Anda di halaman 1dari 16

Manajemen Anestesi Pada Pasien Nodul Thyroid Sinistra

Ukuran 5,5 x 5 x 3,3 cm : Laporan Kasus


*Rahmawati R. Daris1, Muhammad Nahir2, Ary Anggara3
1
Medical Profession Program, Faculty of Medicine, Tadulako University – Palu, Indonesia,
94118
2
Department of Anestesiologi and Reanimasi, Anuntaloko General Hospital – Parigi,
Indonesia, 94471
3
Department of Tropical Infection and Traumatology, Faculty of Medicine, Universitas
Tadulako – Palu, Indonesia, 94118

*Corespondent Autor: Rahmadaris31@gmail.com

ABSTRACT

Introduction : General anesthesia is an act of pain relief compilation makes surgery and
various other procedures that cause pain to the body. General anesthesia is unconscious
without reversible pain from the administration of drugs, and central body pain relief.
Case Summary: Patient enter hospital with complaints of a lump in the left neck. This
complaint was received since 3 years ago, starting from a small lump and then getting bigger.
Conclusion : Based on the history, physical examination and supporting examination of the
patient diagnosed with thyroid nodules measuring 5.5 x 5 x 3.3 cm. Patient status
classification is classified in ASA II PS
Keywords: Thyroid Nodule, Anesthesia Management

ABSTRAK

Latar Belakang : Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang reversibel akibat
pemberian obat-obatan, serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral.
Ringkasan Kasus : Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri.
Keluhan ini dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, berawal dari benjolan kecil kemudian semakin
membesar.
Kesimpulan : Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis nodul thyroid sinistra ukuran 5,5 x 5 x 3,3 cm. Klasifikasi status penderita
digolongkan dalam PS ASA II pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik.

Keyword : Nodul Thyroid, Manajemen Anestesi


I. PENDAHULUAN
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “An” yang berarti “tidak, tanpa” dan
“aesthesos” yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah Anestesia digunakan
pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes (1809-1894) yang menggambarkan keadaan
tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri pembedahan.[1]

Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan
anestesi regional. Anestesi umum merupakan keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang
reversibel akibat pemberian obat – obatan, serta menghilangkan rasa sakit pada seluruh
tubuh secara sentral. Perbedaan dengan anestesi regional adalah anestesi pada sebagian
tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Masing-masing anestesi memiliki
bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan menentukan jenis anestesi yang
menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-
masing tindakannya tersebut. [2]

Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang reversibel akibat
pemberian obat-obatan, serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral .
Anestesi memungkinkan pasien untuk mentolelir tindakan pembedahan yang dapat
menimbulkan rasa sakit tak tertahankan yang berpotensi meyebabkan perubahan fisiologis
tubuh yang ekstrim, dan menghasilkan perasaan yang tidak meyenangkan. [2]
Metabolisme energi di dalam tubuh manusia diatur oleh berbagai faktor, salah satunya
hormon tiroid. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang
berfungsi untuk mensintesis hormon tiroksin (T4) dan triodothironine (T3). Kelenjar tiroid
berfungsi sebagai regulator utama keseimbangan energi dan mempengaruhi perkembangan
otak yang diatur oleh tiroid stimulating hormon (TSH), yaitu suatu glikoprotein yang
diproduksi dan disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. [3]

Anatomi

Anatomi dari kelenjar tiroid adalah suatu organ yang berbentuk kupu-kupu, terletak di
depan trakea tepatnya pada cincin trakea kedua dan ketiga. Terdiri dari dua lobus yang
dihubungkan oleh ismus pada garis tengah. Kelenjar tiroid meluas dari vertebrae servikal
tujuh sampai vertebrae torakal satu. Setiap lobus memiliki panjang 3 – 4 cm, lebar 2 cm
dan berat 30 gram.[4] Kelenjar tiroid dikelilingi oleh fasia pretrakea yang disebut juga
sebagai pelindung peritiroid. Pada bagian posterior, fasia ini menebal, melekatkan kelenjar
tiroid ke kartilago krikoid. Fasia ini merupakan ligamentum lateral tiroid (ligamentum
Berry).[4

Faktor Penyebab

Hormon tiroid terjadi dengan merangsang tingkat metabolisme dengan mempercepat


jalur sintetik anabolisme dan katabolisme, yang meningkatkan proses pengambilan energi.
Hormon tiroid juga berperan penting untuk termogenesis fakultatif dan meningkatkan
asupan makanan. Penelitian lain menduga peran hormon tiroid dalam mengatur
termogenesis saat udara dingin dan diinduksi oleh diet yang disesuai dengan suhu selama
beraktifitas. Poros hipotalamik pituitari tiroid (HPT) mengatur energy expenditure,
termogenesis, konsumsi oksigen, dan metabolisme makanan. Kerusakan poros
hipotalamus paratiroid dan tiroid (HPT) berdampak pada metabolisme, termogenesis, dan
berat badan. Rerata produksi dan peningkatan metabolisme kortisol telah dilaporkan pada
keadaan obesitas, tetapi kadar dalam serum umumnya normal. [3] Dilaporkan bahwa
peningkatan kadar serum T3 disebabkan oleh overfeeding. Kadar TSH meningkat,
sebaliknya kadar free triiodotironin (FT3) dan free tiroksin (FT4) menurun pada wanita
dengan obesitas. [3]

Faktor pencegahan

Faktor Pencegahan terjadinya bergantung dari defisiensi yodium merupakan penyebab


utama hipotiroidisme dan hipertiroidisme, dengan persentase terbesar masing-masing
sebesar 30,9% dan 19,3%, dibandingkan penyebab penyebab lainnya. Hipotiroid terjadi
sebagai konsekuensi fungsional pertama dari defisiensi yodium, melalui peningkatan
penyerapan yodida oleh tiroid yang dimediasi melalui protein trans membran yakni
natrium iodida symporter (NIS). Penyerapan yodida yang meningkat, sangat mungkin
disertai oleh dan sebagai akibat dari peningkatan serum TSH.[19]

II. LAPORAN KASUS


Pasien wanita usia 33 tahun masuk rumah sakit RSUD Anuntaloko dengan keluhan
benjolan di leher sebelah kiri. Keluhan ini dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, berawal dari
benjolan kecil kemudian semakin membesar, namun pasien tidak pernah melakukan cek
kesehatannya. Pasien tidak mengalami keluhan demam (-), sakit kepala (-), pusing (-),
nyeri tenggorokan (-), mual(-), muntah (-), kesulitan menelan (-), BAK dan BAB normal.
Riwayat alergi (-), riwayat asma (-), riwayat hipertensi (-), riwayat keluarga yang memiliki
keluhan yang sama (-). Pada pemeriksaan fisik status generalis ditemukan keadaan umum
tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, status gizi baik. Pemeriksaan tanda-tanda
vital yaitu: tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 kali/menit, suhu 36,7 0C, respirasi 20
kali/menit, SpO2 100%. Pemeriksaan mulut didapatkan skor mallampati 1. Pada
Pemeriksaan leher didapatkan tampak simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran
kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (+).

Gambar 1. Tampak Benjolan Pada Leher Sebelah Kiri


Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin dan didapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Rutin
Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 11.9 L: 13-17, P: 11-15 g/dL
Leukosit 6.60 4.000-10.000 /mm3
Eritrosit 4.09 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 Juta/uL
Hematokrit 35.6 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 285 150.000-500.000 /mm3

Tabel 2. Hasil Laboratorium Kimia Darah


Hasil Rujukan Satuan
SGOT 17.2 <35 U/L
SGPT 13.6 <45 U/L
GDS 99 60-199 mg/dL
Urea 18.4 10-50 mg/dL
Kreatinin 0.97 <1.1 mg/dL

Tabel 3. Hasil Laboratorium Seroimmunologi


Hasil Rujukan Satuan
HBsAg Non-Reaktif Non-reaktif -
TSH 5.79 0.38 – 4.31 uIU/mL
FT4 1.23 0.82 1.63 ng/dL

Gambar 2. Hasil Elektrokardiografi tampak normal

Gambar 3. Kesan nodul thyroid sinistra ukuran 5,5 x 5 x 3,3 cm

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang. Dari laporan Anestesi Pra bedah Pasien ini, didiagnosis dengan nodul thyroid
sinistra ukuran 5,5 x 5 x 3,3 cm. Pada pasien dilakukan tindakan pembedahan berupa
tiroidektomi dengan jenis anestesi umum berupa teknik anestesi GETA (General
Endotrakeal Airway). Pasien mendapat terapi medikamentosa prabedah berupa
Ondancetron 4 mg, dexamethasone 10 mg, ketorolac 30 mg, asam traneksamat 500 mg.
Terapi pramedikasi anestesi diberikan midazolam 2 mg dan fentanyl 100 mcg. Pemberian
induksi Propofol 50 mg/iv dosis titrasi. Mucle relacsant Rocuronium 30 mg, Maintenance
O2 4 lpm (Hasil monitoring intraoperative terlampir). Anestesi dimulai pukul 10.05 WITA,
operasi dimulai pukul 10.15 WITA, lama operasi selama 2 jam, dan lama anestesi selama
2 jam 15 menit.

Tabel 4. Hasil Monitoring Intraoperatif

Pukul Tekanan Saturasi


Nadi
(WITA Darah Oksigen Terapi
(kali/menit)
) (mmHg) (SpO2)
Ondancetron 4 mg
Dexamethasone 10 mg
10.00 121/81 72 100% Asam traneksamat 500 mg
Ketorolac 30 mg

Midazolam 2 mg
Fentanyl 100 mcg
10.05 120/80 70 100 %

General Anestesi
Propofol 50 mg
10. 10 121/78 71 100 % Rocuronium 30 mg
Intubasi

10.15 120/70 70 100 %


10.20 122/75 77 100 %
10.25 122/82 70 99 %
10.30 120/59 89 100 %
10.35 135/76 100 100 % Fentanyl 30 mcg
10.40 128/68 91 100 % Propofol 20 mg
10.45 122/65 88 100 %
10.50 129/63 76 98 %
10.55 127/66 69 100 % Fentanyl 20 mcg
11.00 130/66 68 100 %
11.05 125/60 69 100 %
11.10 129/69 70 100 %
11.15 126/67 68 100 % Fentanyl 30 mcg
11.20 122/65 70 100 %
11.25 129/66 70 100 %
11.30 129/68 69 100 %
11.35 120/70 69 100 %
11.40 125/70 71 100 % Propofol 20 mg
11.45 126/69 70 100 % Fentanyl 30 mcg
11.50 126/70 70 100 %
11.55 131/82 69 100%
12.00 128/81 68 100%
12.05 127/81 70 100%
12.10 128/80 69 100%
12.15 128/81 69 100%
12.20 127/80 68 100%

Tabel 5. Terapi Cairan :


Cairan yang Dibutuhkan Aktual
Pre - BB: 55 Kg Input:
Operasi - Kebutuhan cairan harian: 30 - 50 cc / KgBB / RL: 500 cc
hari
= (30 cc - 50cc) x 55 Kg = 1650 - 2750 cc /
hari
- Kebutuhan cairan per jam:
= (1650 cc - 2750 cc) : 24 jam = 69 - 115 cc /
jam
- Kebutuhan cairan untuk pengganti puasa 6 jam:
= 6 jam x (69-115 cc/jam)
= 414 - 690 cc

Durant 1. Estimate Blood Volume (EBV): 65 cc / Input:


e KgBB x BB = 65 cc/KgBB x 55 Kg = 3575 - RL: 500
Operasi cc cc

Maximum Allowable Blood Loss (MABL):


(Hct pasien – Hct target) x EBV / Hct pasien
- Total
= (35.6 – 30) x 3575 / 35.6 = 563 cc
Perdaraha
n: ± 100
Estimate Blood Loss (EBL): Persentase x
cc
EBV
10 % = 358 cc
20% = 715 cc
30% = 1073 cc
40% = 1430 cc
50% = 1788 cc

2. Penggantian kehilangan cairan selama


operasi:
Operasi kecil : 4 ml x BB
Operasi sedang : 6 ml x BB
Operasi besar : 8 ml x BB

Operasi sedang
6 x 55 = 330 cc

3. Total kehilangan cairan selama operasi


Darah 100 cc x 3 = 300 cc
4. Total Kebutuhan cairan selama operasi 2
jam = kebutuhan cairan per jam + defisit
cairan selama puasa + Stress operasi +
Defisit darah selama operasi
= (69 x 2) + 414+ 330 + 300 = 1182 cc
Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan =
1000 ml – 1182 = - 182 ml
Post Maintenance RL: 2000
Operasi 55 kg x 30-50cc/ 24 jam = 1650 cc s/d 2750 cc / cc/24 jam
24 jam

III. DISKUSI
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik
ASA serta ditentukan rencana jenis anestesi yang dilakukan, yaitu general anestesi dengan
intubasi endotracheal (GETA).
Berdasarkan hasil pre operatif tersebut, maka dapat disimpilkan status fisik pasien
pra anestesi American Society of Anestesiology (ASA) membuat klasifikasi status fisik
pra anestesi menjadi 5 kelas yaitu:
 ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
 ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
 ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
 ASA 4 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupan
 ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
tidak mungkin di tolong lagi di operasi ataupun tidak selama 24 jam pasien akan
meninggal.
Pada pasien ini juga dilakukan persiapan sebelum operasi berupa pemberian
informasi kepada pasien dan keluarganya tentang tindakan yang akan dilakukan, yaitu
anestesi umum, komplikasi dan resikonya (informed consent), pemasangan infus RL.
Pada persiapan periopeatif, dilakukan juga puasa sebelum operasi. Puasa
preoperatif pada pasien pembedahan elektif bertujuan untuk mengurangi volume lambung
tanpa menyebabkan rasa haus apalagi dehidrasi. Puasa preoperatif yang disarankan
menurut ASA adalah 6 jam untuk makanan padat dan 2 jam untuk air putih. Puasa
preoperatif yang lebih lama akan berdampak pada kondisi pasien preoperatif serta
pascaoperatif. Pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Anestesiologi disebutkan
bahwa anjuran puasa untuk dewasa adalah selama 6-8 jam untuk makanan padat dan 2 jam
untuk cairan. Pada pasien ini juga diminta untuk berpuasa selama 8 jam sebelum operasi.
Hal ini sudah sesuai teori dimana anjuran puasa perioperative adalah selama 6-8 jam
sebelum operasi.
Teknik anestesi umum dapat dilakukan dengan teknik inhalasi, anestesi intravena,
ataupun kombinasi kedua teknik tersebut. Saat memilih teknik dan obat yang akan
digunakan dalam anestesi umum perlu dipertimbangkan berbagai hal, antara lain
keamanan dan kemudahan dalam melakukan teknik tersebut, kecepatan induksi dan
pemulihan, stabilitas hemodinamik, efek samping yang ditimbulkan serta biaya yang
diperlukan. [5]
Jenis pembedahan yang dilakukan berupa tiroidektomi. Tiroidektomi adalah salah
satu prosedur bedah elektif yang paling umum di seluruh dunia. Setelah tiroidektomi,
insiden mual dan muntah pasca operasi (PONV), yang kurang dari 30% dalam intervensi
bedah lainnya adalah 70-80% ketika tidak ada terapi antiemetik profilaksis yang
diberikan.[14] Mual dan Muntah Pasca Operasi (PONV) dianggap sebagai komplikasi yang
menyulitkan dan menantang pasca operasi dan anestesi. Ini adalah masalah yang lebih
besar daripada rasa sakit pasca operasi, untuk pasien bedah. PONV dapat menyebabkan
komplikasi bedah serius seperti dehiscence luka atau perdarahan di lokasi bedah,
hematoma, kemungkinan aspirasi dan tersedak, gangguan air dan elektrolit yang
mengakibatkan peningkatan biaya perawatan kesehatan karena kepuasan pasien yang lebih
rendah dan keterlambatan keluarnya rumah sakit.[11,12,13,14]

Obat anestesia intravena adalah obat anestesia yang diberikan melalui jalur intravena,
baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Propofol adalah
obat hipnotik intravena yang digunakan untuk induksi dan pemeliharaan sedasi dan
anestesi umum. Ini memberikan efeknya melalui potensiasi dari neurotransmitter
penghambat asam c-aminobutyric (GABA) penghambat pada reseptor GABAA, dan telah
menyebar luas digunakan untuk profil profil efek obat yang menguntungkan.[7,8,9,10]

Berdasarkan hasil penelitian, operasi thyroid merupakan operasi yang aman, dan
sekarang memiliki morbiditas yang lebih rendah dan hasil pasca operasi yang memuaskan.
Tiroidektomi adalah operasi yang banyak dilakukan dalam praktik bedah umum dan
memiliki tingkat komplikasi lebih rendah dari 5%. Paling sering, hipokalsemia pasca
operasi telah diamati. Berdasarkan ulasan literatur, hipokalsemia sementara, dan permanen
[15]
terlihat pada 1,6-50%, dan 1,5-4% kasus, masing-masing. Upaya intubasi pertama
harus selalu menjadi yang terbaik dan semuanya harus dioptimalkan sebelum
memasukkan laringoskop. Terlalu sering intubasi dicoba sebelum agen induksi intravena
telah sepenuhnya melewati sawar darah otak dan blokade neuromuskuler mengambil efek
yang lengkap. Hasilnya adalah pasien yang menutup pita suara selama upaya intubasi.
[16,17,18,19,20]

Perlengkapan tindakan anestesi GETA harus disiapkan lengkap untuk monitor


pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. Sesaat sebelum operasi selesai,
pasien dapat diberikan obat golongan NSAID (Non steroidal anti-inflammatory drug) yang
bekerja menghambat sintesis prostaglandin untuk mengatasi nyeri akut jangka pendek post
operasi, dengan durasi kerja 8 jam. Pada pasien ini golongan NSAID yang diberikan
adalah ketorolac 30 mg diberikan secara inravena. Tanda vital yang terdapat pada monitor
setiap 5 menit dicatat dalam kertas lembaran anestesi agar kondisi pasien terpantau.
Pada pasien ini berikan cairan infus RL sebagai cairan fisiologis untuk mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang. Dimana cairan pengganti puasa yang dibutuhkan pasien
sebanyak 414 - 690 cc untuk memenuhi kebutuhan selama puasa 6 jam, dan cairan yang
telah masuk sebanyak 500 cc. Jadi kebutuhan cairan pre operatif pasien telah terpenuhi.
Dalam durasi operasi, estimasi kehilangan cairan termasuk perdarahan yang dialami
pasien yaitu sebanyak 1182 cc dengan cairan intra operatif yang masuk sebanyak 1000 cc
RL. Jadi keseimbangan cairan pasien juga belum terpenuhi. Sebelum selesai pembedahan,
pasien diberikan injeksi ketorolac 30mg sebagai obat analgesic post operasi.
Lama operasi berlangsung 2 jam, anestesi berlangsung selama 2 jam 15 menit,
setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room dan observasi tanda vitalnya.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis nodul thyroid sinistra ukuran 5,5 x 5 x 3,3 cm. Klasifikasi status penderita
digolongkan dalam PS ASA II pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik. Pada
pasien digunakan obat anestesi golongan alkyphenols yaitu propofol. Resusitasi dan terapi
cairan perioperatif kurang lebih telah memenuhi kebutuhan cairan perioperatif pada pasien
ini, terbukti dengan stabilnya hemodinamik durante dan post operatif.

V. UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Rumah Sakit Umum Daerah
Anuntaloko Parigi terkait dalam proses penyusunan laporan kasus ini.

VI. REFERENSI

1. Latief SA, Suryadi KA. Dahlan, M.R. Anestesiologi. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.


2.
Jakarta. 2014.
Gwinnutt CL. Catatan Kuliah Anestesi Klinis Edisi 3. Penerbit EGC:

3. Mexitalia, Maria, Isfandiyar Fahmi, and Taro Yamauchi. "Hubungan

Fungsi Tiroid dengan Energy Expenditure pada Remaja." Sari Pediatri 12.5 (2016):


323-7.

4. Chandra, Ade, and Sukri Rahman. "Fungsi Tiroid Pasca Radioterapi

Tumor Ganas Kepala-Leher." Jurnal Kesehatan Andalas 5.3 (2016).

5. Arvianto, Arvianto, Ezra Oktaliansah, and Eri

"Perbandingan antara Sevofluran dan Propofol Menggunakan Total Intravenous


Surahman.

Anesthesia Target Controlled Infusion terhadap Waktu Pulih Sadar dan Pemulangan
Pasien pada Ekstirpasi Fibroadenoma Payudara." Jurnal Anestesi Perioperatif 5.1
(2017): 24-31.
6. Wang, Wen, et al. "Is propofol injection pain really important to

patients?." BMC anesthesiology 17.1 (2017): 24.

7.
"Clinical
Sahinovic, Marko M., Michel MRF Struys, and Anthony R. Absalom.

pharmacokinetics and pharmacodynamics of propofol." Clinical


pharmacokinetics 57.12 (2018): 1539-1558.

8. Strametz, Reinhard, Martin N. Bergold, and Tobias Weberschock.

"Laryngeal mask airway versus endotracheal tube for percutaneous dilatational


tracheostomy in critically ill adults." Cochrane Database of Systematic Reviews 11
(2018).

9. Ozogul, Bunyami, et al. "Factors affecting hypocalcaemia following

total thyroidectomy: a prospective study." The Eurasian journal of medicine 46.1


(2014): 15.
10. Bilge, Sedat, et al. "Endotracheal Intubation by Paramedics

Using Neodymium Magnet and Modified Stylet in Simulated Difficult Airway: A


Prospective, Randomized, Crossover Manikin Study." Emergency medicine
international 2019 (2019).

11. Erikoglu, Mehmet, et al. "Parathyroid autotransplantation in

rats having hypoparathyroidism." International journal of clinical and experimental


medicine 8.9 (2015): 16328.

12. Seo, Kwon Hui, et al. "Comparative Analysis of Phase Lag

Entropy and Bispectral Index as Anesthetic Depth Indicators in Patients Undergoing


Thyroid Surgery with Nerve Integrity Monitoring." Journal of Korean medical
science 34.20 (2019).

13. Samieirad, Sahand, et al. "Comparison of Ondansetron versus

Clonidine efficacy for prevention of postoperative pain, nausea and vomiting after
orthognathic surgeries: A triple blind randomized controlled trial." Medicina oral,
patologia oral y cirugia bucal 23.6 (2018): e767.

14. Li, Bo, and Huixia Wang. "Dexamethasone reduces nausea and

vomiting but not pain after thyroid surgery: a meta-analysis of randomized controlled
trials." Medical science monitor: international medical journal of experimental and
clinical research 20 (2014): 2837.

15.
hypocalcemia
Ozemir, Ibrahim Ali, et al. "Factors affecting postoperative

after thyroid surgery: Importance of incidental


parathyroidectomy." Northern clinics of Istanbul 3.1 (2016): 9.

16. Bohringer, Christian, James Duca, and Hong Liu. "A Synopsis

of Contemporary Anesthesia Airway Management." Translational perioperative and


pain medicine 6.1 (2019): 5.

17. Xu, Rui, Ying Lian, and Wen Xian Li. "Airway complications

during and after general anesthesia: a comparison, systematic review and meta-
analysis of using flexible laryngeal mask airways and endotracheal tubes." PloS
one 11.7 (2016).

18.
primary
Kutlutürk, Koray, et al. "Thyroid pathologies accompanying

hyperparathyroidism: a high rate of papillary thyroid


microcarcinoma." Turkish Journal of Surgery/Ulusal cerrahi dergisi 30.3 (2014):
125.

19.
parathyroid
Oran, Ebru, et al. "The risk of hypocalcemia in patients with

autotransplantation during thyroidectomy." Turkish Journal of


Surgery/Ulusal cerrahi dergisi 32.1 (2016): 6.

20.
hospital Rescuer
Le Parc, Joanna M., et al. "A Randomized Comparison of In-

Positions for Endotracheal Intubation in a Difficult


Airway." Western Journal of Emergency Medicine 19.4 (2018): 660.

Anda mungkin juga menyukai