Anda di halaman 1dari 49

RESUME

MANAJEMEN MODAL KERJA (WORKING CAPITAL


MANAGEMENT), PENDANAAN JANGKA PENDEK, DAN
MANAJEMEN SEKUIRITAS DAN KAS

KELOMPOK 3
Disusun oleh :
Rizal Habi Yuda (C1C018052)
Zaini Gani (C1C018060)
Mila Novriani (C1C018065)
R. Rama Muamar Rifki (C1C018070)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2020
MANAJEMEN MODAL KERJA

(WORKING CAPITAL MANAGEMENT)

1.1. Pengertian Manajemen Modal Kerja

Modal kerja didefinisikan sebagai modal yang digunakan untuk membiayai operasional
perusahaan sehari-hari, terutama yang memiliki jangka waktu yang pendek. Dengan kata lain Modal
Kerja merupakan investasi yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti
kas, bank, surat berharga, piutang, persediaan, dan aktiva lancar lainnya.

Sedangkan manajamen modal kerja merupakan suatu pengelolaan investasi perusahaan dalam
aset jangka pendek (current assets). Yang berarti bagaimana mengelola investasi dalam aktiva lancar
perusahaan. Adapun menurut Weston dan Brigham (1986) menjelaskan bahwa manajemen modal
kerja adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek, yang meliputi kas, surat-surat berharga (efek),
piutang, dan persediaan.

1.2. Konsep Modal Kerja

Bambang Riyanto (1995) mengemukakan modal kerja dapat dibagi menjadi 3 konsep yaitu
konsep kuantitatif, kualitatif, dan fungsional.

1.2.1. Konsep Kuantitatif

Modal kerja menurut konsep kuantitatif menggambarkan keseluruhan atau jumlah dari aktiva
lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang persediaan atau keseluruhan daripada jumlah aktiva
lancar dimana aktiva lancar ini sekali berputar dan dapat kembali ke bentuk semula atau dana tersebut
dapat bebas lagi dalam waktu yang relatif pendek atau singkat. Konsep ini biasanya disebut modal
kerja bruto (gross working capital).

Berdasarkan konsep tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep tersebut hanya
menunjukkan jumlah dari modal kerja yang digunakan untuk menjalankan kegiatan operasi
perusahaan sehari-hari yang sifatnya rutin, dengan tidak mempersoalkan dari mana diperoleh modal
kerja tersebut, apakah dari pemilik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka p endek. Modal kerja
yang besar belum tentu menggambarkan batas keamanan atau margin of safety yang baik atau tingkat
keamanan para kreditur jangka pendek yang tinggi. Jumlah modal kerja yang besar belum tentu
menggambarkan likuiditas perusahaan yang baik sekaligus belum tentu menggambarkan jaminan
kelangsungan operasi perusahaan pada periode berikutnya.

1.2.2. Konsep Kualitatif

Menurut konsep kualitatif modal kerja merupakan selisih antara aktiva lancar dengan utang
lancar. Berdasarkan konsep ini modal kerja merupakan sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar
dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahan tanpa menunggu likuiditasnya. Konsep ini biasa
disebut dengan modal kerja neto (net working capital).

Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar
daripada hutang lancar dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta
menjamin kelangsungan operasi di masa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh
tambahan jangka pendek dengan jaminan aktiva lancar.

1.2.3. Konsep Fungsional

Modal kerja menurut konsep ini menitik beratkan pada fungsi dari pada dana dalam
menghasilkan dana atau income dari usaha pokok perusahaan. Se tiap dana yang digunakan dlam
perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada dana yang digunakan dalam satu
periode akuntansi tertentu yang menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Sementara itu, ada
pula dan yang dimaksudkan untuk menghasilkan pada periode-periode selanjutnya atau dimasa yang
akan datang, misalnya bangunan, mesin-mesin, alat-alat kantor atau aktiva tetap lainnya yang disebut
future income.

Jadi modal kerja menurut konsep ini adalah dana digunakan untuk menghasilkan
pendapatan pada saat ini sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan, diantaranya kas,
piutang dagang. Dan lain sebagainya. Sedangkan efek atau surat berharga dan marjin laba dari piutang
merupakan modal kerja potensial yang akan menjadi modal kerja bila piutang sudah dibayar dan efek
sudah dijual.

1.3. Kebijakan Modal Kerja

Setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam mencapai tujuannya. Untuk
mencapai tujuan perusahaan, kebijakan dalam pengelolaan Manajemen Modal Kerja juga berbeda.
Menurut Martono dan D. Agus Harjito, ada tiga tipe kebijakan modal kerja yang kemungkinan
digunakan oleh perusahaan, yaitu:
1.3.1. Kebijakan Konservatif

Kebijakan konservatif merupakan kebijakan modal kerja yang dilakukan secara hati-hati. Pada
kebijakan ini, modal kerja permanen dan sebagian modal kerja variabel lainnya dibelanjai dengan
sumber dana jangka pendek.

1.3.2. Kebijakan Agresif

Kebijakan agresif merupakan kebijakan yang sebagian modal kerja permanen dibelanjai
dengan sumber dana jangka panjang sedangkan sebagian modal kerja permanen dan modal kerja
variabel dibelanjai dengan sumber dana jangka pendek.

1.3.3. Kebijakan Moderat

Kebijakan moderat merupakan kebijakan yang mencerminkan manajemen modal kerja yang
konservatif dan agresif. Kebijakan ini memisahkan secara tegas bahwa kebutuhan modal kerja yang
sifatnya tetap dibelanjai dengan sumber modal yang permanen (saham) atau sumber dana yang
berjangka panjang (obligasi).

1.4. Arti Penting Dan Tujuan Manajemen Modal Kerja

Pentingnya manajemen modal kerja perusahaan, terutama bagi kesehtan keuangan dan kinerja
perusahaan adalah:

1. Bahwa kegiatan seorang manjemen keuangan lebih banyak dihabiskan dalam kegiatan
operasional perusahaan dari waktu ke waktu atau dengan k ata lain sebagian besar waktu
dialokasikan untuk mengurus modal kerja.
2. Investasi dalam aktiva lancar, cepat sekali berubah dan sering kali mengalami perubahan serta
cenderung labil.
3. Dalam praktinya sering sekali bahwa lebih dari separu dari total aktiva merupakan bagian dari
jumlah aktiva lancar, yang merupakan modal kerja perusahaan.
4. Khusus bagi perusahaan kecil manajemen modal kerja sangat penting karena investasi dalam
aktiva tetap dapat ditekan dengan menyewa, tetapi investasi lancar dalam piutang dan sediaan
tidak dapat dihindarkan harus segera terpenuhi.
5. Khusus bagi perusahaan yang relatif kecil fungsi manajemen modal kerja sangat penting.
6. Terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan penjualan dengan kebutuhan modal
kerja.
Kemudian Tujuan manajemen modal kerja bagi perusahaan sebagai berikut:

1. Modal kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan, artinya likuiditas
suatu perusahaan sangat tergantung pada manajemen modal kerja.
2. Dengan modal kerja yang cukup perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban
pada waktunya.
3. Memungkinkan untuk perusahaan memiliki sediaan yang cukup dalam rangka memenuhi
kebutuhan pelanggannya.
4. Memungkinkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana dari para kreditor, apabila rasio
keuangannya memenuhi syarat seperti likuiditas yang terjamin.
5. Memungkinkan perusahaan memberikan syarat kredit yang menarik minat pelanggan, dengan
kemampuan yang dimilikinya.
6. Guna memaksimalkan penggunaan aktiva lancar guna meningkatkan laba dan penjualan.
7. Perusahaan mampu melindungi diri apabilla terjadi krisis modal kerja akibat turunya nilai aktiva
lancar.

1.5. Jenis-Jenis Modal Kerja

Menurut WB. Taylor da Bambang Rianto (1995) Modal Kerja digolongkan dalam beberapa
jenis yaitu

1.5.1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)

Modal kerja permanen yaitu modal kerja yang ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan
fungsinya, modal kerja ini terdiri dari:

a. Modal kerja primer (Primary Working Capital)

Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada
perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya atau modal kerja yang secara terus menerus
diperlukan untuk kegiatan usahanya.

b. Modal kerja normal

Modal kerja normal adalah modal kerja dibutuhkan untuk proses produksi normal.

1.5.2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)

Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, modal
kerja ini terdiri dari:
a. Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital)

Modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim.

b. Modal kerja siklis (Cyclical Working Capital)


Modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.
c. Modal kerja darurat (Emergency Working Capital)
Modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak
diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perobahan keadaan
ekonomi yang mendadak).

1.6. Sumber Modal Kerja

Sumber dana untuk modal kerja dapat diperoleh dari penurunan jumlah aktiva dan kenaikan
pasiva. Berikut ini beberapa sumber modal kerja yang dapat digunakan:

1. Hasil operasi perusahaan


2. Keuntungan penjualan surat berharga
3. Penjulan saham
4. Penjualan aktiva tetap
5. Penjualan obligasi
6. Memperoleh pinjaman
7. Dana hibah

Secara khusus sumber modal kerja dibagi menjadi dua macam:

1. Pembiayaan permanen
2. Pembiayaan lancar

Sumber modal kerja untuk pembiayaan lancar digunakan untuk membiayai modal kerja
variabel yang biasanya terdiri dari dua sumber:

a. Modal dari sumber internal terdiri dari:


1) Penyusunan
2) Kewajiban yang belum jatuh tempo
3) Cadangan dan laba
b. Modal sumber eksternal:
1) Kredit
2) Pinjaman

1.7. Perputaran Modal Kerja

Modal Kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahaan
yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turn over )
dimulai dari saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen -komponen modal kerja sampai saat
dimana kembali lagi menjadi kas.

Menurut Kasmir (2011:182), yang menyatakan bahwa: Perputaran modal kerja atau working
capital turn over merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja
perusahaan selama periode tertentu. Artinya seberapa banyak modal kerja berputar selama satu
periode atau dalam satu periode.

Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat
perpuatarannya ( turnover rate-nya ). Perputaran modal kerja sangat penting untuk melihat berapa
modal kerja yang diguanakan perusahaan untuk menciptakan penjualannya sehingga nantinya dapat
menambah pundi-pundi finansial perusahaan. Dengan memperhatikan modal kerja akan
memungkinkan perusahaan dapat menggunakan sumber dayanya dengan ekonomis sehingga bahaya
akan krisis keuangan akan dapat diminimalisir.

Berikut rumus untuk menghitung rasio perputaran modal kerja.

1. Jika nilai penjualan naik, maka rasio tersebut akan tinggi. Begitu pula jika modal kerja turun.
2. Sebaliknya, jika penjualan turun maka rasio tersebut juga akan rendah. Apalagi jika modal kerja
naik.

Contoh:

Jumlah penjualan netto suatu perusahaan adalah Rp. 8 Miliar, aset lancar yang dimiliki Rp. 2,4 Miliar,
sedangkan utang lancar yang dimiliki hanya sekitar Rp. 1 Miliar. Maka perputaran modal kerja
adalah….

WCTR = Penjualan: (Aset Lancar-Utang Lancar)

= Rp. 8 miliar : (Rp. 2,4 miliar – Rp. 1 miliar)

= 5,17 kali.
Hal tersebut menandakan bahwa dana yang tertanam dalam modal kerja berputar rata-rata 5,17 kali
dalam satu tahun

1.8. Penentuan Besarnya Kebutuhan Modal Kerja

Besar kecilnya kebutuhan modal kerja tergantung kepada faktor-faktor berikut ini:

1.8.1. Besar Kecilnya Skala Usaha Perusahaan

Kebutuhan Modal Kerja Perusahaan besar berbeda dengan Perusahaan kecil. Hal ini terjadi
karena beberapa alasan, perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat lebih luasnya sumber
pembiayaan yang tersedia di bandingkan perusahaan kecil yang sangat tergantung pada beberapa
sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya beberapa piutang para langganan dapat sangat
mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperti kas dan persediaan.

1.8.2. Aktivitas Perusahaan

Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan
sedangkan perusahaan yang menjual persediaannya secara tunai memiliki piutang dagang. Hal ini
mempengaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. Demikian pua dengan
syarat pembelian dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan
dijual.

1.8.3. Volume Penjualan

Volume penjualan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi


kebutuhan modal kerja. Bila penjualan meningkat maka kebutuhan modal kerjapun akan meningkat
demikian sebaliknya.

1.8.4. Perkembangan Teknologi

Kemajuan tehnologi, khususnya yang berhubungan dengan proses produksi akan


mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang mengakibatkan proses produksi yang lebih
cepat membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih banyak agar kap asitas maksimum dapat
tercapai, selain itu membuat perusahaan mempunyai persediaan barang jadi, dalam jumlah jumlah
yang lebih banyak pula bila tidak diimbangi dengan pertambahan penjualan yang besar.

1.8.5. Sikap perusahaan terhadap likuiditas dan profitabilitas

Biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang
yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan
menahan uang kas dan persediaan persediaan yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu
untuk membayar transaksi yang dilakukan dan resiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena
perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup (Sundjaja, 2003).

1.8.6. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja

Merupakan keseluruhan atau jumlah dari periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit
beli,lama penyimpanan bahan mentah di gudang,lamanya proses produksi,lamanya barang disimpan
di gudang,jika waktu penerimaan piutang.

1.8.7. Pengeluaran kas rata-rata setiap hari

Merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap hari untuk keperluan bahan mentah, bahan
pembantu, pembayaran upah buruh, dan lain-lain. Menurut Zamit (2009) modal kerja makin besar,
jika :

a. Jumlah pengeluaran kas setiap tetap,periode perputaran lama.


b. Periode perputaran tetap,jumlah pengeluaran kas besar.
PENDANAAN JANGKA PENDEK

2.1. Pengertian Manajemen Keuangan Jangka Pendek

Merupakan pengelolaan aktiva lancar (kas, surat berharga, piutang, persediaan) dan pasiva
lancar perusahaan (hutang dagang, wesel bayar, kewajiban yang masih harus dibayar) untuk mencapai
keseimbangan antara laba dan risiko agar memberi kontribusi nilai positif terhadap nilai perusahaan.
Misalnya Aktiva lancar dalam jumlah besar berakibat pada peningkatan risiko tidak dapat membayar
pada saat jatuh tempo.

2.2. Pendanaan Jangka Pendek

Merupakan hutang dengan jangka waktu 1 tahun atau kurang yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan musiman dan aktiva lancar. Pembiayaan spontan (spontaneous financing) adalah
pembiayaan yang diperoleh dari operasi normal perusahaan dengan dua sumber pembiayaan meliputi
hutang dagang (account payable) dan kewajiban yang masih harus dibayar (accruals hutang akibat jasa
yang diterima yang pembayarannya belum dilakukan). Account payable dan Accruals merupakan
unsecured short-term financing, yaitu sumber pembiayaan jangka pendek yang diperoleh tanpa
menjaminkan aktiva tertentu sebagai agunan.

2.3. Tipe Pendanaan Jangka Pendek

Dana jangka pendek bisa dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu sebagai berikut:

2.3.1. Pendanaan Spontan

Pendanaan Spontan adalah jenis pendanaan yang berubah secara otomatis dengan berubahnya
tingkat kegiatan perusahaan (misal dilihat dari penjualan perusahaan).

Contoh: utang dagang dan utang akrual. Jenis pendanaan ini memiliki karakter jika aktifitas
persahaan berubah maka sumber pendanaanpun ikut berubah secara otomatis. Utang dagang timbul
karena perusahaan membeli pasokan dari supplier dengan kredit, sedang utang pajak terjadi karena
pajak dibayar setiap tanggal tertentu dalam satu tahunnya.

Rerata utang dagang = Nilai Utang / Perputaran Utang.

Perputaran utang dalam satu tahun = Periode Waktu / Jangka Waktu Kredit
2.3.2. Pendanaan Tidak Spontan

Pendanaan Tidak Spontan adalah jenis pendanaan yang tidak berubah secara otomatis dengan
berubahnya tingkat kegiatan perusahaan.

Contoh: utang yang diperoleh dari bank Jenis pendanaan ini memiliki karakter ba hwa untuk
memperoleh, menambah maupun mengurangi dana, perusahaan membutuhkan waktu untuk negosiasi
atau perundingan secara formal. Beberapa bentuk sumber dana tidak spontan antara lain:

1. Commersial Paper.

Merupakan surat utang jangka pendek (jangka waktu 30-90) hari tanpa jaminan yang
dikeluarkan perusahaan besar dan dijual langsung ke investor. Biasannya hanya perusahaan
besar yang bisa mengeluarkan commersial paper.

2. Pinjaman Kredit.

Berasal dari lembaga keuangan dan lembaga keuangan nonbank. Pinjaman dari bank
ada 2 jenis: (angel) Kredit Transaksi, yaitu kredit yang ditujukan untuk tujuan spesifik tertentu.
(beer) Kredit Lini, dengan pinjaman ini, peminjam bisa meminjam sampai jumlah maksimum
tertentu, yang menjadi plafon (batas atas pinjaman)

3. Factoring atau anjak piutang berarti menjual piutang dagang.

Dari segi perusahaan yang mempunyai piutang, factoring memunyai manfaat karena
perusahaan tidak perlu menunggu sampai piutang jatuh tempo untuk memperoleh kas. Piutang
juga memperoleh manfaat karena factoring merupakan alternative investasi.

4. Menjaminkan Piutang.

Alternatif lain dari menjual piutang adalah menggunakan piutang sebagai jaminan
untuk memperoleh pinjaman. Dengan alternatif ini, kepemilikan piutang masih ada di tangan
perusahaan. Jika pinjaman tidak terbayar, piutang yang dijadikan jaminan bisa digunakan untuk
melunasi pinjaman.

5. Menjaminkan Barang Dagangan (Persediaan).

Perusahaan bisa menjaminkan barang dagangan untuk memperoleh pinjaman. Prosedur


yang dipakau akan sama dengan penjaminan piutang. Pemberi jaminan akan mengevaluasi
nilai persediaan, kemudian akan memberikan pinjaman dalam presetase tertentu dari nilai
persediaan yang dijaminkan.

6. Akseptasi Bank
7. Report

2.4. Sumber Dana Jangka Pendek


2.4.1. Penting Pendanaan Jangka Pendek

Manajemen modal kerja membutuhkan pembiayaan modal kerja yang bersifat sementara dan
dapat dibiayai dengan sumber pendanaan jangka pendek. Sumber dana jan gka pendek pada prinsipnya
merupakan bentuk pendanaan yang harus dilunasi dalam jangka waktu satu tahun. Masalah yang
paling penting yang harus diperhitungkan dalam menentukan pilihan sumber dana jangka pendek
adalah tersedianya dana pada saat diperlukan dan biaya dana paling efektif. Salah satu dari tujuan
perencanaan jangka pendek adalah untuk menjaga likuiditas perusahaan.

Perusahaan yang dalam keadaan likuid akan memiliki kewenangan untuk memayar kewajiban
yang sudah jatuh tempo akan mendukung aktivitas operasional perusahaan. Hal ini disebabkan
perusaahaan memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka pendeknya, sep erti
membayar hutang yang jatuh tempo, gaji karyawan, pajak, dan kewajiban jangka pendek lainnya yang
hars segera dibayar. Dan yang memiliki hubungan erat dengan kemampuan memenuhi likuiditas
tersebut adalah kebijakan pendanaan jangka pendek yang diterapkan oleh perusahaan.

Pemenuhan keuangan jangka pendek, juga dibutuhkan untuk membiayai aktivitas perusahaan
terutama yang berkaitan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan. Dalam pendanaan jangka pendek
dikenal pembelanjaan atau pendanaan yang bersifat spontan dan tidak spontan. Bersifat spontan artinya
pendanaan ini dilakukan untuk hal-hal yang bersifat jangka waktu singkat dan segera harus dipenuhi
serta tidak terlalu banyak persyaratan, misalnya hutang dagang.

Pinjaman bank memerlukan jaminan tertentu, sedangkan commercial paper tidak memerlukan
jaminan, kecuali nama baik atau reputasi perusahan. Dengan demikian, pendanaan jangka pendek di
samping digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas juga untuk membiayai perkembangan
operasi perusahaan, membayar kewajiban, dan menandai sebagian perkembangan aktiva perusahaan.
Dalam praktiknya pendanaan jangka pendek berkaitan erat dengan p embiayaan aktiva lancar.

Karakteristik pendanaan jangka pendek terutama untuk membiayai modal kerja neto, antara
lain sebagai berikut:
1. Setiap ragam sumber pendanaan jangka pendek memiliki keunggulan dan kelemahan dari
masing-masing sumber tersebut.
2. Pendanaan jangka pendek dibutuhkan hanya dalam satu tahun atau beberapa tahun saja.
3. Pendanaan jangka pendek dipergunakan secara musiman dan fluktuasi waktu tertentu di
dalam posisi pendanaan korporasi yang dibutuhkan dalam mengantisipasi perkembangan
bisnis.
4. Sebagai contoh, pendanaan jangka pendek dipergunakan untuk menambah modal kerja
(extra), misalnya untuk membiayai aktiva lancar atau pendanaan untuk proyek jangka
panjang.
5. Apabila dibandingkan dengan pendanaan jangka panjang, pendanaan jangka pendek
memiliki beberapa kelebihan, sebagai contoh: mudah untuk diatur, tidak terlalu mahal
biayanya, dan hanya membutuhkan agunan yang sifatnya fleksibel.
6. Pengembalian pendanaan jangka pendek sangat tergantung kepada fluktuasi tingkat
bunga, digunakan sebagai pendanaan baru apabila dibutuhkan dalam frekuensi kegiatan
bisnis yang semakin meningkat.

Sumber utama jangka pendanaan jangka pendek adalah kredit dagang, pinjaman dari bank,
surat-surat berharga, piutang, dan persediaan barang dagangan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
di dalam seleksi dari sumber pendanaan jangka pendek antara lain:

1. Biaya (cost)
2. Efek dari credit rating, beberapa sumber mungkin efeknya negative bila dilihat dari credit
rating korporasi.
3. Risiko (risk), korporasi harus mampu memberikan jaminan bahwa pendanaan itu dapat
menghasilkan.
4. Keterbatasan (restrictions), harus dibatasi sesuai dengan kebutuhan minimum dari modal
kerja neto
5. Fleksibilitas (flexibility), kebutuhan pendanaan jangka pendek harus disesuaikan secara
periodik, menjaga kesinambungan modal kerja.
6. Sangat tergantung kondisi pasar uang (expected money market).
7. Sangat tergantung pada tingkat inflasi
8. Kemampuan korporasi untuk menghasilkan laba dan posisi tingkat likuiditas korporasi
9. Stabilitas operasional korporasi
2.4.2. Sumber Pendanaan Jangka Pendek

Tersedianya kebutuhan dana jangka pendek sangatlah penting guna menunjang operasional
perusahaan. Dalam praktiknya terdapat beberapa jenis pendanaan jangka pendek yang dapat dipilih
perusahaan. Artinya dari berbagai alternative tersebut perusahaan dapat memilih mana sumber yang
paling menguntungkan dan paling cepat diperoleh. Berikut ini beberapa jenis pendanaan jangka
pendek yang tersedia, yaitu:

1. Kredit perdagangan
2. Beban yang masih harus dibayar (gaji dan pajak)
3. Kredit pasar uang
4. Pinjamanan jangka pendek
5. Wesel (draft)
6. Akseptasi bank (banker’s acceptance)
7. Surat hutang (promes)
8. Pinjaman jangka pendek tanpa jaminan
9. Menjaminkan piutang dan persediaan
10. Anjak piutang (factoring)

2.4.3. Sumber-Sumber Pinjaman Jangka Pendek Tanpa Jaminan

Termasuk dalam kategori pinjaman jangka pendek yang diperoleh dalam usaha biasanya terdiri
dari bank loan dan commercial papers.

1. Pinjaman Bank (bank loans).

Bank sebagai sumber utama pendanaan yang dapat memberikan pinjaman jangka pendek
tanpa jaminan untuk usaha. Pinjaman bank merupakan short-term, self- liquidating loan yaitu
pinjaman jangka pendek tanpa jaminan yang digunakan untuk membiayai piutang dan pe rsediaan
pada saat kebutuhan modal meningkat secara musiman, diharapkan piutang dan persediaan dapat
menjadi kas secara cepat (likuid) sehingga dana yang dibutuhkan untuk membayar pinjaman dapat
diperoleh dengan sendirinya.

2. Surat Berharga (Commercial paper)

Merupakan salah satu bentuk pembiayaan jangka pendek yang terdiri dari promes tanpa
jaminan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang memiliki standar kredit yang tinggi. Umumnya
hanya perusahaan-perusahaan besar saja dengan kondisi keuangan dan reputasi yan g baik yang
dapat menerbitkan commercial paper.

Keuntungan menggunakan commercial paper:

Rendahnya tingkat bunga CP dibandingkan tingkat bunga pinjaman bank. Tidak diperlukan
adanya agunan khususuntuk CP yang diterbitkan perusahaan penerbit. Akan tetapi ad a lini kredit
dengan jumlah nominal sama dengan CP yang diterbitkan untuk menjamin bila CP yang dite rbitkan
tidak laku dijual atau untuk menjamin pembayaran CP bila telah jatuh tempo.CP mendatangkan
sejumlah besar dana jangka pendek dalam tiap penerbitannya.

CP juga meningkatkan nama baik dan prestasi perusahaan penerbitkarena opini umum yang
berlaku bahwa hanya perusahaan dengan kredibilitas tinggi saja yang dapat menerbitkan dan
menjual CP di pasaran. Perusahaan penerbit akan lebih mudah memperoleh pinjam an lain dari
bank komersial di masa yang akan datang. CP dapat bertindak sebagai “jembatan” antara s atu
pinjaman bank dengan yang lainnya, sehingga kebutuhan dana yang muncul pada selang waktu
antara dua pinjaman bank dapat ditutupi dengan dana.

Keterbatasan commercial paper:

Sifat CP sulit diramalkan perkembangannya dibandingkan dengan pinjaman bank,


sehingga sering mengakibatkan CP memiliki kadar risiko yang lebih tinggi. Dengan demikian,
beberapa keterbatasan penerbitan CP adalah sebagai berikut:

Masih ada kemungkinan CP tidak laku dijual sedangkan pinjaman bank sudah pasti akan
diterima pada periode tertentu. Dengan demikian, bila CP tidak laku ada kemungkinan dana yang
diperlukan tidak tersedia pada periode yang telah direncanakan.

Bila perusahaan penerbit mengalami kesulitan keuangan saat CP jatuh tempo sehingga
tidak mampu membayar kembali CP tersebut, sulit meminta waktu penundaan pembayaran pada
para investornya. Perusahaan kecil dengan kredibilitas tinggi dalam masalah kreditnya, tidak dapat
ikut menerbitkan CP.

2.5. Evaluasi Sumber Pendanaan Jangka Pendek

Untuk menentukan sumber pendanaan jangka pendek manajer keuangan bisa mengevaluasi
dengan menggunakan kerangka:
1. Strategi pendanaan secara keseluruhan
2. Biaya
3. Kerersediaan
4. Fleksibilitas

2.6. Pendanaan Dengan Memanfaatkan Piutang

Pemanfaatan piutang dagang untuk memperoleh dana jangka pendek dapat dilakukan dengan
menjaminkan (pledging) piutang tersebut kepada kreditur, atau menjualnya (factoring) ke perusahaan
anjak piutang (atau juga bank).

1. Menjaminkan piutang

Dengan cara ini maka piutang dipergunakan sebagai agunan untuk memperoleh
kredit jangka pendek. Untuk itu akan dibuat perjanjian antara kreditur dan debitur yang
merinci transaksi kredit tersebut. Jumlah kredit akan dinyatakan dalam persentase dari
piutang yang dijaminkan. Umumnya debitur membayar processing fee (biasanya sekitar 1%
dari piutang yang dijaminkan), yang dimaksudkan sebagai biaya untuk me -review dan
menganalisis piutang yang dijaminkan. Apabila perjanjian kredit meng-cover seluruh
piutang, maka kreditur tidak mempunyai kendali atas kualitas piutang yang dijaminkan.
Sebagai alternatifnya, kreditur mungkin akan meminta hanya sebagian piutang yang
memang dinilai aman sebagai jaminan kredit yang akan diterbitkan. Dengan demikian
mungkin kreditur hanya bersedia memberikan kredit sebesar 60-70 persen dari total piutang,
tetapi bersedia memberikan 85-90 persen dari selected piutang yang dinilai cukup aman.

2. Menjual (factoring) piutang

Sebagai alternatif menjaminkan piutang, banyak perusahaan di industri- industri


seperti garmen, tekstil, dan furniture menjual (atau melakukan factoring) piutang dagang
mereka. Piutang dijual kepada perusahaan anjak piutang (atau bank) yang akan mengambil
alih risiko penagihan piutang tersebut seandainya ada piutang yang tidak tertagih (without
recourse). Factoring dilakukan dengan dua cara, yaitu: Maturity factoring dan Advance
factoring. Dengan maturity factoring perusahaan anjak piutang membeli semua piutang
perusahaan dan setiap bulan membayar ke perusahaan sebanyak piutang yang jatuh tempo.
Perusahaan yang memilih jenis ini umumnya ingin menghindari analisis kredit dan biaya
pengumpulan piutang, dan secara regular menerima sejumlah kas. Fee yang diterima oleh
perusahaan anjak piutang berkisar 1-2 persen dari piutang yang dijual.

2.7. Pendanaan Dengan Memanfaatkan Persediaan

Persedian merupakan sumber kedua yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh kredit jangka
pendek. Besarnya kredit yang diperoleh akan tergantung pada nilai dan cepat tidaknya persediaan
tersebut rusak. Bahan-bahan mentah seperti gnadum, kayu, minyak, bahan-bahan kimia, merupakan
jenis persediaan yang dapat memperoleh nilai tinggi karena mudah untuk dijual kembali. Sebaliknya
barang-barang dalam proses merupakan jenis persediaan yang sulit untuk dijadikan agun an karena
sulit untuk dijual.

Ada beberapa cara untuk menggunakan persediaan sebagai agunan guna memperoleh secured
loans. Cara-cara tersebut adalah:

1. Floating atau blanket lien

Dengan perjanjian ini, debitur memberikan hak (legal right) kepada debitur atas
barang-barang (persediaan) yang dijadikan agunan. Cara ini merupakan cara yang paling
sederhana tetapi paling tidak aman bagi kreditur. Debitur (yaitu perusahaan yang pinjam)
tetap mempunyai control sepenuhnya atas persediaan tersebut. Ia bisa menjual dan
mengganti persedian tersebut sesuai dengan keinginannya. Karena ketiadaan kendali atas
persediaan inilah yang membuat kreditur merasa bahwa risiko yang ditanggungnya cukup
tinggi. Dengan demikian maka umumnya kredit yang diberikan hanyalah merupakan
persentase yang cukup kecil apabila dibandingkan dengan nilai persediaan yang dijaminkan.
Jaminan yang dipergunakan umumnya juga menyangkut bukan hanya persediaan saat ini
tetapi juga persediaan di masa yang akan datang.

2. Chattel mortgage agreement

Untuk meningatkan kendali atas persediaan tersebut, kreditur bisa melakukan


identifikasi atas barang-barang tertentu (misalnya dengan nomor identifikasi). Apabila cara
ini dipergunakan, diperlukan Charttel Mortgage Agreement. Debitur tetap mengelola
persediaan tersebut, tetapi baru bisa menjualnya dengan persetujuan kreditur. Cara ini cukup
mahal pengaturannya karena diperlukan identifikasi terhadap barang-barang tertentu.
karena itu umumnya hanya dilakukan untuk barang-barang seperti alat mesin (machine
tools) atau barang-barang modal.
3. Field warehouse financing agreement

Kendali yang lebih baik atas barang-barang yang dijadikan sebagai agunan dapat
makin ditingkatkan apabila dipergunakan field warehouse financing agreement. Dengan
cara ini persediaan yang dijadikan agunan akan dipisahkan dari persediaan lain dan dikelola
oleh pihak ketiga yang merupakan perusahaan pengelola pergudangan. Pemisahan tersebut
tidaklah berarti bahwa persediaan yang dijadikan agunan harus ditaruh di gudang milik
perusahaan pengelola. Barang- barang tersebut tetap di gudang debitur, tetapi pengelolaan
persediaan tersebut yang dilakukan oleh pihak ketiga. Cara ini terutama bermanfaat untuk
persediaan dalam bentuk curah (bulky), seperti minyak tanah. Apabila minyak tanah
tersebut akan dipergunakan sebagai agunan dengan perjanjian ini, maka minyak tersebut
akan ditaruh di tanki atau kapal tanker yang terpisah, sehingga mudah untuk memonitornya.
Dengan cara ini debitur tidak diizinkan untuk menjual atau menggunakan persediaan
tersebut tanpa persetujuan kreditur. Perusahaan pengelola gudang tersebut akan menerima
fee dari kegiatan tersebut. Biaya untuk cara ini umumnya cukup mahal karena fee tersebut
ditangung oleh debitur.

4. Terminal warehouse agreement

Perbedaan cara ini dengan cara lain di atas adalah bahwa gudang yang dipergunakan
merupakan gudang public (artinya bukan milik debitur). Dengan demikian maka barang-
barang yang dijaminkan di kirim ke gudang public tersebut, dan kemudian dikelola oleh
pihak ketiga. Biayanya akan lebih mahal dari acara di atas, karena diperlukan biaya
transportasi ke gudang public tersebut.

2.8. Perencanaan keuangan jangka pendek

Merupakan salah satu cara melakukan persiapan finansial di masa dapan untuk kebutuhan
jangka pendek, seperti misalnya untuk ber- investasi jangka pendek dan biaya sekolah anak.
Perencanaan keuangan jangka pendek ini perlu dilakukan sejak kita mulai mendapatkan penghasilan
sendiri dan manfaat yang kita peroleh tentu tidak membutuhkan waktu yang lama. Banyak orang yang
memilih jalur asuransi sebagai perencanaan keuangan jangka panjang.

Dengan mengikuti polis asuransi mereka hanya perlu membayar iuran premi bulanan untuk
menjamin kerugian yang mungkin mereka alami di masa depan seperti misalnya kerugian jiwa,
kesehatan, masa tua, investasi dan sebagainya. Dalam asuransi ini terdapat dua pihak yaitu pihak
penanggung (pihak asuransi) dan pihak tertanggung (pihak yang nasabah asuransi). Untuk menghitung
berapa besar risiko yang mungkin diterima oleh pihak penanggung, maka perlu memainkan ilmu
aktuaria untuk melindungi risiko dan memperkirakan klaim di kemudian hari dengan tepat. Salah satu
perencanaan keuangan lain untuk waktu yang relatif sebentar adalah melakukan investasi jangka
pendek atau perencanaan keuangan jangka pendek. Peluang investasi jangka pendek ad a banyak,
diantaranya adalah:

1. Tabungan

Dengan menabung di bank, uang bisa dicairkan kapan saja. Kamu tinggal tarik langsung
dari bank atau atm terdekat. Namun bank memiliki kelemahan, karena tingkat bunganya rendah.

2. Deposito

Deposito sedikit berbeda dengan tabungan karena tabungan bisa diambil kapan saja,
sementara deposito bisa diambil namun dengan jangka waktu tertentu alias ada jatuh tempo nya.
Misalkan kamu mengambil deposito 3 bulan, maka uang kamu harus tersimpan di Bank selama 3
bulan, baru bisa diambil. Jika mengambil uang sebelum jatuh tempo, maka dikenakan pinalti.

3. Reksadana

Reksadana jangka pendek salah satunya adalah reksadana yang berkaitan dengan pasar
uang. Pada reksadana ini uang akan dimasukkan dalam obligasi jangka pendek, sertifikat Bank
Indonesia dan Deposito.

4. Saham

Ada saham – saham di pasar modal yang fluktuasi harganya cukup cepat, saham – saham
ini cocok untuk investasi jangka pendek.

5. Emas

Menurut para perencana keuangan, emas layak dipertimbangkan sebagai alternatif


instrumen investasi saat kondisi pasar modal sedang buruk. Karena emas tidak terpengaruh inflasi,
kalau dana sudah dibutuhkan investor bisa menjual emasnya dengan mudah. Sebenarnya,
perbedaaan investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang hanya terletak pada waktu dan
likuiditasnya saja.
2.9. Penggunaan Informasi Akuntansi Differensial Dalam Perencanaan Laba Jangka Pendek.

Analisis hubungan biaya – volume – laba merupakan teknik untuk menghitung dampak
perubahan harga jual, volume penjualan, dan biaya terhadap laba, untuk membantu manajemen dalam
perencanaan laba jangka pendek.

Kegunaan Informasi Akuntansi Diferensial salah satunya adalah sebagai alat perencanaan laba
jangka pendek. Perencanaan laba jangka pendek dapat dilakukan dengan melakukan analisis biaya-
volume-laba.

1. Perencanaan Laba Jangka Pendek

Dalam penyusunan anggaran manajemen memerlukan informasi akuntansi untuk


mempertimbangkan berbagai dampak terhadap laba akibat dipilihnya suatu alternatif. Laba
perusahaan dalam jangka pendek dipengaruhi oleh pendapatan (hasil kali volume penjualan dengan
harga jual) biaya variabel, dan biaya tetap. Manajemen memerlukan informasi akuntansi
differensial yang terdiri dari informasi pendapatan differensial dan informasi biaya differensial,
untuk mempertimbangkan dampak perubahan volume penjualan, harga jual, dan biaya terhadap
laba perusahaan.

Analisis impas dan biaya – volume – laba merupakan teknik yang menggunakan informasi
akuntansi differensial untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek.
Dengan mengetahui dampak terhadap laba, setiap alternatif tindakan yang dipertimbangkan
manajemen akan memiliki dasar yang kuat untuk memilih, sehingga ia akan mampu mengambil
keputusan secara ekonomis rasional.

2. Parameter-parameter perencanaan laba jangka pendek yaitu:

A. Break Even Point (BEP)

Merupakan kondisi perusahaan dimana perusahaan tidak mengalami keuntungan dan tidak
pula menderita kerugian. Artinya perusahaan memiliki pendapatan dan biaya yang sama besarnya.
Dengan kata lain, perusahaan memiliki laba sebesar 0 dan mengalami kerugian sebesar 0 BEP
dapat dihitung dengan cara membagi biaya tetap dengan selisih antara harga dan biaya variabel
(BEP dalam unit) atau dengan contribution margin ratio/CMR (BEP dalam jumlah uang)
B. Margin of Safety

Margin of safety merupakan batas aman perusahaan untuk tidak mengalami kerugian atau
batas toleransi penurunan volume penjualan dari target penjualan perusahaan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian. Margin of safety dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara target
penjualan perusahaan dengan Break Even Point (BEP)

C. Shutdown Point

Shutdown point merupakan kondisi dimana perusahaan harus menutup usahanya jika tidak
ingin mengalami kerugian yang lebih besar. Shutdown poin dapat dihitung dengan cara membagi
biaya tetap tunai perusahaan dengan selisih antara harga dan biaya variabel perusahaan atau biaya
tetap tunai dengan contribution margin ratio (CMR)

D. Degree of Operating Leverage

Degree of operating leverage digunakan untuk mengetahui dampak perubahan penjualan


terhadap laba bersih perusahaan, yaitu berapa persentase penjualan berakibat terhadap persentase
laba bersih. Degree of operating leverage dapat dihitung dengan cara membagi laba kontribusi
dengan laba bersih.

E. Laba Kontribusi

Merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari kegiatan perusahaan, misalnya


penjualan. Laba kontribusi dapat diperoleh dengan cara menghitung selisih antara pendapatan
perusahaan dikurangi dengan biaya produk. Dalam proses penyusunan anggaran induk perusahaan,
Laporan Laba-Rugi yang disusun dengan metode variabel costing sangat membantu manajemen
puncak karena pengambilan keputusan jangka pendek umumnya menyangkut atau mengakibatkan
penambahan atau penggurangan volume kegiatan, maka informasi biaya yang dipisahkan menurut
perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan akan sangat membantu. Dari
laporan diatas manajemen dapat memperoleh berbagai parameter (gambaran sesuatu dalam bentuk
angka) berikut ini:

a. Break Even Point.

Dalam proses perencanaan laba jangka pendek, manajemen memerlukan informasi impas
untuk mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan. Suatu usulan kegiatan yang mengakibatkan
turunnya impas akan menarik manajemen jika dibandingkan dengan yang mengakibatkan
kenaikan impas, karena semakin rendah impas berarti semakin besar kemungkinan perusahaan
memperoleh kesempatan mendapatkan laba.

b. Margin of Safety.

Manajemen memerlukan informasi margin of safety dari anggaran laba yang


diproyeksikan dalam tahun anggaran yang akan datang.

c. Titik Penutupan Usaha (Shut Down Point).

Manajemen memerlukan informasi ini, jika misalnya diketahui bahwa dari biaya tetap
perusahaan sebesar Rp. 150.000.000, Rp. 100.000.000 merupakan biaya tunai, maka dalam
tahun anggaran 2011, titik penutupan usaha adalah sebesar Rp. 250.00 0.000 (Rp.
100.000.000:40%), berarti dibawah pendapatan penjualan (Rp. 500.000.000) maka usaha
perusahaan tersebut secara ekonomis tidak pantas dilanjutkan karena pendapatan penjualan
dibawah jumlah tersebut akan mengakibatkan perusahaan tidak mampu membay ar biaya
tunainya.

d. Degree of Operating Leverage.

Manajemen memerlukan informasi ini yang dihitung dari data diatas adalah 4 kali (Rp.
200.000.000 : Rp. 50.000.000) yang berarti setiap 1% kenaikan pendapatan penjualan akan
mengakibatkan 4% (4 x 1%) kenaikan laba bersih. Dengan demikian usulan kegiatan diharapkan
akan menaikkan pendapatan penjualan sebesar 5%, maka dalam tahun anggaran tersebut laba
bersih perusahaan diharapkan akan mengalami kenaikan 20% (4 x 5%).

e. Laba Kontribusi per Unit.

Laba kontribusi merupakan kelebihan pendapatan penjualan diatas biaya variabel.


Informasi ini memberikan gambaran jumlah yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan untuk
menghasilkan laba. Semakin besar laba kontribusi, semakin besar kesempatan yang diperoleh
perusahaan untuk menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba. Jika informasi laba
kontribusi per unit dihubungkan dengan penggunaan sumber daya yang langka, manajemen akan
memperoleh informasi berbagai macam untuk menghasilkan laba.
MANAJEMEN KAS DAN SEKURITAS

3.1. Manajemen Kas


3.1.1. Pengertian Kas

Manajemen kas adalah sistem pengelolaan kas perusahaan agar tersedia kas yang
memadai, tidak terlalu banyak (agar keuntungan tidak berkurang terlalu besar) tetapi tidak
terlalu sedikit yang bisa mengganggu likuiditas perusahaan.

Kas sendiri merupakan salah satu bagian dari aktiva yang memiliki sifat paling lancar
(paling likuid) dan paling mudah berpindah tangan dalam suatu transaksi. Transaksi tersebut
misalnya untuk pembayaran gaji atau upah pekerja, membeli aktiva tetap, membayar hutang,
membayar dividen dan transaksi lain yang diperlukan perusahaan. Kas merupakan aktiva yang
tidak dapat langsung menghasilkan ‘laba’, dalam arti tidak bisa untuk mendapatkan laba secara
langsung dalam operasi perusahaan. Kas perlu dikelola secara efektif dan efisien supaya
pemanfaatan kas dapat optimal.

Kas dibutuhkan untuk operasional sehari-hari (sebagai modal kerja) maupun untuk
pembelian aktiva tetap memiliki sifat kontinyu dan tidak kontinyu. Kebutuhan kas kontinu atau
yang terus menerus misalnya bagian produksi untuk membeli bahan baku, bahan penolong,
membayar upah tenaga kerja harian dan gaji karyawan tetap, membayar biaya pemeliharaan,
membeli suplies kantor habis pakai atau perlengkapan pabrik dan pengeluaran tunai lainnya.
Tanpa ada kas yang cukup kegiatan produksi akan terganggu dan akibatnya mengganggu
bagian lain yang terkait. Bagian pemasaran membutuhkan kas untuk membayar biaya iklan,
promosi, membayar biaya angkut dsb. Tanpa ada kas yang cukup kegiatan pemasaran
terganggu dalam menjual produk yang dihasilkan. Kebutuhan kas untuk berbagai pembayaran
tersebut merupakan aliran kas keluar (cash outflow) atau termasuk dalam pembelanjaan aktif.
Sedangkan kebutuhan kas yang tidak kontinyu atau tidak rutin untuk pembelian aktiva tetap,
pembayaran angsuran hutang, pembayaran dividen, pembayaran pajak, dan sebagainya.

Aliran kas masuk (cash inflow) atau termasuk dalam pembelanjaan pasif merupakan
aliran sumber-sumber dari mana kas diperoleh. Aliran kas masuk juga ada yang sifatnya terus
menerus (rutin) dan tidak terus menerus (tidak rutin). Aliran kas masuk yang kontinyu (rutin)
sebagian besar berasal dari penjualan produk utama perusahaan yang dijual secara tunai, dan
juga dari penerimaan piutang yang telah dijadwalkan sesuai dengan penjualan kredit yang
dilakukan. Penerimaan kas yang tidak rutin antara lain penerimaan dari uang sewa gedung,
penjualan aktiva yang tidak terpakai, penerimaan modal saham dari para investor, penerimaan
hutang atau kredit dari bank, dan penerimaan bunga.

Dengan adanya aliran kas masuk dan aliran kas keluar yang kontinyu dan tidak
kontinyu, maka sangat penting usaha pengelolaan kas ini. Perimbangan pengeluaran dan
penerimaan kas harus disesuaikan dengan kepentingan perusahaan. Perusahaan harus
menentukan berapa besarnya kas minimal yang harus ada, dan menentukan berapa kas yang
ideal boleh disimpan sehingga operasi perusahaan tidak terganggu dan kas yang ada tidak
menganggur terlalu lama.

3.1.2. Persediaan Kas Minimal

Jumlah uang kas minimal yang harus ada di perusahaan berbeda-beda antara yang satu
dengan lainnya, hal ini sangat tergantung pada besar kecilnya dan kemampuan perusahaan. Di
samping itu kas minimal juga tergantung pada prediksi atau estimasi besarnya aliran kas masuk
dan kas keluar beserta penyimpangannya. Estimasi aliran kas keluar perlu mempertimbangkan
adanya biaya yang keluar secara tunai dan biaya yang tidak tunai. Dalam perencanaan kas,
biaya yang tidak tunai seperti penyusutan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kas
minimal perusahaan. Hubungan baik dengan pihak perbankan, suplier dan perantara juga
mempengaruhi besarnya persediaan kas minimal yang harus dijaga oleh perusahaan.

Perusahaan harus memiliki persediaan kas minimal yang harus ada setiap saat, atau
sering disebut persediaan besi (safety cash). Persediaan minimal kas pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan persediaan minimal pada persediaan barang. Persediaan kas minimal ini
bertujuan untuk menjaga agar kelangsungan operasi perusahaan tetap terjamin dan dapat
memenuhi kewajiban finansial perusahaan apabila sewaktu-waktu harus dibayar. Kewajiban
finansial ini dapat berupa hutang lancar maupun biaya-biaya baik biaya tetap maupun biaya
variabel yang harus segera harus dibayar untuk kelangsungan operasi perusahaan. Ketersediaan
kas dalam perusahaan merupakan hal yang mutlak.

Kas merupakan salah satu aktiva yang memiliki likuiditas paling tinggi. Likuiditas
merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus segera
dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. Kewajiban perusahaan kepada pihak kreditur jangka
pendek maupun kewajiban dalam pembiayaan operasi perusahaan sehari-hari demi
kelangsungan produksi. Aktiva lancar sebagai modal kerja akan dibandingkan dengan jumlah
hutang lancar sebagai kewajiban finansial yang harus segera dipenuhi perusahaan. Likuid itas,
khususnya dilihat dari kas yang tersedia dapat juga dibandingkan dengan hutang lancar yang
ada. Perbandingan antara kas dengan hutang lancar disebut rasio kas (cash ratio). Rasio kas
yang tinggi menunjukkan kemampuan membayar hutang lancar juga tingg i. Besarnya kas yang
cukup baik dan aman menurut HG. Guthmann adalah antara 5% s/d 10% dari aktiva lancar
yang ada. Jumlah kas yang kurang dari 5% dari aktiva lancar akan menyulitkan operasi
perusahaan. Standar jumlah kas 5% sampai dengan 10% ini biasanya layak untuk perusahaan
manufaktur. Bagi perusahaan jasa perbankan, jumlah kas biasanya akan lebih besar lagi.
Semakin besar jumlah kas yang tersedia di perusahaan, maka makin tinggi pula likuiditasnya.
Persediaan kas yang terlalu besar yang berarti likuiditasnya tinggi bukan berarti perusahaan
tersebut baik, sebab kas yang terlalu besar berakibat pemanfaatan kas tersebut kurang efisien
karena kas tersebut menganggur dan tidak menghasilkan keuntungan.

3.1.3. Motif Memiliki Kas

Perusahaan memiliki kas pada dasarnya sesuai dengan teori “ Liquidity preference”
dari J.M. Keynes yaitu menguasai atau memiliki uang berbentuk tunai ada tiga motif atau tiga
tujuan.

Pertama, motif transaksi (transaction motive) atau kebutuhan kas untuk transaksi
artinya perusahaan memiliki kas untuk keperluan realisasi berbagai transaksi bisnisnya, baik
transaksi yang bersifat rutin maupun yang tidak rutin. Memiliki kas yang cukup untuk transaksi
sangat diperlukan dalam operasional sehari-hari seperti pembayaran upah, pembelian bahan
baku, pembelian bahan penolong, biaya administrasi, biaya kantor dan pembayaran tunai
lainnya. Pembelian aktiva tetap dan kegiatan lain merupakan kegiatan transaksi perusahaan
yang pengeluaran kasnya direncanakan untuk jangka panjang.

Kedua, motif berjaga-jaga (precautionary motive) atau kebutuhan kas untuk berjaga-
jaga artinya perusahaan memiliki kas untuk mengantisipasi berbagai kebutuhan yang
mendadak. Kebutuhan kas untuk berjaga-jaga dimaksudkan untuk mengantisipasi aliran kas
masuk dan keluar yang tidak kontinyu dan sulit diperkirakan. Pengeluaran yang mendadak atau
tiba-tiba muncul dan harus dibayar akan menyulitkan perusahaan apabila tidak memiliki
cadangan kas yang cukup. Pengeluaran kas untuk keperluan yang mendadak biasanya tidak
diperkirakan sebelumnya, oleh karena itu perusahaan perlu memiliki kas yang cukup untuk
berjaga-jaga. Pada motif berjaga-jaga perusahaan menetapkan saldo kas minimum yang
besarnya tergantung pada indikator dari penyimpangan aliran kas yang dianggarkan.
Penerimaan dan pengeluaran perusahaan diprediksi melalui anggaran kas atau cash budget.
Jika penerimaan dan pengeluaran dapat diprediksi dengan tepat, maka kebutuhan kas yang
bersifat mendadak bisa ditentukan sekecil mungkin berarti saldo kas minimum kecil, tetapi jika
penerimaan dan pengeluaran tidak dapat diprediksi dengan tepat, maka membutuhkan saldo
kas minimum yang cukup besar.

Ketiga, motif spekulasi (speculatif motive) atau kebutuhan kas untuk berspekulasi.
Kebutuhan kas untuk spekulasi dimaksudkan agar perusahaan dapat meman faatkan
kesempatan apabila ada barang yang dapat dibeli secara lebih murah. Perusahaan berspekulasi
dalam pembelian bahan mentah yang jumlahnya melebihi kebutuhan, karena menurut prediksi
bahan mentah tersebut harganya akan naik secara signifikan di masa y ang akan datang. Untuk
mengurangi risiko kenaikan harga tersebut, maka perusahaan dapat membelinya saat ini,
dengan sendirinya harus dipertimbangkan biaya-biaya yang muncul akibat penyimpanan
barang tersebut dan risiko kerusakannya. Contoh lain, perusahaan memiliki kas untuk
memperoleh keuntungan yang besar dari kesempatan investasi yang bersifat likuid. Dalam
kondisi ekonomi yang lesu dan harga saham turun drastis, maka perusahaan membeli saham
dengan harapan harga saham meningkat setelah kondisi ekonomi membaik.

Pentingnya kas bagi operasi perusahaan telah diketahui, namun sulit menentukan
berapa besarnya kas yang harus disediakan dan kapan waktu yang tepat, agar pemanfaatan kas
tersebut dapat efektif dan efisien. Ditinjau dari waktu kapan terjadinya kas masuk dan kas
keluar, kebutuhan dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan kas jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Kebutuhan kas keluar jangka pendek biasanya akan
menghasilkan kas masuk dalam jangka pendek. Kebutuhan kas untuk jangka panjang jug a akan
menghasilkan kas masuk dalam jangka panjang. Contoh, investasi penambahan mesin,
merupakan kebutuhan kas untuk masa waktu yang lama dan hasil yang diharapkan juga dalam
waktu yang panjang. Kebutuhan kas untuk melaksanakan promosi berupa iklan akan
menghasilkan kenaikan kas masuk dari kenaikan penjualan dalam jangka waktu yang panjang
di masa yang akan datang.

3.1.4. Sasaran Dan Keputusan Manajemen Kas

Tingkat seberapa perusahaan menginvestasikan kas berlebih ke dalam sekuritas yang


bisa diperdagangkan ditentukan oleh besarnya resiko insolvensi yang mau ditanggung
perusahaan supaya bisa menerima tambahan pengembalian atas saldo kas mereka. Trade off
antara Resiko dan Pengembalian. Program manajemen kas seluruh perusahaan harus berusaha
meminimumkan resiko insolvensi perusahaan. Dalam kasus demikian, perusahaan secara
teknis tidak solven dalam arti bahwa perusahaan itu tidak cukup punya likuiditas untuk
membayar segera kewajiban hutangnya saat ini.. Perusahaan dapat menghindari masalah ini
dengan memegang saldo kas yang besar untuk membayar tagihan yang jatuh tempo.

Manajer keuangan harus menemukan neraca yang dapat diterima antara memegang kas
terlalu banyak dan terlalu sedikit. Inilah titik fokus trade off antara pengembalian dan resiko.
Investasi kas yang besar meminimumkan peluang insolvensi, namun mengancam profitabilitas
perusahaan. Investasi kas yang kecil membebaskan kelebihan saldo untuk investasi ke dalam
sekuritas yang bisa diperdagangkan dan aktiva yang umurnya lebih panjang; ini m emperkuat
profitabilitas dan nilai saham biasa perusahaan, namun meningkatkan peluang kekurangan kas.

Sasaran Trade off resiko dan pengembalian dapat direduksi menjadi 2 sasaran utama
sistem manajemen kas:

1. Kas yang cukup harus ada di tangan untuk memenuhi pembayaran yang terjadi dalam
pelaksanaan bisnis.

2. Investasi dalam kas yang menganggur harus dikurangi sampai minimum.

Evaluasi atas sasaran-sasaran operasional ini, serta usaha pada pihak manajemen untuk
memenuhinya menimbulkan kebutuhan akan suatu keputusan manajemen kas

3.1.5. Model Manajemen Kas

Model manajemen kas, ada dua macam yaitu pertama model yang dikembangkan oleh
William J. Baumol dan kedua model yang dikembangkan oleh Merton H. Miller dan Daniel
Orr.

3.1.5.1. Model Baumol

Model manajemen kas yang dikemukakan oleh William Baumol sering disebut
dengan Model Persediaan. Baumol mengakui ada kesamaan antara manajemen kas
dengan manajemen persediaan, jika ditinjau dari aspek keuangan. Baumol menyatakan
bahwa saldo kas yang ada dalam perusahaan diperlakukan sama dengan persediaan barang.
Model Economic Order Quantity (EOQ) yang digunakan untuk menghitung pesanan
barang yang paling ekonomis. Konsep EOQ ini juga berlaku dalam perhitungan persediaan
kas yang paling ekonomis atau saldo kas yang ditargetkan. Mod el Baumol ini
mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan kas dengan pola yang konstan baik
kebutuhan kas, aliran kas masuk maupun aliran kas keluarnya. Misalnya rencana
penggunaan kas suatu perusahaan selama seminggu sebesar Rp. 5.000.000. Aliran kas
masuk diperkirakan sebesar Rp. 4.000.000 per minggu, oleh karena itu kebutuhan kas
bersih atau kas keluar bersih sebesar Rp. 5.000.000 - Rp. 4.000.000 = Rp. 1.000.000,-.
Keadaan posisi kas tersebut akan terlihat sebagai berikut:

Saldo Kas Rp.


Kas Maksimum
Sebesar C =
3.000.000

Kas Rata-rata
Sebesar C/2 =
1.500.000
Kas Akhir
0 3 6 9 Minggu

Gambar 3.1. Saldo Kas Menurut Model Baumol

Gambar tersebut menunjukkan bahwa apabila perusahaan mulai bekerja (awal


waktu) dengan saldo kas sebesar C = Rp. 3.000.000 (saldo kas maksimum). Jika kas keluar
bersih per minggu sebesar Rp. 1.000.000, maka saldo kasnya akan menjadi nol pada akhir
minggu ketiga. Rata-rata saldo kas yang ada sebesar C / 2 = Rp. 3.000.000 : 2 = Rp.
1.500.000. Pada awal minggu ketiga, perusahaan harus mengisi kasnya kembali dengan
jumlah yang tetap yaitu sebesar Rp. 3.000.000 demikian seterusnya. Apabila jumlah kas
maksimum dinaikkan menjadi sebesar Rp. 6.000.000 dan kebutuhan kas keluar bersih
tetap sebesar Rp. 1.000.000 per minggu, maka jangka waktu pemakaiannya akan lebih
lama yaitu selama 6 minggu. Dengan demikian saldo kas rata-ratanya akan naik menjadi
Rp. 6.000.000 : 2 = Rp. 3.000.000,-.

Apabila kas tersebut diperoleh dari pinjaman, maka biaya transaksi peminjaman
akan lebih kecil apabila frekuensi peminjamannya lebih kecil atau jumlah saldo kas yang
dimiliki diperbesar. Artinya apabila jumlah uang kas yang dipinjam besar dalam sekali
pinjam, maka frekuensi peminjamannya kecil sehingga biaya administrasinya juga kecil.
Di lain pihak terjadi sebaliknya, dengan saldo kas yang semakin besar maka pendapatan
yang diperoleh akan semakin kecil karena banyak kas yang menganggur. Hal ini karena
kas yang menganggur tidak dapat menghasilkan pendapatan, kecuali kas menganggur
tersebut diinvestasikan dalam surat berharga atau deposito bank. Oleh karena itu perlu
ditentukan berapa besarnya jumlah kas yang optimal bagi perusahaan. Baumol
memberikan formula untuk menentukan jumlah kas yang optimal dengan konsep EOQ
tersebut di atas, yaitu:
2 (F) (T)
C=
k

di mana:

C = jumlah kas yang optimal

F = biaya tetap untuk memperoleh pinjaman atau menjual sekuritas

T = jumlah kas untuk transaksi selama periode tertentu

k = biaya kesempatan dari kas yang dimiliki. Biaya kesempatan merupakan penghasilan
yang seharusnya dapat diperoleh dari kas yang menganggur.

Berikut ini diberikan contoh sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas:

Suatu perusahaan mengeluarkan biaya tetap berupa bunga per tahun sebesar Rp.
150.000. Jumlah kebutuhan kas untuk kegiatan perusahaan per minggu sebesar Rp.
1.000.000, sehingga setahun = 52 x Rp. 1.000.000 = Rp. 52.000.000,-. Besarnya
penghasilan investasi yang diharapkan sebesar 15% per tahun. Sehingga jumlah kas
optimal yang diperlukan perusahaan adalah:

2 (F) (T)
C=
k

2 (150.000) (52.000.00 0)
C= = Rp. 10.198.039,-
0,15

Jadi kas optimal perusahaan tersebut adalah sebesar Rp. 10.198.039,-. Jumlah
frekuensi transaksi yang harus dilakukan sebanyak = Rp. 52.000.000 / Rp. 10.198.039 =
5,09 kali atau sebanyak 5 kali. Sedangkan rata-rata saldo kas = Rp. 10.198.039 : 2 = Rp.
5.099.019,5 atau sebesar Rp. 5.099.020,-. Dari contoh tersebut, model Baumol terlalu
sederhana, terutama dengan asumsi mengenai aliran kas masuk dan keluar yang dianggap
konstan dan diperkirakan dengan tepat tanpa mengindahkan adanya situasi musiman atau
fluktuasi ekonomi. Pada model Baumol ada asumsi yang sulit untuk dipenuhi yaitu
pemakaian kas setiap waktunya sama atau konstan, oleh karena itu tidak cocok untuk
kondisi ketidakpastian pemakaian kas. Untuk mengatasi perubahan aliran kas masuk dan
kas keluar yang tidak konstan, dapat dilakukan dengan model Miller dan Orr.
3.1.5.2. Model Miller and Orr

Model Miller dan Orr merupakan model penentuan persediaan apabila aliran kas
masuk dan keluar tidak konstan. Konsep Miller dan Orr menyatakan bahwa perusahaan
harus menetapkan jumlah saldo kas yang paling tinggi sebagai batas atas dan saldo kas
terendah sebagai batas bawah. Apabila saldo kas telah mencapai batas atas, maka
perusahaan hendaknya merubah sebagian kas tersebut ke dalam bentuk surat berharga agar
saldo kas kembali pada jumlah yang ideal. Sebaliknya, apabila jumlah saldo kas telah
mencapai batas minimal (batas bawah), maka perusahaan dapat merubah sekuritas yang
ada menjadi kas sehingga mencapai jumlah saldo kas yang ideal. Apabila saldo kas
mengalami penurunan hingga mencapai nol, maka perusahaan harus segera mengubah
sekuritasnya menjadi kas senilai saldo kas optimal. Apabila saldo kas semakin membesar,
maka pada batas atas uang kas harus diubah menjadi sekuritas.

Rumus model Miller dan Orr untuk menentukan jumlah saldo kas yang optimal
sebagai berikut:

1
3 T σ2  3
Z=  
 4i 

di mana:

T = biaya tetap untuk melakukan transaksi

2 = varian dari aliran kas masuk bersih sebagai penyebaran arus kas
i = tingkat bunga harian untuk investasi pada surat berharga (sekuritas)

Nilai maksimal sebagai batas atas (diberi notasi h) adalah sebesar 3 z. Sedangkan
rata-rata saldo kas kurang lebih sebesar (z + h) / 3. Jumlah saldo kas sebagai batas minimal
besarnya adalah nol. Untuk lebih jelasnya kita lihat gambar berikut ini.

Gambar 3.2. Batas-batas Pengawasan Kas Model Miller dan Orr


Contoh Suatu perusahaan mengeluarkan biaya transaksi sebesar Rp. 5.000 setiap
kali transaksi. Deviasi standar () aliran kas masuk sebesar Rp. 100.000. Tingkat bunga
per tahun sebesar 12%. Batas minimal kas yang tersedia sebagai batas bawah sebesar nol
rupiah. Satu tahun dihitung 360 hari. Maka jumlah persed iaan kas yang diinginkan
perusahaan adalah:

1
3 T σ 
2 3
Z=  
 4i 

1
 3 (5.000) (100.000) 2  3
Z=   = Rp. 482.745,-
 4 (0,12/360) 

Jadi jumlah kas yang diinginkan perusahaan sebesar Rp. 482.745,-. Nilai batas atas
adalah 3 z yaitu = 3 (Rp. 482.745) = Rp. 1.448.235,-. Batas atas jumlah kas tersebut
menunjukkan batas maksimal kas yang optimal tersedia di perusahaan. Ketika kas
mencapai batas atas tersebut (Rp. 1.448.235), maka perusahaan harus merubah sebagian
kas tersebut sebesar Rp. 965.490 (dari Rp. 1.448.235 – Rp. 482.745) menjadi surat
berharga agar saldo kas kembali sebesar Rp. 482.475 sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan. Sedangkan ketika kas perusahaan sampai batas minimal, dalam hal ini nol
rupiah, maka perusahaan harus menjual surat berharganya sebesar Rp. 482.475 agar saldo
kas kembali ke jumlah Rp. 482.475 sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Untuk
menentukan besarnya kas yang harus disediakan dan kapan waktu yang tepat, agar
pemanfaatan kas dapat efektif dan efisien perlu mengetahui anggaran kas atau Cash
budget.

3.1.6. Sistem Pengumpulan dan Pembayaran Kas


3.1.6.1. Sistem Pembayaran Kas

Dalam perekonomian yang pembayaran transaksinya dilakukan tidak lagi dengan


uang tunai tetapi dengan cheque, akan timbul situasi di mana pembayaran yang dilakukan
oleh perusahaan tidak segera mengurangi saldo kas. Dan penerimaan cheque tidak segera
diikuti dengan penambahan kas.

Sebagai contoh manajemen kas adalah:

Kita melakukan pembayaran dengan cheque senilai Rp 100 juta pada tanggal 15
Juni 2019. Sebelum kita membayar dan menulis cheque tersebut, saldo rekening giro kita
di bank misalnya Rp 300 juta. Dengan demikian setelah pembayaran tersebut kita mencatat
bahwa saldo kita tinggal Rp 200 juta. Tapi bank belum mengurangkan jumlah tersebut
sampai cheque tersebut di-kliringkan. Dengan demikian bank masih akan mencatat saldo
kita sebesar Rp 300 juta. Selisihnya ini di sebut sebagai float. Float tersebut
memungkinkan perusahaan menuliskan cheque yang secara keseluruhan jumlahnya lebih
besar dari saldo kas (giro) yang dicatat oleh perusahaan. Jika rata-rata waktu yang
diperlukan untuk mengkliringkan cheque memakan waktu 2 hari, perusahaan bisa saja
menuliskan cheque pada suatu hari meskipun saldonya kosong. Asalkan 2 hari kemudian
bisa mengisi rekeningnya dengan jumlah minimal yang diperlukan.

Bahkan kadang-kadang perusahaan melakukan juggling dengan menciptakan float


dari beberapa bank tempat perusahaan menjadi kliennya. Artinya, perusahaan sengaja
menuliskan cheque atas suatu bank, kemudian menyetorkannya pada bank satunya.
Sehingga tercipta jumlah float yang cukup berarti. Tentu cara seperti ini sangat berisiko.
Float bisa juga berlaku secara terbalik.

Perhatikan contoh berikut:

Misalnya kita menerima pembayaran dalam bentuk chegue sejumlah Rp 50 juta.


Kita setorkan ke bank, dan kita catat saldo giro kita di bank tersebut bertambah Rp 50 juta.
Meskipun demikian bank baru menambah saldo rekening kita bila chegue tersebut telah
dikliringkan (karena chegue tersebut bukan chegue bank tempat kita menjadi nasabah) Bila
kita gabungkan dengan contoh di atas, maka kita mempunyai float positif sebesar Rp 100
juta tapi menanggung float negatif sebesar Rp 50 juta. Dengan demikian net float kita
menjadi Rp 50 juta.

Bila perusahaan bisa menggunakan draft, perusahaan bisa menunda pengeluaran


kas, karena draft tersebut perlu dikonfirmasi oleh perusahaan yang mengeluarkan sebelum
bank membayar kepada mereka yang menyerahkan draft tersebut. Selama menunggu
konfirmasi tersebut, perusahaan sebenarnya menunda pembayaran yang harus dilakukan.
Bila pembayaran gaji dilakukan dengan menggunakan cheque, maka pembayaran pada
akhir minggu akan memaksa cheque tersebut baru bisa diuangkan awal minggu depan. Ini
juga cara untuk menunda pengeluaran kas, tapi sangat rawan diprotes karyawan
perusahaan J
3.1.6.2. Sistem Pengumpulan Kas

Sistem pengumpulan kas mempunyai tujuan untuk mempercepat pemanfaatan kas.


Salah satu caranya adalah dengan menggunakan concentration banking. Dengan cara ini
perusahaan menerapkan berbagai pusat pengumpulan pada berbagai wilayah sesuai
dengan penyebaran penjualannya, dan tidak hanya satu pusat pengumpulan di kantor pusat.

Dengan demikian pembeli di wialayah A diminta membayar dengan menyerahkan


chegue ke suatu bank yang telah dipilih oleh perusahaan di daerah A.Tidak perlu
mengirimkan chegue langsung ke kantor pusat perusahaan. Hal ini disebabkan karena
pembeli mungkin menulis chegue atas bank tertentu di wilayah A. Yang jika chegue
tersebut kemudian dikirim ke kantor pusat perusahaan yang berlokasi sangat jauh dari
wilayah A, akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dikliring dan mungkin juga
memakan biaya yang lebih besar.

Contoh yang sering kita jumpai adalah penerbit di Inggris meminta pembeli
menulis chegue atas bank yang di Inggris, dan dinyatakan dan poundsterling. Jika misalkan
chegue tersebut atas bank di USA, penerbit di Inggris akan memerlukan waktu yang sangat
lama dan biaya yang mahal untuk menguangkan chegue tersebut.

3.1.7. Anggaran Kas atau Cash budget

Anggaran kas atau cash budget merupakan skedul yang menyajikan perkiraan aliran
kas masuk dan kas keluar suatu perusahaan selama periode tertentu pada waktu yang akan
datang. Anggaran kas, sebagai proyeksi posisi kas yang berupa penerimaan dan pengeluaran
kas pada saat tertentu di masa yang akan datang. Periode penyusunan anggaran kas ini dapat
disusun untuk waktu tahunan, triwulanan, bulanan, mingguan atau bahkan harian.

Perusahaan pada umumnya menggunakan anggaran kas bulanan yang disusun untuk
jangka waktu 3 bulan, 6 bulan sampai 12 bulan. Anggaran kas untuk jangka waktu yang lebih
panjang digunakan untuk perencanaan yang bersifat umum dan menyeluruh, sedangkan
anggaran dalam jangka waktu yang lebih pendek biasanya untuk pengendalian kas yang lebih
riil dan spesifik.

Anggaran kas sangat penting untuk menjaga likuiditas dan kelangsungan usaha, sebab
dengan menyusun anggaran kas dapat diprediksi waktu atau kapan perusahaan mengalami
defisit dan kapan mengalami surplus kas. Pada periode yang mengalami defisit kas, bisa segera
disiapkan sumber dana menutupnya. Defisit dapat ditutup dari pinjaman pihak bank atau
dengan mencari modal sendiri. Apabila mengalami surplus kas bisa direncanakan untuk
investasi pada instrumen investasi yang sesuai likuiditasnya atau merencanakan pemanfaatan
kas untuk kegiatan yang lebih menguntungkan. Hal ini dilakukan agar jangan sampai terjadi
kelebihan kas terlalu besar, sehingga ada sejumlah kas yang menganggur yang tidak
mendatangkan pendapatan serta tidak efisien. Keberadaan kas sebagai bagian dari aktiva lancar
akan berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan.

Fokus anggaran kas meliputi dua bagian yaitu: 1. penerimaan kas yang direncanakan
dan 2. pengeluaran kas yang direncanakan. Merencanakan aliran uang kas masuk dan kas
keluar memberikan saldo posisi awal dan saldo akhir kas yang direncanakan untuk jangka
waktu tertentu.

1. Penerimaan kas yang direncanakan atau estimasi penerimaan kas yaitu proyeksi
penerimaan pada waktu tertentu baik yang berasal dari penerimaan penjualan tunai,
penerimaan piutang, penerimaan bunga, hasil penjualan aktiva tetap maupun penerimaan
lainnya.

2. Pengeluaran kas yang direncanakan atau estimasi pengeluaran kas yaitu proyeksi
pengeluaran yang dilakukan perusahaan, seperti pembelian bahan baku, pembayaran
upah dan gaji, pengeluaran tunai biaya pemasaran, biaya administrasi, pembayaran
hutang, pembayaran pajak dan pembayaran lainnya yang bersifat tunai.

Setelah mengadakan estimasi pada masing-masing periode, langkah selanjutnya


membandingkan hasil estimasi penerimaan dengan estimasi pengeluaran kas. Perencanaan
aliran uang kas masuk dan keluar akan menunjukkan:

1. Kebutuhan untuk membiayai kekurangan kas yang mungkin terjadi, atau

2. Kebutuhan terhadap perencanaan investasi atas kelebihan uang pada penggunaan yang
mendatangkan keuntungan.

Anggaran kas secara langsung berhubungan dengan rencana lain nya, seperti anggaran
penjualan, anggaran piutang, anggaran biaya-biaya, dan anggaran pengeluaran modal, namun
anggaran tersebut tidak secara otomatis langsung berpengaruh terhadap anggaran kas.
Anggaran kas menekankan arus kas masuk dan keluar pada saat tertentu, oleh karena itu, tujuan
anggaran kas yaitu:

1. Membuat taksiran posisi kas pada setiap akhir periode dari kegiatan operasi perusahaan baik
periode bulanan ataupun tahunan.

2. Mengetahui adanya kelebihan atau kekurangan kas yang terjadi pada perio de tertentu.
3. Merencanakan besarnya kas untuk menutup kekurangan (defisit) yang terjadi.

4. Menentukan besarnya kas untuk pembayaran-pembayaran dan kelebihan kas yang dapat
digunakan untuk melakukan investasi.

5. Mengetahui waktu kapan suatu pinjaman atau kewajiban lainnya harus dibayar.

3.1.8. Penyusunan Anggaran Kas

Penyusunan anggaran kas memberikan gambaran tentang sumber penerimaan kas,


pos-pos pengeluaran kas, saat terjadinya kelebihan atau kekurangan kas, dan saat pembayaran
pinjaman dan bunga pinjaman. Penyusunan anggaran kas ini dilakukan melalui beberapa tahap:

1. Menyusun estimasi penerimaan dan pengeluaran dari operasi perusahaan (transaksi


operasi). Rencana penerimaan berasal dari penjualan tunai, penerimaan piutang,
pendapatan bunga, pendapatan sewa, dan pendapatan lain yang diperoleh perusahaan.
Sedangkan estimasi pengeluaran meliputi pembelian tunai, pembayaran hutang,
pembayaran gaji, pembayaran bunga dan pembayaran biaya-biaya lainnya. Dengan
estimasi penerimaan dan pengeluaran ini dapat diketahui pula adanya defisit atau
surplus yang terjadi.

2. Menyusun estimasi atau rencana transaksi finansial, yaitu transaksi yang berhubungan
dengan estimasi kebutuhan dana yang diperoleh dari pinjaman untuk menutup defisit
yang terjadi beserta estimasi pembayaran pinjaman tersebut beserta bunganya.

3. Menyusun anggaran kas final, yaitu meliputi transaksi operasi dan transaksi fmansial.
Di sini terlihat anggaran kas secara keseluruhan dari estimasi penerimaan dan
pengeluaran kas.

Contoh penyusunan anggaran kas, supaya dapat memberikan gambaran yang jelas.

Pada Tahun 2010 perusahaan “PT A” menyusun anggaran kas. Estimasi penerimaan
kas dan pengeluaran kas selama enam bulan pertama (bulan Januari s/d Juni) sebagai berikut:

1. Estimasi atau Rencana Penerimaan:

Penerimaan setiap bulan dari penjualan yang dilakukan secara tunai sebanyak 25 % dan
secara kredit 75 % dari penjualan. Dari penjualan kredit, 60 % diterima pada satu bulan setelah
bulan penjualan dan sisanya diterima 2 bulan setelah bulan penjualan.

Total penerimaan piutang bulan Januari dan Pebruari masing-masing Rp. 1.900.000 dan
Rp. 2.600.000. Estimasi atau rencana penerimaannya adalah:
a. Besarnya penjualan yaitu:

Januari ......... Rp. 4.000.000 April .............. Rp. 5.200.000

Pebruari ....... Rp. 5.500.000 Mei ................ Rp. 5.400.000

Maret ........... Rp. 5.600.000 Juni ................ Rp. 6.500.000

b. Penerimaan lain-lain yaitu:

Januari ............ Rp. 400.000 April .............. Rp. 1.200.000

Pebruari .......... Rp. 900.000 Mei ................ Rp. 1.400.000

Maret .............. Rp. 1.000.000 Juni ................ Rp. 1.500.000

2. Estimasi atau Rencana Pengeluaran:

a. Pembelian bahan mentah:

Januari ......... Rp. 1.000.000 April .............. Rp. 2.200.000

Pebruari ....... Rp. 1.500.000 Mei ................ Rp. 2.000.000

Maret ............ Rp.1.600.000 Juni ............... Rp. 2.100.000

b. Pembelian bahan penolong:

Januari ......... Rp. 200.000 April ................... Rp. 500.000

Pebruari ....... Rp. 300.000 Mei ................... Rp. 400.000

Maret ............ Rp. 200.000 Juni ................... Rp. 500.000

c. Pembayaran gaji dan upah:

Januari .......... Rp. 2.500.000 April ................ Rp. 2.800.000

Pebruari ........ Rp. 2.500.000 Mei .................. Rp. 3.000.000

Maret ............ Rp. 2.600.000 Juni ................. Rp. 3.200.000

d. Biaya transport dan komisi penjualan:

Januari ............ Rp. 300.000 April ............... Rp. 600.000

Pebruari ...........Rp. 500.000 Mei .................. Rp. 500.000

Maret ............... Rp. 400.000 Juni ................. Rp. 500.000


e. Biaya administrasi dan lainnya:

Januari ........... Rp. 350.000 April ................ Rp. 550.000

Pebruari ......... Rp. 550.000 Mei .................. Rp. 450.000

Maret ............. Rp. 450.000 Juni .................. Rp. 550.000

3. Estimasi atau Rencana lain:

a. Saldo kas akhir pada Bulan Desember tahun sebelumnya Rp. 300.000

b. Apabila terjadi defisit, perusahaan akan melakukan pinjaman ke bank pada


permulaan bulan dan pengembaliannya juga pada permulaan bulan dengan bunga
sebesar 2% per bulan

c. Pinjaman ke bank pada Bulan Januari sebesar Rp. 1.000.000 dan Bulan Pebruari
sebesar Rp. 500.000,-. Pembayaran angsuran pinjaman tersebut akan dilakukan
pada Bulan April sebesar Rp. 600.000, Bulan Mei sebesar Rp. 300.000 dan sisanya
sebesar Rp. 600.000 akan dibayar pada Bulan Juni 2001

d. Persediaan minimum kas atau persediaan besi kas sebesar Rp. 200.000

Dari informasi data tersebut dapat disusun anggaran kas untuk Bulan Januari sampai
dengan Juni Tahun 2010 secara bertahap yaitu anggaran kas untuk transaksi operasi (transaksi
usaha), transaksi finansial dan transaksi secara keseluruhan.

Penyelesaiannya:

1. Menyusun Anggaran Kas untuk Transaksi Operasi (transaksi usaha)

Anggaran kas untuk transaksi operasi menggambarkan penerimaan dan pengeluaran


kas dari usaha operasi perusahaan. Penerimaan yang berasal dari penjualan dibedakan menjadi
penjualan tunai dan penerimaan dari penagihan piutang. Kedua penerimaan tersebut dapat
dihitung sebagai berikut:

A. Penerimaan dari hasil penjualan tunai setiap bulannya adalah:

Januari = 25% x Rp. 4.000.000 = Rp. 1.000.000

Pebruari = 25% x Rp. 5.500.000 = Rp. 1.375.000

Maret = 25% x Rp. 5.600.000 = Rp. 1.400.000


April = 25% x Rp. 5.200.000 = Rp. 1.300.000

Mei = 25% x Rp. 6.000.000 = Rp. 1.500.000

Juni = 25% x Rp. 6.500.000 = Rp. 1.625.000

B. Penerimaan hasil penjualan tunai dan penagihan piutang dari penjualan kredit setiap
bulannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1. PT ”A”

Penerimaan Kas dari Hasil Penjualan Tunai dan

Pengumpulan Piutang dari Penjualan Kredit Bulan Januari s/d Juni 2010

(dalam ribuan rupiah)

No Keterangan Bulan

Januari Pebruari Maret April Mei Juni

1 Total Penjualan 4.000 5.500 5.600 5.200 6.000 6.500

2 Penjualan tunai (25%) 1.000 1.375 1.400 1.300 1.500 1.625

3 Penjualan kredit (75%) 3.000 4.125 4.200 3.900 4.500 4.875

4 Penerimaan piutang:

60% dari penj. kredit - 1.800 2.475 2.520 2.340 2.700

40% dari penj. kredit 1.900 800 1.200 1.650 1.680 1.560

5 Total dari piutang 1.900 2.600 3.675 4.170 4.020 4.260

6 Total kas masuk (2 +5) 2.900 3.975 5.075 5.470 5.520 5.885

Dari anggaran penerimaan penjualan (tunai dan piutang) tersebut pada Tabel 3.1., maka
dapat disusun anggaran kas untuk transaksi operasi (transaksi penerimaan dan pengeluaran) PT
“A” yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut ini.
Tabel 3.2. PT ”A”

Anggaran Transaksi Operasi Bulan Januari - Juni Tahun 2010

(Penerimaan dan Pengeluaran Kas)

(dalam ribuan rupiah)

Keterangan Bulan

Januari Pebruari Maret April Mei Juni

Rencana Penerimaan:

Penjualan tunai 1.000 1.375 1.400 1.300 1.500 1.625

Penerimaan piutang 1.900 2.600 3.675 4.170 4.020 4.260

Penerimaan lain 400 900 1.000 1.200 1.400 1.500

Jumlah Penerimaan 3.300 4.875 6.075 6.670 6.920 7.385

Rencana Pengeluaran

Pembelian Bahan Mentah 1.000 1.500 1.600 2.200 2.000 2.100

Pemb. Bahan Penolong 200 300 200 500 400 500

Pembayaran Gaji/upah 2.500 2.500 2.600 2.800 3.000 3.200

Pemb. transport/komisi 300 500 400 600 500 500

Pemb.adm dan lainnya 350 550 450 550 450 550

Jumlah Pengeluaran 4.350 5.350 5.250 6.650 6.350 6.850

Surplus (Defisit) (1.050) (475) 825 20 570 535

Jika terjadi defisit, maka perusahaan dapat menutupnya dengan meminjam uang ke
bank. Pinjaman ke bank, pembayaran angsuran dan pembayaran bunganya dapat dilihat pada
tabel transaksi finansial berikut ini.
Tabel 3.3. PT “A”

Anggaran Transaksi Finansial Bulan Januari - Juni Tahun 2010

(Penerimaan Pinjaman dan Pengembaliannya)

(dalam ribuan rupiah)

Keterangan Bulan

Januari Pebruari Maret April Mei Juni

Saldo kas awal bulan 1) 300 230 225 1.020 422 680

Penerimaan pinjaman2) 1.000 500 - - - -

Pembayaran angsuran3) - - - 600 300 600

Kas yang tersedia 4) 1.300 730 225 420 122 80

Surplus (defisit)5) (1.050) (475) 825 20 570 535

Pembayaran bunga 6) (20) (30) (30) (18) (12) -

Saldo kas akhir bulan 7) 230 225 1.020 422 680 615

Sisa pinjaman kumulatif8) 1.000 1.500 1.500 900 600 0

Penjelasan tabel:
1) Saldo kas awal bulan merupakan saldo kas akhir bulan sebelumnya.

2) Penerimaan pinjaman Bulan Januari sebesar Rp. 1000.000 dan Pebruari = Rp. 500.000.

Jumlah pinjaman minimal (misalnya X) dapat dihitung sebagai berikut:

Jumlah pinjaman = Persediaan besi + Besarnya deflsit - Saldo awal 4 - Bunga

X = Rp. 200.000 + Rp. 1 .050.000 – Rp. 300.000 + 0,02 X

0,98 X = Rp. 950.000 X = Rp. 969.388

Jadi besarnya pinjaman Bulan Januari minimal adalah Rp. 969.388,-.


3) Pembayaran angsuran pinjaman dilakukan apabila perusahaan memiliki saldo kas yang
cukup (persediaan besi kas sebesar Rp. 200.000). Dalam contoh ini, pembayaran sudah
ditentukan yaitu Bulan April sebesar Rp. 600.000, bulan Mei Rp. 300.000 dan Bulan
Juni Rp. 600.000.
4) Kas yang tersedia merupakan penjumlahan dari saldo kas awal ditambah penerimaan
pinjaman dikurangi angsuran pinjaman.
5) Surplus (defisit) berasal dari data tabel transaksi sebelumnya.

6) Pembayaran bunga sama dengan besarnya bunga (2%) dikalikan dengan sisa pinjaman.
7) Saldo kas akhir = Kas yang tersedia - surplus (defisit) - pembayaran bunga

8) Pinjaman kumulatif merupakan sisa pinjaman yang masih ada di perusahaan.

Setelah tabel transaksi operasi dan tabel transaksi finansial dibuat, kemudian langkah
terakhir adalah membuat anggaran kas secara menyeluruh (anggaran final) di mana dalam tabel
tersebut tertera transaksi operasi dan transaksi finansialnya.

Tabel 3.4. PT ”A”

Anggaran Kas Final (Transaksi Operasi dan Transaksi Finansial)

Bulan Januari - Juni Tahun 2010

(dalam ribuan rupiah)

Keterangan Bulan

Januari Pebruari Maret April Mei Juni

Saldo Kas awal bulan 300 230 225 1.020 422 680

Rencana Penerimaan:

Penjualan tunai 1.000 1.375 1.400 1.300 1.500 1.625

Penerimaan piutang 1.900 2.600 3.675 4.170 4.020 4.260

Penerimaan pinjaman 1.000 500 - - - -

Penerimaan lain 400 900 1.000 1.200 1.400 1.500

Jumlah Penerimaan 4.300 5.375 6.075 6.670 6.920 7.385


Jumlah Kas tersedia 4.600 5.605 6.300 7.690 7.342 8.065

Rencana Pengeluaran

Pembelian Bahan Mentah 1.000 1.500 1.600 2.200 2.000 2.100

Pemb. Bahan Penolong 200 300 200 500 400 500

Pembayaran Gaji/upah 2.500 2.500 2.600 2.800 3.000 3.200

Pemb. transport/komisi 300 500 400 600 500 500

Pemb.adm dan lainnya 350 550 450 550 450 550

Pembayaran bunga 20 30 30 18 12 -

Pembayaran angsuran - - - 600 300 600

Jumlah Pengeluaran 4.370 5.380 5.280 7.268 6.662 7.450

Saldo Kas akhir bulan 230 225 1.020 422 680 615

Untuk mengevaluasi hasil perhitungan pada Tabel anggaran kas di atas, dicocokkan
apakah saldo kas akhir bulan sama dengan saldo kas awal bulan berikutnya. Saldo kas akhir
bulan merupakan saldo kas awal bulan berikutnya.

3.2. MANAJEMEN SEKURITAS

3.2.1. Pengertian Sekuritas

Sekuritas (marketable security) merupakan surat-surat berharga yang segera dapat


dijual untuk memperoleh uang kas. Marketable securities merupakan surat-surat berharga yang
dapat diuangkan dengan mudah dan diperjualbelikan di pasar uang (bursa modal jangka
pendek).

Motif penanaman modal dalam marketable securities ada tiga yaitu:

1. Motif transaksi (transaction motive) yaitu pembelian marketable securities yang akan
dijual kembali untuk menutup pembayaran yang sudah diketahui sebelumnya. Sebelum
saat pembayaran kewajiban perusahaan dapat menginvestasikan uang kas tersebut dalam
marketable securities yang jatuh temponya sebelum pembayaran berbagai kewajiban.

2. Motif berjaga-jaga (precautionary motive) yaitu penanaman modal dalam marketable


securities untuk mendapatkan sejumlah aktiva lancar yang dapat diuangkan dengan
segera, untuk memenuhi berbagai pengeluaran yang tidak diperkirakan sebelumnya.

3. Motif spekulasi (speculatif motive) yaitu investasi dalam marketable securities karena
tidak adanya investasi lain dari uang kas yang sementara waktu belum digunakan.
Keadaan tersebut bukan suatu hal yang biasa terjadi. Investasi dalam marketable
securities baru akan diuangkan jika perusahaan sudah menemukan investasi yang lebih
tepat dari dana tersebut.

Ada beberapa alasan perusahaan memiliki surat berharga yaitu: untuk menggunakan
dana sementara yang lebih guna diinvestasikan dalam surat berharga yang dijual oleh emiten
(perusahaan yang mengeluarkan saham). Apabila suatu sekuritas telah diperjual-belikan di
pasar sekunder (bursa efek), maka jual-beli sekuritas tersebut dilakukan oleh pialang (makelar).
Karena pemilikan sekuritas ini hanya sementara saja (kurang dari 1 tahun), maka investasi pada
surat berharga dimasukkan dalam investasi jangka pendek. Sekuritas tersebut dimiliki hanya
dalam jangka pendek saja dengan maksud agar dapat segera diuangkan (dijual) jika sewaktu-
waktu perusahaan memerlukan dana dalam operasinya. Sebenarnya, investasi pada sekuritas
ada yang berjangka panjang (dimiliki lebih dari 1 tahun). Jika investasi pada sekuritas tersebut
untuk jangka panjang, maka investasi tersebut dimasukkan sebagai investasi jangka panjang
yang tertera pada pos investasi (investment) pada neraca.

Alasan lain perusahaan memiliki sekuritas ini adalah untuk menjaga likuiditas
perusahaan dan memperoleh pendapatan dari investasi tersebut. Sekuritas memiliki sifat yang
likuid (mudah diuangkan atau dijual), sehingga apabila perusahaan kekurangan uang kas maka
sekuritas ini dapat segera dijual. Dalam hal ini berarti pemilikan sekuritas berfungsi sebagai
pengganti saldo kas. Di samping itu, pemilikan sekuritas dimaksudkan untuk memperoleh
pendapatan berupa keuntungan.

Keuntungan tersebut dapat berupa dividen, bunga atau capital gain. Dividen akan
diperoleh oleh perusahaan apabila sekuritas tersebut berupa saham dan dimiliki sampai waktu
pembayaran dividen (biasanya dividen dibayarkan sekali dalam setahun). Sedangkan
pendapatan bunga akan diperoleh jika perusahaan menginvestasikan dananya dengan membeli
sekuritas berupa obligasi atau sertifikat deposito. Sedangkan capital gain akan diperoleh
apabila hasil penjualan suatu sekuritas lebih tinggi daripada harga perolehannya.

3.2.2. Kriteria Pemilihan Sekuritas

Kriteria pemilihan sekuritas dapat dilihat dari berbagai macam pertimbangan, yaitu
meliputi risiko keuangan (financial risk), risiko suku bunga (interest rate risk), risiko likuiditas
(liquidity risk), risiko inflasi dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Berbagai pertimbangan
tersebut akan menentukan besarnya dana yang akan ditanamkan dalam sekuritas (surat
berharga) jangka pendek. Perusahaan akan berusaha memperkecil risiko yang mungkin
dihadapi dengan harapan memperoleh keuntungan (return) yang maksimal. Risiko keuangan
merupakan risiko tidak kembalinya dana yang diinvestasikan pada sekuritas sesuai dengan
yang diinginkan perusahaan. Ketidakpastian pengembalian dana yang telah diinvestasikan
(beserta bunganya jika berupa obligasi) pada sekuritas sering sulit diprediksikan. Adakalanya
peminjam menunggak dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Jika peminjam tidak dapat
mengembalikan dananya, maka perusahaan akan mengalami kesulitan likuiditas, apalag i jika
tidak memiliki cadangan kas yang cukup untuk biaya operasi perusahaannya.

Harga sekuritas yang berupa obligasi sangat terpengaruh dengan naik-turunnya suku
bunga. Obligasi berjangka pendek relatif lebih stabil dibanding obligasi berjangka panjang
dalam hubungannya dengan suku bunga ini. Apabila suku bunga naik, para investor cenderung
mengalihkan dananya ke instrumen perbankan, sehingga harga obligasi akan turun. Dan
sebaliknya jika suku bunga bank turun, maka investor akan beramai-ramai menginvestasikan
dananya pada obligasi sehingga harga obligasi akan meningkat.

Risiko likuiditas sekuritas merupakan cepat lambatnya sekuritas yang bersangkutan


dapat diperjual belikan. Sekuritas yang likuid berarti sekuritas tersebut cepat laku terjual.
Apabila suatu sekuritas tidak likuid, maka perusahaan atau pihak yang memiliki sekuritas
tersebut akan menurunkan harganya agar laku dijual. Penurunan harga ini mengakibatkan
keuntungan yang diperoleh akan berkurang atau bahkan akan menderita kerugian jika
penurunan harganya sampai melebihi harga perolehannya. Semakin likuid suatu saham, maka
makin kecil risiko likuiditasnya karena sekuritas tersebut dapat diperjual belikan setiap saat.

Risiko inflasi pada prinsipnya hampir sama dengan risiko tingkat bunga. Kita tahu
bahwa antara tingkat bunga dan inflasi memiliki hubungan yang erat. Tingkat suku bunga yang
tinggi mengakibatkan tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi merupakan kecenderungan naiknya
harga barang-barang. Tingginya inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat. Risiko inflasi
ini mengakibatkan pada risiko penurunan daya beli. Pihak yang lebih merasakan dampak dari
risiko inflasi ini adalah mereka yang memiliki surat berharga dengan pendapatan tetap seperti
obligasi bila dibandingkan dengan surat berharga yang memiliki penghasilan meningkat
(seperti saham). Oleh karena itu, saham biasa yang diperjual belikan di bursa efek memiliki
stabilitas yang lebih aman dibandingkan obligasi yang memberikan pendapatan tetap. Pada
situasi inflasi yang cenderung meningkat, perusahaan akan lebih untung bila melakukan
investasi pada saham.

Kriteria terakhir yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan investasi pada sekuritas
adalah memperhitungkan hasil yang diharapkan (yield) berupa keuntungan. Besarnya yield
atau sering pula disebut return ini akan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain tersebut di atas yaitu
adanya risiko keuangan, risiko tingkat bunga, risiko likuiditas, dan risiko inflasi atau risiko
daya beli. Risiko-risiko tersebut akan mempengaruhi besarnya hasil yang akan diperoleh baik
langsung maupun tidak langung. Risiko keuangan dan risiko likuiditas lebih dapat dikontrol
daripada risiko tingkat bunga dan risiko inflasi. Hal ini karena risiko keuangan dan risiko
likuiditas lebih banyak berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam mengelola
keuangannya. Sedangkan risiko tingkat bunga dan risiko inflasi lebih banyak berhubungan
dengan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Hasil yang diharapkan (yield) oleh perusahaan
dalam hubungannya dengan risiko-risiko yang mungkin terjadi mengharuskan perusahaan
melakukan portofolio atau diversifikasi (penganekaragaman) investasi pada sekuritas.
Perusahaan melakukan portofolio investasi berarti bahwa dana yang dimiliki oleh perusahaan
ditanamkan pada sekuritas yang bermacam-macam. Perusahaan jangan sampai menanamkan
dananya hanya pada satu jenis sekuritas saja, karena apabila sekuritas tersebut harganya
“anjlok” maka perusahaan akan mengalami kerugian yang cukup besar. Perusahaan perlu
mengikuti pepatah investasi “jangan tempatkan telor-telor yang anda miliki dalam satu
keranjang saja” (don't put your eggs in one basket). Oleh karena itu perusahaan harus
melakukan portofolio investasi. Tujuan portofolio ini adalah untuk memperkecil risiko yang
mungkin dihadapi. Kita tahu bahwa dalam situasi ekonomi yang normal (stabil) maka antara
risiko dan hasil memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi risiko semakin tinggi pula hasil
yang diharapkan, dan sebaliknya. Oleh karena itu, dengan portofolio ini perusahaan berusaha
untuk melakukan investasi dengan portofolio yang optimal. Portofolio yang optimal adalah
portofolio yang menghasilkan risiko terkecil (minimal) dengan hasil tertentu atau memperoleh
hasil yang maksimal dengan risiko tertentu.
Dari kriteria pemilihan sekuritas dalam kaitannya dengan hasil yang diharapkan dan
portofolio investasi tersebut di atas, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut.

Risiko Keuangan
Risiko Tingkat Risiko
Hasil atau
Bunga Portofolio
Yield atau vs
Sekuritas
Risiko Likuiditas Return
Return
Risiko Inflasi

Gambar 3.2.1. Skema Desain Pertimbangan Melakukan Protofolio Sekuritas

Dari Gambar 3.2.1 dapat dijelaskan bahwa risiko-risiko yang mungkin muncul dalam
investasi sekuritas seperti risiko keuangan, risiko tingkat bunga, risiko likuiditas dan risiko
inflasi akan mempengaruhi besarnya hasil (return) yang akan diperoleh. Perusahaan harus
mengelola risiko dan hasil tersebut dengan berusaha untuk memperkecil risiko guna mencapai
hasil yang diharapkan melalui diversifikasi (portofolio) sekuritas, yaitu menanamkan dananya
pada berbagai sekuritas agar risiko dapat diperkecil. Dengan demikian, tujuan utama portofolio
investasi adalah mengurangi atau memperkecil risiko investasi.

3.2.3. Alternatif Investasi Pada Sekuritas Jangka Pendek

Beberapa alternatif sekuritas yang sering diperjualbelikan di Amerika atau di Indonesia.


Sekuritas-sekuritas tersebut antara lain seperti US. Treasury Bills, Federal Agency Securities,
Negotiable Certificates of Deposit (CD), Commercial Paper, dan Money Market Mutual Fund.
Sedangkan di Indonesia, beberapa surat berharga yang telah diperjualbelikan antara lain adalah
Saham, Obligasi, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Depo sito, Surat Berharga Pasar
Uang, dan Commercial Paper.

Sekuritas Treasury Bills (disingkat T-Bills) yang diterbitkan di Amerika, merupakan


instrumen hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Sentral atas unjuk dengan jumlah
tertentu yang akan dibayarkan kepada pemegangnya pada tanggal yang telah ditetapkan. Oleh
karena diterbitkan oleh pemerintah atau Bank sentral, maka T-Bills merupakan sekuritas yang
aman dan sangat likuid. Di samping itu, risiko investasi pada T-Bills sangat rendah atau
bahkan hampir tanpa risiko karena diterbitkan oleh pemerintah. T-Bills ini merupakan sekuritas
jangka pendek sehingga memiliki jangka waktu jatuh tempo satu tahun atau kurang.
Pemerintah Amerika juga menerbitkan sekuritas yang disebut Federal Agency Securities.
Sekuritas ini juga merupakan surat hutang dari perusahaan-perusahaan dan agen-agen untuk
mendukung program pemerintah negara bagian di Amerika. Ada 5 agen besar yang
memperjual-belikan sekuritas ini, yaitu Federal National Mortgage Association, The Federal
Home Loan Banks, The Federal Land Banks, The Federal Intermediate Credit Banks dan The
Banks for Cooperatives.

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki prinsip seperti T-Bills di Amerika. SBI ini
merupakan surat berharga atas unjuk yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank
Sentral (Bank Indonesia) sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek (kurang dari 1
tahun). Sertifikat Bank Indonesia diciptakan pertama kali pada Tahun 1970. Namun peran SBI
tersebut tahun 1971 digantikan oleh sertifikat depo sito yang boleh diterbitkan oleh bank.
Adanya kebijakan moneter Tahun 1983, SBI terbit kembali sebagai instrumen yang digunakan
untuk mengendalikan kebijakan moneter dalam operasi pasar seperti memperketat uang
beredar dengan jalan menjual SBI tersebut.

Sertifikat deposito atau negotiable certificate of deposit (disingkat CD) merupakan


instrumen keuangan yang diterbitkan oleh bank yang berupa deposito berjangka. Sekuritas ini
biasanya merupakan sekuritas atas unjuk dan menyatakan sejumlah deposito tertentu dengan
tingkat bunga dan jangka waktu tertentu pula. Sertifikat deposito ini m emiliki perbedaan
dengan deposito berjangka biasa. Perbedaan tersebut antara lain adalah bahwa CD ini dapat
dipindah tangankan atau diperjual belikan sebelum jatuh tempo karena sertifikat deposito ini
atas unjuk. Sedangkan deposito biasa yang merupakan deposito atas nama tidak dapat diperjual
belikan melalui bank.

Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) merupakan surat-surat berharga jangka pendek
yang dapat dijualbelikan secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia. Surat Berharga Pasar Uang ini diperkenalkan pertama kali Tahun
1985. Penerbitan SBPU ini bertujuan untuk mengendalikan situasi moneter seperti halnya SBI.
Apabila SB1 digunakan untuk melakukan kontraksi pasar (pengetatan uang), sebaliknya SBPU
ini digunakan untuk melakukan ekspansi moneter. Apabila BI akan melaku kan ekspansi, maka
BI akan membeli SBPU yang diterbitkan oleh bank-bank dengan tingkat diskonto tertentu.
Bank-bank akan menerbitkan SBPU ini jika ada suatu badan usaha atau masyarakat yang
mengeluarkan surat aksep atau wesel untuk memperoleh pinjaman kepada bank tersebut. Surat
aksep tersebut merupakan surat berharga yang dapat dijualbelikan oleh bank melalui lembaga
diskonto yang ditunjuk (securities house). Akhirnya, lembaga diskonto dapat menjual surat
berharga tersebut ke Bank Indonesia. Dengan dibelinya surat berharga tersebut, maka uang
yang beredar akan bertambah.
Surat berharga yang banyak digunakan oleh pengusaha adalah Commercial Paper
(disingkat CP). Commercial Paper merupakan surat kesanggupan membayar (promes)
sejumlah uang tertentu pada saat jatuh tempo yang tidak ada jaminannya. Namun demikian,
pada prakteknya CP ini disertai dengan jaminan seperti kemampuan perusahaan memperoleh
keuntungan dan jaminan bank garansi. Surat ini diterbitkan oleh suatu perusahaan atau bank
yang digunakan untuk memperoleh dana pinjaman jangka pendek, kemudian dijual kepada
investor yang melakukan investasi dalam instrumen pasar uang. Jangka waktu CP ini kurang
dari 1 tahun. Sebelum jangka waktu habis, CP ini dapat diperjualbelikan dengan diskon
tertentu. Dalam prakteknya, mekanisme penerbitan CP adalah bahwa perusahaan yang
membutuhkan dana akan menghubungi bank yang biasa bertinda k sebagai pengatur
(arranger). Perusahaan tersebut menyebutkan jumlah dana yang diperlukan. Kemudian
perusahaan menerbitkan CP sejumlah dana yang dibutuhkan. Bank ini bertindak sebagai
perantara antara investor dan penerbit CP tersebut. Tugas utama bank te rsebut adalah
menawarkan CP kepada investor atau para nasabahnya.
Daftar Pustaka

Nicho. 2010. Sumber Dana Jangka Pendek. http://nichonotes.blogspot.com/2017/12/sumber-dana-


jangka-pendek.html (diakses pada 11 Oktober 2020)
Kusumawati, Erika. 2017. Makalah Pendanaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang.
http://makulmk2.blogspot.com/2017/10/makalah-pendanaan-jangka-pendek-dan.html
(diakses pada 11 Oktober 2020)
Dream, Dear. 2017. Manajemen Keuangan Kas dan Sekuritas.
https://deardream13.blogspot.com/2017/10/manajemen-keuangan-manajemen-kas-
dan.html (diakses pada 11 Oktober 2020)
Ramadhan, elnino. 2015. Manajemen Keuangan Kas dan Sekuritas.
https://ag1992.blogspot.com/2015/08/manajemen-kas-dan-sekuritas.html (diakses pada 11
Oktober 2020)
Dindha, Puspita. 2010. Manajemen Keuangan Kas dan Sekuritas.
https://puspitadindha.wordpress.com/2010/01/04/manajemen-kas-dan-sekuritas/ (diakses
pada 11 Oktober 2020)

Anda mungkin juga menyukai