Disusun Oleh:
Fida Aghnia 117040067
Mutiara Puteri Rimbani 117040070
Elfa Agnestania 117040079
Ratih Purnama 117040084
3C Akuntansi
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Kertas Kerja Audit dan
Program Kerja Audit” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian
umatnya hingga akhir zaman.
Dengan segala kemampuan penulis yang terbatas, makalah ini mencoba
menguraikan tentang tema, topik, dan judul. Dan dengan adanya makalah ini diharapkan
sedikit membantu para pembaca dan penulis sendiri dalam memahami cara menentukan
tema, topik, dan judul yang baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritiknya yang bersifat membangun
untuk menyempurnakan makalah ini dengan harapan untuk memperbaiki kualitas
makalah.
Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi kita semua yang membacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..........................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................6
1.3 Tujuan...................................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.............................................................................................................................7
2.1 Kertas Kerja Audit.............................................................................................................7
2.2 Bentuk dan Isi Kertas Kerja Audit....................................................................................7
2.3 Kertas Kerja Audit..............................................................................................................8
2.4 Persyaratan Kertas Kerja Audit........................................................................................9
2.5 Jenis Kertas Kerja Audit...................................................................................................10
2.6 Tujuan Pembuatan Kertas Kerja.....................................................................................10
2.7 Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja...........11
2.8 Penyimpanan KKA............................................................................................................12
2.9 Manfaat Kertas Kerja Audit.............................................................................................14
2.10 Pengorganisasian Kertas Kerja Audit...........................................................................15
2.11 Program Kerja Audit.......................................................................................................16
BAB III......................................................................................................................................22
ANALISIS KASUS......................................................................................................................22
3.1 Sejarah Asuransi Jiwasraya...........................................................................................22
3.2 Struktur Organisasi Asuransi Jiwasraya................................................................23
3.3 Permasalahan dalam Asuransi Jiwasraya..............................................................23
3.4 Penyebab Terkuaknya Kasus Jiwasraya.................................................................31
3.5 PSAK yang berkaitan dengan Jiwasraya..........................................................................32
3
BAB IV................................................................................................................................................36
PENUTUP...........................................................................................................................................36
4.1 Kesimpulan dan Saran..........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................37
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Kertas kerja audit (KKA) merupakan media yang digunakan auditor untuk
mendokumentasikan seluruh catatan, bukti dan dokumen yang dikumpulkan dan
simpulan yang dibuat auditor dalam setiap tahapan audit. Kertas kerja audit akan
berfungsi mendukung laporan hasil audit. Begitu pentingnya KKA ini sehingga KKA
harus dijaga mutunya melalui proses reviu secara berjenjang.
1.3 Tujuan
Sehubungan dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah
ini adalah:
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit (KKA) merupakan catatan-catatan yang dibuat dan data-data
yang dikumpulkan auditor secara sistematis pada saat melaksanakan tugas audit.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap terhadap proses audit, KKA harus
mencerminkan langkah-langkah kerja audit yang ditempuh, pengujian-pengujian yang
dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan hasil audit.
c. Media untuk mengkoordinir dan mengorganisasi semua tahap audit mulai dari
tahap perencanaan sampai pelaporan.
1. Pada sampul KKA ditulis :Kertas Kerja Audit” kemudian mengikuti di bawahnya :
7
Nama objek audit : Tulis nama perusahaan atau unit yang diaudit
Secara lebih rinci dokumen yang terdapat pada KKA harus meliputi aspek-aspek
berikut:
a. Perencanaan
b. Pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian
internal
c. Prosedur audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, analisa yang dibuat dan
8
kesimpulan yang dicapai oleh auditor
d. Review atas KKA
e. Pelaporan hasil audit
f. Monitoring tindak lajut terhadap hasil audit
c. Kertas kerja harus dibatasi pada informasi pokok saja yang diperlukan dan relevan
dengan tujuan audit dan disajikan secara ringkas, tidak memuat data yang tidak
perlu.
d. Kertas kerja harus mampu menyajikan informasi yang jelas dan sistematis,
penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari.
9
2.5 Jenis Kertas Kerja Audit
Dalam rangka mendukung laporan hasil audit, kertas kerja dikelompokkan dalam
Daftar Utama (lead/top schedule) dan Daftar Pendukung (supporting schedule):
Daftar Utama dan Daftar Pendukung merupakan dokumentasi yang terpisah satu
sama lain. Untuk menghubungkan keduanya, kertas kerja harus diberi indeks
(semacam tanda/nomor/kode yang dibuat untuk mempermudah menghubungkan satu
kertas kerja dengan kertas kerja yang lain).
10
3. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.
Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang
dilaksanakan dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit
tersebut menghasilkan berbagai macam bukti yang membentuk kertas kerja.
Pengkordinasian dan pengorganisasian berbagai tahap audit tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.
Dari Kertas Kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk
audit berikutnya jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama
dalam periode akuntansi yang berlainan, auditor memerlukan informasi
mengenai sifat usaha klien, catatan dan anke akuntansi klien, pengendaian
intern klien, dan rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada klien dalam
audit yang lalu, jurnal-jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan
secara wajar laporn keuangan yang lalu.
2.7 Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja
SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 06 mengatur bahwa kertas kerja adalah milik
kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi. Namun, hak kepemilikan
kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-pembatasan
yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, ntuk
meghindarkan penggunaan hal-hal yag bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan
yangtidak semestinya.Kertas keja yang bersifat rahasia berdasarkan SA Seksi 339
paragraf 08 mengatur bahwa auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk
menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya sekurang-kurangnya 10
tahun. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik memuat aturan yang berkaitan
dengan kerahasiaan kertas kerja.
11
Aturan Etika 301 berbunyi sebagai berikut:
“Anggota Kompartemen Akuntan Pubik tidak diperkenankan mengungkapkan
informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan dari klien”.
Hal-hal yang membuat auditor dapat memberikan informasi tentang klien kepada
pihak lain adalah :
a. Jika klien tersebut menginginkannya,.
b. Jika misalnya praktek kantor akuntan dijual kepada akuntan publik lain, jika
kertas kerjanya diserahkan kepada pembeli harus atas seijin klien.
c. Dalam perkara pengadilan (dalam perkara pidana).
d. Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan
keharusan untuk mengadakan peer review di antara sesama akuntan publik. Untuk
me-review kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang berlaku, dalam peer
review informasi yang tercantum dalam kertas kerja diungkapkan kepada pihak
lain (kantor akuntan public lain) tanpa memerlukan izin dari klien yang
bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.
a. Berkas Permanen
12
penugasan audit. Data organisasi meliputi; Struktur organisasi dan uraian tugas,
Sejarah danuraian pokok dan fungsi auditi, Daftar lokasi unit-unit di bawah
organisasi auditi, Kontrak dan perjanjian penting (jika ada), Daftar personil kunci,
Daftar pihak yang mempunyai hubungan istimewa, serta Ketentuan hukum dan
perundang - undangan terkait.
Berkas umum terdiri atas: Surat penugasaan audit, Informasi umum, Hasil
pertemuan awal, Program audit, Manajemen waktu audit, Ikhtisar temuan audit,
Draft laporan audit, Tanggapan auditi, Pertemuan akhir dan tindak lanjut hasil
audit.
Berkas analisis, memuat dokumentasi rinci atas proses pengumpulan dan pengujian
bukti audit untuk masing-masing data yang dicakup dalampenugasan audit.
c. Berkas Lampiran
Berkas ini berisikan lampiran data, catatan, dan dokumen yang menjadi
data mentah bagi proses pengujian bukti audit. Informasi mengenai proses dan
hasil pengujiannya sendiri dimasukkan dalam berkas audit analisis.
d. Berkas Khusus
13
2.9 Manfaat Kertas Kerja Audit
Setiap auditor wajib membuat KKA pada saat melaksaanakan tugas audit, manfaat
utama KKA antara lain :
2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para
pelaksana audit.
Begitu pentingnya KKA bagi suatu penugasan audit, maka penyusunan KKA oleh
auditor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Lengkap
h. Dalam setiap kertas kerja harus mencantumkan kesimpulan hasil audit dan
komentar atau catatan reviewer.
14
Kertas kerja audit dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung
pendapatnya dan merupakan bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang
memadai.
Auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam
auditnya, jika di kemudian hari ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan
mengenai simpulan atau pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam
auditnya.
Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang
dilaksanakan dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit tersebut
menghasilkan berbagai macam bukti yang membentuk kertas kerja.
Pengorganisasian dan pengkordinasian bebagai tahap audit tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.
Dari kertas kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk
audit berikutnya jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama
dalam periode akuntansi yang berlainan. Auditor memerlukan informasi mengenai
sifat usaha klien, catatan akuntansi klien dan pengendalian intern klien serta
rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada klien dalam audit yang lalu. Jurnal-
jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan secara wajar laporan
keuangan yang lalu.
15
sistem pemberian indeks dan sistem klasifikasi KKA. KKA pada audit manajemen
mengelompokkan bukti-bukti yang diperoleh sesuai dengan elemen tujuan auditr. Jadi
dengan demikian setiap KKA akan menyajikan temuan kelompok kriteria, penyebab,
da akibat, baik dalam bentuk temuan yang bersifat rinci maupun kesimpulan untuk
masing-masing elemen tujuan audit tersebut.
1. Merupakan suatu rencana yang sistematis tentang setiap tahap kegiatan yang bisa
dikomunikasikan kepada semua tim audit.
5. Dapat membantu auditor untuk mengenali sifat pekerjaan yang telag dikerjakan
sebelumnya.
Program kerja audit disusun untuk setiap tahapan audit yang dilakukan. Program
kerja audit pendahuluan mengcakup pengumpulan informasi umum tentang objek yang
diaudit, cara pelaksanaan prosedur, dan sistem operasional yang diterapkan dalam
perushaan tersebut. Dalam tahap audit ini, auditor harus melakukan pengujian
pendahuluan (primary test) atas informasi yang diperoleh untuk mengidentifikasi
aktivitas yang masih memerlukan perbaikan. Identifikasi ini disebut possibel audit
16
objective. Hasil identifikasi ini kemudian dianalis untuk menentukan informasi yang
dapat berkembang menjadi tujuan audit sementara (tentative audit objective). Dari
bukti-bukti sasaran sementara ini auditor kemudian menetapkan langkah-langkah
kerja spesifik yang perlu untuk tahap audit berikutnya.
Pada tahap audit pengujian dan riview atas pengendalian manajemen, program
kerja audit biasanya memuat langkah-langkah audit yang bertujuan untuk menemukan
bagiam-bagian yang mengandung kelemahan pada sistem pengendalian manajemen
SPM yang diterapkan objek audit. Langkah-langkah kerja pada tahap audit ini harus
mengarahkan auditor tidak hanya memperoleh informasi tentang keandalan sistem
pengendalian manajemen tetapi juga memperoleh bukti-bukti yang diperlukan untuk
merumuskan secara tepat tujuan audit sementara menjadi tujuan audit yang
sesungguhnya (definitive audit objective).
Sedangkan program kerja audit untuk tahap audit lanjtan, memuat langkah-
langkah rinci untuk mendapatkan bukti yang cukup, material dan relevan dalam
mendukung temuan-temuan yang menjadi dasar rekomendasi (perbaikan). Program
kerja audit pada tahap audit ini, harus memberikan panduan kepada auditor dalam
pengembangan temuan yang dilakukannya.
Setiap program kerja audit biasanya mengandung empat hal pokok, yaitu :
17
2. Pertanyaan tujuan audit, menyajikan tentang :
3. Intruksi-intruksi khusus
Langkah-langkah kerja.
18
Penyajian hasil audit lanjtan (daftar temuan)
Penyusunan rekomendasi
1. Tujuan audit harus dinyatakan secara jelas dan harus dapat dicapai atas dasar
pekerjaan yang direncanakan dalam program audit.
2. Prpgram kerja audit harus disusun sesuai dengan penugasan yang bersangkutan
4. Setiap langkah kerja harus merinvi pekerjaan yang harus dilakukan disertai
alasan-alasannya
6. Program kerja audit harus fleksibel dan setiap perubahan yang dilakukan harus
dengan persetujuan auditor
7. Program kerja hendaknya hanya beisi informasi yang perlu untuk melaksanakan
audit dan evaluasi secara cepat.
8. Program erja audit tidak boleh memuat perintah untuk memperoleh informasi
yang telag ada dalam permanent file.
19
10. Program kerja audit disiapkan oleh ketua tim audit dan harus dibahas bersama-
sama dengan pengawas dan seluruh anggota tim.
Prosedur Analitis
Prosedur ini meneliti hubungan yang dapat diterima antara data keuangan dan
data non-keuangan untuk mengembangkan harapan atas saldo laporan keuangan.
Prosedur awal
Yakni prosedur untuk memperoleh pemahaman atas:
Pengujian Pengendalian
Adalah pengujian pengendalain intern yang ditetapkan oleh strategi audit dari
auditor.
Pengujian Transaksi
Adalah pengujian substantif yang terutama meliputi tracing atau vouching
transaksi berdasarkan bukti dokumenter yang mendasari.
20
Pengujian Saldo
Berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-item
yang membentuk saldo tersebut.
1) Top-down
Prosedur analitis
Prosedur awal
Pengujian pengendalian
Pengujian transaksi
Pengujian saldo
2) Bottom-Up
21
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada tahun 1957 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda yang ada di
Indonesia dinasionalisasi sejalan dengan program Indonesianisasi
perekonomian Indonesia. Tanggal 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859
dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958
dengan merubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa
Sedjahtera.
22
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Jiwasraya yang anggaran dasarnya
kemudian diubah dan ditambah dengan Akta Notaris Sri Rahayu Nomor 839
tahun 1984 Tambahan Berita Negara Nomor 67 tanggal 21 Agustus 1984
menjadi PT Asuransi Jiwasraya. Kemudian berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1995, diubah dan ditambah terakhir dengan Akta Notaris Imas
Fatimah SH, Nomor 10 tanggal 12 Mei 1988 dan Akte Perbaikan Nomor 19
tanggal 8 September 1998 yang telah diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Nomor 1671 tanggal 16 Maret 2000 dan Akte Perubahan Notaris Sri
Rahayu H.Prasetyo,Sh, Nomor 03 tanggal 14 Juli 2003 menjadi PT Asuransi
Jiwasraya (Persero).
23
beban maka perusahaan akan untung, dan sebaliknya jika pendapatan
lebih kecil dibandingkan beban maka perusahaan akan merugi.
Tapi pada tahun 2016 inilah, mulai tampak ada beberapa hal yang
janggal. Pertama, seperti yang disebut diatas, seiring dengan kenaikan
pendapatan premi, maka beban klaim dan manfaat yang harus dibayar
Jiwasraya ke nasabahnya juga otomatis naik. Untuk produk asuransi
jiwanya, angka beban ini naik menjadi Rp7.0 trilyun di tahun 2016, dan itu
masih normal karena angkanya masih jauh dibawah pendapatan premi yang
Rp17.9 trilyun. Dan beban yang nilainya juga melonjak adalah ‘kenaikan
24
liabilitas manfaat polis masa depan’, yang mencapai Rp11.0 trilyun,
dibanding tahun 2015 yang hanya Rp4.0 trilyun. Yang disebut ‘manfaat polis
masa depan’ ini adalah dana yang harus dibayarkan Jiwasraya ke nasabah
yang memegang produk asuransi unitlink yang dijual perusahaan, termasuk
JS Saving Plan itu tadi. Tetapi, di tahun 2016 itu Jiwasraya justru
membukukan rekor laba bersih Rp1.7 trilyun. Nilai wajar efek-efek’, yang
angkanya naik tiga kali lipat menjadi Rp1.5 trilyun. Keuntunga tersebut
berasal dari kenaikan harga saham atau obligasi yang dimiliki oleh
Jiwasraya, yang belum direalisasikan/belum dijual. Dapat dikatakan belum
direalisasi karena di laporan arus kasnya, penerimaan hasil investasi, atau
uang tunai yang diperoleh dari menjual saham, tercatat hanya Rp1 trilyun,
sudah termasuk nilai pokok investasinya. Sehingga keuntungan Rp1.5 trilyun
belum terealisasi. Meski demikian, dengan asumsi Jiwasraya bisa dengan
mudah menjual kembali saham-sahamnya sehingga merealisasikan
keuntungan investasinya, maka hal ini tidak jadi masalah.Tetapi, terkait
hal diatas setelah ditelusuri saham-saham yang dibeli oleh Jiwasraya
merupakan saham ‘gorengan’.
Berdasarkan data registrasi efek dari BEI, ada dua BUMN yang sampai
hari ini sahamnya masih dipegang Jiwasraya dalam jumlah besar/diatas 5%
kepemilikan, yaitu Semen Baturaja (SMBR), dan PP Properti (PPRO).
Berdasarkan informasi dari rapat antara manajemen Jiwasraya dan DPR,
Agustus 2019 kemarin, diketahui bahwa Jiwasraya pada tahun 2016 membeli
SMBR pada harga Rp1,555, dan beli PPRO di harga Rp1,000-an (harga
sebelum stocksplit, setara Rp250-an setelah stocksplit). Dan pada akhir
tahun 2016, SMBR dan PPRO masing-masing ditutup di posisi 2,790, dan
1,360. Inilah yang kemudian menyebabkan Jiwasraya pada akhir tahun 2016
membukukan ‘keuntungan dari perubahan nilai wajar efek-efek’.
Dalam hal ini jelas sekali ada yang janggal seperti yang tampak di tabel
diatas, nilai investasi saham yang dikelola langsung oleh Jiwasraya (tidak
melalui reksadana) di tahun 2016 tercatat Rp6.2 trilyun, dan sebagian besar
25
diantaranya terkonsentrasi hanya pada tiga saham yang disebut diatas yakni
SMBR, PPRO, BJBR. Perlu diingat pula bahwa SMBR, PPRO, dan BJBR
adalah saham second liner yang tentu saja tidak se-likuid blue chip, seperti
BBCA dll. Sehingga membeli saham seperti itu sebanyak trilyunan Rupiah
tentu saja sangat berisiko, karena akan sulit jualannya. Apalagi secara
fundamental, ketiga perusahaan diatas tidaklah istimewa, bahkan SMBR
kinerjanya turun terus, dan valuasinya ketika itu (di tahun 2016) juga amat
sangat mahal.
26
dimilikinya. Tujuannya tentu saja untuk meyakinkan investor dalam
menanamkan modal investasi yang menguntungkan bagi perusahaan
tersebut. Melalui proses manipulasi tersebut, perusahaan menampilkan
hasil atau kinerja yang baik sehingga investor semakin yakin bahwa
dengan berinvestasi dalam perusahaan tersebut, ia akan menuai
keuntungan yang besar.
Jiwasraya sejatinya sudah bermasalah sejak tahun 2016, dalam hal ini
laporan keuangan dilaporkan untung, padahal rugi. Tapi karena belum ada
kasus gagal bayar, maka perusahaan terus menjual produk JS Saving
Plannya, dan alhasil memasuki tahun 2017, pendapatan premi Jiwasraya
kembali melonjak, namun beban preminya masih lebih besar, sehingga
perusahaan sejatinya kembali merugi. Tapi lagi-lagi, Jiwasraya masih
27
membukukan laba bersih sebesar Rp2.4 trilyun, yang salah satunya kembali
pakai modus ‘keuntungan investasi yang belum direalisasikan’ tersebut.
28
yang menggantikan Mr. Asamawi, aset Jiwasraya sekarang ini tinggal Rp2
trilyun saja, hanya saja belum tercantum di laporan keuangan. Sejak awal,
inovasi manajemen Jiwasraya dengan membuat produk unitlink yang berani
menjanjikan bunga fix yang lebih besar dibanding bunga deposito, itu sudah
salah, dan dari OJK sendiri jelas ada peraturan bahwa perusahaan keuangan
dilarang menjanjikan keuntungan fix sekian persen kepada nasabahnya.
Namun sayangnya untuk Jiwasraya ini, pihak otoritas boleh dibilang
terlambat bertindak, produknya sudah jelek. Imbasnya, pendapatan premi
perusahaan anjlok. Dan setelah ditambah kerugian investasi yang gila-gilaan
karena saham SMBR dll juga anjlok, kali ini tidak ada lagi manipulasi
‘keuntungan investasi yang belum direalisasikan’ atau semacamnya, maka
Jiwasraya tanpa ampun langsung mencatat rugi Rp15.9 trilyun di tahun
2018. Juga ikut memegang unit-unit reksadana tersebut. Dan bahkan
menurut dirut perusahan, Mr. Hexana yang menggantikan Mr. Asamawi,
aset Jiwasraya sekarang ini tinggal Rp2 trilyun saja, hanya saja belum
tercantum di laporan keuangan. Sejak awal, inovasi manajemen Jiwasraya
dengan membuat produk unitlink yang berani menjanjikan bunga fix yang
lebih besar dibanding bunga deposito, itu sudah salah, dan dari OJK sendiri
jelas ada peraturan bahwa perusahaan keuangan dilarang menjanjikan
keuntungan fix sekian persen kepada nasabahnya. Namun sayangnya untuk
Jiwasraya ini, pihak otoritas boleh dibilang terlambat bertindak.
29
pertumbuhan IHSG dan yield obligasi serta dapat dicairkan setiap tahun,
Jiwasraya terus terkena risiko pasar. Imbal hasil dari obligasi korporasi
dengan rating singleA (idA) hingga tripleA (AAA) berkisar 8%-9,5% per
tahun. Adapun sepanjang tahun 2018, kinerja Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) hanya 2,3%.
3. Manajemen Jiwasraya diduga lemah dalam menjalankan prinsip kehati-
hatian dalam berinvestasi.
4. Rekayasa harga saham (window dressing) .Jiwasraya diduga merekayasa
harga saham antara lain dengan jual-beli saham dengan dressing
reksadana. Modusnya, dengan saham yang harganya kemahalan atau
overprice dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di
atas harga perolehan) kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk
kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya. Hal ini dibuktikan dengan aset
investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang
underlying asset- nya sama dengan portofolio saham langsung.
5. Tekanan likuiditas produk Saving Plan Jiwasraya karena penurunan
kepercayaan nasabah terhadap produk Saving Plan menyebabkan
penurunan penjualan produk ini.Tidak adanya aset dan pencadangan aset
yang cukup untuk memenuhi kewajiban membuat terjadi gagal bayar
polis JS Saving Plan senilai Rop 12,4 triliun di Desember 2019. Penurunan
kepercayaan nasabah membuat klaim ataulapse rate secara signifikan
meningkat ke 51% dan terus meningkat hingga 85%. Hal tersebut
menyebabkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya. Efeknya, perolehan
premi menurun tajam, pendapatan investasi Jiwasaraya menurun. Dengan
klaim yang terus naik membuat terjadi krisis likuiditas di Jiwasraya.
Juni 2019, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp 20,2 triliun dan rasio
kecukupan modal atau risk based capital (RBC) Jiwasraya minus hingga
664,4% . Jika merujuk surat menyurat Menteri BUMN dengan
manajemen asuransi Jiwasraya saat itu, Menteri BUMN menyetujui aksi
korporasi Jiwasraya berupa transaksi repo atas aset investasi Jiwasraya
berupa surat berharga pemerintah dan korporasi dengan indikatif proceed
30
sekitar Rp 1,38 triliun (repo BRI) dan Rp 379 miliar (repo BTN).
Lalu, Jiwasraya melakukan penarikan fasilitas kredit BNI beragunan aset
perusahaan atau Jiwasraya berupa surat berharga pemerintah dan
korporasi dengan nilai Rp 242,3 miliar. Tak hanya itu, Menteri BUMN
juga menyetujui penarikan fasilitas kredit oleh Jiwasraya dari BTN
dengan jaminan aset surat berharga senilai Rp 200 miliar untuk
pemenuhan kewajiban jatuh tempo polis. Menteri BUMN juga menyetujui
aksi korporasi Jiwasraya dengan penarikan fasilitas kredit jangka pendek
BRI dengan plafon maksimal Rp 400 miliar fasilitasi settlement pada saat
roll over transaksi repo BRI serta menyetujui penerbitan MTN senilai Rp
500 miliar.
3.4 Penyebab Terkuaknya Kasus Jiwasraya
Kasus Jiwasraya terungkap pertama kali dari laporan nasabahnya pada
tahun 2018 karena Jiwasraya melakukan penundaan pembayaran kewajiban
polis yang telah jatuh tempo. Perusahaan menyampaikan alasan terkait
penundaan pembayaran kewajiban polis tersebut. Ia menyebutkan bahwa
adanya masalah kesulitan likuiditas yang menyebabkan perusahaan tersebut
terlambat membayar kewajiban polisnya. Hal ini terjadi pada produk
bancassurance dan nilainya mencapai 802miliar rupiah. Terdapat tujuh bank
yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui dengan nama JS
Proteksi Plan Jiwasraya tersebut yaitu, PT Bank Tabungan Negara Tbk
(BTN), Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank
Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, dan PT Bank Rakyat Indonesia
Tbk (BRI). Jiwasraya memberikan tingkat pengembaliannya dengan cost of
fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Dan dana
tersebut kemudian diinvestasikan pada instrumen saham dan
reksadana yang berkualitas rendah.
Selain pengungkapan atas laporan nasabah tersebut ada fakta lain yang
menyebabkan terungkapnya kasus jiwasraya ini yaitu laporan Direktur
Utama Jiwasraya yang baru dilantik pada saat itu, Asmawi Syam. Menurut
dugaannya ada ktidakseimbangan antara asset dengan kewajiban karena
31
penempatan investasi. Kemudian Kementerian meminta audit investigasi
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP). Hal tersebut didasarkan pada fakta jika laporan
keuangan unaudited Jiwasraya non konsolidasi pada tahun 2017 mencatat
laba bersih senilai Rp 2,4 triliun. Namun setelah dilakukan audit ulang,
ternyata laba bersih yang direvisi berbeda sangat signifikan menjadi Rp 360
miliar. Jika melihat kinerja keuangan Jiwasraya pada tahun 2017, Jiwasraya
memang berada pada kondisi yang sangat tertekan. Hal ini terlihat pada laba
bersih perusahaan yang anjlok 98.46% menjadi 328.43miliar sedangkan pada
tahun sebelumnya laba jiwasraya tercatat sebesar 2.14 triliun. Hingga tahun
ini, keuangan Jiwasraya tak kunjung membaik. Untuk itu, OJK
mengeluarkan izin pembentukan anak usaha Jiwasraya, Jiwasraya Putra,
demi menyehatkan induknya. Direktur Utama Jiwasraya menyatakan
perusahaan butuh modal Rp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan
modal berbasis risiko sebesar 120 persen. Sementara, aset perusahaan
tercatat senilai Rp 23,26 triliun, tapi kewajibannya mencapai angka Rp 50,5
triliun.Ekuitas negatif Rp 27,24 dan liabilitas produk JS Saving Plan
mencapai Rp 15,75 triliun hingga sekarang.
Pengungkapan lainnya terjadi pada akun revaluasi asset Jiwasraya. Pada
tahun 2013 direksi Jiwasraya menyampaikan alternatif penyehatan
berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan konvergen IFRS (nilai buku Rp 278,2 miliar),
direvaluasi menjadi Rp 6,56 triliun dan mencatatkan laba sebesar Rp 457,2
miliar. Tetapi berdasarkan audit BPK pada tahun 2015 menunjukkan
bahwa ada penyalahgunaan wewenang perusahaan dimana laporan asset
investasi keuangan melebihi realita dan kewajiban dibawah nilai yang
sebenarnya.
3.5 PSAK yang berkaitan dengan Jiwasraya
1. PSAK 62
32
berlaku adalah PSAK 62. Kontrak Asuransi: merupakan standar
interim. Standar ini memperkenankan entitas untuk menggunakan
beragam praktik akuntansi untuk kontrak asuransi. Perbedaan
dalam
perlakuan akuntansi antar yurisdiksi dan produk menyebabkan
investor dan analis kesulitan untuk memahami dan membandingkan
laporan keuangan perusahaan asuransi. Sebagian besar pemangku
kepentingan, termasuk perusahaan asuransi, menyepakati
perlunya standar akuntansi yang mengatur kontrak asuransi yang
bersifat global sehingga dapat meningkatkan keterbandingan laporan
keuangan perusahaan asuransi antar yurisdiksi dan keberagaman
produk maupun dengan industri lainnya.
2. DE PSAK 74
33
kelompok kontrak asuransi dengan fitur partisipasi diskresioner
(insurance contracts with discretionary participation feature). Namun
entitas dapat menggunakan pendekatan alokasi premi ( premium
allocation approach) untuk pengukuran kontrak asuransi jika kontrak
memenuhi kriteria tertentu.
34
bayar Jiwasraya semisal siapa manager investasi , sekuritas dan
kustodian. Kedepan dalam jangka
pendek dan menengah ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan
Jiwasraya dalam tahap yang bisa disebut rekonstruksi dan rehabilitasi
setelah melalui tahap tanggap darurat diatas.
1. Menghentikan produk saving plan untuk sementara. Menata
kembali struktur biaya, margin bersih, fitur yang ditawarkan dan
koordinasi yang lebih baik antara pemasaran, aktuaris dan investasi.
Dibentuk semacam Asset Liability Committee (ALCO) seperti
halnya bank.
2. Memisahkan pencatatan pendapatan premi yang murni proteksi
dengan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi Ketentuan
di dalam IFRS ( International Financial Reporting Standards)
mengharuskan laporan keuangan perusahaan asuransi memisahkan
transaksi premi proteksi dan premi investasi. Lembaga profesi
akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa
Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012.
Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan
dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin
mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi
penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain.
35
BAB IV
PENUTUP
Kertas kerja yang baik harus lengkap, teliti, ringkas, jelas dan rapi, disimpan dan
dijaga kerahasiannya. Agar mudah diakses, lazimnya kertas kerja audit dikelompokkan
dalam berkas permanen (permanent file), berkas berjalan (current file), berkas lampiran
dan berkas khusus.
2. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
https://
www.liputan6.com/bisnis/read/4143520/kronologi-masalahjiwasraya-
versi-ojk
https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-
lengkap-kasus-
37