Anda di halaman 1dari 23

2.

1 Pendidikan anak dalam perspektif al-qur’an

Makna pendidikan anak menurut pandangan al-Qur’an adalah upaya penanaman nilai-nilai atau
etika yang mulia dalam diri anak didik dan pengembangan potensi yang ada dalam diri manusia.
Sehingga nantinya manusia mampu merumuskan ide dan memberi nama bagi segala sesuatu sebagai
langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya aneka ilmu pengetahuan.

Tujuan Pendidikan Anak Menurut Islam

Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai
perwujudan dari tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Islam tidak hanya membentuk anak yang
beriman, berakhlak mulia, beramal shaleh tetapi juga menjadikan anak tersebut berilmu
pengetahuan dan berteknologi, juga berketerampilan dan berpengalaman sehingga ia menjadi orang
yang mandiri berguna bagi dirinya, agama, orang tua serta negaranya.

Ruang Lingkup Pendidikan Anak


Menurut Islam adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis besar dibagi
menjadi 5, yaitu:
a. Pendidikan Keimanan
b. Pendidikan Akhlak
c. Pendidikan Intelektual
d. Pendidikan Fisik
e. Pendidikan Psikis

2.2 Keutamaan pendidikan moral pada anak dalam kisah luqmanul hakIM

1. Tidak harus mendengarkan omongan orang yang tidak mengenal kita


2. Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda
3. Tidak akan ada habisnya jika menuruti kata orang
4. Percaya diri terhadap keputusan yang kita ambil, karena akan ada saja kejelekan dan
kekurangan dimata orang lain

2.3 Tafsir tematik surah Luqman ayat 13-15 dan surah Ibrahim ayat 40

‫صالُهُ ِفي‬ َ ِ‫ص ْينَا اإل ْنسَانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َوه ٍْن َوف‬ ْ ُ‫{وِإ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ ال ْبنِ ِه َوه َُو يَ ِعظُهُ يَا بُنَ َّي اَل ت‬
َّ ‫) َو َو‬13( ‫ش ِركْ بِاهَّلل ِ ِإنَّ الش ِّْركَ لَظُ ْل ٌم ع َِظي ٌم‬ َ
ً ْ
‫صا ِح ْب ُه َما فِي ال ُّدنيَا َم ْع ُروفا َواتَّبِ ْع‬ َ ْ
َ ‫س لكَ بِ ِه ِعل ٌم فال تُ ِط ْع ُه َما َو‬ َ َ ‫َأ‬
ْ ُ‫) َوِإنْ َجا َهدَاكَ عَلى نْ ت‬14( ‫صي ُر‬
َ ‫ش ِركَ بِي َما ل ْي‬ ِ ‫ش ُك ْر لِي َولِ َوالِ َديْكَ ِإلَ َّي ا ْل َم‬ ْ ‫عَا َم ْي ِن َأ ِن ا‬
} )15( َ‫اب ِإلَ َّي ثُ َّم ِإلَ َّي َم ْر ِج ُع ُك ْم فَُأنَبُِّئ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬
َ َ‫سبِي َل َمنْ َأن‬ َ
Dan  (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya,
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan  (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Dan Kami perintahkan
kepada manusia  (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-
Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Allah Swt. menceritakan tentang nasihat Luqman kepada anaknya. Luqman adalah anak Anqa ibnu
Sadun, dan nama anaknya ialah Saran, menurut suatu pendapat yang diriwayatkan oleh Imam
Baihaqi.
Allah Swt. menyebutkan kisah Luqman dengan sebutan yang baik, bahwa Dia telah
menganugerahinya hikmah; dan Luqman menasihati anaknya yang merupakan buah hatinya, maka
wajarlah bila ia memberikan kepada orang yang paling dikasihinya sesuatu yang paling utama dari
pengetahuannya. Karena itulah hal pertama yang dia pesankan kepada anaknya ialah hendaknya ia
menyembah Allah semata, jangan mempersekutukannya dengan sesuatu pun. Kemudian Luqman
memperingatkan anaknya, bahwa:
}‫{ِإنَّ الش ِّْركَ لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬
sesungguhnya mempersekutukan  (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.  (Luqman: 13)
Yakni perbuatan mempersekutukan Allah adalah perbuatan aniaya yang paling besar.
ُ ِ‫ {الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلب‬: ْ‫ لَ َّما نَ َزلَت‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
‫سوا‬ ِ ‫ َر‬،ِ ‫عَنْ َع ْب ِد هَّللا‬، َ‫ عَنْ َع ْلقَ َمة‬،‫ عَنْ ِإ ْب َرا ِهي َم‬،‫ش‬ ِ ‫َن اَأْل ْع َم‬ ِ ‫ ع‬،‫ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر‬،ُ‫ي َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَة‬ ُّ ‫قَا َل ا ْلبُ َخا ِر‬
‫هَّللا‬
ُ ‫صلى‬ َّ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫سو ُل‬ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ ‫َأ‬ ُ َ
ُ ‫ يُّنا ل ْم يَلبس ِإي َمانهُ بِظل ٍم؟ فقا َل َر‬:‫ َوقالوا‬،‫صلى ُ عليه وسلم‬ ‫هَّللا‬ َّ َ ِ ‫ول‬ ‫هَّللا‬ ِ ‫س‬ ُ ‫ب َر‬ِ ‫ص َحا‬ ‫َأ‬ َ
ْ ‫ق ذلِ َك َعلى‬ َ َّ ‫ش‬ ْ ‫َأْل‬
َ ، ]82 :‫ِإي َمانَ ُه ْم بِظُ ْل ٍم} [ا ن َع ِام‬
ْ ُ َ ‫هَّلل‬
}‫ش ِركْ بِا ِ ِإنَّ الش ِّْر َك لظل ٌم َع ِظي ٌم‬ ْ ُ َ َ
ْ ُ‫ {يَا بُنَ َّي اَل ت‬: َ‫س َم َع ِإلى ق ْو ِل لق َمان‬ ْ َ‫ َأاَل ت‬، َ‫س بِ َذاك‬ َ ‫ "أنه لَ ْي‬:‫سلَّ َم‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada
kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa
ketika diturunkan firman-Nya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman  (syirik). (Al-An'am: 82) Hal itu terasa berat bagi para sahabat Nabi
Saw. Karenanya mereka berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak mencampuri imannya dengan
perbuatan zalim (dosa)." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Bukan demikian yang dimaksud dengan
zalim. Tidakkah kamu mendengar ucapan Luqman : 'Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan  (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.'  (Luqman: 13)
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Kemudian sesudah menasihati anaknya agar menyembah Allah semata. Luqman menasihati pula
anaknya agar berbakti kepada dua orang ibu dan bapak. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
}‫سانًا‬َ ‫ضى َربُّ َك َأال تَ ْعبُدُوا ِإال ِإيَّاهُ َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن ِإ ْح‬ َ َ‫{وق‬ َ
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.  (Al-Isra: 23)
Di dalam Al-Qur'an sering sekali disebutkan secara bergandengan antara perintah menyembah
Allah semata dan berbakti kepada kedua orang tua. Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-
Nya:
}‫ص ْينَا اإل ْنسَانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َوه ٍْن‬ َّ ‫{و َو‬ َ
Dan Kami perintahkan kepada manusia  (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.  (Luqman: 14)
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan al-wahn  ialah penderitaan mengandung anak. Menurut
Qatadah, maksudnya ialah kepayahan yang berlebih-lebihan. Sedangkan menurut Ata Al-Khurrasani
ialah lemah yang bertambah-tambah.
Firman Allah Swt.:
}‫صالُهُ ِفي عَا َم ْي ِن‬ َ ِ‫{وف‬ َ
dan menyapihnya dalam dua tahun.  (Luqman: 14)
Yakni mengasuh dan menyusuinya setelah melahirkan selama dua tahun, seperti yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
}َ‫ضا َعة‬ َ ‫ضعْنَ َأ ْوال َدهُنَّ َح ْولَ ْي ِن كَا ِملَ ْي ِن لِ َمنْ َأ َرا َد َأنْ يُتِ َّم ال َّر‬ ِ ‫{وا ْل َوالِدَاتُ يُ ْر‬ َ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan.  (Al-Baqarah: 233), hingga akhir ayat.
Berangkat dari pengertian ayat ini Ibnu Abbas dan para imam lainnya menyimpulkan bahwa masa
penyusuan yang paling minim ialah enam bulan, karena dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
}‫ش ْه ًرا‬ َ َ‫صالُهُ ثَالثُون‬ َ ِ‫{و َح ْملُهُ َوف‬ َ
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.  (Al-Ahqaf: 15)
Dan sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan jerih payah ibu dan penderitaannya dalam mendidik dan
mengasuh anaknya, yang karenanya ia selalu berjaga sepanjang siang dan malamnya. Hal itu tiada
lain untuk mengingatkan anak akan kebaikan ibunya terhadap dia, sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
}‫ص ِغي ًرا‬ َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِي‬ ْ ‫ب‬ ِّ ‫{وقُ ْل َر‬ َ
Dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.”  (Al-Isra: 24)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
}‫صي ُر‬ ِ ‫ش ُك ْر لِي َولِ َوالِ َد ْي َك ِإلَ َّي ا ْل َم‬ ْ ‫{َأ ِن ا‬
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.  (Luqman: 14)
Yakni sesungguhnya Aku akan membalasmu bila kamu bersyukur dengan pahala yang berlimpah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Abu Syaibah dan Mahmud ibnu Gailan. Keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari
Sa'id ibnu Wahb yang menceritakan bahwa Mu'az ibnu Jabal datang kepada kami sebagai utusan
Nabi Saw. Lalu ia berdiri dan memuji kepada Allah, selanjutnya ia mengatakan: Sesungguhnya aku
adalah utusan Rasulullah Saw. kepada kalian (untuk menyampaikan), "Hendaklah kalian menyembah
Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Hendaklah kalian taat kepadaku,
aku tidak akan henti-hentinya menganjurkan kalian berbuat kebaikan. Dan sesungguhnya kembali
(kita) hanya kepada Allah, lalu adakalanya ke surga atau ke neraka sebagai tempat tinggal yang
tidak akan beranjak lagi darinya, lagi kekal tiada kematian lagi.
Firman Allah Swt.:
}‫س لَكَ بِ ِه ِع ْل ٌم فَال تُ ِط ْع ُه َما‬َ ‫ش ِركَ بِي َما لَ ْي‬ ْ ُ‫{وِإنْ َجا َهدَاكَ عَلى َأنْ ت‬ َ
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.  (Luqman: 15)
Jika keduanya menginginkan dirimu dengan sangat agar kamu mengikuti agama keduanya (selain
Islam), janganlah kamu mau menerima ajakannya, tetapi janganlah sikapmu yang menentang dalam
hal tersebut menghambatmu untuk berbuat baik kepada kedua orang tuamu selama di dunia.
}‫اب ِإلَ َّي‬ َ َ‫سبِي َل َمنْ َأن‬ َ ‫{واتَّبِ ْع‬ َ
dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.  (Luqman: 15)
Yaitu jalannya orang-orang yang beriman.
} َ‫{ثُ َّم ِإلَ َّي َم ْر ِج ُع ُك ْم فَُأنَبُِّئ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬
kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.  (Luqman: 15)
Imam Tabrani mengatakan di dalam Kitabul 'Isyarh-nya,  telah menceritakan kepada kami Abu
Abdur Rahman Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Ayyub ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Maslamah ibnu Alqamah, dari Daud ibnu Abu
Hindun, bahwa Sa'd ibnu Malik pernah mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan
dengannya, yaitu firman-Nya: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya.  (Luqman: 15), hingga akhir ayat. Bahwa ia adalah seorang yang berbakti kepada ibunya.
Ketika ia masuk Islam, ibunya berkata kepadanya, "Hai Sa'd, mengapa engkau berubah pendirian?
Kamu harus tinggalkan agama barumu itu (Islam) atau aku tidak akan makan dan minum hingga mati,
maka kamu akan dicela karena apa yang telah kulakukan itu, dan orang-orang akan menyerumu
dengan panggilan, 'Hai pembunuh ibunya!'." Maka aku menjawab, "Jangan engkau lakukan itu, Ibu,
karena sesungguhnya aku tidak bakal meninggalkan agamaku karena sesuatu." Maka ibuku tinggal
selama sehari semalam tanpa mau makan, dan pada pagi harinya ia kelihatan lemas. Lalu ibuku
tinggal sehari semalam lagi tanpa makan, kemudian pada pagi harinya kelihatan bertambah lemas
lagi. Dan ibuku tinggal sehari semalam lagi tanpa makan, lalu pada pagi harinya ia kelihatan sangat
lemah. Setelah kulihat keadaan demikian, maka aku berkata, "Hai ibu, perlu engkau ketahui, demi
Allah, seandainya engkau mempunyai seratus jiwa, lalu satu persatu keluar dari tubuhmu, niscaya
aku tidak akan meninggalkan agamaku karena sesuatu. Dan jika engkau tidak ingin makan, silakan
tidak usah makan; dan jika engkau ingin makan silakan makan saja," Akhirnya ibuku mau makan.

TAFSIR IBRAHIM AYAT 40

Pada ayat ini dilukiskan lagi pernyataan syukur Ibrahim pada Allah atas segala rahmat-Nya. Ia
bertambah tunduk dan patuh kepada Allah, dan berdoa agar Allah menjadikan keturunannya selalu
mengerjakan salat, tidak pernah lalai mengerjakannya sedikit pun, sempurna rukun-rukun dan
syarat-syaratnya, dan sempurna pula hendaknya mengerjakan sunah-sunahnya dengan penuh
ketundukan dan kekhusyukan.Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya selalu mengerjakan salat,
karena salat itu adalah pembeda antara mukmin dan kafir dan merupakan pokok ibadah yang
diperintahkan Allah.Orang yang selalu mengerjakan salat, akan mudah baginya mengerjakan
ibadah-ibadah lain dan amal-amal saleh. Salat dapat mensucikan jiwa dan raga karena salat dapat
mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar.

Keteladanan Nabi saw terhadap anak-anaknya

1. Memberikan teladan yang baik

2. Memberikan pengarahan kepada anak di waktu yang tepat

3. Bersikap adil
4. Menunaikan hak anak
5. Doa
6. Membantu anak dalam mengerjakan ibadah dan berbakti
7. Memberikan hukuman

Pola mendidik anak sesuai sunnah juga harus memperhatikan pemberian hukuman kepada anak.
Berikut ini hal yang perlu diperhatikan saat memberikan hukuman kepada anak:
1. Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat
2. Jangan sampai menyakiti anak
3. Harus memberikan kesan emosional
4. Tidak menyakiti secara fisik
5. Hukuman hendaknya dilakukan dengan tujuan mengubah perilaku yang salah atau tidak baik.
6. Diikuti dengan memberikan permintaan maaf dan disertai dengan harapan dan kepercayaan
agar si anak tidak mengulangi kesalahan.
2.4 Keteladanan sahabat Nabi saw terhadap anak-anaknya

1. 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun)


Menurut Ali bin Abi Thalib, 7 tahun pertama dalam mendidik anak diibaratkan dengan
memperlakukan mereka layaknya raja. Maksudnya adalah orangtua sebaiknya 'melayani' anak
disertai sikap yang lemah lembut, tulus, dan sepenuh hati ketika mengasuh anak. Namun, bukan
berarti harus memanjakannya anak. Tetap tegas dengan penuh kasih sayang.
2. 7 tahun kedua (usia 7-14 tahun)
Pada usia 7 tahun kedua, yaitu usia 7-14 tahun, mendidik anak diibaratkan seperti
tawanan.tawanan biasanya dikenakan berbagai macam aturan yang berisi kewajiban dan larangan,
tetapi mereka juga mendapatkan haknya secara proporsional . Orang tua pun diharapkan dapat
menakar hak dan kewajiban anak dengan seimbang. Pada saat ini, anak dapat diajarkan tentang
kewajibannya karena mulai memahami arti tanggung jawab serta konsekuensi.Kewajiban yang
diberikan orangtua pada anak dapat berupa ajaran agama. Misalnya, kewajiban untuk
menjalankan salat 5 waktu.
3. 7 tahun ketiga (usia 14-21 tahun)
7 tahun ketiga yang dimaksud Ali Bin Abi Thalib adalah saat anak telah akil baligh, usia 14-
21 tahun. Orang tua dianjurkan untuk memperlakukan anak sebagai sahabatnya. Hal ini karena
buah hati tumbuh besar dari masa anak-anak menuju remaja dan akhirnya menjadi dewasa.
Bersikaplah layaknya sahabat sehingga mereka dapat terbuka dalam segala hal.

2.1 Berawal dari Substansi pendidikan keluarga

Secara sederhana pendidikan memiliki 3 substansi yakni: mencetak karakter, mengemban etika &
menjadi manusia merdeka.

Pendidikan keluarga adalah proses pewarnaan sebuah generasi. Yang artinya memberikan pengenalan
warna untuk memperjelas diri dan menuntunnya pada pencapaian hingga pertemuan terhadap jati diri pada
sang generasi.

2.2 Cara dan Fungsi Pendidikan Keluarga

Fungi Pendidikan keluarga di antaranya yaitu: sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak,
menjamin kehidupan emosional anak, menanamkan dasar Pendidikan moral, memberikan dasar Pendidikan
social, meletakkan dasar-dasar Pendidikan agama bagi anak-anak.

Diantara contoh metode/ cara dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:

⁃ Anak sejak dini wajibkan dididik saling menghargai perbedaan dan membangun kerja sama, juga
belajar saling tolong menolong dengan sesama tapa membeda-bedakan dalam kehidupan.

⁃ Tugas utama dari keluarga adalah sebagai peletak dasar pendidikan akhlak dan pendidikan
keagamaan, perilaku dan sifat anak kebanyakan diambil dari ke dua orang tua dan keluarga lain yang
berada dalam lingkungan keluarga.

⁃ Orang tua rela berkorban demi keselamatan ketentraman dalam rumah tangganya, oleh karena itu
dibutuhkan sikap yang sabar.
⁃ Budaya komunikasi, berdiskusi dan musyawarah dalam pendidikan rumah tanga harus dibiasakan,
karena supaya tidak terjadi konflik, biasanya dikarenakan adanya miss communication antara kedua belah
pihak.

a. Tafsir surah at Tahrim 6, at Taghobun ayat 14-15

At-Tahrim 66:6
ٓ
َ‫ارةُ َعلَ ۡيهَا َم ٰلَِئ َكةٌ ِغاَل ظٌ ِشدَا ٌد اَّل يَ ۡعصُونَ ٱهَّلل َ َمٓا َأ َم َرهُمۡ َويَ ۡف َعلُونَ َما ي ُۡؤ َمرُون‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
َ ‫وا قُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡ َوَأ ۡهلِي ُكمۡ نَارًا َوقُو ُدهَا ٱلنَّاسُ َو ۡٱل ِح َج‬

"Wahai orang2 beriman, jagalah dirimu sekalian dan keluargamu dari api yang berbahan bakar manusia
dan batu-batu, diatasnya malaikat yang kasar-kasar, yang keras-keras, yang tidak mendurhakai Allah
menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang telah
diperintahkan".

Dikutip dari tafsir al-Misbah bahwasanya dalam situasi ini orang-orang beriman diserukan agar
memelihara diri kita dengan meneladani Nabi beserta peliharalah juga keluarga yang mencakup semua
anggota yang berada dalam tanggung jawab kita dengan membimbing dan mendidik mereka agar terhindar
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir (terbakar dengan sendirinya) dan
batu-batu, antara lain berhala-berhala. Ulama' banyak berbeda pendapat mengenai kata al-Hijarah.
Dikutip dari ibn Katsir ada yang berpendapat al-Hijarah sebagai anggota tubuh pengabenan manusia,
sedangkan dari ibn Mas'ud berpendapat bahwa al-Hijarah adalah belerang, kemudian Mujahid
menambahkan "belerang itu terbuat dari bangkai".

Ayat ini mengilustrasikan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Prof Kh Quraish
shihab berpendapat: secara text/ redaksional ayat ini condong kepada kalangan ayah, padahal ini
mengungkap tentang keseluruhan gender. Seperti pada ayat tentang puasa yang khitabnya laki-laki dan
perempuan sebagaimana ayat ini. Kedua pasangan memiliki tanggung jawab kepada kelakuan dirinya
masing-masing seperti bertanggung jawab juga kepada keluarganya.

At-Taghabun 64:14

ْ ‫ُوا َوت َۡغفِر‬


‫ُوا فَِإ َّن ٱهَّلل َ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم‬ ْ ‫َصفَح‬ ۡ َ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َّن ِم ۡن َأ ۡز ٰ َو ِج ُكمۡ َوَأ ۡو ٰلَ ِد ُكمۡ َع ُد ًّوا لَّ ُكمۡ ف‬
ْ ُ‫ٱح َذرُوهُ ۚ ْم وَِإن ت َۡعف‬
ۡ ‫وا َوت‬

At-Taghabun 64:15

‫ِإنَّ َمٓا َأمۡ ٰ َولُ ُكمۡ َوَأ ۡو ٰلَ ُد ُكمۡ فِ ۡتنَ ۚةٌ َوٱهَّلل ُ ِعن َد ٓۥهُ َأ ۡج ٌر َع ِظي ٌم‬

"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya sebagian pasangan-pasangan kamu dan anak-anak kamu
adalah musuh bagimu. Maka berhati-hatilah terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan berpaling
serta mengampuni maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang• sesungguhnya harta-harta
kamu dan anak-anak kamu adalah ujian. Sedangkan Allah -di sisi Nya- terdapat ganjaran yang agung".

Kedua ayat itu memberi pelajaran tentang nasihat, dan hiburan kepada kaum muslimin yang ditimpa
keresahan akibat istri/ anak-anaknya. Seolah-olah ayat tersebut mengungkapkan bahwa di lain sisi
seorang istri yang yang menampakkan cinta luar biasa dan anak-anak yang menunjukkan kecintaan dan
kebutuhannya kepadamu ialah musuh bagimu/ bagaikan musuh. Dikarenakan mereka dapat memalingkan
dan merayumu dari tuntutan agama/ menuntut diatas kemampuan kamu, sehingga kamu melakukan
pelanggaran. Untuk itu berhati-hatilah terhadap mereka.

Kemudian ayat tersebut berpesan agar kita selalu menjaga aib keluarga dengan tidak banyak
menceritakan kepada khalayak umum agar kita mudah memaafkan mereka, sebagaimana Allah yang Maha
Luas ampunanNya serta kasih-sayangNya.

Memang tidak seluruhnya mereka bersifat demikian, untuk itu kata "min" dalam al-Qur'aan diartikan
"‫( "بعّض‬sebagian). Namun ketahuilah bahwa semua harta benda dan anak-anak adalah ujian terhadap diri
kamu. Tentang bagaimana kamu mengolah dan membelanjakannya serta memperolehnya, bagaimana engkau
mendidik dan mengajari anak-anakmu yang mana keduanya membutuhkan perjuangan dan pengorbanan,
untuk itu Allah tidak sesekali menyia-nyiakan pengorbananmu, karena di sisiNya lah engkau mendapat
ganjaran yang agung.

b. Pendidikan Nabi SAW terhadap keluarganya

Keluarga merupakan wahana yang mampu menyediakan kebutuhan biologis anak, dan sekaligus
memberikan pendidikannya sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang dapat hidup dalam masyarakat
sambil menerima dan mengolah serta mewariskan kebudayaannya. Keluarga merupakan pendidikan pertama
dan bersifat alamiah yang dipersiapkan untuk menjalani tingkatan-tingkatan perkembangan untuk
memasuki dunia orang dewasa. Karenanya keluarga harus diselamatkan dan terjaga ke- sakinahannya guna
menjaga keberlangsungan pendidikan anak-anak, dan masa depan semua anggota keluarga. Berikut
gambaran Nabi dalam memberi tauladan mendidik anak:

‫ فإذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها‬.‫مروا الصبي بالصالة إذا بلغ سبع سنين‬

"Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika sudah berusia 7 tahun, kemudian
jika sudah melampaui 10 tahun maka tegaskanlah mereka untuk melaksanakan shalat".

(HR. Ahmad, abu Daud dan at-Turmudzi).

)‫ص َدقَةٌ (رواه متفق عليه‬


َ ُ‫ق ال َّر ُج ُل َعلَى اَ ْهلِ ِه يَحْ تَ ِسبُهَا فَهُ َو لَه‬ َ َ‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ َ‫ اِ َذا اَ ْنف‬:‫ال‬ َ ‫ض َى هللاُ َع ْنهُ ع َْن النَّبِي‬
َّ ‫صل‬ ِّ ‫ع َْن َأبِى َم ْسعُوْ ٍد البَ ْد ِر‬
ِ ‫ي َر‬

Artinya: “Dari Abu Mas’ud Badri r.a. dari Nabi SAW bersabda: apabila seorang lelaki memberikan
nafkah kepada keluarganya dengan rela maka yang demikian itu suatu sedekah baginya.” (HR. Mutafaq
‘Alaih)

c. Pendidikan Sahabat terhadap keluarganya


1. Fungsi biologik; yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak; secara biologis anak berasal
dari orang tuanya. Mula-mula dari dua manusia, seorang pria dan wanita yang hidup bersama dalam
ikatan nikah, kemudian berkembang dengan lahirnya anak-anaknya sebagai generasi penerus atau
dengan kata lain kelanjutan dari identitas keluarga.
2. Fungsi afeksi; yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan
kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman).
3. Fungsi sosialisasi; yaitu fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi
sosial dalam keluarga anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-
nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya.
4. Fungsi pendidikan; yaitu keluarga sejak dahulu merupakan institusi pendidikan. Dahulu keluarga
merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan
ekonomi di masyarakat. Sekarang pun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama
dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak. Selain itu keluarga/orang tua menurut
hasil penelitian psikologi berfungsi sebagai faktor pemberi pengaruh utama bagi motivasi belajar
anak yang pengaruhnya begitu mendalam pada setiap langkah perkembangan anak yang dapat
bertahan hingga ke perguruan tinggi.
5. Fungsi rekreasi; yaitu keluarga merupakan tempat/medan rekreasi bagi anggotanya untuk
memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan.
6. Fungsi keagamaan; yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara dan ibadah agama bagi para
anggotanya, di samping peran yang dilakukan institusi agama. Fungsi ini penting artinya bagi
penanaman jiwa agama pada si anak sayangnya sekarang ini fungsi keagamaan ini mengalami
kemunduran akibat pengaruh sekularisasi. Hal ini sejalan dengan Hadits Nabi SAW yang
mengingatkan para orang tua. Setiap anak dilahirkan secara fitrah, orang tuanyalah yang akan
menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.
7. Fungsi perlindungan; yaitu keluarga berfungsi memelihara, merawat dan melindungi si anak baik
fisik maupun sosialnya.

Peranan keluarga dalam pendidikan Islam

1) Orang tua sebagai pendidik keluarga


 Mendidik dengan ketauladanan
 Mendidik dengan adab pembiasaan dan latihan
 Mendidik dengan nasehat
 Mendidik dengan pengawasan
 Orang tua sebagai pemelihara dan pelindung keluarga

A. METODE PENDIDIKAN PADA SURAH AL-MAIDAH AYAT 67.

‫َّاس ؕ اِ َّن ال ٰلّهَ اَل يَ ۡه ِدى ا َۡقل ۡو َم ا ۡل ٰـك ِف ِر ۡي َن‬


‌ِ ‫ك ِم َن الن‬ ِ ‫ك ؕ واِ ۡن مَّل مۡ تَ ۡعف ۡل فَما بلَّ ۡغت ِر ٰسلَـتَهٗ‌ ؕ وال ٰلّه ي ۡع‬
َ ‫ص ُم‬ َُ َ َ َ َ َ ۡ ِ َ ‫الر ُس ۡو ُل َبلِّ ۡغ َماۤ ۡانُِز َل اِلَ ۡي‬
َ ‌َ ِّ‫ك من َّرب‬ َّ ‫ٰيـۤاَيُّ َها‬

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu

kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah

memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada

orang-orang yang kafir”.


Ayat ini menganjurkan kepada Nabi Muhammad agar tidak perlu takut menghadapi gangguan

dari mereka dalam membentangkan rahasia dan keburukan tingkah laku mereka itu karena Allah

menjamin akan memelihara Nabi Muhammad dari gangguan orang-orang kafir Quraisy maupun

orang-orang Yahudi (Kementrian Agama RI, 2010:437).

Kisah ini diceritakan sangat indah oleh Ibnu Katisr dalam menafsirkan Surat Al-Maidah

ayat 67 ini. Beliau menguraikan : Pada awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah

kenabian. Namun karena ada dukungan lansung dari Allah maka keberanian itu muncul. Dukungan

dari Allah sebagai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam

menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, di belakangnya ada semangat “Agung”, ada pemberi

motivasi yang sempurna yaitu Allah SWT. Begitu pun dalam proses pembelajaran harus ada

keberanian, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi sebagai

pewarisan nilai merupakan amanat agung yang harus diberikan. Bukankah nabi berpesan ; “yang

hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir” .

Dalam ayat tersebut terdapat kalimat “Balligh” yang artinya “Sampaikanlah”. Balligh berasal

dari kata Al-Balagh atau Al-Bulugh yaitu sampai ke tujuan yang dimaksud baik berupa tempat,

masa atau lainnya. Sedangkan masdarnya tabligh berarti ajakan atau seruan yang jelas dan

gamblang karena masa awal-awal Islam tabligh tersebut disampaikan secara sembunyi-sembunyi.

Secara bahasa, Tabligh berasal dari kata balagha, yuballighu, tablighan, yang berarti

menyampaikan. Tabigh adalah kata kerja “transtif”, yang berarti membuat seseorang sampai,

menyampaikan, atau melaporkan, dalam arti menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Dalam bahasa

Arab, orang yang menyampaikan disebut Mubaligh.

Tabligh adalah, “Memberikan informasi yang benar, pengetahuan yang berdasarkan fakta, dan

hakikat pasti yang bisa membantu seseorang untuk membentuk pendapat yang tepat.

QS Al-Maidah ayat 67 ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW supaya

menyampaikan segala yang telah diturunkan kepadanya tanpa menghiraukan besarnya tantangan

yang akan dihadapinya. Dalam melaksanakan tugas tabligh ini, beliau menunjukkan metode langsung,

baik berupa contoh, maupun ajakan.


Rasulullah Saw merupakan teladan terbesar buat umat manusia, beliau adalah seorang

pendidik, seorang yang memberi petunjuk kepada manusia dengan tingkah lakunya sendiri terlebih

dahulu sebelum dengan kata-kata yang baik.

Nilai tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas, yaitu bahwa metode tabligh

adalah suatu metode yang dapat diperkenalkan dalam dunia paendidikan modern. Yaitu suatu

metode pendidikan dimana guru tidak sekadar menyampaikan pengajaran kepada murid, akan tetapi

dalam metode itu terkandung beberapa persyaratan guna terciptanya efektivitas proses belajar

mengajar. Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah :

a) Aspek kepribadian guru yang selalu menampilkan sosok uswah hasanah, suri tauladan yang

baik bagi murid-muridnya.

b) Aspek kemampuan intelektual yang memadai.

c) Aspek penguasaan metodologis yang cukup sehingga mampu meraba dan membaca kejiwaan

dan kebutuhan murid-muridnya.

d) Aspek spiritualitas dalam arti pengamal ajaran Islam yang istiqomah.

Apabila keempat persyaratan di atas dipenuhi oleh seorang guru, maka materi yang disampaikan

kepada murid akan merupakan qoulan baligha, yaitu ucapan yang komunikatif dan efektif.

B. METODE PENDIDIKAN PADA SURAH AN-NAHL AYAT 125

‫ض َّل َع ْن َسبِْيلِهٖ َو ُه َو اَ ْعلَ ُم بِال ُْم ْهتَ ِديْ َن‬ ِ ۗ ِ ِ ِ ِ َ ِّ‫اُْدع اِىٰل سبِي ِل رب‬
َ َّ‫ْم ِة َوال َْم ْو ِعظَِة احْلَ َسنَ ِة َو َجادهْلُ ْم بِالَّيِت ْ ه َي اَ ْح َسنُ ا َّن َرب‬
َ ‫ك ُه َو اَ ْعلَ ُم مِب َ ْن‬ َ ‫ك باحْل ك‬ َ َْ ُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan

bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui

tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk”.

Dalam tafsir Al-Maroghi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dianjurkan untuk meniru

Nabi Ibrahim yang memiliki sifat-sifat mulia, yang telah mencapai puncak derajat ketinggian

martabat dalam menyampaikan risalanya (Maraghi, 1987:289). Allah berfirman:


‫ك اَ ِن اتَّبِ ْع ِملَّةَ اِْب ٰر ِهْي َم َحنِْي ًفا‬ ِ
َ ‫مُثَّ اَْو َحْينَٓا الَْي‬
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang

hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang memper-sekutukan Tuhan. Seruan disini

dengan macam-macam nasihat dan pengajaran yang telah Allah terangkan dalam Al-Qur’an untuk

menjadi hujjah terhadap mereka, dan debatlah dengan cara yang paling baik (Ash – Shiddieqy,

1969: 157).

Setidaknya ada tiga metode Pendidikan yang terkandung pada ayat diatas yaitu metode Al-

Hikmah, metode Mauidzotul Hasanah, dan Metode Mujadalah.

1. Metode Al-HikmaH

2. Metode Mau’idzotul Hasanah

3. Metode Mujadalah

METODE PENDIDIKAN PADA SURAH AL-A’ROF AYAT 176-177

ِۚ ِ ِ ِ ْ ۗ ‫ث اَو َتْتر ْكه يْله‬ ِ ِ ِ ِ ۚ ‫ض واتَّبع ه ٰوى ۚهُ فَمَثلُهٗ َكمثَ ِل الْ َكْل‬ ِ ِ ‫هِب‬ ِ
‫ص لَ َعلَّ ُه ْم‬
َ ‫ص‬
َ ‫ص الْ َق‬ ُ ْ‫ك َمثَ ُل الْ َق ْوم الَّذيْ َن َك َّذبُ ْوا بِاٰيٰتنَا فَاق‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ث ٰذل‬ َ َ ُ ُ ْ ْ ‫ب ا ْن حَتْم ْل َعلَْيه َيْل َه‬ َ َ َ َ َ َ ِ ‫لَ ْو شْئ نَا لََر َف ْعنٰهُ َا َوٰلكنَّهٗٓ اَ ْخلَ َد اىَل ااْل َْر‬
١٧٦ - ‫َيَت َف َّكُر ْو َن‬

١٧٧ - ‫َساۤءَ َمثَاًل ۨالْ َق ْو ُم الَّ ِذيْ َن َك َّذبُ ْوا بِاٰيٰتِنَا َواَْن ُف َس ُه ْم َكانُ ْوا يَظْلِ ُم ْو َن‬

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat

itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka

perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu

membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang

mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisahkisah itu agar mereka

berfikir. 176. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayatayat Kami dan

kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. 177”.

Quraish shihab menafsirkan surat An Nahl 176 sebagai berikut: Jika Kami menghendaki

untuk mengangkat derajatnya ke golongan orang baik, niscaya Kami lakukan dengan memberinya

petunjuk untuk mengamalkan ayat-ayat yang Kami turunkan. Akan tetapi dia lebih memilih

tersungkur di bumi dan tidak mengangkat derajatnya ke langit. Dia selalu mengikuti hawa nafsunya

yang rendah. Keadaannya yang selalu berada dalam gundah gulana dan sibuk mengejar hawa nafsu

duniawi, persis seperti anjing yang selalu menjulurkan lidah, baik saat dihalau maupun tidak, karena
begitu kuatnya bernafas. Begitu jugalah seorang hamba dunia, selalu tergila-gila dengan

kesenangan dan hawa nafsu duniawi. Sesungguhnya ini merupakan perumpamaan orang-orang yang

mendustakan ayat-ayat yang Kami turunkan. Maka, ceritakanlah, wahai Nabi, kisah ini kepada

kaummu, agar mereka berfikir dan beriman."

Dari ayat diatas terkandung metode Pendidikan yang sering kali kita dengar dari guru kita

dalam mengajar yaitu metode perumpamaan dan metode kisah. Metode ini sangat lazim dan

mungkin metode ini paling disukai oleh murid, dikarenakan murid dapat menyimpulkan dan

mengambil pelajaran baik dari kisah-kisah atau perumpamaan yang disampaikan oleh guru.

1. Metode Perumpamaan

2. Metode Kisah

C. METODE PENDIDIKAN PADA SURAH IBROHIM AYAT 24-25

ٍ ِ ٰ ‫اَمَل َتر َكيف ضر‬


٢٤ - ‫الس َماۤ ۙ ِء‬ ٌ ِ‫صلُ َها ثَاب‬
َّ ‫ت َّو َف ْرعُ َها ىِف‬ ْ َ‫ب اللّهُ َمثَاًل َكل َمةً طَيِّبَةً َك َش َجَر ٍة طَيِّبَة ا‬
َ ََ َ ْ َ ْ

ِ ‫ال لِلن‬
٢٥ - ‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم َيتَ َذ َّكُر ْو َن‬ َ َ‫ب ال ٰلّهُ ااْل َْمث‬ ْ َ‫تُْؤ يِت ْٓي اُ ُكلَ َها ُك َّل ِحنْي ٍ ۢبِاِ ْذ ِن َر ِّب َه ۗا َوي‬
ُ ‫ض ِر‬

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik

seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,24. pohon itu

memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-

perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.25.”

Ayat ini mengajak siapapun yang dapat melihat yakni merenung dan memperhatikan, dengan

menyatakan: “Tidakkah kamu melihat, yakni memerhatikan, bagaimana Allah telah membuat perumpamaan

kalimat yang baik? Kalimat itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh menghujam kebawah sehingga tidak

dapat dirobohkan oleh angin dan cabangnya tinggi (menjulang) ke langit yakni keatas. Pohon itu

memberikan buahnya pada Setiap waktu, yakni musim, dengan seizin Tuhannya sehingga tidak ada satu

kekuatan yang dapat menghalangi pertumbuhan dan hasilnya yang memuaskan. Demikianlah Allah membuat

perumpamaan-perumpamaan, yakni memberi contoh dan permisalan untuk manusia supaya dengan demikian

makna-makna abstrak dapat ditangkap melalui hal-hal konkret sehingga mereka selalu ingat (Quraish

Shihab, 2002:365).
Garis besar yang dapat ditarik dari penjelasan Q.S. Ibrahim ayat 24-25, dalam ruang

lingkup pendidikan menggunakan 2 metode, yaitu:

1) Metode perumpamaan

2) Metode kontemplasi

1. Surat Al-Maidah ayat 67 :

Dalam ayat di atas menjelaskan bahwa kita selaku umat nabi Muhammad S.A.W harus

meniru dan mensuri tauladani akhlak nabi Muhammad s.a.w, baik dalam kehidupan sehari-hari

maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi keluarga dan orang tua hendaklah mendidik

anaknya dengan cara meniru akhlak rosululloh sehingga terciptalah norma-norma islam dan

kepribadian dalam diri anak tersebut. Dalam ayat ini menggunakan metode suri tauladan dalam

ruang lingkup pendidikan.

2. Surat An-Nahl ayat 125

Dalam ayat di atas terdapat beberapa metode pengajaran, yaitu :

a) Metode hikmah (pelajaran).

b) Metode nasihat yang baik

c) Metode bantahan yang baik dan perkataan yang lemah lembut

3. Surat Al-A’raf ayat 176-177

Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa bagi orang-orang yang mengamalkan ayat-ayat

Allah akan di tinggikan derajatnya, dan apabila bagi orang-orang yang tidak mengamalkan ayat-

ayat Allah karena cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa narfsunya. maka Allah tidak

akan memberikan hidayah baginya. Orang yang seperti itu diumpamakan seperti seekor anjing

apabila dihalau ia mengululurkan lidahnya dan apablia dibiarkan ia mengulurkan lidahnya pula.

Begitu hinanya orang yang tidak mengamalkan ayat-ayat Allah sehingga Allah akan memberikan

peringatan kepada orang yang demikian itu. Dalam ayat ini menggunakan metode cerita dalam

ruang lingkup pendidikan.

4. Surat Ibrahim ayat 24-25

Ayat tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita untuk merenungi dan mentafakuri

ciptaan Allah agar dapat diambil hikmah dan pelajarannya. Seperti ayat-ayat Allah yang
memiliki kandungan-kandungan makna yang tersirat. Dan metode pengajaran dalam ayat ini

adalah kontemplasi.

1. Pandangan Al-Qur’an Tentang Kelemahan Manusia

Menurut Quraisy Syihab Istilah Insan terambil dari kata :

1. Insan, ins,dan nas atau unas yaitu memiliki arti jinak, harmonis dan tampak.

2. Basyar, yang terambil dari akar kata berupa penampakan hal.yang baik dan indah, begitu pula

dari akar kata basyarah yang berarti kulit. Manusia disebut basyar karena kulitnya begitu

tampak jelas yang membedakannya dengan hewan. Kata basyar juga disebutkan dibagian lain

dalam Al-Qur'an bahwa kata basyar digunakan untuk menunjukkan proses kejadian manusia

sebagai basyar melalui tahap-tahap smencapai kedewasaan. Sehingga di sini tampak bahwa

kata Basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia yang menjadikannya sebab

manusia mampu memikul amanah sebab itu pula tugas kekhalifahan dipikul kepada Basyar

seperti yang dijelaskan dalam Alquran surat Al Hijr ayat 28-29 :


ٓ
ُ ‫ فَاِ َذا َسو َّۡيتُهٗ َونَفَ ۡخ‬, ‫ون‬
َ‫ت فِ ۡي ِه ِم ۡن رُّ ۡو ِح ۡى فَقَع ُۡوا لَهٗ ٰس ِج ِد ۡين‬ َ ٰ ‫ص ْل‬
ٍ ُ‫ص ٍل ِّم ْن َحمٍَإ َّم ْسن‬ ٌ ۢ ِ‫ال َربُّكَ لِ ْل َم ٰلَِئ َك ِة ِإنِّى ٰ َخل‬
َ ‫ق بَ َشرًا ِّمن‬ َ َ‫َوِإ ْذ ق‬
Artinya :

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sungguh, Aku akan

menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk (28),

Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh

(ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud."(29)

1. Bani adam yaitu keturunan nabi adam.

Manusia memiliki kelebihan diantaranya adalah ;

a) Dijadikan sebagai khalifah di bumi, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an

surat 2 ayat 30 :

ٰٓ ۡ
َ ‫ك َونُقَدِّسُ لَـ‬
‫ك‌ؕ قَا َل اِنِّ ۡ ٓى‬ َ ‫ٓاء َون َۡحنُ نُ َسبِّ ُح بِ َحمۡ ِد‬ ُ ِ‫ض خَ لِ ۡيفَةً ؕ قَالُ ۡ ٓوا اَت َۡج َع ُل فِ ۡيهَا َم ۡن ي ُّۡف ِس ُد فِ ۡيهَا َويَ ۡسف‬
َۚ ‫ك ال ِّد َم‬ ‫اۡل‬
ِ ‫ال َربُّكَ ِلل َمل ِٕٮ َك ِة اِنِّ ۡى َجا ِع ٌل فِى ا َ ۡر‬ َ َ‫َواِ ۡذ ق‬
َ‫اَ ۡعلَ ُم َما اَل ت َۡعلَ ُم ۡون‬

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan

khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak
dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan

nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia memiliki kelebihan yang banyak.

b) Dimuliakan Allah dan diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, sebagaimana

yang telah disebutkan dalam Al-qur’an surat ke 17 ayat 70 :

ِ ‫ت َوفَض َّۡل ٰنهُمۡ ع َٰلى َكثِ ۡي ٍر ِّم َّم ۡن خَ لَ ۡقنَا ت َۡف‬


‫ض ۡياًل‬ ۡ ‫َولَـقَ ۡد َكرَّمۡ نَا بَنِ ۡۤى ٰا َد َم َو َح َم ۡل ٰنهُمۡ فِى ۡالبَرِّ َو ۡالبَ ۡحر َو َر‬
ِ ‫زَق ٰنهُمۡ ِّمنَ الطَّي ِّٰب‬ ِ
”Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat

dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di

atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”

c) Diberi alat indra dan akal sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-qur’an surat 16

ayat 78 :
ٰ ‫َوهّٰللا ُ اَ ۡخ َر َج ُكمۡ ِّم ۢۡن بُطُ ۡو ِن اُ َّم ٰهتِ ُكمۡ اَل ت َۡعلَ ُم ۡونَ ش َۡيـــًٔا ۙ َّو َج َع َل لَـ ُك ُم السَّمۡ َع َوااۡل َ ۡب‬
َ‫ص َر َوااۡل َ ۡفـِٕ َدةَ‌ ۙ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكر ُۡون‬
(“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu

pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu

bersyukur”.)

karena diberi akal itulah manusia harus mempertanggungjawabkan segla apa yang telah

menjadi amanahnya

Manusia juga memiliki banyak kelemahan, diantaranya adalah :

a) Manusia adalah makhluk yang lemah sebagaimana yang disebutkan dalam surat ke-4 ayat

28 :

َ ِ‫ي ُِر ۡي ُد هّٰللا ُ اَ ۡن يُّخَ فِّفَ ع َۡن ُكمۡ‌ۚ َو ُخل‬


َ ُ‫ق ااۡل ِ ۡن َسان‬
‫ض ِع ۡيفًا‬

(“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat)

lemah.”)

Ayat ini menunjukkan bahwa manusia itu lemah terutama dalam mengendalikan nafsu

syahwat dan oleh karena itu Allah memberikan jalan keluar sehingga manusia laki-laki

dapat menikahi perempuan 4 jika memang dia sanggup dan adil

b) Manusia memiliki kecenderungan yang tidak bersyukur sebagaimana yang telah

disebutkan dalam Al-Qur’an surat ke 39 ayat 49 :


َ‫َو ِم ۡنهُمۡ َّم ۡن يَّقُ ۡو ُل ۡائ َذ ۡن لِّ ۡى َواَل ت َۡفتِنِّ ۡى‌ ؕ اَاَل فِى ۡالفِ ۡتنَ ِة َسقَطُ ۡوا‌ ؕ َواِ َّن َجهَـنَّ َم لَ ُم ِح ۡيطَةٌ ۢ بِ ۡال ٰـكفِ ِر ۡين‬
(“Dan di antara mereka ada orang yang berkata, "Berilah aku izin (tidak pergi

berperang) dan janganlah engkau (Muhammad) menjadikan aku terjerumus ke dalam

fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sungguh,

Jahanam meliputi orang-orang yang kafir.”)

c) Manusia bersifat sombong, yaitu tidak pandai berterima kasih dan juga mudah putus

asa sebagaimana di surat 17 ayat 67

َ ‫َواِ َذا َم َّس ُك ُـم الضُّ رُّ فِى ۡالبَ ۡح ِر‬


ۡ‫ض َّل َم ۡن ت َۡدع ُۡونَ اِاَّل ۤ اِيَّاهُ‌ ۚ فَلَ َّما نَ ٰ ّجٮ ُكم‬
(”Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (bi-asa) kamu

seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling

(dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur.”)

Allah menegaskan bahwa tabiat manusia cenderung melupakan nikmat yang mereka

terima dan selalu tidak beriman atau tidak mau berterima kasih kepada Zat yang

memberikan nikmat.

d) Manusia bersifat tergesa-gesa sehingga dapat membahayakan dirinya dan bila ia berdoa

kepada Allah ya ingin segera diijabah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat 21

ayat 37 :
‫ور ۡي ُكمۡ ٰا ٰيتِ ۡى فَاَل ت َۡست َۡع ِجلُ ۡو ِن‬
ِ ُ ‫ق ااۡل ِ ۡن َسانُ ِم ۡن َع َج ٍل‌ؕ َسا‬
َ ِ‫ُخل‬
(”Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu

tanda-tanda (kekuasaan)-Ku. Maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya.”)

e) Manusia bersifat pelit sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat 17 ayat 100 :
‫اق‌ ؕ َو َكانَ ااۡل ِ ۡن َسانُ قَتُ ۡورًا‬
ِ َ‫خَشيَةَ ااۡل ِ ۡنف‬
ۡ ۡ‫قُلْ لَّ ۡو اَ ۡنـتُمۡ تَمۡ لِ ُك ۡونَ خَ َز ِٕٓاٮنَ َر ۡح َم ِة َرب ِّۡۤى اِ ًذا اَّل َمۡ َس ۡكتُم‬

(“Katakanlah (Muhammad), "Sekiranya kamu menguasai perbendaharaan rahmat

Tuhanku, niscaya (perbendaharaan) itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya."

Dan manusia itu memang sangat kikir.”)

f) Manusia Suka mengeluh sebagaimana yang dijelaskan bahwa manusia Suka mengeluh

surat 70 ayat 20 :
‫اِ َذا َم َّسهُ ال َّشرُّ َج ُز ۡوعًا‬

(“Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah”)


g) Manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat maksiat terus-menerus dan

bertindak melampaui batas. Karena manusia itu sendiri memiliki hawa nafsu dan hawa

nafsu mudah dipengaruhi sebagaimana surat ke 75 ayat 5 :


ۚ‌ٗ‫بَ ۡل ي ُِر ۡي ُد ااۡل ِ ۡن َسانُ لِيَ ۡفج َُر اَ َما َمه‬
(“Tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus.”)

2. Tafsir Al-Qur’an Tentang Kelemahan Diri Manusia

 Tafsir Al-Qur’an Surat Al-ma’arij Ayat 19-27

‫ َواِ َذا َم َّسهُ ۡالخَ ۡي ُر َمنُ ۡوعًا‬,‫ اِ َذا َم َّسهُ ال َّشرُّ َج ُز ۡوعًا‬,ۙ ‫ق هَلُ ۡوعًا‬
َ ِ‫اِ َّن ااۡل ِ ۡنسَانَ ُخل‬

"Sesungguhreya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kihir (19) Apabila ia ditimpa

kesusahan ia berkeluh kesah (20) dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (21)." (Qs. AI

Ma'aarij 70 : 19-21)

Al-hala’ menurut Bahasa adalah sangat kikir dan sangat buruk lagi sangat keji gelisahnya.

Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh qotadah, Mujahid dan yang lainnya. Dikatakan

“Hali’a yahla’u, fahuwa Hali’un,”menunjukkan makna sering gelisah.

Makna firman Allah itu adalah, bahwa manusia itu tidak dapat bersabar, baik atas kebaikan

maupun keburukan, sehingga dia melakukan sesuatu yang tidak semestinya pada kebaikan dan

keburukan.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

‫شَرُّ َمااُ ْع ِط َي ْال َع ْب ُد ُشحٌّ هَالِ ٌع َو ُجب ٌْن خَالِ ٌع‬

Seburuk-buruk sifat yang diberikan kepada seorang hamba adalah kikir yang gelisah dan sifat

sangat penakut”1

Sehingga dapat dipahami dari makna tersebut bahwa manusia diciptakan dengan keadan

halu’a yaitu suka mengelluh dalam suatu kegelisahan dengan lari dari sesuatu yang tidak disukainya,

sehingga Allah memerintahkan untuk beribadah dan menginfakkan sesuatu yang dicintainya dan

bersabar atas sesuatu yang tidak disukainya.

1
Terjemah qurtubi, Muhammad Ibrahim Al-Hifwani, hal : 245-246
ِ ‫ َوٱلَّ ِذينَ هُم ِّم ْن َع َذا‬٢٦ ‫ص ِّدقُونَ بِيَوْ ِم ٱلدِّي ِن‬
‫ب‬ ِ ‫ لِّلسَّٓاِئ ِل َو ْٱل َمحْ ر‬٢٤ ‫ق َّم ْعلُو ۭ ٌم‬
َ ُ‫ َوٱلَّ ِذينَ ي‬٢٥ ‫ُوم‬ ٌّ ۭ ‫ َوٱلَّ ِذينَ فِ ٓى َأ ْم ٰ َولِ ِه ْم َح‬٢٣ َ‫صاَل تِ ِه ْم دَٓاِئ ُمون‬
َ ‫ ٱلَّ ِذينَ هُ ْم َعلَ ٰى‬٢٢ َ‫صلِّين‬َ ‫ِإاَّل ْٱل ُم‬
٢٧ َ‫َربِّ ِهم ُّم ْشفِقُون‬

"Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan

orang-orang ` yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yartg meminta

dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang

mempercayai hart pembalasan, dan orang-oTang yang takut terhadap adzab Tuhannya.

Kecuali orang-orang yang sholat, firman Allah ini menunjukkan bahwa yang dituju pada ayat

sebelumnya adalah orang-orang kafir, namun ibnu mas’ud berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan Mushollin adalah orang-orang yang menunaikan sholat pada waktunya. Adapun meninggalkan

shalat, itu merupakan tindakan kekafiran.

Dapat dipahami dari surat alma’arij ayat 19-27 ini, yaitu orang-orang yang bersifat suka

mengeluh, gelisah, dan yang kikir dikecualikan terhadap orang-orang yang senantiasa mendirikan

sholat, orang-orang yang menunaikan zakat, orang-orang yang miskin namun memelihara

kehormatannya dengan tidak meminta-minta, orang-orang yang percaya akan hari pembalasan, dan

orang-orang yang takut terhadap adzab tuhannya. 2

Maka pengecualian inilah yang akan menjadikan manusia itu tidak akan mudah mengeluh

dalam keadaan Bahagia maupun tertimpa musibah.

 Tafsir Al-Qur’an Surat Arrum Ayat 53.

َ ‫َو َم ۤا اَ ۡنتَ بِ ٰه ِد ۡالعُمۡ ِى ع َۡن‬


َ‫ض ٰللَتِ ِهمۡ‌ؕ اِ ۡن تُ ۡس ِم ُع اِاَّل َم ۡن ي ُّۡؤ ِمنُ بِ ٰا ٰيتِنَا فَهُمۡ ُّم ۡسلِ ُم ۡون‬

“dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta atau (buta

mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan dalam kurung (petunjuk

Raab) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat kami mereka itulah orang-

orang yang Berserah diri (kepada kami)"

Dalam ayat sebelumnya Allah SWT berfirman "Sebagaimana kamu tidak kuasa memberi

pendengaran orang-orang yang mati di dalam kuburnya dan kata-katamu tidak mampu dijangkau

oleh orang tuli yang tidak dapat mendengar maka demikian pula engkau tidak memberi petunjuk

kepada orang-orang yang buta dari kebenaran serta menggiring mereka dari kesesatan titik akan

2
Tafsir Jalalain lilimam jalalain
tetapi, Serahkan semua itu kepada Allah Karena Allah dengan kekuasaannya orang-orang yang mati

dapat mendengar berbagai suara orang yang hidup jika dia menghendaki memberikan Hidayah

kepada siapa saja yang dikehendakinya dan menyesatkan Siapa saja yang dikehendakinya maka hal

ini manusia tidak akan dapat berkuasa dan menjangkau siapapun selain Allah sehingga Allah

berfirman " dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk roob)melainkan kepada orang-orang

yang beriman dengan ayat-ayat kami, mereka itulah orang-orang yang Berserah diri kepada kami)

yaitu orang-orang yang tunduk, orang-orang yang menerima dan orang-orang yang taat, mereka

itulah orang-orang yang mendengar kebenaran dan mengikutinya itulah keadaan orang-orang yang

beriman.

Dalam ayat ini dapat dipahami bahwa manusia memiliki sifat yang lemah karena hanya allah-

lah yang maha kuasa sehingga manusia dengan kelemahannya tidak akan mampu merubah seseorang

atau memperdengarkan petunjuk Allah selain kepada orang-orang yang beriman. 3 (ibnu katsir jilid 6

hal 385-386)

 Tafsir Al-Qur’an Surat Yasin ayat 7


‫خَص ۡي ٌم ُّمبِ ۡي ٌن‬
ِ ‫اَ َولَمۡ يَ َر ااۡل ِ ۡن َسانُ اَنَّا خَ لَ ۡق ٰنهُ ِم ۡن نُّ ۡطفَ ٍة فَاِ َذا ه َُو‬
(“Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata

dia menjadi musuh yang nyata!.”)

Mujahid , Ikrimah, Urwah bin az – Zubair, as-Suddi dan Qaradah berkata : Ubay bin Khalaf

datang kepada Nabi. Sedangkan ia membawa satu tulang yang hancur di tangannya . Dia membuang

dan menaburkannya ke udara sambil berkata : “ Hai Muhammad! Apakah engkau mengira bahwa

Allah akan membangkitkan ini kembali ?” Rasulullah ber sabda : “Ya . Allah Ta'ala akan

mematikanmu , kemudian Dia bangkitkan kamu , lalu Dia kumpulkan kamu ke dalam api Neraka.”

Maka turunlah akhir surat Yaasiin ini , “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami

menciptakannya dari setitik air ( mani ) , maka tiba tiba ia menjadi penantang yang nyata !” Ibnu

Abi Hatim berkata : “Atas dasar apa pun , makna ayat ini adalah umum untuk semua orang yang

mengingkari hari kebangkitan . Sedangkan alif dan lam yang terdapat di dalam firman Allah Ta'ala ,

y adalah untuk jenis yang mencakup setiap orang yang mengingkari hari kebangkitan.” bahwa Kami

menciptakannya dari setitik air ( mani ) , maka tiba - tiba ia menjadi penantang yang nyata”. yaitu ,

apakah orang yang mengingkari hari kebangkitan tidak mengambil petunjuk dari awal penciptaan

3
Ibnu Kasit jilid 6, M Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan Alatsari, 2004 hal : 385-386
sebagai dalil adanya pengembalian? Sesungguhnya Allah telah memulai penciptaan manusia dari

setetes air yang hina , lalu Dia menciptakannya dari sesuatu yang rendah, lemah dan hina. 4

Sebagian manusia tidak percaya tentang adanya hari Kebangkitan, maka Pada ayat ini Allah

mengingatkan mereka kepada kekuasaan-Nya dalam menciptakan manusia, sebagai bagian dari

seluruh makhluk-Nya. Asiyat tersebut menunjukkan keheranan terhadap manusia, apakah manusia

itu tidak berfikir dan tidak memperhatikan bahwa Allah telah menciptakannya dari setetes air

mani, tetapi kemudian setelah melalui proses, ia lahir ke dunia dalam bentuk manusia sempurna,

kemudian ia menjadi orang yang bersikap memusuhi Allah dan rasul-Nya. Sikap semacam tidak

dapat diterima oleh pikiran yang sehat.

 Tafsir Al Qur’an surat al-ahzab ayat 72


‫ال فَاَبَ ۡينَ اَ ۡن ۡح ِم ۡلنَهَا َواَ ۡشفَ ۡقنَ ِم ۡنهَا َو َح َملَهَا ااۡل ِ ۡن َسانُ ؕ اِنَّهٗ َكانَ ظَلُ ۡو ًما َجه ُۡواًل‬
ِ َ‫ض َو ۡال ِجب‬ ‫ضنَا ااۡل َ َمانَةَ َعلَى السَّمٰ ٰو ِ اۡل‬
ِ ‫ت َوا َ ۡر‬ ۡ ‫اِنَّا ع ََر‬

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan Amanah, pada langit bumi dan gunung-gunung, dan semua

enggan untuk memikul Amanah tersebut dan mereka khawatir, dan dipikullah Amanah itu oleh

manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Amanah adalah iabadah yang apabila dikerjakan

mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan medapat dosa, lalu andaikan Allah menciptakan

langit, bumi, dan gunung-gunung sebuah pemahaman dan mampu berbicara, maka mereka takut

menanggung Amanah tersebut karena khawatir akan mengkhianatinya. Sesungguhnya manusia itu

dzolim yaitu terhadap dirinya sendiri atas apa yang menjadi amanahnya. Jahula yakni manusia itu

tidak mengerti apa yang dipikulnya.

Al - ' Aufi berkata dari Ibnu ' Abbas : " Yang dimaksud dengan al-Amanah adalah tidak

menghianatinya, , ketaatan yang ditawarkan kepada mereka sebelum ditawarkankepada Adam, akan

tetapi mereka tidak menyanggupinya . Lalu Allah berfirman kepada Adam : “Sesungguhnya Aku

memberikan amanah kepada langit dan bumi serta gunung - gunung , akan tetapi mereka tidak

menyanggupinya . Apakah engkau sanggup untuk menerimanya ? " Dia menjawab : " Ya Rabbku , apa

isinya ? Allah berfirman : ' Jika engkau berbuat baik , engkau akan diberikan balasan . Dan jika

engkau berbuat buruk , engkau akan disiksa . ' Lalu Adam menerima nya dan menanggungnya .

4
Ibnu Katsir jilid 6, M Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan Alatsari, 2004 hal : 667-668
ۡ ‫“ َو َح َملَهَــا ااۡل ِ ۡن َســانُ ؕ اِنَّهٗ َكــانَ ظَلُ ۡو ًمــا َجه‬Dan dipikullah amanat itu oleh manusia .
Itulah firman Allah : ‫ُــواًل‬

Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh . “

' Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ' Abbas : " Amanah adalah kewajiban - kewajiban yang

diberikan oleh Allah kepada langit , bumi dan gunung - gunung . Jika mereka menunaikannya , Allah

akan membalas mereka . Dan jika mereka menyia - nyiakannya , niscaya Allah akan menyiksa mereka

. Mereka enggan menerimanya dan menolaknya bukan karena maksiat , akan tetapi karena ta'zhim

( menghormati ) agama Allah kalau - kalau mereka tidak mampu menunaikannya . " Kemudian Allah

Ta'ala menyerahkannya kepada Nabi Adam , maka Nabi Adam menerimanya dengan segala

konsekuensinya . Itulah firman Allah : ‫ " َو َح َملَهَا ااۡل ِ ۡن َسانُ ؕ ِانَّهٗ َكانَ ظَلُ ۡو ًما َجه ُۡواًل‬Dan dipikullah amanat itn oleh

manusia . Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh , " yaitu pelanggar

( menyimpangkan ) perintah Allah.5

 Tafsir Qur’an surat Al-balad ayat 4-8


‫ اَلَمۡ ن َۡج َع ۡل لَّهٗ ع َۡين َۡي ۙ ِن‬,‫ اَيَ ۡح َسبُ اَ ۡن لَّمۡ يَ َر ٗۤه اَ َح ٌد‬,‫ت َمااًل لُّبَدًا‬
ُ ‫ يَقُ ۡو ُل اَ ۡهلَ ۡك‬,ۘ ‌‫ اَيَ ۡح َسبُ اَ ۡن لَّ ۡن ي َّۡق ِد َر َعلَ ۡي ِه اَ َح ٌد‬,ؕ‫لَقَ ۡد خَ لَ ۡقنَا ااۡل ِ ۡنسَانَ فِ ۡى َكبَ ٍد‬

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah 4. Apakah dia (manusia)

itu mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya? 5. Dia mengatakan, "Aku telah

menghabiskan harta yang banyak 6. Apakah dia mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang

melihatnya? 7. Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata 8. "”

Maksud dari lagfadz fikabad yaitu Lelah dan susah karena selalu menghadapi musibah-musibah

didunia dan kesengsaraan-kesengsaraan diakhirat. Ibnu jarir berpendapat bahwa yang dimaksud

adalah berbagaiurusan yang sulit lagi payah.

Dalam ayat ke-5, Allah bertanya apakah manusia yang selalu berada dalam kesulitan, dan

untuk bisa hidup harus mampu mengatasi kesulitan dengan menyombongkan dirinya melalui usaha

sendiri tanpa sadar Allah lah yang maha kuasa.

Menurut Qatadah maksud ayat 6-8 ini adalah “anak adam mengira bahwa mereka tidak akan

ditanya tentang harta tersebut, dari mana dia memperoleh dan kepada siapa dia menyalurkannya.”

Maka Allah mengetahui semuanya.6

5
Ibnu Katsir jilid 6, M Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan Alatsari, 2004 hal : 543-544
6
Ibnu Katsir jilid 8, M Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan Alatsari, 2004 hal : 474-475
Ayat-ayat tersebut menunjukkan betapa lemahnyha manusia seakan-akan manusia acuh dengan

kekuasaan Allah yang maha mengetahui atas segala sesuatu, sehingga manusia melakukan hal-hal

yang menentang perintah Allah dengan menyalurkan harta pada orang-orang yang tidak berhaq.

 Tafsir Qur’an surat An-nisa’ ayat 28-29


‫اض ِّم ۡن ُكمۡ‌ ۚ َواَل ت َۡقتُلُ ۡۤوا‬ ۤ َ ِ‫ي ُِر ۡي ُد هّٰللا ُ اَ ۡن يُّخَ فِّفَ ع َۡن ُكمۡ‌ۚ َو ُخل‬
ۤ ِ َ‫ ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا اَل ت َۡا ُكلُ ۡۤوا اَمۡ َوالَـ ُكمۡ بَ ۡينَ ُكمۡ بِ ۡالب‬,‫ض ِع ۡيفًا‬
ٍ ‫اط ِل اِاَّل اَ ۡن ُك ۡونَ تِ َجا َرةً ع َۡن تَ َر‬ َ ُ‫ق ااۡل ِ ۡن َسان‬
ً ‫اَ ۡنـفُ َس ُكمۡ‌ؕ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُكمۡ َر ِح ۡيما‬

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat Lemah 28. Wahai

orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil

(tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. Annisa’

ayat 28-29)

Maksud dar ayat ke-28 tersebut bahwa manusia memiliki keinginan yang mendorongnya

untuk menyimpang dan memiliki hawa nafsu untuk merendahkannya. Allah menghendaki keringanan

bagi kaum Muslimin, karena itu membolehkan mereka yang kurang sanggup memberi belanja kepada

perempuan merdeka untuk menikahi seorang hamba sahaya. Allah memberitahukan pula bahwa

manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah, terutama dalam menghadapi godaan hawa nafsunya.

Manusia harus menyadari kelemahan dirinya, karena itu perlu membentengi diri dengan iman yang

kuat agar mampu menahan hawa nafsunya.

ayat 29 menjelaskan tentang bagaimana manusia beriman mengelola harta sesuai dengan

syari’at. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekali-kali kamu saling memakan atau

memperoleh harta di antara sesamamu yang kamu perlukan dalam hidup dengan jalan yang batil ,

yakni jalan tidak benar yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat, kecuali kamu peroleh harta itu

dengan cara yang benar dalam perdagangan yang berlaku atas dasar saling ridha di antara kamu

yang tidak melanggar ketentuan syariat. Dan janganlah kamu membunuh dirimu atau membunuh

orang lain karena ingin mendapatkan harta. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu dan hamba-

hamba-Nya yang beriman.

1. Surat alma’arij ayat 19-27, yaitu orang-orang yang bersifat suka mengeluh, gelisah, dan yang kikir

dikecualikan terhadap orang-orang yang senantiasa mendirikan sholat, orang-orang yang

menunaikan zakat, orang-orang yang miskin namun memelihara kehormatannya dengan tidak
meminta-minta, orang-orang yang percaya akan hari pembalasan, dan orang-orang yang takut

terhadap adzab tuhannya.

2. Surah Ar-Rum ayat 53, dapat dipahami bahwa sannya manusia memiliki sifat yang lemah karena

hanya allah-lah yang maha kuasa sehingga manusia dengan kelemahannya tidak akan mampu

merubah seseorang atau memperdengarkan petunjuk Allah selain kepada orang-orang yang

beriman.

3. Surat yasin ayat 77, dapat dipahami bahwa sebagian manusia tidak percaya tentang adanya hari

Kebangkitan, dengan tidak mengharaukan bahwa Allah kuasa atas segala sesuatu.

4. Surat Al-Ahzab Ayat 72, dapat dipahami bahwa manusia lemah dengan sifatnya yang dzolim dan

bodoh, yaitu dzolim terhadap Amanah yang dipikulnya, dan manusia bodoh dengan artian tidak

engetahi apapun sebelumnya atas Amanah yang dipikulnya. Manusia berani menerima amanat

tersebut karena manusia mempunyai potensi. Tetapi, karena pada diri manusia terdapat ambisi dan

syahwat yang sering mengelabui mata dan menutup pandangan hatinya, Allah menyifatinya dengan

amat zalim dan bodoh karena kurang memikirkan akibat-akibat dari penerimaan amanat itu.

5. Surat Al-Balad 4-8 Ayat-ayat tersebut menunjukkan betapa lemahnya manusia Allah mensifati

manusia deng kepayahan, lalu seakan-akan manusia acuh dengan kekuasaan Allah yang maha

mengetahui atas segala sesuatu, sehingga manusia melakukan hal-hal yang menentang perintah

Allah dengan menyalurkan harta pada orang-orang yang tidak berhaq.

6. Surat An-nisa’ ayat 28-29 dapat dipahami bahwa kelemahan dalam diri manusia yang tidak mampu

melaksanakan diluar batas kemampuannya, maka Allah meringankan sesuatu tersebut.

Anda mungkin juga menyukai