Anda di halaman 1dari 202

PENGANTAR ILMU

HUKUM TATA NEGARA


JILID I

TIDAK DIPERJUALBELIKAN

Persembahan
MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA

i ii
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
PENGANTAR ILMU
HUKUM TATA NEGARA
JILID I

Asshiddiqie, Jimly
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI
Cetakan Pertama, Juli 2006
xvi + 381 hlm; 14 x 21 cm

1. Hukum Tata Negara 2. Konstitusi

PENGANTAR ILMU
HUKUM TATA NEGARA
JILID I Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
All right reserved

Hak Cipta @ Jimly Asshiddiqie


Cetakan Pertama, Juli 2006

Koreksi naskah:
Muchamad Ali Safa’at dan Pan Mohamad Faiz
Rancang Sampul : Abiarsya
setting layout : Ery SP, M. Azis Hakim, Irvan A.
Indeks : Subhan Hariri

Penerbit:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Penerbit Mahkamah Konstitusi RI
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat 10110
Mahkamah Konstitusi RI Telp. (021) 3520173, 3520787 Ext. 213
Jakarta, 2006 www.mahkamahkonstitusi.go.id

iii iv
Hariri yang telah membuat indeks buku ini, dan semua
DARI PENERBIT pihak yang turut membantu hingga terbitnya buku ini.
Akhirnya, kami sampaikan selamat membaca dan
semoga membawa manfaat bagi perkembangan ketata-
negaraan di Indonesia.

Pasca perubahan UUD 1945, Ilmu Hukum Tata


Jakarta, Juli 2006
Negara mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Sekretaris Jenderal
Berbagai perubahan ketatanegaraan mengharuskan ada-
Mahkamah Konstitusi RI
nya pengkajian yang lebih luas dan mendalam. Apalagi
saat ini norma-norma tersebut berada dalam proses kon-
Janedjri M. Gaffar
solidasi untuk menyesuaikan sistem aturan dan sistem
kelembagaan yang telah ada dan dibuat sebelum peru-
bahan UUD 1945.
Proses pelaksanaan norma-norma dasar dalam
UUD 1945 dalam praktik membutuhkan wawasan dan
medan pengalaman. Oleh karena itu diperlukan perspek-
tif keilmuan yang merupakan sublimasi dari pengalaman
berbagai negara sebagai kerangka dan alternatif pilihan
pelaksanaan norma-norma dasar dalam UUD 1945.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Sekretariat Jen-
deral dan Kepaniteraan MKRI menerbitkan buku yang
menjadi pintu masuk untuk mempelajari Ilmu Hukum
Tata Negara ini. Buku karya Bapak Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H. ini terdiri dari Jilid I dan Jilid II yang
sesungguhnya merupakan satu kesatuan naskah. Dengan
penerbitan buku ini diharapkan dapat ikut mendukung
terwujudnya konstitusionalitas Indonesia dan budaya
sadar berkonstitusi.
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI
mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Muchamad Ali
Safa'at dan Sdr. Pan Mohammad Faiz yang telah dengan
tekun membaca dan mengedit naskah buku ini, Sdr. Ery
Satria Pamungkas, M. Azis Hakim dan Irvan Aprialdi
yang telah membantu me-lay out buku ini, Sdr. Subhan

v vi
mempengaruhi antara sistem konstitusi menjadi suatu
KATA PENGANTAR keniscayaan. Dikotomi antara nasionalisme versus inter-
nasionalisme sistem hukum dan konstitusi juga semakin
tipis batasan-batasannya. Bahkan, karena perkembangan
Uni Eropa yang semakin menguat tingkat kohesi dan in-
tegrasinya, maka kedaulatan sistem hukum dan konsti-
Bismilahhirrahmanirrahim, tusi masing-masing negara anggotanya juga semakin
cair. Apalagi, sebagai akibat kuat dan luasnya pengaruh
Buku ini saya persembahkan sebagai bahan kaji-
gelombang liberalisme di hampir semua negara di dunia,
an bagi para mahasiswa dan pemula, para dosen, pemer-
peran pemerintah dan negara pada umumnya terus me-
hati hukum, serta para peminat pada umumnya yang ter-
nerus dituntut untuk dikurangi melalui kebijakan demo-
tarik untuk mempelajari seluk-beluk mengenai hukum
kratisasi, privatisasi, deregulasi, debirokratisasi, dan pe-
tata negara sebagai ilmu pengetahuan hukum. Sebenar-
majuan hak asasi manusia di semua sektor kehidupan.
nya, banyak buku yang sudah ditulis oleh para ahli Akibatnya, format organisasi negara dan fungsi-fungsi
mengenai hal ini sebelumnya. Akan tetapi, di samping kekuasaan negara juga dipaksa oleh keadaan untuk ber-
tidak dimaksudkan sebagai buku teks yang bersifat me-
ubah secara mendasar.
nyeluruh, pada umumnya buku-buku tersebut ditulis
Kedua, setelah era reformasi, Negara Kesatuan
pada kurun waktu sebelum reformasi. Oleh karena itu,
Republik Indonesia (NKRI) juga telah mengalami per-
buku-buku teks yang sampai sekarang masih dipakai
ubahan yang sangat mendasar di hampir semua aspek-
sebagai pegangan dalam perkuliahan hukum tata negara
nya. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
di berbagai fakultas hukum di tanah air kita dewasa ini
Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi
sudah banyak yang ketinggalan zaman.
dalam sistem hukum Indonesia telah mengalami per-
Buku-buku dimaksud dapat dikatakan ketinggal-
ubahan secara besar-besaran. Jumlah ketentuan yang
an zaman, karena dua sebab utama. Pertama, dunia pa-
tercakup dalam naskah UUD 1945 yang asli mencakup 71
da umumnya di abad KE-21 sekarang ini telah berubah
butir ketentuan. Sekarang, setelah mengalami empat kali
secara sangat mendasar, sehingga menyebabkan struktur
perubahan dalam satu rangkaian proses perubahan dari
dan fungsi-fungsi kekuasaan negara juga mengalami per-
tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, butir ketentuan
ubahan yang sangat significant apabila dibandingkan
yang tercakup di dalamnya menjadi 199 butir. Dari ke-
dengan masa-masa sebelumnya. Perubahan-perubahan
199 butir ketentuan itu, hanya 25 butir ketentuan yang
mendasar itu tidak hanya terjadi di lapangan perekono-
berasal dari naskah asli yang disahkan oleh Panitia Persi-
mian global, tetapi juga di bidang kebudayaan dan di
apan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
bidang sosial politik yang mau tidak mau telah pula
Agustus 1945. Selebihnya, yaitu sebanyak 174 butir
mempengaruhi format dan fungsi kekuasaan di hampir ketentuan, dapat dikatakan merupakan ketentuan yang
semua negara di dunia. baru sama sekali.
Dikarenakan perubahan-perubahan yang bersifat
Banyak pihak yang merasa kecewa atau bahkan
global atau mondial itu, hubungan saling pengaruh
menentang perubahan secara besar-besaran dan menda-

vii viii
sar tersebut. Bahkan di kalangan guru besar hukum tata Oleh karena luasnya masalah yang perlu dibahas,
negara sendiri banyak juga yang terlibat dalam gerakan saya sengaja membagi dua buku ini menjadi (i) Pengan-
politik yang berusaha untuk mengubah atau bahkan me- tar Ilmu Hukum Tata Negara, dan (ii) Pengantar Hukum
ngembalikan hasil perubahan yang sudah ditetapkan itu Tata Negara Indonesia. Buku pertama adalah pengantar
ke naskah UUD 1945 yang asli sebagaimana disahkan pa- bagi kajian hukum tata negara pada umumnya sebagai
da tahun 1945. Namun, terlepas dari perbedaan-perbeda- satu cabang ilmu pengetahuan hukum. Materi buku per-
an pendapat yang demikian, naskah Undang-Undang tama inilah yang biasa disebut sebagai Hukum Tata Ne-
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah gara Umum. Sedangkan buku yang kedua berkenaan de-
berubah dan perubahannya itu sudah disahkan secara ngan materi Hukum Tata Negara Positif yang berlaku di
konstitusional. Oleh karena itu, sekarang bukan lagi sa- Indonesia. Oleh karena banyaknya materi yang penting,
atnya untuk menyatakan setuju atau tidak setuju. Akan maka pada Buku kedua ini juga diberi judul “Pengantar
tetapi, sekarang adalah saatnya untuk melaksanakan Hukum Tata Negara Indonesia”, karena sifatnya hanya
segala ketentuan UUD 1945 pasca perubahan itu secara sebagai pengantar saja. Artinya, bagi mereka yang ber-
konsekuen. minat untuk mengkaji materi tertentu secara lebih men-
Jikapun perbedaan pendapat yang terjadi dapat dalam lagi, perlu membaca buku yang tersendiri me-
dikembangkan dalam tataran ilmiah, maka tentunya per- ngenai hal-hal dimaksud. Karena luasnya pembahasan
bedaan-perbedaan itu justru dapat memperkaya pers- dalam buku pertama, maka buku pertama tersebut dibagi
pektif bagi perkembangan ilmu hukum tata negara posi- menjadi dua Jilid. Buku ini adalah Jilid I yang khusus
tif di Indonesia. Akan tetapi, para jurist dan para calon membahas masalah bidang Ilmu Hukum Tata Negara
jurist di bidang hukum tata negara harus pula mema- mulai dari sisi definisi, metode, hingga pada pergeseran
hami bahwa norma hukum dasar sebagai hukum yang dalam orientasinya.
tertinggi sebagaimana tertuang dalam ketentuan UUD Namun sebenarnya, buku mengenai apa saja yang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sah dan berkenaan dengan buku Hukum Tata Negara, baik yang
mengikat secara konstitusional sejak ditetapkan. Oleh bersifat umum ataupun yang bersifat positif, sangat tera-
karena itu, sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia sa masih sangat kurang di Indonesia. Terlebih lagi, buku-
pasca Perubahan UUD 1945 harus pula berubah secara buku yang sengaja diabdikan untuk membahas hukum
mendasar sesuai dengan tuntutan baru UUD 1945. Ber- tata negara sebagai ilmu pengetahuan di antara sedikit
samaan dengan itu, buku-buku teks dan buku-buku buku tentang hukum tata negara, pada umumnya hanya
pelajaran lainnya yang berkenaan dengan sistem hukum membahas mengenai hukum tata negara positif yang
dan ketatanegaraan Indonesia dewasa ini juga harus di- berlaku di Indonesia. Sangat sedikit yang secara khusus
ubah dan disesuaikan secara besar-besaran pula. Oleh membahas teori umum tentang hukum tata negara. Oleh
sebab itulah, buku ini dipersembahkan dengan harapan sebab itu, saya berusaha mengisi kekosongan tersebut
agar dapat membantu para mahasiswa, para dosen, dan dengan menerbitkan buku ini sebagaimana mestinya.
para peminat pada umumnya yang berusaha untuk me- Lahirnya buku ini tentunya juga atas dukungan
mahami segala seluk-beluk hukum tata negara sebagai dan keterlibatan dari berbagai pihak. Untuk itu saya
satu cabang ilmu pengetahuan hukum. ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

ix x
ikut membidani dalam penyusunan buku ini. Besar ha-
rapan saya bahwa kiranya buku ini dapat dijadikan
sebagai salah satu buku pedoman Hukum Tata Negara
bagi siapapun. Syukur-syukur buku ini dapat pula dija-
dikan sebagai buku pegangan bagi setiap mahasiswa
Fakultas Hukum dalam mempelajari seluk-beluk ilmu
hukum tata negara.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita
semua. Amiin.

Jakarta, Juli 2006


Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

xi xii
DAFTAR ISI 3. Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara  46
4. Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara  50
5. Hukum Tata Negara dan Hukum
Internasional Publik  65
Dari Penerbit  v 6. Kecenderungan Hukum Tata Negara,
Kata Pengantar  vii Hukum Administrasi Negara, dan
Daftar Isi  xiii Hukum Internasional Publik  66
D. Objek dan Lingkup Kajian
BAB I Hukum Tata Negara  70
PENDAHULUAN E. Objek Dan Lingkup Kajian
A. Latar Belakang  1 Hukum Administrasi Negara  80
B. Ruang Lingkup Pembahasan  7
BAB III
C. Pendekatan Pembahasan  8
KONSTITUSI SEBAGAI OBJEK KAJIAN
HUKUM TATA NEGARA
BAB II
DISIPLIN ILMU A. Sejarah Konstitusi  89
HUKUM TATA NEGARA 1. Terminologi Klasik: Constitutio, Politeia,
dan Nomoi  89
A. Negara sebagai Objek
2. Warisan Yunani Kuno
Ilmu Pengetahuan  11
(Plato dan Aristoteles)  95
B. Ilmu Hukum Tata Negara  15
3. Warisan Cicero (Romawi Kuno)  102
1. Peristilahan  15
4. Warisan Islam: Konstitusionalisme dan
2. Definisi Hukum Tata Negara  23
Piagam  106
3. Hukum Tata Negara Formil dan Materiel  37
5. Gagasan Modern: Terminologi Konstitusi  113
4. Hukum Tata Negara Umum dan
B. Arti dan Pengertian Konstitusi  119
Hukum Tata Negara Positif  39
C. Nilai dan Sifat Konstitusi  135
5. Hukum Tata Negara Statis dan Dinamis  41
1. Nilai Konstitusi  135
C. Keluarga Ilmu Hukum
2. Konstitusi Formil dan Materiil  137
Kenegaraan  42
1. Keluarga Ilmu Hukum Kenegaraan 3. Luwes (Flexible) atau Kaku (Rigid)  142
Pada Umumnya  42 4. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis  148
2. Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik D. Tujuan dan Hakikat Konstitusi  149
serta Ilmu Sosial Lainnya  44

xiii xiv
BAB IV 1. Peradilan Tata Negara  332
SUMBER HUKUM TATA NEGARA 2. Pengujian Konstitutionalitas
A. Sumber Hukum Tata Negara  151 Undang-Undang  335
3. Sengketa Kewenangan Konstitusional
1. Pengertian Sumber Hukum  151
Lembaga Negara  336
2. Sumber Hukum Tata Negara  158
4. Pembubaran Partai Politik  338
3. Contoh Sumber Hukum Tata Negara
5. Perselisihan Hasil Pemilu  339
Inggris  182
4. Sumber Hukum Primer, Sekunder, dan 6. Pemakzulan Presiden dan/atau
Tertier  193 Wakil Presiden  341
7. Kebutuhan akan Sarjana
B. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia  197
Hukum Tata Negara  342
1. Sumber Materiel dan Formil  197
2. Peraturan Dasar dan Norma Dasar  199
Daftar Pustaka  349
3. Peraturan Perundang-undangan  202
Daftar Indeks  369
4. Konvensi Ketatanegaraan  228
Tentang Penulis  377
5. Traktat (Perjanjian)  230
C. Konvensi Ketatanegaraan  236
1. Hakikat Konvensi Ketatanegaraan  236
2. Pengakuan Hakim terhadap Konvensi
(Judicial Recognition)  249
3. Fungsi Konvensi Ketatanegaraan  254
4. Beberapa Contoh Konvensi di Indonesia  256

BAB V
PENAFSIRAN DALAM HUKUM TATA NEGARA
A. Penafsiran dan Anatomi
Metode Tafsir  273
B. Hermeneutika Hukum  308

BAB VI
PRAKTIK HUKUM TATA NEGARA
A. Pergeseran Orientasi Politis ke Teknis  315
B. Lahan Praktik Hukum Tata Negara  323
C. Praktik Peradilan Tata Negara  332

xv xvi
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

BAB I hidup. Karena tidak ada orang yang mampu hidup hanya
PENDAHULUAN dengan mengandalkan kemampuan menulis.
Oleh karena itu, buku yang bermutu juga menjadi
sangat kurang jumlahnya. Kata kuncinya tidak lain
adalah bahwa konsumen dan konsumsi buku di masya-
A. Latar Belakang rakat kita masih sangat tipis jumlahnya, sehingga tidak
dapat menggerakkan roda industri buku untuk dapat
Terdapat tiga hal yang melatarbelakangi penu- tumbuh sehat. Untuk itu, sebagai seorang guru dalam
lisan buku ini. Pertama, dunia pustaka di tanah air sa- pendidikan hukum yang kebetulan mendapat keperca-
ngat miskin dengan buku-buku yang berisi informasi yaan menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, di tengah ke-
yang luas dan mendalam dengan perspektif yang bersifat sibukan kerja sehari-hari, saya merasa bertanggung
alternatif. Informasi dan hasil analisis kritis mengenai jawab secara moral untuk terus menulis buku untuk
berbagai soal dalam bidang ilmu hukum tata negara kepentingan mahasiswa dan masyarakat peminat lain-
dalam buku ini merupakan alternatif pilihan terhadap nya.
semua buku dan karya yang sudah ada selama ini. Ka- Ketiga, perkembangan ketatanegaraan Indonesia
dang-kadang buku-buku yang tersedia hanyalah buku sendiri sesudah terjadinya reformasi nasional sejak ta-
yang berisi kumpulan peraturan perundang-undangan di hun 1998 yang kemudian diikuti oleh terjadinya Peruba-
bidang politik dan ketatanegaraan dengan tambahan han UUD 1945 secara sangat mendasar sebanyak empat
komentar dan catatan yang serba sumir, tanpa keda- kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002, telah
laman analisis dengan berbasis teori-teori yang telah mengubah secara mendasar pula cetak biru (blue-print)
berkembang pesat di lingkungan negara-negara maju. ketatanegaraan Indonesia di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, buku dengan kedalaman pengertian ten- Oleh karena itu, diperlukan banyak buku baru yang
tang berbagai aspek ilmiah tentang hukum tata negara dapat menggambarkan perspektif-perspektif baru itu,
sungguh diperlukan. tidak saja di dunia teori, tetapi juga di bidang hukum
Kedua, dari segi jumlahnya, buku-buku yang ter- positif yang sekarang berlaku.
sedia di perpustakaan dan di toko buku juga sangat ter- Sampai sekarang, pemasyarakatan UUD 1945
batas. Oleh sebab itu, dibutuhkan lebih banyak buku pasca Perubahan Keempat relatif masih sangat terbatas.
untuk mendorong peningkatan pengkajian-pengkajian Padahal, isinya telah mengalami perubahan lebih dari
yang lebih intensif oleh para mahasiswa dan peminat 300 persen. Sebagai gambaran, sebelum diadakan Peru-
masalah ketatanegaraan. bahan, naskah UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan ayat
Budaya baca di kalangan masyarakat kita sangat- atau pasal. Akan tetapi sekarang, setelah mengalami 4
lah lemah, dan demikian pula budaya menulis juga sa- (empat) kali perubahan, ketentuan yang terkandung di
ngat terbatas, apalagi untuk menjadi penulis buku-buku dalamnya menjadi 199 butir. Dari rumusan ketentuan
yang bermutu. Menjadi penulis yang baik saja pun yang asli, hanya tersisa 25 butir saja yang sama sekali
sekarang ini belumlah dapat dijadikan andalan untuk tidak berubah. Sedangkan selebihnya, yaitu 174 butir,
sama sekali merupakan butir-butir ketentuan baru dalam

1 2
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya, sering terjebak dalam keinginannya sendiri mengenai
meskipun namanya masih menggunakan nama lama de- apa yang semestinya diatur, bukan apa yang dikehendaki
ngan penegasan kembali dengan nama resmi “Undang- oleh peraturan itu sendiri. Para sarjana hukum kita cen-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, derung bersikap sebagai politisi hukum daripada ber-
tetapi isinya sudah lebih dari 300 persen baru. Untung- sikap sebagai jurist. Perhatian para sarjana hukum keba-
lah bahwa pembukaannya tidak mengalami perubahan, nyakan tertuju kepada politik hukum (legal policy) dari-
dan naskah standar yang dijadikan pegangan dalam pada norma hukum itu sendiri. Para sarjana hukum,
melakukan perubahan itu adalah naskah UUD 1945 se- apalagi di kalangan aktivis di lapangan, para advokat,
bagaimana Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demi- ataupun para dosen yang terlibat aktif sebagai pengamat,
kian, meskipun isinya sudah mengalami perubahan lebih cenderung bertindak sebagai sarjana patriotis yang ingin
dari 300 persen, tetapi jiwanya tetap jiwa proklamasi, memperjuangkan nilai agar dapat turut memperbaiki
dan orisinalitas ideologinya tetap terpelihara sesuai nas- hukum.
kah aslinya yang diwarisi dari tahun 1945. Kecenderungan demikian biasanya dibungkus
Namun, sebagai akibat dari perubahan yang pula oleh alasan yang bersifat pseudo-ilmiah, dengan
sangat mendasar dan bersifat besar-besaran itu, tidak mendasarkan diri pada teori-teori ilmiah yang secara
ada jalan lain, harus ada upaya bersengaja untuk salah kaprah dipergunakan. Misalnya, dikatakan bahwa
menyebarluaskan pengertian-pengertian baru dalam sarjana hukum tidak boleh berpikir dogmatis-positi-
UUD 1945, terutama di kalangan para calon ahli hukum vistik, atau sarjana hukum sudah seharusnya mengu-
sendiri, yaitu para mahasiswa hukum di seluruh tanah tamakan perasaan keadilan yang hidup dalam masya-
air. Untuk itu, penulisan buku ini termasuk dalam rakat, sehingga tidak perlu terpaku kepada bunyi teks.
rangka kebutuhan yang amat mendesak mengenai pe- Padahal, ukuran perasaan keadilan itu sangat relatif dan
masyarakatan kesadaran akan konstitusi “baru” In- cenderung menyebabkan penerapan hukum menjadi sa-
donesia, yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun ngat dipengaruhi oleh faktor-faktor kekuatan politik ma-
1945 pasca perubahan. Banyak kalangan dosen dan joritarian.
bahkan banyak pula para guru besar hukum tata negara Apabila dipandang dari segi kebutuhan akan
sendiri serta para ahli hukum pada umumnya yang pembaruan hukum di negara kita yang dewasa ini sedang
belum sungguh-sungguh memahami pengertian-penger- berubah menjadi lebih demokratis dan berkeadilan, hal
tian baru dalam substansi perubahan yang terjadi dalam itu tentu merupakan fenomena yang baik dan positif.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Ta- Upaya melakukan perombakan memerlukan sikap kritis
hun 1945. dari banyak kalangan, terutama dari kalangan para ahli
Lagi pula, di kalangan para sarjana hukum Indo- hukum sendiri. Namun, kebiasaan semacam itu jika tidak
nesia sejak dulu, terdapat pula kebiasaan buruk menge- terkendali, justru dapat menyebabkan terjadinya
nai cara berpikir politis tentang hukum. Para sarjana hu- destabilisasi dan disharmoni dalam diskursus publik
kum sering berpikir mengenai apa yang ia inginkan de- (public discourse) yang pada gilirannya menyebabkan
ngan suatu ketentuan hukum, bukan apa yang diingin- semakin kacaunya tertib hukum nasional kita.
kan oleh perumusan norma hukum itu sendiri. Orang

3 4
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Demikian pula dalam memahami ketentuan un- ngertian-pengertian lama yang sudah tidak cocok lagi
dang-undang dasar, sarjana hukum banyak yang tidak untuk dijadikan pegangan ilmiah.
berusaha memahami apa yang terkandung di dalam Misalnya saja, teori mengenai susunan organisasi
UUD 1945, melainkan mengajukan pikirannya sendiri negara yang selama berabad-abad dipahami terdiri atas
yang seharusnya ada dalam UUD 1945. Pikiran dan ha- tiga kemungkinan bentuk, yaitu negara kesatuan (uni-
rapannya itulah yang dijadikan bahan dalam memahami tary state atau eenheidsstaat), negara serikat atau fede-
apa yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945. Akibatnya, ral (bondstaat), dan negara konfederasi (confederation).
yang berkembang di antara para ahli hukum bukanlah Sekarang kita menyaksikan terbentuknya wadah Uni
pengertian-pengertian yang terkandung di dalam Eropa (European Union) di antara negara-negara Eropa
rumusan-rumusan naskah UUD 1945, melainkan apa Bersatu yang dari waktu ke waktu terus menguat derajat
yang mereka setuju atau yang mereka ingin untuk integrasinya menjadi suatu komunitas kenegaraan yang
dirumuskan dalam naskah UUD 1945. sama sekali tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu
Hal inilah sebenarnya yang membedakan seorang dari ketiga bentuk susunan organisasi negara tersebut di
ilmuwan hukum dari seorang politisi hukum. Norma hu- atas.
kum bagi jurist dan ilmuwan hukum adalah apa adanya Kelima, sebagai akibat dari gelombang globalisasi
(das sein), sedangkan bagi para politisi hukum me- ekonomi dan kebudayaan umat manusia, meluas pula
rupakan norma yang seharusnya (das sollen). Para jurist hubungan saling pengaruh mempengaruhi mengenai
lebih mengutamakan norma hukum yang mengikat atau pola-pola kehidupan bernegara dan aspek-aspek ketata-
ius constitutum, sedangkan para politisi hukum lebih negaraan di berbagai negara, sehingga hukum tata ne-
menekankan ius constituendum atau hukum yang dicita- gara sebagai bidang ilmu pengetahuan juga tidak lagi
citakan. Kebiasaan demikian itu pada gilirannya dapat terkungkung dalam ruang-ruang nasionalisme norma
semakin mempersulit upaya kita untuk memasya- konstitusi masing-masing negara. Para mahasiswa hu-
rakatkan kesadaran dan menyebarluaskan pengertian- kum harus menangkap pula kecenderungan baru dimana
pengertian baru dalam Undang-Undang Dasar 1945 pas- hukum tata negara sebagai bidang hukum yang bersifat
ca Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga, dan Perubahan internal suatu negara mulai menyatu atau setidaknya
Keempat. saling pengaruh mempengaruhi dengan bidang kajian
Keempat, keadaan dunia dewasa ini juga telah hukum internasional publik. Hukum tata negara meluas
mengalami perubahan yang sangat pesat dan mendasar, dari sempitnya orientasi selama ini yang hanya bersifat
apabila dibandingkan dengan keadaan di masa-masa lalu internal ke arah orientasi eksternal, sehingga ilmu hu-
pada abad ke-20. Kehidupan kenegaraan di seluruh du- kum tata negara di samping harus dipelajari sebagai bi-
nia dewasa ini juga berubah dengan sangat fundamental dang ilmu hukum tata negara positif, juga harus
sehingga teori-teori dan konsep-konsep hukum yang dipelajari sebagai bidang ilmu hukum tata negara umum.
berlaku di masa lalu juga banyak yang menjadi tidak Hukum tata negara positif hanya berkisar kepada
relevan lagi dengan kebutuhan zaman sekarang. Demi- norma-norma hukum dasar yang berlaku di satu negara,
kian pula halnya dengan bidang hukum tata negara, sedangkan hukum tata negara umum mempelajari juga
banyak sekali konsep-konsep baru yang muncul dan pe- fenomena hukum tata negara pada umumnya. Hukum

5 6
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Tata Negara Positif hanya mempelajari hukum yang mendalam mengenai berbagai aspek hukum tata negara
berlaku di Indonesia saja dewasa ini. Tetapi Hukum Tata sebagai bidang ilmu pengetahuan hukum. Di dalamnya
Negara Umum mempelajari gejala-gejala ilmiah hukum dapat saja tercakup pula aspek-aspek hukum tata negara
tata negara pada umumnya. Oleh karena itu, judul yang positif yang berlaku di Indonesia, tetapi hal itu bukanlah
dipilih untuk buku ini bukanlah “Pengantar Hukum Tata menjadi muatan utamanya.
Negara Indonesia”, melainkan “Pengantar Ilmu Hukum Sebagai buku Pengantar, maka tentulah tidak se-
Tata Negara” saja. mua aspek pengantar itu akan diuraikan di sini. Dalam
buku ini, hanya diuraikan beberapa aspek pembahasan
B. Ruang Lingkup Pembahasan yang berkenaan dengan (i) disiplin ilmu hukum tata
negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan hu-
Buku ini dimaksudkan sebagai bacaan bagi maha- kum kenegaraan, (ii) gagasan umum tentang konstitusi,
siswa Strata-1 dan para pemula yang ingin mengetahui (iii) sumber-sumber hukum tata negara atau the laws of
mengenai garis besar ruang lingkup ilmu pengetahuan the constitution, (iv) konvensi ketatanegaraan atau the
hukum yang dinamakan ilmu Hukum Tata Negara. Oleh conventions of the constitution, dan (v) metode-metode
karena itu buku ini diberi judul “Pengantar Ilmu Hukum penafsiran yang dikenal dalam hukum tata negara; serta
Tata Negara”. Dari judul ini, pertama dapat diketahui (vi) berbagai aspek mengenai praktik hukum tata negara.
bahwa buku ini hanyalah merupakan bagian pengantar Dengan demikian, dalam buku ini, belum
untuk pengkajian yang lebih mendalam mengenai ilmu diuraikan mengenai persoalan-persoalan pokok yang
hukum tata negara. Artinya, yang dibahas dalam buku ini biasa dibahas dalam ilmu hukum tata negara, seperti
barulah kulit atau hal-hal yang belum merupakan sub- bentuk dan susunan organisasi negara, fungsi-fungsi
stansi pokok ilmu hukum tata negara itu. Pada jilid I ini kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial, sistem
belum dibahas mengenai prinsip-prinsip dasar dalam kepartaian dan pemilihan umum, kewarganegaraan, dan
hukum tata negara seperti konsep pembatasan ke- sebagainya. Pada saatnya, hal-hal yang dimaksud itu
kuasaan dan implikasinya terhadap struktur kekuasaan akan dibahas dalam Jilid II.
yang biasanya dibagi dalam cabang-cabang legislatif,
eksekutif, dan yudisial, yang akan dibahas pada jilid II. C. Pendekatan Pembahasan
Buku ini benar-benar baru bersifat pengantar ke arah
studi yang lebih mendalam mengenai materi ilmu hukum Dalam menyusun buku ini, penulis sangat me-
tata negara itu. nyadari bahwa banyak buku-buku teks yang biasa
Kedua, dalam judul ini, juga tergambar bahwa isi dipakai sehari-hari sebagai buku wajib oleh mahasiswa
buku ini merupakan pengantar terhadap kajian ilmu dan dosen hukum di tanah air kita, banyak yang sudah
hukum tata negara yang bersifat umum, yang tidak ha- ketinggalan atau obsolete. Akan tetapi, saya sendiri tidak
nya terbatas kepada hukum tata negara positif, dalam ar- bermaksud meniadakan atau menafikan sumbangan ya-
ti hukum tata negara Indonesia yang dewasa ini sedang ng telah diberikan oleh buku-buku tersebut sebelumnya.
berlaku. Oleh karena itu, lingkup pembahasan dalam Buku-buku lama itu menurut saya masih tetap berguna
buku ini bersifat mengantarkan studi yang lebih luas dan

7 8
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dan bagi mereka yang memilikinya masih tetap dapat


menggunakannya sebagai bahan perbandingan.
Misalnya saja, di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, buku karya Mohammad Kusnardi
dan Harmaily Ibrahim (keduanya sudah almarhum)
dengan judul “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”
masih terus dipakai sebagai buku pegangan mahasiswa
sampai sekarang. Isinya jelas sudah sangat banyak ke-
tinggalan, tetapi tetap penting untuk dijadikan pegangan
bagi dosen dan mahasiswa. Bahkan, oleh sebab itu, buku
ini juga ditulis dengan berpatokan pada apa yang ditulis
oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim tersebut.
Dengan demikian, buku teks yang lama ini tidak perlu se-
luruhnya dihapuskan, karena banyak bagian yang masih
tetap dapat dipakai sampai sekarang.
Hanya saja, jika buku teks lama ini dibaca tanpa
dilengkapi dengan buku baru, pemahaman pembacanya
dapat tergelincir kepada kesalahan fatal. Banyak sekali
pengertian-pengertian baru yang telah berubah secara
fundamental baik karena pengaruh perubahan global,
nasional, regional, maupun perubahan yang bersifat lo-
kal. Semua itu memerlukan keterangan-keterangan dan
penjelasan-penjelasan baru yang hanya dapat dibaca da-
lam buku-buku yang baru pula.
Di samping itu, pembahasan dalam buku ini tidak
dilakukan semata-mata secara normatif ataupun menu-
rut peraturan hukum positif, melainkan melalui des-
kriptif-analitis. Pembahasan dilakukan melalui pendes-
kripsian pendapat ahli mengenai persoalan yang dibahas
dengan contoh-contoh yang dipraktikkan di berbagai ne-
gara. Baru setelah itu, pembahasan dikaitkan pula de-
ngan pengalaman praktik ketatanegaraan di Indonesia.

9 10
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

BAB II “No independent political society can be termed as state


DISIPLIN ILMU HUKUM TATA NEGARA unless it professes to exercise both these functions; but no
modern state of any importance contents itself with this
narrow range of activity. As civilisationm becomes more
complex, population increases and social conscience
A. Negara Sebagai Objek Ilmu Pengetahuan
arises, the needs of the governed call for incresed
attention; taxes have to be livied to meet these needs;
Negara merupakan gejala kehidupan umat ma- justice must be administered, commerce regulated,
nusia di sepanjang sejarah umat manusia. Konsep negara educational facilities and many other social services
berkembang mulai dari bentuknya yang paling sederhana provided”.2
sampai ke yang paling kompleks di zaman sekarang.
Sebagai bentuk organisasi kehidupan bersama dalam
Selanjutnya dikemukakan juga oleh ketiga
masyarakat, negara selalu menjadi pusat perhatian dan
sarjana Inggris tersebut:
obyek kajian bersamaan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan umat manusia. Banyak cabang ilmu penge- “A fully developed modern state is expected to deal with a
tahuan yang menjadikan negara sebagai objek kajiannya. vast mass of social problems, either by direct activity or
Misalnya, ilmu politik, ilmu negara, ilmu hukum ke- by supervision, or regulation. In order to carry out these
functions, the state must have agents or organs through
negaraan, ilmu Hukum Tata Negara, Hukum Ad-
which to operate. The appointment or establishment of
ministrasi Negara, dan ilmu Administrasi Pemerintahan these agents or organs, the general nature of their
(Public Administration), semuanya menjadikan negara functions and powers, their relations inter and between
sebagai pusat perhatiannya. them and the private citizen, form a large part of the
Namun demikian, apa sebenarnya yang diartikan constitution of a state”.3
orang sebagai negara tentulah tidak mudah untuk di-
definisikan. Meskipun diakui merupakan istilah yang su- Secara sederhana, oleh para sarjana sering diurai-
lit didefinisikan, O. Hood Phillips, Paul Jackson, dan Pa- kan adanya 4 (empat) unsur pokok dalam setiap negara, 4
tricia Leopold mengartikan negara atau state sebagai: yaitu (i) a definite territory, (ii) population, (iii) a
“An independent political society occupying a defined Government, dan (iv) Sovereignity. Namun demikian,
territory, the members of which are united together for untuk menguraikan pengertian negara dalam tataran
the purpose of resisting external force and the preser- yang lebih filosofis, dapat pula merujuk kepada pendapat
vation of internal order”.1 Hans Kelsen dalam bukunya “General Theory of Law
and State”. 5 yang menguraikan pandangannya tentang
Dikatakan pula oleh Phillips, Jackson, dan
Leopold: 2
Ibid., hal. 4-5.
3
Ibid., hal. 5.
4
A. Appadorai, The Substance of Politics, (India: Oxford University Press,
1 2005), hal. 11.
O. Hood Phillips, Paul Jackson and Patricia Leopold, Constitutional and 5
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russel and
Administrative Law, 8th edition, (London: Sweet and Maxwell, 2001), hal. 4. Russel, 1961), hal. 188-191.

11 12
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

negara atau state a juristic entity dan state as a politi- ma kajiannya. Sementara, ilmu Hukum Tata Negara
cally organized society atau state as power. Elemen mengkaji aspek hukum yang membentuk dan yang di-
negara menurut Kelsen mencakup: (i) The Territory of bentuk oleh organisasi negara itu. Ilmu politik melihat
the State, seperti mengenai pembentukan dan pembu- negara sebagai a political society dengan memusatkan
baran negara, serta mengenai pengakuan atas negara dan perhatian pada 2 (dua) bidang kajian, yaitu teori politik
pemerintahan; 6 (ii) Time Element of the State, yaitu wak- (political theory) dan organisasi politik (political organi-
tu pembentukan negara yang bersangkutan; (iii) The zation). Ilmu Politik sebagai bagian dari ilmu sosial lebih
People of the State, yaitu rakyat negara yang bersang- memusatkan perhatian pada negara sebagai realitas
kutan; (iv) The Competence of the State as the Material politik. Seperti dikatakan oleh M.G. Clarke:
Sphere of Validity of the National Legal Order, misalnya “... politics can only be understood through the bahaviour
yang berkaitan dengan pengakuan internasional; (v) of its participants and that this behaviour is determined
Conflict of Laws, pertentangan antar tata hukum; (vi) by ‘social forces’: social, economic, racial factions, etc”.9
The so-called Fundamental Rights and Duties of the
States, soal jaminan hak dan kebebasan asasi manusia; Ilmu politik hanya dapat dimengerti melalui peri-
dan (vii) The Power of the State, aspek-aspek mengenai laku para partisipannya yang ditentukan oleh kekuatan-
kekuasaan negara. 7 kekuatan sosial, ekonomi, kelompok-kelompok rasial,
Negara sebenarnya merupakan konstruksi yang dan sebagainya. Lebih lanjut, Clarke menyatakan bahwa
diciptakan oleh umat manusia (human creation) tentang legalisme itu bersifat redundant dalam studi ilmu politik,
pola hubungan antar manusia dalam kehidupan berma- tetapi bahwa the rules of the constitution dan, lebih pen-
syarakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk ting lagi, struktur-struktur institutional pemerintahan
maksud memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan negara, bukanlah hal yang relevan untuk dipersoalkan
bersama. Apabila perkumpulan orang bermasyarakat itu dalam ilmu politik. Struktur kelembagaan negara itu,
diorganisasikan untuk mencapai tujuan sebagai satu unit menurut Clarke, tidak mempunyai pengaruh yang berarti
pemerintahan tertentu, maka perkumpulan itu dapat perilakulah yang menjadi subjek utama dalam ilmu po-
dikatakan diorganisasikan secara politik, dan disebut litik. 10 Orang boleh menerima begitu saja pendapat
body politic atau negara (state) sebagai a society politi- Clarke ini dalam kerangka studi ilmu politik, tetapi di
cally organized.8 lingkungan negara-negara yang sedang berkembang,
Negara sebagai body politic itu oleh ilmu negara banyak studi ilmu sosial lainnya yang justru menunjuk-
dan ilmu politik sama-sama dijadikan sebagai objek uta- kan gejala yang sebaliknya, yaitu bahwa peranan institusi

6 9
Pengakuan atas suatu negara meliputi persoalan recognition of a community Pengantar M.G. Clarke sebagai editor buku C.F. Strong, Modern Political
as a state, pengakuan de facto atau de jure, pengakuan dengan kekuatan yang Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of Their History and
bersifat retroaktif, pengakuan melalui penerimaan oleh organisasi PBB, Existing Forms, (London: Sidgwick & Jackson, 1973), hal.xvi.
10
pengakuan terhadap pemerintahan dan pengakuan terhadap insurgents seba- Ibid. “What they are saying is not just that legalism is redundant in the study
gai a belligerent power. Ibid. hal. 221-231. of politics, but that the rules of the constitution and, more important,
7
Ibid., hal. 207-267. the institutional structures of government, are irrelevant because they don’t
8
Appadorai, Op. Cit., hal. 3. significantly affect that behaviour which is the only subject worthy of study”.

13 14
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kenegaraan itu justru sangat signifikan pengaruhnya disebut Constitutional Law. Dalam bahasa Belanda dan
terhadap perilaku politik warga masyarakat. Jerman, hukum tata negara disebut Staatsrecht, tetapi
Bagi disiplin ilmu politik, pendapat Clarke itu dalam bahasa Jerman sering juga dipakai istilah verfas-
tidak aneh. Bahkan, Robert Dahl dalam bukunya “Pre- sungsrecht (hukum tata negara) sebagai lawan perkataan
face to Democratic Theory” (1956) juga menyatakan verwaltungsrecht (hukum administrasi negara).
bahwa bagi para ilmuwan sosial yang lebih penting Dalam bahasa Belanda, untuk perkataan hukum
adalah social not constitutional. 11 Ilmu politik lebih tata negara juga biasa dipergunakan istilah staatsrecht
mengutakan dinamika yang terjadi dalam masyarakat atau hukum negara (state law). Dalam istilah staatsrecht
daripada norma-norma yang tertuang dalam konstitusi itu terkandung 2 (dua) pengertian, yaitu staatsrecht in
negara. Hal itu tentunya sangat berbeda dari ke- ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engere
cenderungan yang terdapat dalam ilmu hukum, khu- zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in engere zin atau
susnya ilmu hukum tata negara (constitutional law). Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasa-
Dalam studi ilmu hukum tata negara (the study of the nya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht
constitution atau constitutional law), yang lebih di- yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan
utamakan justru adalah norma hukum konstitusi yang yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in
biasanya tertuang dalam naskah undang-undang dasar. ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfas-
Di situlah letak perbedaan mendasar antara ilmu Hukum sungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi
Tata Negara dari ilmu politik. Negara (verwaltungsrecht). 13
Prof. Dr. Djokosoetono lebih menyukai peng-
B. Ilmu Hukum Tata Negara gunaan verfassungslehre daripada verfassungsrecht.
Dalam berbagai kuliahnya yang dikumpulkan oleh salah
1. Peristilahan
seorang mahasiswanya, yaitu Harun Alrasid, pada tahun
Ilmu Hukum Tata Negara adalah salah satu
1959, 14 dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1982,
cabang ilmu hukum yang secara khusus mengkaji
Djokosoetono berusaha mengambil jalan tengah antara
persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Kita me-
Carl Schmitt yang menulis buku Verfassungslehre dan
masuki bidang hukum tata negara, menurut Wirjono
Hermann Heller dengan bukunya Staatslehre. Istilah
Prodjodikoro, apabila kita membahas norma-norma hu-
yang tepat untuk Hukum Tata Negara sebagai ilmu (con-
kum yang mengatur hubungan antara subjek hukum
stitutional law) adalah Verfassungslehre atau teori kons-
orang atau bukan orang dengan sekelompok orang atau
titusi. Verfassungslehre inilah yang nantinya akan men-
badan hukum yang berwujud negara atau bagian dari
jadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht, teru-
negara. 12 Dalam bahasa Perancis, hukum tata negara
disebut Droit Constitutionnel atau dalam bahasa Inggris
13
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara
11
Robert A. Dahl, Preface to Democratic Theory, (Chicago: University of Indonesia, cet. kelima, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas
Chicago Press, 1956), hal. 83. Hukum Universitas Indonesia, 1983), hal. 22.
12 14
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia, cet. Djokosoetono, Hukum Tata Negara, Himpunan oleh Harun Alrasid,
keenam, (Jakarta: Dian Rakyat, 1989), hal. 2. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982).

15 16
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tama mengenai hukum tata negara dalam arti positif, sebut, Hukum Konstitusi dipahami lebih sempit daripada
yaitu hukum tata negara Indonesia. Hukum Tata Negara.17
Istilah “Hukum Tata Negara” dapat dianggap Perkataan “Hukum Tata Negara” berasal dari per-
identik dengan pengertian “Hukum Konstitusi” yang kataan “hukum”, “tata”, dan “negara”, yang di dalamnya
merupakan terjemahan langsung dari perkataan Consti- dibahas mengenai urusan penataan negara. Tata yang
tutional Law (Inggris), Droit Constitutionnel (Perancis), terkait dengan kata “tertib” adalah order yang biasa juga
Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht diterjemahkan sebagai “tata tertib”. Tata negara berarti
(Jerman). Dari segi bahasa, istilah Constitutional Law sistem penataan negara, yang berisi ketentuan mengenai
dalam bahasa Inggris memang biasa diterjemahkan se- struktur kenegaraan dan substansi norma kenegaraan.
bagai “Hukum Konstitusi”. Namun, istilah “Hukum Tata Dengan perkataan lain, ilmu Hukum Tata Negara dapat
Negara” itu sendiri jika diterjemahkan ke dalam bahasa dikatakan merupakan cabang ilmu hukum yang
Inggris, niscaya perkataan yang dipakai adalah Con- membahas mengenai tatanan struktur kenegaraan,
stitutional Law.15 Oleh karena itu, Hukum Tata Negara mekanisme hubungan antar struktur-struktur organ atau
dapat dikatakan identik atau disebut sebagai istilah lain struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara
belaka dari “Hukum Konstitusi”.16 struktur negara dengan warga negara.
Di antara para ahli hukum, ada pula yang ber- Hanya saja, yang dibahas dalam Hukum Tata
usaha membedakan kedua istilah ini dengan me- Negara atau Hukum Konstitusi itu sendiri hanya terbatas
nganggap bahwa istilah Hukum Tata Negara itu lebih pada hal-hal yang berkenaan dengan aspek hukumnya
luas cakupan pengertiannya dari pada istilah Hukum saja. Oleh karena itu, lingkup bahasannya lebih sempit
Konstitusi. Hukum Konstitusi dianggap lebih sempit daripada Teori Konstitusi sebagaimana yang dianjurkan
karena hanya membahas hukum dalam perspektif teks untuk dipakai oleh Prof. Dr. Djokosoetono, yaitu Verfas-
undang-undang dasar, sedangkan Hukum Tata Negara sungslehre atau Theorie der Verfassung.18 Istilah Verfas-
tidak hanya terbatas pada undang-undang dasar. sungslehre itu, menurut Djokosoetono lebih luas dari-
Pembedaan ini sebenarnya terjadi karena kesalahan pada Verfassungsrecht. Theorie der Verfassung lebih
dalam mengartikan perkataan konstitusi (verfassung) itu luas daripada Theorie der Verfassungsrecht. Untuk ke-
sendiri yang seakan-akan diidentikkan dengan undang- pentingan ilmu pengetahuan, Djokosoetono menganggap
undang dasar (gerundgesetz). Karena kekeliruan ter- lebih tepat untuk menggunakan istilah “Teori Konstitusi”
daripada “Hukum Konstitusi” ataupun “Hukum Tata Ne-
15
Lihat dan bandingkan Sri Soemantri, Susunan Ketatanegaraan Menurut gara”. Sebab yang dibahas di dalamnya adalah persoalan
UUD 1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik konstitusi dalam arti yang luas dan tidak hanya terbatas
Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1993), hal. 29. Lihat juga dalam Miriam kepada aspek hukumnya, maka yang lebih penting ada-
Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, lah Theorie der Verfassung atau Verfassunglehre (Teori
1992), hal. 95
16
Lihat dan bandingkan pula pendapat dari Bagir Manan yang membedakan
Konstitusi), bukan Theorie der Verfassungsrecht, The-
antara Konstitusi (UUD) dengan Hukum Konstitusi (Hukum Tata Negara).
17
Lihat Bagir Manan, Perkembangan UUD 1945, (Yogyakarta: FH-UII Press, Ibid., hal. 23.
18
2004), hal. 5. Djokosoetono, Op. Cit., hal. 45.

17 18
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

orie der Constitutionnel Recht (Teori Hukum Konstitusi stitution of the United States of America baru disahkan
atau Teori Hukum Tata Negara), ataupun Theorie der pada tanggal 17 September 1787, yaitu 11 tahun setelah
Gerundgesetz (Teori Undang-Undang Dasar). 19 deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat dari Inggris
Sejalan dengan penggunaan kata theorie dan pada tanggal 4 Juli 1776. Bekas negara federasi Uni
lehre tersebut, dapat dibandingkan pula antara Soviet mengesahkan undang-undang dasarnya (Konsti-
staatsrecht dengan staatslehre. Dalam staatslehre di- tusi Federal) pada tahun 1924, setelah 2 tahun ber-
bahas mengenai persoalan negara dalam arti luas, dirinya, yaitu pada 30 Desember 1922.21 Kerajaan Belan-
sedangkan staatsrecht hanya mengkaji aspek hukumnya da yang sekarang juga baru mengesahkan Grondwet
saja, yaitu hukum negara (state law). Dapat disebut pada tanggal 2 Februari 1814, yaitu setelah 2 bulan dan
beberapa sarjana yang mempopulerkan istilah staats- 11 hari sejak proklamasi kemerdekaannya dari Perancis
lehre ini, misalnya adalah Hans Kelsen dalam buku pada tanggal 21 November 1813. Republik Indonesia sen-
“Algemeine Staatslehre” dan Herman Heller dalam diri yang sudah diproklamasikan sebagai negara
bukunya “Staatslehre”. Cakupan pengertiannya jelas le- merdeka dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945,
bih luas daripada staatsrecht, seperti halnya ver- baru mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 pada
fassunglehre lebih luas daripada verfassungsrecht. tanggal 18 Agustus 1945.
Konstitusi atau verfassung itu sendiri, menurut Dalam ilmu hukum tata negara juga berlaku
Thomas Paine dibuat oleh rakyat untuk membentuk pe- doktrin “teori fiktie hukum” (legal fiction theory) yang
merintahan, bukan sebaliknya ditetapkan oleh peme- menyatakan bahwa suatu negara dianggap telah memi-
rintah untuk rakyat. Bahkan, lebih lanjut dikatakan oleh liki konstitusi sejak negara itu terbentuk. Terbentuknya
Paine bahwa “A constitution is a thing antecedent to a negara itu terletak pada tindakan yang secara resmi
government and a government is only the creature of a menyatakannya terbentuk, yaitu melalui penyerahan
constitution”. Konstitusi itu mendahului pemerintahan, kedaulatan (transfer of authority) dari negara induk
karena pemerintahan itu justru dibentuk berdasarkan seperti penjajah kepada negara jajahannya, melalui
konstitusi. Oleh karena itu, konstitusi lebih dulu ada pernyataan deklarasi dan proklamasi, ataupun melalui
daripada pemerintahan. 20 revolusi dan perebutan kekuasaan melalui kudeta. Secara
Pengertian bahwa konstitusi mendahului peme- juridis formal, negara yang bersangkutan atau pemerin-
rintahan tetap berlaku, meskipun dalam praktik banyak tahan tersebut dapat dinyatakan legal secara formal sejak
negara sudah lebih dulu diproklamasikan baru undang- terbentuknya. Namun, legalitas tersebut masih bersifat
undang dasarnya disahkan. Misalnya, the Federal Con- formal dan sepihak. Oleh karena itu, derajat legi-
timasinya masih tergantung kepada pengakuan pihak-
19
Ibid. pihak lain.
20
“A constitution is not the act of a government, but of a people constituting a
government, and a government without a constitution is power without
21
right”. Lihat “Rights of Man in the Complete Works of Thomas Paine”, p. Menurut Andrei Y. Vyshinsky, Undang-Undang Dasar Soviet menggam-
302-303 dalam Michael Allen and Brian Thompson, Cases and Materials on barkan perkembangan historis yang dijalani oleh negara Soviet. Lihat dalam
Constitutional and Administrative Law, 7th edition, (London: Oxford Univer- Andrei Y. Vyshinsky, The Law of Soviet State, diterjemahkan dari the Russian
sity Press, 2003), hal. 1. oleh Rugh W. Babb, (New York: The Macmillan Company, 1961).

19 20
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Istilah constitution 22 dalam bahasa Inggris se- undang-undang dasar dalam arti konstitusi yang ter-
padan dengan perkataan grondwet dalam bahasa Be- tuang dalam naskah tertulis. 23 Untuk pengertian kon-
landa dan gerundgesetz dalam bahasa Jerman. Grond stitusi dalam arti undang-undang dasar, sebelum di-
dalam bahasa Belanda memiliki makna yang sama pakainya istilah grondwet, di Belanda pernah dipakai
dengan Gerund dalam bahasa Jerman yang berarti juga istilah staatsregeling. Atas prakarsa Gijsbert Karel
“dasar”. Sedangkan, wet atau gesetz biasa diartikan van Hogendorp pada tahun 1813, istilah grondwet dipa-
undang-undang. Oleh sebab itu, dalam bahasa kai untuk menggantikan istilah staatsregeling.24
Indonesia, grondwet itu disebut dengan istilah undang- Oleh sebab itu, di negeri Belanda, seperti di-
undang dasar. Namun, para ahli pada umumnya sepakat katakan oleh Sri Soemantri, istilah grondwet itu baru
bahwa pengertian kata konstitusi itu lebih luas daripada digunakan pada tahun 1813. 25 Artinya, yang dapat
undang-undang dasar. Sarjana Belanda seperti L.J. van diidentikkan dengan Undang-Undang Dasar negara
Apeldoorn juga menyatakan bahwa constitutie itu lebih jajahan Hindia Belanda adalah Indische Staatsregeling.
luas daripada grondwet. Menurut Apeldoorn, grondwet Oleh sebab itu, dengan terbentuknya negara Republik In-
itu hanya memuat bagian tertulis saja dari constitutie donesia berdasarkan UUD 1945 pada tahun 1945, sudah
yang cakupannya meliputi juga prinsip-prinsip dan seharusnya undang-undang dasar zaman Hindia Belanda
norma-norma dasar yang tidak tertulis. Demikian pula di ini dianggap tidak lagi mempunyai kekuatan hukum me-
Jerman, verfassung dalam arti konstitusi dianggap lebih ngikat. Kalaupun berbagai peraturan perundang-
luas pengertiannya daripada gerundgestz dalam arti undangan yang diwarisi dari zaman Hindia Belanda itu
undang-undang dasar. masih diberlakukan berdasarkan Aturan Peralihan UUD
Oleh karena itu, sampai sekarang, dalam bahasa 1945, maka daya ikatnya tidak lagi berdasarkan ke-
Jerman, dibedakan antara istilah gerundrecht (hak tentuan Indische Staatsregeling, melainkan karena UUD
dasar), verfassung, dan gerundgezet. Kemudian dalam 1945 sendiri tetap memberlakukannya ke dalam wilayah
bahasa Belanda juga dibedakan antara grond-recht (hak negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat
dasar), constitutie, dan grondwet. Demikian pula dalam berdasarkan undang-undang dasar yang baru, semata-
bahasa Perancis, dibedakan antara Droit Constitutionnel mata untuk mengatasi kekosongan hukum (rechts-
dan Loi Constitutionnel. Istilah yang pertama identik de- vacuum) yang dapat timbul karena situasi perubahan
ngan pengertian konstitusi, sedang yang kedua adalah transisional sebagai negara yang baru merdeka.
Semua produk hukum masa lalu, sepanjang me-
22
Sebagai perbandingan, di dalam Black’s Law Dictionary, Eight Edition,
mang masih diperlukan haruslah dilihat sebagai produk
Constitution diartikan sebagai “The fundamental and organic law of a nation hukum Indonesia sendiri yang memang diperlukan un-
or state that establishes the institutions and apparatus of government, defines tuk negara hukum Indonesia. Seperti halnya di zaman
the scope of governmental sovereign powers, and guarantees indiv- idual civil
23
rights and civil liberties”. Sedangkan, di dalam Oxford Dictionary of Law, Dalam bahasa Italia disebut Diritto Constitutionale; sedangkan dalam
Fifth Edition, Constitution diartikan “The rules and practices that determine bahasa Arab disebut Masturiyah, Dustuur, atau Qanun Asasi.
24
the composition and functions of the organs of central and local government Sri Soemantri Martosoewignjo, Prosedur dan Sistem Perubahan
in as state and regulate the relationship between the individual and the state”. Konstitusi, (Bandung: Alumni, 1987), hal. 1-2.
25
Ibid.

21 22
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kemerdekaan sekarang ini, cukup banyak produk pe- dikan objek penelitian oleh sarjana hukum itu masing-
raturan perundang-undangan yang sebagian atau masing. Misalnya, di negara-negara yang menganut
seluruh materinya berasal dari contoh-contoh praktik tradisi common law tentu berbeda dari apa yang diprak-
hukum di negara-negara lain yang dinilai patut untuk tikkan di lingkungan negara-negara yang menganut tra-
dicontoh.26 Atas dasar alasan inilah, maka pemberlakuan disi civil law.
produk-produk hukum peninggalan zaman Hindia Bahkan, dalam perkembangan praktik selama
Belanda dapat dibenarkan, meskipun hal itu tetap tidak berabad-abad, di antara negara-negara yang menganut
menutup keharusan untuk melakukan upaya pembaruan tradisi hukum yang sama pun dapat timbul perbedaan-
besar-besaran terhadap produk-produk hukum masa lalu perbedaan karena latar belakang sejarah antara satu
itu disesuaikan dengan kehendak perubahan zaman. negara dengan negara lain yang juga berbeda-beda.
Apalagi, Indonesia dewasa ini berada dalam alam Misalnya, meskipun sama-sama menganut tradisi com-
modern yang sangat ditentukan oleh (i) perkembangan mon law, antara Inggris dan Amerika Serikat jelas mem-
ilmu pengetahuan dan teknologi modern, (ii) sistem de- punyai sejarah hukum yang berbeda, sehingga konsep-
mokrasi yang terus tumbuh, dengan (iii) tuntutan sistem konsep hukum dan konstitusi yang dipraktikkan di kedua
ekonomi pasar yang semakin kuat, serta (iv) diiringi pula negara ini juga banyak sekali yang tidak sama. Apalagi, di
oleh pengaruh globalisasi dan gejolak kedaerahan yang Inggris sendiri tidak terdapat naskah konstitusi yang
sangat kuat. Semua ini memerlukan respons sistem bersifat tertulis dalam satu naskah UUD, sedangkan
hukum dan konstitusi yang dapat menjalankan fungsi Amerika Serikat memiliki naskah UUD tertulis yang
kontrol dan sekaligus fungsi pendorong ke arah pem- dapat dikatakan sebagai negara modern pertama yang
baruan terus menerus menuju kemajuan bangsa yang memilikinya.
semakin cerdas, damai, sejahtera, demokratis, dan ber- Berbagai pandangan para sarjana mengenai de-
keadilan. finisi hukum tata negara itu dapat dikemukakan antara
lain sebagai berikut:
2. Definisi Hukum Tata Negara
Di antara para ahli hukum, dapat dikatakan tidak a. Christian van Vollenhoven
terdapat rumusan yang sama tentang definisi hukum dan Menurut van Vollenhoven, hukum tata negara
demikian pula dengan definisi hukum tata negara seba- mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masya-
gai hukum dan sebagai cabang ilmu pengetahuan hu- rakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya,
kum. Perbedaan-perbedaan itu sebagian disebabkan oleh yang masing-masing menentukan wilayah atau lingku-
faktor-faktor perbedaan pandangan di antara para ahli ngan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan-
hukum itu sendiri, dan sebagian lagi dapat disebabkan badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang ber-
oleh perbedaan sistem yang dianut oleh negara yang dija- sangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta me-

26
Sebagian besar dari hal tersebut seringkali kita temukan pada peraturan
perundang-undangan dalam ranah hukum perdata dan pidana baik itu dalam
praktik maupun ilmu hukumnya masing-masing.

23 24
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

nentukan pula susunan dan kewenangan badan-badan yang berasal dari negara.29 Jika yang diatur adalah orga-
yang dimaksud. 27 nisasi negara, maka hukum yang mengaturnya itulah
Sebagai murid Oppenheim, van Vollenhoven juga yang disebut sebagai hukum tata negara (constitutional
mewarisi pandangan gurunya itu yang membedakan an- law). Mengenai hubungan antara organisasi negara de-
tara hukum tata negara dan hukum administrasi negara. ngan warga negara, seperti mengenai soal hak asasi
Pembedaan itu digambarkannya dengan perumpamaan manusia, belum dipertimbangkan oleh Paul Scholten.
dalam hukum tata negara, melihat negara dalam keadaan
diam (in rust), sedangkan dalam hukum administrasi c. van der Pot
negara, melihat negara dalam keadaan bergerak (in Menurut van der Pot, hukum tata negara adalah
beweging).28 peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan
yang diperlukan beserta kewenangannya masing-masing,
b. Paul Scholten hubungannya satu sama lain, serta hubungannya dengan
Menurut Paul Scholten, hukum tata negara itu individu warga negara dalam kegiatannya. 30 Pandangan
tidak lain adalah het recht dat regelt de staatsorgani- van der Pot ini mencakup pengertian yang luas, di sam-
satie, atau hukum yang mengatur mengenai tata or- ping mencakup soal-soal hak asasi manusia, juga men-
ganisasi negara. Dengan rumusan demikian, Scholten jangkau pula berbagai aspek kegiatan negara dan warga
hanya menekankan perbedaan antara organisasi negara negara yang dalam definisi sebelumnya dianggap sebagai
dari organisasi non-negara, seperti gereja dan lain-lain. objek kajian hukum administrasi negara.
Scholten sengaja membedakan antara hukum tata negara
dalam arti sempit sebagai hukum organisasi negara di d. J.H.A. Logemann
satu pihak dengan hukum gereja dan hukum perkum- Mirip dengan pendapat Paul Scholten, menurut
pulan perdata di pihak lain dengan kenyataan bahwa J.H.A. Logemann, hukum tata negara adalah hukum
kedua jenis hukum yang terakhir itu tidak memancarkan yang mengatur organisasi negara. Negara adalah organi-
otoritas yang berdiri sendiri, melainkan suatu otoritas sasi jabatan-jabatan. 31 Jabatan merupakan pengertian
yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan penger-

29
Lihat Asser-Scholten, “Algemeen Deel”, cetakan kedua, 1934, hal. 42 dalam
27
Christian van Vollenhoven, Staatsrecht Overzee, (Leiden: Stenfert Kroese, J.H.A. Logemann, Over de Theorie van Eeen Stellig Staatsrecht (1948),
1934), hal. 30, “Het staatsrecht heeft vooreerst alle hogere en lagere diterjemahkan menjadi Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif,
rechtsgemeenschappen met hun hierarchie te tekenen, dan van elke (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1975), hal. 88.
30
diergemeenshappen het grond en personengebied te omschrijven en ver- van der Pot, Handboek van het Nederlands Staatsrecht, (Zwolle: W.E.J.
volgens aan te geven, over welke organen de verschillende overheidsfuncties Tjeenk Willink, 1968), hal. 5, “Die regelen stellen de nodige organen in,
verdeeld zijn bij elke dier gemeenshappen (samenstelling en bevoegdheid dier regelen de bevoegdheden dier organen, hun orderlinge verhouding, hun ver-
organen ter regelen)”. Lihat Prof. Mr. J. Oppenheim, “Nederlandsch houding tot de individuen (en zijn werkzaarm hed)”. Lihat juga dalam Kus-
Administratiefrecht”, 1912, dan “Omtrek van het Administratiefrecht” dalam nardi dan Ibrahim, Op.Cit., hal. 25.
31
Verhandelingen voor Gedragen in de Koninklijke Academie van “Het staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat –die gezags-
Wetenshappen. organisatie– blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het ambt, als
28
Djokosoetono, Op. Cit., hal. 47-48. kernbegrip, als bouwsteen te hebben”. Logemann, Op. Cit., hal. 81.

25 26
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tian yang bersifat sosiologis. Karena negara merupakan “... within the sphere of the State, there are two kinds of
organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubu- law. There is the law which governs the state and there is
ngannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluru- the law by means of which the state governs. The former
hannya, maka dalam pengertian juridis, negara merupa- is constitutional law, the latter we may for the sake of
distinction call ordinary law”.34
kan organisasi jabatan. Hukum tata negara meliputi baik
persoonsleer maupun gebiedsleer, dan merupakan suatu
Baginya, hanya ada dua golongan hukum, yaitu
kategori historis, bukan kategori sistematis. Artinya, hu-
hukum tata negara atau constitutional law dan hukum
kum tata negara itu hanya bersangkut-paut dengan geja-
yang bukan hukum tata negara, yaitu yang disebutnya
la historis negara. 32
sebagai ordinary law. Hukum Tata Negara (Constitu-
e. van Apeldoorn tional Law) merupakan hukum yang memerintah ne-
gara, sedangkan Hukum Biasa (Ordinary Law) dipakai
Hukum tata negara (verfassungsrecht) dise-
oleh negara untuk memerintah. 35
butkan oleh van Apeldoorn sebagai staatsrecht dalam
arti yang sempit. Sedangkan dalam arti yang luas,
g. Wade and Phillips
staatsrecht meliputi pula pengertian hukum administrasi
Dalam bukunya “Constitutional Law” yang terbit
negara (verwaltungsrecht atau administratiefsrecht).
pada tahun 1939, Wade and Phillips merumuskan
Sebenarnya, van Apeldoorn sendiri dalam karya-
“Constitutional law is ... body of rules which prescribes
karyanya tidak banyak membahas soal-soal yang
(a) the structure, (b) the functions of the organs of
berkenaan dengan hukum tata negara (ver-
central and local government”. Dalam buku yang sama
fassungsrecht), kecuali mengenai tugas-tugas dan ke-
terbitan tahun 1960, dinyatakan:
wenangan atau kewajiban dan hak-hak alat-alat per-
lengkapan negara. Dalam berbagai bukunya, van Apel- “In the generally accepted of the term it means the rules
doorn malah tidak menyinggung sama sekali mengenai which regulate the structure of the principal organs of
pentingnya persoalan kewarganegaraan dan hak asasi government and their relationship to each other, and
manusia. 33 determine their principal functions”.36

f. Mac-Iver Dalam kedua rumusan tersebut, Wade and


Hukum Tata Negara (constitutional law) adalah Phillips, yang bukunya terkenal sebagai buku teks yang
hukum yang mengatur negara, sedangkan hukum yang sangat luas dipakai di Inggris, menentukan bahwa hu-
oleh negara dipergunakan untuk mengatur sesuatu selain kum tata negara mengatur alat-alat perlengkapan ne-

negara disebut sebagai hukum biasa (ordinary law).


Menurut Mac Iver: 34
MacIver, R.M., The Modern State, First Edition, (London: Oxford
University Press, 1955), hal. 250.
35
32 Lihat Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia,
Ibid., hal. 88.
33 (Jakarta: Dian Rakyat, 1989), hal. 9.
Lihat “Inleiding tot de Studie van het Nederlandsrecht”, diterjemahkan 36
Bandingkan Wade and Phillips, Constitutional Law, edisi tahun 1939, hal.
menjadi Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1968), hal. 240. 4, dan edisi tahun 1960 hal 3.

27 28
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

gara, tugas dan wewenangnya, serta mekanisme hu- menyebutkan bahwa Hukum Tata Negara mencakup
bungan di antara alat-alat perlengkapan negara itu. semua peraturan yang secara langsung atau tidak lang-
Dengan perkataan lain, Wade and Phillips juga tidak sung mempengaruhi distribusi atau pelaksanaan ke-
mencantumkan pentingnya persoalan kewarganegaraan kuasaan yang berdaulat dalam negara. Dalam hal ini,
dan hak asasi manusia sebagai objek kajian hukum tata A.V. Dicey menitikberatkan mengenai persoalan distri-
negara. busi atau pembagian kekuasaan dan pelaksanaan kekua-
saan tertinggi dalam suatu negara. 39 Semua aturan
h. Paton George Whitecross (rules) yang mengatur hubungan-hubungan antar peme-
Dalam bukunya yang berjudul “Textbook of Juris- gang kekuasaan negara yang tertinggi satu dengan yang
prudence”, Paton George Whitecross merumuskan lain disebut olehnya sebagai hukum tata negara atau con-
bahwa “Constitutional law deals with the ultimate ques- stitutional law.40
tions of distribution of legal power and the functions of
the organs of the state”. 37 Hukum Tata Negara itu berhu- j. Maurice Duverger
bungan dengan persoalan distribusi kekuasaan hukum Menurut sarjana Perancis, Maurice Duverger,
dan fungsi organ-organ negara. Lebih jauh, ia menyata- hukum tata negara adalah salah satu cabang hukum
kan: publik yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi po-
“In a wide sense, it includes admistrative law, but it is litik suatu lembaga negara. Seperti halnya para sarjana
convenient to consider as a unit for many purposes of lainnya, Maurice Duverger juga hanya memberikan te-
the rules which determine the organzation, power, and kanan pada aspek keorganisasian serta tugas-tugas dan
duties of administrative authorities”.38 kewenangan lembaga-lembaga sebagai alat perlengkapan
negara. Hal yang lebih diutamakan oleh Maurice Du-
Dalam arti luas, Hukum Tata Negara itu meliputi verger dalam definisi yang dikembangkannya tersebut
juga pengertian Hukum Administrasi Negara, tetapi adalah bahwa hukum tata negara itu (droit constitu-
untuk lebih mudahnya, Hukum Tata Negara itu dapat tionnel) termasuk cabang hukum publik.
dianggap sebagai suatu cabang ilmu yang dapat dipakai
untuk berbagai macam kegunaan hukum yang menen- k. Michael T. Molan
tukan organisasi, kekuasaan, dan tugas-tugas otoritas Dalam bukunya “Constitutional Law: The Machi-
administrasi. nery of Government”, Michael T. Molan berpendapat
bahwa ruang lingkup hukum tata negara biasanya
i. A.V. Dicey dirumuskan secara kurang tegas batasan-batasannya
A.V. Dicey dalam bukunya “An Introduction to apabila dibandingkan dengan bidang-bidang hukum
the Study of the Law of the Constitution” tahun 1968, 39
Kusnardi dan Ibrahim, Op.Cit., hal. 27.
40
“As the term is used in England, appears to include all rules which
37 directly or indirectly affect the distribution or exercise of the souvereign
Paton George Whitecross, Textbook of Jurisprudence, (Oxford: The
Clarendon Press, 1951). power in the state”. A.V. Dicey, An Introduction to Study of the Law of the
38
Ibid. Constitution, (London: Macmillan, 1968), hal. 23.

29 30
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

yang lain,41 seperti dalam hukum perjanjian ataupun “the distinct, and unentrenched. 42 It follows from what has
law of torts”, sebagaimana diuraikan olehnya sebagai been said that constitutional law deals, in general, with
berikut: the distribution and exercise of the functions of govern-
ment, and the relations of the government authorities to
”The scope of constitutional law as an academic discipline each other and to the individual citizen. It includes the
is, therefore, somewhat less clearly defined than might be rules –though the nature of these is difficult to define–
the case with other areas of law such as the law of contract which identify the law-making authorities themselves,
or the law of torts”. e.g. the legislature and the courts”.43

Oleh karena itu, secara umum, ia berpendapat m. A.W. Bradley dan K.D. Ewing
bahwa: Menurut kedua sarjana ini, tidak ada jawaban
“The subject is concerned with the functions discharged by yang dapat diberikan dengan mudah dan segera atas
the organs of government, the distribution of power pertanyaan mengenai apa definisi hukum tata negara.
between the organs of government, the law-making Pengertian hukum tata negara yang paling luas men-
process, the relationship between individuals and the state cakup bagian dari hukum nasional yang mengatur sistem
in terms of the power of the state to interfere with the administrasi publik (negara) dan hubungan antara indi-
exercise of individual rights and freedoms, and the vidu dengan negara. Oleh karena itu, hukum tata negara
protection that the state can afford to its citizens”. mengandaikan bahwa adanya aturan yang mendahului
keberadaan negara, dan di dalamnya tercakup penga-
l. O. Hood Phillips, Paul Jackson, dan Patricia Leopold turan mengenai struktur dan fungsi-fungsi organ-organ
Dalam bukunya “Constitutional and Administra- utama dari negara, dan hubungan di antara organ-organ
tive Law”, ketiga sarjana ini menyatakan: itu satu sama lain, serta hubungan antara organ-organ
“The constitutional law of a state is the law relating to its negara itu dengan warga negara. Di negara yang memi-
constitution. Where the constitution is written, even liki konstitusi tertulis, maka norma-norma yang terkan-
though it may have to be supplemented by other dung di dalamnya lebih diutamakan keberlakuannya be-
materials, it is fairly easy to distinguish the constitutional serta hal-hal yang timbul dalam praktik sebagai hasil pe-
law of a state from the rest of its legal system; but where, nafsiran hakim tertinggi yang menjalankan fungsi pera-
as in Britain, the constitution is unwritten, it is largely a dilan konstitusi.44
matter of convenience what topics one includes what in
constitutional law, and there is no strict scientific 42
Phillips, Jackson, and Leopold, Op Cit., hal. 8. Lihat juga S.E. Finer, Vernon
distinction between that and the rest of the law. Thus the
Bogdanor, dan Bernard Rudden, Comparing Constitutions, (London: Oxford
United Kingdom constitution can well be said to be University Press, 1995), hal. 40.
marked by three striking features: it is indeterminate, in- 43
Lihat juga H.L.A. Hart, The Concept of Law, Tenth Impression, (Oxford:
Oxford University Press, 1979).
44
“There is no hard and fast definition of constitutional law. According to
41
Michael T. Molan, Textbook: Constitutional and Administrative Law: The one wide definition, constitutional law is that part of national law which
Machinery of Government, 4th edition, (London: Old Bailey Press, 2003), hal. govern the systems of public administration and the relationships between
2. the individual and the state. Constitutional law presupposes the existence of

31 32
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Dalam definisi kedua sarjana ini, bidang kajian


n. Kusumadi Pudjosewojo hukum tata negara mencakup pula soal kedudukan war-
Kusumadi Pudjosewojo, dalam bukunya “Pedo- ga negara dan hak-hak asasinya. Menurut Moh. Kusnardi
man Pelajaran Tata Hukum Indonesia” merumuskan de- dan Harmaily Ibrahim, warga negara merupakan salah
finisi yang panjang tentang Hukum Tata Negara. Menu- satu unsur yang penting bagi berdirinya suatu negara.
rutnya, Hukum Tata Negara adalah hukum yang me- Oleh karena itu, dalam Hukum Tata Negara perlu diba-
ngatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan, yang has tentang asas-asas dan syarat-syarat kewarganegara-
menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun an serta perlindungan yang diberikan kepadanya, yang
yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya yang se- lazim disebut sebagai perlindungan terhadap hak-hak
lanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat asasi. 47 Dengan demikian, Hukum Tata Negara tidak
dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya hanya mengatur wewenang dan kewajiban alat-alat per-
menunjukkan alat-alat perlengkapan yang memegang lengkapan negaranya saja, tetapi juga mengatur me-
kekuasaan penguasa dari masyarakat hukum itu, beserta ngenai warga negara dan hak-hak asasi warga negara.
susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara
alat perlengkapan itu. 45 Setelah mempelajari rumusan-rumusan definisi
tentang Hukum Tata Negara dari berbagai sumber ter-
n. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim sebut di atas, dapat diketahui bahwa di antara para ahli
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, tidak terdapat kesatuan pendapat mengenai hal ini. Dari
dalam buku “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”, pendapat yang beragam itu kita dapat mengetahui bahwa
dinyatakan bahwa: sebenarnya:
“Hukum Tata Negara dapat dirumuskan sebagai se- (a) hukum tata negara itu adalah ilmu yang termasuk
kumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum ke-
dari pada negara, hubungan antar alat perlengkapan negaraan yang berada di ranah hukum publik;
negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta (b) definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh
kedudukan warga negara dan hak azasinya”. 46 para ahli sehingga tidak hanya mencakup kajian me-
ngenai organ negara, fungsi dan mekanisme hu-
bungan antar organ negara itu, tetapi mencakup pula
persoalan-persoalan yang terkait dengan mekanisme
the state and includes those laws which regulate the structure and functions
of the principal organs of government and their relationship to one another hubungan antara organ-organ negara itu dengan
and to the citizen. Where there is a written constitution, emphasis is placed on warga negara;
the rules which it contains and on the way in which they have been interpreted (c) hukum tata negara tidak hanya merupakan Recht
by the highest court with constitutional jurisdiction”. A.W. Bradley and K.D. atau hukum dan apalagi hanya sebagai Wet atau
Ewing, Constitutional and Administrative Law, 13th edition, (Pearson
norma hukum tertulis, tetapi juga adalah lehre atau
Education Ltd., 2003), hal. 9.
45
Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, cet. teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang
ke-10, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 86.
46 47
Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit, hal. 29. Ibid., hal. 30.

33 34
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

disebut sebagai verfassungsrecht (hukum konstitusi) nitif atau collective minds dan perilaku segenap warga
dan sekaligus verfassungslehre (teori konstitusi); negara (civic behaviors). Oleh karena itu, menurut pen-
dan dapat saya, hukum tata negara itu haruslah diartikan
(d) hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik sebagai hukum dan kenyataan praktik yang mengatur
hukum yang mempelajari negara dalam keadaan tentang:
diam (staat in rust) maupun yang mempelajari 1) nilai-nilai luhur dan cita-cita kolektif rakyat suatu
negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging). negara;
2) format kelembagaan organisasi negara;
Oleh sebab itu, saya sendiri berpendapat ke dalam 3) mekanisme hubungan antar lembaga negara; dan
pengertian hukum tata negara itu harus di- masukkan 4) mekanisme hubungan antara lembaga negara dengan
pula faktor konstitusi sebagai objek kajian yang pokok. warga negara.
Konstitusi, baik dalam arti materiel, formil,
administratif, ataupun tekstual, dalam arti collective Dengan demikian, Ilmu Hukum Tata Negara
minds ataupun dalam arti civic behavioral realities, dapat dirumuskan sebagai cabang ilmu hukum yang
adalah pusat perhatian yang sangat penting dari ilmu mempelajari prinsip-prinsip dan norma-norma hukum
hukum tata negara atau the study of the constitutional yang tertuang secara tertulis ataupun yang hidup dalam
law. Konstitusi yang dijadikan objek kajian itu dapat kenyataan praktik kenegaraan berkenaan dengan (i)
mencakup tiga pengertian, yaitu: konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif suatu
(a) Constitutie in materiele zin yang dikualifikasikan komunitas rakyat mengenai cita-cita untuk hidup ber-
karena isinya, misalnya berisi jaminan hak asasi, sama dalam suatu negara, (ii) institusi-institusi ke-
bentuk negara, dan fungsi-fungsi pemerintahan, dan kuasaan negara beserta fungsi-fungsinya, (iii) me-
sebagainya; kanisme hubungan antar institusi itu, serta (iv) prinsip-
(b) Constitutie in formele zin yang dikualifikasikan prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara
karena pembuatnya, misalnya oleh MPR; atau dengan warga negara. Keempat unsur dalam definisi
(c) Konstitusi dalam arti naskah Grondwet sebagai hukum tata negara tersebut di atas, pada pokoknya
geschreven document, misalnya harus diterbitkan adalah hakikat konstitusi itu sendiri sebagai objek utama
dalam Lembaran Negara, supaya dapat menjadi alat kajian hukum tata negara (constitutional law). Karena
bukti dan menjamin stabilitas satu kesatuan sistem pada dasarnya, konstitusi itu sendiri berisi (i) konsensus
rujukan.48 antar rakyat untuk hidup bersama dalam suatu ko-
munitas bernegara dan komunitas kewarganegaraan, (ii)
Di samping itu, konstitusi yang dijadikan objek konsensus kolektif tentang format kelembagaan or-
kajian itu dapat berupa nilai-nilai dan norma yang ganisasi negara tersebut, dan (iii) konsensus kolektif
terkandung dalam teks konstitusi itu sendiri, ataupun tentang pola dan mekanisme hubungan antarinstitusi
nilai-nilai dan norma yang hidup dalam kesadaran kog- atau kelembagaan negara, serta (iv) konsensus kolektif
tentang prinsip-prinsip dan mekanisme hubungan antara
48
Djokosoetono, Op. Cit., hal. 47-48. lembaga-lembaga negara tersebut dengan warga negara.

35 36
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tata negara materiel dan formil juga mempunyai tiga arti,


3. Hukum Tata Negara Formil dan Materiel yaitu dalam arti materiel, dalam arti formil, dan dalam
J.H.A. Logemann, dalam bukunya “Staatsrecht”, arti naskah yang terdokumentasi. Menurutnya, undang-
membedakan antara formeele stelselmatigheid dan undang dapat dilihat:52
materieele stelselmatigheid.49 Istilah yang pertama ada- a. dalam arti materiel, algemene verbindende voors-
lah hukum tata negara, sedangkan yang kedua adalah chriften;
asas-asas hukum tata negara. Perbedaan keduanya sea- b. dalam arti formil, yaitu bahwa undang-undang itu
kan-akan adalah perbedaan antara bentuk dan isi, antara telah mendapat persetujuan (wilsovereen-stemming)
vorm en inhoud, atau antara stelsel en beginsel. Vorm bersama antara Pemerintah dan DPR; dan
adalah bentuk, sedangkan inhoud adalah isinya. Beginsel c. dalam arti naskah hukum yang harus terdokumentasi
adalah asas-asasnya, sedangkan stelsel adalah pelem- (gedocumenteerd) dalam Lembaran Negara supaya
bagaannya. Istilah vorm en inhoud dipakai oleh van bersifat bewijsbaar atau dapat menjadi alat bukti dan
Vollenhoven seperti dalam Vorm en Inhoud van het stabil sebagai satu kesatuan rujukan.
Internationale Recht. 50Sedangkan Ter Haar Bzn meng-
gunakan istilah beginsel en stelsel seperti dalam Beginsel Demikian pula konstitusi yang menjadi objek
en Stelsel van het Adatrecht. 51 kajian hukum tata negara juga mempunyai tiga pe-
Oleh karena itu, berbagai buku hukum tata ne- ngertian, yaitu:53
gara dan juga silabus perkuliahan hukum tata negara a. Constitutie in materiele zin dikualifikasikan karena
yang menggunakan judul “Asas-Asas Hukum Tata Ne- isinya (gequalificerd naar de inhoud), misalnya beri-
gara”, “Pengantar Hukum Tata Negara”, ataupun “Po- si jaminan hak asasi, bentuk negara, dan fungsi-
kok-Pokok Hukum Tata Negara”, mestinya tidak gegabah fungsi pemerintahan, dan sebagainya;
dengan istilah-istilah. Pengertian kata “asas-asas” hanya b. Constitutie in formele zin, dikualifikasikan karena
berkaitan dengan inhoud atau materieele stelsel- pembuatnya (gequalificerd naar de maker), misal-
matigheid, yaitu aspek materiel belaka dari hukum tata nya oleh MPR;
negara. Oleh karena itu, perkataan “Pokok-Pokok” atau- c. Naskah Grondwet, sebagai geschreven document,
pun “Pengantar” dapat dipahami lebih luas cakupan pe- misalnya harus diterbitkan dalam Lembaran Negara,
ngertiannya, meskipun hanya bersifat garis besar atau- voor de bewijsbaarheid en voor de stabiliteit sebagai
pun hanya bersifat pengantar (introduction) saja. satu kesatuan rujukan, yaitu sebagai naskah kenega-
Seperti halnya undang-undang, menurut Djoko- raan yang penting atau belangrijke staatkundige
soetono, konstitusi yang menjadi objek kajian hukum stukken.

49
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, edisi revisi, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2000), hal. 10.
50
Christian van Vollenhoven, H.D. Tjeenk Willink & Zoon, (Haarlem: Mar-
tinus Nyhoof & Gravenhage, 1934). 52
51 Djokosoetono, Op. Cit., hal. 47-48.
Lihat terjemahan Soebakti Poesponoto, Asas dan Susunan Hukum Adat, 53
Ibid.
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1992).

37 38
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

4. Hukum Tata Negara Umum dan Hukum Tata b. Hukum Tata Negara yang berisi asas-asas yang ber-
Negara Positif kembang dalam teori dan praktik di suatu negara
Hukum Tata Negara juga dapat dibedakan antara tertentu, seperti misalnya Indonesia.
Hukum Tata Negara Umum dan Hukum Tata Negara c. Hukum Tata Negara Positif yang berlaku di Indo-
Positif. Hukum Tata Negara Umum membahas asas- nesia yang mengkaji mengenai hukum positif di
asas, prinsip-prinsip yang berlaku umum, sedangkan bidang ketatanegaraan di Indonesia.
Hukum Tata Negara Positif hanya membahas hukum tata
negara yang berlaku pada suatu tempat dan waktu Pada umumnya, aspek hukum tata negara yang
tertentu, sesuai dengan pengertian hukum positif. kebanyakan mewarnai pemikiran para ahli hukum tata
Misalnya, hukum tata negara Indonesia, Hukum Tata negara kita seperti yang tercermin dalam berbagai buku
Negara Inggris, ataupun Hukum Tata Negara Amerika yang diterbitkan dan menjadi bahan bacaan di berbagai
Serikat yang dewasa ini berlaku di masing-masing negara perguruan di Indonesia adalah yang disebutkan terakhir,
yang bersangkutan, adalah merupakan hukum tata yaitu Hukum Tata Negara Positif. Sudah tentu hal ini
negara positif. Sedangkan prinsip-prinsip teoritis yang tidak ada salahnya, karena nyatanya pada aspek ketiga
berlaku umum atau universal di seluruh negara tersebut ini, buku-buku yang ditulis dan diterbitkan juga terbilang
adalah merupakan materi kajian Hukum Tata Negara masih sangat sedikit. Namun demikian, jika semua ahli
Umum atau disebut sebagai Hukum Tata Negara saja. hukum tata negara dan semua sarjana hukum tata ne-
Kadang-kadang dalam istilah Hukum Tata Negara gara di tanah air kita hanya terpaku kepada fenomena
Indonesia juga tercakup 2 (dua) pengertian, yaitu (i) hukum tata negara positif saja, maka kita sebagai bangsa
hukum tata negara positif yang sedang berlaku di akan ketinggalan zaman di bidang ini.
Indonesia dewasa ini, dan (ii) berbagai kajian mengenai Sekarang dunia sudah sangat pesat berubah. Ilmu
hukum tata negara Indonesia di masa lalu dan yang akan pengetahuan dan teknologi di semua cabang dan ranting-
datang, meskipun belum ataupun sudah tidak berlaku nya juga bergerak cepat menyesuaikan diri dengan
lagi sebagai norma hukum positif. Oleh karena itu, kita perubahan zaman. Dalam bidang ilmu hukum tata
dapat membedakan pula antara Hukum Tata Negara negara, tidak terkecuali, juga telah mengalami peruba-
sebagai Ilmu Hukum (the science of constitutional law) han yang fundamental di era globalisasi sekarang ini.
dan Hukum Tata Negara sebagai Hukum Positif (the Oleh karena itu, teori-teori umum tentang hukum tata
positive constitutional law). Jika hal ini ditambahkan negara yang berkembang di dunia juga penting untuk
kepada kedua unsur bentuk (vorm) dan isi (inhoud) se- diikuti dengan seksama oleh para sarjana hukum, khu-
perti dikemukakan di atas, maka Hukum Tata Negara ya- susnya oleh para ahli hukum tata negara kita. Oleh
ng kita bahas di sini dapat dibedakan dalam tiga aspek, karena itu, sudah saatnya, studi hukum tata negara di
yaitu: berbagai fakultas hukum di tanah air hendaklah me-
a. Hukum Tata Negara Umum yang berisi asas-asas hu- ngembangkan ketiga aspek hukum tata negara tersebut
kum yang bersifat universal. secara bersama-sama dan seimbang.
Kita tidak boleh membiarkan bidang hukum tata
negara hanya dikembangkan sebagai ilmu kata-kata dan

39 40
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

upaya pengkajian terhadap konstitusi dipersempit hanya Materi yang terkait dengan fungsi-fungsi adminis-
sebagai studi tentang perumusan kata-kata dalam pasal- trasi negara atau tata usaha negara tersebut sangatlah
pasal konstitusi belaka. Hukum Tata Negara, pertama- luas cakupannya. Seperti dikatakan oleh Profesor Kusu-
tama haruslah dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan madi Pudjosewojo, yaitu:
hukum yang bersifat universal. Setelah itu, Hukum Tata “Hukum tatausaha meliputi keseluruhan aturan hukum
Negara baru dapat dipahami sebagai persoalan hukum yang menentukan secara bagaimana alat-alat perleng-
dan konstitusi yang tumbuh dalam praktik ketatane- kapan negara yang bersangkutan hendaknya bertingkah
garaan Indonesia dari waktu ke waktu, sehingga untuk laku dalam mengusahakan tugas-tugas pemerintahan,
selanjutnya dapat pula dimengerti sebagai persoalan hu- perundang-undangan, pengadilan, keuangan, hubungan
kum positif di negara kita yang berdasarkan Undang- luar negeri, dan pertahanan negara beserta keamanan
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. umum”. 55

5. Hukum Tata Negara Statis dan Dinamis Norma hukum yang mengatur kesemua aktifitas
Hukum Tata Negara juga dapat dibedakan antara demikian itu disebut sebagai hukum administrasi negara
sifatnya yang statis dan dinamis. Ilmu Hukum Tata Ne- atau biasa disebut pula dengan istilah hukum tata usaha
gara itu disebut sebagai ilmu yang statis apabila negara negara, dan ilmu yang membahasnya disebut ilmu Hu-
yang dijadikan objek kajiannya berada dalam keadaan kum Administrasi Negara atau ilmu Hukum Tata Usaha
statis atau keadaan diam (staat in rust). Hukum Tata Negara (Verwaltungsrechtlehre).
Negara yang bersifat statis inilah yang biasa disebut
sebagai Hukum Tata Negara dalam arti sempit. Sedang-
kan Hukum Tata Negara dalam arti luas, mencakup H u- C. Keluarga Ilmu Hukum Kenegaraan
kum Tata Negara dalam arti dinamis, yaitu manakala 1. Keluarga Ilmu Hukum Kenegaraan pada
negara sebagai objek kajiannya ditelaah dalam keadaan umumnya
bergerak (staat in beweging). Pengertian yang terakhir Ilmu Hukum Tata Negara termasuk keluarga ilmu
inilah yang biasa disebut sebagai bidang Ilmu Hukum hukum kenegaraan (staatslehre). Seperti dikemukakan
Administrasi Negara (Administrative Law, Verwaltung- di atas, staatslehre atau theorie der staat dapat dibagi 2
srecht). (dua), yaitu staatslehre in ruimere zin atau teori negara
Perhatian pokok ilmu Hukum Tata Negara (Verfas- dalam arti luas dan staatslehre in engere zin atau teori
sungsrecht, Constitutional Law, Droit Constitutionnel) negara dalam arti sempit. Staatslehre dalam arti sempit
adalah menyangkut struktur hukum dan kehidupan ber- itulah yang dapat diidentikkan dengan staatsrecht yang
negara, sedangkan ilmu Hukum Administrasi Negara dapat lagi dibagi dua, masing-masing dalam arti luas dan
memusatkan perhatian pada substansi sistem pengam- sempit.
bilan keputusan dalam kegiatan berpemerintahan. 54 Dalam bukunya yang terkenal berjudul “Allgemeine
Staatslehre”, Georg Jellineck, ahli hukum kenamaan dari
54 55
Ibid. Pudjosewojo, Op. Cit., hal. 176.

41 42
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Austria menguraikan pohon ilmu kenegaraan atau staat- staatsrechtslehre atau Hukum Tata Negara Umum. Oleh
swissenschaft dalam arti luas yang mencakup cabang- karena itu, buku ini kita beri judul “Pengantar Ilmu
cabang dan ranting-ranting ilmu pengetahuan sebagai Hukum Tata Negara” dengan maksud akan berisi pe-
berikut. Staatswissenschaft mencakup staatswissens- ngantar terhadap pengertian allgemeine staatsrecht-
chaft dalam arti sempit dan rechtswissenschaft. Staats- slehre itu.
wissenschaft dalam arti yang sempit meliputi: Dalam konteks verfassungsrecht atau hukum kon-
a. beschreidende staatswissenschaft, yaitu staatenkun- stitusi, dapat pula dibedakan antara teori hukum ilmiah
de; dengan hukum positif (positive law). Misalnya, dalam
b. theoritische staatswissenschaf atau staatsleer; dan istilah Hukum Tata Negara Indonesia dapat dibedakan
c. pratktische staatswissenschaft atau angewandte antara pengertiannya sebagai cabang ilmu hukum yang
staatswissenschaft; berorientasi pada teori ilmiah yang bersifat umum, atau
dapat pula diartikan sebagai hukum positif di bidang
Sementara itu, cabang ilmu pengetahuan hukum ketatanegaraan yang berlaku dewasa ini berdasarkan
yang biasa disebut dengan istilah rechtswissenschaft me- konstitusi tertulis (schreven constitutie, written constitu-
liputi: tion).
a. verfassungsrecht;
b. verwaltungsrecht; dan 2. Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik serta
c. internationale recht. Ilmu Sosial Lainnya
Dalam buknya “Wetenshap der Politiek”, Prof. Ba-
Sedangkan Teoritische Staatswissenschaft atau rents secara khusus menyatakan:
Staatsleer dibagi ke dalam: “Een van de meest actuele afbakenningsproblemen,
a. allgemeine staatslehre atau ilmu negara umum; dan welke wij uit moeten als wij deze wetenshap een plaats
b. besondere staatslehre atau ilmu negara khusus. trachten te geven tussen de andere, is de grensbepaling
met de jurische vakken; het staats en administra-
tiefrecht, het volkens-recht en de rechtsfilosofie...”.
Termasuk kategori algemeine staatslehre adalah
(a) allgemeine soziale staatslehre dan (b) allgemeine “De scheiding tussen de juridische vakken en de
staatsrechtslehre. Sedangkan yang termasuk besondere wetenshap der politiek is dan ook de belangrijkste
staatslehre adalah (a) individuele staatslehre dan (b) reden, waarom deze laatste beter niet ‘algemeine
speziale staatslehre. staatsleer’ og kortweg staatsleer kan heten”.
Apabila yang dijadikan penekanan utamanya ada-
lah recht atau hukum, maka Hukum Tata Negara (Con- “Voor de samengang tussen de studie het jurische
stitutional Law) yang kita pahami dewasa ini dapat dili- geraamnte onderzocht, en de andere die helt vlees er
hat dalam pengertian verfassungsrecht. Akan tetapi, omheen beziet”.56
apabila yang diutamakan adalah aspek keilmuannya,
maka Hukum Tata Negara (Constitutional Law) itu 56
Barents, De Wetenshap der Politiek, een terreinverkenning, derde durk,
dapat pula dipahami dalam pengertian allgemeine (Gravenhage: A.A.M. Stols’s, 1952), hal. 78, 82, dan 83.

43 44
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, sehingga me-


Ibarat tubuh manusia, maka ilmu hukum tata lahirkan ilmu sosial pada umumnya. Ilmu yang menye-
negara diumpamakan oleh Barent sebagai kerangka tu- lidiki gejala-gejala kemasyarakatan pada umumnya di-
lang belulangnya, sedangkan ilmu politik ibarat daging- sebut sosiologi, dan yang mengkhususkan kajiannya me-
daging yang melekat di sekitarnya (het vlees er omheen ngenai gejala kekuasaan disebut ilmu politik, dan demi-
beziet). Oleh sebab itu, untuk mempelajari hukum tata kian pula dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya.
negara, terlebih dulu kita memerlukan ilmu politik, seba- Bahkan, di berbagai perguruan tinggi, dibentuk program-
gai pengantar untuk mengetahui apa yang ada di balik program studi ilmu sosial dan politik yang berdiri sendiri
daging-daging di sekitar kerangka tubuh manusia yang di program studi ilmu hukum yang sudah berkembang
hendak diteliti. Dalam hal ini, negara sebagai objek studi sejak sebelumnya.
hukum tata negara dan ilmu politik juga dapat diiba- Bahkan, dalam sejarah perkembangan perguruan
ratkan sebagai tubuh manusia yang terdiri atas daging tinggi di Indonesia, fakultas-fakultas ilmu sosial dan po-
dan tulang. litik memang dikembangkan dari cikal bakal program-
Bagaimanapun juga, organisasi negara itu sendiri program yang terdapat di lingkungan fakultas-fakultas
merupakan hasil konstruksi sosial tentang peri kehi- hukum. Fakultas Hukum Universitas Indonesia sendiri-
dupan bersama dalam suatu komunitas hidup berma- pun dulunya adalah Fakultas Hukum dan Pengetahuan
syarakat. Oleh karena itu, ilmu hukum yang mempelajari Kemasyarakatan. Baru kemudian Fakultas Ilmu Sosial
dan mengatur negara sebagai organisasi tidak mungkin dan Politik dibentuk tersendiri di luar Fakultas Hukum.
memisahkan diri secara tegas dengan peri kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu, menurut Profesor Wir- 3. Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara
jono Prodjodikoro: Ilmu Negara atau Staatsleer (bahasa Belanda) atau
Staatslehre (bahasa Jerman) adalah ilmu pengetahuan
“... seorang sarjana hukum, untuk memperdalam
pengetahuannya dalam bidang Hukum Tata Negara, ada yang menyelidiki asas-asas pokok dan pengertian-pe-
baiknya mempelajari juga ilmu sosiologi sebagai ilmu ngertian pokok mengenai negara dan hukum tata nega-
penunjang (hulpwetenshap) bagi ilmu Hukum Tata ra.58 Oleh karena itu, ilmu negara merupakan ilmu pe-
Negara.”57 ngantar untuk mempelajari ilmu Hukum Tata Negara,
ilmu Hukum Administrasi Negara, dan juga ilmu Hukum
Bagi sarjana hukum tata negara, di samping Internasional Publik. Kedudukannya dapat dibandingkan
sosiologi, ilmu sosial lainnya juga sangat penting sebagai dengan mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang me-
penunjang, seperti ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu eko- ngantarkan mahasiswa untuk mempelajari ilmu hukum
nomi, antropologi, dan sebagainya. publik dan hukum privat. Sebab, posisinya bersifat pre-
Dikarenakan eratnya hubungan antara hukum dan requisite. Mahasiswa Fakultas Hukum diharuskan me-
negara di satu pihak dengan masyarakat pada umumnya, ngambil mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum dan Ilmu
maka studi tentang gejala kemasyarakatan itu tumbuh Negara lebih dulu sebelum mengikuti perkuliahan Hu-

57 58
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 3. Kusnardi dan Saragih, Op. Cit., hal.8.

45 46
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Se- lajari, dapat dikaitkan dengan pendapat Rengers Hora
bab, dalam perkuliahan Hukum Tata Negara, tidak akan Siccama yang membedakan antara kebenaran hakikat
dibahas lagi mengenai teori asal mula terbentuknya dari kenyataan sejarah. 59 Menurut Rengers Hora Sic-
negara, apa tujuan orang bernegara, dan lain sebagainya, cama, tugas ahli hukum dapat digolongkan, di satu pihak
yang sudah dibahas secara tuntas dalam Ilmu Negara.
sebagai penyelidik yang hendak mendapatkan kebenaran
Dalam ilmu negara yang diutamakan adalah nilai
obyektif, dan untuk itu ia tidak melaksanakan huku m itu
teoritis-ilmiahnya, sedangkan dalam ilmu Hukum Tata
Negara dan ilmu Hukum Administrasi Negara terkait sendiri. Sedangkan, di lain pihak ada pula tugas ahli hu-
pula dengan norma hukumnya dalam arti positif. Oleh kum sebagai pelaksana yang akan mempergunakan hu-
karena itu, ilmu negara disebut sebagai seinwissenschaft, kum itu dalam keputusan-keputusan konkrit. Golongan
sedangkan Hukum Tata Negara dan juga Hukum Admi- pertama disebut oleh Rengers Hora Siccama yaitu se-
nistrasi Negara merupakan normwissenschaft. Demikian orang ahli hukum sebagai penonton (de jurist als toes-
pula dengan ilmu hukum pidana, ilmu hukum perdata, chouwer), sedangkan yang kedua disebutnya ahli hukum
ilmu hukum ekonomi, dan lain sebagainya, sudah dikait- sebagai pemain (de jurist als medespeler). Sebagai pe-
kan dengan persoalan norma hukum yang berlaku di nonton, seorang ahli hukum lebih mengetahui kekurang-
bidang masing-masing. an atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para
Dalam kedudukannya sebagai ilmu pengetahuan pemain dan mencoba mencari sebab musababnya de-
pengantar bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Admi- ngan mengadakan analisa-analisa tentang sesuatu pe-
nistrasi Negara, Ilmu Negara tidak mempunyai nilai yang ristiwa hukum untuk menentukan cara yang lebih baik
praktis seperti halnya dengan Hukum Tata Negara dan dan lebih sempurna mengenai bagaimana hukum dilak-
Hukum Administrasi Negara. Orang yang mempelajari sanakan. Sedangkan dalam golongan kedua, seorang ahli
Ilmu Negara tidak memperoleh hasil yang dapat lang- hukum diandaikan sebagai pemain (de jurist als medes-
sung dipergunakan dalam praktik. Sedangkan mempela- peler) yang harus memutuskan, baik yang bersifat
jari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Nega- pengaturan (regeling), penetapan administratif (beschik-
ra dapat langsung menghasilkan sesuatu pengetahuan king), ataupun putusan peradilan (vonnis).
yang bernilai praktis. Perbedaan ini dapat dilihat dari Oleh karena keputusan-keputusan dimaksud ter-
penggunaan istilah “ilmu” yang dikaitkan pada Ilmu Ne- gantung kepada para pelaksananya, maka tidak jarang
gara, sedangkan pada Hukum Tata Negara (verfassungs- terjadi bahwa keputusan yang dianggap baik oleh pelak-
recht) dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungs- sana, tetapi sebaliknya dianggap tidak baik atau kurang
recht), meskipun dapat saja dilakukan, tidak lazim orang
menggunakan istilah “Ilmu” Hukum Tata Negara atau 59
Rengers Hora Siccama, Naturlijke waarheid en historische bepaaldheid,
“Ilmu” Hukum Administrasi Negara. Zwollw, 1985; Ibid., “Au Commencement”, de la theorie du droit, dalam Re-
Dari segi kemanfaatannya, hubungan antara Ilmu vue Internationale de la theorie du droit, 1938, hal. 22. Lihat juga “Het Recht
naar gelang van het staanpunt van het welk men het ziet,” dalam Themis, 1938,
Negara dan Hukum Tata Negara sebagai ilmu, jika dipe- hal. 99.

47 48
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

memuaskan bagi penerima keputusan itu, hal mana di- landa dan sebagainya. Sehingga, pada umumnya, di kala-
sebabkan karena adanya sifat subyektifisme dalam setiap ngan ahli hukum tata negara timbul kecenderungan sa-
keputusan tersebut. Sehubungan dengan pendapat Ren- ngat nasionalistis dan dogmatis karena sangat terpaku
gers Hora Siccama itu, kita dapat mengumpamakan yang kepada norma hukum dasar positif yang berpuncak ke-
pertama itu dengan tugas Ilmu Negara yang tidak me- pada konstitusi. Hukum Tata Negara cenderung hanya
mentingkan bagaimana caranya hukum dijalankan, kare- dilihat dalam konteks yang positivistik dengan agak me-
na Ilmu Negara mementingkan nilai teoritisnya. 60 Se- ngabaikan pentingnya penyelidikan ilmiah yang bersifat
dangkan sebaliknya, Hukum Tata Negara dan Hukum universal yang biasa dibahas dalam konteks Hukum Tata
Administrasi Negara lebih berkaitan dengan tugas ahli Negara Umum.
hukum sebagai pemain (the player). Hal yang lebih di- Dikarenakan Ilmu Negara sangat penting bagi ilmu
pentingkan adalah nilai-nilai praktis dari kedua cabang Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara,
ilmu ini, karena hasil penelitian ilmiah dalam bidang maka dengan bantuan Ilmu Negara, Hukum Tata Negara
hukum tata negara dan hukum adaministrasi negara itu dan Hukum Administrasi Negara dapat memperoleh ciri
secara langsung dapat dipergunakan dalam praktik oleh ilmiahnya yang penting. Ilmu Negara sangat memen-
para ahli hukum yang duduk sebagai pejabat-pejabat tingkan nilai teoritisnya sehingga disebut sebagai suatu
negara dan pejabat pemerintahan menurut bidang tugas- Seinswissenschaft, sedangkan Hukum Tata Negara dan
nya masing-masing. Hukum Administrasi Negara merupakan suatu Normati-
Di samping itu, perbedaan antara Ilmu Negara ven Wissenschaft. Bagi mereka yang mempelajari Hu-
dengan Hukum Tata Negara juga dapat dilihat dari segi kum Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara su-
obyek penyelidikannya. Jika obyek penyelidikan Ilmu dah tidak perlu diterangkan lagi secara mendalam me-
Negara adalah asas-asas pokok dan pengertian-penger- ngenai arti dan asas dari negara dan hukum negara,
tian pokok tentang negara dan hukum negara pada karena semua hal itu sudah dianggap diketahui ketika
umumnya, maka obyek Hukum Tata Negara sebagai ilmu mempelajari llmu Negara. Oleh karena itulah oleh para
adalah hukum positif yang berlaku pada suatu waktu di ahli dikatakan bahwa Ilmu Negara merupakan ilmu pe-
suatu tempat. Oleh karena itu lazim disebut Hukum Tata ngetahuan pengantar bagi mereka yang hendak mempe-
Negara positif sebagai Hukum Tata Negara Indonesia lajari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Ne-
atau Hukum Tata Negara Inggris, Amerika, Jepang, Be- gara.

60
Dalam Ilmu Negara pada umumnya dipelajari mengenai Teori-Teori tentang 4. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Asal Mula Negara, Hakekat Negara, Tujuan Negara, Pengertian Negara, Negara
Bentuk Negara, dan lain sebagainya. Lihat dan bandingkan buku- buku teks Di berbagai negara, kedua cabang ilmu hukum ini
mengenai Ilmu Negara, seperti misalnya Padmo Wahjono, Ilmu Negara, Indo seringkali disebutkan secara bersama-sama secara be-
Hill Co., Jakarta, 1999; Djokosoetono, Ilmu Negara, Himpu- nan oleh Harun
Alrasid, (Jakarta: Ind Hill. Co., 2006); Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: rangkai. Di berbagai universitas di negeri Belanda, misal-
Liberty, 1998); dan lain-lain. nya, cabang ilmu ini disebut dengan perkataan “Staats

49 50
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

en Administratief Recht” sebagai mata kuliah tersendiri “The decisions about the State, its duties and
yang diajarkan oleh seorang guru besar. Di Amerika Seri- competences and its relationship with its citizens as
kat dan Inggris, banyak pula dijumpai buku-buku teks expressed in the constitution must have an implication
hukum yang diberi judul “Constitutional and Adminis- in administration and administrative law”.64
trative Law”, atau bahkan “Textbook on Constitutional
and Administrative Law”. Namun, kedua bidang ilmu Jika tidak demikian, maka seperti dikatakan oleh
hukum ini biasa juga dibedakan sebagai dua cabang ilmu H. Maurer, ketentuan konstitusi tidak akan pernah men-
yang tersendiri. Sedangkan di Jerman, biasa dikenal ada jadi kenyataan (reality).65 Oleh karena itu, administrasi
istilah Verfassungsrecht und Verwaltungs-recht. dapat digambarkan sebagai tindakan pengundangan
Namun demikian, keduanya tetap dapat dibedakan konstitusi (enacting the constitution) atau tatig werden-
antara satu sama lain. Dalam arti luas, Hukum Tata de Verfassung.
Negara itu sendiri memang mencakup juga pengertian Selain itu, menurut Profesor Wirjono Prodjodikoro,
hukum tata negara dalam arti sempit dan hukum admi- perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum
nistrasi negara. Bagi mereka yang menyetujui pendapat Perdata dan Hukum Pidana sebenarnya mudah terlihat.
Oppenheim, perbedaan di antara keduanya dikaitkan de- Secara negatif, dapat dikatakan bahwa Hukum Tata Ne-
ngan perbedaan antara objek negara yang dikaji, yaitu gara itu tidak seperti Hukum Perdata yang mengatur hu-
negara dalam keadaan diam (staat in rust) atau dalam bungan-hubungan perdata antara pelbagai oknum atau
keadaan bergerak (staat in beweging). Akan tetapi, hu- badan, dan tidak seperti Hukum Pidana yang berisi atau
kum tata negara di samping mempelajari aspek statisnya, mengatur penentuan mengenai hukuman-hukuman pi-
juga mempelajari berbagai aspek dinamis dari negara. dana untuk setiap pelanggaran hukum. Sedangkan per-
Dengan istilah yang berbeda, Fritz Werner menyatakan, bedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Admi-
“Verwaltungsrecht als konkretisiertes Verfassungs- nistrasi Negara tidak begitu nampak dengan jelas. 66 Oleh
recht”,61 yaitu bahwa hukum administrasi negara itu ada- karena itu, pembedaan keduanya membutuhkan lebih
lah hukum tata negara yang diletakkan dalam keadaan dari sekedar penjelasan biasa. 67
yang konkrit. 62 Mantan Ketua Mahkamah Administrasi
Federal Jerman ini menganggap “administrative law as

constitutional law put into concrete terms”. 63 Menurut


Meinhard Schroder: 64
Ibid.
65
H. Maurer, Allgemeines Verwaltungsrecht, 13th edition, (Munich: Beck,
2000,) catatan 1 dan 12.
66
Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 7.
67
61 Lihat dan pelajari Phillipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Adminis-
Fritz Werner, Deutsches Verwaltungsblatt, 1959, hal. 527.
62 trasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Administrative Law), cet. ke-
Meinhard Schroder, “Administrative Law in Germany”, dalam Rene Seer-
9, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005).
den dan Frits Stroink (eds.), Administrative Law of the European Union, Its
Member States and the United States, (Groningen: Intersentia Uitgevers
Antwerpen, 2002), hal. 91-92.
63
Ibid. hal. 91.

51 52
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Menurut van Vollenhoven, 68 Hukum Tata Negara trol, housing, education, each of which can be studied in
adalah rangkaian peraturan hukum yang mendirikan its own right”.70
badan-badan sebagai alat (organ) suatu negara dengan
memberikan wewenang kepada badan-badan itu, dan Dua sarjana Inggris, A.W. Bradley and K.D. Ewing,
membagi-bagi pekerjaan pemerintah kepada banyak menyatakan:
alat-alat negara, baik yang tinggi maupun yang rendah
kedudukannya. Sedangkan, Hukum Tata Usaha Peme- “There is no precise demarcation between constitutio-
nal law and administrative law in Britain. Adminis-
rintahan digambarkan oleh van Vollenhoven sebagai se- trative law may be defined as the law which determines
rangkaian ketentuan yang mengikat alat-alat negara, baik the organisation, powers and duties of administrative
yang tinggi maupun yang rendah, pada waktu alat- alat authorities. Like constitutional law, administrative law
negara itu mulai menjalankan pekerjaan dalam me- deals with the exercise and the control of governmental
nunaikan tugasnya, seperti yang ditetapkan dalam Hu- power. A rough distinction is that constitutional law is
kum Tata Negara. Uraian van Vollenhoven ini melanjut- mainly concerned with the structure of the primary
kan saja pandangan Oppenheim selaku gurunya menge- organs of government, whereas administrative law is
nai fenomena negara dalam keadaan diam dan negara concerned with the work of official agencies in provi-
dalam keadaan bergerak seperti yang telah diuraikan di ding services and in regulating the activities of citizens.
Within the vast field of government, questions often
atas. 69
arise as to the sources of administrative power, the
John Alder, dalam bukunya “Constitutional and
adjudication of disputes arising out of the public servi-
Administrative Law” juga menyatakan: ces and, above all, the means of securing a system of
legal control over the activities of government which
“Many of the standard texts, and indeed many courses, takes account of both public needs and the private inte-
are called constitutional and administrative law. There rests of the individual”. 71
are also separate courses on administrative law. The
difference between the two subjects is really one of
practical convenience and thus a rough and ready one. Jika kita menelaah perbedaan di kalangan para ahli
Administrative Law is an aspect of constitutional law. It mengenai lingkup masing-masing kedua cabang ilmu
deals with the work of the executive branch of go- Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara itu, menu-
vernment and how it is controlled. Administrative law rut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, pendapat-
can be subdivided into particular branches of executive pendapat tersebut di atas pada garis besarnya dapat
activity, for example public health, immigration con- dibedakan dalam dua kelompok. Kelompok yang perta-
ma membedakan ilmu Hukum Tata Negara dan ilmu
68
van Vollenhoven menjelaskan panjang lebar pandangannya mengenai ruang Hukum Administrasi Negara secara prinsipil, karena
lingkup Hukum Administrasi Negara (Omtrek van het Administratief Recht)
dalam satu uraian (verhandeling) di muka “Koninklijke Academie van
70
Wettenschappen” di Amsterdam pada tahun 1926. Ketika itu, ia meng- John Alder, Constitutional and Administrative Law, (London: Macmillan,
gambarkan kelahiran dan perkembangan mata pelajaran “Hukum Adminis- 1989), hal. 6.
71
trasi Negara” di Perancis dan berbagai negara lain. A.W. Bradley and K.D.Ewing, Constitutional and Administrative Law,
69
Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 8. 13th edition, (Pearson Education Ltd., 2003), hal. 10.

53 54
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

menurut mereka kedua ilmu pengetahuan ini dapat nya seperti Negara di dalam keadaan bergerak (staat in
dibagi secara tajam baik mengenai sistematikanya mau- beweging). Selanjutnya ia katakan: 73
pun isinya. Sedangkan, banyak ahli hukum lain yang
beranggapan bahwa antara Hukum Tata Negara dan “Ter eener zijde windt men, als staatsrecht dat complex
Hukum Administrasi Negara tidak terdapat perbedaan van rechtsvoorschriften toekent, dat de werkzaam-
yang bersifat asasi, melainkan hanya karena pertim- heden van een moderne overheid distribueert over tal
bangan manfaat praktisnya saja. Hukum Administrasi van hoeger, en lagere organen, het houdt zich bezig
Negara tidak lain merupakan Hukum Tata Negara dalam naar Oppenheim’s woord, meet de staat in rust. Ander-
zijds staat alles Administratiefrecht dat complex van
arti luas dikurangi dengan Hukum Tata Negara dalam
bepalingen, waaraan hogere en lagere organen gebon-
arti sempit. Inilah yang disebut sebagai teori residu den zijn, zoodra ze van hun reeds vaststaande staats-
dalam memahami dan membedakan definisi ilmu hukum rechtelijke bevoegheid gebruik gaan maken; het betreft
administrasi negara dari ilmu hukum tata negara.72 naar Oppenheim’s verdere woord, de staat in beweg-
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, ing”.74
yang termasuk ke dalam golongan yang membedakan ke-
dua cabang ilmu hukum ini secara prinsipil antara lain Dalam bukunya yang lain, van Vollenhoven mem-
adalah Christian van Vollenhoven. Tulisannya mengenai bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Ne-
hal tersebut yang pertama adalah “Thorbecke en het Ad- gara agak berbeda dari bukunya yang terdahulu. Menu-
ministratiefrecht”. Dalam buku ini, van Vollenhoven rut pendapatnya, semua peraturan yang sejak berabad-
mendefinisikan Hukum Tata Negara sebagai sekumpulan abad lamanya tidak termasuk ke dalam lingkup hukum
peraturan-peraturan hukum yang menentukan badan- tata negara materil, hukum perdata materil, ataupun hu-
badan kenegaraan serta memberi wewenang kepadanya, kum pidana materil seharusnya dimasukkan dalam ca-
dan bahwa kegiatan suatu pemerintahan modern adalah bang hukum administrasi negara. Dengan demikian, van
membagi-bagikan wewenang itu kepada badan-badan Vollenhoven mengartikan Hukum Administrasi Negara
tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah. Sesuai meliputi seluruh kegiatan negara dalam arti luas, tidak
dengan pandangan Oppenheim, Hukum Tata Negara di- hanya terbatas pada tugas pemerintahan dalam arti
ibaratkan sebagai kondisi negara dalam keadaan tidak sempit saja. Hukum Administrasi Negara itu, menurut-
bergerak (staat in rust). Sedangkan, Hukum Adminis- nya, juga meliputi tugas peradilan, polisi, dan tugas
trasi Negara sebagai sekumpulan peraturan hukum yang
mengikat badan-badan negara baik yang tinggi maupun 73
C. van Vollenhoven, “Thorbecke en het Administratiefrecht” dalam J.
yang rendah jika badan-badan itu mulai menggunakan Oppenheims bundel, Nederlandsch Administratiefrecht, 1921, hal. 21.
74
van Vollenhoven, Omtrek van het Administratiefrecht, verbandelingen
wewenangnya yang ditentukan dalam Hukum Tata Nega- voorgedragen in de Koninklijke Academie van Wetenschappen, Deel 62, atau
ra. Oleh Oppenheim, kondisi demikian itu diibaratkan- dalam “Verspreide Geschriften”, jilid I hal. 88, “alle recht, dat niet sinds
eeuwen gelijkt is als materieel staatsrecht, materieel privaatrecht of ma-
terieel staatrecht, krijgt op natuurlijke wijze een welgevoed onderdak in het
72
Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., hal. 35. administratiefrecht”.

55 56
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

membuat peraturan. Menurutnya, Hukum Administrasi


Negara dalam arti luas itu dapat dibagi dalam 4 (empat) Badan atau organ-organ negara tanpa hukum tata
bidang, yaitu: negara akan lumpuh bagaikan tanpa sayap, sebab organ-
1) bestuursrecht (hukum pemerintahan) ; organ itu tidak mempunyai wewenang sehingga keada-
2) justitierecht (hukum peradilan); annya tidak menentu. Sebaliknya, badan-badan negara
3) politierecht (hukum kepolisian); dan tanpa Hukum Administrasi Negara menjadi bebas tanpa
4) regelaarsrecht (hukum perundang-undangan). batas, sehingga mereka dapat berbuat menurut apa yang
mereka kehendaki. 76
Menurut para sarjana, pandangan van Vollenhoven Di sini dapat kita ketahui maksud van Vollenhoven
mengenai Hukum Administrasi Negara tersebut sebenar- pada karangannya yang pertama itu bahwa badan Hu -
nya dapat dibagi dalam 2 (dua) pengertian yaitu: kum Administrasi Negara diadakan untuk mengekang
1) Hukum Administrasi Negara dalam arti klasik; dan pemerintah sesuai dengan prinsip liberal yang hidup pa -
2) Hukum Administrasi Negara dalam arti modern. da waktu itu. Sedangkan pada bukunya yang kedua, Hu -
kum Administrasi Negara tidak bermaksud hanya me-
Pada perumusan pertama, yaitu Hukum Adminis- ngekang pemerintah agar jangan bertindak sewenang-
trasi Negara dalam arti klasik, van Vollenhoven masih wenang dengan kekuasaannya, melainkan memberi ke-
diliputi oleh suasana kehidupan kenegaraan yang menga- leluasaan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan
nut paham liberal (liberale rechtstaatsgedachte) yang di- kepentingan rakyat, bahkan juga menentukan kewa-
pengaruhi oleh Emmanuel Kant di mana negara tidak jiban-kewajiban kepada rakyat sesuai dengan faham ke-
boleh mencampuri kepentingan-kepentingan individu, sejahteraan yang dianut oleh negara (welvaartstaats-
melainkan tugas negara hanyalah sebagai penjaga malam gedachte).
(nachtwachtersstaat atau l’etat Gendarm). Sementara Dalam menyelenggarakan kepentingan umum, ada
itu, ketika van Vollenhoven mengembangkan pandangan kalanya Negara harus melanggar hak rakyat, misalnya
kedua, praktik kenegaraan tengah diliputi oleh suasana menyita untuk kepentingan umum (onteigening ten al-
baru dengan berkembangnya pemikiran mengenai nega-
gemene nutte).
ra kesejahteraan atau welfare state (welvaartsstaat-ge-
Dikarenakan negara memerlukan pembuatan jalan
dachter). Dalam bukunya yang kedua, dinyatakan:
agar hubungan antara dua tempat itu lebih lancar, maka
“Staatsorganen zonder staatsrecht is vleugellam, want
hun bevoegheid ontbreek of is onzeker Staatsorganen 76
van Vollenhoven, Staatrecht Oversee. Lihat buku-buku, Kontjoro Purbo-
zonder Administratiefrecht is vluegelvrij, want zij kun- pranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan
nen hun bevoegdheid niet zo toepassen als zii zelf it Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 1978), hal. 14 dan 15; Amrah
lieftst willen”.75 Muslimin, Beberapa Azas-Azas Dan Pengertian-Pengertian Pokok tentang
Administrasi dan Hukum Administrasi, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 8-13;
dan Djenal Hoesen Koesoemaatmadja, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha
75
Ibid. Negara, (Bandung: Alumni, 1979), hal. 12-14

57 58
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Negara terpaksa mengambil sebagian tanah rakyat untuk termasuk dalam lingkungan dimaksud adalah
kepentingan tersebut. Lazimnya penyitaan ini dilakukan waktu, tempat, manusia atau kelompok, dan
dengan ganti rugi kepada rakyat yang bersangkutan. Da- benda.
pat juga misalnya Pemerintah memberi konsesi atas na- 2) Hukum Administrasi Negara meliputi ajaran menge-
ma perusahaan-perusahaan (nuts-bedrijven) untuk ke- nai hubungan-hubungan hukum (leer der rechtsbet-
pentingan umum. rekkingen).
Sementara itu, Logemann dalam bukunya “Over de
theorie van en stellig staatsrecht” mengadakan perbeda- Dengan demikian, menurut J.H.A. Logemann, 77
an yang tajam antara Hukum Tata Negara dan Hukum dapat dikatakan bahwa ilmu Hukum Tata Negara itu
Administrasi Negara. Untuk membedakannya, Loge- mempelajari: 78
mann bertitik tolak dari sistematika hukum pada umum- a. susunan dari jabatan-jabatan;
nya yang meliputi tiga hal, yaitu: b. penunjukan mengenai pejabat-pejabat;
1) ajaran tentang status (persoonsleer); c. tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatan itu;
2) ajaran tentang lingkungan (gebiedsleer); d. kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jaba-
3) ajaran tentang hubungan hukum (leer de rechtsbet- tan;
rekking). e. batas wewenang dan tugas dari jabatan terhadap dae-
rah dan orang-orang yang dikuasainya;
Berhubung Hukum Tata Negara dan Hukum f. hubungan antar jabatan;
Administrasi Negara merupakan suatu jenis hukum yang g. penggantian jabatan;
tersendiri (als byzonder soort van recht) yang mem-
punyai obyek penyelidikan hukum, maka sistematika hu- 77
Lihat juga J.H.A. Logeman, Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara
kum pada umumnya dapat diterapkan pula terhadap Hu- Positif (terjemahan, disertai pengantar G.J. Resink), (Jakarta: Ichtiar Baru -
kum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Sis- Van Hoeve, tanpa tahun).
78
Logemann, Over de theorie van een stelling Staatsrecht, (Jakarta: Saksa-
tematika yang dibuat oleh Logemann dalam bukunya itu, ma, 1954), hal. 54, “Tot de persoonsleer behoren dan, om samen te vatten en
dibagi sebagai berikut: aan te vullen, niet het verwantschaps en huwelijksrecht, maar wie de prob-
1) Hukum Tata Negara dalam arti sempit meliputi: lemen van de mens als plichten subject (toerekenbaarheid, mondigheid, han-
delingbevoegdheid), de personifikatie, de vertegenwoordiging, onstaan en
a. persoonsleer yaitu mengenai persoon dalam arti
tenietgaan van persoonlijkeheid, het organisatie recht, de competentie-af-
hukum yang meliputi hak dan kewajiban manu- bakening”; hal. 59, “De term ‘gebieg’ word hier zoals baven bleek, gebruik
sia, personifikasi, pertanggungjawaban, lahir als aanduding van de sfeer waarbinnen de norm geldt, in abstracte zin met de
dan hilangnya hak dan kewajiban tersebut, hak vraag, op welke wijze tijd, ruimte, persoonen groep, als gedingsbegren- zing
van de a stelligrechtelijke norm kunnen optreden”; hal. 85, “mij schynt
organisasi, batasan-batasan dan wewenang; atgende wat aan de juridiche dogamatische pogingen tot ondershceid voor
b. gebiedsleer, yang menyangkut wilayah atau zweeft, met de stof die naast de persoonsleer en de gebiedsleer behandeling
lingkungan di mana hukum itu berlaku dan yang vraagt, dus met de leer der rechtsbetrekingen, nu als descritie van een duide-
lijk aangewesen problemkring te mogen opeisen”.

59 60
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

h. hubungan antara jabatan dan pemegang jabatan. Administrasi Negara tidak lagi merupakan suatu kum-
pulan monographi-monographi, melainkan merupakan
Hukum Administrasi Negara mempelajari jenis, sistematika yang menghubungkan bagian satu dengan
bentuk, serta akibat hukum yang dilakukan oleh para pe- bagian yang lainnya, yang masing-masing bagian itu di-
jabat dalam melakukan tugasnya. letakkan dalam tempatnya yang tepat. Arti sistematika
Selain van Vollenhoven dan Logemann, sarjana ke- di sini adalah waar de delen zijn juiste plaats vindt.
tiga yang biasa dijadikan rujukan dalam persoalan ini Sebenarnya, Logemann juga mempunyai pendirian yang
adalah Stellinga yang membedakan Hukum Tata Negara sama dengan Stellinga mengenai soal ini. 80
dan Hukum Administrasi Negara secara tegas. Dalam Di samping itu, juga terdapat Hukum Adminis-
pidatonya yang berjudul “Systematische Staatsrecht- trasi Negara yang berlaku bagi para individu dalam ma-
studie”, 79 dikemukakan bahwa tidak hanya di dalam Hu- syarakat yang diperintah oleh Negara. Lebih jauh, Stel-
kum Tata Negara saja diadakan sistematika, tapi juga linga menyatakan:
dalam Hukum Administrasi Negara. “dan zal er voorts moeten uitgaan dat het staats-
Dalam bukunya yang lain yaitu yang berjudul recht meer omvat dan de bevoegdheden en ver-
“Grondtrekken van het Nederlandsch Administratief- plichtingen van de Overheidsorganen. Ook de bur-
recht”, Stellinga berusaha untuk menemukan perbedaan ger heeft zijn staatsrechtelijke bevoegdheden en
prinsipil antara Hukum Tata Negara dan Hukum Admi- verplichtingen. De regels voor het uitoefenen, on-
nistrasi Negara, seperti yang sudah dilakukan oleh derscheidenlijk het nakomen daarna, maken
gurunya yaitu van Vollenhoven. Stellinga menge- eveneens een deel van het administratiefrecht uit”.
mukakan bahwa kebanyakan penyelidikan tentang Hu -
kum Administrasi Negara tidak meliputi keseluruhan- Kita harus menyadari bahwa masih banyak hal lain
nya, melainkan hanya membicarakan beberapa bagian yang diatur oleh Hukum Tata Negara selain hanya soal
tertentu saja. Bagian-bagian itu dibicarakan secara ter- tugas dan wewenang dari alat-alat atau organ- organ
pisah yang hanya sebagai monographi. Ia baru menjadi negara. Dalam Hukum Tata Negara, baik me- nurut
sistematika, jika bagian-bagian di dalamnya diletakkan Stellinga maupun menurut Hans Kelsen, seorang warga
pada tempatnya yang tepat. Dengan demikian, Hukum negara pun mempunyai hak dan kewajiban berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Pendek kata, seperti
79
J.R. Stellinga, Systematische Staatrectstudie, hal. 15 “de systematische dikemukakan oleh Hans Kelsen, kriteria terpenting
studie schijnt ook voor het administratiefrecht aangewezen”; Ibid. “Grond- adalah ada tidaknya (i) norm creating function, dan (ii)
trekken van het Administratiefrecht”, hal. 1, “de einige betekenis welke de norm applying function yang terkait
onderscheid tussen staatrecht en administratiefrecht kan heben is een
wetenschappelijke beoefgening van het staatrecht en het administratiefrecht
80
dien de grens tussen deze beide zo te behandelen krijgen welke door hun Logemann, Over de theorie van een stellig Staatsrecht, Op. Cit., hal. 2, “dat
overeemkonstige aard bijeen horen”; hal. 3, “warner inzicht bestaat ten an- het op te delven systeem inderdaad systeem is, zal namelijk bewezen zijn, als
nzien van de juiste plaats welke zij in het kader van het geheel innemen”. elk problem daarin zijn eigen plaats vanzelf vindt”.

61 62
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dengan subjek hukum tertentu.81 Jika kedua fungsi itu untuk dipelajari. Hukum Tata Negara dibagi meliputi su-
ada, maka menurut Hans Kelsen, subjek hukum yang sunan, tugas, wewenang, dan cara badan-badan itu men-
menyandangnya dapat disebut sebagai organ atau state jalankan tugasnya, sedangkan bagian lain yang lebih ter-
organ, dan menurut Stellinga, norma-norma hukum perinci itu dimasukkan dalam bidang Hukum Adminis-
yang mengatur cara menjalankan hak dan kewajiban itu trasi Negara. 83 Dengan demikian, pembedaan antara Hu-
termasuk dalam bidang Hukum Administrasi Negara.82 kum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara itu
Sarjana lain yang tidak membedakan antara dapat dikatakan bukanlah disebabkan oleh karena alasan
Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang prinsipil, akan tetapi sekedar untuk kepentingan
secara tajam di antaranya adalah Kranenburg, van der pembagian kerja yang bersifat praktis belaka.
Pot, dan Vegting. Kranenburg berpendapat bahwa pem- Van der Pot juga tidak membedakan secara tajam
bedaan antara kedua cabang ilmu pengetahuan itu secara antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
tajam, baik karena isinya ataupun karena wataknya yang Negara karena pembedaan secara prinsipiil tidak menim-
berlainan, merupakan sesuatu yang tidak riil. Perbedaan bulkan akibat hukum apa-apa. Oleh karena itu, pembe-
itu menurutnya disebabkan oleh pengaruh ajaran organis daan dimaksud menurutnya tidaklah terlalu perlu. Jika-
mengenai negara (organischestaats theorie) yang timbul pun hendak diadakan pembedaan yang tegas di antara
dalam ilmu pengetahuan medis yang membedakan anta- keduanya, maka hal itu hanya penting untuk ilmu penge-
ra anatomie dan psikologi. Sistematika yang diambil de- tahuan, bukan untuk kebutuhan praktik. Dengan pem-
ngan analogi kedua ilmu pengetahuan medis itu sama bedaan itu, para ahli hukum dapat memperoleh gam-
sekali tidak tepat karena obyek keduanya memang tidak baran mengenai keseluruhan sistem hukum dan rincian
sama. perbedaan di antara unsur-unsurnya yang bermanfaat
Perbedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum untuk diketahui.84
Administrasi Negara itu tidaklah bersifat fundamental Begitu pula Vegting ketika menyampaikan pidato
dan hubungan antara keduanya dapat disamakan dengan jabatannya dengan judul “Plaats en aard van het Admi-
hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Dagang. 83
Kranenburg, Het Nederlandsch Staatsrecht, eeerste deel zesde durk,
Jika keduanya dipisahkan, maka hal itu semata-mata (Haarlem: H.D. Tjeenk Willink & Zoon, 1947). hal. 14, menyatakan: “Ik zou
karena kebutuhan akan pembagian kerja yang secara ae splitsing willen verklaren als een gevolg van de behoefte aan ar-
praktis diperlukan sebagai akibat pesatnya perkemba- beidsverdeling bij de zeer snelle uitgroei van het corporatieve recht der
ngan hukum korporatif dari masyarakat hukum teri- territoriale gemeenschappen en de noodzakelijkheid om zich bij de
behandeling cler stof te beperken tot samenstelling, de taak, de bevoegdheid
torial. Di samping itu, materi yang diajarkan dalam pen- en de functionerings-wijze van de belangrijkste organen die dan als
didikan hukum memang perlu dibagi sehingga mudah staatsrecht worden gedoceerd, terwijl de nadere en me er in bijzonderheden
afdalende behandeling van bijzondere takken der staats rechtorganisatie
onder het administratiefrecht werd gebracht”; selanjutnya pada hal. 15, “De
81
Lihat dalam Kelsen, Op Cit. onderscheiding Staatsrecht en Administratiefrecht is dus niet principieel,
82
Stellinga, Grondtrekken van het Nederlandsche Administratiefrecht, Op. maar eenvoudig een van doelmatige arbeidsverdeling”.
84
Cit., hal. 13. van der Pot, Op Cit., hal. 510

63 64
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

nistratiefsrecht”, seperti halnya Kranenburg dalam “Het pelajari negara dari struktur internalnya, sedangkan
algemene Nederlandsch Administratiefsrecht”, menje- Hukum Internasional Publik mempelajari hubungan-
laskan bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Adminis- hubungan hukum antarnegara itu secara eksternal. Di
trasi Negara mempunyai lapangan penyelidikan yang samping itu, Hukum Internasional itu sendiri, ada pula
sama. Perbedaan keduanya hanya terletak pada cara pen- yang bersifat privat (perdata) di samping ada yang ber-
dekatan yang dipergunakan oleh masing-masing ilmu sifat publik. Tentunya yang mempunyai hubungan erat
pengetahuan itu mengadakan penyelidikan ilmiah. Hu- dengan ilmu Hukum Tata Negara adalah cabang Hukum
kum Tata Negara berusaha mengetahui seluk beluk orga- Internasional Publik.
Keduanya sama-sama menelaah dan mengatur me-
nisasi negara dan badan-badan lainnya. Sedangkan, Hu-
ngenai organisasi negara. Akan tetapi, Hukum Interna-
kum Administrasi Negara menghendaki bagaimana cara-
sional mempelajari dan mengatur mengenai hubungan-
nya negara serta organ-organ negara itu menjalankan
hubungan eksternal dari negara, sedangkan Hukum Tata
tugasnya. Vegting tidak membedakan Hukum Tata Nega-
Negara berurusan dengan aspek-aspek hubungan yang
ra dan Hukum Administrasi Negara karena pembatasan bersifat internal dalam negara yang dikaji. Misalnya,
wewenang (competentie afbakening) melainkan karena konsep kedaulatan yang dikaji oleh Hukum Internasional
caranya negara bertindak itu saja pun sudah merupakan adalah konsep kedaulatan yang bersifat eksternal dalam
pembatasan wewenang juga. Artinya, bagi Vegting, H- hubungan antarnegara, sedangkan dalam Hukum Tata
ukum Tata Negara itu mempunyai obyek penyelidikan Negara yang dibahas adalah perspektif yang bersifat
yang berkenaan dengan hal-hal yang pokok mengenai internal, misalnya teori tentang kedaulatan rakyat, ke-
organisasi Negara, sedangkan objek penyelidikan Hukum daulatan hukum, kedaulatan raja, ataupun teori kedau-
Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan yang latan Tuhan.
bersifat teknis. 85
6. Kecenderungan Hukum Tata Negara,
5. Hukum Tata Negara dan Hukum Hukum Administrasi Negara,
Internasional Publik dan Hukum Internasional Publik
Baik hukum tata negara maupun hukum inter- Pada abad KE-21 dewasa ini, perkembangan dunia
nasional publik, sama-sama merupakan cabang ilmu sudah sangat berbeda dari apa yang terjadi pada abad-
hukum publik. Akan tetapi, objek perhatian hukum inter- abad yang lalu. Objek studi Hukum Tata Negara dan Hu-
nasional publik sangat berbeda dari objek perhatian kum Administrasi Negara tumbuh dan berkembang
hukum tata negara. Hukum Tata Negara hanya mem- menjadi sangat spesifik dan rinci, sehingga keahlian yang
diperlukan menjadi semakin terspesialisasi. Berbagai bu-
85
ku hukum tata negara dan hukum administrasi negara di
W.G. Vegting, Plaats en aard van het Administratiefrecht, pidato inagurasi,
Amerika Serikat dan Eropa membahas berbagai persoa-
Amsterdam, 1946. Lihat juga “Het Algemeen Nederlandach
Administratiefrecht”, I, 1954, hal. 6-7, “Staats en administratiefrecht hebben lan dengan sangat spesifik dan mendalam. Kecen-
een gemeenschappelijk gebied van te bestuderen regelen, die echter, bij ene derungan gejala ilmiah yang demikian inilah yang di-
studie anders benaderd worden dan bij de andere”. sebut sebagai gejala diferensiasi struktural yang menye-

65 66
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

babkan tingkat keahlian seseorang semakin dituntut Instituut voor Verfassungsrecht und Verwaltungsrecht
kekhususan dan spesialisasinya. Bahkan, di bidang hu- (Lembaga Kajian Hukum Tata Negara dan Hukum Admi-
kum administrasi negara telah bermunculan banyak se- nistrasi Negara) pada Fakultas Hukum Universitas Salz-
kali cabang ilmu hukum baru seperti hukum perpajakan, burg. Institut yang sama juga terdapat di Fakultas Hu-
hukum lingkungan, hukum kepegawaian, hukum bangu- kum Universitas Vienna. Di dalamnya tergabung para
nan, dan sebagainya. ahli, baik dari lapangan Hukum Tata Negara maupun
Bersama dengan munculnya kecenderungan per- Hukum Administrasi Negara. 86
tama tersebut, timbul pula kecenderungan kedua, yaitu Di samping kedua kecenderungan tersebut di atas,
gejala konvergensi fungsional antar cabang ilmu yang ada pula kecenderungan ketiga yang relatif masih sangat
semula terpisah-pisah, tetapi dalam praktik penyelesaian baru, yaitu menyatunya aspek-aspek kajian internal
suatu masalah memerlukan pendekatan yang terpadu negara yang biasanya menjadi ciri ilmu hukum tata ne-
yang melibatkan cabang-cabang ilmu yang berbeda itu gara dan hukum administrasi negara dengan aspek-as-
dalam satu kesatuan konsepsi. Dari kenyataan ini ber- pek eksternal yang biasanya menjadi domain ilmu hu-
kembang kebutuhan akan adanya pendekatan yang mul- kum internasional publik. Kedua bidang ilmu ini sama-
ti-disipliner dan pendekatan yang holistik-integral dalam sama menjadikan negara dan organisasi negara sebagai
penyelesaian masalah. Dalam kaitan dengan perbedaan objek kajiannya. Akan tetapi, Hukum Tata Negara pada
antara cabang ilmu Hukum Tata Negara (Constitutional umumnya hanya melihat aspek internal dalam negara
Law) dan Hukum Administrasi Negara (Administrative yang dikajinya, sedangkan hukum Internasional publik
Law), kecenderungan konvergensi fungsional itu juga justru melihatnya dari segi hubungan eksternal antar-
terjadi, sehingga muncul kebutuhan untuk mengintegra- negara. Namun, dengan terjadi perkembangan Uni Ero-
sikan kembali secara relatif antara pendekatan- pa (European Union) dewasa ini, timbul masalah menge-
pendekatan Hukum Tata Negara dan Hukum Adminis- nai perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hu-
trasi Negara dalam satu kesatuan disiplin berpikir. kum Internasional Publik. Ketika orang membicarakan
Oleh karena itu, di beberapa negara, seperti misal- tentang konstitusi Uni Eropa, parlemen Eropa, Penga-
nya di Austria, kedua kecenderungan itu diatasi dengan dilan Eropa, tidak lagi jelas apa perbedaan antara Hu-
cara ganda. Di satu segi, spesialisasi dipacu, tetapi upaya kum Tata Negara dengan Hukum Internasional.
konvergensi melalui koordinasi dan integrasi juga dila- Peraturan (Regeling), Keputusan (Beschikking),
kukan secara bersengaja. Misalnya, di Universitas Vienna dan Putusan Hakim (Vonnis) yang ditetapkan oleh Parle-
dan Universitas Salzburg, mata kuliah hukum adminis- men, Dewan Eksekutif, atau Pengadilan Eropa, di satu
trasi negara (verwaltungsrecht) dikembangkan sangat segi dapat disebut sebagai norma hukum internasional,

terperinci. Prof. Dr. Jahnel Ilmar adalah guru besar


hukum bangunan di Universitas Salzburg yang sangat 86
Pada bulan Juni 2003, saya sendiri mengadakan kunjungan kerja dan
menguasai bidangnya tetapi tidak banyak tahu mengenai pertemuan dengan pimpinan Instituut voor Verfassungsrecht und Verwal-
aspek-aspek hukum administrasi negara dan hukum tata tungsrecht, baik di Universitas Vienna maupun Universitas Salzburg. Bah-
negara pada umumnya. Namun, di samping sebagai guru kan, selama di Universitas Salzburg, Prof. Dr. Jahnel Ilmar bertindak sebagai
guide yang mendampingi kemanapun saya pergi selama berkunjung di
besar, dia juga dipercaya untuk menduduki direktur kampus Universitas Salzburg.

67 68
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tetapi di lain segi sudah dianggap menjadi bagian dari D. Objek dan Lingkup Kajian
pengertian hukum domestik setiap negara anggota Uni Hukum Tata Negara
Eropa. Oleh karena itu, di Jerman, para guru besar hu- Buku J.H.A. Logemann yang diterbitkan pada ta-
kum tata negaranya biasa disebut sebagai guru besar hun 1948 di Leiden yang berjudul “Over de Theorie van
hukum publik, bukan lagi guru besar hukum tata negara. Een Stellig Staatsrecht” berisi tiga bagian, yaitu (1) Hu-
Prof. Dr. Hanns Jarrass, seorang guru besar di Muenster kum Positif, (2) Hukum Tata Negara Positif, dan (3)
University, Jerman, ketika memberikan ceramah di Fa- Sistem Formil Hukum Tata Negara Positif.88 Pada Bagian
kultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2003 Kedua, oleh Logemann dibahas mengenai (i) Hukum
yang lalu tentang Perkembangan Hukum Eropa juga Tata Negara, (ii) Kesistematisan Hukum Tata Negara,
memperkenalkan dirinya sebagai guru besar hukum (iii) Bentuk Penjelmaan Sosial Negara, (iv) Negara dalam
publik, bukan sebagai guru besar hukum tata negara.87 Hukum Positif, (v) Hukum Tata Negara dalam Arti Sem-
Tentu saja, gejala yang terjadi di Eropa tersebut pit, (vi) Hukum Administrasi, dan (vii) Tipe-Tipe Negara.
memang belum final, karena konstitusi Uni Eropa juga Sedangkan pada Bagian Ketiga, dibahas mengenai (i)
belum berlaku mengikat sebagai konstitusi. Akan tetapi, Jabatan Sebagai Pribadi, (ii) Batas-Batas Jabatan, (iii)
gejala regionalisasi politik dan ekonomi di berbagai bagi- Lahir dan Lenyapnya Jabatan, (iv) Cara Menempati
an dunia terus berkembang. Di satu segi gelombang glo- Jabatan, (v) Jabatan dan Pemangku Jabatan: Perwakilan
balisasi yang semakin meluas, tetapi di pihak lain ber- (vi) Jabatan dan Pemangku Jabatan: Hubungan Dinas
kembang pula tuntutan regionalisasi wilayah-wilayah dengan Negara, (vii) Jabatan Majemuk, (viii) Kelompok
ekonomi dan politik di berbagai bagian dunia dan bah- Jabatan, (ix) Lingkungan Kerja, (x) Wewenang Hukum,
kan lokalisasi dalam arti tumbuhnya tuntutan otonomi (xi) Pegangan Waktu, (x) Pegangan Ruang dan Pegangan
lokal di mana-mana. Pada saatnya, perkembangan-per- Pribadi, dan (xi) Perbandingan Kekuasaan.
kembangan baru semacam itu akan mempengaruhi pola- Sarjana Inggris, Michael J. Allen dan Brian Thom-
pola hubungan hukum antara satu negara dengan negara pson dalam bukunya “Cases and Materials on Cons-
yang lain, sehingga konsep-konsep hukum Internasional titutional and Administrative Law” (1990-2003) 89
publik akan semakin mendekat ke arah konsep-konsep mengelompokkan materi bahasannya ke dalam 11 (se-
hukum tata negara yang sebelumnya hanya bekerja di se- belas) bagian, yaitu (i) Constitutional Law in the United
kitar aspek-aspek internal saja dari organisasi negara. Kingdom, (ii) The Legislative Supremacy of Parliament,

88
Buku ini diterjemahkan oleh Makkatutu dan J.C. Pangkerego serta dikoreksi
oleh G.H.M. Riekerk serta diberi kata pengantar oleh G.J. Resink, lalu
diterbitkan oleh Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, pada tahun 1975.
87
Prof. Hanns Jarrass berkunjung ke Indonesia atas biaya Hanns Seidel Sebelumnya buku ini pernah diterbitkan dalam bentuk asli untuk kebutuhan
Stiftung dan menjadi tamu saya selaku guru besar Hukum Tata Negara. Dalam perkuliahan dengan judul “College-aantekeningen over het staatsrecht van
salah satu pembicaraan dengan saya dan juga dalam kuliah umum yang ia Nederlands-Indie”.
89
berikan di depan mahasiswa S1 Fakultas Hukum UI pada tahun 2003, dia Michael Allen and Brian Thompson, Cases and Materials on Consti-
menjelaskan perkembangan hukum Eropa dan status bidang ilmu hukum tata tutional and Admnistrative Law, 7th edition, (London-New York: Oxford
negara dewasa ini. University Press, 2003).

69 70
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

(iii) The European Union, (iv) The Rule of Law, (v) power, (4) parliamentary supremacy, (5) the European
Constitutional Conventions, (vi) Parliamentary Govern- communities; (II) Parliament, yang mencakup (6) the
ment at Work, (vii) Civil Liberties, (viii) Judicial Review: constitutional position of parliament, (7) the House of
The Grounds, (ix) The Availability of Judicial Review, (x) Lords, (8) the House of Commons, (9) parliamentary
Ombudsman, dan (xi) Statutory Tribunals. supremacy; (III) The Executive, yang meliputi (10) the
Versi textbook yang ditulis oleh Michael T. Molan Crown, (11) the powers of the Crown, (12) Ministers and
dengan judul “Constitutional Law: The Machinery of departments, (13) the civil service and the armed forces,
Government” memuat pokok bahasan yang sedikit ber- (14) Ad hoc bodies, (15) local government, (16) The
beda.90 Molan membagi bukunya dalam 13 (tiga belas) police; (IV) The Judicial Branch of the State, mencakup
bab, yaitu (i) The Nature and Sources of Constitutional (17) the Judiciary, (18) Tribunals and Inquiries, (19)
Law, (ii) The European Union, (iii) Constitutional Prin- Judicial Review of the Executive; dan (V) Civil Liberties,
ciples: The Separation of Powers, the Rule of Law, and yang meliputi (20) General principles of civil liberties,
the Independence of the Judiciary, (iv) The Sovereignty (21) Freedom of speech and assembly, (22) entry to and
of Parliament, (v) The Electoral System, (vi) The House exclusion from the UK, (23) emergency powers, dan (24)
of Commons, (vii) The Executive, (viii) Judicial Review of police powers of arrest and search in the investigation of
Executive Action, (ix) The European Convention on Hu- crime.
man Rights, (x) The Police Power, (xi) The Right to Pri- Sementara itu, O. Hood Phillips dan kawan-kawan
vacy and Family Life: Article 8 of the European Conven- dalam bukunya “Constitutional and Administrative
tion on Human Rights, (xii) Freedom of Expression: Ar- Law” membagi pokok bahasannya juga dalam 4 (empat)
ticle 10 of the European Convention on Human Rights, bagian.92 Bagian Umum antara lain membahas soal the
and (xiii) Freedom of Assembly and Association: Article nature of constitutional and administrative law, parlia-
11 of the European Convention on Human Rights. mentary supremacy, devolution and regionalism, the
Versi lain lagi adalah dari John Alder, Erwin Che- constitutional conventions, dan sebagainya. Bagian II
merinsky, A.W. Bradley and K.D. Ewing, O. Hood tentang Parliament, Bagian III tentang Central Govern-
Phillips, Paul Jackson, and Patricia Leopold, serta ba- ment, Bagian IV tentang Justice and Police, Bagian V
nyak lagi buku teks Hukum Tata Negara lainnya. John tentang Rights and Duties of the Individual, Bagian VI
Alder, dalam bukunya, “Constitutional and Administra- khusus tentang Administrative Law, dan Bagian VII
tive Law”, 91 membagi bukunya dalam 5 (lima) bagian, tentang The Commonwealth. Masing-masing bagian itu
yaitu (I) General Constitutional Theory, yang mencakup membahas secara terperinci segala aspek yang terkait.
bahasan mengenai (1) the nature of the United Kingdom Demikian pula buku “Constitutional and Adminis-
Constitution, (2) the sources of the constitution, (3) trative Law”, A.W. Bradley dan K.D. Ewing juga dibagi
constitu-tionalism: the rule of law and the separation of dalam 4 (empat) bagian. 93 Bagian I tentang General
Principles of Constitutional Law, yang mencakup baha-
90
Michael T. Molan, Constitutional Law: The Machinery of Government, 4th
92
edition, (London: Old Bailey Press, 2003). Phillips, Jackson, and Leopold, Op Cit.
91 93
Alder and English, Op Cit. Bradley dan Ewing, Op Cit.

71 72
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

san tentang (1) Definition and scope of constitutional ground and Contemporary Themes, (ii) The Federal
law, (2) sources and nature of the constitution, (3) the Judicial Power, (iii) The Federal Legislative Power, (iv)
structure of the united kingdom, (4) parliamentary sup- The Federal Executive Power, (v) Limits on State Regu-
remacy, (5) the relationship between legislature, execu- latory and Taxing Power, (vi) The Structure of the Consti-
tive, and judiciary, (6) the rule of law, (7) responsible and tution’s Protection of Civil Rights and Civil Liberties, (vii)
accountable government, (8) the United Kingdom and Procedural Due Process, (viii) Economic Liberties, (ix)
the European Union; Bagian II tentang The Institution of Equal Protection, (x) Fundamental Rights Under Equal
Government, meliputi (9) Composition and meeting of Protection and Due Process, (xi) Expression, dan (xii)
parliament, (10) functions of parliament, (11) privileges Religion.
of parliament, (12) the Crown and the royal prerogative, Di Indonesia, juga dikenal beberapa buku yang bia-
(13) the Cabinet, government departments and the civil sa dijadikan pegangan oleh mahasiswa dalam mempe-
service, (14) public bodies and regulatory agencies, (15) lajari ilmu hukum tata negara. Di antaranya adalah buku
foreign affairs and the commonwealth, (16) the armed karya Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim yang ber-
forces, (17) the treasury, public expenditure and the judul “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”. Buku
economy, (18) the courts and the machinery of justice; ini dipakai secara luas sebagai salah satu buku teks
Bagian III tentang The Citizen and the State, yang meli- Hukum Tata Negara di berbagai perguruan tinggi di
puti (19) the nature and protection of human rights, (20) tanah air. Di dalamnya, dibahas mengenai 9 (sembilan)
citizenship, immigration, and extradition, (21) the police hal, yaitu (1) Pendahuluan, (2) Ilmu Pengetahuan Hu-
and personal liberty, (22) the protection of privacy, (23) kum Tata Negara, (3) Sumber-Sumber Hukum Tata Ne-
freedom of expression, (24) freedom of association and gara, (4) Konstitusi, (5) Beberapa Azas yang dianut oleh
assembly, (25) state security and official secrets, dan (26) UUD 1945, (6) Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan,
emergency powers and terrorism; Bagian IV khusus (7) Asas-Asas Kewarga-negaraan, (8) Hak-Hak Asasi
membahas Administrative Law, meliputi pembahasan Manusia, dan (9) Sistem Pemilihan Umum.
mengenai (27) the nature and development of adminis- Dalam buku Prof. Kusumadi Pudjosewojo, berjudul
trative law, (28) delegated legislation, (29) administra- “Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia”, 95 dibahas
tive justice, (30) judicial control of administrative action, khusus mengenai tata hukum Indonesia. Dalam Bagian
dan terakhir (31) liability of public authorities and the Kedua dibahas empat bab, yaitu Bab IV tentang Lapa-
Crown. ngan-Lapangan Hukum, Bab V tentang Hukum Tata Ne-
Banyak lagi buku teks lainnya yang membagi gara, Bab VI tentang Hukum Tatausaha Bagian Umum,
materi bahasan dalam berbagai versi. Misalnya, buku dan Bab VII tentang Hukum Tatausaha Bagian Khusus.
teks karya Erwin Chemerinsky yang berjudul “Constitu- Dalam Bab Hukum Tata Negara dibahas mengenai (i)
tional Law: Principles and Policies” terdiri atas 12 (dua materi yang diatur dalam hukum tata negara, (ii) Rakyat
belas) bab. 94 KE-12 bab itu adalah (i) Historical Back- Negara Republik Indonesia, (iii) Daerah Negara Republik
Indonesia, (iv) Penguasa Tertinggi Negara Republik In-
94
Erwin Chemerinsky, Constitutional Law: Principles and Policies, (New
95
York: Aspen Law & Business, 1997). Pudjosewojo, Op. Cit.

73 74
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

donesia, (v) Beberapa asas-asas pokok hukum tata ne- Part VI berisi (20) Administration of Scheduled and
gara Indonesia, dan (vi) Sumber-sumber hukum tata ne- Tribal Areas; Part VII tentang The Judicature yang ter-
gara Indonesia. 96 diri atas (21) Organisation of the Judiciary in General,
Hal yang menarik dan dapat dianggap paling luas (22) The Supreme Court, dan (23) The High Court; Part
cakupan pembahasannya adalah ilmu Hukum Tata Ne- VIII tentang The Federal System yang meliputi (24)
gara di India. Sebabnya ialah Undang-Undang Dasar In- Distribution of Legislative and Executive Powers, (25)
dia tergolong naskah undang-undang dasar yang paling Distribution of Financial Powers, (26) Administrative
tebal di dunia, sehingga mencakup keseluruhan aspek Relations between the Union and the States, (27) Inter-
yang penting dalam aktifitas penyelenggaraan negara. State Relations, (28) Emergency Provisions; Part IX ten-
Oleh karena itu, dalam buku Durga Das Basu yang tang lain-lain atau “miscellaneous” yang mencakup (29)
berjudul “Introduction to the Constitution of India” ter- Rights and Liabilities of the Government and Public Ser-
gambar cakupan yang sangat luas itu.97 Buku itu terdiri vants, (30) The Services and Public Service Commis-
atas 9 (sembilan) bagian, yaitu Part I terdiri atas (1) The sions, (31) Elections, (32) Minorities, Scheduled Castes
Historical Background, (2) The Making of the Consti- and Tribes, (33) Languages, dan (34) How the Consti-
tution, (3) The Philosophy of the Constitution, (4) Out- tution Has Worked.
standing Features of the Constitution, (5) Nature of Fe- Menurut John Alder, “The main function of a con-
deral System, (6) Territory of the Union, (7) Citizenship, stitution is to provide the ground rules through which
(8) Fundamental Rights dan Fundamantal Duties, (9) Di- the organisation operates”.98 Untuk itu, menurutnya:
rective Principles of State Policy, dan (10) Procedure of
Amendment; Part II terdiri atas (11) The Union Execu- “constitutional law is different from other kinds of law
tive, and (12) The Union Legislature; Part III mencakup in that the other laws of a country obtain their validity
(13) The State Executive, (14) The Legislature, (15) The from its constitution. Constitutional law is as it were the
law behind the law”.99
State of Jammu and Kashmir; Part IV berisi (16) Admi-
nistration of Union Territories and Acquired Territories;
Itu sebabnya banyak sarjana yang menganggap
Part V mencakup (17) The New System of Panchayats
bahwa hukum tata negara itu meliputi semua aspek
and Municipalities, (18) Panchayats, (19) Municipalities;
hukum yang berkenaan dengan negara dan pemerin-
96
Bandingkan juga dengan pendapat Soerjono Soekanto dan Purnadi tahan, meskipun untuk alasan-alasan yang bersifat prak-
Purbacaraka yang mengatakan inti permasalahan Hukum Tata Negara adalah tis, studi mengenai hal itu dibatasi hanya pada soal-soal
(a) Status atau kedudukan yang menjadi subyek/pribadi dalam Hukum Negara hukum dasar konstitusi saja (basic rules of the consti-
yaitu siapa penguasa/pejabat negara dan apa lembaga-lembaga negara, serta
tution). Sehubungan dengan itu, John Alder merumus-
siapa warga negara dan siapa bukan warga negara; (b) Role atau peranan yang
meliputi kewajiaban dan hak, serta peranan wantah yang di luar tetapi tidak kan lingkup hukum tata negara itu dengan mengajukan
bertentangan dengan hukum. Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, beberapa pertanyaan kunci, yaitu:
Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1993), hal. 56-59.
97 98
Durga Das Basu, Introduction to the Constitution of India, 18th edition, John Alder, Op. Cit.
99
(India: Wadhwa & Company, 2000). Ibid.

75 76
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

1) Siapa atau lembaga apakah yang menjalankan ber- study of the constitutional law). Namun, jika diperhati-
bagai fungsi kekuasaan negara? Biasanya kekuasaan kan, pandangan John Alder itu bersifat terlalu menye-
negara secara horizontal dibagi ke dalam tiga cabang, derhanakan. Lingkup materi pertanyaan yang diaju-
yaitu (i) the law making power; (ii) the executive kannya dapat dikatakan sangat terbatas dan terlalu sem-
power, yaitu the power to implement and enforce the pit untuk menggambarkan ruang lingkup kajian hukum
laws; and (iii) the judicial power, yakni the power to tata negara pada umumnya. Dalam studi hukum tata ne-
settle disputes by applying the law to particular ca- gara atau constitutional law, di mana pun berada, selalu
ses. Di samping itu, kekuasaan negara juga dibagi ke ditelaah mengenai (a) Konstitusi sebagai hukum dasar
dalam struktur hierarkis antara central and local beserta berbagai aspek mengenai perkembangannya
government, dan menurut tugas-tugas yang bersifat dalam sejarah kenegaraan yang bersangkutan, proses
khusus, seperti polisi dan tentara; pembentukan dan perubahannya, kekuatan mengikatnya
2) Apa dan bagaimanakah hubungan antara masing- dalam hierarki peraturan perundang-undangan, cakupan
masing cabang kekuasaan itu satu sama lain, dan substansi, ataupun muatan isinya sebagai hukum dasar
secara khusus, siapa pula atau lembaga mana yang yang tertulis; (b) Pola-pola dasar ketatanegaraan yang
bertindak sebagai pemegang kata akhir dalam pe- dianut dan dijadikan acuan bagi pengorganisasian insti-
ngambilan keputusan mengenai sesuatu urusan tusi, pembentukan dan penyelenggaraan organisasi ne-
tertentu? gara, serta mekanisme kerja organisasi-organisasi negara
3) Bagaimanakah para anggota dan pimpinan dari dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan
cabang-cabang kekuasaan negara tersebut ditetapkan pembangunan; (c) Struktur kelembagaan negara dan
dan diberhentikan? Apakah pengisian jabatan keang- mekanisme hubungan antar organ-organ kelembagaan
gotaan dan pimpinan lembaga-lembaga negara yang negara, baik secara vertikal maupun horizontal dan dia-
menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan negara itu di- gonal; dan (d) Prinsip-prinsip kewarganegaraan dan
pilih atau diangkat, dan bagaimanakah caranya? hubungan antara negara dengan warga negara beserta
4) Bagaimanakah caranya pemerintahan dan demikian hak-hak dan kewajiban asasi manusia, bentuk-bentuk
pula semua jabatan kenegaraan yang ada dibatasi dan dan prosedur pengambilan keputusan hukum, serta
dikontrol? Apakah semua pemegang jabatan ke- mekanisme perlawanan terhadap keputusan hukum.
negaraan itu bertanggung jawab, dan kepada siapa Tentu saja, kita dapat merumuskan pokok bahasan
mereka mempertanggungjawabkan kinerjanya. Apa- hukum tata negara itu ke dalam rincian yang lebih
kah dan bagaimanakah mekanisme pertanggungja- terurai, tetapi dapat pula merumuskannya dalam garis
waban itu kepada rakyat? besar saja. Lingkup materi yang dibahas, tergantung
5) Bagaimana pula mekanisme dan prosedur untuk kepada data yang disajikan dalam buku masing-masing.
membentuk dan mengadakan perubahan atau peng- Namun, secara umum, dalam buku-buku yang dapat
gantian terhadap undang-undang dasar? digolongkan sebagai buku teks, keseluruhan materi ter-
sebut di atas selalu tercakup dalam pembahasan, meski-
Menurut John Alder, kelima pertanyaan itulah pun ada yang membaginya ke dalam 3 (tiga) bagian dan
yang merupakan pusat perhatian hukum tata negara (the ada pula yang membaginya ke dalam 4 (empat) bagian.

77 78
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Misalnya, A.W. Bradley dan K.D. Ewing, 100menyederha- lah soal hubungan-hubungan hak dan kewajiban secara
nakan pokok-pokok bahasan hukum tata negara itu timbal-balik antara negara dan warga negara. Di dalam-
menjadi tiga aspek, yaitu (i) general principles of con- nya, termasuk pula persoalan hak dan tanggung jawab
stitutional law; (ii) The Institutions of Government; and asasi manusia, seperti yang dipromosikan Inter Action
(iii) The Citizens and The State, meskipun ketiga aspek Council dengan “The Universal Declaration of Human
itu diuraikan secara sangat rinci oleh kedua sarjana ini, Responsibility” tahun 1998.
sehingga bukunya sendiri mencapai 812 halaman tebal-
nya. E. Objek dan Lingkup Kajian
Pembahasan yang pertama, misalnya, terdiri atas Hukum Administrasi Negara
topik-topik (1) definition and scope of constitutional law, Untuk menggambarkan lingkup kajian atau baha-
(2) sources and nature of constitutional law, (3) the san mengenai Hukum Administrasi Negara, berikut ini
structure of the United Kingdom, (4) Parliamentary sup- dapat diambilkan beberapa contoh mengenai tulisan
remacy, (5) the relationship between legislature, execu- yang menggambarkan lingkup kajian hukum administra-
tive and judiciary, (6) the rule of law, (7) Responsible and si negara di berbagai negara Eropa dan Amerika Serikat.
accountable government, dan (8) the United Kingdom Tentu saja, setiap sarjana mempunyai kecenderungan
dan Uni Eropa. Soal kedua tentang The Institutions of sendiri-sendiri dalam persoalan luas sempitnya materi
Government terdiri atas (9) Composition and Meeting of yang akan dibahas dalam buku yang disusun. Akan te-
Parliament, (10) Functions of Parliament, (11) Privileges tapi, hal ini dapat dipakai untuk sekedar memberikan
of Parliament, (12) The Crown and the royal prerogative, gambaran mengenai apa saja yang dipikirkan oleh para
(13) The Cabinet, government departments, and the civil ahli, jika diberi kesempatan menjelaskan mengenai hu-
service, (14) Public bodies and regulatory agencies, (15) kum administrasi negara di negara-negara tertentu yang
Foreign affairs and the Commonwealth, (16) the Armed diketahuinya.
Forces, (17) The Treasury, public expenditure and the Menurut Sabien Lust,101 hukum administrasi nega-
economy, dan (18) The courts and the machinery of ra itu mencakup pembahasan mengenai “definition of
justice. administrative law and the use of administrative powers,
Sementara itu, Bagian ketiga tentang “The Citizen serta “the place of executive in the constitutional system”,
and the State” mencakup pembahasan mengenai (19) “the Administrative Powers”, “the Instruments Available
The nature and protection of human rights, (20) citizen- to the Administration”, “the Norms the Administrative
ship, immigration and extraditions, (21) The police and Authorities Have to Comply”, dan “Legal Protection
personal liberty, (22) The protection of privacy, (23) Against Administrative Action”. 102 Sementara itu, Brian

Freedom of expression, (24) Freedom of association and


assembly, (25) State security and official secrets, (26) 101
Rene Seerden dan Frits Stroink (eds.), Administrative Law of the Euro-
Emergency powers and terrorism. Termasuk di dalam pean Union, Its Member States and the United States, (Groningen: Intersentia
pembahasan mengenai negara dan warga negara ini ada- Uitgevers Antwerpen, 2002), hal. 5-58.
102
Lihat A. Alen, Handboek van het Belgisch Staatsrecht, (Antwerpen:
100 Kluwer Rechtswettenschappen, 1995), hal. 889; H. Bocken and W. De Bondt
Bradley dan Ewing, Op Cit. (eds), Introduction to Belgian Law, (Brussel: Bruylant, 2001), hal. 464; A.

79 80
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Jones and Katharine Thompson membahas persoalan tion Under the Adminitrative Procedure Act, (h) Agency
hukum administrasi negara Inggris dengan bahasan Discretion in Rulemaking and Adjudication, (i) Choices
mengenai (i) introduction yang meliputi (a) what is of Process, (j) Relationship of Rules to Adjudication, (k)
administrative law, (b) the constitutional context of sup- The Role of Private Parties, (l) Alternative Dispute Reso-
remacy of parliament, human rights, separation of po- lution, (m) Due Process and Informal Adjudication, (n)
wers, the rule of law, and the royal prerogative; (ii) the The Role of Private Law; (iv) Judicial Review of Adminis-
distribution of administrative powers, yang mencakup trative Action yang mencakup pembahasan tentang (a)
soal the institutions of the government dalam arti luas; Availability of Judicial Review, (b) Standing, (c) Timing
(iii) administrative decision making yang dikaitkan of Judicial Review, (d) Ripeness, (e) Exhaustion of Admi-
dengan (a) sources of powers, (b) inquiries, (c) inspec- nistrative Remedies, (f) Finality, (g) Scope of Review, (h)
tions, (d) public participation and open government, (e) Review of the Facts, dan yang terakhir (i) Review of Law
the use of private law by the administration; (iv) non- and Policy.
judicial redress of grievances yang meliputi soal om- Dengan demikian, lingkup kajian hukum ad-
budsmen dan tribunals; (v) judicial reviews yang berke- ministrasi negara itu sangat luas cakupannya. Oleh kare-
naan dengan (a) general views, (b) filing a claim for na itulah, oleh Brian Jones dan Katharine, konsepsi
judicial review, (c) standing, (d) public or private divide, administrative law itu didefinisikan sebagai:
(e) exceptions to ‘procedural exclusivity’, (f) matters “the study of rules and procedures that on the one hand
which are not reviewable, (g) legitimate expectations, (h) serve to promote good administrative practice in Go-
grounds for judicial review, (i) illegality, (j) irrationality, vernmental agencies, and on the other hand provide
and (k) procedural impropriety. mechanisms of redress, judicial or otherwise, when
grievances have arisen as a result of decisions or ac-
Sedangkan, dalam membahas Hukum Administrasi
tions of Government”.103
Negara di Amerika Serikat, Philip Harter menguraikan
hal-hal berikut (i) What is administrative law dengan
Bahkan, lebih lanjut, dikatakan oleh kedua sarjana
membahas soal (a) pengertian administrasi negara, (b)
tersebut:
the role of agencies, dan (c) brief history of administra-
“In very general terms, administrative law covers spe-
tive law; (ii) The Constitutional Structure of Congress, cialist subject areas as diverse as planning law,
The President, the Courts, and the issues of separation of immigration law and revenue law. The administrative
powers generally; (iii) the American Administrative Pro- lawyer cannot hope to have a detailed knowledge of all
cess, yaitu (a) Acquisition of Information, (b) Open Go- these areas of law, rather his or her concern is with the
vernment, (c) Freedom of Information, (d) Adjudication administrative process, at the levels of central, local and
versus Rulemaking, (e) Rulemaking, (f) Non-Legislative at European Union levels; and the means by which
Rules, Policy Statements, and Guidelines, (g) Adjudica- grievances in respect of governmental actions may be
examined and, where appropriate redressed. In parti-

Mast, J.Djuardin, M.van Damme and J. Vande Lanotte, Overzicht van het
103
Belgisch Administratief recht, (Antwerpen: Kluwer-Rechtswetenschappen, Brian Jones dan Katharine Thompson, Garner's Administrative Law, 8th
1999), hal. 10, 18, dan lain-lain. Ed, (Butterworths Law Binding: Paperback Edition, 1996).

81 82
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

cular, the procedure for what is technically known, as European Community). It may, then, operate in respect
‘judicial review’ must be understood”. of controlling the prerogative powers of ministers, but
it might equally well apply to the minutiate of adminis-
Pendek kata, seperti dikatakan oleh Harlow and tration in central and local government. It embodies
Rawlings (1984), hukum administrasi negara itu adalah general principles which can be applied to the exercise
the law relating to public administration, yaitu hukum of the powers and duties of authorities in order to ensu-
re that the myriad of rules and discretionary powers
yang berhubungan dengan dengan administrasi publik.
available to the executive conform to basic standards of
Hukum administrasi negara berhubungan dengan cara legality and fairness. The ostensible purpose of these
atau upaya dengan mana pemerintahan menjalankan tu- principles is to ensure that, as well as observance of the
gas yang diberikan kepadanya, termasuk mengenai haki- rule of law, there is accountability, transparency and
kat kekuasaan itu dan tugas-tugas serta cara bagaimana effectiveness in the exercise of power in the public
kekuasaan itu dikendalikan. Bahkan bagi sementara sar- domain”.105
jana, administrative law is also about the control of the
administration and the protection of individual liberty, Dalam Hukum Administrasi, menarik juga untuk
with the focus of attention being the case law of judicial dikaji adanya red and green-light theories yang dikem-
review of administrative action. Hukum Administrasi bangkan oleh Harlow dan Rawlings tahun 1984. Teori ini
Negara juga memberikan perhatian kepada upaya untuk berkaitan dengan semakin kompleksnya peranan hukum
memungkinkan atau membuat para administrator atau dalam kehidupan negara modern. Untuk itu, Harlow dan
penyelenggara administrasi negara mampu menjalankan Rawlings mengembangkan dua model pendekatan yang
pemerintahan. Pandangan semacam inilah yang biasa di- saling bertentangan yang mereka namakan sebagai per-
kenal sebagai a green-light theory.104 spektif red light and green light perspectives. Red-light
Sementara itu, sarjana Inggris lainnya, yaitu Peter perspective lebih konservatif dan berorientasi pada pe-
Leyland dan Terry Woods, dalam bukunya “Textbook on ngendalian (control). Sedangkan, Green-light perspec-
Administrative Law” juga berusaha menjawab pertanya- tive lebih liberal atau sosialistis dalam orientasinya dan
an mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan bersifat facilitative. Menurut Peter Leyland dan Terry
Hukum Administrasi Negara itu. Menurut kedua sarjana Woods dalam bukunya tersebut di atas, keduanya telah
Inggris ini: berkembang secara bersamaan (tandem) dengan tum-
“What in fact is administrative law? Normally, it is buhnya negara modern.
regarded as the area of law concerned with the control “They serve us here with both to describe what admi-
of governmental powers, powers which originate in nistrative law is and toact as normative (i.e. moral and
primary legislation or in the prerogative. Or the sub- political) suppositions about what its role in society
ordinate powers exercised by individuals and bodies ought to be. However, we do say for our purposes; it
acting under the power given by primary legislation (or should not be supposed that Harlow and Rawlings use
legislation of a binding nature emanating from the these terms in exactly the same way, or that they would

104 105
C. Harlow and R. Rawlings, Law and Administration, 2nd edition, Peter Leyland and Terry Woods, Textbook on Administrative Law, 4th
(London: Butterworths, 1997), chapter 1 & 2. edition, (New Delhi: Oxford University Press, 2003), hal. 1-2.

83 84
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

necessarily share our purpose. We employ them not to bersifat khusus seperti halnya hukum pajak. Oleh karena
describe what happens in any givern set of circum- itu, lingkup kajian hukum administrasi negara atau hu-
stances where lawyers and judges make decisions; kum tata usaha negara dapat berkembang sangat luas
rather, as models to describe what in the real world of cakupannya. Di negara-negara yang sistem administra-
everyday legal activity is a continuum of assumptions,
sinya (public administration) sudah sangat berkembang,
from red light as one end of the spectrum to green light
at the other”.106 bidang-bidang hukum yang menjadi objek kajian para
sarjana hukum tata negara (verfassungsrecht) dan hu-
Dalam berbagai buku tentang Hukum Administrasi kum tata usaha negara (verwaltungsrecht) pada umum-
Negara atau Hukum Tata Usaha Negara di Indonesia, nya sangat luas cakupannya.
lingkup kajian kurang lebih sama dengan uraian tersebut Oleh karena itu, kebutuhan akan spesialisasi
di atas. Bahkan dalam buku Prof. Kusumadi Pudjosewojo keahlian menjadi sesuatu yang niscaya, sehingga tidak
yang berjudul “Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indo- jarang kita menemukan para ahli yang tingkat spesiali-
nesia”, 107 materi hukum tata usaha negara dibedakan sasi keahlian-nya sangat mendalam di sesuatu bidang
antara Bagian Umum dan Bagian Khusus. Pada Bagian yang tidak lazim di Indonesia. Misalnya, para Guru Besar
Umum Bab VI tentang Hukum Tatausaha dibahas (i) di beberapa negara Eropa yang mendalami keahlian di
materi yang diatur oleh hukum tatausaha, (ii) Alat Per- bidang hukum bangunan, belum tentu memahami ber-
lengkapan Tatausaha, (iii) Perbuatan Hukum Tatausaha, bagai aspek hukum administrasi kepegawaian, meskipun
(iv) Perbekalan Hukum Tatausaha, (v) Beberapa Asas sama-sama berasal dari keahlian di lapangan ilmu hu-
Pokok Hukum Tatausaha Indonesia, dan (vi) Sumber- kum administrasi negara (verwaltungsrecht) dan hukum
sumber Hukum Tatausaha Indonesia. Sedangkan pada tata negara pada umumnya (verfassungsrecht).
Bagian Khusus Bab VII, dibahas mengenai (i) Bagian-ba- Dalam perkembangan dewasa ini, berbagai bidang
gian Khusus dari Hukum Tatausaha, (ii) Hukum Pajak hukum yang dapat dikategorikan termasuk ke dalam
atau Hukum Fiskal, (iii) Beberapa Asas Pokok Hukum rumpun hukum administrasi atau hukum tata usaha ne-
Pajak Indonesia, (iv) Sumber-sumber Hukum Pajak gara, mencakup bidang-bidang, seperti (i) hukum admi-
Indonesia. Bagian Khusus ini dimaksudkan oleh Kusu- nistrasi kepegawaian, (ii) hukum perburuhan dan kete-
madi sebagai bagian yang dinamis, tergantung pokok nagakerjaan, (iii) hukum administrasi kependudukan,
persoalan yang hendak dibahas. (iv) hukum keimigrasian, (v) hukum perpajakan, (vi)
Di dalam bukunya, yang dibahas memang hanya hukum transportasi udara, (vii) hukum transporasi laut,
persoalan Hukum Pajak. Akan tetapi, di lapangan yang (viii) hukum transportasi darat, (ix) hukum administrasi
lain seperti hukum lingkungan hidup, hukum adminis- perdagangan, bea dan cukai, (x) Hukum perindustrian,
trasi kepegawaian, hukum anggaran negara dan daerah, (xi) hukum administrasi kehutanan dan perkebunan,
hukum bangunan, dan sebagainya, semuanya dapat di- (xii) hukum administrasi moneter dan perbankan, (xiii)
lihat sebagai objek kajian hukum tata usaha negara yang hukum fiskal dan anggaran (pusat dan daerah), (xiv)
hukum administrasi lingkungan, (xv) hukum adminis-
106
Ibid., hal. 5. trasi pendidikan, (xvi) hukum administrasi ilmu penge-
107
Pudjosewojo, Op. Cit. tahuan dan teknologi, (xvii) hukum administrasi kese-

85 86
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hatan, (xviii) hukum administrasi kesejahteraan dan


pelayanan sosial, (xix) hukum administrasi informasi
dan telematika, (xx) hukum administrasi hukum, (xxi)
dan lain-lain sebagainya.
Semua aspek pengaturan dan penetapan hukum
dalam rangka pelayanan umum (public services) oleh
para pejabat administrasi publik atau pejabat adminis-
trasi negara (public administration) dalam bidang-
bidang tersebut merupakan persoalan hukum adminis-
trasi negara. Oleh karena itu, keputusan-keputusan yang
ditetapkan oleh para pejabat di bidang-bidang tersebut
disebut sebagai K-TUN atau keputusan tata usaha negara
yang bersifat penetapan administratif (beschikking). 108
Terhadap keputusan-keputusan semacam ini dapat
diajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara
(PTUN). Sedangkan, terhadap semua regulasi (regula-
tion) atau produk peraturan (regels) yang ditetapkan
oleh lembaga-lembaga tersebut sebagai subordinate le-
gislations dapat diajukan gugatan judicial review lang-
sung ke Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan Pa-
sal 24A ayat (1) UUD 1945.109

108
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara adalah
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi sese- orang atau
badan hukum perdata.
109
Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Mahkamah Agung berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang
lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.

87 88
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

BAB III Dalam bahasa Yunani Kuno tidak dikenal adanya


KONSTITUSI SEBAGAI OBJEK KAJIAN istilah yang mencerminkan pengertian kata jus ataupun
HUKUM TATA NEGARA constitutio sebagaimana dalam tradisi Romawi yang
datang kemudian.111 Dalam keseluruhan sistem berpikir
para filosof Yunani Kuno, perkataan constitution adalah
seperti apa yang kita maksudkan sekarang ini. Menurut
A. Sejarah Konstitusi Charles Howard McIlwain dalam bukunya “Constitutio-
nalism: Ancient and Modern” (1947), perkataan consti-
1. Terminologi Klasik: Constitutio, Politeia,
tution di zaman Kekaisaran Romawi (Roman Empire),
dan Nomoi
dalam bentuk bahasa latinnya, mula-mula digunakan se-
Dari catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan
bagai istilah teknis untuk menyebut the acts of legisla-
yang berkaitan erat dengan pengertian kita sekarang ten-
tion by the Emperor.112 Bersamaan dengan banyak aspek
tang konstitusi, yaitu dalam perkataan Yunani Kuno poli-
dari hukum Romawi yang dipinjam ke dalam sistem
teia dan perkataan bahasa Latin constitutio yang juga
pemikiran hukum di kalangan gereja, maka istilah teknis
berkaitan dengan kata jus. Dalam kedua perkataan poli-
constitution juga dipinjam untuk menyebut peraturan-
teia dan constitutio itulah awal mula gagasan konstitu-
peraturan eklesiastik yang berlaku di seluruh gereja atau-
sionalisme diekspresikan oleh umat manusia beserta hu- pun untuk beberapa peraturan eklesiastik yang berlaku
bungan di antara kedua istilah dalam sejarah. Dari kedua di gereja-gereja tertentu (ecclesiastical province). Oleh
istilah itu, kata politeia dari kebudayaan Yunani dapat karena itu, kitab-kitab Hukum Romawi dan Hukum Ge-
disebut yang paling tua usianya. Pengertiannya secara reja (Kanonik) itulah yang sering dianggap sebagai sum-
luas mencakup: ber rujukan atau referensi paling awal mengenai penggu-
“all the innumerable characteristics which determine
that state’s peculiar nature, and these include its whole naan perkataan constitution dalam sejarah.
economic and social texture as well as matters govern- Dengan perkataan lain, pengertian konstitusi itu di
mental in our narrower modern sense. It is a purely zaman Yunani Kuno masih bersifat materiil, dalam arti
descriptive term, and as inclusive in its meaning as our belum berbentuk seperti yang dimengerti di zaman mo-
own use of the word ‘constitution’ when we speak gene- dern sekarang. Namun, perbedaan antara konstitusi de-
rally of a man’s constitution or of the constitution of ngan hukum biasa sudah tergambar dalam pembedaan
matter”.110 yang dilakukan oleh Aristoteles terhadap pengertian kata
politea dan nomoi. Pengertian politiea dapat disepa-

110
Charles Howard McIlwain, Constitutionalism: Ancient and Modern,
(Ithaca, New York: Cornell University Press, 1966), hal. 26. Seperti dikata-
111
kan oleh Sir Paul Vinogradoff, “The Greeks recognized a close analogy Analogi di antara organisasi negara (state organization) dan organisme
between the organization of the State and the organism of the individual manusia (human organism) ini, seperti dikatakan oleh M.L. Newman dalam
human being. They thought that the two elements of body and mind, the former The Politics of Aristotle, merupakan the central inquiry of political science di
guided and governed by the later, had a parallel in two constitutive elements dalam sejarah Yunani Kuno.
112
of the State, the rulers and the ruled”. Ibid., hal. 23.

89 90
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dankan dengan pengertian konstitusi, sedangkan nomoi the remedy by grand assize as ‘legalis is a constitutio’,116
adalah undang-undang biasa. 113 dan menyebut the assize of novel disseisin sebagai a re-
Politea mengandung kekuasaan yang lebih tinggi cognitio sekaligus sebagai a constitutio. 117
dari pada nomoi, karena politea mempunyai kekuasaan Beberapa tahun setelah diberlakukannya Undang-
membentuk sedangkan pada nomoi tidak ada, karena ia Undang Merton pada tahun 1236, Bracton menulis arti-
hanya merupakan materi yang harus dibentuk agar su- kel yang menyebut salah satu ketentuan dalam undang-
paya tidak bercerai-berai. Dalam kebudayaan Yunani undang itu sebagai a new constitution, dan mengaitkan
istilah konstitusi berhubungan erat dengan ucapan Res- satu bagian dari Magna Charta yang dikeluarkan kembali
publica Constituere yang melahirkan semboyan, Prinsep pada tahun 1225 sebagai constitutio libertatis. Dalam
Legibus Solutus Est, Salus Publica Suprema Lex, yang waktu yang hampir bersamaan (satu zaman), Beauma-
artinya ”Rajalah yang berhak menentukan struktur orga- noir di Perancis berpendapat bahwa “speaks of the re-
nisasi negara, karena dialah satu-satunya pembuat un- medy in novel disseisin as ’une nouvele constitucion’
dang-undang”.114 made by the kings”. Ketika itu dan selama beradab-abad
Di Inggris, peraturan yang pertama kali dikaitkan sesudahnya, perkataan constitution selalu diartikan se-
dengan istilah konstitusi adalah “Constitutions of Cla- bagai a particular administrative enactment much as it
rendon 1164” yang disebut oleh Henry II sebagai consti- had meant to the Roman lawyers. Perkataan consti-
tutions, avitae constitutions or leges, a recordatio vel tution ini dipakai untuk membedakan antara particular
recognition,115 menyangkut hubungan antara gereja dan enactment dari consuetudo atau ancient custom (kebia-
pemerintahan Negara di masa pemerintahan kakeknya, saan).
yaitu Henry I. Isi peraturan yang disebut sebagai kon- Pierre Gregoire Tholosano (of Toulouse), dalam
stitusi tersebut masih bersifat eklesiastik, meskipun bukunya De Republica (1578) menggunakan kata con-
pemasyarakatannya dilakukan oleh pemerintahan seku- stitution dalam arti yang hampir sama dengan penger-
ler. Namun, di masa-masa selanjutnya, istilah constitutio tian sekarang.118 Hanya saja kandungan maknanya lebih
itu sering pula dipertukarkan satu sama lain dengan luas dan lebih umum, karena Gregoire memakai frase
istilah lex atau edictum untuk menyebut berbagai secular yang lebih tua, yaitu status reipublicae. Dapat dikatakan
administrative enactments. Glanvill sering mengguna- bahwa di zaman ini, arti perkataan constitution tercer-
kan kata constitution untuk a royal edict (titah raja atau min dalam pernyataan Sir James Whitelocke pada se-
ratu). Glanvill juga mengaitkan Henry II’s writ creating kitar tahun yang sama, yaitu “the natural frame and con-
stitution of the policy of this Kingdom, which is jus pub-
113
Ibid. licum regni”. Bagi James Whitelocke, jus publicum regni
114
Bandingkan antara Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., dengan Abu Daud
Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hal. 88-89; dan buku-
buku sejenis lainnya. 116
George E. Woodbine (ed.), Glanvill De Legibus et Consuetudinibus
115
Dokumen Constitutions of Clarendon menyebut dirinya sendiri sebagai Angiluae, (New Haven: 1932), hal. 63.
recordatio (record) atau recognitio (a finding). Pengarang buku “Leges 117
McIlwain, Op. Cit., hal. 24.
Henrici Primi” pada awal abad ke-12, juga menyebut “the well-known writ of 118
Authore D. Petro Gregorio Tholosano, De Republica Libri Sex et Viginti,
Henry I for the holding of the hundred and county courts” sebagai record. lib.I, cap. I, 16, 19, Lugduni, 1609, hal. 4-5.

91 92
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

itulah yang merupakan kerangka alami dan konstitusi tian dan penggunaan perkataan politeia dalam bahasa
politik bagi kerajaan. Yunani dan perkataan constitutio dalam bahasa Latin,
Dari sini, kita dapat memahami pengertian konsti- serta hubungan di antara keduanya satu sama lain di se-
tusi dalam dua konsepsi. Pertama, konstitusi sebagai the panjang sejarah pemikiran maupun pengalaman praktik
natural frame of the state yang dapat ditarik ke belakang kehidupan kenegaraan dan hukum.
dengan mengaitkannya dengan pengertian politeia da- Perkembangan-perkembangan demikian itulah
lam tradisi Yunani Kuno. Kedua, konstitusi dalam arti jus yang pada akhirnya mengantarkan umat manusia pada
publicum regni, yaitu the public law of the realm. Ci- pengertian kata constitution itu dalam bahasa Inggris
cero 119 dapat disebut sebagai sarjana pertama yang modern. Dalam Oxford Dictionary, perkataan consti-
menggunakan perkataan constitutio dalam pengertian tution dikaitkan dengan beberapa arti, yaitu: “… the act
kedua ini, seperti tergambar dalam bukunya “De Re Pub- of establishing or of ordaining, or the ordinance or re-
lica”. Di lingkungan Kerajaan Romawi (Roman Empire), gulation so established”. Selain itu, kata constitution juga
perkataan constitutio ini dalam bentuk Latinnya juga diartikan sebagai pembuatan atau penyusunan yang
dipakai sebagai istilah teknis untuk menyebut the acts of menentukan hakikat sesuatu (the “make” or composition
legislation by the Emperor. Menurut Cicero, “This cons- which determines the nature of anything). Oleh karena
titution (haec constitution) has a great measure of equa- itu, constitution dapat pula dipakai untuk menyebut “…
bility without which men can hardly remain free for any the body or the mind of man as well as to external ob-
length of time”. Selanjutnya dikatakan oleh Cicero: jects”.
Dalam pengertiannya yang demikian itu, konstitusi
“Now that opinion of Cato becomes more certain, that selalu dianggap “mendahului” dan “mengatasi” pemerin-
the constitution of the republic (consitutionem rei tahan dan segala keputusan serta peraturan lainnya. A
publicae) is the work of no single time or of no single Constitution, kata Thomas Paine, “is not the act of a go-
man”.
vernment but of the people constituting a govern-
ment”. 120 Konstitusi disebut mendahului, bukan karena
Pendapat Cato dapat dipahami secara lebih pasti urutan waktunya, melainkan dalam sifatnya yang supe-
bahwa konstitusi republik bukanlah hasil kerja satu wak- rior dan kewenangannya untuk mengikat. Oleh sebab
tu ataupun satu orang, melainkan kerja kolektif dan aku-
itu, Charles Howard McIlwain menjelaskan:
mulatif. Oleh karena itu, dari sudut etimologi, konsep “In fact, the traditional notion of constitutionalism
klasik mengenai konstitusi dan konstitusionalisme dapat before the late eighteenth century was of a set of prin-
ditelusuri lebih mendalam dalam perkembangan penger- ciples embodied in the institutions of a nation and
neither external to these nor in existence prior to
119
Nama lengkapnya adalah Marcus Tullius Cicero (106-43 BC). Menurut them”.121
R.N. Berki, “In the extant writings of the great Roman statesman and orator,
Marcus Tullius Cicero (106-43 BC), we find the most interesting formu-
lations of Roman Stoicism as regards political thought”. Lihat R.N. Berki,
120
The History of Political Thought: A Short Introduction, (London: J.J.Dent and McIlwain, Op. Cit., hal. 20.
121
Sons, Everyman’s University Library, 1988), hal. 74. Ibid., hal. 12.

93 94
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Secara tradisional, sebelum abad ke-18, konstitu- konstitusi dalam frase in a sense the life of the city.126
tionalisme memang selalu dilihat sebagai seperangkat Dalam bukunya, “Politics”, Aristoteles menyatakan:
prinsip-prinsip yang tercermin dalam kelembagaan suatu “A constitution (or polity) may be defined as the orga-
bangsa dan tidak ada yang mengatasinya dari luar serta nization of a polis, in respect of its offices generally, but
tidak ada pula yang mendahuluinya. especially in respect of that particular office which is
sovereign in all issues”.
“The civic body (the politeuma, 127 or body of persons
2. Warisan Yunani Kuno (Plato dan Aristoteles)
established in power by the polity) is everywhere the
Dalam bukunya, “Outlines of Historical Jurispru- sovereign of the state; in fact the civic body is the polity
dence”, Sir Paul Vinogradoff berpendapat: (or constitution) itself”.128
“The Greeks recognized a close analogy between the
organization of the State and the organism of the indi- Menurut Aristoteles, klasifikasi konstitusi tergan-
vidual human being. They thought that the two ele-
tung pada (i) the ends pursued by states, dan (ii) the kind
ments of body and mind, the former guided and
governed by the latter, had a parallel in two constitu- of authority exercised by their government. Tujuan ter-
tive elements of the State, the rulers and the ruled”.122 tinggi dari negara adalah a good life, dan hal ini merupa-
kan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat.
Pengaitan yang bersifat analogis antara organisasi Oleh karena itu, Aristoteles membedakan antara
negara dan organisme manusia tersebut, menurut W.L. right constitution dan wrong constitution dengan uku-
Newman, memang merupakan pusat perhatian (center of ran kepentingan bersama itu. Jika konstitusi diarahkan
inquity) dalam pemikiran politik di kalangan para filosof untuk tujuan mewujudkan kepentingan bersama, maka
Yunani Kuno. 123 Dalam bukunya “The Laws” (Nomoi), konstitusi itu disebutnya sebagai konstitusi yang benar,
Plato menyebutkan bahwa “Our whole state is an imita- tetapi jika sebaliknya maka konstitusi itu adalah konsti-
tion of the best and noblest life”.124 Isocrates dalam buku- tusi yang salah. Konstitusi yang terakhir ini dapat di-
nya “Panathenaicus” ataupun dalam “Areopagiticus” sebut pula sebagai perverted constitution yang diarah-
menyebut bahwa “the politeia is the ‘soul of the polis’ kan untuk memenuhi kepentingan para penguasa yang
with power over it like that of the mind over the bo- tamak (the selfish interest of the ruling authority). Kon-
dy”. 125 Keduanya sama-sama menunjuk kepada pe- stitusi yang baik adalah konstitusi yang normal, sedang-
ngertian konstitusi. Demikian pula, Aristoteles dalam bu- kan yang tidak baik disebut juga oleh Aristoteles sebagai

kunya “Politics” mengaitkan pengertian kita tentang


126
Ernest Barker (ed and trans.), Politics, (New York-London: Oxford
University Press, 1958), (iv), chapter xi.
127
Istilah “politeuma” ini berarti “supreme civic authority”. Aristoteles
membuktikan bahwa “the constitution is especially an ordering of the
122
Sir Paul Vinogradoff, Outlines of Historical Jurisprudence, Vol. II, The supreme authority by showing that the supreme authority is decisive of the
Jurisprudence of the Greek City, hal. 12. character of the constitution, from which it follows that the main business of
123
McIlwain, Op. Cit., hal. 27. the constitution is to fix the supreme authority”. Lihat footnote No. 3, M.L.
124
Sir Paul Vinogradoff, The Laws, hal. 817. Newman, The Politics of Aristotle, Op. Cit., hal. 110.
125 128
McIlwain, Op. Cit. Ibid.

95 96
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

konstitusi yang tidak normal. Ukuran baik-buruknya nyataan adanya keterkaitan antara pemikiran yang
atau normal-tidaknya konstitusi itu baginya terletak dikembangkannya sebagai intelektual dengan pergaulan
pada prinsip bahwa “political rule, by virtue of its speci- empirisnya dengan kekuasaan setelah ia diangkat men-
fic nature, is essentially for the benefit of the ruled”.129 jadi penasehat Raja Dyonisius II.131 Inilah yang menye-
Di antara karya-karya Plato seperti “Republic” dan babkan adanya perbedaan yang tajam antara idealitas
“Nomoi”, terdapat pula dialog-dialog Plato yang diberi negara yang tergambar dalam “Republic” dan apa yang
judul “Politicus” atau “Statesman” yang memuat tema- diuraikan Plato dalam “Nomoi”, dan sebelum menulis
tema yang berkaitan erat dengan gagasan konstitusiona- “Nomoi” terlebih dulu Plato menyelesaikan “Politicus”. 132
lisme. Buku terakhir ini, di samping buku-buku lainnya, Namun dari pendapat-pendapat para muridnya,
banyak mempengaruhi pemikiran Aristoteles di kemu- seperti Aristoteles, memang dapat dibayangkan pan-
dian hari tentang gagasan konstitutionalisme seperti dangan para filosof di zaman Yunani Kuno itu tentang
yang kita pahami sekarang. Jika dalam “Republic”, Plato negara dan hukum tentu tidak seperti sekarang. Misal-
menguraikan gagasan the best possible state, maka da- nya, Aristoteles mengatakan:
lam buku “Politicus” (Statesman) sebelum ia menyelesai- “A godlike ruler should rule like a god, and if a godlike
kan karya monumental berjudul “Nomoi”, 130 Plato me- man should appear among men, godlike rule would
ngakui kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi oleh and should be gladly conceded to him”.133
negara sehingga ia menerima negara dalam bentuknya
sebagai the second best dengan menekankan pentingnya Artinya, Aristoteles sendiri juga membayangkan ke-
hukum yang bersifat membatasi. “Plato’s Republic deals beradaan seorang pemimpin negara ideal yang bersifat
with an unattainable ideal; his Politicus treats of the superman dan berbudi luhur, karena sejarah kenegaraan
attainable in its relation to this same ideal”. Jika dalam Yunani pada zamannya tergolong sangat labil. Pertama,
“Republic” ia mengidealkan peranan his philosopher- di zamannya, belum ada mekanisme yang tersedia untuk
king yang mempunyai a strength of art which is superior merespons keadaan atau tindakan-tindakan revolusioner
to the law atau bahkan dikatakan sang pemimpin itu yang dalam pengertian sekarang disebut sebagai tinda-
sendirilah yang membuat seni kepemimpinannya sebagai kan yang inkonstitusional. Kedua, revolusi-revolusi se-
hukum, “not by laying down rules, but by making his macam itu jika terjadi tidak hanya mengubah corak
art a law”. public law, tetapi juga menjungkirbalikkan segala insti-
Oleh karena itu, banyak sarjana yang mempersoal- tusi yang ada secara besar-besaran, dan bahkan ber-
kan apakah Plato itu seorang yang berpaham serba mut- akibat pada tuntutan perubahan keseluruhan way of life
lak atau seorang konstitusionalis (an absolutist or consti- (masyarakat) polity yang bersangkutan. Dalam keadaan

tutionalist). Jika kita berusaha menafsirkan secara kritis


perkembangan pemikiran Plato sendiri yang tercermin 131
Ibid., hal. 21-22.
dalam karya-karyanya, kita tidak dapat melepaskan ke- 132
Guna mendalami lebih lanjut perbedaan dan perbandingan antara
“Republic” dan “The Laws” serta karya-karya Plato yang lain, kita dapat
129 membaca tulisan pengantar oleh Trevor J. Saunders terhadap naskah “Plato:
Ibid., hal. 113.
130 The Laws”, Op. Cit., hal. 17-41.
Plato, The Laws, (Penguin Classics, 1986), hal. 26 dan 37. 133
McIlwain, Op. Cit., hal. 33.

97 98
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

demikian, Aristoteles berpendapat keseluruhan polity mander”136 (seorang tiran gemar berperang sebagai cara
dan konstitusi mengalami kehancuran atau bubar. Ke- untuk memelihara agar anak buahnya terus mengabdi
tiga, revolusi demikian selalu terjadi dengan disertai dan melayani kebutuhannya sebagai seorang komandan).
kekerasan (violence), proscription, ostracism, dan bah- Namun demikian, harus juga dimengerti bahwa sebelum
kan kematian, sehingga orang Yunani dihinggapi oleh munculnya pengaruh kaum Stoics, 137 orang Yunani Kuno
penyakit fear of stasis. memang belum membedakan sama sekali antara konsep
Keadaan demikian itulah yang menyebabkan Aris- negara (state) dan masyarakat (society), maupun antara
toteles berada dalam posisi untuk memberikan nasehat civil dan social. Oleh karena itu, para filosof Yunani cen-
kepada sang tyrant mengenai bagaimana memper- derung melihat hukum sebagai bagian atau satu aspek
panjang tipe kekuasaan (type of government) yang di- saja dalam pembicaraan mereka tentang polity, tentang
akuinya sebagai kekuasaan yang paling menindas di negara. Hal ini tergambar dalam buku Aristoteles “Rhe-
dunia (the most oppressive in the world) serta paling torica” yang menyebut istilah common law dalam arti
singkat usianya. Kondisi sosial politik yang tidak stabil the natural law yang tidak lebih daripada satu porsi pe-
itulah yang menyebabkan orang berusaha memilih status ngertian saja dari the state’s actual laws.138
quo (to preserve the status quo). Misalnya, dikatakan Pemikiran filsafat Yunani Kuno yang dikembang-
oleh Aristoteles dalam bukunya “Politics” bahwa: kan oleh Aristoteles dan kawan-kawan tidak atau belum
“Polities generally are liable to dissolution not only membayangkan hukum sebagai sesuatu yang berada di
from within but from without, when there is a state luar pengertian polity (negara) atau sesuatu yang ter-
having an antagonistic polity near to them or distant pisah dari negara dimana negara harus tunduk dan me-
but possessed of considerable power”.134 nyesuaikan diri dengan aturan yang ditentukan olehnya.
Perubahan terhadap pandangan yang tidak melihat
Dalam bagian lain dari tulisannya, Aristoteles juga hukum sebagai sesuatu yang berada di luar atau di atas
mengatakan: negara, baru timbul setelah Cicero memperkenalkan pe-
“The practice of cutting off prominent characters and mikirannya dengan mengartikan negara sebagai suatu a
putting out of the way the high spirits in the state; the
bond of law (vinculum juris). Dalam pengertian vincu-
prohibition of common meals, political clubs, high cul-
ture and everything else of the same kind; precautio- lum juris itu, hukum tidak hanya dilihatnya sebagai ele-
nary measures against all that tends to produce two men suatu negara, tetapi an antecedent law. Dalam
results, viz., spirit and confidence”.135 bukunya “De Re Publica”, Cicero mengatakan bahwa hu-
kum dalam arti demikian sama tuanya dengan pemikiran
Selanjutnya, oleh Aristoteles juga dinyatakan: “A
tyrant is fond of making wars, as a means of keeping his 136
Ibid., VIII, hal. 394.
subjects in employment and in continual need of a com- 137
Kaum “Stoics” adalah kelompok yang menganut paham stoicism, tumbuh
di Yunani, namun kemudian berkembang dan mendapatkan kemajuan pesat
di Roma. “Stoicisme” ini bahkan, menurut sejarahwan abad ke-19, Mom-
134 msen, memang sangat cocok dengan karakteristik kebudayaan Romawi. Li-
The Politics of Aristotle, VIII, Op. Cit., hal. 368.
135 hat Berki, Op Cit., hal. 73.
Ibid., hal. 392-383. 138
McIlwain, Op. Cit., hal. 37.

99 100
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tentang keberadaan Tuhan, jauh sebelum adanya negara menemukan garis pemisah yang begitu tegas dalam per-
di mana pun juga. Negara, bagi Cicero, merupakan kreasi jalanan sejarah pemikiran politik antara zaman klasik
hukum.139 Sejak masa Cicero, dapat dikatakan pemikiran dan zaman modern, maka dapat dikatakan bahwa era pe-
kenegaraan dan hukum mengalami revolusi besar-besa- misah itu adalah periode di antara Aristoteles di Yunani
ran.140 Dikarenakan perbedaan di antara tradisi Yunani dan Cicero di Romawi.
yang dimotori oleh Aristoteles dengan tradisi Romawi
yang dimotori oleh Cicero cenderung sangat tajam, maka 3. Warisan Cicero (Romawi Kuno)
Charles Howard McIlwain menyatakan: Salah satu sumbangan penting filosof Romawi,
“We cannot hope to bridge the gap between the consti- terutama setelah Cicero mengembangkan karyanya “De
tutionalism of Aristotle and that of Cicero, but even the Re Publica” dan “De Legibus”, adalah pemikiran tentang
most superficial comparison of the two will show that a hukum yang berbeda sama sekali dari tradisi yang sudah
gap is there, and a very wide one”.141 dikembangkan sebelumnya oleh para filosof Yunani. Bagi
para filosof Romawi, terutama Ulpian, Cicero menjelas-
Oleh karena lebarnya jurang di antara keduanya, kan sebagai berikut:
kita tidak mungkin berharap akan dapat menjembatani “a ruler’s will actually is law, a command of the em-
perbedaan antara gagasan konstitutionalisme Aristoteles peror in due form is a lex. Any imperial constitution,
dan konstitutionalisme Cicero. Bahkan, oleh Dr. Carlyle like a senatus consultum, should have the place of a lex
dikatakan: (legis vicem optineat), because the Emperor himself
“There is no change in political theory so startling in its receives his imperium by virtue of a lex (per legem).143
completeness as the change from the theory of Aristotle
to the later philosophical view represented by Cicero Dengan perkataan lain, di sini jelas dan tegas sekali
and Seneca… We have ventured to suggest that the divi- dipakainya istilah lex yang kemudian menjadi kata kunci
ding-line between the ancient and the modern political untuk memahami konsepsi politik dan hukum di zaman
theory must be sought, if anywhere, in the periode bet-
Romawi kuno. Sebagaimana dikemukakan oleh Gaius
ween Aristotle and Cicero”.142
pada abad ke-2, “a lex is what the people orders and has
established”. Setelah 4 (empat) abad kemudian, a lex di-
Tidak ada perubahan yang begitu mendasar dalam
definisikan sebagai “what the Roman people was accus-
perkembangan teori politik dalam sejarah seperti peru-
tomed to establish when initiated by a senatorial magis-
bahan yang begitu menakjubkan dari pemikiran Aristo-
teles ke pemikiran Cicero dan Seneca. Jika kita berusaha trate such as a consul”.144 Penggunaan perkataan lex itu
nampaknya lebih luas cakupan maknanya daripada leges
139
Berki, Op. Cit., hal. 75. yang mempunyai arti yang lebih sempit. Konstitusi mulai
140
Menurut R.N. Berki, “Cicero, of course, was first and foremost a prac- dipahami sebagai sesuatu yang berada di luar dan bah-
tical statesman who played a leading role in the politics of the Roman kan di atas negara. Tidak seperti masa sebelumnya, kon-
Republic before the ascent of Caesar”. Ibid.
141 143
Ibid., hal. 43. Cicero, De Legibus, III, hal.12, dalam Charles Howard McIlwain, Op. Cit.,
142
Carlyle, A History of Medieval Political Theory in the West, I, hal. 8-9. hal. 44.
144
Bandingkan juga dalam R.N. Berki, Op. Cit. Ibid.

101 102
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

stitusi mulai dipahami sebagai lex yang menentukan sia. Terhadap pandangan kaum Stoic mengenai hukum
bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan alam yang bersifat universal itu, Cicero berpendapat:
sesuai dengan prinsip the higher law. Prinsip hierarki “There is in fact a true law – namely, right reason –
hukum juga makin dipahami secara tegas kegunaannya which is in accordance with nature, applies to all men,
dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan. and is unchangeable and eternal. By its commands this
Di samping itu, para filosof Romawi jugalah yang law summons men to the performance of their duties;
by its prohibitions it restrains them from doing wrong.
secara tegas membedakan dan memisahkan antara pe-
Its commands and prohibitions always influence good
ngertian hukum publik (jus publicum) dan hukum pri- men, but are without effect upon the bad.”147
vaat (jus privatum),145 sesuatu hal baru yang belum di-
kembangkan sebelumnya oleh para filosof Yunani. Bah- Cicero juga menegaskan adanya “one common
kan, perkataan jus dalam bahasa Latin sendiripun tidak master and ruler of men, namely God, who is the author
dikenal padanannya dalam bahasa Yunani Kuno seperti of this law, its interpreter, and its sponsor”. Tuhan, bagi
yang sudah dijelaskan di atas. Biasanya keduanya di- Cicero, tak ubahnya bagaikan Tuan dan Penguasa semua
bedakan dari sudut kepentingan yang dipertahankan. manusia, serta merupakan Pengarang atau Penulis, Pe-
Hukum publik membela kepentingan umum yang ter- nafsir, dan Sponsor Hukum. Oleh karena itu, Cicero sa-
cermin dalam kepentingan “negara”, the civitas, sedang- ngat mengutamakan peranan hukum dalam pemaha-
kan hukum privaat menyangkut kepentingan orang per- mannya tentang persamaan antar umat manusia. Bagi-
orang, that which pertains to the utility of individuals. nya, konsepsi tentang manusia tidak bisa dipandang
Namun demikian, baik kepentingan umum maupun pri- hanya sebagai political animal atau insan politik, me-
vaat, sebenarnya tetap berkaitan dengan kepentingan
lainkan lebih lebih utama adalah kedudukannya sebagai
individu setiap warga negara. Seperti dikatakan oleh Ru-
legal animal atau insan hukum.148
dolf van Ihering, hak-hak publik dan hak-hak privaat Selain itu, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik
tidak dapat dibedakan satu sama lain (not distingui- dari pengalaman sejarah konstitusionalisme Romawi
shable). Subjek keduanya selalu persis sama, yaitu me- Kuno ini adalah Pertama, untuk memahami konsepsi
nyangkut the natural person atau makhluk manusia. yang sebenarnya tentang the spirit of our constitutional
Perbedaan hakiki keduanya hanya terletak pada kenyata- antecedents dalam sejarah, ilmu hukum haruslah di-
an bahwa “private rights affect private individuals ex- pandang penting atau sekurang-kurangnya sama pen-
clusively, while all the individual citizens alike parti- tingnya dibandingkan dengan sekedar perbincangan me-
cipate in the public”146. ngenai materi hukum. Kedua, ilmu pengetahuan hukum
Pemikiran politik Cicero didasarkan atas penerima- yang dibedakan dari hukum sangat bercorak Romawi
annya yang kuat terhadap the Stoic universal law of na- sesuai asal mula pertumbuhannya. Ketiga, pusat perha-
ture yang merangkul dan mengikat seluruh umat manu- tian dan prinsip pokok yang dikembangkan dalam ilmu
hukum Romawi bukanlah the absolutism of a prince se-

145 147
Ibid., hal. 47. Berki, Op. Cit., hal.74.
146 148
Ibid. Ibid.

103 104
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

bagaimana sering dibayangkan oleh banyak ahli, tetapi 4. Warisan Islam: Konstitusionalisme dan
justru terletak pada doktrin kerakyatan, yaitu bahwa rak- Piagam
yat merupakan sumber dari semua legitimasi ke- Pada masa-masa selanjutnya, ketika bangsa Eropa
wenangan politik dalam satu negara. berada dalam keadaan kegelapan yang biasa disebut se-
Dengan demikian, rakyatlah yang dalam perkem- bagai abad-abad pertengahan, tidak banyak hal yang
bangan pemikiran Romawi dianggap sebagai sumber dapat diuraikan sebagai inovasi dan perkembangan yang
yang hakiki dari hukum dan sistem kekuasaan. Dicerita- penting dalam hal ini. Namun, bersamaan dengan masa-
kan dalam sejarah bahwa negara Yunani Kuno pernah masa suram di Eropa selama abad-abad pertengahan itu,
menjadi jajahan Romawi Kuno. Sebagai akibat penjaja- di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat perada-
han itu banyak dari kebudayaan Yunani ditiru oleh bang- ban baru di lingkungan penganut ajaran Islam. Atas pe-
sa Romawi, seperti ajaran tentang Polis dan ajaran ten- ngaruh Nabi Muhammad SAW, banyak sekali inovasi-
tang kedaulatan rakyat (Ecclesia). inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang di-
Namun, penerapannya kemudian ternyata tidak kembangkan menjadi pendorong kemajuan peradaban.
sama dengan ajaran asli yang dibawa dari Yunani, karena Salah satunya ialah penyusunan dan penandatanganan
faktor keadaan dan sifat-sifat bangsa Romawi yang me- persetujuan atau perjanjian bersama di antara kelom-
mang berlainan dengan Yunani. Melalui ajaran kedaula- pok-kelompok penduduk kota Madinah untuk bersama-
tan rakyat yang ditiru dari Yunani, orang Romawi me- sama membangun struktur kehidupan bersama yang di
nyusun pemerintahan dengan seorang Raja yang mem- kemudian hari berkembang menjadi kehidupan kene-
punyai kekuasaan yang bersifat mutlak. Menurut orang garaan dalam pengertian modern sekarang. Naskah per-
Romawi pada zaman itu, pada suatu ketika rakyat me- setujuan bersama itulah yang kemudian dikenal sebagai
ngadakan perjanjian dengan Caesar yang kemudian Piagam Madinah (Madinah Charter).
Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai piagam
diletakkan dalam Rex Regia.
tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat
Dengan perjanjian tersebut, kekuasaan diakui telah dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti
berpindah secara mutlak dari tangan rakyat kepada Cae- modern. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama
sar (translatio empirii). Dikarenakan adanya translatio antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil pen-
empirii itu, rakyat dianggap tidak dapat meminta per- duduk kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari
tanggungjawaban Caesar lagi. Dari situ, lahirlah ajaran Mekkah ke Yastrib, nama kota Madinah sebelumnya, pa-
atau doktrin Caesarismus (perwakilan mutlak berada di da tahun 622 M. Para ahli menyebut Piagam Madinah
tangan Caesar) yang memunculkan semboyan, Princep tersebut dengan berbagai macam istilah yang berlainan
Legibus Solutus Est, Salus Publica Suprema Lex seperti satu sama lain.149
telah dikemukakan di atas. 149
Banyak sarjana yang menggambarkan Piagam Madinah itu sebagai
Konstitusi seperti dipahami dewasa ini. Beberapa diantaranya lihat Ahmad
Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian Per-
bandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk,
(Jakarta: UI-Press, 1995); Dahlan Thaib dkk., Teori Konstitusi dan Hukum

105 106
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Montgomery Watt menyebutnya The Constitution dalam teks Piagam. Ketiga belas komunitas itu adalah (i)
of Medina, 150 Nicholson menyebutnya Charter, 151 Majid kaum Mukminin dan Muslimin Muhajirin dari suku
Khadduri menggunakan perkataan Treaty,152 Phillips K. Quraisy Mekkah, (ii) Kaum Mukminin dan Muslimin dari
Hitti menyebutnya Agreement,153 dan Zainal Abidin Ah- Yatsrib, (iii) Kaum Yahudi dari Banu ‘Awf, (iv) Kaum
mad memakai perkataan Piagam sebagai terjemahan Yahudi dari Banu Sa’idah, (v) Kaum Yahudi dari Banu al-
kata al-shahifah.154 Nama al-shahifah tahun 622 M ini Hars, (vi) Banu Jusyam, (vii) Kaum Yahudi dari Banu Al-
merupakan nama yang disebut dalam naskah piagam itu Najjar, (viii) Kaum Yahudi dari Banu ‘Amr ibn ‘Awf, (ix)
sendiri. Kata ini bahkan disebut sebanyak delapan kali Banu al-Nabit, (x) Banu al-‘Aws, (xi) Kaum Yahudi dari
dalam teks piagam. 155 Perkataan charter sesungguhnya Banu Sa’labah, (xii) Suku Jafnah dari Banu Sa’labah, dan
identik dengan piagam dalam bahasa Indonesia, sedang- (xiii) Banu Syuthaybah.
kan perkataan treaty dan agreement lebih berkenaan Secara keseluruhan, Piagam Madinah tersebut
dengan isi piagam atau charter itu. Namun fungsinya berisi 47 pasal. Pasal 1, misalnya, menegaskan prinsip
sebagai dokumen resmi yang berisi pokok-pokok pedo- persatuan dengan menyatakan: “Innahum ummatan wa-
man kenegaraan menyebabkan piagam itu dapat hidatan min duuni al-naas” (Sesungguhnya mereka ada-
dikatakan tepat juga untuk disebut sebagai konstitusi se- lah ummat yang satu, lain dari (komunitas) manusia
perti yang dilakukan oleh Montgomery Watt ataupun yang lain).156 Dalam Pasal 44 ditegaskan bahwa “Mereka
yang dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad seperti ter- (para pendukung piagam) bahu membahu dalam meng-
sebut di atas. hadapi penyerang atas kota Yatsrib (Madinah)”. Dalam
Para pihak yang mengikatkan diri atau terikat Pasal 24 dinyatakan “Kaum Yahudi memikul biaya ber-
dalam Piagam Madinah yang berisi perjanjian masya- sama kamu mukminin selama dalam peperangan”. Pasal
rakat Madinah (social contract) tahun 622 M ini ada tiga 25 menegaskan bahwa “Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf ada-
belas kelompok komunitas yang secara eksplisit disebut lah satu umat dengan kaum mukminin. Bagi kaum
Yahudi agama mereka, dan bagi kamu mukminin agama
mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu
Konstitusi, cet. kelima, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005). Lihat juga
Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsio-prinsipnya Dili- dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan yang
hat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya
dan Masa Kini, cet. kedua, (Jakarta: Kencana, 2004).
150
sendiri.” Jaminan persamaan dan persatuan dalam kera-
Montgomery Watt, Muhammad: Prophet and Statesman, (New York: gaman tersebut demikian indah dirumuskan dalam Pia-
Oxford University Press, 1964), hal. 93.
151
R.A. Nicholson, A Literacy History of the Arabs, (New York: Cambridge
gam ini, sehingga dalam menghadapi musuh yang mung-
University Press, 1969), hal. 173. kin akan menyerang kota Madinah, setiap warga kota di-
152
Majid Khadduri, War and Peace in the Law of Islam, (Baltimore: The tentukan harus saling bahu membahu.
John Hopkins Press, 1955), hal. 4.
153
Dalam hubungannya dengan perbedaan keimanan
Phillips K. Hitti, Capital Cities of Arab Islam, (Mennesota: University of dan amalan keagamaan, jelas ditentukan adanya kebeba-
Minnesota Press, 1973), hal. 35.
154
Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad SAW: Konstitusi Negara san beragama. Bagi orang Yahudi sesuai dengan agama
Tertulis yang Pertama di Dunia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973).
155 156
Sukardja, Op. Cit., hal. 2. Ibid., hal. 47.

107 108
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

mereka, dan bagi kaum mukminin sesuai dengan agama Muhammad SAW wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh
mereka pula. Prinsip kebersamaan ini bahkan lebih tegas empat khalifah pertama yang biasa dikenal dengan sebu-
dari rumusan al-Quran mengenai prinsip lakum diinu- tan Khalifatu al-Rasyidin, yaitu Abubakar, Umar ibn
kum walya diin (bagimu agamamu, dan bagiku agama- Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
ku) yang menggunakan perkataan “aku” atau “kami” ver- Pada masa Khalifatu al-Rasyidin itu, pergantian
sus “kamu”. Dalam piagam digunakan perkataan mereka, kepemimpinan dilakukan melalui sistem pemilihan, bu-
baik bagi orang Yahudi maupun bagi kalangan mukminin kan dengan sistem keturunan sebagaimana berlaku di
dalam jarak yang sama dengan Nabi. Selanjutnya, pasal seluruh dunia dan di sepanjang sejarah umat manusia
terakhir, yaitu Pasal 47 berisi ketentuan penutup yang sebelumnya. Belum pernah ada preseden sebelumnya
dalam bahasa Indonesianya adalah: dalam sejarah umat manusia, kepemimpinan suatu ne-
“Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim gara ditentukan berdasarkan pemilihan seperti yang di-
dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan praktikkan pada masa sepeninggal Muhammad SAW
orang yang berada di Madinah aman, kecuali orang yang sebagai pemimpin negara. Sayangnya, tradisi ini tidak
zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang diteruskan oleh khalifah seterusnya sebagai akibat ku-
berbuat baik dan taqwa. (tertanda Muhammad Rasulul-
deta berdarah atas Ali ibn Abi Thalib dan kepemimpinan
lah SAW)..157
diteruskan oleh dinasti Ummaiyah yang kembali ke
Dapat dikatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah tradisi hubungan darah seperti yang berlaku sebelumnya
pada abad ke 7 M itu merupakan inovasi yang paling dan dimana-mana di seluruh dunia ketika itu.
Namun demikian, meskipun sistem politik demok-
penting selama abad-abad pertengahan yang memulai
rasi konstitusional yang dibangun relatif sebentar, tetapi
suatu tradisi baru adanya perjanjian bersama di antara
pengaruhnya sangat penting bagi perkembangan perada-
kelompok-kelompok masyarakat untuk bernegara de-
ban umat manusia selanjutnya. Dunia Islam telah men-
ngan naskah perjanjian yang dituangkan dalam bentuk
catatkan diri sejak masa paling awal sebagai sumber in-
yang tertulis. Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai
spirasi bagi perkembangan demokrasi di kemudian hari.
konstitusi tetulis pertama dalam sejarah umat manusia,
Prakarsanya untuk mengembangkan sistem pemilihan
meskipun dalam pengertiannya sebagai konstitusi mo-
pemimpin secara demokratis dan penulisan piagam ber-
dern yang dikenal dewasa ini, Konstitusi Amerika Serikat
sama sebagai dasar-dasar kesepakatan antar segenap
tahun 1787-LAH yang pada umumnya dianggap sebagai
warga negara yang beraneka ragam untuk hidup bersa-
konstitusi tertulis pertama. Peristiwa penandatangan
ma dalam satu wadah negara yang kemudian dikenal
Piagam Madinah itu dicatat oleh banyak ahli sebagai per-
luas sebagai konstitusi, merupakan dua hal penting yang
kembangan yang paling modern di zamannya, sehingga
menjadi ciri pokok negara demokrasi konstitusional di
mempengaruhi berbagai tradisi kenegaraan yang ber-
zaman modern sekarang.
kembang di kawasan yang dipengaruhi oleh peradaban
Sementara pada saat itu, peradaban bangsa Eropa
Islam di kemudian hari. Bahkan pada masa setelah Nabi
sendiri dihinggapi oleh masa-masa kegelapan. Meskipun
demikian, bangsa Eropa di kemudian hari juga tercatat
157
Ibid., hal. 57. mengembangkan hal-hal baru dalam kehidupan kenega-

109 110
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

raan. Misalnya, di Eropa pada masa itu juga berkembang dapat mengadakan perjanjian dengan golongan rakyat
suatu aliran yang disebut monarchomachen, yaitu aliran tertentu karena raja memerlukan uang dalam jumlah
yang membenci kekuasaan raja yang mutlak. Untuk tertentu, dan sebagai imbalannya golongan rakyat ter-
mencegah agar jangan sampai raja tidak berbuat sewe- tentu memperoleh hak kenegaraan atau wewenang untuk
nang-wenang, maka kaum monarchomachen ini meng- menyelenggarakan kepentingannya sendiri dalam wila-
hendaki diadakannya perjanjian antara raja dengan rak- yah kerajaan. Semua perjanjian-perjanjian tersebut dile-
yat dalam kedudukan yang sama tinggi dan sama ren-
takkan dalam bentuk naskah yang ditulis.
dah. Golongan yang terutama terdiri atas orang-orang
Calvinis ini menuntut pertanggungjawaban raja dan apa- Demikian pula dengan perjanjian yang melatar-
bila perlu raja dapat saja dipecat dan bahkan dibunuh. belakangi terbentuknya Amerika Serikat pada abad ke-
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, per- 18. Para kolonis yang berasal dari Kerajaan Inggris, yang
janjian itulah yang menghasilkan suatu naskah yang di- karena perselisihan agama, mengungsi ke benua Ame-
sebut Leges Fundamentalis. 158 rika. Sebagian besar kaum kolonis itu adalah golongan
Dalam Leges Fundamentalis ini ditetapkan adanya Calvinis yang meyakini, menurut ajaran agama mereka,
hak dan kewajiban rakyat (Regnum) dan raja (Rex).159 bahwa masyarakat Kristen dibentuk berdasarkan perjan-
Dari sini terus terlihat bahwa lambat laun dalam per- jian. Atas dasar itu mereka mendirikan negara dan
kembangannya di kemudian hari, perjanjian-perjanjian demikianlah ketika mereka masih berada dalam kapal
antara rakyat (Regnum) dan pihak yang memerintah Mayflower sebelum mendarat di benua Amerika, mereka
(Rex) mulai dinaskahkan seperti yang dilakukan dengan telah mengadakan perjanjian bersama untuk mendirikan
Piagam Madinah tersebut di atas. Adapun tujuannya negara. Perjanjian tersebut memang masih harus disah-
adalah untuk memudahkan para pihak dalam menuntut kan oleh Kerajaan Inggris, tetapi setelah perjanjian ter-
haknya masing-masing, serta mengingatkan mereka ke-
sebut disahkan oleh Kerajaan Inggris maka selanjutnya
pada kewajiban yang harus dilaksanakan. Di samping
kedudukannya lebih tinggi dari pada undang-undang
itu, penting untuk dicatat bahwa dengan dituliskan se-
cara resmi dalam suatu naskah, orang tidak akan biasa.160
melupakannya, karena semua orang dapat mengetahui- Di lingkungan dunia Islam sendiri, meskipun
nya dengan pasti dan terbuka. Piagam Madinah pada abad ke-7 disebut sebagai konsti-
Sebagai contoh adalah perjanjian yang dilakukan tusi tertulis pertama dalam sejarah umat manusia, kare-
na terhentinya perkembangan peradaban umat Islam, di-
antara raja dengan para bangsawan di Inggris. Dalam
lanjutkan oleh faktor penjajahan yang lama oleh bangsa-
perjanjian itu ditetapkan bahwa raja dapat meminta ban-
bangsa barat, tradisi konstitusionalisme yang telah tum-
tuan para bangsawan jika terjadi perang, dan sebaliknya buh sebelumnya tidak mendapat kesempatan untuk ber-
para bangsawan berhak mendapat perlindungan dari raja kembang lebih lanjut. Menurut Dr. Subhi R. Mahmas-
jika perang dimenangkan oleh raja. Raja juga dianggap sani, konstitusi tertulis pertama dalam bentuk naskah
158
Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., hal. 63-64.
159 160
Busroh, Op Cit., hal. 88. Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., hal. 64.

111 112
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

undang-undang dasar baru terbentuk pada tahun 1839 di di daerah tertentu, serikat buruh, organisasi-organisasi
Turki Usmani. 161 Piagam konstitusi pertama itu diberi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi bisnis,
nama Khat Goulkhanah Syarif, dilanjutkan dengan pia- perkumpulan sosial sampai ke organisasi tingkat dunia
gam konstitusi kedua pada tahun 1856 dengan nama seperti misalnya Perkumpulan ASEAN, European Com-
Khat Humayun. munities, World Trade Organization, Perserikatan Bang-
Kemudian pada tahun 1876 lahirlah Konstitusi sa-Bangsa, dan sebagainya, semuanya membutuhkan do-
Usmani yang diberi nama al-Masyrutiyah al-Ula atau kumen dasar yang disebut konstitusi. Kebutuhan akan
Undang-Undang Dasar Pertama. Al-Masyrutiyah al-Ula naskah konstitusi tertulis itu merupakan sesuatu yang
ini pernah dibekukan pada tahun 1878 dan kemudian di- niscaya, terutama dalam organisasi yang berbentuk ba-
berlakukan kembali pada tahun 1908 dengan nama al- dan hukum (legal body, rechtspersoon).
Masyrutiyah al-Saniyah atau Undang-Undang Dasar Sebagai contoh, akhir-akhir ini di tengah wacana
Kedua. Konstitusi dari masa Dinasti Usmani ini berakhir mengenai organisasi badan hukum di Indonesia, muncul
masa berlakunya dengan lenyapnya kekhalifahan, yaitu bentuk badan hukum baru yang dinamakan Badan Hu-
dengan terbentuknya Konstitusi Turki yang diprakarsai kum Milik Negara (BHMN) seperti misalnya yang dikait-
oleh Kemal Ataturk pada tahun 1924. 162 Di samping kan dengan status hukum perguruan tinggi negeri ter-
penggunaan istilah al-Masyrutiyah itu, untuk pengertian tentu. 164 Sebagai badan hukum, maka setiap perguruan
undang-undang dasar itu di dunia Arab dewasa ini di- tinggi yang bersangkutan memerlukan dokumen Angga-
kenal pula adanya istilah al-Dustur dan istilah al-Qanun ran Dasar tersendiri sebagai konstitusi seperti sebagai-
al-Asasi. Semua istilah ini dipakai untuk menunjuk mana halnya badan-badan hukum lainnya, seperti yaya-
kepada pengertian undang-undang dasar sebagai konsti- san atau stichting (Belanda) atau stiftung (Jerman), per-
tusi dalam arti tertulis. kumpulan (vereeniging), organisasi kemasyarakatan,
dan partai politik. Di dunia usaha juga dikenal adanya
5. Gagasan Modern: Terminologi Konstitusi bentuk badan hukum yang berupa perusahaan, yaitu
Menurut Brian Thompson, secara sederhana perta- perseroan terbatas, koperasi atau Badan Usaha Milik
nyaan what is a constitution dapat dijawab bahwa “…a Negara (BUMN) dan juga Badan Usaha Milik Daerah
constitution is a document which contains the rules for (BUMD). Semua bentuk badan hukum usaha tersebut
the operation of an organization”.163Organisasi dimak- selalu memerlukan Anggaran Dasar yang biasanya juga
sud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, mu- dilengkapi dengan Anggaran Rumah Tangga. Anggaran
lai dari organisasi mahasiswa, perkumpulan masyarakat Dasar badan hukum itulah yang pada pokoknya dapat
dikatakan berfungsi sebagai konstitusinya.
161
Subhi Rajab Mahmassani, Konsep Dasar Hak-Hak Asasi Manusia: Studi
Perbandingan dalam Syariat Islam dan Perundang-Undangan Modern,
164
terjemahan Hasanuddin dari Arkan al-Huquq al-Insan, cetakan-1, (Jakarta: Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Penetapan
Tintamas, 1993), hal. 26-27. Universitas Pendidikan Indonesia Sebagai Badan Hukum Milik Negara,
162
Ibid., hal. 27. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2004 bertanggal 30
163
Brian Thompson, Textbook on Constitutional and Administrative Law, Januari 2004 (LN Nomor 13 Tahun 2004). Cermati juga perkembangan dari
edisi ke-3, (London: Blackstone Press Ltd., 1997), hal. 3. RUU Badan Hukum Pendidikan yang sedang dibahas di parlemen.

113 114
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Demikian pula Negara, pada umumnya, selalu me- hubungan organ-organ negara itu dengan warga ne-
miliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Un- gara).
dang-Undang Dasar. Dalam pengertian modern, negara
pertama yang dapat dikatakan menyusun konstitusinya Dengan demikian, ke dalam konsep konstitusi itu
dalam satu naskah UUD seperti sekarang ini adalah tercakup juga pengertian peraturan tertulis, kebiasaan,
Amerika Serikat (United States of America) pada tahun dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan)
1787. 165 Sejak itu, hampir semua negara menyusun yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ
naskah undang-undang dasarnya. Beberapa negara yang negara, mengatur hubungan antara organ-organ negara
dianggap sampai sekarang dikenal tidak memiliki satu itu, dan mengatur hubungan organ-organ negara ter-
naskah tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar yaitu sebut dengan warga negara.
Inggris, Israel, dan Saudi Arabia.166 Undang-Undang Da- Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan
sar di ketiga negara ini tidak pernah dibuat, tetapi sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri
tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktik pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi se-
ketatanegaraan.167 bagaimana mestinya. Constitutions, menurut Ivo D.
Namun, para ahli tetap dapat menyebut adanya Duchacek, adalah “identify the sources, purposes, uses
konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris, and restraints of public power”169 (mengidentifikasikan
yaitu sebagaimana dikemukakan oleh Phillips Hood and sumber-sumber, tujuan-tujuan, penggunaan-pengguna-
Jackson sebagai: an, dan pembatasan-pembatasan kekuasaan umum).
“a body of laws, customs and conventions that define Oleh karena itu, pembatasan kekuasaan pada umumnya
the composition and powers of the organs of the State dianggap merupakan corak umum materi konstitusi.
and that regulate the relations of the various State Oleh sebab itu pula, konstitutionalisme, seperti dike-
organs to one another and to the private citizen”.168 mukakan oleh Friedrich, didefinisikan sebagai “an insti-
(Suatu bentuk aturan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan tutionalised system of effective, regularised restraints
yang menentukan susunan dan kekuasaan organ-organ upon governmental action”. 170 Dalam pengertian demi-
negara dan yang mengatur hubungan-hubungan di
antara berbagai organ negara itu satu sama lain, serta kian, persoalan yang dianggap terpenting dalam setiap
konstitusi adalah pengaturan mengenai pengawasan atau
165
pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan.171
Hal tersebut terjadi kurang lebih 11 tahun sejak kemerdekaan Amerika
Serikat setelah dideklarasikannya pada tanggal 4 Juli 1776. Lihat juga Bagir
Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Ban-
169
dung: CV. Mandar Maju, 1995), hal. 2. Ivo D. Duchacek, “Constitution and Constitutionalism” dalam Bogdanor,
166
Sementara ini, beberapa sarjana ada juga yang berpendapat bahwa Arab Vernon (ed), Blackwell’s Encyclopaedia of Political Science, (Oxford:
Saudi telah memiliki satu Konstitusi tertulis, yaitu naskah yang dibuat dan Blackwell, 1987), hal. 142.
170
disandarkan berdasarkan Al Qur’an dan Hadist. Friedrich, C.J., Man and His Government, (New York: McGraw-Hill,
167
Bandingkan dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Brian Thompson 1963), hal. 217.
171
tentang Konstitusi Inggris, “In other words the British constitution was not Lihat dan bandingkan juga pendapat Padmo Wahjono mengenai pemba-
made, rather it has grown”. Op. Cit., hal. 5. tasan kekuasaan dalam Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indone-
168
Phillips, Op. Cit., hal. 5. sia Dewasa ini, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hal. 10.

115 116
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar konstitusi itu. Seperti dikatakan oleh Bryce (1901), kon-
yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau stitusi tertulis merupakan:
prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika “The instrument in which a constitution is embodied
negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka proceeds from a source different from that whence
sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang spring other laws, is regulated in a different way, and
berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang exerts a sovereign force. It is enacted not by the ordi-
nary legislative authority but by some higher and spe-
menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal ini-
cially empowered body. When any of its provisions con-
lah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power flict with the provisions of the ordinary law, it prevails
yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan se- and the ordinary law must give way”.173
kaligus di atas sistem yang diaturnya. 172 Untuk itu, di
lingkungan negara-negara demokrasi liberal, rakyatlah Konstitusi bukanlah undang-undang biasa. Ia tidak
yang menentukan berlakunya suatu konstitusi. ditetapkan oleh lembaga legislatif yang biasa, tetapi oleh
Hal ini dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat badan yang lebih khusus dan lebih tinggi kedudukannya.
misalnya melalui referendum, seperti yang dilakukan di Jika norma hukum yang terkandung di dalamnya berten-
Irlandia pada tahun 1937, atau dengan cara tidak lang- tangan dengan norma hukum yang terdapat dalam un-
sung melalui lembaga perwakilan rakyat. Cara tidak dang-undang, maka ketentuan undang-undang dasar itu-
langsung ini misalnya dilakukan di Amerika Serikat de- lah yang berlaku, sedangkan undang-undang harus
ngan cara menambahkan naskah perubahan Undang- memberikan jalan untuk itu (it prevails and the ordi-
Undang Dasar secara terpisah dari naskah aslinya. Mes- nary law must give way).
kipun dalam pembukaan Konstitusi Amerika Serikat Oleh karena itu, dikembangkannya pengertian
(preamble) terdapat perkataan “We the people”, tetapi constituent power berkaitan dengan pengertian hierarki
yang diterapkan sesungguhnya adalah sistem perwaki- hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum
lan, yang pertama kali diadopsi dalam konvensi khusus yang paling tinggi serta paling fundamental sifatnya,
(special convention) dan kemudian disetujui oleh wakil- karena konstitusi merupakan sumber legitimasi atau lan-
wakil rakyat terpilih dalam forum perwakilan negara dasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan
yang didirikan bersama. perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hu-
Dalam hubungan dengan pengertian constituent kum yang berlaku universal, maka agar peraturan-pera-
power tersebut di atas, muncul pula pengertian consti- turan yang tingkatannya berada di bawah undang-un-
tuent act. Dalam hubungan ini, konstitusi dianggap se- dang dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-
bagai constituent act, bukan produk peraturan legislative peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum
yang biasa (ordinary legislative act). Constituent power yang lebih tinggi. Atas dasar logika demikian, maka Mah-
mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ kamah Agung Amerika Serikat menganggap dirinya me-
pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan miliki kewenangan untuk menafsirkan dan menguji ma-

173
J. Bryce, Studies in History and Jurisprudence, Vol. 1, (Oxford:
172
Lihat misalnya Thompson, Op. Cit., hal. 5. Clarendon Press, 1901), hal. 151.

117 118
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

teri peraturan produk legislatif (judicial review) ter- pernah dipakai istilah staatsregeling. Namun, atas pra-
hadap materi konstitusi, meskipun Konstitusi Amerika karsa Gijsbert Karel van Hogendorp pada tahun 1813,
tidak secara eksplisit memberikan kewenangan demikian istilah grondwet dipakai untuk menggantikan istilah
kepada Mahkamah Agung (The Supreme Court).174 staatsregeling. 177
Dalam kamus Oxford Dictionary of Law, perkataan
constitution diartikan sebagai:
B. Arti dan Pengertian Konstitusi “the rules and practices that determine the composition
and functions of the organs of the central and local go-
Seperti dikemukakan di atas, istilah konstitusi itu vernment in a state and regulate the relationship bet-
sendiri pada mulanya berasal dari perkataan bahasa ween individual and the state”.178
Latin, constitutio yang berkaitan dengan kata jus atau ius
yang berarti hukum atau prinsip. 175 Di zaman modern, Artinya, (i) yang dinamakan konstitusi itu tidak saja
bahasa yang biasa dijadikan sumber rujukan mengenai aturan yang tertulis, tetapi juga apa yang dipraktik- kan
istilah ini adalah Inggris, Jerman, Perancis, Italia, dan dalam kegiatan penyelenggaraan negara; dan (ii) yang
Belanda. 176 Untuk pengertian constitution dalam bahasa diatur itu tidak saja berkenaan dengan organ ne- gara
Inggris, bahasa Belanda membedakan antara constitutie beserta komposisi dan fungsinya, baik di tingkat pusat
dan grondwet, sedangkan bahasa Jerman membedakan maupun di tingkat pemerintahan daerah (local
antara verfassung dan gerundgesetz. Malah dibedakan government), tetapi juga mekanisme hubungan antara
pula antara gerundrecht dan gerundgesetz seperti antara negara atau organ negara itu dengan warga negara.
grondrecht dan grondwet dalam bahasa Belanda. Namun demikian, dalam beberapa literatur hukum
Demikian pula dalam bahasa Perancis dibedakan tata negara, arti konstitusi itu kadang-kadang dirumus-
antara Droit Constitutionnel dan Loi Constitutionnel. kan sebagai perspektif mengenai konsepsi konstitusi
Istilah yang pertama identik dengan pengertian konsti- yang dibedakan dari arti perkataan konstitusi itu sendiri.
tusi, sedang yang kedua adalah undang-undang dasar Arti perkataan konstitusi itu sendiri telah diuraikan da-
dalam arti yang tertuang dalam naskah tertulis. Untuk lam Bab II Buku ini, sehingga tidak perlu diuraikan lagi
pengertian konstitusi dalam arti undang-undang dasar, dalam bab ini. Akan tetapi, yang akan diuraikan di sini
sebelum dipakainya istilah grondwet, di Belanda juga adalah perspektif mengenai konsepsi tentang konstitusi
yang biasa disebut sebagai konstitusi dalam arti-arti ter-
174
Lihat kasus Marbury versus Madison (1803) 5-US, 1 Cranch, 137, dalam tentu. Dalam hubungan ini, menurut Profesor Djokosoe-
Thompson, Op. Cit., hal. 5. tono dalam kuliah-kuliah yang diberikannya pada tahun-
175
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta:
Konpres, 2005), hal. 1. tahun 1950-an, sebagaimana dihimpun oleh Profesor Ha-
176
Bandingkan dengan pendapat Solly Lubis yang menyatakan bahwa istilah run Alrasid, ada tiga arti yang dapat diberikan kepada
konstitusi berasal dari perkataan Perancis constituer. Lihat Asas-Asas Hukum
177
Tata Negara, cet-2, (Bandung: Alumni, 1978), hal. 44. Sedangkan Sri Soe- Sri Soemantri Matosoewignjo, Prosedur dan Sistem Perubahan Konsti-
mantri Martosoewignjo menyatakan bahwa istilah konstitusi itu berasal dari tusi, (Bandung: Alumni, 1987), hal. 1-2 dan hal. 9-10.
178
perkataan Inggris constitution, lihat Pengantar Perbandingan Antar Hukum Oxford Dictionary of Law, Fifth Edition, (Oxford University Press,
Tata Negara, (Jakarta: Rajawali, 1984), hal. 62. 2003), hal. 108.

119 120
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

konsepsi konstitusi. Ketiganya yaitu (i) Konstitusi dalam atau mutualismus yang merupakan gejala kegotongro-
arti materiel (Constitutite in Materiele Zin), (ii) Kon- yongan dalam bekerja saling tolong menolong antar
stitusi dalam arti formil (Constitutite in Formele Zin), orang perorang dengan harapan di masa yang akan da-
dan (iii) Konstitusi dalam arti yang di dokumentasikan tang akan mendapatkan balasan yang setimpal.
untuk kepentingan pembuktian dan kesatuan rujukan Leon Duguit dikenal pula dengan pendapatnya
(Constitutite in gedocumenteerd voor bewijsbaar en bahwa yang sesungguhnya berdaulat itu bukanlah hu-
stabiliteit).179 kum yang tercantum dalam bunyi teks undang-undang,
melainkan yang terjelma dalam sociale solidariteit (soli-
Pandangan beberapa sarjana mengenai konstitusi darite sociale). Dalam hubungan ini, Hans Kelsen me-
dapat dikatakan berlainan satu sama lain. Beberapa con- nyatakan:
toh di antaranya dapat dikemukakan di bawah ini. “Consequently, any act or fact the result of which is
positive law – be it legislation or custom – is not true
1. Leon Duguit (Traite de Droit Constitutionnel) creation of law but a declaratory statement (consta-
Leon Duguit adalah seorang sarjana Perancis yang tation) or mere evidence of the rule of law previously
created by social solidarity”181.
terkenal luas karya-karyanya di bidang sosiologi hukum.
Dalam bukunya “Traite de Droit Constitutionnel”, Du-
Doktrin inilah yang kemudian mempengaruhi
guit memandang negara dari fungsi sosialnya (der leer
perumusan Pasal 38 Statuta Permanent Court of Inter-
van de sociale functie). Pemikiran yang dikembang-
national Justice yang memberikan wewenang kepada pe-
kannya dapat dikatakan sangat dipengaruhi oleh aliran
ngadilan untuk menerapkan customary international
sosiologi yang diprakarsai oleh Auguste Comte, sehingga
law. Pasal 38 itu antara lain menyatakan, “The Court
perspektif yang dibangunnya dalam memahami hukum
shall apply international custom, as evidence of a ge-
tata negara sangat sosiologis sifatnya (rechts-sociolo-
gisch beschowing). Baginya, hukum merupakan penjel- neral practice accepted as law”. 182 Pengadilan mem-
maan de facto dari ikatan solidaritas sosial yang nyata. berlakukan kebiasaan internasional sebagai alat bukti
hukum karena alasan sudah menjadi praktik yang ber-
Seperti dikemukakan oleh Hans Kelsen, bagi Leon
laku umum.
Duguit dan pengikutnya, “the true, i.e. the ‘objective’ law
(droit objectif) is implied by the social solidarity”. 180 Oleh karena itu, menurut pendapatnya, yang sung-
Solidariteit atau solidarite sociale itu sendiri menurut- guh-sungguh harus ditaati justru adalah droit sociale
nya, mencakup pengertian (i) onderling hulpbetoon atau atau sociale recht itu, bukan undang-undang yang hanya
solidarismus yang merupakan gejala kegotongroyongan mencerminkan sekelompok orang yang kuat dan ber-
dalam bekerja untuk kepentingan umum tanpa meng- kuasa, yang cenderung menguasai dan bahkan menjajah
harapkan imbal jasa, dan (ii) wederkerige hulpbetoon orang-orang yang lemah dan tidak berkuasa. Oleh karena
itu, tugas legislator bukanlah membentuk undang-un-

179
Djokosoetono, Op. Cit.
180 181
Leon Duguit, L’Etat, Le Droit Objectif et la Loi Positive (1901), hal. 616, Ibid.
182
dalam Kelsen, Op. Cit., hal. 127. Ibid.

121 122
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dang dalam arti yang sesungguhnya, melainkan hanya tingnya pengertian juridis mengenai konstitusi. Di sam-
menemukan dan menetapkan norma-norma hukum (le- ping sebagai cermin hubungan antar aneka kekuatan
gal norms) yang sebelumnya memang sudah ada dan politik yang nyata dalam masyarakat (de reele machts-
hidup (living norms) dalam kehidupan masyarakat. De- factoren), konstitusi itu pada pokoknya adalah apa yang
ngan demikian, konstitusi bukanlah sekedar memuat tertulis di atas kertas undang-undang dasar mengenai
norma-norma dasar tentang struktur negara, tetapi bah- lembaga-lembaga negara, prinsip-prinsip, dan sendi-sen-
wa struktur negara yang diatur dalam konstitusi itu me- di dasar pemerintahan negara.
mang sungguh-sungguh terdapat dalam kenyataan hidup
masyarakat sebagai de reele machtsfactoren atau faktor- 4. Pandangan Hermann Heller (Staatslehre)
faktor kekuatan riel yang hidup dalam masyarakat yang Dalam bukunya “Staatsrecht”, Profesor Hermann
bersangkutan.183 Heller dikenal mengembangkan metode mendapatkan
pengetahuan yang dinamakan methode van kennis verk-
3. Ferdinand Lasalle (Uber Verfassungswessen) rijging. Di dalam bukunya ini, Hermann Heller menge-
Ferdinand Lasalle (1825-1864), dalam bukunya mukakan tiga pengertian konstitusi, yaitu:
“Uber Verfassungswessen” (1862), membagi konstitusi (i) Die politische verfassung als gesellschaftlich wirk-
dalam dua pengertian, yaitu:184 lichkeit. Konstitusi dilihat dalam arti politis dan so-
(i) Pengertian sosiologis dan politis (sociologische atau siologis sebagai cermin kehidupan sosial-politik
politische begrip). Konstitusi dilihat sebagai sin- yang nyata dalam masyarakat;
tesis antara faktor-faktor kekuatan politik yang (ii) Die verselbstandigte rechtsverfassung. Konstitusi
nyata dalam masyarakat (de reele machtsfactoren), dilihat dalam arti juridis sebagai suatu kesatuan
yaitu misalnya raja, parlemen, kabinet, kelompok- kaedah hukum yang hidup dalam masyarakat;
kelompok penekan (preassure groups), partai poli- (iii) Die geschreiben verfassung. Konstitusi yang ter-
tik, dan sebagainya. Dinamika hubungan di antara tulis dalam suatu naskah undang-undang dasar se-
kekuatan-kekuatan politik yang nyata itulah sebe- bagai hukum yang tertinggi yang berlaku dalam
narnya apa yang dipahami sebagai konstitusi; suatu negara.
(ii) Pengertian juridis (juridische begrip). Konstitusi
dilihat sebagai satu naskah hukum yang memuat Menurut Hermann Heller, undang-undang dasar
ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan yang tertulis dalam satu naskah yang bersifat politis,
sendi-sendi pemerintahan negara. sosiologis, dan bahkan bersifat juridis, hanyalah merupa-
kan salah satu bentuk atau sebagian saja dari pengertian
Ferdinand Lasalle ini sangat dipengaruhi oleh ali- konstitusi yang lebih luas, yaitu konstitusi yang hidup di
ran pikiran kodifikasi, sehingga sangat menekankan pen- tengah-tengah masyarakat. Artinya, di samping konstitu-
si yang tertulis itu, segala nilai-nilai normatif yang hidup
183
Djokosoetono, Op. Cit. Lihat juga Busroh, Op Cit., hal. 96. dalam kesadaran masyarakat luas, juga termasuk ke da-
184
Herman Heller, Staatlehre, herausgegeben von Gerhart Niemeyer, (Leiden: lam pengertian konstitusi yang luas itu. Oleh karena itu
A.W: Sijthoff) pula, dalam bukunya “Verfassungslehre”, Hermann

123 124
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Heller membagi konstitusi dalam 3 (tiga) tingkatan, gaimana yang lazim dipahami karena pengaruh aliran
yaitu: kodifikasi. Di samping undang-undang dasar yang tertu-
1) Konstitusi dalam pengertian Sosial-Politik. Pada ting- lis, ada pula konstitusi yang tidak tertulis yang hidup da-
kat pertama ini, konstitusi tumbuh dalam pengertian lam kesadaran hukum masyarakat.
sosial-politik. Ide-ide konstitusional dikembangkan
karena memang mencerminkan keadaan sosial poli- 5. Pandangan Carl Schmitt (Verfassungslehre)
tik dalam masyarakat yang bersangkutan pada saat Menurut Carl Schmitt, dalam bukunya, “Verfas-
itu. Konstitusi pada tahap ini dapat digambarkan se- sungslehre”, konstitusi dapat dipahami dalam 4 (empat)
bagai kesepakatan-kesepakatan politik yang belum kelompok pengertian. Keempat kelompok pengertian itu
dituangkan dalam bentuk hukum tertentu, melainkan adalah: (a) konstitusi dalam arti absolut (absoluter ver-
tercerminkan dalam perilaku nyata dalam kehidupan fassungsbegriff), (b) konstitusi dalam arti relatif (relati-
kolektif warga masyarakat; ver verfassungsbegriff), (c) konstitusi dalam arti positif
2) Konstitusi dalam pengertian Hukum. Pada tahap ke- (der positive verfassungsbegriff), dan (d) konstitusi da-
dua ini, konstitusi sudah diberi bentuk hukum ter- lam arti ideal (idealbegriff der verfassung).185
tentu, sehingga perumusan normatifnya menuntut Keempat kelompok pengertian tersebut dapat di-
pemberlakuan yang dapat dipaksakan. Konstitusi da-
rinci lagi menjadi 8 (delapan) pengertian, yaitu (1) Kon-
lam pengertian sosial-politik yang dilihat sebagai ke-
stitusi dalam arti absolut (Absolute Verfassungsbegriff).
nyataan tersebut di atas, dianggap harus berlaku da-
Dalam arti absolute, arti konstitusi dapat dibedakan
lam kenyataan. Oleh karena itu, setiap pelanggaran
terhadapnya haruslah dapat dikenai ancaman sanksi dalam 4 (empat) macam, yaitu: (i) konstitusi sebagai cer-
yang pasti; min dari de reaale machtsfactoren, (ii) Konstitusi dalam
3) Konstitusi dalam pengertian Peraturan Tertulis. Pe- arti absolut sebagai forma-formarum (vorm der vor-
ngertian yang terakhir ini merupakan tahap terakhir men), (iii) konstitusi dalam arti absolut sebagai factor
atau yang tertinggi dalam perkembangan pengertian integratie, (iv) konstitusi dalam arti absolut sebagai
rechtsverfassung yang muncul sebagai akibat penga- norma-normarum (norm der normen); (2) Konstitusi
ruh aliran kodifikasi yang menghendaki agar berba- dalam arti relatif (Relatieve Verfassungsbegriff) yang
gai norma hukum dapat dituliskan dalam naskah dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua), yaitu (v) konstitusi
yang bersifat resmi. Tujuannya adalah untuk maksud dalam arti materiel (Constitutite in Materiele Zin) dan
mencapai kesatuan hukum atau unifikasi hukum (vi) konstitusi dalam arti formil (Constitutite in Formele
(rechtseineheid), kesederhanaan hukum (rechtsve- Zin); Sedangkan dua arti yang terakhir adalah (3) Konsti-
reenvoudiging), dan kepastian hukum (rechtszeker-
heid). 185
Mengenai hal ini baca selengkapnya himpunan perkuliahan Profesor
Djokosoetono, Op Cit. Lihat juga Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit.; Busroh, Op.
Namun, menurut Hermann Heller, konstitusi tidak Cit.; Ismail Suny, Padmo Wahyono, Sri Soemantri, dan penulis lainnya yang
dapat dipersempit maknanya hanya sebagai undang-un- mengikuti kuliah-kuliah Profesor Djokosoetono ataupun cucu-cucu muridnya.
dang dasar atau konstitusi dalam arti yang tertulis seba-

125 126
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tusi dalam arti positif (Positieve Verfassungsbegriff) mencakup semua bangunan hukum dan semua organi-
sebagai konstitusi dalam arti yang ke-7, dan (vii) kon- sasi-organisasi yang ada di dalam negara. 187
stitusi dalam arti ideal (Idealbegriff der verfassung) se- 2) Konstitusi dalam Arti Absolut (Absolute Verfas-
bagai konstitusi dalam arti yang ke-8 (viii). sungsbegriff) sebagai forma-formarum (vorm der
Kedelapan arti konstitusi menurut Profesor Carl vormen)
Schmitt tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut: Konstitusi pada pokoknya dapat dilihat sebagai
1) Konstitusi dalam Arti Absolut (Absolute Verfas- vorm atau bentuk dalam arti ia mengandung ide tentang
sungsbegriff) sebagai cermin dari de reele machts- bentuk negara, yaitu bentuk yang melahirkan bentuk
lainnya atau vorm der vormen, forma-formarum. Ben-
factoren
tuk negara yang dimaksud di sini adalah negara dalam
Konstitusi pada pokoknya dapat dipahami sebagai
arti keseluruhannya (sein ganzheit), yang dapat berben-
sekumpulan norma-norma hukum dasar yang terbentuk
tuk demokrasi yang bersendikan identitas atau berben-
dari pengaruh-pengaruh antar berbagai faktor kekuasaan
tuk monarki yang bersendikan representasi. Dalam kai-
yang nyata (de reele machtsfactoren) dalam suatu ne-
tan ini, ada 3 (tiga) asas (staatsprincipe) yang dapat di-
gara. Berbagai faktor kekuasaan yang nyata itu adalah
tarik dari pengertian demikian, yaitu (i) principe van de
raja, pemerintah/kabinet, parlemen, partai-partai politik,
staatsvorm, asas dari bentuk negara; (ii) principe van en
kelompok penekan (pressure groups) atau kelompok uit de staatsvorm, yaitu asas dari atau yang timbul dari
kepentingan, pers, lembaga peradilan, lembaga-lembaga bentuk negara; dan (iii) regeringsprincipe atau asas
yang menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan negara lain- pemerintahan.
nya, dan semua organisasi yang ada dalam negara yang Asas bentuk negara (principe van staatsvorm)
bersangkutan. mencakup prinsip kesamaan atau identiteit dan repre-
Dengan perkataan lain, semua kekuatan politik
sentatie. Identiteit merupakan asas-asas yang berhu-
yang ada dalam negara itu secara nyata mempengaruhi
bungan dengan bentuk demokrasi, di mana bagi rakyat
terbentuknya norma-norma dasar yang kemudian ter-
yang memerintah dan yang diperintah berlaku prinsip
susun menjadi apa yang disebut sebagai konstitusi itu.
persamaan identitas atau identik satu sama lain. Se-
Oleh karena itu, seperti dalam pandangan Ferdinand
Lassalle, 186 konstitusi itu menggambarkan hubungan- 187
Carl Schmitt, Verfassungslehre, (Berlin unverandester neudruk: Duncker
hubungan antar faktor-faktor kekuasaan yang nyata (de & Humbolt, 1957), hal. 4. Vervassung ist der konkrete Gesamtzustand poli-
riele machts factoren) dalam dinamika kehidupan ber- tischer Einheit und sozialer Ordnung eines bestimmmten Staats. Zu jedem
negara. Di dalam pengertian pertama ini, konstitusi di- Staat gehoren politische Einheit und soziale Ordnung, irgendwelche Prin-
anggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang zipien der Einheit und Ordnung, irgendiene im kritischen Falle bei interes-
seb und Machtkonflikten maszgebende Entscheuidungsintanz. Diesen
Gesamtzustand politischer Einheit und sozialer Ordnung kann man Ver-
fassung nennen. Der Staat wurde aufhoren zu existieren, wenn diese Verfas-
sung, d.h. diese Einheit and Ordnung aufhorte. Diese Verfassung ist eine
186
Lihat dan bandingkan lebih lanjut pandangan dari Ferdinand Lassalle “Seele”, sein konkretes heben und seine individuelle Existenz. Lihat juga
dalam Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busroh, Azas-Azas Hukum Tata Georg Jellinek, Allgemeine Staatslehre, hal. 491, menyebutkan: “die Ver-
Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991), hal. 73. fassung Als eine Ordnung, der gemasz der staatliche Wille sich bildet”.

127 128
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dangkan, representatie atau perwakilan merupakan asas theory), integrasi itu sendiri dapat dibedakan ke dalam
yang berhubungan dengan prinsip bahwa yang me- tiga macam, yaitu (i) persoonlijke integratie, (ii) zake-
merintah dipandang sebagai wakil dari rakyat (repre- lijke integratie, dan (iii) functioneele integratie. Per-
sentant van het volk). soonlijke integratie mengandaikan jabatan kepemim-
Mengapa dalam demokrasi terdapat sendi identi- pinan sebagai faktor integrasi, misalnya, presiden.
tas dan dalam monarki terdapat sendi representasi? Sedangkan dalam zakelijke integratie, yang menjadi fak-
Demokrasi, baik langsung maupun tidak langsung, ber- tor penentu adalah hal-hal yang objektif dan zakelijk,
sendi pada rakyat yang memerintah dirinya sendiri, se- bukan yang bersifat subjektif atau persoonlijk. Misalnya,
hingga antara yang memerintah dan yang diperintah dikatakan bahwa bangsa Indonesia dipersatukan di ba-
bersifat identik yaitu sama-sama rakyat. Dalam mo- wah satu kesatuan sistem konstitusi berdasarkan UUD
narki, asas yang dipakai adalah representasi karena baik 1945, sesuai dengan prinsip the rule of law, and not of
raja maupun kepala negara dalam negara yang demok- man. Bangsa Indonesia juga dipersatukan sebagai bang-
ratis hanya merupakan wakil atau mandataris dari rak- sa oleh satu bahasa persatuan atau bahasa nasional, yaitu
yat, karena pada dasarnya kekuasaan itu ada pada rak- bahasa Indonesia. Sementara itu, integrasi fungsional
yat dan berasal dari rakyat.188 (functioneele integratie) adalah faktor integrasi yang
Sementara itu, asas dari atau yang timbul dari ben- bersifat fungsional, baik dalam arti yang konkrit atau
tuk negara (principe van en uit de staatsvorm) menca- dalam arti yang abstrak.
kup asas-asas dari bentuk negara (principe van de Dalam arti fungsional yang konkrit, misalnya, in-
staatsvorm) dan asas atau sendi-sendi dasar tertib ne- tegrasi melalui pemilihan umum (pemilu) atau referen-
gara (principe uit de staatsvorm). Menurut Carl Schmitt, dum yang mempersatukan perhatian segenap warga ne-
para sarjana klasik dan modern seperti tercermin dalam gara ke arah satu tujuan, yaitu menentukan pilihan po-
pandangan Arsitoteles dan Hans Kelsen, sama-sama me- litik mengenai siapa yang akan ditetapkan duduk men-
mandang pentingnya prinsip kebebasan (vrijheid, free- jadi wakil rakyat atau pejabat publik tertentu. Sedang-
dom) dan persamaan (gelijkheid, equality) sebagai san- kan, integrasi yang bersifat abstrak dan simbolis, misal-
daran bagi sistem demokrasi modern. nya, adalah bendera dan lambang garuda Pancasila yang
3) Konstitusi dalam Arti Absolut (Absolute Verfas- dapat pula berfungsi sebagai faktor integrasi fungsional
sungsbegriff) sebagai factor integratie (functioneele integratie).
Menurut Rudolf Smend, konstitusi juga dapat dili- 4) Konstitusi dalam Arti Absolut (Absolute Verfas-
hat sebagai faktor integrasi. Secara teoritis (integration sungsbegriff) sebagai norma-normarum (norm der
normen)
188
Carl Schmitt, Op. Cit, hal. 4-5, "Vervassung ist eine besondere Art poli- Dengan mendasarkan diri pada teori stuffenbau des
ticher und sozialer Ordnung Verfassung bedentet hier diekonkrete Art der rechts yang dikembangkan oleh Hans Kelsen, Carl
Uber und Unterordnung, wiel cs in der sozialer Wirklichkeit keine Ordnung
Schmitt menyatakan bahwa norma dasar (gerund norm)
ohne Uber und Unterordnung gibt. Hier ist Verfassung die besondere Form
der Herrschaft, die zu jedem Staat gehort und von seiner pilitschen Ex~sl mz adalah norma yang menjadi dasar bagi terbentuk dan
nicht zu trennen ist, Z.B. Monarchie, Aristokratie oder Demokratie, oder wie berlakunya norma hukum lainnya. Suatu norma berlaku
man die Staatformen ein teilen will" Verfassung is hier ist Staatsform. karena didasarkan atas norma yang lebih tinggi, dan

129 130
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

demikian seterusnya sampai ke norma yang paling tinggi


yaitu gerund norm. Oleh karena itu, setiap norma diben- 6) Konstitusi dalam Arti Relatif (Relatieve Verfassungs-
tuk oleh norma yang lebih tinggi, norma-normarum atau begriff) sebagai konstitusi dalam Arti Formil (Consti-
norm der normen. Berhubung dengan itu, norma dasar tutie in Formele Zin)
yang tertinggi berfungsi sebagai ursprung atau tempat Mengingat adanya konstitusi dalam arti formil
asal mulanya norma diturunkan, sehingga gerund norm (constitutie in formele zin), maka dapat diajukan per-
itu disebut juga dengan ursprungsnorm atau norma asal. tanyaan apakah yang dimaksud dengan konstitusi dalam
Di pihak lain, gerund norm itu sendiri pada pokoknya arti materiil (constitutie in materiele zin)? Konstitusi
juga merupakan bentukan normatif yang bersifat hipo- dalam arti materiil adalah konstitusi yang dilihat dari
tesis. Untuk itu, gerund norm biasa disebut juga dengan segi isinya. Isi konstitusi itu menyangkut hal-hal yang
hypothetisch norm.
bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara. Karena
5) Konstitusi dalam Arti Relatif (Relatieve Verfassungs-
pentingnya hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi
begriff) sebagai konstitusi dalam Arti Materiel (Con-
rakyat dan negara tersebut, maka untuk membuat kon-
stitutite in Materiele Zin)
Konstitusi dalam arti relatif dimaksudkan sebagai stitusi itu diperlukan prosedur yang khusus. Prosedur
konstitusi yang terkait dengan kepentingan golongan- khusus itu dapat dilakukan sepihak, dua pihak, atau
golongan tertentu dalam masyarakat (proces relative- banyak pihak. Prosedur itu dilakukan sepihak karena ia
ring).189 Golongan dimaksud terutama adalah golongan merupakan kehendak dari satu orang yang menamakan
borjuis liberal yang menghendaki adanya jaminan su- dirinya eksponen dari rakyat atau seorang diktator. Bisa
paya hak-haknya tidak dilanggar oleh penguasa. Jami- juga dilakukan oleh dua pihak karena Konstitusi me-
nan itu diletakkan dalam Undang-Undang Dasar yang rupakan hasil persetujuan dari dua golongan dalam
ditulis sehingga orang tidak mudah melupakannya dan masyarakat yaitu misalnya antara rakyat di satu pihak
juga tidak mudah hilang serta dapat dijadikan alat bukti dan Raja di lain pihak pada zaman abad pertengahan.
(bewijsbaar) apabila seseorang memerlukannya. Dalam Sedangkan, bisa banyak pihak dikarenakan Konstitusi
arti yang kedua ini, konstitusi dapat pula dibagi lagi ke itu merupakan hasil persetujuan dari banyak pihak yaitu
dalam dua sub pengertian yakni (i) konstitusi sebagai antara wakil-wakil rakyat yang duduk dalam suatu badan
tuntutan dari golongan borjuis liberal agar hak-haknya yang bertugas membuat Konstitusi (badan Konstitusi).
dijamin tidak dilanggar oleh penguasa, dan (ii) konstitusi Hasil dari persetujuan atau perjanjian itu di-
dalam arti formil atau konstitusi yang tertulis. letakkan dalam suatu naskah tertulis. Di sinilah muncul
pengertian yang sama antara konstitusi dalam arti formil
(constitutite in formele zin) dan konstitusi dalam arti
189
Ibid., hal. 11. “Die Relatieverung des Verfassungsbegrieffes besteht tertulis (gedocumenteerd constitutie). Padahal, ke-
hochster und letzter Normen bedaulen (Verfassung ist Norm der Normen).
darin, dasz statt der einheitlichen Verfassung in Ganzen nur das einzefne duanya berbeda satu dengan yang lain, karena konstitusi
Verfassungsgestz, der Begriff des Verfassungs geselzes aber nach ausz dalam arti formil (constitutie in materiele zin) itu pada
Emlichen und nebensachlichen, sog formalen Kenn-Zeichen bestimmt wird.”

131 132
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

pokoknya tidak selalu dalam bentuk yang tertulis. Dalam menter.


pengertian konstitusi dalam arti formil, yang terpenting Dalam hubungannya dengan Konstitusi pada arti
adalah prosedur pembentukan konstitusi yang harus positif atau the positive meaning of the constitution,
dilakukan secara khusus. Kekhususan konstitusi me- maka ajaran Profesor Carl Schmitt ini dapat pula di-
rupakan keniscayaan, karena isi konstitusi itu sendiri terapkan kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi di
diakui sangatlah penting dan mendasar, yaitu berkenaan Indonesia. Misalnya, kita dapat mengajukan pertanyaan
apakah pembentukan Undang-Undang Dasar 1945 itu
dengan perikehidupan bernegara yang menyangkut
merupakan konstitusi dalam arti positif atau bukan?
nasib seluruh rakyat. Oleh karena itu, cara membentuk,
Dikarenakan pembuatan Undang-Undang Dasar 1945
mengubah, dan mengganti konstitusi haruslah diten- hanya merupakan salah satu di antara keputusan-kepu-
tukan secara istimewa pula. tusan politik yang tinggi, maka ia belum merupakan
7) Konstitusi dalam Arti Positif (Positieve Verfassungs- Konstitusi dalam arti positif. Proklamasi Kemerdekaan
begriff) pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah suatu Konstitusi
Selain yang diuraikan di atas, Carl Scmitt juga me- dalam arti positif, karena ia merupakan satu-satunya
nyebut adanya pengertian konstitusi dalam arti positif keputusan politik yang tertinggi yang dilakukan oleh
(positieve verfassungsbegriff) 190 yang dihubungkannya bangsa Indonesia yang merubah dari suatu bangsa yang
dengan ajaran mengenai dezisionismus atau teori ten- dijajah menjadi bangsa yang merdeka. Undang-Undang
tang keputusan. Dalam pandangan Carl Schmitt, Konsti- Dasar 1945 dilahirkan sesudah proklamasi kemerdekaan,
tusi dalam arti positif tersebut mengandung pengertian sebagai tindak lanjut dari proklamasi kemerdekaan itu.
sebagai produk keputusan politik yang tertinggi,191 yang 8) Konstitusi dalam Arti Ideal (Idealbegriff der verfas-
dihubungkannya dengan terbentuknya Undang-Undang sung)
Dasar Weimar pada tahun 1919. Undang-Undang Dasar Konstitusi dalam arti yang terakhir ini disebut oleh
Weimar itu sangat menentukan nasib rakyat seluruh Carl Schmitt sebagai konstitusi dalam arti ideal (ideal-
Jerman, karena Undang-Undang Dasar itu menimbulkan begriff der verfassung) atau ideal meaning of the consti-
perubahan yang sangat mendasar terhadap struktur pe- tution. 192 Disebut ideal karena konstitusi itu dilihat se-
merintahan yang lama ke stelsel pemerintahan yang ba- bagai sesuatu yang diimpikan atau diidamkan oleh kaum
ru. Sistem pemerintahan lama yang didasarkan atas stel- borjuis liberal seperti tersebut di atas sebagai jaminan
sel monarki di mana Raja memegang kekuasaan yang
sangat kuat dan sentral diubah oleh Konstitusi Weimar 192
Ibid., hal. 36 dst. “Idealbegriff der Verfassung (in einem auszeichnenden
itu menjadi suatu pemerintahan dengan sistem parle- Sinne, wegen eines bestimmten Inhaltes sogenannte ‘Verfassung’) Ins-
besondere hal das Liberale Burgertum in seinem Kampl gegen die absolute
Monarchie einem bestimmten idealbegriff von Verfassung angsgestellt und
190
Ibid., hal. 20. “Die Verfassung als Gesamt-Entscheidung uber Art und ihn mit dem Begriff der Verfassung schiechin dentifizirt. Man sprach also nur
Vorm der politischen Einheit”. dan non ‘Verfassung’, wenn die Forderungen burgerlibber Freiheit erfullt
191
Bandingkan dengan Ismail Saleh, Demokrasi, Konstitusi, dan Hukum, und dem Burgertum ein maszgebender pplitischer Ein flusz geilichert was”.
(Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 1988).

133 134
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

bagi rakyat agar hak-hak asasinya dilindungi. Pandangan Jika antara norma yang terdapat dalam konsititusi
ideal tentang konstitusi tersebut dapat dikatakan lahir yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima,
dan dipatuhi oleh subjek hukum yang terikat padanya,
sesudah terjadinya Revolusi Perancis, di mana ketika itu
maka konstitusi itu dinamakan sebagai konstitusi yang
yang menjadi tuntutan golongan revolusioner Perancis mempunyai nilai normatif. Kalaupun tidak seluruh isi
adalah agar pihak penguasa tidak melakukan tindakan konstitusi itu demikian, akan tetapi setidak-tidaknya
yang sewenang-wenang terhadap rakyat. norma-norma tertentu yang terdapat di dalam konstitusi
itu apabila memang sungguh-sungguh ditaati dan berja-
C. Nilai dan Sifat Konstitusi lan sebagaimana mestinya dalam kenyataan, maka
norma-norma konstitusi dimaksud dapat dikatakan ber-
1. Nilai Konstitusi
laku sebagai konstitusi dalam arti normatif.
Nilai konstitusi yang dimaksud di sini adalah nilai
Akan tetapi, apabila suatu undang-undang dasar,
(values) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-
sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam
norma dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik.
kenyataannya tidak dipakai sama sekali sebagai referensi
Sehubungan dengan hal itu, Karl Loewenstein dalam
atau rujukan dalam pengambilan keputusan dalam pe-
bukunya “Reflection on the Value of Constitutions” mem-
nyelenggaraan kegiatan bernegara, maka konstitusi ter-
bedakan 3 (tiga) macam nilai atau the values of the con-
sebut dapat dikatakan sebagai konstitusi yang bernilai
stitution, yaitu (i) normative value; (ii) nominal value;
nominal. Manakala dalam kenyataannya keseluruhan
dan (iii) semantical value. Jika berbicara mengenai nilai
bagian atau isi undang-undang dasar itu memang tidak
konstitusi, para sarjana hukum kita selalu mengutip pen-
dipakai dalam praktik, maka keseluruhan undang-
dapat Karl Loewenstein mengenai tiga nilai normatif,
undang dasar itu dapat disebut bernilai nominal. Misal-
nominal, dan semantik ini. 193
Menurut pandangan Karl Loewenstein, dalam se- nya, norma dasar yang terdapat dalam konstitusi yang
tiap konstitusi selalu terdapat dua aspek penting, yaitu tertulis (schreven constitutie) menentukan A, akan tetapi
sifat idealnya sebagai teori dan sifat nyatanya sebagai konstitusi yang dipraktikkan justru sebaliknya yaitu B,
praktik. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam kon- sehingga apa yang tertulis secara expressis verbis dalam
stitusi itu selalu terkandung nilai-nilai ideal sebagai das konstitusi sama sekali hanya bernilai nominal saja. Dapat
sollen yang tidak selalu identik dengan das sein atau pula terjadi bahwa yang dipraktikkan itu hanya sebagian
keadaan nyatanya di lapangan. saja dari ketentuan undang-undang dasar, sedangkan
sebagian lainnya tidak dilaksanakan dalam praktik, se-
193
Lihat misalnya, Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., hal.4; Moh. Kusnardi dan hingga dapat dikatakan bahwa yang berlaku normatif
Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1994), hal. hanya sebagian, sedangkan sebagian lainnya hanya ber-
156-157; I. Nyoman Dekker, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Suatu nilai nominal sebagai norma-norma hukum di atas kertas
Pengantar, (Malang: IKIP Malang, 1993), hal. 12; R.G. Kartasapoetra,
Sistematika Hukum Tata Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 21-22; “mati”.
Demikian pula hal ini dapat dibaca dalam tulisan-tulisan Prof. Isma’il Suny, Sedangkan konstitusi yang bernilai semantik
Prof. Sri Soemantri, Prof. Padmo Wahyono, Prof. Abu Daud Busroh, Prof. adalah konstitusi yang norma-norma yang terkandung di
Solly Lubis, dan sebagainya. dalamnya hanya dihargai di atas kertas yang indah dan

135 136
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dijadikan jargon, semboyan, ataupun “gincu-gincu keta- dunia berkembang anggapan bahwa setiap peraturan, di-
tanegaraan” yang berfungsi sebagai pemanis dan sekali- karenakan pentingnya maka harus ditulis, dan demikian
gus sebagai alat pembenaran belaka. Dalam setiap pi- pula dengan konstitusi. Di zaman modern sekarang ini,
dato, norma-norma konstitusi itu selalu dikutip dan dija- dapat dikatakan bangsa Amerika Serikatlah yang per-
dikan dasar pembenaran suatu kebijakan, tetapi isi ke- tama menuliskan konstitusi dalam satu naskah, meski-
bijakan itu sama sekali tidak sungguh-sungguh melaksa- pun leluhur mereka di Inggris tidak mengenal naskah
nakan isi amanat norma yang dikutip itu. Kebiasaan se- konstitusi yang tertulis dalam satu naskah.
perti ini lazim terjadi di banyak negara, terutama jika di Oleh karena itu, dalam bahasa Inggris dan Ame-
negara yang bersangkutan tersebut tidak tersedia meka- rika, tidak tersedia kata yang tepat untuk menggambar-
nisme untuk menilai konstitusionalitas kebijakan-kebi- kan perbedaan antara konstitusi dan undang-undang
jakan kenegaraan (state’s policies) yang mungkin me- dasar sebagaimana perbedaan antara kedua pengertian
nyimpang dari amanat undang-undang dasar. Dengan ini dalam bahasa Jerman, Perancis, Belanda, dan nega -
demikian, dalam praktik ketatanegaraan, baik bagian- ra-negara Eropa Kontinental lainnya. Dalam bahasa
bagian tertentu ataupun keseluruhan isi undang-undang Jerman jelas dibedakan antara verfassung dan gerund-
dasar itu, dapat bernilai semantik saja. gesetz, atau dalam bahasa Belanda antara constitutie
Sementara itu, pengertian-pengertian mengenai dan grondwet.
sifat konstitusi biasanya dikaitkan dengan pembahasan Untuk memahami perbedaan mengenai kedua
tentang sifat-sifatnya yang lentur (fleksibel) atau kaku pengertian konstitusi dan undang-undang dasar itu,
(rigid), tertulis atau tidak tertulis, dan sifatnya yang for- kita dapat menggunakan antara lain pandangan Her-
mil atau materiil. Mengenai sifat-sifat konstitusi ter- mann Heller sebagai rujukan. Dari pandangan Her-
sebut, dapat diuraikan sebagai berikut.
mann Heller ini jelas tergambar bahwa konstitusi itu
memang mempunyai arti yang lebih luas dari pada
2. Konstitusi Formil dan Materiil
undang-undang dasar. Herman Heller membagi konsti-
Konstitusi, constitution (Amerika Serikat), atau
tusi itu dalam tiga fase pengertian, yaitu:194
verfassung (Jerman), dibedakan dari undang-undang
dasar atau grundgesetz (Jerman) ataupun grondwet (Be- 1) Pada mulanya, apa yang dipahami sebagai konsti-
landa). Dikarenakan kesalahpahaman dalam cara pan- tusi itu mencerminkan kehidupan politik di dalam
dangan banyak orang mengenai konstitusi, maka penger- masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die politische
tian konstitusi itu sering diidentikkan dengan pengertian verfassung als gesellschaftliche wirklichkeit) dan ia
undang-undang dasar. Kesalahan ini disebabkan antara belum merupakan konstitusi dalam arti hukum (ein
lain oleh pengaruh paham kodifikasi yang menghendaki rechtsverfassung). Dengan perkataan lain, Konsti-
semua peraturan hukum dibuat dalam bentuk yang ter- tusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau
tulis (written document) dengan maksud untuk men- politis dan belum merupakan pengertian hukum.
capai kesatuan hukum (unifikasi hukum), kesederhanaan

hukum, dan kepastian hukum (rechtszekerheid). Begitu


besar pengaruh paham kodifikasi ini, maka di seluruh 194
Heller, Op. Cit., hal. 249 dst.

137 138
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

2) Setelah orang mencari unsur-unsur hukumnya dari pakan peraturan yang bersifat mendasar atau funda-
konstitusi yang hidup di dalam masyarakat itu un- mental. Artinya, tidak semua masalah yang penting ha-
tuk dijadikan satu kesatuan kaidah hukum, barulah rus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang
konstitusi itu disebut sebagai rechtverfassung (die bersifat pokok, dasar, atau asas-asasnya saja. Menurut
paham kodifikasi, semua masalah yang penting harus
verselbstandigte rechtsverfassung), yaitu konstitusi
dimuat dalam undang-undang dasar. Namun kemudian
dalam arti hukum. disadari bahwa tidak semua hal yang penting merupakan
3) Kemudian muncul pula kebutuhan untuk menulis- hal yang bersifat pokok atau mendasar, sehingga tidak
kan konstitusi itu dalam satu naskah tertentu se- mungkin seluruh hal yang dianggap penting harus ditulis
hingga orang mulai menulisnya dalam suatu naskah dalam naskah undang-undang dasar. Selain dikarenakan
tertulis sebagai undang-undang yang tertinggi yang sifat hukum itu sendiri selalu berubah sesuai dengan tun-
berlaku dalam suatu negara. 195 tutan perkembangan zaman, isi undang-undang dasar itu
hanya meliputi hal-hal yang bersifat garis besar saja.
Dengan demikian, apabila pengertian undang-un- Pelaksanaan norma-norma konstitusi itu dapat
dang dasar itu dihubungkan dengan pengertian konsti- diatur lebih lanjut dalam peraturan-peraturan yang lebih
tusi, maka arti undang-undang dasar itu barulah meru- rendah, sehingga lebih mudah diubah sesuai dengan ke-
butuhan. Alasan keberatan untuk memuat seluruh masa-
pakan sebagian dari pengertian konstitusi yaitu konsti-
lah yang penting dalam Undang-Undang Dasar juga dise-
tusi yang ditulis (die geschrieben verfassung). Dalam
babkan karena seringnya terjadi perubahan dalam nas-
arti inilah konstitusi itu bersifat juridis atau rechtsver-
kah undang-undang dasar. Jika naskah undang-undang
fassung, yaitu sebagai undang-undang dasar atau ge- dasar disusun terlalu rinci, maka hal itu dapat menye-
rundgesetz. Sedangkan, konstitusi dalam arti yang luas babkan kewibawaan undang-undang dasar menjadi me-
tidak hanya bersifat yuridis semata-mata, akan tetapi rosot. Untuk mencegah terjadinya hal demikian, maka
juga bersifat sosiologis dan politis yang tidak disebut undang-undang dasar hanya memuat hal-hal yang
sebagai undang-undang dasar, namun termasuk dalam bersifat dasar saja.
pengertian konstitusi. Dengan perkataan lain, undang-undang dasar ada-
Setiap rechtverfassung harus memenuhi dua sya- lah sebagian saja dari pengertian konstitusi. Isinya hanya
rat, yaitu syarat mengenai bentuknya dan syarat bersifat garis-garis besar sebagai norma hukum tertinggi
mengenai isinya. Bentuknya dipersyaratkan harus be- yang berlaku di suatu negara. Hanya ada beberapa sar-
rupa naskah tertulis sebagai undang-undang yang ter- jana saja yang menganut pandangan yang mengidentik-
tinggi yang berlaku dalam suatu negara. Isinya meru- kan konstitusi dengan undang-undang dasar. Penyama-
an pengertian kedua hal itu, sebenarnya, sudah dimulai
195
Ibid., hal. 249, “Die Politische Verfassung als gesellschaftliche sejak Oliver Cromwell (Lord Protector Kerajaan Inggris
Wirklichkeit”; hal. 259, “Die verselbstandeigte Rechtsverfassung”; hal. 270,
1649-1660) yang menamakan Undang-Undang Dasar itu
“Die geschriebene Verfassung”.

139 140
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

sebagai instrument of government. Undang-Undang asas yang mendasar tentang organisasi negara.198 Dengan
Dasar Cromwell itu dibuat sebagai pegangan dalam men- demikian, konstitusi tidak perlu mencerminkan seluruh
jalankan tugas-tugas pemerintahan, dan di sinilah timbul masalah yang penting secara lengkap, sebab konstitusi
identifikasi atas pengertian Konstitusi dan Undang- semacam itu akan mengalami kesulitan dalam mengikuti
Undang Dasar. Pengertian Konstitusi menurut Lord Oli- perkembangan masyarakat. Adalah tugas pembuat un-
ver Cromwell itu kemudian diadopsi oleh Amerika Se- dang-undang (legislator) untuk mengkhususkan konsti-
rikat pada tahun 1787, dan selanjutnya oleh Lafayette di- tusi sesuai dengan perkembangan masyarakat.
kembangkan di Perancis pada tahun 1789.
Penganut paham modern yang juga menyamakan 3. Luwes (Flexible) atau Kaku (Rigid)
pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar, me- Naskah konstitusi atau undang-undang dasar dapat
nurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 196 adalah bersifat luwes (flexible) atau kaku (rigid). Ukuran yang
Lasalle. Dalam bukunya ”Uber Verfassungswesen”,197 La- biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apa-
salle menyatakan bahwa konstitusi yang sesungguhnya kah suatu undang-undang dasar itu bersifat luwes atau
menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang ter- kaku adalah (i) apakah terhadap naskah konstitusi itu di-
dapat di dalam masyarakat. Golongan-golongan yang di- mungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara me-
maksud adalah golongan yang mempunyai kedudukan ngubahnya cukup mudah atau sulit, dan (ii) apakah nas-
nyata di dalam masyarakat (rieele machtsfactoren), mi- kah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti
salnya Kepala Negara, Angkatan Perang, Partai-partai perkembangan kebutuhan zaman.
Politik, kelompok-kelompok penekan (pressure group), Untuk menentukan apakah suatu naskah konstitusi
buruh, tani, pegawai, dan lain sebagainya. Dengan pan- bersifat luwes atau tidak, maka pertama-tama kita dapat
dangannya yang demikian, Lasalle menghendaki agar mempelajari mengenai kemungkinannya berubah atau
semua hal yang penting dituliskan dalam naskah kon- tidak, dan bagaimana pula perubahan itu dilakukan. Pa-
stitusi (in einer Urkunde auf einem Blatt Papier alle da umumnya, dalam setiap naskah undang-undang da-
lnstitutionen und Regierings prinzipien des landes). sar, selalu diatur tata cara perubahan konstitusi itu sen-
Demikian pula halnya dengan Struycken yang
diri dalam pasal-pasal atau bab yang tersendiri. Peruba-
menganut paham modern. Menurut Struycken, konsti-
han-perubahan yang dilakukan menurut tata cara yang
tusi adalah undang-undang dasar. Menurut Struycken,
ditentukan sendiri oleh undang-undang dasar itu dina-
konstitusi itu selalu memuat garis-garis besar dan asas-
makan verfassungs-anderung. Ketentuan mengenai pe-
196
Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit. rubahan tersebut selalu ditentukan dalam undang-un-
197
Heller, Staatslehre, Op. Cit., hal. 249, “Von dieser ‘wirklichen’ Verfas- dang dasar itu sendiri, karena walaupun dimaksudkan
sung die zu jeder zeif jedes Land gehabt hat, sagt Lasalle in seinem bekanten
Vortrag ‘Uber Verfassungenswesen’ (1862) sind sie nicht die geschriebene
198
Verfassung oder das Blatt Papier, sondern die in einem lande bestehenden Lihat Struyeken A.A.H., Het staatsrecht won het Komisikrijk der Neder-
tatsachlichen Machtsverhaltnisse”. landen, 1915.

141 142
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

untuk jangka waktu yang lama, teks suatu undang-un- Konstitusi yang menetapkan syarat perubahan dengan
dang dasar selalu cenderung untuk tertinggal dari per- cara yang istimewa, misalnya dalam sistem parlemen bi-
kembangan masyarakat. Pada saat perubahan masya- kameral, harus disetujui lebih dulu oleh kedua kamar
rakat sudah sedemikian rupa, selalu muncul kebutuhan parlemennya. Konstitusi yang demikian dapat disebut
objektif untuk mengadakan perubahan pula atas teks bersifat rigid.199
undang-undang dasar. Negara-negara yang mempunyai Konstitusi yang
Namun demikian, karena konstitusi itu pada haki- bersifat luwes (flexible) umpamanya adalah New Zealand
katnya merupakan hukum dasar yang tertinggi dan men- dan Kerajaan lnggris yang dikenal tidak memiliki kon-
jadi dasar bagi berlakunya peraturan perundang-unda- stitusi yang tertulis. 200 Sedangkan, konstitusi atau un-
ngan lainnya yang lebih rendah, maka para penyusun dang-undang dasar yang bersifat kaku (rigid), misalnya,
atau perumus undang-undang dasar selalu menganggap adalah Konstitusi Amerika Serikat, Australia, Canada
perlu menentukan tata cara perubahan yang tidak mu- dan Swiss. 201
dah. Dengan prosedur yang tidak mudah, maka menjadi Memang harus diakui bahwa untuk menentukan
tidak mudah pula orang untuk mengubah hukum dasar sifat flexible atau rigid suatu undang-undang dasar se-
negaranya, kecuali apabila hal itu memang sungguh- benarnya tidaklah cukup hanya dengan melihat dari segi
sungguh dibutuhkan karena pertimbangan yang objektif cara mengubahnya. Dapat saja terjadi suatu undang-un-
dan untuk kepentingan seluruh rakyat, serta bukan un- dang dikatakan bersifat rigid, tetapi dalam kenyataannya
tuk sekedar memenuhi keinginan atau kepentingan sego- dapat diubah tanpa melalui prosedur yang ditentukan
longan orang yang berkuasa saja. Oleh karena itu biasa- sendiri oleh undang-undang dasarnya (verfassungsan-
nya prosedur perubahan undang-undang dasar diatur se- derung), melainkan diubah melalui prosedur di luar
demikian berat dan rumit syarat-syaratnya, sehingga un- ketentuan konstitusi (verfassungswandlung), seperti
dang-undang dasar yang bersangkutan menjadi sangat melalui revolusi atau dengan constitutional conven-
rigid atau kaku. tion.202
Tetapi sebaliknya, ada pula undang-undang dasar Untuk undang-undang dasar yang tergolong flek-
yang mensyaratkan tata cara perubahan yang tidak ter- sibel, perubahannya kadang-kadang cukup dilakukan
lalu berat dengan pertimbangan untuk tidak memper- hanya dengan the ordinary legislative process seperti di
sulit perubahan, sehingga undang-undang dasar dapat

disesuaikan dengan tuntutan perubahan zaman. Konsti-


tusi yang demikian dapat dikatakan sebagai konstitusi 199
Strong, Op. Cit., hal. 140 dst., dan Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem
yang fleksible atau luwes. Misalnya, ada undang-undang Perubahan Konstitusi, Op Cit., hal. 60-61.
200
dasar yang perubahannya tidak memerlukan cara yang 201
Ibid., hal. 152.
Ibid.
istimewa, melainkan cukup dilakukan oleh lembaga 202
Georg Jellinek tentang Verfassungswandlung dan Vergassungsanderung,
pembuat undang-undang biasa. Sebaliknya, ada pula perubahan konstitusi dengan cara biasa dan dengan cara yang tidak biasa,
seperti convention.

143 144
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

New Zealand.203 Sedangkan, untuk undang-undang da- laku. Presiden Amerika Serikat dipilih langsung oleh rak-
sar yang dikenal kaku atau rigid, prosedur perubahannya yat melalui electoral college, dari calon yang dipilih oleh
dapat dilakukan: partai politik yang bersangkutan dan ditentukan melalui
a. oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan- konvensi partai yang bersangkutan. Hal yang demikian
pembatasan tertentu; oleh Bernard Schwartz disebut sebagai a wholly extra
b. oleh rakyat secara langsung melalui suatu referen- constitutional manner.206
dum; Pada akhirnya yang menentukan perlu atau tidak-
c. oleh utusan negara-negara bagian, khusus di negara- nya undang-undang dasar diubah adalah faktor konfigu-
negara serikat; atau rasi kekuatan politik yang berkuasa pada suatu waktu.
d. dengan kebiasaan ketatanegaraan, atau oleh suatu Betapapun kakunya atau sulitnya suatu naskah undang-
lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya undang dasar diubah, apabila konfigurasi kekuatan po-
untuk keperluan perubahan.204 litik yang berkuasa berpendapat, menghendaki, atau me-
nentukan bahwa undang-undang dasar itu harus diubah,
Menurut K.C. Wheare, ada tiga cara untuk mengu- maka konstitusi itu tentu akan diubah. Sebaliknya, wa-
bah undang-undang dasar, yaitu (i) formal amendment laupun undang-undang dasar itu sangat mudah untuk
atau perubahan resmi, (ii) constitutional convention atau diubah, tetapi jika kekuatan politik yang berkuasa itu
konvensi ketatanegaraan, dan (iii) judicial interpretation berpendapat tidak perlu diubah atau tidak menghendaki
atau penafsiran pengadilan.205 Oleh karena itu, peruba- adanya perubahan, tentu konstitusi itu tetap tidak akan
han dalam arti penyempurnaan terhadap undang- mengalami perubahan. Artinya, tolok ukurnya fleksibi-
undang dasar tidak selalu harus dilakukan dengan cara litas atau rigiditas, tidaklah dapat ditentukan dengan
formal amandment, tetapi dapat pula dilakukan dengan pasti hanya karena mudah tidaknya prosedur perubahan
konvensi ketatanegaraan. Misalnya, ada suatu pasal da- itu dilakukan. Oleh karena, pada pokoknya, konstitusi
lam undang-undang dasar yang resminya masih berlaku, itu merupakan produk politik, maka faktor kekuatan po-
tetapi dalam praktik pasal itu sudah tidak dipakai lagi litiklah yang justru sangat determinan pengaruhnya da-
dalam rangka penyelenggaraan kegiatan kenegaraan lam menentukan apakah konstitusi harus berubah atau
sehari-hari. Misalnya, mengenai pemilihan Presiden di tidak berubah. Jalan pikiran yang demikian itu pula yang
Amerika Serikat. Pasal 2 UUD Amerika Serikat yang ter- dipakai oleh Mahfud M.D. dalam disertasinya yang
tulis sekarang tidak lagi dijalankan dalam praktik, walau- membahas pengaruh konfigurasi politik terhadap karak-
pun secara resmi belum pernah dinyatakan tidak ber- ter suatu konstitusi. 207 Faktor kekuatan politik yang

203
K.C. Wheare, Modern Constitutions, (London: Oxford University, 1960),
206
hal. 121. Schwartz, American Constitutional Law, Op. Cit., hal. 93.
204 207
Strong, Op. Cit., hal. 153. Lihat juga Soemantri, Op. Cit., hal. 69. Lihat Moh. Mahfud M.D., Perkembangan Politik Hukum (Studi Tentang
205
Wheare, Op. Cit. Lihat juga Ismail Suny, “Undang-Undang Dasar 1945 Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum di Indonesia), Diser-
dan Referendum”, Majalah Hukum dan Pembangunan, FHUI, Jakarta. tasi, Pasca Sarjana, UGM-Yogyakarta, 1993.

145 146
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

demikian disebut oleh Carl Schmitt sebagai faktor ke- hukum dan konstitusi negara itu akan menjadi tidak sta-
kuasaan yang nyata atau de reele machtsfactoren. bil, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kemeroso-
Oleh sebab itu, untuk menentukan sifat fleksibilitas tan kewibawaan undang-undang dasar itu sendiri.
atau rigiditas undang-undang dasar tersebut, dapat di-
gunakan ukuran kedua, yaitu apakah undang-undang 4. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis
dasar itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkemba- Membedakan secara prinsipil antara konstitusi ter-
ngan zaman? Kalau undang-undang dasar itu mudah tulis (written constitution) dan tidak tertulis (unwritten
mengikuti perkembangan zaman, maka undang-undang constitution atau onschreven constitutie) adalah tidak
dasar itu kita katakan bersifat fleksibel. Sebaliknya, jika tepat.208 Sebutan Konstitusi tidak tertulis hanya dipakai
undang-undang dasar itu tidak mudah mengikuti per- untuk dilawankan dengan Konstitusi modern yang lazim-
kembangan zaman, kita sebut bersifat rigid. Suatu un- nya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah.
dang-undang dasar yang hanya mengatur hal-hal yang Timbulnya Konstitusi tertulis disebabkan karena penga-
pokok adalah konstitusi yang mudah dapat mengikuti ruh aliran kodifikasi.209 Salah satu negara di dunia yang
perkembangan masyarakat, sebab norma-norma pelak- mempunyai Konstitusi tidak tertulis adalah negara Ing-
sanaannya lebih lanjut diserahkan kepada bentuk pera- gris, namun prinsip-prinsip yang dicantumkan dalam
turan perundang-undangan yang lebih rendah, sehingga Konstitusi di Inggris dicantumkan dalam Undang-Un-
lebih mudah untuk dibuat dan diubah. dang biasa, seperti Bill of Rights.
Namun, banyak undang-undang dasar yang tidak Dengan demikian suatu Konstitusi disebut tertulis
hanya memuat hal-hal yang pokok saja, melainkan juga apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau beberapa
hal-hal yang dianggap penting, sehingga undang-undang naskah, sedangkan suatu Konstitusi disebut tidak tertulis
dasar itu akan terdiri atas banyak pasal-pasal. Naskah dikarenakan ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu
undang-undang dasar yang dianggap paling tebal di du- pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu,
nia dewasa ini adalah Undang-Undang Dasar Federal melainkan dalam banyak hal diatur dalam konvensi-kon-
India dengan jumlah pasal sebanyak 444 ketentuan. Pa- vensi atau undang-undang biasa.
dahal, hal-hal penting belum tentu bersifat pokok, meski-
pun yang pokok selalu bersifat penting. Di samping itu,
kadang-kadang, yang penting untuk masa sekarang da-
pat pula mengalami perubahan sehingga di masa yang
akan datang menjadi tidak penting lagi. Jika dinamika
semacam itu sering terjadi, maka undang-undang dasar 208
Lihat Wheare, Op. Cit., hal. 19. Ada juga sarjana yang menganggap bah-
yang memuat hal-hal yang penting akan mengalami pe- wa pembedaan written constitution dan unwriten constitution sudah tidak
relevan lagi, sehingga mereka membedakannya dengan istilah documentary
rubahan. Apabila suatu negara terlalu sering mengada- constitution dan non-documentary constitution.
kan perubahan undang-undang dasarnya, niscaya sistem 209
Bandingkan dengan Strong, Op. Cit., hal. 136-137.

147 148
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

D. Tujuan dan Hakikat Konstitusi ngurus hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan-ke-
pentingan umum. 210 Sedangkan, Maurice Hauriou me-
Di kalangan para ahli hukum, pada umumnya
nyatakan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga
dipahami bahwa hukum mempunyai tiga tujuan pokok,
keseimbangan antara (i) ketertiban (orde), (ii) kekuasaan
yaitu (i) keadilan (justice), (ii) kepastian (certainty atau
(gezag), dan (iii) kebebasan (vrijheid).211
zekerheid), dan (iii) kebergunaan (utility). Keadilan itu
Kebebasan individu warga negara harus dijamin,
sepadan dengan keseimbangan (balance, mizan) dan
tetapi kekuasaan negara juga harus berdiri tegak, sehing-
kepatutan (equity), serta kewajaran (proportionality).
ga tercipta tertib bermasyarakat dan bernegara. Keter-
Sedangkan, kepastian hukum terkait dengan ketertiban
tiban itu sendiri terwujud apabila dipertahankan oleh ke-
(order) dan ketenteraman. Sementara, kebergunaan
kuasaan yang efektif dan kebebasan warga negara tetap
diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai-nilai
tidak terganggu. Sementara itu, G.S. Diponolo merumus-
tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.
kan tujuan konstitusi ke dalam lima kategori, yaitu (i)
Oleh karena konstitusi itu sendiri adalah hukum
kekuasaan, (ii) perdamaian, keamanan, dan ketertiban,
yang dianggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan
(iii) kemerdekaan, (iv) keadilan, serta (v) kesejahteraan
konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk men-
dan kebahagiaan.212
capai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan
yang dianggap tertinggi itu adalah: (i) keadilan, (ii)
ketertiban, dan (iii) perwujudan nilai-nilai ideal seperti
kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau
kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai
tujuan bernegara oleh para pendiri negara (the founding
fathers and mothers).
Misalnya, 4 (empat) tujuan bernegara Indonesia
adalah seperti yang termaktub dalam alinea IV Pembu-
kaan UUD 1945. Keempat tujuan itu adalah (i) melindu-
ngi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, (ii) memajukan kesejahteraan umum, (iii)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (iv) ikut melaksa-
nakan ketertiban dunia (berdasarkan kemerdekaan, per-
damaian abadi, dan keadilan sosial).
Sehubungan dengan itulah maka beberapa sarjana
merumuskan tujuan konstitusi itu seperti merumuskan 210
J. Barents, “De Wetenschap de Politiek, Een Terreinverkenning” (1952),
tujuan negara, yaitu negara konstitusional, atau negara terjemahan L.M. Sitorus, Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan, cet. ke-
berkonstitusi. Menurut J. Barents, ada 3 (tiga) tujuan ne- 3, PT. Pembangunan, Jakarta, 1958, hal. 38.
211
gara, yaitu (i) untuk memelihara ketertiban dan keten- Maurice Hauriou, Precis de Droit Constitutionnel. Lihat juga Abu Daud
Busro, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 99.
teraman, (ii) mempertahankan kekuasaan, dan (iii) me- 212
G.S. Diponolo, Ilmu Negara, Jilid I, Balai Pustaka, Jakarta, 1951, hal. 23.

149 150
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

BAB IV suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan


SUMBER HUKUM TATA NEGARA (ii) batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Akan tetapi, dalam pandangan Hans Kelsen dalam
bukunya “General Theory of Law and State”, istilah
sumber hukum itu (sources of law) dapat mengandung
A. Sumber Hukum Tata Negara banyak pengertian, karena sifatnya yang figurative and
highly ambiguous.214 Pertama, yang lazimnya dipahami
1. Pengertian Sumber Hukum
sebagai sources of law ada 2 (dua) macam, yaitu custom
Apakah yang dimaksud dengan “sumber hukum”?
dan statute. Oleh karena itu, sources of law biasa dipa-
Dalam bahasa Inggris, sumber hukum itu disebut source
hami sebagai a method of creating law, custom, and
of law. Perkataan “sumber hukum” itu sebenarnya ber-
legislation, yaitu customary and statutory creation of
beda dari perkataan “dasar hukum”, “landasan hukum”,
law.
ataupun “payung hukum”. Dasar hukum ataupun landa-
Kedua, sources of law juga dapat dikaitkan dengan
san hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu
norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau cara untuk menilai alasan atau the reason for the validity
perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah of law. Semua norma yang lebih tinggi merupakan sum-
atau dapat dibenarkan secara hukum. Sedangkan, perka- ber hukum bagi norma hukum yang lebih rendah. Oleh
taan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada penger- karena itu, pengertian sumber hukum (sources of law)
tian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau nor- itu identik dengan hukum itu sendiri (the source of law
ma tertentu berasal. is always itself law).215
Ketiga, sources of law juga dipakai untuk hal-hal
Dalam Pasal 1 Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000
yang bersifat non-juridis, seperti norma moral, etika,
ditentukan bahwa: 213 (1) Sumber hukum adalah sumber
prinsip-prinsip politik, ataupun pendapat para ahli, dan
yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan per-
sebagainya yang dapat mempengaruhi pembentukan
undang-undangan; (2) Sumber hukum terdiri atas sum-
suatu norma hukum, sehingga dapat pula disebut sebagai
ber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis; (3)
sumber hukum atau the sources of the law.
Sumber hukum dasar nasional adalah (i) Pancasila seba-
Nilai dan norma agama dapat pula dikatakan
gaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang menjadi sumber yang penting bagi terbentuknya nilai
dan norma etika dalam kehidupan bermasyarakat, se-
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam per- mentara nilai-nilai dan norma etika itu menjadi sumber
musyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan bagi proses terbentuknya norma hukum yang dikukuh-
kan atau dipositifkan oleh kekuasaan negara. Dalam di-
namika kehidupan bermasyarakat, ketiga jenis nilai dan
213 norma itu pada pokoknya sama-sama berfungsi sebagai
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan, tanggal 18 Agustus, 2000. Lihat
214
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Himpunan Ketetapan MPRS dan MPR Kelsen, Op. Cit., hal. 131.
215
Tahun 1960 s/d 2002, Sekretariat Jenderal MPR-RI, Jakarta, 2002. Ibid. hal. 132.

151 152
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

sarana pengendalian dan sekaligus sistem referensi me- qiyas. Ada lagi yang merumuskan sumber hukum itu me-
ngenai perilaku ideal dalam setiap tatanan sosial (social liputi (i) syari’at yang diwahyukan (wahyu), (ii) sunnah
order). Sebab, jika ketiga jenis norma tersebut saling me- sebagai teladan rasul, dan (iii) akal dengan mengguna-
nunjang, maka ketiga sistem referensi perilaku itu dapat kan metode berpikir tertentu.
bekerja secara simultan dan saling mendukung. Dalam kajian ushul fiqh, sebagai cabang ilmu fil-
Akan tetapi, jika ketiganya saling bersitegang atau safat hukum Islam, sering dibedakan pula antara pe-
saling bersaing satu sama lain, niscaya akan timbul kon- ngertian “sumber hukum” atau mashadir al-ahkam dan
flik antar norma yang justru tidak sehat bagi ketiga sis- “dalil-dalil hukum” atau adillat al-ahkam.216 Pengertian
tem norma itu sendiri. Jika demikian, maka pada giliran- mashadir al-ahkam secara teknis menunjuk kepada pe-
nya fungsi ketiga jenis norma itu dalam menuntun ma- ngertian asal norma hukum atau rujukan hukum (refe-
nusia ke arah perilaku ideal tidak akan bekerja dengan rence), tempat ditemukannya kaidah hukum atau se-
efektif. Oleh karena itu, ketiganya harus dapat saling suatu yang menunjuk kepada adanya hukum, yaitu al-
mengisi satu sama lain secara sinergis. Norma etika da- Quran dan al-Sunnah. Sedangkan, adillat al-ahkam atau
pat menjadi sumber nilai bagi norma hukum, sementara dalil hukum merupakan sesuatu yang dijadikan landasan
norma agama dapat menjadi sumber bagi norma etika. berpikir yang benar dalam memperoleh atau menemu-
Dalam konteks ini, pengertian sumber dapat dikatakan kan, atau mendapatkan hukum.
sebagai tempat dari mana sesuatu nilai atau norma Hal yang dianggap sebagai adillat al-ahkam itu ada
berasal. 4 (empat), yaitu al-Quran, al-Sunnah, Ijma, dan Qiyas.
Terkait dengan hal ini, penting juga untuk Baik al-Quran maupun al-Sunnah sama-sama dapat dise-
memperbandingkan mengenai penggunaan istilah sum- but sebagai adillat al-ahkam dan sekaligus mashadir al-
ber hukum (sources of law) dalam sistem berpikir fiqh ahkam.217 Kadang-kadang, kedua makna sumber hukum
Islam dengan penggunaannya menurut pengertian ilmu dan dalil hukum itu dicampuradukkan oleh para sarjana,
hukum pada umumnya. Hal ini penting untuk digambar- tetapi kebanyakan ulama membedakan keduanya dengan
kan karena tradisi yang dianut dalam sistem fiqh Islam, tegas. Oleh karena itu, mashadir al-ahkam (sumber hu-
perkataan sumber hukum itu diartikan secara berbeda kum) dapat dipahami dalam arti sumber hukum materiel
sama sekali dari pengertian yang biasa dipakai dalam dalam konteks ilmu hukum kontemporer, sedangkan
ilmu hukum kontemporer. Dalam fiqh Islam, yang diarti- adillat al-ahkman (dalil hukum) dapat disebandingkan
kan sebagai sumber hukum itu, di satu pihak berarti dengan pengertian sumber hukum formil.218
“sumber rujukan”, tetapi di lain pihak kadang-kadang
dapat diidentikkan dengan pengertian metode penalaran 216
Nasrul Harun, Ushul Fiqh, cet. ke-1, jilid 1 (Jakarta: Logos, 1996), hal. 15.
hukum (legal reasoning). 217
Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum
Misalnya, yang dianggap sebagai sumber hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001),
adalah (i) al-Quran, (ii) al-Sunnah, dan (iii) ijtihad atau hal. 35-37. Lihat juga Amir Syarifuddin, “Pengertian dan Sumber Hukum
Islam” dalam Zaini Dahlan, dkk, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi
inovasi (innovation) dan invensi (invention). Ada pula Aksara, 1992), hal. 53-55.
sarjana yang merumuskan kategori sumber hukum itu 218
Usman, Op. Cit., hal. 32.
terdiri atas (i) al-Quran, (ii) al-Hadits, (iii) ijma, dan (iv)

153 154
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Pengertian sumber hukum yang demikian itu, jelas kodifikasi, maka tentu yang dimaksudkannya itu adalah
sangat berbeda dari pengertian sumber hukum yang ter- the sources of the UK Constitution.
kait dengan pengertian yang biasa dipakai dalam ilmu Dikarenakan tidak memiliki undang-undang dasar
hukum tata negara ataupun ilmu hukum kontemporer yang bersifat tertulis, aturan konstitusi di Inggris hanya
pada umumnya. Dalam hukum tata negara Indonesia, dikenal karena memang berhubungan dengan persoalan
yang disebut sebagai sumber hukum itu misalnya adalah konstitutional, yaitu hal-hal yang penting mengenai ke-
(i) Undang-Undang Dasar, (ii) Undang-undang dan Pe- kuasaan pemerintahan.
raturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang, Dikatakan oleh Alder:220
(iii) Peraturan Pemerintah, (iv) Peraturan Presiden, dan “Even in a written constitution, the sources of consti-
(v) Peraturan Daerah. Pengertian sumber hukum di sini tutional law comprise a mixture of strict law and
jelas dimaksudkan untuk menunjuk kepada pengertian political principles. The United Kingdom constitution
tempat asal ditariknya suatu kaedah hukum yang bersifat relies heavily on the latter. Its legal sources are the same
as the sources of law generally”.
umum untuk dipakai sebagai peralatan dalam menilai
suatu peristiwa atau kaidah hukum yang bersifat konkrit.
Menurut John Alder, sumber-sumber konstitusi
Pengertian yang kedua ini, jika dibandingkan dengan
tersebut dapat dibedakan dalam 7 (tujuh) macam bentuk
pengertian sumber hukum dalam ilmu fiqh yang
yang masing-masing dapat diuraikan lagi secara lebih
memperlakukan qiyas atau analogi sebagai salah satu
rinci satu persatu, yaitu:221
sumber hukum seperti diuraikan di atas, tentulah jauh
1) The basic principle;
bedanya. Qiyas atau analogi adalah metode berpikir,
2) General political and moral values;
metode penalaran hukum (legal reasoning) yang dipakai
3) Strict law (i) The laws enforced through the
untuk mendapatkan kesimpulan atas sesuatu fakta
courts, (ii) The law and custom of Parliament;
konkrit (concrete cases) yang dinilai dengan mengguna-
4) Conventions of the Constitution;
kan standar norma hukum yang bersifat umum dan
5) Political practices;
abstrak (general and abstract norm).
6) The rules of the political parties;
Lain lagi penggunaan istilah sources of the
7) International law.
constitution yang dipakai oleh John Alder dalam buku-
nya “Constitutional and Administrative Law” (1989). 219
Dalam bukunya itu, John Alder sengaja memberikan Dengan membandingkan versi yang diajukan oleh
judul pada Bab 2 Bagian I dengan “The Sources of the John Alder dan para sarjana lainnya, maka dapat dike-
Constitution”. Oleh karena John Alder sendiri adalah mukakan bahwa demikian banyak versi yang dipakai oleh
sarjana Inggris yang menulis tentang Hukum Tata Nega- para sarjana mengenai apa yang diartikan sebagai
ra dan Hukum Administrasi Negara dalam konteks Kera- “sumber hukum” atau sources of law itu. Oleh karena
jaan Inggris yang dikenal tidak memiliki naskah undang- itulah, Paton George Whitecross mengemukakan:
undang dasar yang tertulis dalam satu naskah yang ter-
220
Ibid.
219 221
Alder, Op Cit., hal. 22-38. Ibid., hal. 23-24.

155 156
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

“The term sources of law has many meanings and its 2. Sumber Hukum Tata Negara
frequent cause of error unless we scrutines carefully the Seperti dikemukakan di atas, sumber hukum dapat
particular meaning given to it in any particular text”. dibedakan antara yang bersifat formal (source of law in
222
formal sense) dan sumber hukum dalam arti material
(source of law in material sense). Bagi kebanyakan
Seperti juga dikatakan oleh van Apeldoorn dalam sarjana hukum, biasanya yang lebih diutamakan adalah
bukunya “Inleiding tot de Studie van het Nederlands- sumber hukum formal, baru setelah itu sumber hukum
recht”, 223 kadang-kadang perkataan sumber hukum di- material apabila hal itu memang dipandang perlu. Sum-
maksud dipakai dalam konteks sejarah, kadang-kadang ber hukum dalam arti formal itu adalah sumber hukum
dalam konteks filsafat, atau kadang-kadang dalam kon- yang dikenali dari bentuk formalnya. Dengan mengu-
teks sosial. Jika kita membandingkan konsep sumber hu- tamakan bentuk formalnya itu, maka sumber norma
kum yang diartikan oleh John Alder tersebut di atas de- hukum itu haruslah mempunyai bentuk hukum tertentu
ngan pengertian yang dipakai dalam ilmu fiqh, jelas se- yang bersifat mengikat secara hukum.
kali bedanya, bahkan dengan pengertian yang lazim kita Oleh karena itu, sumber hukum formal itu haruslah
pergunakan sehari-hari. mempunyai salah satu bentuk sebagai berikut:
Oleh sebab itu, seperti yang dilakukan oleh Ut- a. bentuk produk legislasi ataupun produk regulasi ter-
recht,224 kita dapat membedakan dua macam pengertian tentu (regels);
sumber hukum (sources of law), yaitu sumber hukum b. bentuk perjanjian atau perikatan tertentu yang me-
dalam arti formal atau formele zin (source of law in its ngikat antar para pihak (contract, treaty);
formal sense) dan sumber hukum dalam arti substansial, c. bentuk putusan hakim tertentu (vonnis); atau
material, atau in materiele zin (source of law in its mate- d. bentuk-bentuk keputusan administratif (beschikking)
rial sense). Sumber hukum dalam arti formal ialah tem- tertentu dari pemegang kewenangan administrasi ne-
pat formal dalam bentuk tertulis dari mana suatu kaedah gara.
hukum diambil, sedangkan sumber hukum dalam arti
material adalah tempat dari mana norma itu berasal, ba- Sudah tentu, setiap bidang hukum mempunyai
ik yang berbentuk tertulis ataupun yang tidak tertulis. sumber-sumber hukumnya sendiri yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lain. Dalam bidang hukum tata
negara (constitutional law), dapat dibedakan lagi antara
hukum tata negara umum dan hukum tata negara positif.
Di samping itu, di masing-masing negara, juga berlaku
sistem hukumnya secara sendiri-sendiri yang berbeda-
222
Whitecross, Textbook of Jurisprudence, op. cit., hal. 140. Bandingkan beda pula pengertiannya tentang sumber hukum itu.
dengan Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., hal. 44.
223
Lihat Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Op. Cit., hal. 72-75, juga dalam
Belum lagi, jika masing-masing negara itu mempunyai
Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., hal. 45. tradisi hukum yang berbeda pula satu dengan yang lain-
224
E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ichtisar, ), hal. nya, maka tentu sumber hukum yang diakui juga ber-
133-134. beda-beda. Misalnya, sistem common law lebih mengu-

157 158
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tamakan asas precedent dan doktrin judge-made law, Dalam bukunya “An Introduction to the Study of the
sehingga yurisprudensi peradilan lebih diutamakan, se- Law of the Constitution”, Albert Venn Dicey menyatakan
dangkan dalam sistem civil law, peraturan tertulislah bahwa:
yang lebih penting daripada yang lain. “The rules which make up constitutional law, as the
Namun demikian, di seluruh dunia, keempat ben- term is used in England, include two sets of principles
tuk formal norma hukum tersebut di atas, yaitu produk- or maxims of a totally distinct character”.225
produk yang berbentuk regeling, contract atau treaty,
vonnis, dan beschikking diakui sebagai sumber hukum Pertama, dalam pengertiannya yang bersifat strict
yang penting. Di samping itu, seperti dikemukakan di adalah hukum atau laws yang diterapkan oleh pengadi-
atas, ada pula sumber lain yang sifatnya tidak tertulis. lan. Peraturan dalam kategori pertama ini, menurut
Oleh karena itu, dalam berbagai bidang hukum, selain Dicey, mencakup juga semua norma jenis rules, yang ter-
keempat bentuk formal tertulis, dikenal pula adanya tulis atau tidak tertulis (written or unwritten), yang
bentuk-bentuk lain yang bersifat tidak tertulis. ditetapkan dengan undang-undang atau sebagai pera-
Khusus dalam bidang ilmu hukum tata negara pada turan tertulis (enacted by statute) atau hanya lahir dari
umumnya (verfassungsrechtslehre), yang biasa diakui adat istiadat yang umum, tradisi, atau prinsip-prinsip
sebagai sumber hukum adalah: yang diciptakan oleh hakim (derived from the mass of
1) Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang- custom, tradition, or judge-made maxims) yang dikenal
undangan tertulis; sebagai the common laws.
2) Yurisprudensi peradilan; Semua jenis peraturan dalam kategori pertama ini,
3) Konvensi ketatanegaraan atau constitutional conven- sepanjang dapat ditegakkan oleh pengadilan dapat dise-
tions; but atau tercakup dalam pengertian constitutional law.
4) Hukum Internasional tertentu; dan Kriteria yang dipakai oleh Dicey di sini adalah dapat-
5) Doktrin ilmu hukum tata negara tertentu. tidaknya norma hukum yang bersangkutan diterapkan
oleh hakim di pengadilan. Untuk menegaskan perbedaan
Dalam kelima sumber hukum tata negara tersebut, bentuk-bentuk hukum tertulis yang mengandung norma
tercakup pula pengertian-pengertian yang berkenaan de- hukum konstitusi tersebut dengan bentuk norma hukum
ngan (i) nilai-nilai dan norma hukum yang hidup sebagai konstitusi yang lain, maka hal itu disebut oleh Dicey
konstitusi yang tidak tertulis, (ii) kebiasaan-kebiasaan secara keseluruhannya sebagai the law of the constitu-
yang bersifat normatif tertentu yang diakui baik dalam tion yang dibedakannya dari pengertian the conventions
lalu lintas hukum yang lazim, dan (iii) doktrin-doktrin of the constitution.
ilmu pengetahuan hukum yang telah diakui sebagai ius Constitutional rules dalam pengertian yang terak-
comminis opinio doctorum di kalangan para ahli yang hir, menurut Dicey, terdiri atas:
mempunyai otoritas yang diakui umum. Dalam setiap
sistem hukum, ketiga hal ini biasa juga dianggap sebagai
sumber hukum yang dapat dijadikan referensi atau ruju- 225
Lihat A.V. Dicey, An Introduction to the Study of the Law of the Consti-
kan dalam membuat keputusan hukum. tution, 10th edition, Oxford University Press, 1965, hal. 23-24.

159 160
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

“conventions, understandings, habits, or practices b) Undang-undang yang ditetapkan oleh parlemen


which, though they may regulate the conduct of the se- (legislative acts, parliamentary statutes);
veral members of the souvereign power, of the Minis- c) Judicial decisions (putusan-putusan pengadilan)
try, or of other officials, are not in reality laws at all terdahulu;
since they are not enforced by the courts. This portion d) Principles and rules of common law, yaitu prin-
of constitutional law may, for the sake of distinction, be
sip-prinsip yang sudah diterima sebagai hukum,
termed the ‘conventions of the constitution’, or constitu-
tional morality”.226 meskipun tidak dituangkan dalam bentuk un-
dang-undang atau peraturan tertulis tertentu, te-
Oleh karena itu, dalam pandangan A.V. Dicey, tapi kebanyakan dikuatkan oleh putusan penga-
perkataan constitutional law mencakup dua unsur pe- dilan.
ngertian, yaitu (i) the law of the constitution, dan (ii) the 2) The Conventions of the Constitution, yang mencakup:
conventions of the constitution. The law of the constitu- a) Kebiasaan-kebiasaan (habits);
tion merupakan a body of undoubted law, sedangkan the b) Tradisi-tradisi (traditions);
conventions of the constitution terdiri atas maxims atau c) Adat istiadat (customs);
praktik-praktik yang meskipun bersifat mengatur para d) Praktik-praktik (practices and usages).
subjek hukum tata negara yang biasa menurut undang-
undang dasar, bukanlah merupakan hukum dalam arti Dalam pandangan John Alder, rincian sumber-
yang sebenarnya.227 sumber hukum tata negara Inggris, meliputi 7 (tujuh)
hal, yaitu (i) Prinsip dasar (The Basic Principle); (ii)
Bagi A.V. Dicey, meskipun keduanya sama-sama
Nilai-nilai moral dan politik (General political and mo-
merupakan constitutional rules dan sama-sama dapat di-
ral values); (iii) Hukum yang mutlak (Strict law) yang
sebut constitutional law dalam arti luas, tetapi the con-
menurutnya meliputi (a) hukum yang ditegakkan atau
vention of the constitution itu lebih merupakan constitu-
diputuskan oleh pengadilan (The laws enforced through
tional morality daripada the law of the constitution. Oleh
the courts), dan (b) hukum yang ditetapkan oleh parle-
karena itu, menurut A.V. Dicey, sumber hukum tata
men dan kebiasaan parlemen (The law and custom of
negara Inggris terdiri pula atas beberapa sumber yang
Parliament); (iv) Konvensi atau kebiasaan ketatanegara-
dapat dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu:
an (Conventions of the Constitution); (v) Praktik-praktik,
1) The Law of the Constitution, mencakup:
a) Dokumen-dokumen sejarah (historic documents), termasuk yang terjadi dalam praktik penyelenggaraan
seperti Magna Charta Tahun 1215 yang biasa di- kegiatan politik ketatanegaraan (Political practices); (vi)
Tata aturan partai politik (The rules of the political par-
sebut juga dengan The Great Charter of 1215,
ties); dan (vii) Hukum internasional (International law).
Petition of Right, atau Bill of Rights (1689);
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan prinsip dasar,
226 nilai-nilai moral dan politik, dan bahkan kebiasa- an
Ibid.
227
Lihat juga Michael Allen and Brian Thompson, Cases and Materials on ketatanegaraan, semuanya bersifat tidak tertulis. Te-
Constitutional and Administrative Law, 7th edition, (Oxford University tapi mengapa dapat disebut sebagai sumber hukum oleh
Press, 2003), hal. 239. John Alder? Baginya, prinsip dasar yang diakui umum

161 162
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

sejak dulu sampai sekarang, misalnya, What parliament Demikian pula mengenai kebiasaan-kebiasaan ke-
says is law,228 adalah prinsip dasar yang melandasi cara tatanegaraan, banyak sekali hal-hal yang sudah dianggap
berpikir hukum tata negara Inggris, meskipun hal ter- kelaziman konstitusional yang tidak dipersoalkan orang
sebut tidak tertulis. Akan tetapi, justru prinsip-prinsip lagi apakah ia tertulis atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan
dasar semacam itulah yang melandasi suatu konstitusi, itulah yang dikenal dengan istilah konvensi ketatane-
termasuk konstitusi yang tertulis sekalipun. Betapapun garaan atau constitutional conventions. Menurut Dicey
juga, prinsip-prinsip dasar itulah yang mengekspresikan dalam bukunya “An Introduction to Study of the Law of
asumsi-asumsi politik yang paling dasar yang beroperasi the Constitution”, banyak prinsip-prinsip penting hukum
dalam setiap negara (the basic principle expresses the konstitusi yang mengambil bentuk konvensi ketata-
most fundamental political assumptions operating in a negaraan. Prinsip-prinsip dimaksud termasuk konvensi,
particular country). 229 Bahkan secara lebih mendasar kebiasaan, dan praktik-praktik yang meskipun bersifat
lagi, apa yang disebutnya sebagai basic principle ini se- mengatur, tetapi sama sekali bukan hukum, karena tidak
benarnya mirip dengan apa yang disebut oleh Hans Kel- ditetapkan oleh parlemen ataupun oleh pengadilan.
sen dengan gerund norms (norma dasar) atau yang oleh Di dalam praktik ketatanegaraan di Inggris,
Hans Nawiasky disebut staatsfundamentalnorm. sebagian besar konvensi ketatanegaraan mengatur hubu-
Oleh John Alder, nilai-nilai moral dan politik juga ngan antar cabang-cabang kekuasaan pemerintahan pu-
dikelompokkan tersendiri: sat (central government), khususnya mengenai (i) the
“In a wider sense certain general political and moral relationship between the monarch, ministers, and par-
values pervade any constitution, and find expression in liament, (ii) the relationship between ministers among
the formal rules of the constitution. They are both pol- themselves, and (iii) the relationship between ministers
itical and legal because they should pervade the entire
and civil servants.231 Kadang-kadang konvensi berfungsi
system of government”.230
sebagai devices for adjusting the strict law to meet the
changing demands of politics. Dengan begitu, ia ber-
Meskipun hal ini dapat dibenarkan, tetapi menge-
fungsi melicinkan jalan sehingga norma hukum dapat di-
lompokkannya menjadi satu bentuk sumber hukum yang
jalankan dengan kelenturan yang diperlukan dalam prak-
tersendiri, saya kira sudah sangat berlebihan. Oleh sebab
tik. Oleh karena itu, dapat ditemukan banyak contoh
itu, baik nilai-nilai moral dan politik, maupun apa yang
konvensi ketatanegaraan dalam praktik di Inggris. Misal-
disebut John Alder sebagai basic principles haruslah dili-
nya, peraturan menentukan bahwa “The Queen’s assent
hat sebagai satu kesatuan pengertian mengenai nilai-
is required for a valid Act of Parliament”, tetapi dalam
nilai dan norma yang hidup sebagai constitutional rules
praktik hal itu berubah menjadi The Queen must always
yang dianggap baik, dan oleh karena itu dapat diakui ter-
assent to a bill. Peraturan menentukan “Parliament
masuk ke dalam pengertian konstitusi yang tidak tertulis.
must meet at least every three years” berubah karena
konvensi menjadi Parliament must meet annually.232
228
Alder, Op. Cit., hal. 24.
229 231
Ibid. Ibid., hal. 26-27.
230 232
Ibid. Ibid. hal. 27-28.

163 164
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Selain itu, dalam ilmu hukum, pendapat para ahli pula dijadikan sebagai sumber hukum yang tidak tertulis.
yang dikenal luas dan diakui memiliki otoritas di bidang- Inilah sebenarnya yang disebut sebagai the living consti-
nya, lazimnya diterima juga sebagai sumber hukum yang tutional values di tengah-tengah kehidupan kolektif war-
disebut dengan doktrin dalam ilmu hukum. Dalam sis- ga negara.
tem hukum fiqh, misalnya, dikenal juga pendapat maz- Oleh sebab itu, 7 (tujuh) macam sumber hukum ta-
hab-mazhab yang diakui mengikat dan dijadikan refe- tanegara yang kita maksudkan itu adalah:
rensi oleh hakim dalam memutus sesuatu perkara. Inilah (i) Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis;
yang saya namakan sebagai the professor’s law,233 yaitu (ii) Undang-undang dasar, baik pembukaannya mau-
dijadikan hukum karena pendapat ilmuwan hukum yang pun pasal-pasalnya;
diakui mengikat. Sebenarnya, inilah yang dinamakan (iii) Peraturan perundang-undangan tertulis;
sebagai doktrin dalam ilmu hukum, yaitu pendapat ahli (iv) Yurisprudensi peradilan;
yang sudah diakui oleh para ahli lainnya sehingga ter- (v) Konvensi ketatanegaraan atau constitutional con-
bentuk suatu pendapat yang diakui oleh umum (public ventions;
opinion) atau dalam istilah latinnya sudah menjadi com- (vi) Doktrin ilmu hukum yang telah menjadi ius com-
minis opinio doctorum. Dalam ilmu hukum, pendapat minis opinio doctorum;
semacam itu juga diakui sebagai sumber hukum yang (vii) Hukum Internasional yang telah diratifikasi atau
mengikat. telah berlaku sebagai hukum kebiasaan Internasio-
Dengan perkataan lain, kita dapat juga mengajukan nal. 234
jumlah sumber hukum itu dalam 7 (tujuh) bentuk.
Namun ketujuh sumber hukum yang kita maksudkan itu Ketujuh macam sumber hukum tata negara itu, da-
berbeda dari 7 (tujuh) sumber hukum menurut John pat diuraikan sebagai berikut.
Alder yang telah dikemukakan di atas. Alder menyebut
adanya unsur-unsur yang dinamakannya sebagai basic 1) Konstitusi yang Tidak Tertulis
principle, general political and moral values, dan polical Konstitusi ada yang tertulis dan ada yang tidak ter-
practices sebagai sumber hukum tata negara Inggris. tulis. Konstitusi yang tertulis disebut undang-undang da-
Bahkan, the rules of the policial parties juga dimasuk- sar, grondwet (Belanda), grondgezets (Jerman), atau
kannya dalam daftar sumber hukum. droit constitutionnel (Perancis). Sedangkan yang tidak
Terlebih lagi, custom of the parliament juga ia ka- tertulis tetap disebut sebagai konstitusi yang tidak tertu-
tegorikan sebagai strict law yang sejajar dengan hukum lis (onschreven constitutie, unwritten constitution) yang

tertulis serta putusan pengadilan. Prinsip-prinsip dasar


yang tidak tertulis serta nilai-nilai moral dan politik yang 234
Khusus mengenai International Law ini, diakui juga menjadi bagian dari
dianggap ideal juga termasuk ke dalam pengertian kon- sistem hukum nasional Inggris, tetapi harus melalui ratifikasi terlebih dahulu
stitusi yang tidak tertulis, karenanya sudah seharusnya sebelum menjadi hukum nasional dengan Acts of Parliament. Menurut Alder,
secara formal, hukum internasional baru mengikat setelah diratifikasi men-
233 jadi hukum nasional, akan tetapi International Customary Law berdasarkan
Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, jurisprudensi kasus Maclaine-Watson vs DoT (1988) dianggap langsung
(Jakarta: MKRI-PSHTN, 2004). mengikat secara hukum. Lihat John Alder, Ibid., hal. 24.

165 166
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

juga termasuk pengertian gerund-norms atau norma Di pihak lain, dalam kehidupan bermasyarakat dan
dasar atau hukum dasar (basic principles). Dalam uraian bernegara, ketiga norma konstitusi itu sendiri kadang-
John Alder di atas, antara the basic principle dan gene- kadang berjarak antara satu sama lain. Apa yang ditulis
ral political and moral values dibedakan satu sama lain. di dalam teks konstitusi dengan apa yang menjadi pikiran
Namun keduanya berada dalam dunia yang sama, yaitu kolektif warga negara boleh jadi tidak berse- suaian satu
dunia nilai-nilai dan norma yang tidak tertulis dan berisi sama lain. Demikian pula apa yang ditulis di dalam teks
prinsip-prinsip yang diidealkan dalam peri kehidupan dengan apa yang nyatanya dilakukan dalam praktik
bernegara. Prinsip-prinsip yang diidealkan itu dapat be- penyelenggaraan kegiatan bernegara. Begitupun, ada
rupa sesuatu yang diidealkan secara kognitif (collective juga yang dipikirkan dengan apa yang dikerjakan
minds), dan dapat pula dianggap ideal karena memang kadang-kadang juga tidak cocok satu dengan yang lain.
tercermin dalam pola perilaku nyata (actual behavioral Keadaan ini tentu tidak ideal. Sebab, antara norma ideal
realities) dalam kehidupan bermasyarakat dan berne- (ideal norms) dengan tindakan yang dilakukan dalam
gara. kenyataan (actual behaviors) tidak sama. Untuk menga-
Dengan demikian, kita dapat membedakan antara tasi persoalan jurang atau gap dan diskrepansi antar
(i) pengertian-pengertian norma konstitusi dalam teks ketiga norma aturan konstitusional dengan kenyataan
(textually written constitutional rules), (ii) norma kon- (the actual realities) itulah diperlukan pendidikan ke-
stitusi dalam pikiran warga negara (cognitively percei- warganegaraan (civic education), pendidikan politik,
ved constitutional rules), dan (iii) norma konstitusi dal- serta komunikasi politik yang mencerahkan.
am perilaku nyata segenap warga negara (actually wor- Undang-undang dasar yang berisi norma-norma
king constitutional rules). Apa yang dimaksudkan de- ideal haruslah menjadi living constitution atau konstitusi
ngan nilai konstitusi yang tidak tertulis itu adalah yang yang hidup dan dekat dengan segenap warga negara.
kedua dan yang ketiga, yaitu nilai-nilai dan norma hu- Setiap warga negara haruslah merasa akrab dengan un-
kum tata negara yang dianggap ideal tetapi tidak tertulis, dang-undang dasar dan merasa dilindungi hak-haknya
juga harus diterima sebagai norma konstitusi yang me- sebagai warga negara oleh undang-undang dasar, serta
ngikat dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara. Nilai- menjadikannya sebagai pegangan dan referensi tertinggi
nilai dan norma yang dimaksud dapat berupa pikiran- dalam setiap urusan kenegaraan. Sebagai satu kesatuan
pikiran kolektif dan dapat pula berupa kenyataan-kenya- sistem rujukan ketatanegaraan, undang-undang dasar
taan perilaku yang hidup dalam masyarakat negara yang juga dipercaya sebagai alat pemersatu bangsa dalam
bersangkutan. Oleh sebab itu, constitutional rules di seti- kegiatan bernegara. Oleh karena itu, adalah tugas para
ap negara berbeda-beda satu dengan yang lain. Meski- guru dan para pemimpin, baik formal maupun informal,
pun pola konstitusi tertulisnya sama, tetapi karena ko- untuk membangun keteladanan serta mentransformasi-
munitas kehidupan warganya berbeda, maka tentu kan nilai-nilai dan pengetahuan ketatanegaraan menjadi
constitutional rules yang menjadi sumber hukum dalam bagian dari kesadaran kognitif dan kenyataan perilaku
membuat keputusan-keputusan kenegaraan harus ber- segenap warga negara. Tanggung jawab pendidikan (civic
beda satu dengan yang lain. education) semacam ini sudah seharusnya di- emban
oleh semua guru, semua pemimpin, semua insti-

167 168
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tusi kenegaraan dan pemerintahan, serta semua pejabat “Penjelasan Tentang UUD 1945”, bukan dimaksud-
publik dalam sistem kenegaraan dimana saja mereka kan sebagai “Penjelasan UUD 1945”;235
berada dan bekerja. (ii) Periode 2 (1959-1999): berisi naskah UUD 1945 di-
tambah Penjelasan UUD 1945;236
2) Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi Tertulis (iii)Periode 3 (1999-2000): berisi naskah UUD 1945 versi
Undang-Undang Dasar merupakan naskah konsti- tahun 1959 ditambah Perubahan Pertama tahun
tusi yang tertulis dalam satu kodifikasi (written constitu- 1999; 237
tion, schreven constitutie). Republik Indonesia pernah (iv) Periode 4 (2000-2001): berisi naskah UUD 1945 versi
mempunyai beberapa versi naskah yang berbeda, yaitu: tahun 1959 ditambah Perubahan Pertama tahun 1999
(i) UUD 1945 periode 1: 1945-1949, (ii) Konstitusi RIS dan Perubahan Kedua tahun 2000;238
Tahun 1949, (iii) UUDS Tahun 1950, (iv) UUD 1945

periode 2: tahun 1959-1999, (v) UUD 1945 periode 3:


tahun 1999-2000, (vi) UUD 1945 periode 4: tahun 2000- 235
Berita Repoeblik Indonesia Tahun II No. 7, 15 Februari 1946. Dalam Berita
2001, (vii) UUD 1945 periode 5: tahun 2001-2002, dan Repoeblik Indonesia ini, Penjelasan UUD 1945 tercantum dalam halaman
(viii) UUD 1945 periode 6: tahun 2002 sampai dengan yang terpisah dari naskah UUD 1945, karena memang dimaksudkan sekedar
sebagai Penjelasan Tidak Resmi tentang UUD 1945 itu. Bahkan judulnya pada
sekarang.
bagian terpisah dari naskah UUD 1945 ditulis “Pendjelasan Tentang
Naskah UUD 1945 dalam kedelapan periode itu Oendang-Oendang Dasar Negara Indonesia” dengan catatan dari redaksi:
berbeda-beda satu dengan yang lain dikarenakan terjadi- “Oentoek memberikan kesempatan lebih loeas lagi kepada oemoem
nya perubahan-perubahan. Naskah yang terakhir setelah mengenali isi Oendang-Oendang Dasar Pemerintah jang seoetoehnja, di ba-
Perubahan Keempat tahun 2002 diberi nama resmi Un- wah ini kita sadjikan pendjelasan selengkapnja”. Tetapi setelah keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, naskah Penjelasan yang terpisah itu dijadikan
dang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
bagian yang tidak terpisahkan dengan naskah UUD 1945, sehingga selanjut-
1945. Dalam naskah terakhir ini, versi resminya adalah nya dipakai sebagai penjelasan yang bersifat resmi dan dianggap mengikat
naskah yang terdiri atas 5 (lima) dokumen, yaitu (i) secara hukum.
naskah UUD 1945 versi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di- 236
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini sangat terkenal, karena salah satu
tambah 4 (empat) naskah lampiran, yaitu (ii) naskah isinya yaitu menetapkan kembali berlakunya UUD 1945 setelah sebelumnya
tidak lagi diberlakukan secara nasional dengan terbentuknya Republik
Perubahan Pertama UUD 1945 tahun 1999, (iii) naskah
Indonesia Serikat pada tahun 1949. Di masa RIS, diberlakukan Konstitusi RIS
Perubahan Kedua UUD 1945 tahun 2000, (iv) naskah Tahun 1949, dan kemudian setelah bentuk negara kita kembali ke negara
Perubahan Ketiga UUD 1945 tahun 2001, dan (v) naskah kesatuan diberlakukanlah UUDS Tahun 1950, sambil mempersiapkan
Perubahan Keempat UUD 1945 tahun 2002. Perbedaan- undang-undang dasar baru. Untuk itu, sesuai hasil Pemilu 1955, dibentuklah
perbedaan antar naskah itu dapat digambarkan sebagai Konstituante dengan tugas menyusun naskah UUD baru itu. Oleh karena
Konstituante tidak berhasil menyelesaikan tugasnya, Presiden mengeluarkan
berikut:
Dekrit kembali ke UUD 1945 sejak tanggal 5 Juli 1959.
(i) Periode 1 (1945–1959): berisi naskah asli UUD 1945 237
Perubahan Pertama ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Majelis Pe-
tanpa disertai dengan penjelasan resmi, karena pada rmusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara
awalnya status penjelasan ini hanya merupakan Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI,
1999).
238
Perubahan Kedua ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar

169 170
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

(v) Periode 5 (2001-2002): berisi naskah UUD 1945 versi seperti ini, dapat dikatakan merupakan cara penerbitan
tahun 1959 ditambah Perubahan Pertama tahun naskah yang tidak resmi. Penerbitan demikian dilakukan
1999, Perubahan Kedua tahun 2000, dan Perubahan semata-mata untuk maksud memudahkan pembacanya
Ketiga tahun 2001;239 sesuai usulan yang saya sendiri berkali-kali sarankan
(vi) Periode 6 (2002 s.d. sekarang): berisi naskah UUD agar naskah Undang-Undang Dasar 1945 yang telah em-
1945 versi tahun 1959 ditambah Perubahan Pertama pat kali diubah itu dikonsolidasikan menjadi satu kesatu-
tahun 1999, Perubahan Kedua tahun 2000, Peruba- an naskah.
han Ketiga tahun 2001, dan Perubahan Keempat Dalam buku Konsolidasi Naskah UUD 1945 yang
tahun 2002.240 saya susun dan saya terbitkan sebelum Sekretariat Jen-
deral MPR-RI menerbitkan versi naskah konsolidasi itu,
Susunan naskah yang terakhir inilah yang dapat saya sendiri pun sudah menyinggung pentingnya upaya
dikatakan naskah resmi sejak Perubahan Keempat tahun menyatukan naskah UUD 1945 yang telah empat kali me-
2002, yaitu terdiri atas 5 (lima) berkas yaitu (i) naskah ngalami perubahan itu. 242 Oleh sebab itulah saya
UUD 1945 versi Dekrit Presiden 5 Juli 1949, 241 (ii) menerbitkan buku Konsolidasi Naskah UUD 1945 ter-
naskah Perubahan Pertama UUD 1945, (iii) naskah sebut disertai “footnotes” di setiap rumusan pasal dan
Perubahan Kedua UUD 1945, (iv) naskah Perubahan ayat sebagai keterangan yang berisi komentar dan pen-
Ketiga UUD 1945, dan (v) naskah Perubahan Keempat dapat saya mengenai setiap butir ketentuan UUD 1945
UUD 1945. Kelima naskah ini dicetak dalam bentuk kon- pasca Perubahan itu. Saya sendiri berpendapat bahwa
solidasi oleh Sekretariat Jenderal MPR, di mana setiap Komisi Konstitusi243 yang dibentuk pada tahun 2003, se-
pasal baru diberi catatan kaki dengan kode bintang (*), mestinya dimaksudkan untuk dapat menyelesaikan tugas
(**), (***), atau (****) sesuai dengan nomor Perubahan konsolidasi yang demikian itu. Sayangnya, Komisi Kon-
UUD 1945-NYA. Cara penulisan dan menerbitkan atau stitusi malah bekerja melampaui mandatnya sendiri, 244
membukukannya jadi satu kesatuan yang terkonsolidasi sehingga hasil kerjanya diabaikan sama sekali oleh MPR.
Akibatnya, aspirasi dan kebutuhan untuk mengadakan
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR konsolidasi naskah UUD Negara Republik Indonesia
RI, 2000). Tahun 1945 itu tidak berhasil dicapai.
239
Perubahan Ketiga ditetapkan pada tanggal 19 November 2001. Majelis Namun sebagai gantinya, Badan Pekerja MPR sen-
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar diri berhasil menjadikan lima naskah terpisah itu menja-
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR
RI, 2001).
240 242
Perubahan Keempat ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Majelis Lihat Konsolidasi Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Peruba-
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Ne- han Keempat, edisi ke-1 oleh PSHTN-FHUI, Jakarta, 2002, dan Edisi ke-2
gara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, oleh Watampone Press, 2003.
243
2002). Komisi Konstitusi ini dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR Nomor I/
241
Dekrit Presiden beserta lampirannya berupa UUD 1945 diundangkan MPR/2002 Tahun 2002 dan Putusan Rapat Paripurna ke-6 (lanjutan) bertang-
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 75 Tahun 1959. Lihat Sri gal 11 Agustus 2002 Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2002.
244
Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alum- Lihat dalam laporan Komisi Konstitusi, Sekretariat Jenderal MPR-RI,
ni, 1992), hal. 52-53. 2003.

171 172
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

di satu kesatuan yang diterbitkan menjadi naskah tersen- Sesudah Perubahan UUD 1945, maka pada tahun
diri dengan mencontoh apa yang saya kerjakan sebelum- 2004 telah diundangkan Undang-undang Nomor 10
nya. Namun, naskah konsolidasi itu harus dianggap ber- Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perun-
sifat tidak resmi, karena penyatuannya menjadi satu dang-undangan246 yang kemudian menjadi sumber ruju-
naskah itu bukan dilakukan secara resmi oleh sidang kan dalam rangka pembentukan peraturan perundang-
MPR, melainkan hanya oleh kesepakatan intern tim kerja undangan. Sumber-sumber hukum yang pertama inilah
Panitia Ad Hoc 1 Badan Pekerja MPR. Tim itulah yang yang disebut di atas sebagai sumber hukum formal, yaitu
meminta Sekretariat Jenderal MPR untuk menerbitkan naskah undang-undang dasar dan peraturan perundang-
naskah konsolidasi itu dalam satu rangkaian dengan nas- undangan tertulis lainnya.
kah UUD 1945 selengkapnya. Maksudnya tiada lain ada- Pada umumnya, hukum tertulis itu merupakan pro-
lah untuk memudahkan para pembaca untuk mempelaja- duk legislasi oleh parlemen atau produk regulasi oleh
ri isi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pemegang kekuasaan regulasi yang biasanya berada di
Tahun 1945 secara utuh dan menyeluruh. tangan pemerintah atau badan-badan yang mendapat
delegasi kewenangan regulasi lainnya. Oleh karena itu,
3) Peraturan Perundang-undangan Tertulis bentuknya dapat berupa legislative acts seperti Undang-
Kelima sumber hukum, sebagaimana telah diurai- Undang atau executive acts seperti Peraturan Pemerin-
kan sebelumnya secara ringkas, secara umum diakui baik tah, Peraturan Presiden, atau Peraturan Bank Indonesia,
di dunia teori maupun praktik di berbagai negara kon- Peraturan KPU, KPPU, KPI, dan sebagainya. Demikian
stitutional (constitutional states). Namun, di setiap nega- pula lembaga-lembaga pelaksana undang-undang lain-
ra dalam arti hukum tata negara positif, pengaturan nya biasa diberi pula kewenangan untuk menetapkan
rincinya tentu berbeda-beda satu sama lain, terutama sendiri peraturan-peraturan yang bersifat internal seper-
berkenaan dengan peraturan perundang-undangan yang ti Mahkamah Agung menetapkan Peraturan Mahkamah
bersifat tertulis sebagai sumber hukum pertama dan Agung (PERMA), 247 Mahkamah Konstitusi menetapkan
utama. Dalam sistem hukum Indonesia pun dari waktu Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), 248 Badan
ke waktu terjadi perubahan demi perubahan. Terakhir, Pemeriksa Keuangan juga demikian, dan lain-lain seba-
sebelum diadakan perubahan atas Undang-Undang Da- gainya.
sar 1945, ketentuan mengenai sumber tertib hukum itu Namun, peraturan-peraturan yang termasuk pe-
diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/ 1966 ten- ngertian executive acts tersebut, tidak disebut secara
tang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib
Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan tetapi pada akhirnya dinyatakan tetap berlaku oleh Ketetapan MPR No.V/
Perundangan Republik Indonesia yang kemudian diubah MPR/1973.
246
dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.245 Indonesia, Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Peundang-
undangan, UU No. 10 Tahun 2004, LN Tahun 2004 No. 53, TLN No. 4389.
247
Lihat Pasal 79 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU
245
Sebelumnya, Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memoran- No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang
dum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Mahkamah Agung.
248
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia ini pernah ditinjau ulang, Lihat Pasal 86 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

173 174
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

khusus dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004. turan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierar-
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No- ki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut.
mor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, jenis dan hierarki peraturan per- 4) Yurisprudensi Peradilan
undang-undangan Republik Indonesia hanya terdiri atas: Sumber berikutnya adalah yurisprudensi. Dalam
i) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sistem common law, putusan pengadilan inilah yang jus-
Tahun 1945; tru lebih utama sesuai dengan asas precedent. Akan teta-
ii) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti pi dalam tradisi civil law, putusan pengadilan tidak di-
Undang-undang; anggap paling utama, meskipun tetap dijadikan sebagai
iii) Peraturan Pemerintah; salah satu sumber hukum. Tidak semua putusan penga-
iv) Peraturan Presiden; dilan dapat dijadikan referensi yang mengikat. Untuk
v) Peraturan Daerah. dapat mengikat sebagai sumber hukum, putusan penga-
dilan harus lebih dulu memenuhi syarat sehingga diakui
Peraturan Daerah (Perda), sebagaimana dimaksud sebagai yurisprudensi yang harus pula dibedakan dari
dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 dan seba- istilah yang sama yang biasa ditemukan dalam literatur
gainya, meliputi: common law.
a) Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan per- Di Inggris, Amerika, Kanada, dan Australia, istilah
wakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gu- jurisprudence berarti ilmu hukum. Sebab sejak semula,
bernur; hukum dalam tradisi Anglo Saxonia memang tumbuh
b) Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan dari putusan-putusan pengadilan. Ilmu hukum dikem-
perwakilan rakyat daerah kabupaten/ kota bersama bangkan dengan cara mempelajari kasus-kasus dan
bupati/walikota; putusan pengadilan. Oleh karena itu, lama kelamaan, is-
c) Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat tilah jurisprudence di Inggris dan negara-negara berba-
oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya ber- hasa Inggris lainnya yang dipengaruhi oleh sistem hu-
sama dengan kepala desa atau nama lainnya. kum Anglo Saxon, berkembang dalam pengertian ilmu
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pem- hukum.
buatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, menu- Dalam sistem kontinental seperti di Jerman, Peran-
rut Pasal 7 ayat (3), diatur dengan Peraturan Daerah cis, dan Belanda, putusan pengadilan dianggap sebagai
kabupaten/kota yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam salah satu saja dari norma hukum yang dipelajari dan di-
Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa jenis peraturan per- jadikan sumber hukum. Untuk itu, istilah jurisprudentie
undang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada di Belanda menunjuk kepada pengertian putusan penga-
ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan dilan yang bersifat tetap yang kemudian dijadikan refe-
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peratu- rensi bagi hakim lain dalam memeriksa perkara serupa di
ran perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebab, seper- kemudian hari. Pengertian inilah yang diadopsi ke da-
ti ditentukan dalam ayat (5)-nya, kekuatan hukum pera- lam sistem hukum Indonesia.

175 176
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Seperti dikemukakan di atas, tidak semua putusan tidak identik dengan kebiasaan. Dengan demikian, kon-
pengadilan dapat menjadi atau dianggap sebagai yuris- vensi ketatanegaraan juga tidak identik dengan kebiasa-
prudensi. Dalam sistem hukum Indonesia, dipersyarat- an ketatanegaraan. Kebiasaan menuntut adanya perula-
kan bahwa putusan pengadilan itu (i) harus sudah meru- ngan yang teratur, sedangkan konvensi tidak selalu harus
pakan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht didasarkan atas perulangan. Konvensi ketatanegaraan
van gewijs), (ii) dinilai baik dalam arti memang meng- (the conventions of the constitution) dapat berbentuk
hasilkan keadilan bagi pihak-pihak bersangkutan, (iii) kebiasaan, dapat pula berbentuk praktik-praktik (prac-
putusan yang harus sudah berulang beberapa kali atau tices) ataupun constitutional usages. Terhadap hal ini,
dilakukan dengan pola yang sama di beberapa tempat yang penting adalah bahwa kebiasaan, kelaziman, dan
terpisah, (iv) norma yang terkandung di dalamnya me- praktik yang harus dilakukan dalam proses penyelengga-
mang tidak terdapat dalam peraturan tertulis yang ber- raan negara, meskipun tidak tertulis, dianggap baik dan
laku, atau kalaupun ada tidak begitu jelas, dan (v) putu- berguna dalam penyelenggaraan negara menurut un-
san itu dinilai telah memenuhi syarat sebagai yurispru- dang-undang dasar. Oleh karena itu, meskipun tidak di-
densi dan direkomendasikan oleh tim eksaminasi atau dasarkan atas ketentuan konstitusi tertulis, hal itu tetap
tim penilai tersendiri yang dibentuk oleh Mahkamah dinilai penting secara konstitusional (constitutionally
Agung atau Mahkamah Konstitusi untuk menjadi yuris- meaningful).
prudensi yang bersifat tetap. Oleh sebab itu, konvensi ketatanegaraan atau
Untuk diakui sebagai yurisprudensi yang bersifat kebiasaan ketatanegaraan semacam itu dianggap harus
tetap, putusan pengadilan harus memenuhi kelima per- ditaati sebagai konstitusi juga, yaitu sebagai konstitusi
syaratan tersebut secara kumulatif.249 Namun demikian, yang tidak tertulis. Tentu, konvensi atau kebiasaan itu
sekali putusan pengadilan itu benar-benar telah diang- sendiri dapat saja diubah. Cara mengubahnya tidak
gap sebagai yurisprudensi, maka bagi para hakim di pe- sesulit jika dibandingkan dengan konstitusi yang tertulis.
ngadilan, statusnya dianggap sebagai salah satu sumber Konvensi ketatanegaraan ataupun kebiasaan ketatane-
hukum yang mengikat seperti halnya undang-undang. garaan dapat saja diubah dengan melakukan penyim-
pangan yang dianggap perlu sebagai konvensi baru yang
5) Konvensi Ketatanegaraan untuk selanjutnya, setelah dilakukan berulang-ulang,
Sumber selanjutnya adalah konvensi ketatanegara- menjadi kebiasaan yang baru pula.
an atau constitutional conventions atau kadang-kadang Seperti diuraikan di atas, dalam praktik ketatane-
disebut juga conventions of the constitution.250 Konvensi garaan Inggris, sebagian besar konvensi ketatanegaraan
mengatur hubungan antar cabang-cabang kekuasaan pe-
249
Bandingkan dengan Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kaidah-Kaidah merintahan pusat (central government), khususnya me-
Yurisprudensi, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal.11-12. Baca juga Yuris- ngatur (i) the relationship between the monarch, minis-
prudensi dalam Perspektif Pembangunan Hukum Administrasi Negara, (Ja-
ters, and parliament, (ii) the relationship between mi-
karta: Mahkamah Agung, 1995).
250
Hal tersebut misalnya dikemukan oleh A.V. Dicey dan kemudian diikuti nisters among themselves, and (iii) the relationship bet-
oleh banyak sarjana Inggris lainnya, seperti misalnya John Alder yang me-
nyebutnya dengan istilah conventions of the constitution.

177 178
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

ween ministers and civil servants. 251 Kadang-kadang the House of Commons – nowadays an elected party
konvensi berfungsi sebagai devices for adjusting the leader, (ii) The Queen must appoint and dismiss the per-
strict law to meet the changing demands of politics. sons nominated by the Prime Minister all of whom must
Dengan begitu, kebiasan-kebiasaan ketatanegaraan itu usually the Members of Parliament and most members
berfungsi melancarkan jalan sehingga norma hukum of the House of Commons, dan (iii) The government
dapat dijalankan dengan mulus dalam praktik. must resign if defeated on a vote of confidence in the
Dalam pengalaman di Inggris, seperti contoh yang House of Commons.252
telah diuraikan sebelumnya, peraturan tertulis tegas Di Indonesia juga dapat ditemukan banyak konven-
menentukan bahwa “The Queen’s assent is required for a si ketatanegaraan yang dipraktikkan sejak dulu sampai
valid Act of Parliament”. Dalam praktik hal itu berubah sekarang. Umpamanya, adanya kebiasaan penyeleng-
dan akhirnya berkembang sebagai konvensi yaitu bahwa garaan kegiatan Pidato Kenegaraan Presiden pada Rapat
The Queen must always assent to a bill. Peraturan ter- Paripurna DPR-RI tanggal 16 Agustus setiap tahun, baik
tulis juga menentukan “Parliament must meet at least yang berlaku sejak awal masa pemerintahan Presiden
every three years”, tetapi kemudian berubah karena Soeharto maupun yang berlaku sampai dengan sekarang.
konvensi menjadi Parliament must meet annually. Di masa pemerintahan Presiden Soekarno, pidato kene-
Peraturan tertulis di Inggris juga menentukan garaan semacam itu dilaksanakan langsung di hadapan
bahwa “The Queen constitutes the executive branch of rakyat di depan Istana Merdeka pada setiap tanggal 17
government but cannot make law nor raise taxes except Agustus, sekaligus dalam rangka perayaan hari kemer-
through an Act of Parliament”. Tetapi dalam praktik, hal dekaan. Pidato Presiden Soekarno di depan istana ter-
tersebut berubah akibat adanya konvensi sehingga sebut biasanya disebut sebagai “Amanat 17 Agustus”.
menjadi beberapa norma, yaitu: (a) The Queen acts only Beberapa sarjana dan juga Presiden Soekarno sendiri
on the advice of Ministers; (b) The cabinet is collectively menyatakan bahwa pidatonya itu merupakan bentuk per-
responsible to Parliament for the conduct of the govern- tanggungjawabannya sebagai Pemimpin Besar Revolusi,
ment, (c) Ministers are individually responsbile to Par- bukan sebagai Presiden.
liament for the conduct of their departments; (d) Legis- Namun, setelah masa Orde Baru, pidato kenegara-
lation involving taxation and public expenditure can be an tersebut diubah menjadi pidato kenegaraan di depan
introduced only by ministers; (e) Executive powers are rapat paripurna DPR-RI, dan fungsinya dikaitkan de-
exercised through ministers, who are collectively and ngan penyampaian nota keuangan dalam rangka ranca-
individually responsible to Parliament. ngan APBN oleh Presiden kepada DPR-RI. Dengan demi-
Contoh lain lagi adalah bahwa peraturan tertulis kian, fungsi Pidato Presiden tersebut berubah menjadi
menentukan “The Queen appoints and dismisses minis- pidato yang bersifat lebih teknis, dan bukan lagi sebagai
ters” tetapi dalam praktik berubah oleh konvensi menja- pidato yang bersifat simbolik dan sekaligus kerakyatan,
di (i) The Queen must appoint as Prime Minister the sehingga tepat disebut sebagai Pidato Kenegaraan yang
person who can command the support of a majority of

251 252
Alder, Op. Cit., hal. 26-27. Ibid. hal. 27-28.

179 180
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

diadakan khusus satu kali dalam setiap tahun dalam peraturan tertulis yang berlaku; (iii) pendapat hukum
rangka perayaan hari kemerdekaan. dimaksud telah diakui keunggulannya dan diterima oleh
Hal ini diteruskan sampai sekarang, sehingga umum, khususnya di kalangan sesama ilmuwan. Dengan
timbul persoalan mengenai keterlibatan Dewan Perwaki- kata lain, pendapat yang bersangkutan sudah menjadi ius
lan Daerah setelah terbentuk sebagai lembaga negara comminis opinion doctorum atau sudah menjadi prinsip
yang tersendiri di samping Dewan Perwakilan Rakyat. atau pendapat ilmiah yang diterima oleh umum
Namun, untuk mengatasi hal itu, diadakan pengaturan
sehingga Presiden juga dijadwalkan menyampaikan pi- 7) Hukum Internasional
dato kenegaraan yang tersendiri di hadapan Dewan Per- Hukum publik internasional secara umum diang-
wakilan Daerah, yaitu pada setiap akhir bulan Agustus. gap juga menjadi sumber hukum tata negara. Meskipun
Pidato di depan DPD tersebut juga dimanfaatkan untuk sama-sama menjadikan negara selaku subjek hukum se-
menyampaikan keterangan pemerintah mengenai APBN, bagai objek kajiannya, antara hukum tata negara (consti-
khususnya yang berkaitan dengan kepentingan daerah- tutional law) dengan hukum internasional publik (Inter-
daerah di seluruh Indonesia. national public law) jelas dapat dibedakan satu sama
lain. Hukum tata negara melihat negara dari segi inter-
6) Doktrin Ilmu Hukum (ius comminis opinio docto- nalnya, sedangkan hukum internasional melihat negara
rum) dari hubungan eksternalnya dengan subyek-subyek nega-
Doktrin ilmu pengetahuan hukum juga dapat dija- ra lain.
dikan sumber hukum (the source of law), karena penda-
pat seorang ilmuwan yang mempunyai otoritas dan kre- 3. Contoh Sumber Hukum Tata Negara Inggris
dibilitas dapat dijadikan rujukan yang mengikat dalam
membuat keputusan hukum. Fatwa atau legal opinion Sebagai perbandingan dapat dikemukakan di sini
merupakan pendapat hukum yang tidak mengikat. Pen- pendapat A.W. Bradley dan K.D. Ewing mengenai sum-
dapat hukum itu dapat diajukan oleh ilmuwan hukum ber hukum tata negara Inggris (the sources of consti-
mengenai sesuatu persoalan atau oleh lembaga negara tutional law in Britain) yang menurutnya sama saja de-
resmi, seperti Mahkamah Agung, asalkan pengaturan ngan sumber hukum pada umumnya. Perbandingan ini
mengenai hal itu memang tidak terdapat dalam pera- penting, karena berbeda dengan negara-negara lain, Ing-
turan tertulis yang berlaku. Dalam hal demikian, maka gris dikenal tidak memiliki naskah undang-undang dasar
pendapat hukum (legal opinion) itu dapat dijadikan ru- yang bersifat tertulis dalam arti terkodifikasi dalam satu
jukan dalam membuat keputusan asalkan memenuhi naskah. Menurut kedua sarjana Inggris ini:
beberapa persyaratan. “In the absence of a written constitution, the two main
Persyaratan dimaksud adalah bahwa (i) ilmuwan sources of constitutional law are the same as those of
yang bersangkutan dikenal dan diakui luas sebagai ilmu- law in general, namely: (a) legislation (or enacted
wan yang memiliki otoritas di bidangnya dan mempu- law), and (b) judicial precedent (or case law). 253

nyai integritas yang dapat dipercaya; (ii) terhadap perso-


alan yang bersangkutan memang tidak ditemukan dalam 253
Bradley and Ewing, Op Cit., hal 12-13.

181 182
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Walaupun peradilan dengan sistem juri dan dengan


Untuk lebih jelasnya, keduanya dapat dielaborasi- the writ of habeas corpus dipengaruhi oleh sumber-sum-
kan sebagai berikut: ber tradisi yang lain, Chapter 29 Magna Charta menya-
takan bahwa “no man should be punished except by the
a. Legislation (Enacted Law) judgement of his peers or the law of the land and that to
Sumber hukum pertama adalah peraturan perun- none should justice be denied”. Ketentuan ini mencer-
dang-undangan tertulis, termasuk acts of Parliament, minkan protes melawan hukuman yang sewenang-we-
peraturan-peraturan tertulis yang ditetapkan oleh peme- nang dan pembatasan terhadap peradilan yang fair (fair
rintah, dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh trial), serta sistem hukum yang adil (just legal system).
lembaga-lembaga lainnya yang mendapat delegasi kewe- Sekarang, beberapa ketentuan Magna Charta itu masih
nangan regulasi dari parlemen. Oleh karena Inggris tidak terdapat dalam Statute Book tetapi telah diubah dengan
memiliki naskah undang-undang dasar tertulis yang ter- sebutan the nearest approach to an irrepealable “funda-
sendiri, maka sejak dulu sampai sekarang cukup banyak mental statute” that England has ever had.254
undang-undang yang disahkan oleh parlemen yang ber-
hubungan dengan sistem penyelenggaraan pemerin- 2) Petition of Right
tahan. Mengenai hal ini yang dianggap paling penting di Dokumen atau naskah lain yang juga diundangkan
antaranya adalah: oleh Parlemen Inggris pada era konflik konstitusional
berikutnya adalah Petition of Right pada 1628, yang di-
1) Magna Charta tuangkan dalam Statute Book pada bagian 3 Car 1 c 1.255
Magna Charta dianugerahkan oleh Raja John pada Petisi ini mengandung protes melawan kebijakan per-
tahun 1215 di Runnymede kepada the nobles, dan dalam pajakan yang diterapkan tanpa didasarkan atas persetu-
berbagai bentuknya dengan persetujuan parlemen Ing- juan parlemen, pemenjaraan yang semena-mena, pene-
gris dikonfirmasi oleh raja-raja berikutnya. Magna Char- rapan keadaan darurat militer di masa damai, dan pe-
ta muncul dalam Statute Book yang dikonfirmasi oleh maksaan kebijakan penginapan bagi tentara di tempat-
Raja Edward I pada tahun 1297. Pentingnya piagam atau tempat sipil (private persons). Terhadap protes-protes
charter ini adalah di dalamnya terdapat statement of itu, Raja akhirnya menyerah, meskipun akibat selan-
grievances yang dirumuskan atas nama sebagian besar jutnya dari konsesi yang diberikan itu diperlemah lagi
komunitas rakyat which the king undertook to redress. oleh pandangan Charles I yang menyatakan bahwa hak
Piagam Magna Charta ini juga merumuskan hak-hak prerogatifnya sendiri masih tetap tidak terhapus.
bagi berbagai kelas masyarakat abad pertengahan itu se-
suai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Gereja
diharuskan untuk bebas, London dan kota-kota lainnya 254
harus menikmati kebebasan dan adat kebiasaannya ma- Pollock and Maitland, History of English Law, Vol. 1, hal. 173; juga dalam
R vs. Home Industry, ex Phansopkar, 1976, QB 606; R vs. Foreign Secretary,
sing-masing, dan para pedagang tidak boleh dipaksa un- ex Bancoult, 2001, QB 1067; dan A. Tomkins, 2001, PL. 571.
tuk membayar pajak yang tidak adil. 255
Halsbury’s Statutes, Vol. 10, hal. 26. Lihat juga Bradley and Ewing, Op.
Cit., hal.13, ft. 10.

183 184
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

3) Bill of Right and Claim of Right war for the defence of any dominions or territories
Revolusi Kemenangan tahun 1688 atau The glo- which do not belong to the crown of England, without
rious revolution of 1688 menyebabkan jatuhnya James II consent of Parliament. That no person who has an office
of England dan James VII of Scotland dari singgasana- or place of profit under the King or receives a pension
from the crown shall be capable of serving as a member
nya, dan dipulihkannya kekuasaan monarki di kedua ke-
of the House of Commons.”
rajaan itu sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan “That ... judges’ commissions be made ‘quamdiu se bene
oleh masing-masing parlemen Inggris dan Skotlandia. Di gesserint’ [so long as they are of good behaviour], and
Inggris, yang menyetujui The Bill of Rights itu adalah their salaries ascertained and established, but upon the
House of Lords dan sisa-sisa anggota parlemen terakhir address of both Houses of Parliament it may be lawful
masa Charles II pada tahun 1689 yang selanjutnya di- to remove them. That no pardon under the great seal of
konfirmasi oleh parlemen yang terbentuk sesudah revo- England be pleadable to an impeachment by the Com-
lusi.256 mons in Parliament”.258
Hal inilah yang selanjutnya menjadi landasan bagi
konstitusionalisme modern Inggris dengan meninggal- 5) Other Statutes of Constitutional Importance
kan klaim yang biasa dikenal dengan the extravagant Di samping itu, banyak lagi undang-undang lain
claims of the Stuarts to rule by prerogative right. yang dalam sistem ketatanegaraan Inggris dianggap
mempunyai constitutional importance karena diakui se-
4) The Acts of Settlement bagai bagian dari pengertian hukum tata negara Inggris
Undang-undang Pemukiman Tahun 1700 ini diun- dalam arti yang luas. Untuk menyebut beberapa di anta-
dangkan oleh parlemen Inggris, tidak saja menyediakan ranya yaitu the Act of Union with Scotland tahun 1707,
mekanisme suksesi ke singgasana, tetapi juga menam- the Act of Union of Ireland, the Parliament Act tahun
bahkan berbagai ketentuan penting yang bersifat kom- 1911 dan tahun 1949, the Crown Proceedings Act tahun
plementer terhadap naskah Bill of Rights. The Bill of 1947, the European Communities Act tahun 1972, the
Rights dan The Acts of Settlement tersebut menandai British Nationality Act tahun 1981, dan the Public Order
kemenangan parlemen atas tuntutan atau klaim Raja Act tahun 1986. Selain itu, dalam beberapa tahun ter-
untuk memerintah menurut prinsip hak prerogatif yang akhir ini, terdapat pula beberapa undang-undang baru
bersifat mutlak. 257 Sebagai contoh, dalam Acts of Sett- yang disahkan antara tahun 1997 sampai dengan tahun
lement ini ditentukan bahwa: 2000. Misalnya, dapat dikemukakan di sini adalah the
“That shosoever shall hereafter come to the possession Scotland Act tahun 1998, the Human Rights Act tahun
of this crown shall join in communion with the Church 1998, dan the House of Lords Act tahun 1999, serta
of England as by law established. That in case the crown undang-undang anti-terorisme atau the Terrorism Act
and imperial dignity of this realm shall hereafter come tahun 2000.
to any person, not being a native of this kingdom of Sekiranya Inggris memiliki naskah undang-undang
England, this nation be not obliged to engage in any
dasar tertulis, tentulah materi-materi undang-undang
256
Ibid., hal. 14.
257 258
Ibid., hal. 15. Ibid., hal. 40.

185 186
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tersebut di atas seharusnya tercantum dalam naskah un- lenggaraan referendum apabila muncul usulan untuk
dang-undang dasar, sehingga untuk mengadopsikannya melakukan perubahan ketentuan konstitusional tertentu
memerlukan perubahan-perubahan naskah undang-un- telah pula dikembangkan sejak tahun 1973.
dang dasar sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
dikatakan oleh A.W. Bradley dan K.D. Ewing: b. Judicial Precedent (Case Law)
“.... in two respects a distinction is sometimes drawn Sumber utama lainnya dari rule of law di Inggris
between constitutional and other legislation. First, the dapat ditemukan dalam berbagai putusan pengadilan
House of Commons may refer Bills of constitutional yang lebih tinggi atau pengadilan terdahulu. Putusan-
significance for detailed consideration to a committee putusan pengadilan dimaksud dapat ditemukan dalam
of the whole House rather than to a standing committee
bentuk laporan-laporan resmi (law reports) ataupun
of the House, but not all Bills of constitutional signi-
ficance are treated in this way. Second, by the doctrine berita-berita negara sebagai tempat penuangan dan pem-
of implied repeal, a later Act, however, in the case of beritaan resmi adanya putusan pengadilan yang telah
some statutes of special significance, the courts are berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijs). Di
sometimes reluctant to hold that they have been over- bawah doktrin preseden atau stare decisis, 261 putusan-
riden by a later Act. Under this category might come putusan tersebut bersifat mengikat bagi pengadilan-pe-
such Acts as the Bill of Rights 1689, the Acts of Union ngadilan di bawahnya ataupun bagi pengadilan-pengadi-
with Scotland and Ireland, the European Communities lan yang terkemudian.262
Act 1972, and the Human Rights Act 1998”.259
c. The Common Law
Seperti dikatakan oleh Lord Wilberforce, seorang Secara harfiah, yang dimaksud dengan common
hakim senior Inggris: law itu adalah hukum kebiasaan, yaitu terdiri atas the
“In strict law there may be no difference in status ... as laws and customs yang sejak dahulu kala diakui sebagai
between one Act of Parliament and another, but I con- hukum oleh para hakim dalam mengadili suatu perkara
fess to some reluctance in holding that an Act of such tertentu yang diajukan kepada mereka. Dalam berbagai
constitutional significance as the Union with Ireland
laporan resmi mengenai hal ini, dapat ditemukan ber-
Act is subject to the doctrine of implied repeal or of
obsolescence”.260 bagai kasus hukum yang berkaitan dengan the preroga-
tives of the Crown, the remedies of the subject against
Dengan doktrin implied repeal itu berarti terjadi illegal acts by public authorities and officials, and the
penghapusan secara diam-diam, sedangkan dengan dok- writ of habeas corpus, yang dalam hukum Inggris melin-
trin obsolescence berarti terjadi proses penataan alamiah dungi kebebasan warga negara dari tindakan pemasu-
yang menyebabkannya tidak terpakai lagi. Apalagi, mes- ngan dan pengekangan yang melanggar hukum.
kipun tidak dipersyaratkan, kebiasaan praktik penye- 261
Dengan doktrin stare decisis ini berarti bahwa adalah tugas pengadilan
untuk mengamati dan memperhatikan kasus-kasus terdahulu yang telah dipu-
259
Ibid. tus.
260 262
Lord Wilberforce, Report by the Committee of Privileges on the Petition of Cross and Harris, “Precedent in English Law”, dalam Bradley and Ewing,
the Irish Peers, 1966, HL. 53, hal. 16. Op. Cit., hal. 16.

187 188
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Sebagai contoh, dalam putusan Entick vs Carring- parlemen, bahkan dapat pula diubah secara retros-
ton ditentukan bahwa Secretary of State tidak mempu- pektif.264
nyai kekuasaan untuk mengeluarkan general warrants
for the arrest and search of those publishing seditious d. Interpretation of the Statute Law
papers, dan pada kasus Burmah Oil Co. vs Lord Advo- Pengadilan tidak berwenang untuk memutus atau
cate yang menentukan bahwa kerajaan harus membayar menentukan keberlakuan undang-undang buatan parle-
ganti rugi atas subjek kekayaan yang diambil dalam men (Acts of Parliament).265 Artinya, hakim di Inggris
rangka pelaksanaan kewenangan prerogatifnya. Contoh tidak diperkenankan melakukan pengujian konstitusio-
kasus lainnya yaitu Conway vs Rimmer yang menen- nalitas atas undang-undang (judicial review). Penga-
tukan bahwa pengadilan mempunyai kewenangan untuk dilan hanya berwenang menguji peraturan yang lebih
memerintahkan pengadaan atau pembuatan dokumen rendah daripada undang-undang (judicial review on the
dalam rangka pembuktian untuk mana hak-hak keu- legality of regulations). Di samping itu, pengadilan Ing-
tamaan kerajaan diklaim oleh kementerian dalam negeri gris juga mempunyai kewenangan untuk menafsirkan
atau Home Secretary. Demikian pula dalam kasus M vs peraturan perundang-undangan dalam hal pengertian
Home Office yang menentukan bahwa Home Secretary dari suatu undang-undang yang bersangkutan sedang di-
telah melakukan tindakan penghinaan terhadap pengadi- perselisihkan. Persoalan-persoalan penting mengenai
lan (contempt of court) dengan tidak mematuhi perintah hukum publik dapat timbul dari penafsiran terhadap
hakim untuk membawa seorang guru berkebangsaan undang-undang sebagaimana terlihat dari 2 (dua) putu-
Zaire kembali ke Inggris. san House Lords baru-baru ini.
Semua putusan-putusan dalam kasus-kasus ter- Dalam putusan pertama, House of Lords menen-
sebut di atas, dibuat oleh para hakim yang dikenal luas tukan bahwa menurut Undang-undang tentang Hak
tergolong paling senior di Inggris. Putusan-putusan ter- Asasi Manusia (the Human Rights Act) tahun 1998, se-
sebut mengandung norma aturan yang sangat penting di seorang yang terbukti bersalah di pengadilan sebelum
lapangan hukum publik, yang tidak mungkin akan di- berlakunya undang-undang, dan mereka yang terbukti
tetapkan sebagai norma hukum oleh parlemen. Dengan bersalah setelah berlakunya undang-undang tersebut,
tidak adanya naskah undang-undang dasar tertulis, tidak dapat mengajukan permohonan bahwa haknya me-
putusan-putusan ini justru menyediakan apa yang dise- nurut undang-undang ini telah dilanggar.266
but pondasi hukum bagi konstitusionalisme Inggris (the Sedangkan dalam putusan yang kedua, Menteri
legal foundations of British constitutionalism).263 Meski- Lingkungan Hidup (the Environment Secretary), ber-
pun demikian, putusan-putusan tersebut tidak dapat dasarkan undang-undang tahun 1985, mempunyai ke-
dikatakan mengikat sepanjang waktu, karena putusan- kuasaan yang luas untuk melindungi penghuni dari ke-
putusan itu juga dapat dikesampingkan atau diubah oleh
264
Lihat “The War Damage Act” tahun 1965, reversed the Burmah Oil
Decision seperti tersebut di atas.
263 265
Lihat Allan, Law, Liberty and Justice, chs 1, hal. 4. Lihat juga S. Sedley, A.W. Bradley and K.D. Ewing, Op. Cit., hal. 17.
266
dalam Richardson and Genn (eds), Administrative Law and Government R vs Lambert, 2001, 3 All ER 577; Cf. R vs Kansal No. 2, 2002, 1 All
Action, ch 2, 1994, 110 LQR 270. ER, hal. 257.

189 190
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

naikan harga sewa yang dihasilkan oleh putusan penga- dang, dan tujuan yang hendak dicapai oleh proses legis-
dilan mengenai sewa; para tuan tanah atau rumah lasinya.
mengklaim bahwa kekuasaan hanya dapat digunakan se- Dikarenakan sebagian besar kekuasaan pemerin-
bagai ukuran menghadapi inflasi. Dalam menaati aturan- tahan berasal dari peraturan tertulis atau undang-un-
aturan tersebut, para petinggi hukum membahas pende- dang, maka hukum buatan hakim (judge-made law)
katan pengadilan dalam memutus makna undang-un- yang bersumber dari penafsiran terhadap peraturan ter-
dang tahun 1958 itu. Seperti dikemukakan oleh Lord tulis (interpretation of statutes) menjadi sangat penting
Bingham, “the overriding aim... must always be to give dalam hukum administrasi negara. Prinsip-prinsip atau
effect to the intention of Parliament as expressed in the pra-anggapan (presumptions) dalam penafsiran pera-
words used”.267 Menurut Lord Nicholls: turan perundang-undangan yang diterapkan oleh penga-
“The task of the court is often said to be to ascertain the dilan adalah jarang bersifat konklusif, dan malah ka-
intention of Parliament expressed in the language dang-kadang menunjuk kepada pengertian yang berke-
under consideration. This is correct and may be helpful, balikan arah. 269 Tugas pengadilan dalam menemukan
so long as it is remembered that the ‘intention of Parlia- pengertian atau akibat dari perkataan yang dipilih oleh
ment’ is an objective concept, not subjective. The phrase parlemen memerlukan analisis tekstual atas perundang-
is a shorthand reference to the intention which the court
undangan yang bersangkutan. Akan tetapi, jika kebijakan
reasonably imputes to Parliament in respect of the lan-
guage used. It is not the subjective intention of the atau tujuan suatu undang-undang dapat ditentukan,
minister or other persons who promoted the legislation. sangat mungkin untuk memberikan penafsiran yang
Nor is it the subjective intention of the draftsman, or of konsisten dengan hal itu.
individual members or even of a majority of individual Sebelumnya, ada aturan yang melarang pengadilan
members of either House”. 268 untuk melihat catatan atau risalah perdebatan di par-
lemen. Akan tetapi, pada tahun 1992, House of Lords
Lord Nicholls menerangkan bahwa dalam mencari memperbaiki ketentuan ini. Sekarang, pengadilan diper-
makna kata-kata yang dipakai oleh Parlemen, pengadilan bolehkan menggunakan dokumen-dokumen yang dise-
menggunakan prinsip-prinsip baku dalam penafsiran but the Hansard itu sebagai alat bantu untuk melakukan
sebagai pedoman. Jika diperlukan, pengadilan juga akan konstruksi (statutory construction) apabila suatu un-
menggunakan dukungan internal (internal aids) yang dang-undang atau ketentuan dalam undang-undang
ditemukan dalam bagian lainnya dari undang-undang yang bersangkutan bersifat ambiguous atau tidak jelas.
yang bersangkutan ataupun dukungan eksternal (exter- Hal tersebut dilakukan karena dokumen-dokumen oten-
nal aids) seperti bahan-bahan dari luar undang-undang tik yang terdapat dalam arsip parlemen justru berisi per-
untuk mengidentifikasikan penyakit (the mischief) yang nyataan-pernyataan yang sangat jelas dari seorang men-
ingin disembuhkan atau dipulihkan oleh undang-un-

267
R vs Environment Secretary, ex p Spath Holme Ltd, 2001, 2 AC 349,
269
388. Lihat Marshall, Constitutional Theory, ch. 4; Cross, Statutory
268
Ibid., 396, hal.17. Interpretation; Bennion, Statutory Interpretation.

191 192
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

teri atau para anggota parlemen yang mengusung ide Misalnya, jika seseorang ingin mengutip susuatu
rancangan undang-undang yang bersangkutan.270 pasal undang-undang dalam tulisannya, maka ia dapat
Dalam penafsiran konstitusi dan peraturan perun- (i) mengutip bunyi pasal tersebut dari buku atau tulisan
dang-undangan, pra-anggapan tertentu mempunyai arti orang lain yang sudah lebih dulu mengulas atau mem-
konstitusional yang sangat penting (constitutional im- bahas pasal undang-undang yang bersangkutan; (ii)
portance). Atas dasar pra-anggapan tersebut, banyak mengutip bunyi pasal itu dari berita koran atau majalah;
undang-undang yang dapat dikatakan tidak mengikat (iii) mengutip bunyi pasal itu dari buku undang-undang
bagi pemerintah pusat. Hal tersebut dikarenakan bahwa terbitan penerbit swasta; (iv) mengutip bunyi pasal itu
mahkota kerajaan Inggris diasumsikan tidak terikat oleh dari kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh
undang-undang, kecuali jika hal itu secara eksplisit lembaga negara atau instansi pemerintah yang bersang-
dinyatakan berlaku atau dianggap perlu diberlakukan kutan dengan undang-undang itu; atau (v) mengutip
secara diam-diam (necessarily implied). bunyi pasal undang-undang itu dari terbitan resmi Lem-
baran Negara Republik Indonesia. Dari kelima cara me-
4. Sumber Hukum Primer, ngutip tersebut, yang bersifat resmi dan dapat diper-
Sekunder, dan Tertier tanggungjawabkan secara ilmiah adalah yang terakhir,
Dalam penelitian hukum dikenal pula adanya yaitu pengutipan dari terbitan resmi Lembaran Negara
istilah sumber primer, sekunder, dan tertier. Pengertian Republik Indonesia.
sumber di sini lebih konkrit sifatnya, yaitu sumber fisik Di samping bahwa sumber resmi itulah yang dinilai
dari mana suatu norma hukum (norm) dikutip atau dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara il-
diambil untuk diterapkan dalam menilai sesuatu fakta miah, sumber resmi itu juga merupakan jaminan keabsa-
(feit). Pengertian sumber dalam arti demikian pada han pengutipan itu secara hukum. Artinya, ketentuan
umumnya dianggap penting, baik dalam dunia teori mengenai pengutipan tersebut berlaku tidak saja di du-
maupun praktik, untuk menjamin bahwa pengutipan nia ilmiah, tetapi juga haruslah dijadikan standar dalam
norma dilakukan dengan benar. Kualifikasi sumber praktik penerapan norma hukum itu di pengadilan dan
hukum itu menjadi penting untuk menentukan derajat lembaga-lembaga pembuat keputusan hukum lainnya.
keterpercayaan atau tingkat kebenaran referensi atau Apabila pengutipan suatu norma hukum tidak dilakukan
perujukannya. Oleh sebab itu, kategori sumbernya dibe- dari sumber resminya, maka dengan sendirinya hal itu
dakan antara sumber primer yang mempunyai nilai dapat dianggap tidak benar secara ilmiah, dan sekaligus
keterpercayaan paling tinggi, karena sifatnya yang lang- tidak “sah” secara hukum. Kita tidak dapat membenar-
sung dengan sumber sekunder melalui perantara. Demi- kan seorang hakim membuat putusan dengan mengutip
kian pula dengan sumber yang tingkat keterpercaya- suatu pasal undang-undang dari sumber koran atau dari
annya paling rendah, yaitu sumber tertier dengan lebih sumber buku terbitan swasta yang tidak dapat dipertang-
banyak perantara. gungjawabkan ketepatan redaksionalnya secara hukum.
Demikian pula dengan calon sarjana hukum S1, S2, dan
S3, dalam menulis skripsi, tesis, dan disertasi, tidak da-
270
Pepper vs Freemans plc, 1989, AC 66. Ibid., hal. 18. pat dibenarkan mengutip sesuatu bunyi pasal undang-

193 194
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

undang atau peraturan perundang-undangan lainnya da- Selain dari sumber-sumber yang bersifat resmi ter-
ri sumber yang tidak resmi. sebut, maka sumber-sumber lainnya haruslah dinilai
Sumber resmi itu adalah Lembaran Negara, tidak resmi. Seperti yang tergambar dalam keempat
Tambahan Lembaran Negara, dan Berita Negara, serta contoh pengutipan tersebut di atas, dapat dikatakan bah-
Tambahan Berita Negara, tergantung bentuk hukum per- wa pengutipan model pertama, kedua, ketiga, dan keem-
aturan perundang-undangan yang bersangkutan yang pat sama-sama tidak dapat dipertanggungjawabkan seca-
ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku. Ada ra hukum dan ilmiah. Apabila dinilai dari tingkat keter-
peraturan yang pengundangannya dilakukan dengan percayaannya dan jarak atau jumlah lapisan perantara
penerbitannya dalam Lembaran Negara, Tambahan dari media sumbernya yang resmi, maka yang dapat
Lembaran Negara, Berita Negara, atau Tambahan Berita dikatakan paling dekat adalah pengutipan dari sumber
Negara. Selain dari keempat sumber tersebut, ada pula buku terbitan instansi resmi. Misalnya, himpunan pera-
sumber-sumber lain seperti risalah-risalah rapat dan turan perundang-undangan tentang partai politik dan
sidang yang berkaitan dengan penyusunan, perumusan, pemilihan umum dikumpulkan dan diterbitkan oleh Ko-
perdebatan, dan pengesahan peraturan perundang- misi Pemilihan Umum dengan misalnya mengutipnya
undangan itu sebagai keseluruhan atau bunyi ketentuan- langsung dari sumber Lembaran Negara, Tambahan
ketentuan hukum tertentu yang terdapat dalam pera- Lembaran Negara, Berita Negara, dan Tambahan Berita
turan perundang-undangan yang bersangkutan yang me- Negara. Buku kumpulan peraturan perundang-undangan
mang dipersoalkan. terbitan Komisi Pemilihan Umum ini dapat dianggap
Dokumen-dokumen tersebut bernilai resmi dan sebagai sumber sekunder, karena fungsinya sebagai pe-
otentik, serta berisi fakta-fakta historis yang dapat dijadi- rantara satu lapis ke sumber resminya tersebut.
kan dasar rujukan dalam memahami pengertian sesuatu Akan tetapi, teknik pengutipan model pertama dari
norma hukum yang tertulis dalam teks resmi. Fungsinya buku atau tulisan orang lain, model kedua dari berita
tiada lain untuk menjamin agar produk peraturan perun- koran atau majalah, dan model ketiga dari buku-buku
dang-undangan yang bersangkutan dapat dijadikan alat undang-undang terbitan penerbitan swasta, tidak dapat
bukti (bewijsbaar) dan menjamin stabiliteit sistem hu- dikategorikan sebagai sumber sekunder, apalagi sumber
kum karena adanya kepastian mengenai kesatuan sistem primer. Sering terjadi, naskah undang-undang yang di-
referensi hukum. Semua dokumen tersebut biasanya ter- terbitkan oleh penerbit swasta terdapat kesalahan ketik
dapat dalam arsip-arsip lembaga negara atau lembaga atau kesalahan tanda baca, ataupun penulisan huruf
pemerintah yang bersangkutan dengan hal itu, dan wajib besar menjadi kecil dan huruf kecil menjadi besar, yang
dipelihara dan disimpan dengan sebaik-baiknya. Dengan dalam hukum semua itu mempunyai arti dan pengaruh
sistem penyimpanan (filing) atau kearsiapan yang tepat yang sangat besar dalam penafsiran untuk pelaksana-
dan benar, dimensi availability (ketersediaan), reliabi- annya. Apalagi pengutipan yang dilakukan di berbagai
lity (keterpercayaan), dan legality (keabsahan) dari ar- media koran dan majalah, yang karena waktu dan ruang
sip-arsip hukum dimaksud benar-benar dapat terjamin yang terbatas, seringkali salah dalam pengutipan, sehing-
dengan sebaik-baiknya. ga sangatlah berbahaya untuk diandalkan sebagai sum-
ber rujukan normatif.

195 196
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Oleh karena itu, menurut saya, 3 (tiga) teknik bahwa setiap peraturan hukum yang bertentangan de-
pengutipan pertama tersebut hanya mungkin dikategori- ngan Pancasila tidak boleh berlaku.
kan sebagai sumber tertier yang sifatnya hanya menun- Dalam bentuk formilnya, nilai-nilai Pancasila itu
jang dan memudahkan orang membaca peraturan per- tercantum dan dalam perumusan Undang-Undang Dasar
undang-undangan. Akan tetapi, jika sampai kepada ke- Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum
perluan untuk penulisan yang bersifat resmi, maka tertulis yang tertinggi di Republik Indonesia. Namun di
pengutipannya harus langsung diambil dari sumber pri-
samping itu, sumber hukum formil itu tidak hanya ter-
mer tersebut.271 Penulisan resmi itu dapat berupa penu-
lisan ilmiah, yaitu (i) karya ilmiah resmi seperti skripsi, batas kepada yang tertulis saja. UUD Negara Republik
tesis, dan disertasi, (ii) laporan penelitian ilmiah, (iii) Indonesia Tahun 1945 hanyalah salah satu bentuk yang
buku ilmiah yang bersifat standar, (iv) buku-buku teks tertulis dari norma dasar atau hukum dasar yang bersifat
ilmiah yang baku, (v) keputusan administratif, (vi) kete- tertinggi itu. Di samping hukum dasar yang tertulis da-
tapan pengadilan, dan (vii) putusan pengadilan. lam naskah UUD 1945, ada pula hukum dasar atau kon-
stitusi yang sifatnya tidak tertulis.272
B. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia Sumber hukum formil Hukum Tata Negara Indone-
1. Sumber Materiel dan Formil sia itu dapat dilihat pertama-tama pada Undang-Undang
Pandangan hidup bangsa Indonesia terangkum Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber
dalam perumusan sila-sila Pancasila yang dijadikan fal- hukum, selain merupakan hukum dasar tertulis yang
safah hidup bernegara berdasarkan UUD 1945. Sebagai mengatur masalah kenegaraan, juga merupakan landasan
pandangan hidup bangsa dan falsafah bernegara, Panca- hukum bagi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
sila itu merupakan sumber hukum dalam arti materiel peraturan-peraturan lainnya. Misalnya, Pasal 19 ayat (2)
yang tidak saja menjiwai, tetapi bahkan harus dilaksana- UUD 1945 menentukan bahwa “Susunan Dewan Perwaki-
kan dan tercermin oleh dan dalam setiap peraturan lan Rakyat (DPR) diatur dengan Undang-undang”.
Penunjukan diatur dengan Undang-undang dalam ayat ini
hukum Indonesia. Oleh karena itu, hukum Indonesia
haruslah berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan menyebabkan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi sum-
yang adil dan beradab, merupakan faktor pemersatu ber hukum bagi pembentukan undang-undang yang akan
bangsa, bersifat kerakyatan, dan menjamin keadilan mengatur tentang susunan Dewan Perwakilan Rakyat itu.
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila merupa- Dengan demikian, dari ketentuan UUD 1945 itu mengalir
kan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang ber- peraturan-peraturan pelaksanaan yang merupakan sum-
laku, apakah bertentangan atau tidak dengan nilai-nilai 272
Penjelasan UUD 1945 menyiratkan bahwa Undang-Undang Dasar seba-
yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian berarti gian dari hukum dasar. Undang-Undang Dasar suatu Negara ialah hanya
sebagian dari hukumnya dasar Negara. Undang-Undang Dasar itulah hukum
dasar yang tertulis, sedangkan di sampingnya, berlaku juga hukum dasar yang
271
Lihat dan bandingkan dengan pendapat Soerjono Soekanto dalam tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986). praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

197 198
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

ber hukum formil pula sesuai dengan tingkatan hierarkis- dalam arti yang seluas-luasnya untuk menjalankan tugas
nya bagi peraturan-peraturan di bawahnya masing-ma- dan kewenangannya.
sing.273 Pada pokoknya, hukum konstitusi itu mendahului
keberadaan organisasi negara,276 seperti apa yang dikata-
2. Peraturan Dasar dan Norma Dasar kan oleh Thomas Paine bahwa konstitusi lebih dulu ada
Seperti dikemukakan oleh O. Hood Phillips, Paul daripada adanya pemerintahan, karena pemerintahan
Jackson, dan Patricia Leopold dalam “The constitutional justru dibentuk berdasarkan ketentuan konstitusi. Oleh
law of a state is the law relating to the constitution of karena itu, menurut Thomas Paine:
that state”,274 maka penting sekali untuk memahami hu- “A constitution is not the act of a government, but of a
people constituting a government, and a government
kum, negara, dan konstitusi secara bersamaan. Hukum
without a constitution is power without right”.277
sendiri diakui tidak mudah untuk didefinisikan. H.L.A.
Hart sendiri menyatakan bahwa mengenai apa itu
Konstitusi bukanlah peraturan yang dibuat oleh
hukum merupakan pertanyaan yang senantiasa diajukan
pemerintahan, tetapi merupakan peraturan yang dibuat
di sepanjang sejarah umat manusia. Menurutnya, “it is a
oleh rakyat untuk mengatur pemerintahan, dan pemerin-
persistent question”275 yang selalu diajukan dari waktu ke
tahan itu sendiri tanpa konstitusi sama dengan kekuasa-
waktu.
an tanpa kewenangan.278
Namun demikian, di lapangan hukum tata negara,
Konstitusi adalah hukum dasar, norma dasar, dan
kita memusatkan perhatian hanya kepada hukum dalam
sekaligus paling tinggi kedudukannya dalam sistem ber-
konteks kenegaraan, yaitu hukum negara (state law),
negara. Namun, sebagai hukum, konstitusi itu sendiri
hukum kota (municipal law), hukum desa (village law),
tidak selalu bersifat tertulis (schreven constitutie atau
dan sebagainya. Dalam perspektif hukum tata negara,
written constitution). Konstitusi yang bersifat tertulis
hukum negara (the law of a state) kita lihat sebagai
biasa disebut undang-undang dasar sebagai konstitusi
hukum yang terdiri atas pedoman perilaku (rules of con-
dalam arti sempit, sedangkan yang tidak tertulis meru-
duct) yang ditetapkan oleh lembaga negara yang bertin-
pakan konstitusi dalam arti yang luas. Menurut Hans
dak sebagai legislator atau regulator dan yang ditegakkan
Kelsen, gerund norm atau norma dasar itulah yang
oleh lembaga pengadilan yang dibentuk oleh negara
disebut konstitusi. Gerund norm itu dijabarkan lebih
(duly constituted courts of the state). Tetapi di pihak lain
lanjut menjadi abstract norms yang selanjutnya diopera-
juga berfungsi sebagai pedoman bagi organ-organ negara
sionalkan dengan general norms yang untuk seterusnya

273 276
Bandingkan mengenai sumber hukum tata negara Indonesia yang Lihat N. MacCormick, Questioning Sovereignty, 1993, 56 MLR 1, dan
dikemukakan oleh beberapa sarjana, seperti misalnya Ni’matul Huda, Hukum C.M.G. Himsworth, 1996, 639.
277
Tata Negara Indonesia, RajaGrafindo Persada, 2005, Jakarta, hal. 32-37; Titik “Rights of Man in the Complete Works of Thomas Paine”, pp. 3020
Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, (Jakarta: Prestasi Pustaka, dalam Allen and Thompson, Op Cit., hal. 1.
278
2006), hal. 13-35.; dan lain sebagainya. Ada juga sarjana yang berpendapat bahwa tidak mungkin ada suatu
274
Phillips, Jackson, and Leopold, Op. Cit., hal. 3. negara tanpa adanya konstitusi. Lihat, misalnya, Max Boli Sabon, Fungsi
275
H.L.A. Hart, Op Cit. Ganda Konstitusi, (Bandung: PT Graviti, 1991), hal. 44.

199 200
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dilaksanakan dengan keputusan-keputusan yang berisi Maria Farida Indrati mengenai hal tersebut. 279 Pokok
concrete and individual norms. Bagi Hans Kelsen, pera- pikiran yang melandasi pandangan demikian tidak lain
turan perundang-undangan berisi general and abstract adalah stuffenbau theorie menurut versi Hans Nawiasky
norms yang tertuang dalam bentuk formal, sedangkan tersebut di atas, yang sangat berbeda dari stuffenbau
gerund norms tercakup dalam rumusan pengertian kon- theorie menurut versi Hans Kelsen. Bagi Kelsen, gerund
stitusi dalam arti materiel. Konstitusi dalam arti materiel norm itulah konstitusi, sedangkan peraturan perundang-
inilah yang disebut Kelsen dengan the first constitution undangan berisi general and abstract norms, sehingga
yang mendahului the (second) constitution atau konsti- Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dilihat
tusi dalam bentuknya yang formal tersebut. sebagai sesuatu yang terpisah dari pasal-pasal UUD 1945
Sementara itu, Hans Nawiasky, salah seorang mu- itu sendiri. Keduanya tercakup dalam pengertian UUD
rid Hans Kelsen, menyebut gerund norms itu dengan 1945 sebagai konstitusi yang tertulis yang berisi gerund
istilah staatsfundamentalnorms yang juga dibedakannya norms. Tentu saja, di samping UUD 1945 sebagai konsti-
dari konstitusi. Tidak semua nilai-nilai yang terdapat tusi tertulis, ada pula konstitusi yang tidak tertulis yang
dalam konstitusi merupakan staatsfundamental norms. hidup dalam kesadaran hukum dan praktik penyeleng-
Nilai-nilai yang termasuk staatsfundamentalnorm me- garaan negara yang diidealkan sebagai bagian dari pe-
nurutnya hanya spirit nilai-nilai yang terkandung di ngertian konstitusi dalam arti luas dan oleh karena itu
dalam konstitusi itu, sedangkan norma-norma yang ter- adalah juga norma-norma dasar atau gerund norms yang
tulis di dalam pasal-pasal undang-undang dasar terma- mengikat sebagai bagian dari konstitusi.
suk kategori abstract norms. Oleh karena itu, jika dikait-
kan dengan sistem konstitusi Republik Indonesia, dapat 3. Peraturan Perundang-undangan
dibedakan antara Pembukaan UUD 1945 dengan pasal- Peraturan perundang-undangan adalah peraturan
pasal UUD 1945. tertulis yang berisi norma-norma hukum yang mengikat
Bahkan, Padmo Wahyono dan Hamid S. Attamimi untuk umum, baik yang ditetapkan oleh legislator mau-
menyejajarkan pengertian staatsfundamentalnorm itu pun oleh regulator atau lembaga-lembaga pelaksana un-
dengan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, se- dang-undang yang mendapatkan kewenangan delegasi
dangkan pasal-pasal UUD 1945 didudukan sebagai ab- dari undang-undang untuk menetapkan peraturan-pera-
stract norms. Oleh karena itu, dalam hierarki peraturan turan tertentu menurut peraturan yang berlaku. Produk
perundang-undangan menurut Padmo Wahyono dan legislatif atau produk legislator yang dimaksud di sini
Hamid S. Attamimi, Pancasila itu harus ditempatkan di adalah peraturan yang berbentuk undang-undang, di-
luar dan di atas UUD 1945. bentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pem-
Pandangan yang demikian, sampai sekarang terus bahasannya dilakukan bersama-sama dengan Presiden/-
dianut oleh murid-murid Padmo Wahyono dan Hamid S. Pemerintah untuk mendapatkan persetujuan bersama
Attamimi, seperti tercermin, misalnya, dalam pandangan yang akhirnya setelah mendapat persetujuan bersama

279
Lihat Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan: Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, (Jakarta: Kanisius, 1998).

201 202
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

akan disahkan oleh Presiden dan diundangkan sebagai- ketetapan-ketetapan MPR/S yang masih ada dan yang
mana mestinya atas perintah Presiden. Untuk undang- sampai sekarang masih diberlakukan berdasarkan Kete-
undang tertentu, pembahasan bersama dilakukan de- tapan (TAP) MPR No. I/MPR/2003, meskipun MPR
ngan melibatkan pula peranan Dewan Perwakilan Dae- sendiri dewasa ini tidak lagi mempunyai kewenangan
rah (DPD).280 menetapkan ketetapan yang bersifat mengatur (rege-
Selain peraturan yang berbentuk undang-undang, ling).
ada pula peraturan yang disusun dan ditetapkan oleh
Selain itu, dalam praktik, kita juga dapat menjum-
lembaga eksekutif pelaksana undang-undang. Setiap
pai banyak sekali bentuk-bentuk peraturan lainnya,
lembaga pelaksana undang-undang dapat diberi kewe-
nangan regulasi oleh undang-undang dalam rangka men- seperti Peraturan Menteri, Peraturan Bank Indonesia
jalankan undang-undang yang bersangkutan. Di samping (PBI), Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), Peraturan
itu, pemerintah karena fungsinya diberi kewenangan Mahkamah Konstitusi (PMK), Peraturan atau Keputusan
pula untuk menetapkan sesuatu peraturan tertentu, di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lain-lain seba-
samping undang-undang itu sendiri dapat pula menen- gainya. Keputusan-keputusan para pejabat yang bersifat
tukan adanya lembaga regulasi yang bersifat tertentu regeling atau yang mengandung regulasi juga masih
pula. Semua produk hukum tertulis yang berisi norma banyak yang dituangkan dalam bentuk keputusan-kepu-
yang bersifat mengatur (regeling) itu dalam ilmu hukum tusan yang ditetapkan untuk maksud mengikat untuk
kita namakan peraturan perundang-undangan. umum. Misalnya, keputusan-keputusan Komisi Pemili-
Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 10 han Umum (KPU), Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peratuan Perundang- (KPPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta
undangan, bentuk-bentuk dan tata urut peraturan perun- termasuk Keputusan-Keputusan Menteri, seperti Men-
dang-undangan dimaksud adalah (i) Undang-Undang teri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Keua-
Dasar dan Perubahan Undang-Undang Dasar; (ii) ngan, Menteri Perindustrian, Menteri Agama, Menteri
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Pendidikan Nasional, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Undang-Undang; (iii) Peraturan Pemerintah; (iv) Peratu- Negara, Menteri Tenaga Kerja, dan sebagainya. Demi-
ran Presiden; dan (v) Peraturan Daerah. 281 Namun, di kian pula Keputusan-Keputusan Direktur Jenderal, se-
samping bentuk-bentuk yang disebut dalam Undang- perti Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan
undang Nomor 10 Tahun 2004 itu, masih ada bentuk Cukai, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, dan lain
peraturan lainnya yang sampai sekarang masih berlaku sebagainya.
atau masih terus dibuat dalam praktik. Misalnya, banyak
280 1) Undang-undang (UU)
Lihat Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 42 UU No. 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
281
Lihat kembali Pasal 7 ayat (1) mengenai jenis dan hierarki peraturan menyatakan, ”Dewan Perwakilan Rakyat memegang ke-
perundang-undangan dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.

203 204
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kuasaan membentuk undang-undang”. 282 Undang-un- media pengumuman (publication).283


dang itu selalu berisi segala sesuatu yang menyangkut Namun, tanggal efektifitas keberlakuan (effective
kebijakan kenegaraan untuk melaksanakan amanat un- validity) suatu undang-undang untuk dilaksanakan da-
dang-undang dasar di bidang-bidang tertentu yang me- lam praktik, kadang-kadang ditentukan berbeda waktu-
merlukan persetujuan bersama antara Presiden dan nya dari tanggal pengundangan. Misalnya tanggal pe-
Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, ditentukan ngundangannya adalah tanggal 1 Januari 2005, tetapi
oleh Pasal 20 ayat (2) bahwa ”Setiap rancangan un- tanggal berlakunya ditentukan baru efektif mulai tanggal
dang-undang itu dibahas oleh Dewan Perwakilan Rak- 1 Januari 2006. Masa satu tahun itu disediakan sebagai
yat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersa- waktu tenggang yang dapat dipakai untuk tujuan sosiali-
ma”. Pada ayat (4)-nya menentukan, ”Presiden menge- sasi undang-undang itu sebelum dijalankan sebagaimana
sahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui mestinya. Oleh karena itu, tanggal pengundangan tidak
bersama untuk menjadi undang-undang”. selalu atau tidak mutlak harus ditentukan sama dengan
Produk undang-undang ini merupakan bentuk tanggal pemberlakuan. Misalnya, Undang-Undang No-
hukum peraturan yang paling tinggi statusnya di bawah mor 16 Tahun 2002 tentang Yayasan, 284 diundangkan
undang-undang dasar. Jika dibandingkan dengan sistem pada tahun 2002, tetapi mulai diberlakukan secara
hukum di negeri Belanda, undang-undang dapat dise- efektif baru pada tahun 2003. Bahkan, pelaksanaannya
padankan dengan wet yang mempunyai kedudukan ter- pernah ditunda satu tahun sehingga pelaksanaanya
tinggi di bawah grondwet, atau seperti di Amerika Seri- dimulai pada tahun 2004.
kat dengan act (legislative act) yang berada langsung di Di samping itu, tanggal pengesahan undang-
bawah constitution. Sebagai produk hukum, undang- undang secara formil dapat pula dibedakan dari tanggal
undang baru mulai mengikat untuk umum sebagai alge- pengesahannya secara materiel. Ketentuan Pasal 20 ayat
meene verbindende voorschiften (peraturan yang (4) UUD 1945 yang dilaksanakan dengan tindakan pe-
mengikat untuk umum), yaitu pada saat diundangkan. ngundangan seperti dimaksud di atas, dapat disebut
Tindakan administrasi pengundangan undang-undang sebagai pengesahan yang bersifat formil. Sedangkan,
dilakukan dengan cara menerbitkan naskah undang- pengesahan suatu rancangan undang-undang oleh dan
undang dimaksud (published) dalam Lembaran Negara dalam rapat paripurna DPR sebagai tanda bahwa suatu
Republik Indonesia (LN-RI). Sedangkan untuk naskah rancangan undang-undang telah mendapat persetujuan
Penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Re- bersama antara DPR dan Pemerintah dapat disebut seba-
publik Indonesia (TLN-RI). Media Lembaran Negara dan gai pengesahan materiel. Sebelum rancangan undang-
Tambahan Lembaran Negara ini juga berfungsi sebagai undang disahkan dalam rapat paripurna DPR, maka dari

283
Lihat juga “BAB IX: Pengundangan dan Penyebarluasan” dalam UU No.
282
Bandingkan dengan ketentuan Pasal 5 UUD 1945 sebelum amandemen, 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan.
284
yang menyatakan, “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang- Indonesia, Undang-undang tentang Yayasan, UU No. 16 Tahun 2002, LN
undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. No. 112 Tahun 2002, TLN No. 4132.

205 206
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

pihak Pemerintah seyogyanya diberi kesempatan untuk undang, yaitu sebagai produk hukum yang dibentuk dan
menyampaikan pendapat akhirnya sebagai tanda per- dibahas bersama oleh DPR dengan persetujuan bersama
setujuan atas rancangan suatu undang-undang untuk dengan Presiden. Akan tetapi, dari segi isi atau materi-
disahkan. Apabila dalam rapat paripurna DPR tersebut nya, APBN itu sebenarnya bukanlah norma hukum yang
rancangan undang-undang telah disahkan sebagai tanda biasa dikenal dengan pengertian undang-undang.
telah dicapainya persetujuan bersama, maka pengesahan Oleh sebab itu, UU tentang APBN itu biasa disebut
tersebut sama dengan pengesahan yang bersifat materiel. sebagai undang-undang dalam arti formil (wet in mate-
Dikatakan pengesahan itu bersifat materiel, karena riele zin), bukan undang-undang dalam arti materiel
setelah itu terhadap materi rancangan undang-undang (wet in materiele zin).286
dimaksud tidak dapat lagi diadakan perubahan apapun Sebenarnya, setiap keputusan tertulis yang ditetap-
juga. Dalam Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 ditentukan: kan oleh pejabat yang berwenang di bidang pengaturan
”Dalam hal rancangan undang-undang yang telah (regelendaad) yang berisi norma hukum (legal norms)
disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dan mengatur tingkah laku yang mengikat untuk umum
dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan dapat disebut sebagai peraturan perundang-undangan.
undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-
undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib Undang-undang hanyalah merupakan salah satu bentuk-
diundangkan”.285 nya,287 yaitu sebagai peraturan yang dibentuk oleh DPR,
dibahas dan disetujui bersama oleh DPR dan Presiden,
Artinya, meskipun dari segi bentuknya naskah dan disahkan oleh Presiden, serta diundangkan sebagai-
rancangan undang-undang itu masih berupa rancangan mana mestinya atas perintah Presiden, sehingga menjadi
yang belum disahkan oleh Presiden dan karena itu belum norma hukum mengikat untuk umum. Dengan begitu,
mengikat sebagai hukum, tetapi materinya sudah final. undang-undang berbeda dari pengertian peraturan per-
Rancangan yang sudah disahkan dalam rapat paripurna undang-undangan pada umumnya. Peraturan perun-
DPR itu sudah menjadi wet in materiele zin, meskipun dang-undangan itu adalah segala bentuk peraturan nega-
belum menjadi undang-undang dalam arti yang resmi ra dari jenis yang tertinggi di bawah undang-undang
atau wet in formele zin. dasar sampai dengan yang terendah, yang dihasilkan dan
Dalam ilmu hukum atau rechtswetenschap, me- ditetapkan secara atributif dari peraturan yang lebih
mang dibedakan antara pengertian wet in formele zin tinggi atau secara delegasi dari pemegang kekuasaan
dan wet in materiele zin. Misalnya, Anggaran Penda- pembentuk undang-undang (legislative power, wetge-
patan dan Belanja Negara biasa dituangkan dalam ben-
tuk atau diberi baju hukum dalam bentuk undang- 286
Bandingkan dengan pendapat dari Arifin P. Soeria Atmadja dalam bebe-
rapa tulisannya seperti pada “Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan
285
Bandingkan dengan Pasal 21 UUD 1945 sebelum amandemen yang ber- Negara: Suatu Tinjauan Yuridis” (1986) dan “Keuangan Publik dalam
bunyi: “Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rak- Perspektif Hukum” (2005).
287
yat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimaju- Lihat Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia,
kan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu”. (Jakarta: Ind-Hill Co., 1992), hal. 4.

207 208
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

vende macht, atau gesetzgebende gewalt).288 Maka arti- Bagaimanapun, perpu itu sendiri memang merupa-
nya bahwa Undang-Undang Dasar tidak termasuk pe- kan undang-undang yang dibentuk dalam keadaan yang
ngertian peraturan perundang-undangan. darurat yang menurut istilah Pasal 22 ayat (1) UUD 1945
disebutkan ”Dalam hal ihwal kegentingan yang memak-
2) Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU) sa”. Istilah hal-ihwal kegentingan yang memaksa dan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang darurat di sini tentu tidak boleh dikacaukan atau diiden-
sebagai sumber hukum dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat tikkan dengan pengertian ”keadaan bahaya” menurut ke-
(2) dan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 5 tentuan Pasal 12 UUD 1945. Keadaan darurat atau dalam
ayat (2) UUD 1945 menentukan, ”Presiden menetapkan hal ihwal kegentingan yang memaksa di sini adalah kea-
peraturan pemerintah untuk menjalankan undang- daan yang ditafsirkan secara subjektif dari sudut pan-
undang sebagaimana mestinya”. Sedangkan, Pasal 22 dang Presiden/ Pemerintah, di satu pihak karena (i)
menentukan: Pemerintah sangat membutuhkan suatu undang-undang
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presi- untuk tempat menuangkan sesuatu kebijakan yang
den berhak menetapkan peraturan pemerintah seba-
sangat penting dan mendesak bagi negara, tetapi di lain
gai pengganti undang-undang;
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetu- pihak (ii) waktu atau kesempatan yang tersedia untuk
juan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ti-
yang berikut; dak mencukupi sebagaimana mestinya.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan Oleh karena itu, dari segi substansinya sebenarnya
pemerintah itu harus dicabut. juga merupakan undang-undang dalam arti materiel
(wet in materiele zin). Sebab, substansi norma yang ter-
Untuk memudahkan, Peraturan Pemerintah
kandung di dalamnya adalah materi undang-undang
sebagai Pengganti Undang-undang ini biasanya disingkat
bukan materi peraturan pemerintah. Materi normatif
”Perpu”. Dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950,
tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah
Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-
hanya bersifat sementara waktu saja, karena itu harus
undang disebut dengan istilah ”undang-undang darurat”.
mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang
Kecuali terhadap sebutannya yang berlainan, tidak ada
berikut. Jika tidak mendapat persetujuan DPR, maka
perbedaan yang prinsipil antara Perpu menurut UUD
peraturan pemerintah itu harus dicabut oleh Presiden.
1945 dan undang-undang darurat menurut Konstitusi
RIS dan UUDS 1950 itu. Jadi, substansinya adalah substansi undang-undang,
tetapi bentuk formilnya adalah Peraturan Pemerintah.
288 Oleh karena itu, perpu dianggap sederajat kedudukannya
Bandingkan dengan pendapat H. Abdul Latief yang menganggap bahwa
istilah peraturan perundang-undangan itu juga mengandung pengertian dengan undang-undang, sehingga materi muatannya sa-
sebagai proses pembentukan peraturan dimaksud. Lihat H. Abdul Latief, ngat mungkin bertentangan atau bersifat mengubah
Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan
Daerah, (Yogyakarta: UII-Press, 2005), hal. 38-39.

209 210
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

ketentuan undang-undang yang ada sebelumnya. 289 si lowongan jabatan. Oleh karena itu, tidak ada lagi Kete-
tapan MPR yang bersifat pengaturan (regeling) yang
3) Ketetapan MPR/S boleh dibuat oleh MPR di masa mendatang.
Istilah ketetapan dalam Ketetapan MPR/S tersebut Terhadap berbagai Ketetapan MPR/S yang sudah
sebenarnya tidak terdapat dalam ketentuan Undang- ada dan diwarisi dari masa lalu, telah diadakan peninjau-
Undang Dasar 1945. Menurut Moh. Kusnardi dan an menyeluruh mengenai materi dan status hukumnya
Harmaily Ibrahim, istilah ini mungkin diambil oleh berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/Tahun 2003
MPRS pada sidang-sidangnya yang pertama dari bunyi tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut- Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR-RI Tahun 1960
kan bahwa MPR berwenang menetapkan Undang- Sampai Dengan Tahun 2002.290 Ada Ketetapan MPR/S
Undang Dasar, Garis-garis besar daripada haluan negara yang dinyatakan sudah dicabut, ada yang dinyatakan
(Pasal 3), dan memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pa- masih berlaku sampai terbentuknya pemerintahan baru
sal 6 ayat 2). Namun, Ketetapan Majelis Permusyawara- hasil Pemilu 2004, ada pula ketetapan yang dinyatakan
tan Rakyat Sementara (MPRS) itu sendiri sampai dengan masih berlaku sampai materinya diatur dengan undang-
sekarang masih merupakan sumber hukum, karena undang. Namun demikian, selain itu semua, sampai
masih ada beberapa Ketetapan Majelis Permusyawaratan sekarang masih terdapat 8 (delapan) Ketetapan MPR/S
Rakyat Sementara yang dinyatakan tetap berlaku oleh yang dapat dikatakan masih berlaku sebagai peraturan
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003. yang mengikat untuk umum.
Seperti diketahui, setelah Perubahan Keempat Kedelapan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
UUD 1945, status hukum Ketetapan MPR/S yang bersifat Rakyat (MPR) atau Majelis Permusyawaratan Rakyat
mengatur (regeling) dianggap tidak lagi mempunyai Sementara (MPRS) tersebut adalah:
dasar konstitusional. MPR menurut Pasal 3 juncto Pasal (i) Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
8 ayat (3) UUD 1945 hanya memiliki 4 (empat) kewe- Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi
nangan konstitusional saja, yaitu (i) mengubah dan Terlarang di Seluruh Wilayah Negara RI bagi PKI
dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan
menetapkan UUD, (ii) melantik Presiden dan/atau Wakil
atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komu-
Presiden, (iii) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
nis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku,
Presiden dari jabatannya menurut UUD 1945, dan (iv) dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam Kete-
memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk mengi- tapan MPRS-RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke
289 depan diberlakukan dengan berkeadilan dan meng-
Lihat dan cermati ketentuan-ketentuan pada Undang-undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khusus-
290
nya pada bagian Bab III mengenai Materi Muatan. Bandingkan juga Lihat Himpunan Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR-RI Berdasarkan
pengertian mengenai klausa “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” dalam Ketetapan MPR-RI No. I/MPR/Tahun 2003 tentang Peninjauan Terhadap
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Pengujian Undang-undang Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR-RI Tahun
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan bertanggal 7 Juli 2005. 1960 sampai dengan Tahun 2002, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR, 2003).

211 212
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hormati hukum, prinsip demokrasi, dan hak asasi sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam
manusia; Ketetapan tersebut.
(ii) Ketetapan MPR-RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang
Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekono- Status hukum kedelapan Ketetapan MPR/S yang
mi, dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan, tersisa ini tidak dapat dikategorikan sebagai undang-
Pemerintah berkewajiban mendorong keberpiha- undang dasar, karena ketika dibuat materinya memang
kan politik ekonomi yang lebih memberikan kesem- tidak dimaksudkan sebagai norma hukum dasar atau
patan dukungan dan pengembangan ekonomi, usa- konstitusi. Namun, karena lembaga yang menetapkannya
ha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar eko- adalah MPR, maka dapat saja timbul penafsiran seakan-
nomi dalam membangkitkan terlaksananya pemba- akan Ketetapan MPR/S itu setingkat kedudukannya
ngunan nasional dalam rangka demokrasi ekonomi dengan undang-undang dasar. Akan tetapi, status hukum
sesuai hakikat Pasal 33 UUD Negara Republik Ketetapan MPR/S yang tersisa itu dapat pula ditafsirkan
Indonesia Tahun 1945; setingkat kedudukannya atau dapat dipersamakan de-
(iii) Ketetapan MPRS No. XXIX/MPRS/1966 tentang ngan undang-undang.
Pengangkatan Pahlawan Ampera tetap berlaku de- Dipersamakan itu berarti tidak harus sama, tetapi
ngan menghargai Pahlawan Ampera yang telah secara teknis hukum kedudukannya dapat dianggap
ditetapkan hingga terbentuknya undang-undang sama. Sebab, MPR sendiri telah menentukan, ada di
tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain antara ketetapan-ketetapannya itu yang masih berlaku
tanda kehormatan; sampai materinya diatur dengan undang-undang. Hal itu
(iv) Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penye- menunjukkan bahwa MPR sendiri telah menundukkan
lenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN sam- status hukum ketetapan-ketetapannya itu setingkat de-
pai terlaksananya seluruh ketentuan dalam keteta- ngan undang-undang, karena ketetapan-ketetapan terse-
pan tersebut. Sekarang telah terbentuk UU tentang but dapat diubah dengan undang-undang. Meskipun
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, meskipun secara formil bentuknya bukan undang-undang (wet),
masih ada aspek yang terkait dengan mantan Presi- tetapi secara materiel Ketetapan-Ketetapan MPR/S ter-
den Soeharto yang belum terselesaikan; sisa itu adalah juga undang-undang atau wet in mate-
(v) Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika riele zin.
Kehidupan Berbangsa;
(vi) Ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi 4) Peraturan Pemerintah
Indonesia Masa Depan; Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945,
(vii) Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2001 tentang Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk men-
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan jalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Dikare-
Pencegahan KKN sampai terlaksananya seluruh nakan Peraturan Pemerintah diadakan untuk melak-
ketentuan dalam ketetapan tersebut; sanakan Undang-undang, maka tidak mungkin bagi
(viii) Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pemba- Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah sebe-
ruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam lum ada undang-undangnya. Oleh karena itu, UU selalu

213 214
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

mendahului Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan bentukan Peraturan Perundang-undangan,292 ditentukan
Pemerintah dapat dibentuk hanya atas dasar perintah juga bahwa Peraturan Pemerintah itu dapat dibentuk
undang-undang. Dengan perkataan lain, Peraturan Pe- atas dasar pendelegasian yang tegas atau tidak tegas dari
merintah itu merupakan bentuk delegated legislation undang-undang. Pasal 10 undang-undang ini menyata-
atau kewenangan yang didelegasikan oleh principal kan, ”Materi muatan Peraturan pemerintah berisi
legislator atau pembentuk undang-undang kepada Presi- materi untuk menjalankan undang-undang sebagai-
den selaku kepala pemerintahan yang akan menjalankan mana mestinya”.
(eksekutif) undang-undang yang bersangkutan. Dalam Penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa
Dalam hubungan dengan pendelegasian kewena- yang dimaksud dengan ”sebagaimana mestinya” adalah
ngan itu, kadang-kadang timbul persoalan, misalnya, ke- materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
wenangan yang didelegasikan tersebut disalahgunakan tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam
oleh Pemerintah. Jika kewenangan regulasi itu disalah- undang-undang yang bersangkutan. Dari penjelasan ini
gunakan, seperti umpamanya, materi yang diatur dalam timbul penafsiran bahwa sekiranya tidak diperintahkan
Peraturan Pemerintah itu berlebihan sehingga menam- secara eksplisit pun oleh undang-undang, PP tetap dapat
bah-nambah atau bahkan mengubah materi yang diatur dikeluarkan oleh Pemerintah asalkan materinya tidak
dalam undang-undang yang menjadi dasar berpijaknya, bertentangan dengan undang-undang, dan asalkan hal
maka tersedia mekanisme untuk mengujinya ke Mah- itu memang diperlukan sesuai dengan kebutuhan yang
kamah Agung. Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 menen- timbul dalam praktik untuk maksud ”... menjalankan
tukan, ”Mahkamah Agung berwenang ... menguji pera- undang-undang sebagaimana mestinya”. Perbedaan
turan perundang-undangan di bawah undang-undang penafsiran atas prosedur teknis pelaksanaan pendelega-
terhadap undang-undang, ...”.291 sian yang tidak tegas itulah yang nantinya dapat menim-
Dengan perkataan lain, jika di dalam undang- bulkan masalah serius di lapangan.
undang tidak ada perintah yang tegas agar Peraturan
Pemerintah ditetapkan oleh Pemerintah, maka Peme- 5) Peraturan Presiden
rintah tidak dapat menetapkan Peraturan Pemerintah Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
sama sekali. Pengaturan dengan Peraturan Pemerintah Undang-undang, dan Peraturan Pemerintah adalah ben-
itu semata-mata untuk maksud mengatur lebih lanjut
tuk-bentuk peraturan yang disebut oleh Undang-Undang
hal-hal yang diperintahkan untuk diatur dalam dan
Dasar 1945. Namun, tidak demikian halnya dengan Pera-
dengan Peraturan Pemerintah. Hanya saja, dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pem- turan Presiden. Sebelum dibentuknya UU No. 10 Tahun
2004, istilah yang biasa dipakai untuk ini adalah Keppres
(Keputusan Presiden). Keputusan Presiden sebagai ben-
291
tuk peraturan, baru ditetapkan oleh Ketetapan Majelis
Bandingkan dengan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi yang
mempunyai kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
292
Undang Dasar. Lihat Pasal 13 UU No. 14 Tahun 1984 tentang Mahkamah Indonesia, Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Agung dan Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. undangan, UU No. 10 Tahun 2004, LN Tahun 2004 No. 53, TLN No. 4389.

215 216
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XX/MPRS/ jian peraturan (judicial review), 294 sedangkan upaya
1966. Dengan ketetapan MPRS ini, bentuk-bentuk pera- hukum untuk melawan keputusan administrasi negara
turan yang ada sebelumnya, seperti Peraturan Presiden (beschikking) adalah melalui gugatan ke pengadilan tata
(Perpres) dan Penetapan Presiden (Penpres) ditiadakan. usaha negara (TUN). Dengan demikian, istilah peraturan
Keputusan Presiden dalam Ketetapan MPRS ini dimak- dan keputusan memang tidak tepat untuk dikacaukan
sud untuk melaksanakan ketentuan UUD 1945 dan kete- atau dicampuradukkan satu sama lain. Oleh karena itu,
tapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Se- berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004, istilah Peraturan
mentara/Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam bidang Presiden yang pernah dikenal sebelum masa Orde Baru,
eksekutif, atau Peraturan Pemerintah.293 dihidupkan kembali untuk mewadahi kewenangan regu-
Namun, materi Keputusan Presiden ini ada yang lasi yang dimiliki oleh Presiden di luar bentuk Peraturan
bersifat mengatur (regeling) dan ada pula yang hanya Pemerintah yang ditentukan dalam UUD 1945.
bersifat penetapan administratif (beschikking) dan Menurut ketentuan Pasal 11 UU No. 10 Tahun 2004
berlaku untuk sekali atau einmalig saja. Karena mua- dijelaskan, “materi muatan Peraturan Presiden berisi
tannya tercampur-aduk antara yang bersifat regeling dan materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau
beschikking, maka dipandang perlu untuk diadakan materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah”.
pembedaan yang tegas di antara keduanya. Dalam ber- Dalam ketentuan ini dapat timbul dua persoalan. Per-
bagai makalah yang kemudian tertuang dalam berbagai tama, Pasal 11 ini memungkinkan pembentuk undang-
buku saya, sangat sering saya usulkan adanya pembeda- undang memberikan delegasi kewenangan pengaturan
an semacam itu. mengenai materi tertentu langsung kepada Peraturan
Alasan pertama ialah bahwa penggunaan nomen- Presiden atau kepada Peraturan Pemerintah. Pilihan
klatur untuk bentuk hukum yang berisi norma yang me- mengenai salah satu dari kedua bentuk peraturan ini se-
ngatur haruslah ”peraturan”, bukan ”keputusan”. Se- penuhnya tergantung kepada pembentuk undang-
dangkan untuk bentuk hukum yang bersifat penetapan, undang sendiri. Dengan logika demikian, berarti kedua
tidak boleh disebut ”peraturan” karena sifatnya memang jenis peraturan ini haruslah berbeda satu sama lain,
tidak mengatur (regeling). terutama dari segi kriteria isinya. Sebab, jika keduanya
Kedua, adanya pembedaan tersebut penting dan tidak berbeda, untuk apa pembentuk undang-undang
memudahkan masyarakat memahami bahwa keduanya
memang berbeda, sehingga upaya hukum untuk mela- 294
Dalam arti luas, gugatan terhadap keputusan pejabat administrasi negara,
wannya juga berbeda mekanismenya. Upaya hukum dalam bahasa Inggris (British), biasa disebut dengan istilah judicial review
untuk melawan produk peraturan disebut sebagai pengu- juga. Tetapi, judicial review yang dimaksud di sini sesuai pengertian yang
biasa dipahami di Indonesia, yakni dalam arti sempit hanya mencakup
pengertian pengujian peraturan saja. Lihat Jimly Asshiddiqie, Model-Model
Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, (Jakarta: Konpress, 2005); dan
293
Ketetapan MPRS XX/MPRS/1966 bagian II Tata Urutan Peraturan Fatmawati, Hak Menguji (Toetsingsrecht) yang Dimiliki oleh Hakim dalam
Perundangan Republik Indonesia menurut UUD 1945. Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005).

217 218
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

diharuskan memilih di antara kedua jenis peraturan itu. delegasi pengaturan dari undang-undang dan Peraturan
Bukankah cukup PP saja yang berfungsi sebagai pera- Presiden yang berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1)
turan pelaksana langsung atas ketentuan undang- UUD 1945. Kedua macam Peraturan Presiden tersebut
undang. Sedangkan, Peraturan Presiden cukup difung- dapat menimbulkan kerancuan seperti halnya kedudu-
sikan sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah sesuai kan Keputusan Presiden dalam sistem yang pernah di-
dengan tata urutan hierarkisnya. Kedua, dalam Penjela- praktikkan di masa lalu.295
Jika perintah untuk mengatur itu tercantum secara
san Pasal 11 itu juga ditentukan bahwa:
“Sesuai dengan kedudukan Presiden menurut UUD tegas dalam undang-undang, maka niscaya produk pera-
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan turan yang harus ditetapkan oleh Presiden itu adalah
Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam bentuk sebagaimana yang diperintahkan dalam
dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara sebagai undang-undang tersebut. Akan tetapi, apabila perintah
atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik mengenai bentuknya tidak disebut dengan tegas, atau
Indonesia Tahun 1945”.
bahkan tidak ada perintah sama sekali untuk mengatur-
nya, maka Presiden dianggap dengan sendirinya memi-
Dengan penjelasan ini berarti, Peraturan Presiden
liki ruang gerak kewenangan diskresi (discretionary
dipahami oleh pembentuk undang-undang sebagai
power) berdasarkan prinsip freies-ermessen atau
peraturan yang bersifat mandiri yang dapat terlepas dari
beleidsvrijhei untuk berkreasi. Asalkan hal itu berada
Undang-undang atau apalagi Peraturan Pemerintah. Jika
dalam batas-batas kebutuhan yang rasional, objektif, wa-
suatu undang-undang tidak menentukan harus diatur
jar (reasonable) dan sewajarnya (proporsional), Presiden
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, maka untuk
dapat berinisiatif untuk mengeluarkan Peraturan
melaksanakan berbagai ketentuan undang-undang yang
Presiden yang dibutuhkan, kecuali jika materi yang hen-
bersangkutan dapat ditetapkan Peraturan Presiden seba-
dak diatur itu termasuk kategori materi yang harus diatur
gaimana mestinya.
dengan undang-undang, tentu Presiden tidak dapat
Demikian pula untuk kepentingan menjabarkan
lebih lanjut ketentuan Peraturan Pemerintah, maka Pre- menuangkannya dalam bentuk Peraturan Presi- den.
siden dapat lebih lanjutnya menetapkan Peraturan Namun, berkenaan dengan hal tersebut di atas,
Presiden. Bahkan, meskipun Undang-undang (UU) atau- dapat timbul persoalan di lapangan, yaitu bagaimana
pun Peraturan Pemerintah (PP) tidak mengatur, jika menentukan batasan yang wajar, sehingga kewenangan
Presiden menganggapnya penting untuk diatur dalam diskresi yang dimiliki oleh Presiden untuk mengeluarkan
rangka menjalankan roda pemerintahan, maka berdasar- Peraturan Presiden itu tidak dilakukan dengan sewe-
kan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, Presiden
dianggap dapat menafsirkan kewenangan atributifnya 295
Lihat pendapat Bagir Manan mengenai hal ini dalam Anna Erliyana,
untuk mengatur hal itu dengan Peraturan Presiden. Keputusan Presiden: Analisis Keppres RI 1987-1998, (Jakarta: Fakultas Hu-
Dengan demikian, terdapat dua macam Peraturan Presi- kum Universitas Indonesia, 2004), hal. 23.
den, yaitu Peraturan Presiden yang bersumber dari

219 220
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

nang-wenang. Jika hal itu dilakukan sewenang-wenang,


maka pemerintahan akan kembali berkembang seperti di Mengenai pengertian Peraturan Desa (Perdes) ini
masa Orde Baru, di mana banyak sekali tindakan peme- dapat timbul persoalan serius di lapangan. Sebagai ben-
rintahan yang dilakukan hanya dengan Keputusan-Kepu- tuk peraturan di tingkat desa, seharusnya Peraturan Desa
tusan Presiden, sehingga saya sendiri pernah menama- dikeluarkan dari pengertian Peraturan Daerah yang
kannya sebagai gejala Government by Keppres. 296 tercantum resmi sebagai bentuk peraturan yang berada
dalam posisi hierarki kelima dalam susunan peraturan
Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh, sebe-
perundang-undangan yang dimaksud oleh Pasal 7 ayat
narnya, Penjelasan Pasal 11 UU No. 10 Tahun 2004 ter-
(2) UU No. 10 Tahun 2004 tersebut. Unit pemerintahan
sebut, jelas mengandung substansi konsep Keputusan desa, sudah seharusnya dibedakan dari unit pemerin-
Presiden yang bersifat mandiri yang pernah dipopuler- tahan daerah pada umumnya. Kehidupan masyarakat
kan oleh Prof. Dr. Hamid S. Attamimi di masa Orde Baru desa merupakan bentuk komunitas yang dapat mengurus
yang banyak mendapat kritik dari para ahli hukum.297 dirinya sendiri. Oleh karena itu, masyarakat desa juga
biasa disebut sebagai self-governing communities (zelf-
6) Peraturan Daerah (Perda) bestuur gemeinschap) yang merupakan unit-unit kegia-
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No. 10 tan masyarakat di luar pengertian formal daya jangkau
Tahun 2004, Peraturan Daerah (Perda) meliputi: organisasi negara. Oleh karena itu, Peraturan Desa tidak
a. Peraturan Daerah provinsi yang dibuat oleh dewan perlu dimasukkan ke dalam kategori peraturan perun-
perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan dang-undangan negara.
gubernur; Dengan demikian, bentuk Peraturan Desa itu
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota yang dibuat oleh sebenarnya tidak perlu dikategorikan sebagai peraturan
dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota perundang-undangan yang berada di bawah undang-
bersama bupati/walikota; undang, sehingga memenuhi kualifikasi sebagai bentuk
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, yang dibu- peraturan yang dapat diuji oleh Mahkamah Agung. Jika
at oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya peraturan desa dikategorikan sebagai bentuk peraturan
bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. perundang-undangan di bawah undang-undang sebagai-
mana dimaksud dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945,
296 maka berarti bahwa peraturan desa itu dapat dijadikan
Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,
Konpress, Jakarta, 2005. Dalam semangat yang sama, Frans Hendrawinarta
objek pengujian oleh Mahkamah Agung. Hal demikian
juga menulis artikel di Harian Kompas dengan judul, “Keppres Sarana Legi- tentulah dapat dianggap tidak realistis, dan justru tidak
timasi Praktik KKN”, 26 Oktober 1998, hal. 9. sesuai dengan maksud perumusan Pasal 24A ayat (1)
297
Lihat Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden dalam Penyeleng- UUD 1945 itu sendiri, karena akan membebani Mahka-
garaan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan mah Agung dengan tugas-tugas yang sangat tidak realis-
Presiden yang berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita IV, disertasi,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990. Di samping Hamid tis. Kehidupan masyarakat desa sebagai self-governing
S. Attamimi, kajian ilmiah tentang Keputusan Presiden juga dilakukan oleh communities merupakan unit-unit kegiatan masyarakat
Anna Erliyana dalam disertasinya pada tahun 2004. di luar pengertian formal daya jangkau organisasi nega-

221 222
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

ra. Meskipun desa merupakan kaki-kaki yang kokoh bagi syawaratan Rakyat Nomor V/MPR/ 1973 dinyatakan
organisasi negara dalam arti yang umum, tetapi daya tetap berlaku.299 Sumber-sumber hukum tersebut meru-
jangkau organ-organ negara memang tidak seharusnya pakan sumber hukum formil menurut tingkat kewena-
menjangkau sampai ke tingkat desa. Oleh sebab itu, ngannya (hierarkinya), sehingga setiap peraturan hukum
Peraturan Desa tidak perlu dimasukkan ke dalam kate- yang berlaku senantiasa bersumber pada dan dari pera-
gori peraturan perundang-undangan negara. turan hukum yang lebih tinggi tingkatannya.
Namun demikian, terlepas dari hal itu, secara
Setelah ditetapkannya Ketetapan MPR Nomor
normatif pada ayat (3) pasal ini, lebih lanjut telah diten-
III/MPR/2000 di masa reformasi, bentuk dan jenis-jenis
tukan bahwa tata cara pembuatan Peraturan Desa atau
peraturan yang setingkat peraturan desa itu diatur peraturan perundang-undangan disederhanakan sehing-
dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang ber- ga terdiri atas (i) Undang-Undang Dasar, (ii) Ketetapan
sangkutan. Selanjutnya, Pasal 7 ayat (4) menentukan MPR/S, (iii) Undang-undang (UU), (iv) Peraturan Peme-
bahwa jenis Peraturan Perundang-undangan selain yang rintah Pengganti Undang-undang (Perpu), (v) Peraturan
ditentukan pada Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, Pemerintah (PP), (vi) Keputusan Presiden (Keppres),
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum (vii) Peraturan Daerah (Perda). Sedangkan, bentuk-
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Per- bentuk lainnya yang tetap diakui adalah Peraturan/
undang-undangan yang lebih tinggi. Keputusan Menteri, lembaga-lembaga independen lain-
nya, Mahkamah Agung, dan sebagainya, yang disebut pe-
7) Peraturan Pelaksanaan Lainnya raturan atau keputusan yang bersifat mengatur.
Di masa awal Orde Baru dulu, yang dimaksud de- Setelah diadakan peninjauan kembali mengenai
ngan peraturan pelaksanaan lainnya adalah bentuk-ben- materi dan status hukum Ketetapan-Ketetapan
tuk peraturan yang ada setelah Ketetapan MPRS No. XX/ MPR/MPRS sejak tahun 1960 sampai dengan tahun
MPRS/1966, dan harus bersumber kepada peraturan 2002, maka oleh Ketetapan MPR No. I/MPR/2003
perundangan yang lebih tinggi. Umpamanya, Peraturan ditentukan bahwa TAP MPR No. III/MPR/2000 tersebut
Menteri, Peraturan Daerah, dan sebagainya. Sumber- di atas dinyatakan masih tetap berlaku sampai
sumber hukum formil Hukum Tata Negara pada masa itu terbentuknya undang-undang yang mengatur materi
adalah sebagaimana ditentukan dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/ MPRS/
turan Perundangan Republik Indonesia tersebut pada Pasal 1 berlaku bagi
1966,298 yang kemudian oleh Ketetapan Majelis Permu- pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
299
Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan produk-produk
298
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR yang berupa ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Semen-
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan tara Republik Indonesia. Pasal 3, dinyatakan tetap berlaku dan perlu disem-
Peraturan Perundangan Republik Indonesia. Pasal 1, menerima baik isi purnakan Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara:
memorandum DPR-GR tertanggal 9 Juni 1966, khusus mengenai Sumber (1) Tap XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber
Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan
Republik Indonesia. Pasal 2, Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Pera- Republik Indonesia.

223 224
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

yang diatur dalam ketetapan itu. Untuk itu, maka atas, sepanjang bersifat mengatur (regeling) harus di-
dibentuklah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 baca sebagai peraturan, dan untuk seterusnya, semua
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. produk yang bersifat mengatur tersebut harus disebut
Dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 ini, maka dengan nama peraturan yang pembentukannya tunduk
segala sesuatu yang berkenaan dengan bentuk dan kepada ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 itu.
pembentukan peraturan perundang-undangan harus Peraturan-peraturan dimaksud, misalnya, Peratu-
ran Tata Tertib MPR, Peraturan Tata Tertib DPR, Peratu-
tunduk kepada ketentuan yang diatur oleh undang-
ran Tata Tertib DPD, 300 Peraturan Mahkamah Agung
undang ini. Pasal 54 UU No. 10 Tahun 2004 menjelaskan
(PERMA), Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), Pe-
bahwa: raturan Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Bank
“Teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan
Indonesia (PBI), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan
Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawara-
tan Rakyat, dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Kepala Badan, Peraturan Lembaga, Peraturan Komisi
Rakyat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Dae- Pemilihan Umum (KPU), 301 Peraturan Komisi Pembe-
rah, Keputusan Ketua Mahkamah Agung, Keputusan rantasan Tindak Pidana Korupsi, atau peraturan lembaga
Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Kepala Badan yang setingkat lainnya. Semua peraturan perundang-
Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indo- undangan tersebut merupakan bentuk-bentuk peraturan
nesia, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Badan, pelaksanaan undang-undang atau biasa disebut subor-
Lembaga atau Komisi yang setingkat, Keputusan Pim- dinate legislations yang merupakan peraturan yang
pinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kepu- didelegasikan oleh undang-undang (delegated legisla-
tusan Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan Perwa- tions). Semua itu tetap dapat disebut sebagai peraturan
kilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati perundang-undangan yang termasuk ke dalam kategori
/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang setingkat,
allgemeene verbindende voorschriften atau peraturan
harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau
bentuk yang diatur dalam Undang-Undang ini”. yang mengikat untuk umum.
Bahkan, dalam bahasa Belanda, bentuk-bentuk
Sementara itu, dalam Pasal 56 Undang-undang No- pengaturan yang ditetapkan oleh para administrator
mor 10 Tahun 2004 tersebut dinyatakan pula: sebagai pejabat pelaksana fungsi-fungsi administrasi
”Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Ke-
putusan Gubernur, Keputusan Bupati/ Walikota, atau 300
Peraturan-peraturan ini biasanya ditetapkan dalam bentuk atau dengan
keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud da- memakai baju hukum keputusan, tetapi dinamakan Peraturan Tata Tertib
lam Pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada karena isinya bersifat mengatur.
sebelum Undang-undang ini berlaku, harus dibaca pera- 301
Sebelum diundangkannya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
turan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Peraturan Perundang-undangan, jenis-jenis peraturan seperti yang dikeluar-
Undang ini”. kan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) biasa disebut dengan istilah
Keputusan Ketua KPU. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan Pasal 56 UU No.
Oleh karena itu, semua keputusan lembaga-lemba- 10 Tahun 2004 tersebut, semua sebutan Keputusan yang berisi norma yang
bersifat pengaturan (regeling) itu harus dibaca sebagai peraturan menurut
ga seperti yang dimaksud dalam Pasal 54 tersebut di ketentuan UU No. 10 Tahun 2004.

225 226
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

negara dalam rangka melaksanakan ketentuan undang- Kabupaten/Kota, dan Peraturan Bupati/Walikota. Hubu-
undang disebut juga dengan istilah besluit van allge- ngan antara Perda Provinsi dengan Peraturan Kepala
meene strekking atau keputusan yang berisi ketentuan Pemerintah Daerah itu dapat disetarakan dengan hubu-
yang berlaku untuk umum. Oleh sebab itu, bentuk ngan antara Undang-undang dengan Peraturan Pemerin-
hukum pengaturan seperti itu sebelum dibentuknya UU tah atau Peraturan Presiden di tingkat pusat. Demikian
No. 10 Tahun 2004, biasa disebut juga dengan istilah pula bentuk-bentuk peraturan lainnya, dapat pula dis-
”Keputusan”. Misalnya, Keputusan Menteri, Keputusan ebut, misalnya Peraturan Tata Tertib DPRD Provinsi, dan
Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Gubernur, Keputu- Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten/Kota, mes-
san Komisi Pemilihan Umum, dan sebagainya, disebut kipun tidak termasuk pengertian allgemeine verbin-
dengan istilah keputusan, padahal isinya bersifat menga- dende voorschriften, tetapi tetap dapat disebut sebagai
tur (regeling). Kebiasaan penggunaan istilah keputusan peraturan tingkat daerah.
itu disebabkan oleh karena dalam bahasa Belanda,
bentuk-bentuk pengaturan seperti itu juga biasa disebut 4. Konvensi Ketatanegaraan
dengan istilah besluit van allgemeene strekking.
Di samping itu, ada pula bentuk-bentuk atau jenis- Dalam Hukum Tata Negara (constitutional law),
jenis peraturan di tingkat daerah. Bentuk-bentuk atau dikenal pula apa yang disebut konvensi ketatanegaraan
jenis peraturan tingkat daerah ini sebenarnya dapat saja (the convention of the constitution). Konvensi ketata-
disebut atau tidak disebut sebagai peraturan perundang- negaraan mempunyai kekuatan yang sama dengan
undangan. Misalnya, undang-undang dapat menentukan Undang-undang, karena diterima dan dijalankan, mes-
ada atau tidaknya pembedaan yang jelas antara penger- kipun hakim di pengadilan tidak terikat olehnya. Bahkan
tian peraturan pusat dan peraturan daerah. Akan tetapi, seringkali konvensi ketatanegaraan ini menggeser ber-
Pasal 7 ayat (2) dan ayat (1) Undang-undang Nomor 10 lakunya suatu peraturan perundang-undangan yang
Tahun 2004 telah dengan jelas menentukan bahwa tertulis.
Peraturan Daerah yang mencakup pengertian Peraturan Sebagai contoh, pada awal kemerdekaan, dapat di-
Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan kemukakan bahwa menurut Pasal 17 Undang-Undang
Peraturan Desa atau yang setingkat, termasuk ke dalam Dasar 1945, Menteri Negara bertanggung jawab kepada
pengertian peraturan perundang-undangan. Pasal 7 ayat
Presiden, karena ia adalah pembantu Presiden. Dalam
(1) jelas menentukan bahwa Peraturan Daerah itu adalah
perkembangan ketatanegaraan Indonesia di tahun 1945,
peraturan perundang-undangan yang berada dalam uru-
ternyata ketentuan yang menyatakan bahwa Menteri
tan hierarkis ke-5 setelah UUD, UU/Perpu, PP, dan Per-
Negara harus bertanggung jawab kepada Presiden, kare-
pres.
Dengan demikian, peraturan tingkat daerah beserta na konvensi ketatanegaraan, diubah menjadi bertang-
peraturan pelaksanaannya adalah termasuk juga dalam gung jawab kepada Badan Pekerja Komite Nasional In-
pengertian peraturan perundang-undangan. Peraturan- donesia Pusat (BP-KNIP). Pada masa itu, Badan Pekerja
peraturan tingkat daerah itu terdiri atas Peraturan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) ini berfungsi
Daerah Provinsi, Peraturan Gubernur, Peraturan Daerah sebagai semacam Dewan Perwakilan Rakyat yang menja-

227 228
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

lankan tugas-tugas yang bersifat legislatif. tindak penyimpangan dari ketentuan konstitusi, tetapi
Hal ini terjadi karena keluarnya Maklumat Wakil telah mendapatkan kesepakatan bersama atau dibiarkan
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang kemudian berlaku oleh semua pihak yang terkait, maka hal itu dapat
diikuti dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 Novem- diterima sebagai konvensi ketatanegaraan, meski- pun
ber 1945, di mana Komite Nasional Indonesia Pusat yang belum menjadi kebiasaan yang dimaksud di atas.
semula membantu Presiden dalam menjalankan wewe- Kebiasaan mempersyaratkan terjadinya perulangan-
nangnya berdasarkan Aturan Peralihan Pasal IV Un- perulangan. Tetapi dalam konvensi tidak harus lebih
dang-Undang Dasar 1945, menjadi badan yang sederajat dulu terjadi perulangan. Uraian lebih rinci beserta con-
dengan Presiden, dan sebagai tempat Menteri Negara toh-contoh mengenai hal ini akan dibahas dalam sub bab
bertanggung jawab. Dengan demikian, sistem pemerin- tersendiri.
tahan yang semula menganut sistem presidentil (presi-
dential system) berubah menjadi sistem pemerintahan 5. Traktat (Perjanjian)
parlementer. Hal ini dapat dilihat dalam kabinet Syahrir Sumber hukum formil yang lain dari Hukum Tata
Negara adalah traktat atau perjanjian, sepanjang traktat
I, II, dan III, serta kabinet Amir Sjarifudin yang meng-
atau perjanjian itu menentukan segi hukum ketata-
gantikannya.
negaraan yang hidup bagi negara masing-masing yang
Konvensi ketatanegaraan dapat dibedakan dari
terikat di dalamnya, sekalipun ia termasuk dalam bidang
kebiasaan ketatanegaraan. Dalam kebiasaan terdapat un- Hukum Internasional. Bentuk traktat (treaty) tersebut
sur yang menunjukkan bahwa suatu perbuatan yang tidak selalu tertulis karena kemungkinan terjadi bahwa
sama berulang-ulang dilakukan, yang kemudian diterima perjanjian hanya diadakan dengan pertukaran nota atau
dan ditaati. Kebiasaan ketatanegaraan akan menjadi surat-surat belaka. Dalam kamus Hukum Internasional,
hukum kebiasaan yang mengikat apabila ia diberi atau tidak dibedakan antara traktat dan perjanjian. Bahkan,
dilengkapi dengan sanksi. Kebiasaan ketatanegaraan traktat dan perjanjian sering dikatakan mempunyai arti
ialah perbuatan dalam kehidupan ketatanegaraan yang yang sama saja. Akan tetapi, Bellefroid berpendapat
dilakukan berulang kali, sehingga ia diterima dan ditaati bahwa kedua hal itu mempunyai arti yang berbeda.
dalam praktik ketatanegaraan, walaupun ia bukan hu- Traktat adalah perjanjian yang terikat pada bentuk ter-
kum. Di sinilah letak perbedaannya dengan ketentuan tentu, sedangkan perjanjian tidak selalu terikat pada
hukum yang sudah tidak diragukan keabsahannya. bentuk tersebut.302
Kebiasaan ketatanegaraan walaupun bagaimana penting- Traktat atau perjanjian adalah perjanjian yang
nya tetap merupakan kebiasaan saja. diadakan oleh dua negara atau lebih. Apabila perjanjian
Sebagian kebiasaan ketatanegaraan memang dapat 302
Bellefroid, Mr. J.H., Inleiding tot de rechtswetenschap in Nederland,
disebut sebagai konvensi ketatanegaraan. Akan tetapi, (Utrecht: Dekker & van de Vegt. N.V. Nijmegen, 1948), hal. 107, “De stalen
tidak selalu konvensi ketatanegaraan merupakan kebia- gaan ook overeenkomst aan, waarby de tractaatsvorm enkel en alleen door
saan ketatanegaraan, sebab konvensi dapat timbul mes- nota-wiselling of door briefwisseling gesboten worden. Al worden die
kipun sesuatu belum menjadi kebiasaan. Misalnya, overeenkomst doorgaans niet met de naam tractaten bestempeld toch staatn
zij, van juridisch standpunt beschouwd met tractaten op een lijn”.

229 230
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

itu diadakan oleh dua negara, ia disebut perjanjian bila- dengan saling menukarkan piagam perjanjian. 303

teral. Sedangkan, apabila diadakan oleh banyak negara,


ia disebut perjanjian multilateral. Dalam praktik, mana Dapat dikatakan bahwa pada tahap pertama, yaitu
yang disebut traktat dan mana yang dapat disebut tahap perundingan, sepenuhnya merupakan kewenangan
sebagai persetujuan, tidak mudah untuk dibedakan. Presiden. Dalam rangka hubungan dengan luar negeri,
Keduanya sama-sama termasuk ke dalam pengertian Presiden dapat menentukan dalam hal apa saja dan
perjanjian yang seringkali tidak dapat dipisahkan secara
kapan saja perlu diadakan perjanjian antara Republik
tajam.
Indonesia dengan negara lain. Dalam hal ini Dewan
Dalam lapangan Hukum lnternasional, suatu pro-
Perwakilan Rakyat (DPR) sama sekali tidak perlu ikut
ses pembuatan perjanjian sampai mengikat kedua negara
campur untuk menentukan secara langsung. Akan tetapi,
atau lebih, dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
kadang-kadang DPR dapat pula menyatakan pendapat-
1) perundingan atau pembicaraan diadakan mengenai
nya di muka umum mengenai hal itu. Misalnya, DPR
hal-hal yang menyangkut kepentingan masing-
dapat menyatakan pendapatnya bahwa hubungan antara
masing negara. Pembicaraan atau perundingan terse-
Republik Indonesia dengan negara lain belum waktunya
but merupakan tindakan persiapan sebelum terjadi-
diadakan perjanjian. Pendapat yang demikian itu dapat
nya suatu traktat;
muncul sebagai pendapat perorangan anggota DPR, atau
2) jika para pihak telah memperoleh kata sepakat, maka
pun kemudian diadopsi menjadi pendapat DPR sebagai
substansi pokok yang dihasilkan dari perundingan itu
institusi. Jika pendapat seperti itu timbul, tentu hal ini
diparaf sebagai tanda persetujuan sementara. Dikata-
dapat saja menimbulkan akibat tertentu terhadap Presi-
kan sementara, karena naskah itu masih memerlukan
den, setidak-tidaknya secara politik.
persetujuan lebih lanjut dari lembaga perwakilan
Jika diukur dengan asas kedaulatan rakyat, se-
rakyat atau parlemen masing-masing negara;
benarnya, tahap kedualah yang terpenting, yaitu tahap
3) sesudah diperoleh persetujuan dari masing-masing
penentuan kesepakatan materiel mengenai hal-hal yang
negara, kemudian disusul dengan penguatan (be-
diperjanjikan itu. Sebab, bagaimanapun juga, sudah se-
krachtiging) oleh Kepala Negara masing-masing.
harusnya rakyat mengetahui segala tindakan, langkah
Sesudah keputusan dicapai, tidak mungkin lagi bagi
dan kegiatan Presiden yang berhubungan dengan negara
kedua pihak untuk mengadakan perubahan, karena
lain. Setiap perjanjian dengan negara lain dapat beraki-
perjanjian tersebut sudah mengikat kedua belah
bat langsung ataupun tidak langsung terhadap kehidu-
pihak;
4) keputusan yang sudah disetujui dan ditandatangani
oleh para pihak kemudian diumumkan. Lazimnya pe- 303
Lihat Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Op. Cit, hal 186,
ngumuman itu dilakukan dalam suatu upacara sebagai berikut : 1. Penetapan, 2. Persetujuan masing-masing Dewan Perwa-
kilan Rakyat dari pihak yang bersangkutan, 3. Ratifikasi, atau pengesahan
oleh masing-masing Kepala Negara, 4. Pelantikan atau pengumuman (afkon-
diging).

231 232
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

pan rakyat banyak. Oleh karena itu, wakil-wakil rakyat lanjut apakah semua perjanjian seperti halnya dengan
yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat harus mengetahui persetujuan termasuk pengertian perjanjian antarnegara
apakah suatu perjanjian akan menguntungkan rakyat (international agreement). Ismail Suny menyebutkan
atau justru sebaliknya akan merugikan rakyat yang mere- bahwa hal-hal yang termasuk International Agreement
ka wakili kepentingannya di lembaga perwakilan rakyat. itu tidaklah memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan
Di samping itu, perlu dicatat pula bahwa, selain Rakyat. 305
merupakan sumber hukum materil, perjanjian juga di- Dalam praktek di masa pemerintahan Presiden
akui sebagai sumber hukum formil dalam Hukum Tata Soekarno, Pasal 11 UUD 1945 pernah diartikan menca-
Negara. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari ada- kup pengertian perjanian internasional yang penting dan
nya hubungan antarnegara. Sebagai contoh, dapat dike- yang kurang penting. 306 Hal itu, misalnya tercermin
mukakan adanya perjanjian dwi-kewarganegaraan yang dalam Surat Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan
dikenal pada masa Undang-Undang Dasar Sementara Rakyat Gotong Royong tanggal 22 Agustus 1960 No.2826
1950. Perjanjian yang mengatur persoalan dwi-kewarga- /HK/ 1960 yang membedakan dua macam perjanjian
negaraan tersebut dulu dianggap sebagai sumber hukum internasional, yaitu:
formil bagi Hukum Tata Negara, karena masalah kewar- (i) perjanjian internasional yang memuat materi yang
ganegaraan itu merupakan salah satu bidang kajian yang penting (treaty);
dianggap penting dalam Hukum Tata Negara. (ii) perjanjian internasional yang mengandung materi
Selain itu, Undang-Undang Dasar 1945 sendiri yang kurang penting (agreement).
tidak membedakan antara istilah perjanjian dan traktat.
Pasal 11 UUD 1945 hanya menyebut istilah perjanjian Perjanjian internasional yang dapat dikatakan
dengan negara lain. Dalam kepustakaan, wewenang yang mempunyai kandungan materi yang penting adalah
timbul dalam hubungan dengan negara lain ini disebut perjanjian yang memuat persoalan politik dan persoalan-
sebagai kekuasaan diplomatik (diplomatic power) atau persoalan yang dapat mempengaruhi kebijakan atau
hubungan luar negeri (foreign Affairs).304 Dalam Pasal 11 haluan politik luar negeri negara, seperti perjanjian per-
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut tidak dirinci lebih sahabatan, persekutuan, perubahan wilayah atau pene-
tapan tapal batas, dan sebagainya, yang dari segi materi-
304
C.F. Strong memakai istilah diplomatic power, lihat dalam Strong, Op Cit., nya, berkenaan dengan:
hal. 233; Bernard Schwartz menyebutnya foreign affairs, lihat Bernard
Schwartz, American Constitutional Law, (Cambridge University Press, 1955),
(i) perikatan-perikatan yang sedemikian rupa sifatnya,
hal. 102 dst.; Wolhoff memakai istilah “hubungan luar negeri”, lihat dalam
305
Pengantar Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Timun Mas, lsmail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Op. Cit., hal. 83.
306
1960), hal. 193; lsmail Suny menggunakan istilah “kekuasaan diplo- matic”, Sebelum Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001, pasal ini hanya
lihat dalam Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, (Jakarta: Nilam, 1965), hal. 34, berisi 1 butir ketentuan, yaitu “Presiden dengan persetujuan DPR menyata-
83 dan 125; Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro memakai istilah “hubungan kan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain”.
luar negeri”, lihat dalam Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Ketentuan tersebut sekarang mempunyai rumusan Pasal 11 ayat (1) yang baru
(Jakarta: Dian Rakyat, 1974), hal. 67. dengan ditambah ayat (2) dan ayat (3).

233 234
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

sehingga mempengaruhi haluan politik luar negeri bulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan
negara; dan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/
(ii) persoalan-persoalan yang menurut Undang-Undang atau mengharuskan perubahan atau pembentukan un-
Dasar 1945 atau menurut sistem peraturan perun- dang-undang harus dengan persetujuan DPR”. Dalam
dang-undangan negara kita hanya diatur dapat Pasal 9 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjan-
dengan Undang-undang, seperti soal kewarganega- jian Internasional,308 diatur bahwa pengesahan perjanji-
raan. an internasional oleh Pemerintah dilakukan dengan
undang-undang atau dengan keputusan presiden.309
Apabila materi perjanjian dengan negara lain itu Menurut ketentuan Pasal 10 UU No. 24 Tahun
berkenaan dengan kedua hal tersebut, maka perjanjian 2000, pengesahan perjanjian internasional dilakukan
itu dapat dikatakan penting. Akan tetapi, jika perjanjian dengan undang-undang apabila berkenaan dengan:
itu berkenaan dengan hal-hal di luar itu, maka dapat di- a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan ke-
anggap sebagai perjanjian internasional yang kurang amanan negara;
penting. b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah ne-
Namun, oleh karena materi dari suatu perjanjian gara Republik Indonesia;
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara;
internasional (internasional agreement) itu kadang-
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
kadang sangat berkaitan dengan kepentingan atau me-
e. pembentukan kaidah hukum baru;
nyangkut hajat hidup rakyat banyak, maka hal-hal yang
f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
demikian itu dianggap memang sudah seharusnya me-
merlukan persetujuan DPR. Misalnya, persetujuan inter- Kemudian, berdasarkan pada ketentuan Pasal 11
nasional yang berkenaan dengan pinjaman luar negeri UU No. 24 Tahun 2000 tersebut, pengesahan perjanjian
yang berjangka panjang, atau bantuan pinjaman dari internasional yang materinya tidak termasuk materi
negara kita kepada negara lain atau suatu organisasi di seperti yang dimaksud di atas, cukup dilakukan dengan
luar negeri. Kedua-duanya menyangkut keuangan nega- keputusan presiden.
ra, yang pada akhirnya membebani seluruh rakyat. Un-
tuk itu, hal-hal demikian harus mendapat persetujuan C. Konvensi Ketatanegaraan
dari DPR.
1. Hakikat Konvensi Ketatanegaraan
Oleh karena itu, Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UUD Menurut pendapat Albert Venn Dicey (1835-1922)
1945 307 menentukan bahwa ”Presiden dengan persetu- dalam bukunya “Introduction to the Study of the Law of
juan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian,
dan perjanjian dengan negara lain”; ”Presiden dalam 308
Indonesia, Undang-undang Tentang Perjanjian Internasional, UU No. 24
membuat perjanjian internasional lainnya yang menim- Tahun 2000, LN No. 185 Tahun 2000, TLN No. 4012.
309
Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan Dewan Per-
307 wakilan Rakyat. Pengesahan dengan Keputusan Presiden selanjutnya diberi-
Merupakan hasil amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2001.
tahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

235 236
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

the Constitution”, kita harus membedakan antara (i) the ngan kebiasaan atau kebiasaan ketatanegaraan, padahal
law of the constitution, dan (ii) the conventions of the sebenarnya berbeda. Kebiasaan mempersyaratkan pe-
constitution, 310 yang keduanya sama-sama sebagai dua ngulangan, sedangkan konvensi tidak. Dalam praktik,
maxim yang penting dalam ilmu hukum tata negara. 311 konvensi juga dianggap sebagai salah satu cara untuk
Termasuk ke dalam pengertian the laws of the consti- mengubah apa yang tertulis dalam teks konstitusi, sesuai
tution itu adalah segala ketentuan peraturan perundang- dengan kebutuhan yang baik untuk memastikan beker-
undangan yang berlaku mengikat, yang dapat dipaksa- janya norma konstitusi dalam praktik. K.C. Wheare
kan dan diakui berlakunya oleh badan-badan peradilan dalam bukunya “Modern Constitutions”, misalnya, ada-
(which are enforced or recognized by the court), yaitu lah salah seorang sarjana yang menganggapnya demi-
(a) statutes, atau undang-undang, (b) norma-norma yang kian. Menurut K.C. Wheare:
berasal dari custom atau adat kebiasaan, tradisi atau “Many important changes in the working of a
prinsip-prinsip yang diciptakan oleh hakim (judge- made constitution occur without any alteration in the
maxims) yang biasa dikenal sebagai common laws. rules which regulate a government, whether they
Sedangkan, norma-norma hukum lain selain hal tersebut strictly legal or rules of custom and convention”.313
di atas, dikategorikan oleh A.V. Dicey sebagai the con-
ventions of the constitution atau konvensi ketatanega- Banyak perubahan yang terjadi dalam rangka
pelaksanaan undang-undang dasar tanpa mengubah
raan.
secara mutlak bunyi teks hukum ketentuan yang menga-
Konvensi ketatanegaraan atau constitutional
tur suatu pemerintahan, melainkan terjadi begitu saja
convention merupakan peristilahan yang lazim disebut
melalui kebiasaan dan konvensi (rules of custom and
dalam pembicaraan mengenai masalah-masalah praktik
convention). K.C. Wheare bahkan menguraikan lebih
ketatanegaraan dan dalam ilmu hukum tata negara
lanjut mengenai perubahan-perubahan konstitusi yang
(constitutional law).312 Kadang-kadang, istilah konvensi
dapat terjadi melalui (i) perubahan hukum dalam arti
atau konvensi ketatanegaraan itu dianggap identik de-
yang strict, yaitu perubahan melalui amandemen formal;
310 (ii) perubahan melalui penafsiran yudisial atas teks
Lihat Albert Venn Dicey, Introduction to the Study of the Law of the
Constitution, 10th edition, (London: Macmillan, 1959). Buku ini sudah
konstitusi, yaitu melalui proses peradilan tata negara
tergolong buku klasik (classical work of Dicey), tetapi sampai sekarang tetap (constitutional adjudication); dan (iii) perubahan mela-
dianggap sebagai bacaan umum di bidang hukum tata negara. lui kebiasaan dan konvensi. 314 Artinya, konvensi juga
311
Bandingkan dengan Michael T. Molan yang menggunakan istilah legal dapat dianggap sebagai salah satu metode perubahan
rules of the constitution untuk pengertian Dicey mengenai the law of the konstitusi.
Constitution, dan non-legal rules of the constitution untuk istilah the conven-
tions of the constitution. Lihat Michael T. Molan, Textbook on Constitutional
Law: The Machinery of Government, 4th edition, (Old Bailey Prees, 2003),
313
hal. 21-22. Wheare, Op Cit.,. Bandingkan dengan terjemahan Muhammad Hardani,
312
Constitutional Convention di dalam Oxford Dictionary Law diartikan Konstitusi-Konstitusi Modern, (Surabaya: Pustaka Eureka, 2003). Lihat juga
sebagai “Practices relating to the exercise of their functions by the crown, Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, (Jakarta: Aksara Baru, 1986),
the government, Parliament, and the judiciary that are not legally enfor- hal. 31.
314
ceable but are commonly followed as if they were”. Ibid.

237 238
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Secara umum, konvensi sering diartikan sebagai Untuk memahami lebih tepat mengenai konvensi
unwritten laws, tetapi kadang-kadang dibedakan dan itu, kita dapat pula menghubungkannya dengan
bahkan tidak dianggap sebagai hukum sama sekali. Di pengertian yang berlaku dalam sosiologi hukum dan
Inggris, unwritten laws biasa diidentikkan dengan antropologi hukum. Dalam kaitannya dengan daya ikat
pengertian common law. Sering juga unwritten laws itu norma, biasa dibedakan antara pengertian (i) cara (usa-
sendiri diidentikkan pula dengan customs atau adat ges), (ii) kebiasaan (folkways), (iii) tata laku (mores),
kebiasaan atau adat istiadat. Semua ini berpotensi dan (iv) adat istiadat (customs).317 Dalam konteks yang
menimbulkan kebingungan jika dikaitkan dengan pe- demikian, maka yang kita maksudkan dengan konvensi
ngertian hukum kebiasaan atau customary laws yang ketatanegaraan (the conventions of the constitution) itu
tidak saja merupakan hukum dalam pengertian yang sendiri tidak lain adalah praktik-praktik ketatanegaraan
mutlak (strict sense) tetapi juga memerlukan immemo- yang berisi salah satu dari keempat jenis norma, yaitu
rial antiquity untuk pemberlakuannya. Sedangkan, usages (cara), folkways (kebiasaan), mores (pola kelaku-
constitutional convention sama sekali tidak membutuh- an), atau customs (adat istiadat) tersebut, yang terang-
kan immemorial antiquity semacam itu.315 kum dalam istilah constitutional usages, dan constitu-
Perkataan convention sering digunakan oleh para tional practices, serta constitutional customs atau kebia-
ahli hukum tata negara atau constitutional lawyers saan ketatanegaraan.
untuk menunjuk kepada pengertian rules of political Konvensi-konvensi ketatanegaraan, tidak saja
practice atau norma yang timbul dalam praktik politik dijumpai di negara-negara yang tidak mengenal doku-
yang juga dianggap berlaku mengikat oleh pihak-pihak men konstitusi tertulis, tetapi juga di kebanyakan nega-
yang terkait dengannnya, terutama oleh para penye- ra-negara dengan konstitusi tertulis. Di semua negara
lenggara negara. Namun, norma praktik itu sendiri, kare- anggota Persemakmuran (Commenwealth) seperti Aus-
na tidak didasarkan atas ketentuan yang bersifat tertulis, tralia, 318 Amerika Serikat, dan sebagainya. Konvensi-
dianggap tidak mengikat para hakim, jika kepada mereka konvensi ketatanegaraan itu diakui sebagai sumber
diajukan perkara oleh pihak-pihak yang berkepentingan hukum yang penting dalam praktik. Misalnya, tata cara
yang menggugat atau melawan praktik-praktik politik pemilihan presiden dan tata cara penentuan anggota
yang tidak tertulis itu. O. Hood Phillips, Paul Jackson, kabinet pemerintahan Amerika Serikat sebagian terbesar
dan Patricia Leopold berpendapat bahwa: diatur menurut kebiasaan ketatanegaraan (constitutional
“The lack of judicial enforcement distinguishes conven- conventions), bukan atas dasar peraturan yang bersifat
tions from laws in the strict sense. This is an important tertulis.319 Begitu juga di Indonesia, banyak sekali usages
formal distinction for the lawyer, though the politician dan practices dalam penyelenggaraan negara yang tidak
may not be so interested in the distinction”.316
317
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Yayasan
Penerbit UI, 1975), hal. 75.
318
Mengenai konvensi ketatanegaraan di Australia, baca misalnya George
Winterton, The Executive and the Governor General, 1983.
315 319
Phillips, Jackson, and Leopold, Op. Cit., hal. 136. W.B. Munro, The Government of the United States, 4th edition, 1936, hal.
316
Ibid., hal. 24. 80-83.

239 240
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

didasarkan atas aturan tertulis, melainkan hanya di- pun konstitusinya dikatakan tidak tertulis seperti Inggris
dasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi dari dan Israel, tetap dianggap memiliki konstitusi dan dise-
masa lalu. Misalnya, adanya Pidato Kenegaraan Presiden but sebagai constitutional state. Demikian pula konvensi
pada setiap tanggal 16 Agustus di depan Rapat Paripurna yang tidak mutlak harus bersifat tidak tertulis, sehingga
DPR-RI dapat juga dikatakan sebagai konvensi ketata- perbedaan antara the laws of the constitution dan the
negaraan. conventions of the constitution tidak dapat dibedakan
Akan tetapi, sifat konvensi yang tertulis atau tidak dari sekedar sifatnya yang tertulis atau yang tidak
tertulis itu sendiri sebenarnya tidaklah mutlak. Kadang- tertulis. Hal yang terpenting adalah bahwa yang pertama
kadang, konvensi ketatanegaraan dapat juga dituangkan dapat dipaksakan dan diakui berlakunya di pengadilan
dalam bentuk tulisan tertentu, meskipun ia tetap dapat dan oleh pengadilan, sedangkan yang kedua (convention)
disebut sebagai konvensi ketatanegaraan atau consti- tidak dapat dipaksakan di pengadilan dan oleh
tutional convention. Ismail Suny, misalnya, termasuk pengadilan. 322
guru besar hukum tata negara yang berpendapat demiki- Namun, meskipun tidak dapat dipaksakan berlaku-
an. Menurutnya, “konvensi tidak perlu selalu merupa- nya, peranan the conventions of the constitution dalam
kan ketentuan yang tidak tertulis, yang timbul dari praktik ketatanegaraan di semua negara konstitusional
persetujuan (agreement) boleh saja berbentuk tertu- (constitutional state) dapat dikatakan sangat penting.
lis”.320 Sebagai salah satu contoh, misalnya, jika Presiden Demikian pula di Inggris yang memang dikenal tidak
mengadakan persetujuan dengan pimpinan parlemen memiliki naskah konstitusi yang tertulis dan menganut
mengenai sesuatu agenda persidangan parlemen, dan tradisi common law, norma-norma hukum kebiasaan
persetujuan itu dituangkan secara tertulis dalam bentuk justru lebih menonjol peranannya. Bahkan, menurut
express agreement, maka hal itu dapat menjadi konvensi Hood Phillips, Paul Jackson, dan Patricia Leopold
dalam bentuk yang tertulis. Misalnya, persetujuan antara ditegaskan:
Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Badan Pekerja ”Not only do the British have no written constitution,
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 16 but they have been reluctant to stereotype their rules of
Oktober 1945 atas Maklumat Pemerintah bertanggal 14 government in the form of statutes. Many important
political developments have been effected since 1688
November 1945 juga ditandatangani dalam bentuk ter-
without recourse to legal forms at all”.323
tulis.
Oleh karena itu, banyak sarjana yang berpendapat
Konvensi ketatanegaraanlah yang mendeskripsikan
bahwa pengertian written versus unwritten atau docu-
dan menjelaskan bagaimana konstitusi dijalankan,
mentary versus non-documentary dalam hukum konsti-
tumbuh, dan berkembang. Fungsi utamanya adalah me-
tusi (constitutional law) sebenarnya tidaklah mutlak
ngadaptasikan struktur kepada fungsinya. Dengan begi-
sifatnya. 321 Di negara mana saja di seluruh dunia, meski-
tulah kerajaan Inggris yang kuat pada tahun 1688

320
Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Op Cit., hal. 41.
321 322
Lihat misalnya G.S. Diponolo, Ilmu Negara, jilid 2, (Jakarta: Balai Bandingkan dengan Kusnardi dan Saragih, Op. Cit..
323
Pustaka, 1975), hal. 173-174, dan Kusnardi dan Saragih, Op Cit. Phillips, Jackson, and Leopold, Op. Cit., hal. 25.

241 242
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

(strong monarchy) diubah menjadi kerajaan yang vensi ketatanegaraan atau constitutional convention
dibatasi (limited monarchy) dengan sistem pemerinta- dalam studi ilmu hukum tata negara.
han yang bertanggung jawab kepada parlemen (respon- Oleh karena kompleksitas pengertian konvensi
sible parliamentary government). yang demikian, dalam bukunya “Constitutional and
Oleh karena itu, studi mengenai konvensi Administrative Law”, O. Hood Phillips, Paul Jackson,
ketatanegaraan sangat penting untuk mengetahui beker- dan Patricia Leopold merumuskan definisi constitutional
janya konstitusi yang tertulis dalam praktik. Meskipun convention sebagai “rules of political practice which are
sejak lama konvensi ketatanegaraan sudah menjadi per- regarded as binding by those to whom they apply, but
hatian para ahli sejak abad ke-19, seperti E.A. Freeman which are not laws as they are not enforced by the
dalam bukunya “Growth of the English Constitution” courts or the Houses of Parliament”. Dengan rumusan
(1872), 324 tetapi pentingnya konvensi itu baik dalam definisi tentang konvensi yang demikian, konvensi
rangka pemahaman terhadap konstitusi maupun untuk ketatanegaraan jelas berbeda dengan kebiasaan, dari
penerapan konstitusi dalam praktik, dapat dikatakan aturan yang berlaku di lingkungan parlemen, prosedur-
baru berkembang sejak prakarsa A.V. Dicey yang mene- prosedur beracara di pengadilan, ataupun dengan norma
kankan pentingnya konvensi ketatanegaraan di dalam aturan yang bersifat non-hukum, seperti etik, dan lain
bukunya “An Introduction to the Study of the Law of the sebagainya. Untuk lebih jelasnya, konsepsi mengenai
Constitution” yang pertama kali terbit pada tahun konvensi ketatanegaraan, dapat dibedakan dari kelima
1885.325 Albert Venn Dicey, namanya biasa disingkat A.V. hal di bawah ini, yaitu: 326
Dicey atau Dicey, menekan pembedaan antara hukum (i) Praktik, penerapan, kebiasaan, atau fakta-fakta
konstitusi (laws of the constitution) dan kebiasaan kon- (mere practice, usage, habit or fact) yang tidak
stitusi (the conventions of the constitution), bukan untuk dianggap bersifat kewajiban (obligatory), seperti
maksud mengeluarkan yang kedua dari perhatian para keberadaan partai politik (fakta) atau kebiasaan-
mahasiswa hukum. Sebaliknya, Dicey membedakan kebiasaan seperti kebiasaan Presiden menerima
keduanya untuk meyakinkan para mahasiswa agar tidak tamu umum pada hari Raya Iedul Fitri dan Iedul
mengabaikan pentingnya penyelidikan mengenai kon- Adha, ataupun kebiasaan tabur bunga dan re-
nungan suci pada tanggal 17 Agustus malam di
324
makam pahlawan Kalibata.
O. Hood Phillips, Constitutional Conventions: Dicey’s Predecessors, 29, (ii) Norma-norma aturan yang tidak bersifat politik
M.L.R, 1966, hal. 137.
325
Dicey, Op Cit.. Lihat juga R.A. Casgrove, The Rule of Law, Albert Venn (non-political rules), seperti rules of conduct atau
Dicey, Victorian Jurist, 1981, hal. 87-90; Sir Ivor Jennings, The Law and the kode etik yang tidak berkaitan dengan persoalan
Constitution, 5th edition; Cabinet Government, 3rd edition; Parliament, 2nd pemerintahan, ataupun hal-hal yang berhubungan
edition; K.C. Wheare, Modern Constitutions, 1951 (lihat juga terjemahannya dengan sopan santun tata upacara kerajaan yang
dalam bahasa Indonesia oleh Muhammad Hardani, Konstitusi-Konstitusi tidak memiliki constitutional significance sama
Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2003), The Constitutional Structure of the
Commonwealth, 1960; O. Hood Phillips, Constitutional Conventions: A sekali untuk dipermasalahkan.
Conventional Reply, 1964; serta Geoffrey Marshall, Constitutional
326
Conventions, 1984. Phillips, Jackson, and Leopold, Op. Cit., hal. 136-138.

243 244
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

(iii) Judicial rules of practice seperti kebiasaan hakim (v) Rules enforced by the Houses of Parliament mela-
dalam memeriksa dan memutus dengan mengikuti lui para pejabatnya, seperti Ketua Parlemen menu-
rules of precedent dari contoh-contoh perkara rut peraturan tata tertib parlemen yang bersangku-
serupa yang pernah diputus sebelumnya. Dalam tan. Sebagian dari the law and custom of Parlia-
praktik di Inggris misalnya, hal ini sama sekali ment dapat disebut termasuk ke dalam pengertian
tidak ada aturan tertulisnya melainkan tumbuh the common law dalam arti yang luas. Oleh karena
sendiri dalam praktik. Itu sebabnya, seperti dalam itu, sering dipahami secara tumpang tindih dengan
kasus R. vs Knuller Ltd (Publishing, Printing and pengertian konvensi. Memang ada juga praktik-
Promotions), House of Lords tidak merasa terikat praktik penyelenggaraan kegiatan parlemen yang
dengan keputusan yang dibuatnya sendiri pada menciptakan konvensi (constitute conventions),
masa sebelumnya. seperti perlindungan atau pemberian kesempatan
(iv) Rules enforced by the courts, yaitu peraturan khusus kepada kelompok minoritas dalam perde-
perundang-undangan yang diterapkan atau di- batan ataupun dalam rangka komposisi penyusu-
tegakkan oleh pengadilan, baik dalam bidang nan anggota komisi-komisi tertentu. Peraturan
perdata, pidana, tata usaha negara, ataupun tata Tata Terbit (Standing Orders) kadang-kadang juga
negara. Sambil mengakui ada-nya perbedaan disebut sebagai constitutional conventions, tetapi
formal antara laws dan conventions, Sir Ivor jika ditelaah lebih seksama, peraturan tata tertib
Jennis cenderung pada pendapat bahwa perbedaan atau Standing Order itu sendiri terdiri atas norma
keduanya tidaklah bersifat substantif. yang (i) sebagian dapat disebut sebagai hukum
Perbedaannya itu mungkin tidak penting bagi (law), (ii) sebagian merupakan mere practice, dan
ilmuwan politik, tetapi sangat penting bagi ahli (iii) barulah sebagian kecil lainnya dapat disebut
hukum. Bahkan, pembedaan itu sendiri dikritik conventions.
oleh Mitchell, mengingat there may be laws with
no judicial sanction. 327 Menurutnya ada juga Di samping itu, menurut Hood Phillips, Paul
hukum yang tidak disertai ketentuan mengenai Jackson, dan Patricia Leopold, “It is also useful to dis-
sanksi peradilan. Memang benar, seperti tinguish ‘conventions’ from such distinct, if allied con-
dikemukakan oleh Sir Ivor Jennings, ada undang- cepts as ‘traditions’, ‘principles’ and ‘doctrines’”.329 Kegu-
undang misalnya di bidang pidana yang tidak dapat naan konvensi dapat dilihat juga untuk memberikan arti
diterapkan untuk badan-badan pemerintahan, kepada tradisi, prinsip-prinsip, atau nilai-nilai. Misalnya,
tetapi dapat diterapkan terhadap orang perorang Sir John Donaldson mengaitkan hubungan antara par-
yang menduduki jabatan dalam badan pemerin- lemen dan pengadilan dengan istilah konvensi, yaitu
tahan itu. 328 dengan menyatakan:
“Although the United Kingdom has no written con-
327 stitution, it is a constituional convention of the highest
J.D.B. Mitchell, Constitutional Law, 2nd edition, 1968, hal. 34-39.
328
Raleigh vs Goschen, 1893, 1 Ch. 73 dalam Phillips, Jackson, and
Leopold, op. cit., hal. 137. 329
Geoffrey Marshall, Constitutional Conventions, 1984, hal. 3.

245 246
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

importance that the legislature and the judiciary are those exercising the rights or wielding the powers
separate and independent of one another, subject to legally conferred, defined, or permitted”.333
certain ultimate rights of Parliament over the judica-
ture”.330 Tidak ada peraturan, apalagi undang-undang dasar
sebagai hukum yang tertinggi yang bersifat garis besar,
Independensi peradilan (the independence of the yang secara mendetil menentukan cara norma-norma
judiciary) dapat dipandang sebagai a principle of the dasarnya dilaksanakan dalam praktik. Selalu diperlukan
Constitution sejak tahun 1668, yang tercermin dalam peraturan pelaksanaan atau norma-norma lain yang ber-
ketentuan undang-undang (statutory provisions) yang sifat tidak tertulis yang memungkinkan peraturan yang
berisi jaminan atas masa jabatan para hakim (judicial bersangkutan dijalankan dengan sebaik-baiknya. Setiap
security of tenure).331 tingkatan peraturan yang lebih rendah pada pokoknya
Konvensi itu sendiri, menurut Michael Allen dan merupakan peraturan yang bersifat lebih rinci dalam
Brian Thompson, dapat ditemukan dalam semua un- rangka melaksanakan peraturan yang lebih tinggi. Oleh
dang-undang dasar yang dibentuk (established consti- karena itu, pelaksanaan setiap peraturan umum, memer-
tutions), termasuk bahkan dalam konstitusi yang baru lukan penafsiran yang mengelaborasikan atau merinci
terbentuk sekalipun. Menurut kedua sarjana ini, penting- pengertian-pengertian normatifnya sehingga dapat dilak-
nya konvensi itu disebabkan oleh kenyataan bahwa tidak sanakan dengan sebaik-baiknya.
ada peraturan umum yang bersifat self-applying, me- Proses penafsiran semacam itu dapat dilakukan,
lainkan harus diterapkan menurut syarat-syarat aturan melalui pembentukan peraturan yang lebih rendah, me-
tambahan tertentu (no general rules of law is self- lalui proses peradilan yang akan menerapkan norma-
applying, but must be applied according to the terms of norma hukum yang bersifat umum itu dalam kasus-
additional rules). 332 Dikatakan lebih lanjut oleh Allen kasus perkara hukum yang konkrit, ataupun melalui kon-
dan Thompson: vensi ketatanegaraan tertentu. Hal yang terakhir ini
“These additional rules may be concerned with the sangat penting, karena selain melalui proses pembentu-
interpretation of the general rule, or with the exact cir- kan peraturan yang lebih rendah dan mekanisme pera-
cumstances in which it should apply, about wither of dilan, dalam praktik, selalu terdapat ruang yang sangat
which uncertainty may exist, and the greater the gene-
rality the greater will the uncertainty tend to be. Many
luas dan terbuka untuk munculnya significant degree of
constitutions include a large number of additional legal discretion Adanya ruang bagi discretionary power ini
rules to clarify the meaning and application of their tentu saja di satu pihak dapat dikatakan sangat berguna,
main provisions, but in a changing world it is rarely tetapi di lain pihak dapat pula disalahgunakan oleh pihak
possible to eradicate or prevent all doubts on these yang berkuasa, semata-mata untuk kepentingan ke-
points by enactment or even by adjudication. The result kuasaan itu sendiri.
often is to leave a significant degree of discretion to

332
330 Allen and Thompson, Op. Cit., hal. 242.
Lihat kasus R. vs H.M. Treasury, ex p. Smedley, 1985, Q.B. 657, 666.
331
Phillips, Jackson, and Leopold, Op. Cit., hal. 138.

247 248
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I
333
Ibid.

247 248
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

2. Pengakuan Hakim terhadap Konvensi bahwa konvensi itu tidak memiliki kualitas kualifikasi
(Judicial Recognition) yang sama dengan hukum dalam arti yang sebenarnya.
Seperti dikemukakan di atas, para hakim tidak Kemudian yang dapat juga dipastikan ialah bahwa
terikat atau tidak ada keharusan bagi pengadilan untuk konvensi itu tidak dapat ditegakkan oleh pengadilan dan
menerapkan konvensi dalam memutus sesuatu perkara. pelanggaran terhadapnya tidak dapat dikenakan sanksi
Sebab, pada pokoknya, konvensi itu sendiri tidak dapat oleh hakim. Meskipun demikian, tentu tidak berarti
dipersamakan atau bukanlah hukum (law) dalam arti bahwa pengadilan tidak mengakui sama sekali keberada-
yang sebenarnya. Itu sebabnya, dalam artikelnya ber- an konvensi sebagai sumber hukum. Setiap konvensi
judul “Laws and Conventions Distinguished” (1975), tetap dapat dijadikan pegangan yang dipercaya bagi
C.R. Munro menyatakan: hakim sebagai alat bantu untuk menafsirkan peraturan
“The validity of conventions cannot be the subject of the tertulis yang berlaku. Konvensi ketatanegaraan (constitu-
proceedings in a court of law. Reparation for breach of tional conventions) juga dapat dijadikan alat untuk justi-
such rules will not be effected by any legal sanction. fikasi sikap pengadilan yang mengambil jarak dari ke-
There are no cases which contradict these propositions. putusan-keputusan tata usaha negara di bidang-bidang
In fact, the idea of a court enforcing a mere convention yang pengadilan sendiri menganggap dirinya tidak
is so strange that the question hardly arises”.334
terlibat atau tidak boleh dilibatkan.
Dalam bukunya yang lain, dinyatakan pula oleh Di Inggris, dapat dikemukakan beberapa contoh
mengenai adanya pengakuan pengadilan terhadap
C.R. Munro, “In a legal system, a certain number of
konvensi ketatanegaraan (constitutional conventions).
sources are recognized as law-constitutive. So there are
Misalnya, House of Lords menjadikan pertanggung-
rules specifying what counts as law (or what, by impli-
jawaban Menteri Dalam Negeri kepada parlemen sebagai
cation, does not)”. 335 Di Inggris, menurutnya:
“The courts accept as law only legislation made or salah satu alasan untuk memutus dalam perkara
authorised by Parliament and the body of rules evolved Liversidge vs Anderson (1942).337 Demikian pula dalam
by the courts called common law. There are formal perkara Padfield vs Minister of Agriculture, Fisheries
signs, such as the words of enactment used for Acts of and Food (1968), di mana konvensi mengenai pertang-
Parliament, denoting that rules have passed a test for gungjawaban menteri juga dijadikan pertimbangan.
being laws”.336 Begitu pula dalam kasus Air Canada vs Secretary of
State for Trade (1983),338 tercantum beberapa konvensi
Penting untuk ditegaskan di sini, bukanlah bahwa sebagai referensi yang melarang Menteri yang berasal
status konvensi itu berada di luar kategori hukum, tetapi dari satu partai politik untuk mendapatkan akses kepada
dokumen-dokumen dari menteri pendahulunya yang
berasal dari partai politik yang lain tanpa persetujuan
334
C.R. Munro, “Laws and Conventions Distinguished”, 91 Law Q Review,
337
218, 1975, hal. 228. Phillips, Jackson, and Leopold, Op. Cit., hal. 139.
335
C.R. Munro, Studies in Constitutional Law, 2nd edition, 1999, hal. 69-71. 338
Lihat Lord Hunt of Tanworth, “Access to A Previous Government’s
336
Ibid. Papers”, P.L. 1982, hal. 514.

249 250
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dari pejabat terdahulu (without the agreement of the politik, meskipun pelanggaran terhadap konvensi ketata-
previous administration). negaraan dapat juga disebut sebagai sesuatu yang tidak
Di Mahkamah Agung Kanada, baik soal eksistensi konstitusional atau inkonstitutional. Mahkamah Agung
maupun isi konvensi, juga pernah menjadi perkara yang Kanada juga menerima kriteria yang diajukan oleh Sir
menyebabkan Mahkamah Agung terlibat dalam pem- Ivor Jennings tentang konvensi ketatanegaraan (consti-
bahasan mengenai the general nature of constitutional tutional conventions).
conventions. Berkenaan dengan hal itu, mayoritas para Konvensi diakui tidak saja oleh para politisi, tetapi
hakim Mahkamah Agung Kanada berpendirian bahwa a juga oleh masyarakat luas pada umumnya. Pada umum-
constitutional convention cannot crystallise into law. nya para sarjana mengakui bahwa konvensi itu merupa-
Menurut mereka: kan norma aturan yang mengikat untuk umum. Seperti
“No instance of an explicit recognition of a convention misalnya oleh G. Marshall dikatakan:
as having matured into a rule of law was produced. The “on the obligatory nature of the conventions dis-
very nature of a convention, as political in inception and tinguishes between ‘positive morality’ (subjective test)
as depending on a persistent course of political and ‘critical morality’ (objective test), preferring the
recognition by those for whose benefit and to whose latter but not stating definitely whose opinion is to be
detriment (if any) the convention developed over a taken”.340
considerable period of time, is inconsistent with its legal
enforcement.... The attempted assimilation of the Oleh karena itu, legislasi perundang-undangan
growth of a convention to the growth of the common law dapat pula mengakui atau menyerap isinya sebagaimana
is misconceived. The latter is the product of judicial
mestinya (Legislation may recognize or presuppose
effort, based on justifiable issues which attained legal
formulation and are subject to modification and even conventions). Konvensi ketatanegaraan dapat diformula-
reversal by the courts which gave them their birth. No sikan ke dalam rumusan undang-undang, atau bahkan ke
such parental role is played by the courts with respect to dalam rumusan undang-undang dasar.
conventions...”.339 Misalnya, the Statute of Westminster tahun 1931
telah dimuat dalam berbagai konstitusi negara-negara
Konvensi diakui eksistensinya, tetapi jika ada anggota Persemakmuran atau Commonwealth, 341 baik
peraturan perundang-undangan tertulis, dan terdapat dengan efek penerapannya di pengadilan ataupun tidak
pertentangan antara konvensi dimaksud dengan pera- (with or without justiciable effect).342 Selain itu, kedudu-
turan perundang-undangan, maka pengadilan harus kan konvensi ketatanegaraan Inggris juga terdapat dalam
menerapkan peraturan perundang-undangan tertulis di
atas konvensi. Oleh karena itu, konvensi tidak dapat di- 340
Marshall, Op. Cit., catatan 18, hal. 11-12.
terapkan secara mandiri, atau bahkan sering dikatakan 341
Ulasan dan ringkasan atas “Statute of Westminster” ini dapat dibaca
bahwa konvensi itu memang tidak dapat ditegakkan atau dalam D.G. Cracknell, Cracknell’s Statutes: Constitutional and Adminis-
diterapkan oleh pengadilan. Sanksi konvensi itu bersifat trative Law, 3rd edition, (London: Old Bailey Press, 2003), hal. 18-19.
342
Lihat de Smith, The New Commonwealth and its Constitution, 1964, hal.
51-52, dan 88-90; juga C. Samford and D. Wood, “Codification of Consti-
339
Phillips, Jackson, and Leopold, Op. Cit., hal. 140. tutional Conventions in Australia”, 1978, P.L. 231.

251 252
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Konstitusi Nigeria. Konvensi dimaksud sama sekali tidak any given moment of our lifetime, there may be one
diadopsi secara expresis verbis dalam Konstitusi. Akan pratice called ‘Constitutional’ which is falling into de-
tetapi, dalam praktik, konvensi ketatanegaraan Inggris suetude and the may be another practice which is
biasa digunakan dalam rangka membantu para hakim creeping into use but which is not yet called ‘con-
stitutional”.344
menafsirkan Konstitusi Nigeria tersebut. 343
Hukum konstitusi, bagaimanapun juga, dapat
3. Fungsi Konvensi Ketatanegaraan
berdiri sendiri sebagai hukum, meskipun normanya yang
Konvensi ketatanegaraan (constitutional conven-
karena sifatnya yang statis dapat tertinggal dalam per-
tion) merupakan aturan politik (rules of political beha-
kembangan zaman. Sedangkan, konvensi dapat berkem-
viour) yang penting untuk kelancaran bekerjanya kon-
bang dinamis, tetapi akan kehilangan arti jika tidak
stitusi. Pentingnya konvensi ini, tidak saja berlaku di
didukung oleh legal context. Setiap konvensi ketata-
Inggris, tetapi juga di semua negara yang mengenal
negaraan (constitutional conventions) pastilah terkait
undang-undang dasar tertulis. Seperti dikatakan oleh
erat dengan satu atau beberapa norma hukum tertentu.
K.C. Wheare: 345
Konvensi membentuk sistem kabinet, misalnya, didasar-
kan atas anggapan bahwa aturan hukum yang terkait
“in all countries, usage and convention are impor-
dengan hal itu sebagai kekuasaan prerogatif Raja atau
tant and... in many countries which have Con-
Ratu (the Queen’s royal prerogative), kewenangan
stitutions usage and convention play as important
menteri, konstitusi pemerintahan departemen (the con-
a part as they do in England”.
stitution of government departments), dan komposisi
keanggotaan parlemen. Artinya, terdapat beberapa lapi-
Konvensi memfasilitasi evolusi dan perubahan
san peraturan perundang-undangan, konvensi, dan
dalam diri konstitusi itu sendiri, sementara bentuk
fakta-fakta atau praktik politik (political practices)
dalam setiap tingkatan organisasi pemerintahan, terma- hukumnya tetap tidak berubah (Conventions facilitate
suk undang-undang yang mengakui keberadaan konven-
si.

Sementara itu, konvensi ketatanegaraan itu sendiri


juga mengalami proses pertumbuhan dan transformasi. 344
H.C. Deb., vol. 261, ser. 5, col. 515, 1932, dalam O. Hood Phillips, Paul
Seperti dikatakan oleh Baldwin: Jackson, and Patricia Leopold, Op. Cit., hal. 141.
345
“The historian can probably tell you perfectly clearly K.C. Wheare, Modern Constitutions, Oxford University Press, 1966, hal.
what the constitutional practice of the country was at 122. Bandingkan dengan terjemahan Muhammad Hardani, Konstitusi-
any given period in the past, but it would be very Konstitusi Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2003, hal. 204. Perkataan
difficult for a living writer to tell you at any given period usage and convention diterjemahkan secara tidak tepat oleh Muhammad
Hardani dengan kebiasaan dan tradisi. Convention atau konvensi tidak sama
in his lifetime what the constitution of the coun- try is in
dengan tradisi yang mempersyaratkan sifat immemorial dan sifat berulang-
all respects, and for this reason, that at almost ulang. Oleh karena itu, saya menganjurkan sebaiknya convention itu diter-
343 jemahkan dengan memakai istilah aslinya saja yang memang sudah lazim
K.J. Keith, “The Courts and the Conventions of the Constitution”, 1967, 16
dipakai dalam ilmu hukum tata negara, yaitu konvensi atau lebih tepatnya
I.C.L.Q. 542.
konvensi ketatanegaraan.

253 254
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

evolution and change within the constitution while the putusan atas perkara konstitusi yang diajukan kepada-
legal form remain unchanged). 346 nya. Konvensi dapat dipakai sebagai alat penunjang pe-
Dalam praktik, konvensi ketatanegaraan dikem- nafsiran terhadap peraturan tertulis atau untuk men-
bangkan untuk keperluan mengatur kewenangan diskresi dukung keputusan-keputusan hakim (an aid to statutory
yang bersifat terbuka. Jika kewenangan yang bersifat interpretation or to support judicial decisions).349
terbuka tidak diatur, kebijakan kenegaraan (state policy)
akan ditetapkan berdasarkan discretionary power yang 4. Beberapa Contoh Konvensi di Indonesia
sangat mungkin tidak terkendali. Hal demikian tentu Dalam pelaksanaan undang-undang dasar, banyak
akan rawan terhadap penyalahgunaan semata-mata perubahan yang terjadi terhadap norma yang terkandung
untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri. Oleh karena di dalamnya tanpa melalui proses perubahan formal,
itu, pengertian konvensi dapat dikaitkan dengan fungsi- melainkan hanya terjadi begitu saja melalui kebiasaan
nya, yaitu untuk membatasi penggunaan diskresi kon- ataupun konvensi ketatanegaraan. Menurut Profesor
stitusional (constitutional discretion). Ismail Suny, perubahan yang terjadi dalam sistem peme-
Dengan perkataan lain, konvensi merupakan non- rintahan berdasarkan UUD 1945, yakni dengan diprak-
legal rules yang mengatur cara bagaimana legal rules tikkannya sistem pertanggungjawaban menteri sebagai-
diterapkan dalam praktik. 347 Hubungan antara hukum mana termuat dalam Maklumat Pemerintah tanggal 14
dan konvensi dapat dikatakan sangat penting dan November 1945, merupakan salah satu contoh konvensi
mempunyai karakteristik yang fundamental dalam sis- ketatanegaraan yang mengubah bunyi teks UUD 1945
tem dan struktur ketatanegaraan. Bahkan, dalam penye- mengenai pertanggungjawaban pemerintahan. Seperti
lenggaraan negara konstitusional di seluruh dunia, kon- dikemukakan oleh K.C. Wheare:
vensi ketatanegaraan terus tumbuh dan berkembang “Many important changes in the working of a
dalam praktik. Dapat dikatakan, tidaklah mungkin me- constitution occur without any alteration in the rules
nyelesaikan berbagai perselisihan dan sengketa konsti- which regulate a government, whether they strictly
legal or rules of custom and convention”. 350
tusional dalam praktik penyelenggaraan negara dengan
hanya mengandalkan rujukan kepada norma hukum (it is Oleh karena itu, konvensi ketatanegaraan atau the
impossible to settle constitutional disputes merely by conventions of the constitution mempunyai kedudukan
reference to the state of the law). 348 yang sangat penting dalam hukum tata negara, dan
Meskipun pengadilan tidak dapat menerapkan atau dianggap mempunyai kekuatan yang sama dengan
menentukan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang, diterima, dan dijalankan seperti halnya
konvensi ketatanegaraan, tetapi pengakuan pengadilan undang-undang. Bahkan, seringkali konvensi ketatane-
terhadap adanya konvensi ketatanegaraan tersebut tetap garaan itu menggeser berlakunya peraturan perundang-
mempunyai arti penting bagi hakim dalam menjatuhkan undangan tertulis. Meskipun, lazim dipahami bahwa
hakim di pengadilan tidak terikat untuk melaksanakan
346
Allen and Thompson, Op. Cit., hal. 241.
347 349
Ibid., hal. 242. Ibid., hal. 262.
348 350
Ibid. Wheare, Op. Cit., hal. 119.

255 256
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

atau tidak melaksanakan konvensi ketatanegaraan ter- Syahrir I, II, dan III, sampai dengan kabinet Amir
sebut, tetapi di luar pengadilan konvensi ketatanegaraan Sjarifudin yang menggantikannya.
biasanya ditaati seperti halnya orang menaati undang- Dalam rangka konvensi ketatanegaraan itu, jelas
undang. terdapat unsur yang menunjukkan bahwa suatu perbua-
Sebagai contoh, seperti diuraikan oleh Moh. tan yang sama berulang-ulang dilakukan, yang kemudian
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dapat dikemukakan di diterima dan ditaati. Konvensi demikian itu dapat pula
sini mengenai konvensi yang berlaku atas ketentuan disebut sebagai kebiasaan ketatanegaraan karena di
Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, pada masa-masa dalamnya terkandung pengulangan-pengulangan yang
awal kemerdekaan. Menurut ketentuan Pasal 17 itu, 351 menjadi ciri pokok adanya kebiasaan. Kebiasaan-kebia-
Menteri Negara adalah pembantu Presiden, dan karena saan itu, termasuk kebiasaan ketatanegaraan, akan ber-
itu bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam praktik kembang menjadi hukum kebiasaan (customary law)
ketatanegaraan pada tahun 1945 ternyata ketentuan apabila ia diberi sanksi (legal sanction). Oleh karena itu,
mengenai Menteri Negara bertanggung jawab kepada dapat dikatakan bahwa kebiasaan ketatanegaraan ialah
Presiden tersebut, disimpangi dengan dasar konvensi praktik dalam kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan
ketatanegaraan. Ketentuan tersebut diubah, sehingga berulang kali, sehingga ia diterima dan ditaati dalam ke-
Menteri ditentukan harus bertanggung jawab kepada giatan penyelenggaraan negara, walaupun tidak diang-
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) gap sebagai hukum (the laws of the Constitution).
yang merupakan lembaga semacam DPR pada masa Namun demikian, unsur perulangan itu sebenarnya
sekarang.352 tidaklah bersifat mutlak. Unsur perulangan merupakan
Hal itu dilakukan dengan dikeluarkannya Mak- salah satu ciri kebiasaan, tetapi konvensi itu sendiri tidak
lumat Wakil Presiden Nomor X bertanggal 16 Oktober identik dengan kebiasaan. Ketika tindakan yang bersifat
1945, yang selanjutnya diikuti oleh Maklumat Pemerin- menyimpang dari norma aturan tertulis yang resmi per-
tah tanggal 14 Nopember 1945, di mana Komite Nasional tama kali dilakukan, belum ada unsur perulangan. Akan
Indonesia Pusat (KNIP) yang semula membantu Pre- tetapi, tindakan yang baru pertama kali itu sudah dapat
siden dalam menjalankan wewenangnya berdasarkan
diterima sebagai konvensi ketatanegaraan. Dengan demi-
Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945, menjadi badan
kian, dalam pengertian konvensi ketatanegaraan terca-
yang sederajat dengan Presiden, tempat ke mana para
kup pengertian yang lebih luas daripada sekedar kebiasa-
Menteri Negara diharuskan bertanggung jawab. Penger-
an ketatanegaraan. Di samping kebiasaan, konvensi
tian demikian ini terus dipraktikkan mulai dari kabinet
mencakup pula pengertian tindakan-tindakan (usages)
atau praktik-praktik ketatanegaraan (constitutional
351
Pasal 17 UUD 1945 sebelum amandemen menyatakan: (1) Presiden practices) yang diterima dalam praktik penyelenggaraan
dibantu oleh menteri-menteri negara, (2) Menteri-menteri itu diangkat dan negara.
diperhentikan oleh Presiden, dan (3) Menteri-menteri itu memimpin depar-
temen pemerintahan. Namun harus dicatat bahwa konvensi ketatane-
352
Kusnardi dan Ibrahim, Op.Cit. garaan itu sendiri pada hakikatnya bukanlah hukum (the

257 258
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

laws of the constitution). Di sinilah letak perbedaannya Revolusi dan bukan pidato pertanggungjawabannya se-
dengan ketentuan hukum (the law of the constitution) bagai Presiden.
yang sudah tidak diragukan lagi keabsahan dan daya Pidato lainnya yang juga dianggap sebagai konvensi
ikatnya secara hukum. Kebiasaan ketatanegaraan, bagai- ketatanegaraan adalah pidato yang diucapkan sebagai
manapun pentingnya, ia tetap merupakan kebiasaan saja keterangan Pemerintah tentang Rancangan Anggaran
(habbit and custom) yang tidak mengikat bagi para Pendapatan dan Belanja Negara pada minggu pertama
hakim. Di samping itu, kebiasaan ketatanegaraan juga bulan Januari setiap tahunnya. Isinya berupa hasil-hasil
harus dibedakan dari konvensi ketatanegaraan. Kebiasa- kegiatan nasional serta hasil penilaian tahun yang lalu
an ketatanegaraan tidak selalu dapat disebut sebagai dan rencana anggaran pendapatan dan belanja negara
konvensi ketatanegaraan, sebab konvensi dapat timbul untuk tahun yang akan datang. Setelah Orde Baru, Pida-
meskipun sesuatu belum menjadi kebiasaan. Misalnya, to Presiden sebagai pengantar nota keuangan RAPBN ini
suatu tindak penyimpangan dari ketentuan konstitusi, selalu digabungkan dengan ”Amanat 17 Agustus” ter-
tetapi disepakati atau dibiarkan berlaku oleh semua sebut di atas, sehingga timbul konvensi baru, yaitu
pihak yang terkait, maka hal itu dapat diterima sebagai Pidato tanggal 17 Agustus ditiadakan dan digabung men-
konvensi ketatanegaraan, meskipun belum menjadi jadi Pidato Kenegaraan dan Penyampaian Nota Keu-
kebiasaan sebagaimana yang dimaksud di atas. Dengan angan RAPBN di depan rapat paripurna DPR pada setiap
demikian, konvensi ketatanegaraan lebih luas cakupan tanggal 16 Agustus.
pengertiannya daripada kebiasaan ketatanegaraan. Sekarang, setelah Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai contoh mengenai konvensi ketatanegaraan terbentuk sebagai hasil dari Pemilu 2004, timbul tun-
yang telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan ketata- tutan agar DPD juga terlibat dalam forum persidangan
negaraan Indonesia, sebagaimana telah disinggung sebe- DPR tanggal 16 Agustus itu. Namun, karena Peraturan
lumnya, yaitu bahwa pada setiap tanggal 16 Agustus, Tata Tertib DPR-RI tidak memungkinkan hal itu, maka
Presiden selalu mengucapkan pidato kenegaraan di akibatnya, timbul perbedaan pendapat antara DPR dan
depan rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Pidato DPD. Untuk mengatasi hal tersebut Presiden, Ketua
kenegaraan tersebut pada hakikatnya merupakan lebih DPR, dan Ketua DPD mengadakan kesepakatan bahwa
dari suatu laporan tahunan yang bersifat informatoris untuk DPD diadakan forum tersendiri di DPD, di mana
dari Presiden, karena di dalamnya juga dimuat suatu Presiden juga akan menyampaikan pidato mengenai
rencana mengenai kebijakan-kebijakan yang akan ditem- APBN yang berkaitan dengan kepentingan daerah pada
puh pada tahun yang akan datang. Pada masa Presiden tanggal yang berbeda, akan tetapi tetap pada bulan
Soekarno, pidato semacam itu disampaikan langsung di Agustus juga. Jika hal ini dianggap baik, tentunya akan
hadapan rakyat di depan istana, , pada tiap tanggal 17 terus dipraktikan sebagai kebiasaan ketatanegaraan yang
Agustus, yang disebut sebagai “Amanat 17 Agustus”. Me- diterima.
nurut Presiden Soekarno, pidatonya itu merupakan Namun, saya sendiri tidak menganggap penting
pidato pertanggungjawabannya sebagai Pemimpin Besar adanya forum yang tersendiri itu. Seharusnya, keberada-

259 260
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

an forum rapat paripurna di DPR itu pun dievaluasi Di Amerika Serikat, contoh dari kebiasaan ketata-
kembali kegunaannya. Apalagi, siklus anggaran dewasa negaraan juga cukup banyak. Misalnya, seorang calon
ini sudah berubah dari Januari sampai dengan Desem- Presiden Amerika Serikat dan Wakilnya dipilih oleh kon-
ber. Sementara itu, di samping Dewan Perwakilan Rak- vensi partai politik yang bersangkutan, baru kemudian
yat (DPR) sekarang ada pula Dewan Perwakilan Daerah dipilih oleh rakyat melalui electoral college. 353 Contoh
(DPD). Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai insti- lain adalah mengenai timbulnya sistem parlementer di
tusi juga tetap ada. Dalam format kelembagaan dan negeri Belanda sebagai akibat dari perselisihan antara
konfigurasi fungsi-fungsi ketatanegaraan yang sudah Pemerintah dan Parlemen pada tahun 1866-1868 atas
berubah seperti itu, sudah seharusnya menjelang peraya- masalah daerah jajahan (koloni). Dalam perselisihan itu,
an Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tahun, Parlemen mempergunakan hak budgetnya untuk meno-
forum tahunan yang diadakan untuk itu haruslah benar- lak rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara
benar merupakan forum yang bersifat kerakyatan yang yang diajukan oleh Menteri Keuangan pada waktu itu.
memiliki makna simbolik sebagai forum bersama semua Penolakan itu terkait dengan perselisihan yang sedang
komponen bangsa. Oleh sebab itu, kepentingan-kepen- dihadapi. Akibatnya, kabinet berhasil dijatuhkan (ver-
tingan yang bersifat teknis anggaran negara haruslah werping van de begrooting om redenen daar buiten
dipisahkan dari agenda tahunan perayaan hari kemer- gelegen).
dekaan Republik Indonesia itu. Sejak itu terjadi perubahan dalam sistem Pemerin-
Terlepas dari keseluruhan hal-hal tersebut di atas, tahan di Kerajaan Belanda. Dalam sistem pertanggung-
satu hal yang pasti adalah bahwa konvensi ketata- jawaban menteri yang dianut semula, pihak Pemerintah
negaraan selalu ada di setiap negara. Beberapa contoh selalu memenangkan perselisihan yang terjadi dengan
mengenai kebiasaan ketatanegaraan yang terdapat di parlemen (overwicht van het cabinet). Setelah jatuhnya
Inggris, misalnya, ditentukan bahwa seorang Menteri ha- kabinet karena penolakan anggaran pendapatan dan
ruslah mempunyai kedudukan sebagai seorang anggota belanja negara itu, maka setiap kali ada perselisihan yang
parlemen. Ketika Patrick Gordon Walker yang bukan timbul antara Pemerintah dan Parlemen, Parlemenlah
anggota parlemen diangkat oleh Partai Buruh Inggris yang menang, dan kabinet harus berhenti. Sistem ini
sebagai Menteri setelah pemilihan umum pada bulan Ok- tidak diatur dalam Grondwet Kerajaan Belanda, tapi
tober 1964, diharuskan memperoleh keanggotaan House timbul dan hidup sebagai konvensi yang menggeser
of Commons. Untuk itu ia ikut dalam pemilihan umum
tambahan/susulan yang diadakan setelah pemilihan 353
Barnes & Noble, Op.Cit., hal. 29-30, “Through the development of political
umum bulan Oktober tersebut. Sayangnya, dalam pemi- parties, the election of the President has been changed from the original plan
lihan umum itu, Patrick Gordon Walker tidak terpilih, of indirect choice by a small group of elections to a system of nomination and
sehingga akibatnya ia harus meletakkan jabatannya seba- election in which the whole country participates”. Lihat juga Bernard
Schwarts, Op.Cit., hal. 92-93, “The nominating organ of American parties has
gai Menteri Luar Negeri. Ketentuan seperti ini timbul been a convention composed of representatives of the member of the party”.
dari praktik ketatanegaraan yang tidak tertulis di Inggris.

261 262
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

ketentuan dalam Undang-Undang Dasarnya. 354 maka pelanggaran yang terjadi terhadap konvensi-kon-
Contoh lain di Kerajaan Inggris ialah bahwa Raja vensi sama sekali tidak dihiraukan oleh pengadilan.
atau Ratu akan mengangkat Ketua Partai yang menang Konvensi-konvensi ketatanegaraan ini sudah
dalam pemilihan umum sebagai Perdana Menteri. 355 dikenal dalam konferensi-konferensi Kerajaan Inggris
Konvensi-konvensi ketatanegaraan (The Conventions of (Imperial Conferences) di masa lalu yang mengatur
the Constitution) di Inggris jumlahnya banyak sekali, dan hubungan antara Kerajaan Inggris dan wilayah-wilayah
atas pengaruh pemikiran A.V. Dicey dibedakan dari Dominion. Konvensi menetapkan cara-cara kerjasama
hukum konstitusi (The Law of Constitution), karena dan hubungan antar sesama anggota Persemakmuran
konvensi tidak dapat dipaksakan berlakunya atau tidak (Commonwealth) Inggris, dan menetapkan perundi-
diakui oleh badan-badan peradilan. 356 ngan-perundingan di antara mereka dengan negara-
Konvensi-konvensi ketatanegaraan itu antara lain negara asing. Mengenai terbentuknya konvensi-konvensi
adalah kebiasaan (customs), praktik-praktik (practices), itu, Sir Ivor Jennings menyatakan, “some of them, such
asas-asas (maxims), atau tata aturan lainnya yang hidup as those expressed in resolutions of the imperial Confe-
dalam praktik. Misalnya, kabinet yang sudah tidak men- rences, are definite and clearly established”. Dengan
dapat dukungan kepercayaan dari House of Commons perkataan lain, timbulnya konvensi ketatanegaraan tidak
(majelis rendah) akan meletakkan jabatannya, Raja perlu atau tidak mutlak didasarkan atas the gradual
harus mengesahkan setiap rancangan Undang-undang crystalisation of practice. 357 Konvensi dapat timbul
(bill), House of Lords (majelis tinggi) tidak akan menga- kapan saja, tidak mutlak harus bersifat berulang-ulang
jukan rancangan Undang-undang Keuangan (money seperti dalam pengertian kebiasaan. Konvensi ketata-
bill). Betapapun pentingnya konvensi-konvensi itu ber- negaraan tidak dapat diidentikkan dengan kebiasaan
laku dalam kehidupan ketatanegaraan, namun oleh ketatanegaraan. Kebiasaan ketatanegaraan dapat terma-
karena ia bukan hukum (the laws of the constitution), suk pengertian konvensi ketatanegaraan, tetapi konvensi
ketatanegaraan tidak hanya berbentuk kebiasaan ketata-
354
negaraan. Konvensi dapat juga terbentuk secara tiba-tiba
Kranenburg, Op.Cit, hal. 165-167.
355 tanpa preseden yang mendahuluinya.
Dicey, Op. Cit., hal. 42. “The party who for the time being command a
majority in The House of Commons, have (in general) a right to have their Konvensi juga tidak selalu merupakan ketentuan
leader placed in office. The most influential of these leaders ought (generally yang tidak tertulis, yang timbul dari persetujuan (agree-
speaking) to be the premier, or head of the Cabinet”. ment), tapi dapat saja berbentuk tertulis. Konvensi itu
356
Ibid., hal. 417, “In an earlier part of this work stress was laid upon the
essential distinction between the law of the constitution, which consisting (as
mungkin saja merupakan persetujuan yang ditanda-
it does) of rules enforced and recognized by the courts, makes up a body of tangani pemimpin-pemimpin negara seperti antara
laws in the proper sense consisting (as they do) of customs, practices, maxims Wakil Presiden Republik Indonesia dan Badan Pekerja
or precepts which are not enforced or recognized by the courts, makes up a
body not laws but of constitutional or political ethics”. Selanjutnya dalam hal.
357
420 dinyatakan “A Ministry which is outvoted in the House of Commons is in Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Op Cit., hal. 29; Lihat juga
many cases bound to retire from office”. pendapat Jennings dalam Law and the Constitution, Op Cit., hal. 133.

263 264
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

pada tanggal 16 Oktober 1945 atau suatu memorandum tion) yang bersifat melengkapi hukum konstitusi (the
yang dikeluarkan setelah pembicaraan antara menteri- Law of the Constitution).
menteri seperti Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 Tidak ada ketentuan di dalam naskah Undang-
Nopember 1945. Contoh-contoh seperti ini dalam konsti- Undang Dasar 1945 yang tegas atau yang secara eksplisit
tusi Inggris adalah persetujuan yang dinyatakan bahwa mengharuskan pertanggungjawaban eksekutif (pemerin-
suatu perubahan dalam hukum yang berkenaan dengan tah) kepada lembaga perwakilan rakyat. Namun demi-
penggantian mahkota (succession) atau gelar Raja kian, UUD 1945 juga tidak melarang dilakukannya prak-
memerlukan pengesahan Parlemen dari semua Domi- tik semacam itu. 358 Hal ini dapat dihubungkan dengan
nion. Demikian pula mengenai pengesahan dari Parle- pendapat George Jellinek yang membedakan pengertian
men Kerajaan Inggris sendiri juga diperlukan. Konvensi- Verfassungsanderung dengan pengertian Verfassungs-
konvensi itu bahkan telah mencapai bentuk yang lebih wandlung. Perubahan Undang-Undang Dasar yang
formil dalam ungkapan bahwa konvensi-konvensi itu dengan sengaja dilakukan menurut tata cara yang diatur
tercantum dalam bagian kedua Pendahuluan (preamble) sendiri oleh Undang-Undang Dasar disebutnya sebagai
Statute of Westminster. Oleh karena preamble menurut Verfassungsanderung, sedangkan Verfassungswand-
hukum tata negara Inggris tidak mempunyai akibat lung merupakan perubahan Undang-Undang Dasar
hukum, maka keadaan itu hanya dianggap sebagai faktor dengan cara-cara di luar yang diatur sendiri dalam Un-
yang memperkuat berlakunya konvensi. dang-Undang Dasar itu, yaitu cara-cara yang istimewa
Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan seperti revolusi, coup d’etat, konvensi, dan sebagainya.
sistem pemerintahan di mana menurut UUD 1945 Sehubungan dengan hal itu, perubahan ke arah sistem
Menteri bertanggung jawab kepada Presiden diubah parlementer tersebut merupakan perubahan yang dilaku-
menjadi pertanggungjawaban Menteri kepada Komite kan bukan menurut tata cara yang diatur dalam Undang-
Nasional Pusat pada bulan November 1945. Perubahan Undang Dasar, melainkan menurut tata cara selain itu,
itu adalah perubahan berdasarkan konvensi ketatane- yaitu berdasarkan konvensi ketatanegaraan (the conven-
garaan. Menurut pendapat A.G. Pringgodigdo, peru- tion of the constitution).359
bahan menjadi sistem pertanggungjawaban para menteri Konvensi ketatanegaraan tidak hanya terdapat atau
kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) itu dila- diterapkan di lingkungan negara-negara yang mem-
kukan dengan mengubah Undang-Undang Dasar. punyai konstitusi tidak tertulis, tetapi juga di negara --
Pendapat ini jelas tidak dapat dibenarkan. Dalam rangka negara yang mempunyai naskah undang-undang dasar
memberikan pembenaran konseptual terhadap kebijakan atau konstitusi tertulis (written constitution). Bahkan,
mengubah konsep pertanggungjawaban tersebut, A.G. mungkin saja konvensi-konvensi ketatanegaraan di
Pringgodigdo juga berpendapat bahwa perubahan itu se-
olah didasarkan atas aturan yang tegas juga tidak ber- 358
Lihat Ismail Suny, Op. Cit, hal. 29, juga A.K. Pringgodigdo, Perubahan
dasar. Perubahan itu semata-mata didasarkan pada kon- Kabinet, Op Cit., hal. 69.
vensi ketatanegaraan (the Convention of the Constitu- 359
Ibid.

265 266
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

negara-negara yang terakhir ini justru memegang pera- Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, mungkin tepat
nan yang jauh lebih penting. Menurut Bernard Schwartz, untuk menyebut hal ini sebagai konvensi ketatanegaraan,
konvensi ketatanegaraan (constitutional conventions) di mana seorang Presiden dalam melaksanakan kewe-
telah berkembang sedemikian rupa dalam praktik ketata- nangannya untuk menyusun kabinet, diharuskan untuk
negaraan Amerika Serikat yang artinya sering kali sama berusaha mengakomodasikan unsur-unsur yang luas
dalam kemajemukan masyarakat Indonesia. Begitu juga
atau tidak dapat dibedakan dari ketentuan pasal-pasal
Presiden Amerika Serikat, menurut konvensi, dipastikan
yang resmi dalam naskah undang-undang dasar atau
selalu akan mengakomodasikan beberapa unsur negara
konstitusi yang tertulis. 360 bagian atau pertimbangan utara dan selatan ke dalam
Ketika seorang Presiden Amerika Serikat mengang- susunan kabinetnya.361
kat anggota kabinetnya, maka praktis menurut hukum, ia Suatu konvensi mungkin akan menyebabkan salah
mempunyai kekuasaan untuk menetapkan siapa saja satu pasal dari Undang-Undang Dasar (konstitusi) tidak
yang ia sukai untuk masuk atau tidak masuk dalam kabi-
berlaku. Dalam hal ini, sesungguhnya konvensi tidak
netnya. Akan tetapi, akibat dari konvensi ketatanegara-
mengubah Undang-Undang Dasar (Konstitusi) tersebut,
an, Presiden diharuskan menjamin bahwa pelaksanaan
hanya saja menyebabkan pasal tertentu tidak dipakai
kewenangan yang dimilikinya itu tidak akan mengangkat
dalam praktik ketatanegaraan. 362 Sebagai contoh, dapat
orang-orang dari negara bagian sebelah Utara saja atau
sebelah Selatan saja. Presiden harus berusaha mem- dilihat dalam perubahan sistem pemerintahan presiden-
bicarakan penunjukan itu sedemikian rupa, sehingga til menjadi pemerintahan parlementer dalam pengala-
daerah-daerah utama yang dianggap mempunyai arti man praktik di Indonesia pada tahun 1945. Seperti telah
politis yang penting dapat dipastikan akan terwakili dijelaskan di atas, perubahan ini pada pokoknya bersifat
dalam susunan kabinetnya. Demikian pula misalnya, di mengesampingkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang
Indonesia, sulit untuk membayangkan bahwa semua Dasar 1945. Demikian pula pada masa pemerintahan
anggota kabinet hanya terdiri atas tokoh-tokoh dari suku Orde Lama, melalui Ketetapan MPRS Nomor
Jawa saja atau Sunda saja tanpa mempertimbangkan III/MPRS/1963 ditetapkan bahwa Presiden Soekarno
keragaman suku bangsa di tanah air kita. diangkat menjadi Presiden seumur hidup. Ketetapan
Secara psikologis-politis, memang harus diakui, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ini dapatlah
tidaklah mudah untuk menyatakan hal itu secara eks- digolongkan kepada konvensi yang terjadi karena
plisit dengan istilah yang biasa dikenal sebagai suatu diterima secara umum atas dasar persetujuan bersama.
ketentuan atau formal rule. Oleh karena itu, menurut Akibat dari ketetapan tersebut, Pasal 17 Undang-Undang
360
Ismail Suny, Op. Cit., hal. 29; Georg Jellinek, Verfassugsanderung und Dasar 1945 menjadi tidak berlaku. Ketetapan tersebut
Verfassungswandlung, Eine staatsrechtlich politische Afhandlung, (Berlin:
Verslag von O. Haring, 1906), hal. 3; juga A.A.H. Struycken dalam pidato
361
jabatannya membedakan antara “normale en abnormale rechtsvorming.” Lihat Ismail Suny, dalam kuliahnya tahun 1970. Selanjutnya mengenai
Positiefrecht Rede uit gesproken by de aanvaarding van het Hooglee- convention ini dapat dibaca dalam Wade and Phillips, Constitutional Law,
raarsambt aan de Universiteit van Amsterdam, op de 15e Oktober 1906, 1975, pada Bab “Convention of the Constitution”, hal. 79-96.
362
(Amsterdam: Scheltema & Holkema’s Boekhandel, 1906), hal. 20-21. Kusnardi dan Ibrahim, Op.Cit.

267 268
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

sebenarnya tidak mengubah Undang-Undang Dasar 1945 dasar.363 Jika ditelusuri secara seksama dengan melihat
secara formal, tetapi telah menyebabkan pasal tersebut kembali the original framers’ intent atas ketentuan Pasal
tidak berlaku dalam praktik. Ketetapan tersebut 37 ayat (1) dan (2), jelas bahwa yang dimaksud adalah
kemudian dicabut oleh Ketetapan Majelis Per- perubahan dengan cara penyusunan teks baru sama
musyawaratan Rakyat Sementara Nomor sekali. Perubahan dan usaha penyusunan naskah baru
XVIII/MPRS/1966. itu pun bahkan sudah berkali-kali dilakukan, seperti
Tentu saja dapat diperdebatkan perbedaan antara dengan penggantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS
tindakan yang bertentangan atau pelanggaran terhadap Tahun 1949, kemudian dengan UUDS Tahun 1950, usaha
konstitusi dengan konvensi konstitusi. Apakah semua penyusunan Konstitusi tetap oleh Konstituante, lalu
bentuk pelanggaran UUD juga dapat dikategorikan pemberlakuan kembali naskah UUD 1945 beserta Penje-
sebagai konvensi ketatanegaraan. Kunci jawaban atas lasannya pada tahun 1959.
masalah itu terletak pada persetujuan bersama dan pene- Semua usaha tersebut di atas, menggambarkan
rimaan oleh umum (public support) atas tindakan ke- jalan pikiran yang terkandung dalam ketentuan Bab XVI
tatanegaraan yang diambil. Hanya saja sekarang tinggal Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 memang
lagi yang menjadi masalah ialah bagaimana mengukur menghendaki perubahan melalui penggantian. Dengan
ada-tidaknya atau memenuhi syarat atau tidaknya public perkataan lain, bagaimana bentuk perubahan itu tidak
support yang sifatnya sangat relatif itu. Pada mulanya, ditentukan dengan jelas. Akan tetapi, karena sistem
tindakan itu dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum Indonesia banyak dipengaruhi oleh tradisi Eropa
terhadap konstitusi. Akan tetapi, jika perubahan itu dite- Kontinental, maka tentunya tradisi perubahan konstitusi
tapkan berdasarkan kesepakatan bersama di antara model Eropa Barat pulalah yang lebih dekat dengan
semua pihak yang terkait dan selanjutnya hal itu diang- maksud penyusun UUD 1945, yaitu melalui metode
gap sudah menjadi kenyataan yang diterima oleh umum perubahan atau penyempurnaan dalam teks.
sebagai praktik yang baik dan berguna, maka atas dasar Namun, sejak Perubahan Pertama UUD 1945 pada
itulah bentuk pelanggaran konstitusi tersebut dapat tahun 1999, dilanjutkan dengan Perubahan Kedua
disebut sebagai konvensi ketatanegaraan (the convention (2000), Perubahan Ketiga (2001), dan Perubahan Ke-
of the constitution) yang dianggap mengikat dalam prak- empat (2002), perubahan-perubahan itu dilakukan me-
tik, meskipun tetap tidak mengikat bagi para hakim di nurut tradisi Amerika Serikat, yaitu dengan naskah
pengadilan. lampiran (appendix). Pada saat dimulainya penerapan
Demikian pula konvensi ketatanegaraan yang metode lampiran ini pada tahun 1999, pilihan ini dapat
dilakukan berkenaan dengan perubahan UUD 1945. Bab dikatakan sebagai penyimpangan dari maksud Pasal 37
XVI Pasal 37 ayat (1) dan (2) UUD 1945 sama sekali tidak UUD 1945, tetapi diterima dengan baik oleh semua pihak
menentukan bahwa undang-undang dasar dapat atau sebagai cara yang dianggap konstitusional.
harus diubah dengan cara tertentu yang biasa dilakukan

menurut tradisi Amerika Serikat, yaitu melalui naskah


amandemen yang terpisah dari teks asli undang-undang 363
Lihat pada BAB XVI mengenai Perubahan Undang-Undang Dasar dalam
UUD Negara RI Tahun 1945.

269 270
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Selanjutnya, setelah metode perubahan ini dilaku-


kan berulang-ulang, cara ini pun berkembang menjadi
kebiasaan (constitutional custom) yang baik dalam prak-
tik ketatanegaraan Indonesia berdasarkan UUD 1945.
Baik keputusan pertama untuk menerapkan metode ini
maupun keputusan-keputusan selanjutnya, setelah hal
itu menjadi kebiasaan karena telah terjadi berulang-
ulang, sama-sama dikenal dengan sebutan yang diistilah-
kan oleh A.V. Dicey yaitu the conventions of the constitu-
tion, bukan the laws of the constitution.

271 272
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

BAB V dan jenis metode penafsiran itupun dikelompokkan


PENAFSIRAN DALAM HUKUM TATA NEGARA secara berbeda dari sarjana lainnya. 365
Saya sendiri, dalam buku terdahulu, telah mengu-
raikan adanya 9 (sembilan) teori penafsiran yang ber-
beda penggambarannya dari apa yang dikemukakan oleh
A. Penafsiran dan Anatomi Metode Tafsir Arief Sidharta. Kesembilan teori penafsiran tersebut
adalah: 366
Penafsiran merupakan kegiatan yang sangat pen-
ting dalam hukum dan ilmu hukum. Penafsiran merupa-
1) Teori penafsiran letterlijk atau harfiah (what does the
kan metode untuk memahami makna yang terkandung
word mean?)
dalam teks-teks hukum untuk dipakai dalam menyelesai-
Penafsiran yang menekankan pada arti atau makna
kan kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal-hal
kata-kata yang tertulis. Misalnya, kata servants dalam
yang dihadapi secara konkrit. Di samping itu, dalam
Konstitusi Jepang Art. 15 (2), “All public officials are
bidang hukum tata negara, penafsiran dalam hal ini
servants of the whole community and not of any group
judicial interpretation (penafsiran oleh hakim), juga
thereof”. Contoh yang lain mengenai kata a natural
dapat berfungsi sebagai metode perubahan konstitusi
association dalam Art. 29 ayat (1) dan kata the moral
dalam arti menambah, mengurangi, atau memperbaiki
dalam ayat (2) Konstitusi Italia yang menyatakan:
makna yang terdapat dalam suatu teks undang-undang “(1) The Republic recognizes the rights of the family as a
dasar. Seperti dikemukakan oleh K.C. Wheare, undang- natural association founded on marriage; (2) Marriage
undang dasar dapat diubah melalui (i) formal amand- is based on the moral and legal equality of the spouses,
ment, (ii) judicial interpretation, dan (iii) constitutional within the limits laid down by law to safeguard the
usage and conventions. 364 unity of the family”.
Dikarenakan pentingnya hal tersebut di atas, maka
dalam setiap buku teks ilmu hukum lazim diuraikan ada- Contoh berikutnya lagi, misalnya terlihat pada kata
nya berbagai metode penafsiran. Banyak sarjana hukum inconsistent dalam ayat (1) Article 13 Konstitusi India,
yang membagi metode penafsiran ke dalam 5 (lima) yaitu:
macam metode penafsiran, dan 3 (tiga) macam metode “All laws in force in the territory of India immediately
konstruksi. Dalam hal ini, metode konstruksi dianggap before the commencement of this Constitution, in so far
tidak termasuk ke dalam pengertian penafsiran. Tetapi,

ada pula sarjana yang menganggap metode konstruksi


itu tiada lain merupakan varian saja atau termasuk ben- 365
Lihat dan bandingkan pendapat sarjana yang memasukkan metode
tuk lain dari metode penafsiran juga, sehingga macam intepretasi (penafsiran) sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum
yang dilakukan dengan cara Interpretasi Gramatikal (kebahasaan), Sistematis
(logis), Historis, dan Teleologis (sosiologis). Lihat, misalnya, Bambang
Sutiyoso dan Sri Hastuti, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 131-134.
366
364 Jimly Asshiddiqie, Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, cet. I,
Wheare, Op. Cit. (Jakarta: Ind. Hill Co., 1997), hal. 17-18.

273 274
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

as they are inconsistent with the provisions of this Part, notulen rapat, catatan-catatan pribadi peserta rapat,
shall, to the extent of such inconsistency, be void”. tulisan-tulisan peserta rapat yang tersedia baik dalam
bentuk tulisan ilmiah maupun komentar tertulis yang
2) Teori penafsiran gramatikal atau interpretasi bahasa pernah dibuat, otobiografi yang bersangkutan, hasil
(what does it linguistically mean?) wawancara yang dibuat oleh wartawan dengan yang
Penafsiran yang menekankan pada makna teks bersangkutan, atau wawancara khusus yang sengaja
yang di dalamnya kaidah hukum dinyatakan. Pernafsiran dilakukan untuk keperluan menelaah peristiwa yang
dengan cara demikian bertolak dari makna menurut bersangkutan. Penafsiran kedua, mencari makna yang
pemakaian bahasa sehari-hari atau makna teknis-yuridis dikaitkan dengan konteks kemasyarakatan masa lampau.
yang lazim atau dianggap sudah baku. 367 Menurut Dalam pencarian makna tersebut juga kita merujuk
Visser’t Hoft di negara-negara yang menganut tertib pendapat-pendapat pakar dari masa lampau, termasuk
hukum kodifikasi, maka teks harfiah undang-undang pula merujuk kepada norma-norma hukum masa lalu
sangat penting. Namun, penafsiran gramatikal saja di- yang masih relevan. 369
anggap tidak mencukupi, apalagi jika mengenai norma
yang hendak ditafsirkan itu sudah menjadi perdebatan. 4) Teori penafsiran sosiologis (what does social context
368
of the event to be legally judged)
Konteks sosial ketika suatu naskah dirumuskan
3) Teori penafsiran historis (what is historical dapat dijadikan perhatian untuk menafsirkan naskah
background of the formulation of a text) yang bersangkutan. Peristiwa yang terjadi dalam masya-
Penafsiran historis mencakup dua pengertian: (i) rakat acapkali mempengaruhi legislator ketika naskah
penafsiran sejarah perumusan undang-undang; dan (ii) hukum itu dirumuskan. Misalnya, pada kalimat “dipilih
penafsiran sejarah hukum. Penafsiran yang pertama, secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-
memfokuskan diri pada latar belakang sejarah perumu- Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Gubernur,
san naskah. Bagaimana perdebatan yang terjadi ketika Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
naskah itu hendak dirumuskan. Oleh karena itu yang di- pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota di-
butuhkan adalah kajian mendalam tentang notulen- pilih secara demokratis.”
367
Ph. Visser’t Hoft, Penemuan Hukum, judul asli Rechtsvinding, diterje-
5) Teori penafsiran sosio-historis (asbabunnuzul dan
mahkan oleh B. Arief Sidharta, (Bandung: Laboratorium Hukum FH Univ.
Parahiayangan, 2001), hal. 25. asbabulwurud, what does the social context behind
368
Ibid., hal. 26. Misalnya, basis sistem ekonomi sosialis Cina, seperti dalam the formulation of the text)
Art. 6 ayat (1) Konstitusi Cina: (1) “The basis of the socialist economic Berbeda dengan penafsiran sosiologis, penafsiran
system of the People's Republic of China is socialist public ownership of the sosio-historis memfokuskan pada konteks sejarah ma-
means of production, namely, ownership by the whole people and collective syarakat yang mempengaruhi rumusan naskah hukum.
ownership by the working people”; dan makna dari sistem kepemilikan publik,
seperti dalam Art 6 ayat (2) “The system of socialist public ownership Misalnya, ide persamaan dalam teks konstitusi Republik
supersedes the system of exploitation of man by man; it applies the principle
369
of from each according to his ability, to each according to his work”. Ibid., hal. 29.

275 276
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

V Perancis,370 ide ekonomi kekeluargaan dalam Pasal 33 7) Teori penafsiran teleologis (what does the articles
UUD 1945, dan ide Negara Kekaisaran Jepang. 371 would like to achieve by the formulated text).
Penafsiran ini difokuskan pada penguraian atau
6) Teori penafsiran filosofis (what is philosophical formulasi kaidah-kaidah hukum menurut tujuan dan
thought behind the ideas formulated in the text) jangkauannya. Tekanan tafsiran pada fakta bahwa pada
Penafsiran dengan fokus perhatian pada aspek filo- kaidah hukum terkandung tujuan atau asas sebagai lan-
sofis. Misalnya, ide negara hukum dalam konstitusi dasan dan bahwa tujuan dan atau asas tersebut mempe-
Republik V Perancis Article 66: “No person may be ngaruhi interpretasi. Dalam penafsiran demikian juga
detained arbitrarily”. Ide negara hukum dalam Pasal 1 diperhitungkan konteks kenyataan kemasyarakatan yang
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo- aktual. 373
nesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Contoh lain lagi adalah 8) Teori penafsiran holistik.
rumusan ide demokrasi terpusat (centralized demo- Penafsiran ini mengaitkan suatu naskah hukum
cracy) dalam Konstitusi Cina. 372 dengan konteks keseluruhan jiwa dari naskah tersebut.
Misalnya, The individual economy 374 dalam Article 11
ayat (1) Konstitusi Cina:

(1) “The individual economy of urban and rural


working people, operated within the limits prescribed
370 by law, is a complement to the sociallist public economy.
Constitution of The Fifth French Republic, 1958, Article 2, “France is an The state protects the lawful rights and interests of the
indivisible, secular, democratic and social Republic. It shall insure equality
individual economy”; (2) “The state guides, helps, and
before the law for all citizens without distinction of origin, race, or religion.
It shall respect all beliefs…” supervises the individual economy by exercising
371
Art. 1 [Symbol of State]: “The Emperor shall be the symbol of the State administrative control”; (3) “The State permits the
and of the unity of the people, deriving his position from the will of the people private sector of the economy to exist and develop
with whom resides sovereign power”. Article 2 [Dynastic Throne]: “The within the limits prescribed by law. The private sector of
Imperial Throne shall be dynastic and succeeded to in accordance with the the economy is a complement to the socialist public
Imperial House Law passed by the Diet”. economy. The State protects the lawful rights and
372
Konstitusi Cina, Article 3 [Democratic Centralism]: “(1) The state organs interests of the private sector of the economy, and
of the People's Republic of China apply the principle of democratic
centralism. (2) The National People's Congress and the local people's
373
congresses at different levels are instituted through democratic election. They Visser’t Hoft, Op. Cit., hal. 30.
374
are responsible to the people and subject to their supervision. (3) All Istilah the individual economy dalam konteks negara sosialis yang dianut
administrative, judicial and procuratorial organs of the state are created by Cina menjadi jiwa dari sistem sosialis, seperti yang dinyatakan dalam konsti-
the people's congresses to which they are responsible and under whose tusi Cina, Article (1) “The People's Republic of China is a socialist state under
supervision they operate. (4) The division of functions and powers between the people's democratic dictatorship led by the working class and based on
the central and local state organs is guided by the principle of giving full play the alliance of workers and peasants”; (2) “The socialist system is the basic
to the initiative and enthusiasm of the local authorities under the unified system of the People's Republic of China. Sabotage of the socialist system by
leadership of the central authorities.” any organization or individual is prohibited”.

277 278
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

exercises guidance, supervision and control over the bagai pandangan para sarjana mengenai ragam metode
private sector of the economy”. penafsiran itu, perlu kita himpun dan kita sarikan seba-
gaimana mestinya.
9) Teori penafsiran holistik tematis-sistematis (what is
the theme of the articles formulated, or how to un- Selain ke-9 teori penafsiran tersebut di atas, dapat
destand the articles systematically according to the pula dikemukakan adanya pendapat Utrecht mengenai
grouping of the formulation) metode penafsiran undang-undang:
Dalam hal ini, misalnya, regular election dalam
Article 68 dan 69 Konstitusi Amerika Serikat: 1) Penafsirkan menurut arti kata atau istilah (taalkun-
dige interpretasi)
”Regular elections to the National Assembly shall be
Hakim wajib mencari arti kata dalam undang-
held within sixty days prior to the expiration of the term
of the current Asembly. Procedures for elections to the undang dengan cara membuka kamus bahasa atau me-
National Assembly shall be prescribed by law. The date minta keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum cukup.
of elections shall be fixed by Presidential decree. The hakim harus mempelajari kata tersebut dalam susunan
first session of a newly elected National Assembly shall kata-kata kalimat atau hubungannya dengan peraturan-
convene on the second Thursday following the election peraturan lainnya. Cara penafsiran ini, menurut Utrecht,
of at least two thirds of the total number of Deputies. yang pertama ditempuh atau usaha permulaan untuk
Until the election of the President of the National menafsirkan. 375
Assembly, its meetings shall be chaired by the Deputy
who is most senior in age.” 2) Penafsiran historis (historische interpretatie)
“The regular sessions of the National Assembly shall
Cara penafsiran historis ini, menurut Utrecht, 376
convene twice per year from the second Monday of
September to the second Wednesday of December and dilakukan dengan (i) menafsirkan menurut sejarah
from the first Monday of February to the second hukum (rechtshistorische interpretatie), dan; (ii) menaf-
Wednesday of June. The sittings of the National sirkan menurut sejarah penetapan suatu ketentuan
Assembly shall be open to the public. Closed door sittings (wetshistorische interpretatie). Penafsiran menurut seja-
may be convened by a resolution of the Natio- nal rah, menurut Utrecht, merupakan penafsiran luas atau
Assembly.” mencakup penafsiran menurut sejarah penetapan. Kalau
penafsiran menurut sejarah penetapan dilakukan dengan
Di samping itu, dalam perkembangan pemikiran cara mencermati laporan-laporan perdebatan dalam pe-
dan praktik penafsiran hukum di dunia akhir-akhir ini, rumusannnya, surat-surat yang dikirim berkaitan dengan
telah berkembang pula berbagai corak dan tipe baru kegiatan perumusan, dan lain-lain, sedangkan penafsiran
dalam penafsiran hukum dan konstitusi di berbagai
negara. Oleh karena itu, pendapat-pendapat yang biasa 375
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, disadur dan direvisi oleh
kita diskusikan di berbagai fakultas hukum di tanah air Moh. Saleh Djindang, cet. XI, PT. (Jakarta: Ichtiar Baru, 1983), hal. 208.
juga perlu memperhatikan dinamika perkembangan di 376
Pendapat Utrecht ini sangat mirip dengan pendapat Visser”t Hoft yang pada
dunia ilmu hukum pada umumnya. Oleh sebab itu, ber- nantinya akan diuraikan secara tersendiri.

279 280
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

menurut sejarah hukum dilakukan menyelidiki asal


naskah dari sistem hukum yang pernah diberlakukan, 4) Penafsiran sosiologis
termasuk pula meneliti asal naskah dari sistem hukum Menurut Utrecht, setiap penafsiran undang-un-
lain yang masih diberlakukan di negara lain. 377 dang harus diakhiri dengan penafsiran sosiologis agar
Bagi hakim, menurut Scholten, makna penafsiran keputusan hakim dibuat secara sungguh-sungguh sesuai
historis berdasarkan kebutuhan praktik. Pada umumnya dengan keadaan yang ada dalam masyarakat. Utrecht
yang penting bagi hakim ialah mengetahui maksud mengatakan bahwa hukum merupakan gejala sosial,
pembuat naskah hukum pada waktu ditetapkan. Hukum maka setiap peraturan memiliki tugas sosial, yaitu ke-
bersifat dinamis dan perkembangan hukum mengikuti pastian hukum dalam masyarakat. Tujuan sosial suatu
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, makna yang peraturan tidak senantiasa dapat dipahami dari kata-
dapat diberikan kepada suatu kata dalam naskah hukum kata yang dirumuskan. Oleh karena itu, hakim harus
positif sekarang berbeda dengan maknanya pada waktu mencarinya. Penafsiran sosiologis merupakan jaminan
ditetapkan. Oleh sebab itu pula, penafsiran menurut kesungguhan hakim dalam membuat keputusan, oleh
sejarah hakikatnya hanya merupakan pedoman saja. 378 karena keputusannya dapat mewujudkan hukum dalam
Akan tetapi, penafsiran historis tidak hanya menelaah suasana yang senyatanya dalam masyarakat. 380
risalah sebagai story perumusan naskah, tetapi juga me-
nelaah sejarah sosial, politik, ekonomi dan social event 5) Penafsiran otentik atau resmi (authentieke atau offi-
lainnya ketika rumusan naskah tersebut dibahas. ciele interpretatie)
Penafsiran otentik ini sesuai dengan tafsir yang
3) Penafsiran sistematis dinyatakan oleh pembuat undang-udang (legislator)
Penafsiran sistematis merupakan penafsiran me- dalam undang-undang itu sendiri.381 Misalnya, arti kata
nurut sistem yang ada dalam rumusan hukum itu sendiri yang dijelaskan dalam pasal atau dalam penjelasannya.
(systematische interpretatie). Penafsiran demikian dila- Jikalau ingin mengetahui apa yang dimaksud dalam
kukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain suatu pasal, maka langkah pertama adalah lihat penje-
dalam naskah hukum yang bersangkutan. Penafsiran lasan pasal itu. Oleh sebab itu, penjelasan undang-
sistematis juga dapat terjadi jika naskah hukum yang undang selalu diterbitkan tersendiri, yaitu dalam Tamba-
satu dan naskah hukum yang lain, di mana keduanya me- han Lembaran Negara, sedangkan naskah undang-
ngatur hal yang sama, dihubungkan dan dibandingkan undangnya diterbitkan dalam Lembaran Negara.
satu sama lain. Jika misalnya yang ditafsirkan itu adalah
pasal dari suatu undang-undang, maka ketentuan- Sementara itu, Visser’t Hoft mengemukakan 7
ketentuan yang sama, apalagi satu asas dalam peraturan (tujuh) model penafsiran hukum, yaitu:382
lainnya, harus dijadikan acuan. 379

377 380
Utrecht, Op. Cit., hal. 209 Ibid., hal. 216.
378 381
Ibid., hal. 210-211. Ibid., hal. 217.
379 382
Ibid., hal. 212-213. Ph. Visser’t Hoft, Op. Cit.

281 282
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kaitan dengan pendapat penulis-penulis, atau konteks


1) Penafsiran Gramatikal atau Interpretasi Bahasa kemasyarakatan masa lalu.
Dalam model ini, penafsiran gramatikal yang di-
maksud mempunyai pengertian yang sama sebagaimana 5) Penafsiran Teleologis
telah dikemukakan sebelumnya. Maksudnya yaitu menafsirkan dengan cara menga-
cu kepada formulasi norma hukum menurut tujuan dan
2) Penafsiran Sistematis jangkauannya. Fokus perhatian dalam menafsirkan ada-
Makna formulasi sebuah kaidah hukum atau mak- lah fakta bahwa pada norma hukum mengandung tujuan
na dari sebuah istilah yang ada di dalamnya ditetapkan atau asas yang menjadi dasar sekaligus mempengaruhi
lebih jauh dengan mengacu pada hukum sebagai sistem. interpretasi. Bisa jadi suatu norma mengandung fungsi
Langkah yang dilakukan yaitu dengan mencari makna atau maksud untuk melindungi kepentingan tertentu,
kata-kata yang terdapat di dalam suatu peraturan yang sehingga ketika ketentuan tersebut diterapkan, maksud
ada kaitannya dan melihat pula pada kaidah-kaidah lain- tersebut harus dipenuhi. Dalam melakukan penafsiran
nya. Menurut Visser’t, dalam sebuah sistem hukum yang teleologis, juga memperhitungkan terhadap konteks fak-
menitikberatkan pada kodifikasi, maka merujuk pada ta kemasyarakatan aktual. Cara ini tidak terlalu diarah-
sistem undang-undang atau kitab undang-undang meru- kan untuk menemukan pertautan pada kehendak dari
pakan hal yang biasa. Perundang-undangan adalah se- pembentuk undang-undang pada waktu perumusannya.
buah sistem. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya Maksudnya lebih diarahkan kepada makna aktual atau
saling berhubungan dan sekaligus keterhubunganan ter- makna obyektif norma yang ditafsirkan. Biasanya akan
sebut dapat menentukan suatu makna. Akan tetapi, da- segera dikenali bahwa hakim menggunakan tafsir teleo-
lam tatanan hukum yang tidak terkodifikasi, merujuk logis jika dalam pertimbangannya ditemukan kata-kata
pada sistem dimungkinkan sepanjang karakter sistematis “…ketentuan-ketentuan bertujuan…” atau “…jangkauan
dapat diasumsikan atau diandaikan. dari…”.

3) Penafsiran Sejarah Undang-undang 6) Penafsiran Antisipatif


Penafsiran dengan cara merujuk pada sejarah pe- Menurut Visser’t, metode penafsiran ini dilakukan
nyusunannya, membaca risalah, catatan pembahasan dengan cara merujuk RUU yang sudah disiapkan untuk
oleh komisi-komisi dan naskah-naskah lain yang berhu- dibahas atau sedang dibahas dalam parlemen. Dengan
bungan dengan pembahasan termasuk surat-menyurat cara ini sebenarnya hakim melihat ke masa yang akan
yang berhubungan dengan penyusunan suatu undang. datang (forward looking). Dengan perkataan lain, hakim
dapat saja berpendirian bahwa penafsiran terhadap nor-
4) Penafsiran Sejarah Hukum ma hukum yang dilakukannya didasarkan atas penela-
Penafsiran dengan cara menentukan arti suatu ru- haan dari sudut pandang hukum baru.
musan norma hukum dapat memperhitungkan sejarah
isi norma atau pengertian hukum dengan mencari keter- 7) Penafsiran Evolutif-Dinamis

283 284
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Penafsiran ini dilakukan karena ada perubahan 8) Interpretasi Ekstensif, menafsirkan dengn melebihi
pandangan masyarakat dan situasi kemasyarakatan. batas hasil penafsiran gramatikal;
Makna yang diberikan kepada suatu norma bersifat men- 9) Interpretasi Otentik, penafsiran yang hanya boleh di-
dobrak perkembangan setelah dibelakukannya hukum lakukan berdasarkan makna yang sudah jelas dalam
tertentu. Salah satu ciri penting penafsiran ini ialah pe- undang-undang;
ngabaian maksud pembentuk undang-undang. Makna 10) Interpretasi Interdisipliner, menggunakan logika pe-
obyektif atau aktual maupun subyektif dari suatu norma nafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum;
sama sekali tidak berperan lagi. 11) Interpretasi Multidisipliner, menafsirkan dengan
menggunakan tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum.
Jazim Hamidi, dengan mengutip pendapat Sudikno
Mertokusumo, A. Pitlo, Achmad Ali, dan Yudha Bhakti, Ronald Dworkin mempunyai pendapat yang ber-
mencatat sebelas macam metode penafsiran hukum, beda lagi mengenai soal ini. Dworkin mengidentifikasi-
yaitu: 383 kan adanya ada 6 (enam) model interpretasi dalam ilmu
1) Interpretasi Garamatikal, menafsirkan kata-kata da- hukum, 384 yaitu:
lam undang-undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah
hukum tata bahasa; 1) Creative interpretation
2) Interpretasi Historis, yaitu penafsiran sejarah un- Menurut Dworkin, interpretasi kreatif hanya ter-
dang-undang dan sejarah hukum; hadap kasus khusus dari interpretasi conversational. 385
3) Interpretasi Sistematis, menafsirkan undang-undang Penafsiran ini dimaksudkan untuk mengungkap maksud
sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang- penyusun atau maksud-maksud dalam tulisan. Misalnya,
undangan; novel atau tradisi tertentu masyarakat yang biasanya di-
4) Interpretasi Sosiologis atau Teleologis, makna un- ungkapkan masyarakat dalam percakapan sehari-hari.
dang-undang dilihat berdasarkan tujuan kemasyara- Bahwa interpretasi kreatif hanya untuk kasus khusus
katannya, sehingga penafsiran dapat mengurangi ke- penafsiran lisan. 386 Interpretasi kreatif bukanlah sekedar
senjangan antara sifat positif hukum dengan kenya- menangkap makna dalam percakapan melainkan meng-
taan hukum; konstruksikan atau menyusun makna. 387 Penafsiran
5) Interpretasi Komparatif, menafsirkan dengan cara
membandingkan berbagai sistem hukum; 384
Ronald Dworkin, Law’s Empire, (Cambridge, Massachusetts, London,
6) Interpretasi Futuristik, menafsirkan undang-undang England: The Belknap Press of Harvard University Press, 1986).
dengan cara melihat pula RUU yang sedang dalam 385
Ibid., hal. 51.
proses pembahasan; 386
Ibid., ”Creative interpretation aims to decipher the authors’ purposes or
7) Interpretasi Restriktif, membatasi penafsiran berda - intentions in writing particular novel or maintaining a particular social
tradition, just as we aim in conversation to grasp a friend’s intentions in
sarkan kata yang maknanya sudah tertentu; speaking as he does. … that creative interpretation is only a special case of
conversational interpretaion”.
383 387
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, cet. I, (Yogyakarta: UII Press Ibid., hal. 52, “…that creative interpretation is not conversational but
2005), hal. 53-57. constructive”

285 286
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kreatif dalam pandangan konstruktif adalah interaksi tahap diinterpretasikan, yaitu penafsir menjustifikasi un-
antara maksud dan tujuan. 388 sur-unsur pokok praktik. Justifikasi tidak perlu semua
harus sesuai bagi penafsir. Namun yang terpenting pe-
2) Artistic interpretation nafsir mampu melihat dirinya sendiri sebagai penafsir
Menemukan maksud penulis bukanlah persoalan praktis, dan menemukan suatu yang baru. Ketiga, setelah
yang mudah, sebab kita harus berupaya memahami tahap penafsiran, penafsir menyesuaikan pendirian-nya
maksud melalui pemaknaan ungkapan kesadaran men- tentang praktik sebenarnya atau menyelesaikan.391
tal. Penafsiran artistik tidak selalu bermaksud mengiden-
tifikasikan beberapa jenis kesadaran pikiran dalam 5) Literal interpretation
menggunakan pengaruhnya terhadap pikiran penyusun Pendapat berbeda diperdebatkan bagi teori legislasi
ketika dia mengatakan, menulis, atau melakukan se- yang lebih dikenal dewasa ini. Hal ini kadang-kadang di-
suatu. 389 Maksud (intention) selalu lebih kompleks dan sebut sebagai teori penafsiran literal, walaupun tidak se-
problematikal (complex and problematical matter). cara khusus menjelaskan gambar. Penafsiran literal ber-
tujuan bahwa kata-kata dalam UU diberikan apabila kita
3) Social interpretation menyebutnya makna yang tidak sesuai dengan konteks-
Penafsiran praktik sosial dan kerja seni secara nya. Artinya, makna kita berikan kalau kita tidak memi-
esensialitas lebih menekankan pada maksud daripada liki informasi khusus tentang konteks yang mereka guna-
penyebab. Penafsiran praktik sosial tidak dimaksudkan kan atau maksud-maksud dari penulis. Metode inter-
menemukan apa yang dilakukan warga masyarakat, me- pretasi ini mensyaratkan bahwa tidak ada ketergantu-
lainkan ada berbagai faktor baik ekonomi atau psikologi ngan konteks dan kualifikasi-kualifikasi tersembunyi di-
dari suatu perbuatan dengan fokus pengamatan pada buat terhadap bahasa umum.392
suatu lingkungan yang dekat dengan apa yang mereka
lakukan. 390 391
Ibid., hal. 66, “Second, there must be an interpretive stage at which the
interpreter settles on some general justification for the main elements of the
4) Constructive interpretation practice identified at the preinterpretive stage.…The justification need not fit
Pertama, tahap pra-penafsiran di mana aturan-atu- every aspect or feature of the standing practice, but it must fit enough for
ran dan batasan-batasan yang digunakan untuk membe- the interpreter to be able to see himself as interpreting that practice, not
rikan isi tentatif dari praktik yang diperkenalkan. Kedua, inventing a new one. Finally, there must be a postinterpretive or reforming
stage, at which he adjusts his sense of what the practice ‘really’ requires so
as better to serve the justification he accepts at the interpretive stage.”
392
388
Ibid., “Creative interpretation, on the constructive view, is a matter of Ibid , hal. 17-18, “The dissenting opinion, written by Judge Gray, argued
interaction between purpose and object”. for a theory of legislation more popular then than it is now. This is some- times
389
Ibid., hal. 55. called a theory of ‘literal’ interpretation, though that is not a parti- cularly
390
Ibid., hal. 51, “For the interpretation of social practices and works of illuminating description. It proposes that the words of a statute be given what
art is essentially concerned with purposes rather than mere causes. The citi- we might better call their acontextual meaning, that is, the meaning we would
zens of courtesy do not aim to find, when they interpret their practice, the assign them if we had no special information about the context of their use or
various economic or psychological or phsycological determinants of their the intentions of their author. This method of inter- pretation requires that no
corvergent behavior.” context-dependent and unexpressed qualications

287 288
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Profesor Sutandyo dalam salah satu tulisannya yang


6) Conversational interpretation memperbincangkan semiotika, mengemukakan tentang
Metode ini adalah metode yang tidak lazim atau the semiotic jurisprudence. Semiotika mengkaji tentang
agak berbeda dari cara-cara yang biasa digunakan. Pe- tanda-tanda kebahasaan yang tidak lain dari hasil kon-
nafsiran ini bukan dimaksudkan untuk menjelaskan sua- septualisasi oleh subjek-subjek atau intersubjek.
ra seseorang. Penafsiran ini menandai makna dalam
menjelaskan motif-motif dan maksud-maksud makna Dari berbagai pendapat para sarjana yang digam-
yang dirasakan pembicara, dan menyimpulkan sebagai barkan di atas, pada garis besarnya dapat dibedakan ke
pernyataan tentang maksud pembicara dalam menga- dalam 23 (dua puluh tiga) metode penafsiran, yaitu:
takan apa yang dia perbuat. Dalam teknik penafsiran ini,
penafsir hendak menemukan maksud atau makna yang 1) Metode Penafsiran Literlijk atau Literal
diucapkan orang lain dalam berbagai peristiwa yang se- Metode ini dapat diartikan sebagai penafsiran let-
cara tepat untuk makna dalam masyarakat, seperti misal- terlijk atau harfiah (what does the word mean?) yang
nya sopan-santun. 393 Sebab, maksud demikian adalah memfokuskan pada arti atau makna kata (word). Utrecht
esensi bagi struktur yang menafsirkan pelaksanaan per- memberi penjelasan tentang penafsiran menurut arti
janjian sebagai hal yang berbeda dari pemahaman pihak kata atau istilah (taalkundige interpretasi) ini, yaitu
lain dalam menafsirkan sesuai pernyataan yang mereka kewajiban bagi hakim mencari arti kata dalam undang-
buat dalam penerapannya. Hal itu berlanjut bahwa pakar undang dengan cara membuka kamus bahasa atau me-
sosial harus berpartisipasi dalam praktik sosial jikalau minta keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum cukup
dia mengharapkan untuk memahaminya, sebagaimana hakim harus mempelajari kata tersebut dalam susunan
dibedakan dari pemahaman anggota-anggota lainnya. 394 kata-kata kalimat atau hubungannya dengan peraturan-
peraturan lainnya. Cara penafsiran ini, menurut Utrecht,
merupakan penafsiran yang pertama ditempuh atau usa-
be made to general langguage, so Judge Gray insisted that the real statute,
constructed in the proper way, contained no exceptions for murderers.” ha permulaan untuk menafsirkan. 395
393
Ibid., hal. 50, “…is puposive rather than causal in some more mechanical
way. It does not aim to explain the sounds someone makes the way a biologist 2) Metode Penafsiran Gramatikal (bahasa)
explains a frog’s croak. It assigns meaning in the light of the motives and Metode penafsiran gramatikal atau interpretasi ba-
purposes and concerns it supposes the speaker to have, and it hasa (what does it linguistically mean?). Penafsiran yang
reports its conclusions as statements about his ‘intention’ in saying what he
did”.
menekankan pada makna teks yang di dalamnya kaidah
394
Ibid., hal. 54-55, “…that the techniques of ordinary conversational hukum dinyatakan. Pernafsiran dengan cara demikian
interpretation, in which the interpreter aims to discover the intentions or bertolak dari makna menurut pemakaian bahasa sehari-
meanings of another person, would in many event be in appropriate (ketepa-
tan/tepat) for the interpretation of a social practice like courtesy (kesopa-
nan/kebaikan/rasa hormat) because it is essential to the structure of such a
practice that interpreting the practice be treated (pakta) as different from practice if he hopes to understand it, as distinguished from understanding its
understanding what other participants mean by the statements they make in members”.
395
its operation. It follows that a social scientist must participate in a social Utrecht, Op. Cit., hal. 208.

289 290
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hari atau makna teknis-yuridis yang sudah dilazimkan. 396 5) Metode Penafsiran Otentik
Menurut Visser’t Hoft, di negara-negara yang menganut Penafsiran otentik atau resmi (authentieke atau
tertib hukum kodifikasi, teks harfiah undang-undang di- officiele interpretatie), menurut Utrecht, merupakan pe-
nilai sangat penting. Namun, penafsiran gramatikal saja nafsiran sesuai dengan tafsir yang dinyatakan oleh pem-
tidak cukup jika tentang hal yang ditafsirkan itu sudah buat undang-undang (legislator) dalam undang-undang
menjadi perdebatan. 397 itu sendiri.400 Misalnya, arti kata yang dijelaskan dalam
pasal atau dalam penjelasannya. Menurut Sudikno dan
3) Metode Penafsiran Restriktif Pitlo, penafsiran yang demikian hanya boleh dilakukan
Pitlo dan Sudikno mengartikan penafsiran ini seba- berdasarkan makna yang sudah jelas dalam undang-
gai kegiatan menafsirkan dengan cara membatasi penaf- undang.
siran sesuai dengan kata yang maknanya sudah tertentu.
Jika suatu norma hukum yang sederhana sudah diru- 6) Metode Penafsiran Sistematik
muskan secara jelas atau expresis verbis, maka tidak di- Metode ini menafsirkan menurut sistem yang ada
perlukan lagi untuk menerapkan metode-metode penaf- dalam hukum (systematische interpretatie, dogmatische
siran yang bersifat kompleks. Cukuplah kiranya hal ter- interpretatie) itu sendiri. Artinya, menafsirkan dengan
sebut dipahami dengan maknanya yang sudah jelas memperhatikan naskah-naskah hukum lain. Jika yang
itu. 398 ditafsirkan adalah pasal dari suatu undang-undang, ma-
ka ketentuan-ketentuan yang sama apalagi satu asas da-
4) Metode Penafsiran Ekstensif lam peraturan lainnya juga harus dijadikan acuan. 401
Menurut Pitlo dan Sudikno, hasil penafsiran ini Dalam penafsiran ini, sebagaimana telah diuraikan sebe-
melebihi hasil penafsiran gramatikal. Penalaran yang di- lumnya, makna formulasi sebuah kaidah hukum atau
gunakan dalam metode ekstensif ini merupakan kebali- makna dari sebuah istilah yang ada di dalamnya ditetap-
kan dari penalaran dalam metode restriktif. Penafsiran kan lebih jauh dengan mengacu pada hukum sebagai
restriktif bersifat membatasi, sedangkan penafsiran eks- sistem. Langkah yang dilakukan yaitu dengan mencari
tensif bersifat memperluas, sehingga penafsiran dilaku- makna kata-kata yang terdapat di dalam suatu peraturan
kan tidak hanya terbatas kepada makna teknis dan gra- yang ada kaitannya dan melihat pula pada kaidah-kaidah
matikal kata-kata yang terkandung dalam suatu rumusan lainnya. Menurut Visser’t, dalam sebuah sistem hukum
norma hukum yang bersangkutan. 399 yang menitikberatkan pada kodifikasi, maka merujuk
pada sistem undang-undang atau kitab undang-undang
merupakan hal biasa. Perundang-undangan adalah se-
buah sistem. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya
saling berhubungan sekaligus saling berhubungan ter-
396
Visser’t Hoft, Op. Cit., hal. 25. sebut menentukan makna. Akan tetapi dalam tatanan
397
Ibid., hal. 26.
398 400
Hamidi, Op. Cit. Utrecht, Op. Cit., hal. 217.
399 401
Ibid. Ibid., hal. 212-213.

291 292
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hukum yang tidak terkodifikasi, merujuk pada sistem di- masuk surat-menyurat yang berhubungan dengan pe-
mungkinkan sepanjang karakter sistematis dapat di- nyusunan suatu undang.404
asumsikan (diandaikan).402
8) Metode Penafsiran Historis dalam arti Luas
7) Metode Penafsiran Sejarah Undang-undang Metode penafsiran dengan sejarah hukum, menu-
Metode ini mendasarkan diri pada makna historis rut pendapat Utrecht, mencakup dua pengertian, yaitu (i)
yang terkandung dalam perumusan undang-undang itu penafsiran sejarah perumusan undang-undang seperti
sendiri (what is historical background of the formula- yang sudah diuraikan di atas; dan (ii) penafsiran sejarah
tion of a text). Penafsiran Sejarah Undang-undang ini hukum itu sendiri, yaitu melalui penafsiran sejarah hu-
salah satu metode penafsiran sejarah dalam arti sempit, kum yang bertujuan mencari makna yang dikaitkan
yaitu penafsiran dengan merujuk pada sejarah penyusu- dengan konteks kemasyarakatan masa lampau. 405 Dalam
nannya, membaca risalah, catatan pembahasan oleh arti sempit, yaitu metode penafsiran sejarah undang-
komisi-komisi, dan naskah-nakah lain yang berhubu- undang sudah diuraikan di atas. Sedangkan pada bagian
ngan dengan pembahasan termasuk surat-menyurat ini diuraikan mengenai metode penafsiran historis dalam
yang berkaitan dengan penyusunan suatu undang. arti luas.
Menurut Utrecht, penafsiran sejarah undang-undang Dalam hal ini, untuk mencari dan menemukan
memfokuskan diri pada latar belakang sejarah peru- makna historis suatu pengertian normatif dalam undang-
musan naskah, dan bagaimana peredebatan yang terjadi undang, penafsir juga harus merujuk pendapat-pendapat
ketika naskah itu hendak dirumuskan. 403 pakar dari masa lampau. Termasuk pula merujuk kepada
Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah kajian hukum-hukum masa lalu yang relevan. Menurut Utrecht,
mendalam tentang notulen-notulen rapat, catatan-cata- penafsiran dengan cara demikian dilakukan dengan me-
tan pribadi peserta rapat, tulisan-tulisan peserta rapat nafsirkan suatu naskah menurut sejarah hukum (rechts-
yang tersedia baik dalam bentuk tulisan ilmiah maupun historische interpretatie). Penafsiran historis demikian
komentar tertulis yang pernah dibuat, otobiografi yang itu dilakukan pula dengan menyelidiki asal usul naskah
bersangkutan, hasil wawancara yang dibuat oleh warta- dari sistem hukum yang pernah diberlakukan, termasuk
wan dengan yang bersangkutan, atau wawancara khusus pula meneliti asal naskah dari sistem hukum lain yang
yang sengaja dilakukan untuk keperluan menelaah pe- masih diberlakukan di negara lain. 406 Bagi hakim,
ristiwa yang bersangkutan. Menurut Hoft, penafsiran menurut Scholten, makna penafsiran historis berdasar-
sejarah undang-undang merupakan penafsiran dengan kan kebutuhan praktik. Pada umumnya yang terpenting
merujuk pada sejarah penyusunannya, membaca risalah, bagi hakim ialah mengetahui maksud pembuat naskah
catatan pembahasan oleh komisi-komisi, dan naskah- hukum pada waktu ditetapkan. Hukum bersifat dinamis,
naskah lain yang berhubungan dengan pembahasan ter- dan perkembangan hukum mengikuti perkembangan

404
Ph. Visser’t Hoft, Op.Cit.
402
Ph. Viser’t Hoft, Op.Cit. 405
Utrecht, Op.Cit.
403 406
Utrecht, Op.Cit. Ibid., hal. 209.

293 294
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

masyarakat. Oleh karena itu, makna yang dapat 9) Metode Penafsiran Sosio-Historis
diberikan kepada suatu kata dalam naskah hukum posi- Metode ini menyangkut penafsiran sosio-historis
tif sekarang berbeda dengan maknanya pada waktu dite- (asbab al-nuzul dan asbab al-wurud), yaitu berkenaan
tapkan. Oleh sebab itu pula penafsiran menurut sejarah dengan persoalan what does the social context behind the
hakikatnya hanya merupakan pedoman saja. 407 formulation of the text. Berbeda dari penafsiran historis,
Akan tetapi, penafsiran historis tidak hanya dalam penafsiran sosio-historis ini, dipertim- bangkan
menelaah risalah sebagai story perumusan naskah, tetapi pula berbagai konteks perkembangan masya- rakat yang
juga menelaah sejarah sosial, politik, ekonomi dan social melahirkan norma yang hendak ditafsirkan itu dengan
event lainnya ketika rumusan naskah tersebut dibahas. seksama. Di pihak lain, berbeda pula dengan penafsiran
Artinya, penafsiran historis bisa merambah ke penafsian sosiologis, penafsiran sosio-historis ini lebih
sosio-historis baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, memusatkan perhatian pada konteks sejarah masyarakat
dan kejadian-kejadian penting yang memberi nuansa ke- yang mempengaruhi rumusan naskah ketika norma hu-
pada sebuah naskah hukum. Misalnya, ketika Pasal 33 kum yang bersangkutan terbentuk di masa lalu.
UUD 1945 dirumuskan, suasana anti kolonialisme se-
dang marak, sehingga penolakan terhadap yang berlatar 10) Metode Penafsiran Sosiologis
belakang liberalisme dan kapitalisme sangat kuat dan Metode penafsiran sosiologis (sociological inter-
sangat logis terjadi ketika itu. pretation) ini mendasarkan diri pada penafsiran yang
Latar belakang yang sama juga dapat menjadi bersifat sosiologis (what does social context of the event
sebab mengapa hak asasi manusia sangat kurang dirinci to be legally judged). Konteks sosial ketika suatu naskah
dalam rumusan UUD 1945 versi aslinya. Memang benar dirumuskan dapat dijadikan perhatian untuk menafsir-
bahwa hak asasi manusia ada kaitannya dengan indi- kan naskah. Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat
vidualisme yang menjadi basis paham liberalisme ekono- acapkali mempengaruhi legislator ketika sebuah naskah
mi, politik, dan kapitalisme dalam bidang ekonomi. Akan hukum dirumuskan.
tetapi, ketika Pasal 33 ditafsirkan pada tahun 2005 atau
50 tahun kemudian apakah konteks sosio-historis tahun 11) Metode Penafsiran Teleologis
1945 harus ditanggalkan? Sepanjang kekuatan argumen- Metode penafsiran teleologis memusatkan perha-
tasi dapat menunjukkan bahwa liberalisme memang tian pada persoalan, apa tujuan yang hendak dicapai oleh
terbukti benar-benar mengancam sistem ekonomi nasio- norma hukum yang ditentukan dalam teks (what does
nal dalam sistem ekonomi global, maka apapun alasan- the articles would like to achieve). Penafsiran ini di-
nya liberalisme ekstrim harus ditolak dan prinsip pe- fokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah
nguasaan negara harus dipertahankan dengan penye- hukum menurut tujuan dan jangkauannya. Tekanan taf-
suaian di sana-sini. siran pada fakta bahwa pada kaidah hukum terkandung
tujuan atau asas sebagai landasan dan bahwa tujuan dan
atau asas tersebut mempengaruhi interpretasi. Dalam

407
Ibid., hal. 210-211.

295 296
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

penafsiran yang demikian ini juga diperhitungkan kon-


teks kenyataan kemasyarakatan aktual. 408
Utrecht tidak mengenal penafsiran teleologis, se-
dangkan menurut Hoft, penafsiran seperti ini dilakukan 13) Metode Penafsiran Tematis-Sistematis
dengan cara mengacu kepada formulasi norma hukum Di sini yang menjadi pusat perhatian adalah per-
menurut tujuan dan jangkauannya. Dalam menafsirkan soalan what be the substantive theme of the articles for-
secara teleologis, fokus perhatian adalah fakta bahwa mulated, or how to understand the substantive theme of
pada norma hukum mengadung tujuan yang menjadi da- the articles systematically according to the grouping of
sar atau asas sekaligus mempengaruhi interpretasi. Bisa the formulation. Misalnya, ketentuan mengenai pemili-
jadi suatu norma mengandung fungsi atau mengandung han umum berkala dalam Article 68 Konstitusi Amerika
maksud untuk melindungi kepentingan tertentu, se- Serikat menentukan bahwa pemilihan umum berkala di-
hingga ketika ketentuan tersebut diterapkan, maksud selenggarakan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
tersebut harus dipenuhi. Penafsiran teleologis juga mem- sebelum masa jabatan anggota Nasional Assembly
perhitungkan konteks fakta kemasyarakatan aktual. Cara berakhir. Pemilihan umum anggota National Assembly
ini tidak terlalu diarahkan untuk menemukan pertautan dimaksud diselenggarakan menurut tata cara yang diatur
pada kehendak dari pembentuk undang-undang pada dengan undang-undang. Selanjutnya ditentukan pula
waktu perumusannya. Maksudnya, lebih diarahkan ke- bahwa tanggal penyelenggaraan pemilihan umum itu di-
pada makna aktual atau makna obyektif norma yang di- tetapkan dengan keputusan (Presidential decree) dengan
tafsirkan, sebagaimana telah disinggung sebelumnya. ketentuan bahwa sidang pertama para anggota National
Assembly yang baru terpilih harus sudah diadakan pada
12) Metode Penafsiran Holistik hari Kamis kedua sesudah terpilih sekurang-kurangnya
Metode penafsiran holistik mengumakan aspek ke- 2/3 jumlah seluruh anggota National Assembly (on the
seluruhan unsur yang terkait. Teori penafsiran holistik second Thursday following the election of at least two
mengaitkan penafsiran suatu naskah hukum dengan thirds of the total number of Deputies). Sebelum terpilih
konteks keseluruhan jiwa dari naskah hukum tersebut. seorang Ketua National Assembly (President of the
Ide yang terkandung di dalam metode ini mengandaikan National Assembly), persidangan dipimpin oleh 2 (dua)
bahwa setiap naskah hukum seperti undang-undang orang anggota yang tertua usianya.409 Jika diperhatikan,
ataupun undang-undang dasar haruslah dilihat sebagai
satu kesatuan sistem norma hukum yang mengikat untuk 409
Article 68 UUD Amerika Serikat itu berbunyi, ”Regular elections to the
umum (integral and integrated constitution or legis- National Assembly shall be held within sixty days prior to the expiration of
lation), sehingga kandungan makna yang diatur di the term of the current Assembly. Procedures for elections to the National
dalamnya tidak dapat dipahami pasal demi pasalnya, Assembly shall be prescribed by law. The date of elections shall be fixed by
Presidential decree. The first session of a newly elected National Assembly
melain harus dimengerti sebagai satu kesatuan yang
shall convene on the second Thursday following the election of at least two
menyeluruh (holistik). thirds of the total number of Deputies. Until the election of the President of
the National Assembly, its meetings shall be chaired by the Deputy who is the
408
Visser’t Hoft, Op. Cit., hal. 30. most senior in age”.

297 298
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

jelas sekali bahwa Article 68 Konstitusi Amerika Serikat yang harus diberikan kepada norma hukum yang ditaf-
mengatur mengenai tema yang berkenaan dengan pro- sirkan haruslah bersifat mendobrak perkembangan se-
sedur penyelenggaraan pemilihan umum. telah dibelakukannya suatu norma hukum tertentu. Sa-
lah satu ciri penting metode penafsiran ini ialah diabai-
14) Metode Penafsiran Antisipatif atau Futuristik kannya maksud asli pembentuk undang-undang (the
Metode penafsiran ini dilakukan dengan cara me- original intent) dari keharusan untuk dijadikan refe-
rujuk suatu rancangan undang-undang yang sudah rensi. Makna obyektif atau aktual maupun subyektif dari
mendapat persetujuan bersama, tetapi belum disahkan suatu norma sama sekali tidak dianggap berperan lagi.
secara formil. Kemungkinan lain juga dapat terjadi, mi- Semua itu dianggap tidak lagi relevan dengan kebutuhan
salnya, suatu rancangan undang-undang sudah disiap- nyata untuk menegakkan keadilan di lapangan.
kan untuk dibahas atau sedang dibahas dalam parlemen,
tetapi diperkirakan ada materi-materi tertentu yang di- 16) Metode Penafsiran Komparatif
nilai sudah pasti lolos untuk pada saatnya disahkan men- Pitlo dan Sudikno mengartikan penafsiran ini se-
jadi norma hukum yang mengikat. Jika hakim di bagai kegiatan menafsirkan dengan cara membanding-
pengadilan melihat ke depan (forward looking) atau kan dengan berbagai sistem hukum. Perbandingan dapat
antisipatif dan futuristik, ia dapat menerapkan norma- dilakukan untuk maksud memahami hukum sendiri atau
norma hukum yang belum berlaku secara formil itu dapat pula dimaksudkan untuk menemukan prinsip-
dalam memeriksa dan memutus sesuatu kasus yang prinsip yang berlaku umum dari objek-objek yang diper-
untuk tujuan mewujudkan keadilan yang nyata mem- bandingkan. Dengan demikian, perbandingan dapat di-
butuhkan referensi yang bersifat futuristik tersebut. lakukan antar dua objek atau antar banyak objek. Di
Dengan cara demikian, maka para hakim dapat melihat samping itu, perbandingan dapat dilakukan dengan cara
nilai-nilai keadilan dengan kacamata yang memandang membandingkan unsur-unsur yang sama dan/atau
jauh ke masa yang akan datang. Dengan kata lain, hakim unsur-unsur yang berlainan dari objek-objek yang diper-
dapat menilai dan menerapkan suatu norma hukum yang bandingkan satu sama lain. Hasil dari proses perban-
ada dengan menafsirkannya dari sudut pandang hukum dingan itu pada akhirnya adalah untuk diterapkan dalam
baru. menyelesaikan suatu kasus atau permasalahan hukum
dengan seadil-adilnya dan setepat-tepatnya.411
15) Metode Penafsiran Evolutif-Dinamis
Istilah penafsiran yang demikian digunakan oleh 17) Teori Penafsiran Filosofis
Visser’t Hoft dikarenakan bahwa metode penafsiran evo- Penafsiran filosofis memusatkan perhatian pada
lutif-dinamis ini dilakukan karena adanya perubahan segi what is the underlying philosophical thought yang
pandangan dalam dinamika kehidupan masyarakat. 410 terkandung dalam perumusan teks hukum yang ditaf-
Situasi dan kondisi kemasyarakatan secara luas mengala- sirkan. Penafsiran ini mempunyai fokus perhatian pada
mi perubahan yang mendasar. Oleh karena itu, makna aspek filosofis yang terkandung dalam norma hukum

299 300
410
Visser’t Hoft, Op.Cit.
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
411
Jazim Hamidi, Op. Cit.
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

299 300
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

yang hendak ditafsirkan. Misalnya, ide negara hukum kasus-kasus yang tidak memerlukan pendekatan interdi-
dalam Konstitusi Republik V Perancis Art. 66: “No per- siplin yang menyeluruh, melainkan cukup dengan meng-
son may be detained arbitrarily”. Tidak seorangpun gunakan bantuan penafsiran menurut suatu cabang ilmu
yang dapat ditahan hanya didasarkan atas kebijaksanaan di luar ilmu hukum. Misalnya, suatu pembuktian untuk
penguasa. Demikian pula ide negara hukum dalam Pasal menentukan seseorang bersalah atau tidak yang semata-
1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Negara Indone- mata tergantung kepada penafsiran yang terdapat dalam
sia adalah Negara Hukum”, ide demokrasi terpusat ilmu kedokteran. Untuk menerapkan suatu norma hu-
dalam Konstitusi Cina (democratic centralism), dan lain kum terhadap kasus yang konkrit tergantung kepada
sebagainya. Ide-ide yang dirumuskan itu tidak dapat di- penafsiran menurut ilmu kedokteran, sehingga penaf-
pahami hanya dengan pendekatan biasa, melainkan siran tersebut dapat dikatakan dilakukan dengan meng-
harus dimengerti secara mendalam, yaitu pada latar be- gunakan tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum. Metode
lakang filosofis tumbuhnya ide negara hukum itu sendiri penafsiran yang demikian inilah yang disebut sebagai
dalam sejarah perkembangan umat manusia, baik yang penafsiran multidisiplin, bukan interdisiplin seperti yang
terkait dengan konsep rule of law maupun dengan kon- sudah diuraikan di atas.
sep rechtsstaat.
20) Metode Penafsiran Kreatif (Creative Interpretation)
18) Metode Penafsiran Interdisipliner Menurut Dworkin, interpretasi kreatif (creative
Menurut Pitlo dan Sudikno, menggunakan logika interpretation) dapat digunakan, tetapi hanya terhadap
penafsiran dengan mengunakan bantuan banyak cabang kasus khusus dari interpretasi conversational. Penafsi-
ilmu pengetahuan, banyak cabang ilmu hukum sendiri, ran ini dimaksudkan untuk mengungkap maksud penyu-
ataupun dari banyak metode penafsiran, juga dianjurkan. sun atau maksud-maksud dalam tulisan. Misalnya, novel
Metode ini dianggap penting, karena banyak kasus yang atau tradisi tertentu masyarakat yang biasanya diung-
kompleks yang tidak dapat dipecahkan jika kita hanya kapkan masyarakat dalam percakapan sehari-hari. Bah-
mendekatinya dari satu sudut pandang saja. Apalagi, wa interpretasi kreatif hanya untuk kasus khusus pe-
untuk tujuan mewujudkan keadilan, kadang-kadang per- nafsiran lisan. Interpretasi kreatif bukanlah sekedar me-
masalahan yang dihadapi sangat kompleks sifatnya dan nangkap makna dalam percakapan melainkan meng-
memerlukan pendekatan-pendekatan yang interdisiplin. konstruksikan atau menyusun makna. Penafsiran kreatif
Oleh karena itu, metode penafsiran demikian disebut se- dalam pandangan konstruktif adalah interaksi antara
bagai metode penafsiran interdisipliner.412 maksud dan tujuan.413

19) Metode Penafsiran Multidisipliner 21) Metode Penafsiran Artistik


Metode penafsiran multidisiplin ini berbeda dan Sebagaimana dikemukakan oleh Dworkin, melaku-
dibedakan dari penafsiran interdisiplin, sebagaimana kan kegiatan penafsiran dengan cara menemukan mak-
yang sudah dikemukakan di atas. Kadang-kadang ada sud penulis bukanlah persoalan yang mudah dan seder-

412 413
Ibid. Dworkin, Op. Cit.

301 302
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hana. Oleh karena itu, berupaya untuk memahami suatu makna yang diucapkan oleh orang lain dalam berbagai
maksud, dilakukan melalui pemaknaan ungkapan kesa- peristiwa yang secara tepat untuk makna dalam masyara-
daran mental. Penafsiran artistik tidak selalu bermaksud kat, misalnya sopan-santun. Sutandyo dalam salah satu
mengidentifikansikan beberapa jenis kesadaran pikiran tulisannya semiotika, mengemukakan tentang the semio-
dalam menggunakan pengaruhnya terhadap pikiran pe- tic jurisprudence. Semiotika mengkaji tentang tanda-
nyusun ketika dia mengatakan, menulis, atau melakukan tanda kebahasaan yang tidak lain dari hasil konsep-
sesuatu. Dalam hal ini, maksud selalu lebih kompleks tualisasi oleh subjek-subjek atau intersubjek.
dan problematikal.414
Dalam hubungannya dengan penafsiran, dapat
22) Metode Penafsiran Konstruktif dikemukakan pula pendapat Jerzy Wroblewski yang me-
Metode penafsiran konstruktif ini, menurut Dwor- ngembangkan meta-teori rasionalistik dan relativistik
kin, dapat dilakukan dengan tiga tahap. Pertama, tahap mengenai penafsiran dan implementasi undang-undang
pra-penafsiran dimana aturan-aturan dan batasan-bata- (legal statutes), yaitu teori tentang interpretasi atau teori
san yang digunakan untuk memberikan isi tentatif me- tentang ideologi-ideologi penafsiran undang-undang.415
ngenai praktik yang diperkenalkan. Kedua, adalah tahap Dalam penafsiran dikenal pula adanya tipe-tipe
interpretasi sendiri, di mana penafsir menjustifikasi argumen-argumen yang digunakan, (MacCormick and
unsur-unsur pokok yang timbul dari praktik. Justifikasi Summers, 1991), yaitu:416
tidak perlu semua harus sesuai bagi penafsir. Menjadi sa- 1) The argument from ordinary meaning, atau meng-
ngat penting dalam hal ini, bahwa mampu melihat diri- gunakan argumen makna umum yang berlaku dalam
nya sendiri sebagai penafsir praktis dan menemukan masyrakat;
suatu yang baru. Ketiga, setelah tahap penafsiran, penaf- 2) The argument from technical meaning, atau meng-
sir menyesuaikan pendiriannya tentang praktik sebenar- gunakan argumen teknis yang dipakai dalam istilah-
nya atau menyelesaikan. istilah teknis;
3) The argument from contextual-harmonization;
23) Metode Penafsiran Konversasional. 4) The argument from precedent;
Metode ini sebenarnya agak berada di luar kebiasa- 5) The argument from analogy;
an penafsiran yang biasa digunakan. Penafsiran konver- 6) The argument from relevant principles of law;
sasional (conversational interpretation) ini bukan di- 7) The argument from history;
maksudkan untuk menjelaskan suara seseorang. Penaf- 8) The argument from purpose;
siran ini menandai makna dalam menjelaskan motif- 9) Substantive reasons;
motif dan maksud-maksud mengenai makna yang dira- 10) The argument from intention.
sakan pembicara, dan menyimpulkan sebagai pernyataan
tentang maksud pembicara dalam mengatakan apa yang 415
Jerzy Wroblewsky, dalam Aleksander Peczenik, “Kinds of Theory of Legal
dia perbuat. Penafsir hendak menemukan maksud atau Argumentation”, http://www. ivr2003.net/Peczenik_Argumenta- tion.htm.
416
Aleksander Peczenik, Op. Cit.
414
Ibid.

303 304
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

William Eskrige dalam bukunya mengembangkan practice is the theory that puts legal practice in its ‘best
teori dinamika penafsiran undang-undang (dynamic light’. By ‘best light’ Dworkin means a measure of de
theory of statutory interpretation) dengan menyatakan, desirability or goodness: the true theory of legal prac-
“…that statutory interpretation changes in response to tice, says Dworkin, potrays the practice at its most
desireable. Now why would that be the case? What’s
new political aligments, new interpreters, and new ideo-
between the desirability of a theory and its truth?”.
logies”. Sementara Aulis Aarnio mengatakan, tugas
dogmatik hukum adalah menginterpretasikan dan men- Terlepas dari segala macam metode atau teori
sistematisasi norma-noma hukum (The tasks of legal penafsiran di atas, suatu hal yang perlu menjadi per-
dogmatic are interpretation and systematization of hatian serius adalah bahwa hukum, baik yang tertulis
legal norms). Dua kebutuhan pokok dalam penafsiran maupun tidak tertulis, adalah konsep yang berasal dari
hukum, menurutnya, adalah rasionalitas dan aksepta- kata-kata yang dahulunya diucapkan oleh satu, dua, atau
bilitas. Sistematisasi bermaksud melakukan reformulasi
lebih banyak orang yang kemudian disusun dalam kali-
norma-norma hukum dalam pengungkapan abstrak da- mat. Tiap-tiap perkataan itu di dalamnya mengandung
lam hubungannya terhadap konsep-konsep dasar. beberapa atau bahkan banyak makna, sehingga hukum
Sistematisasi adalah pembawa tradisi hukum.
dalam konteks norma sesungguhnya adalah simbol-
Dikatakan oleh Aulis Aarnio, interpretasi adalah aktivitas
simbol atau tanda-tanda yang disusun sedemikian rupa
hermenutik yang menjustifikasi dalam hubungannya
dalam bentuk pasal yang dituangkan dalam rumusan
terhadap audien hukum, yang dikarakterisasikan sebagai
undang-undang dasar, undang-undang, atau peraturan-
esensia secara relativistik dalam pengertian mengakui
peraturan tertulis lainnya.
kemungkinan perselisihan tentang evaluasi. Dworkin
Hukum yang tertulis dalam batas-batas tertentu
mengatakan:
dapat ditelusuri maksudnya, meskipun adakalanya keti-
“The adjudicative principle of integrity instructs judges
to identify legal rights and duties, so far as possible, on ka harus diterapkan pada suatu kasus dalam banyak
the assumption that they were all created by a single situasi dan kondisi sosial ternyata tidak mudah. Korupsi,
author — the community personified – expressing a misalnya, adalah kata yang memerlukan kecermatan
coherent conception of justice and fairness. […] Accor- dalam penerapannya meskipun sudah jelas rumusannya.
ding to law as integrity, propositions of law are true if Demikian pula kata “jasa” dalam konteks hukum, apakah
they figure in or follow from the priciples of justice, orang yang menerima imbalan atas jasanya membantu
fairness, and procedural due process that provide the memperkenalkan kepada panitera kepala di pengadilan
best contructive interpretation of the community’s legal dapat dianggap terlibat dalam kejahatan, jikalau ternyata
practice”. orang diperkenalkan itu kemudian menyuap penitera
tersebut.
Selanjutnya Dworkin mengatakan pula: Dalam penerapan hukum selain penafsiran, seperti
“Law as integrity […] holds that people have as legal
telah diuraikan sebelumnya, dikenal pula kegiatan pe-
rights whatever rights are sponsored by the priciples
that provide the best justification of legal practice as a nemuan hukum atau metode konstruksi. Metode ini
whole. Dworkin claim’s … that the true theory of legal digunakan ketika juris (hakim, penuntut umum, dan

305 306
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

pakar hukum) menghadapi ketiadaan atau kekosongan B. Hermeneutika Hukum


aturan untuk menyelesaikan persoalan konkrit. Pene-
Menafsirkan atau menginterpretasi, menurut Arief
muan hukum secara lebih umum pada prinsipnya adalah
Sidharta, intinya adalah kegiatan mengerti atau mema-
reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipa-
hami.418 Hakikat memahami sesuatu adalah yang disebut
parkan dalam peristilahan hukum. Tujuannya adalah
filsafat hermeneutik. Hermeneutika atau metode me-
memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan dan
mahami atau metode interpretasi dilakukan terhadap
mencari penyelesaian sengketa konkret.417 Tentang pene-
teks secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara
muan hukum ini sebagian pakar memisahkannya dari
teks, konteks, dan kontekstualisasi. 419 Memahami se-
penafsiran hukum, sebagian lagi menganggapnya ter-
suatu adalah menginterpretasi sesuatu agar mema-
masuk metode penafsiran hukum.
haminya. Dalam hubungan ini Gadamer mengatakan, se-
perti dikutip oleh Arief Sidharta,420 Ilmu Hukum adalah
Konstruksi hukum menurut teori dan praktik dapat sebuah eksamplar Hermeneutik in optima forma, yang
dilakukan dengan 4 (empat) metode, yaitu: diaplikasikan pada aspek kehidupan bermasyarakat.
1) Analogi atau Metode argumentum per analogium. Sebab, dalam menerapkan Ilmu Hukum ketika mengha-
Cara kerjanya, metode ini diawali dengan pencarian dapi kasus hukum, maka kegiatan interpretasi tidak
esensi umum suatu peristiwa hukum yang ada dalam hanya dilakukan terhadap teks yuridis, tetapi juga ter-
undang-undang. Esensi yang diperoleh kemudian di- hadap kenyataan yang menyebabkan munculnya masa-
coba terhadap peristiwa yang dihadapi. Apakah peris- lah hukum itu sendiri.
tiwa itu memiliki kesamaan prinsip dengan prinsip
Dalam melakukan interpretasi tentu saja antara
yang terdapat dalam esensi umum tadi. Umpamanya
penafsir dan teks yang hendak ditafsirkan terdapat per-
apakah seorang yang “memancing belut” dapat diberi
bedaan waktu bertahun-tahun bahkan puluhan atau
sanksi, sementara larangan yang tertera di sudut
ratusan tahun. Oleh karena itu, ketika melakukan inter-
kolam berbunyi “dilarang memancing ikan”;
pretasi acapkali muncul dua sudut pandang yang ber-
2) Metode Argumentum a Contrario. Ini digunakan jika
beda antara teks yang hendak ditafsirkan dengan pan-
ada ketentuan undang-undang yang mengatur hal
dangan penafsir sendiri. Kedua pandangan itu kemudian
tertentu untuk peristiwa tertentu, sehingga untuk hal
diramu dengan berbagai aspek yang dipedomani oleh
lain yang sebaliknya dapat ditafsirkan sebaliknya;
penafsir, yaitu keadilan, kepastian hukum, prediktabi-
3) Metode penyempitan hukum. Misalnya “perbuatan
litas, dan kemanfaatan.
melawan hukum” dapat dipersempit artinya untuk
Titik tolak hermeneutika adalah kehidupan manu-
peristiwa tertentu yang termasuk perbuatan melawan
siawi dan produk budayanya, termasuk teks-teks hukum
hukum, sehingga terdapat peristiwa yang dapat di-
yang dihasilkan olehnya. 421 Gregory Leyh mengatakan,
kategorikan perbuatan melawan hukum;
4) Fiksi Hukum. 418
B. Aref Sidharta, dalam kata Pengantar, Jazim Hamidi, Op Cit., hal. xi-xv.
419
Hamidi, Op. Cit., hal. 45.
420
Ibid., hal. xiii.
417 421
J.A.Pointer, Op.Cit. Ibid., hal. 39.

307 308
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hermeneutika hukum adalah merekonstruksikan kembali pribadi anggota badan pembentuk undang-undang, tidak
dari seluruh problema hermeneutika dan kemudian bisa otomatis dianggap pengungkapan pandangan mayo-
membentuk kembali kesatuan hermeneutika secara utuh, ritas yang paling mempengaruhi suatu undang-undang.
di mana ahli hukum dan teologi bertemu dengan para Pendukung kelompok-kelompok kepentingan boleh jadi
ahli humaniora.422 Tujuan hermeneutika hukum itu ada- menyembunyikan tujuan yang sebenarnya dari legislasi.
lah untuk menempatkan perdebatan kontemporer ten- Penafsiran konstitusi, di Jerman misalnya, menu-
tang penafsiran atau interpretasi hukum di dalam ke- rut Leibholz, Mahkamah Konstitusi Jerman adalah
rangka hermeneutika pada umumnya.423 mahkamah yang bebas, membantu dengan memberikan
Dalam hubungan dengan penafsiran atau inter- jaminan kebebasan bagi pengadilan dan menjalankan
pretasi, Alexander Peezenick menyatakan, “...statements fungsi administrasi hukum dalam pengertian materil.426
are partly a result of the author’s philosophical back- Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi Jerman disebut
ground, partly a useful tool for political debate”.424 Pan- hukum yang sesungguhnya (real law). Keputusan-kepu-
dangan konvesional dalam penafsiran undang-undang tusannya merupakan putusan yang murni bersifat
menganggap bahwa pengadilan harus berupaya me- hukum, di mana hakim-hakim tidak melakukan pene-
nemukan tujuan atau maksud dari pembuat undang- muan-penemuan di luar batas substansi hukum dasar,
undang (the framers’ intent). Penafsiran demikian se- melainkan mengungkapkan makna esensi hukum seba-
jalan dengan pandangan bahwa proses pembentukan gai suatu pendirian atau sikap. Hukum konstitusi tertulis
undang-undang didominasi oleh kesepakatan nilai-nilai juga tunduk pada perubahan, dan Mahkamah Konstitusi
di antara berbagai kelompok kepentingan. Bagi pemben-
tuk undang-undang, kesepakatan adalah produk tawar private contracts are appropriate (tepat). The process of dicovering legisla-
menawar (political bargain). tive intent, however, is more difficult than that of discovering the intent behind
Metode serupa juga digunakan dalam penafsiran an ordinary contract because of the plural nature of enacting body. The
perjanjian-perjanjian perdata. Proses penemuan maksud statements of individual legislators, even of legislative commitees, can- not
automatically be assumed to express the views of the ‘silent majority’ that is
pembentuk undang-undang, bagaimanapun, lebih sulit necessary for enacment. Furthermore, the proponents (pendukung) of interest
ketimbang menemukan maksud yang melatarbelakangi groups legislation may conceal the true objective of the legislation in order to
kontrak-kontrak perdata, sebab badan pembuat undang increase the information cost of opponents. Yet to some extent at least, this
memiliki ciri kemajemukan. 425 Pernyataan-pernyataan reticense is self-defeating. What is concealed from the public is likely to be
cocealed from the judges, leading the construct a public interest rationale that
may blunt the redistributive thrust of the legislation (but sometimes
422
Ibid., hal. 42. exaggerate it-when?).
423 426
Ibid., hal. 45. G. Leibholz , Politics and Law, (Leiden: A.W. Sythoff, 1965), hal. 271-
424
Peczenik, Op. Cit. 276. “The Federal Constitutional Court is called upon to realize law; its
425
Posner, Op. Cit., hal. 576-577. The conventional view of statutory decisions are,.., genuine judicial decisions, where the judges do not in their
interpretation is that the court endeavors (mengusahakan) to discover findings go beyond the limits of the content of the Basic Law, but express in
(menemukan) and effect to the itentions of the enacting legislature. This is their findings the essential meaning of that law, as it already stands. Written
consisten with viewing the legislative process as one dominated by deals constitutional law too is subject to changes, and the Federal Consti- tutional
(kesepakatan) among intrest groups; in this view legislative enacment is a Court is called upon in a special degree to participate in these changes
bargained sale and the same methods used in the interpretation of ordinary throught he exercise of its judicial functions”.

309 310
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

disebut pada tahap tertentu berperan dalam perubahan- hukum Islam dalam teori dan praktik sampai sekarang.
perubahan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi yudisial- Oleh karena itu, patut dipertanyakan, mengapa sudah
nya. berabad-abad lamanya, ilmu hukum modern belum juga
Apa perlunya kita mempersoalkan mengenai penaf- mengembangkan cabang ilmu yang tersendiri di bidang
siran konstitusi dan hermeneutika hukum di sini? Saya penafsiran hukum. Padahal, cabang dan sub-cabang atau
sendiri berpendapat bahwa ilmu hukum kontemporer se- bahkan ranting ilmu pengetahuan yang timbul atau tum-
benarnya telah membawa dalam dirinya sendiri kele- buh dari ilmu hukum sudah sangat banyak jumlahnya.
mahan-kelemahaan yang bersifat bawaan. Kegiatan in- Misalnya, di bidang hukum pidana, telah sejak la-
terpretasi atau penafsiran, merupakan akitivitas yang ma muncul cabang ilmu yang secara khusus mengkaji ke-
inheren terdapat dalam keseluruhan sistem bekerjanya jahatan (crime) sebagai fenomena ilmiah yang tersendiri,
hukum dan ilmu hukum itu sendiri. Akan tetapi, dalam yaitu disebut Criminology. Dari Criminology ini bahkan
perkembangannya sejak zaman dahulu sampai sekarang, berkembang pula cabang ilmu yang secara khusus meng-
ilmu hukum belum juga berusaha memberikan tempat kaji korban kejahatan, yaitu disebut Victimology sebagai
yang khusus kepada kegiatan interpretasi itu sebagai cabang ilmu penunjang (hulpwetenschap). Akan tetapi,
pusat perhatian yang utama. Bagaimanapun juga, ilmu sampai sekarang, belum juga berkembang adanya cabang
hukum itu berkaitan dengan soal kata-kata, sehingga ilmu yang khusus mengkaji metode-metode penafsiran
aktivitas tafsir-menafsir menjadi sesuatu yang sangat hukum dan konstitusi.
sentral di dalamnya. Syukurlah bahwa sejak beberapa dasawarsa terak-
Jika belajar dari pengalaman tradisi sistem hukum hir abad KE-20, dunia ilmu pengetahuan mulai memper-
Islam, akan didapati bahwa dalam rangka perkembangan kembangkan hermeneutics sebagai salah satu cabang fil-
ilmu fiqh dalam pengertian ilmu hukum (Islam), telah safat yang memusatkan perhatian mengenai kegiatan
berkembang luas dengan adanya ilmu ushul fiqh (filsafat penafsiran. Oleh para ahli hukum, hermeneutics itu di-
hukum Islam). Namun bersamaan dengan hal itu, coba untuk diterapkan di dunia ilmu hukum. Saya sen-
berkembang pula kegiatan penafsiran terhadap al-Quran diri menyambut baik perkembangan ini dengan harapan
dan al-Hadits, sehingga membentuk suatu cabang ilmu hendaknya ilmu hukum dapat mengembangkan kreatifi-
pengetahuan yang tersendiri, di samping ilmu bahasa tasnya dalam bidang metodologi penafsiran. Kegiatan
yang didukung oleh ilmu manti (ilmu logika), ma’ani, interpretasi atau penafsiran hukum tentu dapat me-
bayan, dan sebagainya. Ilmu Tafsir itu terkait erat ngembangkan epistimologinya sendiri untuk tumbuh
dengan aktivitas penafsiran terhadap al-Quran sebagai sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan hukum yang
ilmu penunjang bagi kegiatan ilmiah di bidang pe- tersendiri. Di dalamnya, bahkan dapat pula dikem-
nafsiran hukum. Bahkan, terkait dengan hal ini berkem- bangkan suatu ranting ilmu yang tersendiri, yaitu ilmu
bang pula ilmu hadits yang khusus disertai oleh “ilmu penafsiran konstitusi atau the science of constitutional
mustholah al-hadits” yang mempelajari latar belakang interpretation.
hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Dengan berkembangnya ilmu tafsir hukum dan
Dalam sejarah, ilmu tafsir itu telah memberikan konstitusi yang tersendiri, para sarjana hukum dapat di-
sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan sistem lengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang

311 312
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dapat diandalkan dalam bidang penafsiran hukum dan


konstitusi. Kegiatan penafsiran hukum dan interpretasi
konstitusi mungkin saja beraneka ragam metode dan
pola kerjanya, tergantung mazhab pemikiran yang men-
jadi paradigma konseptual yang melandasinya atau ka-
sus-kasus konkrit yang dihadapinya. Namun, berbagai
ragam metode penafsiran tersebut akan menyediakan
banyak alternatif yang rasional dan objektif untuk dipilih
dalam memecahkan suatu kasus konkrit yang dihadapi,
sehingga perbedaan penafsiran tidak didasarkan hanya
atas perbedaan kepentingan dari para penafsir yang ter-
libat.
Jikalau di antara satu sarjana hukum dengan
sarjana hukum yang lain berbeda pendapat dalam me-
mahami sesuatu norma hukum, adalah bukan karena
perbedaan kepentingan di antara mereka, melainkan
karena perbedaan mazhab atau aliran pemikiran dan
metodologi penafsiran yang dianut. Oleh karena itu,
tidak perlu lagi adanya adagium yang bersifat men-
cemooh seolah-olah, jika terdapat 2 (dua) orang sarjana
hukum berdebat, maka akan menghasilkan 3 (tiga)
pendapat. Seolah-olah para sarjana hukum itu sendiri
memang tidak memiliki metodologi yang jelas dalam
memahami dan menafsirkan sesuatu peraturan hukum
yang dikaitkan dengan kasus konkrit yang dihadapi.
Oleh karena itulah, maka saya mengusulkan agar
para ahli hukum dan ahli hukum tata negara dapat
menyumbang ide dan gagasan bagi upaya mengembang-
kan cabang ilmu yang tersendiri di bidang penafsiran
hukum dan konstitusi di masa yang akan datang sebagai
salah cabang ilmu yang bersifat penunjang (hulpweten-
shap). Sebagai cabang ilmu penunjang, ilmu penafsiran
hukum itu akan sangat membantu semakin berkembang-
nya ilmu hukum pada umumnya, dan ilmu hukum tata
negara pada khususnya, baik di Indonesia sendiri mau-
pun di dunia ilmu hukum pada umumnya.

313 314
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

BAB VI guru di bidang ini di tingkat sekolah menengah juga


PRAKTIK HUKUM TATA NEGARA kurang berhasil membangun daya tarik keilmuan yang
tersendiri, baik karena penguasaan mereka terhadap
masalah yang memang kurang atau karena ketidakmam-
puan ilmu hukum tata negara sendiri untuk meyakinkan
A. Pergeseran Orientasi Politis ke Teknis mengenai daya tarik ilmiah dan kebergunaan praktisnya,
maka studi hukum tata negara di mana-mana menjadi
Selama lebih dari 50 tahun sejak Indonesia mer-
kurang diminati.
deka, atau tepatnya dari tahun 1945 sampai tahun 1998
Oleh karena itu, pada bagian terakhir buku ini,
ketika terjadinya reformasi nasional (53 tahun sejak
perlu digambarkan secara selintas mengenai dimensi dan
kemerdekaan), bidang ilmu hukum tata negara atau con-
lahan praktik bagi ilmu Hukum Tata Negara itu sebenar-
stitutional law agak kurang mendapat pasaran di kala-
nya. Sebelum menguraikan hal itu, perlu diketahui pula
ngan mahasiswa di Indonesia. Penyebabnya ialah bahwa
mengenai perubahan orientasi yang terjadi dalam corak
selama kurun waktu tersebut, orientasi bidang studi hu-
keilmuan bidang hukum tata negara dalam perkemba-
kum tata negara ini sangat dekat dengan politik, sehing-
ngannya di Indonesia. Sejak sebelum kemerdekaan sam-
ga siapa saja yang berminat menggelutinya sebagai
pai dengan kurun waktu lebih dari 50 tahun sejak kemer-
bidang kajian yang rasional, kritis, dan objektif, di-
dekaan, bidang kajian hukum tata negara telah berkem-
hadapkan pada resiko politik dari pihak penguasa yang
bang sedemikian rupa sehingga menjadi sangat dipe-
cenderung sangat otoritarian. Selama masa pemerin-
ngaruhi oleh suasana politik yang melingkari aktivitas
tahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, siklus
keilmuannya. Barulah setelah masa reformasi, orientasi
kekuasaan mengalami stagnasi, sehingga dinamika de-
yang demikian itu dapat dikatakan secara perlahan mulai
mokrasi tidak dapat tumbuh dengan sewajarnya yang
mengalami perubahan yang signifikan. Mengapa demi-
memungkinkan berkembangnya pandangan-pandangan
kian?
kritis mengenai persoalan-persoalan politik ketatanega-
raan. Akibatnya, menjadi sarjana hukum tata negara Seperti sudah diuraikan di atas, Hukum Tata Nega-
ra dapat pula disebut dengan istilah Hukum Konstitusi
bukanlah cita-cita yang tepat bagi kebanyakan generasi
muda. sebagai terjemahan dari istilah Constitutional Law da-
lam bahasa Inggris. Oleh sebab itu, bidang kegiatannya
Resiko kedua adalah bahwa bidang kajian hukum
selalu berkaitan dengan konstitusi. Namun dalam prak-
tata negara ini dianggap sebagai lahan yang kering, tidak
tiknya selama ini, bentuk konkrit aktivitas Hukum Tata
begitu jelas lapangan kerja yang dapat dimasuki. Itulah
Negara atau Hukum Konstitusi itu biasanya selalu ber-
sebabnya setelah kurikulum fakultas hukum menyedia-
hubungan dengan kegiatan-kegiatan politik di sekitar
kan program studi hukum ekonomi, rata-rata mahasiswa
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau di sekitar pem-
fakultas hukum di seluruh Indonesia cenderung memilih
bentukan undang-undang atau kegiatan legislasi yang
program studi hukum ekonomi atau hukum perdata
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama
umum daripada program studi hukum tata negara. Di
dengan Presiden. Hukum Tata Negara pada umumnya
samping kedua resiko tersebut, para dosen dan guru-
membahas persoalan-persoalan akademis yang berkaitan

315 316
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dengan undang-undang dasar, yang dalam praktiknya vitas hukum tata negara di bidang peradilan kurang
berhubungan erat dengan fungsi-fungsi legislatif di DPR mendapat perhatian yang utama.
atau fungsi-fungsi konstitutif di lembaga MPR. Akibat- Keadaan yang demikian sangat berbeda dari bidang
nya, dunia Hukum Tata Negara itu seolah selalu ber- Hukum Administrasi Negara yang relatif lebih berkem-
hubungan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkut- bang dinamis sesuai dengan hakikatnya sebagai bidang
paut dengan dinamika politik ketatanegaraan. hukum yang melihat negara dalam keadaan bergerak
Teori dan pemikiran akademis di perguruan tinggi (staat in beweging). Di bidang hukum administrasi,
bermuara hanya kepada akitivitas politik di DPR dan sejak lama telah ada sistem peradilan tata usaha negara.
MPR, dan sangat jarang berhubungan dengan praktik di Sehingga, lahan untuk praktik bagi para sarjana hukum
pengadilan. Oleh karena itu, sifat-sifat yang berkembang administrasi negara itu relatif tersedia. Meskipun, per-
dalam perkembangan ilmu hukum tata negara menjadi kembangan hukum administrasi negara itu sendiri se-
sangat politis, karena memang selalu berhubungan bagai bidang ilmu juga tidak menggembirakan dengan
dengan aktivitas di lembaga-lembaga politik. Para sar- adanya pengadilan tata usaha negara, tetapi setidak-
jana hukum tata negara (constitutional lawyers) juga tidaknya, lahan praktik untuk ilmu hukum administrasi
kebanyakan dipengaruhi pula oleh cara berpikir politis. negara itu tersedia dengan baik. Dengan demikian,
Norma hukum cenderung dilihat dari kacamata seharus- aspek-aspek teori dan praktik hukum administrasi nega-
nya, bukan yang nyatanya mengatur kasus-kasus konkrit ra itu dapat dikembangkan secara bersamaan.
yang dihadapi. Setiap kali orang membaca dan me- Sekarang, setelah masa reformasi, sistem ketata-
nafsirkan undang-undang, maka yang muncul di pikiran- negaraan yang kita anut berdasarkan Undang-Undang
nya adalah apa yang seharusnya ada atau apa yang ia Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah me-
inginkan ada dalam undang-undang itu. Akibatnya, para ngalami perubahan yang fundamental. Mahkamah Kon-
sarjana hukum tata negara tak ubahnya bagaikan para stitusi telah resmi terbentuk sejak Agustus 2003. 427
politisi hukum yang cenderung mengambil posisi sebagai Dengan adanya Mahkamah Konstitusi ini berarti tersedia
orang yang memperjuangkan nilai-nilai hukum daripada pula lahan praktik di bidang yudisial bagi bidang Hukum
berpikir sebagai jurist yang memahami dan mencoba Tata Negara di Indonesia. Saatnya sekarang, para sarjana
untuk menerapkannya apa adanya terhadap kasus kon- dan para calon sarjana bidang hukum tata negara untuk
krit yang dihadapi. mengembangkan tradisi pemikiran baru yang lebih ber-
Kecenderungan yang demikian itu terjadi, karena sifat juristik. Dengan demikian, pengaruh politik dalam
bidang hukum tata negara tidak memiliki lahan praktik kajian Hukum Tata Negara dapat diimbangi oleh pe-
selain di lingkungan lembaga politik. Pokok persoalan ngaruh cara berpikir yang lebih juristik itu.
yang menjadi objek perhatiannya hanya terkait dengan Dalam semua wilayah kehidupan kita, baik dalam
MPR, DPR, (dan sekarang ada pula DPD), fungsi peme- ranah negara (state) maupun dalam ranah masyarakat
rintahan pusat dan daerah, Partai Politik dan Pemilihan
Umum, persoalan kewarganegaraan, dan aspek-aspek 427
Pembentukan tersebut setelah disahkannya UU No. 24 Tahun 2003 ten-
kegiatan politik ketatanegaraan lainnya. Sedangkan, akti- tang Mahkamah Konstitusi, yang tepatnya jatuh pada tanggal 13 Agustus
2003.

317 318
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

madani (civil society), dan bahkan dalam dinamika pasar yang khusus, sehingga mana yang konstitusional dan
(market), dibutuhkan dukungan banyak sarjana hukum mana yang inkonstitutional tidak dapat ditentukan se-
tata negara yang dapat mengawal aspek-aspek konstitu- cara adil, kecuali hanya ditentukan secara sepihak saja
sionalitasnya. Mereka itu dapat diharapkan membantu oleh pemegang kekuasaan pemerintahan. Sekarang, ke-
menjawab bagaimana partai politik dan organisasi ke- empat bidang kegiatan itu dapat diselenggarakan secara
masyarakatan dapat berperan dalam membangun bu- simultan dan seimbang.
daya kewarganegaraan yang sadar konstitusi, dan bagai- Upaya pembentukan hukum konstitusi bersifat
mana di dalam kehidupan internal organisasi-organisasi evolving, terus tumbuh dan berkembang. Undang-
itu sendiri dapat pula tumbuh budaya konstitusi seperti Undang Dasar 1945 telah mengalami 4 (empat) kali pe-
Anggaran Dasar sebagai konstitusi organisasi dapat rubahan, dan tetap terbuka untuk terus mengalami peru-
benar-benar menjadi pegangan dalam kegiatan berorga- bahan lagi di waktu-waktu yang akan datang, tergantung
nisasi. Semua bidang-bidang ini memerlukan dukungan kebutuhan dan kemungkinan. Dengan meminjam istilah
expertise dari kalangan yang bergelut dengan aspek- yang digunakan oleh K.C. Wheare, upaya penyempurna-
aspek hukum konstitusi dalam arti yang luas. an atas kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalam
Di samping itu, kegiatan hukum tata negara itu UUD 1945 tersebut, juga dapat terus dilakukan, baik me-
sendiri dalam arti yang lebih spesifik, dapat pula lebih lalui formal amendment, constitutional convention,
berkembang secara seimbang di bidang-bidang (i) ataupun melalui judicial interpretation. Di samping itu,
pembentukan hukum konstitusi, (ii) penyadaran hukum proses pembentukan undang-undang dan peraturan per-
konstitusi, (iii) penerapan hukum konstitusi, dan (iii) pe- undang-undangan lainnya menurut prosedur yang di-
radilan hukum konstitusi. Selama masa Orde Baru yang tentukan oleh UUD 1945 juga terus dilakukan, sehingga
lalu, bidang kegiatan yang diutamakan hanya yang ke- dengan demikian, proses pembentukan hukum konsti-
dua, yaitu penyadaran hukum konstitusi, yaitu melalui tusi itu terus berkembang dinamis dalam rangka penata-
kegiatan penataran Pedoman, Penghayatan, dan Penga- an sistem ketatanegaraan Indonesia yang lebih baik di
malan Pancasila (P4). Sedangkan kegiatan pertama, yaitu masa yang akan datang.
pembentukan norma-norma hukum konstitusi, meski- Namun, bersamaan dengan itu, pembentukan
pun terus menerus dilakukan melalui pembentukan norma hukum itu di atas kertas tentu tidaklah cukup.
undang-undang dan peraturan perundang-undangan Pembentukan norma hukum di atas kertas itu harus di-
lainnya, tetapi ide pembentukan hukum itu hanya ter- lengkapi dengan upaya penyadaran yang luas, sehingga
batas kepada undang-undang ke bawah. Sedangkan, ide apa yang tertulis akan dipahami dengan persepsi yang
perubahan terhadap undang-undang dasar sama sekali sama oleh semua subjek hukum tata negara yang ada.
ditabukan. Setiap warga negara perlu disadarkan akan hak dan ke-
Kegiatan penerapan hukum konstitusi juga sangat wajiban asasinya masing-masing sebagai warga negara,
terbatas, karena semuanya diukur dari kehendak Pre- yaitu sebagai subjek dalam hukum tata negara Indonesia
siden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Bahkan, menurut saya, proses
negara. Lebih-lebih dalam upaya penegakan hukum kon- pembentukan hukum konstitusi yang baik adalah apabila
stitusi itu sendiri tidak tersedia mekanisme peradilan norma hukum yang tertulis secara tekstual di atas kertas

319 320
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

undang-undang dasar itu sudah menjadi bagian dari Bahkan, dapat dikatakan, sejak umat manusia ber-
kesadaran umum warga negara tentang norma-norma kenalan dengan gagasan Mahkamah Konstitusi pada ta-
yang tertuang dalam konstitusi tertulis itu sendiri. hun 1920-an, luas sekali pengaruhnya terhadap perkem-
Sebaliknya, bagi seorang ahli hukum konstitusi bangan teori dan praktik dalam hukum tata negara di
yang baik, norma hukum yang terkandung dalam kon- seluruh dunia. Pelembagaan ide peradilan konstitusi ini
stitusi yang tertulis itu haruslah dibaca sebagai bagian melanjutkan apa yang telah dirintis oleh Ketua Mah-
dari persepsi dan kesadaran umum segenap warga ne- kamah Agung Amerika Serikat, John Marshall, dengan
gara tentang norma hukum yang terkandung dalam kon- ide pengujian konstitusionalitas undang-undang yang ia
stitusi itu. Oleh karena itu, kegiatan pertama dan kedua putuskan dalam kasus yang sangat terkenal, yaitu Mar-
haruslah dilihat sebagai dua kegiatan yang simultan bury versus Madison pada tahun 1803. Fungsi pengujian
dalam proses terbentuknya norma hukum konstitusi. undang-undang itulah yang biasa disebut dengan istilah
Dengan perkataan lain, hal itulah yang saya namakan judicial review yang dijadikan kewenangan tambahan
sebagai proses the making of the constitutional law. bagi Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam mengawal
Di samping itu, kegiatan penerapan norma hukum dan menjaga agar Undang-Undang Dasar benar-benar
konstitusi itu juga dapat terus dilakukan menurut stan- ditegakkan (the guardian of the constitution).
dar yang jelas dan terukur. Untuk itu, kegiatan penera- Oleh karena itu, peradilan tata negara atau consti-
pan hukum konstitusi terkait pula dengan kegiatan pera- tutional adjudication dapat dilakukan melalui lembaga
dilan hukum konstitusi. Apa tindakan yang dapat disebut Mahkamah Agung atau lembaga tersendiri yang dinama-
konstitusional dan apa yang inkonstitusional dapat di- kan Mahkamah Konstitusi. Bahkan, dalam sistem yang
ukur secara jelas, dan ditentukan oleh lembaga indepen- berlaku di Perancis, lembaga serupa ini disebut sebagai
den dan imparsial berupa pengadilan, yaitu Mahkamah Dewan Konstitusi, bukan Mahkamah Konstitusi. Artinya,
Konstitusi. sifat kerjanya bukan sebagai pengadilan, dan para ang-
Sebenarnya, fungsi peradilan konstitusi itu sendiri gotanya tidak disebut sebagai hakim seperti dalam sis-
tidaklah identik dengan fungsi Mahkamah Konstitusi. tem Austria, Jerman, dan Indonesia.428 Namun, fungsi-
Peradilan konstitusi atau constitutional adjudication ter- fungsi yang dilakukannya merupakan bentuk-bentuk
sebut dapat dilakukan juga oleh lembaga peradilan biasa praktik dari hukum tata negara, setidak-tidaknya sebagai
(ordinary court) atau lembaga peradilan yang secara fungsi quasi-peradilan tata negara.
khusus diberi nama Mahkamah Konstitusi atau Consti- Dengan adanya perluasan lahan praktik ini, hukum
tutional Court (Verfassungsgerichtshof). Di samping itu, tata negara (constitutional law) dapat diharapkan ber-
meskipun fungsi peradilan konstitusi (constitutional geser ke arah orientasi yang lebih praktis dan terhindar
adjudication) itu tidak identik dengan Mahkamah Kon- dari kecenderungan yang terlalu berorientasi politik.
stitusi, namun di semua negara kehadiran lembaga Mah- Setidak-tidaknya, kecenderungan studi hukum tata nega-
kamah Konstitusi ini menyebabkan terjadinya lompatan ra yang sangat berorientasi politik dapat diimbangi oleh
dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan di negara-
negara yang bersangkutan. 428
Lihat Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di
Berbagai Negara, Op.Cit.

321 322
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

orientasi yang lebih teknis-yuridis. Dengan demikian, 9) pendidikan dan pembinaan kesadaran hukum masya-
hukum tata negara sebagai cabang ilmu hukum dapat rakat.
berkembang sesuai dengan kompleksitas penemuan-
penemuan hukum dalam praktik. Semakin kaya penga- Kesembilan bidang kegiatan tersebut, terutama
laman empiris suatu cabang ilmu pengetahuan, semakin berkenaan dengan aspek-aspek pelembagaannya (instel-
terbuka luas pula potensinya untuk terus berkembang lingen), pengaturan (regelendaad), dan pengambilan ke-
dengan teori-teori ilmiah baru. putusan (besslissing) lainnya, menyediakan lahan yang
sangat luas untuk kegiatan praktik hukum tata negara.
B. Lahan Praktik Hukum Tata Negara Ketujuh kegiatan itu juga menyangkut tugas-tugas
banyak lembaga hukum dan pemerintahan, tempat
Sebenarnya, lahan praktik bagi ilmu hukum tata
hukum tata negara dipraktikkan, yaitu:
negara dapat dikatakan cukup luas, banyak, dan terbuka.
a) lembaga parlemen seperti MPR, DPR, DPD, DPRD
Bidang-bidang yang terkait dengan hukum tata negara
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di seluruh
sangat luas, termasuk hukum administrasi, dan men-
Indonesia. DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indo-
cakup kegiatan-kegiatan yang sangat luas aspeknya. Ke-
nesia tercatat berjumlah 440 DPRD;
giatan-kegiatan kenegaraan dan pemerintahan yang
b) lembaga administrasi pemerintahan eksekutif secara
tercakup dalam bidang hukum tata negara dan tata usa-
vertikal mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah
ha negara atau administrasi negara itu mencakup kegia-
provinsi, dan kabupaten/kota, dan secara horizontal
tan-kegiatan:
mulai dari departemen pemerintahan, lembaga pe-
1) legislasi dan pembentukan peraturan perundang-
merintahan non-departemen, dewan-dewan, komisi-
undangan;
komisi dan badan-badan eksekutif yang bersifat inde-
2) administrasi yang berkenaan dengan kegiatan penge-
penden, semuanya memerlukan dukungan expertise
lolaan informasi dan penyebarluasan informasi hu-
di bidang hukum tata negara;
kum;
3) pendidikan hukum dan pembinaan profesi hukum; c) lembaga-lembaga penegak hukum mulai dari Pejabat
4) penyelenggaraan hukum atau pelaksanaan dalam arti Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Kepolisian,
penerapan hukum oleh pelaksana yang ditentukan Kejaksaan, Advokat, dan badan-badan peradilan ser-
oleh hukum tersebut (the administration of law); ta quasi-peradilan baik secara vertikal maupun se-
cara horizontal di seluruh Indonesia; 429
5) aspek hukum kegiatan penyelenggaraan administrasi
pemerintahan negara;
Semua lembaga-lembaga negara dan badan-badan
6) kegiatan penegakan hukum yang dimulai dari
pemerintahan tersebut di atas membutuhkan dukungan
penyidikan dan penuntutan hukum;

7) penyelenggaraan peradilan sampai ke pengambilan


putusan hakim yang bersifat tetap; 429
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan badan-badan peradilan secara ver-
8) pelaksanaan putusan pengadilan dan pemasyaraka- tikal adalah peradilan tingkat pertama, kedua (banding), dan kasasi. Sedang-
tan terpidana; kan, badan peradilan secara horizontal adalah hubungan horziontal antara
pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara.

323 324
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

keahlian dari para sarjana hukum tata negara. Misalnya, raturan cukup diserahkan kepada staf ahli saja. Dengan
di bidang legislature saja, di tingkat pusat, kita memiliki demikian, peranan staf ahli yang terdiri atas para ahli
3 (tiga) lembaga, yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), hukum sebagai legal dafter menjadi sangat penting, dan
DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan MPR (Majelis lama kelamaan terbentuk menjadi suatu profesi ter-
Permusyawaratan Rakyat). Anggota ketiga lembaga ini sendiri yang memang perlu dipersiapkan dalam jumlah
berjumlah lebih dari 750 orang.430 Sedangkan di tingkat dan mutu yang memadai.
provinsi terdapat 33 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di pihak lain, dengan keterlibatan para politisi ang-
(DPRD), dan di tingkat Kabupaten/Kota 440 DPRD. Jika gota DPR dan DPRD itu dalam urusan-urusan redak-
rata-rata setiap anggota lembaga perwakilan ini, baik di sional, akan menyebabkan mereka kehabisan waktu.
tingkat Kabupaten/Kota dan provinsi di seluruh Indo- Padahal, para politisi anggota DPR dan DPRD tidaklah
nesia berjumlah 30 orang saja, ditambah dengan jumlah dipersiapkan untuk maksud menjadi legal drafter.
anggota DPR dan DPD di tingkat pusat, maka berarti Sementara itu, lahan praktik bagi para ahli hukum, ter-
anggota parlemen kita di seluruh Indonesia berjumlah utama sarjana hukum tata negara menjadi tidak ber-
lebih dari 15.000 orang. Idealnya, setiap anggota par- kembang, karena justru diambil oleh para politisi yang
lemen lokal maupun nasional didampingi oleh sekurang- seharusnya memikirkan kebijakan-kebijakan yang lebih
kurangnya beberapa orang legal advisor sebagai staf ahli substantif untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya.
di bidang hukum tata negara. Jika dihitung dengan Dengan perkataan lain, di masa depan, potensi lahan
kebutuhan minimal saja, misalnya, satu orang staf ahli, praktik bagi sarjana hukum tata negara akan terbuka se-
maka jumlah sarjana hukum tata negara yang dapat di- makin lebar bersamaan dengan kesadaran orang akan
butuhkan juga sekurang-kurangnya 15.000 orang. peran dan fungsi tenaga ahli atau staf ahli (expertise) di
Bahkan, seperti terlihat di berbagai parlemen nega- lingkungan lembaga perwakilan rakyat.
ra-negara yang sudah maju, apa yang biasa dikerjakan Demikian pula fungsi-fungsi hukum di lingkungan
oleh anggota DPR dan DPRD di Indonesia di bidang cabang kekuasaan eksekutif, juga membutuhkan du-
legislasi, cukup dikerjakan oleh staf ahli yang terdiri atas kungan keahlian dari para sarjana hukum tata negara. Di
para ahli hukum. Misalnya, diskusi dan perumusan kata- semua jajaran instansi pemerintahan, selalu dibutuhkan
kata redaksional undang-undang dan peraturan daerah, adanya direktorat hukum, biro hukum, bagian hukum,
tidak perlu dikerjakan oleh anggota DPR dan DPRD. Para divisi hukum, ataupun seksi hukum. Di semua unit kerja
politisi cukup memikirkan dan memutuskan hal-hal yang demikian itu, diperlukan pula banyak sarjana hukum tata
menyangkut prinsip kebijakannya saja. Sedangkan, negara dan sarjana hukum administrasi negara dalam
bagaimana hal itu harus dirumuskan dalam redaksi pe- jumlah dan mutu keahlian yang memadai dan dapat
diandalkan. Belum lagi aparat di lingkungan paradilan
430
Bandingkan komposisi dan jumlah anggota dari ketiga Lembaga Negara tata usaha negara, para advokat, dan konsultan hukum
tersebut sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945. Sebelum amandemen,
juga membutuhkan banyak sarjana hukum di bidang ini.
MPR terdiri dari DPR (500 orang), Utusan Daerah (135 orang yang berasal
masing-masing 5 orang dari 27 provinsi), dan Utusan Golongan (65 orang). Para anggota DPR dan DPD di tingkat pusat pun
Sedangkan, setelah amandemen, MPR terdiri dari DPR (550 orang) dan DPD sebenarnya masing-masing harus pula dilihat sebagai
(128 orang, yang berasal masing-masing 4 orang dari 32 provinsi). institusi-institusi yang tersendiri. Oleh karena itu, setiap

325 326
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

anggota DPR dan DPD itu sudah seharusnya dilengkapi dan badan pemerintahan selalu membutuhkan direktorat
dengan sejumlah staf ahli, di mana salah satu di antara- hukum, biro hukum, bagian hukum, divisi hukum, atau
nya harus dipastikan berlatar belakang sarjana hukum petugas-petugas di bidang hukum. Meskipun sifatnya
tata negara. Anggota DPR dan anggota DPD adalah sangat relatif, tetapi dapat dikatakan bahwa yang tepat
jabatan resmi kenegaraan. Menurut teori Hans Kelsen, untuk memimpin pelaksanaan tugas-tugas di bidang
dalam masing-masing jabatan negara itu terdapat law hukum itu adalah para sarjana hukum tata negara, bukan
creating function dan law applying function, sehingga bidang hukum yang lain.
dapat disebut secara sendiri-sendiri sebagai organ negara Apalagi jika di lingkungan instansi yang bersang-
atau state organ (staatsorgan). Oleh sebab itu, adalah kutan terdapat pula fungsi PPNS atau Pejabat Penyidik
wajar jika setiap organ jabatan itu dipandang sebagai Pegawai Negeri Sipil yang sekarang ini jumlahnya lebih
suatu institusi yang tersendiri yang tentunya harus dari 52 macam yang tersebar di berbagai sektor dan
dilengkapi secara memadai dengan sejumlah staf, per- instansi pemerintahan. Misalnya, petugas-petugas pajak,
lengkapan kantor, dan perangkat penunjang lain yang bea cukai, imigrasi, meteorologi, lalu lintas jalan raya,
diperlukan. polisi hutan, hak kekayaan intelektual, pengawas obat
Di negara maju seperti Amerika Serikat, misalnya, dan makanan, dan lain-lain sebagainya diberi tugas pula
seorang Senator biasa mempunyai staf antara 25–35 di bidang penyidikan. Fungsi penyidikan oleh petugas-
orang yang seluruhnya dibayar dan diberi honor dari petugas tersebut diciptakan atau diberikan berdasarkan
anggaran negara, meskipun sistem kerjanya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau bahkan oleh un-
kontrak selama masa jabatan Senator yang dibantunya dang-undang yang kadang-kadang sangat berorientasi
itu menduduki jabatannya. Dengan demikian, tugas dan kepada substansi fungsi dari sektor masing-masing sede-
fungsi seorang anggota lembaga perwakilan rakyat dapat mikian rupa, sehingga agak mengabaikan aspek hukum-
efektif dalam menyalurkan dan memperjuangkan ke- nya. Padahal, sebagai pejabat penyidik PPNS, fungsinya
pentingan rakyat yang diwakilinya. Dalam kaitan itu, staf jelas termasuk ranah pro-justisia yang memerlukan
ahli di bidang hukum, khususnya hukum tata negara keahlian di bidang hukum. Meskipun tidak mutlak, se-
merupakan keniscayaan. Oleh karena itu, dapat dikata- harusnya bidang ini juga ditangani oleh sarjana hukum
kan bahwa di masa-masa mendatang, kebutuhan negara tata negara, khususnya para sarjana hukum administrasi
kita akan tenaga ahli hukum tata negara ini, sebagai- negara.
mana juga dialami oleh semua negara-negara maju, akan Di bidang tugas kejaksaan, keahlian yang diutama-
terus meningkat seiring dengan tingkat perkembangan kan adalah di bidang hukum pidana. Namun, keahlian di
kesejahteraan masyarakat dan kematangan sistem de- bidang hukum pidana itu adalah menyangkut aspek
mokrasi yang dikembangkan dalam praktik. materiel atau substansi dari fungsi kejaksaan itu, se-
Di bidang administrasi negara di lingkungan dangkan aspek formil atau aspek kerangka dari fungsi
lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerinta- kejaksaan itu tetaplah merupakan bidang hukum tata
han lainnya, juga selalu diperlukan peranan para sarjana negara. Misalnya, pengkajian mengenai persoalan inde-
hukum tata negara dalam arti luas, yaitu termasuk sar- pendensi struktural lembaga kejaksaan dan mekanisme
jana hukum administrasi negara. Setiap lembaga negara hubungan antara kejaksaan dengan lembaga negara yang

327 328
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

lain, seperti kepolisian,431 Komisi Pemberantasan Tindak ngan orietansi juristik. Dengan adanya lembaga ini, yang
Pidana Korupsi (KPK),432 Komisi Nasional HAM,433 dan pada hakikatnya berfungsi sebagai pengawal demokrasi
sebagainya, sepenuhnya merupakan aspek-aspek yang dan konstitusi, maka sangat dirasakan perlunya banyak
berkaitan dengan hukum tata negara, bukan hukum ahli hukum tata negara di seluruh tanah air.
pidana. Apalagi di lingkungan kejaksaan juga terdapat Sebagai akibat adanya mekanisme peradilan kon-
fungsi-fungsi yang menangani persoalan perdata dan stitusi dengan berbagai putusan-putusannya yang ber-
tata usaha negara yang dipimpin oleh seorang Jaksa sifat final dan mengikat untuk umum itu, maka tersedia
Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. pula bahan-bahan hukum yang timbul dari pengalaman
Oleh karena itu, di lingkungan kejaksaan, dibutuhkan praktik yang bersifat empiris dalam bangsa kita. Apalagi
banyak sarjana hukum tata negara dan hukum admi- oleh Mahkamah Konstitusi, putusan-putusannya itu di-
nistrasi negara, di samping para sarjana hukum pidana. edarkan secara luas dan dapat pula diakses secara mudah
Namun demikian, di antara semua fungsi dan melalui internet, sehingga secara mudah dapat dijadikan
lembaga-lembaga tersebut di atas, yang paling berpe- bahan bagi para mahasiswa dan para peneliti dalam
ngaruh terhadap perubahan orientasi ilmu hukum tata melakukan pengkajian hukum tata negara. Hal ini dapat
negara adalah pembentukan lembaga peradilan kon- mendorong pengkajian yang dilakukan di perguruan
stitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dengan telah terben- tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya tidak
tuknya Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan lagi terpaku pada teks-teks undang-undang dasar dan
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, sesudah reformasi, maka peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
tersedialah lahan praktik beracara di pengadilan bagi hukum tata negara, tetapi juga diperkaya oleh kasus-
ilmu hukum tata negara. 434 Bidang kajian yang semula kasus yang tercermin dalam putusan-putusan Mah-
hanya bersifat teoritis-politis berkembang menjadi kamah Konstitusi. 435
bidang kajian yang dapat dipraktikkan di pengadilan de- Dengan demikian, orientasi pengkajian dapat ber-
kembang menjadi lebih praktis dan dinamis, termasuk
431
Lebih lanjut lihat Indonesia, Undang-undang tentang Kepolisian Republik
dengan mempertimbangkan penggunaan metode studi
Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002, LN No. 2, TLN No. 4168. kasus atau case study seperti yang dipraktikkan dalam
432
Lebih lanjut lihat Indonesia, Undang-undang tentang Komisi Pembe- sistem pendidikan hukum di negara-negara yang menga-
rantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN No. 137, TLN nut tradisi case-law atau common law. Para dosen dan
No. 4250. mahasiswa dapat menjadikan perkara-perkara konstitusi
433
Lebih lanjut lihat Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden
Republik Indonesia tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Keputusan yang telah diselesaikan melalui putusan (vonnis) yang
Presiden Republik Indonesia bertanggal 7 Juli 1993. telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijs)
434
Ditinjau dari aspek waktu, Indonesia tercatat sebagai negara ke-78 yang oleh Mahkamah Konstitusi sebagai bahan kajian. Demi-
membentuk Mahkamah Konstitusi, sekaligus merupakan negara pertama di kian pula, para peneliti dan pakar hukum tata negara
dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini. Pembentukan MK dapat berperan aktif mengadakan peninjauan hukum
merupakan salah satu wujud gagasan-gagasan hukum kenegaraan yang baru
dan modern dalam upaya memperkuat usaha membangun hubungan-hubu- atau law review melalui jurnal-jurnal hukum yang ada,
ngan yang saling mengendalikan antar cabang-cabang kekuasaan negara
435
(checks and balances). Lihat pada http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan_sidang.php.

329 330
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

sehingga dengan begitu, kegiatan akademis di bidang hu- C. Praktik Peradilan Tata Negara
kum tata negara di tanah air kita dapat terus tumbuh dan
1. Peradilan Tata Negara
berkembang secara aktif di masa-masa yang akan da-
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, dengan
tang.
terbentuknya Mahkamah Konstitusi, bidang kajian hu-
Dengan perkataan lain, dengan adanya Mahkamah
kum tata negara mendapatkan lahan praktik yang sangat
Konstitusi, hukum tata negara atau constitutional law
efektif dan berarti. Jika hukum tata negara dilihat secara
dapat terus berkembang, baik di dunia teori maupun
luas mencakup bidang hukum administrasi negara, maka
praktik dengan didukung oleh para sarjana hukum tata
sebenarnya lahan praktik peradilan tata negara itu
negara yang cukup banyak dan bermutu. Kebutuhan
mencakup peradilan tata negara di Mahkamah Konstitu-
akan banyaknya sarjana hukum tata negara itu tentu
si dan peradilan tata usaha negara di Mahkamah Agung
tidak saja dimaksudkan untuk keperluan praktis beraca-
serta badan-badan peradilan tata usaha negara yang ada
ra di Mahkamah Konstitusi, untuk menjadi calon-calon
di bawahnya. Namun, apabila peradilan tata negara itu
hakim konstitusi, atau pun untuk maksud bekerja di
kita persempit maknanya dengan tidak mencakup pera-
Mahkamah Konstitusi. Hakim konstitusi kita hanya
dilan tata usaha negara yang dilembagakan secara ter-
berjumlah 9 (sembilan) orang, dan jumlah pegawainya
sendiri di dalam lingkungan Mahkamah Agung, maka pe-
pun tidak terlalu banyak.
radilan tata negara dimaksud dapat kita kaitkan dengan
Oleh sebab itu, kebutuhan akan banyaknya tenaga
fungsi Mahkamah Konstitusi dan fungsi tertentu dari
ahli yang bermutu itu adalah untuk kepentingan yang
Mahkamah Agung.
lebih luas, yaitu sebagai mitra bagi Mahkamah Konstitusi
Oleh sebab itu, peradilan tata negara itu sendiri
dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal de-
dapat kita bedakan dalam tiga pengertian, yaitu (i) pe-
mokrasi dan konstitusi (the Guardian of democracy and
radilan tata negara dalam arti yang paling luas di mana
the constitution) ataupun sebagai penjaga atau pelindung
mencakup peradilan tata negara (constitutional adjudi-
hak konstitusional warganegara (the Protector of the
cation) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan
constitutional rights). Untuk mengawal proses demok-
peradilan tata usaha negara (administrative adjudica-
ratisasi di tingkat nasional dan dinamika demokrasi lokal
tion) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badan-
di seluruh Indonesia, diperlukan sangat banyak sarjana
badan peradilan tata usaha negara; (ii) peradilan tata ne-
hukum yang menggeluti bidang hukum tata negara dan
gara dalam arti yang lebih sempit tetapi masih tetap luas
hukum administrasi negara untuk bekerja di biro-biro
adalah peradilan tata negara (constitutional adjudica-
hukum, bagian-bagian, ataupun divisi-divisi hukum, baik
tion) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ditam-
di sektor formal maupun di sektor informal, baik di sek-
bah peradilan pengujian peraturan perundang-undangan
tor negara, di sektor masyarakat madani (civil society),
dibawah undang-undang yang dilakukan oleh Mahka-
ataupun di sektor dunia usaha (market).
mah Agung menurut Pasal 24A ayat (1) UUD 1945. 436

436
Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 ini berbunyi, “Mahkamah Agung ber-
wenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-unda-

331 332
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Pengujian peraturan perundang-undangan itu juga ter- hukum pidana, akan tetapi hal-hal yang berkenaan
masuk lingkup peradilan tata negara dalam arti luas; (iii) dengan aspek kelembagaan dan fungsi-fungsi kekuasaan
peradilan tata negara dalam arti yang paling sempit, ya- yang terkait di dalamnya adalah persoalan hukum tata
itu peradilan yang dilakukan di dan oleh Mahkamah negara. Bahkan, hukum acara pidana dan demikian pula
Konstitusi menurut ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan hukum acara perdata, pada hakikatnya berkaitan dengan
Pasal 7B khususnya ayat (4) UUD 1945.437 aspek administrasi dari hukum pidana dan hukum per-
Dalam rangka peradilan tata negara dalam penger- data itu sendiri. Oleh karena itu, terdapat daerah kelabu
tian yang kedua, maka proses pengujian peraturan per- yang menghubungkan antara disiplin ilmu hukum tata
undang-undangan di bawah undang-undang terhadap negara, khususnya hukum tata usaha negara atau hukum
undang-undang dapat dikategorikan sebagai bentuk pe- administrasi negara, dengan hukum acara pidana dan
radilan tata negara juga. Demikian pula dalam penger- hukum acara perdata.
tian yang pertama, peradilan tata usaha negara juga ter- Dengan perkataan lain, lahan praktik bagi ilmu
masuk ke dalam pengertian peradilan tata negara. De- hukum tata negara itu terbuka sangat lebar yang terkait
ngan demikian, peradilan tata negara itu tidak hanya dengan kedudukan dan fungsi lembaga-lembaga peradi-
berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi. Artinya, proses lan pada umumnya. Hanya saja, dalam pengertiannya
peradilan tata usaha negara, proses pengujian peraturan yang lebih khusus dan spesifik, lahan praktik yang khas
perundang-undangan, dan proses peradilan di Mahka- terkait dengan bidang kajian hukum tata negara (con-
mah Konstitusi sama-sama merupakan lahan praktik stitutional law) dalam arti yang sempit adalah peradilan
bagi kajian ilmu hukum tata negara. Bahkan, keseluru- yang dilakukan di dan oleh Mahkamah Konstitusi seba-
han bangunan struktural dan fungsional kelembagaan gai lembaga pengadilan konstitusi. Dalam UUD 1945 dan
peradilan di dalam lingkungan Mahkamah Agung serta UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
aparatur penegakan hukum sebagai keseluruhan, juga kewenangan mengadili yang dikaitkan dengan mah-
termasuk objek kajian hukum tata negara sebagai ilmu. kamah ini ada 5 (lima), yaitu (i) perkara pengujian kon-
Misalnya, mekanisme hubungan antara kepolisian stitusionalitas undang-undang, (ii) perkara sengketa ke-
sebagai lembaga penyidik dengan kejaksaan sebagai wenangan konstitusional lembaga negara, (iii) perkara
lembaga penuntut atau mekanisme hubungan antara perselisihan atas hasil pemilihan umum, (iv) perkara
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, juga termasuk ke pembubaran partai politik, dan (v) perkara dakwa-an
dalam lingkup kajian hukum tata negara. Substansi pe- pemberhentian atau pemakzulan Presiden dan/atau Wa-
nyidikan dan penuntutan memang merupakan persoalan kil Presiden.438

ngan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai


wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.
437
Pasal 7B ayat (4) UUD 1945 ini berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib
memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap penda- 438
pat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari Mengenai kewenangan dari Mahkamah Konstitusi lihat dalam Pasal 24C
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah UUD 1945 dan Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Kon-
Konstitusi”. stitusi.

333 334
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

2. Pengujian Konstitutionalitas Undang-Undang gaimana mestinya, maka berarti undang-undang yang


Pihak yang berhak mengajukan permohonan pe- bersangkutan telah mencerminkan kehendak politik
ngujian undang-undang adalah (i) perorangan atau ke- mayoritas rakyat yang diwakili oleh DPR dan aspirasi
lompok warga negara, (ii) kesatuan masyarakat hukum rakyat pemilih Presiden yang mendapatkan dukungan
adat yang masih hidup, sesuai dengan perkembangan mayoritas suara rakyat melalui pemilihan umum. Namun
dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang demikian, suara mayoritas rakyat yang tercermin dalam
diatur dalam undang-undang, (iii) badan hukum privaat undang-undang tidaklah identik dengan suara seluruh
atau badan hukum publik, atau (iv) lembaga negara. 439 rakyat yang tercermin dalam undang-undang dasar. Sua-
Syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut UU No. 24 ra mayoritas rakyat tidak selalu identik dengan suara
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi adalah bah- keadilan dan kebenaran konstitusi.
wa keempat subjek hukum tersebut dapat membuktikan Oleh sebab itu, jika undang-undang bertentangan
dirinya mempunyai hak atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang dasar, maka undang-undang itu
yang dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang baik sebagian materinya atau seluruhnya dapat dinyata-
atau ketentuan undang-undang yang bersangkutan, se- kan tidak mengikat untuk umum, meskipun yang me-
hingga ia memohon agar undang-undang atau bagian nyatakannya hanya terdiri atas 5 dari 9 orang hakim pa-
dari ketentuan undang-undang dimaksud dinyatakan da Mahkamah Konstitusi. Dengan cara demikian, mela-
tidak mengikat untuk umum. 440 lui proses peradilan tata negara yang fair, independen,
Undang-undang merupakan produk demokrasi imparsial, dan terbuka, Mahkamah Konstitusi dapat
atau produk kehendak orang banyak. Jika undang-un- menjalankan fungsinya sebagai pengimbang atau pe-
dang telah dibahas dan disetujui bersama oleh DPR dan nyeimbang (countervailing power) dan sekaligus me-
Presiden, lalu kemudian disahkan oleh Presiden seba- ngawal dinamika proses demokrasi berdasarkan konsti-
tusi (the guardian of the constitutional democracy).
439
Melalui peradilan konstitusi ini ditegaskan pula bahwa
Terhadap legal standing Pemohon berserta syarat permohonannya, lihat
undang-undang dasar sebagai de hoogste wet, the sup-
dalam Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan
Pasal 3 s/d Pasal 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 reme law, dapat benar-benar ditegakkan dalam praktik
tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-undang. penyelenggaraan negara.441
440
Berdasarkan jurisprudensi Mahkamah Konstitusi, kerugian konstitusional
yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang harus memenuhi 5 3. Sengketa Kewenangan Konstitusional
(lima) syarat, yaitu (1) adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan
oleh UUD 1945, (ii) bahwa hak konstitusional tersebut dianggap oleh Lembaga Negara
Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji, (iii) bahwa Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah
kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) kewenangan-kewenangan yang ditentukan oleh atau da-
dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran
yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, (iv) adanya hubungan sebab akibat
441
(causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimo- Untuk lebih memahami tentang Pengujian Konstitusionalitas Undang-
honkan untuk diuji, dan (v) adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkan- undang ini, lihat dan pelajari buku saya yang berjudul Konstitusi dan
nya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau Konstitusionalisme Indonesia (2005) dan Hukum Acara Pengujian Undang-
tidak lagi terjadi. undang (2005).

335 336
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

lam undang-undang dasar berkenaan dengan subjek- dang-undang, atau dari ketentuan peraturan yang lebih
subjek kelembaga-an negara yang diatur dalam UUD rendah kedudukannya daripada undang-undang. Jika
1945. Apabila dipandang dari sudut kewenangan atau- kewenangannya bersumber dari undang-undang dasar,
pun fungsi-fungsi kekuasaan yang diatur dalam UUD berarti lembaga negara tersebut mempunyai kewenangan
1945, akan nampak jelas bahwa organ-organ yang me- konstitusional yang ditentukan dalam atau oleh undang-
nyandang fungsi dan kewenangan konstitusional di- undang dasar. 442 Lembaga negara dalam kategori yang
maksud sangat beraneka ragam. State institutions atau terakhir inilah yang terkait dengan kewenangan Mah-
staatsorgan dapat dibedakan dari organisasi civil society kamah Konstitusi untuk mengadilinya apabila dalam
atau badan-badan usaha dan badan hukum lainnya yang pelaksanaan kewenangan konstitusional lembaga negara
bersifat perdata. Organ yang bergerak di lapangan civil yang bersangkutan timbul persengketaan dengan lemba-
society biasa disebut organisasi non-pemerintah (Or- ga negara yang lain. Inilah yang dimaksud dengan seng-
nop), lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau organi- keta kewenangan konstitusional lembaga negara yang
sasi kemasyarakatan (Ormas). Sedangkan, badan-badan termasuk lingkup kewenangan Mahkamah Konstitusi un-
usaha swasta dan koperasi merupakan organisasi yang tuk mengadilinya.
bergerak di lapangan dunia usaha atau market.
Oleh karena itu, institusi, organ, atau organisasi 4. Pembubaran Partai Politik
lain yang berada di luar kategori organisasi civil society Partai politik (parpol) dan pemilihan umum (pe-
dan organisasi yang bergerak di lingkungan dunia usaha milu) merupakan pilar atau tiang utama demokrasi.
tersebut, dapat kita sebut sebagai organ negara dalam Rumah dan bangunan demokrasi akan runtuh apabila
arti yang luas. Artinya, pengertian lembaga negara itu partai politik dan pemilu tidak sehat dan kuat. Partai
tidak seperti yang dipahami secara keliru oleh banyak politik (parpol) juga merupakan cermin kemerdekaan
sarjana hukum selama ini, sangat luas cakupan makna- berserikat (freedom of association) dan berkumpul (free-
nya. Lembaga negara itu tidak hanya terkait dengan dom of assembly) sebagai perwujudan adanya kemer-
fungsi-fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif seperti dekaan berpikir dan berpendapat (freedom of thought)
yang pada umumnya dipahami selama ini. Institusi apa serta kebebasan berekspresi (freedom of expression).
saja yang dibentuk oleh negara, dibiayai oleh negara, Oleh karena itu, kemerdekaan berserikat dalam bentuk
dikelola oleh negara, atau dibentuk karena kebutuhan partai politik sangat dilindungi oleh setiap undang-
negara sebagai pemagang otoritas publik dapat dikaitkan undang dasar negara demokrasi konstitusional (consti-
dengan pengertian organ negara atau lembaga negara
dalam arti luas.
Hal yang membedakan organ atau lembaga-lem-
baga negara dalam pengertian yang luas tersebut satu
sama lainnya, hanyalah kategori fungsinya apabila di-
442
kaitkan dengan fungsi-fungsi kekuasaan negara atau Untuk memahami lebih lanjut mengenai konsepsi terhadap “Lembaga
kategori sumber legalitas kewenangan yang dimilikinya Negara”, pelajari juga buku saya yang berjudul Sengketa Kewenangan An-
tarlembaga Negara (2005) dan Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
apakah bersumber dari undang-undang dasar, dari un- Negara Pasca Reformasi (2006).

337 338
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tutional democracy) atau negara hukum yang demok- pemilihan umum, dan kualitas hasilnya tergantung pula
ratis (democratische rechtsstaat).443 pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum
Oleh karena itu, maka partai politik tidak boleh itu sendiri. Oleh sebab itu, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945
dibubarkan secara semena-mena oleh penguasa. Seorang menentukan, “Pemilihan umum dilaksanakan secara
penguasa yang menduduki jabatan karena peranan par- langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
tai politik tidak boleh diberi peluang untuk membubar- lima tahun sekali”. Jika sebelum asas pemilihan umum
kan partai politik lain yang merupakan lawan politiknya. hanya ditentukan harus langsung, umum, bebas, dan ra-
Sebab, jika hal demikian terjadi, maka kemerdekaan ber- hasia (luber), maka sekarang ditambah dengan dua asas
serikat dapat terganggu oleh watak kekuasaan para lagi, yaitu jujur dan adil.
penguasa yang cenderung tidak menghendaki adanya Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara
persaingan politik yang sehat. Jika ditemukan kenyataan hasil pemilihan umum itu timbul perselisihan pendapat
adanya partai politik yang secara objektif memang meng- di antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu,
haruskan tindakan pembubaran dari luar partai politik maka perselisihan semacam itu apabila tidak dapat lagi
itu sendiri, maka pembubaran semacam itu hanya dapat diatasi melalui upaya-upaya yang bersifat administratif,
dilakukan melalui suatu proses peradilan konstitusional akan diselesaikan melalui perkara di Mahkamah Konsti-
yang bersifat objektif, independen, imparsial, dan ter- tusi. 444 Mahkamah Konstitusi harus menyediakan jalan
buka. konstitusi atau mekanisme hukum untuk menyelesaikan
Oleh karena sifat peradilan atas perkara semacam perselisihan mengenai hasil pemilu itu, sehingga per-
ini terkait erat dengan persoalan konstitusionalitas, ma- selisihan itu tidak berkembang menjadi konflik politik
ka UUD 1945 menentukannya sebagai kewenangan Mah- atau apalagi berubah menjadi konflik sosial. 445
kamah Konstitusi, bukan kewenangan Mahkamah Pada pokoknya, perkara perselisihan hasil pemilu
Agung. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi benar- itu merupakan perkara perselisihan antar dua pihak, ya-
benar difungsikan untuk maksud mengawal agar UUD itu pihak peserta pemilu versus pihak penyelenggara pe-
1945 benar-benar dilaksanakan dan ditegakkan sebagai- milu, yaitu Komisi Pemilihan Umum. Peserta pemilu
mana mestinya. Artinya, UUD 1945 itu tidak dibiarkan untuk pemilu calon anggota DPR (Dewan Perwakilan
hanya berada di atas kertas, melainkan sungguh-sungguh Rakyat) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
diterapkan dalam kenyataan praktik. adalah partai politik yang bersangkutan, sedangkan pe-
serta pemilu untuk pemilu calon anggota DPD (Dewan
5. Perselisihan Hasil Pemilu
Hasil pemilihan umum merupakan hasil dari suatu 444
Lihat Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Demokrasi:
kompetisi politik antar peserta pemilihan umum. Kua- Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu 2004 oleh Mahkamah Konstitusi,
litas demokrasi sangat tergantung kepada kualitas hasil Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta,
2005.
445
Mengenai tata cara dan proses persidangan dalam perkara perselisihan hasil
443
Lihat Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai pemilu di Mahkamah Konstitusi, lihat dalam Pedoman Mahkamah
Politik, dan Mahkamah Konstitusi, cetakan ke-2, Sekretariat Jenderal dan Konstitusi Nomor 04/PMK/2004 tentang Pedoman Beracara dalam Perseli-
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006. sihan Hasil Pemilihan Umum.

339 340
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Perwakilan Daerah) adalah perorangan yang telah me- atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hu-
menuhi kualifikasi persyaratan. Sementara itu, peserta kum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
pemilu untuk pemilu Presiden adalah pasangan calon penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
Presiden dan calon Wakil Presiden yang bersangkutan. tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau
Komisi Pemilihan Umum sebagai institusi penyelenggara Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Pre-
pemilihan umum dipandang sebagai satu kesatuan insti- siden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat DPR tersebut,
tusi penyelenggara pemilu. Artinya, KPUD di daerah menurut ayat (2) pasal ini, adalah dalam rangka pelaksa-
dianggap hanya sebagai bagian dari KPU tingkat pusat. naan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
Demikian pula partai politik sebagai peserta pemilu Menurut Pasal 7B ayat (3), pengajuan permintaan
dipandang sebagai satu kesatuan institusi badan hukum. DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan duku-
Oleh karena itu, Pengurus Wilayah Partai Politik yang ngan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR
bersangkutan tidak dapat tampil tersendiri di luar yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh
kesatuan unit kelembagaannya dengan kepengurusan di sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. Se-
tingkat pusat. lanjutnya, Pasal 7B ayat (4) menentukan:

6. Pemakzulan Presiden dan/atau “Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan


Wakil Presiden memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat
Kewenangan lain yang dimiliki oleh Mahkamah Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sem-
bilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan
Konstitusi adalah peradilan atas tuntutan pemberhentian
Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi”.
atau pemakzulan Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Menurut ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yaitu:
Kemudian, menurut ayat (5)-nya, apabila MK
memutus bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden ter-
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan bukti bersalah dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/
Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR menyeleng-
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, garakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pem-
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela berhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat MPR.
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
7. Kebutuhan akan Sarjana Hukum Tata Negara
Dalam hal demikian, maka menurut Pasal 7B ayat Dalam keseluruhan aspek peradilan di kelima bi-
(1) UUD 1945, usul pemberhentian Presiden dan/atau dang perkara tersebut di atas, cukup banyak pihak yang
Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR terlibat dan harus dilibatkan. Memang jumlah hakim
hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan konstitusi hanyalah sembilan orang. Akan tetapi, di
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, menga- samping para hakim, juga dibutuhkan pula banyak te-
dili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/

341 342
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

naga ahli yang bersifat pendukung. Lagi pula, karena pribadi orang perorang seperti dalam peradilan biasa,
periodesasi masa kerja hakim konstitusi bersifat ter- melainkan kepentingan umum (public interest) dan ke-
batas, yaitu lima tahunan, maka terbuka peluang untuk pentingan ketatanegaraan berdasarkan Undang-Undang
terjadinya pergantian hakim pada setiap lima tahun Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 447 Oleh
sekali.446 Artinya, perlu dipersiapkan calon-calon hakim karena itu, diperlukan pengertian mengenai constitutio-
konstitusi yang mumpuni dari waktu ke waktu sesuai nal lawyers yang tersendiri, di samping para advokat
dengan perkembangan negara dan masalah-masalah ke- pada umumnya. Untuk itu diperlukan program-program
tatanegaraan yang timbul dalam praktik. pendidikan dan sertifikasi advokat konstitusi yang ter-
Dalam penyelesaian perkara konstitusi di Mah- sendiri pula.
kamah Konstitusi, banyak pihak yang terlibat. Misalnya, Di samping itu, para saksi, para ahli, para pejabat
yang dapat terlibat atau dilibatkan adalah (i) advokat, (ii) pemerintah, anggota DPR, anggota DPD, dan lembaga-
para ahli hukum tata negara, (iii) para ahli dari semua lembaga negara lainnya, banyak yang terlibat dalam pro-
bidang keilmuan, baik ilmu hukum maupun ilmu yang ses pemeriksaan sesuatu perkara konstitusi di Mahka-
berkenaan dengan substansi kebijakan yang diatur oleh mah Konstitusi. Masih banyak orang yang belum me-
suatu undang-undang yang bersangkutan, (iv) para saksi ngerti dengan tepat mengenai seluk-beluk berperakara di
fakta, (v) para politisi wakil rakyat atau calon wakil rak- Mahkamah Konstitusi. Oleh sebab itu, diperlukan ba-
yat, (vi) para pejabat pemerintah pusat dan pejabat nyak tenaga ahli di seluruh Indonesia mengenai seluk
pemerintah daerah, (vii) para anggota DPR, (viii) para beluk Mahkamah Konstitusi dan teknik-teknik beracara
anggota DPD, (ix) para pejabat tinggi negara atau ang- di Mahkamah Konstitusi.448
gota lembaga tinggi negara, (x) biro-biro dan divisi-divisi Selain itu, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
hukum badan-badan hukum publik dan privat, (xi) ka- Mahkamah Konstitusi itu dapat disebut sebagai lembaga
langan perguruan tinggi, khususnya fakultas-fakultas hu- pengawal konstitusi, penafsir konstitusi, pelindung hak
kum dan pusat-pusat kajian konstitusi di seluruh Indo- asasi manusia, dan bahkan sebagai lembaga pengawal
nesia, (xii) kalangan tokoh-tokoh aktivist lembaga swa- serta pengimbang demokrasi. Untuk menjalankan fungsi
daya masyarakat di bidang hukum dan hak asasi manu- formalnya itu secara kelembagaan diperlukan pula duku-
sia, (xiii) dan lain sebagainya. Sebagai contoh, para advo- ngan jaringan ekspertise oleh tokoh-tokoh ilmuwan dan
kat yang bekerja di bidang litigasi seringkali menghadapi aktivist di lapangan. Demokrasi dan proses demokrati-
persoalan dalam beracara di Mahkamah Konstitusi, kare- sasi tidaklah sekaligus jadi. Proses pertumbuhan dan
na sifat acaranya yang sama sekali berbeda dengan pe- kemajuannya perlu dibina secara tahap demi tahap, baik
ngadilan biasa.
Kepentingan yang dipertaruhkan dalam persi- 447
Perkara-perkara di Mahkamah Konstitusi, khususnya dalam perkara
dangan di Mahkamah Konstitusi bukanlah kepentingan pengujian undang-undang, tidaklah bersifat contentious yang berkenaan
dengan pihak-pihak yang saling bertabrakan kepentingan satu sama lain, akan
tetapi menyangkut kepentingan kolektif semua orang dalam kehidupan
446
Sesuai dengan Pasal 22 UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah bersama sebagai bangsa.
448
Konstitusi, masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat Lihat Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Jakarta:
dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Konstitusi Press, 2005).

343 344
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Oleh karena bergerak tanpa dukungan hukum, dan hukum yang di-
itu, Mahkamah Konstitusi juga membangun jaringan perlukan untuk itu adalah hukum tata negara. Demokrasi
kerjasama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta di hanya dapat tumbuh apabila didukung oleh para demok-
seluruh tanah air sebagai jaringan amicus curiae atau rat, dan seseorang tidak mungkin menjadi demokrat jika
friends of the court dalam arti luas. tidak memahami dengan tepat beraneka sistem aturan
Mahkamah Konstitusi mengontrol dan mengim- bernegara berdasarkan hukum dan konstitusi yang men-
bangi peranan demokrasi dan mendorong proses demok- jadi bidang keahlian para sarjana hukum tata negara.
ratisasi di tingkat nasional dan lokal di seluruh Indonesia Oleh sebab itu, banyak sekali sarjana hukum tata
melalui peranan constitutional expertises yang diharap- negara yang dibutuhkan oleh suatu bangsa dan negara
kan tumbuh dan berkembang dari kalangan perguruan yang sedang bergerak ke arah demokrasi. Negara kita
tinggi di seluruh tanah air. Misalnya, setiap anggota par- telah memilih jalan demokrasi dan konstitusi untuk terus
lemen pusat dan lokal di seluruh Indonesia pada saatnya berkembang di masa depan. Oleh karena itu, tidak ada
haruslah dapat didampingi oleh legal advisor dari jalan lain bagi para sarjana hukum Indonesia untuk se-
kalangan sarjana hukum tata negara. Seperti sudah di- cara intensif mempersiapkan diri dengan beraneka keah-
ungkapkan pada bagian sebelumnya , jumlah anggota lian di bidang hukum tata negara. Itulah sebabnya, ma-
DPRD kita di seluruh tanah air tercatat lebih dari hasiswa Indonesia yang tercerahkan pikirannya akan
15.000-an orang. Jumlah kabupaten/kota di seluruh In- berusaha mempelajari dan mendalami bidang kajian
donesia ada 440. Hanya 2 (dua) daerah di antaranya hukum tata negara di samping bidang-bidang hukum
yang belum terbentuk DPRD yang tersendiri. Artinya, yang lain atau bidang-bidang kajian ilmu pengetahuan
jumlah DPRD di seluruh Indonesia dewasa ini tercatat lain pada umumnya.
438 buah yang terdiri atas 352 DPRD Kabupaten dan 86 Pendek kata, di semua instansi dan institusi, diper-
DPRD Kota. Sedangkan DPRD Provinsi berjumlah 33 lukan sarjana hukum tata negara yang mahir dan dapat
buah, sehingga seluruh DPRD tercatat 461 buah dengan diandalkan keahliannya dalam upaya penataan kelem-
jumlah anggota berkisar antara 25 orang sampai dengan bagaan negara. Lebih-lebih di masa pancaroba sekarang
45 orang. Semuanya membutuhkan legal advisor di ini, di mana negara kita sedang memerlukan penataan di
bidang hukum tata negara. segala bidang, terutama di bidang kelembagaan berne-
Demikian pula di lingkungan birokrasi pemerin- gara. Sekarang dan di masa datang, sangat banyak sar-
tahan di semua instansi, baik pusat maupun daerah, jana hukum tata negara yang diperlukan oleh negara kita.
terutama yang bekerja di bidang, bagian, biro, atau divisi Demikian pula jika dikaitkan dengan kebutuhan untuk
hukum, juga membutuhkan banyak tenaga ahli bidang memperkuat sektor civil society atau masyarakat
hukum tata negara. Para aktivist lembaga swadaya ma- madani, kebutuhan akan keahlian di bidang ini sangat
syarakat, para pejabat negara di lembaga-lembaga inde- luas, banyak, dan beragam. Para pekerja hak asasi manu-
penden dan lembaga-lembaga negara di luar peme- sia, para aktivis pembaruan hukum, para pejuang de-
rintahan semuanya memerlukan dukungan legal exper- mokrasi, semuanya memerlukan keahlian di bidang
tise di bidang hukum tata negara. Bahkan dapat di- hukum tata negara. Demokrasi tidak dapat tumbuh tan-
katakan bahwa pada pokoknya, demokrasi tidak dapat pa disertai dan dikawal oleh keahlian di bidang hukum,

345 346
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dan bidang hukum yang dimaksud adalah hukum tata


negara.
Oleh karena itu, melalui buku ini, saya ingin me-
ngajak kalangan generasi muda, khususnya para maha-
siswa hukum untuk tidak ragu-ragu memilih bidang
hukum tata negara. Indonesia di masa kini dan apalagi di
masa depan sangat membutuhkan peranan sarjana hu-
kum tata negara untuk menata kehidupan kenegaraan
kita menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Tentu saja,
untuk jangka pendek sekarang, karena kebutuhannya
sangat luas, banyak, dan sangat mendesak, sementara
jumlah sarjana hukum tata negara yang ada terbilang
sangat sedikit jumlah, persaingan yang ada belumlah
ketat benar. Namun, di masa depan, bidang hukum tata
negara ini cenderung berkembang semakin populer dan
banyak diminati. Oleh sebab itu, yang diperlukan oleh
negara kita di masa depan, di samping jumlahnya yang
banyak juga mutunya yang harus tinggi. Untuk itu, hen-
daklah para mahasiswa berlomba-lomba menjadi sarjana
hukum tata negara yang keahliannya dapat diandalkan
dalam arena persaingan yang makin ketat di masa depan.

347 348
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

DAFTAR PUSTAKA . Perkembangan dan Konsolidasi Lem-


baga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekreta-
riat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2006.
. Sengketa Kewenangan Antarlembaga
Buku-Buku: Negara. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
. Teori & Aliran Penafsiran Hukum
Ahmad, Zainal Abidin. Piagam Nabi Muhammad SAW: Tata Negara. cet. I. Jakarta: Ind Hill Co., 1997.
Konstitusi Negara Tertulis yang Pertama di Du- Attamimi, Hamid S. Peranan Keputusan Presiden dalam
nia. Jakarta: Bulan Bintang, 1973. Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu
Alder, John and Peter English. Constitutional and Admi- Studi Ananlisis mengenai Keputusan Presiden
nistrative Law. London: Macmillan, 1989. yang berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu
Alen, A. Handboek van het Belgisch Staatsrecht. Pelita IV, disertasi, Fakultas Hukum Universitas
Antwerpen: Kluwer Rechtswettenschappen, 1995. Indonesia, 1990.
Allen, Michael and Brian Thompson. Cases and Mate- Atmadja, Arifin Soeria. Mekanisme Pertanggungjawa-
rials on Constitutional and Admnistrative Law. 7th ban Keuangan Negara: Suatu Tinjauan Yuridis.
edition. London-New York: Oxford University Jakarta: Gramedia, 1986.
Press, 2003. Azhary, Tahir. Negara Hukum: Suatu Studi tentang
Appadorai, A. The Substance of Politics, Oxford Univer- Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam,
sity Press. Oxford India Paperbacks, 2005. Implementasinya pada Periode Negara Madinah
Asshiddiqie, Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam dan Masa Kini. cet. Kedua. Jakarta: Kencana,
Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia. Ja- 2004.
karta: Ichtiar Baru-van Hoeve, 1994. Bahar, Saefroedin dkk. (Ed.). Risalah Sidang BPUPKI-
. Hukum Acara Pengujian Undang- PPKI. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indo-
undang. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepani- nesia, 1992.
teraan Mahkamah Konstitusi RI, 2005. Barents. De Wetenshap der Politiek, een terreinverken-
. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar ning, derde durk, (Gravenhage: A.A.M. Stols’s,
Demokrasi. cet. Kedua. Jakarta: Konstitusi Press, 1952).
2005. Basu, Durga Das. Introduction to the Constitution of
. Kemerdekaan Berserikat, Pembubar- India. 18th edition. Nagpur: Wadhwa & Company,
an Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi. 2000.
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Bellefroid, J.H. Inleiding tot de rechtswetenschap in
Mahkamah Konstitusi RI, 2006. Nederland. Utrecht: Dekker & van de Vegt. N.V.
. Konstitusi dan Konstitusionalisme Nijmegen, 1948.
Indonesia. Jakarta: Konpress, 2005. Benedek, Wolfgang and Minna Nikolova (eds.). Under-
. Pergumulan Peran Pemerintah dan standing Human Rights: Manual on Human
Parlemen dalam Sejarah. Jakarta: UI-Press, 1996. Rights Education. European Training and Research

349 350
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Center for Human Rights and Democarcy (ETC), dan Pelaksanaan. Bandung: Citra Aditya Bakti,
Graz. Austria, 2003. 2003.
Bennis, Warren G. The Coming Death of Bureaucracy. Dekker, I Nyoman. Hukum Tata Negara Republik Indo-
Think, 1966. nesia, Suatu Pengantar. Malang: IKIP Malang,
Berki, R.N. The History of Political Thought: A Short 1993.
Introduction. London: Everyman’s University Lib- Dicey, A.V. An Introduction to Study of the Law of the
rary, 1988. Constitution. 10th edition. London: English Langu-
Bocken, H. and W. De Bondt (eds.). Introduction to Bel- age Book Society and Macmillan, 1968.
gian Law. Brussel:Bruylant, 2001. Diponolo, G.S. Ilmu Negara. Jakarta: Balai Pustaka,
Bogdanor, Vernon (ed.) Blackwell’s Encyclopaedia of 1975.
Political Science. Oxford: Blackwell, 1987. Djokosoetono. Ilmu Negara. Himpunan oleh Harun
Bradley, A.W. and K.D. Ewing. Constitutional and Admi- Alrasid. Jakarta: Ind Hill Co., 2006.
nistrative Law. 13th edition. Pearson Education . Hukum Tata Negara. Himpunan oleh
Ltd., 2003. Harun Alrasid. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.
Bryce, J. Studies in History and Jurisprudence. vol. 1. Duguit, Leon. L’Etat, Le Droit Objectif et la Loi Positive,
Oxford: Clarendon Press, 1901. 1901.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Erliyana, Anna. Keputusan Presiden: Analisis Keppres
Gramedia Pustaka Utama, 1992. RI 1987-1998. Jakarta: Fakultas Hukum Univer-
Busroh, Abu Daud. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara, sitas Indonesia, 2004.
1990. Farida, Maria. Ilmu Perundang-undangan: Dasar-Da-
Bushroh, Abu Daud dan Abu Bakar Busroh, Azas-Azas sar dan Pembentukannya. Jakarta: Kanisius, 1998.
Hukum Tata Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia, Fatmawati. Hak Menguji (Toetsingsrecht) yang Dimiliki
1991. oleh Hakim dalam Sistem Hukum Indonesia. Ja-
Chand, Hari. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur: karta: RajaGrafindo Persada, 2005.
International Law Book Services, 1994. Feith, Herbert and Lance Castles (eds.). Indonesian
Chemerinsky, Erwin. Constitutional Law: Principles and Political thinking 1945 – 1965. Ithaca and London:
Policies. New York: Aspen Law & Business, 1997. Cornell University Press, 1970.
Cracknell, D.G. Cracknell’s Statutes: Constitutional and Finer, S.E., Vernon Bogdanor, and Bernard Rudden.
Administrative Law. 3rd edition. London: Old Comparing Constitutions London: Oxford Univer-
Bailey Press, 2003. sity Press, 1995.
Dahlan, Zaini dkk. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bumi Flynn, N. and S. Leach. Joint Boards and Joint Commit-
Aksara, 1992. tees: An Evaluation. University of Birmingham:
Dahl, Robert A. Preface to Democratic Theory, 1956. Institute of Local Government Studies, 1984.
Darumurti, Krishna D. Dan Umbu Rauta. Otonomi Friedrich, C.J. Man and His Government. New York:
Daerah: Perkembangan Pemikiran, Pengaturan McGraw-Hill, 1963.

351 352
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Garner, Bryan A. (ed.). Black’s Law Dictionary. Eight Hoft, Ph. Visser’t. Penemuan Hukum. diterjemahkan
Edition. St. Paul: West Group, 2004. oleh B. Arief Sidharta. Bandung: Laboratorium
Glyn, W.B. The Meaning of the Separation of Powers. Hukum FH Univ. Parahiayangan, 2001.
1965. Iver, Mac. Negara Modern. Jakarta: Aksara Baru, 1988.
Goldsworthy, David J. (Ed.). Development and Social Jellinek, George. Verfassungsanderung und Verfassung-
Change in Asia: Introductory Essays. Radio Aus- swandlung, Eine staatsrechtlich politische
tralia-Monach Development Studies Centre, 1991. Afhandlung. Berlin: Verslag von O. Haring, 1906.
Gough, Ian. The Political Economy of the Welfare State. Jennings, Sir Ivor. The Law and The Constitution. fifth
London and Basingstoke: The Macmillan Press, edition. London: Hodder and Stoughton, 1979.
1979. Jhaveri, Satyavati S. The Presidency in Indonesia, Dilem-
Griffith. The Politics of the Judiciary, 1985. mas of Democracy. Disertasi. Bombay: Populer
GTZ. Pegangan Memahami Desentralisasi: Beberapa Prakashan Private Limited, 1975.
Pengertian Tentang Desentralisasi. terjemahan Kamil, Ahmad dan M. Fauzan. Kaidah-Kaidah Yuris-
Decentralization: A Sampling of Definitions. cet. prudensi. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Kesatu. Yogyakarta: Pembaharuan, 2004. Kartasapoetra, R.G. Sistematika Hukum Tata Negara.
Hadjon, Phillipus M. Dkk. Pengantar Hukum Adminis- Jakarta: Bina Aksara, 1987.
trasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. New
Administrative Law). cet. ke-9. Yogyakarta: Gadjah York: Russel and Russel, 1961.
Mada University Press, 2005. Khadduri, Majid. War and Peace in the Law of Islam.
Hailsham, Lord. The Dilemma of Democracy, 1978. Baltimore: The John Hopkins Press, 1955.
Hamidi, Jazim. Hermeneutika Hukum. Cet. I. Yogya- Koesoemaatmadja, Djenal Hoesen. Pokok-Pokok Hukum
karta: UII Press 2005. Tata Usaha Negara. Bandung: Alumni, 1979.
Hanson, A.H. and M. Walles. Governing Britain. 4th Kranenburg. Het Nederlandsch Staatsrecht, eeerste deel
edition. Fontana, 1985. zesde durk. Haarlem: H.D. Tjeenk Willink & Zoon,
Hardani, Muhammad. Konstitusi-Konstitusi Modern. 1947.
Surabaya: Pustaka Eureka, 2003. Kusnardi, Moh. dan Bintan R. Saragih. Ilmu Negara.
Harlow, C. and R. Rawlings. Law and Administration. edisi revisi. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
2nd edition. London: Butterworths, 1997. Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. Pengantar
Hart, H.L.A. The Concept of Law. 2nd edition, 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Cet-kelima. Jakar-
Harun, Nasrul. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos, 1996. ta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas
Hitti, Philips K. Capital Cities of Arab Islam. Minnesota: Hukum Universitas Indonesia, 1983.
University of Minnesota Press, 1973. Kusuma, RM. A.B. Lahirnya Undang-Undang Dasar
Hodges, Donald C. The Bureaucratization of Socialism. 1945. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
The University of Massachussetts Press, 1981. Universitas Indonesia, 2004.
Hogan, James. Election and Representation, Cork
University Press.

353 354
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Latief, Abdul. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan MPRS dan Ketetapan MPR-RI Tahun 1960 sampai
(Beleidsregel) pada Pemerintahan Daerah. Yogya- dengan Tahun 2002. Jakarta: Sekretariat Jenderal
karta: UII-Press, 2005. MPR, 2003.
Leca, J. and M. Grawitz (eds.). Traite de Science . Laporan Komisi Konstitusi. Jakarta:
Politique. Paris: PUF, 1985. Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2003.
Leibholz , G. Politics and Law. A.W. Leiden: Sythoff, Manan, Bagir. Dasar-Dasar Perundang-Undangan
1965. Indonesia. Jakarta: Ind-Hill Co., 1992.
Leyland, Peter and Terry Woods. Textbook on Adminis- , Perkembangan UUD 1945, FH-UII Press,
trative Law. 4th edition. New Delhi: Oxford Univer- Yogyakarta, 2004.
sity Press, 2003. , Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi
Linscott, Robert N. (eds.). Man and the state: The Poli- Suatu Negara, CV. Mandar Maju, Bandung, 1995.
tical Philosophers. Modern library, Random House, Marshall, Geoffrey. Constitutional Conventions, 1984.
1953. Martin, Elizabeth A. (ed.). Oxford Dictionary of Law.
Logemann, J.H.A. Over de Theorie van Eeen Stellig Fifth Edition. Oxford University Press, 2O03.
Staatsrecht (1948). Jakarta: Ichtiar Baru-Van Mast, A., J.Djuardin, M.van Damme and J. Vande
Hoeve, 1975. Lanotte, Overzicht van het Belgisch Administra-
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Yurisprudensi tiefsrecht. Antwerpen: Kluwer-Rechtswetens-
dalam Perspektif Pembangunan Hukum Adminis- chappen, 1999.
trasi Negara. Jakarta: MA-RI, 1995. Maurer, H. Allgemeines Verwaltungsrecht. 13th edition.
Mahfud M.D., Moh. Perkembangan Politik Hukum Munich: Beck, 2000.
(Studi Tentang Pengaruh Konfigurasi Politik Ter- McIlwain, Charles Howard. Constitutionalism: Ancient
hadap Produk Hukum di Indonesia), Disertasi, and Modern. Ithaca, New York: Cornell University
Pasca Sarjana, UGM-Yogyakarta, 1993. Press, 1966.
Mahmassani, Subhi Rajab. Konsep Dasar Hak-Hak Meny, Yves and Andrew Knapp. Government and
Asasi Manusia: Studi Perbandingan dalam Sya- Politics in Western Europe: Britain, France, Italy,
riat Islam dan Perundang-Undangan Modern. Germany. 3rd edition. Ofxord University Press,
terjemahan Hasanuddin dari Arkan al-Huquq al- 1998.
Insan. cet. Kesatu. Jakarta: Tintamas, 1993. Mitchell, J.D.B. Constitutional Law. second edition.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 1968.
Himpunan Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960 Michels, Robert. Partai Politik: Kecenderungan Oligar-
sampai dengan 2002. Jakarta: Sekretariat Jenderal kis dalam Birokrasi. Jakarta: Penerbit Rajawali,
MPR-RI, 2002. 1984.
. Himpunan Ketetapan MPRS dan Molan, Michael T. Textbook Constitutional and Adminis-
Ketetapan MPR-RI Berdasarkan Ketetapan MPR- trative Law: The Machinery of Government. 4th
RI No. I/MPR/Tahun 2003 Tentang Peninjauan edition. London: Old Bailey Press, 2003.
Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan

355 356
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Montesquieu, C.L. The Spirit of Laws. Hafner. 2nd Rhodes, R. Beyond Westminster and Whitehall: The
edition. 1949. Sub-Central Government of Britain. London: Allen
Munro, C.R. Studies in Constitutional Law. 2nd edition. & Unwin, 1988.
1999. Sabon, Max Boli. Fungsi Ganda Konstitusi. Bandung: PT
Munro, W.B. The Government of the United States. 4th Graviti, 1991.
edition, 1936. Saleh, Ismail. Demokrasi, Konstitusi, dan Hukum. Ja-
Muslimin, Amrah. Beberapa Azas-Azas dan Pengertian- karta: Departemen Kehakiman Republik Indonesia,
Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hu- 1988.
kum Administrasi. Bandung: Alumni, 1980. Schmitt, Carl. Verfassungslehre. Duncker & Humbolt,
Nicholson, R.A. A Literacy History of the Arabs. New 1957.
York: Cambridge University Press, 1969. Schwartz, Bernard. American Constitutional Law. New
Oliver, Dawn Constitutional Reform in the UK. Oxford York: Cambridge University Press, 1955.
University Press, 2003. Seerden, Rene dan Frits Stroink (eds.). Administrative
Oppenheims bundel J. Nederlandsch Administratief- Law of the European Union, Its Member States
recht, 1921. and the United States. Groningen: Intersentia
Osborne, David and Peter Plastrik. Banishing Bureau- Uitgevers Antwerpen, 2002.
cracy: The Five Strategies for Reinventing Siahaan, Maruarar. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Government. A Plume Book, 1997. RI. Jakarta: Konstitusi Press, 2004.
Osborne, David and Ted Gaebler. Reinventing Govern- Siong, Gouw Giok. Hukum Perdata Internasional
ment. William Bridges and Associaties, Addison Indonesia. jilid 2 (Bagian I). Jakarta: Kinta, 1962.
Wesley Longman, 1992. , Warga Negara dan Orang Asing. cet. ke-2.
Phillips, O. Hood Paul Jackson, and Patricia Leopold. Jakarta: Kengpo, 1960.
Constitutional and Administrative Law. 8th edi- Sitorus, L.M. Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapa-
tion. London: Sweet and Maxwell, 2001. ngan. cet. ke-3. Jakarta: PT. Pembangunan, 1958.
Poesponoto, Soebakti. Asas dan Susunan Hukum Adat. Soedarsono. Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal
Jakarta: Pradnya Paramita, 1986. Demokrasi : Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Tata Negara 2004 oleh Mahkamah Konstitusi. Jakarta : Sekre-
di Indonesia. cet. Keenam. Jakarta: Dian Rakyat, tariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kon-
1989. stitusi RI, 2005.
Pudjosewojo, Kusumadi. Pedoman Pelajaran Tata Hu- Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 1998.
kum Indonesia. cet. ke-10. Jakarta: Sinar Grafika, Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum.
2004. Jakarta: UI-Press, 1986.
Purbopranoto, Kontjoro. Beberapa Catatan Hukum Tata . Sosiologi: Suatu Pengantar.
Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Nega- Jakarta: Yayasan Penerbit UI, 1975.
ra. Bandung: Alumni, 1978.

357 358
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Soekanto, Soerjono dan Purnadi Purbacaraka. Sendi- Sutiyoso, Bambang dan Sri Hastuti. Aspek-Aspek
Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indo-
Citra Aditya Bakti, 1993. nesia. Yogyakarta: UII Press, 2005.
Soemantri, Sri. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Suwandi. Hak-Hak Dasar Dalam Konstitusi, Konstitusi
Indonesia. Bandung: Alumni, 1992. Demokrasi Modern. Djakarta: Pembangunan, 1957.
. Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD Thaib, Dahlan dkk. Teori Konstitusi dan Hukum
1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia Dalam Konstitusi. Cet. Kelima. Jakarta: RajaGrafindo
Kehidupan Politik Indonesia. Jakarta: Sinar Hara- Persada, 2005.
pan, 1993. Tholosano, Authore D. Petro Gregorio. De Republica
. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Libri Sex et Viginti. Lugduni, 1609.
Bandung: Alumni, 1987. Thompson, Brian. Textbook on Constitutional and Admi-
. Sistem Dua Partai. Jakarta: Bina Tjipta, nistrative Law. edisi ke-3. London: Blackstone
1968. Press Ltd., 1997.
Soemantri, Sri dkk. Ketatanegaraan Indonesia Dalam Usman, Suparman. Hukum Islam: Asas-Asas dan Pe-
Kehidupan Politik Indonesia: 30 Tahun Kembali ngantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum
ke Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Pustaka Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.
Sinar Harapan, 1993. Utrecht, E. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakar-
Soemodiredjo, Soegondo. Sistem Pemilihan Umum. ta: Ichtisar.
Jakarta : Nasional, 1952. Van der Pot, C.W. Nederlandsche Staatsrecht, 1950. Vile,
Strong, C.F. Modern Political Constitutions: An Intro- M.J.C. Constitutionalism and the Separation of
duction to the Comparative Study of Their History Powers. 1967.
and Existing Forms. London: Sidgwick & Jackson, Vollenhoven, Christian van. H.D. Tjeenk Willink & Zoon.
1973. Haarlem: Martinus Nyhoof & Gravenhage, 1934.
Stoker, Gerry. The Politics of Local Government. 2ND Vyshinsky, Andrei Y. The Law of Soviet State. Translated
edition. London: The Macmillan Press, 1991. from the Russian by Rugh W. Babb. New York: The
Struyeken A.A.H. Het staatsrecht won het Komisikrijk Macmillan Company, 1961.
der Nederlanden, 1915. Wade and Philips, G. Godfrey. Constitutional Law: An
Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan Undang- Outline of The Law and Practice of The Constitu-
Undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan Ten- tion, Including Central and Local Government, The
tang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Citizen and The State and Administrative Law.
Majemuk. Jakarta: UI-Press, 1995. Seventh edition. London: Longmans, 1965.
Suny, Ismail. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif. Jakarta: Wahjono, Padmo. Ilmu Negara. Jakarta: Indo Hill Co.,
Aksara Baru, 1986. 1999.
. Sistem Pemilihan Umum yang Menjamin Werner, Fritz. Deutsches Verwaltungsblatt, 1959.
Hak-hak Demokrasi Warga Negara. Dihimpun Whitecross, Paton George. Textbook of Jurisprudence.
oleh Harmaily Ibrahim, 1970. Oxford: The Clarendon Press, 1951.

359 360
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Wilberforce, Lord. Report by the Committee of Privileges Munro, C.R. “Laws and Conventions Distinguished”, 91
on the Petition of the Irish Peers, 1966. Law Q Review, 218, 1975.
Winterton, George. The Executive and the Governor Phillips, O. Hood Constitutional Conventions: Dicey’s
General, 1983. Predecessors, 29, M.L.R, 1966.
Wolhoff, G.J. Pengantar Hukum Tata Negara Republik Samford, C. and D. Wood, “Codification of Constitutional
Indonesia. Jakarta: Timun Mas, 1960. Conventions in Australia”, 1978, P.L. 231.
Woodbine, George E. (ed.). Glanvill De Legibus et Tomkins, A. 2001, PL. 571.
Consuetudinibus Angiluae. New Haven, 1932. Vegting, W.G. Plaats en aard van het Adminiatra-
Yamin, Muhamad. Naskah Persiapan Undang-Undang tiefsrecht, pidato inagurasi, Amsterdam, 1946.
Dasar 1945. djilid I. Djakarta: Prapantja, 1959. Vinogradoff, Sir Paul. “Outlines of Historical Juris-
. Proklamasi dan Konstitusi Republik prudence”, Vol. II, The Jurisprudence of the Greek
Indonesia. Djakarta: Djambatan, 1959. City, S. Sedley, dalam Richardson and Genn (eds),
. Masalah Ketatanegaraan Indonesia Administrative Law and Government Action, ch 2,
Dewasa ini. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984. 1994, 110 LQR 270.

Kasus-Kasus:
Makalah dan Artikel:
Central Control Board vs Cannon Brewery Co., 1919, AC
Asshiddiqie, Jimly. The Role of Constitutional Court in 744, 752.
Guaranteeing Access to Justice in a New Transi- Cf. R vs Kansal, No. 2, 2002, 1 All ER.
tional State, Keynote Address at “the Conference of Chester vs Bateson, 1920, 1 KB 829.
Comparing Access to Justice in Asian and European Maclaine-Watson vs DoT , 1988.
Transitional Countries”, Bogor, Indonesia, 27-28 Marbury vs Madison (1803) 5-US, 1 Cranch, 137.
June 2005. McGonnell vs United Kingdom (2000), 30 E.H.R.R. 241.
, Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Nega- Pepper vs Freemans plc, 1989, AC 66.
ra Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, Raleigh vs Goschen, 1893, 1 Ch.73.
pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas R. vs Environment Secretary, ex p Spath Holme Ltd,
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998. 2001, 2 AC 349, 388.
Casgrove, R.A. The Rule of Law, Albert Venn Dicey, R. vs Foreign Secretary, ex Bancoult, 2001, QB 1067.
Victorian Jurist, 1981. R. vs Lambert, 2001, 3 All ER.
Hunt of Tanworth, Lord. “Access to A Previous Govern- R. vs Lord Chancellor, ex p Witham, 1998, QB 575.
ment’s Papers”, P.L. 1982. R. vs H.M. Treasury, ex p. Smedley, 1985, Q.B. 657, 666.
Keith, K.J. “The Courts and the Conventions of the R. vs Home Industry, ex Phansopkar, 1976, QB 606.
Constitution”, 1967, 16 I.C.L.Q. 542. R .vs Home Secretary, ex p Pierson, 1998, AC 539.
MacCormick, N. Questioning Sovereignty, 1993, 56 MLR R. vs Home Secretary, ex p Simms, 2000, 2 AC 115.
1.

361 362
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Perundang-undangan: , Undang-undang Tentang Mahkamah Konsti-


Indonesia, Konstitusi Republik Indonesia Serikat. tusi, UU No. 24 Tahun 2003, LN No. 98 Tahun
, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo- 2003, TLN Nomor 4316.
nesia Tahun 1945. , Undang-undang Tentang Otonomi Khusus Bagi
, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi
Indonesia. Naggroe Aceh Darussalam, UU No. 18 Tahun
, Undang-undang Tentang Hak Asasi Manusia, 2001, LN No. 114 Tahun 2001, TLN 4143.
UU No. 39 Tahun 1999, LN No. 165 Tahun 1999, , Undang-undang Tentang Otonomi Khusus Bagi
TLN No. 3886. Provinsi Papua, UU No. 21 Tahun 2001, LN No.
, Undang-undang Tentang Kekuasaan Keha- 135 Tahun 2001, TLN No. 4151.
kiman, UU No. 4 Tahun 2004, LN No. 8 Tahun , Undang-undang Tentang Partai Politik, UU
2004, TLN No. 4358. Nomor 31 Tahun 2002, LN Nomor 138 Tahun
, Undang-undang Tentang Kepailitan dan Pe- 2002, TLN Nomor 4251.
nundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. , Undang-undang Tentang Pembentukan Peratu-
37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. ran Perundang-undangan, UU No. 10 Tahun
4443. 2004, LN No. 53 Tahun 2004, TLN No. 4389.
, Undang-undang Tentang Kepolisian Republik , Undang-undang Tentang Pemerintahan
Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002, LN No. 2 Tahun Daerah, UU No. 22 Tahun 1999, LN No. 60 Tahun
2002, TLN No. 4168. 1999, TLN No. 3839.
, Undang-undang Tentang Ketentuan-Keten- , Undang-undang Tentang Pemerintahan Dae-
tuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU No. 14 rah, UU Nomor 32 Tahun 2004, LN Nomor 125
Tahun 1970, LN No. 74 Tahun 1970, TLN No. 2951. Tahun 2004, TLN Nomor 4437.
, Undang-undang Tentang Kewarganegaraan , Undang-undang Tentang Pemilihan Umum
Republik Indonesia, UU Nomor 62 Tahun 1958, LN Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Per-
No. 113 Tahun 1958, TLN No. 1647. wakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
, Undang-undang Tentang Komisi Pemberanta- Daerah, UU No. 12 Tahun 2003, LN. No. 37 Tahun
san Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2003, TLN No. 4277.
2002, LN No. 137, TLN No. 4250. , Undang-undang Tentang Pemilihan Umum
, Undang-undang Tentang Komisi Yudisial, UU Presiden dan Wakil Presiden, UU No. 23 Tahun
No. 22 Tahun 2004, LN No. 89 Tahun 2004, TLN 2003, LN No.93 Tahun 2003, TLN No. 4311.
No. 4415. , Undang-undang Tentang Penetapan Peraturan
, Undang-Undang Tentang Mahkamah Agung, Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
UU No. 14 Tahun 1985, LN No. 73 Tahun 1985, Tahun 2005 Tentang Penangguhan Mulai Ber-
TLN No. 3316. lakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial Menjadi Undang-Undang, UU No. 2

363 364
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Tahun 2005, LN No. 73 Tahun 2005, TLN No. , Undang-undang Tentang Perubahan Atas
4523. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang
, Undang-undang Tentang Pengadilan Anak, UU Pokok-Pokok Kepegawaian, UU No. 43 Tahun
No. 3 Tahun 1997, LN No. 3 Tahun 1997, TLN 1999, LN No. 169 Tahun 1999, TLN No. 3890.
3668. , Undang-undang Tentang Pokok-Pokok Kepega-
, Undang-undang Tentang Pengadilan Pajak, waian, UU No. 8 Tahun 1974, LN No. 55 Tahun
UU No. 14 Tahun 2002, LN No. 27 Tahun 2002, 1974, TLN No. 3041.
TLN No. 4189. , Undang-undang Tentang Susunan dan
, Undang-undang Tentang Penyelesaian Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Perselisihan Hubungan Industrial, UU No. 2 Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Tahun 2004, LN No. 6 Tahun 2004, TLN No. 4356. Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
, Undang-Undang Tentang Peradilan Tata UU No. 22 Tahun 2003, LN No. 92 Tahun 2003,
Usaha Negara, UU No. 5 Tahun 1986. LN No. 77 TLN Nomor 4310.
Tahun 1986, TLN No. 3344. , Undang-undang Tentang Tindak Pidana
, Undang-undang Tentang Peradilan Umum, UU Korupsi, UU No. 31 Tahun 1999, LN No. 140 Tahun
No. 2 Tahun 1986, LN No. 20 Tahun 1986, TLN No. 1999, TLN No. 140.
3327. , Undang-undang Tentang Yayasan, UU No. 16
, Undang-undang Tentang Perjanjian Inter- Tahun 2002, LN Tahun 2002 No. 112, TLN No.
nasional, UU No. 24 Tahun 2000, LN No. 185 4132.
Tahun 2000, TLN No. 4012. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Peraturan
, Undang-undang Tentang Pernyataan Tidak Mahkamah Konstitusi Tentang Kode Etik dan
Berlakunya Undang-undang No. 2 Tahun 1958 Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi, Pera-
Tentang Persetujuan Perjanjian Antara Republik turan Mahkamah Konstitusi No. 02/PMK/2003
Indonesia dan RRT Mengenai Soal Dwikewarga- bertanggal 24 September 2003.
negaraan, UU Nomor 4 Tahun 1969. , Peraturan Mahkamah Konstitusi Tentang
, Undang-undang Tentang Perikanan, UU No. 31 Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil
Tahun 2004, LN No. 118 Tahun 2004, TLN No. Pemilihan Umum, Peraturan Mahkamah Konstitusi
4433. No. 04/PMK/2004 bertanggal 4 Maret 2004.
, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas , Peraturan Mahkamah Konstitusi Tentang Pem-
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang berlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku
Mahkamah Agung, UU No. 5 Tahun 2004, LN No. Hakim Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi
9 Tahun 2004, TLN No. 4359. No. 07/PMK/2005 bertanggal 18 Oktober 2005.
, Undang-undang Tentang Perubahan Pasal 18 , Putusan Tentang Pengujian Undang-undang
Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Kewarganegaraan Republik Indonesia, UU Nomor Daerah terhadap Undang-Undang Dasar 1945,
3 Tahun 1976, LN 20, TLN 3077.

365 366
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072- , Keputusan Presiden Republik Indonesia


073/PUU-II/2004 bertanggal 22 Maret 2005. Tentang Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
, Putusan Tentang Pengujian Undang-undang Mahkamah Konstitusi, Keputusan Presiden
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan ter- Nomor 51 Tahun 2004 bertanggal 22 Juni 2004.
hadap Undang-Undang Dasar, Putusan Mahka- , Peraturan Pemerintah Tentang Larangan
mah Konstitusi Nomor 003/PUU-III/2005 Pegawai Negeri Menjadi Anggota Partai Politik,
bertanggal 7 Juli 2005. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, Ketetapan Tahun 2004 bertanggal 16 Oktober 2004.
Tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sum-
ber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indone- Internet:
sia, Ketetapan No. XX/MPRS/1966 bertanggal 5
Juli 1965. http://www.courses.unt.edu/chandler/SLIS5647/slides/
, Ketetapan Tentang Pembentukan Komisi cs402AdminiReg/sld008.html.
Konstitusi, Ketetapan No. I/MPR/2002 bertanggal http://www. ivr2003.net/Peczenik_Argumentation.htm.
11 Agustus Tahun 2002. http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan_sidang.
, Ketetapan Tentang Peninjauan Produk-Produk php.
yang Berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Per- http://www.minagric.gr/en/agropol/OECD-EN-310804.
musyawaratan Rakyat Sementara Republik Indo- html.
nesia, Ketetapan No. V/MPR/1973 bertanggal 22 http://www.mpr.go.id/index.php?section-ketetapan.
Maret 1973. http://www.oecd.org/statportal/0,2639,EN _2825_29356
, Ketetapan MPR Tentang Sumber Hukum dan 4_1_1_1_1_1,00.html.
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, http://www.hold/datacenter/dms/default.asp.
Ketetapan No. III/MPR/2000 bertanggal 18
Agustus, 2000.
Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden
Republik Indonesia Tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 50 Tahun 2003 bertanggal 7 Juli
1993.
, Keputusan Presiden Tentang Penetapan Uni-
versitas Pendidikan Indonesia Sebagai Badan
Hukum Milik Negara, Keputusan Presiden Repub-
lik Indonesia Nomor 6 Tahun 2004 bertanggal 30
Januari 2004.

367 368
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

DAFTAR INDEKS C D

C.R. Munro, 249 Dekrit, 3, 169, 170, 171


A Article, 71, 274, 277, Calvinis, 111, 112 Dewan Eksekutif, 68
278, 279, 298 Carl Schmitt, 16, 126, Dicey, 30, 160, 161, 164,
A.G. Pringgodigdo, 265 Auguste Comte, 121 127, 128, 129, 130, 236, 237, 243, 263,
A.V. Dicey, 29, 30, 160, Australia, 144, 176, 240, 133, 134, 147 352, 361, 362
161, 177, 237, 243, 252, 353, 362 Carl Scmitt, 133 Djokosoetono, 18, 37,
263, 271 Austria, 43, 67, 322, 351 Carrington, 189 49, 120, 121, 352
A.W. Bradley and K.D. bahasa Latin, 89, 94, Charles Howard DPR-GR, 173, 223, 224,
Ewing, 33, 54, 71, 190 103, 119 McIlwain, 89, 90, 94, 367
A.W. Bradley dan K.D. 101, 102 DPR-RI, 180, 241, 260
Ewing, 32, 72, 79, 182, B Charles I, 184 Dworkin, 286, 302, 303,
187 Christian van 305
Abubakar, 110 Baldwin, 253 Vollenhoven, 24, 25,
al-ahkam, 154 Beauma-noir, 92 37, 55 E
Albert Venn, 160, 236, Belanda, 16, 20, 21, 22, Cicero, 93, 100, 101, 102,
237, 243, 361 23, 46, 50, 114, 119, 103, 104 E.A. Freeman, 243
Alder, 71, 78, 155, 156, 137, 138, 166, 176, Cina, 275, 277, 278, 301 ekonomi, 6, 14, 23, 45,
163, 165, 166, 179, 349 205, 226, 262 civic behavioral 47, 69, 213, 275, 277,
Alexander Peezenick, Bernard Schwartz, 146, realities, 35 281, 287, 295, 315
309 233, 267 Clarke, 14, 15 England, 30, 160, 184,
al-Hadits, 153, 311 besslissing, 324 collective minds, 35, 36, 185, 186, 254, 286
Ali ibn Abi Thalib, 110 BHMN, 114 167 Entick, 189
al-Quran, 109, 153, 154, Bill of Rights, 148, 161, common law, 24, 100, Executive, 71, 72, 74, 75,
311 185, 187 158, 162, 176, 188, 179, 240, 361
al-Sunnah, 153, 154 body politic, 13 239, 242, 246, 249,
Amir Sjarifudin, 229, BPK, 204 251, 330 F
258 Bracton, 92 constitutie, 21, 44, 119,
antropologi, 45, 240 Brian Jones, 81, 82 132, 136, 138, 148,
Federal, 19, 51, 74, 75,
APBN, 180, 181, 208, Brian Thompson, 19, 70, 166, 169, 200
147, 310
260 113, 115, 161, 247, 349 constitutio, 44, 76, 89, Ferdinand Lassalle, 123,
Arief Sidharta, 274, 275, Bryce, 118, 351 90, 91, 92, 93, 94, 119,
308, 354 127
BUMD, 114 135, 160, 161, 169,
filosof, 90, 95, 98, 100,
Aristoteles, 90, 95, 96, BUMN, 114 237, 246, 263, 271
102, 103
97, 98, 99, 100, 101 Cromwell, 140

369 370
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

filsafat, 100, 154, 157, Herman Heller, 19, 123, Inggris, 115, 140 Justifikasi, 288, 303
308, 311, 312 138 inhoud, 37, 38, 39
formeele, 37 Hermann Heller, 16, Islam, 106, 107, 109, 110, K
124, 125, 138 112, 113, 153, 154, 311,
G Hindia Belanda, 22 312, 350, 351, 353, K.C. Wheare, 145, 238,
Hoft, 275, 280, 291, 293, 354, 355, 360 243, 254, 256, 273,
G. Marshall, 252 297, 354 Ismail Suny, 126, 145, 320
G.S. Diponolo, 150, 241 Hukum Dagang., 63 234, 238, 241, 256, Kanada, 176, 251, 252
Gadamer, 308 Hukum Eropa, 69 264, 266, 267, 268 Karl Loewenstein, 135
Georg Jellineck, 42 Hukum Gereja, 90 Italia, 17, 22, 119, 274 Katharine, 81, 82
George Jellinek, 266 Hukum Internasional, ius constituendum, 5 Kemal Ataturk, 113
Gereja, 183 46, 65, 66, 68, 159, ius constitutum, 5 Kerajaan Inggris, 112,
gerundgestz, 21 166, 182, 230 Ivo D. Duchacek, 116 155, 263, 264, 265
Gijsbert Karel van Hukum Pajak, 85 Khalifatu al-Rasyidin,
Hogendorp, 22, 120 Hukum Perdata, 52, 63, J 110
Glanvill, 91, 92, 361 358 KNIP, 228, 241, 257, 265
Gregoire, 92 Hukum Tata Usaha, 42, J.H.A. Logemann, 26, Konstitusi Weimar, 133
Gregory Leyh, 308 53, 58, 85, 354 37, 60, 70 KPI, 174
human creation, 13 James II, 185 KPK, 204, 329
H Human Rights, 71, 186, James VII, 185 KPPU, 174, 204
187, 190, 350 Jerman, 16, 17, 21, 46, KPU, 174, 204, 226, 341
H.L.A. Hart, 32, 199 51, 69, 114, 119, 133, KPUD, 341
Hamid S. Attamimi, 201, I 137, 138, 166, 176, Kranenburg, van der
221 ijma, 153 310, 322 Pot, 63
Hans Kelsen, 12, 19, 62, ijtihad, 153 Jerzy Wroblewski, 304 Kristen, 112
121, 122, 129, 130, 152, ilmu fiqh, 155, 157, 311 John Alder, 53, 54, 71, K-TUN, 87
163, 200, 201, 202, Ilmu Hukum, 7, 15, 27, 76, 77, 155, 156, 157,
327 36, 39, 41, 42, 44, 46, 162, 163, 165, 166, L
Harlow, 83, 84, 353 75, 157, 181, 308, 359 167, 177
Harmaily Ibrahim, 9, 16, Ilmu Politik, 14, 17, 44, Judicial Precedent, 188 L.J. van Apeldoorn, 21
33, 34, 54, 55, 74, 111, 351 Judiciary, 71, 72, 76, 353 legal fiction theory, 20
141, 211, 257, 268, ilmu sosial, 14, 45, 46 juridis, 20, 27, 123, 124, Leon Duguit, 121, 122
354, 359 Ilmu Sosial, 44, 46 139, 152 lex, 91, 102
Harun Alrasid, 16, 49, Ilmu” Hukum Tata jurisprudence, 176, 290, Literlijk, 290
120, 352 Negara, 47 304 llmu Negara, 50
Independence, 71 jurist, 4, 5, 48, 317

371 372
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Lord Bingham, 191 Michael Allen, 19, 70, P Pierre Gregoire


Lord Nicholls, 191 161, 247 Tholosano, 92
Lord Wilberforce, 187 Michael J. Allen, 70 Padmo Wahyono, 126, Pitlo, 285, 291, 292,
LSM, 337 Michael T. Molan, 30, 135, 201 300, 301
31, 71, 237 Pahlawan Ampera, 213 Plato, 95, 97, 98
M Moh. Kusnardi, 9, 16, Pancasila, 130, 151, 197, PMK, 174, 204, 226,
33, 34, 37, 54, 55, 74, 198, 201, 202, 319 335, 340, 366
M.G. Clarke, 14 111, 135, 141, 211, 257, Paton George Politea, 91
Mac Iver, 27 268 Whitecross, 29, 156 politeia, 89, 93, 94, 95
MacCormick, 200, 304, Montgomery Watt, 107 Patricia Leopold, 11, 31, PPNS, 324, 328
361 Muhajirin, 108 71, 199, 239, 242, 244, Prof. Dr. Djokosoetono,
Madinah, 106, 107, 108, Mukminin, 108 246, 254, 357 16, 18
109, 350 Muslimin, 58, 108, 357 Patrick Gordon Walker, Prof. Dr. Jahnel Ilmar,
Magna Charta, 92, 161, 261 67, 68
183, 184 N Paul Jackson, 11, 31, 71, PTUN, 87
Mahfud M.D, 146, 355 199, 239, 242, 244,
Mahkamah Agung, 87, Nabi Muhammad SAW, 246, 254 Q
118, 119, 174, 177, 181, 311 Paul Scholten, 25, 26
204, 215, 222, 224, Nasional Assembly, 298 penyelidikan hukum, 59 qiyas, 154, 155
225, 226, 251, 252, Nicholson, 107 Perancis, 15, 17, 20, 21, Quraisy, 108
322, 332, 333, 339, normwissenschaft, 47 30, 53, 92, 119, 121,
355, 363, 365 135, 138, 141, 166, 176, R
Mahkamah Konstitusi, O 277, 301, 322
174, 215, 310, 318, Peraturan Pemerintah Raja Dyonisius II, 98
321, 322, 329, 330, O. Hood Phillips, 11, 31, (PP), 215, 219, 224 Raja Edward, 183
331, 332, 333, 334, 71, 72, 199, 239, 243, PERMA, 174, 204, 226 Rawlings, 83, 84, 353
335, 336, 338, 339, 244, 254 Peter Leyland, 83, 84 Recht, 19, 34, 37, 48, 51,
340, 342, 343, 344, obsolete., 8 Phillips, 11, 29, 32, 72, 53
345, 349, 358, 366, Oppenheim, 25, 51, 53, 107, 115, 199, 239, regelendaad, 208, 324
367, 368 55, 56 242, 244, 245, 246, Rengers Hora Siccama,
Majid Khadduri, 107 Orde Baru, 180, 218, 247, 250, 251, 357, 48, 49
materieele, 37 221, 223, 260, 319 362 Romawi, 90, 93, 100,
Maurice Duverger, 30 ordinary law, 27, 28, Piagam Madinah, 106, 101, 102, 103, 104, 105
Maurice Hauriou, 150 118 107, 108, 109, 111, 112, RUU, 114, 284, 285
Meinhard Schroder, 51 359
Mekkah, 106, 108

373 374
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

S Sudikno, 285, 291, 292, Utrecht, 157, 230, 232, Visser’t Hoft, 275, 278,
300, 301 280, 281, 282, 290, 282, 291, 294, 297,
Sabien Lust, 80 Summers, 304 292, 293, 294, 297, 299
Scholten, 25, 26, 281, Sutandyo, 290, 304 350, 360 vorm, 37, 39, 126, 128
294 Syahrir, 229, 258 Utsman ibn Affan, 110
Scotland, 185, 186, 187 syari’at, 154 W
Sir Ivor Jennings, 243, V
245, 252, 264 T W.L. Newman, 95
Sir John Donaldson, 246 van Apeldoorn, 27, 157 Wade, 28, 268, 360
Skotlandia, 185 TAP, 204, 224 van der Pot, 26 Wade and Phillips, 28,
society, 11, 12, 13, 14, 84, Terry Woods, 83, 84, Van der Pot, 360 268
100, 319, 331, 337, 355 van Vollenhoven, 24, 25, Wet, 34
346 The Common Law, 188 37, 55, 56 William Eskrige, 305
Soeharto, 180, 213, 315 the law of torts, 31 Vegting, 63, 64, 65, 362 wilsovereen-stemming,
Soekarno, 180, 234, 259, theorie, 19, 42, 48, 59, Vegting. Kranenburg, 63 38
268, 315 60, 62, 63, 202 verfassung, 17, 19, 21, Wirjono Prodjodikoro,
Sri Soemantri, 17, 22, Thomas Paine, 19, 94, 119, 124, 126, 127, 134, 15, 28, 45, 52, 233
119, 120, 126, 135, 144, 200 137, 138, 139

171 Timur Tengah, 106 verfassungslehre, 16, 35 Y


staat in beweging, 35, TLN-RI, 205 Verfassungslehre, 16,
41, 51, 56, 318 Tuhan, 66, 101, 104 18, 124, 126, 128, 358 Yahudi, 108
staat in rust, 35, 41, 51, Turki Usmani, 113 verfassungsrecht, 16, 19, Yastrib, 106
55, 56 27, 35, 43, 44, 47, 86 Yunani, 89, 90, 91, 94,
staatslehre, 19, 42, 43 U Verfassungsrecht, 16, 17, 98, 100, 101, 102, 103,
Staatsrecht, 16, 25, 26, 18, 41, 51, 68 105
37, 60, 62, 64, 70, 80, Ulpian, 102 Verwaltungsrechtlehre,
124, 349, 354, 355, Umar ibn Khattab, 110 42 Z
360 Undang-Undang Visser’t, 275, 278, 282,
Staatswissenschaft, 43 Merton, 92 283, 284, 291, 292,
Zainal Abidin Ahmad,
status quo, 99 Uni Eropa, 6, 68, 69, 79 294, 297, 299, 354
107
Statute Law, 190 Uni Soviet, 20 Zaire, 189
Stellinga, 61, 62, 63 Universitas Salzburg, 67,
stelselmatigheid, 37 68
Stoic, 103 Universitas Vienna, 67,
struktural, 66, 328, 333 68
Struycken, 141, 267

375 376
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

3. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakar-


TENTANG PENULIS ta (1986-1990), dan Van Vollenhoven Institute, serta
Rechts-faculteit, Universiteit Leiden, program doctor
by research dalam ilmu hukum (1990).
4. Post-Graduate Summer Refreshment Course on Le-
gal Theories, Harvard Law School, Cambridge,
Massachussett, 1994.
5. Dan berbagai short courses lain di dalam dan luar
negeri.

Pengabdian dalam Tugas Pemerintahan dan


Jabatan Publik lainnya:
1. Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia se-
jak tahun 1981 sampai sekarang. Sejak tahun 1998
diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara,
Nama : Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
dan sejak 16 Agustus 2003 berhenti sementara seba-
Lengkap
gai Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama menduduki
Alamat : Jl. Widya Chandra III No. 7,
jabatan Hakim Konstitusi, sehingga berubah status
Rumah Jakarta Selatan.
menjadi Guru Besar Luar Biasa.
Telp.: 021-5227925.
2. Anggota Tim Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Repu-
HP : 0811-100120.
blik Indonesia, 1988-1993.
Email : jiMLY21@Hotmail.com
3. Anggota Kelompok Kerja Dewan Pertahanan dan Ke-
Alamat : Mahkamah Konstitusi Republik
amanan Nasional (Wanhankamnas), 1985-1995.
Kantor Indonesia
4. Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6-
Hukum (DPKSH), 1999.
7, Jakarta Pusat.
5. Ketua Bidang Hukum Tim Nasional Reformasi Nasi-
Telp/Faks.: 021-3522087.
onal Menuju Masyarakat Madani, 1998-1999, dan
Email :
Penanggungjawab Panel Ahli Reformasi Konstitusi
jimly@mahkamahkonstitusi.go.id
(bersama Prof. Dr. Bagir Manan, SH), Sekretariat
Pendidikan: Negara RI, Jakarta, 1998-1999.

6. Anggota Tim Nasional Indonesia Menghadapi Tan-


1. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
tangan Globalisasi, 1996-1998.
1982 (Sarjana Hukum).
7. Anggota Tim Ahli Panitia Ad Hoc I (PAH I), Badan
2. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakar-
Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
ta, 1984 (Magister Hukum).
Indonesia dalam rangka Perubahan Undang-Undang
Dasar 1945 (2001).

377 378
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

8. Senior Scientist bidang Hukum BPP Teknologi, Ja- 20. Guru Besar Tidak Tetap pada Fakultas Hukum ber-
karta, 1990-1997. bagai Universitas Negeri dan Swasta di Jakarta,
9. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repu- Yogyakarta, Surabaya, dan Palembang.
blik Indonesia, Jakarta, 1993-1998.
10. Anggota Tim Pengkajian Reformasi Kebijakan Pen - Publikasi Ilmiah:
didikan Nasional Departemen Pendidikan dan Ke- 1. Gagasan Kedaulatan dalam Konstitusi dan Pelak-
budayaan, Jakarta, 1994-1997. sanaannya di Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru-van
11. Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia bidang Hoeve, 1994.
Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, 2. Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:
1998-1999 (Asisten Wakil Presiden B.J. Habibie yang Angkasa, 1995.
kemudian menjadi Presiden RI sejak Presiden 3. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen da-
Soeharto mengundurkan diri pada bulan Mei 1998). lam Sejarah, Jakarta: UI-Press, 1996.
12. Diangkat dalam jabatan akademis Guru Besar dalam 4. Agenda Pembangunan Hukum di Abad Globalisasi,
Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univer- Jakarta: Balai Pustaka, 1997.
sitas Indonesia, Jakarta, 1998. 5. Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara
13. Koordinator dan Penanggungjawab Program Pasca Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, Jakarta:
Sarjana Bidang Ilmu Hukum dan Masalah Kenegara- Universitas Indonesia, 1998.
an, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 6. Reformasi B.J. Habibie: Aspek Sosial, Budaya dan
2000-2004. Hukum, Bandung: Angkasa, 1999. Edisi bahasa Ing-
14. Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia, geris Habibie’s Reform: Socio-Cultural Aspect and
2001-SE karang. the Legal System, Bandung: Angkasa, 1999.
15. Penasehat Ahli Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002- 7. Islam dan Kedaulatan Rakyat, Jakarta: Gema
2003. Insani Press, 1997.
16. Penasehat Ahli Menteri Perindustrian dan Perda- 8. Teori dan Aliran Penafsiran dalam Hukum Tata
gangan Republik Indonesia, 2002-2003. Negara, Jakarta: InHilco, 1998.
17. Anggota tim ahli berbagai rancangan undang- 9. Pengantar Pemikiran Perubahan Undang-Undang
undang di bidang hukum dan politik, Departemen Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
Dalam Negeri, Departemen Kehakiman dan HAM, 1945, Jakarta: The Habibie Center, 2001.
serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 10. Konsolidasi Naskah UUD 1945 Pasca Perubahan
sejak tahun 1997-2003. Keempat, Jakarta: PSHTN FHUI, 2002.
18. Pengajar pada berbagai Diklatpim Tingkat I dan 11. Mahkamah Konstitusi: Kompilasi Ketentuan UUD,
Tingkat II Lembaga Administrasi Negara (LAN) UU, dan Peraturan tentang Mahkamah Konstitusi
sejak tahun 1997-SEKA rang. di 78 Negara, Jakarta: PSHTN-FH-UI, 2003.
19. Pengajar pada kursus KSA dan KRA LEMHANNAS 12. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Ke-
(Lembaga Pertahanan dan Keamanan Nasional) se- kuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH-UII-
jak 2002-Sekarang. Press, 2004.

379 380
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

13. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakar- 25. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Kons-
ta: MKRI-PSHTN FHUI, 2004. titusi Press (bekerjasama dengan PT Syaamil Cipta
14. Memorabilia Dewan Pertimbangan Agung Repu- Media, Bandung), 2006.
blik Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2005. 26. Ratusan makalah yang disampaikan dalam berbagai
15. Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, forum seminar, lokakarya dan ceramah serta yang
Jakarta: Konstitusi Press, (cetakan pertama 2004, dimuat dalam berbagai majalah dan jurnal ilmiah,
cetakan kedua 2005). ataupun dimuat dalam buku ontologi oleh penulis
16. Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai lain berkenaan dengan berbagai topik.
Negara, Jakarta: Konstitusi Press (cetakan pertama
April 2005, cetakan kedua Mei 2005).
17. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai
Politik, dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Konsti-
tusi Press (cetakan pertama Juli 2005).
18. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Poli-
tik, dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Setjen dan
Kepaniteraan MKRI (cetakan pertama November
2005).
19. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakar-
ta: Konstitusi Press (cetakan pertama Juli 2005).
20. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakar-
ta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI (cetakan pertama
November 2005).
21. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta:
Yarsif Watampone (cetakan pertama November
2005).
22. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta:
Setjen dan Kepaniteraan MKRI (cetakan pertama
November 2005).
23. Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Ja-
karta: Konstitusi Press (cetakan pertama Oktober
2005).
24. Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Ja-
karta: Konstitusi Press (cetakan kedua Februari
2006).

381 382

Anda mungkin juga menyukai