Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

           Virologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang virus. Virus adalah organisme yang sangat kecil dan jauh
lebih kecil dari bakeri. Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus
hanya dapat bereproduksi di dalam materi hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena
virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit
obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA
atau RNA, tetapi tidak kombinasi pada) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid,
glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan
genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

      Istilah virus biasanya menggambarkan pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme
multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofag atau fag digunakan untuk jenis yang
menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel) . Virus sering diperdebatkan
statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena faktor
khasnya virus ini selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV),
hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus tembakau tembakau / TMV).

     Penelitian mengenai virus dimulai dengan menyelidiki penyakit yang menghambat pertumbuhan tanaman
tembakau dan membuat daun tanaman tersebut memiliki bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer, seorang
ilmuwan Jerman, menemukan bahwa penyakit tersebut dapat menular ketika tanaman yang ia teliti menjadi sakit
setelah disemprot dengan getah tanaman yang sakit. Karena tidak berhasil menemukan mikroba di getah tanaman
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri yang lebih kecil dari biasanya dan tidak
dapat dilihat dengan mikroskop.

           Pada tahun 1892, Dimitri Ivanowsky dari Rusia menemukan bahwa getah daun tembakau yang sudah disaring
dengan penyaring bakteri masih dapat menimbulkan penyakit mosaik. Ivanowsky lalu menyimpulkan dua
kemungkinan, yaitu bahwa bakteri penyebab penyakit tersebut berbentuk sangat kecil sehingga masih dapat melewati
saringan, atau bakteri tersebut mengeluarkan toksin yang dapat menembus saringan. Setelah itu, pada tahun 1898,
Loeffler dan Frosch melaporkan bahwa penyebab penyakit mulut dan kaki sapi dapat melewati filter yang tidak dapat
dilewati bakteri. Namun demikian, mereka menyimpulkan bahwa patogennya adalah bakteri yang sangat kecil.

Pendapat Beijerinck baru terbukti pada tahun 1935, setelah Wendell Meredith Stanley dari Amerika Serikat berhasil
mengkristalkan partikel penyebab penyakit yang kini dikenal sebagai virus tembakau tembakau. Virus ini juga
merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan
Jerman GA Kausche, E. Pfankuch, dan H. Ruska.
B. RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana sejarah ditemukannya virus?

2. Apa yang di maksud dengan virologi / virus?

3. Bagaimana struktur dan anatomi virus?

4. Bagaimana virus bereplikasi?

5. Apa saja pengelompokkan virus?

6. Apa saja metode yang digunakan untuk diagnosa laboratorium virologi?

C. TUJUAN PENULISAN

1.Untuk mengetahui sejarah tentang ditemukannya virus.

2. Untuk melihat devinisi virologi / virus.

3. Untuk melihat struktur dan anatomi virus.

4. Untuk melihat replikasi virus.

5. Untuk melihat pengelompokkan virus.

6. Untuk melihat bahaya virus dalam kehidupan.

7. Untuk mengetahui cara diagnosis laboratorium virus.


BAB II

PEMBAHASAN

A.  Sejarah Virologi

Pada pertengahan abad ke 19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk bakteri, jamur dan protozoa telah mampu
di-buktikan. Pada masa tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan bahwa suatu penyebab penyakit harus :

·   Dapat ditemukan pada lesi penyakit

·   Dapat dibuat biakan murni,

·   Menimbulkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada pejamunya,

·   Dapat diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah secara luas diterima ilmuwan sebagai dogma.

Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis bahwa di dunia ini terdapat makhluk yang sangat kecil dan
tidak mampu diamati dengan mikroskop biasa serta mampu menyebabkan penyakit; tetapi karena tiadanya bukti-
bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis ini banyak sekali ditentang.

Pada akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky berhasil menginfeksi tembakau sehat dengan filtrat
tembakau sakit yang telah dilewatkan pada saringan yang mampu menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak
menyimpulkan bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil dari bakteri. Bukti awal bahwa
etiologi penyakit tersebut merupakan organisma submikroskopik dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck.
Beijerinck membuktikan bahwa infektifitas etiologi penyakit mosaik tembakau yang telah berulang kali diencerkan
akan meningkat kembali jika dipasasi pada tanaman hidup. Bukti ini diperkuat dengan Felix Herelle tentang titrasi
virus bakteri dengan cara esai plaque pada tahun 1917 dan keberhasilan memvisualisasikan virion dengan mikroskop
elektron pada tahun 1939.

Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan melakukan penelitian tentang infeksi bakteriofaga pada sintesis
DNA dan RNA. Cohen menemukan bahwa terjadi perubahan dramatik pada inetabolisme RNA, DNA dan protein
pada sel pejamu yang terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi virus mampu menimbulkan tatanan
baru dalam sintesa makromolekul oleh set pejamu. Pada periode yang hampir bersamaan ditemukan teknologi
pembiakan virus pada biakan sel sebagai pengganti binatang hidup dan telur berembrio. Temuan ini memung-kinkan
pengendalian variabel penelitian lebih baik. Temuan dalam bentuk teknologi dan bahan serta ide yang dikem-
bangkan daripadanya terbukti berdampak luas, misalnya saja dalam hal pembuatan vaksin. Jika antara tahun 1798-
1949, semua vaksin dibuat dalam telur berembrio, setelah periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn biakan sel
dengan scaling up yang lebih efisien dan efek samping vaksin yang lebih kecil.

Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V dapat dipakai sebagai pelacak untuk mengetahui
berbagai fenomena biologis. Dengan menggunakan sel yang diinfeksi oleh virus, dapat diketahui lebih jauh
bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein, baik berupa pemecahan atau peng-gabungan, penambahan gugus
karbohidrat ataupun terjadinya fosforilasi. Dengan kata lain, banyak pengetahuan tentang inetabolisme sel baik yang
normal maupun yang tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan dengan dasar itu pula terbuka
kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.

B. Struktur dan karakteristik Virus


Virus selalunya terdiri daripada lapisan protein sebagai pelindung (sampul), teras protein yang
menyimpan gen virus, dan gen virus itu sendiri. Sampul yang selalunya dihasilkan daripada membran sel
perumah, melindungi genom virus dan memberikan mechanisme (the involuntary and consistent response of
anorganism to a given stimulus) kepada virus tersebut.
a.    Kepala

Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu unit protein yang menyusun kapsid disebut
kapsomer.

b.    Kapsid

Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein
monomer yang yang terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk virus sekaligus sebagai
pelindung virus dari kondisi lingkungan yang merugikan virus.

c.    Isi tubuh

Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA
merupakan materi genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya, virus
dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain itu di
dalam isi virus terdapat beberapaenzim.

d.   Ekor

Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi
benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.

C. Ukuran Virus

Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan
genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA
membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut
nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan
glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut.
Bagian-bagian ini berfungs  dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.

Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam
nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri
atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk
kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B
memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian jenis
virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam
penginfeksian sel.

D. Pengelompokan Virus

Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu virus ARN (ribovirus)
dan virus ADN (deoksiribovirus).

·      Virus DNA (dibagi menjadi ganda-terdampar DNA virus dan virus DNA tunggal umum jauh lebih sedikit),

Contoh Virus DNA:

- Adenovirus: Menginfeksi organ pencernaa (usus), organ respirasi, dan menyebabkan tumor pada manusia
- Hepatitis B: penyebab penyakit hepatitis B
- Herpes simplex: Menginfeksi mulut dan alat kelamin manusia
- Papilloma: menyebabkan kanker
- Papavovirus: Kutil pada manusia dan kanker pada hewan
- Poliovirus: Penyakit polio
- Paramyxovirus: menyebabkan pneumonia, penyakit gondong & campak
- Coryza, rhinovirus: menyebabkan penyakit pilek (Flu)
- Poxivirus: menyebabkan cacar
- Human cytomegalovirus: penyebab kebutaan pada orang dengan sistem kekebalan rendah
- Epstein-Barr virus: menyebabkan kelainan Burkitt's lymphoma dan penyakit Hodgkin
- SV40: menyebabkan tumor pada primata

·      Virus RNA (dibagi menjadi virus RNA tunggal arti positif, negatif-sense tunggal RNA virus dan virus RNA
ganda-terdampar umum jauh lebih sedikit),

Contoh Virus RNA :

- Orthomycovirus: menyebabkan influenza


- Paramyxovirus: menyebabkan NCD (tetelo pada ayam)
- Picornavirus: infeksi perut, meningitis, dan hepatitis
- Dengue fever virus: menyebabkan demam berdarah
- Rhabdovirus: Rabies
- Reovirus: Muntah dan diare
- Togo virus (Flavivirus): Demam berdarah, demam kuning
- Tobacco Mosaic Virus (TMV): Penyakit mosaik pada daun tembakau
- Myxovirus: menyebabkan influenza
- Poliovirus: menyebabkan penyakit polio
- Rhinoviruses: menyebabkan demam
- Noroviruses: menyebabkan sakit perut
- Coronaviruses: menyebabkan timbulnya  SARS
- Rubella: menyebabkan rubella (campak jerman)
- Hepatitis A: menyebabkan hepatitis A
- Hepatitis C: menyebabkan hepatitis C
- HIV-1 dan HIV2: menyebabkan penyakit AIDS

E. Replikasi Virus

         Reproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik. Proses-proses pada siklus litik:
pertama, virus akan mengdakan adsorpsi atau attachment yang mengganggu dengan menmpelnya virus pada dinding
sel, kemudian pada virus tertentu (bakteriofage), melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel
dengan menggunakan enzim, setelah itu virus akan mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian virus
akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian mengalami lisis Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari
siklus litik ke profage (dimana materi genetiak virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami pembelan binner,
dan profage keluar dari kromosom bakteri. Siklus litik:

1. Daur Litik (siklus litic)

Sebuah.  Adsorpsi, merupakan tahap penempelan (penempelan) virus pada dinding sel inang. Virus menempelkan sisi
tempel atau situs reseptor ke dinding sel bakteri.

b.  Penetrasi sel inang. Setelah situs reseptor, bagian ini kemudian mengeluarkan enzim untuk membuka dinding sel
bakteri. Molekul asam nukleat (RNA & DNA) virus bergerak keluar melalui pipa ekor dan masuk ke dalam
sitoplasma melalui dinding sel yang terbuka tersebut. Pada telanjang virus, proses penyusupan ini terjadi dengan cara
fagositosis virion (viropexis), sedangkan pada virus berselubung dapat terjadi dengan cara fusi yang diikuti masuknya
nukleokapsid ke sitoplasma.
c.  Eklipase. Virus asam nukleat menggunakan asam nukleat bakteri untuk membentuk bagian-bagian tubuh virus,
seperti protein, asam nukleat, dan kapsid. Bahan yang digunakan berasal dari protein, enzim, dan asam nukleat
bakteri.

d.  Pembentukan virus (bakteriofage) baru. Setelah terbentuknya bagian-bagian tubuh virus, maka pada fase ini
bagian-bagian itu akan digabungkan untuk menjadi virus yang baru. Dari 1 sel bakteri akan dihasilkan 100 - 300
virus baru.

e.  Pemecahan sel inang. Akhir dari siklus adalah pecahnya sel bakteri. Didalam sel bakteri terbentuk enzim
lisoenzim yang mampu melarutkan ikatan kimia dinding sel bakteri. Setelah dinding sel pecah maka keluarlah virus2
baru itu dan selanjutnya mencari bakteri lainnya. 

2. Daur lisogenik (siklus lisogenik)

Sebuah.  Fase Penggabungan, dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA bakteri, kemudian
DNA virus menyisip di antara benang DNA bakteri yang terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA terdapat
materi genetik virus.

b.  Fase Pembelahan, setelah menyisip virus DNA tidak aktif disebut profag. Kemudian DNA mereplikasi untuk
melakukan pembelahan.

c.  Fase Sintesis, DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk virus bagian-bagian

d.  Fase Perakitan, setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA masuk ke dalam akan
membentuk virus baru

e.  Fase Litik, setelah selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang terlepas dari inang akan mencari inang baru

F. Pertumbuhan Virus

Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan


sel yang terinfeksi virus secara invitro. Media dan Buffer yang digunakan merupakan media kimiawi, tetapi
ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung
stimulan yang penting untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum
dengan tambahan stimulan tertentu digunakan untuk beberapa tujuan. Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan
untuk mendapatkan stockvirus. Virus yang telah diremajakan disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-
stock, sub master stock, dst., tergantung pada jumlah peremajaannya.

Selain itu dapat juga dengan fertilized embrio. Fertilized embrio memiliki berbagai membran dan rongga yang dapat
mendukung pertumbuhan virus. Aliquot kecil dan virus diinokulasikan ke dalam rongga allantoic telur. Virus
kemudian menempel dan bereplikasi didalam rongga yang dihasilkan dan sel epitel. Virus kemudian menempel
dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel epitel. Virus
dilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan selama
sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza diperbanyak dengan cara
sama seperti ini.

Berbagai contoh virus yang dapat ditumbuhkan secara kultur dan atau melalui
embrio, antara lain:

·      Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam kultur dan pada
membran chorio-allantoic
·      Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur sel manusia
(jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan pada sel ginjal
kera *Cytomegalovirus, dapat tumbuh lambat dalam kultur jaringan sel
paru-paru embrio manusia

·      Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspensi dari limfoblas


manusia

·      Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung korioalantois telur berembrio

G. Peranan Virus Dalam Kehidupan Sehari-hari

       Virus yang menguntungkan, berfungsi untuk: membuat antitoksin, bakteri bakteri, memproduksi vaksin, dan
menyerang patogen. Virus yang merugikan, penyakit-penyakit yang disebabkan virus antara lain: pada tumbuh-
tumbuhan yaitu mozaik pada daun tembakau, mozaik pada kentang Potato Mozaic Virus dan kerusakan floem pada
jeruk Citrus Vein Phloem Degeneration. Pada hewan yaitu: Tetelo pada Unggas New Castle Disease Virus, Cacar
pada sapi Vicinia Virus, Lidah biru pada biri-biri Orbivirus, Tumor susu monyet (Monkey Mammary Tumor Virus)
dan pada manusia yaitu: Influensa Influenzavirus, AIDS Retrovirus, SARS Coronavirus, dan Flu burung Avianvirus.

            Infeksi virus dibagi dalam beberapa bagian yaitu infeksi akut dan infeksi kronis. Infeksi akut yang merupakan
infeksi yang berlangsung dalam jangka waktu cepat namun dapat berakibat fatal. Akibat dari infeksi akut adalah:
sembuh tanpa kerusakan (Sembuh total), sembuh dengan kerusakan / cacat, misalnya: polio, berlaku pada infeksi
kronis dan kematian. Infeksi kronis infeksi virus yang berkepanjangan sehingga ada gejala penyakit muncul
kembali. Contoh dari infeksi kronis adalah: silent subclinical infeksi, contoh: cytomegalovirus (CMV), periode diam
yang cukup lama sebelum penyakit, contoh: HIV, reaktivasi yang menyebabkan infeksi akut, contoh: shingles,
penyakit kronis yang (kambuh), contoh: HBV, HCV, dan kanker contoh: HTLV-1, HPV, HBV, HCV, HHV.

H. Diagnosis Laboratorium

Diagnosis laboratorium pada umumnya dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu pemeriksaan langsung terhadap
materi klinis secara mikroskopik dan pewarnaan, Isolasi virus dan tes serologi. Walaupun hasil laboratorium positif
tetapi diagnosis penyakit tetap ditegakkan berdasarkan kombinasi dari gejala klinik, gejala hematologik dan hasil
laboratorium virus.

1. Pemeriksaan Langsung Terhadap Materi Klinis : pemeriksaan Mikroskopik dan Pewarnaan.


Penyakit virus yang dapat dideteksi dengan baik melalui pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap
apusan atau lesi, meliputi infeksi rabies dan herpes simpleks serta infeksi kulit varisela-zoster. Pewarnaan
antigen virus dengan imunofluoresens terhadap apusan otak dan impresi kornea dari hewan liar dan dari kulit
bagian belakang leher manusia merupakan metode pilihan untuk menegakan diagnosis rabies secara rutin.
a. Dengan mikroskop elektron
Keuntungannya yaitu langsung dapat melihat morfologi virus dan diagnosisnya cepat, kerugiannya yaitu
memerlukan latihan khusus dan biayanya mahal.
b. Dengan mikroskop biasa
Dengan pewarnaan khusus (tergantung jenis virus) dicari elementary bodies dan inclusion bodies.
Keuntungannya: cepat
Kerugiannya :
1) Belum semua elementary bodies (e.b) dan inclusion bodies ditemukan
2) Belum semua pewarnaan diketahui.
3) Bila hasil negatif, belum tentu diganosa negatif.
4) Memerlukan latihan khusus.
5) Sulit membedakan virus yang mempunyai inclusion bodies (i.b) yang sama.
Contoh: Variola mempunyai i.b yang sama dengan Vaccinia, tetapi epidemiologinya sangat berbeda.
Contoh-contoh pewarnaan :
a. Variola
Bahan pemeriksaan berupa kerokan macula atau papula, isi papula, isi vesikula atau keropeng. Buat sediaan
apus dan warnai dengan Gispen. Akan tampak e.b yang disebut Paschen bodies di dalam sitoplasma sel yang
berbentuk bundar, ukuran 1/3 dari kokus, berwarna coklat kehitaman dengan dasar kuning muda. Bila
diwarnai secara paschen eb. berwarna merah cerah dengan dasar merah muda.
b. Rabies
Bahan pemeriksaan dari otak (kera, anjing). Buat sediaan dep dan warnai secara Seller’s : tampak i.b
(Inclusion bodies) di dalam sel syaraf. Negri bodies ini bisa satu atau lebih dalam sitoplasma sel, berwarna
merah cerah dan bergranuler biru lembayung dengan dasar sitoplasma yang biru.
c. Molluscum contagiosum
Bahan pemeriksaan berupa isi nodula pada kelainan kulit. Buat preparat apus dan warnai dengan lugol,
tampak di dalam sitoplasma sel epitel i.b (Molluscum bodies) yang sangat besar dan berwarna coklat
kekuning kuningan. Ternyata dalam i.b ini terdiri dari e.b yang diikat satu dengan yang lain oleh glikogen
yang kemudian beraksi dengan lugol.
d. Trakhoma Bahan pemeriksaan berupa kerokan folikel konjungtiva, dibuat sediaan apus dan diwarnai dengan
giemsa. Tampak i.b dari Halber-Steadter-Prowazek di dalam sitoplasma sel epitel dengan warna merah cerah
yang jumlahnya kadang-kadang lebih dari satu, dengan dasar sitoplasma yang biru.
2. Inokulasi virus

Persiapan Inokula

Materi cairan bebas bakteri, seperti cairan serebrospinal, whole blood, plasma atau lapisan dadih (buffy
coat) sel darah putihdapat diinokulasikan ke dalam kultur sel secara langsung atau setelah diencerkan dengan
larutan fosfatdapar (pH 7,6). Inokulasi sel berembrio atau hewan untuk mengisolasi virus umumnya hanya
dikerjakan di laboratorium khusus.
Jaringan dibilas dalam media atau air steril, dicincang menjadi potongan kecil menggunakan gunting, dan
digiling menjadi pasta homogenik. Ditambahkan diluent dalam jumlah cukup agar konsentrasinya menjadi
10-20% (berat/volume). Suspensi ini dapat di sentrifugasi dengan kecepatan rendah (tidak > 2000 rpm)
selama 10 menit untuk mengendapkan debris seluler yang tidak larut. Cairan supernatan dapat diinokulasi,
jika terdapat bakteri bakteri segera dieliminasi dengan cara seperti dibawah ini.
Jaringan dapat juga diberi tripsin, dan suspensi sel yang dihasilkan dapat diinokulasikan ke satu-lapisan sel
kultur jaringan yang ada, atau ditanam dengan suspensi sel lain yang diketahui bebas virus.Jika materi yang
akan diuji mengandung bakteri (bilasan tenggorok, feses, urine, jaringan yang terinfeksi atau serangga),
bakteri harus dibuat tidak aktif atau diangkat sebelum materi diinokulasi.
 Agen bakterisidal, antibiotik umumnya digunakan bersama dengan sentrifugasi diferensial (lihat
dibawah).
 Metode mekanis,
a. Penyaringan, sebaiknya digunakan penyaring membran tipe-milipori yang terbuat dari selulose asetat atau
materi lembaran serupa.
b. Sentrifugasi diferensial, ini merupakan metode yang baik untuk mengangkat banyak bakteri dari sediaan
yang terkontaminasi virus berukuran kecil dalam jumlah banyak. Bakteri diendapkan dengan kecepatan
rendah yang tidak akan mengendapkan virus, dan sentrifugasi berkecepatan tinggi kemudian akan
mengendapkan virus. Endapan yang mengandung virus kemudian diresuspensi dalam jumlah kecil.

Kultivasi dalam Kultur Sel

Teknik kultur sel mulai digantikan oleh metode deteksi antigen dan uji amflifikasi asam nukleat. Akan tetapi,
teknik ini masih berguna dan dikerjakan diberbagai laboratorium virologi klinis dan laboratorium kesehatan masyarakat.
Ketika virus berkembang biak pada kultur sel mereka menghasilkan efek biologis (misal perubahan sitopatik, interferensi
virus, produksi hemaglutinin) yang memungkinkan identifikasi agen.
Tabel6.1 Infeksi virus: agen, spesimen dan cara pemeriksaan
Sumber: Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology Twenty-Sixth Edition
Kultur didalam tabung uji dipersiapkan dengan menambahkan sel yang telah
disuspensi dalam 1-2 mL cairan nutrien yang mengandung larutan garam seimbang dan
berbagai macam faktor pertumbuhan (biasanya serum, glukosa, asam aminodan vitamin).
Sel fibroblastik dan epitel yang melekat dan tumbuh didinding tabung uji ditempat inilah
sel- sel tersebut dapat diperiksa dengan bantuan mikroskop daya rendah. Pada banyak virus
pertumbuhan agen penyebab penyakit disertai dengan degenerasi sel-sel tersebut. (Gambar
6.1) beberapa virus menghasilkan efek sitopatik yang khas (CPE) dalam kultur sel sehingga
perkiraan diagnosis dapat dipikirkan dengan cepat jika sindrom klinisnya diketahu. Contoh
virus respiratory synticyal secara khas menhasilkan sel raksasa multinuklear, sementara
adenovirus menghasilkan kelompok sel yang bulat dan besar menyerupai anggur. Beberapa
virus (contoh virus rubella) tidak menghasilkan perubahan sitopatik langsung tetapi dapat
dideteksi melalui interferensinya terhadap CPE dari virus kedua sebagai pembanding
(interferensi virus). Virus influenza dan beberapa paramiksovirus dapat terdeteksi dalam
waktu 24-48 jam jika ditambahkan eritrosit kedalam kultur yang terinfeksi. Pematangan virus
di membran sel menghasilkan hemaglutinin yang mampu membuat eritrosit menyerap
permukaan sel (hemadsorpsi). Identitas isolat virus ditentukan melalui antiserum spesifik
untuk tiap tipe yang menghambat pertumbuhan virus atau bereaksi dengan antigen virus.
Beberapa virus dapat ditumbuhkan dalam kultur tetapi proses ini sangat lama dan sulit.
Pemeriksaan lain diluar kultur dikerjakan untuk menegakan diagnosis tersebut. Lihat
dibawah.

Gambar 6.4

A. Monolayer sel ginjal kera normal tanpa pewarna dalam kultur (120X),

B: Kultur sel ginjal kera yang tidak terwarnai menunjukan tahapan awal efek sitopatik yang khas
untuk infeksi enterovirus (120X). Sekitar 25% sel di dalam kultur menunjukan efek sitopatik
yang mengarah ke multiplikasi viru efek sitopatik (+1). C: kultur sel ginjal kera yang tidak
diwarnai menunjukan efek sitopatik enterovorius lebih lanjut (efek sitopatik 3+ hingga 4+)
(120X). Hampir 100 % sel terinfeksi, dan kebanyakan selubung sel telah lepas dari dinding
tabung kultur.

Sumber Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology Twenty-Sixth Edition

 Kultur Shell Vial


Metode ini memungkinkan virus dalam spesimen klinis dideteksi dengan cepat.Metode
ini telah diadaptasi untuk beberapa virus, termasuk sitomelovirus dan virus varisela-zoster.
Contoh CMV dapat dideteksi dalam 24-48 jam dibandingkan dengan 2-4 minggu
menggunakan kultur sel klasik: sensitivitas shell vial dan kultur sel klasik untuk CMV cukup
setara. Monolayer lini sel MRC-5 untuk CMV) ditumbuhkan di atas kaca penutup dalam shell
vial berukuran 15 × 45 mm. Setelah dinokulasi dengan spesimen, vial disentrifugasi pada
kecepatan 700 × g selama 40 menit dalam suhu kamar. Vial lalu dinkubasi pada suhu 37 C
selama 16-24 jam, difiksasi, dan diberi antibodi onoklonal spesifik untuk protein inti CMV
yang muncul t dini dalam kultur; beberapa antibodi seperti ini tersedia di pasaran. Metode
pewarnaan antibodi langsung atau tidak langsung serta pemeriksaan mikroskopik fluoresens
digunakan untuk menentukan hasil positif pada kultur shell. Vial kontrol negatif dan positif
turut disertakan dalam tiap pelaksanaan uji. Telah dikembangkan satu modifikasi teknik shell
vial agar berbagai virus saluran pernapasan dapat diperoleh dan dideteksi menggunakan sel R-
Mix. Metode ini asanya disediakan oleh perusahan komersial Diagnostic Hybrids, Inc. Athens
Ohio. Satu vial mengandung (mencampur) dua lini sel seperti sel karsinoma paru manusia
A549 el tibroblast paru mink MvlLu. Laboratorium biasanya akan menginokulasi dua vial
seperti itu. Setelah dinkubasi selama 18-24 jam, satu vial diwarnai dengan reagen antibodi
imunofluorens yang telah "dikumpulkan yang mampu mendeteksi semua virus saluran
pernapasan yang umum dijumpai.lika pewarnaannya positif, sel di kaca penutup vialkedua
kemudian dikerok, diinokulasikan ke sediaan berceruh delapan, lalu diwarnai dengan reagen
antibodi monoklonal tersendiri yang mendeteksi virus tertentu. Isolat tidak di- peroleh melalui
teknik shell vial ini. Jika diperlukan isolat untuk uji sensitivitas terhadap obat antivirus, harus
digunakan teknik kultur sel klasik.

 Deteksi Antigen
Deteksi antigen virus banyak dipergunakan dalam virologi diagnostik. Tersedia kit di
pasaran untuk mendeteksi banyak virus, termasuk herpes simpleks I dan II, influenza A dan
B, virus respiratory syncytial, adenovirus, virus parainfluenza rotavirus, dan sitomegalovirus,
Dipergunakan pula berbagai macam pemeriksaan: EIA, antibodi fluoresens langsung antibodi
fluoresens tidak langsung, aglutinasi lateks, dan lain lain. Keuntungan berbagai prosedur ini
adalah mampu mendeteksi virus yang tidak bertumbuh dalam kultur sel (contoh, rotavirus,
virus hepatitis A) atau yang sangat lambat bertumbuh (contoh, sitomegalovirus). Umumnya,
pemeriksaan deteksi antigen virus tidak sesensitif kultur virus dan metode amplifikasi asam
nukleat.

 Amplifikasi & Deteksi Asam Nukleat


Tersedia berbagai macam pemeriksaan komersial untuk mendeteksi asam nukleat virus
atau untuk mengamplifikasi dan mendeteksinya. Prosedur-prosedur ini dengan cepat menjadi
standar virologi diagnostik, menggantikan kultur virus dan teknik deteksi antigen yang sejak
lama telah dipergunakan. Metode ini mencakup PCR, PCR transkriptas balik, dan metode lain
yang tepat. Prosedur tersebut memungkinkan deteksi virus (contoh, enterovirus dan banyak
viras lain) serta kuantitasi virus (contoh, HIV-1, sito-megalovirus, virus Epstein- Barr, virus
hepatitis B, C, dan HIV). Data dari pemeriksaan kuantitatif digunakan untuk memandu terapi
antivirus pada berbagai penyakit virus. Contoh yang sesuai untuk hal ini adalah HIV/AIDS.
Gambar 6.6. Deteksi DNA spesifik /RNA Spesifik menggunakan DNA yang di
label Sumber: Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology Twenty-Sixth
Edition

 Hibridisasi Asam Nukleat


Hibridisasi asam nukleat untuk mendeteksi virus sangat sensitif dan spesifik. Spesimen
ditotolkan di atas membrarn nitroselulosa, kemudian asam nukleat virus yang ada di dalam
sampel akan terikat; asam nukleat kemudian didenaturasi dengan alkali in situ, dihibridisasi
dengan fragmen asam nukleat virus yang dilabel, dan produk hibridisasi pun dideteksi. Untuk
rotavirus yang mengandung RNA untai ganda, metode hibridisasi titik ini jauh lebih sensitif
daripada EIA. RNA di dalam sampel feses yang didenaturasi dengan panas dan mengandung
rotavirus diimobilisasi menurut tahapan di atas, dan hibridisasi in situ pun dijalankan
denganajur untai-tunggal berlabel yang diperoleh melalui transkripsi rotavirus in vitro.

Gambar 6.7 pemisahan protein dan berat molekul. lane 2 mengandung 4 protein kapsid dari
picorna virus SDS-PAGE. Lane 1 dan 3 mengandung protein standar yang berat molekulnya
diketahui
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology Twenty-Sixth Edition
 Mengukur Respons Imun terhadap Infeksi Virus

Gambar 6.8 Kuantifikasi DNA virus hepatitis B (HBV) DNA dengan PCR real-time. Bila
ada 108 salinan DNA HBVDalam sampel, fluoresensi mulai meningkat pada jumlah siklus
awal. Kenaikan dimulai secara progresif nantisiklus dengan penurunan jumlah salinan DNA
HBV. Data dari Ho et al..
Sumber:Virology : Principles and applications / John Carter and Venetia

Biasanya, infeksi virus mencetuskan respons imun terhadap satu antigen virus atau
lebih.Baik respons imun selular maupun humoral biasanya timbul sehingga pengukuran
terhadap salah satunya dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis infeksi virus.Imunitas
selular dapat dinilai melalui hipersensitivitas dermal, transformasi limfosit, dan uji sito-
toksisitas.Respons imun humoral memiliki makna diagnostik yang besar. Antibodi kelas IgM
akan muncul di awal dan dikuti oleh antibodi IgG. Antibodi IgM akan hilang dalam beberapa
minggu, sementara antibodi IgG akan terus bertahan selama bertahun-tahun. Diagnosis infeksi
virus ditegakkan secara serologis melalui adanya peningkatan titer antibodi terhadap virus atau
antibodi antivirus kelas IgM.Metode yang digunakan mencakup uji netralisasi (Nt), uji CF uji
inhibisi hemaglutinasi (HI), dan uji IF, hemaglutinasi pasif serta imunodifusi.
Pengukuran antibodi melalui berbagai macam metode tidak harus memberikan hasil
yang serupa.Antibodi yang dideteksi melalui uji CF muncul selama berlangsungnya infeksi
enterovirus dan dalam periode konvalesens, tetapi antibodi ini tidak bertahan lama. Antibodi
yang dideteksi melalui uji Nt juga tampak selama infeksi berlangsung dan bertahan selama
bertahun-tahun. Penilaian antibodi melalui beberapa metode pada seseorang atau sekelompok
orang menyajikan informasi diagnostik serta informasi mengenai ciri epidemiologik penyakit.
Uji serologi untuk mendiagnosis virus paling berguna ketika virus memiliki periode
inkubasi yang panjang sebelum manifestasi klinis muncul.Sebagian virus yang termasuk
dalam kelompok ini, meliputi virus Epstein-Barr, virus hepatitis, dan HIV. Biasanya, uji
antibodi terhadap virus ini merupakan langkah pertama dalam menegakkan diagnosis dan
kemudian dapat dikuti dengan amplifikasi asam nukleat yang digunakan untuk menilai kadar
virus dalam sirkulasi sebagai perkiraan tingkat infeksi dan/atau respons terhadap terapi
antiviral tertentu. Manfaat uji serologi yang lain adalah untuk menilai kerentanan seseorang
atau pajanan virus sebelumnya serta potensi terjadinya reaktivasi dalam keadaan imunosupresi
atau transplantasi organ.
 Pemeriksaan Mikroskop Elektron Imun

Gambar 6.9 Persiapan spesimen mikroskop cryo-elektron. Diubah, dengan izin dari penulis
dan American Society for Microbiology, dari Baker, Olson dan Fuller (1999) Mikrobiologi
dan Biologi Molekuler
Sumber: Virology : Principles and applications / John Carter and Venetia

Virus yang tidak terdeteksi melalui teknik konvensional dapat diamati melalui
pemeriksaan mikroskop elektron imun (IEM).Kompleks antigen-antibodi atau agregat yang
terbentuk di antara partikel virus dalam suspensi disebabkan adanya antibodi di dalam
antiserum yang ditambahkan, dan ini terdeteksi lebih cepat serta lebih pasti daripada partikel
virus itu sendiri. IEM digunakan untuk mendeteksi virus yang menyebabkan enteritis dan
diare; virus ini umumnya tidak dapat dibiakkan dengan kultur virus rutin. Rotavirus dideteksi
melalui EIA.

 HIV
Human immunodefciency virus-I dijumpai di seluruh dunia.sementara HIV-2, terutama

dijumpai di Afrika Barat dan beberapa area geografik lain Infeksi HIV menjadi kasus khusus
dalam virologidiagnostik. Diagnosis laboratorium harus di tetapkan dengan pasti, dengan
sedikit atau tanpa kemungkinan adanya hasil positif palsu. Setelah diagnosisditegakkan, uji
laboratorium digunakan untuk mengikuti perkembangan infeksi dan membantu memantau
efektivitas terapi. Bank darah menggunakan uji yang sangat sensitif untuk mendeteksi HIV-1
dalam darah donor sehinggamencegah infeksi HIV-1-terkait, transfusi. Pemahaman tentang uji
diagnostik untuk HIV dan ujiuntuk memantau infeksi memerlukan pemahaman akan struktur
dan replikasi HIV serta respons imun terhadap infeksi. Ringkasan mengenai topik ini disajikan
di sini.
HIV-I dan HIV-2 merupakan retrovirus. Virus ini memiliki selubung dan untai tunggal
RNA sens positif. Melalui penggunaan enzim virus reverse transcriptase, RNA ditranskripsi ke
dalam DNA yang kemudian diintegrasi kedalam genom sel pejamu. Protein virus yang paling
seringdiperiksa langsung adalah p24. Respons antibodi terhadapberbagai macam produk gen
HIV, antara lain: produk env glikoprotein (gp) 160 (gp160, gp120, gp4l): gag p24. pl7, p9,P7
dan pol, p66, p51, p32, pll.
Dua sampai enam minggu setelah infeksi. 50% pasien atau lebih menderita
sindrom yang menyerupai mononukleosis infeksiosa. Saat ini, terdapat kadar tinggi HIV-1
di dalam darah yang dapat dideteksi melalui kultur atau PCR reverse terhadap protein HIV-1
dapat terdeteksi 2-8 minggu setelah infeksi. Terdapat respons IgM terhadap produk gen gag
yang perlahan akan bergeser menjadi respons IgG. Umumnya, respons IgG terhadap p24 dan
gp120 terjadi di awal penyakit, dikuti oleh respons terhadap gp41 dan protein lain. Viremia
dan kadar p24 dalam darah turun seiring dengan respons antibodi dan dapat tidak terdeteksi
selama periode asimtomatik infeksi, sementara kadar antibodi p24 tetap tinggi. Dalam tahap
lanjut penyakit, kadar antibodi p24 menurun, sementara antigen p24 meningkat. Segerasetelah
infeksi, ketika terjadi viremia HIV-1 dalam kadartinggi, hitung sel T CD4 akan menurun. Di
awal periode asimtomatik, angka ini kembali normal dan menurun secara bertahap seiring
berjalannya waktu dan Lebih cepat dalam tahap lanjut AIDS Pemeriksaan yang digunakan
untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV-1 tersedia di pasaran; pemeriksaan ini sudah begitu
maju dan telah distandardisasi. Beberapa set pemeriksaan tersedia untuk jenis uji yang
sama. Pemeriksaan ini dibahas dalam paparan umum berikut.

 Pemeriksaan Antibodi Anti-HIV


Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Enzyme Immunoassay)
ELISA (atau EIA) merupakan uji skrining utama untuk menegakkan diagnosis infeksi
HIV-1. Umumnya, antigenHIV-I diimobilisasi pada permukaan padat, biasanya dicerukan atau
butir plastik. Serum pasien serta reagen yangtepat ditambahkan ke dalamnya. Antibodi HIV-1
yang terikatpada antigen HIV1 yang telah diimobilisasi kemudian terdeteksi oleh antihuman
IgG yang ditandaidengan enzimdan reaksi kolometrik. Jumlah warna yang muncul
secaraproporsional lebih kuat dengan kadar antibodi HIV-1 yang lebih tinggi. Warna yang
berada di atas ambang dianggap menunjukkan hasil uji positif. ELISA untuk HIV-1
memilikinilai sensitifitas lebih dari 99% dan spesifisitas 99% Bayi yang lahir dari ibu penderita
HIV-1 umumnya menunjukkan hasilELISA positif terhadap HIV-1 karena adanya transfer
antibodi transplasenta. Pemeriksaan ini secara bertahap akan menjadi negatif kętika sang bayi
tidak betul betul terinfeksi HIV-1.
Karena individu yang mungkin HIV-positif perlu dideteksi dengan cepat, dan pemeriksaan
ini perlu dikerjakan ketikamereka masih berada di lingkungan klinik, uji EIA telah mengalami
beberapa peningkatan. Suatu pemeriksaan telah dikembangkan untuk
menguji sekresi oral. Selain itu, beberapa imunoassay cepat untuk dipergunakan dengan darah
dan serum juga telah disetujui penggunaannya. Semua uji cepat harus diperlakukan dengan
cara yang sama seperti pemeriksaan konvensional. Hasil positif harus dipastikandengan
Western blot, dan hasil negatif pada seseorang yang diduga kuat positif secara klinis harus
menjalani pemeriksaanulangan jika ada indikasi klinis.

 Western blot
Uji Western blot digunakan sebagai alat pengukur antibodiHIV-1 spesifik untuk
memastikan hasil ELISA yang positif. Dalam uji Western blot, protein HIV-1 dipisahkan
melaluimetode elektroforesis pada strip nitroselulosa. Strip inikemudian diinkubasi dengan
serum pasien. Antibodi HIV-spesifik kemudian dideteksi menggunakan antihuman
IgGterkait- enzim. Reaksi kolometrik yang positif membentukpita pada kertas nitroselulosa
yang sesuai dengan posisiantigen HIV-1 spesifik. Kriteria untuk suatu uji yang positif adalah
adanya salah satu dari kedua pita sesuai dengan p24gp41, dan gp120/160. Tidak adanya pita
menunjukkan hasilnegatif, sementara adanya pita yang tidak memenuhi kriteriahasil positif
menunjukkan hasil meragukan. Hasil uji positif-palsu dan negatif palsu relatif jarang
dijumpai. Pasien denganhasil ELISA positif dan Western blot meragukan perlu menjalani
pemeriksaan dan evaluasi klinis ulang. Seorangbayi yang lahir dari ibu penderita HIV-1 dapat
saja memiliki hasil Western blot positif, tetapi ini perlahan akan menjadi negatif jika sang
bayi tidak betul-betul terinfeksi HIV-1.

 Pemeriksaan untuk Mendeteksi Langsung Infeksi HIV


1. Deteksi antigen p24
ELISA digunakan untuk mendeteksi antigen p24.Antibodi anti-p24 diimobilisasi pada
permukaan padat dan diinkubasi dengan serum pasien.Jumlah p24 dideteksi
menggunakananti -HIV-1 IgG terkait-enzim dan reaksi kolorimetrik. Antigen p24
dideteksi selama tahap viremik akut dan tahap lanjut infeksi AIDS. Sejumlah kecil
penderita infeksi HIV-asimtomatik ternyata menunjukkan hasil positif antigen p24.
2. Deteksi RNA HIV-1
Tersedia berbagai macam pemeriksaan di pasaran untuk mendeteksi dan menghitung
jumlah RNA HIV1, Ini meliputi pemeriksaan PCR, NASBA, dan bDNA untuk
mendeteksi dan melakukan kuantitatif HIV-1. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mendeteksi infeksi HIV-sebelum masa infekssi ketika uji antibodi menunjukkan hasi
negatif. Uji ini juga dipergunakan untuk memantau efektivitas terapi anti HIV-1.
3. Deteksi DNA provirus HIV-1
DNA diekstraksi dari sel mononuklear yang diperoleh dari darah perifer yang diberi
antikoagulan. Primer oligonukleotida yang spesifik terhadap DNA provirus HIV-1
terintegrasi digunakan dalam pemeriksaan PCR. Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan
pada bayi yang positif menunjukkan antibodi dan terlahir dari ibu penderita HIV untuk
menentukan apakah sang bayi juga terinfeksi. Uji ini dianjurkan bagi bayi yang berusia
kurang dari 18 bulan.
4. Kultur HIV-1
Kultur jaringan merupakan uji pertama yang dikembangkan untuk menegakkan
diagnosis infeksi HIV-1.Pemeriksaan ini dahulu digunakan untuk menetapkan HIV-I
sebagai
penyebab AIDS. Sel mononuklear darah perifer dari pasien yang kemungkinan terinfeksi
dikultur bersama dengan sel mono-nuklear darah perifer dari orang yang tidak terinfeksi
yang telah dirangsang dengan fitohemaglutinin dan interleukin-2 Kulturkemudian diamati
untuk mencariadanya pembentukan sel raksasa multinuklear, aktivitas reverse-
transcriptase HIV-1 atau produksi antigen p24 HIV-1. Kultur sel kuantitatif dan kultur
plasma kuantitatif juga dapat turut dikerjakan. Kultur membutuhkan banyak waktu dan
biaya sehingga tidak efektif secara biaya untuk penggunaan rutin.

 Pemantauan Hitung Sel T CD4


Hitung sel CD4 absolut banyak dipergunakan untuk memantau status infeksi pasien HIV
1. Hitung ini umumnyadiperoleh menggunakan sel darah lengkap yang diwarnai dengan
antibodi anti-CD4 yang telah ditandai denganpewarna fluoresens. Sel darah merah kemudian
dipecah dansel CD4 dihitung menggunakan sitometri aliran.

 Uji Prognostik & Pemantauan Terapi


Beban virus tinggi yang terlihat dari tingginya kadar RNA HIV-1 menunjukkan
prognosis yang buruk Serupa denganhal ini, hitung sel T CD4 yang rendah menunjukkan
risikoadanya infeksi oportunistik sehingga prognosisnya menjadilebih buruk. Baik beban
virus maupun hitung sel T CD4dipergunakan untuk memantau efektivitas terapí antiretro-
virus
Pemeriksaan genotipe menggunakan PCR reversetranscriptase untuk mengamplifikasi
RNA HIV-1 yang me-nyandi enzim virus yang menjadi target obat antiretrovirus. Analisis
sekuens yang diamplifikasi tersebut mampu menentukan mutasi yang menyandi resistensi
terhadap obat. Ujiresistensi seperti ini sebaiknya dikerjakan jika terjadi kegagalan terhadap
regimen-pertama atau regimen-majemuobat atau dalam kehamilan. Isolasi dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Menggunakan hewan percobaan.
Adapun jenis hewan, umur, jenis kelamin dan cara penyuntikan tergantung pada jenis
virus.
b. Penanaman pada telur berembrio.
Gambar 6.10 Isolasi Virus pada Telur Berembrio

Sumber: Virology : Principles and applications / John Carter and


Venetia Jenis biakan jaringan yang digunakan tergantung pula dari jenis
virusnya.
Keuntungan pemeriksaan isolasi adalah dapat langsung dinyatakan virus
penyebabpenyakitnya. Adapun beberapa kelemahan diagnosis laboratorium secara isolasi ini,
yaitu :
 Memakan waktu yang lama.
Misalnya pada pemeriksaan virus Polio.Bahan pemeriksaan berupa tinja, ditanam pada
biakan jaringan ginjal kera (bjgk), eramkan selama 2 minggu tanpa diperlihatkan ada tidaknya
cpe, lalu dipasase pada biakan jaringan yang baru. Setelah 2 minggu, pasase lagi pada bjgk,
periksa adanya cpe. Bila cpe negatif (-), berarti Polio negatif (-), tetapi bila cpe positif (+),
harus dilakukan tipering Polio, yaitu dilakukan penanaman kembali pada bjgk untuk titrasi,
biarkan selama 2 minggu, lalu tentukan tipenya. Hasil isolasi (+) atau (-) sangat berarti bagi
epidemiologi untuk dilaporkan pada departemen kesehatan bahwa pada tempat tertentu ada
penjangkitan penyakit tersebut.
 Positif atau negatifnya hasil isolasi tergantung dari :
a. Jenis bahan pemeriksaan untuk isolasi.
Misalnya untuk isolasi penyakit Influenza.
Bahan pemeriksaan, bisa berupa hapus atau air cucian tenggorok. Jangan mengirim air liur
atau air kumur mulut, sebab hasilnya akan negative. Cara mengambil bahanpemeriksaan
tersebut, yaitu dengan memberikan larutan NaCl physiologis pada penderita kemudian
tenggorokannya dicuci dengan kepala menengadah ke atas. Pada bayi dan anak-anak bahan
pemeriksaan diambil dari dinding belakang tenggorokan.
b. Saat mengambil bahan pemeriksaan harus tepat.
Gambar 6.11 Derivasi garis sel terus menerus sel manusia dan hewan. Sebagian besar jenis sel
diambil dari Tubuh tidak tumbuh dengan baik dalam biakan. Jika sel dari a kultur primer dapat
disubkultur mereka tumbuh sebagai garis sel. Mereka bisa disubliskan hanya sejumlah terbatas kali
kecuali mereka diabadikan, dalam hal ini mereka dapat disubkultur tanpa batas waktu sebagai
saluran seluler kontinyu. Sel kanker sudah diabadikan, dan garis sel terus menerus.

Sumber: Virology : Principles and applications / John Carter and Venetia

Misalnya :
1) Untuk virus Influenza : bahan pemeriksaan berupa hapus tenggorok, diambil 2 hari
sebelum sampai 2 hari setelah gejala timbul.
2) Untuk Cacar : bahan pemeriksaan berupa darah, diambil pada saat demam dan sebelum
gejala kulit timbul, sebab gejala kulit telah timbul virus sudah berada di dalam kulit.
3) Untuk virus Dengue : bahan pemeriksaan berupa darah, diambil sebelum hari ketiga dari
demam supaya virusnya masih terdapat di dalam darah. Jika sudah hari keempat atau hari
kelima, virus sudah tidak ada di dalam darah.
 Mahal
Misalnya untuk isolasi virus Dengue. Suntikan pada tikus bayi umur 1-3 hari. Diamati
selama 2 minggu, ambil otaknya lalu pasase pada tikus bayi biarkan selama 2 minggu. Setelah
2 minggu, ambil otaknya lalu pasase lagi biarkan 3 minggu baru dinyatakan positif atau
negatif.
Gambar 6.12 Labu kultur sel, piring dan piring. Foto produk kultur sel TPP milik MIDSCI.
Sumber: Virology : principles and applications / John Carter and Venetia

Gambar 6.13 Kultur sel bekerja. Tindakan pencegahan untuk menghindari kontaminasi
termasuk bekerja dalam lemari dan pakaian sterilsarung tangan dan topeng Foto milik
Novartis Vaccines.
Sumber: Virology :Principles and applications / John Carter and Venetia
Gambar 6.14 metode pembuatan plak dengan virus binatang

Sumber: Virology : Principles and applications / John Carter and Venetia

Gambar 6.15 Plak dibentuk oleh bakteriofaga di dalam bakteri. Cawan petri kontrol di
sebelah kiri diinokulasi hanya dengan bakteri host. Cawan petri di sebelah kanan diinokulasi
dengan bakteri faga dan bakteri. Foto milik PhilipO'Grady.
Sumber: Virology :Principles and applications / John Carter and Venetia

 Berlaku untuk golongan virus.


Golongan enterivirus mempunyai tempat predileksi saluran pencernaan makanan, pada
keadaan sanitasi buruk, seseorang bisa mengandung virus Polio di dalam tinjanya tanpa
mengalami sakit. Bila orang ini menderita sakit lumpuh dan dari isolasi tinja didapatkan
virus Polio, belum tentu virus Polio ini penyebab kelumpuhan. Berhasil tidaknya isolasi
virus tergantung dari :
 Stadium penyakit waktu bahan pemeriksaan diambil
Misalnya : penyakit variola, untuk isolasi dari darah harus diambil sewaktu ada
demam. Bila sudah ada gejala kulit, harus dari kelainan kulit.
 Seleksi bahan pemeriksaan.
Misalnya : untuk isolasi virus Mumps, harus diambil saliva yang ada di bawah lidah.
Bila diambil dari apus tenggorok, air cucian tenggorok, air kumur mulut, isolasi akan
negatif.
 . Seleksi perbenihan.
Virus Polio tidak bisa diisolasi di dalam telur berembrio tetapi harus pada biakan
jaringan.
 Cara penanaman atau penyuntikan
Misalnya : Isolasi virus Influenza tidak bisa dalam yolk sac, herpes simplex bila disuntik
pada cavia tidak akan menimbulkan gejala penyakit.

Gambar 6.16 pemurnian artial virion oleh sentrifugasi diferensial. Penyiapan mentah virus
yang mengandung host puing-puing dikenai sentrifugasi berkecepatan rendah / singkat
misalnya 10 000 g / 20 menit) diikuti dengan kecepatan tinggi / lama sentrifugasi (misalnya
100 000 g / 2 jam). Siklus ini bisa diulang untuk mendapatkan tingkat kemurnian yang lebih
tinggi. Itu Pelet akhir yang mengandung sebagian virus yang dimurnikan disuspensikan
kembali dalam volume kecil cairan.
Sumber: Virology : principles and applications / John Carter and Venetia
Gambar 6.17 Pemurnian virion dengan sentrifugasi gradien kepadatan. Persiapan virus yang
sebagian dimurnikan lebih lanjut dimurnikan dalam gradien kerapatan. Tingkat sentrifugasi
zonal melibatkan layering preparasi di atas pre-formed gradien. Sentrifugasi kesetimbangan
sering bisa dilakukan dimulai dengan suspensi virus tidak murni dalam larutan dari bahan
gradien; gradien terbentuk selama sentrifugasi.
Sumber: Virology :Principles and applications / John Carter and Venetia

 Tes Serologik

Gambar 6.18 Prinsip tes untuk mendeteksi antigen virus. Spesimen tersebut diobati dengan
antibodi anti-virus. Dalam Uji tidak langsung antibodi kedua berlabel mendeteksi antibodi
anti-virus yang terikat pada antigen.
Sumber:Virology : Principles and applications / John Carter and Venetia
Tabel 2.1 Molekul yang digunakan untuk memberi label antibodi (dan asam nukleat) dan teknik
yang digunakan untuk mendeteksinya
Label Teknik Deteksi
Enzim Enzim-linked Imunosorben assay
Fluoresensi Mikroskop fluoresensi
Fluorometri
Argon Electron Mikroskop
Radio aktif Auto-radiografi

Sumber:Virology : principles and applications / John Carter and Venetia

Pemeriksaan serologi mempunyai arti diagnostik lebih tinggi dibandingkan isolasi


virus. Serodiagnostik ini berpedoman bahwa diagnosis positif bila selama sakit terjadi
kenaikkan paling sedikit 4 kali. Ada 2 jenis serum yang diamati yaitu serum akut (SI) dan
serum konvalesen (SII) Keuntungan tes serologi :
a) Waktu yang digunakan lebih pendek dari pada isolasi.
b) Lebih murah, karena kadang-kadang tidak memerlukan hewan percobaan.
c) Bila isolasi negatif, tetapi bila ada kenaikan titer 4 kali atua lebih, maka diagnosis positif.
Pada keadaan tertentu tes serologis tidak mungkin untuk dilakukan, maka isolasi mutlak
dipergunakan untuk mendiagnosis penyakit-penyakit virus tersebut, hal ini terutama pada
keadaan-keadaan sebagai berikut :
a. Bila ada wabah : Bila ada kelumpuhan pada anak-anak, harus dicari apakah penyebabnya
virus polio, ECHO dll.Demam dan diare pada anak usia kurang dari 3 tahun, bisa
disebabkan oleh Amoeba, Shigella, Virus morbilli, Polio atau ECHO.
b. Bila ada antigenik overlapping artinya sebagian antigen ada yang sama (saling
menutupi).Misalnya yellow fever, dengue 1, 2, 3, 4, japanese B Encephalitis.
c. Untuk memperkuat diagnose mikroskopik. Misalnya, keropeng secara mikroskopik
memperlihatkan Paschen bodies. Untuk memastikan apakah Variola atau Vaccinia, maka
dilakukan isolasi pada CAM telur berembio.
d. Bila ada kumpulan gejala yang bisa disebabkan oleh lebih dari satu jenis virus, mutlak harus
dilakukan isolasi. Contohnya Meningitis serosa, bisa disebabkan oleh virus Polio, ECHO,
Coxsackie, Herpes simplex, Mumps dan Limpogranuloma venerum.Demam dengan diare
bisa disebabkan oleh virus Polio, ECHO, Morbilli dan Coxsackie.
e. Bila ada infeksi campuran. Misalnya infeksi virus Polio dan virus Ensephalitis pada orang
yang sama dengan meningoensephalomyelitis. Isolasi dengan bahan pemeriksaan dari tinja,
hapus tenggorok, liquor dan jaringan ota
BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

               Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus yaitu suatu mikroba yang lebih
kecil dari kuman, oleh ia dapat melewati saringan yang bisa dipergunakan untuk menyaring
kuman. Ukuran tubuh virus sangat kecil dan bervariasi yaitu kira-kira antara 300 x 250 x 100 nm
sampai parvovirus yang kira-kira berdiameter 20 nm. Reproduksi virus secera general terbagi
menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik. Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu virus DNA dan virus RNA. Virus yang menguntungkan, berfungsi
untuk: membuat antitoksin, bakteri bakteri, memproduksi vaksin, dan menyerang patogen. Virus
yang merugikan, penyakit-penyakit yang disebabkan virus antara lain: pada tumbuh-tumbuhan
yaitu mozaik pada daun tembakau.

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan sebagai diagnosa penyakit akibat virus, antara lain :
pemeriksaan langsung, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan isolasi dan identifikasi virus.
DAFTAR PUSTAKA

http://myartikelblogbelajar.blogspot.com/2017/11/virologi.html

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Virologi_SC.pdf

https://www.edubio.info/2017/10/contoh-virus-dna-dan-rna.html

http://edukesehatan.blogspot.com/2014/09/makalah-virologi-dan-ricketsiologi.html

Anda mungkin juga menyukai