1. Manajer pelayanan sosial secara rutin dihadapkan pada dilema moral yang
moral.
Manajer, walaupun telah memiliki pedoman yang telah ditetapkan oleh kebijakan publik
dan ideologi kelembagaan namun menghadapi sejumlah besar pilihan-pilihan moral yang sulit.
(misalnya : apakah sumber-sumber organisasi dipusatkan pada penduduk yang lemah dan sangat
membutuhkan, ataukah pada penduduk yang kurang membutuhkan tapi lebih potensial untuk
direhabilitasi), disamping itu juga, pembuatan keputusan pada tingkatan program dan pelayanan
(misalnya : apakah mencabut hak pengasuhan orang tua terhadap anaknya ataukah
sosial). Manajer Human Services Organization/HSO secara langsung atau tidak langsung
bertugas untuk membuat pilihan tersebut atau mempertahankan pilihan yang sudah dibuat oleh
stafnya. Alasan-alasan seperti ini menyebabkan etika dan nilai-nilai selalu berpengaruh dalam
pembuatan keputusan.
dikehendaki oleh badan-badan sosial terkait yang penting. Badan-badan sosial tersebut seringkali
mengakibatkan dilema etis dimana dua atau lebih nilai-nilai yang setaraf dan lebih penting
mengorbankan atau membelakangkan satu nilai untuk memperoleh yang lain. Pada lingkungan
keputusan seperti ini, manajer dituntut untuk membuat pilihan-pilihan yang masuk akal yang
didasarkan pada kriteria etis yang jelas. Sesuatu yang sangat penting dilakukan oleh manajer
adalah meneladankan (menjadikan dirinya sebagai teladan) alasan-alasan etis dan ketulusan hati
bagi seluruh organisasi, dengan demikian menciptakan iklim yang normatif bagi pembuatan
keputusan di setiap tingkat kedudukan. Hal ini sangat penting, karena Human Services
Organization/HSO bekerja dengan ruang lingkup transaksi yang sangat luas yaitu dengan
penerima manfaat, mitra kerja dan pendukun-pendukung; sukses jangka panjang, dalam banyak
hal sangat tergantung pada tumbuhnya perasaan kejujuran dan kepercayaan timbal balik.
dukungan dan kerjasama dari berbagai konstituen untuk melaksanakan pekerjaan organisasi dan
jarang sekali dalam posisi bertindak secara sepihak (dapat menentukan sendiri) tentang
persoalan-persoalan penting.
Klien atau penerima manfaat merupakan “bahan mentah” yang organisasi kerjakan untuk
mencapai tujuan dan menjadi alasan organisasi diberi dana. DPR, lembaga pemerintah, badan-
badan pemberi dana, donatur dan yayasan-yayasan menyediakan dana yang dibutuhkan agar
kegiatan organisasi dapat berlangsung. Berbagai lembaga pembina dan DPR memberikan
kewenangan dan arahan kebijakan, yang menetapkan kerangka kerja pemberian pelayanan.
Lembaga akreditasi meninjau ulang dan mengesahkan organisasi berkaitan dengan kriteria
kesesuaian yang cukup memuaskan antar kelompok tersebut agar Human Services
Salah satu penyebab perbedaan harapan tersebut adalah fakta bahwa pengguna pelayanan
membayar sedikit (atau tidak membayar sama sekali) dalam menerima pelayanan. Pembinaan
ditanggung oleh pihak ketiga seperti pemerintah, yayasan, asuransi dan sumbangan. Penerima
manfaat (klien) dan penyedia dana seringkali menuntut hasil (outcomes) yang berbeda. Klien
penyedia dana mengharapkan se-minimal mungkin (“public good”). Masalah yang muncul
cukup rumit, terutama apabila organisasi menggunakan teknologi pelayanan pribadi (ini
seringkali terjadi) yang tergantung pada dicapainya kesepakatan diantara pemberi pelayanan
dengan penerima pelayanan tentang tujuan dan teknik penyembuhan. Sehubungan dengan ini
kebutuhan kedua kelompok, dengan cara di satu segi mendesakkan pengertian pelayanan publik
kepada pengguna pelayanan atau di segi lain membujuk penyedia dana agar pelayanan publik
harapan ini cenderung akan mengakibatkan masalah bagi organisasi, karena staf akan
menghadapi tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan dan atau sumber-sumber akan dibagi-
bagikan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang beraneka ragam dan saling tidak cocok. Tugas
sumber-sumber.
Manajer organisasi yang mengurusi pelayanan sosial pribadi seringkali harus berupaya
untuk mengubah stereotip tentang kelompok-kelompok yang tidak beruntung (tidak dikehendaki
masyarakat) yang mereka layani atau merubah prioritas publik (masyarakat) berkaitan dengan
anak perlu meyakinkan pemerintah atau DPRD agar orang tua yang menyalahgunakan anak akan
lebih baik apabila direhabilitasi; manajer kesehatan mental akan berusaha untuk menjelaskan
kepada pejabat pemerintah daerah bahwa orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang
tidak memiliki rumah sesungguhnya tidak suka dengan cara hidup mereka dan bersedia
berupaya mempengaruhi publik, bahwa anggota-anggota geng ini memiliki harapan-harapan dan
tidak ingin melakukan kejahatan serta dapat dibantu untuk memilih gaya hidup yang berbeda
apabila diberi kesempatan; manajer program pencegahan kehamilan remaja akan berupaya untuk
mempengaruhi pemimpin-pemimpin masyarakat agar klien mereka tidak memiliki bayi bagi
Situasi yang digambarkan tersebut menunjukkan bahwa penerima manfaat dari program
tersebut adalah terstigmatisasi secara moral. Dengan demikian, mereka dianggap tidak layak
menerima bantuan dan atau patut menerima hukuman. Ada tiga alasan mengapa manajer Human
Services Organization/HSO perlu melakukan advokasi terhadap penerima manfaat (klien) ini,
yaitu:
a. Tujuan dari Human Services Organization/HSO adalah merubah orang atau lingkungan
sosial mereka. Organisasi tidak dapat memperoleh sumber-sumber dan kerjasama yang
tidak yakin akan potensi yang dimiliki oleh orang-orang yang secara moral dianggap tidak
berharga (klien) atau memahami kaitan diantara tujuan pelayanan dengan minat-minat
masyarakat luas.
memperoleh penghargaan yang kecil, karena walau bagaimanapun terampilnya mereka atau
tidak layak. Pandangan yang tidak menyenangkan (terhadap klien) tersebut cenderung akan
merusak moral staf sepanjang waktu, berakibat pada rendahnya semangat dan masalah-
pada persepsi dari penyandang dana bahwa apa yang dikerjakan oleh pegawai dengan cara-
cara tertentu dapat memberikan sumbangan pada kualitas kehidupan masyarakat. Apabila
persepsi terhadap kelompok-kelompok yang secara moral dianggap tidak berharga (klien)
tersebut tidak dapat dirubah sehingga mereka dipandang sebagai asset potensial bagi
masyarakat atau paling sedikit dianggap dapat mengurangi ancaman, maka kesuksesan
antar organisasi karena perawatan dan perubahan manusia secara khas dihasilkan secara
bekerjasama oleh antar organisasi. Pada tingkat yang sangat luas (secara rasional), hasil yang
dicapai oleh klien dari suatu organisasi tergantung dari pelayanan pelengkap atau pendukung
yang disediakan oleh organisasi lain di dalam sistem pemberian pelayanan. Dengan kata lain,
apabila organisasi-organisasi bekerjasama dengan cara yang bertujuan maka dapat dicapai
dampak (hasil) yang diharapkan pada banyak kelompok klien. Meskipun kolaborasi telah lama
dianggap sebagai strategi yang baik untuk mengatasi kesenjangan pelayanan, meningkatkan
akses dan mencapai keekonomisan (mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu), pada
perkembangan terakhir ini kolaborasi menjadi sangat penting bagi keberhasilan organisasi.
Selama dua dekade terakhir ini, beberapa perkembangan demografis dan kebijakan sosial
mengakibatkan munculnya jenis klien yang berbeda yang dihadapi oleh organisasi.
menunjukkan peningkatan. Serentak dengan ini, terjadi pertumbuhan yang cepat jumlah lanjut
meningkatnya jumlah orang-orang yang mengalami gangguan mental dan penyandang cacat
sosial. Pada dua dekade terakhir ini tuntutan akan pelayanan sosial timbul lebih cepat dari
pendanaan bagi kesejahteraan sosial pada kelompok penduduk yang termasuk kategori
program yang ditujukan pada penduduk miskin dan hampir miskin. Untuk menghadapi
pada tingkat pusat maupun daerah menetapkan strategi pendistribusian yang memusatkan
pengguna sumber-sumber kepada orang yang sangat membutuhkan dan bermasalah sementara
itu mengeluarkan orang-orang yang kebutuhannya kurang mendesak atau kebutuhannya tidak
menimbulkan ancaman.
Akibat berantai dari interaksi perkembangan demografis dan perubahan kebijakan adalah
meningkatnya secara dramatis jumlah orang yang mengalami beraneka ragam masalah, orang-
orang yang kondisinya lemah dan orang-orang yang sangat membutuhkan pelayanan sosial.
Meningkatnya kompleksitas kebutuhan ini, pada saat sumber-sumber tidak meningkat, pembuat
kebijakan dan manajer Human Services Organization/HSO menjadi sadar bahwa organisasi
secara sendiri-sendiri dan atau pemecahan masalah oleh satu profesi tidak sanggup mengatasi
masalah yang mereka hadapi. Timbulnya minat yang kuat untuk pemecahan masalah secara
kolaboratif, yang tidak hanya berakibat pada keekonomisan secara operasional, juga
menghasilkan strategi program menjadi lebih terpadu dan kompherensif (menyeluruh). Manajer
Human Services Organization/HSO menjadi sadar bahwa pelayanan terbaik kepada klien
Pada saat ini, kolaborasi termasuk yang diatur dalam kebijakan sosial. Pelayanan sosial
dilihat dari sudut penanggung-jawabnya dikelompokkan ke dalam sektor pemerintah, swasta dan
pribadi yang disebut juga pemerintahan tri-parti, yaitu pemerintah mempercayakan pelaksanaan
kebijakan publik pada sektor-sektor yang mencari keuntungan dan yang tidak mencari
mencari keuntungan atau yang tidak mencari keuntungan harus dapat bekerja secara efektif pada
relawan-relawan.
Manajer kesejahteraan sosial, bisa jadi lebih dari manajer di sektor lain, harus dapat
menggerakkan anggota organisasi berkaitan dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang secara
pribadi sangat berarti bagi mereka. Pendukung-pendukung, tenaga professional dan orang-orang
lainnya yang terlibat, cenderung merasa lelah pada jenis pekerjaan ini, karena mereka merasakan
secara mendalam perlunya merubah dunia sedemikian rupa, sehingga dapat melindungi
kelompok penduduk rawan (perempuan, anak-anak, penyandang cacat dan sebagainya) dari
perilaku kejahatan, menjamin hak-hak orang yang kehilangan hak-haknya, melindungi dan
memperkuat keluarga. Organisasi sosial, salah satu dari lembaga-lembaga yang ada, merupakan
organisasi sosial terbentuk dari sejumlah faktor, mulai dari ciri-ciri kepribadian mereka sampai
ke iklim, budaya dan struktur organisasi, salah satu sumber motivasi yang terpenting adalah
keyakinan mereka terhadap pekerjaan, tujuan-tujuan dan misi organisasi. Salah satu pakar
menyatakan, bahwa tipe kekuatan yang digunakan di dalam organisasi untuk menggerakkan
Di dalam organisasi pelayanan sosial, penyedia pelayanan adalah alat pelayanan. Kualitas
pelayanan sangat tergantung pada sumber-sumber pribadi (sikap pengetahuan, ketrampilan) dari
penyedia pelayanan dan keinginan mereka untuk menggunakan sumber-sumber tersebut dalam
transaksi (pemberian pelayanan) kepada klien. Jelaslah bahwa apabila penyedia pelayanan
Keterlibatan normatif dari staf juga bermanfaat bagi tujuan-tujuan organisasi. Di dalam
organisasi yang mengalami kesulitan untuk memerinci tujuan-tujuannya secara spesifik, yang
menggunakan teknologi pelayanan dengan variabel dan dampak yang tidak pasti serta
(digaris depan), keterlibatan normatif dari pekerja merupakan sumber utama dari reabilitas
mengamati dan secara langsung memantau perilaku staf, organisasi sangat tergantung pada
komitmen staf pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi untuk menjamin kinerja pegawai/staf.
6. Manajer kesejahteraan sosial berupaya untuk mengukur kinerja organisasi yang responsif
klien.
Perumusan definisi dan pengukuran kinerja organisasi di satu segi merupakan kegiatan
yang sangat kompleks, di segi lain lembaga pembuat kebijakan dan lembaga penyandang dana
semakin proaktif berupaya memerinci pengukuran hasil (outcomes) keberhasilan klien sebagai
bukti dari pemberian dukungan. Tidaklah seperti halnya yang tidak memiliki indikator kinerja
yang dapat diterima secara umum, juga standar yang dapat diterapkan di berbagai bidang
pelayanan. Ukuran hasil (outcomes) akan berbeda-beda dari berbagai bidang pelayanan seperti di
bidang kesehatan mental, kesejahteraan anak, lanjut usia dan sebagainya. Meskipun demikian,
bidang kesejahteraan anak, ukuran keberhasilan (kriteria kinerja) yang dianggap penting adalah :
memperkuat keluarga yang memiliki anak beresiko, menempatkan anak di dalam pengaturan
penyalahgunaan dan penelantaran anak. Di bidang kesehatan mental, adalah memelihara dan
penyesuaian diri orang-orang yang mengalami gangguan mental berat di masyarakat. Di bidang
dana yang menghendaki standar program yang spesifik, yang mempersyaratkan organisasi
pelayanan sosial pemerintah serta organisasi yang tidak mencari keuntungan untuk
merupakan bagian yang menyatu dari tanggung jawab manajer kesejahteraan sosial. Hal ini
mengandung makna lebih lanjut. Jika penyandang dana mengaitkan dengan pencapaian hasil
yang harus diterapkan untuk mencapai hasil pelayanan akan menjadi lebih penting. Faktor-faktor
yang terkait dengan hasil pelayanan adalah memerinci teknologi pelayanan, memilih dan melatih
pegawai yang dapat melaksanakan pelayanan ini serta mengembangkan sistem informasi
manajemen untuk melacak bagaimana kegiatan pemberian pelayanan. Karena penyandang dana
mengaitkan dengan hasil pelayanan, kemampuan manajer untuk menentukan biaya pelayanan
Pelaksanaan dari keseluruhan kegiatan ini menghadapi berbagai masalah dan dilema.
Pengguna pelayanan (klien) datang ke lembaga pelayanan dengan tujuan-tujuannya sendiri dan
memiliki cara-cara menilai kualitas dan efektifitas pelayanan. Karena hasil pelayanan dan cara-
cara mencapai hasil pelayanan lebih bersifat telah ditentukan sebelumnya dan bukanlah
dirumuskan secara bersama pada transaksi pelayanan adalah menjadi sulit untuk memperoleh
jenis-jenis keterlibatan dan kerjasama dari klien (kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan
klien) yang diperlukan untuk memenuhi standar kinerja. Sesungguhnya, gambaran tentang hal ini
secara kolaboratif (bekerja bersama klien) untuk mencapai hasil pelayanan yang diinginkan.
Sebagai alternatif, organisasi berupaya untuk melakukan praktik “yang terbaik” (melakukan
akal-akalan) yaitu dengan cara mencari klien yang dianggap cocok dengan teknologi pelayanan
teknologi pelayanan yang memungkinkan bagi klien untuk memilih dan memberikan pengaruh
dukungan dan pemberdayaan di dalam organisasi agar dapat membangun komitmen dan
perasaan memiliki dan memelihara iklim yang kondusif bagi kesehatan psikologis dan
fisik.
Seperti telah dibahas sebelumnya, nilai-nilai organisasi sangat penting dalam menarik
perhatian dan melibatkan staf dan orang-orang terkait lainnya dalam pekerjaan organisasi. Hal
penting lainnya yang terkait dengan hal ini adalah perlunya memelihara komitmen yang tinggi
dari pegawai, oleh karenanya manajer wajib memusatkan upayanya pada pengembangan dan
Transaksi (proses) pelayanan secara khas memerlukan penggunaan kualitas dan perilaku pribadi
dengan klien yang bermasalah, tertekan, bingung dan kadang-kadang sangat menyulitkan. Agar
dapat memberikan yang terbaik, staf professional dan relawan harus dapat menjaga komitmen
pribadi yang sangat tinggi. Hal-hal ini akan sangat melelahkan, sehingga apabila pemberian
dukungan dan strategi manajemen stres tidak efektif akan menimbulkan sejumlah akibat yang
tidak baik, seperti : gangguan emosional, depersonalisasi klien dan masalah-masalah psikologis
lainnya. Manajer kesejahteraan sosial wajib dengan sungguh-sungguh menciptakan kondisi yang
dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja agar kapasitas pemberian pelayanan oleh
mereka.
sangat banyak antar pekerja dengan klien. Lebih lanjut, interaksi diantara staf dan klien secara
khas bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian seketika pada saat itu dan
pemecahan yang baru. Meskipun intervensi pelayanan dibimbing oleh pedoman pemberian
pelayanan, supervisi dan pelatihan, namun terdapat unsur-unsur yang tidak dapat dihindarkan
dan diinginkan yang memerlukan pengecualian (diskresi) dan penilaian, jika pekerja dan klien
menemukan cara-cara untuk lebih meningkatkan kemajuan bagi pencapaian tujuan. Nilai-nilai
profesional dalam melaksanakan penilaian dan budaya professional memperkuat norma otonomi
tentang pelayanan dan hasil evaluasi menyebabkan manajer kesejahteraan sosial tergantung dari
staf untuk menyediakannya. Mekanisme akuntabilitas tipe komando dan kontrol ini tidak
mungkin akan memperoleh informasi yang reliable (yang dapat dipercaya), terutama jika
mengevaluasi kinerja. Sebaliknya, jika informasi dianggap sebagai cara untuk belajar dan
meningkatkan kinerja, dan jika digunakan untuk memfasilitasi (mendukung) pengembangan staf
dan meningkatkan pelayanan kepada klien barulah pekerja professional bersedia berpartisipasi.
Sehubungan dengan ini, diperlukan partisipasi staf untuk merancang sistem informasi dan
pengguna informasi bagi penyediaan umpan balik kepada staf. Sistem tersebut dapat bekerja
dengan baik di dalam struktur organisasi yang terdapat kewenangan yang di-desentralisasi-kan.
Manajer kesejahteraan sosial pada semua tingkatan harus bertanggung jawab terhadap
satuan kerjanya. Lembaga-lembaga yang berwenang dan lembaga di luar organisasi memerlukan
informasi untuk menegaskan adanya kepatuhan dan seringkali menuntut manajer untuk
melakukan perubahan jika kinerja dibawah yang diharapkan. Sehubungan dengan itu, manajer
menggunakannya dalam rangka menciptakan budaya kerja dengan titik berat pada
9. Manajer kesejahteraan sosial wajib mengupayakan agar klien terlibat secara langsung
dalam pemilihan cara-cara dan menentukan hasil (outcomes) dari pemberian pelayanan
(karena pengguna pelayanan sosial adalah orang yang berpartisipasi aktif dalam proses
diinginkan).
Pengguna pelayanan sosial adalah mitra yang sangat penting dalam menciptakan
perubahan. Mereka (klien) adalah ko produsen. Perubahan-perubahan dari perilaku, sikap dan
keterampilan serta bahkan perubahan kondisi lingkungan memerlukan partisipasi aktif dari klien.
Meskipun demikian, berdasarkan pola konvensional, terdapat kekuatan besar di dalam organisasi
dan praktik professional yang berupaya untuk mempertahankan kekuasaan dari penyedia
dan pelaksanaan norma-norma budaya yang menghormati klien dan menghargai kekuatan-
kekuatan dan kemampuan klien, dan memberikan kesempatan kepada klien untuk memilih dan
politis dan birokratis (keterampilan administrasi dan mengorganisasi) yang dibutuhkan untuk
memperoleh pengesahan (legitimasi) dan dana bukan dari klien, membuat manajer dan penyedia
(kontribusi) klien dalam proses pelayanan. Manajer berperan sangat penting agar hal-hal tersebut