Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEGAWATDARURATAN PADA KASUS “INTERNAL BLEEDING”

Pembimbing: Sutomo S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh Kelompok 3

NamaAnggota:

1. Efi Nurkhalimah (01.15.014)


2. Jaka Fadilah Annur (01.15.040)
3. Reka Dian Pratiwi (01.15.060)
4. Zumratul Qudsiyah (01.15.079)

PRODI SI KEPERAWATAN STIKES DIAN HUSADA MOJOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2018- 2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan
kepada kelompok, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang telah di
tentukan.
Makalah ini membahas tentang Kegawatdaruratan Pada Kasus Internal Bleeding.
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang materi ini.
Kelompok sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih
Kelompok harapkan demi perbaikan makalah ini.

Mojokerto, 2 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Internal Bleeding .............................................................................................
2.2 Penyebab Internal Bleeding ..........................................................................................
2.3 Tanda dan Gejala Internal Bleeding .............................................................................
2.4 Macam – Macam Internal Bleeding ..............................................................................
2.5 Penanganan Kegawatan Internal Bleeding ..................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian ..................................................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................................................
3.4 Implementasi Keperawatan ........................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ................................................................................................................
4.2. Saran ..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan dalam berarti perdarahan yang tidak dapat dilihat pada bagian luar tubuh,
personel medis cenderung menggunakan istilah-istilah yang menggambarkan secara tepat
dimana didalam tubuh perdarahan ditemukan. Perdarahan internal mungkin terjadi didalam
jaringan-jaringan, organ-organ, atau di rongga-rongga tubuh termasuk kepala, dada, dan perut.
Contoh-contoh dari tempat-tempat perdarahan yang potensial termasuk mata, jaringan-jaringan
pelapis dari jantung, otot-otot, dan sendi-sendi.
Perdarahan diluar tubuh adalah sangat mudah dikenali. Jika kulit rusak oleh pencabikan,
tusukan, atau luka lecet, darah dapat disaksikan ketika ia mengalir keluar dari tubuh. Kulit
kepala, dengan suplai yang kaya darahnya, terkenal untuk penunjukan kehilangan darah yang
secara besar-besaran. Perdarahan internal dapat menjadi jauh lebih sulit untuk diidentifikasi. Ia
mungkin tidak menjadi bukti untuk berjam-jam setelah ia mulai, dan gejala-gejala terjadi ketika
ada kehilangan darah yang signifikan atau jika gumpalan darah cukup besar untuk menekan
organ dan mencegahnya berfungsi secara benar.
Perdarahan internal terjadi ketika kerusakan pada arteri atau vena mengizinkan darah
terlepas dari sistim sirkulasi dan terkumpul didalam tubuh. Jumlah perdarahan tergantung pada
jumlah kerusakan pada organ dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplainya, serta
kemampuan tubuh untuk memperbaiki pecahan-pecahan pada dinding-dinding dari pembuluh-
pembuluh darah. Mekanisme-mekanisme perbaikan yang tersedia termasuk keduanya sistim
pembekuan/penggumpalan darah dan kemampuan pembuluh-pembuluh darah untuk mengejang
(spasme) untuk mengurangi aliran darah ke area yang terluka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Internal Bleeding?
2. Apa saja penyebab dari Internal Bleeding?
3. Bagaimana tanda dan gejala Internal Bleeding?
4. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan Internal Bleeding?
5. Bagaimana asuhan keperawatan Internal Bleeding?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Internal Bleeding.
2. Untuk mengetahui penyebab dari Internal Bleeding.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala Internal Bleeding.
4. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan Internal Bleeding.
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Internal Bleeding.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Internal Bleeding


Internal Bleeding (Pendarahan Dalam) adalah pendarahan yang tidak dapat dilihat
pada bagian tubuh. Pendarahan internal mungkin terjadi didalam jaringan – jaringan,
organ – organ atau rongga tubuh termasuk kepala, perut, dan dada.
Pendarahan internal terjadi ketika kerusakan pada arteri atau vena mengizinkan darah
terlepas dari sistem sirkulasi dan terkumpul didalam tubuh.

2.2 Penyebab Internal Bleeding


1. Trauma
Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau dengan trauma deselerasi.
2. Kondisi Patalogis dan Penyakit
Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat menyebabkan perdarahan internal,
pembuluh darah pecah akibat tekanan darah tinggi, varises osofagus, tukak lambung.
Penyakit lainnya seperti hepatoma, kanker hati, trombositopenia, kista ovarium,
defisiensi vitamin K, hemophilia, dan malaria.
3. Iatrogenik
Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat komplikasi setelah
operasi bedah dan peralatan medis, beberapa efek obat juga dapat menyebabkan
perdarahan internal seperti obat antikoogulan, dan antiplatelet yang digunakan untuk
pengobatan jantung koroner.

2.3 Tanda dan Gejala Internal Bleeding


1. Memar
2. Terdapat nyeri tekan pada area trauma
3. Terdapat tanda-tanda syok seperti : hipotensi, takikardi.
4. Muntah ataupun batuk darah
5. Feses berwarna hitam atau mengandung darah.
2.4 Macam – Macam Internal Bleeding
1. Perdarahan Intra Abdomen
Trauma abdomen akibat benda tumpul adalah cedera atau perlukaan pada
abdomen dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi atau
komperesi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau
organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan
cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa
perdarahan. cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah
tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh
yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ
tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai
organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada
retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling
jarang cedera adalah pankreas dan ureter.
a. Klasifikasi
Berdasarkan jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1) Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan.
2) Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama
adalah peritonitis

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

1. Organ Intraperitoneal : Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti


hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.
A. Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun
trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi,
sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma
tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa
VII-IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen
kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak
sampai berdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi seriti
peritoneum (±2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma
tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.
Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen
yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau
pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk
melihat perdarahan intraperitoneal. ditemukannya cairan empedu pada
lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu.
B. Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi
trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang
membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa
terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk
mengalami perlukaan. Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya
hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan
ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran
kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga
mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam
pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma.
C. Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena
trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan gejala “burning epigastric pain” yang diikuti dengan nyeri
tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar
dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada
jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya
gejalanya terdapat adanya nyeri pada bagian punggung.
a. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, aorta, dan
vena cava. Trauma Pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan
pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan
intravenous pyelogram.
2. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan dapat terjadi diantara tengkorak dan durameter (jaringan fibrous penutup
otak), diantara durameter dan arachnoid, atau langsung dalam jaringan otak itu sendiri.
Berikut ini beberapa macam perdarahan pada cedera kepala.
1. Hematoma epidural akut
Cedera ini sering disebabkan oleh robeknya arteri meninga media yang berjalan
disepanjang region temporal. Cedera arteri sering disebabkan oleh fraktur tengkorak
linear di region temporal atau parietal. Akibat dari cidera arteri (walaupun mungkin
juga terjadi perdarahan vena dari salah satu sinus durameter), perdarahan dan
peningkatan TIK dapat berlangsung dengan cepat sehingga kematian dapat segera
terjadi. Gejala hematoma epidural akut meliputi riwayat trauma kepala dengan
kehilangan kesadaran sesaat diikuti satu periode dimana penderita sadar dan koheren.
Setelah beberapa menit hingga beberapa jam timbul tanda - tanda peningkatan
tekanan intrakranial (muntah, nyeri kepala, perubahan status kesadaran) kemudian
menjadi tidak sadar dan terjadi kelumpuhan kolateral dari tempat cedera kepala.
Sering terjadi dilatasi dan tidak ada respon terhadap cahaya dari pupil pada sisi
cedera kepala. Hal ini biasanya dengan cepat diikuti oleh kematian.
2. Hematom Subdural Akut
Hematom subdural akut terjadi akibat perdarahan diantara durameter dan
arachnoid yang berhubungan dengan cedera jaringan otak dibawahnya. Karena
perdarahan berasal dari vena, tekanan intrakranial meningkat lebih lambat dan baru
terdiagnosa beberapa jam atau hari setelah kejadian cedera. Tanda dan gejalanya
meliputi (nyeri kepala, fluktuasi tingkat kesadaran, dan tanda neurologis fokal
(kelemahan satu sisi tubuh, penurunan reflex tendon dalam, bicara yang tidak jelas
dan melantur)
3. Perdarahan Intrathorak
Trauma thorak adalah semua ruda paksa pada thorak dan dinding thorak, baik
trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Trauma thorak adalah
trauma yang terjadi pada torak yang menimbulkan kelainan pada organ - organ
didalam toraks. Seperti Hematotoraks.

2.5 Penanganan Kegawatan Internal Bleeding


Perawatan pasien dengan perdarahan difokuskan seputar pencegahan dan
penanganan syok. Pengobatan definitif untuk perdarahan internal hanya dapat dilakukan
di ruang operasi rumah sakit.
Tanda-tanda syok harus dinilai sejak dini, periksa dengan cermat nadi penderita,
kesadaran dan warna kulit. Penurunan tekanan darah merupakan tanda yang terlambat.
Tanda-tanda itu akan muncul setelah perdarahan internal menyebabkan kehilangan darah
yang signifikan. Pasien yang diduga mengalami perdarahan internal harus dianggap
serius dan harus dirujuk ke rumah sakit secepatnya.
Seperti semua pasien, prioritas pertama adalah ABC. Pastikan pembukaan jalan
nafas, pernafasan yang adekuat dan sirkulasi.

Pasien dengan perdarahan internal kemungkinan akan memburuk dengan cepat. ABC dan tanda
vital harus sering dimonitor.

a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. membuka jalan napas menggunakan teknik
“head tilt chin lift‟ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas seperti muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
“lihat – dengar – rasakan” tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas
atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan
tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,
lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam
RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

1. Perdarahan Intra Abdomen

Penanganan awal pendarahan intrakranial di lapangan:

a. Stop makanan dan minuman


b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit
Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen di rumah sakit ialah :
1) Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma
intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free
air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
2) Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
3) Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
4) Pemberian O2 sesuai indikasi
5) Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
2. Perdarahan Intrakranial

Penatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan
dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari
paramedis terlatih, dokter ahli saraf, , radiologi, anestesi dan rehabilitasi medik. Pasien dengan
cedera kepala harus ditangani dan dipantau terus sejak tempat kecelakaan, selama perjalanan dari
tempat kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat darurat, kamar radiologi, sampai ke ruang
operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa memburuk akibat aspirasi,
hipotensi, kejang dan sebagainya.

Penanganan awal pendarahan intrakranial di lapangan:

a. Imobilisasi
b. Kirim kerumah sakit
Macam dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas dalamnya penurunan
kesadaran pada saat diperiksa di rumah sakit:

A. Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)


Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis:
a. Simple head injury (SHI)
Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan kesadaran, dari
anamneses maupun gejala serebral lain. Pasien ini hanya dilakukan perawatan luka.
Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Keluarga dilibatkan untuk
mengobservasi kesadaran.
b. Kesadaran terganggu sesaat
Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan pada
saat diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan radiologik dibuat dan
penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.

B. Pasien dengan kesadaran menurun cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-
15)
Kesadaran disoriented atau not obey command. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan
perawatan luka, dibuat foto kepala. CT Scan kepala, jika curiga adanya hematom
intrakranial, kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi. Observasi kesadaran,
gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.

C. Cedera kepala sedang (GCS=9-12)


Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner, oleh karena itu
urutan tindakannya sebagai berikut:
a. Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
b. Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera organ lain. Fiksasi
leher.
c. CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intracranial
d. Observasi fungsi vital, kesadaran.

D. Cedera kepala berat (CGS=3-8)


Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner, oleh karena itu
urutan tindakannya sebagai berikut:
a. Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
b. Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera organ lain.
Fiksasi leher.
c. CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intracranial
d. Observasi fungsi vital, kesadaran.
e. Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK)
Jika terjadi peningkatan TIK harus diturunkan dengan urutan sebagai
berikut:
a. Hiperventilasi
Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol,
dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang
diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg
dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi,
b. Drainase
Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek
dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo
peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus
c. Terapi diuretic
 Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui
sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi dieresis
pemberiannya harus dihentikan.
Cara pemberiannya :
Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6
jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
 Loop diuretik (Furosemid)
Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan
cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya
bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik
serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv
 Terapi barbiturat (Fenobarbital)
Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap semua jenis
terapi yang tersebut diatas.
Cara pemberiannya:
Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3
jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1
mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan
bertahap selama 3 hari.
 Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan
bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi
fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga
drainase vena otak menjadi lancar.
3. Perdarahan Intrathorak

Penanganan awal pendarahan intrakranial di lapangan:

a. Imobilisasi
b. Kirim kerumah sakit
Perdarahan yang terjadi pada daerah thorak Tujuan pengobatan adalah untuk
menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah rongga
pleura. Penanganan pada hemothoraks adalah
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid
secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan golongan
spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan
yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest
tube (WSD)
2. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks dapat cepat
keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak
sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar.
Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. WSD adalah suatu sistem drainase yang fungsinya sendiri
adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural.
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Internal Bleeding

3.1 Pengkajian

a. Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin dll.


b. Keluhan utama : Klien mengatakan sakit pada daerah trauma.
c. Pemeriksaan fisik : Dasar pemeriksaan fisik “head to toe‟ harus dilakukan dengan singkat
tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki dan difokuskan pada daerah trauma.

Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah:

a. Aktifitas / istirahat
Pusing, sakit kepala,nyeri, Perubahan kesadaran.
b. Sirkulasi
Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang atau dramatis), Cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan.
Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan, mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara,vertigo, perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama, wajah
meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Perubahan pola nafas
i. Keamanan
Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak

3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
2) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma
3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
5) Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi darah, prosedur invasive.

3.3 Intervensi Keperawatan


1) Dx : Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Kriteria hasil: Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotic dan vitamin.
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
3. Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4. Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
5. Kolaborasi tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar.

2) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.


Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria Hasil : Klien tidak merasa nyeri dan terlihat nyaman
Intervensi :
1. Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien.
2. Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurangi kontraksi (abdomen)
3. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5. Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan


Tujuan : Ansietas teratasi
Keriteria Hasil: Klien terlihat tenang
Intervensi :
1. Perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu
lalu
Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan
penanganan
Rasional: mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien.
3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
Rasional: apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien
mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stress
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi
situasi
5. Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional: memotifasi klien
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Klien dapat bergerak dengan bebas
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: mengidentifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan klien
3. Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
4. Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

5) Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan


sirkulasi darah, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
2. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka
Rasional : mencegah terjadi infeksi lebih lanjut
3. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.
Rasional : memberikan data penunjang tentang resiko infeksi
4. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : membunuh mikroorganisme penyebab infeksi
3.4 Implementasi
Pelaksaan dari intervensi keperawatan.

3.5 Evaluasi
1. Kebutuhan cairan terpenuhi
2. Nyeri teratasi dan klien terlihat nyaman
3. Klien terlihat tenang
4. Gangguan mobilitas fisik teratasi
5. Tidak terlihat tanda-tanda infeksi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Internal Bleeding (Pendarahan Dalam) adalah pendarahan yang tidak dapat dilihat
pada bagian tubuh. Pendarahan internal mungkin terjadi didalam jaringan – jaringan,
organ – organ atau rongga tubuh termasuk kepala, perut, dan dada.
Pendarahan internal terjadi ketika kerusakan pada arteri atau vena mengizinkan darah
terlepas dari sistem sirkulasi dan terkumpul didalam tubuh. Prioritas keperawatan tertuju
pada menghentikan perdarahan, menghilangkan/ mengurangi nyeri,menghilangkan cemas
pasien, mencegah komplikasi dan memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan
pasien. Prinsip – prinsip pengkajian pada internal bleeding harus berdasarkan A
(Airway), B (Breathing), C (Circulation). Dan diperlukan penatalaksanaan
penanggulangan yang tepat, cepat dan benar.

4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan baik dalam penulisan maupun
dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca
mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee of Trauma. 20 Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku
Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6. Jakarta: EGC

Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott Williams


Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media AesculapiusMarilynn

E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Testa,A.Paul. 2008. Abdominal Trauma. Internet:


(http://emedicine.medscape.com/article/overview). Diakses pada tanggal 28 Juli 2008 Training.
2009. Primary trauma care. Internet: (http://primarytraumacare.org/ptcman/training). Diakses
pada tanggal 12 September 2011

Anda mungkin juga menyukai