Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI

A. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum
(ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut
jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit.
Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan
aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik
atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa
darah jantung (1).
Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya
gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit
dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan
dengan respon ventrikel yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih utuh.
Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f”(2).

B. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu (3) :
a.   AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap
ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru
pertama kali terdeteksi.
b.   Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode
pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini
juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari
24 jam tanpa bantuan kardioversi.
c.   Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan
dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
d.      Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga
sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan
AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang
kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung
lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat
dibedakan menjadi (3) :
1. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik
lainnya,
2. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti
gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas:
 AF coarse (kasar)
 AF fine (halus)

Interpretasi EKG fibrilasi atrium, sebgai berikut (4):


1. Frekuensi: frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit
2. Gelombang P: tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi yang
ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval PR tidak
dapat diukur.
3. Kompleks QRS: biasanya normal
4. Hantaran: biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon ventrikel
ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi atrium yang
cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespons
ireguler.
5. Irama: ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas irama
diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.

C. Etiologi

Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat


dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk
mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh.
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,
diantaranya adalah (5) :

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium (Penyakit katup jantung, kelainan


pengisian dan pengosongan ruang atrium, hipertrofi jantung, kardiomiopati
dan hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor
pulmonal chronic), serta tumor intracardiac.
b. Proses infiltratif dan inflamasi (pericarditis/miocarditis, amiloidosis dan
sarcoidosis dan faktor peningkatan usia)
c. Proses infeksi (demam dan segala macam infeksi)
d. Kelainan Endokrin (hipertiroid, feokromositoma)
e. Neurogenik (stroke dan perdarahan subarachnoid)
f. Iskemik Atrium (infark myocardial)
g. Obat-obatan (alcohol dan kafein)

h. Keturunan/genetic/
D. Tanda dan gejala

AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat


bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit
yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki
cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-
paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan
penderita mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat
atau "berdebar" dalam dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau
pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi
terhadap olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-
gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas),
terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160
denyutan/menit). 
Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ
tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli systemik (1,6). AF dapat
mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner.
Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah
jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri (6).

E. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple
wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal
atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang
dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik
bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius.
Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi
pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA (7,8).
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang
berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet
reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi
lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang
mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya
sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang
atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada
pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah
yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan
depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF (7,8).
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya
gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik
dari fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan
mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot
atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan
fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang
mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau
akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam
atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat
untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang
keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium
dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau
gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis (9).
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan
atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan
terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih
banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF
tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan
AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF
dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat
dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli
pada AF (6).

F. Komplikasi
Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga
atau berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas,
yang bisa menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan
darah di bagian tubuh yang lain (10).
Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali
menimbulkan masalah tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan
gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi karena atrium jantung yang
berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang tertinggal dalam
atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini
memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan
turbulensi darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari 300 kali per
menit padahal biasanya tak lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi denyut dan
makin besar volume atrium, makin besar peluang terbentuknya gumpalan darah.
Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali melanjutkan perjalanannya
memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat sehingga terjadi stroke
(10).
Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara
atrium dan ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium
akan bertambah, dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya
rangsang yang tidak teratur. Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung
seperti ini disebabkan oleh sumbatan gumpalan darah dalam sirkulasi otak.
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak
terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik,
penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale,
atau penyakit jantung kongenital (4).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain (6):
1. Anamnesis:
 Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya
(episode pertama, paroksismal, persisten, permanen)
 Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar,
lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang
menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif
 Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya
hipertiroid
2. Pemeriksaan fisik:
 Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya,
tekanan darah
 Tekanan vena jugularis
 Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif
 Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan
kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising
pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung
 Hepatomegali: kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
 Edema perifer: kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif
3. Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim
jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung
4. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA),
hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi
(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)
5. Foto rontgen toraks
6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow dan TEE (Trans Esopago Echocardiography) untuk
melihat thrombus di atrium kiri
7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol
8. Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol
laju irama jantung.
9. Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi
elektrofisiologi.
H. Penatalaksanaan Medis
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya
komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan
yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama
dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion) (11).
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya
komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau
antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari
berbagai macam, diantaranya adalah :
o Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam
proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah
koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga
mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan
bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi
(bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi
glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
o Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari
COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan
(TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak
terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam
waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-
faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan
denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat
tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
o Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi
lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik
yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan
peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.
o β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut
jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi
kinerja jantung.
o Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler
melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama
dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion).
1) Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a) Amiodarone
b) Dofetilide
c) Flecainide
d) Ibutilide
e) Propafenone
f) Quinidine
2) Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR
(nodus sinus rhythm). Pasien AF hemodinamik yang tidak stabil akibat laju
ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera
dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule.
Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan
dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek.
c. Operatif
o Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan
sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam
pembuluh darah utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung
kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.
o Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi
pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi
untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
o Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di
jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.

I. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

Beberapa hal yang perlu dikaji pada klien dengan atrial fibrilasi
diantaranya adalah:
1. Aktivitas /istirahat
Gejala :
 Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda :
Perubahan frekuensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.
2. Sirkulasi
Gejala :
 Riwayat penyakit janutng sebelumnya, kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi.
Tanda :
 Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
 Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut
kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut
lemah).
Defisit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
 Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat
(gagal jantung, syok).
 Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
 Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
3. Integritas ego
Gejala :
 perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
 Stressor sehubungan dengan masalah medik.
Tanda :
Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.
4. Makanan/cairan
Gejala :
 Hilang nafsu makan, anoreksia.
 Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
 Mual/muntah
 Perubahan berat badan.
Tanda :
 Perubahan berat badan.
 Edema
 Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
 Pernapasan krekels.
5. Neuro sensor
Gejala :
Pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda :
 Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan
memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.
 Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.
 Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
 Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup
(takikardia ventrikel , bradikardia berat).
6. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bisa hilang oleh obat
anti angina.
Tanda :
Perilaku distraksi, contoh gelisah.
7. Pernapasan
Gejala :
 Penyakit paru kronis.
 Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
 Napas pendek.
 Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
Tanda :
 Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
 Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema
paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.
8. Keamanan
Tanda :
 Demam.
Kemerahan kulit (reaksi obat).
 Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).
 Kehilangan tonus otot/kekuatan.

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan atrial
fibrilasi adalah:
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan
structural.
2. Nyeri akut b.d proses penyakit
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan umum, tirah baring atau imobilisasi.
4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan alveolar-kapiler.
5. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air
6. Keletihan b.d fisiologis (status penyakit, peningkatan kelemahan fisik)
DAFTAR PUSTAKA

1. Beers, Marck, MD et all. The Merck Manual of Diagnosis and


Therapy. Merck Laboratories. USA. 2006
2. Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A Review.
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April 2009 p.
477-489.
3. Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme. Patogenesis dan
Tatalaksana. Jurnal Kardiologi Indonesia; September 2007: Vol. 28, No. 5.
4. Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2001.
5. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse. “Relationship between left
atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular
chronic atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67; January
2003.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
7. Nasution SA, Ismail D. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit
Dalam Ed.3. Jakarta: EGC, 2006.
8. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta:
EGC, 2000.
9. Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 1996.
10. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support,
1997-1999, American Heart Association.
11. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB. "Increased atrial fibrillation mortality:
United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol, 2002; 155 (9): 819–26.
12. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan
Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013.
13. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth
Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.

Anda mungkin juga menyukai