Anda di halaman 1dari 12

PERAWATAN MEDIKAL BEDAH

POST OPERATIF

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sansavera Nur Fatimah


Saryanti
Sendy Faris Setyawan
Siti Marfuah
Sri windarti
Tetuka adi wijaya

2012.01.1555
2012.01.1556
2012.01.1557
2012.01.1558
2012.01.1560
2012011561

STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah awal Virologi


Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk suborganisme, terutama
virus. Dalam perkembangannya. Virologi memiliki posisi strategis dalam kehidupan dan
banyak dipelajari karena bermanfaat bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga
menjadi perhatian pada bidang kedokteran, kedokteran hewan, peternakan, perikanan dan
pertanian karena kerugian yang ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi. Pada
pertengahan abad ke 19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk bakteri, jamur dan protozoa
telah mampu di-buktikan. Pada masa tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan
bahwa suatu penyebab penyakit harus :
Dapat ditemukan pada lesi penyakit
Dapat dibuat biakan murni,
Menimbulkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada pejamunya,
Dapat diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah secara luas diterima ilmuwan
sebagai dogma.
Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis bahwa di dunia ini terdapat
makhluk yang sangat kecil dan tidak mampu diamati dengan mikroskop biasa serta mampu
menyebabkan penyakit; tetapi karena tiadanya bukti-bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis
ini banyak sekali ditentang. Pada akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky
berhasil menginfeksi tembakau sehat dengan filtrat tembakau sakit yang telah dilewatkan
pada saringan yang mampu menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak
menyimpulkan bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil dari
bakteri.
Bukti awal bahwa etiologi penyakit tersebut merupakan organisma submikroskopik
dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck. Beijerinck membuktikan bahwa infektifitas etiologi
penyakit mosaik tembakau yang telah berulang kali diencerkan akan meningkat kembali jika
dipasasi pada tanaman hidup. Bukti ini diperkuat dengan Felix D Herelle tentang titrasi virus
bakteri dengan cara esai plaque pada tahun 1917 dan keberhasilan memvisualisasikan virion
dengan mikroskop elektron pada tahun 1939.
Fase berikutnya dari perkembangan virologi adalah fase pemahaman pada tingkat
biokimiawi. Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan melakukan penelitian tentang
infeksi bakteriofaga pada sintesis DNA dan RNA. Cohen menemukan bahwa terjadi
perubahan dramatik pada inetabolisme RNA, DNA dan protein pada sel pejamu yang

terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi virus mampu menimbulkan
tatanan baru dalam sintesa makromolekul oleh set pejamu.
Pada periode yang hampir bersamaan ditemukan teknologi pembiakan virus pada
biakan sel sebagai pengganti binatang hidup dan telur berembrio. Temuan ini memungkinkan pengendalian variabel penelitian lebih baik. Temuan dalam bentuk teknologi dan
bahan serta ide yang dikem-bangkan daripadanya terbukti berdampak luas, misalnya saja
dalam hal pembuatan vaksin. Jika antara tahun 1798-1949, semua vaksin dibuat dalam telur
berembrio, setelah periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn biakan sel dengan scaling up
yang lebih efisien dan efek samping vaksin yang lebih kecil.
Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V dapat dipakai sebagai
pelacak untuk mengetahui berbagai fenomena biologis. Dengan menggunakan sel yang
diinfeksi oleh virus, dapat diketahui lebih jauh bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein,
baik berupa pemecahan atau peng-gabungan, penambahan gugus karbohidrat ataupun
terjadinya fosforilasi. Dengan kata lain, banyak pengetahuan tentang inetabolisme sel baik
yang normal maupun yang tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan
dengan dasar itu pula terbuka kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Struktur dan karakteristik Virus


Virus selalunya terdiri daripada lapisan protein sebagai pelindung (sampul), teras
protein yang menyimpan gen virus, dan gen virus itu sendiri. Sampul yang selalunya
dihasilkan daripada membran sel perumah, melindungi genom virus dan memberikan
mekanisme kepada virus tersebut. Struktur virus dibagi menjadi 2 yaitu :

1.

2.

3.

4.

a. Virus berselubung, contoh : pada virus influenza,virus herpes dan HIV


ditandai dengan nukleokapsid yang diselubungi oleh suatu membran
pembungkus.
b. bakteriofage, Struktur bakteriofage terdiri dari kepala terdiri dari asam
nukleatdiselubungi kapsid berbentuk polihedral), ekor dan serabut kaki.
Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu unit protein
yang menyusun kapsid disebut kapsomer.
Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid
juga dapat terdiri atas protein monomer yang yang terdiri dari rantai polipeptida.
Fungsi kapsid untuk memberi bentuk virus sekaligus sebagai pelindung virus dari
kondisi lingkungan yang merugikan virus.
Isi Tubuh
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut
sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi kode-kode
pembawa sifat virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya, virus dapat dibedakan
menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV,
H5N1). Selain itu di dalam isi virus terdapat beberapa enzim
Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas
tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel
eukariotik tidak mempunyai ekor

2.2 Ukuran Virus


Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid)
terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein

nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3
mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada
virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang,
dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut.
Bagian-bagian ini berfungs dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada
awal infeksi. Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak
terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari
ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun
dalam bentuk simetri ikosahedral.
Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan
dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki
angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid
sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid
sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian sel.

2.3 Taksonomi Virus


Pengklasifikasian virus yang meliputi banyak hal yaitu mulai dari karakteristik (morfologi,
genom,fisika-kimia,dan sifat fisiologisnya, protein, antigenic, dan sifat biologisnya) hingga
tingkatan ordo, famili, genus, dan spesies.
1. Ordo Virus :
Merupakan pengelompokan famili virus yang memiliki banyak kesamaan
karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran Virales. Salah satu virus yang telah diberi
penamaan oleh ICTV (International Commitee on Taxonomy of Virus) adalah
mononegavirales, yang terdiri dari famili paramyxoviridae,Rhabdoviridae,dan
Filoviridae
2. Famili virus:
Merupakan pengelompokan genus virus yang memiliki byk kesamaan karakteristik
dan dibedakan dr anggota famili lainnya. Famili virus ditandai dengan akhiran
Viridae. Contohnya: Picornaviridae, Togaviridae, Poxviridae, Herpesviridae, dan
Paramyxoviridae. Pada beberapa famili (misalnya:Herpesviridae) terdapat hubungan
antara individu-individunya mempunyai 1 subfamili, yang ditandai dengan akhiran
virinae. Herpesviridae diklasifikasikan ke dalam Alphaherpesvirinae (mis: Herpes
simplex virus), Betaherpesvirinae (Cytomegalovirus), dan Gammaherpesvirinae
(misal:Epstein-Barr Virus).
3. Genus Virus
Merupakan pengelompokan spesies virus yang mempunyai banyak kesamaan
karakteristik. Genus virus ditandai dengan akhiran virus (misal: Genus Simplex Virus
dan genus varicellovirus pada Alphaherpesvirinae).
4. Spesies Virus

Menggambarkan suatu kelas pholytetik pada virus merupakan replikasi keturunan dan
menempati bagian relung ekologinya.
2.4 Pengelompokkan Virus
Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu virus ARN dan virus ADN. Berikut ini beberapa contoh dari kedua kelompok virus
tersebut dan penyakit yang ditimbulkan.
Virus ARN Virus AND. Nama nama penyakit

Virus Orthomyxo
Influenza Virus mozaik Bercak-bercak pada daun tembakau
Virus rhabdo Rabies Virus herpes Herpes
Virus hepatitis Hepatitis Virus pox Cacar
Virus paramyxo Pes pada hewan ternak
Virus papova Kutil pada manusia
Retrovirus AIDS
Virus picorna Polio
Virus toga Demam kuning dan ensefalitis
Virus arena Meningitis

Selain berdasarkan asam nukleatnya, virus dapat dikelompokkan berdasarkan


bagianbagian tubuh yang diserangnya, antara lain: Bagian tubuh yang diserang Penyakit yang
ditimbulkan Saluran pernapasan Pilek, influenza, dan batuk. Kulit Kutil, cacar, dan campak.
Organ dalam Hepatitis, kanker, dan AIDS. Saraf pusat Rabies dan polio. Umumnya virus
hanya menyerang dan berkembang pada sel yang spesifik. Misalnya virus mozaik tembakau
hanya menyerang tumbuhan, virus rabies hanya menyerang mamalia, bakteriofage hanya
menyerang bakteri. Untuk mendapatkan gambaran tentang siklus hidup bakteriofag, perlu
ditinjau tingkatan-tingkatan yang terjadi pada waktu phage menyerang bakteri:
1. Pada permulaannya phage melekat dengan bagian ekornya pada bagian tertentu dari
sel (fase adsorpsi phage pada sel) .
2. DNA phage dimasukkan ke dalam sel melalui tubus ekornya, DNA phage merusak
DNA bakteri sehingga proses di dalam sel dikendalikan oleh DNA phage, kemudian akan
terbentuk protein (selubung) phage dan DNA phage yang baru (faseperkembangan
phage).
3. Yang terakhir ialah keluarnya partikel-partikel virus (bekteriophage) dari sel. Sel
Bakteri mengalami lisis (bakteriolisis/ fase pembebasan phage). Ada pula yang sifatnya
lebih spesifik seperti virus hepatitis hanya menyerang sel-sel hati, virus influenza
menyerang saluran pernafasan atas, virus HIV hanya menyerang sel darah putih.
2.5 Reproduksi Virus

Reproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik prosesproses pada siklus litik: pertama, virus akan mengdakan adsorpsi atau attachment yang
ditandai dengan menmpelnya virus pada dinding sel, kemudian pada virus tertentu
(bakteriofage), melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan
menggunakan enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan selubung
protein, kemudian virus akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami
lisis Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke profage( dimana materi
genetiak virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami pembelan binner, dan profage
keluar dari kromosom bakteri. Siklus litik: Waktu relative singkat Menonaktifkan bakteri
Berproduksi dengna bebas tanpa terikat pada kromosom bakteri siklus lisogenik Waktu relatif
lama Mengkominasi materi genetic bakteri dengn virus Terikat pada kromosom bakteri.
1) Fase litik
a. fase absorbsi, fage melekat di bagian tertentu dari dinding sel bakteri dengan
serabut ekornya. Daerah perlekatan itu disebut daerah reseptor, daerah ini khas bagi
fage sehingga fage jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut.
b. fase penetrasi, Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme, bakteriofage
memiliki enzim lisosom yang berfungsi merusak dinding sel bakteri. Setelah dinding
sel bakteri terhidrolisi, maka DNA fage masuk ke dalam sel bakteri
c. fase replikasi dan sintesis, Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan
menggunakannya sebagai bahan untuk replikasi dan sintesis. Pada fase replikasi, fage
menyusun dan memperbanyak DNAnya. Pada fase sintesis, fage membentuk
selubung-selubung protein (kapsid) baru. Bagian-bagian fage yang terdiri dari kepala,
ekor dan serabut ekor telah terbentuk.
d. fase perakitan, Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage baru
yang lengkap dengan molekul DNA dan kapsidnya
e. Fase pembebasan atau lisis, Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis),
sehingga fage yang baru akan keluar. Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah.
Pembentukkan partikel bakteriofage melalui siklus litik ini memerlukan waktu 20
menit.
2) Fase lisogenik
a). Fase Absorpsi dan Infeksi : Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi
sam halnya dengan fase absropsi pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat
yang tepat yang spesifik pada sel bakteri
b). Fase Penetrasi : Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel
bakteri berlubang. Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
c.) Fase Penggabungan : DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk
profage. Dalam bentuk profage, sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif,

tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode
protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian gen profage tidak aktif.
d). Fase Replikasi : Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut
bereplikasi. Kemudian ketika bakteri membelah diri, bakteri menghasilkan dua sel
anakan yang masing-masing mengandung profage. DNA fage (dalam profage) akan
terus bertambah banyak jika sel bakteri terus menerus membelah. Bakteri lisogenik
dapat diinduksi untuk mengaktifkan profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan
terjadinya siklus litik.
2.6 Kultur sel dan Pertumbuhan Virus
1) Metode Kultur Sel
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan
sel yang terinfeksi virus secara invitro. Perbanyakan sel dilakukan di atas tabung gelas
atau flask (labu plastik) dengan ukuran yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam
bejana yang luas. Tekhnik ini dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur
bebas dari kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui
konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang sesuai,
kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C) dengan posisi mendatar.
Sel akan melekat pada permukaan dan mulai bereplikasi membentuk sel monolayer
(satu lapis) yang saling berikatan satu dengan lainnya.
Setelah beberapa hari medium yang digunakan untuk pertumbuhan dan
metabolisme sel akan habis, dan jika tidak diganti maka sel akan mengalami
kerusakan dan akan mati. Sel monolayer diberi perlakuan dengan tripsin dan atau
larutan versene untuk mendapatkan sel tunggal. Sel ini kemudian ditumbuhkan pada
flask yang baru. Sel monolayer digunakan untuk menumbuhkan dan menguji
beberapa aspek interaksi virus dengan inang. Selain untuk menumbuhkan sel
monolayer, beberapa tipe sel juga dapat ditumbuhkan di dalam larutan dimana sel
tersebut tidak menempel pada permukaan flask dan tidak menempel satu dengan
lainnya, misalnya sel hibridoma yang mengsekresikan antibodi monoklonal.
2) Media dan Buffer
Kebanyakan media pertumbuhan yang digunakan merupakan media kimiawi,
tetapi ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung stimulan yang penting
untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum dengan tambahan stimulan tertentu
digunakan untuk beberapa tujuan. Media mengandung larutan garam isotonis, asam
amino, vitamin, dan glukosa, sontohnya Eagles Minimal Esential Medium (MEM)
yang diformulasikan oleh Eagle th 50-an. Selain mengandung serum, MEM juga
diperkaya dengan antibiotik (biasanya penicillin dan streptomycin) untuk membantu
mencegah kontaminasi bakteri. Umumnya pertumbuhan sel yang baik terjadi pada pH
7,0-7,4. Media juga ditambah fenol red sebagai indikator pH yang akan berwarna
merah pada pH 7,4, orange pH 7,0, dan kuning pH 6,5, kebiru-biruan pH 7,6 dan ungu
pH 7,8. Media tumbuh juga membutuhkan penyangga di antara dua kondisi, yaitu:
a. Penggunaan flask terbuka menyebabkan masuknya O2 dan Ph
meningkat

b. Konsentrasi sel yang tinggi menyebabkan diproduksinya CO2 dan


asam
laktat menyebabkan turunnya pH. Kedua kondisi ini dihadapi dengan
dengan memberikan buffer ke dalam media dan ke dalam inkubator
dialirkan CO2 dari luar. Buffer yang biasanya digunakan adalah sistem
bikarbonat-CO2, sehingga ke dalam media pertumbuhan ditambahkan
larutan bikarbonat. Reagent yang digunakan di dalam media dan kultur
sel harus disterilisasi dengan autoclave (uap panas), hot-air oven
(panas kering), membrane filtration, atau diirradiasi untuk peralatan
plastik.
3) Pertumbuhan Virus di dalam Kultur Kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan
dengan menumbuhkan virus di dalam suatu kultur, mekipun saat ini banyak penelitian
yang dilakukan seluruhnya bersandarkan pada gen yang dikloning dan protein yang
diekspresikan di luar kultur sel. Virus yang dapat tumbuh di dalam kultur dapat
dipelajari lebih detail. Ketidakmampuan untuk tumbuh secara in vitro sangat
membatasi kemajuan penelitian, misalnya pada penelitian produksi vaksin dan
pengembangan obat-obatan anti virus untuk hepatitis B dan C. Virus ditumbuhkan di
dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan
disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst.,
tergantung pada jumlah peremajaannya. Virus stock ditumbuhkan dengan
menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,10,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel dan mengalami beberapa kali
replikasi di dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus dipanen dan media
ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri yang telah lisis karena
pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau dilisis menggunakan cawan
ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan infectivity assay. Jika diperlukan virus
dengan jumlah yang banyak, misalnya pada pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi
dengan m.o.i yang tinggi, seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa
semua
sel
akan
terinfeksi
secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera
dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan
progeni virus dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel.
4) Penggunaan Telur berembrio
Untuk beberapa virus, kultur sel bukan merupakan pilihan tepat untuk
menumbuhkan virus sehingga digunakanlah fertilized embrio ayam.
Fertilized embrio memiliki berbagai membran dan rongga yang dapat
mendukung pertumbuhan virus. Aliquot kecil dan virus diinokulasikan ke
dalam rongga allantoic telur. Virus kemudian menempel dan bereplikasi di
dalam rongga yang dihasilkan dan sel epitel. Virus kemudian menempel
dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel epitel. Virus
dilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan selama
sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza diperbanyak dengan cara
sama seperti ini.

Berbagai contoh virus yang dapat ditumbuhkan secara kultur dan atau melalui
embrio, antara lain:
a. Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam kultur dan
pada membran chorio-allantoic
b. Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur sel manusia
(jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan pada sel
ginjal kera *Cytomegalovirus, dapat tumbuh lambat dalam kultur
jaringan sel paru-paru embrio manusia.
c. Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspensi dari limfoblas
manusia
d. Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung korioalantois telur
berembrio

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dunia mikroba adalah dunia organisma yang sangat kecil, sehingga tidak dapat kita lihat
dengan mata telanjang. Walupun sudah agak lama dikenal, namun dunia mikroba baru mulai
terbuka secara luas sejak manusia menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop, hasil
temuan Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723). Mikroskop tersebut sangat sederhana,
hanya memiliki satu lensa, dan mencapai pembesaran kurang dari 200 kali.
Tetapi dengan mikroskop sederhana tersebut misteri tentang bentuk mikroba yang
sebelumnya
masih
merupakan
rahasia
besar
mulai
terungkap.
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus
hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan mengendalikan sel
makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage
atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri
danorganisme lain yang tidak berinti sel).
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak
kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein,
lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang
digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur
hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, F Geo dkk, 2005. Microbiologi kedokteran Jakarta : Salemba Medika


Pelczar, J Michael. 1988. Dasar Dasar MikrobiologiJakarta ; UI Press
Wikipedia, 2008. Virus. http://id.wikipedia.org/wiki/Virus (Diakses pada tanggal 10
November 2012).
http://rahma02.wordpress.com/2007/10/31/virologi/ (Diakses pada tanggal 10
November 2012).
Sumarsih, 2007. Buku Ajar Mikrobiologi.
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2007/12/buku-ajar-mikrobiologi.pdf

Anda mungkin juga menyukai