Anda di halaman 1dari 11

BAB III

FAKTOR PEMBENTUK TANAH

Proses Pembentukan tanah yang dimulai dari bahan induk hingga menjadi tanah di bahas dalam
genesa tanah (pedogenesa). Syarat utama terbentuknya tanah ada 2 yaitu (1) tersedianya bahan
asal atau bahan induk, dan (2) adanya faktor yang mempengaruhi bahan asal atau bahan induk
tanah hingga menjadi tanah. Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi proses pembentukan
tanah. akan tetapi menurut Jenny (1941) ada 5 faktor yang dianggap paling penting yaitu (1) Iklim,
(2) Organisme, (3) Bahan Induk, (4) Relief/Topografi, (5) Waktu. Ke lima factor pembentuk tanah
tersebut dapat disajikan dengan rumusan matematik umum berupa persamaan faktorial –
fungsional sebagai berikut:

S = f ( C, O, P, R, T )

Keterangan:
S = Soil (tanah)
f = factor (faktor)
C = Climate (iklim)
O = Organism (organisme)
P = Parent rock (bahan/batuan induk)
R = Relief (topografi)
T = Time (waktu )
Pengaruh ke lima faktor tersebut dalam pembentukan tanah ditunjukkan pada Gambar 3.1

ORGANISME

Manusia
IKLIM
Curah hujan
Hewan dan
Tumbuhan
Suhu
Tanah

Sifat Fisik Ketinggian


Lereng
BAHAN Sifat Kimia Kedalaman air tanah
INDUK

Muda
TOPOGRAFI /
Tingkat Perkembangan

RELIEF
Dewasa
Tua

WAKTU

Gambar.3.1. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah

3.1. IKLIM
Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan tanah. Suhu dan
curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika di dalam tanah yang
menentukan watak pelapukan yang terjadi, yang selanjutnya berpengaruh terhadap perkembangan
profil tanah. Setiap naik 10 o C, maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat. Reaksi-reaksi oleh
mikro organisme juga sangat dipengaruhi oleh suhu tanah.
Menurut Isa Darmawijaya (1990), pengaruh suhu terhadap pembentukan tanah dapat terjadi
dalam dua cara yaitu:
a. Memperbesar evapo-transpirasi, sehingga mempengaruhi pula terhadap gerakan air
dalam tanah
b. Mempercepat reaksi kimia dalam tanah.
Apabila diperhatikan lebih lanjut sebenarnya yang berpengaruh terhadap pembentukan tanah
adalah jumlah air yang dikandung tanah pada saat irtu. Berkaitan dengan hal tersebut yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana selisih air dalam tanah karena pengaruh presipitasi dan
evapotranspirasi.
Pengaruh iklim secara tegas dapat bekerjasama dengan factor lain dalam pembentukan
tanah. Di daerah lembab, curah hujan yang melimpah memberikan lingkungan yang
menguntungkan bagi pertumbuhan pohon-pohon, seperti yang terjadi pada hutan hujan tropis
(tropical rain forest). Iklim memberikan sebagian pengaruhnya melalui faktor pembentuk tanah
yang lain yaitu organisme/jasad hidup.

3.2.ORGANISME
Semua organisme/mahluk hidup yang mencakup vegetasi, manusia, dan jasad hidup tanah,
baik pada waktu hidupnya maupun sesudah mati, mempunyai pengaruh terhadap pembentukan
tanah. Diantara mahluk hidup yang paling berpengaruh secara alami adalah vegetasi, karena
vegetasi berkedudukan tetap untuk waktu yang lama, sedangkan hewan berpengaruh secara tidak
langsung melalui vegetasi. Pengaruh ini tampak pada sifat-sifat tanah antara lain pada kandungan
C, N, pH, % bahan organic dan lain-lainnya.
Manusia dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pembentukan tanah
baik melalui vegetasi penutup maupun melalui penggunaan lahan. Pengaruh manusia dalam
menggunakan vegetasi penutup dapat mengurangi erosi yang dapat memperlambat hilangnya
mineral tanah. Manusia dengan berbagai teknologinya akan mempengaruhi pembentukan tanah,
misalnya dalam bercocok tanam (pengolahan tanah, pengairan, pemupukan), dan juga dalam
penggunaan lahan untuk permukiman.
Akumulasi bahan organik, daur (cyclus) unsur hara dan pembentukan struktur tanah yang
stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme di dalam tanah. Disamping itu unsur N dapat
diikat di dalam tanah maupun yang bersimbiosis dengan tanaman. Demikian pula vegetasi yang
tumbuh di tanah tersebut dapat merupakan pencegah terjadinya erosi tanah, sehingga dapat
berfungsi membatasi jumlah kehilangan tanah (soil Loss).
Pembentukan tanah dimulai saat vegetasi mendapatkan tempat berpijak untuk hidup pada
suatu batuan. Batuan yang ditempatinya akan mengalami pelapukan, yang selanjutnya hasil
lapukan batuan akan menjadi bahan tanah terbaru, dan pada saat itulah perkembangan profil tanah
akan dimulai. Vegetasi mengambil unsur hara dari dalam tanah, lalu di olah melalui fotosintetis
pada daun, dan akhirnya daun setelah tua jatuh menjadi humus. Daun, ranting yang jatuh serta
tanaman yang telah mati akan membentuk bahan organic. Adanya bahan organic akan memberikan
media kehidupan bagi jasad hidup tanah. Kegiatan jasad hidup tanah menghancurkan dan
menguraikan bahan organic menghasilkan asam-asam organic dan anorganik yang dapat
melapukkan batuan. Penimbunan bahan organik, peredaran unsur hara, kemantapan struktur tanah,
percampuran profil tanah, semuanya dimungkinkan denga adanya jasad hidup tanah.
Jasad hidup dalam tanah atau jasad renik (mikro-organisme) dalam tanah mempunyai
peranan penting dalam proses:
a. Dekomposisi sisa-sisa jasad hidup, seperti dekomposisi karbohidrat, dekomposisi selulosa,
dekomposisi protein, dekomposisi lignin, maupun transformasi lemak.
b. Pembentukan humus (humification) dan pemecahan humus (mineralisation).
c. Peredaran N dalam tanah, yang dapat berupa: nitrifikasi, denitrifikasi, amonifikasi dan fiksasi-
N.
d. Perubahan bentuk unsure-unsur lain, seperti Sulfur, Pospor, Fe, K, Ca, As dan Se.
e. Homogenisasi bahan-bahan dalam tanah.
Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah di daerah-daerah beriklim sedang seperti
Eropa dan Amerika adalah sangat nyata. Vegetasi hutan biasanya membentuk tanah-tanah hutan
dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput membentuk tanah-tanah berwarna hitam karena
banyak kandungan bahan organik yang berasal dari akar-akar dan sisa-sisa rumput.
Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman juga berpengaruh terhadap sifat-
sifat tanah. Misalnya jenis cemara akan memberi kation-kation logam seperti Ca, Mg dan K yang
relatif rendah. Daur unsur-unsur hara di bawah tanaman-tanaman tersebut rendah apabila
dibandingkan dengan pengaruh jenis-jenis tanaman yang berdaun lebar yang sifat seresahnya lebih
banyak mengandung unsur-unsur basa. Akibatnya tanaman di bawah pohon pinus derajat
keasamannya lebih tinggi dari pada di bawah pohon jati. Disamping itu pencucian unsur-unsur
basa di bawah pohon pinus lebih intensif dari pada di bawah pohon jati.
Cacing sangat efektif dalam dekomposisi seresah. Pada malam hari dia membawa guguran
daun rerumputan ke dalam lubangnya dan mencampurnya dengan mineral-mineral tanah.
Semut menyusup ke dalam tanah dan mengangkut bahan-bahan dari dalam tanah ke
permukaan tanah sambil membangun sarang-sarangnya berupa bukit-bukit kecil. Rayap seperti
halnya semut, menggali lubang dalam tanah dan membangun sarangnya berupa bukit-bukit kecil
di permukaan tanah.

3.3.BAHAN INDUK TANAH


Jenny (1941) menyebutkan bahwa bahan induk adalah keadaan tanah dalam kondisi nol
(time zero) dari proses pembentukan tanah. Dalam pembentukan tanah sifat-sifat bahan induk
biasanya masih tetap terlihat. Bahan induk dianggap sebagai factor pembentuk tanah yang amat
penting oleh para perintis pedologi (Dokuchaev, 1883), sehingga klasifikasi dan survei tanah pada
waktu itu di dasarkan bahan induk, dan pemberian nama tanah juga mengikuti nama bahan
induknya seperti tanah granit, tanah andesit, tanah abu volkan, dan sebagainya.
Umumnya tanah di permukaan bumi memperlihatkan sifat-sifat kimia yang hampir sama
dengan bahan induknya. Tanah yang menunjukkan sifat-sifat yang sama dengan bahan induknya
digolongkan tanah endodynamomorf, sedangkan tanah yang memperlihatkan sifat-sifat yang lain
dari bahan induknya digolongkan tanah excodynamomorf. Pada tanah-tanah muda atau pada
tanah di daerah kering umumnya sifat bahan induk dan sifat tanah terlihat lebih jelas, sedangkan
pada tanah tua atau tanah di daerah basah hubungan antara bahan induk dengan sifat tanah menjadi
kurang jelas.
Sifat-sifat penting yang berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk adalah: (a)
tekstur batuan, (b) struktur batuan, (c) Kemasaman, (d) kadar Ca yang dikandung oleh bahan
induk.
Tekstur batuan berpengaruh pada tekstur tanah yang selanjutnya menentukan dalamnya
profil tanah. Makin ringan teksturnya/halus makin dalam profil tanahnya. Granit yang bertekstur
kasar di daerah beriklim humid-sedang lebih cepat mengalami pelapukan dari pada granit yang
bertekstur halus, meskipun mempunyai susunan mineral dan kimia yang sama.
Perbedaan struktur batuan juga mempengaruhi tanah yang terbentuk. Abu Volkanik yang
halus atau berstruktur lepas dapat mengalami pelapukan yang sempurna, dan Obsidian dapat lapuk
dalam lapisan tanah yang dangkal (Mohr, dalam Isa Darmawijaya, 1997). Batuan Volkanik dapat
membentuk tanah Lotosol. Di Indonesia batuan basalt dapat membentuk tanah lotosol merah tua,
dan batuan andesit dapat membentuk tanah lotosol merah.
Perbedaan kemasaman batuan akan memperlihatkan warna tanah yang berbeda. Batuan
induk yang masam dapat memberikan warna yang cerah pada tanah, sedangkan batuan induk yang
basa atau bersifat alkalis akan memperlihatkan warna yang kelam.
Bahan induk yang mengandung Ca akan membentuk tanah yang mengandung ion-ion Ca
yang relatif banyak sehingga dapat menghindarkan pencucian asam silikat dan menghasilkan tanah
yang mempunyai perbandingan SiO2 yang tinggi dan menjadikan tanah berwarna kelabu.
Batuan yang dapat menjadi bahan induk tanah dibedakan menjadi: (a) batuan beku, (b)
batuan sedimen, (c) batuan metamorf, dan (d) bahan induk organik.

a. Batuan beku
Terbentuk karena adanya pembekuan magma. Batuan beku atas terjadi karena magma membeku
di permukaan bumi (batuan volkanik). Batuan beku gang, terjadi karena magma membeku
diantara sarang magma dan permukaan bumi.
Berdasarkan kandungan Si O2, batuan beku dibedakan menjadi: (1) batuan beku yang bersifat
masam atau banyak mengandung SiO2, akan menghasilkan tanah yang masam; (2) batuan beku
intermedier atau cukup SiO2; (3) dan batuan beku alkalis atau sedikit SiO2, akan menghasilkan
tanah-tanah alkalis, tetapi jika curah hujan tinggi dapat pula membentuk tanah masam. Berikut ini
akan dapat kita lihat Tabel pembagian jenis batuan beku.
Tabel 3.1. Pembagian Jenis Batuan Beku
Batuan beku Jenis Batuan
Batuan Rhyolit Trachit Dasit Andesit Basalt Pikrit
Beku Atas (Liparit)
Batuan Porfir Porfir Porfir Porfir Porfir
Beku Gang Granit Sienit Diorit Diorit Gabro
kwarsa
Batuan Granit Sienit Diorit Diorit Gabro Peridotit
Beku Dalam Kwarsa
(sienit –
kwarsa)
Sifat Makin masam Intermediet Makin Alkalis
(banyak SiO2) (sedikit SiO2 , banyak
mineral kelam )

Bentuk yang khas dari bahan volkanik adalah abu volkan. Abu volkan ada yang banyak
mengandung gelas volkan yang amorf (tipe vitrik) dan ada pula yang mengandung fragmen batuan
(tipe litik). Tanah yang terbentuk dari abu volkan umumnya umumnya subur, misalnya tanah
Andosol (andept).
Di Jawa, dan beberapa tempat di luar Jawa, banyak ditemukan tanah yang berkembang dari bahan-
bahan volkanik. Tanah volkanik umumnya berada di sekitar gunung berapi dan memiliki tingkat
kesuburannya tinggi karena banyak mengandung mineral yang mudah lapuk yang kaya akan
unsure hara, seperti K, Ca, Mg dan sebagainya.

b. Batuan Sedimen
Batuan sedimen tua terdiri dari bahan endapan (umumnya endapan laut) yang sudah
diendapkan berjuta tahun yang lalu, sehingga membentuk batuan yang keras. Contoh dari batuan
endapan yang tua : (1) batu gamping, merupakan endapan laut yang banyak mengandung karang
laut. Sebagian besar terdiri dari Ca CO3 (kalsit) dan Ca Mg (CO3)2 atau dolomit.; (2) batu pasir,
yang banyak mengandung pasir kuarsa atau SiO2 ; (3) batu liat ada yang bersifat masam dan ada
yang alkalis seperti shale/napal dengan kadar liat yang tinggi.
Batuan sedimen muda, biasanya belum menjadi batu. Umumnya diendapkan oleh air, misalnya
yang terjadi di dataran banjir. Ada juga sedimen muda yang merupakan hasil pengendapan angin
misalnya pasir pantai, loess dan sebagainya.
c. Batuan Metamorfose
Batuan beku dan sedimen yan terkena pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi akan menjadi
batuan lain (batuan malihan). Batuan metamorfose umumnya bertekstur lembar (foliated texture)
akibat rekristalisasi dari beberapa mineral dan orientasi mineral menjadi parallel sehingga
terbentuk lembar-lembar. Batuan metamorfose dengan lembar-lembar halus disebut schist
(misalnya mika schist), sedangkan yang dengan lembar-lembar kasar disebut gneiss (misalnya
granit gneis). Ada juga batuan metamorfose yang tidak menunjukkan foliated texture, misalnya
kwarsit (dari batu pasir), dan marmer (dari batu kapur karbonat).

d. Bahan Induk Organik


Pada daerah hutan yang berawa-rawa atau selalu tergenang air, proses penghancuran bahan
organic berjalan lebih lambat daripada proses penimbunan, sehingga terjadilah akumulasi
bahan organic. Adanya akumulasi bahan=bahan organil akan membentuk tanah organic atau
tanah gambut seperti banyak ditemukan di pantai timur Sumatera, pantai barat, selatan, timur
Kalimantan, dan pada pantai selatan Irian Jaya.

3.4.TOPOGRAFI / RELIEF
Topografi suatu daerah dapat mempercepat atau memperlambat pengaruh iklim. Di daerah
yang relatif datar atau cekung kecepatan aliran air lebih lambat dari pada daerah landai atau daerah
miring, sehingga pada daerah yang datar atau cekung pengaruh iklim terhadap pembentukan tanah
tidak/kurang jelas. Pada daerah datar atau cekung dapat dijumpai adanya tanah yang terbentuk
dicirikan oleh warna kelabu atau banyak adanya karatan sebagai akibat adanya penggenangan air.
Pada daerah berombak atau bergelombang drainase tanah umumnya lebih baik dari pada
daerah datar atau cekung, sehingga pengaruh iklim (terutama curah hujan dan suhu) akan lebih
jelas, seperti adanya pelapukan dan pencucian tanah lebih cepat.
Pada daerah perbukitan dan pegunungan seringkali erosi berlangsung dalam tingkat yang
lebih cepat dari pada pembentukan tanah, akibatnya solum tanah yang terbentuk relatif
dangkal/tipis. Sebaliknya pada lereng kaki perbukitan atau pegunungan sering dijumpai tanah yang
relatif dalam akibat penimbunan bahan-bahan yang diendapkan oleh aliran air dari lereng bagian
atas.

3.5.WAKTU
Lamanya bahan induk mengalami pelapukan dan perkembangan tanah memainkan peranan
dalam menentukan jenis tanah yang terbentuk. Tanah merupakan tubuh alam yang terus menerus
berubah, sehingga akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus tanah menjadi semakin tua
dan semakin kurus. Contohnya adalah tanah-tanah mineral yang banyak mengandung unsure hara
telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa.
Adanya proses pembentukan tanah yang terus menerus berlangsung dalam waktu lama, maka
bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa dan tanah tua. Hal
ini dapat dilihat pada gambar 3.2. tentang tingkat perkembangan tanah.
A1
A2
Keterangan: A A
A3
1. Bahan Induk C B1
2. Tanah muda B B2
3. Tanah dewasa C B3
4. Tanah Tua C

1 2 3 4
Gambar. 3.2. Tingkat Perkembangan tanah

Tanah muda ditandai oleh adanya proses pembentukan tanh terutama proses pelapukan
bahan organic dan bahan mineral, percampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan
tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh bahan organic. Sebagai hasilnya adalah
pembentukan horizon A yang berasal dari horizon C. Adapun sifat-sifat tanahnya masih
didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya. Termasuk tanah muda adalah tanah alluvial, regosol
dan litosol.
Tanah dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut, sehingga tanah-tanah muda dapat
berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan adanya pembentukan horizon B. Pada tingkat ini
proses pelapukan mineral dan pencucian unsure hara cukup tersedia. Termasuk pada tingkat tanah
dewasa adalah jenis tanah andosol, latosol, grumusol dan beberapa yang lainnya.
Tanah tua ditandai dengan meningkatnya umur, maka proses pembentukan tanah
berlangsung lebih lanjut, sehingga terjadi perubahan-perubahan yang nyata pada horizon-horison
A dan B. Akibatnya terbentuk horizon-horison A1, A2, A3, B1, B2, B3 dan horizon C. Namun
tidak setiap tanah tua susunan horisonnya seperti itu. Ada yang A1 langsung A3, B1, B3, kemudian
C, dan pada tanah tertentu yang mengalami lipatan dan patahan horisonnya dapat terbalik. Selain
itu proses pencucian unsure-unsur hara juga semakin meningkat sehingga tinggal mineral-mineral
yang sukar lapuk di dalam tanah dan tanah menjadi makin kurus. Termasuk pada tingkat ini adalah
jenis-jenis tanah podsolik, latosol tua (laterik).
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan tanah berbeda-beda, dalam arti tanah
yang berasal dari batuan yang keras akan memerlukan waktu pembentukan tanah relatif lebih lama
dari pada pembentukan tanah yang berasal dari batuan yang lunak dan lepas-lepas.
Sarwono Harjowigeno (1985), bahan induk volkanik lepas-lepas seperti abu volkanik
memerlukan waktu sekitar 100 tahun untuk membentuk tanah muda. Untuk membentuk tanah
dewasa memerlukan waktu sekitar 1000 – 10.000 tahun, misalnya dari batuan induk yang berupa
batuan pasir dan batuan lempung yang belum padu dapat berkembang menjadi tanah, dalam waktu
sekitar 10.000 tahun.Tanah berasal dari abu Gunung Krakatau letusan 1883, membentuk horizon
A setebal 25 cm selama 100 tahun (1883-1983), terutama ditempat-tempat yang tidak terjadi erosi,
sedangkan ditempat yang terjadi erosi, ketebalan horizon A hanya mencapai 5 cm atau kurang.

Periode kering yang cukup panjang dan erosi tanah dapat memperlambat perkembangan
tanah, dalam arti dalam waktu (umur) yang sama tanah disuatu tempat mungkin telah berkembang
lanjut, sedangkan ditempat lain yang beriklim kering atau terus menerus tererosi, mungkin
tanahnya belum berkembang.

Anda mungkin juga menyukai