Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KERTAS KERJA AUDIT DAN PROGRAM KERJA AUDIT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemeriksaan Manajemen


Dosen Pengampu
Moh. Yudi Mahadianto, SE., MM.

Disusun Oleh:
Fida Aghnia 117040067
Mutiara Puteri Rimbani 117040070
Elfa Agnestania 117040079
Ratih Purnama 117040084

3C Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
OKTOBER 2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Kertas Kerja Audit dan
Program Kerja Audit” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian
umatnya hingga akhir zaman.
Dengan segala kemampuan penulis yang terbatas, makalah ini mencoba
menguraikan tentang tema, topik, dan judul. Dan dengan adanya makalah ini diharapkan
sedikit membantu para pembaca dan penulis sendiri dalam memahami cara menentukan
tema, topik, dan judul yang baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritiknya yang bersifat membangun
untuk menyempurnakan makalah ini dengan harapan untuk memperbaiki kualitas
makalah.
Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi kita semua yang membacanya.

Majalengka, 13 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..........................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................6
1.3 Tujuan...................................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.............................................................................................................................7
2.1 Kertas Kerja Audit.............................................................................................................7
2.2 Bentuk dan Isi Kertas Kerja Audit....................................................................................7
2.3 Kertas Kerja Audit..............................................................................................................8
2.4 Persyaratan Kertas Kerja Audit........................................................................................9
2.5 Jenis Kertas Kerja Audit...................................................................................................10
2.6 Tujuan Pembuatan Kertas Kerja.....................................................................................10
2.7 Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja...........11
2.8 Penyimpanan KKA............................................................................................................12
2.9 Manfaat Kertas Kerja Audit.............................................................................................14
2.10 Pengorganisasian Kertas Kerja Audit...........................................................................15
2.11 Program Kerja Audit.......................................................................................................16
BAB III......................................................................................................................................22
ANALISIS KASUS......................................................................................................................22
3.1 Sejarah Asuransi Jiwasraya...........................................................................................22
3.2 Struktur Organisasi Asuransi Jiwasraya................................................................23
3.3 Permasalahan dalam Asuransi Jiwasraya..............................................................23
3.4 Penyebab Terkuaknya Kasus Jiwasraya.................................................................31
3.5 PSAK yang berkaitan dengan Jiwasraya..........................................................................32

3
BAB IV................................................................................................................................................36
PENUTUP...........................................................................................................................................36
4.1 Kesimpulan dan Saran..........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................37

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bukti audit sangat besar pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh
auditor dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya.
Oleh karena itu auditor harus mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang cukup
dan kompeten agar kesimpulan yang diambilnya tidak menyesatkan bagi pihak
pemakai dan juga untuk menghindar dari tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan
di kemudian hari apabila pendapat yang diberikannya tidak pantas. Tipe bukti audit
berupa dokumentasi (bukti dokumenter) juga penting bagi auditor. Namun,
dokumentasi pendukung yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien
merupakan bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya
pengecekan dari pihak luar yang bebas.

Bukti audit yang diperoleh selama pekerjaan lapangan harus didokumentasikan


dengan baik dalam kertas kerja audit, disertai dengan keterangan mengenai klasifikasi
bukti auditnya. Hal tersebut dimaksudkan agar auditor mudah dalam melakukan
analisis dan evaluasi lebih lanjut, sehingga proses pengembangan temuan audit dapat
dilakukan dengan baik berdasarkan unsur-unsurnya.

Kertas kerja (working paper) merupakan mata rantai yang menghubungkan


catatan klien dengan laporan audit. Oleh karena itu, kertas kerja merupakan alat
penting dalam profesi akuntan publik. Dalam proses auditnya, auditor harus
mengumpulkan atau membuat berbagai tipe bukti. Untuk mendukung simpulan dan
pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Untuk kepentingan pengumpulan dan
pembuatan bukti itulah auditor membuat kertas kerja. SA Seksi 339 kertas kerja
memberikan panduan bagi auditor dalam penyusunan kertas kerja dalam audit atas
laporan keuangan atau perikatan audit lainnya, berdasarkan seluruh standar auditing
yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.

5
Kertas kerja audit (KKA) merupakan media yang digunakan auditor untuk
mendokumentasikan seluruh catatan, bukti dan dokumen yang dikumpulkan dan
simpulan yang dibuat auditor dalam setiap tahapan audit. Kertas kerja audit akan
berfungsi mendukung laporan hasil audit. Begitu pentingnya KKA ini sehingga KKA
harus dijaga mutunya melalui proses reviu secara berjenjang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat drumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan kertas kerja audit?

2. Apa manfaat dari kertas kerja audit?

3. Bagaimana pengorganisasian kertas kerja audit?

4. Bagaimana program kerja audit?

5. Bagaimana sejarah terbentuknya asuransi Jiwasraya?

6. Permasalahan apa yang dialami oleh perusahaan asuransi Jiwasraya?

7. Kejanggalan apa yang membuat terkuaknya kasus Jiwasraya?

8. PSAK nomor berapa yang menjadi acuan dalam perusahaan asuransi


Jiwasraya?

1.3 Tujuan
Sehubungan dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah
ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian kertas kerja audit.

2. Untuk mengetahui manfaat dari kertas kerja audit.

3. Untuk mengetahui pengorganisasian kertas kerja audit.

4. Untuk mengetahui program kerja audit

6
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit (KKA) merupakan catatan-catatan yang dibuat dan data-data
yang dikumpulkan auditor secara sistematis pada saat melaksanakan tugas audit.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap terhadap proses audit, KKA harus
mencerminkan langkah-langkah kerja audit yang ditempuh, pengujian-pengujian yang
dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan hasil audit.

Auditor harus mengumpulkan berbagai jenis bukti untuk mendukung kesimpulan


hasil audit yang disajikannya dalam laporan hasil audit. Bukti yang dikumpulkan itu
harus didokumentasikan dengan baik. Dokumen dimaksud disebut dengan Kertas
Kerja Audit (working papers), memuat rekaman kegiatan audit yang dilakukannya
selama melaksanakan audit. Disamping berfungsi sebagai media untuk mendukung
kesimpulan hasil audit, kertas kerja juga berfungsi sebagai:

a. Jembatan/mata rantai yang menghubungkan antara catatan klien dengan laporan


hasil audit.

b. Media bagi auditor untuk mempertanggung jawabkan prosedur/langkah audit yang


dilakukannya sehubungan dengan penugasan yang dijalankan.

c. Media untuk mengkoordinir dan mengorganisasi semua tahap audit mulai dari
tahap perencanaan sampai pelaporan.

d. Dokumen yang dapat memberikan pedoman bagi auditor berikutnya yang


melakukan penugasan audit pada instansi/satuan kerja yang sama.

2.2 Bentuk dan Isi Kertas Kerja Audit


Bentuk KKA pada audit manajemen menekankan kepada bagaimana
menyiapkan temuan-temuan audit untuk digunakan dalam penyusunan laporan audit.
Secara lebih rinci, bentuk KKA pad audit manajemen adalah sebagai berikut :

1. Pada sampul KKA ditulis :Kertas Kerja Audit” kemudian mengikuti di bawahnya :

7
Nama objek audit : Tulis nama perusahaan atau unit yang diaudit

Program/aktivitas yang diaudit : Tulis program/altivitas yang diaudit

Periode audit : Tulis periode/aktivitas yang diaudit

2. Halaman pertama KKA adalah daftar is dari KKA tersebut

3. Halaman berikunya secara beurutan adalah :

a. Daftar simbol audit (tick mark) disertai penjelasanya

b. Tembusan surat tugas

c. Program kerja audit

d. Kelompok-kelompok kertas kerja

2.3 Kertas Kerja Audit


Kertas kerja audit meliputi semua berkas yang dibuat mulai dari perencanaan
sampai dengan konsep laporan hasil audit, antara lain terdiri dari: program audit, hasil
pemahaman terhadap pengendalian intern, analisis, memorandum, surat konfirmasi,
pernyataan dari klien, ikhtisar dan salinan/copy dari dokumen yang dikumpulkan,
daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor, draft laporan hasil audit, dan
sebagainya. Kertas kerja tidak hanya berwujud kertas, tetapi dapat pula berupa pita
magnetis, film, atau media yang lain. Kertas kerja berupa salinan/copy dokumen auditi
diberi cap “COPY SESUAI ASLINYA, DIBERIKAN UNTUK AUDITOR” dan ditanda
tangani/paraf oleh petugas/counterpart yang ditugaskan manajemen.

Secara lebih rinci dokumen yang terdapat pada KKA harus meliputi aspek-aspek
berikut:

a. Perencanaan
b. Pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian
internal
c. Prosedur audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, analisa yang dibuat dan

8
kesimpulan yang dicapai oleh auditor
d. Review atas KKA
e. Pelaporan hasil audit
f. Monitoring tindak lajut terhadap hasil audit

2.4 Persyaratan Kertas Kerja Audit


Kertas kerja audit memperlihatkan kecakapan teknis dan keahlian profesional dari
auditor yang menyusunnya. Seorang auditor yang kompeten dalam melaksanakan
tugasnya akan menghasilkan kertas kerja yang bermanfaat. Agar bermanfaat, kertas
kerja harus lengkap, teliti, ringkas, jelas dan rapi:

a. Kertas kerja yang lengkap :

1) Berisi semua informasi utama, dengan pengertian semua informasi penting


harus dicantumkan dalam kertas kerja

2) Tidak memerlukan penjelasan tambahan. Auditor harus


mempertimbangkan bahwa kertas kerja akan direviu dan digunakan oleh
seniornya untuk penyusunan laporan dan reviu hasil audit.

b. Auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan


sehingga bebas dari kesalahan.

c. Kertas kerja harus dibatasi pada informasi pokok saja yang diperlukan dan relevan
dengan tujuan audit dan disajikan secara ringkas, tidak memuat data yang tidak
perlu.

d. Kertas kerja harus mampu menyajikan informasi yang jelas dan sistematis,
penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari.

e. Kerapian dalam pembuatan dan keteraturan dalam penyusunan kertas kerja


diperlukan untuk mempermudah ketua tim dan supervisor mereviu hasil pekerjaan
dan menyusun laporan hasil audit.

9
2.5 Jenis Kertas Kerja Audit
Dalam rangka mendukung laporan hasil audit, kertas kerja dikelompokkan dalam
Daftar Utama (lead/top schedule) dan Daftar Pendukung (supporting schedule):

a. Daftar Utama merupakan rangkuman dari Daftar Pendukung, disusun sesuai


dengan kelompok informasi yang disajikan dalam laporan hasil audit. Memuat
informasi dan kesimpulan hasil audit yang diperlukan untuk penyusunan laporan
hasil audit.

b. Daftar Pendukung memuat tujuan audit, informasi/kegiatan yang diuji, bukti-


bukti/dokumen pendukung yang dikumpulkan, metode penelitian dan analisis yang
dilakukan dalam rangka memenuhi tujuan audit, dan kesimpulan yang diperoleh,
serta dilengkapi dengan data auditor yang menyusun dan tanggal dan paraf
penyusunannya.

Daftar Utama dan Daftar Pendukung merupakan dokumentasi yang terpisah satu
sama lain. Untuk menghubungkan keduanya, kertas kerja harus diberi indeks
(semacam tanda/nomor/kode yang dibuat untuk mempermudah menghubungkan satu
kertas kerja dengan kertas kerja yang lain).

2.6 Tujuan Pembuatan Kertas Kerja


Empat tujuan penting pembuatan kertas kerja adalah untuk:

1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.


Kertas kerja dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya,
dan merupakan bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai.
2. Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.
Auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam
auditnya, jika di kemudian hari ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan
mengenai simpulan atau pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam
auditnya.

10
3. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.

Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang
dilaksanakan dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit
tersebut menghasilkan berbagai macam bukti yang membentuk kertas kerja.
Pengkordinasian dan pengorganisasian berbagai tahap audit tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.

4. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.

Dari Kertas Kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk
audit berikutnya jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama
dalam periode akuntansi yang berlainan, auditor memerlukan informasi
mengenai sifat usaha klien, catatan dan anke akuntansi klien, pengendaian
intern klien, dan rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada klien dalam
audit yang lalu, jurnal-jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan
secara wajar laporn keuangan yang lalu.

2.7 Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja
SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 06 mengatur bahwa kertas kerja adalah milik
kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi. Namun, hak kepemilikan
kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-pembatasan
yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, ntuk
meghindarkan penggunaan hal-hal yag bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan
yangtidak semestinya.Kertas keja yang bersifat rahasia berdasarkan SA Seksi 339
paragraf 08 mengatur bahwa auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk
menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya sekurang-kurangnya 10
tahun. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik memuat aturan yang berkaitan
dengan kerahasiaan kertas kerja.

11
 Aturan Etika 301 berbunyi sebagai berikut:
“Anggota Kompartemen Akuntan Pubik tidak diperkenankan mengungkapkan
informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan dari klien”.
Hal-hal yang membuat auditor dapat memberikan informasi tentang klien kepada
pihak lain adalah :
a. Jika klien tersebut menginginkannya,.
b. Jika misalnya praktek kantor akuntan dijual kepada akuntan publik lain, jika
kertas kerjanya diserahkan kepada pembeli harus atas seijin klien.
c. Dalam perkara pengadilan (dalam perkara pidana).
d. Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan
keharusan untuk mengadakan peer review di antara sesama akuntan publik. Untuk
me-review kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang berlaku, dalam peer
review informasi yang tercantum dalam kertas kerja diungkapkan kepada pihak
lain (kantor akuntan public lain) tanpa memerlukan izin dari klien yang
bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.

2.8 Penyimpanan KKA


Untuk memudahkan akses dan pemeliharaannya, dokumen KKA perlu dipilah ke
dalam beberapa kategori. pada umumnya terdapat empat kategori berkas KKA, yaitu:
Berkas permanen, Berkas berjalan, Berkas lampiran, dan Berkas khusus.

a. Berkas Permanen

Berkas permanen berisikan data / informasi yang diperlukan oleh auditor


untuk memahami gambaran umum audit. Dilihat dari dimensi waktu, informasi
yang dimasukkan dalam berkas permanen adalah informasi yang relatif tidak
sering berubah. Dengan adanya berkas permanen, auditor tidak perlu meminta
informasi tersebut kepada audit setiap tahun atau setiap kali akan melakukan
audit.Jenis informasi yang dimaksudkan dalam berkas permanen, antara lain
meliputi: data organisasi auditi, kebijakan dan prosedur operasi, kebijakan
akuntansi dan pengendalian internal, dan informasi administratif berkaitan dengan

12
penugasan audit. Data organisasi meliputi; Struktur organisasi dan uraian tugas,
Sejarah danuraian pokok dan fungsi auditi, Daftar lokasi unit-unit di bawah
organisasi auditi, Kontrak dan perjanjian penting (jika ada), Daftar personil kunci,
Daftar pihak yang mempunyai hubungan istimewa, serta Ketentuan hukum dan
perundang - undangan terkait.

b. Berkas Berjalan (Current).

Berkas berjalan berisikan informasi yang berkaitan dengan audit yang


sedang dilakukan atau audit yang baru lalu. Terdapat dua sub klasifikasi untuk
informasi yang dimasukkan dalam berkas berjalan, yaitu: Berkas umum dan
Berkas analisis.

Berkas umum terdiri atas: Surat penugasaan audit, Informasi umum, Hasil
pertemuan awal, Program audit, Manajemen waktu audit, Ikhtisar temuan audit,
Draft laporan audit, Tanggapan auditi, Pertemuan akhir dan tindak lanjut hasil
audit.

Berkas analisis, memuat dokumentasi rinci atas proses pengumpulan dan pengujian
bukti audit untuk masing-masing data yang dicakup dalampenugasan audit.

c. Berkas Lampiran

Berkas ini berisikan lampiran data, catatan, dan dokumen yang menjadi
data mentah bagi proses pengujian bukti audit. Informasi mengenai proses dan
hasil pengujiannya sendiri dimasukkan dalam berkas audit analisis.

d. Berkas Khusus

Berkas ini berisikan informasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus.


Sebagian besar informasi ini berkaitan dengan indikasi kecurangan yang perlu
ditindak lanjuti dengan pemeriksaan khusus. Sebagaimana disebutkan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007, Kertas Kerja Audit harus
disusun dalam satu berkas dan diserahkan oleh Ketua Tim kepada Sub Bagian Tata
Usaha Wilayah untuk diarsipkan.

13
2.9 Manfaat Kertas Kerja Audit
Setiap auditor wajib membuat KKA pada saat melaksaanakan tugas audit, manfaat
utama KKA antara lain :

1. Merupakan dasar penyusunan laporan hasil audit.

2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para
pelaksana audit.

3. Merupakan alat pembuktian dari laporan hasil audit.

4. Menyajikan data untuk keperluan referensi.

5. Merupakan salah satu pedoman untuk tugas audit berikutnya.

Begitu pentingnya KKA bagi suatu penugasan audit, maka penyusunan KKA oleh
auditor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Lengkap

b. Bebas dari kesalahan

c. Didasarkan atas fakta dan argumentasi yang rasional

d. Sistematis, bersih, mudah dipahami, dan diatur dengan rapi

e. Memuat hal-hal penting yang relevan dengan audit

f. Mempunyai tujuan yang jelas

g. Sedapat mungkin hindari pekerjaan menyalin ulang

h. Dalam setiap kertas kerja harus mencantumkan kesimpulan hasil audit dan
komentar atau catatan reviewer.

Tujuan pembuatan kertas kerja audit,yaitu:

1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan audit

14
Kertas kerja audit dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung
pendapatnya dan merupakan bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang
memadai.

2. Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya

Auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam
auditnya, jika di kemudian hari ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan
mengenai simpulan atau pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam
auditnya.

3. Mengkoordinasikan dan mengorganisasi semua tahap audit

Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang
dilaksanakan dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit tersebut
menghasilkan berbagai macam bukti yang membentuk kertas kerja.
Pengorganisasian dan pengkordinasian bebagai tahap audit tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.

4. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya

Dari kertas kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk
audit berikutnya jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama
dalam periode akuntansi yang berlainan. Auditor memerlukan informasi mengenai
sifat usaha klien, catatan akuntansi klien dan pengendalian intern klien serta
rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada klien dalam audit yang lalu. Jurnal-
jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan secara wajar laporan
keuangan yang lalu.

2.10 Pengorganisasian Kertas Kerja Audit


Pengorganisasian KKA harus selalu dikaitkan dengan tujuan audit utama
(primary audit objective) atau sub-sub tujuan yang ditetapkan auditor. Pengelompokan
KKA harus didasarkan pada sasaran utama atau sub-subtujuan audit yang telah
ditetapkan. Untuk mempermudah pengelompokan dan untuk menunjukan dengan jelas
keterkaitan masing-masing kelompok, maka dalam penyusunan KKA perlu ditentukan

15
sistem pemberian indeks dan sistem klasifikasi KKA. KKA pada audit manajemen
mengelompokkan bukti-bukti yang diperoleh sesuai dengan elemen tujuan auditr. Jadi
dengan demikian setiap KKA akan menyajikan temuan kelompok kriteria, penyebab,
da akibat, baik dalam bentuk temuan yang bersifat rinci maupun kesimpulan untuk
masing-masing elemen tujuan audit tersebut.

2.11 Program Kerja Audit


Program kerja audit merupakan rencana dan langkah kerja yang harus dilakukan
selama audit, yang didasarkan atas tujuan dan saaran yang ditetapkan serta informasi
yang ada tentang program/aktivitas yang diaudit. Ada beberapa manfaat dari
penyusunan program kerja audit, antara lain :

1. Merupakan suatu rencana yang sistematis tentang setiap tahap kegiatan yang bisa
dikomunikasikan kepada semua tim audit.

2. Merupakan landasan yang sistematis dalam memberikan tugas kepada para


auditor dan supervisornya.

3. Sebagai dasar untuk membandingkan pelaksanaa kegiatan dengan rencana yang


telag disetuji dan dengan standar serta persyaratan yang telah ditetapkan.

4. Dapat membantu para auditor yang belum berpengalaman dan membiasakan


meeka dengan ruang lingkup, tujuan serta langkah-langkah kegiatan audit.

5. Dapat membantu auditor untuk mengenali sifat pekerjaan yang telag dikerjakan
sebelumnya.

6. Dapat mengurangi kegiatan pengawasan langsung oleh supervisor.

Program kerja audit disusun untuk setiap tahapan audit yang dilakukan. Program
kerja audit pendahuluan mengcakup pengumpulan informasi umum tentang objek yang
diaudit, cara pelaksanaan prosedur, dan sistem operasional yang diterapkan dalam
perushaan tersebut. Dalam tahap audit ini, auditor harus melakukan pengujian
pendahuluan (primary test) atas informasi yang diperoleh untuk mengidentifikasi
aktivitas yang masih memerlukan perbaikan. Identifikasi ini disebut possibel audit

16
objective. Hasil identifikasi ini kemudian dianalis untuk menentukan informasi yang
dapat berkembang menjadi tujuan audit sementara (tentative audit objective). Dari
bukti-bukti sasaran sementara ini auditor kemudian menetapkan langkah-langkah
kerja spesifik yang perlu untuk tahap audit berikutnya.

Pada tahap audit pengujian dan riview atas pengendalian manajemen, program
kerja audit biasanya memuat langkah-langkah audit yang bertujuan untuk menemukan
bagiam-bagian yang mengandung kelemahan pada sistem pengendalian manajemen
SPM yang diterapkan objek audit. Langkah-langkah kerja pada tahap audit ini harus
mengarahkan auditor tidak hanya memperoleh informasi tentang keandalan sistem
pengendalian manajemen tetapi juga memperoleh bukti-bukti yang diperlukan untuk
merumuskan secara tepat tujuan audit sementara menjadi tujuan audit yang
sesungguhnya (definitive audit objective).

Sedangkan program kerja audit untuk tahap audit lanjtan, memuat langkah-
langkah rinci untuk mendapatkan bukti yang cukup, material dan relevan dalam
mendukung temuan-temuan yang menjadi dasar rekomendasi (perbaikan). Program
kerja audit pada tahap audit ini, harus memberikan panduan kepada auditor dalam
pengembangan temuan yang dilakukannya.

Setiap program kerja audit biasanya mengandung empat hal pokok, yaitu :

1. Informasi pendahuluan, yang memuat :

 Informasi latar belakang mengenai prgram/aktivitas yang diaudit yang


berguna bagi para auditor dalam memahami dan melaksanakan program
kerja auditnya. Bagian ini harus disajikan seringkas mungkin.

 Komemtar berbagai pihak yang berkompeten berkaitan dengan tujuan


audit, termasuk komentar auditor sendiri.

17
2. Pertanyaan tujuan audit, menyajikan tentang :

 Tujuan yang dicapai berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dan


perbaikan yang diharapkan dapat tercapai.

 Cara pendekatan audit yang dipilih

 Pola pelaporan yang dikhendaki

3. Intruksi-intruksi khusus

 Langkah-langkah kerja.

Langkah-langkah kerja memuat tentang pengarahan-pengarahan khusu


pelaksanaan tugas audit, sesuai dengan tahapan auditnya, meliputi :

1. Audit pendahuluan meliputi:

 Pembicaraan pendahuluan dengan objek audit.

 Pengumpulan informasi umum, penelaahan peraturan, evaluasi


prosedur kerja, dan sistem operasional.

 Tes pendahuluan atas informasi yang diperoleh guna


mengidentifikasi tujuan audit sementara

 Pembuatan ihktisar hasil audit pendahuluan.

2. Riview dan pengujian pengendalian manajemen, meliputi:

 Pengujian pengendalian manajemen

 Pembuatan ikhtisar hasil temuan pegujian pengendalian


manajemen

3. Audit lanjutan, meliputi:

 Pengembangan temuan hasil pengujian pengendalian manajemen

18
 Penyajian hasil audit lanjtan (daftar temuan)

 Pembahasan temuan dengan penanggung jawab audit

 Pembahasan hasil audit lanjutan dengan objek audit

 Penyusunan rekomendasi

Begitu pentingnya prorgram kerja audit dalam manajemen, maka penyususn


program kerja audit harus dibuat sedemikian rupa agar bisa digunakan sebagai sarana
pengendalian pelaksanaan audit. Berikut ini disajikan beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan dalam menyusun program kerja audit:

1. Tujuan audit harus dinyatakan secara jelas dan harus dapat dicapai atas dasar
pekerjaan yang direncanakan dalam program audit.

2. Prpgram kerja audit harus disusun sesuai dengan penugasan yang bersangkutan

3. Setiap langkah kerja harus berbentuk intruksi-intruksi mengenai pekerjaan yang


harus dilakukan

4. Setiap langkah kerja harus merinvi pekerjaan yang harus dilakukan disertai
alasan-alasannya

5. Program kerja audit harus meggambarkan urutan prioritas langkah-langkah kerja


yang harus dilaksanakan.

6. Program kerja audit harus fleksibel dan setiap perubahan yang dilakukan harus
dengan persetujuan auditor

7. Program kerja hendaknya hanya beisi informasi yang perlu untuk melaksanakan
audit dan evaluasi secara cepat.

8. Program erja audit tidak boleh memuat perintah untuk memperoleh informasi
yang telag ada dalam permanent file.

9. Program kerja audit harus menyertakan taksiran-taksiran waktu yang diperllukan


sesuai dengan rencana kerja audit untuk melaksanakan yang bersangkutan

19
10. Program kerja audit disiapkan oleh ketua tim audit dan harus dibahas bersama-
sama dengan pengawas dan seluruh anggota tim.

Program kerja audit adalah rangkaian yang sistematis dari prosedur-prosedur


pemeriksaan untuk mencapai tujuan audit. Program audit berisi rencana langkah kerja
yang harus dilakukan selama audit berlangsung yang didasarkan atas tujuan dan
sasaran yang ditetapkan serta informasi yang ada tentang objek yang diperiksa.

Program audit juga mendokumentasikan strategi audit. Biasanya auditor


berusaha menyeimbangkan prosedur audit top-down dan bottom-up ketika
mengembangkan suatu program audit. Jenis pengujian yang termasuk dalam program
audit meliputi :

 Prosedur Analitis
Prosedur ini meneliti hubungan yang dapat diterima antara data keuangan dan
data non-keuangan untuk mengembangkan harapan atas saldo laporan keuangan.

 Prosedur awal
Yakni prosedur untuk memperoleh pemahaman atas:

1) Faktor persaingan bisnis dan industri klien

2) Struktur pengendalian internnya. Auditor juga melaksanakan prosedur awal untuk


memastikan bahwa catatan-catatan dalam buku pembantu sesuai dengan akun
pengendali dalam buku besar.

 Pengujian Estimasi Akuntansi


Pengujian ini meliputi pengujian subtantif atas saldo.

 Pengujian Pengendalian
Adalah pengujian pengendalain intern yang ditetapkan oleh strategi audit dari
auditor.

 Pengujian Transaksi
Adalah pengujian substantif yang terutama meliputi tracing atau vouching
transaksi berdasarkan bukti dokumenter yang mendasari.

20
 Pengujian Saldo
Berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-item
yang membentuk saldo tersebut.

 Pengujian Penyajian dan Pengungkapan


Mengevaluasi penyajian secara wajar semua pengungkapan yang dipersyaratkan
oleh GAAP.

Elemen Kunci Program Audit dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Top-down

Mengevaluasi bukti tentang laporan keuangan yang diharapkan dari


pengetahuan atas entitas serba bisnis dan industrinya.

 Prosedur analitis

 Prosedur awal

 Pengujian estimasi akuntansi

 Pengujian penyajian dan pengungkapan

 Pengujian pengendalian

 Pengujian transaksi

 Pengujian saldo

2) Bottom-Up

Mengevaluasi bukti transaksi pendukung dan akumulasinya dalam laporan


keuangan.

21
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Sejarah Asuransi Jiwasraya


Jiwasraya berawal dari NILLMIJ, Nederlandsch Indiesche
Levensverzekeringen Liffrente Maatschappij van pada tanggal 31 Desember
1859. Perusahaan jiwasraya merupakan perusahaan asuransi jiwa yang
pertama kali ada di Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) yang didirikan
dengan Akte Notaris William Hendry Herklots Nomor 185.

Pada tahun 1957 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda yang ada di
Indonesia dinasionalisasi sejalan dengan program Indonesianisasi
perekonomian Indonesia. Tanggal 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859
dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958
dengan merubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa
Sedjahtera.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 214 tahun 1961, tanggal 1


Januari 1961, 9 (sembilan) perusahaan asuransi jiwa milik Belanda dengan
inti NILLMIJ van 1859 dilebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa
Eka Sedjahtera. Pada tanggal 1 Januari 1965 berdasarkan Keputusan
Menteri PPP Nomor BAPN 1-3-24, nama Perusahaan negara Asuransi Djiwa
Eka Sedjahtera diubah menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa
Sedjahtera.

Berdasarkan SK Menteri Urusan Perasuransian Nomor 2/SK/66 tanggal 1


Januari 1966, PT Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh
Pemerintah dan diintegrasikan kedalam Perusahaan Negara Asuransi
Djiwasraja. Tanggal 23 Maret 1973 berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 33 tahun 1972 dengan Akta Notaris Mohamad Ali Nomor 12 tahun
1973, Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraya berubah status menajdi

22
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Jiwasraya yang anggaran dasarnya
kemudian diubah dan ditambah dengan Akta Notaris Sri Rahayu Nomor 839
tahun 1984 Tambahan Berita Negara Nomor 67 tanggal 21 Agustus 1984
menjadi PT Asuransi Jiwasraya. Kemudian berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1995, diubah dan ditambah terakhir dengan Akta Notaris Imas
Fatimah SH, Nomor 10 tanggal 12 Mei 1988 dan Akte Perbaikan Nomor 19
tanggal 8 September 1998 yang telah diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Nomor 1671 tanggal 16 Maret 2000 dan Akte Perubahan Notaris Sri
Rahayu H.Prasetyo,Sh, Nomor 03 tanggal 14 Juli 2003 menjadi PT Asuransi
Jiwasraya (Persero).

3.2 Struktur Organisasi Asuransi Jiwasraya

3.3 Permasalahan dalam Asuransi Jiwasraya

Kasus Jiwasraya diawali dengan penjualan produk asuransi yang


berupa JS Saving Plan, yang menawarkan bunga fix sekian persen. Dalam
bisnis asuransi, meningkatnya pendapatan premi tidak selalu berarti positif,
karena hal tersebut akan diiringi dengan kenaikan beban klaim dan manfaat
yang harus dibayar ke nasabah. Jika pendapatannya lebih tinggi dari

23
beban maka perusahaan akan untung, dan sebaliknya jika pendapatan
lebih kecil dibandingkan beban maka perusahaan akan merugi.

Perusahaan asuransi Jiwasraya menjual produk JS Saving Plan


dengan bunga fix, maka perusahaan tersebut tidak peduli sebesar apapun
pendapatan preminya, namun beban klaimnya akan selalu lebih besar. Jadi,
cara yang digunakan oleh Jiwasraya agar tetap untung dengan
menginvestasikan pendapatan premi tersebut ke saham, obligasi dll, untuk
memperoleh profit. Katakanlah 10  –  12% profit per tahun. Sehingga ketika
Jiwasraya membayar bunga 6.5% ke nasabahnya, maka perusahaan masih
profit 3.5  –  5.5%. Tapi jika hasil investasinya justru rugi, maka Jiwasraya
tetap harus membayar bunga 6.5% tersebut, sehingga ruginya jadi lebih
besar lagi. Hal ini sama seperti kalau kita membeli saham pake margin,
dimana kalau hasil untung maka untungnya jadi besar (karena modalnya
lebih besar), tapi kalau rugi maka ruginya jadi besar juga.

Sejak awal, produk JS Saving Plan sudah berisiko merugikan Jiwasraya


karena kegiatan investasi yang dilakukan tidak membuahkan profit seperti
yang diharapkan. Dan semakin besar pendapatan premi yang diperoleh
perusahaan, maka semakin besar pula risiko terjadinya kerugian tersebut.
Hingga memasuki tahun 2016, pendapatan premi Jiwasraya sudah
menembus Rp17.9 trilyun, atau sudah melejit lebih dari tiga kali lipat sejak
JS Proteksi Plan diperkenalkan pertama kali di tahun 2013.

Tapi pada tahun 2016 inilah, mulai tampak ada beberapa hal yang
janggal. Pertama, seperti yang disebut diatas, seiring dengan kenaikan
pendapatan premi, maka beban klaim dan manfaat yang harus dibayar
Jiwasraya ke nasabahnya juga otomatis naik. Untuk produk asuransi
jiwanya, angka beban ini naik menjadi Rp7.0 trilyun di tahun 2016, dan itu
masih normal karena angkanya masih jauh dibawah pendapatan premi yang
Rp17.9 trilyun. Dan beban yang nilainya juga melonjak adalah ‘kenaikan

24
liabilitas manfaat polis masa depan’, yang mencapai Rp11.0 trilyun,
dibanding tahun 2015 yang hanya Rp4.0 trilyun. Yang disebut ‘manfaat polis
masa depan’ ini adalah dana yang harus dibayarkan Jiwasraya ke nasabah
yang memegang produk asuransi unitlink yang dijual perusahaan, termasuk
JS Saving Plan itu tadi. Tetapi, di tahun 2016 itu Jiwasraya justru
membukukan rekor laba bersih Rp1.7 trilyun. Nilai wajar efek-efek’, yang
angkanya naik tiga kali lipat menjadi Rp1.5 trilyun. Keuntunga tersebut
berasal dari kenaikan harga saham atau obligasi yang dimiliki oleh
Jiwasraya, yang belum direalisasikan/belum dijual. Dapat dikatakan belum
direalisasi karena di laporan arus kasnya, penerimaan hasil investasi, atau
uang tunai yang diperoleh dari menjual saham, tercatat hanya Rp1 trilyun,
sudah termasuk nilai pokok investasinya. Sehingga keuntungan Rp1.5 trilyun
belum terealisasi. Meski demikian, dengan asumsi Jiwasraya bisa dengan
mudah menjual kembali saham-sahamnya sehingga merealisasikan
keuntungan investasinya, maka hal ini tidak  jadi masalah.Tetapi, terkait
hal diatas setelah ditelusuri saham-saham yang dibeli oleh Jiwasraya
merupakan saham ‘gorengan’.

Berdasarkan data registrasi efek dari BEI, ada dua BUMN yang sampai
hari ini sahamnya masih dipegang Jiwasraya dalam jumlah besar/diatas 5%
kepemilikan, yaitu Semen Baturaja (SMBR), dan PP Properti (PPRO).
Berdasarkan informasi dari rapat antara manajemen Jiwasraya dan DPR,
Agustus 2019 kemarin, diketahui bahwa Jiwasraya pada tahun 2016 membeli
SMBR pada harga Rp1,555, dan beli PPRO di harga Rp1,000-an (harga
sebelum stocksplit, setara Rp250-an setelah stocksplit). Dan pada akhir
tahun 2016, SMBR dan PPRO masing-masing ditutup di posisi 2,790, dan
1,360. Inilah yang kemudian menyebabkan Jiwasraya pada akhir tahun 2016
membukukan ‘keuntungan dari perubahan nilai wajar efek-efek’.

Dalam hal ini jelas sekali ada yang janggal seperti yang tampak di tabel
diatas, nilai investasi saham yang dikelola langsung oleh Jiwasraya (tidak
melalui reksadana) di tahun 2016 tercatat Rp6.2 trilyun, dan sebagian besar

25
diantaranya terkonsentrasi hanya pada tiga saham yang disebut diatas yakni
SMBR, PPRO, BJBR. Perlu diingat pula bahwa SMBR, PPRO, dan BJBR
adalah saham second liner yang tentu saja tidak se-likuid blue chip, seperti
BBCA dll. Sehingga membeli saham seperti itu sebanyak trilyunan Rupiah
tentu saja sangat berisiko, karena akan sulit jualannya. Apalagi secara
fundamental, ketiga perusahaan diatas tidaklah istimewa, bahkan SMBR
kinerjanya turun terus, dan valuasinya ketika itu (di tahun 2016) juga amat
sangat mahal.

Audit BPK mengatakan, Jiwasraya menempatkan portofolio investasi


dana preminya pada saham dengan harga yang anjlok, sehingga terjadi
depresiasi nilai aset secara drastis milik  perusahaan. Saham – saham yang
dibeli merupakan saham – saham berkualitas rendah karena memiliki resiko
yang tinggi. Selain itu BPK juga mendeteksi ada hubungan yang janggal
antara Manajemen Jiwasraya dengan Manajer Investasi dalam pembelian
saham-saham beresiko tinggi ini. Saham yang dibeli dari pihak berafiliasi
tidak menggambarkan saham yang sebenarnya, jadi pembelian dilakukan
dengan negoisasi bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh harga
yang diinginkan.

Selain itu Jiwasraya juga melakukan investasi langsung pada saham


yang tidak likuid dengan harga tak wajar juga ditempatkan pada beberapa
produk reksa dana. Lebih lanjut  pembelian dan penjualan saham diduga
dilakukan secara pro-forma dan tidak didasarkan atas data yang valid dan
objektif. Kemudian melakukan aktivitas jual beli saham dalam waktu yang
berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized gross, yang diduga
window dressing .  Jual beli juga dilakukan dengan pihak tertentu secara
negosiasi agar bisa memperoleh harga tertentu yang diinginkan, dan adanya
kepemilikan atas saham tertentu melebihi batas maksimal yaitu di atas
2,5%. Window Dresssing  sendiri merupakan strategi yang digunakan
oleh suatu perusahaan untuk menarik hati investor dengan cara
mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis yang

26
dimilikinya. Tujuannya tentu saja untuk meyakinkan investor dalam
menanamkan modal investasi yang menguntungkan bagi perusahaan
tersebut. Melalui proses manipulasi tersebut, perusahaan menampilkan
hasil atau kinerja yang baik sehingga investor semakin yakin bahwa
dengan berinvestasi dalam perusahaan tersebut, ia akan menuai
keuntungan yang besar.

Jika ditelaah kembali Jiwasraya memegang saham PPRO dengan


jumlah yang fantastis bagaimana ‘keuntungan yang belum direalisasi’
tersebut dapat direalisasi, bahkan untuk saham bluechip saja jika dimiliki
sebesar RP 1 triliun akan sangat sulit untuk dijual, begitupula dengan saham
PPRO yang tidak se-likuid saham-saham bluechip. kemungkinan modus
Manajer Investas (MI) Jiwasraya sengaja membeli SMBR, PPRO, dan BJBR
dalam jumlah besar akan membuat harganya dipasar naik, lalu ketiga
saham itu dinaikan kembali bias oleh Manajer Investasi sendiri, atau
bekerja sama dengan pihak ketiga yang ‘spesialis’ goreng saham. Sehingga
pada akhir tahun, perusahaan bisa mengakui keuntungan dari kenaikan
nilai investasinya di saham, tapi tujuannya sebatas untuk membuat laporan
keuangan seolah memiliki profit. Dengan kata lain, MI di Jiwasraya sejak
awal tidak pernah berniat untuk menjual/merealisasikan keuntungan dari
‘investasinya’ di SMBR dll, karena mereka tahu bahwa itu tidak
mungkin/sangat sulit untuk dilakukan. Sehingga tindakan pembelian saham
SMBR itu sebatas untuk mempercantik laporan keuangan di tahun 2016, tapi
imbasnya Jiwasraya justru akan rugi sangat besar di masa yang akan datang,
yakni ketika saham yang dibuat naik itu turun lagi dengan sendirinya.

Jiwasraya sejatinya sudah bermasalah sejak tahun 2016, dalam hal ini
laporan keuangan dilaporkan untung, padahal rugi. Tapi karena belum ada
kasus gagal bayar, maka perusahaan terus menjual produk JS Saving
Plannya, dan alhasil memasuki tahun 2017, pendapatan premi Jiwasraya
kembali melonjak, namun beban preminya masih lebih besar, sehingga
perusahaan sejatinya kembali merugi. Tapi lagi-lagi, Jiwasraya masih

27
membukukan laba bersih sebesar Rp2.4 trilyun, yang salah satunya kembali
pakai modus ‘keuntungan investasi yang belum direalisasikan’ tersebut.

Hingga pada tahun 2018, terjadi pergantian direktur utama yang


digantikan oleh Asmawi Syam, demikian pula sebagian besar jajaran direksi
diisi oleh orang-orang baru, dan barulah ketika itu semua rekayasa yang
dilakukan oleh manajemen lama terkuak. Dimulai dari ditemukannya
kejanggalan laporan keuangan untuk tahun 2017, sehingga terkuak dari
laporan audit bahwa labanya bukan Rp2.4 trilyun melainkan hanya Rp360
milyar, dan itupun masih termasuk ‘keuntungan investasi’ sekitar Rp3
trilyun. Setelah itu, manajemen baru Jiwasraya juga merombak total cara
kerja perusahaan, dimana tidak ada lagi aksi goreng saham dll.
Sayangnya pada tahun 2018 ini, kondisi pasar memburuk dimana IHSG
sempat anjlok dari 6,600 hingga 5,600, dan khususnya tiga saham diatas
yang dipegang oleh Jiwasraya terus menurun sampai saat ini dan belum lagi
kerugian karena penurunan saham-saham yang dipegang melalui reksadana.
Alhasil, Jiwasraya kesulitan likuiditas termasuk tidak bisa bayar polis yang
jatuh tempo ke nasabah.

Pada Oktober 2018, Jiwasraya untuk pertama kalinya


mengumumkan penundaan pembayaran polis kepada nasabahnya, dan
efek domino-nya langsung terasa, para nasabah berhenti membayar
premi, dan Jiwasraya kesulitan memperoleh nasabah baru karena nama
produknya sudah jelek. Imbasnya, pendapatan premi perusahaan anjlok.
Dan setelah ditambah kerugian investasi yang gila-gilaan karena saham
SMBR dll juga anjlok, kali ini tidak ada lagi manipulasi ‘keuntungan
investasi yang belum direalisasikan’ atau semacamnya, maka Jiwasraya
tanpa ampun langsung mencatat rugi Rp15.9 trilyun di tahun 2018.

Lalu memasuki tahun 2019, kondisi bukannya membaik tapi malah


tambah parah, dimana ada banyak reksadana yang jatuh dan hancur gara-
gara main saham IPO gorengan, dan Jiwasraya juga ikut memegang unit-
unit reksadana tersebut. Dan bahkan menurut dirut perusahan, Mr. Hexana

28
yang menggantikan Mr. Asamawi, aset Jiwasraya sekarang ini tinggal Rp2
trilyun saja, hanya saja belum tercantum di laporan keuangan. Sejak awal,
inovasi manajemen Jiwasraya dengan membuat produk unitlink yang berani
menjanjikan bunga fix yang lebih besar dibanding bunga deposito, itu sudah
salah, dan dari OJK sendiri jelas ada peraturan bahwa perusahaan keuangan
dilarang menjanjikan keuntungan fix sekian persen kepada nasabahnya.
Namun sayangnya untuk Jiwasraya ini, pihak otoritas boleh dibilang
terlambat bertindak, produknya sudah jelek. Imbasnya, pendapatan premi
perusahaan anjlok. Dan setelah ditambah kerugian investasi yang gila-gilaan
karena saham SMBR dll juga anjlok, kali ini tidak ada lagi manipulasi
‘keuntungan investasi yang belum direalisasikan’ atau semacamnya, maka
Jiwasraya tanpa ampun langsung mencatat rugi Rp15.9 trilyun di tahun
2018. Juga ikut memegang unit-unit reksadana tersebut. Dan bahkan
menurut dirut perusahan, Mr. Hexana yang menggantikan Mr. Asamawi,
aset Jiwasraya sekarang ini tinggal Rp2 trilyun saja, hanya saja belum
tercantum di laporan keuangan. Sejak awal, inovasi manajemen Jiwasraya
dengan membuat produk unitlink yang berani menjanjikan bunga fix yang
lebih besar dibanding bunga deposito, itu sudah salah, dan dari OJK sendiri
jelas ada peraturan bahwa perusahaan keuangan dilarang menjanjikan
keuntungan fix sekian persen kepada nasabahnya. Namun sayangnya untuk
Jiwasraya ini, pihak otoritas boleh dibilang terlambat bertindak.

Secara garis besar berikut kesalahan kesalahan yang dilakukan oleh


Jiwasraya :
1. Ada dugaan kesalahan pembentukan harga produk atau investasi atas JS
Saving Plan Jiwasaraya tersebut alias mispricing.
2. Mispricing adalah kondisi harga saham dinilai overvalue  atau undervalue
dari nilai wajarnya. Implikasinya, jika saham dinilai overvalue dari nilai
wajarnya, maka perusahaan akan mengeluarkan saham baru.
Sebaliknya, jika saham dinilai undervalue dari nilai wajarnya, maka
perusahaan cenderung akan menerbitkan utang dan membeli kembali
sahamnya.Dengan guaranted return 9%-13%, lebih tinggi dari

29
pertumbuhan IHSG dan yield obligasi serta dapat dicairkan setiap tahun,
Jiwasraya terus terkena risiko pasar. Imbal hasil dari obligasi korporasi
dengan rating singleA (idA) hingga tripleA (AAA) berkisar 8%-9,5% per
tahun. Adapun sepanjang tahun 2018, kinerja Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) hanya 2,3%.
3. Manajemen Jiwasraya diduga lemah dalam menjalankan prinsip kehati-
hatian dalam berinvestasi.
4. Rekayasa harga saham (window dressing)  .Jiwasraya diduga merekayasa
harga saham antara lain dengan jual-beli saham dengan dressing
reksadana. Modusnya, dengan saham yang harganya kemahalan atau
overprice dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di
atas harga perolehan) kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk
kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya. Hal ini dibuktikan dengan aset
investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang
underlying asset-  nya sama dengan portofolio saham langsung.
5. Tekanan likuiditas produk Saving Plan Jiwasraya karena penurunan
kepercayaan nasabah terhadap produk Saving Plan menyebabkan
penurunan penjualan produk ini.Tidak adanya aset dan pencadangan aset
yang cukup untuk memenuhi kewajiban membuat terjadi gagal bayar
polis JS Saving Plan senilai Rop 12,4 triliun di Desember 2019. Penurunan
kepercayaan nasabah membuat klaim ataulapse rate secara signifikan
meningkat ke 51% dan terus meningkat hingga 85%. Hal tersebut
menyebabkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya. Efeknya, perolehan
premi menurun tajam, pendapatan investasi Jiwasaraya menurun. Dengan
klaim yang terus naik membuat terjadi krisis likuiditas di Jiwasraya.
Juni 2019, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp 20,2 triliun dan rasio
kecukupan modal atau risk based capital (RBC) Jiwasraya minus hingga
664,4% . Jika merujuk surat menyurat Menteri BUMN dengan
manajemen asuransi Jiwasraya saat itu, Menteri BUMN menyetujui aksi
korporasi Jiwasraya berupa transaksi repo atas aset investasi Jiwasraya
berupa surat berharga pemerintah dan korporasi dengan indikatif proceed

30
sekitar Rp 1,38 triliun (repo BRI) dan Rp 379 miliar (repo BTN).
Lalu, Jiwasraya melakukan penarikan fasilitas kredit BNI beragunan aset
perusahaan atau Jiwasraya berupa surat berharga pemerintah dan
korporasi dengan nilai Rp 242,3 miliar. Tak hanya itu, Menteri BUMN
juga menyetujui penarikan fasilitas kredit oleh Jiwasraya dari BTN
dengan jaminan aset surat berharga senilai Rp 200 miliar untuk
pemenuhan kewajiban jatuh tempo polis. Menteri BUMN juga menyetujui
aksi korporasi Jiwasraya dengan penarikan fasilitas kredit jangka pendek
BRI dengan plafon maksimal Rp 400 miliar fasilitasi settlement pada saat
roll over transaksi repo BRI serta menyetujui penerbitan MTN senilai Rp
500 miliar.
3.4 Penyebab Terkuaknya Kasus Jiwasraya
Kasus Jiwasraya terungkap pertama kali dari laporan nasabahnya pada
tahun 2018 karena Jiwasraya melakukan penundaan pembayaran kewajiban
polis yang telah jatuh tempo. Perusahaan menyampaikan alasan terkait
penundaan pembayaran kewajiban polis tersebut. Ia menyebutkan bahwa
adanya masalah kesulitan likuiditas yang menyebabkan perusahaan tersebut
terlambat membayar kewajiban polisnya. Hal ini terjadi pada produk
bancassurance dan nilainya mencapai 802miliar rupiah. Terdapat tujuh bank
yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui dengan nama JS
Proteksi Plan Jiwasraya tersebut yaitu, PT Bank Tabungan Negara Tbk
(BTN), Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank
Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, dan PT Bank Rakyat Indonesia
Tbk (BRI). Jiwasraya memberikan tingkat pengembaliannya dengan cost of
fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Dan dana
tersebut kemudian diinvestasikan pada instrumen saham dan
reksadana yang berkualitas rendah.
Selain pengungkapan atas laporan nasabah tersebut ada fakta lain yang
menyebabkan terungkapnya kasus jiwasraya ini yaitu laporan Direktur
Utama Jiwasraya yang baru dilantik pada saat itu, Asmawi Syam. Menurut
dugaannya ada ktidakseimbangan antara asset dengan kewajiban karena

31
penempatan investasi. Kemudian Kementerian meminta audit investigasi
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP). Hal tersebut didasarkan pada fakta jika laporan
keuangan unaudited Jiwasraya non konsolidasi pada tahun 2017 mencatat
laba bersih senilai Rp 2,4 triliun. Namun setelah dilakukan audit ulang,
ternyata laba bersih yang direvisi berbeda sangat signifikan menjadi Rp 360
miliar. Jika melihat kinerja keuangan Jiwasraya pada tahun 2017, Jiwasraya
memang berada pada kondisi yang sangat tertekan. Hal ini terlihat pada laba
bersih perusahaan yang anjlok 98.46% menjadi 328.43miliar sedangkan pada
tahun sebelumnya laba jiwasraya tercatat sebesar 2.14 triliun. Hingga tahun
ini, keuangan Jiwasraya tak kunjung membaik. Untuk itu, OJK
mengeluarkan izin pembentukan anak usaha Jiwasraya, Jiwasraya Putra,
demi menyehatkan induknya. Direktur Utama Jiwasraya menyatakan
perusahaan butuh modal Rp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan
modal berbasis risiko sebesar 120 persen. Sementara, aset perusahaan
tercatat senilai Rp 23,26 triliun, tapi kewajibannya mencapai angka Rp 50,5
triliun.Ekuitas negatif Rp 27,24 dan liabilitas produk JS Saving Plan
mencapai Rp 15,75 triliun hingga sekarang.
Pengungkapan lainnya terjadi pada akun revaluasi asset Jiwasraya. Pada
tahun 2013 direksi Jiwasraya menyampaikan alternatif penyehatan
berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan konvergen IFRS (nilai buku Rp 278,2 miliar),
direvaluasi menjadi Rp 6,56 triliun dan mencatatkan laba sebesar Rp 457,2
miliar. Tetapi berdasarkan audit BPK pada tahun 2015 menunjukkan
bahwa ada penyalahgunaan wewenang perusahaan dimana laporan asset
investasi keuangan melebihi realita dan kewajiban dibawah nilai yang
sebenarnya.
3.5 PSAK yang berkaitan dengan Jiwasraya

1. PSAK 62

Standar akuntansi yang mengatur kontrak asuransi yang saat ini

32
berlaku adalah PSAK 62. Kontrak Asuransi: merupakan standar
interim. Standar ini memperkenankan entitas untuk menggunakan
beragam praktik akuntansi untuk kontrak asuransi. Perbedaan
dalam
 perlakuan akuntansi antar yurisdiksi dan produk menyebabkan
investor dan analis kesulitan untuk memahami dan membandingkan
laporan keuangan perusahaan asuransi. Sebagian besar pemangku
kepentingan, termasuk perusahaan asuransi, menyepakati
 perlunya standar akuntansi yang mengatur kontrak asuransi yang
bersifat global sehingga dapat meningkatkan keterbandingan laporan
keuangan perusahaan asuransi antar yurisdiksi dan keberagaman
produk maupun dengan industri lainnya.
2. DE PSAK 74

Kontrak Asuransi mensyaratkan entitas untuk mengidentifikasi


portofolio kontrak asuransi. Portofolio tersebut terdiri dari kontrak
yang memiliki risiko serupa dan dikelola
 bersama. Entitas membagi portofolio kontrak asuransi terbitan
(insurance contracts issued)  minimal menjadi kelompok kontrak yang
merugi (onerous) pada saat pengakuan awal, kelompok kontrak yang
pada saat pengakuan awal tidak memiliki kemungkinan signifikan
untuk selanjutnya menjadi kontrak yang merugi, dan kelompok
kontrak tersisa dalam portofolio.

3. DE PSAK 74: Kontrak Asuransi mengatur bahwa kelompok kontrak


asuransi diukur pada nilai total atas arus kas pemenuhan ( fulfillment
cash flows) dan marjin jasa kontraktual (contractual service margin).
Arus kas pemenuhan meliputi estimasi atas arus kas masa depan
danpenyesuaian untuk merefleksikan nilai waktu atas uang dan risiko
keuangan terkait arus kas masa depan, serta penyesuaian risiko
nonkeuangan. Pendekatan ini dimodifikasi untuk mengukur kelompok
kontrak reasuransi milikan (reinsurance contracts held)  dan

33
kelompok kontrak asuransi dengan fitur partisipasi diskresioner
(insurance contracts with discretionary participation feature). Namun
entitas dapat menggunakan pendekatan alokasi premi ( premium
allocation approach) untuk pengukuran kontrak asuransi jika kontrak
memenuhi kriteria tertentu.

4. DE PSAK 74: Kontrak Asuransi mengatur entitas untuk menyajikan


secara terpisah dalam laporan posisi keuangan jumlah tercatat
kelompok berikut:
a. Kontrak asuransi terbitan yang merupakan aset;
b. Kontrak asuransi terbitan yang merupakan liabilitas;
c. Kontrak reasuransi milikan yang merupakan aset; dan
d. Kontrak reasuransi milikan yang merupakan liabilitas.
5. DE PSAK 74: Kontrak Asuransi mensyaratkan entitas memisahkan
jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain ke dalam hasil jasa asuransi yang terdiri dari
pendapatan asuransi dan beban jasa asuransi, dan penghasilan atau
beban keuangan asuransi. Pendapatan asuransi dan beban jasa
asuransi yang disajikan dalam laba rugi tidak memasukkan komponen
investasi apapun. Pendapatan asuransi merupakan total dari
perubahan dalam liabilitas atas sisa masa pertanggungan dalam
periode yang
 berkaitan dengan jasa yang atasnya entitas mengharapkan untuk
menerima pembayaran. DE PSAK 74: Kontrak Asuransi diusulkan
untuk berlaku efektif per 1 Januari 2022 dengan opsi penerapan
dini diperkenankan. DE PSAK 74 akan menggantikan PSAK 62:
Kontrak Asuransi
Sejauh ini, indikasinya adalah kesalahan dalam pengelolaan investasi.
Mayoritas dana kelolaan diinvestasikan dalam bentuk sekuritas (efek) di
pasar modal. Persoalannya, pasar modal tengah lesu sehingga harga efek
turun sehingga tidak bisa segera dilepas untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas. Disisi lain masih banyak yang belum jelas dalam kasus tunda

34
bayar Jiwasraya semisal siapa manager investasi , sekuritas dan
kustodian. Kedepan dalam jangka
pendek dan menengah ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan
Jiwasraya dalam tahap yang bisa disebut rekonstruksi dan rehabilitasi
setelah melalui tahap tanggap darurat diatas.
1. Menghentikan produk saving plan untuk sementara. Menata
kembali struktur biaya, margin bersih, fitur yang ditawarkan dan
koordinasi yang lebih baik antara pemasaran, aktuaris dan investasi.
Dibentuk semacam  Asset Liability Committee (ALCO) seperti
halnya bank.  
2. Memisahkan pencatatan pendapatan premi yang murni proteksi
dengan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi Ketentuan
di dalam IFRS ( International Financial Reporting Standards)
mengharuskan laporan keuangan perusahaan asuransi memisahkan
transaksi premi proteksi dan premi investasi. Lembaga profesi
akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa
Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012.
Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan
dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin
mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi
penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain.

3. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perjanjian


bancassurance . Memastikan tidak ada komitmen licence fee atau
up front fee yang bersifat tetap serta menyusun exit plan bila
kerjasama bancassurance harus diakhiri .

35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan

kerja didefinisikan sebagai catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor


mengenai prosedur audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang
diperoleh, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan pelaksanaan penugasan audit
yang dilakukannya.

Kertas kerja audit berfungsi sebagai; jembatan/mata rantai yang menghubungkan


antara catatan auditi dengan laporan hasil audit, dan dapat pula dipergunakan auditor
untuk mempertanggungjawabkan prosedur/langkah audit yang dilakukannya,
mengkoordinir dan mengorganisir semua tahap audit mulai dari perencanaan sampai
pelaporan, dan sebagai dokumen yang dapat digunakan oleh auditor berikutnya.

Kertas kerja yang baik harus lengkap, teliti, ringkas, jelas dan rapi, disimpan dan
dijaga kerahasiannya. Agar mudah diakses, lazimnya kertas kerja audit dikelompokkan
dalam berkas permanen (permanent file), berkas berjalan (current file), berkas lampiran
dan berkas khusus.

2. Saran

Saran yang diberikan dari penulis kepada pembaca direkomendasikan untuk


melakukan penelusuran ilmu lebih lanjut mengenai makalah ini yakni tentang kertas kerja
audit agar pembaca bisa lebih memahami mengenai kertas kerja audit.

36
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno (2006).Auditing.Jakarta:lembaga Penerbit FE UI, Salemba Empat..

Arens, A Alvin, Randal J. Elder, Mark Beasley(2008).Auditing dan Jasa Assurance,


Jakarta:indeks.

Arens, A Alvin,Mark S. Beasley, Randal J. Elder(2010). Auditing dan Jasa Assurance,


Jakarta:Salemba Empat.

Hall, A James,Tommie Singleton(2007). Audit Teknologi Informasi dan Asurance,


Jakarta:Salemba Empat.

Mulyadi.2002.Auditing Edisi 6.Jakarta:Salemba Empat Seksi 339 Nomor


15.1994.SPAP.Jakarta:IAI

https://

www.liputan6.com/bisnis/read/4143520/kronologi-masalahjiwasraya-
versi-ojk 
https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-
lengkap-kasus-

37

Anda mungkin juga menyukai