95. Darah
September 1994
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
Selamat membaca,
Redaksi
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge- to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174–9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Padaogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Padaologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ P.O. Box 3105
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih Jakarta 10002
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Kelompok sel induk unipotensial + sel yang berdiferensiasi
Dalam keadaan biasa (tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari sel berinti
penyakit sumsum tulang), sumsum tulang memproduksi 500 x dalam sumsum tulang. Jumlah mitosis yang terjadi sejak tahap
109 sel dalam 24 jam. Rata-rata sumsum tulang orang yang sel induk unipotensial s/d sel matang (eritrosit, granulosit dan
berusia 70 tahun telah memproduksi 12 x 1015 darah. Jumlah sebagainya) dapat berjumlah tiga s/d 20x.
sel yang terbentuk selama 70 tahun tadi bila dikumpulkan akan Selama proses pertumbuhan sel matang terjadi dua proses
mempunyai volume ± 12 ton jaringan. penting yaitu 1. mitosis dan 2. diferensiasi. Yang dimaksud
Sesuai fungsinya sumsum tulang dapat dibagi dalam bebe- dengan berdiferensiasi adalah proses di mana sel dalam bentuk
rapa sistem/kelompok sel : yang lebih matang. Sel-sel ini semua mudah diidentifikasi de-
1. Kelompok sel induk pluripotensial + multipotensial ngan pewamaan biasa. Perlu diketahui bahwa sel-sel darah
2. Kelompok sel induk unipotensial atau bipotensial + sel-sel yang berada pada tahap "belum" matang pada prinsipnya tidak
yang berdiferensiasi keluar dari sumsum tulang; baru keluar dari sumsum tulang
3. Sistem pengaturpertumbuhan (menstimulasi proliferasi set) bila telah mencapai bentuk matang. Hal ini berbeda dengan sel
Dalam sumsum tulang yang aktif memproduksi sel darah induk multipotensial yang morfologinya seperti sel limfosit tua;
terdapat dua sistem yaitu 1. stroma sumsum tulang dan 2. yang masuk ke dalam aliran darah dan berbaur di antara sel-sel
sinusoid. Sel yang berperan dalam hemopoesis mengambil tempat berinti dalam darah tepi.
dalam stroma sumsum tulang, hanya sel yang sudah matang
Sistem faktor yang menstimulasi proliferasi sel
masuk dalam sinusoid dan terus ikutdalam aliran darah
Dari pengalaman mengkultursel darah invitro disadari adanya
masukke dalam sirkulasi darah. Sel yang belum matang pada
serta nerlunva faktor-faktor yang dapat menstimulasi proliferasi
prinsipnya tetap tinggal dalam stroma sumsum tulang.
sel hingga terbentuk koloni-koloni sel. Berbagai faktor yang
Kelompok Sel Induk Pluripotensial + Multipotensial dapat menstimulasi proliferasi sel ini telah dapat diidentifikasi,
Berbeda dengan sel induk unipotensial maupun sel proeri- dipisahkan bahkan diproduksi dan diperjual belikan saat ini.
troblas, sel mieloblas, sel megakarioblas dart sel limfoblas yang Dari tabel 1 dapat terlihat berbagai zat stimulasi yang telah
dapat diidentifikasi dengan mudah secara morfologis dengan beredar saat ini. Terlihat pula jenis sel yang dapat distimulasinya
pewarnaan rutin (Giemsa, Wright dsb), sel induk pluripotensial dan sel yang memproduksinya. Eritropoetin merupakan zat sti-
dan multipotensialsulit diidentifikasi dengan cara tadi. Dengan mulator hemopoesis yang pertama-tama dapat diidentifikasi
pewarnaan seperti yang dikemukakan di atas sel induk pluripo- dan dipisahkan.
tensial dan multipotensial sulit dibedakan dengan limfosit tua.
Para ahli Ilmu KedokteranDesar telah dapat menemukan Eritropoesis
petanda sel induk pluripotensial dan multipotensial; selanjutnya Proses eritropoesis dimulai tentu saja dari sel induk multipo-
dengan menggunakan antibodi monoklonal dan teknik flow tensial. Dari beberapa sel induk multipotensial terbentuk sel-sel
immunositometri'orang dapat mengenal sel-sel induk tersebut, induk unipotensial yang masing-masing hanya membentuk satu
namun pemeriksaan ini memerlukan dana yang mahal. jenis sel misalnya eritrosit. Proses pembentukan eritrosit ini
1. Fe rata-rata dalam makanan orang "Barat"………….. 10 – 15 mg Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke
2. Absorbsi oleh usus (10%)…………………………… 1 – 1,5 mg
3. Elkskresi Fe sehari………………………………….. 1 mg
dalam darah bila ia dapat berikatan dengan G-globulin yang
4. Kebutuhan Fe tambahan : ada dalam plasma. Gabungan Fe dengan B-globulin disebut
– pertumbuhan per hari ………………………... 1 mg feritin. Apabila semua G-globulin dalam plasma.sudah terikat
– haid per hari………………………………….. 1 mg Fe" (menjadi feritin) maka Fe'' yang terdapat dalam mukosa
– hamil per hari………………………………… 1 mg
usus tidak dapat masuk ke dalam 'plasma dan turut lepas ke
dalam lumen usus saat sel mukosa usus lepas dan diganti
Seperti terlihat pada tabel 3 jumlah besi elemen yang dapat dengan sel baru.
diserap tubuh bilamana menu makanan orang itu seperti menu Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferin dapat
makanan orang di negara Amerika Serikat hanya 1mg sehari. Ini digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam
hanya cukup untlzk seorang laki-laki dewasa dan wanita yang sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin.
tidak haid lagi. Seorang laki-laki yang masih tumbuh dan wanita Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma
yang masih haid, hamil, menyusui memerlukan besi tambahan sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang terikat pada B-
dalam makanan tadi. Kiranya perlu diketahui bahwa sumber besi globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga berasal
utama adalah bahan makanan yang relatif mahal harganya. Di dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur 120 han)
samping itu besi yang ada pada bahan makanan tersebut adalah dihancurkan sehinggā besinya masuk ke dalam jaringan limpa
besi elemen. Terlihat pada tabel 3 hanya 10% besi yang.ada untuk kemudian terikat pada B-globulin (menjadi transferin)
dalam usus halus dapat diabsorbsi mukosa usus dan masuk dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk
dalam darah. Hanya Fe" yang diabsorbsi oleh usus halus. digunakan eritroblas membentuk hemoglobin.
Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh
memiliki suatu cara yang amat tepat guna. Besi hanya dapat DIAGNOSIS PENGOBATAN ANEMI DEFISIENSI BESI
masuk ke dalam mukosa usus apabila ia dapat bersenyawa Diagnosis anemi defisiensi besi dibuat berdasarkan data
dengan apoferitin. Jumlah apoferitin yang ada dalam mukosa yang dapat diperoleh dengan berwawancara (anamnesis). Pada
usus bergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sebagian besar pendenta anemi defisiensi besi didapati adanya
sudah cukup maka semua apoferitin yang ada dalam mukosa gejala perdarahan menahun baik melalui saluran cerna/hemor-
usus terikat dengan Fe++ menjadi feritin. Dengan demikian hoid, ulkus lambung, amubiasis dan lain-lain, melalui sistem
tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi urogenital (menorhagi, hematuri berulang dan sebagainya). Pada
yang dapat masuk ke dalam mukosa. sebagian lagi didapat adanya gizi yang kurang (terutama daging).
Putting pen to paper lights more fires than matches ever will
ABSTRAK
Telah dilakukan tinjauan penetapan golongan darah, Hb darah dari donatur dan cross-
matching terhadap donatur dan resipien yang dipersiapkan untuk transfusi di Dinas
Transfusi Darah – PMI Cabang Padang.
Hasil yang didapat menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap calon donatur masih
cukup baik;'kadar Hb darah lebih baik ditentukan secara Hb-meter dibandingkan dengan
cara berat jenis (memakai larutan CuSO4 dan cross-matching untuk 20 sampel yang
diperiksa, memberikan hasil negatif (tercampur dengan baik).
No. Kantong Umur B. Badan Hb darah GoL darah Tek. darah GoL darah Rhesus Coombs
No.
darah (th) (kg) BJ Sahli donor donor resipien Donor Resipien test
2) Encerkan dengan air setetes demi setetes sarnbil diaduk- menit, amati reaksi terhadap haemolisis dan aglutinasi. Bila
aduk, amati persamaan warna selama 5 menit. Lalu baca kadar reaksinya negatif, maka diteruskan ke fase 2.
haemoglobin (tabel 1). Fase 2 :
C) Penetapan Golongan Rh Darah Donor dan Resipien Keempat tabung diinkubasi pada temperatur 37°C
1) Ambil 1 tetes darah donatur dan 1 tetes darah resipien. a) Untuk tabung I dan III (albumin medium) boleh 15 menit.
Masing-masing ditambahkan 1 tetes serum anti D, kemudian b) Untuk tabung II dan IV (saline medium) hams 1 jam. Dalam
goyang dengan membuat gerakan melingkar. hal ini kita dapat memilih a atau b. Setelah masa inkubasi
2) Amati, bila terjadi aglutinasi dinyatakan Rh positif dan masing-masing tabung cukup, baca reaksinya secara
sebaliknya (tabel 1). makroskopis tanpa diputar, kemudian baca aglutinasinya secara
D) Cross-Matching mikroskopis. Bila hasilnya negatif, teruskan ke fase 3.
Untuk menentukan zat antibodi yang bebas dalam serum Fase 3 :
resipien yang menyebabkan tidak tercampurnya darah dari Dari keempat tabung, cuci selnya 3-4 kali dengan saline.
donatur, dilakukan 3 fase pada suhu kamar; inkubasi pada tem- Pada pencucian terakhir supernatan dibuang, biarkan sel ter-
peratur 37°C anti globulin fase (Coombs test). Cara ini suspensi lagi oleh sisa-sisa saline. Kemudian tabung I dan III
dilakukan secara minor dan mayor. atau II dan IV tambah masing-masing dengan 1 tetes Coombs
serum. Lalu aduk. Kemudian putar dengan kecepatan 1000 rpm
selama 1 menit. Amati adanya reaksi aglutinasi secara
makroskopis dan mikroskopis (tabel 1).
Reaksi aglutinasi (penggumpalan) yang terjadi baik pada
penetapan golongan darah (sistem ABO), Rh dan Cross-match-
ing dapat diketahui sebagai berikut :
Fase I :
Keempat tabung di atas dikocok-kocok, biarkan pada suhu
kamar selama 15 menit atau langsung putar 1000 rpm selama 1
Praise makes good men better and and bad men worse
PENDAHULUAN
Antikoagulan oral mulai dikenal orang sejak diketahui ada-
nya gangguan perdarahan pada ternak pemakan sweet clover
pada tahun 1924 di Dakota dan Canada yang penyebabnya ke-
mudian baru dapat diidentifikasi pada tahun 1929 yaitu dikuma-
rol (bishidroksikumarin). Selanjutnya pada tahun 1948 kongener
sintetik yang lebih paten digunakan orang sebagai rodentisida,
yaitu warfarin (akronim dari pemegang hak paten yakni
Wisconsin Alumni Research Foundation dan akhiran -arin dari
kumarin) yang merupakan prototip antikoagulan oral dan
paling sering digunakan meskipun kerja semua antikoagulan
dalam kelompok ini sama dan hanya berbeda dalam hal potensi
serta lama kerjanya. Berbagai antikoagulan disintesis sebagai
derivat 4-hidroksikumarin dan indan 1,3-dion (Gambar 1),
tetapi hanya derivat kumarin yang banyak digunakan karena
saat mula kerja dan lamanya dapat diperkirakan serta karena
ketersediaan hayati yang tinggi.
Residu 4-hidroksi-kumarin dengan 1 atom karbon nonpolar
pada posisi-3 merupakan struktur minimal yang dibutuhkan
untuk aktivitas antikoagulan. Atom karbon ini asimetris pada
warfarin dan enantiomernya berbeda dalam hal potensi, meta-
bolisme, eliminasi serta interaksi dengan obat lainnya. Sediaan
komersial yang ada biasanya merupakan campuran rasematnya.
HIEMOSTASIS
Hemostasis menyangkut penghentian kehilangan darah dari
pembuluh yang rusak di mana mula-mula platelet yang terikat Gambar 1. Struktur berbagai antikoagulan oral
pada molekul di daerah subendotel pembuluh yang rusak ber-
agregasi membentuk sumbat hemostatik primer. Platelet ini (EDTA atau sitrat yang dapat mengikat ion kalsium).
merangsang aktivasi faktor-faktor koagulasi dalam plasma Rekalsifikasi plasma akan menimbulkan pembekuan dalam
yang menyebabkan timbulnya bekuan fibrin yang memperkuat waktu 2–4 menit dan bahkan lebih cepat lagi menjadi 26–33
agregasi tersebut. Selanjutnya selama penyembuhan luka ber- detik dengan penambahan fosfolipida bermuatan negatif serta
langsung, agregat platelet dan bekuan fibrin terurai. bahan partikel seperti kaolin (waktu tromboplastin parsial
Darah sendiri apabila dibiarkan akan membeku dalagi teraktivasi, aPTT) atau dengan penambahan tromboplastin
waktu 4–8 menit dan pembekuan bisa dicegah dengan khelasi menjadi 12–14 detik (waktu protrombin, PT).
Kelumpuhan wajah,
Hemiparesis lengan, tungkai
Tr. kortikobulbar,
motorik murni Rasa tebal, hilang-
Kapsula intema kortikospinal
Stroke sen- nya rasa sensorik
atau pons Lemniskus medial,
sorik mumi pada wajah,lengan,
Talamus Tr. spinotalamikus
Ataksia homo- tubuh, tungkai
Kapsula intema Tr. kortikopontin
lateral dan Kelemahan tungkai,
atau korona dan tr. kortiko-
paresis krural ataksia lengan,
radiata spinal
Disartria tungkai
Pont Tr. kortikobulbar
dan tangan Disartria, paresis
dan kortikospinal
kaku N. VII + XII sentral,
ataksia lengan
Keterangan : Tr = traktus
ABSTRAK
Telah dilakukan studi penggunaan obat-obat antihipertensi di beberapa RSUD.
Mengingat penggunaan antihipertensi cenderung meningkat di masa mendatang, maka
perlu diketahui pola penggunaannya sebagai salah satu data dasar untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan.
Penelitian ini mengambil data retrospektif terhadap catatan medik rawat jalan di
RSUD terpilih dan pengambilan data cross-sectional terhadap pasien yang datang ber-
kunjung dan dari penulis resep. Dilakukan di 6 RSUD, selama 14 hari kerja pada tahun
1989.
Pengumpulan data dilakukan dengan memindahkan data catatan medik rawat jalan.
penderita hipertensi mulai tahun 1988, wawancara penderita hipertensi yang
berkunjung ke rumahsakit selama 14 hari kerja, dan pengisian angket oleh dokter.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa temuan sehubungan dengan pola
penggunaan obat-obat antihipertensi yang meliputi karakteristik penderita hipertensi,
tingkat keparahan hipertensi; jenis obat yang digunakan (retrospektif), jenis obat yang
ditulis oleh dokter (cross-sectional), dan jenis obat yang diusulkan (cross-sectional).
Dari catatan medik rawat jalan kunjungan pertama tercatat 48,8% hipertensi
ringan, 23,9% hipertensi sedang, dan 20,9% hipertensi berat. Jenis obat yang banyak
ditulis sampai kunjungan ketiga adalah : nifedipin (18,7%), HCT (15,4%), furosemid
(19,2%) dan reserpin (10,1%). Ada perbedaan pola penulisan resep catatan medik rawat
jalan, resep yang diterima pasien rawat jalan dan usulan terapi pada angket dokter.
HASIL
Data yang akan dibahas berasal dari dokter (angket), pen-
derita hipertensi yang berkunjung ke RSUD (observasi) dan
dari catatan medik tahun 1988 (tabel 1).
Tabel 1. Jenis dan Jumlah Responden dan Catatan Medik sebagai Sum
ber Data
Tabel 1. Jumlah speeimen darah yang dapat dikumpulkan dari kelompok Tabel 3. Reaksl samping bayi yang mendapat vaksinasi Hepaccine-B®
bayi umur 3–S bulan dari 3 kecamatan di Kab. Sukabumi dan
hasil test serologi Reaksi samping (%)
lmran Lubis
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
PENDAHULUAN di 3 desa tersebut. Kami mencari kasus hepatitis akut yang baru
Pada saat ini Hepatitis Virus E (HVE) telah banyak dibukti- dan yang masih mempunyai masa sakit selama tidak lebih dari
kan sebagai penyebab suatu keadaan endemis di daerah wabah 9 hari. Berdasarkan gejala klinis kami menemukankasus
hepatitis yang penyebarannya melalui cara oral fekal; meng- hepatitis yang terdiri dari : 44 laki-laki (umur 3-50 tahun) dan
akibatkan gejala hepatitis akut dengan gejala klinik cukup berat 38 wanita (umur 6-70 tahun).
(fulminant hepatitis). Banyak menyebabkan kematian pada ibu Pemeriksaan pertama dilapokan terhadap nilai SCOT, SGPT
hamil bila terkena infeksi pada trimester ke 3. dan Alkaline Phosphatase yang menunjukkan bahwa 34 kasus
Hepatitis Virus E sudah banyak ditemukan dari tinja pen- (34/44 = 77,3%) mempunyai nilai rata-rata 4 kali lebih besar dari
derita hepatitis yang berasal dari berbagai pelosok dunia. Hepa- normal, sehingga semua kasus ini dikonfirmasi sebagai kasus
titis virus E sendiri terdiri dari beberapa strain yang dibedakan hepatitis. Pemeriksaan selanjutnya adalah terhadap petanda
berdacarkan gambaran fisikokemikal dan biologi dari gugus hepatitis yaitu IgM anti HAV, HBsAg dan HBcAg. Pada waktu
SR1. Hepatitis Virus E ternyata penyebab dari penyakit yang itu belum ada pemeriksaan untuk Hepatitis C dan Hepatitis E.
dulu disebut sebagai Enterically Transmitted Non A Non B Dan hasil pemeriksaan petanda hepatitis ditemukan 28 orang
hepatitis (ET NANB). dengan ET NANB atau Epidemic Hepatitis Non A Non B atau
Hepatitis Virus E ditemukan pada wabah hepatitis di India Enterically Transmitted (ET) Non A Non B Hepatitis karena
Utara, Mesir, Italia, Spanyol, RRC, Venezuela. Virus terdapat di semua petanda hepatitis : IgM anti HAV, HBsAg, HBcAg se-
tinja pada penderita akut yang dapat secara intravena ditularkan muanya negatif. Diagnosis ditegakkan secara eksklusif dan me-
kemonyet rhesus(M. mulata). 'Virus like particle' (VLP) nurut WHO disebut sebagai ET NANB. Pembuktian selanjutnya
sebesar 30-34 nm juga ditemukan pada cairan empedu dan tinja pada penderita ini adalah melalui pemeriksaan Immune
penderita yang diperiksa dengan cara Solid Phase Immune Electron Microscopy Antibody Techniques di CDC Atlanta.
Electron Microscopy (SPIEM). Ternyata dapat diisolasi partikel virus ET NANB pada 4 dari
Di Indonesia Hepatitis E belum pernah dilaporkan. Belum 18 spesimen tinja yang dikirim; yaitu partikel virus sebesar 27-
banyak diketahui tentang gambaran klinik, gambaran epide- 32 nm yang memberikan reaksi silang positif dengan serum
miologik penyakit. Penelitian tentang Hepatitis virus E masih penderita El NANB dari negara lain seperti Meksiko, India dan
sangat sedikit. lain-lain. Virus ET NANB ini sekarang diketahui sama dengan
virus Hepatitis E; jadi ini merupakan kejadian pertama kalinya
WABAH PERTAMA HEPATITIS E DI KALIMANTAN diisolasi virus Hepatitis E di Indonesia. Rata-rata umur
BARAT (1987) penderita ET NANB adalah 30-36 tahun. Lima orang dengan
Pada bulan Nopember 1987, dilaporkan suatu wabah "ter- Hepatitis B karena ditemukan IgM anti HAV negatif dan
sangka" hepatitis di Kabupaten Sin tang, Kalimantan Barat. HBsAg, HBcAg positif; dan 1 orang dengan Hepatitis A :IgM
Dalam waktu 5 bulan saja telah dilaporkan sekitar 2.500 kasus. anti HAV positif, sedangkan HBsAg dan HBcAg negatif.
Tim kami melakukan penelitian di desa : Sayan, Tanah Pinoh Dari hasil pemeriksaan kasus hepatitis terhadap 3 petanda
dan Sokan; pada waktu itu wabah hepatitis masih berlangsung hepatitis tersebut (Gambar 1) tampak bahwa pada kelompok
HVE HVB
Gejala
(n=28) (n=5)
Positif
NANB
Jumlah
HVE + NCNE Negatif
Spesimen HVE + HVE+
HVE HVB + HVB (?)
HVB HVC
HVC
92 71 5 1 1 2 2 10
% (77,1) (5,4) (1) (1) (2) (2) (10)
English Summary
JB Suparyatmo
Bagian Patotogi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta
HBeAg merupakan salah satu petanda serologik yang berhubungan dengan replikasi
virus. Pemeriksaan HBeAg sangat penting untuk menentukan strategi pelaksanaan
imunisasi. Data epidemiologik frekuensi HBeAg dan anti-HBe sangat penting untuk
program imunisasi masal di sūatu daerah.
Dalam penelitian ini dilakukan uji saring terhadap 1800 ibu hamil trimester III yang
datang untuk pemeriksaan rutin di RSU Dr Muwardi Surakarta dan beberapa Rumab
Bersalin di Ko4yaSurakarta. Uji saring yang dikerjakan adalah HBsAg dan HBeAg/anti-
HBe. HBeAg dikerjakan dengan metoda RPHA dan Elisa, sedangkan HBeAg dan anti-
HBe dikerjakan dengan metoda Elisa. Hasil yang diperoleh menunjukkan HBsAg positif
sebesar 61 kasus (3,4%) dan di antara HBsAg positif ini 54,2% di antaranya
menunjukkan HBeAg positif. Hasil yang diperoleh di dalam penelitian ini tidak berbeda
jauh dengan hasil penelitian dari daerah lain yang dilaporkan sebelumnya.
ABSTRAK
Aktivitas hipoglikemik ekstrak etano170% daun salam (Eugenia polyanthit Wight.)
dan herba bulu lutung (Borreria laevis Griseb.) telah diuji pada tikus putih jantan galur
Wistar hiperglikemik aloksan.
Pada dosis 4 g setara bahan segar/200 g BB, tiap-tiap ekstrak uji menunjukkan
aktivitas hipoglikemik. Ekstrak daun salam memberikan aktivitas hipoglikemik yang
lebih kuat dibandingkan ekstrak herba bulu lutung.
Pada dosis 4 g/200 g BB, fraksi-fraksi darj ekstrak daun salam (fraksi n-heksan,
fraksi etil asetat netral-basa, fraksi etil asetat asam dan fraksi air), menunjukkan
aīctivitas hipoglikemik, kecuali fraksi etil asetat netral-basa. Aktivitas hipoglikemik
terkuat diberikan oleh fraksi air.
Uji tltokimia dari ekstrak daun salam dan fraksi-fraksinya menunjukkan adanya
kelompok senyawa saponin, steroid, flavonoid, terpenoid dan tanin.
Tabel 2. Kadar Gula Darah Tikus pada Uji Aktivitas Hipoglikemik Fraksi-
fraksi
Hari Kelompok
Pngamatan I H HI IV V VI VII
Kadargula 31,50 2 40 33,00 27,72 42,60 21,08 -24,06
darah (mg/dL) 29,03 25, 0 35,65 23,40 32,12 33,44 28,36
A 24,06 29, 27,72 27,72 27,37 24,06 , 29,03
Rata-rata 28,08 24, 1 32,12 26,28 34,03 26,19 27,15
Kadargula 32,15 9,59 70,78 73,25 83,13 92,50 93,00
darah (mg/dL) 28, 85,55 82,22 80,25 75,72 80,25 86,42
B 25,11 80,25 101,23 99,18 92,59 94,65 104,94
Rata-rata 28,57 88,46 84,74 84,23 83,81 89,17 94,79
Kadargula 31,22 39,64 92,12 83,42 100,68 79,45 47,95
darah(mg/dL) 29,21 38,35 91,10 83,56 78,77 82,88 61,64
25,01 39,73 99,32 82,88 77,74 71,92 55,48
Keterangan : C Rata-rata 28,48 39,04 94,18 83,29 85,73 78,08 55,02
A : hari sebelum induksi aloksan (normal)
Penurunan 31,17 248,16 -64,67 -36,69 -41,20 62,38 187,24
B : hari ke tiga setelah induksi aloksan
C : hari Ice tiga setelah perlakuan (%) -2,76 183,66 -24,91 -14,14 -9,50 -7,87 87,37
D : hari ke enam setelah perlakuan 0,41 136,29 6,89 58,80 54,26 94,47 170,38
E : hari ke delapan setelah perlakuan Kadargula 30,98 29,86 95,78 65,63 51,74 43,33 30,11
darah (mg/dL) 30,01 32,99 96,80 66,53 40,75 45,21 35,21
Dari Gambar 1 terlihat bahwa pada hari ke enam dan ke 24,97 26,74 120,83 68,06 35,25 40,28 32,64
delapan setelah pemberian ekstrak uji, ekstrak daun salam mem- D Rata-rata 28,65 29,86 104,50 66,74 42,58 42,94 32,65
berikan perbedaan penurunan kadar gula darah terhadap kontrol
Penurunan 3,92 285,78 -75,76 27,49 78,68 233,73 261,79
negatif yang lebih besar (73,02 mg/dL dan 54,62 mg/dL)
(%) -5,52 204,51 -40,90 58,63 108,87 104,78 180,57
ekstrak herba bulu lutung (52,42 mg/dL dan 35,18 mg/dL).
0,58 179,99 -70,70 112,26 209,50 225,98 249,06
Dengan uji t-student terhadap besamya perbedaan kadar
gula darah terhadap kontrol negatif, didapatkan perbedaan ber- Kadar gala 31,50 25,76 71,32 42,23 49,61 35,22 18,24
darah (mg/dL) 30,20 27,89 70,27 42,51 45,77 37,27 20,22
makna kadar gula darah terhadap kontrol negatif tiap-tiap
25,15 25,64 95,85 45,25 40,21 33,11 20,31
ekstrak uji pada taraf kepercayaan 99,95% dan 99,99%, pada
hari ke enam dan ke delapan setelah perlakuan. E Rata-rata 28,95 26,43 78,95 43,33 45,20 35,19 19,59
Esktrak daun salam disimpulkan mempunyai aktivitas hipo- Penurunan 2,25 302,59 -1,64 111,91 78,68 272,20 310,72
glikemik yang lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak herba (%) -6,17 224,36 33,52 161,28 93,25 128,59 233,42
built lutung. -0,19 183,69 21,58 194,55 191,38 255,78 291,53
Rata-rata
Aktivitas Hipoglikemik Fraksi-fraksi Ekstrak Daun Salam -0,47 216,56 -24,07 74,90 84,32 152,22 219,08
penurunan
Hasil pengukuran kadar gula darah tikus pada uji aktivitas (%) (**) (*) (**) (**)
hipoglikemik fraksi-fraksi dari ekstrak daun salam tertera pada
Keterangan :
Tabe1 2. Kelompok I : kontrol normal A : tikus normal
Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa, pada taraf keper- Kelompok II : kontrol positif B : hari ke tiga setelah induksi
cayaān 99,95%, besarnya penurunan kadar gula darah relatif Kelompok III : kontrol negatif aloksan
Keterangan :
A : hari sebelum induksi aloksan (normal)
B : hari ke tiga setelah induksi aloksan
C : hari ke tiga setelah perlakuan
D : hari ke enam setelah perlakuan
E : hari Ice delapansetelah perlakuan
KEPUSTAKAAN
Kegiatan Ilmiah
September 14-16, 1994 : 10th ASIA PACIFIC REHABILITATION INTER-
NATIONAL CONGRESS
Jakarta, INDONESIA
Sekr.: PB Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik Indonesia
Unit Rehabilitasi Medik RS Dr. Cipto Mangun-
kusumo
Jl. Diponegoro 71
Jakarta, INDONESIA
Telp. (62-21) 3907561
September 21-24, 1994 : KONGRES NASIONAL III
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS REHABI-
LITASI MEDIK INDONESIA
Surabaya, INDONESIA
Sekr.: PB Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik Indonesia
Unit Rehabilitasi Medik RS Dr. Cipto Mangun-
kusumo Jl. Diponegoro 71 Jakarta, INDONESIA
Obesity has been well documented to increase the risk of sex steroids, and not the total concentration of sex steroids, that
several diseases such as cardiovascular disease, diabetes, are available for biological activity on the breast(16-19,25). In
hypertension and gall bladder disease(1-3). Obesity is defined as addition, the level of SHBG determines the amount of available
a state of adiposity in which body fatness is above the ideal. A estrogen that.can interact with the breast(26).
body mass index (BMI) of 27 or greater generally indicates Although several investigators found either decreased(27) or
obesity and increasing risk of developing health no difference(21,28) in the levels of estrone and/or estradiol-17-
problems(4).The most frequently used measure of body fat beta in obese women comparedto normal weight subjects,
distribution is the waist to hip ratio (WHR). The WHR is also others have reported that in both pre- and postmenopausal
called the abdominal/gluteal ratio which differentiates between women, the greater the level of obesity, the greater the
android, characterized by the "apple shape" typical of mean, proportion of bioavailable estradiol, i.e., the nonprotein bound
and gynoid, characterized by the "pear shape" common to and albumin bound components, and the lower the total levels
women, obesity. The waist or abdominal circumference is of SHBG, and the SHBG capacity to bind(15,26.29.30). The
defined as the smallest circumference between the rib cage and findings that increased weight was associated with an early age
the umbilicus, and the hip circumference as the largest at menarche and with a late age at menopause, both well-
circumference between the waist and the knees(5). Abdominal recognized risk factors for breast cancer(31,32), indirectly support
or android obesity is indicated by a WHR of 1.0 or greater in the relationship between obesity and hormones and breast
men and 0.8 or greater in women(6). Other measures such as the cancer. The increased biological availability and activity of
subcutaneous fat distribution, i.e., skinfold measures at various estrogen due to general adiposity may be via alterations in
body sites such as the chest, subscapular, suprailiac, biceps, estrogen protein binding(33), postmenopausal estrogen
triceps, abdominal, and thigh areas have also been used to production(34), increased conversion of estrone and estradiol
measure regional fat distribution. from their precursors by aromatase enzymes in the lipocytes(15),
Growing evidence suggests that obesity may be a risk factor and 2-versus 16-hydroxylation of estradiol(35).
for the development of endometrial, and ovarian cancers(7,8). Growing evidence also suggests that body fat distribution is
Several studies have also demonstrated an association between an important risk factor in the development(36) and prognosis(26) of
degree of adiposity and breast cancer(9-12). Obese women are breast cancer. A higher incidence of breast cancer has been
more likely to have menstrual disturbances, and have been shown suggested to be directly related to abdominal adiposity(8,36). A
to have elevated levels of non-protein bound and total estro- recent study suggests that "increased central to peripheral body
gens(13-15). Compared to controls, women with breast cancer have fat distribution predicts breast cancer risk independently of the
higher levels of non-protein bound estradiol and albumin-bound degree of adiposity and may be a more specific marker of a
estradiol(16-20), lower levels of sex-hormone-binding globulin premalignant hormonal pattern than degree of adiposity"(8). These
(SHBG)(21,22), and a decrease in SHB capacity(17,18,22). The sex findings are supported by another recent study which showed an
steroids are bound to SHBG with high affinity and to albumin increased risk of breast cancer among postmenopausal women
with much lower affinity(23,24). It is the fraction of sex steroids with increased waist to hip ratio(37). Hence, women on the typical
that is not bound to SHBG and the very loosely albumin bound high-fat, low-fiber Western diet which is mainly reflected by
OPERASI KATARAK
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu upaya Pemerintah adalah
mengurangi kebutaan akibat katarak melalui Upaya Kesehatan Mata. Sejalan dengan 1tu,
di Kecamatan kami atas kerjasama Perdami-Dharmais diadakan operasi katarak cuma-
cuma yang tahun 1992 merupakan operasi yang kedua.
Ada satu pengalaman unik saat dokter ahli mata hendak melakukan anestesi parabul-
bar. Waktu itu seorang penderita telah siap untuk disuntik. Dokter tersebut memeriksa
kembali mata yang ditandai plester di atas alisnya tanda siap dioperasi. Mata telah diberi
midriatik dan telah dipotong bulu matanya. Lihat-lihat mats ini kan sudah afaki,
katanya sambil memanggil kami. Coba lihat pantulan cahayanya, sambungnya lagi.
Kemudian dokter ahli mata bertanya kepada penderita, "Ibu, mata kanan ini dulu
sudah pernah dioperasi ?" "Bukan hanya dikupas saja," jawab si ibu. Memang di
daerah kami, agar orang tak takut operasi katarak dikatakan kupas saja.
"
Jadi sekarang yang dioperasi mats kiri," kata dokter tersebut sambil memindahkan
plester yang rupanya telah dipindahkan oleh si penderita.
Penderita dipindahkan ke paramedis untuk dipersiapkan mata kirinya. Namun
sejenak kemudian, penderita bangun - turun dari tempat tidur. "Saya tak mau kalau
mata kanan saya mau. Mata kiri masih bisa melihat. Sedang yang kanan kabur," katanya
sambil keluar. Ada-ada saja !