Anda di halaman 1dari 21

Prosedur pemeriksaan BNO IVP :

1. Pasien datang ke ruangan radiologi dengan membawa permintaan foto yang sudah
didaftarkan dan membayar biaya pemeriksaan di kasir.
2. Pasien dijanjikan waktu pemeriksaannya dan diberikan penjelasan mengenai persiapan
yang harus dilakukan sesuai dengan pemeriksaan.
3. Pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan ke laboratorium : Ureum dan kreatinin
( Bila melebihi normaal konsulkan ke dokter radiolog )
4. Untuk pasien rawat inap pemeriksaan dibantu oleh perawat

Persiapan pasien :

1. Sehari sebelum pemeriksaan atau mulai Pkl 14.00 pasien hanya makan makanan lunak
tidak berserat ( Bubur kecap ataupun Bubur kaldu ).
2. Pkl. 20.00 pasien minum dulcolax tablet 2 butir 
3. Pkl. 22.00 sebelu tidur,  pasien kembali minum dulcolax sebanyak 2 butir.
4. Pkl.  05.00 pagi masukkan 1 butir Dulcolax suposutoria melalui dubur atau anus
5. Selama persiapan dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan ( Puasa ), tidak banyak
berbicara, dan tidak merokok sampai dengan pasien datang ke instalasi radiologi sesuai
waktu yang dijanjikan dan pemeriksaan selesai dilakukan.
6. Selama persiapan pasien hanya diperbolehkan minum sebanyak 3x agar terhindar dari
dehidrasi. 

Pemeriksaan IVP

1. Pasien diminta memasuki ruangan pemeriksaan.


2. Pasien atau keluarga pasien diberikan penjelasan dan jika telah jelas diminta
menandatangani inform consent.
3. Pasien diminta tidur terlentang pada meja pemeriksaan dengan mid sagital plane
menempel dengan mid line meja \
4. Lakukan skint tes kontras media sebanyak  1 - 1,5 ml
5. Kaset sesuai ukuran yang dibutuhkan di tempatkan pada cassette tray dibawah meja
pemeriksaan 
6. Radiografer mengatur posisi pasien berada tepat dibawah meja pemeriksaan.

Foto Polos BNO / Plain Foto

1. Untuk mengetahui keadaan abdomen ( BNO ), apakah ada banyak udara / artefak yang
akan mengganggu gambaran selama pemeriksaan.
2. Untuk mengetahui keadaan awal dari Abdomen sebagai bahan penilaian ekspertise
radiograf.
3. mengetahui kondisi faktor eksposi yang tepat ( Tidak boleh ada pengulangan )
4. Jika radiograf baik maka pemeriksaan bisa dilajutkan.

Pemasukan kontras media :


1. Dokter memasukkan kontras media didampingi oleh Radiografer. Memberikan zat
kontras melalui vena ( Apabila skint test negatif ) Sebanyak 40-50 cc kepada pasien.
2. Nilai urium maksimal  50 mg/dl : Nilai creatinin maksimal 1,2 mg/dl
3. Single dose ( 1ml/Kg BB )
4. Double dose ( 1,5 cml/Kg BB )
5. Misal Pasien 73Kg maka kontras 73 ml apabila Double : 73 + 36,5 = 110 ml

 Fase Nefrogram :

1. Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron pada ginjal ( terisi minimal )
2. 5 menit setelah penyuntikan 
3. dilakukan kompresi ureter.
4. film : 24x30 cm
5. CP antara xypoideus dan umbilicus
6. CR Tegak Lurus 
7. FFD = 1 meter 

Hasil Gambaran :

1. Densitas baik
2. Tidak ada bagian neufron yang terpotong 
3. Kontras mengisi ginjal/ Calix sampai ureter proksimal
4. Poasitas mampu menampilkan organ

Fase Nefrogram 15

1. Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron, pelvis renalis dan ureter proximal
terisi maksimal ( Fungsi eksresi ginjal yang terbendung )
2. 15 menit setelah penyuntikan 
3. Ekspose dilakukan tanpa pembukaan kompresi.
4. Film 24x30 cm
5. CP = Sedikit di atas umbilicus 
6. CR = tegak lurus
7. FFD = 100 cm

Catatan kenapa harus dilakukan kompresi :


 Untuk membendung kontras media yang dieksresikan ginjal melalui ureter, sehingga
nefron dan pelvis dapat mengembang dengan baik.

Cara melakukan kompresi :

1. Letakkan 2 buah bola tenis /   compression ball pada daerah setinggi umbilicus / setinggi
SIAS 
2. Compression bandage dikatikan pada ujung lain meja dan compression ball ditekan
dengan tuas pengungkit.
3. Diukur tekanan bandage tidak terlalu kencang maupun longgar.

Fase Ureter :

1. Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan ureter proksimal
terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung kemih ( Fungsi eksresi ginjal
tidak terbendung ).
2. 30 menit setelah penyuntikan
3. Film 30x40 cm
4. CP = Garis Pertengahan SIAS
5. CR Tegak lurus film
6. FFD 100 cm 

 Hasil Gambaran :

1. Densitas baik 
2. Tidak ada bagian ginjal yang terpotong 
3. Kontras mengisi ginjal sampai ureter distal dan sedikit mengisi kandung kemih
4. Opasitas mampu menampilkan organ/ tractus urinarius 

Fase Vesica Urinaria Full Blast

1. Fase dimana kontras media  memperlihatkan nefron, Pelvis renalis, ureter hingga
kandung kemih ( Fungsi eksresi ginjal tidak terbendung ). 
2. 45 menit setelah penyuntikan 
3. Film 30x40 cm 
4. CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis Pubis.
5. CR Tegak lurus Vertikal
6. FFD = 100 cm

Hasil Gambaran :

1. Densitas baik
2. Tidak ada bagian ginjal yang terpotong 
3. Kontras mengisi kandung kemih hingga VU mengembang 
4. Opasitas mampu menampilkan organ vesica urinaria terisi penuh kontras media 
5. Seing disebut foto " Full Blast "

Fase Vesica Urinaria Post Void

1. Fase dimana kontras media  memperlihatkan kandung kemih dalam keadaan kosong
( Fungsi pengosongan kandung kemih ).
2. 50 menit setelah penyuntikan 
3. Film 30x40 cm
4. CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis Pubis
5. CR Tegak Lurus
6. FFD 100 cm

Kriteria gambaran Post Void

1. Densitas baik
2. Tidak ada bagian ginjal hingg VU yang terpotong
3. Kontras keluar melalui kandung kemih hingg VU terlihat kosong
4. Opasitas mampu menampilan organ
5. Vesica Urinaria terisi penuh kontras media 
6. Sering disebut " Post Void " atau " Post Mixie"

 Late Foto :

1. Adanya keadaan dimana kontras media terlambat menampilkan gambaran organ yang
diakibatkan oleh adanya kelainan pada organ ( Adanya batu di Nefron sehingga ureter
tidak tervisualisasikan )
2. Apabila terjadi " Late Foto " sebaiknya pasien difoto post voiding satu jam kemudian.
3. Late foto bisa sampai 2 jam.

Contoh Foto yang terdapat kelainan seperti " Nefrolithiasis"


Prosedur Pemeriksaan CCT

Ginjal merupakan sepasang organ yang terletak di belakang rongga perut


(retroperitoneal), dan berfungsi untuk membuang zat sisa serta kelebihan cairan dari dalam
darah. Selain menjaga keseimbangan cairan, organ ini juga berfungsi untuk menjaga
keseimbangan kadar mineral dalam tubuh, serta membantu proses pembentukan vitamin D, sel
darah merah, dan hormon yang mengatur tekanan darah.

Jika seseorang mengalami kerusakan ginjal, ginjal tidak dapat melakukan fungsi-
fungsinya dengan optimal sehingga menyebabkan berbagai gangguan dalam tubuh. Untuk
mendeteksi adanya penyakit ginjal dan menentukan apakah ginjal bekerja dengan baik,
seseorang harus menjalani pemeriksaan fungsi ginjal.

A. Jenis-Jenis Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal ada yang rutin dilakukan dan ada juga yang sifatnya tambahan. Jenis-
jenis pemeriksaan fungsi ginjal yang rutin dilakukan adalah:

1. Tes urine, untuk mengetahui adanya protein dan darah dalam urine yang menandakan
penurunan fungsi ginjal.
2. Ureum atau blood urea nitrogen (BUN), yaitu tes untuk menentukan kadar urea
nitrogen dalam darah yang merupakan zat sisa dari metabolisme protein dan seharusnya
dibuang melalui ginjal.
3. Kreatinin darah, yaitu tes untuk menentukan kadar kreatinin dalam
darah. Kreatinin merupakan zat sisa hasil pemecahan otot yang akan dibuang melalui
ginjal. Kadar kreatinin yang tinggi dalam darah dapat menjadi tanda adanya gangguan
pada ginjal.
4. Glomerulo filtration rate (GFR), yaitu tes untuk melihat kemampuan ginjal dalam
menyaring zat sisa metabolisme dari dalam tubuh.

Sedangkan pemeriksaan fungsi ginjal tambahan, di antaranya adalah:

1. Tes kandungan albumin dalam darah.


2. Tes rasio albumin-kreatinin.
3. Tes kandungan elektrolit dalam darah dan urine.
4. Bersihan kreatinin (CCT) dan protein dalam urine 24 jam.
5. Biopsi ginjal.
6. Sistoskopi dan ureteroskopi.
B. Indikasi Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal umumnya disarankan pada pasien yang diduga menderita gagal
ginjal akut maupun gagal ginjal kronis. Gejala-gejala yang dapat menandai adanya kerusakan
ginjal adalah:

1. Nyeri pada saat buang air kecil.


2. Mengalami kesulitan pada saat awal buang air kecil.
3. Hematuria.
4. Meningkatnya frekuensi buang air kecil atau berkurangnya produksi urine.
5. Urine berbusa.
6. Pembengkakan pada tangan dan kaki akibat penumpukan cairan (edema).
7. Tekanan darah tinggi.
8. Aritmia.
9. Sesak napas.
10. Penurunan kesadaran.

Seseorang juga dapat diminta untuk menjalani pemeriksaan fungsi ginjal jika memiliki kondisi-
kondisi seperti:

1. Diabetes.
2. Penyakit jantung.
3. Hipertensi.
4. Batu ginjal.
5. Lupus.
6. Infeksi.
7. Terdapat anggota keluarga dengan riwayat penyakit ginjal.

C. Peringatan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Tidak ada peringatan khusus bagi pasien yang akan menjalani pemeriksaan fungsi ginjal,
baik pemeriksaan melalui sampel darah atau urine. Akan tetapi, pasien yang sedang
mengonsumsi obat pengencer darah atau memiliki kelainan pembekuan darah harus
memberitahukan kepada dokter tentang kondisi tersebut.

D. Persiapan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pasien akan diminta untuk menghentikan konsumsi obat-obatan tertentu agar hasil pemeriksaan
fungsi ginjal tidak terpengaruh. Khusus pasien yang akan menjalani pemeriksaan urine selama
24 jam, akan diminta untuk menghindari aktivitas fisik berat pada hari pengumpulan urine. Ini
disebabkan karena aktivitas fisik berat dapat memengaruhi konsentrasi kreatinin yang terdapat
pada urine.

Pasien yang akan menjalani pemeriksaan fungsi ginjal juga akan diminta mengisi data diri serta
riwayat medis untuk kelengkapan pemeriksaan. Selain kadar kreatinin darah, data diri seperti
usia, ras, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan penting untuk menghitung laju filtrasi
glomerulus (GFR).

E. Prosedur Pengambilan Sampel Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan melalui pengambilan sampel darah dan sampel urine.
Sampel darah diambil menggunakan jarum khusus untuk dianalisis di laboratorium. Pertama-
tama, dokter akan mengikat lengan bagian atas pasien dengan tali khusus, sehingga pembuluh
darah venanya terlihat dengan jelas. Setelah itu, dokter akan membersihkan kulit di derah vena
dengan menggunakan alkohol. Dokter kemudian akan menusukkan jarum khusus ke dalam
pembuluh vena, dan memasang tabung sampel darah pada jarum. Darah akan mengalir dari
pembuluh vena ke dalam tabung tersebut. Jika dirasa sudah cukup, jarum akan dicabut dan titik
bekas tusukan jarum pada kulit akan ditutup dengan plester khusus.

Sedangkan untuk sampel urine, diambil ketika pasien buang air kecil dan disimpan dalam wadah
khusus. Pada saat buang air kecil, biarkan sejumlah urine pada awal buang air kecil terbuang
tanpa ditampung. Setelah itu, tampung urine secukupnya ke dalam wadah sampel dan tutup
rapat. Jika sudah selesai, urine dapat langsung dibawa ke laboratorium untuk diperiksa atau
disimpan di lemari es terlebih dahulu.

Pasien dapat diminta untuk mengumpulkan sampel urine selama 24 jam. Jika diminta mengambil
sampel urine selama 24 jam, pasien harus menampung urine tiap kali buang air kecil ke dalam
wadah sampel. Selama proses pengambilan sampel, wadah penampungan juga harus disimpan di
dalam lemari es sebelum dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.

E. Setelah Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Sampel yang sudah diambil dari pasien kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
Pada jadwal pertemuan selanjutnya, ketika hasil pemeriksaan laboratorium sudah ada, dokter
akan membacakan hasil pemeriksaan tersebut.

Dalam tes urine, hasil dapat menandakan adanya kelainan atau penyakit ginjal dari kandungan
zat abnormal dalam urine, seperti gula (glukosa), protein, dan sel darah merah. Pada ginjal yang
sehat, jumlah zat-zat tersebut sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Meski demikian,
adanya zat-zat tersebut tidak selalu menandakan bahwa seseorang menderita penyakit ginjal.
Hasil tes urine hanya menjadi pertanda adanya kondisi yang tidak biasa atau tidak normal pada
ginjal seseorang.

Pada penderita gangguan ginjal, konsentrasi ureum dalam darah juga meningkat. Namun,
konsentrasi ureum yang tinggi dalam darah juga dapat ditemukan pada seseorang yang
menderita dehidrasi, sedang mengonsumsi obat tertentu, atau sedang rutin mengonsumsi
makanan berprotein tinggi. Oleh karena itu, sebelum menjalani pemeriksaan ureum, pasien harus
memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan dan aktivitas yang dijalaninya secara
lengkap.
Hasil tes albumin menunjukkan kandungan albumin di dalam darah. Albumin merupakan protein
yang seharusnya diserap kembali oleh ginjal, tidak seluruhnya dibuang melalui urine. Bila fungsi
penyerapan kembali ginjal menurun, kandungan albumin dalam darah juga akan menurun.
Sebaliknya, kreatinin merupakan zat yang seharusnya dibuang melalui urine, sehingga bila
terdapat penurunan fungsi ginjal, kadar kreatinin dalam darah akan meningkat. Kandungan
albumin dan kreatinin dapat diketahui secara kuantitatif, dan dapat dihitung rasionya untuk
mengetahui kondisi ginjal. Rasio yang tinggi menandakan awal mula bocornya albumin melalui
urine.

Dari berbagai hasil tes yang dilakukan serta mempertimbangkan faktor riwayat medis dan data
diri pasien, kondisi ginjal dapat disimpulkan melalui indikator GFR (glomerulo filtration rate).
GFR pada ginjal normal umumnya di atas nilai 60. GFR yang berada di antara nilai 15-60
menunjukkan adanya penyakit ginjal atau gagal ginjal. Sedangkan GFR yang berada di bawah 15
menunjukkan gagal ginjal tahap akhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal.

Setelah hasil pemeriksaan fungsi ginjal diketahui, dokter akan melakukan diagnosis penyakit
yang sedang dialami oleh pasien. Jika diperlukan, dokter ginjal dapat meminta pasien untuk
menjalani tes tambahan agar hasil diagnosis lebih akurat. Pasien yang diduga menderita
hipertensi berdasarkan hasil tes, akan diberikan obat-obatan sesuai dengan kondisi yang diderita.
Pasien hipertensi juga dapat dianjurkan untuk mengubah pola hidup dan pola makan. Jika diduga
menderita diabetes, pasien dapat dirujuk ke dokter endokrinologi untuk diberikan pengobatan
lebih lanjut.

F. Risiko Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pengambilan sampel urine pada pemeriksaan fungsi ginjal umumnya aman dan tidak
menimbulkan efek samping. Sedangkan pada pengambilan darah, risiko efek samping ada,
namun jarang terjadi. Di antaranya adalah:

1. Perdarahan.
2. Infeksi di lokasi pengambilan sampel.
3. Ruam.
4. Nyeri
TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST

a. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pemeriksaan tuberculin test / PPD test /
mantoux test, mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan tuberculin test / PPD test /
mantoux test dengan tepat dan benar.

b. Deskripsi
Melakukan pemeriksaan tuberculin test / PPD test / mantoux test dengan memberikan
obat PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU sebanyak 0,1 ml melalui injeksi intra cutan
di lengan bawah klien.

c. Tujuan
Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan untuk mengidentifikasi apakah klien
mempunyai kekebalan terhadap basil TBC, sehingga sangat baik untuk mendeteksi infeksi TBC.

d. Indikasi dan Kontraindikasi


1. Indikasi
Dilakukan pada klien anak-anak yang dicurigai terkena infeksi TBC dan yang memiliki
risiko tinggi terkena TBC

2. Kontraindikasi

e. Konsep yang Mendasari Tuberculosis


Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang disebabkan kuman Mycrobacterium
tuberculosis. Kuman ini ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882 dan bisa juga disebabkan
oleh kuman Mycobacterium bovis yang terdapat pada susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Untuk
menegakkan diagnosis TBC secara pasti pada anak sangat sulit sehingga sering terjadi
overdiagnosis, dimana tenaga medis terlalu cepat memvonis padahal data yang dimilikinya
masih minim.

Hal ini kemudian sering kali diikuti overtreatment atau pengobatan yang berlebihan. Akibatnya,
konsekuensi yang diterima anak tidak ringan karena anak harus mengonsumsi 2-3 jenis obat
sekaligus minimal selama 6 bulan atau lebih. Pengobatan yang tidak tepat ini tentu saja amat
berisiko mengganggu fungsi hati, saraf pendengaran, dan organ-organ tubuhnya yang lain.

Selain itu, ditemukan juga underdiagnosis yaitu diagnosis yang terlambat sehingga menjadi
undertreatment. Hal ini sama-sama bisa membahayakan anak karena anak penderita TBC perlu
mendapat penanganan segera secara tepat. Bila tidak, jiwa anak pun menjadi taruhannya. Untuk
mendapatkan diagnosis tepat, tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan jika anak
menujukkan gejala-gejala berikut:

1. MMBB (Masalah Makan dan Berat Badan)


Bila anak sulit makan dan memiliki berat badan yang kurang dari rata-rata anak
seusianya, orangtua patut waspada, atau ada peningkatan berat badan tetapi tidak sesuai
atau masih di bawah jumlah yang semestinya (tidak sesuai dengan yang tertera pada
KMS/Kartu Menuju Sehat).

2. Mudah sakit
Anak sakit batuk pilek. Anak yang terinfeksi TBC akan lebih mudah tertulari penyakit.
Jika orang di lingkungan sekitarnya batuk pilek, anak mudah tertulari. Kondisi ini harus
mendapat perhatian.
3. Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas Anak-anak dengan
TBC, umumnya terlihat berbeda dari anak kebanyakan yang sehat dalam beraktivitas. Ia
tampak lemah, lesu dan tidak bersemangat.

4. Reaksi cepat BCG


Pada lokasi suntik vaksin BCG akan timbul tanda menyerupai bisul. Jika reaksi ini
muncul lebih cepat, misalnya seminggu setelah pemberian, berarti tubuh anak sudah
terinfeksi TBC. Padahal normalnya, tanda itu paling cepat muncul pada 2 minggu setelah
anak divaksinasi BCG. Namun rata-rata, benjolan pada kulit muncul setelah 46 minggu.

5. Batuk berulang
Batuk berkepanjangan merupakan gejala yang paling dikenal di masyarakat sebagai
pertanda TBC. Batuk yang awalnya berupa batuk kering kemudian lama-kelamaan
berlendir dan berlangsung selama 2 minggu lebih, merupakan salah satu tanda TBC.
Gejala ini akan muncul bila sudah terdapat gangguan di paru-paru. Hanya saja, bedakan
dari batuk alergi dan asma.

6. Benjolan di leher
Pembesaran kelenjar getah bening di leher samping dan di atas tulang selangkangan bisa
saja merupakan tanda TBC. Kelenjar getah bening merupakan salah satu benteng
pertahanan terhadap serangan kuman. Kelenjar ini akan membesar bila diserang kuman.
Namun, meski merupakan salah satu gejala TBC, tidak semua pembengkakan kelenjar
getah bening adalah gejala penyakit TBC. Bisa jadi pembengkakan itu karena adanya
infeksi atau radang di tenggorokan.

7. Demam dan berkeringat di malam hari


Gejala awal TBC biasanya muncul demam pada sore dan malam hari, disertai keluarnya
keringat. Gejala ini dapat berulang beberapa waktu kemudian. Namun hal ini tetap belum
dapat memastikan kalau anak menderita TBC. Tidak selalu anak-anak yang berkeringat
di malam hari menderita TB. Keringat tidur justru merupakan pertanda sistem
metabolisme yang sedang aktif bekerja. Pada saat tidurlah anak-anak mengalami
metabolisme yang pesat.

8. Diare persisten
Diare akibat TBC biasanya tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa.

f. Cara Pemberian tuberculin test / PPD test / mantoux test


Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal (dengan metode
Mantoux) di volar / permukaan belakang lengan bawah. Injeksi tuberkulin menggunakan jarum
gauge 27 dan spuit tuberculin. Saat melakukan injeksi harus membentuk sudut 10-15° antara
kulit dan jarum. Penyuntikan dianggap berhasil jika pada saat menyuntikkan didapatkan indurasi
diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah suntikan. Hasil uji tuberkulin
dicatat sebagai diameter indurasi bukan kemerahan dengan cara palpasi. Standarisasi digunakan
diameter indurasi diukur secara transversal dari panjang axis lengan bawah dicatat dalam
milimeter. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai
meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.

Setelah hasil tuberculin test / PPD test / mantoux test dinyatakan positif, anak sebaiknya
diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya. Salah satunya adalah

rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail lewat kondisi paru yang tergambar dalam
foto rontgen dan dan tes darah. Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan lebih dulu
karena hasil rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman TB. Bercak
putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki banyak penyebab. Anak yang sedang
menderita batuk pilek pun kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tuberculin test /
PPD test / mantoux test sangat perlu, tidak cukup hanya rontgen paru.

Mungkin saja hasil tes menunjukkan negatif, tetapi sebenarnya anak menderita TBC. Hal ini bisa
terjadi pada anak-anak yang kondisi tubuhnya sangat buruk, seperti anak yang mengalami
kekurangan gizi atau sedang menderita sakit berat. Disamping pemeriksaan di atas, ciri-ciri lain
dari TBC pun harus dicermati. Misalnya apakah anak kurus, sering sakit, dan mengalami
pembesaran kelenjar getah bening.

g. Alat yang Digunakan

1. Alas

2. Bengkok

3. Bak Instumen kecil

4. Kapas alkohol pada tempat tertutup


5. Syringe/spuit 1 ml

6. PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml

7. Sarung tangan (jika diperlukan)


Standar Operasional Prosedur

1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga


1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
- Alas
- Bengkok
- Bak Instrumen kecil
- Kapas alkohol pada tempat tertutup
- Syringe/spuit 1 ml
- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml
- Sarung tangan (jika diperlukan)
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan
Menggunakan sarung tangan bila pada klien yang menderita
penyakit menular (AIDS dan Hepatitis B)
3.2 Mengambil PPD dengan tepat :
- Membersihkan bagian atas botol dengan kapas alkohol dan
membiarkan kering sendiri
- Membuang kapas alkohol ke bengkok
- Memasukkan jarum melalui karet penutup botol ke dalam
botol
- Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan
- Menarik sejumlah PPD yang diperlukan (0,1ml)
- Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila ada
keluarkan dengan posisi tepat
- Mengecek ulang volume dengan tepat
- Melepas jarum dari spuit dan menggantinya dengan jarum
yang baru
3.3 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan
3.4 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang diharapkan
3.5 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.6 Mengatur pencahayaan ruangan
Menentukan area penyuntikan pada permukaan lengan
bagian bawah Pada saat penyuntikan, jarum dimasukkan
dengan bevel ke arah atas dengan sudut 10-15°. Jangan
lakukan aspirasi. Hasil tes dibaca dalam waktu 48-72 jam
setelah injeksi intradermal.
3.7
3.8 Memasang alas perlak di bawah tangan klien
3.9 Mendekatkan bengkok ke samping klien
Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan tehnik
sirkuler atau atas ke bawah sekali hapus dan biarkan
3.
10 mongering
3.11 Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok
Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum
mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan
menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas
seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm

3.12

3.13 Mendorong obat secara perlahan-lahan dan tepat


3.14 Mencabut jarum
Menginformasikan klien/keluarga klien untuk datang
3.
15 lagi (membaca hasil PPD) antara 48-72 jam kemudian
3.16 Mencuci tangan
4 Evaluasi 4.1 Melihat respon klien
4.2 Evaluasi kemungkinan penyuntikan tidak berhasil
(terlalu
dalam atau cairan terbuang keluar)
5 Dokumentasi 5.1 Mencatat lokasi suntikan dan waktu penyuntikan
Mencatat respon klien selama dan sesudah prosedur
5.2 tindakan,
Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda
5.3 tangani dan disertai nama jelas
Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret, dibenarkan dan
diparaf
5.4
Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint
5.5

PEMBACAAN HASIL TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST


1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga
1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien
2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan
2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
- Pulpen
- Meteran (dalam mm)
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan
3.2 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan tindakan
3.3 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.4 Mengatur pencahayaan ruangan
3.5 Tentukan indurasi (bukan eritema) dengan cara palpasi dan
tandai batas indurasi dengan pulpen

3.6 Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan


3.7 Interpretasikan hasil indurasi :
a. 0–4mm : negatif
Arti klinis : tidak ada infeksi TB
b. 3–9mm : meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan

Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.


c. ≥ 10mm : positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi TB

Catatan :
Pasien TB dengan anergi  hasil PPD test negatif
(malnutrisi, penyakit sangan berat, pemberian
imunosupresif, dll)
3.8 Mencuci tangan
4 Evaluasi 4.1 Evaluasi kemungkinan hasil yang meragukan
4.2 Evaluasi respon klien (gatal, dll)
5 Dokumentasi 5.1 Mencatat hasil pengukuran indurasi dan tanggal pembacaan hasil
5.2 Mencatat respon klien
5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda tangani dan
disertai nama jelas yang membaca hasil
5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret, dibenarkan dan
diparaf
5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

FORMAT PENILAIAN
TUBERCULIN TEST / PPD TEST / MANTOUX TEST
N ELEMEN KEGIATAN SKOR
O 0 1 2
1 Pengkajian 1.1 Memberi salam terapeutik kepada klien dan/keluarga
1.2 Mengkaji perencanaan tindakan pada klien

2 Persiapan 2.1 Mencuci tangan


2.2 Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
- Alas
- Bengkok
- Kapas alkohol pada tempat tertutup
- Syringe/spuit 1 ml
- PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU 0,1 ml
3 Pelaksanaan 3.1 Mencuci tangan
3.2 Mengambil PPD dengan tepat :
- Membersihkan bagian atas botol dengan kapas
alkohol dan membiarkan kering sendiri
- Membuang kapas alkohol ke bengkok
- Memasukkan jarum melalui karet penutup botol ke
dalam botol
- Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan
- Menarik sejumlah PPD yang diperlukan (0,1ml)
- Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila
ada keluarkan dengan posisi tepat
- Mengecek ulang volume dengan tepat
- Melepas jarum dari spuit dan menggantinya dengan
jarum yang baru
3.3 Memberikan penjelasan tentang prosedur dan tujuan
tindakan
3.4 Memberikan penjelasan tentang kerjasama yang
diharapkan
3.5 Menutup tirai/penuhi kebutuhan privacy klien
3.6 Mengatur pencahayaan ruangan
3.7 Menentukan area penyuntikan pada permukaan lengan
bagian bawah
3.8 Memasang alas perlak di bawah tangan klien
3.9 Mendekatkan bengkok ke samping klien
3.10 Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan
tehnik sirkuler atau atas ke bawah sekali hapus dan
biarkan mongering
3.11 Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok
3.12 Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang
jarum mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan
menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas
seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm

3.13 Mendorong obat secara perlahan-lahan dan tepat


3.14 Mencabut jarum
3.15 Menginformasikan klien/keluarga klien untuk datang
lagi (membaca hasil PPD) antara 48-72 jam
kemudian

3.16 Mencuci tangan


4 Evaluasi 4.1 Melihat respon klien
4.2 Evaluasi kemungkinan penyuntikan tidak berhasil
(terlalu dalam atau cairan terbuang keluar)

5 Dokumentasi 5.1 Mencatat lokasi suntikan dan waktu penyuntikan


5.2 Mencatat respon klien selama dan sesudah prosedur
tindakan,

5.3 Catatan ditulis dengan jelas, mudah dibaca, ditanda


tangani dan disertai nama jelas

5.4 Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret,


dibenarkan dan diparaf

5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan tinta atau ballpoint

Keterangan : Jumlah nilai yang didapat


0 : tidak dilakukan Nilai = ---------------------------------- X 100%
1 : dilakukan tidak sempurna Jumlah aspek yang dinilai
2 : dilakukan dengan sempurna
= …………………………………………..

MAHASISWA, PENGUJI,

Anda mungkin juga menyukai