id
BAB III
Siswa, dimana Taman Siswa merupakan suatu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk
menciptakan masyarakat tertib dan damai. Taman Siswa maupun Organisasi Wanita
Taman Siswa mempunyai tujuan untuk mewujudkan anak didiknya menjadi manusia
yang berbudaya dan berkesadaran nasional. Sejak Nyi Hadjar Dewantara dan Organisasi
Wanita Taman Siswa berperan serta dalam Taman Siswa yang secara resmi pada tanggal
31 Maret 1931, maka permasalahan kaum wanita di lingkugan Taman Siswa Yogyakarta
mulai mendapat perhatian, diantaranya adalah masalah pendidikan dan pengajaran bagi
kaum wanita, masalah pelanggaran adab dan kesopanan terhadap wanita, serta masalah
sebagaimana laki-laki. Adab dan kesopanan bagi kaum wanita juga diajarkan di Sekolah
Peranan Organisasi Wanita Taman Siswa dalam emansipasi bagi kaum wanita di
1
Tim Penulis Badan Pusat Wanita Taman Siswa, Kenangan Tujuh Dasawarsa
Wanita Taman Siswa, (Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Taman Siswa, 1992), hlm.23.
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
kaum wanita yang dilakukan dengan dua cara, yaitu peran ke dalam dan peran ke luar.
Peran ke dalam Organisasi Wanita Taman Siswa yaitu membantu Taman Siswa dalam
kewanitaan seperti membantu Taman Siswa dalam menentang peraturan dari pemerintah
pendidikan. Sedangkan peran keluar Organisasi Wanita Taman Siswa yaitu aktif
memperjuangkan peningkatan derajat dan martabat kaum wanita dengan cara menjalin
Nasionalisme diajarkan kepada para perempuan yang bersekolah di Taman Siswa agar
para perempuan tersebut lebih berjiwa nasional sehingga dapat membangun bangsa dan
negaranya sendiri yang pada masa itu masih dijajah oleh pemerintah Belanda.
Kebudayaan diajarkan kepada para perempuan agar mereka juga ikut melestarikan
kebudayaan milik bangsa sendiri agar tidak tergeser oleh kebudayaan yang dibawa oleh
sekolah untuk mengajarkan bahasa Belanda. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa
pelajaran sejarah, seni, sastra, agama, dan pendidikan jasmani. Pengajaran pengetahuan
2
Buku Peringatan Taman Siswa, Taman Siswa 60 Tahun 1922-1982, (Yogyakarta:
Percetakan Taman Siswa, 1982), hlm.88.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
politik lebih bertujuan untuk modal kaum Wanita Taman Siswa berperan ke luar, yaitu
berasal dari bahasa Jawa yang berarti mengasuh, dengan pola belajar "asah, asih dan
asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku sebagai
pemimpin yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat memberikan motivasi dan di
contoh yang baik kepada anak didiknya karena para pengajar inilah yang nantinya akan
memberikan pengaruh terhadap perilaku para siswa yang ada di Taman Siswa. Asih yang
berarti di tengah-tengah dapat memberikan motivasi yaitu para pengajar di Taman Siswa
berusaha untuk bisa menjadi teman bagi para siswa yang ada di Taman Siswa sehingga
para siswa tersebut tidak merasa segan untuk bertanya apabila mereka merasa ingin
mengetahui jawaban akan suatu hal sekaligus memberikan semangat kepada para
siswanya untuk aktif belajar. Di belakang menjadi pengawas diharapkan apabila ada
murid di Taman Siswa yang melakukan kesalahan dapat segera ditegur dan diberi tahu
Prinsip pengajaran dari Organisasi Taman Siswa inilah yang kemudian dikenal
dengan pola kepemimpinan: "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut
3
Buku Peringatan Tamansiswa, op.cit., hlm. 89.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
wuri handayani". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri
kepemimpinan nasional. 4
Peran ke dalam dari Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta ini diharapkan
mampu memberikan bekal kepada pada wanita yang belajar di Sekolah Taman Siswa
untuk mengembangkan peran ke luar bagi Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta,
dimana mereka akan bekerja sama dengan organisasi wanita lainnya untuk meningkatkan
harkat dan martabat kaum wanita dalam perjuangan emansipasi kaum wanita.
Peran ke luar dari Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta adalah melakukan
kerjasama dengan organisasi wanita lainnya di Indonesia. Pada tanggal 31 Maret 1931,
Wanita Taman Siswa sebagai organisasi yang menjadi bagian dari Taman Siswa. Setelah
menjadi bagian dari Taman Siswa, Wanita Taman Siswa memulai kegiatan ke luar
dengan melakukan dan mengikuti konggres yang bersifat nasional dengan berbagai
Konggres Perikatan Perkumpulan Isteri Indonesia pada tanggal 6-8 Mei 1933 di Jakarta,
Konggres Perempuan Indonesia II pada tanggal 20-24 Juli 1935 di Jakarta, Konggres
4
Buku Peringatan Tamansiswa, op.cit., hlm. 90.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
Perempuan Indonesia III pada tanggal 23-27 Juli 1938 di Bandung, dan Konggres
Konggres Perempuan Indonesia I adalah puncak dari kegiatan Konggres Pemuda yang
kedudukan wanita dalam perkawinan, poligami, dan edukasi. Masalah kedudukan wanita
di dalam perkawinan dan poligami masih dianggap tidak diberikan hak yang pantas
dibandingkan dengan kaum laki-laki karena kaum laki-laki bebas untuk mempunyai
banyak istri, bebas untuk melakukan perkawinan dan perceraian sehingga kaum
perempuan merasa kurang dihargai. Masalah edukasi yang dibicarakan adalah masalah
pendidikan bagi kaum perempuan khususnya perempuan muda banyak yang belum
nasional melawan penjajahan tidak menjadi pokok bahasan dalam konggres ini.
ini menjalin kerja sama dengan pemerintah kolonial yang berkuasa pada masa itu. Hal ini
5
Fauzi Rizal, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1993) hlm. 43.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
mempunyai arti bahwa konggres perempuan yang dilaksanakan tersebut memiliki status
legal dan legalitas konggres diakui oleh pemerintah kolonial. Ini merupakan strategi dari
organisasi-organisasi wanita agar para perempuan tidak takut untuk masuk dan
perkumpulan perempuan karena merasa berhasil terhadap penerapan politik etis, juga
karena adanya anggapan dari masyarakat bahwa organisasi wanita di Indonesia bersifat
sosial dan tidak mengandung muatan politik. Karena medapat persetujuan dan diawasi
oleh pemerintah kolonial itulah mengapa dalam Konggres Perempuan Indonesia I tidak
menjadikan masalah politik sebagai bahasan utama yang dibicarakan di dalam konggres.6
dihadiri oleh perwakilan dari berbagai perkumpulan wanita di Indonesia antara lain, Putri
Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari Ambon,
Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri Boedi Sedjati,
rapat terbuka. Topik yang diangkat saat ini di antaranya adalah kedudukan perempuan
Poligami yang dilakukan oleh kaum laki-laki juga jarang mendapatkan persetujuan dari
pihak istri tua namun laki-laki mengabaikannya, serta pendidikan untuk anak perempuan
masih sangat kurang. Topik tentang perkawinan dan pendidikan bagi kaum perempuan
6
Fauzi Rizal, Dinamika, op.cit., hlm. 45.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
belakang agama seperti Aisjiah dan Jong Islaminten Bond bagian Wanita berpegang
kepada ajaran agama yang menempatkan derajat kaum perempuan adalah di bawah kaum
laki-laki. Akan tetapi, berbagai perbedaaan itu tidak kemudian menentang suatu
kenyataan yang diyakini bersama, yaitu perlunya perempuan untuk lebih maju.Kongres
2) Pada waktu menikah supaya pemberian keterangan mengenai taklik (janji dan
syarat-syarat perceraian)
3) Supaya diadakan peraturan untuk memberikan uang atau beasiswa kepada janda-
Selain menghasilkan empat buah mosi, para organisasi wanita yang menghadiri
anak perempuan. Perdagangan anak-anak terjadi antara lain disebabkan karena hutang
penduduk pribumi terhadap etnis Cina. Para petani meminjam uang kepada juragan Cina
dengan bunga yang sangat tinggi menyebabkan para petanitidak dapat mengembalikan
hutangnya sehingga sering anak gadis petani dijadikan alat untuk membayar hutang
7
Kowani, Peringatan 50 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta:
Percetakan Negara, 1958), hlm.28.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
juga mengawasi masalah perburuhan yang menjadikan perempuan sebagai buruh yang
dipekerjakan dengan bayaran yang kurang layak agar para perempuan yang menjadi
Konggres Perikatan Perkumpulan Istri dilaksanakan pada 6-8 Mei 1933 di Jakarta yang
dipimpin oleh Ibu Suwandi yang diikuti oleh organisasi-organisasi wanita antara lain
Putri Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari
Ambon, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri Boedi
Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa yang sebagian besar anggotanya
hampir sama dengan Konggres Perempuan Indonesia I. Konggres ini menghasilkan dua
keputusan, yaitu:
seputar perkawinan untuk kaum perempuan, khususnya poligami, kawin paksa serta
perkawinan anak-anak. Tujuan dari Konggres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia ini
adalah meningkatkan nasib dan derajat kaum perempuan Indonesia dengan tidak
8
Kowani, op.cit., hlm. 30.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
pada 20-24 Juli 1935 di Jakarta dan dipimpin oleh Nyi Sri Mangunsarkoro. Perkumpulan
wanita yang mengikuti konggres ini antara lain Wanita Katolik Indonesia, Poetri
Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Aijsiah, Istri Sedar, Wanita Tamansiswa, Mardi Poetri
dari Pemalang, Pasundan Istri dari Bandung, Sarekat Rukun Isteri dari Makasar,
Perkumpulan Rukun Isteri dari Tangerang, Partai Muslimin Indonesia (PARMI) Bagian
Isteri dari Padang, Persatuan Isteri Andalas dari Bandung, Isteri Sedar dari Mataram,
Wanita Tamansiswa dari Bandung, Persaudaraan Isteri dari Bandung, Persatuan Isteri
dari Jakarta, Isteri Indonesia dari Jakarta, Wanita Oetama dari Mataram, Putri Budi
Sedjati dari Surabaya, Sancoyo Rini dari Sala, Persatuan Isteri Indonesia dari Surabaya,
Darmo Laksmi dari Salatiga, Kautaman Isteri dari Medan, Wanoto Kencono dari
Banjarmasin, Seri Darma dari Sala, Partai Sarekat Islam Indonesia bagian Isteri dari
Garut, Wanito Sedjati dari Bandung dan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya
9
Kowani, op.cit., hlm. 31.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
lain yang ada di Indonesia dan menjaga komunikasi untuk memperbaiki nasib kaum
perempuan yang ada di Indonesia, maksudnya adalah memajukan pendidikan bagi kaum
wanita dan memperjuangkan emansipasi bagi kaum wanita agar dapat berkontribusi
layaknya kaum laki-laki dalam memajukan bangsa Indonesia. Konggres ini ingin
menyadarkan kepada kaum wanita bahwa kaum wanita juga memerlukan pendidikan
yang layak dan ikut berperan dalam memajukan bangsa Indonesia namun tidak
melupakan kodratnya bahwa mereka akan menjadi seorang istri yang tetap mengabdi
kaum perempuan dengan memberikan mereka pendidikan di sekolah seperti yang telah
10
Kowani, op.cit., hlm.34.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
memajukan kaum perempuan dalam Konggres Perempuan Indonesia III sesuai dengan
keputusan yang dihasilkan pada Konggres Perempuan Indonesia II, yaitu organisasi-
organisasi wanita yang ada di Indonesia melaksanakan konggres setiap tiga tahun sekali.
Bandung yang dipimpin oleh Ibu Emma Puradiredja. Konggres Perempuan Indonesia III
mempunyai tujuan:
Indonesia III adalah, Sarekat Islam Jakarta dari Jakarta, Wanita Sedjati dari Bandung,
Penulung Wanodiyo dari Bandung, Pasundan Isteri H.B. dari Bandung, Isteri Kutaraja
dari Kutaraja, Hoofdestur Jong Islamieten Bond Dames Afdeling (JIBDAN) dari
Semarang, Pengurus Besar Isteri Indonesia dari Semarang, Pengurus Besar Wanita
Tamansiswa dari Yogyakarta, Putri Budi Sedjati dari Surabaya, Persatuan Isteri Pegawai
Bumiputera (PIPB) dari Jakarta, Perukunan Isteri Denpasar dari Denpasar, Persaudaraan
Isteri dari Bandung, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSSI) Bagian Isteri dari Jakarta dan
11
Kowani, op.cit., hlm. 51.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
Anak-anak (P4A).
tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, karena pada tanggal 22 Desember 1933
Indonesia III agar tetap terhubung dengan organisasi-organisasi wanita yang ada di
Indonesia dan untuk memperjuangkan anak-anak perempuan yang masih belum diberi
yang masih buta huruf. Lebih memperhatikan kaum buruh perempuan yang dianggap
kurang mendapatkan perlakuan yang baik seperti upah bayaran yang tidak sepantasnya.
Selain itu maraknya perdagangan perempuan juga diawasi oleh badan P4A yang dibentuk
12
Kowani, op.cit., hlm.53.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
dalam Konggres Perempuan Indonesia III. Setelah itu, Organisasi Wanita Taman Siswa
Indonesia IV mepunyai tujuan yang sama dengan Konggres Perempuan Indonesia III.
adalah, Pasundan Isteri, Puspo Rinonce, Sarekat Istri Indonesia, Budi Rini, Putri Budi
Sedjati, Wanita Tamansiswa, Sancoyo Rini, Persatuan Putri, Pengurus Besar Aisyiyah,
Pergerakan Istri Partai Sarekat Islam Indonesia, Susilo Retno dan Pengurus Besar Isteri
menengah.
Indonesia Berparlemen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
4) Mengirim mosi kepada pemerintah agar hak memilih diberikan untuk kaum
wanita Indonesia.13
Belanda sebagai bahasa pengantar untuk mendidik para siswanya. Hal ini juga terjadi di
pemerintah Hindia Belanda mempunyai hak untuk mengurus sekolah-sekolah yang tidak
Belanda harus dipatuhi oleh Sekolah Taman Siswa Yogyakarta dan secara otomatis
Wanita Taman Siswa juga harus mentaatinya. Ijin mengajar bagi para guru dan isi dari
13
Kowani, Peringatan 50 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia,
(Jakarta: Percetakan Negara, 1958), hlm.58.
14
Kowani, Peringatan 30 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia 22
Desember 1928 – 2 Desember 1958, (Jakarta: Percetakan Negara, 1958), hlm. 42.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
pelajaran yang diajarkan di Taman Siswa Yogyakarta harus sesuai ijin serta pengawasan
dari pemerintah Hindia Belanda. Hal ini bermaksud agar sekolah-sekolah tidak
Hadjar Dewantara atas nama Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa Yogyakarta
menentang dengan peraturan Onderwijs Ordonnantie yang dibuat oleh pemerintah Hindia
tidak berada dalam pengawasan pemerintah Belanda karena dianggap telah merampas
kemerdekaan Sekolah Taman Siswa maupun Taman Siswa Wanita Yogyakarta untuk
Ki Hadjar Dewantara menyebabkan sekolah Taman Siswa ditutup dan disegel oleh
pemerintah Hindia Belanda, namun hal ini tidak menyurutkan keinginan Ki Hadjar
Dewantara untuk menentang Onderwijs Ordonnantie. Hal yang sama juga dilakukan oleh
Nyi Hadjar Dewantara selaku pemimpin dari Organisasi Wanita Taman Siswa
yang mengajar untuk sekolah Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa, sehingga para
murid yang menjadi siswa di Taman Siswa maupun Wanita Taman Siswa mendatangi
rumah guru yang bersedia menjadi sukarelawan yang mau rumahnya dijadikan tempat
15
Soeratmi Iman Soedijat, Peran Wanita Pejuang Meraih Kemerdekaan,
(Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Taman Siswa, 1977), hlm.88.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
kaum wanita pada khususnya dan bagi penduduk pribumi pada umumnya yang dilakukan
oleh Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa telah menyudutkan pemerintah Hindia
Belanda karena rakyat Indonesia pada umumnya dan Yogyakarta pada khususnya merasa
pendidikan yang layak tanpa adanya pengawasan dari pihak pemerintah Belanda. Tidak
disadari oleh pemerintah Hindia Belanda, bahwa peraturan Onderwijs Ordonnantie telah
rakyat Indonesia tersebut pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda menarik kembali
peraturan Onderwijs Ordonnantie, sehingga Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa
dapat dibuka kembali dan bisa melaksanakan kegiatan pendidikan secara normal.16
Kesulitan perjuangan Wanita Taman Siswa Yogyakarta tidak hanya pada masa
pemerintahan Hindia Belanda saja. Masa pemerintahan Jepang juga merupakan masa
yang sulit untuk melakukan perjuangan emansipasi bagi kaum perempuan. Tanggal 20
Maret 1942 pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan yang berisi melarang kegiatan
politik, dan membubarkan semua perkumpulan atau organisasi yang ada dan kemudian
16
Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta:
Rajawali, 1984), hlm.78.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
yang tidak berada di bawah pengawasan pemerintah Jepang ini adalah ditutupnya
pemerintah Jepang. Organisasi Wanita Taman Siswa secara otomatis mengikuti setiap
keputusan yang diberlakukan kepada Organisasi Taman Siswa, sehingga kegiatan belajar-
mengajar bagi kaum wanita sendiri menjadi terhambat dan terhalang dengan adanya
keputusan, yaitu membuka Taman Tani, Taman Guru, serta Taman Rini. Khusus Taman
Rini adalah untuk pendidikan bagi kaum perempuan sebagai pengganti dari
dibubarkannya Organisasi Wanita Taman Siswa oleh pemerintah Jepang, sehingga para
murid perempuan yang dahulunya bersekolah di Wanita Taman Siswa dapat kembali
melanjutkan pendidikannya.17
Pada masa pendudukan pemerintah Jepang, organisasi kaum wanita tidak dapat
mengadakan hubungan antar organisasi karena mendapat pengawasan yang cukup ketat
dari pemerintahan agar tidak ada perlawanan dari dasar yang berasal dari kegiatan
berorganisasi kaum perempuan untuk menentang pemerintah Jepang yang dirasa tidak
17
Sukanti Suryochondro, op.cit., hlm. 80.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
sendiri banyak yang mengikuti organisasi wanita bentukan Jepang, yang diberi nama
Fujinkai. Tujuan dari para wanita mengikuti organisasi Fujinkai bentukan pemerintah
Jepang adalah agar tidak menghilangkan kemampua mereka dalam berorganisasi serta
18
Kowani, Peringatan 50 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia,
(Jakarta: Percetakan Negara, 1958), hlm.93.
commit to user