Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

MENYEMBAH ALLAH SWT. SEBAGAI UNGKAPAN RASA SYUKUR


DAN MERAIH KASIH ALLAH SWT. DENGAN IHSĀN
( QS. LUQMAN : 13-14 dan QS. AL BAQARAH : 83 )

1. Membaca QS. Luqman : 13-14 dan QS. Al Baqarah : 83 )


a. QS. Luqman : 13-14
ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ َ َ‫َوإِ ْذ ق‬
)13( .‫يم‬ ٌ ‫ال لُْق َٰم ُن لٱبْنهۦ َو ُه َو يَعظُهُۥ يَٰبُىَنَّ اَل تُ ْش ِر ْك بٱللَّه ۖ إ َّن ٱلش ِّْر َك لَظُْل ٌم َعظ‬
ِ ‫ك إِىَلَّ ٱلْم‬ ِِ ْ ‫ص لُهُۥ ىِف َع َامنْي ِ أ َِن‬ ِ ِ ِ ٰ ِ‫ص ينَا ٱإْل‬
(.ُ‫ص ري‬ َ َ ْ‫ٱش ُك ْر ىِل َول َٰول َدي‬ َٰ ‫نس َن بِ َٰول َديْه مَحَلَْت هُ أ ُُّمهُۥ َو ْهنً ا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬
َ ْ َّ ‫َو َو‬
)14
Artinya :
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
“Hai anakku, janganlah kau mempersekutukan Allah, gotong royong mempersekutukan (Allah)
yakni benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik)
kepada kedua orangtuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orangtuamu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”  (QS. Luqman :13-14)

b. QS. Al Baqarah : 83

ٰ ‫ون إِ اَّل اللَّ هَ َو بِ الْ َو الِ َد يْ ِن إِ ْح َس انًا َو ِذ ي الْ ُق ْر ىَب‬


َ ‫يل اَل َت ْع بُ ُد‬
َ
ِ‫اق ب يِن إِ س ر ائ‬
َ ْ َ َ ‫يث‬
َ ِ ‫و إِ ْذ أَخ ْذ نَا‬
‫م‬ َ َ
‫الز َك َاة مُثَّ َت و لَّ ْي تُ ْم إِ اَّل‬
َّ ‫الص اَل َة َو آتُ وا‬
َّ ‫يم وا‬ ِ ِ َّ‫ني َو قُ ولُ وا لِ لن‬
ِ ِ‫ام ٰى و الْ م س اك‬
َ ُ ‫اس ُح ْس نً ا َو أَق‬ َ َ َ َ َ‫َو الْ يَ ت‬
ِ ِ
. ‫ون‬
َ ‫ض‬ ُ ‫قَ ل ي اًل م ْن ُك ْم َو أَ ْن تُ ْم ُم ْع ِر‬
Artinya :
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah
selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-
orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada
kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al Baqarah : 83)

2. Arti Per Kata


a. QS. Luqman : 13-14

‫َوإِ ۡذ‬ َ َ‫ق‬


‫ال‬ ‫لُ ۡق ٰ َم ُن‬
dan ketika berkata Luqman
ۡ
‫ٱِلبنِ ِهۦ‬ ‫َوهُ َو‬ ُ‫يَ ِعظُ ۥه‬
memeberi pelajaran
kepada anaknya dan Dia kepadanya
َّ َ‫ٰيَبُن‬
‫ي‬ ‫اَل‬ ‫تُ ۡش ِر ۡك‬
Wahai keturunan janganlah kamu mempersekutukan
ِ ۖ ‫بِٱهَّلل‬ ‫إِ َّن‬ َ ‫ٱل ِّش ۡر‬
‫ك‬
dengan Allah sesungguhnya mempersekutukan
‫لَظُ ۡل ٌم‬ ‫يم‬ٞ ‫َع ِظ‬  
benar-benar kezaliman yang besar  

‫َو َوص َّۡي َنا‬ ‫ٱإۡل ِن ٰ َس َن‬ ‫ِب ٰ َول ِۡدَي ِه‬
dan Kami wasiatkan manusia terhadap kedua orang tuanya
‫َح َم َل ۡت ُه‬ ‫أ ُ ُّمهُۥ‬ ‫َو ۡه ًنا‬
mengandungnya ibunya kelelahan
‫َع َل ٰى‬ ‫َو ۡه ٖن‬ َ ٰ ِ‫َوف‬
‫صلُهُۥ‬
atas kelelahan dan ia menyapihnya
‫فِي‬ ‫َعا َم ۡي ِن‬ ‫أَ ِن‬
dalam dua tahun agar
ۡ
‫ٱش ُك ۡر‬ ‫لِي‬ َ ‫َولِ ٰ َولِد َۡي‬
‫ك‬
bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu
َّ‫إِ َلي‬ ‫ۡٱلمَصِ ي ُر‬  
kepada-Ku tempat kembali  

b. QS. Al Baqarah : 83
‫َوإِ ۡذ‬ ‫أَ َخ ۡذنَا‬ َ َ‫ِمي ٰث‬
‫ق‬
dan ketika Kami mengambil janji
‫بَنِ ٓي‬ َ ‫إِ ۡس ٰ َٓر ِء‬
‫يل‬ ‫اَل‬
Bani Israil tidak
َ‫ت َۡعبُ ُدون‬ ‫إِاَّل‬ َ ‫ٱهَّلل‬
kamu menyembah selain Allah
‫َوبِ ۡٱل ٰ َولِد َۡي ِن‬ ‫إِ ۡح َس ٗانا‬ ‫َو ِذي‬
dan kepada orang tua kebaikan )berbuat( dan kaum
‫ۡٱلقُ ۡربَ ٰى‬ ‫َو ۡٱليَ ٰتَ َم ٰى‬ ِ ‫َو ۡٱل َم ٰ َس ِك‬
‫ين‬
kerabat dan anak yatim dan orang- orang miskin
ْ ُ‫َوقُول‬
‫وا‬ ِ َّ‫لِلن‬
‫اس‬ ‫ح ُۡس ٗنا‬
dan katakanlah kepada manusia baik
ْ ‫َوأَقِي ُم‬
‫وا‬ rَ‫صلَ ٰوة‬
َّ ‫ٱل‬ ْ ُ‫َو َءات‬
‫وا‬
dan dirikanlah sholat dan tunaikan
َ‫ٱل َّز َك ٰوة‬ ‫ثُ َّم‬ ۡ‫تَ َولَّ ۡيتُم‬
zakat kemudian kamu berpaling
‫إِاَّل‬ ‫قَلِياٗل‬ ۡ‫ِّمن ُكم‬
kecuali sedikit daripadamu
‫َوأَنتُم‬ َ‫ُّم ۡع ِرضُون‬  
dan kalian orang- orang yang berpaling  

3. Tajwid
a. Qolqolah
Qalqalah artinya adalah gelombang atau pantulan suara dengan tiba – tiba sehingga suaranya terdengar

terbalik atau terdengar memantul. Huruf – huruf qalqalah ada lima yaitu: ‫ق ط ب ج د‬. Huruf – huruf

hijaiyah tersebut disusun dalam kalimat  ‫َق ْطبُ َج ٍد‬


Macam – macam atau pembagian hukum bacaan qalqalah ada dua jenis, yaitu: qolqolah sughro dan
qolqolah kubro
1. Qolqolah Sughro
Arti qalqalah sugra adalah memantulkan suara pada huruf hijaiyah atau kata dalam bahasa arab
dengan pantulan suara yang terdengar lebih kecil. Sedangkan pengertian bacaan qolqolah adalah
apabila ada salah satu huruf qolqolah yang mati (sukun) asli atau mati di tengan kaliat bukan karena
waqaf (berhenti).
Contohnya :

ِ‫صَبْر‬
ّ ‫ ِبال‬sebab ada huruf ba’ yang mati asli (ditengah kalimat)
‫ َت ْق ِو ْي ًم‬sebab ada huruf qof yang mati asli (ditengah kalimat)
2. Qolqolah Kubro
Qalqalah kubra adalah memantulkan bunyi dengan lebih besar pada huruf qalqalah yang berharakat
sukun karena waqaf (berhenti). Sedangkan pengertian bacaan qolqolah kubro adalah apabila ada
salah satu huruf qalqalah berharakat sukun atau mati karena waqaf (berhenti).
Contohnya :

‫ ِب َربِّ ْال َف َل ِق‬sebab ada huruf qof yang mati karena waqaf/berhenti (di akhir kalimat)

ِ ‫ت ْالبُ ُر ْو‬
‫ج‬ ِ ‫ َذا‬sebab ada huruf jim yang mati karena waqaf/berhenti (diakhir kalimat)
b. Mad Wajib Muttashil
Yang dinamakan bacaan mad wajib muttashil adalah apabila mad thabi’I bertemu dengan hamzah
pada satu kalimat atau ayat.
Contohnya :

‫ َس َوآ ٌء‬sebab ada mad thobi’i bertemu hamzah dalam satu kalimat
‫ َجآ َء‬sebab ada mad thobi’i bertemu hamzah dalam satu kalimat

c. Mad Jaiz Munfashil


Yang dinamakan bacaan mad jaiz munfashil adalah apabila ada mad thabi’i yang bertemu dengan
hamzah, namun hamzah tersebut berada pada lain kalimat.
Contohnya :

‫آلأن ُت ْم‬
ْ ‫ َو‬sebab ada mad thobi’I bertemu hazah di lain kalimat
‫ ِبمَآ أ ُ ْن ِز َل‬sebab ada mad thobi’I bertemu hazah di lain kalimat

d. Mad Aridz Lissukun


Yang dinamakan bacaan mad aridz lissukun adalah apabila ada mad yang terletak di akhir kalimat
atau akhir ayat, dan sebelum pada huruf yang dibuat berhenti (waqof) tersebut terdapat salah satu
huruf mad thobi’i yang tiga (yaitu) wawu sukun setelah harakat domah, ya’ sukun setelah harakat
kasroh dan alif sukun setelah harakat fathah.
Contohnya :

‫ يِف طُ ْغيَاهِنِ ْم َي ْع َم ُهو َن‬sebab ada ada mad yang terletak di akhir kalimat atau akhir ayat, dan sebelum
pada huruf yang dibuat berhenti (waqof) tersebut terdapat salah satu huruf mad
thobi’i
ِ ‫َصح‬
ِ ‫اب الْف‬
‫ِيل‬ ِ
َ ْ ‫ بأ‬sebab ada mad yang terletak di akhir kalimat atau akhir ayat, dan sebelum pada
huruf yang dibuat berhenti (waqof) tersebut terdapat salah satu huruf mad thobi’i

4. Kandungan ayat
a. QS. Luqman : 13-14
Dalam ayat di atas Allah SWT. menginformasikan tentang wasiat Luqman kepada anaknya. Wasiat
pertama adalah agar menyembah Allah SWT. Yang Maha Esa tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apa pun. Luqman memperingatkan bahwa tindakan syirik adalah bentuk kezaliman terbesar.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, ketika turun ayat: “orang-orang yang beriman
dan tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kezaliman’, hal itu terasa amat berat bagi para
sahabat Rasulullah saw. dan bertanya: ‘siapakah di antara kami yang tidak mencampur keimanannya
dengan kezaliman?’, Rasulullah saw. menjawab: ‘maksudnya bukan begitu, apakah kalian tidak
mendengar perkataan Luqman: ‘Hai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah SWT.,
sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman yang besar”. (HR. Muslim).
Kemudian, nasihat untuk menyembah Allah SWT. dibarengkan dengan perintah untuk berbuat baik
kepada orang tua, “dan Kami wasiatkan kepada manusia supaya mereka berbuat baik kepada kedua
orang tua, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah”. Firman-Nya,
“dan menyapihnya selama dua tahun”, yaitu mendidik dan menyusuinya. Pada ayat yang lain Allah
SWT. berfirman, “dan para ibu menyusui anaknya selama dua tahun. Allah SWT. menyebut-nyebut
penderitaan, kepayahan, dan kerepotan ibu dalam mendidik anak siang dan malam, untuk
mengingatkannya tentang ihsan (kebaikan dan ketulusan) seorang ibu kepada anak-anaknya. Oleh
karena itu, Allah SWT. berfirman,” bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu …”
Terkait dengan bakti kepada kedua orang tua, banyak hadits telah diriwayatkan, di antaranya adalah
sabda Rasulullah saw. adalah berikut.

Artinya: “Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang
paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian
siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab:
“Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari,
Hadist no: 5514 ).
Dalam hadits di atas kita temukan betapa Rasulullah saw. sangat memuliakan seorang ibu, bahkan
seakan-akan jasanya berlipat tiga dibanding ayah. Dalam hadis lain yang sangat populer juga
terdapat penegasan Rasulullah saw. bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu. Itu semua adalah
penekanan dari Allah SWT. dan Rasul-Nya tentang pentingnya berterima kasih kepada kedua orang
tua, terutama ibu. Berterima kasih kepada manusia (termasuk kepada orang tua) merupakan bagian
dari ungkapan syukur kepada Allah SWT. karena barang siapa yang tidak berterima kasih kepada
manusia, dia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah SWT. Perwujudan syukur kepada Allah SWT.
itu tidak lain adalah dengan menjalankan perintah-Nya, baik dalam bentuk ibadah ritual seperti salat,
maupun dalam bentuk ibadah umum, seperti menjaga kesehatan.

Kaitan Antara Beribadah dan Bersyukur kepada Allah SWT dalam QS Luqman : 13-14
Syukur dapat diartikan sebagai ungkapan terima kasih kepada pihak yang telah berjasa kepada kita
baik dalam bentuk moril maupun materiil. Ibadah adalah proses mendekatkan diri kepada Allah
SWT. dengan melakukan segala yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya,
serta melakukan sesuatu yang diizinkan-Nya. Bersyukur dapat ditujukan kepada Allah SWT. dan
kepada manusia. Perwujudan dari syukur kepada manusia adalah dengan cara membalas perbuatan
baik
dengan yang lebih baik (ihsān) atau setidaknya sama baiknya, walaupun dalam konteks bersyukur
kepada orang tua, tidak ada perbuatan yang dapat setimpal dengan kebaikan mereka,apalagi
melebihi. Begitupun bersyukur kepada Allah SWT. perwujudannya tidak lain adalah dengan
beribadah, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, meskipun tidak ada amal
yang dapat mencukupi untuk sekadar berterima kasih atas segala limpahan nikmat-Nya kepada kita.
Jika untuk
mensyukuri nikmat-Nya saja tidak cukup, apalagi untuk “membeli” surga-Nya. Jadi, kalaupun Allah
SWT. memberikan kita surga, tentu bukan karena ibadah kita, tetapi karena besarnya kasih sayang
(rahmat) Allah SWT. kepada kita. Ibadah meliputi aspek ritual, seperti salat dan sejenisnya, dan
aspek sosial, yaitu yang mencakup segala aktivitas hidup sehari-hari, dari persoalan yang paling
sepele. Seperti bersin, sampai yang paling dianggap besar, apapun bentuknya. Dalam ayat ke14 surah
Luqmān, Allah SWT. memerintahkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tua. Kemudian
Allah SWT. menyebutkan jasa-jasa sang ibu yang telah mengandungnya dalam keadaan menderita.
Setelah lahir pun bukan berarti akhir dari penderitaan seorang ibu, karena ia harus merawat,
menyusui, hingga menyapihnya pada saat cukup usia. Bahkan setelah disapihpun, anak-anak masih
terus merepotkan orang tua dalam banyak hal, kesehatannya, pendidikannya, dan hal-hal lain.
Kemudian, Allah SWT. menutup ayat-Nya dengan perintah bersyukur kapada-Nya dan kepada kedua
orang tua. Sementara pada ayat sebelumnya, Allah SWT. melalui lisan Luqmān mengingatkan
bahaya perbuatan syirik. Melarang berbuat syirik berarti juga melarang menyembah apapun kecuali
hanya Allah SWT. yang Esa.
Dari sisi caranya, bersyukur meliputi tiga aspek, yaitu hati, lisan, dan perbuatan. Bersyukur dengan
hati dilakukan dengan cara mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat yang
diperoleh berasal dari Allah SWT. Bersyukur dengan lisan dilakukan dengan cara mengungkapkan
secara lisan rasa syukur itu dengan mengucapkan tahmid, yaitu “alhamdulillah”, sedangkan
bersyukur dengan perbuatan adalah dengan cara melakukan semua perbuatan yang baik dan diridloi
Allah SWT., serta bermanfaat, baik bagi diri maupun bagi sesama, sebagai perwujudan dari rasa
syukur tersebut. Dengan kata lain, perwujudan nyata dari syukur kepada Allah SWT. adalah dengan
melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah SWT., dan itulah ibadah. Lebih
dari itu, bersyukur kepada Allah SWT. atas nikmat yang diberikan-Nya merupakan kewajiban
manusia, di mana manusia yang tidak bersyukur berarti berbuat maksiat/dosa dan akan mendapat
balasan siksa, seperti ditegaskan dalam salah satu firman-Nya, “... jika kalian bersyukur, niscaya
akan Kami tambah nikmat baginya, dan jika kalian kufur (mengingkari nikmat-Ku) maka
sesungguhnya siksa-Ku itu teramat pedih” (Q.S. Ibrahim/14:7).

b. QS. Al Baqarah : 83
Dalam ayat di atas Allah SWT. mengingatkan Nabi Muhammad saw. atas janji Bani Israil yang harus
mereka penuhi, yaitu bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah SWT.. Setelah itu
disusul dengan perintah berbuat baik kepada orang tua, amal kebajikan tertinggi, karena melalui
kedua orang tua itulah Allah SWT. menciptakan manusia. Sesudah Allah SWT. menyebut hak kedua
orang tua, disebutkan pula hak kerabat (kaum keluarga), yaitu berbuat kebajikan kepada mereka.
Kemudian Allah SWT. menyebut hak orang-orang yang memerlukan bantuan, yaitu anak yatim dan
orang miskin. Allah SWT. mendahulukan menyebut anak yatim daripada orang miskin karena orang
miskin dapat berusaha sendiri, sedangkan anak yatim karena masih kecil belum sanggup untuk itu.
Setelah memerintahkan berbuat baik kepada orang tua, keluarga, anak yatim, dan orang miskin,
Allah SWT. memerintahkan agar mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama manusia.
Kemudian Allah SWT. memerintahkan kepada Bani Israel agar melaksanakan salat dan menunaikan
zakat. Ruh salat itu adalah keikhlasan dan ketundukan kepada Allah SWT.. Tanpa ruh itu salat tidak
ada maknanya apa-apa. Orang-orang Bani Israil mengabaian ruh tersebut dari dulu hingga turun al-
Qur’an, bahkan sampai sekarang. Demikian juga dengan zakat. Kewajiban zakat bagi kaum Bani
Israel juga mereka ingkari. Hanya sedikit orang-orang yang mau mentaati perintah Allah SWT. pada
masa Nabi Musa dan pada setiap zaman. Pada akhir ayat ini Allah SWT. menyatakan, “dan kamu
(masih menjadi) pembangkang”. Ini menunjukkan kebiasaan orang-orang Bani Israil dalam
merespons perintah Allah SWT., yaitu “membangkang”, sehingga tersebarlah kemungkaran dan
turunlah azab kepada mereka. Hadis yang terkait dengan perintah berbuat Ihsan juga banyak sekali.
Setiap hadis yang mengandung perintah berbuat baik kepada sesama manusia, melarang berbuat
kerusakan, atau perintah beribadah kepada Allah SWT., itu semua merupakan perintah berbuat ihsan.
Dalam sebuah hadis Rasulullah menegaskan bahwa sikap dan perilaku ihsan itu diperintahkan oleh
Allah SWT. dalam semua bidang kehidupan. Pada surat al Baqarah terdapat contoh pihak-pihak yang
berhak mendapat perlakuan Ihsan. Lebih lanjut, dalam hadis ini Rasulullah saw. memberikan contoh
lain tentang cara berlaku ihsan. Jika harus membunuh (dalam peperangan), maka harus dilakukan
dengan baik, dilakukan karena Allah SWT., bukan karena dendam atau yang lain, dan tidak pula
menganiaya. Bahkan jika musuh menyerah, maka tidak boleh dibunuh. Kemudian pada bagian akhir
dari hadis, Rasulullah saw. mengajarkan cara berlaku ihsan kepada binatang dengan menjelaskan
adab menyembelih, yaitu agar pisau ditajamkan dan binatang yang mau disembelih pun dibuat
senang, dengan memberikan makan yang cukup. Jika binatang saja harus dipelakukan demikian,
apalagi sesama manusia.
Kepada siapa kita harus berlaku Ihsan? Dilihat dari objeknya (pihak-pihak yang berhak mendapat
perlakuan baik/Ihsan dari kita), kita harus berbuat Ihsan kepada Allah SWT. sebagai Sang Pencipta
dan juga kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut.
“Sesungguhnya Allah SWT. telah mewajibkan berbuat Ihsan atas segala sesuatu…”. (HR. Muslim).
Secara lebih rinci, pihak-pihak yang berhak mendapatkan Ihsan ialah sebagai berikut.
1. Ihsan kepada Allah SWT. Yaitu berlaku Ihsan dalam menyembah/beribadah kepada Allah SWT.,
baik dalam bentuk ibadah khusus yang disebut ibadah ma¥«ah (murni, ritual), seperti salat,
puasa, dan sejenisnya, ataupun ibadah umum yang disebut dengan ibadah gairu ma¥«ah (ibadah
sosial), seperti belajar-mengajar, berdagang, makan, tidur, dan semua perbuatan manusia yang
tidak bertentangan dengan aturan agama. Berdasarkan hadis tentang Ihsan di atas, Ihsan kepada
Allah SWT. mengandung dua tingkatan berikut ini. a. Beribadah kepada Allah SWT. seakan-
akan melihat-Nya. Keadaan ini merupakan tingkatan Ihsan yang paling tinggi, karena dia
berangkat dari sikap membutuhkan, harapan, dan kerinduan. Dia menuju dan berupaya
mendekatkan diri kepada-Nya. b. Beribadah dengan penuh keyakinan bahwa Allah SWT.
melihatnya. Kondisi ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama, karena sikap
Ihsannya didorong dari rasa diawasi dan takut akan hukuman. Kedua jenis Ihsan inilah yang akan
mengantarkan pelakunya kepada puncak keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT., jauh
dari motif riya’

2. Ihsan kepada Sesama Makhluk Ciptaan Allah SWT. Dalam Q.S al-Qassas/28:77 Allah berfirman:
“…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah SWT. telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah SWT.
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Dari berbagai ayat dan hadis, berbuat
kebajikan (Ihsan) kepada sesama makhluk Allah SWT. meliputi seluruh alam raya ciptaan-Nya.
Lebih kongkritnya seperti penjelasan berikut:
a. . Ihsan kepada Kedua Orang Tua Allah SWT. berfirman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu tidak menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekalikali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan .” dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua mendidik aku di waktu kecil.” (Q.S. al-Isra’/17:24)
Dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmidzi, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah saw. bersabda
(artinya): “Keridlon Allah SWT. berada pada keridloan orang tua, dan kemurkaan Allah SWT.
berada pada kemurkaan orang tua.” (HR. at-Tirmidzi). Berbuat baik kepada kedua orangtua
ialah dengan cara mengasihi, memelihara, dan menjaga mereka dengan sepenuh hati serta
memenuhi semua keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan aturan Allah SWT..
Mereka telah berkorban untuk kepentingan anak mereka sewaktu masih kecil dengan
perhatian penuh dan belas kasihan. Mereka mendidik dan mengurus semua keperluan anak-
anak ketika masih lemah. Selain itu, orang tua memberian kasih sayang yang tidak ada
tandingannya. Jika demikian, apakah tidak semestinya orangtua mendapat perlakuan yang baik
pula sebagai imbalan dari budi baiknya yang tulus itu? Sedangkan Allah SWT. telah
menegaskan dalam firmanNya, “Tidak ada balasan untuk kebaikan kecuali kebaikan (pula)”
(Q.S. arRahman/55:60).
Selain ihsan kepada kedua orang tua juga kita harus berbuat baik kepada sesama manusia yang
lain seperti teman, tetangga dan orang-orang yang di sekitar kita.
b. Ihsan kepada Binatang
Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar,
mengobatinya
jika ia sakit, tidak membebaninya di luar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja,
dan mengistirahatkannya jika ia lelah.Bahkan, pada saat menyembelih,hendaklah dengan
menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang
tajam. “…Maka apabila kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik, dan
jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan
pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya”. (¦R. Muslim).
c. Ihsan kepada Alam Sekitar
Alam raya beserta isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Untuk kepentingan
kelestarian hidup alam dan manusia sendiri, alam harus dimanfaatkan dengan penuh rasa
tanggungjawab. Allah SWT. berfirman: “…dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah SWT. telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah SWT. tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. al-
Qassas 28:77).

Hikmah Berbuat Ihsan


“Kebaikan akan berbalas kebaikan”, adalah janji Allah Swt. dalam al-Qur±n. Berbuat
I¥s±n adalah tuntutan kehidupan kolektif. Karena tidak ada manusia yang dapat
hidup sendiri, maka Allah Swt. menjadikan saling berbuat baik sebagai sebuah
keniscayaan. Berbuat baik (I¥s±n) kepada siapa pun, akan menjadi stimulus
terjadinya “balasan” dari kebaikan yang dilakukan. Demikianlah, Allah Swt.
membuat sunah (aturan) bagi alam ini, ada jasa ada balas. Semua manusia diberi
“nurani” untuk berterima kasih dan keinginan untuk membalas budi baik.

Anda mungkin juga menyukai