Makalah Akuntansi Manajemen Analisis Biaya Volume Dan Laba Dikonversi
Makalah Akuntansi Manajemen Analisis Biaya Volume Dan Laba Dikonversi
KELOMPOK VII
Fakultas Ekonomi
Jurusan Manajemen
Universitas Darma
Agung Medan
2014
1
Analisis biaya-volume-laba merupakan metode estimasi bagaimana
perubahan biaya variabel per unit, harga jual per unit, jumlah biaya
tetap per periode, volume penjualan, dan bauran penjualan akan
mempengaruhi laba.
Analisis biaya-volume-laba adalah pemeriksaan bagaimana jumlah
pendapatan dan jumlah biaya berubah seiring dengan perubahan
volume penjualan.
Analisis biaya-volume-laba adalah instrumen yang lazim dipakai
untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi manajemen
untuk pengambilan keputusan.
Analisis biaya-volume-laba tergantung pada sejumlah asumsi yang
membatasi. Diantara asumsi-asumsi tersebut adalah:
Semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel ataupun biaya tetap.
atau,
Penjualan - Biaya variabel - Biaya tetap = Laba bersih
atau,
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya tetap + Laba bersih
Contoh:
P.T. Istana Dewata, Harga jual per unit...............................Rp 250.000
Biaya variabel per unit........................Rp 150.000
Biaya tetap............................................Rp 70.000.000
Di mana,
P = Titik impas penjualan VCD player
Komputasi Titik Impas: Metode Kontribusi Unit (Unit Contibution Method)
Titik impas (dalam unit)= Biaya tetap
Marjin kontribusi per unit
atau,
Titik impas (dalam rupiah) = Biaya tetap
Rasio marjin kontribusi
400
P.T. Istana Dewata
350 (Grafik Titik Impas)
300
Titik impas
(dalam jutaan rupiah)
(Break-Even Point)
(700250
unit VCD player atau nilai penjualan Rp 175.000.000)
200
150
Biaya variabel
(Rp 150.000 per unit VCD player)
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Volume Penjualan (dalam ratusan unit)
Dalam penentuan titik impas melalui grafik biaya, laba ditunjukkan oleh perbedaan
antara jumlah pendapatan dan jumlah biaya. Grafik laba (profit graph) hanya
menggambarkan laba dan rugi serta menghilangkan garis-garis biaya dan pendapatan.
Dengan data dari P.T Istana Dewata, garis laba digambarkan dengan cara berikut:
Mencari kerugian atas penjualan sebesar nol. Kerugian ini adalah besarnya biaya
tetap Rp 70.000.000, yang lalu dipatok pada sumbu vertikal.
Mencari laba atau kerugian pada volume penjualan lainnya. Sebagai contoh, pada
penjualan 700 unit VCD player, labanya adalah nol (Rp 175.000.000 – (Rp
105.000.000 + Rp 70.000.000)), atau pada penjualan 1.000 unit, labanya sebesar
Rp 30.000.000.
Setelah kedua titik tersebut diidentifikasi, lalu ditarik garis diantara kedua titik
tersebut.
100
P.T. Istana Dewata
(Grafik Laba)
Laba
80
Titik impas
60
(Break-Even Point)
(700 unit VCD player atau nilai
penjualan Rp 175.000.000)
(dalam jutaan rupish)
40
20
0
1 2 3 4 6 7 9 10 11 12 13 14 15
5 8
-20
-40
Garis Impas
Rugi
-60
-80
atau,
Titik impas:
Rp 120.000 : 25% Rp 480.000
Rp 270.000 : 50% Rp 540.000
13
Dari tabel sebelumnya, perusahaan Gelora Samudra mempunyai proporsi biaya tetap yang
lebih tinggi dari segi biaya variabelnya dibandingkan P.T. Badai Gurun, kendatipun jumlah biaya
pada masing-masing kedua perusahaan tersebut (yakni Rp 360.000) sama pada tingkat penjualan
Rp 400.000. Namun, apabila penjualan pada masing-masing perusahaan dinaikkan sebesar 10%
(dari Rp 400.000 menjadi Rp 440.000), maka laba bersih P.T. Gelora Samudra melonjak sebesar
70% (dari Rp 40.000 menjadi Rp 68.000), sedangkan P.T. Badai Gurun mengalami kenaikan laba
bersih hanya sebesar 40% (dari Rp 40.000 menjadi Rp 56.000).
Faktor tuasan operasi (degree of operating leverage) di P.T. Badai Gurun dan P.T. Gelora
Samudra pada tingkat penjualan Rp 400.000 adalah:
Rp 160.000
P.T. Badai Gurun: Rp 280.000
= 4 P.T. Gelora Samudra: = 7
Rp 40.000 Rp 40.000
Dengan membaca faktor tuasan operasi di atas, apabila penjualan meningkat sebesar 10%,
maka laba bersih P.T. Badai Gurun akan melonjak sebesar 4 kali lipat (atau 40%), dan laba bersih
P.T Gelora Samudra akan melambung 7 kali lipat (atau 70%).
15
Laba Sasaran
Contoh: P.T. Istana Dewata -- Harga jual per unit.........Rp 250.000
-- Biaya variabel................Rp 150.000
-- Biaya tetap.....................Rp 75.000.000
Apabila P.T. Istana Dewata menargetkan laba tahunan sebesar 20%,, hal ini berarti bahwa P.T.
Istana Dewata mempunyai laba sasaran Rp 24.000.000 (20% x Rp 120.000.000). Maka untuk
memperoleh laba tersebut jumlah unit VCD player yang harus dijual adalah sebagai berikut:
Penjualan = Biaya variabel + Biaya tetap + Laba bersih
Rp 250.000X = Rp 150.000X + Rp 70.000.000 + Rp 24.000.000
Rp 100.000X = Rp 94.000.000
X = 940 unit (X adalah jumlah unit VCD player yang harus dijual)
Laba sasaran dapat dicari dengan menggunakan marjin kontribusi per unit, dengan rumus berikut:
16
Dampak Perubahan Harga Jual
Kenaikan harga jual per unit akan menurunkan titik impas penjualan, sedangkan
penurunan harga jual per unit akan menaikkan titik impas penjualan. Dengan memakai
analisis biaya-volume-laba, manajer dapat menentukan besarnya volume penjualan
yang mesti berubah setelah melakukan perubahan harga supaya dapat mencapai laba
sasaran yang ditetapkan.
Contoh:
Misalkan P.T. Istana Dewata mempertimbangkan kenaikan harga sebesar Rp 40.000
per unit. Berapakah banyaknya unit VCD player yang harus dijual pada harga baru
tersebut agar mencapai titik impas? Dan berapa pula yang harus dijual untuk
memperoleh laba Rp 24.000.000? Tingkat–tingkat penjualan dapat dicari sebagai
berikut:
17
Data Kenaikan Harga Jual
Semula (Rp 40.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Naik Rp 290.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Rp 150.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 140.000 per unit
19
Data Penurunan Biaya Variabel
Semula (Rp 10.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Rp 250.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Turun Rp 140.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 110.000 per unit
Rp 70.000.000
Biaya tetap Rp 24.000.000 Rp 70.000.000
Laba sasaran Rp 24.000.000
Rp 70.000.000 =
Penjualan impas (unit) = Rp 100.000 Rp 70.000.000
Rp 110.000
700 unit Turun
= = 636 unit
21
Data Kenaikan Biaya Tetap
Semula (Rp 2.000.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Rp 250.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Rp 150.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 100.000 per unit
Naik
Biaya tetap Rp 70.000.000 Rp 72.000.000
Laba sasaran Rp 24.000.000 Rp 24.000.000
23
Kenaikan Biaya Tetap
Data
(Rp 2.000.000) dan Harga Jual
Semula
(Rp 40.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Naik Rp 290.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Rp 150.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 140.000 per unit
25
P.T. Pedang Menoreh
Data Penjualan Tahun 2001
Produk AS800 Produk IBX005 Jumlah
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Penjualan Rp 800.000 100 Rp 3.200.000 100 Rp 4.000.000 100
(-) Biaya variabel Rp 600.000 75 Rp 1.600.000 50 Rp 2.200.000 55
TABEL 2. Analisis Titik Impas pada Multiproduk: Terdapat Pergeseran Bauran Penjualan
27
Pada Tabel 1, titik impas ada pada penjualan sebesar Rp 2.400.000, diperoleh dengan
membagi biaya tetap Rp 1.080.000 dengan rasio marjin kontribusi 45%. Namun penjualan sebesar
Rp 2.400.000 ini menunjukkan titik impas hanya sebatas bauran penjualan tidak berubah. Apabila
bauran penjualan berubah, titik impas penjualan juga akan berubah. Hal ini dapat diilustrasikan
dengan menganggap bahwa pada tahun 2002 terjadi pergeseran dari lini produk IBX005 yang
menguntungkan (dengan rasio marjin kontribusi 50%) menuju lini produk AS800 yang kurang
menguntungkan (dengan rasio marjin kontribusi hanya 25%). Data penjualan untuk tahun 2002
seperti tersaji pada Tabel 2
Walaupun penjualan tidak mengalami perubahan (tetap pada Rp 4.000.000), bauran
penjualan mengalami perubahan yang berlawanan dengan apa yang tersaji pada Tabel 1. Penjualan
yang jumlahnya besar kini berasal dari lini produk AS800. Pergeseran bauran penjualan ini telah
menyebabkan rasio marjin kontribusi dan jumlah laba merosot tajam dari tahun sebelumnya.
Rasio marjin kontribusi merosot dari 45% pada tahun 2001 menjadi 30% pada 2002, sedangkan
laba bersih merosot tajam dari Rp 720.000 pada tahun 2001 menjadi Rp 120.000 pada 2002. Titik
impas penjualan mengalami peningkatan dari Rp 2.400.000 pada tahun 2001 menjadi
Rp 3.600.000 pada tahun 2002.
Penentuan Biaya Pokok Penuh/Absorsi (Full Costing atau Absorption Costing)
Penentuan biaya pokok penuh (full costing) memperlakukan semua biaya produksi sebagai biaya
produk (product costs), tidak peduli apakah biaya tersebut bersifat variabel ataukah tetap. Oleh karena
itu, penentuan harga pokok penuh mengalokasikan suatu bagian dari biaya overhead pabrikasi tetap
maupun variabel kepada setiap unit produk. Dengan demikian, biaya satuan produk dengan metode
penentuan biaya pokok penuh ini terdiri atas biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrikasi tetap dan variabel.
Klasifikasi Biaya-Penentuan Biaya Pokok Penuh dan Penentuan Biaya Pokok Variabel
29
Penentuan Biaya Pokok Variabel (Variable Costing)
Variable costing kadangkala disebut juga direct costing (penentuan biaya pokok
langsung) atau marginal costing (penentuan biaya pokok marjinal).
Dalam metode penentuan biaya pokok variabel (variable costing), hanya biaya-
biaya produksi variabel saja yang dimasukkan dalam persediaan dan biaya pokok
penjualan. Ketika tingkat aktivitas diukur dalam unit-unit produk yang dihasilkan,
maka biaya-biaya variabel biasanya terdiri atas bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrikasi variabel. Biaya overhead pabrikasi tetap tidaklah
diperlakukan sebagai biaya produk. Biaya overhead pabrikasi tetap diperlakukan
sebagai biaya periode, seperti halnya biaya penjualan dan administratif, dan dibebankan
seluruhnya terhadap pendapatan dalam periode tersebut.
Metode ini menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan biaya satuan
yang berubah secara berlawanan dengan volume produksi karena biaya overhead
pabrikasi tetap diperlakukan sebagai biaya periode.
Diperlukan tiga langkah dalam penerapan penentuan biaya pokok variabel:
Semua biaya, dianalisis secara cermat guna menentukan mana yang berperilaku variabel
dan mana yang berperilaku tetap.
Biaya pabrikasi variabel, dibebankan sebagai biaya produk. Oleh karena itu, persediaan
barang dalam proses, persediaan barang jadi, dan biaya pokok penjualan dibiayakan dengan
berdasarkan pada biaya-biaya pabrikasi yang bervariasi sejalan dengan tingkat produksi.
Semua biaya overhead pabrikasi tetap serta beban penjualan dan administratif
diperlakukan sebagai biaya periode dan dibebankan ke laporan laba rugi pada saat
dikeluarkan. Kendatipun demikian, beban penjualan dan administratif variabel dipisahkan
dari beban penjualan dan administratif tetap tatkala disajikan pada laporan laba rugi. Beban
penjualan dan administratif variabel serta biaya pabrikasi variabel dikurangkan dari
pendapatan penjualan guna menentukan marjin kontribusi pada periode berjalan. Sebaliknya,
beban penjualan dan administratif tetap serta biaya overhead pabrikasi tetap dikurangkan
dari marjin kontribusi guna menentukan laba bersih selama periode berjalan.
Perbandingan Laporan Laba Rugi dengan Metode Penentuan Biaya Pokok
Variabel dan Biaya Pokok Penuh
Pada saat metode full costing yang digunakan, laporan laba rugi biasanya diformat
dengan menggunakan format fungsional (functional format), yang mengklasifikasikan biaya-
biaya berdasarkan fungsi biaya seperti pabrikasi, penjualan, dan administrasi. Format
laporan laba rugi fungsional (functional income statement) mengurangkan biaya pabrikasi
(yang ditunjukkan oleh biaya pokok penjualan) dari pendapatan untuk mencari laba kotor.
Sedangkan untuk mencari laba bersihnya, biaya penjualan dan administratif dikurangkan
dari laba kotor.
Apabila digunakan metode penentuan biaya pokok variabel, perusahaan dapat menyusun
laporan laba rugi yang mengklasifiksikan semua beban dari segi perilakunya, sebagai biaya
tetap atau variabel. Dengan memisahkan komponen-komponen biaya variabel dari biaya
tetap, maka dapat disusun laporan laba rugi dengan format marjin kontribusi. Dengan adanya
informasi marjin kontribusi, pembaca laporan keuangan dapat membuat estimasi wajar
seberapa banyak laba akan berubah disebabkan adanya perubahan penjualan.
Contoh:
P.T. Kincir Khayangan memproduksi sebuah lini produk kanvas rem motor. Selama
tahun 2001, perusahaan memproduksi 100.000 unit kanvas dan menjual sebanyak 75.000
unit kanvas dengan harga Rp 27.000 per unitnya. Biaya-biaya selama tahun berjalan adalah
sebagai berikut:
Biaya pabrikasi (per unit)
Bahan baku.................................................................... Rp 3.800
Tenaga kerja................................................................... Rp 3.600
Overhead variabel.......................................................... Rp 3.000
Overhead tetap (Rp 240.000.000 : 100.000 unit)......... Rp 2.400
Contoh:
Misalnya diasumsikan bahwa pada tahun 2002 P.T. Kincir Khayangan memproduksi
80.000 kanvas rem dan menjualnya sebanyak 100.000 unit. Anggaplah jumlah biaya tetap,
biaya variabel per unit, dan harga jualnya sama seperti tahun 2011.Perusahaan ini memakai
arus biaya FIFO. Akibatnya, tarif overhead pabrikasi tetap selama tahun 2002 adalah Rp
3.000 (Rp 240.000.000 : 80.000).
P.T. Kincir Khayangan
Laporan Laba Rugi (Variable Costing)
31 Desember 2001
Pendapatan penjualan Rp 2.700.000.000
(Rp 27.000 x 100.000)
Dikurangi biaya variabel
Biaya pabrikasi variabel Rp 1.040.000.000
(Rp 10.400 x 100.000)
Beban pemasaran dan administratif Rp 260.000.000 Rp 1.300.000.000
(Rp 2.600 x 100.000)
Margin kontribusi Rp 1.400.000.000
Dikurangi biaya tetap
Biaya pabrikasi tetap Rp 240.000.000
Beban pemasaran dan administratif tetap Rp 160.000.000 Rp 400.000.000