- MURPHY SIGN: suta pemeriksaan untuk menegetahui apakah ada kolesistitis atau
kolelitiasis. Dengan cara tangan dimasukkan ke perpototngan antara arcus cota dextra dan
pertengahan dari tepi lateral M. rectus abdominis, lalu pasien diminta untukt Tarik napas
jika pasien merasa nyeri maka murphy sign positif.
- HIPEREKOIK: hasil dari pemeriksaan USG, dimana terdapat gambaran putih terjadi pada
benda-benda yang keras seperti batu, kalsifikasi, tulang. Bisa terjada warna putih karena
benda padat tersebut tidak dapat menyerap gelombang gamma, sehingga warna dapat
dipantulkan.
- ACCOUSTIC SHADOW: bayangan hitam yang ada dibelakang dari suatu benda yang
hiperekoik.
- DOUBLE WALL SIGN: gambaran dari pemeriksaan USG, terlihat dinding dari gallbladder
terlihat seperti double layer akibat dari adanya cairan. Khas pada cholesistitis akut
STEP 2
Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe yaitu
batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan
kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya kristalisasi dan
akhirnya prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk matriks batu. Pada batu
pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan batu kalsium bilirubinat . Batu pigmen
murni lebih kecil, sangat keras dan penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini
berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen
abnormal yang mengendap di dalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi
pembentukan batu pigmen.(Albert J, 2016)
Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi stasis
dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung
empedu diikuti reaksi inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya ukuran
kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu hingga menyebabkan
terjadinya di dinding kandung empedu iskemia, nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya
ruptur.(Albert J,2016)
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah jelas, namun beberapa
teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin terjadi akibat kondisi dipertahankannya
konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu.
Misalnya pada kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima stimulus
dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan demikian, empedu terkonsentrasi
dan tetap stagnan di lumen.(Keshav et al, 2015; Albert et al, 2016)
Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam
konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu terkonsentrasi di dalam
kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh dengan bahan-bahan tersebut,
kemudian endapan dari larutan akan membentuk Kristal mikroskopis. Kristal
terperangkap dalam mukosa bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran
oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.(Debas,2004)
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung garam
empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di dalam
larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam empedu dan lesitin
meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini
mungkin karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini
kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.
(Debas,2004)
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif disekresi ke
dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu berada dalam bentuk
konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari
bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan
anion lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium
memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian
heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin
berada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium
bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu
pigmen hitam.(Debas,2004)
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa (misalnya
ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri menghidrolisis
bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat
menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin
menyebabkan pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari
larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.
(Debas,2004)
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan
peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit menghidrolisis
bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol bisa
mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan
campuran batu empedu.(Debas,2004)
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan pada pasien dan
menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu empedu yang
menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di
duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan
mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin dengan penjalaran ke
punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan anoreksia akan meningkatkan
penurunan intake nutrisi.(Debas,2004)
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi peningkatan
suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan kebutuhan metabolisme
sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan
intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi.(Debas,2004)
- Px Fisik:
Murphy sign (+)
Tambahkan gambar
Sklera ikterik
Demam
BMI
- Px Penunjang:
USG: ditemukan hiperekoik disertai acoustic shadow, double wall. Harus puasa dulu agar
vesica fellea dapat mengembang
Oral cholesistography: dimasukkan zat kontras lewat mulut
ERCP (endoscopyc retrograde cholangiopancreaticography): merupakan tindakan invasive.
Px penunjang + terapi
PTC percutaneous tranhepatic cholangiography): alat seperti kateter ditusukkan sejajar
dengan hepar diisi dengan zat kontras
MRCP (magnetic resonance cholangiopancreaticography): non invasive
Operatife and T-Tube: dokter bedah + dokter radiologi
Nuclear: mahal, jarang digunakan. Disemarang adanya cuman di RS. Kariadi
Kasus ini masih bisa sembuh, sisanya dilakukan dengan cholesistctomy. Dilakukan
pengobatan suportif dulu. Jika sudah muncul fibrosis (kolesistitis kronik) baru dilakukan
cholesistectomy
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui
sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi/ pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu,
dibanding penyebab terbentuknya batu.(Keshav et al, 2015; Albert et al, 2016)
Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone estrogen yang
berpengaruh terhadap peningkatan ekresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) juga
dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan Orang yang usia lebih muda.
c. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terkena kolelitiasis. Semakin tinggi BMI, semakin tinggi
pula kadar kolesterol dalam kandung empedu dan akan mengurangi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsure
kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Hal ini disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intavena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal, sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
a. Kolik Billier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu
akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual
dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar.
Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh
batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan.
Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan
atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan
rongga dada.
b. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa ke
dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
c. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A, D, E, K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin
K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
d. Kolesistitis Akut
Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan
peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan tiga faktor
yaitu: a) inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra
lumen dan distensi menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung
empedu, b) inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri
yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesititis akut.
Pasien dianggap menderita kolesistitis akut jika mereka memiliki
kriteria berikut.(Saquib, 2013)
1. Nyeri akut region hypochondria kanan dan / atau nyeri epigastric durasi > 8-
12 jam.
3. Peningkatan suhu (> 37.50C) dan / atau leukositosis (> 10x109 / L).
13. Bagaimana penatalaksanaan (farma dan non farma) dari kasus tersebut?
1. Penanganan awal
Pasien tirah barinf total, pemberian cairan secara adekuat, tunda asupan per oral,
dan pemberian nutrisi secara parenteral
2. Terapi farmakologis
Antibiotik. Ampisilin-sulbaktam 3g/6 jam IV atau piperasilin tazobaktam 4,5 g/8 jam
IV. Pemberian antibiotik sejak dini sangat penting dalam mencegah komplikasi
peritonitis.
Medikamentosa simtomatis. Berikan analgesik, antipiretik, atau anti spasmodik jika
perlu.
STEP 4
KOLELITIASI
S
PIGMEN KOLESTEROL
KOLESISTITIS