelalaian dari pejabat, maka pejabat tersebut
akan dikenakan hukuman disiplin.
Izin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila
memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat
kumulatif
Syarat Alternatif ( salah satu harus terpenuhi ) :
1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya karena menderita sakit
jasmani/rohani
2) Isteri mendapat cacat badan /penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan
3) Isteri tidak dapat memberikan keturunan sekurang-kurangnya setelah menikah
10 tahun.
Syarat komulatif ( semua harus dipenuhi ) :
1) Ada persetujuan tertulis secara iklas dari isteri dan disahkan atasannya.
2) PNS pria mempunyai penghasilan yang cukup.
3) PNS pria berlaku adil terhadap isteri-isterinya dan anaknya.
SANKSI : PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010) bila:
1) Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari
Pejabat.
2) Tidak melaporkan perkawinanya yang kedua/ketiga/keempat kepada
Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah
perkawinan dilangsungkan
c. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat pria yang
bukan PNS
PNS wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat seorang PNS. PNS
wanita yang menjadi isteri kedua/ketiga/keempat pria bukan PNS, wajib memperoleh
izin tertulis dari pejabat dan memenuhi syarat sesuai Romawi V angka 3 SE BAKN
No.08/SE/1983. Permintaan izin diajukan secara tertulis , disertai alsan lengkap yang
mendasari permintaan izin tersebut. Permintaan izin diajukan kepada pejabat melalui
saluran hierarki.
Sanksi PNS wanita yang menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman
disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Isi SE BAKN NO. 08/SE/1983 Romawi V angka 3 :
2. Perceraian
PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh ijin secara tertulis atau
surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat. PNS yang berkedudukan sebagai
penggugat harus memperoleh ijin dari Pejabat, sedangkan bagi PNS yang
berkedudukan sebagai tergugat cukup mendapat surat keterangan dari Pejabat.
Alasan PNS Dapat Melakukan Perceraian sbb.:
1. Salah satu pihak berbuat zina
2. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar
disembuhkan
3. Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa ijin dan tanpa
alasan sah atau hal lain di luar kemampuannya/kemauannya
4. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun/hukuman yang
lebih berat
5. Salah satu pihak melakukan kekejaman/ penganiayaan berat
6. Antara suami/isteri terjadi perselisihan terus menerus dan tidak ada harapan untuk
rukun kembali.
Syarat Khusus ( kelengkapan )mengajukan perceraian bagi PNS ;
1. Surat permohonan dari yang bersangkutan melalui instansinya
2. FC surat Akta Nikah
3. Surat keterangan tentang alasan adanya perceraian dari kelurahan yang diketahui
camat
4. FC SK pangkat terakhir
5. Surat pernyataan kesanggupan pembagian gaji bila terjadi perceraian
Berita acara pembinaan dari isntansi
3. Laporan Perkawinan
a. Pencatatan
Setiap instansi memelihara catatan mutasi keluarga, meliputi perkawinan,
perceraian, kelahiran dan kematian.
Pencatatan dilakukan oleh bagian kepegawaian secara rutin.
Mutasi keluarga dicatat di dalam Buku Induk
Mutasi keluarga juga dicatat di BKN serta direkam dalam computer.
b. Laporan mutasi keluarga
Setiap PNS wajib melaporkan kepada pejabat melalui saluran hierarki setiap
mutasi keluarganya, antara lain :
Laporan perkawinan pertama dan laporan PNS yang telah menajdi janda/duda.
Laporan perceraian
Laporan perkawinan PNS yang beristeri lebih dari seorang.
Laporan perkawinan PNS wanita yang menjadi isteri kedua/ketiga/keempat
dari pria bukan PNS
Laporan kelahiran dilampiri dengan akta kelahiran
Laporan kematian anak yang dilampiri surat keterangan kematian
Laporan kematian isteri/suami dilampiri dengan surat kematian
Laporan dibuat rangkap 2(dua) : untuk pejabat dan arsip
EVALUASI :
1. Jelaskan apa tujuan perkawinan.
2. Apa sanksi PNS yang tidak melaporkan perkawinannya.
3. Jika perceraian terjadi atas kehendak PNS pria , bagaimana pembagian gajinya jika :
o anak ikut bekas isteri
o tidak memiliki anak
o anak mengikuti PNS pria
4. Jika perceraian terjadi karena kehendak bersama bagaimana pembagian gajinya.
5. Apa syarat jika pria akan beristeri lebih dari seorang
6. Apa syarat alternative bagi pria yang akan beristeri lebih dari seorang.
7. Apa syarat komulatif bagi pria yang akan beristeri lebih dari seoran
8. Apa sanksi PNS yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan.
9. Coba kelompokkan dokumen yang berkaitan dengan perkawinan pegawai dengan :
a. Menyusun dokumen untuk perkawinan PNS
b. Menyusun dokumen untuk perkawinan di lingkungan POLRI
c. Menyusun laporan perkawinan pegawai