Anda di halaman 1dari 5

Ditemani oleh von Koenigswald, pada tahun 1938 ketiganya mengunjungi Kali Baksoka

untuk mengetahui gambaran umum dan permasalahan geologi situs. Teilhard mencatat

keberadaan tiga teras yang kaya akan artefak, masing-masing pada ketinggian 2 m, 10

m, dan 25 m dari dasar sungai. Dia menghubungkan himpunan artefak Baksoka dengan

budaya Chellean di Eropa."“

Menurut Movius, budaya Pacitanian yang ditemukan di Kali Baksoka merupakan bagian dari
kompleks kapak perimbas-penetak (chopper-chopping taaLs complex) Asia Timur. Kompleks tersebut
meliputi kawasan Asia Tenggara, India Utara. dan Cina. Beberapa budaya setempat yang merupakan
bagian dari kompleks ini antara lain: Soanian di Punjab, Anyathian di Burma, Fingnoian di Thailand,
Tampanian di Malaysia, fabalwanian di Filipina, Zhoukoudianian di Cina, dan Pacitanian di Jawa.“9

Movius mengklasifikasikan alat-alat paleolitik di kawasan ini dalam beberapa kelompok,…“ yaitu:

1. Kapak perimbas (chopper): Alat batu inti atau serpih yang dicirikan dengan tajaman monofasial
yang membulat, lonjong, atau lurus, dihasilkan melalui pangkasan pada satu bidang dari sisi ujung
(distal) ke arah pangkal (proksimal). Ciri yang membedakan kapak perimbas dengan serut adalah
ukurannya; serut yang kasardan masif digolongkan sebagai kapak perimbas, sementara yang halus
dan kecil digolongkan serut…

2. Kapak penetak (chappr'ng tool): Alat batu inti yang dicirikan dengan pangkasan pada kedua bidang
(bifasial), dari bagian ujung ke arah pangkal alati Sering pangkasan dilakukan berselang-seling pada
masing-masing bidang sehingga menciptakan tajaman berliku.

3. Pahat genggam (hand adze): Alat batu inti yang dicirikan dengan bentuk alat yang persegi atau
bujur sangkar dengan tajaman yang tegak lurus pada sumbu alat. Pemangkasan cenderung terbatas
pada bidang atas hingga menghasilkan tajaman terjal monofasial.

4. Kapak genggam awal (proto-handaxe): Alat batu inti atau serpih yang dicirikan dengan pangkasan
terbatas di bidang atas hingga menghasilkan tipe pahat genggam meruncing dengan penampang
datar-cembung. Secara tipologis kapak genggam awal dipandang sebagai bentuk transisi antara
pahat genggam dan kapak genggam."?
5Kapak genggam (handaxe): Alat batu inti yang dicirikan dengan pangkasan bifasial yang meliputi
seluruh atau sebagian besar bidang permukaan hingga menghasilkan bentuk-bentuk simetris lonjong
atau meruncing ke arah distaL

Tipologi Movius di atas pada dasarnya memiliki kelemahan-kelemahan terutama menyangkut kurang
tegasnya dasar pembedaan antarajenis artefak yang satu dan yang lain. Kelemahan itu diakui oleh
Movius sendiri yang menyatakan bahwa tipe yang satu dengan yang lain tidak dapat dibedakan
secara tajam. Dalam kenyataan sejumlah bentuk transiSi terdapat di antara tipe-tipe yang ada
sehingga jika suatu koleksi diklasifikasi oleh lebih dan' seorang ahli dapat timbul perbedaan
pendapat."! Kelemahan lainnya adalah tipologi alat yang didasarkan atas fungsi, sementara suatu
alat dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Kelemahan-kelemahan di atas mendorong
timbulnya upayaupaya untuk meninggalkan tipologi Movius dan mendasarkannya atas karakter
morfologi dan teknologi)“

Hal yang sangat menarik dari perintis studi Zaman Paleolitik Asia Timur ini adalah Pandangannya
tentang kapak genggam, kapak yang merupakan ciri khas budaya Acheulean'” yang berkembang
pada Zaman Paleolitik Bawah di Afrika dan Eropa. Movius Mambedakan kapak genggam Pacitanian
(Asia Timur) dengan kapak genggam Acheulean. Dikatakan bahwa kapak genggam Pacitanian bukan
merupakan kapak genggam yang Sesungguhnya karena dibuat lewat pangkasan longitudinal dengan
pangkasan yang terbatas di bagian distaL Sebaliknya kapak genggam Acheulean dibuat lewat
pangkasan transversal Dada kedua bidang hingga menghasilkan sisi berliku dan bentuk-bentuk
simetris.

Du Indonesia penemuan alat yang tergolong tua berasal dari situs Miri, Jawa TJ yang diperkirakan
berumur sekitar 900.000 tahun dan dari Sangiran dari perang,..."yang kurang lebih sezaman.
Dibandingkan dengan temuan fosil manusia purba yang diperkirakan paling tidak dari 1,5 juta tahun
lalu, temuan artefak ini bukan produk manusia purba tertua dari Pleistosen Bawah, tetapi lebih
cenderung dari manusia purba yang lebih kemudian. Peralatan manusia purba tertua hingga saat ini
belum ditemukan, Namun, alat-alat serpih yang ditemukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta di bawah
lempung hitam Pucangan di situs Dayu di bagian selatan Sangiran baru-balu im dlperhrakan berumur
lebih dari 1 juta tahun (komunikasi dengan Dr. Harry Widianto,

ketua tim penelitian). Uraian yang lebih lengkap tentang penemuan-penemuan ini akan diberikan di
halaman belakang.

Analak Lilik lndonaala dalam Konteks Raglonal-Global

Perhatian terhadap artefak paleolrtrk di Indonesia dimulai sejak awal abad XX yang dilatarbelakangi
oleh penemuan-penemuan di beberapa daerah. Berawal pada tahun 1924 ketika J.H. Newman
menemukan alat batu di Batu Kenang, Deli, Sumut. Van Stein Callenfels mendeskripsikan alat
tersebut sebagai alat paleolitrk dalarn artikelnya yang berjudul Het Eerste Palaeolitsche Werktuig in
den Archipel dalarn OV 1924: 134-138., * Interpretasi tersebut kemudian drsadan salah karena alat
yang dimaksud ternyata merupakan kapak Sumatera (Sumatralrth) dari budaya Hoabinhran yang
berkembang di Asia Tenggara sekitar awal Holosen.“ Penemuan berikutnya berlangsung pada tahun
1931 ketika W.F. Oppenoorth menemUkan alat-alat tulang dan serprh bersama-sarna

fosil manusia purba dl Ngandong.

Momentum yang palrng penting bagi perkembangan studi artefak litrk di Indonesia adalah ketika
pada tahun 1934 van Koemgswald menemukan aIat-alat serpih di Bukit Ngebung, Sangiran, yang
dipublikasikan dengan nama the Sangrran flake industry. Penemuan im segera membuka perspeka
baru penelrtran. Setahun kemudian Koenigswald mengunjungi wilayah Pegunungan Selatan yang
d'yakminya sebagai sumber bahan alat-alat serpih Sangiran. Dalam kunjungannya bersama M.W.F.
Tweedre, kurator Museum RafRes di Singapura, mereka justru menemukan

srtus baru yang sangat kaya artefak: Kalr Baksoka. Dalam penemuan itu, Koenigswald
mengumpulkan sekitar tiga ribu artefak dan situs ini dan menerbitkannya dalam Bulletin of the
Raffles Museum di Singapura dengan sebutan Paotanian atau budaya Pacitan. Berkat von
Koemgswald terminologi Pacutanian menjadi dikenal luas sebagal salah satu situs paleolitik
terpenting di Asia Timun Kekayaan artefak Kalr Baksoka telah menjad'kannya situs eponim untuk
Zaman Paleolitik lndonesia.| ' | PubllkBSl penemuan Koenigswald telah menarik perhatian para
peneliti di kala itu. : Hallam L. Movius Jr. yang bergabung bersama Helmut de Terra dan Ieilhavd de
Charm" ' dalam ”The Jornt American South East Asiatic Expedition for Early Man" yang baru saja
menyelesaikan penelitian di Lembah Irrawady, Burma. tertarik akan penemuan mr.

Pandangan Movius terhadap kapak genggam di atas menghantarkannya pada kesimpulan bahwa
Acheulean tidak ditemukan di Indonesia dan Asia Timur pada umumnya. Oleh sebab itu, pada
periode tertua terdapat dua kelompok budaya yang berbeda. Kelompok pertama adalah budaya
Acheulean yang berkembang di Afrika, Eropa, Asia Barat, hingga Semenanjung India. Kelompok
kedua dicirikan dengan teknologi sederhana yang menghasilkan kapak perimbas-penetak,
berkembang di Asia Tenggara dan Asia Timur. Wilayah geografis persebaran kedua kelompok
dibatasi oleh garis yang membelah India, yang disebut Movius Line. Menurut Movius, Asia
merupakan kawasan marginal sehingga mengalami kemandegan budaya. Iklim dan lingkungan yang
stabil di hutan Asia sejak 2 juta tahun belakangan telah membuat kebudayaan manusia penghuninya
tidak berkembang.Ise

Pandangan Movius tersebut kurang memiliki dasar yang kuat. Hasil-hasil penelitian mutakhir di
berbagai wilayah di Indonesia dan Asia Timur cenderung menyangkal teori Movius dan mengarah
pada sifat universalisme budaya paleolitik. Kenyataan bahwa kapak genggam yang merupakan alat
khas Zaman Paleolitik Awal di Eropa dan Afrika juga ditemukan di kawasan Asia walaupun kurang
menonjol dibanding alat-alat lainnya. Di Indonesia kapak genggam merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari himpunan alataalat paleoh'tik Sangiran dan Kali Baksoka di Jawa, Sungai Ogan di
Sumatera, Lembah Walanae di Sulawesi, Sembiran di Bali, Plambik dan Batu Tring di Lombok, Flores.
Timor Barat, Sumba, hingga Halmahera di Maiuku. Kapak genggam dari situs-situs tersebut
umumnya dihasilkan lewat pangkasan-pangkasan transversal seperti kapak genggam Acheulean
walaupun dalam hal tertentu terdapat pangkasan longitudinal.
Secara umum pengerjaan kapak genggam tersebut memang tidak seintensif di Eropa sehingga
bentuknya pun cenderung lebih kasar. Keberadaan kapak genggam ini membuktikan bahwa secara
teknologi manusia prasejarah di Asia Tenggara dan Asia Iimur sebenarnya juga menguasai teknologi
pembuatan kapak genggam Acheulean. tetapi mereka kurang membutuhkannya. Sebaliknya, mereka
cenderung membuat serpih atau kapak yang dipangkas sederhana karena sesuai dengan lingkungan
hutan tropis yang menyediakan bahan baku untuk membuat alat yang lebih mudah dibentuk, yaitu
bambu dan kayu. Oleh sebab itu, mereka kurang membutuhkan alat batu yang harus dibentuk lewat
proses yang panjang, tetapi lebih membutuhkan serpihan batu tajam untuk mengolah kayu dan
bambu dan untuk alat praktis lainnya. Alat alat berburu atau alat praktis semacam ini tidak perlu
disimpan atau dibawa pergi.

Alat serpih dan batu inti yang dipangkas sederhana bisa saja hanya dipakai sekali lalu dibuang, tidak
seperti kapak genggam Acheulean yang dibuat dengan waktu dan energi yang besar sehingga tidak
efisien jikalau hanya dipakai sekali. Faktor efisiensi inilah yang rupanya menjadi alasan bagi manusia
prasejarah di Asia Timur yang lebih memilih teknologi alat serpi h dan kapak perimbas-penetak
dibanding teknologi kapak Acheulean.“' Jadi, sebenarnya tidak ada keterbelakangan teknologi di Asia
Timur, tetapi justru kearifan dan kecerdasan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
menyebabkan teknologi alat paleolitik di Indonesia dan Asia Timur lainnya tampak sederhana.

Di luar Indonesia kapak genggam juga ditemukan di Filipina, Vietnam serta Thailand, dan Cina.…
Penemuan terbaru berupa ribuan artefak litik, termasuk kapak genggam, di cekungan Bose di
sepanjang Sungai Youjiang, Cina Selatan, semakin meyakinkan sebaran kapak genggam yang meluas
di Asia Timur. Penanggalan fissian track dan paleomagnetisme di situs ini menunjukkan umurnya
antara 800.000 dan 700.000 tahun.…

Bukti lain yang memperkuat adanya universalisme budaya adalah penemuan alat-alat khas Zaman
Paleolitik Afrika-Eropa lainnya-seperti alat berfaset (palyhedmn), kapak pembelah (cleaver). dan bola
batu-pada situs-situs Zaman Paleolitik di Indonesia, antara lain Sangiran dan Ngandong (Jawa
Tengah) dan Sungai Ogan (Sumatera Selatan), Hal yang sama. kapak perimhas dan kapak penetak
yang menonjol di Asia, juga terdapat pada

situs-situs tertua di Eropa dan Afrika)” Harus diakui bahwa himpunan alat dan" masingmasmg situs
dapat bervariasi dalam berbagai hal (bahan, persentase, tipe, dll.), tetapi kondisi semacam im” lebih
disebabkan oleh faktor-faktor ketersediaan bahan dalam lingkungan dan kebiasaan komunitas-
komunitas pembuatnya.

Kontroversi Peralatan Homo erectus

Penemuan-penemuan fosil manusia yang sering terpisah dari artefak di Indonesia telah
menyebabkan timbulnya kontroversi tentang jenis peralatan manusia purba di kawasan ini.
Beberapa peneliti cenderung mempertanyakan Homo erectus membuat peralatan dari batu.… P.P.
Puech yang mengadakan analisis terhadap bekas-bekas gesekan pada permukaan gigi mengatakan
Homo erectus Jawa hidup sebagai vegetarian. Tipe diet semacam ini tidak membutuhkan teknologi
(lirik) yang canggih sebab itu alat alat litik yang lebih canggih diperkirakan baru muncul pada periode
yang kemudian. Ditambahkan bahwa kekayaan vegetasi Jawa cukup menjamin ketersediaan biji
bijian dan buah buahan tanpa harus mencarinya dalam wilayah yang luas atau menggalinya dalam
tanah.192 Pendapat ini menyiratkan bahwa manusia purba tidak memerlukan alat-alat litik untuk
berburu binatang.

Van Heekerenl” mengatakan Homo erectus mungkin menggunakan alat dari berbagai bahan yang
melimpah tersedia di lingkungan tropis. Kondisi ini memungkinkan manusia purba cenderung
mengabaikan pengembangan teknologi litik. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Schick
dan Toth'“ yang mengatakan Homo erectus di Asia Timur mungkin tidak mengembangkan industri
litik karena mereka lebih mengutamakan bambu sebagai bahan utama peralatan. Bambu yang
dibelah memiliki sisi tajaman yang dapat digunakan untuk memotong, mengin's, dll.

Faktor lain yang menghambat perkembangan peralatan [itik manusia purba adalah lingkungan
geografis yang terisolasi, yang memungkinkan terbatasnya atau tidak adanya pengaruh budaya 'luar.
Kurangnya bahan batuan yang baik membuat terbatasnya berkembangan teknologi pemangkasan
yang menjadikan terbatasnya jenis-lenis produk alat. Atau mungkin manusia purba kurang
membutuhkan alat litik untuk berburu binatang binatang besar, dan lebih menggunakan alat dari
kayu atau bahan organik lainnya.

Dalam kaitan ini menarik apa yang dikemukakan Karl Huttererl“ yang mendasarkan Dandangannya
dari sudut pendekatan ekologis. Dikatakan bahwa wilayah tropis Asia Tenggara memiliki variasi
ekologi yang menyediakan variasi sumber daya dengan ketersediaan yang melimpah sepanjang
tahun. Manusia dalam upaya mengumpulkan bahan makanan membutuhkan berbagai jenis alat
spesial, khususnya untuk perburuan binatang. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan
memanfaatkan berbagai bahan Siang tersedia secara Luas, seperti bambu dan tumbuhan khas tropis
lainnya. Dengan demikian, penggunaan aLat-alat batu lebih terbatas sebagai alat pembuat alat.
seperti Untuk penajaman atau meraut alat dari kayu atau bambu. Alat-alat yang dibutuhkan dapat
dibuat seketika dari berbagai bahan sehingga mengurangi energi untuk perolehan bahan dan
pemeliharaan peralatan. Kondisi ini menyebabkan alat-alat [itik tidak mefigalami perkembangan.

Berbagai pendapat di atas di satu sisi dapat dibenarkan. yaitu manusia purba menqQunakan
peralatan dari bahan organik yang banyak tersedia di lingkungannya. seperti kayu. bambu, dan
tulang. Tetapi di sisi lain. bukan berarti manusia tidak menggunakan Peralatan batu. Dengan cara
berpikir sederhana pun, sungguh sulit membayangkan HomQ

Anda mungkin juga menyukai