Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN LEMBAGA PELAYANAN SOSIAL

KELOMPOK 03
Aulia Regna Oktavina (190910301054)
Dimas Firdaus Nugroho (190910301049)
Nurul Widyaningsih (190910301053)
Rofiatul Fariha (190910301052)
Surya Teguh Wijaya (190910301047)
Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Jember

ABSTRAK

Lembaga pelayanan sosial adalah sebuah lembaga yang menyediakan pelayanan layaknya
bantuan pendapatan, konseling serta terapi, perawatan sosial, sosialisasi, dan rehabilitasi yang
mengacu pada spektrum seperti di bidang kesehatan, kesehatan, pendidikan, dan sosial. Dalam
mengatur jalannya pelayanan oleh lembaga pelayanan sosial dibutuhkan suatu manajemen yang
baik, di mana manajemen yang dapat berperan dan bertugas sesuai dengan tugas dan
kedudukannya maka dapat membantu dalam pengembangan, implementasi, dan efektivitas
pelayanan manusia. Hal yang sebaliknya terjadi apabila tidak terdapat manajemen dalam suatu
lembaga maka akan membahayakan lembaga itu sendiri. Sebagai salah satu peran penting dalam
sebuah lembaga, manajemen memiliki dua model bentuk praktik yang ada dan dapat berguna
dalam pelayanan lembaga sesuai dengan bentuk model yang diterapkan. Kedua bentuk model
manajemen ini yaitu The Triangle of Practice Model (TPM) dan The Core Competencies Model
(CCM).
Kata Kunci: Lembaga Pelayanan Sosial, Manajemen, The Triangle of Practice Model (TPM),
The Core Competencies Model (CCM).

Pendahuluan

Istilah layanan sosial sering mengacu pada spektrum lembaga yang luas di bidang kesehatan,
kesehatan, pendidikan, dan sosial. Terutama lembaga yang berfokus pada penyediaan atau
dukungan layanan sosial pribadi kepada anak-anak serta keluarganya, orang dewasa yang lebih
tua, orang yang sakit jiwa, pengguna narkoba, orang yang cacat fisik serta perkembangan,
2

tunawisma, orang yang membutuhkan bantuan dalam mengubah perilaku, seseorang yang ingin
memperoleh keterampilan, orang yang ingin menyelesaikan masalah pribadi serta interpersonal,
dan orang yang ingin mengakses sumber daya serta perawatan yang diperlukan untuk menopang
diri mereka sendiri. Program yang diberikan sendiri meliputi layanan seperti bantuan
pendapatan, konseling serta terapi, pemeliharaan, perawatan sosial, sosialisasi, dan rehabilitasi.
lembaga layanan sosial memiliki kesamaan mendasar tertentu, yang meliputi:
 Sangat bergantung pada pembiayaan pihak ketiga, di mana semua atau sebagian biaya
layanan dibayar oleh pihak ketiga, seperti pemerintah atau perusahaan asuransi, bukan
langsung oleh konsumen;
 Tujuan meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis, perilaku, keterampilan, dan
kondisi sosial konsumen;
 Penggunaan teknologi yang tidak memiliki hasil konsumen yang dapat diprediksi;
 Partisipasi konsumen dengan tujuan unik, karakteristik pribadi, dan pengalaman hidup
dalam produksi bersama hasil;
 Ketergantungan pada agen yang bekerja sama untuk memberikan layanan pelengkap
penting kepada klien;
 Ketergantungan pada keterampilan, komitmen pribadi, penilaian, dan kebijaksanaan
personel profesional garis depan dalam pemberian layanan. (Austin, 2002; Hasenfeld,
1992).
Lembaga layanan sosial bervariasi sejauh mana mereka memiliki semua karakteristik.
Misalnya, di beberapa lembaga seperti bantuan publik, teknologi yang digunakan cukup rutin
dan hasilnya sebagian besar dapat diprediksi. Kualifikasi staf di beberapa bidang ini cenderung
bervariasi dari sedikit atau tidak ada pelatihan profesional hingga pendidikan profesional yang
ekstensif. Terlepas dari variasi ini, masalah yang dihadapi manajer di bidang ini cukup mirip
untuk membenarkan pemikiran manajemen layanan manusia sebagai praktik umum yang berlaku
di seluruh lembaga yang beragam ini.
Kinerja lembaga layanan manusia adalah masalah yang sangat penting bagi masyarakat.
Secara kolektif, lembaga di sektor ini berkontribusi pada kohesi sosial masyarakat dengan
mendistribusikan kembali pendapatan dan sumber daya kepada mereka yang kurang beruntung,
merawat orang-orang yang keadaannya di bawah apa yang dianggap minimal oleh komunitas,
menyuarakan kepentingan dan kebutuhan mereka yang kehilangan haknya. orang dan kelompok
3

yang tidak berdaya, dan merehabilitasi penyandang cacat atau disfungsional sehingga mereka
dapat menyadari potensi mereka dan berkontribusi pada keluarga dan komunitas mereka. Sektor
layanan manusia juga penting bagi masyarakat karena bertanggung jawab atas pengelolaan
keuangan setiap tahun yang digunakan untuk melayani jutaan orang yang tertekan dan
membutuhkan dari semua ras dan etnis dari seluruh golongan sosial.
Melihat akan pentingnya kualitas layanan yang dapat diberikan oleh sebuah lembaga
pelayanan sosial maka dibutuhkan suatu sistem yang diharapkan dapat me manage dari
berjalannya lembaga sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat.

Pembahasan

Definisi Manajemen
Manajemen atau juga admistrasi sering digunakan untuk menggambarkan seseorang atau
orang tertentu yang berkedudukan tinggi dalam lembaga yang mana ia adalah pemimpin serta
merupakan pengambil keputusan mengenai suatu kebijakan. Manajemen juga digunakan untuk
mengatsi secara total proses dan fungsi yang dilakukan di seluruh lembaga untuk mencapai
tujuannya.
Manajer atau administrator menggunakan metode praktek yang bertujuan membantu
lembaga, di mana hal-hal yang terkandung didalamnya adalah:
 Mengembangkan misi, tujuan, rencana strategis, dan operasional;
 Mengembangkan struktur administrasi yang bertanggung jawab, akuntabilitas, dan
berkomunikasi baik;
 Memperoleh, mengalokasikan, dan memantau sumber daya yang diperlukan untuk
operasi agensi;
 Mewakili dan mengadvokasi badan tersebut di komunitas dan dengan konstituen
eksternal yang memberikan legitimasi dan sumber daya;
 Bekerja sama dengan agensi lain yang melayani pelayanan umum;
 Merekrut, mengembangkan, melatih, dan mengawasi tenaga kerja terampil yang
berkomitmen pada pencapaian tujuan;
 Memfasilitasi lingkungan lembaga yang menghargai staf dan memberdayakan mereka
untuk dapat memberikan upaya yang terbaik dalam pemberian layanan kepada klien;
4

 Mengembangkan dan menerapkan teknologi informasi yang memungkinkan untuk


menilai produktivitas dan efektivitas program dan layanannya sendiri dapat terus
meningkatkan layanan, memenuhi kebutuhan konsumen, dan akunbilitas pemangku
kepentingan masyarakat.

Peran Manajemen
Menurut Menefee manajer berperan sebagai:
 Komunikator, bertukar informasi dengan pemangku kepentingan di dalam dan di luar
lembaga untuk memberi informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan
bersama;
 Boundary Spanner, menciptakan dan mempertahankan hubungan dengan pemangku
kepentingan dalam tugas lingkungan untuk membangun pengaturann kolaborasi dan
posisi strategis badan untuk menjadi berpengaruh dalam forum keputusan kunci;
 Futurist innovator, memahami dan beradaaptasi terhadap perubahan sosial ekonomi
lingkungan demografis dan teknologi yg menjadi ancaman atau kesempatan untuk
mengantisipasi dan membentuk tanggapan terhadap kesempatan baru;
 Organisator, merancang struktur Lembaga dan proses kerja yang menentukan distribusi
wewenang dan tanggung jawab memungkinkan koordiansi kegiatan dan akuntabilitas;
 Administrator sumber daya, memperoleh dan mengelola manusia, keuangan teknologi
dan sumber-sumber fisik yang diperlukan program hak pilihan secara efektif dan efisien;
 Pengevaluasi, menilai kebutuhan masyarakat tentang program Lembaga dan program
pemantauan kualitas dan hasil layanan dengan berbagai teknologi penelitian dan
informasi;
 Praktisi kebijakan, menafsirkan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berkaitan
dengan operasi badan, memberikan umpan balik pada efektivitas kebijakan dan
mempengaruhi kebijakan pembuat keputusan.

Pentingnya Manajemen dalam Lembaga Pelayanan Sosial


Dalam Patti (2009) disebutkan bahwa manajemen, atau apa yang dilakukan manajer untuk
mengkatalisasi dan mendukung kapasitas lembaga untuk mewujudkan tujuan mereka, sangat
penting untuk pengembangan, implementasi, dan efektivitas layanan manusia. Umumnya
perdebatan mengenai peran manajer dalam memberikan kontribusi terhadap pencapaian lembaga
5

tersebut sering terjadi, namun sedikit sekali yang menyadari bahwa manajer memiliki peran yang
penting bahkan bisa mematikan jika tidak ada manajemen yang baik dalam suatu perusahaan,
baik jasa ataupun barang. Dalam berbagai kasus di temukan bahwa keberhasilan dari suatu
lembaga pelayanan sosial karena manajemennya yang baik, terstruktur, dan bisa menangani
masalah dengan cekatan karena memang di persiapkan dengan baik oleh profesional. Tidak
menutup kemungkinan, yang bekerja di dalamnya tidak hanya seorang profesional tapi sebuah
tim yang solid.
Pada umumnya, manajer dimanapun berada akan memiliki peran yang penting dalam
mengimplementasikan maksud dan tujuan dari kebijakan tempatnya berada, karena dalam hal ini
konteks pembahasan ada dalam lembaga layanan sosial. Sehingga membuat manajer akan
mengimplementasikan kebijakan lembaga layanan sosial mengenai tujuan, program yang akan di
sampaikan, siapa saja yang bisa memperoleh layanan, dan mengenai roda pendanaan serta
akuntabilitas. Seperti pembahasan sebelumnya, manajer sebagai profesional tidak akan bekerja
seorang diri, akan ada tim yang turut serta di dalamnya. Karena pada dasarnya, keputusan yang
baik adalah keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan dan kesepakatan semua pihak
agar tidak hanya melihat sesuatu dari satu sudut prespektif saja. Selain itu, segala hal yang
bersangkutan dalam manajerial diatur sesuai dengan kebutuhan klien yang akan di tangan.
Menurut Patti (Austin,2002) manajer bukan hanya pelaksana kebijakan, mereka juga
menginformasikan dan mempengaruhi proses perumusan kebijakan. Karena dalam praktiknya,
pemangku kebijakan akan menunggu umpan balik dari administrator yang dekat dengan anggota
lembagaga maupun orang yang akan dilayani oleh lembaga tersebut. Sehingga seorang manajer
akan berperan mengadvokasi tentang penyesuaian dan kelemahan kebjikan sebelumnya, mencari
tahu tentang kebutuhan yang terlewatkan dan permasalahan sosial yang ada, serta mewakili
kelompok yang tidak sempat terlayani atau haknya tercabut. Hal ini tentunya bertujuan agar
lembaga pelayanan sosial bekerja semaksimal mungkin dan mencapai tujuan konkritnya.
Sehingga pentingnya manajemen dalam sebuah lembaga sosial perlu benar-benar di lakukan
mulai dari awal perencanaan hingga pencapaian target, ini tentunya akan membuat lembaga
sosial tersebut semakin berkembang dan dapat dijadikan percontohan bagi lembaga sosial lain
tentang urusan manajemen.
Peran lain dari adanya manajer adalah menjembatani lembaga pelayanan sosial yang di
emban dengan relasi lain di luar sana. Relasi bisa berupa profesional lain atau lembaga
6

pelayanan sosial lain yang kiranya bisa diajak bekerja sama dan saling bertukar kesulitan untuk
menemukan jalan keluar. Pada dasarnya pelayanan kemanusiaan itu sangat kompleks, ada
banyak hal yang dapat menjadi hambatan bagi para klien untuk bisa mendapatkan pelayanan
yang layak. Bukan hanya tentang bagaimana manajemen lembaga pelayanan sosial tersebut
berjalan, tetapi juga dari sudut kliennya apakah mampu dan bisa mengakses layanan tersebut
atau kesulitan lain dalam mencari orang yang dapat membantu membawa klien pada layanan
lembaga tersebut. Disisi lain, ada juga faktor dalam lembaga seperti kelayakan, bagaimana
pelayanan dilakukan, kurang koordinasi antar lembaga, dan masalah internal antar anggota
lembaga pelayanan sosial juga dapat menjadi bahasan antar manajer untuk lebih memaksimalkan
lembaganya. Diharapkan ada pertukaran informasi atau sumberdaya antar lembaga melalui
perantara para manajer ini. Sehingga tercipta lembaga yang berkompeten dan juga saling
menguatkan satu sama lain.
Pada akhirnya sistem manajemen suatu lembaga pelayanan sosial tidak hanya akan
mempengaruhi bagaimana jalannya perkembangan lembaga tersebut, tapi juga tentang
bagaimana kebijakan sosial yang akan di keluarkan. Karena menurut Patti (2009) Manajer dan
staf adalah lini pertama akuntabilitas dalam pelayanan manusia, dan melalui merekalah, sebagian
besar, pembuat kebijakan dan publik mengetahui apakah kebijakan sosial memiliki efek yang
diinginkan. Sehingga tugas pokok dan fungsi dari manajer itu sendiri pada semua tingkat
lembaga pelayanan sosial bertanggung jawab untuk memastikan lembaga mereka memiliki
sumber daya politik, fiskal, dan manusia untuk mencapai tujuan serta sasaran yang telah di
detapkan sedari awal.

Model Manajemen Lembaga Pelayanan Sosial


The Triangle of Practice Model (TPM) / Model Segitiga Praktik
Model manajemen lembaga pelayanan sosial ini bertumpu pada tiga peran dasar, yaitu
kepemimpinan, interaksional dan analitik. Untuk menghasilkan kinerja efektif dari peran
kepemimpinan maka dibutuhkan manajer lembaga pelayanan sosial yang bekerja secara
kolaboratif dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal, untuk: (1) Menentukan misi
lembaga; (2) membuat visi untuk masa depan; dan (3) membangun jembatan atau rencana untuk
memindahkan agensi dari misinya saat ini ke status masa depannya.
Kinerja efektif dari peran interaksional membutuhkan manajer lembaga pelayanan sosial
untuk: (1) Membangun hubungan yang produktif dan berkomunikasi secara efektif dengan
7

konstituen utama; (2) Mengadvokasi tujuan, sasaran, dan rencana aksi lembaga; dan (3)
Mengumpulkan dukungan untuk mencapai hasil program yang telah ditentukan sebelumnya.
Kinerja efektif dari peran analitik membutuhkan manajer lembaga pelayanan sosial untuk:
(1) Mengamankan dan mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk mewujudkan misi dan
visi melalui operasi sehari-hari; (2) Menganalisis dan mempengaruhi kebijakan yang mungkin
berdampak langsung pada operasi; dan (3) Mengevaluasi dampak klinis, manajerial, organisasi,
dan lingkungan dari layanan.

The Core Competencies Model (CCM) / Model Kompetensi Inti


Model ini mengidentifikasi 12 kompetensi praktik inti dan rangkaian keterampilan terkait
yang diperlukan untuk manajemen lembaga pelayanan sosial yang efektif. Kompetensi tersebut
adalah mengkomunikasikan, memisahkan batas, membuat masa depan, mengorganisir,
memanfaatkan sumber daya, mengelola sumber daya, mengevaluasi, praktik kebijakan,
mengadvokasi, mengawasi, memfasilitasi, dan membangun tim.
Berikut adalah penjelasan mengenai kompetensi dan rangkaian keahlian yang terkait:
 Manajer sebagai Communicator.
Pentingnya komunikasi yang efektif dalam lembaga tidak bisa terlalu ditekankan.
Manajer bertanggung jawab langsung atas efektivitas komunikasi, baik di dalam lembaga
maupun antara lembaga dan pemangku kepentingan eksternal. Keterampilan komunikasi
termasuk pertukaran informasi tertulis dan lisan antara badan dan pemangku kepentingan
eksternal; menulis laporan, memo, buletin, dan bahan ajar; membuat presentasi formal
kepada kelompok di luar agensi; dan bertukar informasi dengan staf internal (Menefee &
Thompson, 1994). Mode komunikasi baru seperti faks, surat elektronik, pesan suara,
konferensi Internet, dan telecommuting sekarang menjadi praktik manajemen yang
umum.
 Manajer sebagai Boundary Spanner (garis pemisah).
Membangun hubungan antar lembaga, mengembangkan kemitraan, dan
mengintegrasikan sistem penyampaian layanan adalah kegiatan penting untuk
kelangsungan hidup lembaga (Healy, 1991; Moore, 1992; O'Looney, 1994). Manajer
perlu mengetahui cara membangun jaringan, berkolaborasi dengan, dan memengaruhi
tokoh politik, penyedia layanan jaminan, pejabat pemerintah, sumber pendanaan, dan
orang-orang penting lainnya untuk membangun dan mempertahankan dukungan dan
8

pendanaan untuk lembaga mereka. Manajer perlu menggunakan keterampilan yang sama
ini dengan staf agensi untuk mendapatkan dukungan mereka atas prioritas agensi yang
selalu berubah. Beberapa penulis merujuk pada kelompok kegiatan ini sebagai batasan
yang mencakup (Menefee & Thompson, 1994), yang melibatkan pengelolaan hubungan,
jaringan, dan mempengaruhi orang lain. Mengelola hubungan adalah pekerjaan yang
dilakukan manajer untuk membangun dan memelihara hubungan yang saling
menguntungkan dan mendukung dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal.
Saat berjejaring, seorang manajer menciptakan dan memelihara hubungan antara
agensinya dan pemangku kepentingan utama di lingkungan (Kenney, 1990). Terakhir,
mempengaruhi adalah pekerjaan yang dilakukan manajer untuk menghasilkan dukungan
untuk perspektif atau tindakan tertentu melalui penggunaan sumber daya pribadi atau
lembaga yang sesuai.
 Manajer sebagai Futurist (memprediksi).
Ada peningkatan penekanan ditempatkan pada kemampuan manajer layanan manusia
untuk meramalkan tren di lingkungan eksternal dan mengembangkan strategi alternatif
dan inovatif untuk menanggapi kekuatan ini (Thompson & Kim, 1992). Dalam kondisi
ketidakpastian mengharuskan manajer lembaga pelayanan sosial mengidentifikasi dan
menafsirkan tren nasional dan lokal yang muncul, manajer mengantisipasi dampak tren
ini pada agensi mereka, dan bahwa mereka terus menyesuaikan struktur, proses, dan
kondisi agensi mereka. Manajer lembaga pelayanan sosial perlu mendefinisikan dan
mengkomunikasikan visi, misi, dan tujuan strategis agensi (Arndt, 1996; Steiner, Gross,
Ruffolo, & Murray, 1994). Selain itu, manajer perlu membangun struktur dan proses
untuk memastikan bahwa rencana strategis agensi direalisasikan (Menefee, 1997) dan
tidak hanya berhenti di rak. Hal ini menuntut manajer lembaga pelayanan sosial untuk
mencari cara kreatif dalam menyusun dan mengelola program dan layanan serta
mengidentifikasi cara untuk mempengaruhi kualitas layanan. Manajer harus
menerjemahkan tujuan strategis menjadi rencana tindakan yang menelurkan program
baru dan mempersiapkan staf untuk membantu badan mencapai perubahan ini.
Singkatnya, direktur agensi dan manajer program harus memfokuskan agensi pada masa
depan (Menefee & Thompson, 1994) sekaligus menjaga efektivitas program dan layanan
saat ini. Proses masa depan menuntut keterampilan dalam “membaca lingkungan”
9

(Morgan, 1988), perencanaan strategis (Bryson, 2004), dan berinovasi (Keys, 1988).
Perencanaan strategis adalah pekerjaan yang dilakukan manajer untuk menciptakan visi
dan tujuan bagi agensi dan membuat visi tersebut dapat ditindaklanjuti melalui upaya
orang lain.
 Manajer sebagai Penyelenggara.
Lingkungan yang bergejolak mengharuskan lembaga untuk mengubah struktur,
proses, dan / atau kondisi internal mereka untuk beradaptasi. Ini disebut sebagai
penyelarasan (Menefee & Thompson, 1994). Penyelarasan mencakup pengorganisasian,
pendelegasian, dan penempatan staf. Pengorganisasian adalah pekerjaan yang dilakukan
manajer untuk mengatur dan menyusun pekerjaan agensi sehingga dapat mengoptimalkan
penggunaan sumber daya manusia dan materialnya. Pengorganisasian melibatkan
berbagai keterampilan, termasuk membangun struktur lembaga, mengembangkan
hubungan kerja formal antar posisi, menentukan alur kerja, dan merancang / mendesain
ulang pekerjaan untuk individu dan kelompok (Bennett, Evans, Tattersall, 1993; Hartman
& Feinauer, 1994). Dalam mendelegasikan pekerjaan, seorang manajer memberikan
tanggung jawab dan wewenang formal kepada mereka yang perannya melakukan
pekerjaan itu. Manajer membantu mengklarifikasi peran pemegang jabatan pekerjaan dan
meninjau ekspektasi kinerjanya, meminta pertanggungjawabannya untuk hasil yang telah
ditentukan sebelumnya. Kemampuan untuk merekrut, mempekerjakan, mengarahkan dan
melatih, memberi penghargaan, dan mendisiplinkan orang secara efektif disebut
kepegawaian atau manajemen sumber daya manusia.
 Manajer sebagai Administrator Sumber Daya (Memanfaatkan dan Mengelola Sumber
Daya).
Manajer juga harus memperoleh dan mengelola sumber daya yang diperlukan untuk
mengoperasikan agensi dan melayani klien. Memanfaatkan sumber daya (Menefee &
Thompson, 1994) melibatkan pengamanan input yang sesuai, termasuk manusia,
keuangan, informasi, fisik, dan sejenisnya. Setelah diamankan, sumber daya ini harus
dikelola secara efisien dan efektif. Manajer juga harus mengamankan dan mengelola
pendapatan (pemerintah dan filantropis) sedemikian rupa sehingga aliran pendanaan
agensi terdiversifikasi, sehingga mengurangi ketergantungan pada sumber tunggal mana
pun (Jaffe & Jaffe, 1990). Mengolah sumber pendanaan sering kali melibatkan
10

pengembangan hubungan, jaringan, dan memengaruhi kontributor potensial dalam jangka


waktu yang lama, tidak hanya selama krisis keuangan. Selain itu, manajer harus dapat
melacak dan menanggapi peluang pendanaan saat mereka menampilkan diri. Ini
menuntut sejumlah keterampilan termasuk penelitian dan penulisan hibah, melakukan
penggalangan dana, dan pemasaran yang sukses (Kaye, 1994; Segal, 1991). Ini juga
mensyaratkan bahwa manajer mewakili agensinya kepada komunitas dan lingkungan
yang lebih luas melalui pemasaran yang efektif (Bilbrey, 1991; Segal, 1991), hubungan
masyarakat (Loring & Wimberley, 1993), dan kampanye media massa. Sistem informasi
manajemen yang canggih yang menginformasikan lembaga tentang kondisi internal dan
eksternal harus dikembangkan dan dipelihara.
Kalaupun manajer tidak terlibat langsung dalam aktivitas mengamankan dan
mengelola sumberdaya, dia tetap harus memahami konsep seperti analisis titik impas,
akuntansi biaya, keputusan pilihan alternatif, harga, penganggaran operasi, dan
interpretasi laporan keuangan (Anthony & Young, 2002). Karena faktanya, dalam
lingkungan akuntabilitas yang kompleks saat ini, manajer lembaga pelajayanan sosial lah
yang bertanggung jawab atas kinerja pusat tanggung jawab formal (biaya, pendapatan,
laba, atau investasi) sehingga harus mengetahui dan menerapkan teknologi ini jauh
melampaui tingkat dasar.
 Manajer sebagai Service Checker.
Mengevaluasi adalah pekerjaan yang dilakukan manajer untuk memastikan kebutuhan
layanan dan menentukan efektivitas agensi dalam memberikan layanan (Menefee &
Thompson, 1994). Evaluasi program adalah alat manajemen yang digunakan untuk
menentukan efektivitas dan efisiensi komponen program individu atau seluruh sistem
layanan (Grasso & Epstein, 1992). Diperlukan keterampilan penelitian untuk
merencanakan dan melaksanakan penilaian kebutuhan dan evaluasi program yang baik
dan kompleks.
 Manajer sebagai Praktisi Kebijakan.
Praktik kebijakan adalah pekerjaan yang dilakukan manajer untuk mengembangkan,
menafsirkan, mematuhi, dan memengaruhi kebijakan lokal, negara bagian, dan federal
(Menefee & Thompson, 1994). Manajer yang terlibat dalam praktik kebijakan terlibat
dalam membaca dan menafsirkan kebijakan federal, negara bagian, dan lokal serta
11

menerjemahkan kebijakan ini ke dalam struktur, kondisi, atau proses lembaga yang
memastikan kepatuhan terhadap undang-undang.
Seringkali manajer harus merancang dan mengimplementasikan program dan layanan
baru yang berbaur dengan pengaturan lembaga saat ini atau memerlukan perubahan.
Manajer juga harus bertindak sebagai penerjemah kebijakan bagi karyawan agensi,
membantu mereka memahami implikasi baru kebijakan dan yang dimodifikasi untuk
pengaturan lembaga dan untuk pemberian layanan. Ada juga kebutuhan bagi manajer
lembaga pelayanan sosial untuk secara aktif berpartisipasi dalam perumusan dan
administrasi kebijakan (Wyers, 1991) baik di tingkat negara bagian maupun federal.
Selain itu, manajer layanan manusia harus cerdas dalam mengorganisir komunitas dan
kelompok advokasi untuk tujuan mempengaruhi kebijakan federal dan negara bagian.
 Manajer sebagai Advokat.
Mengadvokasi adalah aktivitas penting dari manajer layanan manusia (Menefee &
Thompson, 1994). Mengadvokasi adalah pekerjaan yang dilakukan manajer untuk
memajukan tujuan individu atau kelompok sebelum pemangku kepentingan utama.
Manajer dapat melakukan advokasi di dalam lembaga atau di lingkungan, dan mereka
dapat melakukannya di tingkat kasus atau kelas (Ezell, 2000). Advokasi kasus berkaitan
dengan mewakili atau melobi hak-hak individu, sedangkan advokasi kelas berkaitan
dengan mewakili atau melobi hak-hak kelompok. Keterampilan mencakup mewakili
orang lain yang penting; mewakili agensi; mengungkapkan sudut pandang manajemen
kepada staf dan sebaliknya; melobi di tingkat lokal, negara bagian, dan nasional;
bersaksi; dan menjalin kontak dengan legislator dan administrator pemerintah (Ezell,
2000). Dengan menggunakan keterampilan ini, manajer dapat mengadvokasi lembaga
pelayanan sosial (Mancoske & Hunzeker, 1994), klien berisiko tinggi (Klein & Cnaan,
1995), penerima perawatan yang dikelola Medicaid (Perloff, 1996), kesehatan lingkungan
(Landrigan & Carlson, 1995), dan arena penting lainnya di mana mereka yang kehilangan
haknya tidak memiliki kapasitas untuk berbicara atas hak mereka sendiri.
 Manajer sebagai Supervisor.
Pengawasan dianggap sebagai landasan praktik klinis (Pepper, 1996). Tujuan
keseluruhan dari pengawasan adalah untuk memaksimalkan efektivitas dan efisiensi
layanan melalui operasi unit sehari-hari. Pengawasan adalah pekerjaan yang dilakukan
12

manajer untuk mengarahkan dan membimbing pemberian layanan sekaligus memenuhi


kebutuhan sosio-emosional para pekerja. Kadushin dan Harkness (2002) menyajikan
model supervisi pekerjaan sosial yang meliputi tiga fungsi, yakni administratif,
pendidikan, dan suportif.
Pengawasan yang efektif menuntut keterampilan dalam memotivasi karyawan
(Walsh, 1990), mengkoordinasikan pekerjaan dan beban kerja (Rauktis & Koeske, 1994),
menetapkan tujuan dan batasan (Kurland & Salmon, 1992), memberikan umpan balik
korektif (Latting & Blanchare, 1997), memantau dan meningkatkan kerja proses,
mendidik dan konsultasi dengan karyawan (Greene,1991), mengendalikan hasil, dan
mendukung kebutuhan sosio-emosional karyawan.
 Manajer sebagai Fasilitator.
Fasilitasi mencakup semua strategi yang digunakan manajer untuk meminta upaya
pekerja dalam mencapai visi, misi, dan tujuan lembaga. Memfasilitasi adalah pekerjaan
yang dilakukan manajer lembaga pelayanan sosial untuk mengarahkan dan
memungkinkan orang lain untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan (Menefee &
Thompson, 1994) untuk mencapai tujuan agensi.
Kegiatan yang terkait dengan fasilitasi adalah pemberdayaan, pengembangan, dan
pemodelan. Manajer layanan manusia memberdayakan karyawan mereka dengan
membantu mereka mempengaruhi operasi agensi, program, dan layanan (Staples, 1990).
Ketika staf diberdayakan, mereka bekerja lebih baik dan lebih inovatif (Guterman &
Bargal, 1996; Shera & Page, 1995).
Manajer juga mengembangkan karyawannya dengan memberikan kesempatan
pelatihan dan pendidikan yang meningkatkan keahlian mereka (Berman, 1994). Lee
(1984) menawarkan manajer proses untuk melaksanakan program pengembangan staf.
Dengan menggunakan partisipasi staf, kebutuhan pelatihan dinilai, prioritas
pengembangan diidentifikasi, program pelatihan dirancang, sumber daya diperoleh, dan
upaya pelatihan dimulai dan kemudian dievaluasi. Pelatihan staf juga digunakan sebagai
strategi untuk mengembangkan lembaga serta praktik manajemennya. Manajer lambaga
kemudian mencontohkan praktik, keyakinan, nilai, dan etika yang dicita-citakan oleh
semua karyawan lainnya, hal tersebut dikenal dengan pemodelan. Melalui pemodelan,
pekerja belajar dan menginternalisasi perilaku, nilai, dan etika yang sesuai di tempat
13

kerja. Secara kolektif, perilaku, nilai, dan etika ini membentuk apa yang dikenal sebagai
budaya organisasi (Deal & Kennedy, 2000).
 Manajer sebagai Pembangun Tim.
Koalisi dan pembangunan tim adalah apa yang dilakukan manajer untuk mengatur
dan meminta pekerjaan kelompok untuk memastikan bahwa operasi agen efektif dan
layanan tersedia (Menefee & Thompson, 1994). Manajer menggunakan tim untuk
berbagai alasan, diantaranya adalah untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kinerja agensi (Hodge-Williams, Doub, &
Busky, 1995); untuk mempromosikan kreativitas dan inovasi (Pavilon, 1993); untuk
meningkatkan kualitas layanan; untuk mengarahkan dan melatih tim penyampaian
layanan interdisipliner; dll.
Manajer harus berpengalaman dalam proses kelompok dan mampu membantu
kelompok dalam menguasai tugas-tugas yang melekat dalam setiap tahap pengembangan.
Manajer perlu memiliki keterampilan untuk mengatur koalisi. Kolaisi adalah hal yang
penting karena koalisi merupakan kendaraan utama untuk mengatur dan mencapai
perubahan sosial. Koalisi digunakan untuk mempelopori hak warga negara atas
perumahan (Ferlauto, 1991), untuk meningkatkan penyampaian layanan ke daerah
pedesaan (Miner & Jacobsen, 1990), untuk memperluas peran pekerjaan sosial dalam
layanan genetik (Black & Weiss, 1990), untuk mempengaruhi agaenda kebijaka (Sink &
Stowers, 1989), dan untuk banyak tujuan lainnya.

Kesimpulan

Manajemen pada sebuah lembaga pelayanan sosial sebagaimana pada pembahasan memiliki
peranan yang penting. Adanya manajemen sendiri pada lembaga dapat memungkinkan untuk
terjadinya progress yang baik pada bentuk layanan yang dapat diberikan, namun dengan tentu
saja mempertimbangkan bahwa manajemen tersebut merupakan manajemen yang baik,
terstruktur, dan bisa menangani masalah dengan cekatan.
Melihat akan kemampuan yang harus dimiliki oleh manajemen di sebuah lembaga agar dapat
memenuhi tugas dan peran yang diharapkan, maka terdapat dua model manajemen yang dapat
lembaga pilih guna diaplikasikan pada lembaga yang ada pada saat ini. Kedua model ialah The
Triangle of Practice Model (TPM) dan The Core Competencies Model (CCM), di mana pada
14

model Triangle of Practice Model (TPM), manajemen lembaga pelayanan sosial ini bertumpu
pada kepemimpinan, interaksional, dan analitik. Sedangkan pada model The Core Competencies
Model (CCM) berfokus pada 12 kompetensi yaitu mengkomunikasikan, memisahkan batas,
membuat masa depan, mengorganisir, memanfaatkan sumber daya, mengelola sumber daya,
mengevaluasi, praktik kebijakan, mengadvokasi, mengawasi, memfasilitasi, dan membangun
tim.

Daftar Pustaka

Austin, D. (2002). Human services management: Organizational leadership in social work


practice. Columbia University Press.
Patti, R. J. (Ed.). (2008). The handbook of human services management. Sage Publications.

Anda mungkin juga menyukai