NIM : 201753038
Kasus UU ITE yang pertama booming di tanah air menimpa seorang ibu dua anak
bernama Prita Mulyasari pada tahun 2008. Prita dijerat UU ITE setelah dirinya dilaporkan oleh
pihak Rumah Sakit Omni Internasional terkait surat elektronik tentang ketidakpuasan pelayanan
rumah sakit yang ia kirim tersebar luas. Merasa dicemarkan nama baiknya, pihak RS Omni
Internasional kemudian melayangkan gugatan pidana dan perdata kepada Prita melalui
Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dan Pengadilan Tinggi Banten. Prita kemudian divonis 6
bulan penjara dan dikenai denda sebesar Rp 204 juta.
Salah satu hal yang diingat oleh masyarakat Indonesia dari lahirnya Undang-undang No.
11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), adalah seorang ibu rumah
tangga bernama Prita Mulyasari. Prita Mulyasari adalah salah satu “korban” dari berlakunya UU
ITE yang kontroversial itu. Kasus yang ia alami-pun kontroversial. Pada 13 Mei 2009 lalu (tepat
1 tahun 1 bulan UU itu berlaku), Prita Mulyasari ditahan di Lapas Wanita Tangerang, dengan
sangkaan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27
ayat (3) UU ITE, terhadap RS Omni Internasional Alam Sutera Tangerang. Kasusnya terus
berproses hingga Mahkamah Agung.
Menurut saya , Kasus Prita Mulyasari ini setidaknya bisa mengurangi rasa takut pada
masyarakat luas, dalam menyampaikan pendapat, informasi atau berekspresi, khususnya secara
tertulis melalui dunia maya. Karena tak dipungkiri, pidana penjara merupakan pidana yang
menakutkan bagi tiap orang. Meskipun tingkat pidananya rendah, namun pidana penjara dapat
menghadirkan dampak-dampak mendalam lainnya. Salah satunya di masyarakat kita masih
melekat, bahwa jika seseorang pernah menjalani pidana penjara, maka ia akan disamakan dengan
seorang penjahat. Dalam konteks ini, hal ini sangat membahayakan bagi berlangsungnya
kehidupan berkespresi.