Anda di halaman 1dari 41

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK VII

1. Paulo M.P. Harianja (11.032.111.006)


2. Linceria Manurung (11.032.111.071)
3. Simjoli Rivi Ricardo Cibro (11.032.111.112)

Fakultas Ekonomi
Jurusan Manajemen
Universitas Darma
Agung Medan
2014
1
 Analisis biaya-volume-laba merupakan metode estimasi bagaimana
perubahan biaya variabel per unit, harga jual per unit, jumlah biaya
tetap per periode, volume penjualan, dan bauran penjualan akan
mempengaruhi laba.
 Analisis biaya-volume-laba adalah pemeriksaan bagaimana jumlah
pendapatan dan jumlah biaya berubah seiring dengan perubahan
volume penjualan.
 Analisis biaya-volume-laba adalah instrumen yang lazim dipakai
untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi manajemen
untuk pengambilan keputusan.
Analisis biaya-volume-laba tergantung pada sejumlah asumsi yang
membatasi. Diantara asumsi-asumsi tersebut adalah:
 Semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel ataupun biaya tetap.

 Fungsi jumlah biaya adalah linier dalam kisaran relevan.

 Fungsi jumlah pendapatan adalah linier dalam kisaran relevan.

 Analisisnya untuk sebuah produk, atau bauran penjualan dari

bermacam macam produk adalah konstan dalam kisaran relevan.


 Hanya terdapat satu pemicu biaya: volume unit produk atau rupiah
penjualan.
 Dalam perusahaan pabrikasi, tingkat persediaan pada awal dan akhir periode
adalah sama.
Marjin kontribusi (contribution margin) adalah perbedaan antara harga jual per unit dan biaya
variabel per unit. Istilah marjin kontribusi kerap pula digunakan untuk mengacu ke jumlah marjin
kontribusi (total contribution margin) yang merupakan perbedaan antara jumlah penjualan dan jumlah
biaya variabel. Marjin kontribusi dapat pula dinyatakan sebagai suatu persentase dari pendapatan
penjualan. Marjin kontribusi
Rasio marjin kontribusi =
Penjualan
P.T. Istana Dewata
Laporan Laba Rugi Kontribusi
31 Maret 2001
Per Unit Jumlah
Penjualan (800 VCD Player) Rp 250.000 Rp 200.000.000
Kurang: biaya variabel Rp 150.000 Rp 120.000.000

Marjin Kontribusi Rp 100.000 Rp 80.000.000


Kurang: biaya tetap Rp 70.000.000

Laba (rugi) bersih Rp. 10.000.000


Titik impas (break-even point) adalah volume penjualan di mana jumlah
pendapatan dan jumlah biayanya sama; tidak terdapat laba maupun rugi bersih.
Laba bersih akan diperoleh bilamana volume penjualan berada di atas titik
impas, sedangkan rugi bersih akan diderita bila volume penjualan berada di
bawah titik impas.
 Komputasi Titik Impas: Metode Persamaan (Equation Method)
Penjualan - Jumlah biaya = Laba bersih

atau,
Penjualan - Biaya variabel - Biaya tetap = Laba bersih

atau,
Penjualan = Biaya Variabel + Biaya tetap + Laba bersih
Contoh:
P.T. Istana Dewata, Harga jual per unit...............................Rp 250.000
Biaya variabel per unit........................Rp 150.000
Biaya tetap............................................Rp 70.000.000

Titik impasnya dihitung sebagai berikut:

Penjualan = Biaya variabel + Biaya tetap + Laba bersih


250.000P = 150.000P + 70.000.000 + 0
100.000P = 70.000.000
P = 700 unit VCD player
P = Rp 175.000.000 (700 x Rp 250.000)

Di mana,
P = Titik impas penjualan VCD player
 Komputasi Titik Impas: Metode Kontribusi Unit (Unit Contibution Method)
Titik impas (dalam unit)= Biaya tetap
Marjin kontribusi per unit
atau,
Titik impas (dalam rupiah) = Biaya tetap
Rasio marjin kontribusi

Contoh: (P.T. Istana Dewata), Harga jual per unit……………………Rp 250.000


Kurang: biaya variabel per unit………Rp 150.000
Marjin kontribusi per unit…………....Rp 100.000
Rasio marjin kontribusi........................ 40%
Biaya tetap...........................................Rp 70.000.000
Maka:
Titik impas = (Biaya tetap/Marjin kontribusi per unit) = (Rp 70.000.000/Rp 100.000) = 700 unit
atau,
Titik impas = (Biaya tetap/Rasio marjin kontribusi) = (Rp 70.000.000/40%) = Rp 175.000.000
 Komputasi Titik Impas: Ancangan Grafis (Graphic Approach)

400
P.T. Istana Dewata
350 (Grafik Titik Impas)

300
Titik impas
(dalam jutaan rupiah)

(Break-Even Point)
(700250
unit VCD player atau nilai penjualan Rp 175.000.000)

200

150
Biaya variabel
(Rp 150.000 per unit VCD player)
100

Garis Biaya Tetap


50
Biaya tetap (Rp 70.000.000)

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Volume Penjualan (dalam ratusan unit)
Dalam penentuan titik impas melalui grafik biaya, laba ditunjukkan oleh perbedaan
antara jumlah pendapatan dan jumlah biaya. Grafik laba (profit graph) hanya
menggambarkan laba dan rugi serta menghilangkan garis-garis biaya dan pendapatan.
Dengan data dari P.T Istana Dewata, garis laba digambarkan dengan cara berikut:
 Mencari kerugian atas penjualan sebesar nol. Kerugian ini adalah besarnya biaya
tetap Rp 70.000.000, yang lalu dipatok pada sumbu vertikal.
 Mencari laba atau kerugian pada volume penjualan lainnya. Sebagai contoh, pada
penjualan 700 unit VCD player, labanya adalah nol (Rp 175.000.000 – (Rp
105.000.000 + Rp 70.000.000)), atau pada penjualan 1.000 unit, labanya sebesar
Rp 30.000.000.
 Setelah kedua titik tersebut diidentifikasi, lalu ditarik garis diantara kedua titik
tersebut.
100
P.T. Istana Dewata
(Grafik Laba)
Laba

80

Titik impas
60
(Break-Even Point)
(700 unit VCD player atau nilai
penjualan Rp 175.000.000)
(dalam jutaan rupish)

40

20

0
1 2 3 4 6 7 9 10 11 12 13 14 15
5 8

-20

-40
Garis Impas
Rugi

-60

-80

Volume Penjualan (dalam ratusan unit)


Marjin pengaman penjualan (margin of safety, MS) adalah kelebihan penjualan
yang dianggarkan di atas volume penjualan impas. Marjin pengaman penjualan ini
menentukan seberapa banyak penjualan boleh turun sebelum perusahaan menderita
kerugian. Marjin pengaman penjualan dipandang sebagai ukuran kasar resiko. Selalu
terdapat kejadian-kejadian, yang tidak diketahui ketika rencana disusun yang dapat
menurunkan pejualan di bawah tingkat yang diharapkan sebelumnya.

Marjin pengaman penjualan = Penjualan dianggarkan – Penjualan impas

atau,

Marjin pengaman penjualan dalam rupiah


Persentase marjin pengaman penjualan =
Penjualan
P.T. Pralaya P.T. Bratayuda
Jumlah Persen Jumlah Persen
Penjualan Rp 600.000 100 Rp 600.000 100
Kurang: biaya variabel Rp 450.000 75 Rp 300.000 50
Marjin kontribusi Rp 150.000 25 Rp 300.000 50
Kurang: biaya tetap Rp 120.000 Rp 270.000
Laba bersih Rp 30.000 Rp 30.000

Titik impas:
Rp 120.000 : 25% Rp 480.000
Rp 270.000 : 50% Rp 540.000

Marjin pengaman penjualan dalam rupiah


(Jumlah penjualan – Penjualan
impas) Rp 600.000 – Rp 480.000 Rp 120.000
Rp 600.000 – Rp 540.000 Rp 60.000

Marjin pengaman penjualan dalam


persentase Rp 120.000 + Rp 600.000 20%
Rp 60.000 + Rp 600.000 10%
Tuasan operasi (Operating leverage) adalah tingkat pengeluaran biaya tetap di dalam sebuah
perusahaan. Tuasan operasi mengacu kepada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
kenaikan laba bersih manakala volume penjualan melonjak. Karena perbedaan antara marjin
kontribusi dan laba operasi adalah biaya tetap, maka perusahaan dengan biaya tetap yang tinggi
umumnya akan mempunyai tuasan operasi yang tinggi pula. Apabila perusahaan mempunyai
operating leverage yang terbilang tinggi, maka keuntungannya akan sangat peka terhadap
perubahan penjualan. Persentase kenaikan (atau penurunan) yang kecil dalam penjualan dapat
mengakibatkan persentase kenaikan (atau penurunan) yang besar dalam keuntungan yang diraih.

P.T. Badai Gurun P.T. Gelora Samudra


Jumlah Persen Jumlah Persen
Penjualan Rp 400.000 100 Rp 400.000 100
Kurang: biaya variabel Rp 240.000 60 Rp 120.000 30

Marjin kontribusi Rp 160.000 40 Rp 280.000 70


Kurang: biaya tetap Rp 120.000 Rp 240.000

Laba bersih Rp 40.000 Rp 40.000

13
Dari tabel sebelumnya, perusahaan Gelora Samudra mempunyai proporsi biaya tetap yang
lebih tinggi dari segi biaya variabelnya dibandingkan P.T. Badai Gurun, kendatipun jumlah biaya
pada masing-masing kedua perusahaan tersebut (yakni Rp 360.000) sama pada tingkat penjualan
Rp 400.000. Namun, apabila penjualan pada masing-masing perusahaan dinaikkan sebesar 10%
(dari Rp 400.000 menjadi Rp 440.000), maka laba bersih P.T. Gelora Samudra melonjak sebesar
70% (dari Rp 40.000 menjadi Rp 68.000), sedangkan P.T. Badai Gurun mengalami kenaikan laba
bersih hanya sebesar 40% (dari Rp 40.000 menjadi Rp 56.000).

P.T. Badai Gurun P.T. Gelora Samudra


Jumlah Persen Jumlah Persen
Penjualan Rp 440.000 100 Rp 440.000 100
Kurang: biaya variabel Rp 264.000 60 Rp 132.000 30

Marjin kontribusi Rp 176.000 40 Rp 308.000 70


Kurang: biaya tetap Rp 120.000 Rp 240.000

Laba bersih Rp 56.000 Rp 68.000


Kadar/faktor tuasan operasi (degree of operating leverage) yang terdapat dalam perusahaan
pada tingkat penjualan tertentu dapat diukur melalui rumus berikut:

Faktor tuasan operasi = Marjin kontribusi


Laba bersih

Faktor tuasan operasi (degree of operating leverage) di P.T. Badai Gurun dan P.T. Gelora
Samudra pada tingkat penjualan Rp 400.000 adalah:

Rp 160.000
P.T. Badai Gurun: Rp 280.000
= 4 P.T. Gelora Samudra: = 7
Rp 40.000 Rp 40.000

Dengan membaca faktor tuasan operasi di atas, apabila penjualan meningkat sebesar 10%,
maka laba bersih P.T. Badai Gurun akan melonjak sebesar 4 kali lipat (atau 40%), dan laba bersih
P.T Gelora Samudra akan melambung 7 kali lipat (atau 70%).

15
 Laba Sasaran
Contoh: P.T. Istana Dewata -- Harga jual per unit.........Rp 250.000
-- Biaya variabel................Rp 150.000
-- Biaya tetap.....................Rp 75.000.000
Apabila P.T. Istana Dewata menargetkan laba tahunan sebesar 20%,, hal ini berarti bahwa P.T.
Istana Dewata mempunyai laba sasaran Rp 24.000.000 (20% x Rp 120.000.000). Maka untuk
memperoleh laba tersebut jumlah unit VCD player yang harus dijual adalah sebagai berikut:
Penjualan = Biaya variabel + Biaya tetap + Laba bersih
Rp 250.000X = Rp 150.000X + Rp 70.000.000 + Rp 24.000.000
Rp 100.000X = Rp 94.000.000
X = 940 unit (X adalah jumlah unit VCD player yang harus dijual)
Laba sasaran dapat dicari dengan menggunakan marjin kontribusi per unit, dengan rumus berikut:

Volume penjualan = Biaya tetap + Laba sasaran


Marjin kontribusi per unit

16
 Dampak Perubahan Harga Jual
Kenaikan harga jual per unit akan menurunkan titik impas penjualan, sedangkan
penurunan harga jual per unit akan menaikkan titik impas penjualan. Dengan memakai
analisis biaya-volume-laba, manajer dapat menentukan besarnya volume penjualan
yang mesti berubah setelah melakukan perubahan harga supaya dapat mencapai laba
sasaran yang ditetapkan.
Contoh:
Misalkan P.T. Istana Dewata mempertimbangkan kenaikan harga sebesar Rp 40.000
per unit. Berapakah banyaknya unit VCD player yang harus dijual pada harga baru
tersebut agar mencapai titik impas? Dan berapa pula yang harus dijual untuk
memperoleh laba Rp 24.000.000? Tingkat–tingkat penjualan dapat dicari sebagai
berikut:

17
Data Kenaikan Harga Jual
Semula (Rp 40.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Naik Rp 290.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Rp 150.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 140.000 per unit

Biaya tetap Rp 70.000.000 Rp 70.000.000


Laba sasaran Rp 24.000.000 Rp 24.000.000

Penjualan impas (unit) = Rp 70.000.000 = Rp 70.000.000


Rp 100.000 Rp 140.000
700 unit Turun
= = 500 unit

Penjualan (unit) untuk = Rp 94.000.000 = Rp 94.000.000


mencapai laba sasaran Rp 100.000 Rp 140.000
sebesar Rp 24.000.000 = 940 unit = 671 unit
 Dampak Perubahan Biaya Variabel
Kenaikan biaya variabel akan menaikkan titik impas penjualan, sedangkan
penurunan biaya variabel akan menurunkan titik impas penjualan. Untuk memprediksi
imbas perubahan biaya variabel ini, manajer dapat memakai analisis biaya-volume-laba
untuk menentukan besarnya volume penjualan yang mesti berubah supaya dapat
mencapai laba sasaran yang ditetapkan.
Contoh:
Diasumsikan P.T. Istana Dewata berpeluang untuk memotong biaya variabel
sebesar Rp 10.000 per unit karena membeli dalam partai besar. Laba sasaran
diasumsikan tidak berubah, tetap sebesar Rp 24.000.000. Berapakah banyaknya VCD
player yang harus dijual oleh P.T. Istana Dewata untuk mencapai titik impas? Dan
berapa pula yang harus dijual untuk meraup laba Rp 24.000.000? Tingkat-tingkat
penjualan tersebut dapat dicari sebagai berikut:

19
Data Penurunan Biaya Variabel
Semula (Rp 10.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Rp 250.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Turun Rp 140.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 110.000 per unit
Rp 70.000.000
Biaya tetap Rp 24.000.000 Rp 70.000.000
Laba sasaran Rp 24.000.000
Rp 70.000.000 =
Penjualan impas (unit) = Rp 100.000 Rp 70.000.000
Rp 110.000
700 unit Turun
= = 636 unit

Penjualan (unit) untuk = Rp 94.000.000 = Rp 94.000.000


mencapai laba sasaran Rp 100.000 Rp 110.000
sebesar Rp 24.000.000 = 940 unit = 855 unit
 Dampak Perubahan Biaya Tetap
Kenaikan biaya tetap akan menaikkan titik impas penjualan, sedangkan penurunan
biaya tetap akan menurunkan titik impas penjualan. Untuk memprediksi imbas
perubahan biaya tetap ini, manajer dapat memakai analisis biaya-volume-laba untuk
menentukan besarnya volume penjualan yang mesti berubah supaya dapat mencapai
laba sasaran yang ditetapkan.
Contoh:
Diasumsikan bahwa manajer P.T. Istana Dewata mempertimbangkan kenaikan
biaya iklan sebesar Rp 2.000.000. Berapakah banyaknya unit VCD player yang harus
dijual oleh P.T. Istana Dewata untuk mencapai titik impas? Dan berapa pula yang harus
dijual untuk meraup laba sebesar Rp 24.000.000? Tingkat-tingkat penjualan dapat
dihitung sebagai berikut:

21
Data Kenaikan Biaya Tetap
Semula (Rp 2.000.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Rp 250.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Rp 150.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 100.000 per unit

Naik
Biaya tetap Rp 70.000.000 Rp 72.000.000
Laba sasaran Rp 24.000.000 Rp 24.000.000

Penjualan impas (unit) = Rp 70.000.000 = Rp 72.000.000


Rp 100.000 Rp 100.000
700 unit Naik
= = 720 unit

Penjualan (unit) untuk = Rp 94.000.000 = Rp 96.000.000


mencapai laba sasaran Rp 100.000 Rp 100.000
sebesar Rp 24.000.000 = 940 unit = 960 unit
 Dampak Perubahan Simultan Harga Dan Biaya
Dalam praktik di lapangan, harga dan biaya kerap berubah secara simultan. Biaya
variabel sering berubah dan perusahaan juga turut bereaksi dengan mengubah harga-
harga produknya
Contoh:
Misalkan manajer P.T. Istana Dewata mempertimbangkan suatu kenaikan biaya
iklan sebesar Rp 2.000.000. Manajer berharap dapat menutup kenaikan biaya iklan itu
dengan menaikkan harga jual sebesar Rp 40.000 per unitnya. Berapakah banyaknya
unit VCD player yang harus dijual P.T Istana Dewata untuk mencapai titik impas? Dan
berapa pula yang harus dijual agar meraup laba Rp 24.000.000? Tingkat-tingkat
penjualan tersebut dapat dicari sebagai berikut:

23
Kenaikan Biaya Tetap
Data
(Rp 2.000.000) dan Harga Jual
Semula
(Rp 40.000)
Harga jual per unit Rp 250.000 per unit Naik Rp 290.000 per unit
Biaya variabel Rp 150.000 per unit Rp 150.000 per unit
Marjin kontribusi per unit Rp 100.000 per unit Rp 140.000 per unit

Biaya tetap Rp 70.000.000 Naik Rp 72.000.000


Laba sasaran Rp 24.000.000 Rp 24.000.000

Penjualan impas (unit) = Rp 70.000.000 = Rp 72.000.000


Rp 100.000 Rp 140.000
= Turun = 514 unit
700 unit

Penjualan (unit) untuk = Rp 94.000.000 = Rp 96.000.000


mencapai laba sasaran Rp 100.000 Rp 140.000
sebesar Rp 24.000.000 = 940 unit = 686 unit
 Bauran Penjualan dan Analisis Titik Impas
Sebagian besar perusahaan pada umumnya menjual lebih dari satu lini produk pada
bermacam-macam harga jual. Selain itu, produk-produk yang dijual sering pula
mempunyai biaya-biaya variabel per unit yang berlainan. Harga jual dan biaya variabel
yang berlainan di antara lini produk tersebut akan membuat lini-lini produk yang ada
mempunyai marjin kontribusi yang berbeda-beda pula.
Analisis bauran penjualan (sales mix analysis) melibatkan penentuan kombinasi
paling menguntungkan dari penjualan produk pada saat perusahaan menjual lebih dari
satu lini produk.Yang sangat terkait dengan analisis bauran penjualan adalah kajian
profitabilitas lini produk yang dirancang untuk mencari produk-produk mana yang
merugikan perusahaan.
Contoh:
P.T. Pedang Menoreh mempunyai dua lini produk: lini produk AS800 dan lini
produk IBX005. Untuk tahun 2001, penjualan, biaya, dan titik impas perusahaan
tampak pada Tabel 1, dan untuk tahun 2002 tampak pada Tabel 2

25
P.T. Pedang Menoreh
Data Penjualan Tahun 2001
Produk AS800 Produk IBX005 Jumlah
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Penjualan Rp 800.000 100 Rp 3.200.000 100 Rp 4.000.000 100
(-) Biaya variabel Rp 600.000 75 Rp 1.600.000 50 Rp 2.200.000 55

Marjin kontribusi Rp 200.000 25 Rp 1.600.000 50 Rp 1.800.000 45


(-) Biaya tetap Rp 1.080.000

Laba bersih Rp 720.000

TABEL 1. Analisis Titik Impas pada Multiproduk

Komputasi titik impas:


Biaya tetap Rp 1.080.000
Rasio marjin kontribusi 45% = Rp 2.400.000
P.T. Pedang Menoreh
Data Penjualan Tahun 2002
Produk AS800 Produk IBX005 Jumlah
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Penjualan Rp 3.200.000 100 Rp 800.000 100 Rp 4.000.000 100
(-) Biaya variabel Rp 2.400.000 75 Rp 400.000 50 Rp 2.800.000 70

Marjin kontribusi Rp 800.000 25 Rp 400.000 50 Rp 1.200.000 30


(-) Biaya tetap Rp 1.080.000

Laba bersih Rp 120.000

TABEL 2. Analisis Titik Impas pada Multiproduk: Terdapat Pergeseran Bauran Penjualan

Komputasi titik impas:


Biaya tetap Rp 1.080.000
Rasio marjin kontribusi 30% = Rp 3.600.000

27
Pada Tabel 1, titik impas ada pada penjualan sebesar Rp 2.400.000, diperoleh dengan
membagi biaya tetap Rp 1.080.000 dengan rasio marjin kontribusi 45%. Namun penjualan sebesar
Rp 2.400.000 ini menunjukkan titik impas hanya sebatas bauran penjualan tidak berubah. Apabila
bauran penjualan berubah, titik impas penjualan juga akan berubah. Hal ini dapat diilustrasikan
dengan menganggap bahwa pada tahun 2002 terjadi pergeseran dari lini produk IBX005 yang
menguntungkan (dengan rasio marjin kontribusi 50%) menuju lini produk AS800 yang kurang
menguntungkan (dengan rasio marjin kontribusi hanya 25%). Data penjualan untuk tahun 2002
seperti tersaji pada Tabel 2
Walaupun penjualan tidak mengalami perubahan (tetap pada Rp 4.000.000), bauran
penjualan mengalami perubahan yang berlawanan dengan apa yang tersaji pada Tabel 1. Penjualan
yang jumlahnya besar kini berasal dari lini produk AS800. Pergeseran bauran penjualan ini telah
menyebabkan rasio marjin kontribusi dan jumlah laba merosot tajam dari tahun sebelumnya.
Rasio marjin kontribusi merosot dari 45% pada tahun 2001 menjadi 30% pada 2002, sedangkan
laba bersih merosot tajam dari Rp 720.000 pada tahun 2001 menjadi Rp 120.000 pada 2002. Titik
impas penjualan mengalami peningkatan dari Rp 2.400.000 pada tahun 2001 menjadi
Rp 3.600.000 pada tahun 2002.
 Penentuan Biaya Pokok Penuh/Absorsi (Full Costing atau Absorption Costing)
Penentuan biaya pokok penuh (full costing) memperlakukan semua biaya produksi sebagai biaya
produk (product costs), tidak peduli apakah biaya tersebut bersifat variabel ataukah tetap. Oleh karena
itu, penentuan harga pokok penuh mengalokasikan suatu bagian dari biaya overhead pabrikasi tetap
maupun variabel kepada setiap unit produk. Dengan demikian, biaya satuan produk dengan metode
penentuan biaya pokok penuh ini terdiri atas biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrikasi tetap dan variabel.

Penentuan Biaya Pokok Penuh


Penentuan Biaya Pokok Variabel
(Full Costing)
(Variable Costing)
Bahan baku langsung
Tenaga kerja langsung
Biaya produk
Biaya produk Overhead pabrikasi variabel

Overhead pabrikasi tetap

Biaya periode Beban penjualan dan administratif Biaya periode

Klasifikasi Biaya-Penentuan Biaya Pokok Penuh dan Penentuan Biaya Pokok Variabel
29
 Penentuan Biaya Pokok Variabel (Variable Costing)
Variable costing kadangkala disebut juga direct costing (penentuan biaya pokok
langsung) atau marginal costing (penentuan biaya pokok marjinal).
Dalam metode penentuan biaya pokok variabel (variable costing), hanya biaya-
biaya produksi variabel saja yang dimasukkan dalam persediaan dan biaya pokok
penjualan. Ketika tingkat aktivitas diukur dalam unit-unit produk yang dihasilkan,
maka biaya-biaya variabel biasanya terdiri atas bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrikasi variabel. Biaya overhead pabrikasi tetap tidaklah
diperlakukan sebagai biaya produk. Biaya overhead pabrikasi tetap diperlakukan
sebagai biaya periode, seperti halnya biaya penjualan dan administratif, dan dibebankan
seluruhnya terhadap pendapatan dalam periode tersebut.
Metode ini menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan biaya satuan
yang berubah secara berlawanan dengan volume produksi karena biaya overhead
pabrikasi tetap diperlakukan sebagai biaya periode.
Diperlukan tiga langkah dalam penerapan penentuan biaya pokok variabel:
 Semua biaya, dianalisis secara cermat guna menentukan mana yang berperilaku variabel
dan mana yang berperilaku tetap.
 Biaya pabrikasi variabel, dibebankan sebagai biaya produk. Oleh karena itu, persediaan
barang dalam proses, persediaan barang jadi, dan biaya pokok penjualan dibiayakan dengan
berdasarkan pada biaya-biaya pabrikasi yang bervariasi sejalan dengan tingkat produksi.
 Semua biaya overhead pabrikasi tetap serta beban penjualan dan administratif
diperlakukan sebagai biaya periode dan dibebankan ke laporan laba rugi pada saat
dikeluarkan. Kendatipun demikian, beban penjualan dan administratif variabel dipisahkan
dari beban penjualan dan administratif tetap tatkala disajikan pada laporan laba rugi. Beban
penjualan dan administratif variabel serta biaya pabrikasi variabel dikurangkan dari
pendapatan penjualan guna menentukan marjin kontribusi pada periode berjalan. Sebaliknya,
beban penjualan dan administratif tetap serta biaya overhead pabrikasi tetap dikurangkan
dari marjin kontribusi guna menentukan laba bersih selama periode berjalan.
 Perbandingan Laporan Laba Rugi dengan Metode Penentuan Biaya Pokok
Variabel dan Biaya Pokok Penuh
Pada saat metode full costing yang digunakan, laporan laba rugi biasanya diformat
dengan menggunakan format fungsional (functional format), yang mengklasifikasikan biaya-
biaya berdasarkan fungsi biaya seperti pabrikasi, penjualan, dan administrasi. Format
laporan laba rugi fungsional (functional income statement) mengurangkan biaya pabrikasi
(yang ditunjukkan oleh biaya pokok penjualan) dari pendapatan untuk mencari laba kotor.
Sedangkan untuk mencari laba bersihnya, biaya penjualan dan administratif dikurangkan
dari laba kotor.
Apabila digunakan metode penentuan biaya pokok variabel, perusahaan dapat menyusun
laporan laba rugi yang mengklasifiksikan semua beban dari segi perilakunya, sebagai biaya
tetap atau variabel. Dengan memisahkan komponen-komponen biaya variabel dari biaya
tetap, maka dapat disusun laporan laba rugi dengan format marjin kontribusi. Dengan adanya
informasi marjin kontribusi, pembaca laporan keuangan dapat membuat estimasi wajar
seberapa banyak laba akan berubah disebabkan adanya perubahan penjualan.
Contoh:
P.T. Kincir Khayangan memproduksi sebuah lini produk kanvas rem motor. Selama
tahun 2001, perusahaan memproduksi 100.000 unit kanvas dan menjual sebanyak 75.000
unit kanvas dengan harga Rp 27.000 per unitnya. Biaya-biaya selama tahun berjalan adalah
sebagai berikut:
Biaya pabrikasi (per unit)
Bahan baku.................................................................... Rp 3.800
Tenaga kerja................................................................... Rp 3.600
Overhead variabel.......................................................... Rp 3.000
Overhead tetap (Rp 240.000.000 : 100.000 unit)......... Rp 2.400

Biaya pemasaran dan administratif


Variabel (per unit yang terjual)...................................... Rp 2.600
Tetap.............................................................................. Rp 160.000.000
P.T. Kincir Khayangan
Laporan Laba Rugi (Variable Costing)
31 Desember 2001
Pendapatan penjualan Rp 2.025.000.000
(Rp 27.000 x 75.000)
Dikurangi biaya variabel
Biaya pabrikasi variabel Rp 780.000.000
(Rp 10.400 x 75.000)
Beban pemasaran dan administratif Rp 195.000.000 Rp 975.000.000
(Rp 2.600 x 75.000)
Margin kontribusi Rp 1.050.000.000
Dikurangi biaya tetap
Biaya pabrikasi tetap Rp 240.000.000
Beban pemasaran dan administratif tetap Rp 160.000.000 Rp 400.000.000

Laba bersih Rp 650.000.000


P.T. Kincir Khayangan
Laporan Laba Rugi (Full Costing)
31 Desember 2001
Pendapatan penjualan Rp 2.025.000.000
(Rp 27.000 x 75.000)
Dikurangi biaya pokok penjualan
Biaya pabrikasi variabel Rp 780.000.000
(Rp 10.400 x 75.000)
Biaya pabrikasi tetap Rp 180.000.000 Rp 960.000.000
(Rp 2.400 x 75.000)
Laba kotor Rp 1.065.000.000
Dikurangi beban pemasaran dan administratif
Variabel Rp 195.000.000
(Rp 2.600 x 75.000)
Tetap Rp 160.000.000 Rp 355.000.000

Laba bersih Rp 710.000.000


 Rekonsiliasi Penentuan Biaya Pokok Variabel dan Biaya Pokok Penuh
Dari kedua laporan laba rugi sebelumnya terlihat adanya perbedaan angka laba bersih antara
pendekatan variable costing dengan full costing. Perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh
perlakuan terhadap biaya pabrikasi tetap. Metode penentuan biaya pokok penuh memasukkan
biaya-biaya tersebut ke dalam biaya persediaan, sedangkan metode penentuan biaya pokok
variabel memperlakukan biaya tersebut sebagai beban yang akan dikenakan kepada periode
pengeluaran.
Dalam kondisi di mana biaya overhead pabrik tetap per unit produk sama dalam persediaan
awal dan persediaan akhir, perbedaan laba bersih persis sama dengan perubahan persediaan dikali
tarif overhead pabrikasi tetap per unit. Untuk P.T. Kincir Khayangan, perubahan persediaan
tersebut adalah:
Unit yang diproduksi...........................................100.000 unit
Unit yang terjual....................................................75.000 unit
Kenaikan persediaan.......................................25.000 unit
Dengan memakai tarif overhead pabrikasi tetap Rp 2.400 per unit, perbedaan angka laba
bersihnya adalah Rp 2.400 x 25.000 unit = Rp 60.000.000. Perbedaan tersebut selaras
dengan perhitungan berikut:
Laba bersih dengan full costing.................................................Rp 710.000.000
Laba bersih dengan variable costing........................................Rp 650.000.000
Persediaan...........................................................................Rp 60.000.000
Ketika tarif overhead pabrikasi tetap berbeda dalam persediaan awal dan persediaan
akhir, rekonsiliasi angka laba bersih dilakukan sebagai berikut:
Laba bersih dengan full costing
+ Overhead pabrikasi tetap dalam persediaan awal
- Overhead pabrikasi variabel dalam persediaan akhir
= Laba bersih dengan variable costing

Contoh:
Misalnya diasumsikan bahwa pada tahun 2002 P.T. Kincir Khayangan memproduksi
80.000 kanvas rem dan menjualnya sebanyak 100.000 unit. Anggaplah jumlah biaya tetap,
biaya variabel per unit, dan harga jualnya sama seperti tahun 2011.Perusahaan ini memakai
arus biaya FIFO. Akibatnya, tarif overhead pabrikasi tetap selama tahun 2002 adalah Rp
3.000 (Rp 240.000.000 : 80.000).
P.T. Kincir Khayangan
Laporan Laba Rugi (Variable Costing)
31 Desember 2001
Pendapatan penjualan Rp 2.700.000.000
(Rp 27.000 x 100.000)
Dikurangi biaya variabel
Biaya pabrikasi variabel Rp 1.040.000.000
(Rp 10.400 x 100.000)
Beban pemasaran dan administratif Rp 260.000.000 Rp 1.300.000.000
(Rp 2.600 x 100.000)
Margin kontribusi Rp 1.400.000.000
Dikurangi biaya tetap
Biaya pabrikasi tetap Rp 240.000.000
Beban pemasaran dan administratif tetap Rp 160.000.000 Rp 400.000.000

Laba bersih Rp 1.000.000.000


P.T. Kincir Khayangan
Laporan Laba Rugi (Full Costing)
31 Desember 2001
Pendapatan penjualan Rp 2.700.000.000
(Rp 27.000 x 100.000)
Dikurangi biaya pokok penjualan
Biaya pabrikasi variabel Rp 1.040.000.000
(Rp 10.400 x 100.000)
Biaya pabrikasi tetap Rp 285.000.000 Rp 1.325.000.000
[(Rp 2.400 x 25.000) + (Rp 3.000 x 75.000)]
Laba kotor Rp 1.375.000.000
Dikurangi beban pemasaran dan administratif
Variabel Rp 260.000.000
(Rp 2.600 x 100.000)
Tetap Rp 160.000.000 Rp 420.000.000

Laba bersih Rp 955.000.000


Laba bersih 2002 di antara kedua metode costing tersebut direkonsiliasikan dengan
cara sebagai berikut:

Laba bersih full costing..................................................Rp 955.000.000


+ Overhead tetap dalam persediaan awal.........................Rp 60.000.000
(Rp 2.400 x 25.000)
- Overhead tetap dalam persediaan akhir.......................(Rp 15.000.000)
(Rp 3.000 x 5.000)
= Laba bersih variable costing...........................................Rp 1.000.000.000
41

Anda mungkin juga menyukai