PENDAHULUAN
A. Pengertian Pesantren
Pesantren, pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah
sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para siswanya semua tinggal bersama
dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan
mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam
kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan
kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat
mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok
Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren
menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok
berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata
pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di
Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren,
sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di
Minangkabau disebut surau. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang
kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya
tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata "santri" berarti
murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ( )فندوقyang
berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah.
Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok
pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya,
mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua
dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat
meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat
santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa)
yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh
Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri
juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg
berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India
berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab
suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik)
dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat
pendidikan manusia baik-baik.
B. Sejarah umum
Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu
tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin
1
hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok
atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan
bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana
mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat
itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para
santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung
atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak
jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya
memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke
mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman
Walisongo.
Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi
kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai
sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pondok
Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji
keislaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh (pesantren
disebut dengan nama Dayah di Aceh) dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di
Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri
untuk belajar.
Jenis Pesantren
Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan
pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum
dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren Salaf dan pesantren Modern,
pesantren Salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan Pendidikan Agama
sedangkan Pesantren Modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum atau
Kurikulum.
Pesantren Salaf
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut
pesantren salaf. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para
santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang
(kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama
oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama
sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau
bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20
jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu
pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi
ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri
pengajian dengan kyai atau ustaz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-
Qur'an.
Pesantren modern
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase
ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum
2
(matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren
modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan,
kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran
antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di
sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang
juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan
nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada
sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam
madrasah tidak. Ada juga jenis pesantren semimodern yang masih mempertahankan
kesalafannya dan memasukkan kurikulum modern di pesantren tersebut.
Modernisasi pesantren
Sebab-sebab terjadinya modernisasi Pesantren di antaranya: Pertama,
munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah”
sebagai isu sentral yang mulai ditadaruskan sejak tahun 1900. Maka sejak saat itu
perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan
kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemuka sebagai wancana public. Kedua: kian
mengemukanya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda. Ketiga,
terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman
mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi. Keempat, dorongan kaum
Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. Salah satu dari keempat faktor
tersebut dalam pandangan Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber
inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.
3
BAB II
PESANTREN DI INDONESIA
1. MUDI Aceh
Pesantren MUDI Mesjid Raya adalah salah satu pesantren tertua yang ada di Aceh.
Menurut riwayat sejarah peletakan batu pertama pesantren ini dilakukan oleh Sulthan Iskandar
Muda bersamaan dengan peletakan pertama mesjid raya samalanga. Dalam perjalanan dan
eksistensinya pesantren ini telah mengalami pasang surut. Pada tahun 80-an sampai sekarang
perkembangannya mengalami peningkatan yang siginifikan. Sampai saat sekarang ini jumlah
santri yang mondok di pesantren sudah melebihi angka 2.000 santri.
Permasalahannya kondisi jumlah santri yang ada tidak sebanding dengan kapasitas
ruang penginapan (asrama) yang tersedia. Akibatnya dalam satu asrama yang memiliki
kapasitas 200 orang, harus ditempatkan 250 santri. Keterbatasan kapasitas ruang penginapan
ini semakin berkurang pasca musibah kebakaran yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2006.
Musibah kebakaran tersebut telah menghanguskan satu unit asrama santri yang memiliki
kapasitas tampung 200 orang santri. Sementara jumlah santri yang terkorban dalam musibah
kebakaran tersebut adalah 203 orang. Sebagai tempat penampungan sementara para santri ini
ditempatkan pada ruang belajar STAI Al-Aziziyah. Penampungan sementara ini direncakan
sampai bulan ramadan.
Mengacu kepada permasalahan di atas maka sangat perlu dibangun kembali asrama
penginapan yang dapat menampung kembali sejumlah santri yang korban dan santri lainnya
yang pada saat ini berstatus menumpang sementara.
Lembaga Pendidikan Islam Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah didirikan semenjak
pemerintahan Sultan Iskandar Muda, dibawah Pimpinan Faqeh Abdul Ghani, berlokasi di desa
Mideun Jok, Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi
Daerah Istimewa Aceh tepatnya disebelah barat kota Industri/ Gas Alam Lhokseumawe kira -
kira 100 km.
Setelah Pimpinan pertama wafat, Pesantren tersebut dipimpin oleh banyak para Ulama
secara berganti-ganti hingga tahun 1927, yang semua para Ulama tersebut kurang jelas
identitasnya. Barulah pada tahun 1927, Pesantren tersebut di pimpin oleh Tgk H Syihabuddin
Bin Idris dengan para santri 100 orang putera dan 50 orang puteri, dan tenaga pengajar 5 orang
putera dan 2 orang puteri serta bangunan tempat penampung para santri terdiri dari barak-
barak darurat.
Setelah Tgk H Syihabuddin Bin Idris wafat (1935) Pesantren tersebut dipimpin oleh adik
ipar beliau yaitu Tgk H Hanafiah Bin Abbas (Tgk Abi) dengan para santri 150 orang putera dan
50 orang puteri dengan tenaga pengajarnya 10 orang putera dan 5 orang puteri, serta bangunan
tempat penampungan para santri masih memakai barak-barak seperti dimasa Tgk H
Syihabuddin Bin Idris yang memang sesuai dengan keadaan masa. Dalam masa kepemimpinan
beliau, pernah diperbantukan kepada Tgk M Shaleh lebih kurang 2 tahun karena Tgk H Hanafiah
berangkat ke Mekkah untuk menambah Ilmu Pengetahuannya, Setelah Tgk H Hanafiah wafat
(1964) Pesantren tersebut dipimpin oleh salah seorang menantu beliau yaitu Tgk H Abdul `Aziz
Bin M Shaleh, beliau ini adalah lulusan dari Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhan Haji
Aceh Selatan.
Semenjak kepemimpinan beliaulah, Pesantren tersebut terus bertambah muridnya,
terutama dari Aceh dan Sumatera dan disegi pembangunanpun mulai diadakan perobahan dari
barak-barak darurat kepada asrama semi permanen berlantai 2 dan asrama permanen berlantai
3, Untuk pelajar puteripun dibangun asrama berlantai 2 yang dapat menampung 150 orang di
lantai atas sedangkan dilantai bawah digunakan untuk musalla.
Setelah Tgk H Abdul `Aziz Bin M Shaleh wafat (1989) dengan hasil kesepakatan para
Alumni dan Masyarakat, Pesantren tersebut dipimpin oleh salah seorang menantunya yaitu Tgk
H Hasanoel Basry Bin H Gadeng, Beliau adalah lulusan Pesantren itu sendiri (Ma`hadal Ulum
Diniyah Islamiyah Mesjid Raya Samalanga Kabupaten Bireuen), dimasa kepemimpinan
beliaupun Pesantren tersebut makin bertambah pula muridnya, baik dari dalam maupun dari
luar Provinsi Aceh, yang sa`at ini sudah mencapai 1.979 orang santri, terdiri dari 1.269
4
santriwan dan 710 santriwati, serta dibantu oleh 185 orang dewan guru, 126 orang guru tetap
dan 59 orang guru cadangan, terdiri dari (175 orang guru laki-laki dan 10 orang perempuan).
Jumlah keseluruhan santriwan dan santriwati serta dewan Guru 2.164.
Lembaga Pendidikan Islam Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah hingga sa`at ini telah
banyak menghasilkan Alumni yang sebahagian dari mereka ada yang melanjutkan studynya,
baik di dalam maupun di luar negeri, dan ada pula yang sudah berkerja di Lembaga Instansi
Pemerintah dan juga yang berwiraswasta. Dan banyak pula dari alumni ini yang mendirikan
pesantren adalah serta ada pula yang berkarya mendirikan Pesantren di daerah mereka
masing-masing. Jumlah cabang pesantren MUDI Mesra sampai saat ini lebih dari 400 pesantren.
5
3. Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru (SUMUT)
Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru merupakan salah satu pondok pesantren
yang terletak di kabupaten Mandailing Natal dan berlokasi di desa Purba Baru kecamatan
Lembah Sorik Marapi kabupaten Mandailing Natal, merupakan salah satu pesantren tertua di
pulau Sumatera dengan usia sekitar 1 abad dan telah banyak mencetak ulama di Indonesia.
Sejarah Berdiri
Ponpes Musthafawiyah yang lebih dikenal dengan nama Pesantren Purba Baru didirikan
pada tahun 1912 oleh Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily. Pesantren
ini berlokasi di kawasan jalan lintas Medan - Padang , desa Purbabaru Kabupaten Mandailing
Natal (MADINA), Sumatera Utara, Indonesia.
Sang pendiri dan pengasuh pertama, yang belajar ilmu agama selama 13 tahun di Makkah itu,
meninggal pada November 1955. Pimpinan pesantren berpindah kepada anak lelaki tertuanya,
H. Abdullah Musthafa.
Pada tahun 1960 dibangun ruang belajar semipermanen. Pada tahun 1962, ruang
belajar yang dibangun dari sumbangan para orang tua santri berupa sekeping papan dan
selembar seng setiap orangnya ditambah tabungan H. Abdullah Musthafa Nasution. Bangunan
ini diresmikan Jenderal Purnawirawan Abdul Haris Nasution. Para santri putra dilatih
kemandiriannya dengan membangun pondok tempat tinggal mereka. Ribuan pondok yang
terhampar di Desa Purbabaru ini menjadi pemandangan unik di jalan lintas Sumatera. Lama
pendidikan selama 7 (tujuh) tahun di ponpes ini.
Para alumni banyak bertebaran di seluruh Indonesia, khusunya di Sumut, Sumbar, Aceh, Riau.
Di antara mereka ada juga yang melanjutkan studi ke Mesir, Suriah, Yordania, India, Makkah,
Maroko, Sudan, Pakistan.
Sistem
Pengasuhan Santri.
o Di pesantren ini para santri menempati pondok-pondok kecil yang ditata
sederhana sebagai tempat tinggal sekaligus berlatih dan menuntut ilmu agama
islam[2].
Upaya Cetak Pemimpin Nasional Juni 1983 untuk pertama kalinya H Amrullah Naga
Lubis mengunjungi Pondok Modern Gontor. Saat itu ia mengantarkan salah seorang anaknya
untuk menjadi santri di pondok yang didirikan oleh tiga bersaudara yaitu KH Imam Zarkasyi,
KH Ahmad Sahal, dan KH Zainuddin Fananie. Sejak itulah Naga, sapaan H Amrullah Naga Lubis,
sering berkunjung ke Gontor untuk menengok sang putra.
Dalam satu kesempatan bersilaturrahim ke rumah Dr KH Abdullah Sukri Zarkasyi, salah
seorang pimpinan Pondok Modern Gontor, Naga memperoleh informasi bahwa jumlah calon
santri dari Sumatera Utara hanya 200 orang. Tentu saja jumlah ini amat kecil dibanding dengan
jumlah siswa beragama Islam di Sumatera Utara. Dari jumlah itu hanya 20 orang saja yang
berhasil masuk atau lulus menjadi santri Gontor. Sedangkan yang lainnya terpaksa menjadi
santri di pondok pesantren lainnya di Jawa.
Kiai Syukri juga menuturkan bahwa di masa silam para pelajar dari Jawa berangkat ke Sumatera
untuk mengaji atau menjadi santri. Termasuk KH Imam Zarkasyi yang belajar di Padangpanjang,
Sumatera Barat. Tapi kini sebaliknya, putra Sumatera datang ke Jawa untuk menjadi santri.
Di sisi lain, ada keharuan di hati Naga melihat anak-anak yang baru tamat SD/MI sudah
harus berpisah sedemikian jauhnya dari orangtua dan keluarganya. “Mereka yang tidak lulus
6
masuk Gontor menangis dan lebih memilih mencari pesantren di Jawa ketimbang pulang ke
Sumatera,” ujar pria kelahiran Kotanopan, 9 Desember 1940.
Fenomena atau peristiwa-peristiwa di atas menyemangati Naga untuk mendirikan
pesantren di Sumatera. Maka tepat 17 Agustus 1985 ia mendirikan Pondok Pesantren
Darularafah Raya di atas lahan 2 hektar di Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten
Deli Serdang, sekitar 26 km dari Medan.
Di tahun pertamanya, Pesantren Darularafah Raya telah menerima sekitar 120 santri
putra. Pada saat itu Pesantren Darularafah memang pesantren khusus putra. Dalam
perkembangannya kemudian, tepatnya mulai tahun ajaran 1995–1996, pesantren ini juga
menerima santri putri yang disebut “Dyah” (yang berarti Puteri Bangsawan). Dengan memakai
jenjang pendidikan formal SMP dan SMA, Pesantren Darularafah khusus puteri lebih dikenal
dengan nama “Galih Agung” (dalam bahasa Jawa kuno berarti Jiwa yang Agung).
Santri dan Dyah Pesantren Darularafah diharuskan memiliki tiga karakter yang menjadi
ciri mereka. Yaitu, memiliki akhlak yang baik, mempunyai kemampuan berbahasa Arab dan
Inggris, serta kualitas ibadah yang dapat diandalkan. Santri dan Dyah Pesantren Darularafah
ditempa dengan disiplin dan kasih sayang para pengasuhnya sehingga diharapkan mereka
mampu menjadi contoh di tengah-tengah masyarakat nantinya.
Jumlah santri saat ini 1965 orang. Sebanyak 800 di antaranya santri perempuan. Mereka
berasal dari Medan dan sekitarnya, Aceh, Riau, Lampung, Jambi, Batam, dan Jakarta. Bahkan dua
tahun lalu ada dari Malaysia. Mereka menempuh pendidikan formal di jenjang TK, SD, SMP,
MTs, SMA, MA, dan STAI Darularafah. Jenjang SMP dan SMA khusus untuk putri, sedangkan MTs
dan MA untuk putra. Santri jenjang TK dan SD tinggal di luar pondok, di rumah masing-masing.
Santri yang mukim di pondok dikenai biaya Rp 550 ribu per bulan. Biaya ini sudah termasuk
uang asrama, makan tiga kali sehari, dan biaya pendidikan. Setiap tahun Pesantren Darularafah
menerima 500 santri baru. Sebanyak 60 persennya santri laki-laki. Bekerjasama dengan Pondok
Modern Gontor Ponorogo dalam pengadaan tenaga pengajar dan kurikulum, Pesantren
Darularafah kini telah menjelma menjadi salah satu pesantren yang diakui oleh masyarakat
Sumatera Utara.
Lahan milik pesantren yang semula hanya 2 hektar kini berkembang menjadi 80 hektar.
Seluas 20 hektar digunakan untuk pendidikan, sekolah dan pesantren, sedangkan 60 hektar
lainnya dimanfaatkan untuk berbagai unit usaha seperti perkebunan cokelat, sawit, karet,
budidaya ikan air tawar, dan ternak ayam.
Naga ingin mencetak sumberdaya manusia (SDM) berkualitas melalui pesantren. “Saya ingin
nanti lahir para pemimpin negeri, para jenderal, dari lulusan pesantren ini,” harapnya.
Karena itulah kurikulum Pesantren Darularafah diramu dari beberapa kurikulum, yaitu
kurikulum Pondok Modern Gontor, kurikulum nasional, dan kurikulum Universitas al-Azhar
Mesir. Aktivitas santri dirancang 24 jam sehari. Mulai dari bangun tidur pukul 04.30 WIB
sampai waktu tidur malam pukul 22.00 WIB.
Sementara itu kegiatan ekstrakurikuler santri meliputi olahraga (sepak bola, basket,
sepak takraw, tenis meja, dan badminton), bela diri (pencak silat dan bela diri tradisional
Jepang), kesenian (tari tor-tor, kaligrafi, teater, drumband, nasyid, angklung, seni baca Qur’an),
Pramuka (wajib bagi seluruh santri), dan muhadharah.
Para santri Darularafah cukup berprestasi di bidang ekstrakurikuler ini. Mereka antara
lain menjadi juara pertama lomba pidato bahasa Inggris tingkat nasional di Surabaya (2011),
dan juara 2 pencak silat nasional. “Sejak tahun 1998 kami langganan ikut pencak silat di SEA
Games,” terang Idat Darussalam MA, Kepala Biro Pendidikan dan Pengajaran Pesantren
Darularafah Raya.
Menurut alumnus Pondok Modern Gontor 1989 itu, kegiatan ekstrakurikuler
merupakan salah satu kegiatan penunjang utama di Pesantren Darularafah. Aktivitas ini
diyakini dapat membuat betah para santri dan dyah. Sedangkan prestasi yang diraih santri
dapat mengharumkan nama Pesantren Darularafah di mata masyarakat.
Namun, prestasi yang diraih takkan berarti tanpa diperkuat dengan amal ibadah. Para santri
dan dyah Pesantren Darularafah dituntut dapat menjalankan ibadah amaliah dengan baik dan
7
benar tanpa menganut satu madzhab tertentu, agar mereka dapat menjalankan ibadah tanpa
ada pertengkaran madzhab yang dianut.
Selain itu ada kelompok kursus bahasa Arab, Inggris, dan Mandarin. “Santri perlu
dibekali dengan bahasa Mandarin agar mereka bisa berdakwah dan berniaga dengan orang-
orang Cina yang menguasai perekonomian di Medan,” ujar Naga.
8
d. Keadaan Dan Kegiatan Santri.
Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul Iman dalam perjalanannya sampai saat ini
mempunyai 100 anak yang terdiri dari :
1. 57 Santri Putra
2. 43 Santri Putri
Santri-santri tersebut berasal dari sekitar Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul
Iman, dan desa-desa sekitar dalam kecamatan Tapung dan luar Kecamatan Tapung. Kegiatan
santri antara lain Madrasah Diniyah Awaliyah ( MDA ) yang dilaksanakan pada jam 14.00 WIB
sampai dengan menjelang waktu sholat maghrib.
Kegiatan-kegiatan santri tersebut selain MDA antara lain pengajian Al-qur’an yang
dilaksanakan setelah jama’ah sholat maghrib, sawir ( musyawarah ) yang dilaksanakan sesudah
makan malam sampai pukul 10 malam dan kegiatan-kegiatan tambahan seperti Tiba’an (Al-
barjanji), Pidato (khitobah), pengajian kitab-kitab kuning yang disampaikan lagsung oleh
pengasuh serta istighosah. (dokumentasi terlampir).
e. Sarana dan Prasarana.
Sarana dan prasarana yang sudah dimiliki Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul
Iman memiliki sarana dan prasarana antara lain :
1. Musholla (surau) dengan ukuran 14 x 14m.
2. Asrama putra dan MCKnya.
3. Asrama Putrid an MCKnya.
4. Kamar untuk Ustadz.
5. Tempat untuk olahraga.
6. Ruang kantor dan perlengkapannya.
7. Dapur umum.
8. 2 buah sumur gali.
Sedangkan sarana dan prasarana yang akan dipenuhi guna melengkapi kebutuhan
Pondok Pesantren antara lain :
1. 3 (tiga) local ruang kelas.
2. 1 (satu) ruang (aula) pertemuan.
3. 1 (satu) unit computer.
4. 1 (satu) ruang praktek ketrampilan.
f. Sumber Dana.
Sumber dana Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul Iman yang dipergunakan untuk
operasional dan memenuhi prasarana diperolah dari :
1. Inayah (iuran) dari wali santri.
2. Sumbangan dari luar yang tidak mengikat.
3. Bantuan dari Pemerintah.
9
Syarifuddin tidak putus asa, ia terus menyosialisasikan pentingnya mendirikan ponpes
diberbagai kesempatan khususnya kepada para orang tua santri Gontor yang tergabung dalam
Posgori (Persatuan Orang Tua Santri Gontor Riau). Akhirnya pada di penghujung 1988, gayung
bersambut, ia bersama Posgori mendirikan Yayasan Dakwah Budaya Islamiyah Riau.
Kemudian, ia bersama beberapa anggota yayasan menghadap KH Abdullah Syukri
Zarkasyi, Pimpian Pondok Modern Gontor Ponorogo, untuk mengajukan permohonan bantuan
tenaga pengajar. Alhamdulillah, pada 2 Mei 1988 Al Kautsar resmi berdiri sebagai ponpes.
Santri angkatan pertama berjumlah delapan orang yang dibina oleh tiga tenaga
pendidik alumni Gontor. Pada periode ini pembinaan santri diarahkan untuk persiapan
mengikuti ujian masuk Gontor. Oleh karena itu kurikulum yang diterapkan hanya meliputi
beberapa bidang studi yang dijadikan materi ujian masuk Kulliyatul Mu'allimin Al Islamiyah
(KMI) Pondok Modern Gontor. Jumlah santri Al Kautsar pun semakin meningkat. Sehingga pada
1993 diubahlah orientasi pesantren menjadi lembaga pendidikan yang mengajarkan berbagai
kurikulum pondok pesantren modern sebagaimana Gontor. Perubahan ini diikuti perubahan
struktur yayasan untuk efektifitas pengelolaan pesantren Al Kautsar ke depan dan berganti
nama menjadi Yayasan Balai Pendidikan Al Kautsar.
Binaan Gontor
Kemudian pada 1993 Pondok Modern al-Kautsar menjadi Pontren binaan Pondok
Modern Gontor di bawah kepemimpinan Ust Abdurrahman Qaharuddin. Ini ditandai dengan
dibukanya program Tsanawiyah dan diikuti program Aliyah tahun 1994. Hal ini dilakukan
untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada alumni KMI agar dapat melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi baik swasta maupun negeri. Penerapan kurikulum KMI dan
Depag dilakukan secara integral. Hingga sekarang Pondok Modern Al-Kautsar di pimpin oleh
Ust. Muhammad Hanif, S.H.I. dan akan terus berkembang sampai sekarang.
STATUS LEMBAGA
Pondok Modern AL-KAUTSAR berstatus swasta penuh yang merupakan wakaf Bapak H.
Syarifuddin Rasyid seluas 2 Ha dan dikembangkan di bawah Yayasan Balai Pendidikan Pondok
al-Kautsar dengan akte notaris No. 59 Tanggal 17 Januari 1995. Berorientasi integral pada
sistem Pendidikan Pondok Modern Gontor dan sistem Pendidikan Nasional.
VISI, MISI, DAN TUJUAN
Visi: Sebagai Pusat Pendidikan Islam, Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat yang
Berjiwa Pesantren tahun 2020.
Misi:
1. Melaksanakan pendidikan untuk membentuk pribadi yang berbudi tinggi, berbadan
sehat, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas.
2. Melakukan pendalaman dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman.
3. Melakukan pemberdayaan masyarakat yang sinergi, partisipatif, dan kooperatif dalam
bidang keagamaan, ekonomi dan sosial-budaya.
Tujuan:
1. Membentuk pribadi yang berjiwa Ikhlas, sederhana, mandiri, ukhuwah islamiyah, dan
bebas serta berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas.
2. Membentuk milieu yang mampu mengkaji, mendalami dan mengembangkan ilmu-ilmu
keislaman berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
3. Membentuk masyarakat Islam yang dinamis, partisipatif dan kooperatif dalam bidang
keagamaan, ekonomi dan sosial-budaya.
10
manusia 2) Iman dan Taqwa 3) Seni dan Budaya 4) Perekonomian berdimensi kerakyatan Dari
Renstra 4 azam Kabupaten Karimun tersebut, untuk pengembangan agama juga masuk didalam
rencana kerja Pemerintah Daerah sehingga kita patut untuk mensyukuri serta mendukung
sepenuhnya upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Awal berdirinya Pondok Pesantren
Darul Furqan ini merupakan implikasi dari semakin cenderungnya masyarakat Kabupaten
Karimun pada umumnya dan Pulau Kundur pada khususnya pada hal-hal yang negatif, seperti
semakin maraknya perjudian, prostitusi, menurunnya ahklakul karimah dan lain-lain. Sehingga
dari keadaan yang terjadi yang telah diutarakan diatas berinisiatiflah para tokoh agama dan
tokoh masyarakat Pulau kundur untuk mendirikan sebuah Pondok Pesantren yang bertujuan
untuk pengembangan pendidikan dan penyelamatan anak-anak negeri.
Sebelum Pondok Pesantren Darul Furqan didirikan, para tokoh masyarakat yang
berjumlah 9 (sembilan) orang mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Al
Mannan yang berdiri dengan Akte Pendirian Nomor 01 tanggal 02 April 2002 pada kantor
Notaris Abdul Rahman, SH, SH Notaris di Tanjung Pinang dengan kantor pusat yayasan di Jl.
Diponegoro, No. 393 Tanjungbatu Kota Kec. Kundur Kab. Karimun Prov. Kepulauan Riau, No.
Telp. (0779) 21348 Kode Pos 29662 dan kantor perwakilan di Jl. Pendidikan. Sawang Laut. Kec.
Kundur Barat Kab. Karimun Provinsi Kepulauan Riau, HP. 081264675595 Kode Pos 29662.
Para pendiri Yayasan Al Mannan adalah : H. Abdul Manan Asngari, H. Ambok Salima, H. Aunur
rafiq, S.Sos, H. Alwi Hasan, A.Md, H. Selamat Ismail, BA, H. Muhammad Taufiq, H. Raja
Muhammad, H. Abu Bakar, Muhammad Farida Syahdu, SP Dari 9 orang tokoh pendiri yayasan
tersebut dipilihlan Bapak H. Manan Asngari sebagai ketua Yayasan Al Mannan untuk melakukan
program-program yayasan selanjutnya. Kemudian dibawah payung hukum Yayasan Al Mannan,
didirikanlah Pondok Pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Darul Furqan yang
dipimpin oleh Bapak H. Ambok Salima, Pondok Pesantren Darul Furqan resmi mulai beroperasi
pada tanggal 17 Juli 2003 bersamaan dengan awal tahun ajaran baru, dimana pada waktu itu
berdirilah sebuah sekolah tingkat pertama yang dikenal dengan SLTP Darul Furqan dengan izin
operasi dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karimun nomor 678/TU/420
Tanggal 20 Mei 2003 dengan status terdaftar, sejak dikeluarkanya izin operasional Yayasan Al
Mannan menunjuk Bapak Agusriono, A.Md menjadi Kepala Sekolah SMP Darul Furqan dibawah
bimbingan sekolah pembina SMPN 2 Kundur yang dipimpin oleh Bapak Nuryanto, A.Md.Pd.
Pondok Pesantren ini beralamat Jl. Pendidikan Sawang Laut. Kec. Kundur Barat. Kab. Karimun
Provinsi Kepulauan Riau, HP. 081364675595 Kode Pos. 29662. Kampus Pondok Pesantren
Darul Furqan adalah tempat yang kondusif, tenang dan alami serta cocok untuk tempat belajar
dengan kondisi alam pertanian.
Pengasuh pesantren ini adalah H. Abdul Manan Asngari, H. Ambok Salima, H. Aunur
rafiq, S.Sos, H. Alwi Hasan, A.Md, H. Selamat Ismail, BA, H. Muhammad Taufiq, H. Raja
Muhammad, H.Abu Bakar, Muhammad Farida Syahdu, SP, H. Abdul Wahab, S.Ag.
8. Kepulauan Riau
11
menggunakan penelitian pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan
topik penelitian ini.
Sementara metode yang di gunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh data Pondok
Pesantren Darul Ulum Nabundong didirikan pada tahun 1925 di Gunung Tua Julu. Pondok
Pesantren Darul Ulum Nabundong didirikan oleh seorang tokoh ulama di Kabupaten Tapanuli
Selatan, yaitu oleh Syekh Ahmad Daud Siregar pada tahun 1925. Beliau dikenal sebagai seorang
alim dan tertarik dengan dunia Pendidikan Islam. Sesuai pada zamannya dimana Indonesia
belum merdeka ketika masih berada pada masa penjajahan Belanda, beliau memandang bahwa
pembangunan bangsa sangat penting dilakukan dengan cara pendidikan. Pondok Pesanten
Darul Ulum Nabundong pada awal berdirinya di pimpin oleh Syekh Ahmad Daud dan kemudian
dilanjutkan oleh anak beliau yang bernama H. Daud Ahmad Siregar. Dalam perkembangannya
kepeminpinan Pondok Pesantren kembali berganti yaitu digantikan oleh cucu pendiri Pondok
Pesantren yang bernama Baharuddin Siregar. Namun karena ketidak mampuan baharuddin
dalam meminpin Pondok Pesantren kepeminpinan kembali berganti yaitu digantikan oleh
adiknya yang bernama Hasyim Siregar sampai sekarang.
12
Adapun tujuan berdirinya Madrasah ini adalah:”Untuk memberikan pendidikan agama
pada para putra-putri Gunung khususnya Indonesia umumnya. Sekitar tahun 1925 sistem
pendidikan halaqah diganti dengan klasikal dengan mengadopsi pada sekolah Diniyah yang
didirikan oleh Zanuiddin Labai Al Yunusi. Dialah orang petama mendirikan sistem berkelas
dengan kurikulum yang lebih teratur dan mencakup didalamnya pengetahuan umum seperti:
Bahasa, Matematika, Sejarah, Ilmu Bumi di samping pelajaran agama lainnya dipimpin oleh
Buya H. Syamsuddin. Pada tahun 1957 pimpinan digantikan oleh Buya H. Zainal Abidin.
Dari tahun 1958-1961 sekolah dalam keadaan darurat karena terjadinya pengolahan
daerah (PRRI) Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, sehingga Madrasah ini ditutup
segala kegiatannya. Pada awal tahun 1962 Madrasah Thawalib mulai hidup kembali setelah
istirahat selama + 3 tahun lamanya karena keadaan yang tidak aman tersebut. Dari tahun 1962-
1965 Thawalib mulai berkembang secara berangsur-ansur dan pelajar berdatangan dari negri
yang berdekatan seperti Batipuh dan X Koto dan daerah lainnya dan jumlah murid pun makin
hari makin meningkat
Pada tahun 1969 terjadi perubahan besar pada tingkat Qismul ‘Ali dimana Depertemen
Agama menegerikan menjadi Madrasah Aliyah Agama Islam (MANIN). Setelah mengadakan
persidangan pengurus, pemuka Masyarakat dan Alim Ulama dan Cerdik Pandai Gunung yang
bersidang sampai 9 kali maka pada sidang terakhir diputuskan bahwa uluran tangan
pemerintah diterima dengan beberapa syarat-syarat tertentu.
Pada tahun 1972 diadakan musyawarah Madrasah Thawalib/Diniyah se-Sumatra Barat
di Padang Panjang mengenai kurikulum/pendidikan/pengajaran. Rencana pengajaran atau
Diniyah ada tingkat pertama dan ada tingkat atas. Pada tanggal 12 September 1968 dikeluarkan
SK Menteri Agama No: 209 yang menetapkan di antaranya: Al-Qismul Ali Gunung menjadi
Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN) Gunung Padang Panjang.
Tahun 1973-1975 oleh karena Buya H. Zainal Abidin telah diangkat pemerintah menjadi
kepala di MAAIN maka pimpinan Thawalib diwakilkan pada Buya Ramli Majid Labai Rajo Nan
Sati.
Berdasarkan hasil sidang pengurus Madrasah Thawalib pada bulan Desember 1977
menjelang ditetapkannya Kepala Thawalib yang sebenarnya, maka Januari 1978 Buya
Syarifuddin diangkat sebagai pejabat sementara Madrasah Thawalib Gunung Padang Panjang.
Kemudian pada tahun 1979 sampai dengan 1983 pimpinan Thawalib dipegang oleh Buya Ramli
setelah itu Dt. Panduko Sinaro sampai tahun 1984. Pada tahun 1984 Madrasah Thawalib
berubah menjadi Madrasah Thawalib Gunung Padang Panjang yang setingkat dengan
Tsanawiyah Negeri dan lama pendididikan selama tiga tahun.
13
seberang yang pada masa itu lebih dikenal dengan nama Iskandariah Tahtul Yaman. Ikatan
Persaudaraan yang terjalin dari Makkah tidaklah putus setelah mereka kembali kedaerah
masing-masing, bahkan tetap terjaga dan terpelihara. Untuk menjaga kelestarian Ikatan
tersebut mereka membentuk secara Forum Persaudaraan yang diberi nama dengan Tsamaratul
Ihsan yang bergerak dibidang sosial keagamaan dan dakwah.
Forum inilah yang merupakan cikal bakal timbulnya ide untuk mendirikan Lembaga
Pendidikan Keagamaan didaerah mereka masing-masing. Barangkali timbul suatu pertanyaan
kenapa mereka tidak mendirikan satu Lembaga Pendidikan saja? Sehingga seperti yang kita
dapati dewasa ini ada beberapa pondok pesantren yang berdiri dibeberapa kawasan.
Barangkali yang bisa dikemukakan disini ialah perbedaan jarak yang cukup jauh antara satu
kampung dengan kampung yang lainnya, maka pada tahun 1915 M/1333 H atas izin Allah SWT
didirikanlah Lembaga Pendidikan Islam yang diberi nama “ Sa’adatuddaren” oleh KH. Ahmad
Syukur. Pemberian nama ini memiliki nilai filosofis tersendiri, sebab secara bahasa artinya ialah
“ Kebahagiaan Dua Negeri”. Penamaan ini menimbulkan kesan bahwa lembaga pendidikan ini
tidaklah selalu berorientasi pada kehidupan di negeri akhirat saja, tetapi kehidupan dunia tetap
mendapatkan porsi perhatian yang cukup dikalangan penduduk kampung Iskandariah. Beliau
(KH. Ahmad Syukur) lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Gemuk, karena sebutan Kiyai
tidaklah begitu populer dikalangan masyarakat Jambi pada waktu itu.
Beliau sendiri hanya sempat memimpin lebih kurang enam tahun. Pada tahun 1921
beliau wafat dalam usia terbilang muda yaitu 47 tahun. Tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh
muridnya KH. Abdurrahman yang menjabat selama lebih kurang satu tahun dan dilanjutkan
oleh murid Guru Gemuk yang lain yaitu KH. Abu Bakar Saipuddin pada tahun 1923 M hingga
masa penjajahan Jepang.
Kemudian kepemimpinan Lembaga Pendidikan ini dijabat secara berurutan oleh KH.
Abdullah Syargawi (Guru Sidol), KH. Tengku M. Zuhdy (Guru Jubah Hitam), KH. Abdul ‘Aziz
(Guru Jantan), KH. Ahmad Zaini H. Abd. Qodir ( Guru Zaini). Setelah pulang KH. M. Jeddawi Abu
Bakar dari Makkah Al Mukarromah, kepemimpinan langsung dipegang oleh KH. M. Jeddawi dan
setelah beliau wafat yaitu pada tahun 1989, kepemimpinan lembaga ini dipegang kembali oleh
KH. Ahmad Zaini dan hanya berlangsung selama delapan bulan dikarenakan kesehatan dan usia
beliau sudah lanjut, maka kepemimpinan lembaga ini dipegang oleh Ki. Abdul Qodir Mahyuddin
mulai tahun 1990 sampai dengan tahun 2003 dan dilanjutkan oleh KH. Helmi Abdul Majid
sampai saat ini.
14
Islam Al Arief. Semakin tingginya animo masyarakat untuk me"mondok"kan anaknya,
sedangkan daya tampung asrama terbatas, sehingga diputuskan dibangun lagi asrama di KM 18.
Lengkap dengan faslitas penunjang seperti WC, Masjid, dan Gedung sekolah SLTP maupun SMU,
yang didirikan pada tahun 2002.
Selain mengembangkan pendidikan formal, Pondok Pesantren Nurul Iman juga
mengembangkan kegiatan pengajian pesantren. Baik untuk anak santri maupun masyarakat
sekitar. Pengajian untuk Pengasuh), bendahara, sekretaris, dan bidang-bidang, yang terdiri atas
pembinaan jamaah, pengasuhan santri (pendidikan), sarana dan pra sarana, dan pemberdayaan
ekonomi pesantren.
Pondok pesantren ini didirikan di dua tempat, di KM 17 yang merupakan tempat bagi
yang khusus mondok, dan KM 18 (cabang) bagi yang sekolah dan nyantri juga.
Kegiatan Pendidikan
a. Pendidikan pesantren
Pesantren Nurul Iman mengadakan pengajian kitab kuning. Pendidikan di pesantren ini
diselenggarakan secara klasikal (per kelas). Kajian khas pondok ini adalah Tahfizdul Qur'an.
Kajian lain adalah Safinatunnajah, Fathul Qorib (fiqih), Ta'limul muta'alim, Ahlaqul banin,
ahlaqul banaat, washoya abaa lil abnaa (akhlaq), Jurumiyyah, shorof (Bahasa Arab) Fasholatan,
Mar'atush sholehah, risalatul mahidz (kajian wanita) ushfuriyyah, Durorul Bahiyyah, Tajwid,
aqidatul awam.
b. Pendidikan sekolah.
Selain menyelenggarakan pendidikan pesantren, Pondok Pesantren Nurul Iman juga
menyelenggara-kan pendidikan sekolah (formal). Pendidikan sekolah yang diselenggarakan
oleh Pondok Pesantren Nurul Iman adalah SLTP Islam Al Arief dan SMU Islam Al Arief, yang
didirikan bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Al Arief. Kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum Depdiknas, yang dipadu dengan Kurikulum Pesantren Nurul Iman, tanpa
mengurangi jam wajib kurikulum Diknas.
15
Biro Usaha dan Produksi: Ust. Asep Anwar
16
yang diketuai oleh Warsidi masih segar-segarnya dalam ingatan. Namun, berkat usaha yang tak
kenal lelah dari pimpinan pesantren ini, maka lambat laun stigma negatif yang beredar di
masyarakat hilang dan berganti dengan kebersamaan dan persaudaraan.
Mulai tahun 1990 dapat dikatakan tahun kebangkitan bagi PP. Assalam karena tahun-
tahun inilah pesantren mulai mendapat bantuan yang signifikan bagi pengembangan lembaga
pendidikan ini. Dimulai dengan pembangunan asrama santri yang merupakan bantuan Menteri
Kehutanan saat itu hingga pembangunan jalan aspal di areal pesantren yang merupakan
bantuan Bupati Musi Banyuasin saat itu. Santri-santri yang berasal dari beragam daerah, baik
sekitar maupun yang jauh sekalipun, mulai berdatangan. Tercatat saat itu ada yang dari Aceh,
Riau, Jambi, Lampung dan Bangka, di samping wilayah-wilayah lain di Sumatera Selatan. Para
pengajar pun juga mulai beragam yang berasal dari beragam pesantren di Sumatera dan Jawa,
seperti PP.Darussalam Lampung,Darul Qalam Tangerang, Gontor dan Wali Songo di Ponorogo.
Hal ini ditambah lagi dengan pindahnya seorang ustadz karismatik yang menjadi tokoh sentral
dalam pengembangan Pesantren Darussalam Lampung, KH. Abdul Malik Musir, Lc. Dengan
demikian, lengkaplah sudah Assalam dipenuhi oleh santri-santri yang berasal dari beragam
daerah yang haus akan ilmu pengetahuan dan pengajar-pengar yang mumpuni di bidang yang
berasal dari lembaga-lembaga pendidikan yang telah dikenal berkualitas.
17
2. Era Lanjutan Perjuangan ( 1990 – 1993 )
Pada tahun 1990 atas kesepakatan Badan Wakaf berdirilah Pondok Pesantren Nurul
Falah dengan mendapatkan Santri sebanyak 32 orang Santri dengan jenjang Pendidikan yaitu
Madrasah Tsanawiyah setara dengan SLTP/SMP yang di tempuh dalam kurun waktu 3 tahun.
Madrasah Tsanawiyah ini berdiri sejak tahun 1990 dengan izin operasional tanggal 12 Oktober
1999, status terdaftar.
Adapun Santri yang bermukim di Asrama ketika itu baru 1 orang. Dan dari 32 Santri
perdana ini yang mampu bertahan selama 6 tahun hanya sejumlah 23 Santri, namun atas dasar
keikhlasan dan kerja sama yang baik dengan semangat juang yang tinggi akhirnya Pondok
Pesantren Nurul Falah dapat berkembang dengan baik seperti sekarang ini.
18
18. Pondok Pesantren Al-Fattah (Lampung)
Pondok Pesantren Islam Shuffah Hizbullah, adalah pusat pendidikan Islam dan
dinamika kehidupan Ahlu Shuffah (santri) yang menyatu dengan masyarakat, lahir sejak tahun
1976. Pesantren ini, terletak di Kampung Muhajirun, Desa Negararatu, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung Indonesia. Berjarak ± 7 km dari Bandara Raden
Intan, ± 125 km dari pelabuhan Bakauheni, dan ± 15 km dari Terminal Bus Rajabasa Bandar
Lampung.
Berangkat dari visi dan cita-cita para tokoh perintisnya yang memilih hijrah kepada
Islam yang Kaffah (Sempurna) sebagaimana perwujudan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam
dan Khulafau ar-Rasyiddin, Pondok Pesantren Islam Shuffah Hizbullah menyelenggarakan
program pendidikan dalam rangka mempersiapkan generasi pelanjut amanah risalah Islam
bagi kemakmuran seluruh alam.
Pada mulanya, bentuk pendidikan menerapkan pengajaran salafilah yang bersifat
tradisional dengan masjid sebagai pusat kegiatannya. Lalu, pada tahun 1986 diterapkan
pengajaran klasikal program 5 tahun dengan nama “Al-Wustho” dan madrasah sebagai tempat
kegiatan belajar mengajar.
Kemudian pada tahun 1993, atas tuntutan dan usulan masyarakat sesuai perubahan
dan perkembangan dunia pendidikan yang menuntut adanya penyesuaian sistem pengelolaan,
maka dilakukan evaluasi dan langkah-langkah penyempurnaan status lembaga dari pesantren
tradisional ke pesantren modern. Keberadaan pesantren pun didaftarkan di Kementrian Agama
RI sehingga formal dan dapat mengeluarkan ijazah untuk para lulusannya, mengingat
sebelumnya lulusan Al-Wustho tidak memiliki ijazah sehingga kesulitan jika meneruskan
jenjang lebih tinggi. Sejak itulah, Pondok Pesantren Islam Shuffah Hizbullah melengkapi
namanya menjadi Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al-Fatah.
Untuk lebih memperkuat sisi keislaman di pesantren mulai tahun 2004 di buka
program Halaqoh Diniyah dengan tujuan mencetak lulusan yang spesialis di bidang ilmu-ilmu
keislaman.
Selanjutnya mulai tahun 2005 di laksanakan program khusus Tahfidz Al-Qur’an yang
bertujuan untuk mencetak lulusan yang selain Hafal Al-Qur’an 30 Juz juga mampu
mengamalkan kandungannya serta mengajarkan Al-Qur’an.
Lalu, sejak tahun 2010 dibuka Lembaga Bahasa A-Fatah yang bertujuan untuk mencetak
lulusan yang selain memahami Islam dan Teknologi juga memiliki kemampuan lebih di bidang
Bahasa Arab dan Inggris.
Pesantren Al-Fatah telah mengalami 7 kali pergantian kepemimpinan sesuai
perkembangan dan pertumbuhannya dengan urutan sebagai berikut :
1. KH. Abul Hidayat Saerodji 1993 – 1994
2. KH. Drs. Yakhsyallah Mansur, M.A. 1994 – 1999
3. KH. M. Hasyim Halimy (Alm) 1999 – 2003
4. Ust. Abdullah Mutholib, S. Pd.I. 2003 – 2007
5. Ust. Drs. Amron BMS. 2007
6. Ust. Drs. Munawir 2007 – 2009
7. Ust. L. Sholehuddin, M. Pd.I. 2009 – sekarang
19
Pada zaman sekarang ini, banyak orang yang mengaku beragama Islam, tapi tidak
jarang dari mereka yang belum lancar membaca al-Qur’an. Padahal membaca al- Qur’an adalah
kewajiban bagi umat Islam dan bernilai pahala bagi para pembacanya. Agar seluruh santri Al-
Manshur mampu membaca al- Qur’an dengan baik dan benar, maka pihak pesantren
mengadakan tahsinul Qur’an atau latihan perbaikan cara baca al- Qur’an. Kegiatan ini
merupakan kegiatan harian yang dilakukan seusai shalat Isya dan diikuti oleh seluruh santri
mukim Pesantren Al-Manshur. Sebagai pembimbing adalah ketua Dewan Kesejahteraan Masjid
(DKM) Jami Al-Manshur, Ust. Asep Saepudin.
Tidak hanya mengikuti tahsinul Qur’an, santri juga diharuskan membaca Al- Qur’an minimal 4
kali dalam sehari semalam. Yaitu tadarus bersama ba’da shalat subuh, tadarus ba’da shalat
Ashar, bimbingan mengaji Al- Qur’an dan tajwid ba’da shalat Magrib dan Tahsinul Qur’an ba’da
shalat Isya.
“ Tahsinul Qur’an ini diadakan agar santri bisa membaca al- Qur’an dengan benar. Selain
itu, santri juga bisa mengahafal Al- Qur’an sedikit demi sedikit. Karena metode yang saya
gunakan adalah dengan membaca beberapa ayat bersama- sama dan mengulanginya beberapa
kali.” Ujar ust. Asep Saepudin.
20
nama Gedung al-Saudi ( )مبنى السعودي. Sebagian uang yang lain, dibelikan tanah untuk ekspansi
wilayah pondok.
Pada dekade 1980-an hingga sekarang, Daar el-Qolam semakin mendapatkan
kepercayaan masyarakat luas yang datang dari berbagai provinsi di Indonesia. Sistem
pendidikannya yang modern, penerapan disiplin hidup dan beribadah menjadi alasan para
orang tua untuk mendidik anaknya di Daar el-Qolam.
Pada ulang tahunnya yang ke-25 yang diselenggarakan pada tahun 1994, beberapa
orang pejabat Indonesia datang ke Daar el-Qolam, di antaranya adalah Dr. Tarmizi Taher (yang
kala itu menjabat sebagai Menteri Agama), Prof. Dr. Haryono Suyono (Mentri Koordinator
BKKBN), Hayono Isman (Menteri Negara Pemuda dan Olahraga), Harmoko (Menteri
Penerangan), dan Mayjen TNI A.M. Hendropriyono (Pangdam Jaya). Peringatan ulang tahun
tersebut menjadikan Daar el-Qolam semakin dikenal oleh khalayak.
21
Sebagaimana pesantren lain pada umumnya inti aktivitas di Daarut Tauhiid adalah di
bidang pendidikan, dakwah & sosial. Namun sebagai sebuah pesantren, maka pada pesantren
Daarut Tauhiid terdapat beberapa keunikan atau ke-khas-an dibandingkan Pesantren lain pada
umumnya. Salah satu diantaranya adalah tingginya intensitas aktivitas [usaha] ekonomi di
dalam lingkungan Pesantren Daarut Tauhiid. Tingginya intensitas aktivitas [usaha] ekonomi
tersebut dapat dirasakan baik sejak awal masa pendirian maupun hingga saat ini.
Setidaknya ada 2 faktor atau kondisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan
keunikan di atas, yaitu semangat wirausaha dan prinsip kemandirian. Semangat wirausaha
merupakan sebuah keniscayaan yang melekat pada diri KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
selaku pendiri dan pemimpin sentral di Pesantren Daarut Tauhiid. Di sejumlah literasi kita
dapat menemukan cerita perjalanan hidup beliau yang diantaranya diliputi dengan terjadinya
proses tumbuh kembang jiwa wirausaha pada diri beliau. Jiwa itulah yang kemudian menjelma
menjadi sebuah semangat wirausaha yang mewarnai corak Pesantren Daarut Tauhiid yang
beliau pimpin secara langsung. Di sisi lain, dapat kita pahami pula bahwa semangat
kemandirian adalah sebuah cita-cita dan idealisme para pendiri Pesantren Daarut Tauhiid agar
tumbuh kembang Pesantren Daarut Tauhiid dan keseluruhan aktivitasnya didasarkan kepada
kemampuan diri, bukan atas ketergantungan kepada bantuan atau sokongan dari pihak lain.
Sehingga diharapkan akan muncul independensi dan keleluasan dalam berkreasi. Tentu pada
idealisme tersebut tidak dinafikan adanya peluang kemitraan dan kerjasama dengan sebanyak-
banyaknya pihak. Dalam hal ini maka semangat wirausaha dan semangat kemandirian adalah
sebuah paket yang saling menunjang satu sama lain. Kemandirian dapat terwujud karena adaya
aktivitas wirausaha.
Pada giliran selajutnya aktivitas [usaha] ekonomi ini kemudian dapat pula dipandang
sebagai bagian dari atau bahkan nilai tambah bagi garapan Pesantren Daarut Tauhiid di bidang
pendidikan, dakwah dan sosial yang terelaborasi pada satu konsep tata nilai yang disebut
Manajemen Qolbu [MQ]. Konsepsi dasar MQ meliputi 4 komponen, yaitu: Ma’rifatullah,
Manajemen Diri, Entrepreneurship, dan Leadership. Tata nilai MQ inilah yang kemudian
menjadi dasar dan filosofi bagi organisasi Pesantren Daarut Tauhiid yang dikenal dengan
rumusan statement “Menuju Generasi Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar”.
22
membina Al Kahfi menjadi sebuah monumen pembinaan mental
tunas-tunas baru generasi kaum muslimin.
Pada pertengahan 2004, di Pondok Pesantren Dakwah Al Kahfi dibuka
sekolahan formal, sebuah SMP Islam Terpadu. Dengan demikian, makin teguhlah
komitmen para pendiri Al Kahfi dalam berkhidmat terhadap dakwah Islam
dengan mengundang dan membekali pribadi-pribadi remaja muslim di usianya
yang paling sensitif itu dengan 3 kekuatan : pengetahuan keagamaan dan bahasa
Arab, pengetahuan dakwah, dan pengetahuan umum.
Tentu saja, di Al Kahfi kekuatan-kekuatan ilmu pengetahuan itu dibangun di atas
pondasi kuatnya aqidah, shohihnya ibadah dan kokohnya akhlaqul karimah.
SMP Islam Terpadu Al Kahfi adalah sekolah berbasis pesantren modern yang bertujuan
membentuk kepribadian siswa yang berkarakter Islami dan da’awi. Program dan kegiatan
belajar di Al KAhfi bermuatan kurikulum DIKNAS, dasar-dasar ilmu syari’ah serta target
pendidikan da’wah (muwashofat tarbawiyah).
Visi
Membentuk siswa berprestasi yang berkarakter Islami dan da’awi.
Misi
1. Menerapkan pengajaran kurikulum Diknas serta dasar-dasar ilmu syari’ah dan dakwah Islam.
2. Membina dan mengembangkan potensi intelektual, emosional, spiritual dan fisik secara
seimbang.
3. Mendidik dan melatih siswa untuk mampu menyampaikan ajaran Islam kepada orang
lain, baik secara nilai maupun keteladanan.
23
Pandangan Modern KH Ahmad Sahal, sebagai Pendiri tertua dari Trimurti dan kedua
adiknya yaitu KH Zainudin Fanani dan KH Imam Zarkasy diwujudkan pula dalam
menyekolahkan putra-putrinya selain di sekolah agama (pesantren) juga di sekolah umum. Drs.
H. Ali Syaifullah Sahal (alm) alumni Filsafat UGM dan sebuah Universitas di Australia, dosen di
IKIP Malang; Dra. Hj. Rukayah Sahal dosen IKIP (UMJ) Jakarta dll.
Dan tentu menjadi bahan pemikiran anggota Badan Wakaf saat ini, untuk mewujudkan
Pesantren Gontor menjadi semacam Universitas Al Azhar di Mesir, sebuah universitas yang
memiliki berbagai bidang kajian (Agama serta Ilmu dan Teknologi) yang berbasiskan Islam.
Pada tahun 1994 didirikan pondok khusus putri untuk tingkat KMI dan pendidikan
tinggi yang khusus menerima alumni KMI. Pondok khusus putri ini menempati tanah wakaf
seluas 187 hektar. Terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Kini, pondok khusus putri memiliki lima cabang, tiga cabang berlokasi di Ngawi, satu
cabang di Sulawesi Tenggara dan satu di Kediri.
Hingga kini gontor telah memiliki 17 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh
Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada
umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon.
Alumni
M. Hidayat Nur Wahid,Mantan Ketua MPR RI
Muhammad Maftuh Basyuni,Mantan Menteri Agama
Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah.
KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PB Nahdhatul Ulama (NU)
Emha Ainun Nadjib, Budayawan
Abu Bakar Baasyir, Pimpinan Pondok Pesantren Ngruki, Solo
Nurcholis Madjid, Cendekiawan Muslim
Ahmad Fuadi, Novelis
Heri Maulana Riziq, Sastrawan, Tegal
Lukman H. Saifuddin, Wakil Ketua MPR RI 2009-2014
Abdurrahman Mohammad Fachir, mantan Duta Besar Indonesia untuk Mesir
24
1937 M. beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Madrasah
ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemudian pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/21 April
1943 M. beliau mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk
kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau Lombok yang terus
berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang bernaung di bawah
organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama madrasah tersebut diabadikan menjadi
nama pondok pesantren ‘Dar al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan’. Istilah ‘Nahdlatain’ diambil dari
kedua madrasah tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di Pulau Lombok dan mengajar.
25
Pondok pesantren ini diresmikan pada tanggal 4 Sya’ban 1414 H/ 16 Januari 1944 M, oleh
para Alim Ulama, diantaranya adalah mantan presiden RI ke 4 Bapak KH. Abdurrahman Wahid,
KH. Syamsuri Badawi dan KH. Zayadi Muhajir serta beberapa tokoh masyarakat disekitar
Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur.
26
kemampuannya, sehingga diharapkan nantinya bisa menghasilkan lulusan (output)
sebagaimana yang dicita-citakan oleh UII. .
Pondok Pesantren UII diresmikan oleh Bupati Sleman pada tanggal 2 Oktober 1996.
Program ini pada tahun pertama (tahun ajaran 1996-1997) diperuntukkan bagi Fakultas Syari?
ah dan Fakultas Tarbiyah (sekarang Fakultas Ilmu Agama Islam), sedang untuk tahun kedua dan
seterusnya dibuka untuk seluruh fakultas yang ada di lingkungan UII. Karena keterbatasan
sarana dan prasarana yang ada, sampai saat ini pesantren UII hanya ditujukan bagi mahasiswa
(santri putra).
27
Pesantren Bali Bina Insani yang berlokasi di Jln. Raya Timpang, desa Meliling,
Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali, ini berdiri tanggal 27 Oktober 1991 di bawah
Yayasan La Royba dan diresmikan oleh Ketua MUI Bali.
Berdirinya pesantren ini sebagai respon positif terhadap kebutuhan umat dalam bidang
pendidikan dan pengasuhan. Di samping itu, untuk membentengi Bali dari gempuran nilai-nilai
asing yang sangat berbenturan dengan agama dan moral serta kearifan lokal (local wisdom).
Umat Islam di Bali yang telah eksis sejak awal abad 16 M., dan telah menyatu dengan
penduduk Bali yang beragama Hindu tidak rela kalau Bali diusik oleh budanya asing. Usaha
filterisasi budaya dan peningkatan kualitas SDM sangat efektif dilakukan melalui dunia
pendidikan.
Sejarah pesantren, pada awalnya lokasi pesantren tidak berada di daerah yang sekarang
dijadikan lokasi pesantren. Tapi di desa Sembung Gede, sekitar satu kilo dari lokasi yang
sekarang. Karena tidak santri semakin bertambah, fasilitas kurang memadai, akhirnya harus
pindah ke lokasi yang cukup memadai, dan lokasi sekaranglah pesantren berdiri.
Cikal balak pesantren dari tujuh anak yatim yang diasuh oleh pak Drs. KH Ketut
Imaduddin Djamaludin, SH. Pada mulanya—sebagai pengakuannya sendiri—kiyai tidak berniat
mendirikan sebuah pondok pesantren. Karena merasa tidak mempunyai latar belakang tarbiyah
dan cita-cita serta setrategi bagaimana mendidik orang. Beliau hanya memiliki atensi dan
perhatian kepada anak-anak yatim. Dan dari bulan ke bulan, dan tahun ke tahun, peminatnya
semakin bertambah, semakin banyak. Dari belasan anak, sampai puluhan anak. Secara alami,
semakin membludaknya anak-anak yang dititpkan, maka mendesak untuk memberikan
pelayanan yang lebih komprehensip dan tempat yang memadai.
Lalu, terbersit di dalam hati Kiyai Ketut bagaimana memperhatikan anak-anak yang
dititipkan kepadanya itu bukan hanya secara fisik tetapi juga non-fisik, dan harus sedikit
terkonsep. Setelah melalui pemikiran cukup matang dan konsultasi kepara para tokoh dan para
kiyai, muncullah keputusan bahwa pondok pesantrenlah yang tepat untuk menampung mereka.
Maka jadilah pondok pesantren sep erti sekarang ini.
28
Asrama Putra sekaligus Musholla, 1 unit (dua lokal) Asrama Putri sekaligus ruangan kelas,
1 unit (3 Lokal) ruang belajar, 1 unit rumah Kyai sekaligus Asrama Depan Guru, 1 buah bak
air, 1 buah bivak(tempat tinggal sementara tukang bangunan dan buruhnya) yang
berfungsi sebagai dapur umum.
29
langsung mendirikan MAI yang difasilitasi langsung oleh pemerintah dan masyarakat setempat.
Dan dalam waktu singkat memiliki murid yang sangat membludak jumlahnya.
43. Pondok Pesantren Annur Azzubaidi (Sulawesi Tenggara)
Tak banyak pondok pesantren yang berlokasi di satuan pemukiman (SP) transmigran. Dari
yang sedikit itu adalah Pondok Pesantren Annur Azzubaidi. Pondok pesantren yang didirikan oleh
KH Anang Zubaidi Afif itu tepatnya berlokasi di Jalan S Palulu No 30 Desa Larowiu, Kecamatan
Meluhu, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Di tahun 2012 ini pondok itu
memiliki sekitar 500 santri. Sebanyak 320 di antaranya bermukim di pondok. Mereka menempuh
pendidikan formal dari tingkat taman kanak-kanak raudhatul athfal (RA) sampai madrasah aliyah
(MA).
Selain itu pesantren ini juga menyelenggarakan kelas jauh Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Kendari Jurusan Tarbiyah. Perkuliahan dilaksanakan setiap Sabtu dan Ahad. Santri
Pondok Pesantren Annur Azzubaidi berasal dari Konawe dan sekitarnya, Sulawesi Tenggara,
Kalimantan Selatan, Sorong, Manado, dan Palu. Serta beberapa dari Jawa.
Cikal bakal pondok pesantren ini berawal dari sebuah kelompok pengajian yang dirintis
oleh Anang Zubaidi Afif di Jalan Kelud No 17 di Satuan Pemukiman F (SPF). Saat itu ia adalah
pemuda asal Malang yang datang ke lokasi transmigrasi untuk mengunjungi pamannya. Ternyata
kehadiran lulusan Pondok Pesantren Annur Malang di lokasi transmigran itu, sangat dirindukan
oleh masyarakat. Sebab di daerah itu, tepatnya di SPF, tidak ada sosok yang mau membina
masyarakat dan mengembangkan agama Islam. Rintisan itu dimulai tahun 1989. Demi melihat
sambutan dan antusiasme masyarakat yang begitu tinggi terhadap kehadirannya, maka Anang
memutuskan untuk menetap di daerah itu demi bisa meneruskan rintisan perjuangannya.
Pada 28 Oktober 1990 diresmikanlah Pondok Pesantren Annur Azzubaidi. Peresmian
dihadiri tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di Konawe dan Kendari. Juga hadir
pejabat Kanwil Departemen Agama Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1992 santri sudah mencapai
sekitar seratus orang. Melihat perkembangan yang begitu cepat, masyarakat lalu membelikan 0.25
hektar tanah di samping Pondok dan diwakafkan untuk lokasi bangunan masjid jami’. Kini
pesantren telah memiliki lahan seluas 7 ha. Selain itu masih ada 10 ha lagi berupa sawah dan kebun
yang ditanami padi, coklat, dan akasia, yang lokasinya terpisah dari pondok pesantren.
30
1.
1. K.H. Abdul Jabbar Asysyiri tahun 1971 s/d 1987. (almarhum)
2.
2. K.H. Drs. Makmur Ali tahun 1987 s/d 1992. (almarhum)
3.
3. H. Iskandar Tompo tahun 1992 s/d 1993.
4.
4. K. H. Andi Bakri Kasim tahun 1993 s/d 1994.
5.
5. K. H. Muchtar Waka, BA. 1994 s/d 2007
6.
6. DR. K.H. Mustari Bosra, MA. 2007 – 2011
7.
7. Majelis Dikdasmen PWM Sul-Sel 11 Juni 2011-Maret 2012
8.
8. Drs. KH. Baharuddin Pagim April 2012- 2016
31
kuliah di Mekkah, seperti tuan guru Jamhuri, Syamsudin, Sirajuddin, dan Sam’ani. Sekarang
guru-guru di sini selain lulusan Mekkah, kebanyakan merupakan alumni kami di sini,”
tambahnya. Pada angkatan pertama, ada sekitar 200 orang santri yang terdaftar. Kini, jumlah
santri yang mondok di pesantren ini tercatat ada 1.010 orang, terdiri dari 600 orang santri
tingkat tsanawiyah dan 410 orang santri tingkat aliyah. Sebelumnya, jumlah santri ada 1.600
orang. Namun, setelah kebakaran besar yang melanda lingkungan pondok dan hampir melahap
habis seluruh bangunan pada tahun 2010 lalu, banyak santri yang berhenti atau pindah ke
sekolah lain.
32
Pada perkembangan berikutnya (1986/1987), membuka beberapa jenjang pendidikan.
Yaitu Madrasah Diniyah Salafiah (MDS), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madarasah Aliyah
(MA), dengan jumlah santri sekitar 100 orang yang berasal dari dalam kota Banjarmasin. Pada
tahun 1990 didirikan kembali lembaga pendidikan, yaitu TK Islam (1990) dan Madrasah
Ibtidaiyah (1992) untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yaitu adanya pendidikan
dasar di pondok pesantren. Perkembangan pondok pesantren terus berlanjut, dimana
kehadiran pondok mendapat tempat di hati masyarakat. Santri bukan hanya dari dalam kota,
tetapi dari luar kota bahkan dari provinsi lain, seperti Kalimantan Tengah.
33
yang pesat, karena masyarakat dari desa dan pulau sekitar P.Haruku mengenyam pendidikan
pada Pondok Pesantren Nadil Ulum. sampai tahun 2008. telah mengeluarkan ribuan alumni dan
tersebar pada berbagai lembaga pemerintahan dan non pemerintahan di seluruh Indonesia
diantaranya Gebernur Maluku periode 1993-1997 Drs. M. Akib Latuconsina, Wakil Gubernur
Maluku periode 2003-2008 Drs. M. Abdullah latuconsina. Bupati Maluku tengah Ir. Abdullah
Tuasikal, 2 periode, 2001-2007, 2007-2013 , Sekretaris Daerah Drs. M. J. Latuconsian, pernah
mengenyam pendidikan di pesantren ini.dan masih banyak sederet alumni yang sukses.
34
2010 menjelang diadakannya POSPENAS (Pekan Olahraga Santri Nasional) bulan Juli tahun
2010 di Surabaya.
Pondok pesantren yang berlokasi di wilayah Bumi Perkemahan Jayapura Papua ini
berada di bawah naungan Yayasan Al-Muttaqin dengan visi “Mencetak generasi yang cerdas
spiritual, cerdas emosional, dan cerdas intelektual” dan misi “Membentuk pribadi muslim yang
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, berpengetahuan luas serta Terampil Teknologi”.
Adapun santri-santrinya adalah para siswa-siswi MTs Al-Muttaqin yang tinggal dengan
pola asrama yang sudah berjalan tiga tahun sebelumnya, di bawah asuhan ustadz Drs. Yatiman
M.Si. Mengingat pola pembinaan dan pengasuhan yang semakin berkualitas dan intensif, maka
akhirnya asrama tersebut diresmikan menjadi pesantren. Kemudian hadir ustadz Muhammad
Wahib, MA. dan Ustadz. Abdul Qadir S.Kom sebagai jajaran pengasuh di pesantren tersebut.
35