Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pengertian Pesantren
Pesantren, pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah
sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para siswanya semua tinggal bersama
dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan
mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam
kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan
kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat
mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok
Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren
menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok
berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata
pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di
Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren,
sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di
Minangkabau disebut surau. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang
kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya
tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata "santri" berarti
murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (‫ )فندوق‬yang
berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah.
Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok
pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya,
mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua
dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat
meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat
santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa)
yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh
Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri
juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg
berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India
berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab
suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik)
dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat
pendidikan manusia baik-baik.

B. Sejarah umum
Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu
tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin

1
hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok
atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan
bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana
mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat
itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para
santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung
atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak
jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya
memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke
mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman
Walisongo.
Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi
kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai
sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pondok
Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji
keislaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh (pesantren
disebut dengan nama Dayah di Aceh) dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di
Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri
untuk belajar.
Jenis Pesantren
Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan
pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum
dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren Salaf dan pesantren Modern,
pesantren Salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan Pendidikan Agama
sedangkan Pesantren Modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum atau
Kurikulum.
Pesantren Salaf
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut
pesantren salaf. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para
santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang
(kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama
oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama
sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau
bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20
jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu
pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi
ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri
pengajian dengan kyai atau ustaz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-
Qur'an.
Pesantren modern
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase
ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum

2
(matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren
modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan,
kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran
antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di
sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang
juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan
nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada
sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam
madrasah tidak. Ada juga jenis pesantren semimodern yang masih mempertahankan
kesalafannya dan memasukkan kurikulum modern di pesantren tersebut.
Modernisasi pesantren
Sebab-sebab terjadinya modernisasi Pesantren di antaranya: Pertama,
munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah”
sebagai isu sentral yang mulai ditadaruskan sejak tahun 1900. Maka sejak saat itu
perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan
kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemuka sebagai wancana public. Kedua: kian
mengemukanya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda. Ketiga,
terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman
mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi. Keempat, dorongan kaum
Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. Salah satu dari keempat faktor
tersebut dalam pandangan Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber
inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.

3
BAB II
PESANTREN DI INDONESIA

1. MUDI Aceh
Pesantren MUDI Mesjid Raya adalah salah satu pesantren tertua yang ada di Aceh.
Menurut riwayat sejarah peletakan batu pertama pesantren ini dilakukan oleh Sulthan Iskandar
Muda bersamaan dengan peletakan pertama mesjid raya samalanga. Dalam perjalanan dan
eksistensinya pesantren ini telah mengalami pasang surut. Pada tahun 80-an sampai sekarang
perkembangannya mengalami peningkatan yang siginifikan. Sampai saat sekarang ini jumlah
santri yang mondok di pesantren sudah melebihi angka 2.000 santri.
Permasalahannya kondisi jumlah santri yang ada tidak sebanding dengan kapasitas
ruang penginapan (asrama) yang tersedia. Akibatnya dalam satu asrama yang memiliki
kapasitas 200 orang, harus ditempatkan 250 santri. Keterbatasan kapasitas ruang penginapan
ini semakin berkurang pasca musibah kebakaran yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2006.
Musibah kebakaran tersebut telah menghanguskan satu unit asrama santri yang memiliki
kapasitas tampung 200 orang santri. Sementara jumlah santri yang terkorban dalam musibah
kebakaran tersebut adalah 203 orang. Sebagai tempat penampungan sementara para santri ini
ditempatkan pada ruang belajar STAI Al-Aziziyah. Penampungan sementara ini direncakan
sampai bulan ramadan.
Mengacu kepada permasalahan di atas maka sangat perlu dibangun kembali asrama
penginapan yang dapat menampung kembali sejumlah santri yang korban dan santri lainnya
yang pada saat ini berstatus menumpang sementara.
Lembaga Pendidikan Islam Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah didirikan semenjak
pemerintahan Sultan Iskandar Muda, dibawah Pimpinan Faqeh Abdul Ghani, berlokasi di desa
Mideun Jok, Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi
Daerah Istimewa Aceh tepatnya disebelah barat kota Industri/ Gas Alam Lhokseumawe kira -
kira 100 km.
Setelah Pimpinan pertama wafat, Pesantren tersebut dipimpin oleh banyak para Ulama
secara berganti-ganti hingga tahun 1927, yang semua para Ulama tersebut kurang jelas
identitasnya. Barulah pada tahun 1927, Pesantren tersebut di pimpin oleh Tgk H Syihabuddin
Bin Idris dengan para santri 100 orang putera dan 50 orang puteri, dan tenaga pengajar 5 orang
putera dan 2 orang puteri serta bangunan tempat penampung para santri terdiri dari barak-
barak darurat.
Setelah Tgk H Syihabuddin Bin Idris wafat (1935) Pesantren tersebut dipimpin oleh adik
ipar beliau yaitu Tgk H Hanafiah Bin Abbas (Tgk Abi) dengan para santri 150 orang putera dan
50 orang puteri dengan tenaga pengajarnya 10 orang putera dan 5 orang puteri, serta bangunan
tempat penampungan para santri masih memakai barak-barak seperti dimasa Tgk H
Syihabuddin Bin Idris yang memang sesuai dengan keadaan masa. Dalam masa kepemimpinan
beliau, pernah diperbantukan kepada Tgk M Shaleh lebih kurang 2 tahun karena Tgk H Hanafiah
berangkat ke Mekkah untuk menambah Ilmu Pengetahuannya, Setelah Tgk H Hanafiah wafat
(1964) Pesantren tersebut dipimpin oleh salah seorang menantu beliau yaitu Tgk H Abdul `Aziz
Bin M Shaleh, beliau ini adalah lulusan dari Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhan Haji
Aceh Selatan.
Semenjak kepemimpinan beliaulah, Pesantren tersebut terus bertambah muridnya,
terutama dari Aceh dan Sumatera dan disegi pembangunanpun mulai diadakan perobahan dari
barak-barak darurat kepada asrama semi permanen berlantai 2 dan asrama permanen berlantai
3, Untuk pelajar puteripun dibangun asrama berlantai 2 yang dapat menampung 150 orang di
lantai atas sedangkan dilantai bawah digunakan untuk musalla.
Setelah Tgk H Abdul `Aziz Bin M Shaleh wafat (1989) dengan hasil kesepakatan para
Alumni dan Masyarakat, Pesantren tersebut dipimpin oleh salah seorang menantunya yaitu Tgk
H Hasanoel Basry Bin H Gadeng, Beliau adalah lulusan Pesantren itu sendiri (Ma`hadal Ulum
Diniyah Islamiyah Mesjid Raya Samalanga Kabupaten Bireuen), dimasa kepemimpinan
beliaupun Pesantren tersebut makin bertambah pula muridnya, baik dari dalam maupun dari
luar Provinsi Aceh, yang sa`at ini sudah mencapai 1.979 orang santri, terdiri dari 1.269

4
santriwan dan 710 santriwati, serta dibantu oleh 185 orang dewan guru, 126 orang guru tetap
dan 59 orang guru cadangan, terdiri dari (175 orang guru laki-laki dan 10 orang perempuan).
Jumlah keseluruhan santriwan dan santriwati serta dewan Guru 2.164.
Lembaga Pendidikan Islam Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah hingga sa`at ini telah
banyak menghasilkan Alumni yang sebahagian dari mereka ada yang melanjutkan studynya,
baik di dalam maupun di luar negeri, dan ada pula yang sudah berkerja di Lembaga Instansi
Pemerintah dan juga yang berwiraswasta. Dan banyak pula dari alumni ini yang mendirikan
pesantren adalah serta ada pula yang berkarya mendirikan Pesantren di daerah mereka
masing-masing. Jumlah cabang pesantren MUDI Mesra sampai saat ini lebih dari 400 pesantren.

2. Pesantren Dayah Teungku Chik Tanon Abee Tertua Se - Asia Tenggara


Aceh Besar-Dayah (Pesantren) Teungku Chik Tanoh Abee, yang terletak di Kecamatan
Seulimuem, Kabupaten Aceh Besar, adalah salah satu pesantren tertua yang ada di Wilayah Asia
Tenggara. Dayah ini didirikan pada masa Kesultanan Iskandar Muda, tepatnya pada tahun 1625
M. Dayah yang hingga kini masih bernuansa tradisional ini didirikan pada masa Khalifah
Utsmaniayah, oleh seorang ulama asal Bagdad yang bernama Fairus Al Bagdady. Saat itu, ulama
asal negeri yang sering disebut Negeri seribu satu malam ini, hijrah ke Aceh menyebarkan
agama Islam bersama tujuh orang saudaranya.
“Dayah ini didirikan pada masa Sultan Iskandar Muda meminpin kerajaaan Aceh,” sebut
Tgk Ridwan Tanoh Abee, Wakil Pimpinan dayah Tgk Chik Tanoh Abee, Jumat (20/9) malam, di
rumahnya yang berada di Komplek dayah tersebut.
Semula, dayah Teungku Chik Tanoh Abee didirikan hanya berupa surau kecil di Data
Sigeupoh, sekitar 4 kilo meter dari lokasi dayah Teungku Chik Tanoh Abee saat ini.
Di tempat tersebut, selain digunakan sebagai tempat menyebarkan ilmu agama, juga dijadikan
sebagai tempat eksekusi hukuman cambuk bagi masyarakat yang melanggar ketentuan Syariat
Islam di masa itu. Seiring berjalannya waktu, dayah yang semula berada di Data Sigeupoh
akhirnya dipindahkan ke kawasan perkampungan warga. “Di tempat pertama didirikan tidak
ada sumber air. Dan dipindahkan ke tempat sekarang ini,” ujar Tgk Ridwan.
Dayah yang telah mampu mencetak berbagai santri yang tersebar di berbagai pelosok
ini, pernah dipimpin oleh sejumlah ulama lain setelah pendirinya kembali ke negaranya saat
memasuki usia tua.
Namun, dayah ini mencapai puncak kejayaan pada masa pimpinan Syeikh Abdul Wahab
yang lebih dikenal dengan Teungku Chik Tanoh Abee. Sehingga, dayah tersebut lebih dikenal
dengan sebutan dayah Teungku Chik Di Tanoh Abee..
“Dayah ini berjaya pada masa Syeikh Abdul wahab, makanya dayah ini diberi nama
dayah Teungku Chik Tanoh Abee. Selain sebagai tempat pembentukan karakter ulama, semasa
kepemimpinan Teungku Chik Tanoh Abee, daya ini juga dijadikan tempat berkumpulnya ulama
Aceh seperti Teungku Chik Ditiro dan beberapa ulama lainnya untuk bermusyawarah dan
mengatur strategi melawan kolonial Belanda,” terangnya.
Setelah meninggal Teungku Chik Tanoh Abee pada tahun 1894, Dayah yang berjarak
sekitar 42 kilometer ke arah Timur Kota Banda Aceh, atau sekitar 7 km ke pedalaman sebelah
Utara ibukota Kecamatan Seulimum ini, dikelola secara turun temurun.
Dari Syeikh Abdul Wahab, kemudian diteruskan kepada Syeikh Muhammad Sa’id. Dari
Muhammad Sa’id pesantren ini diurus oleh Syeikh Muhammad Husen, kemudian Teungku
Muhammad Ali, hingga kemudian jatuh kepada teungku Muhammad Dahlan atau yang lebih
dikenal Abu Dahlan Tanoh Abee. Semasa kepemimpinan Abu Dahlan, yakni pada tahun 1984
hingga 2007, dayah ini kembali mencapai puncak kejayaan. Ribuan santri dari berbagai pelosok
menuntut ilmu di Dayah tersebut. Tak sedikit diantara santri dari dayah Tgk Chik Tanoh Abee
tersebut yang telah mendirikan pondok pesantren sebagai wadah memanfaatkan ilmu yang
didapatnya.
Setelah Abu Dahlan meninggal dunia pada tahun 2007 lalu, dayah tersebut saat ini
dikelola oleh istrinya yang oleh kalangan masyarakat atau santri kerap dipanggil Ummi. Dalam
mengelola dayah, Ummi dibantu oleh Teungku Ridwan Tanoh Abee yang tidak lain adalah
menantunya.

5
3. Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru (SUMUT)
Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru merupakan salah satu pondok pesantren
yang terletak di kabupaten Mandailing Natal dan berlokasi di desa Purba Baru kecamatan
Lembah Sorik Marapi kabupaten Mandailing Natal, merupakan salah satu pesantren tertua di
pulau Sumatera dengan usia sekitar 1 abad dan telah banyak mencetak ulama di Indonesia.
Sejarah Berdiri
Ponpes Musthafawiyah yang lebih dikenal dengan nama Pesantren Purba Baru didirikan
pada tahun 1912 oleh Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily. Pesantren
ini berlokasi di kawasan jalan lintas Medan - Padang , desa Purbabaru Kabupaten Mandailing
Natal (MADINA), Sumatera Utara, Indonesia.
Sang pendiri dan pengasuh pertama, yang belajar ilmu agama selama 13 tahun di Makkah itu,
meninggal pada November 1955. Pimpinan pesantren berpindah kepada anak lelaki tertuanya,
H. Abdullah Musthafa.
Pada tahun 1960 dibangun ruang belajar semipermanen. Pada tahun 1962, ruang
belajar yang dibangun dari sumbangan para orang tua santri berupa sekeping papan dan
selembar seng setiap orangnya ditambah tabungan H. Abdullah Musthafa Nasution. Bangunan
ini diresmikan Jenderal Purnawirawan Abdul Haris Nasution. Para santri putra dilatih
kemandiriannya dengan membangun pondok tempat tinggal mereka. Ribuan pondok yang
terhampar di Desa Purbabaru ini menjadi pemandangan unik di jalan lintas Sumatera. Lama
pendidikan selama 7 (tujuh) tahun di ponpes ini.
Para alumni banyak bertebaran di seluruh Indonesia, khusunya di Sumut, Sumbar, Aceh, Riau.
Di antara mereka ada juga yang melanjutkan studi ke Mesir, Suriah, Yordania, India, Makkah,
Maroko, Sudan, Pakistan.
Sistem
 Pengasuhan Santri.
o Di pesantren ini para santri menempati pondok-pondok kecil yang ditata
sederhana sebagai tempat tinggal sekaligus berlatih dan menuntut ilmu agama
islam[2].

Daftar Nama Pimpinan Pesantren


1. Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily (1912-1955)
2. Syeikh Abdullah Bin Musthafa binHusein Nasution (1955-)
3. H. Bakri bin Abullah bin Musthafa Bin Husein bin Umar Nasution (pengasuh saat ini)

4. Pondok Pesantren Darul Arafah Raya Deli Serdang (Sumut)

Upaya Cetak Pemimpin Nasional Juni 1983 untuk pertama kalinya H Amrullah Naga
Lubis mengunjungi Pondok Modern Gontor. Saat itu ia mengantarkan salah seorang anaknya
untuk menjadi santri di pondok yang didirikan oleh tiga bersaudara yaitu KH Imam Zarkasyi,
KH Ahmad Sahal, dan KH Zainuddin Fananie. Sejak itulah Naga, sapaan H Amrullah Naga Lubis,
sering berkunjung ke Gontor untuk menengok sang putra.
Dalam satu kesempatan bersilaturrahim ke rumah Dr KH Abdullah Sukri Zarkasyi, salah
seorang pimpinan Pondok Modern Gontor, Naga memperoleh informasi bahwa jumlah calon
santri dari Sumatera Utara hanya 200 orang. Tentu saja jumlah ini amat kecil dibanding dengan
jumlah siswa beragama Islam di Sumatera Utara. Dari jumlah itu hanya 20 orang saja yang
berhasil masuk atau lulus menjadi santri Gontor. Sedangkan yang lainnya terpaksa menjadi
santri di pondok pesantren lainnya di Jawa.
Kiai Syukri juga menuturkan bahwa di masa silam para pelajar dari Jawa berangkat ke Sumatera
untuk mengaji atau menjadi santri. Termasuk KH Imam Zarkasyi yang belajar di Padangpanjang,
Sumatera Barat. Tapi kini sebaliknya, putra Sumatera datang ke Jawa untuk menjadi santri.
Di sisi lain, ada keharuan di hati Naga melihat anak-anak yang baru tamat SD/MI sudah
harus berpisah sedemikian jauhnya dari orangtua dan keluarganya. “Mereka yang tidak lulus

6
masuk Gontor menangis dan lebih memilih mencari pesantren di Jawa ketimbang pulang ke
Sumatera,” ujar pria kelahiran Kotanopan, 9 Desember 1940.
Fenomena atau peristiwa-peristiwa di atas menyemangati Naga untuk mendirikan
pesantren di Sumatera. Maka tepat 17 Agustus 1985 ia mendirikan Pondok Pesantren
Darularafah Raya di atas lahan 2 hektar di Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten
Deli Serdang, sekitar 26 km dari Medan.
Di tahun pertamanya, Pesantren Darularafah Raya telah menerima sekitar 120 santri
putra. Pada saat itu Pesantren Darularafah memang pesantren khusus putra. Dalam
perkembangannya kemudian, tepatnya mulai tahun ajaran 1995–1996, pesantren ini juga
menerima santri putri yang disebut “Dyah” (yang berarti Puteri Bangsawan). Dengan memakai
jenjang pendidikan formal SMP dan SMA, Pesantren Darularafah khusus puteri lebih dikenal
dengan nama “Galih Agung” (dalam bahasa Jawa kuno berarti Jiwa yang Agung).
Santri dan Dyah Pesantren Darularafah diharuskan memiliki tiga karakter yang menjadi
ciri mereka. Yaitu, memiliki akhlak yang baik, mempunyai kemampuan berbahasa Arab dan
Inggris, serta kualitas ibadah yang dapat diandalkan. Santri dan Dyah Pesantren Darularafah
ditempa dengan disiplin dan kasih sayang para pengasuhnya sehingga diharapkan mereka
mampu menjadi contoh di tengah-tengah masyarakat nantinya.
Jumlah santri saat ini 1965 orang. Sebanyak 800 di antaranya santri perempuan. Mereka
berasal dari Medan dan sekitarnya, Aceh, Riau, Lampung, Jambi, Batam, dan Jakarta. Bahkan dua
tahun lalu ada dari Malaysia. Mereka menempuh pendidikan formal di jenjang TK, SD, SMP,
MTs, SMA, MA, dan STAI Darularafah. Jenjang SMP dan SMA khusus untuk putri, sedangkan MTs
dan MA untuk putra. Santri jenjang TK dan SD tinggal di luar pondok, di rumah masing-masing.
Santri yang mukim di pondok dikenai biaya Rp 550 ribu per bulan. Biaya ini sudah termasuk
uang asrama, makan tiga kali sehari, dan biaya pendidikan. Setiap tahun Pesantren Darularafah
menerima 500 santri baru. Sebanyak 60 persennya santri laki-laki. Bekerjasama dengan Pondok
Modern Gontor Ponorogo dalam pengadaan tenaga pengajar dan kurikulum, Pesantren
Darularafah kini telah menjelma menjadi salah satu pesantren yang diakui oleh masyarakat
Sumatera Utara.
Lahan milik pesantren yang semula hanya 2 hektar kini berkembang menjadi 80 hektar.
Seluas 20 hektar digunakan untuk pendidikan, sekolah dan pesantren, sedangkan 60 hektar
lainnya dimanfaatkan untuk berbagai unit usaha seperti perkebunan cokelat, sawit, karet,
budidaya ikan air tawar, dan ternak ayam.
Naga ingin mencetak sumberdaya manusia (SDM) berkualitas melalui pesantren. “Saya ingin
nanti lahir para pemimpin negeri, para jenderal, dari lulusan pesantren ini,” harapnya.
Karena itulah kurikulum Pesantren Darularafah diramu dari beberapa kurikulum, yaitu
kurikulum Pondok Modern Gontor, kurikulum nasional, dan kurikulum Universitas al-Azhar
Mesir. Aktivitas santri dirancang 24 jam sehari. Mulai dari bangun tidur pukul 04.30 WIB
sampai waktu tidur malam pukul 22.00 WIB.
Sementara itu kegiatan ekstrakurikuler santri meliputi olahraga (sepak bola, basket,
sepak takraw, tenis meja, dan badminton), bela diri (pencak silat dan bela diri tradisional
Jepang), kesenian (tari tor-tor, kaligrafi, teater, drumband, nasyid, angklung, seni baca Qur’an),
Pramuka (wajib bagi seluruh santri), dan muhadharah.
Para santri Darularafah cukup berprestasi di bidang ekstrakurikuler ini. Mereka antara
lain menjadi juara pertama lomba pidato bahasa Inggris tingkat nasional di Surabaya (2011),
dan juara 2 pencak silat nasional. “Sejak tahun 1998 kami langganan ikut pencak silat di SEA
Games,” terang Idat Darussalam MA, Kepala Biro Pendidikan dan Pengajaran Pesantren
Darularafah Raya.
Menurut alumnus Pondok Modern Gontor 1989 itu, kegiatan ekstrakurikuler
merupakan salah satu kegiatan penunjang utama di Pesantren Darularafah. Aktivitas ini
diyakini dapat membuat betah para santri dan dyah. Sedangkan prestasi yang diraih santri
dapat mengharumkan nama Pesantren Darularafah di mata masyarakat.
Namun, prestasi yang diraih takkan berarti tanpa diperkuat dengan amal ibadah. Para santri
dan dyah Pesantren Darularafah dituntut dapat menjalankan ibadah amaliah dengan baik dan

7
benar tanpa menganut satu madzhab tertentu, agar mereka dapat menjalankan ibadah tanpa
ada pertengkaran madzhab yang dianut.
Selain itu ada kelompok kursus bahasa Arab, Inggris, dan Mandarin. “Santri perlu
dibekali dengan bahasa Mandarin agar mereka bisa berdakwah dan berniaga dengan orang-
orang Cina yang menguasai perekonomian di Medan,” ujar Naga.

5. Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul Iman Pekan Baru.


Pondok Pesantren Al-qur’an Assalafi Nurul Iman secara geografis dan administrative
terletak di jalur III/ Jln Nurul Iman Desa Sumber Makmur Kecamatan Tapung Kabupaten
Kampar Propinsi Riau. Sebuah Desa Eks Binaan Transmigrasi yang diserahkan kepada
Pemerintah Daerah tahun 1995, yang penduduknya adalah petani dan berkebun Kelapa Sawit
yang sedang mengalami pertumbuhan relative cepat. Sejalan dengan itu Pon Pes Nurul Iman
diharapkan sebagai salah satu lembaga pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap terhadap pendidikan keagamaan yang murah dan terjangkau.
 
a. Sejarah Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul Iman.
Pesantren ini mulai dirintis pada tahun 2004 oleh Kyai M. Habiburrohman, dan Kyai
Ismartoyo. Pada awalnya hanya merupakan kelompok pengajian yang menampung 10 s/d 15
anak, kemudioan pada awal tahun 2006 Kyai M. Habiburrohman dan Kyai Ismartoyo
pendekatan kepada salah seorang tokoh masyarakat yaitu H. Abdul Hadi untuk membicarakan
bagaimana di Desa ini didirikan Pesantren, lalu oleh H. Abdul Hadi ditanggapisecara positif dan
beliau mendukung dan setelah itu beliau menghibahkan sebagian tanahnya untuk didirikan
Pondok Pesantren. Kemudian pada bulan maret 2006 berdirilah Pondok Pesantren yang
awalnya santri-santrinya hanya berasal dari Desa Sumber Makmur Kecamatan Tapung. Dan
sekarang santri-santri terus bertambah sehingga tidak hanya dari Desa Sumber Makmur saja
melainkan juga dari Desa dan kecamatan sekitar, bahkan saat ini ada juga santri yang berasal
dari luar Propinsi Riau.
 
b. VISI MISI PONDOK PESANTREN ALQUR’AN ASSALAFI NURUL IMAN.
Visi utama Pon-Pes Nurul Iman adalah untuk mencetak generasi Pejuang Berilmu,
Beriman, Berwawasan Luas dan Berakhlakul Karimah.
Adapun Visi dan Misi Pondok Pesantren Nurul Iman adalah menyelenggarakan Lembaga
Pendidikan Agama yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat, satu hal yang melekat
pada Pondok Pesantren Nurul Iman adalah sebagaimana Pesantren lain yang berkomitmen dan
bertanggung jawab social dalam praktek pendidikannya. Oleh karena itu Pon-Pes Nurul Iman
samoai saat ini mengutamakan dalam menampung kalangan masyarakat kurang
mampu/keluarga ekonomi lemah, anak Yatim, Pitau dan Yatim Piatu.
c. Kepengurusan.
Kepeengurusan Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul Iman sebagai berikut :
1. Penasehat : Ny Hj SITI BACHRIYAH
2. Pengurus :
a. Pengasuh : M. HABIBURROHMAN
b. Pimpinan : ISMARTOYO
c. Sekretaris : M. SOBIRIN
d. Bendahara : M. MUNAWIR
e. Koordinator santri : ABDULLOH
f. Keamanan : HARUN ARROSYID
 

8
d. Keadaan Dan Kegiatan Santri.
Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul Iman dalam perjalanannya sampai saat ini
mempunyai 100 anak yang terdiri dari :
1. 57 Santri Putra
2. 43 Santri Putri
Santri-santri tersebut berasal dari sekitar Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul
Iman, dan desa-desa sekitar dalam kecamatan Tapung dan luar Kecamatan Tapung. Kegiatan
santri antara lain Madrasah Diniyah Awaliyah ( MDA ) yang dilaksanakan pada jam 14.00 WIB
sampai dengan menjelang waktu sholat maghrib.
Kegiatan-kegiatan santri tersebut selain MDA antara lain pengajian Al-qur’an yang
dilaksanakan setelah jama’ah sholat maghrib, sawir ( musyawarah ) yang dilaksanakan sesudah
makan malam sampai pukul 10 malam dan kegiatan-kegiatan tambahan seperti Tiba’an (Al-
barjanji), Pidato (khitobah), pengajian kitab-kitab kuning yang disampaikan lagsung oleh
pengasuh serta istighosah. (dokumentasi terlampir).
 
e. Sarana dan Prasarana.
Sarana dan prasarana yang sudah dimiliki Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul
Iman memiliki sarana dan prasarana antara lain :
1. Musholla (surau) dengan ukuran 14 x 14m.
2. Asrama putra dan MCKnya.
3. Asrama Putrid an MCKnya.
4. Kamar untuk Ustadz.
5. Tempat untuk olahraga.
6. Ruang kantor dan perlengkapannya.
7. Dapur umum.
8. 2 buah sumur gali.
Sedangkan sarana dan prasarana yang akan dipenuhi guna melengkapi kebutuhan
Pondok Pesantren antara lain :
1. 3 (tiga) local ruang kelas.
2. 1 (satu) ruang (aula) pertemuan.
3. 1 (satu) unit computer.
4. 1 (satu) ruang praktek ketrampilan.
 
f. Sumber Dana.
Sumber dana Pondok Pesantren Alqur’an Assalafi Nurul Iman yang dipergunakan untuk
operasional dan memenuhi prasarana diperolah dari :
1. Inayah (iuran) dari wali santri.
2. Sumbangan dari luar yang tidak mengikat.
3. Bantuan dari Pemerintah.

6. Pondok Modern Al Kautsar (Pekan Baru)


Berlokasi di Jalan Hang Tuah Km 6,5 Sail, Bukitraya, Pekanbaru, Riau itu.
Berdirinya AL-KAUTSAR tentu saja tidak terlepas dari ide serta perenungan seorang
wakif yakni H Syarifuddin Rasyid. Di penghujung tahun 1983, Ia bertekad mendirikan ponpes
karena merasa terilhami firman Allah Surat al-Hujurat Ayat 15. Maka dengan penuh keikhlasan
ia mewakafkan tanahnya seluas dua hektar untuk dijadikan pondok pesantren. Namun saat itu
terkendala oleh ketiadaan sumber daya manusia yang bersedia menjadi guru dan pengasuh
pondok.

9
Syarifuddin tidak putus asa, ia terus menyosialisasikan pentingnya mendirikan ponpes
diberbagai kesempatan khususnya kepada para orang tua santri Gontor yang tergabung dalam
Posgori (Persatuan Orang Tua Santri Gontor Riau). Akhirnya pada di penghujung 1988, gayung
bersambut, ia bersama Posgori mendirikan Yayasan Dakwah Budaya Islamiyah Riau.
Kemudian, ia bersama beberapa anggota yayasan menghadap KH Abdullah Syukri
Zarkasyi, Pimpian Pondok Modern Gontor Ponorogo, untuk mengajukan permohonan bantuan
tenaga pengajar. Alhamdulillah, pada 2 Mei 1988 Al Kautsar resmi berdiri sebagai ponpes.
Santri angkatan pertama berjumlah delapan orang yang dibina oleh tiga tenaga
pendidik alumni Gontor. Pada periode ini pembinaan santri diarahkan untuk persiapan
mengikuti ujian masuk Gontor. Oleh karena itu kurikulum yang diterapkan hanya meliputi
beberapa bidang studi yang dijadikan materi ujian masuk Kulliyatul Mu'allimin Al Islamiyah
(KMI) Pondok Modern Gontor. Jumlah santri Al Kautsar pun semakin meningkat. Sehingga pada
1993 diubahlah orientasi pesantren menjadi lembaga pendidikan yang mengajarkan berbagai
kurikulum pondok pesantren modern sebagaimana Gontor. Perubahan ini diikuti perubahan
struktur yayasan untuk efektifitas pengelolaan pesantren Al Kautsar ke depan dan berganti
nama menjadi Yayasan Balai Pendidikan Al Kautsar.
Binaan Gontor
Kemudian pada 1993 Pondok Modern al-Kautsar menjadi Pontren binaan Pondok
Modern Gontor di bawah kepemimpinan Ust Abdurrahman Qaharuddin. Ini ditandai dengan
dibukanya program Tsanawiyah dan diikuti program Aliyah tahun 1994. Hal ini dilakukan
untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada alumni KMI agar dapat melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi baik swasta maupun negeri. Penerapan kurikulum KMI dan
Depag dilakukan secara integral. Hingga sekarang Pondok Modern Al-Kautsar di pimpin oleh
Ust. Muhammad Hanif, S.H.I. dan akan terus berkembang sampai sekarang.
STATUS LEMBAGA 
Pondok Modern AL-KAUTSAR berstatus swasta penuh yang merupakan wakaf Bapak H.
Syarifuddin Rasyid seluas 2 Ha dan dikembangkan di bawah Yayasan Balai Pendidikan Pondok
al-Kautsar dengan akte notaris No. 59 Tanggal 17 Januari 1995. Berorientasi integral pada
sistem Pendidikan Pondok Modern Gontor dan sistem Pendidikan Nasional.
VISI, MISI, DAN TUJUAN
Visi: Sebagai Pusat Pendidikan Islam, Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat yang
Berjiwa Pesantren tahun 2020.
Misi:
1. Melaksanakan pendidikan untuk membentuk pribadi yang berbudi tinggi, berbadan
sehat, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas.
2. Melakukan pendalaman dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman.
3. Melakukan pemberdayaan masyarakat yang sinergi, partisipatif, dan kooperatif dalam
bidang keagamaan, ekonomi dan sosial-budaya.
Tujuan:
1. Membentuk pribadi yang berjiwa Ikhlas, sederhana, mandiri, ukhuwah islamiyah, dan
bebas serta berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas.
2. Membentuk milieu yang mampu mengkaji, mendalami dan mengembangkan ilmu-ilmu
keislaman berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
3. Membentuk masyarakat Islam yang dinamis, partisipatif dan kooperatif dalam bidang
keagamaan, ekonomi dan sosial-budaya.

7. Pondok Pesantren Darul Furqan (Kepulauan Riau)


Alamat : Jl. Pendidikan Sawang Laut Kec. Kundur Barat Kab. Karimun
Propinsi:Kepulauan Riau.
Pondok Pesantren Darul Furqan merupakan satu dari beberapa Pondok Pesantren yang
berada di Kabupaten Karimun, dengan pendekatan pendidikan ke pendidikan agama. Pendirian
Pondok Pesantren ini sangat didukung oleh pemerintah daerah dimana Pemerintah Daerah
Kabupaten Karimun Memiliki visi untuk mengembangkan agama dengan Rencana Strategis
(Renstra) yang dikenal dengan 4 (Empat) Azam Kabupaten Karimun, yaitu : 1) Sumber daya

10
manusia 2) Iman dan Taqwa 3) Seni dan Budaya 4) Perekonomian berdimensi kerakyatan Dari
Renstra 4 azam Kabupaten Karimun tersebut, untuk pengembangan agama juga masuk didalam
rencana kerja Pemerintah Daerah sehingga kita patut untuk mensyukuri serta mendukung
sepenuhnya upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Awal berdirinya Pondok Pesantren
Darul Furqan ini merupakan implikasi dari semakin cenderungnya masyarakat Kabupaten
Karimun pada umumnya dan Pulau Kundur pada khususnya pada hal-hal yang negatif, seperti
semakin maraknya perjudian, prostitusi, menurunnya ahklakul karimah dan lain-lain. Sehingga
dari keadaan yang terjadi yang telah diutarakan diatas berinisiatiflah para tokoh agama dan
tokoh masyarakat Pulau kundur untuk mendirikan sebuah Pondok Pesantren yang bertujuan
untuk pengembangan pendidikan dan penyelamatan anak-anak negeri.
Sebelum Pondok Pesantren Darul Furqan didirikan, para tokoh masyarakat yang
berjumlah 9 (sembilan) orang mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Al
Mannan yang berdiri dengan Akte Pendirian Nomor 01 tanggal 02 April 2002 pada kantor
Notaris Abdul Rahman, SH, SH Notaris di Tanjung Pinang dengan kantor pusat yayasan di Jl.
Diponegoro, No. 393 Tanjungbatu Kota Kec. Kundur Kab. Karimun Prov. Kepulauan Riau, No.
Telp. (0779) 21348 Kode Pos 29662 dan kantor perwakilan di Jl. Pendidikan. Sawang Laut. Kec.
Kundur Barat Kab. Karimun Provinsi Kepulauan Riau, HP. 081264675595 Kode Pos 29662.
Para pendiri Yayasan Al Mannan adalah : H. Abdul Manan Asngari, H. Ambok Salima, H. Aunur
rafiq, S.Sos, H. Alwi Hasan, A.Md, H. Selamat Ismail, BA, H. Muhammad Taufiq, H. Raja
Muhammad, H. Abu Bakar, Muhammad Farida Syahdu, SP Dari 9 orang tokoh pendiri yayasan
tersebut dipilihlan Bapak H. Manan Asngari sebagai ketua Yayasan Al Mannan untuk melakukan
program-program yayasan selanjutnya. Kemudian dibawah payung hukum Yayasan Al Mannan,
didirikanlah Pondok Pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Darul Furqan yang
dipimpin oleh Bapak H. Ambok Salima, Pondok Pesantren Darul Furqan resmi mulai beroperasi
pada tanggal 17 Juli 2003 bersamaan dengan awal tahun ajaran baru, dimana pada waktu itu
berdirilah sebuah sekolah tingkat pertama yang dikenal dengan SLTP Darul Furqan dengan izin
operasi dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karimun nomor 678/TU/420
Tanggal 20 Mei 2003 dengan status terdaftar, sejak dikeluarkanya izin operasional Yayasan Al
Mannan menunjuk Bapak Agusriono, A.Md menjadi Kepala Sekolah SMP Darul Furqan dibawah
bimbingan sekolah pembina SMPN 2 Kundur yang dipimpin oleh Bapak Nuryanto, A.Md.Pd.
Pondok Pesantren ini beralamat Jl. Pendidikan Sawang Laut. Kec. Kundur Barat. Kab. Karimun
Provinsi Kepulauan Riau, HP. 081364675595 Kode Pos. 29662. Kampus Pondok Pesantren
Darul Furqan adalah tempat yang kondusif, tenang dan alami serta cocok untuk tempat belajar
dengan kondisi alam pertanian.
Pengasuh pesantren ini adalah H. Abdul Manan Asngari, H. Ambok Salima, H. Aunur
rafiq, S.Sos, H. Alwi Hasan, A.Md, H. Selamat Ismail, BA, H. Muhammad Taufiq, H. Raja
Muhammad, H.Abu Bakar, Muhammad Farida Syahdu, SP, H. Abdul Wahab, S.Ag.

8. Kepulauan Riau

9. Pesantren Darul Ulum Nabundong (Padang)


Description:
Pondok Pesantren Darul Ulum Nabundong merupakan salah satu Pondok Pesantren
yang tertua di Sumatera Utara, Pondok Pesantren ini terletak dipinggiran Hutan Nabundong
Desa Gunung Tua Julu, Padang Lawas Utara, Pondok Pesantren ini didirikan pada tahun 1925 di
Gunung Tua Julu yang sampai saat ini masih utuh dan eksis di dunia pendidikan, oleh karena
itulah peneliti tertarik untuk meneliti tentang sejarah Pesantren tersebut, karena usianya sudah
lebih dari 50 tahun maka sudah tercatat sebagai sejarah. Dengan demikian jenis Penelitian ini
adalah Penelitian lapangan dengan Metode Deskriptif Kualitatif yang bertujuan untuk
mengetahui latar belakang Pondok Pesantren Darul Ulum Nabundong yang merupakan sumber
sejarah serta dokument, arsip, peninggalan - peninggalan yang terdapat di Pondok Pesantren
Darul Ulum Nabundong Gunung Tua Julu, Padang Lawas Utara. Untuk memperoleh data
tersebut, penulis menggunakan metode Deskriptif Kwalitatif. Disamping itu penulis juga

11
menggunakan penelitian pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan
topik penelitian ini.
Sementara metode yang di gunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh data Pondok
Pesantren Darul Ulum Nabundong didirikan pada tahun 1925 di Gunung Tua Julu. Pondok
Pesantren Darul Ulum Nabundong didirikan oleh seorang tokoh ulama di Kabupaten Tapanuli
Selatan, yaitu oleh Syekh Ahmad Daud Siregar pada tahun 1925. Beliau dikenal sebagai seorang
alim dan tertarik dengan dunia Pendidikan Islam. Sesuai pada zamannya dimana Indonesia
belum merdeka ketika masih berada pada masa penjajahan Belanda, beliau memandang bahwa
pembangunan bangsa sangat penting dilakukan dengan cara pendidikan. Pondok Pesanten
Darul Ulum Nabundong pada awal berdirinya di pimpin oleh Syekh Ahmad Daud dan kemudian
dilanjutkan oleh anak beliau yang bernama H. Daud Ahmad Siregar. Dalam perkembangannya
kepeminpinan Pondok Pesantren kembali berganti yaitu digantikan oleh cucu pendiri Pondok
Pesantren yang bernama Baharuddin Siregar. Namun karena ketidak mampuan baharuddin
dalam meminpin Pondok Pesantren kepeminpinan kembali berganti yaitu digantikan oleh
adiknya yang bernama Hasyim Siregar sampai sekarang.

10. Pondok Pesantren Thawalib Gunung (Padang)


Awal mula sejarah Sumatra Thawalib tidak bisa dipisahkan dari surau dan organisasi di
Minangkabau. Surau sejak dulu dikenal sebagai tempat mengaji yang banyak terdapat didaerah
ini.
Begitu juga halnya dengan adanya Madrasah Thawalib Gunung ini, dalam
perkembanganya, tidak terlepas dari peran surau sebagai lembaga pengajian. Madrasah
Thawalib ini pada mula berdirinya sistem pelaksanaan pendidikannya adalah dengan sistem
halaqah yang diselengarakan di Mesjid. Pendidikan pada masa dulunya diselengarakan di
Mesjid Asasi yang mana mesjid ini merupakan mesjid tertua. Terwujudnya Madrasah ini
didorong oleh keinginan masyarakat dan juga di daerah ini belum ada lembaga pendidikan
Islam, sedangkan didaerah ini terdapat mesjid nagari dan adanya putra-putri Gunung yang telah
menamatkan pendidikannya pada perguruan Thawalib Parabek.
Atas kerja sama pemuka masyarakat dan alim ulama, diadakanlah musyawarah untuk
mendirikan sebuah sekolah agama di Gunung, maka musyawarah tersebut berhasil
mencetuskan berdirinya sebuah “Madrasah Islamiyah Gunung” yang bertempat di Kelurahan
Sigando kenegarian Gunung.
Pada tanggal 22 April 1921 diresmikan Madrasah Islamiyah tersebut serta diangkat
sebagai pimpinan pada waktu itu Buya H. Syu’ib El Yutusi. Anggota musyawarah tersebut
menamakan dirinya dengan Badan Pembina Penyantun Madrasah (BPPM). BPPM membentuk
pengurus inti Madrasah yang diambilkan dari orang-orang yang berjasa terhadap berdirinya
Madrasah ini antara lain:
1.      D. Dt. Tumbijo 9.    H. Syu’ib El Yutusi
2.      Khatip Ali 10.  Imam Kayo (Syahbidin)
3.      Manan 11.  H. Shaleh
4.      St. Majolelo 12.  H. Humammad Ali
5.      St Kerajan 13.  H. Abbas
6.      St. Mangkuto 14.  Imam Rasyid
7.      Ummi 15.  Labai Sati
8.      Rami 16.  St. Buyung

Kesemua orang-orang yang berjasa dalam mendirikan Madrasah Thawalib Gunung


sekarang telah tiada.

12
Adapun tujuan berdirinya Madrasah ini adalah:”Untuk memberikan pendidikan agama
pada para putra-putri Gunung khususnya Indonesia umumnya. Sekitar tahun 1925 sistem
pendidikan halaqah diganti dengan klasikal dengan mengadopsi pada sekolah Diniyah yang
didirikan oleh Zanuiddin Labai Al Yunusi. Dialah orang petama mendirikan sistem berkelas
dengan kurikulum yang lebih teratur dan mencakup didalamnya pengetahuan umum seperti:
Bahasa, Matematika, Sejarah, Ilmu Bumi di samping pelajaran agama lainnya dipimpin oleh
Buya H. Syamsuddin. Pada tahun 1957 pimpinan digantikan oleh Buya H. Zainal Abidin.
Dari tahun 1958-1961 sekolah dalam keadaan darurat karena terjadinya pengolahan
daerah (PRRI) Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, sehingga Madrasah ini ditutup
segala kegiatannya. Pada awal tahun 1962 Madrasah Thawalib mulai hidup kembali setelah
istirahat selama + 3 tahun lamanya karena keadaan yang tidak aman tersebut. Dari tahun 1962-
1965 Thawalib mulai berkembang secara berangsur-ansur dan pelajar berdatangan dari negri
yang berdekatan seperti Batipuh dan X Koto dan daerah lainnya dan jumlah murid pun makin
hari makin meningkat
Pada tahun 1969 terjadi perubahan besar pada tingkat Qismul ‘Ali dimana Depertemen
Agama menegerikan menjadi Madrasah Aliyah Agama Islam (MANIN). Setelah mengadakan
persidangan pengurus, pemuka Masyarakat dan Alim Ulama dan Cerdik Pandai Gunung yang
bersidang sampai 9 kali maka pada sidang terakhir diputuskan bahwa uluran tangan
pemerintah diterima dengan beberapa syarat-syarat tertentu.
Pada tahun 1972 diadakan musyawarah Madrasah Thawalib/Diniyah se-Sumatra Barat
di Padang Panjang mengenai kurikulum/pendidikan/pengajaran. Rencana pengajaran atau
Diniyah ada tingkat pertama dan ada tingkat atas. Pada tanggal 12 September 1968 dikeluarkan
SK Menteri Agama No: 209 yang menetapkan di antaranya: Al-Qismul Ali Gunung menjadi
Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN) Gunung Padang Panjang.
Tahun 1973-1975 oleh karena Buya H. Zainal Abidin telah diangkat pemerintah menjadi
kepala di MAAIN maka pimpinan Thawalib diwakilkan pada Buya Ramli Majid Labai Rajo Nan
Sati.
Berdasarkan hasil sidang pengurus Madrasah Thawalib pada bulan Desember 1977
menjelang ditetapkannya Kepala Thawalib yang sebenarnya, maka Januari 1978 Buya
Syarifuddin diangkat sebagai pejabat sementara Madrasah Thawalib Gunung Padang Panjang.
Kemudian pada tahun 1979 sampai dengan 1983 pimpinan Thawalib dipegang oleh Buya Ramli
setelah itu Dt. Panduko Sinaro sampai tahun 1984. Pada tahun 1984 Madrasah Thawalib
berubah menjadi Madrasah Thawalib Gunung Padang Panjang yang setingkat dengan
Tsanawiyah Negeri dan lama pendididikan selama tiga tahun.

11. Pondok Pesantren Sa’adatuddaren (Jambi)


Adalah KH. Abdul Majid setelah gugurnya Sulthan Thaha Saipuddin merasa bahwa
keberadaannya didaerah Jambi mulai terancam oleh Belanda. Atas saran beberapa pihak, beliau
hijrah ke negeri Makkah Al Mukarromah, dikota suci ini beliau mengajar murid-muridnya yang
berasal dari pelbagai suku bangsa dan dari negerinya asalnyapun banyak murid-murid yang
menuntut ilmu darinya. Kelak murid-murid beliau inilah yang mendirikan beberapa madrasah
dan pondok pesantren dikawasan kota seberang, diantaranya ialah KH.Ahmad Syukur yang
mendirikan Pondok Pesantren Sa’adatuddaren. Sedangkan KH. Abdul Majid sendiri
sekembalinya dari Makkah mendirikan madrasah Nurul Iman dikelurahan Ulu Gedong yang
sekarang ini.
Seperti yang diceritakan tadi KH. Abdul Majid sukses menghasilkan tokoh-tokoh
keagamaan di Makkah, salah seorang anak didiknya yaitu KH. Ahmad Syukur setelah cukup
lama menimba ilmu, akhirnya kembali kenegara asalnya Indonesia, tepatnya didaerah kota

13
seberang yang pada masa itu lebih dikenal dengan nama Iskandariah Tahtul Yaman. Ikatan
Persaudaraan yang terjalin dari Makkah tidaklah putus setelah mereka kembali kedaerah
masing-masing, bahkan tetap terjaga dan terpelihara. Untuk menjaga kelestarian Ikatan
tersebut mereka membentuk secara Forum Persaudaraan yang diberi nama dengan Tsamaratul
Ihsan yang bergerak dibidang sosial keagamaan dan dakwah.
Forum inilah yang merupakan cikal bakal timbulnya ide untuk mendirikan Lembaga
Pendidikan Keagamaan didaerah mereka masing-masing. Barangkali timbul suatu pertanyaan
kenapa mereka tidak mendirikan satu Lembaga Pendidikan saja? Sehingga seperti yang kita
dapati dewasa ini ada beberapa pondok pesantren yang berdiri dibeberapa kawasan.
Barangkali yang bisa dikemukakan disini ialah perbedaan jarak yang cukup jauh antara satu
kampung dengan kampung yang lainnya, maka pada tahun 1915 M/1333 H atas izin Allah SWT
didirikanlah Lembaga Pendidikan Islam yang diberi nama “ Sa’adatuddaren” oleh KH. Ahmad
Syukur. Pemberian nama ini memiliki nilai filosofis tersendiri, sebab secara bahasa artinya ialah
“ Kebahagiaan Dua Negeri”. Penamaan ini menimbulkan kesan bahwa lembaga pendidikan ini
tidaklah selalu berorientasi pada kehidupan di negeri akhirat saja, tetapi kehidupan dunia tetap
mendapatkan porsi perhatian yang cukup dikalangan penduduk kampung Iskandariah. Beliau
(KH. Ahmad Syukur) lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Gemuk, karena sebutan Kiyai
tidaklah begitu populer dikalangan masyarakat Jambi pada waktu itu.
Beliau sendiri hanya sempat memimpin lebih kurang enam tahun. Pada tahun 1921
beliau wafat dalam usia terbilang muda yaitu 47 tahun. Tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh
muridnya KH. Abdurrahman yang menjabat selama lebih kurang satu tahun dan dilanjutkan
oleh murid Guru Gemuk yang lain yaitu KH. Abu Bakar Saipuddin pada tahun 1923 M hingga
masa penjajahan Jepang.
Kemudian kepemimpinan Lembaga Pendidikan ini dijabat secara berurutan oleh KH.
Abdullah Syargawi (Guru Sidol), KH. Tengku M. Zuhdy (Guru Jubah Hitam), KH. Abdul ‘Aziz
(Guru Jantan), KH. Ahmad Zaini H. Abd. Qodir ( Guru Zaini). Setelah pulang KH. M. Jeddawi Abu
Bakar dari Makkah Al Mukarromah, kepemimpinan langsung dipegang oleh KH. M. Jeddawi dan
setelah beliau wafat yaitu pada tahun 1989, kepemimpinan lembaga ini dipegang kembali oleh
KH. Ahmad Zaini dan hanya berlangsung selama delapan bulan dikarenakan kesehatan dan usia
beliau sudah lanjut, maka kepemimpinan lembaga ini dipegang oleh Ki. Abdul Qodir Mahyuddin
mulai tahun 1990 sampai dengan tahun 2003 dan dilanjutkan oleh KH. Helmi Abdul Majid
sampai saat ini.

12. Pondok Pesantren Nurul Iman (Jambi)


Pondok Pesantren Nurul Iman merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa  Sebapo   dan  sekitarnya akan
pendidikan keagamaan yang baik dan terjangkau. Pesantren ini mulai dirintis oleh Bapak Kyai
Haji Shochib dan ibu Nyai Hajjah RA Siti Bachriyach pada tahun  1996. Pada awalnya Pondok
Pesantren Nurul hanya berupa kelompok pengajian yang menampung santri lokal, anak
masyarakat setempat sebanyak 15 orang santri putra. Lama kelamaan jumlah ini  berkembang
menjadi 20 orang santri putra dan 15 orang santri putri   Daerah asalnyapun tak hanya dari
Desa Sebapo dan sekitarnya, namun juga dari Sungai Gelam, Petaling, Mersam, Sungai Bahar,
Durian Luncuk, bahkan Nipah Panjang  (Tanjung Jabung). Saat ini santri Pondok Pesantren
Nurul Iman berjumlah sebanyak 236 orang santri putri dan 215 orang santri putra yang
sebagian besar pendidikannya adalah SD, SMP, dan Aliyah
Visi dan misi utama PP Nurul Iman adalah visi pendidikan. Visi pendidikan PP Nurul
Iman adalah untuk mencetak  santri pejuang  berilmu,  berwawasan luas,  dan berakhlaqul
karimah. Satu hal yang melekat pada PP Nurul Iman adalah, sebagaimana pesantren lainnya,
yaitu komitmen sosial dalam praktek pendidikannya. Sehingga sampai saat ini PP Nurul Iman
masih tetap menampung kalangan masyarakat ekonomi lemah. Hal ini dapat dilihat dari
syahriah makannya, yang hanya Rp 75.000,- per bulan untuk tiga kali makan sehari plus SPP.
Seiring dengan semakin perkembangan jaman, untuk mengimbangi laju perkembangan jaman,
Pondok Pesantren Nurul Iman Sebapo bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Islam Al Arief
mendirikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Islam Al Arief dan Sekolah Menengah Umum

14
Islam Al Arief. Semakin tingginya animo masyarakat untuk me"mondok"kan anaknya,
sedangkan daya tampung asrama terbatas, sehingga diputuskan dibangun lagi asrama di KM 18.
Lengkap dengan faslitas penunjang seperti WC, Masjid, dan Gedung sekolah SLTP maupun SMU,
yang didirikan pada tahun 2002.
Selain mengembangkan pendidikan formal, Pondok Pesantren Nurul Iman juga
mengembangkan kegiatan pengajian pesantren. Baik untuk anak  santri maupun masyarakat
sekitar.  Pengajian untuk Pengasuh), bendahara, sekretaris, dan bidang-bidang, yang terdiri atas
pembinaan jamaah, pengasuhan santri (pendidikan), sarana dan pra sarana, dan pemberdayaan
ekonomi pesantren.
Pondok pesantren ini didirikan di dua tempat, di KM 17 yang merupakan tempat bagi
yang khusus mondok, dan KM 18 (cabang) bagi yang sekolah dan nyantri juga.
Kegiatan Pendidikan
a. Pendidikan pesantren
Pesantren Nurul Iman mengadakan pengajian kitab kuning. Pendidikan di pesantren ini
diselenggarakan secara klasikal (per kelas). Kajian khas pondok ini adalah Tahfizdul Qur'an.
Kajian lain adalah Safinatunnajah, Fathul Qorib (fiqih), Ta'limul muta'alim, Ahlaqul banin,
ahlaqul banaat, washoya abaa lil abnaa (akhlaq), Jurumiyyah, shorof (Bahasa Arab) Fasholatan,
Mar'atush sholehah, risalatul mahidz (kajian wanita) ushfuriyyah,  Durorul Bahiyyah, Tajwid,
aqidatul awam.
b. Pendidikan sekolah.
Selain menyelenggarakan pendidikan pesantren, Pondok Pesantren Nurul Iman juga
menyelenggara-kan pendidikan sekolah (formal). Pendidikan sekolah yang diselenggarakan
oleh Pondok Pesantren Nurul Iman adalah SLTP Islam Al Arief dan SMU Islam Al Arief, yang
didirikan bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Al Arief. Kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum Depdiknas, yang dipadu dengan Kurikulum Pesantren Nurul Iman, tanpa
mengurangi jam wajib kurikulum Diknas.

13. Pondok Pesantren Annakhil Darunnajah (Bengkulu)


Pondok Pesantren Annakhil Merupakan salah satu cabang yang ke-6 dari Pondok
Pesantren Darunnajah Jakarta. Pondok Pesantren Annakhil berdiri sejak 1 April 2007, yang
beralamat di jalan Dusun Sambirejo, Desa Sido Makmur, Kecamatan Teramang Jaya, Kabupaten
Mukomuko, Propinsi Bengkulu.
Pondok Pesantren Annakhil berdiri di atas tanah seluas +20 Ha. Dalam pengelolaan
lahan yang diupayakan selain sebagai lembaga pendidikan, juga dikelola sebagai
pengembangan usaha-usaha produktif. Salah satunya adalah perkebunan kelapa sawit. Lokasi
Pondok Pesantren Annakhil yang terletak di pedalaman hutan sawit menjadikan nilai tambah,
salah satunya ialah suasana yang masih kondusif, jauh dari keramaian.
Pendidikan formal yang ada di Pesantren ini yaitu, tingkat SMP dan SMK (Jurusan
Teknologi Komputer Jaringan). Seluruh santri, baik SMP maupun SMK harus mukim dan
mengikuti kegiatan serta sunnah-sunnah Pondok yang telah ditentukan oleh pengurus Pondok
Pesantren. 
Struktur Pondok Pesantren Annakhil
Ketua Yayasan: Ust. K.H. Saefuddin Arief, S.H., M.H.
Pimpinan Darunnajah Jakarta: Ust. Drs. K.H. Mahrus Amin
                                              Ust. Drs. K.H. Sofwan Manaf, M.Si.
Pimpinan Pondok Pesantren Annakhil: Ust. Andi Azis
Kepala SMK Annakhil: Ust. Fery Irawan, S.Pd.I
Kepala SMP Annakhil: Ust. Ahmad Fathullah, S.Th.I
Sekretaris Pondok Pesantren Annakhil : Ust. Ahmad Turhamun
Bendahara: Usth. Rohayati
Biro Pendidikan: Ust. Wahyudiningrat
Biro Pengasuhan Santri: Ust. Miswadi Burhan
Biro Rumah Tangga: Ust. Abdul Chalim
Biro Pembangunan: Ust. Caheri

15
Biro Usaha dan Produksi: Ust. Asep Anwar

VISI DAN MISI


Visi: unggul dalam prestasi, teladan dalam sikap dan perilaku.
Indikator ketercapaian visi:
-        Unggul dalam prestasi akademik, teori dan praktik
-        Unggul prestasi olahraga dan seni
-         Unggul dalam penerapan disiplin sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Misi        :
1. membentuk generasi cerdas, terampil dan kreatif serta memiliki kecakapan hidup yang
handal.
2. membentuk generasi yang bertaqwa yang berwawasan ilmu keagamaan dan kealaman.
3. membentuk generasi yang peka terhadap masalah sosial dan kemasyarakatan.
4. membentuk calon pemimpin masa depan yang mempunyai daya juang tinggi, menguasai
IPTEK dan berlandaskan IMTAQ.
Membentuk anak didik agar dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

14. Pondok Pesantren Assalam Sungai Lilin (Palembang)


Sejak dahulu, Sumatera memang dikenal sebagai kawasan yang kaya dengan beragam
sumberdaya alam (natural resources) sehingga kemudian mengemuka sebutan sebagai swarna
dwipa yang berarti pulau emas terhadap wilayah ini. Beraneka ragam jenis sumberdaya ada di
pulau ini, mulai hasil tambang, perkebunan dan lain sebagainya. Perkebunan nampaknya
memang memiliki bagian tersendiri dari pulau ini karena jika dilihat dari atas sebagian besar
kawasan ini diselimuti warna hijau dari dedaunan kelapa sawit, karet dan beraneka ragam jenis
tanaman lainnya. Meskipun demikian, karet dan kelapa sawit menjadi komoditas dominan yang
memang diusahakan di pulau yang juga disebut Andalas ini, baik oleh pemerintah melalui PTP-
PTP maupun oleh masyarakat sendiri.
Salah satu wilayah di Pulau Sumatera yang memiliki areal perkebunan, karet dan kelapa
sawit, yang sangat besar adalah Sumatera Selatan dimana provinsi ini berbatasan langsung
dengan Lampung, Jambi, Bengkulu dan wilayah pemekarannya, Bangka Belitung. Namun
demikian, Sumatera Selatan sebenarnya tidak hanya memiliki areal perkebunan yang luas tetapi
juga mempunyai lembaga-lembaga pendidikan yang cukup tumbuh subur di kawasan ini. Baik
lembaga pendidikan umum maupun agama seperti pesantren-pesantren layaknya yang dapat
dijumpai di Pulau Jawa.
Jika kita melakukan perjalanan darat, baik dari arah Jambi maupun dari arah Lampung,
dengan menyusuri jalan lintas timur maka kita akan menjumpai sebuah lembaga pendidikan
keagamaan (pesantren) yang memiliki peran signifikan dalam kehidupan masyarakat wilayah
ini. Jika dari arah Jambi, pesantren ini akan dijumpai setelah melewati perbatasan kedua
propinsi sekitar satu setengah jam menggunakan angkutan umum. Sedangkan dari arah
Lampung, maka pesantren ini akan dijumpai setelah beberarapa saat melewati Kota Palembang
sebagai ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Ya, inilah Pondok Pesantren Assalam yang terletak
di Desa Sri Gunung Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin yang didirikan pada
tahun 1987. Secara geografis, PP Assalam terletak dekat perbatasan dengan Provinsi Jambi dan
berada di tengah kawasan perkebunan kelapa sawit dan sebagian kecil perkebunan karet
rakyat. PP.Assalam awalnya didirikan oleh seorang ustadz yang pernah mengajar di Pondok
Pesantren Darussalam Lampung bernama KH Masrur Musir bersama istrinya (Zamzami HM)
yang berasal dari sebuah daerah di Jambi yang saat itu masih tergolong pengantin baru dan
dengan dibantu saudara iparnya KH. Isno Jamal yang kelak menjadi pengasuh. Pada awalnya
pengelolaannya, kawasan pesantren yang masih berupa padang ilalang dengan gubuk-gubuk
reot sebagai tempat pengajaran yang terletak di tepi Jalan Lintas Timur Sumatera ini
menghadapi banyak tantangan. Salah satu yang cukup terasa adalah kecurigaan aparat
setempat bahwa pesantren ini merupakan tempat pelarian ustadz-ustadz Talangsari Lampung
sehingga memunculkan plesetan bahwa Assalam adalah Asal Lampung. Maklum saja, saat itu
kejadian penyerangan aparat keamanan terhadap komunitas pengajian Talangsari Lampung

16
yang diketuai oleh Warsidi masih segar-segarnya dalam ingatan. Namun, berkat usaha yang tak
kenal lelah dari pimpinan pesantren ini, maka lambat laun stigma negatif yang beredar di
masyarakat hilang dan berganti dengan kebersamaan dan persaudaraan.
Mulai tahun 1990 dapat dikatakan tahun kebangkitan bagi PP. Assalam karena tahun-
tahun inilah pesantren mulai mendapat bantuan yang signifikan bagi pengembangan lembaga
pendidikan ini. Dimulai dengan pembangunan asrama santri yang merupakan bantuan Menteri
Kehutanan saat itu hingga pembangunan jalan aspal di areal pesantren yang merupakan
bantuan Bupati Musi Banyuasin saat itu. Santri-santri yang berasal dari beragam daerah, baik
sekitar maupun yang jauh sekalipun, mulai berdatangan. Tercatat saat itu ada yang dari Aceh,
Riau, Jambi, Lampung dan Bangka, di samping wilayah-wilayah lain di Sumatera Selatan. Para
pengajar pun juga mulai beragam yang berasal dari beragam pesantren di Sumatera dan Jawa,
seperti PP.Darussalam Lampung,Darul Qalam Tangerang, Gontor dan Wali Songo di Ponorogo.
Hal ini ditambah lagi dengan pindahnya seorang ustadz karismatik yang menjadi tokoh sentral
dalam pengembangan Pesantren Darussalam Lampung, KH. Abdul Malik Musir, Lc. Dengan
demikian, lengkaplah sudah Assalam dipenuhi oleh santri-santri yang berasal dari beragam
daerah yang haus akan ilmu pengetahuan dan pengajar-pengar yang mumpuni di bidang yang
berasal dari lembaga-lembaga pendidikan yang telah dikenal berkualitas.

15. Pondok Pesantren Darul Hijrah (Palembang)


Pondok Pesantren Darul Hijrah merupakan pondok pesantren gratis bagi yatim dan
dhuafa, semua keperluan santri seperti konsumsi, pendidikan formal dan agama hingga
kebutuhan harian dibiayai oleh pondok sepenuhnya yang bersumber dari donasi para donatur.
Pondok Pesantren Darul Hijrah memiliki dua titik fokus pembinaan terhadap para santri yakni
pendidikan agama dan pendidikan entrepreneurship.
Pondok Pesantren Darul Hijrah memiliki visi From Zero to Hero dan lima misi spritual
intelligence, emotional intelligence, intellectual intelligence, financial intelligence dan
social intelligence. Visi dan misi ini dicapai melalui program-program yang disiapkan dalam
kegiatan-kegiatan para santri seperti program Pondok Al-Quran, Pondok Pengusaha, Pondok IT,
Pondok Bahasa, Pondok Peduli, Santri Camp dan lain-lain. Para santri terdiri dari anak-anak
jenjang SMP/Tsanawiyah hingga SMA/Aliyah/SMK dan Pondok Pesantren Darul Hijrah insya
Allah akan meneruskan pendidikan mereka hingga tamat jenjang S1. Selepasnya dari jenjang S1
diharapkan output dari para santri Pondok Pesantren Darul Hijrah memiliki dua titik fokus
diatas yakni, setelah tamat memiliki pemahaman dan pengamalan agama yang baik dan
memiliki semangat dan skill entrepreneurship yang berguna bagi mereka untuk meneruskan
masa depannya.
Pondok Pesantren Darul Hijrah didirikan pada hari senin tanggal 13 Februari 2012 di
Palembang Sumatera Selatan yang dibuat didepan Notaris Siti Hikmah Nuraeni, SH dengan Akta
Pendirian No 90 Juni 2012 dan beralamat di Jalan Wirajaya 1 No 31 Kelurahan Siring Agung
Pakjo Palembang Sumsel. Pondok Pesantren Darul Hijrah didirikan oleh beberapa orang yang
sebagian besar pendirinya merupakan dosen-dosen dan alumni dari IAIN Raden Fatah
Palembang. Berikut ini beberapa pendiri dan sekaligus susunan pengurus pondok pesantren
darul hijrah.

16. Pondok Pesantren Nurul Falah (Bangka Belitung)


A.     Sejarah Berdiri Dan Perkembangannya Pondok Pesantren Nurul Falah.
Menelusuri dan mencermati kronologi sejarah perkembangan Pondok Pesantren Nurul Falah
dari embrio hingga keberadaan saat ini, dapat kita lihat 3 fase / era sebagai berikut :
1.      Masa Perintis { Era Cikal Bakal ( 1988 – 1990 ) }
Berawal dari kegiatan masyarakat Desa Air Mesu yang di Pelopori oleh Ust. Sofyan Abu Yamin
untuk mendirikan Pondok Pesantren Nurul Falah sebagai pusat pendidikan Islam dengan
berkiblat pada Pondok Pesantren modern Gontor. Maka mereka mendapatkan tanah wakaf,
yang di wakafkan oleh bapak Rosidi Daud dengan luas tanah 5.082 M 2. Selanjutnya wakif telah
mengikrarkan wakaf terhadap Nazir yang bernama Muhammad bin Wahi, dari sinilah mulai
dibentuk Badan Wakaf sebagai pendiri Pondok Pesantren Nurul Falah.

17
2.      Era Lanjutan Perjuangan ( 1990 – 1993 )
Pada tahun 1990 atas kesepakatan Badan Wakaf berdirilah Pondok Pesantren Nurul
Falah dengan mendapatkan Santri sebanyak 32 orang Santri dengan jenjang Pendidikan yaitu
Madrasah Tsanawiyah setara dengan SLTP/SMP yang di tempuh dalam kurun waktu 3 tahun.
Madrasah Tsanawiyah ini berdiri sejak tahun 1990 dengan izin operasional tanggal 12 Oktober
1999, status terdaftar.
Adapun Santri yang bermukim di Asrama ketika itu baru 1 orang. Dan dari 32 Santri
perdana ini yang mampu bertahan selama 6 tahun hanya sejumlah 23 Santri, namun atas dasar
keikhlasan dan kerja sama yang baik dengan semangat juang yang tinggi akhirnya Pondok
Pesantren Nurul Falah dapat berkembang dengan baik seperti sekarang ini.

3.      Era Penyempurnaan Dan Pengembangan ( 1996 Sampai Dengan Sekarang )


Masa kegembiraan tiba semenjak tahun 1996, khataman Santri Pondok yang belajar
selama 6 tahun mendapat kesempatan mengikuti tes beasiswa di Mesir. Ini menandakan bahwa
Pondok Pesantren Nurul Falah cukup berprestasi dalam ilmu keagamaannya. Berawal dari itu
prestasi demi prestasi digapai dengan baik sehingga Pondok Pesantren Nurul Falah terkenal di
seluruh pelosok Bangka Belitung dan sekitarnya. Pembenahan demi pembenahan pun terjadi di
segala Lembaga Mikro di Ponpes Nurul Falah, hingga sekarang jumlah tenaga pengajar dan
pengasuh Pontren Nurul Falah berjumlah 95 orang. Dengan jumlah Santri keseluruhan
berdasarkan data Laporan Bulanan berjumlah 768 orang. Dari seluruh Lembaga-lembaga Mikro
yang ada baik secara Formal maupun Non Formal.

17. Pondok Pesantren Al – Hikmah (Lampung)


Sejarah Pondok Pesantren Al Hikmah
1. Periode Perintisan
Suatu hari Ki. Muhammad Sobari Lulusan Pondok Pesantren Salafi Pandeglang Jawa
Barat (Sekarang menjadi Propinsi Banten) ditemui oleh KH. TB Mahmud, tetangga dan guru
beliau di Kampung Baru. Beliau mengajar ngaji di Way Halim, tempat Bapak Sarkat seminggu
sekali. Bapak Sarkat memiliki 2 (dua) lokal madrasah dengan tenaga pendidik dari Menes
Pandeglang. Setelah liburan, para guru tidak kembali lagi sampai 4 Bulan. Kemudian atas
permintaan Bapak Sarkat, KH. TB Mahmud mengajak Ki. Muhammad Sobari untuk meneruskan
Madrasah tersebut. Pada Rabu, 2 Ferbruari 1972 M / 16 Dzul Hijjah 1391 H, Ki. Muhammad
Sobari diminta menjadi Kepala Madrasah dan dibantu 4 orang guru yaitu Bapak Asyik Kasino,
Bapak Johana, SH, Ibu Sarni dan Ibu Jumiati. Madrasah pada waktu berdiri di atas tanah bapak
Sarkat dengan ketentuan Hak Pakai. Kemduian Bapak Achmad memberikan tanah wakaf 20 X
20 M2 kemudian dibangunlah ruang belajar dengan bantuan dana Rehab sebesar Rp. 250.000,-
(Dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Awal Tahun 1974, Ki. Muhammad Sobari aktif di masyarakat terutama masalah agama
dan social. Beliau memperbaiki musholla yang sudah cukup tua (dibangun + Tahun 1930)
dengan tanah wakaf dari almarhum Bapak Ki. Daslan dengan ukuran 20 X 20 M2 yang kurang
termanfaatkan.  Di Mushalla tersebut Ki. Muhammad Sobari mengadakan pengajian rutin untuk
Kaum Bapak, Ibu dan Remaja yang alhamdulillah berkembang dengan cukup pesat. Disamping
itu diadakan pula latihan Rebana, Marhaban dan Barjanji.
Pada masa berikutnya status mushalla ditingkatkan menjadi masjid dengan mengajukan
permohonan bantuan kepada Bapak Gubernur Lampung dan mendapat bantuan sebesar Rp.
250.000,- (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga pada waktu itu digunakan sebagai tempat belajar
bagi siswa/i Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan para siswa/i
melaksanakan shalat berjama'ah di masjid.
Tahun 1984/1985 masjid diperluas dengan bantuan dana dari Bapak Menteri Agama sebesar
Rp. 1.500.000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Lalu masjid tersebut diberi nama "NURUL
YAQIN".

18
18. Pondok Pesantren Al-Fattah (Lampung)
Pondok Pesantren Islam Shuffah Hizbullah, adalah pusat pendidikan Islam dan
dinamika kehidupan Ahlu Shuffah (santri) yang menyatu dengan masyarakat, lahir sejak tahun
1976. Pesantren ini, terletak di Kampung Muhajirun, Desa Negararatu, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung Indonesia. Berjarak ± 7 km dari Bandara Raden
Intan, ± 125 km dari pelabuhan Bakauheni, dan ± 15 km dari Terminal Bus Rajabasa Bandar
Lampung.
Berangkat dari visi dan cita-cita para tokoh perintisnya yang memilih hijrah kepada
Islam yang Kaffah (Sempurna) sebagaimana perwujudan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam
dan Khulafau ar-Rasyiddin, Pondok Pesantren Islam Shuffah Hizbullah menyelenggarakan
program pendidikan dalam rangka mempersiapkan generasi pelanjut amanah risalah Islam
bagi kemakmuran seluruh alam.
Pada mulanya, bentuk pendidikan menerapkan pengajaran salafilah yang bersifat
tradisional dengan masjid sebagai pusat kegiatannya. Lalu, pada tahun 1986 diterapkan
pengajaran klasikal program 5 tahun dengan nama “Al-Wustho” dan madrasah sebagai tempat
kegiatan belajar mengajar.
Kemudian pada tahun 1993, atas tuntutan dan usulan masyarakat sesuai perubahan
dan perkembangan dunia pendidikan yang menuntut adanya penyesuaian sistem pengelolaan,
maka dilakukan evaluasi dan langkah-langkah penyempurnaan status lembaga dari pesantren
tradisional ke pesantren modern. Keberadaan pesantren pun didaftarkan di Kementrian Agama
RI sehingga formal dan dapat mengeluarkan  ijazah untuk para lulusannya, mengingat
sebelumnya lulusan Al-Wustho tidak memiliki ijazah sehingga kesulitan jika meneruskan
jenjang lebih tinggi. Sejak itulah, Pondok Pesantren Islam Shuffah Hizbullah melengkapi
namanya menjadi Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al-Fatah.
Untuk lebih memperkuat sisi keislaman di pesantren mulai tahun 2004 di buka
program Halaqoh Diniyah dengan tujuan mencetak lulusan yang spesialis di bidang ilmu-ilmu
keislaman.
Selanjutnya mulai tahun 2005 di laksanakan program khusus Tahfidz Al-Qur’an yang
bertujuan untuk mencetak lulusan yang selain Hafal Al-Qur’an 30 Juz juga mampu
mengamalkan kandungannya serta mengajarkan Al-Qur’an.
Lalu, sejak tahun 2010 dibuka Lembaga Bahasa A-Fatah yang bertujuan untuk mencetak
lulusan yang selain memahami Islam dan Teknologi juga memiliki kemampuan lebih di bidang
Bahasa Arab dan Inggris.
Pesantren Al-Fatah telah mengalami 7 kali pergantian kepemimpinan sesuai
perkembangan dan pertumbuhannya dengan urutan sebagai berikut :
1. KH. Abul Hidayat Saerodji 1993 – 1994
2. KH. Drs. Yakhsyallah Mansur, M.A. 1994 – 1999
3. KH. M. Hasyim Halimy (Alm) 1999 – 2003
4. Ust. Abdullah Mutholib, S. Pd.I. 2003 – 2007
5. Ust. Drs. Amron BMS. 2007
6. Ust. Drs. Munawir 2007 – 2009
7. Ust. L. Sholehuddin, M. Pd.I. 2009 – sekarang

19. Pondok Pesantren Darunnajah 3 (Banten)


Pondok pesantren Al-Manshur Darunnajah 3 memiliki sistem berbasis agama Islam dan
menjunjung tinggi nilai ibadah kepada Allah SWT. Sebagai umat Islam yang berpedoman pada
kitab suci Al- Qur’an tentu membaca dan mempelajari isi al- Qur’an merupakan suatu
kewajiban.
Al-Qur’an berisi ajaran, petunjuk dan informasi yang sangat lengkap, mulai dari masalah
aqidah, ibadah dan syari’ah, hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan
sesamanya dan manusia dengan alam lingkungannya. Di samping itu dikemukakan pula pahala
bagi orang-orang yang beramal saleh, dan ancaman berupa siksa yang sangat pedih bagi orang-
orang yang berbuat dosa.

19
Pada zaman sekarang ini, banyak orang yang mengaku beragama Islam, tapi tidak
jarang dari mereka yang belum lancar membaca al-Qur’an. Padahal membaca al- Qur’an adalah
kewajiban bagi umat Islam dan bernilai pahala bagi para pembacanya. Agar seluruh santri Al-
Manshur mampu membaca al- Qur’an dengan baik dan benar, maka pihak pesantren
mengadakan tahsinul Qur’an atau latihan perbaikan cara baca al- Qur’an. Kegiatan ini
merupakan kegiatan harian yang dilakukan seusai shalat Isya dan diikuti oleh seluruh santri
mukim Pesantren Al-Manshur. Sebagai pembimbing adalah ketua Dewan Kesejahteraan Masjid
(DKM) Jami Al-Manshur, Ust. Asep Saepudin.
Tidak hanya mengikuti tahsinul Qur’an, santri juga diharuskan membaca Al- Qur’an minimal 4
kali dalam sehari semalam. Yaitu tadarus bersama ba’da shalat subuh, tadarus ba’da shalat
Ashar, bimbingan mengaji Al- Qur’an dan tajwid ba’da shalat Magrib dan Tahsinul Qur’an ba’da
shalat Isya.
“ Tahsinul Qur’an ini diadakan agar santri bisa membaca al- Qur’an dengan benar. Selain
itu, santri juga bisa mengahafal Al- Qur’an sedikit demi sedikit. Karena metode yang saya
gunakan adalah dengan membaca beberapa ayat bersama- sama dan mengulanginya beberapa
kali.” Ujar ust. Asep Saepudin.

20. Pondok Pesantren Daar el-Qolam (Banten)


Pondok Pesantren Daar el-Qolam (‫ )معهد دار القلم للتربية اإلسالمية‬adalah sebuah pondok
pesantren berlokasi di Desa Pasir Gintung, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten yang didirikan pada tanggal 20 Januari 1968. Pesantren ini adalah gagasan Haji Qasad
Mansyur yang direalisasikan oleh Drs. K.H. Ahmad Rifai Arief (1942-1997). Setelah K.H. Ahmad
Rifa'i Arief meninggal dunia pada tanggal 15 Juni 1997, pondok ini dilanjutkan oleh K.H. Drs.
Ahmad Syahiduddin, K.H. Adrian Mafatihullah Karim dan Hj. Enah Huwaenah. Lembaga
pendidikan Islam ini adalah model integrasi antara sistem pendidikan pondok dengan sistem
pendidikan madrasah dan sekolah. Hingga Juli 2012, Pondok Pesantren Daar el-Qolam
merupakan pondok pesantren terbesar sedaerah Banten, dengan jumlah kurang lebih 5000
jiwa.
Sejarah
Potret K.H. Ahmad Rifa'i Arief (Alm).
K.H. Ahmad Rifa'i Arief adalah seorang alumnus Pondok Pesantren Modern Gontor,
Ponorogo, Jawa Timur pada tahun 1964. Sebelum mendirikan pesanten Daar el-Qolam, beliau
mengajar terlebih dahulu di almamaternya selama dua tahun. Sempat mengkaji beberapa kitab
klasik di beberapa pondok pesantren tradisional. Pada tahun akhir 1967, beliau kembali ke
kampungnya, Gintung, untuk membantu ayahnya H. Qasad Mansyur mengelola Madrasah
Ibtidaiyah Masyariqul Anwar (‫)مشارق األنوار‬.
H. Qasad Mansyur, memang menghendaki adanya lembaga pendidikan tingkat
menengah agar para alumnus madrasah ibtidaiyah tersebut dapat melanjutkan pendidikannya
ke jenjang yang lebih tinggi. Kemudian, beliau menyarankan agar putranya, Ahmad Rifai Arief,
untuk mendirikan sebuah pondok pesantren seperti halnya pesantren almamaternya, Gontor.
Saran ayahnya itu akhirnya direalisasikan oleh Ahmad Rifa'i Arief untuk mendirikan sebuah
pesantren yang diberi nama Daar el-Qolam (‫)دار القلم‬, yang secara terminologi berarti Kampung
Ilmu. Satu-satunya perangkat infrastruktur pendidikan di pesantren Daar El-Qolam pada waktu
itu hanyalah sebuah dapur tua milik neneknya, Hj. Pengki yang direnovasi menjadi sebuah
ruangan untuk belajar. Hj.Pengki juga mewakafkan tanah seluas satu hektar.
Masa-masa awal pendidikan pondok dilaluinya dengan berbagai kesulitan dan
keterbatasan sarana. Namun, dengan keterbatasan itu tidak menghalanginya untuk terus
berbuat. Rifai tetap konsisten dengan niatnya. Daar El-Qolam mulai menampakkan
perkembangannya, pada tahun 1983. Jalinan silaturahminya dengan K.H. Muhammad Natsir,
seorang ulama kharismatik Indonesia, banyak membantu Rifai, sehingga beliau membantu Rifa'i
untuk mendapatkan bantuan dana dari Arab Saudi.
Pada tahun 1983, pemerintah Kerajaan Saudi Arabia memberikan bantuan uang sebesar
64 juta rupiah. Uang itu digunakan untuk membangun asrama putra yang kemudian diberi

20
nama Gedung al-Saudi ( ‫)مبنى السعودي‬. Sebagian uang yang lain, dibelikan tanah untuk ekspansi
wilayah pondok.
Pada dekade 1980-an hingga sekarang, Daar el-Qolam semakin mendapatkan
kepercayaan masyarakat luas yang datang dari berbagai provinsi di Indonesia. Sistem
pendidikannya yang modern, penerapan disiplin hidup dan beribadah menjadi alasan para
orang tua untuk mendidik anaknya di Daar el-Qolam.
Pada ulang tahunnya yang ke-25 yang diselenggarakan pada tahun 1994, beberapa
orang pejabat Indonesia datang ke Daar el-Qolam, di antaranya adalah Dr. Tarmizi Taher (yang
kala itu menjabat sebagai Menteri Agama), Prof. Dr. Haryono Suyono (Mentri Koordinator
BKKBN), Hayono Isman (Menteri Negara Pemuda dan Olahraga), Harmoko (Menteri
Penerangan), dan Mayjen TNI A.M. Hendropriyono (Pangdam Jaya). Peringatan ulang tahun
tersebut menjadikan Daar el-Qolam semakin dikenal oleh khalayak.

21. Pondok Pesantren Miftahul Ulum (Jakarta)


Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta, tepatnya berlokasi di Jl. Madrasah No.17
Gandaria Selatan, Cilandak – Jakarta Selatan, telah banyak memberikan kontribusi bagi
pembangunan sumber daya manusia di bidang keagamaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah
sebagai pijakan dalam pengembangan IPTEK dan IMTAQ.
Pondok Pesantren Miftahul Ulum bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Manaratul
Islam. Dalam perjalanan panjang sejak tahun berdirinya (1980), telah berhasil
menyelenggarakan pendidikan berjenjang mulai dari tingkat Raudhatul Athfal hingga Madrasah
Aliyah, disamping berbagai prestasi mulai dari tingkat lokal hingga tingkat nasional telah
diperolehnya.
Tepatnya pada hari Rabu, bulan Sya’ban 1400 H, tahun 1980 M, mulailah kegiatan
aktivitas belajar mengajar di Pondok Pesantren Miftahul Ulum dengan sistem belajar ala
sorogan (duduk melingkar mengelilingi kyai). Dan setelah beberapa waktu, pengajian dengan
sistem sorogan dirubah dengan menggunakan sistem klasikal (berkelas) seiring dengan
semakin bertambahnya jumlah santri dari berbagai daerah khususnya Jakarta.

22. Pondok Pesantren Minhaajurrosyidiin (Jakarta)


Yayasan Pondok Pesantren Minhaajurrosyidiin Jakarta didirikan pada tahun 1995 oleh
para pensiunan TNI dan POLRI yang peduli terhadap peningkatan akhlak dan budi pekerti
masyarakat Indonesia yang sesuai Syariat Alqur’an dan Alhadits Rosulullah SAW. Ketua Umum
Yayasan Ponpes Minhaajurrosyidiin pada saat itu Letkol TNI Purn. KH Zubaidi Umar, SH sampai
dengan Tahun 2004. Untuk melaksanakan Program Pendidikan keagamaan di Pondok
Pesantren maka di bentuk Pengurus Harian Pondok Pesantren,sebagai Ketua Harian Pondok
Pesantren yaitu Ir. KH. Muh. Asy’ari Akbar, MM.
Pada tahun 2004 susunan pengurus Yayasan mengalami perubahan sebagai ketua
umum yayasan yaitu Komjen. Pol. (Purn.) Drs. Nurfaizi, MM sampai dengan sekarang.
Sedangkan Ketua Harian Pondok Pesantren tetap yaitu KH. Ir. Muh. Asy’ari Akbar sampai
dengan sekarang
Pondok pesantren berada di atas lahan seluas ± 4 HA. Saat ini jumlah santriwan 350
orang dan santriwati berjumlah 400 orang. Santriwan-santriwati berasal dari seluruh Indonesia
dan dari luar negeri yaitu dari Malaysia, Singapore, Kamboja, Suriname dan Vietnam. Jumlah
guru pondok sebanyak 15 orang. Kurikulum yang diberikan adalah Tafsir Al-Quran dan Al-
Hadits dengan metoda sorogan

23. Pondok Pesantren Daarut Tauhid (Bandung)


Pondok Pesantren Daarut Tauhiid berdiri sejak tanggal 4 September 1990, sesuai
tanggal penerbitan Akta Notaris Wiratni Ahmadi, SH., tentang pendirian Yayasan Daarut
Tauhiid. Dalam hal ini dapat difahami bahwa Yayasan Daarut Tauhiid merupakan badan hukum
pengelola Pesantren Daarut Tauhiid.

21
Sebagaimana pesantren lain pada umumnya inti aktivitas di Daarut Tauhiid adalah di
bidang pendidikan, dakwah & sosial. Namun sebagai sebuah pesantren, maka pada pesantren
Daarut Tauhiid terdapat beberapa keunikan atau ke-khas-an dibandingkan Pesantren lain pada
umumnya. Salah satu diantaranya adalah tingginya intensitas aktivitas [usaha] ekonomi di
dalam lingkungan Pesantren Daarut Tauhiid. Tingginya intensitas aktivitas [usaha] ekonomi
tersebut dapat dirasakan baik sejak awal masa pendirian maupun hingga saat ini.
Setidaknya ada 2 faktor atau kondisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan
keunikan di atas, yaitu semangat wirausaha dan prinsip kemandirian. Semangat wirausaha
merupakan sebuah keniscayaan yang melekat pada diri KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
selaku pendiri dan pemimpin sentral di Pesantren Daarut Tauhiid. Di sejumlah literasi kita
dapat menemukan cerita perjalanan hidup beliau yang diantaranya diliputi dengan terjadinya
proses tumbuh kembang jiwa wirausaha pada diri beliau. Jiwa itulah yang kemudian menjelma
menjadi sebuah semangat wirausaha yang mewarnai corak Pesantren Daarut Tauhiid yang
beliau pimpin secara langsung. Di sisi lain, dapat kita pahami pula bahwa semangat
kemandirian adalah sebuah cita-cita dan idealisme para pendiri Pesantren Daarut Tauhiid agar
tumbuh kembang Pesantren Daarut Tauhiid dan keseluruhan aktivitasnya didasarkan kepada
kemampuan diri, bukan atas ketergantungan kepada bantuan atau sokongan dari pihak lain.
Sehingga diharapkan akan muncul independensi dan keleluasan dalam berkreasi. Tentu pada
idealisme tersebut tidak dinafikan adanya peluang kemitraan dan kerjasama dengan sebanyak-
banyaknya pihak. Dalam hal ini maka semangat wirausaha dan semangat kemandirian adalah
sebuah paket yang saling menunjang satu sama lain. Kemandirian dapat terwujud karena adaya
aktivitas wirausaha.
Pada giliran selajutnya aktivitas [usaha] ekonomi ini kemudian dapat pula dipandang
sebagai bagian dari atau bahkan nilai tambah bagi garapan Pesantren Daarut Tauhiid di bidang
pendidikan, dakwah dan sosial yang terelaborasi pada satu konsep tata nilai yang disebut
Manajemen Qolbu [MQ]. Konsepsi dasar MQ meliputi 4 komponen, yaitu: Ma’rifatullah,
Manajemen Diri, Entrepreneurship, dan Leadership. Tata nilai MQ inilah yang kemudian
menjadi dasar dan filosofi bagi organisasi Pesantren Daarut Tauhiid yang dikenal dengan
rumusan statement “Menuju Generasi Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar”.

24. Pondok Pesantren Al-Hamidiyah (Depok)


Latar Belakang Berdiri
Pesantren Al-Hamidiyah didirikan pada tanggal 17 Juli 1988 oleh KH Achmad Sjaichu
untuk mewujudkan cita-cita luhurnya mengembangkan dunia pendidikan dan dakwah Islamiah
melalui pesantren. Dengan basis keilmuan pesantren yang diperkaya dengan berbagai
pengalaman yang menyertai perjalanan hidupnya, KH. Achmad Sjaichu menekuni dunia
pesantren dengan konsep dan kesadaran yang lebih maju. Melalui pesantren, KH. Achmad
Sjaichu ingin mengkader da'i dan ulama yang berwawasan luas dan memiliki kedalaman ilmu.
Pesantren Al-Hamidiyah merupakan salah satu wujud dari harapan dan keinginan yang
sudah lama dicita-citakan oleh KH. Achmad Sjaichu (Almarhum). Pesantren Al-Hamidiyah
didirikan pada tanggal 17 Juli 1988 untuk mewujudkan keinginan yang besar dalam menangani
pengembangan dan pelestarian kegiatan pendidikan dan dakwah.
KH. Achmad Sjaichu mengharapkan dunia pesantren bisa menjadi penutup bagi
perjalanan panjang kehidupannya, setelah ditinggalkan selama hampir 40 tahun terhitung sejak
ia meninggalkan pesantren Al-Hidayah, Lasem. Dalam kurun waktu selama 40 tahun (1950-
1980) KH Achmad Sjaichu terjun dalam dunia politik dan bergiat dalam Jam'iyah Nahdatul
Ulama. Dalam bidang tersebut, KH Achmad Sjaichu berhasil membukukan berbagai prestasi. Di
bidang politik, KH Achmad Sjaichu mencapai karir yang cukup terhormat, yaitu dengan menjadi
ketua DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong), yang kini berubah menjadi DPR RI.

25. Pondok Pesantren Al-Kahfi (Sidoarjo-Jatim)


Pondok Pesantren Dakwah Al Kahfi, Tarik – Sidoarjo, didirikan pada 26 April 2002 oleh
7 (tujuh) orang pemuda berumur 30-an tahun. Dengan ghiroh keislamannya
yang diterangi hikmah para syuyukh da’wah, mereka tak kenal lelah

22
membina Al Kahfi menjadi sebuah monumen pembinaan mental
tunas-tunas baru generasi kaum muslimin.
Pada pertengahan 2004, di Pondok Pesantren Dakwah Al Kahfi dibuka
sekolahan formal, sebuah SMP Islam Terpadu. Dengan demikian, makin teguhlah
komitmen para pendiri Al Kahfi dalam berkhidmat terhadap dakwah Islam
dengan mengundang dan membekali pribadi-pribadi remaja muslim di usianya
yang paling sensitif itu dengan 3 kekuatan : pengetahuan keagamaan dan bahasa
Arab, pengetahuan dakwah, dan pengetahuan umum.
Tentu saja, di Al Kahfi kekuatan-kekuatan ilmu pengetahuan itu dibangun di atas
pondasi kuatnya aqidah, shohihnya ibadah dan kokohnya akhlaqul karimah.
SMP Islam Terpadu Al Kahfi adalah sekolah berbasis pesantren modern yang bertujuan
membentuk kepribadian siswa yang berkarakter Islami dan da’awi. Program dan kegiatan
belajar di Al KAhfi bermuatan kurikulum DIKNAS, dasar-dasar ilmu syari’ah serta target
pendidikan da’wah (muwashofat tarbawiyah).
Visi
Membentuk siswa berprestasi yang berkarakter Islami dan da’awi.
Misi
1. Menerapkan pengajaran kurikulum Diknas serta dasar-dasar ilmu syari’ah dan dakwah Islam.
2. Membina dan mengembangkan potensi intelektual, emosional, spiritual dan fisik secara
seimbang.
3. Mendidik dan melatih siswa untuk mampu menyampaikan ajaran Islam          kepada orang
lain, baik secara nilai maupun keteladanan.

26. Pondok Modern Darussalam Gontor Gontor (Jawa Timur)


Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) adalah sebuah pondok pesantren di
Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pondok ini mengkombinasikan pesantren dan metode
pengajaran klasik berkurikulum seperti sekolah.
Sejarah
Pondok Gontor didirikan pada 10 April 1926 di Ponorogo, Jawa Timur oleh tiga
bersaudara putra Kiai Santoso Anom Besari. Tiga bersaudara ini adalah KH Ahmad Sahal, KH
Zainuddin Fananie, dan KH Imam Zarkasy yang kemudian dikenal dengan istilah Trimurti.
Pada masa itu pesantren ditempatkan di luar garis modernisasi, para santri pesantren
oleh masyarakat dianggap pintar soal agama tetapi buta akan pengetahuan umum. Trimurti
kemudian menerapkan format baru dan mendirikan Pondok Gontor dengan mempertahankan
sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah metode pengajaran pesantren yang
menggunakan sistem watonan (massal) dan sorogan (individu) diganti dengan sistem klasik
seperti sekolah umum. Pada awalnya Pondok Gontor hanya memiliki Tarbiyatul Atfhfal
(setingkat taman kanak-kanak) lalu meningkat dengan didirikannya Kulliyatul Mu'alimin Al-
Islamiah (KMI) yang setara dengan lulusan sekolah menengah. Pada tahun 1963 Pondok Gontor
mendirikan Institut Studi Islam Darussalam (ISID).
Pesantren Gontor dikelola oleh Badan Wakaf yang beranggotakan tokoh-tokoh alumni
pesantren dan tokoh yang peduli Islam sebagai penentu Kebijakan Pesantren dan untuk
pelaksanaannya dijalankan oleh tiga orang Pimpinan Pondok(Kyai) yaitu KH Hasan Abdullah
Sahal (Putra KH Ahmad Sahal). Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasy (putra KH Imam Zarkasy)dan
KH Syamsul Hadi Abdan,S.Ag. Tradisi pengelolaan oleh tiga pengasuh ini, melanjutkan pola
Trimurti (Pendiri).
Pada saat peristiwa Madiun tahun 1948 saat Muso telah menguasai daerah Karesidenan
Madiun (Madiun, Ponorogo, Magetan, Pacitan dan Ngawi) dan membunuhi banyak tokoh agama,
dimana pada saat itu TNI sudah dilumpuhkan oleh PKI, Pesantren Gontor diliburkan dan santri
serta ustadnya hijrah guna menghindar dari kejaran pasukan Muso. KH Ahmad Sahal(alm)
selamat dalam persembunyian di sebuah Gua di pegunungan daerah Mlarak. Gua tersebut kini
disebut dengan Gua Ahmad Sahal. Kegiatan Pendidikan Pesantren dilanjutkan kembali setelah
kondisi normal.

23
Pandangan Modern KH Ahmad Sahal, sebagai Pendiri tertua dari Trimurti dan kedua
adiknya yaitu KH Zainudin Fanani dan KH Imam Zarkasy diwujudkan pula dalam
menyekolahkan putra-putrinya selain di sekolah agama (pesantren) juga di sekolah umum. Drs.
H. Ali Syaifullah Sahal (alm) alumni Filsafat UGM dan sebuah Universitas di Australia, dosen di
IKIP Malang; Dra. Hj. Rukayah Sahal dosen IKIP (UMJ) Jakarta dll.
Dan tentu menjadi bahan pemikiran anggota Badan Wakaf saat ini, untuk mewujudkan
Pesantren Gontor menjadi semacam Universitas Al Azhar di Mesir, sebuah universitas yang
memiliki berbagai bidang kajian (Agama serta Ilmu dan Teknologi) yang berbasiskan Islam.
Pada tahun 1994 didirikan pondok khusus putri untuk tingkat KMI dan pendidikan
tinggi yang khusus menerima alumni KMI. Pondok khusus putri ini menempati tanah wakaf
seluas 187 hektar. Terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Kini, pondok khusus putri memiliki lima cabang, tiga cabang berlokasi di Ngawi, satu
cabang di Sulawesi Tenggara dan satu di Kediri.
Hingga kini gontor telah memiliki 17 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh
Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada
umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon.
Alumni
 M. Hidayat Nur Wahid,Mantan Ketua MPR RI
 Muhammad Maftuh Basyuni,Mantan Menteri Agama
 Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah.
 KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PB Nahdhatul Ulama (NU)
 Emha Ainun Nadjib, Budayawan
 Abu Bakar Baasyir, Pimpinan Pondok Pesantren Ngruki, Solo
 Nurcholis Madjid, Cendekiawan Muslim
 Ahmad Fuadi, Novelis
 Heri Maulana Riziq, Sastrawan, Tegal
 Lukman H. Saifuddin, Wakil Ketua MPR RI 2009-2014
 Abdurrahman Mohammad Fachir, mantan Duta Besar Indonesia untuk Mesir

27. Pondok Pesantren Tebuireng (Syafi’iyah, Asy ‘ariyah)


Pondok Pesantren Tebuireng adalah salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Jombang, Jawa
Timur. Pesantren ini didirikan oleh KH. Hasyim Asy’arie pada tahun 1899. Selain materi
pelajaran mengenai pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at, dan bahasa Arab, pelajaran umum
juga dimasukkan ke dalam struktur kurikulum pengajarannya. Pesantren Tebuireng telah
banyak memberikan konstribusi dan sumbangan kepada masyarakat luas baik, terutama dalam
dunia pendidikan Islam di Indonesia.

28. Pondok Pesantren Al Ihya Ulumuddin (Syafi’iyah, Asy ‘ariyah)


Pada 24 Nopember 1925 didirikan pondok pesantren di Desa Kesugihan, Kecamatan
Kesugihan, Kabupaten Cilacap, yang kemudian dikenal dengan nama pondok pesantren
Kesugihan. Kepemimpinan ponpes ini kemudian dilanjutkan oleh KH Ahmad Mustholih dan KH
Chasbulloh Badawi, putra pendiri.

29. Ponpes Asy Syafi’iah Nahdatul Wathon (Syafi’iyah, Asy ‘ariyah)


Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci Mekah selama 13 tahun kemudian
kembali ke Indonesia atas perintah dari guru beliau yang paling di kagumi, yakni Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath, pada tahun 1934. Setiba di Pulau Lombok beliau mendirikan
Sekembali dari Tanah Suci Mekah ke Indonesia mula-mula beliau mendirikan pesantren al-
Mujahidin pada tahun 1934 M. kemudian pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus

24
1937 M. beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Madrasah
ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemudian pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/21 April
1943 M. beliau mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk
kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau Lombok yang terus
berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang bernaung di bawah
organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama madrasah tersebut diabadikan menjadi
nama pondok pesantren ‘Dar al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan’. Istilah ‘Nahdlatain’ diambil dari
kedua madrasah tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di Pulau Lombok dan mengajar.

30. Pondok Pesantren Al Mu’min (wahabiyah)


Pondok Pesantren Al Mu’min adalah sebuah pesantren di Ngruki, Solo yang didirikan
oleh “enam serangkai”: Abdullah Sungkar, Abu Bakar Ba’asyir, Yoyok Rosywadi, Abdullah
Baradja, Abdul Qohar H. Daeng Matase, dan Hasan Basri. Pondok ini berdiri sejak tahun 1974 di
lokasinya hingga sekarang, di selatan terminal angkutan dalam kota Surakarta, Terminal Tipes,
namun berada di wilayah administrasi Desa Cemani, Grogol, Sukoharjo. Setahun sebelumnya ia
merupakan sebuah kelompok pengajian kekeluargaan (usrah). Unit dakwah awalnya adalah
sebuah siaran radio non-komersial.

31. Pondok Pesantren Roudlotus Saidiyyah (Semarang)


Ponpes Roudlotus Saidiyyah kalialang Semarang didirikan oleh Hadrotus Syekh KH.
Moh. Said Al Masyhad yang memiliki guru terakhirnya seorang ulama besar dari Jawa Timur
yaitu Romo Kyai. Muhsin Syafi’i dari Bululawang, Malang, Jawa Timur. Beliau Syeh KH. Moh Said
Al Masyhad mendapatkan wasiat untuk meneruskan perjuangan Romo Kyai. Muhsin Syafi’i
untuk terus menegakkan agama Allah SWT dan melaksanakan syiar Islam di kota Semarang,
tepatnya di desa Sukorejo, Kalialang Baru Kec. Gunung Pati Semarang. Pada tahun 1994
Hadrotus Syekh KH. Moh. Said Al Masyhad mendirikan pondok pesantren yang kemudian
dikenal dengan nama Ponpes Roudlotus Saidiyyah Kalialang Semarang.
Ponpes ini bermula dari tanah wakaf seluas ± 10 m2 dan hanya memiliki beberapa
santri saja, berkat ijin Allah SWT dan restu dari guru-guru beliau serta perjuangan yang tidak
kenal lelah hingga saat ini Ponpes Roudlotus Saidiyyah Semarang telah berdiri megah pad areal
tanah seluas ± 10.000 m2
Nama Roudlotus Saidiyyah sendiri dipilih berdasarkan petunjuk guru beliau yaitu
Simbah KH. Marwan Jragung Demak dan Romo Kyai Muhsin Syafi’i dari Malang yang merupakan
guru terakhirnya
Dalam perkembangannya dari tahun ketahun Ponpes Roudlotus Saidiyyah Semarang
terus berbenah tidak hanya pendidikan agama islam saja yang diberikan kepada para santri,
tetapi seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi maka pada tahun 2003,
alhamdulillah berdirilah unit pendidikan Formal dibawah dinas kota Semarang yaitu SMP Islam
Terpadu yang memadukan Kurikulum Diknas (KTSP) dan Kurikulum Pesantren yang dikemas
sangat rapi dan frofesional oleh ahlinya dari lulusan S-2 UNNES Semarang yang semuanya
diperuntukkan bagi semua santri yang ada dipondok pesantren ini.

32. Pondok Pesantren Al Khairaat (Syafi’iyah, Asy ‘ariyah)


guru besar alalamah sayid idrus bin salim aljufri pendiri sebuah yayasan lembaga pendidikan
islam alkahirat, beliau di lahirkan di taris, hadramaut pada14 sya’ban 1309 H bertepatan
dengan 15 maret 1881 M, ulama hadramaut yang berhijrah ke indonesia dan menetap di palu
(sulawesi tengah). yayasan alkahiraat, yang kini telah memiliki cabang lebih dari 1800
madrasah dan sekolah, terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, MI, MTS, MA, hingga Universitas.

33. Pondok pesantren Putri Al Kenaniyah (Syafi’iyah, Asy ‘ariyah)

25
Pondok pesantren ini diresmikan pada tanggal 4 Sya’ban 1414 H/ 16 Januari 1944 M, oleh
para Alim Ulama, diantaranya adalah mantan presiden RI ke 4 Bapak KH. Abdurrahman Wahid,
KH. Syamsuri Badawi dan KH. Zayadi Muhajir serta beberapa tokoh masyarakat disekitar
Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur.

34. Pondok Pesantren La Tansa (non madzab)


Pondok Pesantren La Tansa adalah sebuah pondok pesantren modern yang terletak di
daerah Parakansantri, Cipanas, Lebak, Banten. Pesantren ini didirikan oleh Drs. K.H. Ahmad
Rifa’i Arief (Almarhum) yang bertindak juga sebagai pemimpin pesantren Daar el-Qolam (Pasir
Gintung, Jayanti, Tangerang) saat itu. Kini, setelah pendiri wafat, Pesantren La Tansa dipimpin
oleh K.H. Adrian Mafatihullah Karim, MA dan K.H. Sholeh, S.Ag, MM. Lembaga ini bernaung di
bawah Yayasan La Tansa Mashiro, yang juga didirikan oleh Drs K.H. Ahmad Rifa’i Arief.

35. Pondok Ali Maksum Krapyak (Yogyakarta)


Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak merupakan lembaga pendidikan dan sosial
keagamaan di bawah naungan Yayasan Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Didirikan pada tahun
1990, Yayasan Ali Maksum adalah badan hukum pelanjut amal usaha almarhum Kyai Haji Ali
Maksum dalam kiprah perjuangan selama hidup beliau.
Visi dan Misi
Mentransformasikan budaya keislaman pesantren kedalam ummat dan masyarakat
adalah visi dan misi utama Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak. Transformasi itu dijalankan
dengan tetap berpegang pada keyakinan bahwa agama merupakan satu-satunya wasilah untuk
mendapatkan ridla Allah bagi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Secara strategis hal ini dicapai dengan menyiapkan generasi yang alim wa mutafaqqih fiddin dan
masyarakat santri yang religius, berwawasan luas dan senantiasa menjadi rahmatan lil'alamin
bagi lingkungannya
Tujuan
Maksud dan tujuan penyelenggaraan Pondok Pesantren Krapyak adalah untuk :
1. Mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui pembinaan dan pengembangan pondok
pesantren.
2. Mendidik dan membina masyarakat untuk menjadi manusia yang bertaqwa dan
berkepribadian, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu
menunaikan tugas dan kewajibannya dalam beragama, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Program kerja Pondok Pesantren secara umum adalah :
1. Meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran serta merintis lembaga pendidikan
baru yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
2. Meningkatkan pelayanan dan pengabdian pada masyarakat.
3. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, dengan memberi peluang bagi masyarakat
untuk ikut membangun dan berpartisipasi mengembangkan Pondok Pesantren Krapyak
dengan penuh kekeluargaan dan kebersamaan.

36. Pondok Pesantren UII (Yogykarta)


Dengan kesadaran bahwa rancangan catur dharma yang mengedepankan dakwah
islamiyah sebagai unsur dominan dalam mengkristalkan misi UII adalah menjadi tanggung
jawab seluruh civitas akademika dan alumni UII. Misi ini menghendaki agar UII dapat mencetak
muslim intelek yang memiliki integritas keilmuan dan kepribadian islami yang berakar pada
tauhid. Keterkaitan ilmu pengetahuan duniawi dan ukhrawi perlu dibangun dalam menjalin
kelindan yang kokoh. .
Berdasarkan pada harapan dan pemikiran tersebut, maka UII kemudian menawarkan
program rekruitmen mahasiswa unggulan yang mana nantinya, para peserta yang lulus seleksi
akan dibina secara intensif dalam sebuah lembaga pesantren, yang dikombinasikan dengan
pendidikan reguler strata satu (S-1) di fakultas yang ada di UII, sesuai dengan minat dan

26
kemampuannya, sehingga diharapkan nantinya bisa menghasilkan lulusan (output)
sebagaimana yang dicita-citakan oleh UII. .
Pondok Pesantren UII diresmikan oleh Bupati Sleman pada tanggal 2 Oktober 1996.
Program ini pada tahun pertama (tahun ajaran 1996-1997) diperuntukkan bagi Fakultas Syari?
ah dan Fakultas Tarbiyah (sekarang Fakultas Ilmu Agama Islam), sedang untuk tahun kedua dan
seterusnya dibuka untuk seluruh fakultas yang ada di lingkungan UII. Karena keterbatasan
sarana dan prasarana yang ada, sampai saat ini pesantren UII hanya ditujukan bagi mahasiswa
(santri putra).

37. Pondok Pesantren Hidayatullah (Surabaya)


Sejarah Berdirinya
Pesantren Hidayatullah Surabaya merupakan cabang dari Pasantren Hidayatullah
Balikpapan Kalimantan Timur, yang dirintis oleh Ust. KH, Abdullah Said.Sebagai cabang,
Pesantren Hidayatuilah Surabaya secara resmi didirikan pada tanggal 28 Nopember 1986.
Diawali oleh diskusi-diskusi yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa muslim yang sedang
menyelesaikan kuliah di berbagai Perguruan Tinggi di Surabaya. Mereka, antara lain:
Abdurrahman (UNAIR), Hamim Thahari (IKIP), Elvenus Yahya (ITS), Sulaiman (ITS), Rahmad
Rahman (UNAIR), Khusnul Khuluq (IKIP).
Selama hampir 20 tahun perjalanan Pesantren Hidayatullah Surabaya, telah beberapa
kali terjadi pergantian kepemimpinan, yaitu: Ust H. Abdurrahman, SE (1986-1998), Ust. Drs. H.
Rahmad Rahman, MSi (1998-2000), Ust. Drs Ali Imron, M.Ag. (2002-2003), Ust. H. Ainur Rofiq
(2003-2007), Ust. Drs. H.Miftahudin M.Si. (2007-2011) dan untuk saat ini pemegang amanah
kepemimpinan Pesantren Hidayatullah Surabaya adalah Ust. Nur Fuad, MA.
Perkembangannya
Diawali dengan menyewa sebuah rumah yang terletak di Jl. Gebang Lor 49 Surabaya,
yang digunakan sebagai kantor, tempat belajar, tempat ibadah sekaligus sebagai asrama tempat
tinggal bagi mahasiswa.
Atas izin Allah SWT, kepercayaan masyarakatpun terus meningkat. Hingga pada
akhirnya Pesantren Hidayatullah mampu mewujudkan sebuah kompleks asrama di atas tanah
wakaf seluas 1500 m2 di Desa Kejawan Putih Tambak, Kec. Mulyorejo, Kodya Surabaya. Lahan
tersebut merupakan wakaf dari Prof. DR. H. Sukarjono (Pembantu Rektor I ITS pada saat itu).
Saat ini Pesantren Hidayatullah Surabaya memiliki kampus seluas 2,3 Ha.

38. Pondok Pesantren As-Salafi Al-Fithrah (Surabaya)


Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Assalafi AlFitrah pada tahun 1985 bermula dari kediaman Hadratusy
Syaikh KH. Achmad Asrori Al Ishaqy ra. Dan Mushola . Pada saat itu ikut serta tiga santri dari
pondok abah beliau yaitu Pondok Pesantren Darul Ubudiyah Jatipurwo Surabaya untuk pada
beliau. Pada tahun 1990 datanglah beberapa santri dengan kegiatan ubudiyah dan mengaji
secara bandongan di mushola.
Dalam Perkembangannya jumlah anak yang ingn mengaji dan mondok semakin banyak
sehingga pada tahun 1994 Hadratus Syaikh memutuskan untuk mendirikan Pondok Pesantren
dan mengatur pendidikan secara klasikal.
Pondok Pesantren Assalafi ALfithrah semakin berkembang dan dikenal masyarakat
secara luas, sehingga banyak masyarakat yang memohon kepada Hadratus Syaikh untuk
menerima santri putri. Atas dorongan itulah pada tahun 2003 beliau membuka pendaftaran
santri putri dan terdaftarlah 77 santri putri .Dan seiring animo masyarakat untuk
memondokkan anak sejak usia dini , Pondok Pesantren As salafi Al Fithrah sebagai wujud
tanggung jawab , maka pada hari senin 3 dzulqo'dah 1431 bertepatan 11 oktober 2010
membuka pondok pesantren usia dini untuk putra.

39. Pondok Pesantren Bali Bina Insani Tabanan (Bali)

27
Pesantren Bali Bina Insani yang berlokasi di Jln. Raya Timpang, desa Meliling,
Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali, ini berdiri tanggal 27 Oktober 1991 di bawah
Yayasan La Royba dan diresmikan oleh Ketua MUI Bali.
Berdirinya pesantren ini sebagai respon positif terhadap kebutuhan umat dalam bidang
pendidikan dan pengasuhan. Di samping itu, untuk membentengi Bali dari gempuran nilai-nilai
asing yang sangat berbenturan dengan agama dan moral serta kearifan lokal (local wisdom).
Umat Islam di Bali yang telah eksis sejak awal abad 16 M., dan telah menyatu dengan
penduduk Bali yang beragama Hindu tidak rela kalau Bali diusik oleh budanya asing. Usaha
filterisasi budaya dan peningkatan kualitas SDM sangat efektif dilakukan melalui dunia
pendidikan.
Sejarah pesantren, pada awalnya lokasi pesantren tidak berada di daerah yang sekarang
dijadikan lokasi pesantren. Tapi di desa Sembung Gede, sekitar satu kilo dari lokasi yang
sekarang. Karena tidak santri semakin bertambah, fasilitas kurang memadai, akhirnya harus
pindah ke lokasi yang cukup memadai, dan lokasi sekaranglah pesantren berdiri.
Cikal balak pesantren dari tujuh anak yatim yang diasuh oleh pak Drs. KH Ketut
Imaduddin Djamaludin, SH. Pada mulanya—sebagai pengakuannya sendiri—kiyai tidak berniat
mendirikan sebuah pondok pesantren. Karena merasa tidak mempunyai latar belakang tarbiyah
dan cita-cita serta setrategi bagaimana mendidik orang. Beliau hanya memiliki atensi dan
perhatian kepada anak-anak yatim. Dan dari bulan ke bulan, dan tahun ke tahun, peminatnya
semakin bertambah, semakin banyak. Dari belasan anak, sampai puluhan anak. Secara alami,
semakin membludaknya anak-anak yang dititpkan, maka mendesak untuk memberikan
pelayanan yang lebih komprehensip dan tempat yang memadai.
Lalu, terbersit di dalam hati Kiyai Ketut bagaimana memperhatikan anak-anak yang
dititipkan kepadanya itu bukan hanya secara fisik tetapi juga non-fisik, dan harus sedikit
terkonsep. Setelah melalui pemikiran cukup matang dan konsultasi kepara para tokoh dan para
kiyai, muncullah keputusan bahwa pondok pesantrenlah yang tepat untuk menampung mereka.
Maka jadilah pondok pesantren sep erti sekarang ini.

40. Pondok Pesantren Modern Al-Istiqamah (Palu-Sulteng)


Ngata Baru adalah sebuah desa yang terletak 14 KM arah selatan Kota Palu dengan
radius 4 KM dari perumahan penduduk Kelurahan Petobo, tepatnya desa tersebut berada
di pedataran tinggi Pegunungan Bulili. Pada saat itu desa Ngata Baru merupakan kawasan
non produktif karena letaknya yang berada di ketinggian dan tanahnya yang kurang
bersahabat untuk dijadikan lahan pertanian ataupun perkebunan. Di tambah lagi dengan
sumber mata air yang kecil, maka jadilah kawasan tersebut hanya mampu ditumbuhi
tanaman-tanaman yang dengan kekeringan.
Nama Ngata Baru dikalangan masyarakat kaili yang mendiami lembah Palu,
utamanya yang telah berusia lima puluh tahun keatas kurang mengenalnya, karena
memang wilayah ini sebelumnya dikenal dengan nama Kapopo. Ketika Kapopo menjadi
lokasi Pusat Pekan Penghijauan Nasional yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada
tahun 1990, nama tersebut berubah menjadi Ngata Baru, yang berarti Kampung Baru.
Ditempat inilah tepatnya pada tanggal 2 Mei 1993 KH. Muhammad Arif Siraj Lc,
“babat alas” mendirikan Pondok Pesantren Modern Al-Istiqamah di atas tanah pribadi
seluas + 3 Ha. Sebenarnya rencana pendiriannya sudah dirintis sejak Maret 1993, sebagai
niat yang kuat untuk mewujudkan cita-cita “Seribu Gontor” di Indonesia, sebagai wadah
yang mampu membina dan mendidik generasi muda Islam dengan dasar Iman dan Taqwa
agar mereka memiliki pengetahuan luas dan keterampilan hidup yang berdaya guna,
sehingga dapat tampil sebagai muslim yang mampu menegakkan kalimat Allah Swt,
dimana pun mereka berada.
Pada tanggal 11 Juli 1993, Pondok ini memulakan Program Pendidikan dan
Pengajaran. Murid baru pada tahun itu berjumlah 17 orang, sementara Tingkat
Pendidikannya adalah Tarbiyyatu-l- Mualimin Al-Islamiyyah (TMI) dengan lama belajar
enam tahun bagi yang berijazah SD/MI dan 4 tahun bagi yang berijazah SLTP/SMU/MA.
Sedangkan sarana yang mendukung proses pendidikan itu terdiri dari atas 1 unit (2 Lokal)

28
Asrama Putra sekaligus Musholla, 1 unit (dua lokal) Asrama Putri sekaligus ruangan kelas,
1 unit (3 Lokal) ruang belajar, 1 unit rumah Kyai sekaligus Asrama Depan Guru, 1 buah bak
air, 1 buah bivak(tempat tinggal sementara tukang bangunan dan buruhnya) yang
berfungsi sebagai dapur umum.

41. Pondok Pesantren Al-Khairat (Palu –Sulteng)


Pesantren Al-Khairaat (PA) Palu adalah sebuah pesantren yang sangat terkenal
khususnya di Indonesia Timur. Ia memiliki ratusan cabang di berbagai provinsi, kota dan
kabupaten di Indonesia Timur. Saat ini bahkan sudah memiliki cabang di Jawa. Dalam segi
dinamisnya pergerakan dan kemajuan PA, ia adalah Pondok Gontor-nya Indonesia Timur.
Berikut profil singkat dari Pondok Pesantren Al-Khairaat Palu, Sulawesi
Nama pesantren: Al-Khairaat
Didirikan: 30 Juni 1930
Alamat: Palu, Donggala, Sulawesi Tengah
Pendiri: Sayyid/Habib Idrus bin Salim Aldjufrie dikenal sebgai Guru Tua
Pendiri wafat: 22 Desember 1969
Pengganti: Habib Sayyid Seggaf Aldjufrie, cucu Guru Tua
Sistem pendidikan: TK, SD, SMP,SMA, SMK,MI, MTS, MA, Universitas.
Cabang pesantren: Sulawesi, Maluku, Papua, Halmahera, pulau Bunyu Kalimantan Timur,
Condet, DKI Jakarta.
21 Agustus 1956, Al-Khairaat yang juga menjadi lembaga sosial kemasyarakatan
Pada tanggal 11 Januari 1942 M: ditutup oleh Jepang
Pada tanggal 17 Agustus 1945: Al-Khairaat dibuka kembali.
Pada tahun 1964 M: perguruan tinggi dengan nama Universitas Islam Al-Khairaat dengan tiga
fakultas di dalamnya, yaitu: Fakultas Sastra, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Syariah.
Pada tahun 1965: G30S PKI, perguruan tinggi Al-Khairaat dinonaktifkan untuk sementara pada
tahun 1969 dibuka kembali.

42. Pondok Pesantren Ihyaul ‘Ulum DDI Baruga (Majene Sulawesi Barat)


 Sejarah Lahirnya DDI di Kabupaten Majene
Sejarah lahirnya Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) di Sulawesi Selatan dan sekitarnya
tidaklah dapat dipisahkan dari peranan dua tokoh ulama besar Sulawesi Selatan, yaitu
Andonggurutta1 KH. As’ad dan Andonggurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle yang mendidik dan
melahirkan ulama-ulama di berbagai daerah di Sulawesi.
Sekembalinya Andonggurutta KH. As’ad dari Mekah atas permintaan masyarakat dan
sanak keluarga, beliau kemudian mendirikan Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) di Sengkang.
Kemasyhuran beliau yang semakin tersebar akan kedalaman dan penguasaannya pada ilmu-
ilmu agama menjadikan Sengkang pada waktu itu sebagai kiblat pendidikan para pencari ilmu
di berbagai daerah termasuk Majene. Dari didikan beliaulah lahir ulama-ulama besar Sulawesi,
di antaranya Andonggurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle, Andonggurutta KH. Abdu Pabbaja,
Andonggurutta KH. Daud Ismail, Andonggurutta KH. Yunus Maratan, Andonggurutta KH. Ali Yafi,
Andonggurutta Opu Ambe’na Ino dan ulama-ulama lainya. 2
Karena semakin membludaknya murid yang datang ke Sengkang, sehingga
Andonggurutta KH. As’ad mengangkat beberapa orang murid seniornya untuk membantu beliau
mengajar dan mendidik di MAI Sengkang, tercatatlah di antaranya Andonggurutta KH.
Abdurrahman Ambo Dalle.3
Perkembangan selanjutnya menghendaki agar pendidikan di Sulawesi Selatan terus
dikembangkan, sehingga tibalah masanya Andonggurutta KH. Ambo Dalle pindah ke Soppeng
Riaja atas permintaan masyarakat Barru akan kehausannya pada ilmu agama. Pokkali Soppeng
dan Qadhi Soppeng kemudian mendatangi Andonggurutta KH. As’ad di Sengkang dan
mengajukan permintaan masyarakatnya berkali-kali pada beliau. Akhirnya setelah keputusan
diserahkan sepenuhnya kepada Andonggurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle, Andonggurutta
KH. As’ad dengan berat hati melepaskan murid kesayangannya untuk berkiprah di tengah
masyarakat Mangkso. Setibanya di Mangkoso, Andonggurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle

29
langsung mendirikan MAI yang difasilitasi langsung oleh pemerintah dan masyarakat setempat.
Dan dalam waktu singkat memiliki murid yang sangat membludak jumlahnya.
43. Pondok Pesantren Annur Azzubaidi (Sulawesi Tenggara)
Tak banyak pondok pesantren yang berlokasi di satuan pemukiman (SP) transmigran. Dari
yang sedikit itu adalah Pondok Pesantren Annur Azzubaidi. Pondok pesantren yang didirikan oleh
KH Anang Zubaidi Afif itu tepatnya berlokasi di Jalan S Palulu No 30 Desa Larowiu, Kecamatan
Meluhu, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Di tahun 2012 ini pondok itu
memiliki sekitar 500 santri. Sebanyak 320 di antaranya bermukim di pondok. Mereka menempuh
pendidikan formal dari tingkat taman kanak-kanak raudhatul athfal (RA) sampai madrasah aliyah
(MA).
Selain itu pesantren ini juga menyelenggarakan kelas jauh Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Kendari Jurusan Tarbiyah. Perkuliahan dilaksanakan setiap Sabtu dan Ahad. Santri
Pondok Pesantren Annur Azzubaidi berasal dari Konawe dan sekitarnya, Sulawesi Tenggara,
Kalimantan Selatan, Sorong, Manado, dan Palu. Serta beberapa dari Jawa.
Cikal bakal pondok pesantren ini berawal dari sebuah kelompok pengajian yang dirintis
oleh Anang Zubaidi Afif di Jalan Kelud No 17 di Satuan Pemukiman F (SPF). Saat itu ia adalah
pemuda asal Malang yang datang ke lokasi transmigrasi untuk mengunjungi pamannya. Ternyata
kehadiran lulusan Pondok Pesantren Annur Malang di lokasi transmigran itu, sangat dirindukan
oleh masyarakat. Sebab di daerah itu, tepatnya di SPF, tidak ada sosok yang mau membina
masyarakat dan mengembangkan agama Islam. Rintisan itu dimulai tahun 1989. Demi melihat
sambutan dan antusiasme masyarakat yang begitu tinggi terhadap kehadirannya, maka Anang
memutuskan untuk menetap di daerah itu demi bisa meneruskan rintisan perjuangannya.
Pada 28 Oktober 1990 diresmikanlah Pondok Pesantren Annur Azzubaidi. Peresmian
dihadiri tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di Konawe dan Kendari. Juga hadir
pejabat Kanwil Departemen Agama Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1992 santri sudah mencapai
sekitar seratus orang. Melihat perkembangan yang begitu cepat, masyarakat lalu membelikan 0.25
hektar tanah di samping Pondok dan diwakafkan untuk lokasi bangunan masjid jami’. Kini
pesantren telah memiliki lahan seluas 7 ha. Selain itu masih ada 10 ha lagi berupa sawah dan kebun
yang ditanami padi, coklat, dan akasia, yang lokasinya terpisah dari pondok pesantren.

44. Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah (Makasar)


Pondok Pesantren ini berdiri ketika ulama Muhammadiyah berpandangan bahwa
Pendidikan Tarjih Muhammadiyah yang diselenggarakan di jalan Bandang No. 7 C Ujung
Pandang (sekarang Makassar) khususnya di Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bontoala tidak
lagi relefan sesuai dengan perkembangan zaman. Olehnya itu tokoh-tokoh ulama
Muhammadiyah sebagai konsultan dakwah pada saat itu yang terdiri dari :
1. 
1.     DR. S. Madjid
2. 
2.     K.H. Abdul Jabbar Asysyiri
3. 
3.     K.H. Fattul Muin Dg. Magading
4. 
4.     K.H. Marsuki Hasan
5. 
5.     K.H. Bakri Wahid
Tahun 1970 sepakat ulama Muhammadiyah untuk mencari lokasi Pembinaan Tarjih
Muhammadiyah dipindahkan ke luar kota. Dengan usaha kerja keras itulah membuahkan hasil
dengan mendapatkan lokasi sekarang sebagai sumbangan dari Kepala Daerah Kab. Maros
(Bapak Kasim DM). Tanggal 14 April 1971 resmi menjadi Pondok Pesantren Darul Arqam
dengan akte notaris No. 22 tanggal 09 Juni 1972. Pada Musyawah Wilayah Muhammadiyah
Wilayah di Limbung Gowa terpilihlah K.H. Abdul Jabbar Asysyri sebagai Ketua dan Drs.
Zainuddin Sialla menjadi sekretaris.
Dalam rangka pembinaan pondok pesantren, maka pada Musyawarah Wilayah
Muhammadiyah di Parepare menetapkan agar Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah
menjadi proyek Pengkaderan Muhammadiyah. Tanggal 25 Januari 1976 berlangsung serah
terima pesantren dari PCM Bontoala kepada PWM Sulawesi Selatan Barat.
Dalam perkembangannya, Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Sulawesi
Selatan telah mengalami 7 (tujuh) kali pergantian kepemimpinan yaitu :

30
1. 
1.    K.H. Abdul Jabbar Asysyiri tahun 1971 s/d 1987. (almarhum)
2. 
2.    K.H. Drs. Makmur Ali tahun 1987 s/d 1992. (almarhum)
3. 
3.    H. Iskandar Tompo tahun 1992 s/d 1993.
4. 
4.    K. H. Andi Bakri Kasim tahun 1993 s/d 1994.
5. 
5.    K. H. Muchtar Waka, BA. 1994 s/d 2007
6. 
6.    DR. K.H. Mustari Bosra, MA. 2007 – 2011
7. 
7.    Majelis Dikdasmen PWM Sul-Sel 11 Juni 2011-Maret 2012
8. 
8.    Drs. KH. Baharuddin Pagim April 2012- 2016

45. Pondok Pesantren Al Falah (Banjar Baru, KalSel)


Pondok Pesantren Al Falah terletak di Jalan A.Yani Km.23 Landasan Ulin Tengah
Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru Kalsel. Letaknya sangat strategis, 23 km dari
Banjarmasin ibukota propinsi Kalsel, 2 km dari Bandara Syamsudin Noor, 13 km dari
Banjarbaru ibukota kotamadya Banjarbaru. Jadi letaknya sangat mendukung, karena
trasnportasi sangat mudah dan murah disebabkan letaknya di pinggir jalan protocol. Tidak
mengherankan para santrinya berdatangan dari berbagai penjuru tanah air. Khususnya dari
daerah Kalimantan dan Jawa. Jumlah santri putra dan putri tahun pelajaran 2007/2008 ini
berjumlah ……. orang. Program atau kurikulum pondok di waktu pagi dan sudah diakreditasi /
diakui oleh Al Azhar University Cairo Mesir (sejak tahun 1995)
Setiap alumnus tingkat Ulya pondok langsung bisa diterima di Al Azhar University Mesir
tanpa melalui tes. Sekarang ini alumnus Al Falah yang kuliah di Al Azhar sekitar ….. Mahasiswa,
ada yang sedang menempuh S2 . Mereka adalah kader-kader penerus pondok dalam
mencerdaskan bangsa. Diwaktu sore program pemerintah yaitu Madrasah Tsanawiyah dan
Aliyah dibawah Binaan Departemen Agama , statusnya terakreditasi. Selain MTs dan MA, STAI
Al Falah juga tidak ketinggalan dalam kiprahnya. Dalam mengimplementasikan Tri Dharma
Perguruan tingginya STAI Al Falah telah melaksanakan wisuda sarjana S1 yang ke 6 kalinya.
K.H.M.Sani dengan ponpes Al Falah tidak dapat dipisah-pisahkan, karena beliaulah sebagai salah
seorang pendiri yang paling banyak menangani Al Falah. Perumpamaanya bagaikan dua badan
tapi satu jiwa. Al Falah berkembang dan besar karena hasil dari keuletan dan kerja keras beliau.
Sebaliknya beliau sangat terkenal karena kemajuan Al Falah. Pada waktu mula berdirinya
pondok, santri pertama tercatat 26 orang, yang kemudian membanjir dari pelosok desa dan
kota di kawasan ini. Alhamdulillah semua ini berkat dukungan dan partisipasi seluruh
masyarakat, sehingga masyarakat mempercayakan putera dan puterinya di didik dengan budi
pekerti yang baik di pondok.

46. Pondok Pesantren Nurul Jannah (Banjarmasin)


Pada awal berdiri, jumlah santri di pondok ini hanya terhitung dua ratusan. Kini, jumlah
itu sudah berlipat-lipat hingga menjadikan pondok ini pantas disebut sebagai pondok
pesantren terbesar di Banjarmasin.
Pondok yang beralamat di Jl Gerilya Gang Bambu Kelurahan Kelayan B Timur
Kecamatan Banjarmasin Selatan ini dibangun pada tahun 1990. Pendirinya adalah almarhum
KH Basirun Ali. Beliau juga menjadi pengasuh sekaligus pimpinan pertama pondok dari tahun
1990 sampai tutup usia pada bulan Januari 2010 lalu.
Kini, Pondok Pesantren Nurul Jannah Banjarmasin dipimpin salah satunya oleh Ustadz Edi
Rahmadi. Tapi, ia tidak sendiri dalam memimpin pondok. Kepemimpinan dipegang oleh dua
orang lainnya lagi, yakni Ustadz H Zaini dan Ustadz H Syafii, putra almarhum KH Basirun Alin.
Dituturkannya, berselang lima tahun setelah kepulangannya dari menuntut ilmu agama di
Mekkah pada tahun 1985, almarhum KH Basirun Ali berjalan-jalan ke Banjarmasin dan tiba di
daerah dimana Pondok Pesantren Nurul Jannah sekarang berdiri. Dulu, daerah ini dianggap
angker oleh masyarakat sekitar.
Setelah berkonsultasi dengan warga dan mendapat persetujuan, akhirnya dibangunlah
sebuah pondok pesantren yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren Nurul Jannah. Pada
tahun 1991, Pondok Pesantren Nurul Jannah untuk pertama kalinya menerima santri baru.
“Lalu didatangkanlah guru-guru. Pertama-tamanya adalah teman-teman beliau sendiri yang

31
kuliah di Mekkah, seperti tuan guru Jamhuri, Syamsudin, Sirajuddin, dan Sam’ani. Sekarang
guru-guru di sini selain lulusan Mekkah, kebanyakan merupakan alumni kami di sini,”
tambahnya. Pada angkatan pertama, ada sekitar 200 orang santri yang terdaftar. Kini, jumlah
santri yang mondok di pesantren ini tercatat ada 1.010 orang, terdiri dari 600 orang santri
tingkat tsanawiyah dan 410 orang santri tingkat aliyah. Sebelumnya, jumlah santri ada 1.600
orang. Namun, setelah kebakaran besar yang melanda lingkungan pondok dan hampir melahap
habis seluruh bangunan pada tahun 2010 lalu, banyak santri yang berhenti atau pindah ke
sekolah lain.

47. Pondok Pesantren Al Istiqamah (Banjarmasin)


Makin berkurangnya jumlah dan kualitas ulama akhir-akhir ini membuat keprihatinan
yang mendalam dari sebagian besar umat Islam. Daerah yang memasyarakatnya mayoritas
beragama Islam, belum memiliki sebuah lembaga pendidikan Islam yang memadai dan
representatif, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Padahal warga sangat berkeinginan
akan adanya lembaga pendidikan Islam. Selama ini, untuk memasukkan anaknya ke pesantren,
mereka harus menempuh jarak cukup jauh yang terletak di luar kota.
Beberapa faktor tersebut sangat mendorong seorang tokoh masyarakat setempat yang
bernama Drs. H.A. Hafiz Anshary, Az untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan (pesantren)
di daerah perkotaan Banjarmasin. Gagasan Drs. H.A. Hafiz Anshary, Az (alumni Pondok
Pesantren Darussalam Martapura), pernah dimuat di harian Banjarmasin Post tahun 1984,
dengan topik “Kapan Pondok Pesantren Modern Muncul di Banjarmasin?”.
Keinginan tersebut juga disampaikan kepada saudara sepupunya (Abd. Muiz). Abd. Muiz
adalah santri keluaran Pondok Pesantren Datu Kalampayan, Bangil Jawa Timur dan mempunyai
orang tua angkat yang bernama H. Hasan. Dari orangtua angkat itulah, diperoleh sebidang tanah
wakaf seluas 24 X 36 m2, yang tereletak di Jl. Pekapuran Raya RT. 28, Kelurahan Pemurus Baru,
Kecamatan Banjar Selatan.
Dengan telah tersedianya tanah tersebut, maka secara resmi didirikanlah sebuah pondok
dengan nama Pondok Pesantren Al-Istiqamah, tepatnya pada tanggal 17 November 1984.
Pendiri Pondok Pesantren terdiri dari beberapa tokoh agama yang tergabung dalam wadah
yang bernama Badan Pendiri. Badan Pendiri diketuai oleh H. Muhammad Sariman (alm),
Sekretaris dipegang oleh Drs. H.A. Hafiz Anshary, AZ, dan dua orang anggota. Yaitu H. Hasan
(alm) dan H. Bahruddin (alm).
Tujuan didirikannya pondok pesantren selain untuk memenuhi kebutuhan semakin
berkurangnya kualitas dan kuantitas ulama, dan kebutuhan agama masyarakat juga
dimaksudkan untuk membangkitkan masyarakat untuk mengkaji kitab kuning (salafiah).
Sehingga dengan adanya lembaga tersebut, diharapkan akan tercetak ulama-ulama sebagai
pewaris dan penerus syiar Islam.
Pada awal didirikannya, dana yang dibutuhkan untuk membangun gedung berasal dari
para donator melalui rapat (musyawarah) para pendiri dan masyarakat. Rapat dilakukan di
langgar Al-Istiqamah Gang Maduratna, Jl. Kol. Sugiono, Banjarmasin (Januari 1985). Dalam rapat
tersebut terkumpul dana sebesar Rp. 2.630.000,- dari 29 donatur yang hadir. Dalam dana
tersebut dimulailah pembangunan gedung serta perluasan tanah dengan mendapat bantuan
dari H. Muhammad Sariman.
Pada awal berdirinya, pondok pesanten hanya memiliki 19 ruangan yang terbuat dari
kayu yang dipergunakan untuk ruang kelas, guru dan asrama. Pada perkembangan Selanjutnya,
dibangun lagi sebuah masjid dengan kondisi permanent, gedung Tk, MI. MTS, MA dan gedung
Madrasah Diniyah.
Perkembangan pondok juga menyangkut program pendidikan yang diselenggarakan. Pada
awal berdirinya, jenis pendidikan yang diselenggarakan adalah berupa kursus. Ada 4 (empat)
macam kursus yang diselenggarakan, yaitu kursus Bahasa Arab (Direktur Prof. Drs. H. Anwar
Mas’ari, MA), kursus Bahasa Inggris (Direktur Drs. H. Abd. Qadir Munsyi), Kursus Dakwah
(Direktur Dr. H. A. Nawawi, MA) dan kursus Tilawatil Qur’an (direktur Drs. H. Ilyas). Keempat
lembaga tersebut diikuti sekitar 485 peserta.

32
Pada perkembangan berikutnya (1986/1987), membuka beberapa jenjang pendidikan.
Yaitu Madrasah Diniyah Salafiah (MDS), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madarasah Aliyah
(MA), dengan jumlah santri sekitar 100 orang yang berasal dari dalam kota Banjarmasin. Pada
tahun 1990 didirikan kembali lembaga pendidikan, yaitu TK Islam (1990) dan Madrasah
Ibtidaiyah (1992) untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yaitu adanya pendidikan
dasar di pondok pesantren. Perkembangan pondok pesantren terus berlanjut, dimana
kehadiran pondok mendapat tempat di hati masyarakat. Santri bukan hanya dari dalam kota,
tetapi dari luar kota bahkan dari provinsi lain, seperti Kalimantan Tengah.

48. Pesantren Hidayatullah (Balikpapan, Kaltim)


Menyebut Kalimantan, yang terbayang adalah hutan belantara. Apalagi di medio '70-an
hutan di sana mungkin masih perawan sekali. Tapi siapa kira ada sekelompok Ustadz dari tanah
Jawa 'nekat' menembus hutan dan mendirikan pondok pesantren di sana. Pondok Pesantren
Hidayatullah, di Kecamatan Tritip Gunung Tembak Balikpapan Kalimantan Timur mulanya
adalah hutan belantara tadi.
Kini, pesantren yang pernah meraih Kalpataru tahun 1984 itu telah memiliki 150
cabang di seluruh Indonesia. Beberapa pejabat teras, baik daerah maupun pusat, silih berganti
datang ke pesantren itu. Mantan Presiden Habibie dan Wakil Presiden hamzah Haz adalah dua
di antara mereka. Sejumlah ulama, baik dalam dan luar negeri, juga ikut berceramah di sana.
Adalah Ustadz Abdullah Said yang pertama kali datang ke daerah ini dan menggagas berdirinya
Pesantren Hidayatullah. Saat itu, awal tahun 1970-an, ia ditemani beberapa ustadz muda
jebolan pesantren terkenal di tanah Jawa, seperti Gontor, Krapyak (Yogyakarta) dan Pendidikan
Majelis Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta.
Sarana pendidikan di pesantren ini sekarang sudah memadai. Mereka membangun
sekolah mulai dari jenjang ibtidayah sampai Sekolah Tinggi Agama Islam. Jumlah mahasiswa
yang kuliah di pesantren ini ada 75 orang: 45 putri dan 30 putra. Mereka juga mengirimkan
empat santrinya meneruskan kuliah di Madinah. Dengan berbekal kemandirian Hidayatullah
telah berbenah.

49. Pondok Modern Asy-Syifa (Balikpapan, Kaltim)


Sekilas sejarah Pada tahun 1987 berdirilah Pondok Pesantren Asy-Syifa dengan sistem
tradisional – salafiyah yang berlokasi di jalan Soekarno – Hatta KM. 4,5 Batu Ampar Kota
Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur dibawah naungan Yayasan Asy-Syifa. Namun dalam
perjalananya mengalami berbagai kendala sehingga terjadi kevakuman pada tahun 1992 –
1994 sebelum kemudian para pendirinya/Yayasan Asy-Syifa menjalin kerjasama dengan Ikatan
Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor Cabang Balikpapan dalam rangka menghidupkan
kembali lembaga tersebut pada tahun 1994 dengan nama Pondok Modern Asy-Syifa. Metode
pengajaran, situasi dan kehidupan keseharian para santrinya diupayakan sama dengan Pondok
Modern Gontor Ponorogo, seperti hidup sederhana, disiplin, berwawasan luas, mempunyai
kemampuan berbahasa Arab dan Inggris, kepramukaan, latihan kepemimpinan dalam
bverorganisasi dan lain-lain. Perkembangan dari tahun ke tahun menunjukkan kemajuan, hal
itu dapat dilihat dari tingginya minat para orang tua/wali mempercayakannya pendidikan
anaknya disini, selain itu baik pemerintah maupun masyarakat selalu memberikan dukungan
baik moril maupun material.

50. Pondok Pesantren Nadil Ulum (Maluku)


Pesantren Nadil Ulum didirikan pada tahun 1952, merupakan lembaga pendidikan
agama tertua di Maluku, Tingkat pendidikan mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsnawiyah, Madrasah Aliyah. Di kelola oleh sebuah keluarga dari clean raja Abdullah
Latuconsina. Cikal Bakal berdiri pesantren ini bermula dari wasiat cucunya yang bernama Haji
Abdurrahman latuconsina yang bermukim di Mekkah dan menjadi guru di mesjidil haram
sebelum wafat pada tahun 1930-an dia memberi wasiat kepada seluruh keluarganya untuk
mendirikan sebuah lembaga pendidikan agama. Maka secara formal di dirikan yayasan Nadil
Ulumiddiniyah oleh KH. Husain Tuasikal. Perkembangan pesantren ini mengalami peningkatan

33
yang pesat, karena masyarakat dari desa dan pulau sekitar P.Haruku mengenyam pendidikan
pada Pondok Pesantren Nadil Ulum. sampai tahun 2008. telah mengeluarkan ribuan alumni dan
tersebar pada berbagai lembaga pemerintahan dan non pemerintahan di seluruh Indonesia
diantaranya Gebernur Maluku periode 1993-1997 Drs. M. Akib Latuconsina, Wakil Gubernur
Maluku periode 2003-2008 Drs. M. Abdullah latuconsina. Bupati Maluku tengah Ir. Abdullah
Tuasikal, 2 periode, 2001-2007, 2007-2013 , Sekretaris Daerah Drs. M. J. Latuconsian, pernah
mengenyam pendidikan di pesantren ini.dan masih banyak sederet alumni yang sukses.

51. Pondok Pesantren Islam Al-Anshor (Ambon)


Kelahiran Pondok Pesantren Islam “Al-Anshor Ambon” Terinspirasi dari Konflik Maluku
yang bernuansa Sara yang terjadi pada tahun 1999 s/d tahun 2004 yang menyisahkan trauma
panjang bagi sebagian besar masyarakat Maluku, terutama anak-anak korban antara lain; Anak
Yatim ( orang tuanya meninggal dalam konflik), Anak yang orang tuannya Cacat dalam konflik,
Anak yang orang tuanya khilangan pekerjaan karena konflik, serta anak yatim, anak y6ang suku
terasing, anak putus sekolah dan anak dari orang tua kurang/tidak mampu.
Terinspirasi dengan masalah tersebut diatas maka beberapa aktifitas pembinaan
Da’wah dan sosial kemasyarakatn di Ambon, membagun sebuah pondok pesantren berfungsi
sebagai Panti Asuhan dengan tujuan utama ialah mengasuh, membina dan menyekolahkan anak
penyandang masalah sosial dimaksud di atas, dengan menanamkan pemahaman agama yang
benar sehingga dapat membawa dirinya ditengah pergaulan masyarakat serta dapat berdaya
dan berhasil guna kepada masyarakat dimana dia berada.
Sejak berdirinya tanggal 14 Februari 2004 sampai sekarang telah memiliki 329 santri
dan mengasuh, membina dan menyekolahkan 81 santri yang terdiri dari anak – Yatim, yatim
piatu dan dhuafa. Keberadaan pondok pesantren ini diterima baik oleh masyarakat Ambo, ini
dapat dibuktikan dengan partisipasi masyarakat dengan selalu membantu makanan, membantu
biaya pembangunan walaupun dengan seadanya. Dan ini tidak hanya datang dari Ummat Islam,
namun juga datang dari komunitas Kristen, dan juga budha yang secara rutin tiap tahun
menyumbang dana, pakaian, makanan dan lain-lain.

52. Pondok Pesantren Salafiah Raudlotul Maghfurin Binagara (Maluku Utara)


Pondok Pesantren Salafiah Putra Putri Roudlotul Maghfurin Binagara .JL.Ekor trans
desa binagara blok A kecamatan wasile selatan kabupaten Halmahera timur Propinsi Maluku
utara .HP 081225790699 Profil Pondok Pesantren Roudlotul Maghfurin Binagara
l.PENDIRIAN :Pondok Pesantren Salafiah Putra Putri Roudlotul Maghfurin Binagara di dirikan
oleh K.A.Abdul Ghofur As-syatiry pada tanggal 17 jumadil 1431 H/31 mei 2010 II.Lokasi .
:Pondok Pesantren Salafiah Putra Putri Roudlotul Maghfurin Binagara di dirikan pertama kali di
atas tanah Wakaf pemberian seorang dermawan bernama Bpk.Ahmad Rif'an dengan luas
keseluruhan 25x50 m2 .
Tujuan :
Pondok Pesantren Salafiah Putra Putri Roudlotul Maghfurin Binagara di didirikan
bertujuan untuk mensyiarkan agama islam di manapun berada dan memberikan pendidikan
kepada kaum yang tidak mampu supaya dapat mendapatkan bimbingan ilmu duniwi dan
uhkrowi sehingga nanti bisa selamat di dunia dan akhirot serta untuk mencetak sarjana sarjana
penghafal Alquran dan generasi penerus agama islam yang alim di dalam ilmu syari'at thoriqoh
haqiqot dan ma'rifat ,mensyiarkan ajaran akidah tauhid yang bersumber dari AlQUR'AN
,ASSUNNAH ,Yang berdasar mengikuti manhajnya orang orang yang berhati di dalam ilmu
agama yaitu kaidah ijma' para Shohabat ,Tabiit tabin,ulama' mutaqhodimin dan mutaakhirin
serta qiyasnya para mujtahid di dalam ilmu agama yang ahli mutawarri' di dalam tingkah
dzohir dan batinnya .

53. Pondok Pesantren Al-Muttaqin Buper Jayapura (Papua)


Pondok Pesantren Al-Muttaqin Buper Jayapura Papua berdiri dan diakui secara resmi
oleh pemerintah melalui Kementerian Agama Propinsi Papua tanggal 11 Sya’ban 1431 H/23 Juli

34
2010 menjelang diadakannya POSPENAS (Pekan Olahraga Santri Nasional) bulan Juli tahun
2010 di Surabaya.
Pondok pesantren yang berlokasi di wilayah Bumi Perkemahan Jayapura Papua ini
berada di bawah naungan Yayasan Al-Muttaqin dengan visi “Mencetak generasi yang cerdas
spiritual, cerdas emosional, dan cerdas intelektual” dan misi “Membentuk pribadi muslim yang
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, berpengetahuan luas serta Terampil Teknologi”.
Adapun santri-santrinya adalah para siswa-siswi MTs Al-Muttaqin yang tinggal dengan
pola asrama yang sudah berjalan tiga tahun sebelumnya, di bawah asuhan ustadz Drs. Yatiman
M.Si. Mengingat pola pembinaan dan pengasuhan yang semakin berkualitas dan intensif, maka
akhirnya asrama tersebut diresmikan menjadi pesantren. Kemudian hadir ustadz Muhammad
Wahib, MA. dan Ustadz. Abdul Qadir S.Kom sebagai jajaran pengasuh di pesantren tersebut.

54. Pondok Pesantren Al-Kausar, Sentani, (Irian Jaya)


Dari sebuah TPA, Al-Kausar tumbuh menjadi pesantren modern. Tapi,
perkembangannya terhambat berbagai kendala khas Papua. Masjid Ponpes ini diapit asrama. Di
sebuah kanan asrama putra,sedangkan di sebelah kiri asrama putri. Di seberangnya, terdapat
sejumlah bangunan lain tempat para pengurus kompleks itu tinggal.
Al-Kausar, yang didirikan enam tahun lalu, sebelumnya hanyalah sebuah taman
pengajian Alquran (TPA) di bawah naungan Yayasan Pondok Karya Pembangunan (YPKP).
Sampai kemudian datanglah Ustad Mansyur Al-Ghaf bersama dua temannya. Mansyur berasal
dari sebuah pesantren di Jawa Tengah, sedangkan dua lainnya dari Jawa Timur. Kedatangan tiga
orang itu, yang kemudian diberi tanggung jawab sebagai pengurus, akhirnya membangun Al-
Kausar sebagai Ponpes modern yang menggabungkan metode pengajaran salafiah dan
pendidikan umum. Yaitu, selain memberikan pelajaran berupa kajian kitab-kitab kuning,
Ponpes tersebut juga memberikan pelajaran umum yang mengikuti kurikulum nasional.
Minat Masyarakat belajar di Al-Kausar ternyata lumayan besar. Setidaknya, pesantren itu kini
menampung 143 santri yang jumlah santri laki-laki dan perempuannya hampir seimbang.
Mereka dikutip iuran sebesar Rp. 7000 per bulan.
Orang tua santri rata-rata warga trasnmigran yang taraf ekonominya tergolong rendah.
Sehingga, seperti Al-Kausar, Pondok-pondok pesantren di Papua mengandalkan pendanaanya
kepada donatur yang jumlahnya juga tidak banyak. Dengan demikian, perkembangan pondok
pesantren di Papua memang relatif lebih sulit dibandingkan dengan wilayah lain.
Belum lagi soal buku-buku atau kitab-kitab pelajarannya. Di Papua sungguh susah
mencarinya. Al-Kausar sendiri mesti memesan dari Jawa. Dan, itu pun datangnya tidak bisa
dipastikan, bisa sebulan atau malah tiga bulan baru tiba kiriman kitab-kitab itu.

35

Anda mungkin juga menyukai