Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN


MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Oleh:
Radithya Febriani

135030400111049

Annisa Dila Fawzia

135030400111060

Deandra Dela Suvitry

135030401111121

Hany Puji Lestari

135030407111037

Putu Ayu Sheryl Esfandiary

135030407111044

PERPAJAKAN
ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

I. PENGERTIAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Manajemen SUmber Daya Manusia dalam kepemerintahan bisa juga disebut
sebagai Manajemen Sumber Daya Aparatur. Manajemen Sumber Daya Aparatur
(MSDA) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan organisasi. Fungsi-fungsi
Manajemen Sumber Daya Aparatur terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan,

pengendalian,

pengadaan,pengembangan

kompensasi,

pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Tujuannya ialah


agar organisasi dapat melakukan kebijakan dengan baik dan pegawai mendapatkan
kepuasan dari pekerjaannya. (Drs. Melayu S.P. Hasibuan)
Manajemen Sumber Daya Aparatur adalah suatu rangkaian kegiatan atau
pekerjaan yang diarahkan pada tujuan fasilitas dan perencanaan sistematis
kepegawaian dalam organisasi pemerintahan.(Gibson) Manajemen Sumber Daya
Aparatur merupakan suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan
dan peranan manusia dalam organisasi pemerintah. Unsur MSDA adalah manusia
yang merupakan tenaga kerja. Dengan demikian fokus yang disoroti MSDA ini
hanyalah masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia.
Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi
karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan
organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif manusia sebagai
tenaga kerja meskipun alat-alat yang dimiliki begitu canggihnya. Alat-alat canggih
yang dimilikinya tidak ada manfaatnya, jika peran aktif tenaga kerja tidak
diikutsertakan. Mengatur pegawai/ tenaga kerja adalah sulit dan kompleks, karena
mereka mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan dan latar belakang yang
heterogen yang dibawa ke dalam organisasi..
Manajemen Sumber Daya Aparatur adalah bagian dari manajemen. Oleh
karena itu, teori-teori manajemen umum menjadi dasar pembahasannya. MSDA

lebih fokus mengenai pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan tujuan


yang optimal. Pengaturan itu meliputi masalah perencanaan (human resources
planning),pengorganisasian,

pengarahan,

pengendalian,

pengadaan,

pengembangan, kompensasi, pengeintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan


pemberhentian tenaga kerja untuk membantu terwujudnya tujuan organisasi dan
masyarakat. Jelasnya MSDA mengatur tenaga kerja manusia sedemikian rupa
sehingga terwujud tujuan yang telah ditetapkan.

II. PENDEKATAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Dalam setiap kegiatan atau aktivitas organisasi dari waktu ke waktu selalu
timbul masalah-masalah. Untuk mengatasi masalahmasalah yang timbul ada
beberapa pendekatan sesuai dengan periodenya. Maksudnya pendekatan yang
lebih akhir menunjukkan lebih baru ditinjau dari segi waktunya. Namun sampai
sekarang pun masih ada pimpinan perusahaan yang menggunakan pendekatan
lama dalam mengatasi permasalahan. Di bawah ini dikemukakan tiga pendekatan:
Pendekatan Mekanis, Pendekatan Paternalisme, dan, Pendekatan Sistem Sosial.
A. Pendekatan Mekanis (klasik)
Perkembangan di bidang Industri dengan penggunaan mesinmesin dan alat
alat elektronika membawa kemajuan yang sangat pesat dalam efisiensi kerja.
Dalam pendekatan mekanis, apabila ada permasalahan yang berhubungan
dengan tenaga kerja, maka unsur manusia dalam organisasi disamakan dengan
faktor produksi lain, sehingga pimpinan perusahaan cenderung menekan
pekerja dengan upah yang minim sehingga biaya produksi rendah. Pandangan
pendekatan ini menunjukkan sikap bahwa tenaga kerja harus dikelompokkan
sebagai modal yang merupakan faktor produksi. Dengan hal ini maka di
usahakan untuk memperoleh tenaga kerja yang murah namun bisa di
manfaatkan semaksimal mungkin dan memperoleh hasil yang lebih besar untuk
kepentingan pemberi kerja. Pendekatan ini cukup dominan di negaranegara
industri barat sampai dengan tahun 1920 an.

B. Pendekatan Paternalisme (Paternalistik)


Dengan adanya perkembangan pemikiran dari para pekerja yang semakin maju
dari para pekerja, yang menunjukkan mereka dapat melepaskan diri dari
ketergantungan manajemen atau pimpinan perusahaan mengimbangkan dengan
kebaikan untuk para pekerja. Paternalisme merupakan suatu konsep yang
menganggap manajemen sebagai pelindung terhadap karyawan, berbagai usaha
telah dilakukan oleh pimpinan perusahaan supaya para pekerja tidak mencari
bantuan dari pihak lain. Pendekatan ini mulai hilang pada waktu periode tahun
1930an.
C. Pendekatan Sistem Sosial (Human Relation)
Manajemen Sumber Daya Manusia atau personalia merupakan proses yang
kompleks. Dengan kekomplekan kegiatan manajemen Sumber Daya Manusia,
maka pimpinan perusahaan mulai mengarah pada pendekatan yang lain yaitu
pendidikan sistem sosial yang merupakan suatu pendekatan yang dalam
pemecahan masalah selalu memperhitungkan faktor faktor lingkungan. Setiap
ada permasalahan, maka diusahakan dipecahkan dengan sebaik mungkin
dengan resiko yang paling kecil, baik bagi pihak tenaga kerja maupun pemberi
kerja.
III. FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Manajemen Sumber Daya Aparatur yang baik adalah manajemen yang lebih
berorientasi kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan, tidak partisan dan
netral, keluar dari pengaruh semua golongan dan partai politik dan tidak
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat dengan persyaratan yang
demikian, SDM aparatur dituntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan
global, dan mampu berperan sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 sebagai penganti UU No.


8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tersebut membawa perubahan
mendasar guna mewujudkan SDM aparatur yang profesional yaitu dengan
pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan atas dasar perpaduan
antara sistem prestasi kerja dan karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi
kerja yang pada hakekatnya dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
Manajemen pelayanan pada sektor publik sebagai suatu keseluruhan kegiatan
pengelolaan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dituntut memiliki
karakteristik, memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya,
memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok sasaran yang ingin
dilayani (wide stakeholders), memiliki tujuan sosial serta akuntabel pada publik.
Sejalan dengan perkembangan manajemen penyelenggaraan negara, dan dalam
upaya mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigma pelayanan publik
berkembang dengan fokus pengelolaan yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan (customer-driven

government) yang

dicirikan

dengan

lebih

memfokuskan diri pada fungsi pengaturan, pemberdayaan masyarakat, serta


menerapkan sistem kompetisi dan pencapaian target yang didasarkan pada visi,
misi, tujuan, dan sasaran.
Pada prinsipnya, di dalam diri setiap aparatur pemerintah melekat peran,
tugas, dan tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai, kode etik, dan moral.
Pelayanan publik adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk
barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan (kepuasan) masyarakat
sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Seiring dengan berlakunya
otonomi daerah, maka tingkat pelayanan di tingkat lokal akan sangat benar-benar
bisa dirasakan oleh masyarakat di dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
Ini berarti bahwa SDM aparatur merupakan sebagian dari keseluruhan elemen
sistem pelayanan publik yang begitu luas dan kompleks, karena tugas dan fungsi

SDM aparatur yang begitu penting dan strategis. Dewasa ini, fungsi SDM aparatur
menjadi lebih kompleks tidak sekedar fungsi pengaturan, pengelolaan, dan
pengendalian

saja,

akan

tetapi

lebih

berorientasi

pemberdayaan (empowering), kesempatan(enabling), keterbukaan

pada

fungsi

(democratic),

dan kemitraan (partnership)dalam pengambilan keputusan, pembuatan dan


pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan publik.
Tugas pokok dan fungsi dari SDM aparatur pada intinya adalah menjadi
pelayan masyarakat yaitu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat;
menjadi stabilisator yaitu sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa;
menjadi motivator yaitu memberdayakan masyarakat agar terlibat secara aktif
dalam pembangunan; menjadi innovator dan creator yaitu menghasilkan inovasiinovasi baru dalam pelayanan masyarakat agar menghasilkan pelayanan yang baru,
efektif dan efisien dan menjadi inisiator yaitu selalu bersemangat mengabdi
dengan berorientasi pada fungsi pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan
masyarakat yang dilandasi dengan keikhlasan dan ketulusan.

IV. GAMBARAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR


Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh dari
apa yang diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan
profesionalisme rendah, banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur,
tingkat gaji yang tidak memadai, pelayanan kepada masyarakat yang berbelit-belit,
hidup dalam pola patronklien,kurang kreatif dan inovatif, bekerja berdasarkan
juklak dan juknis serta mungkin masih banyak potret negatif lainnya yang intinya
menunjukkan bahwa aparatur di Indonesia masih lemah. Gambaran tersebut
memberikan dorongan bagi kita untuk melakukan perubahan pada SDM aparatur
Indonesia (kita sebut dengan istilah Reformasi Birokrasi). Kondisi SDM aparatur
dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Belum tersusunnya perencanaan PNS yang komprehensif, integrated dan


2.
3.
4.
5.
6.

berbasis kinerja, baik secara nasional maupun institusional;


Pengadaan PNS belum berdasar pada kebutuhan riil;
Penempatan PNS belum berdasar pada kompetensi jabatan;
Pengembangan pegawai belum berdasarkan pola pembinaan karier;
Sistem penilai kinerja belum obyektif;
Kenaikan pangkat dan jabatan belum berdasarkan prestasi kerja dan

kompetensi;
7. Diklat PNS belum optimal dalam meningkatkan kompetensi;
8. Sistem kompensasi belum berdasarkan pada prestasi kerja;
9. Sistem renumerasi belum didasarkan pada tingkat kelayakan hidup;
10. Sistem terminasi PNS belum tertata secara komprehensif;
11. Penetapan peraturan disiplin pegawai belum dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen;
12. Prinsip netralitas PNS belum sepenuhnya dijunjung tinggi;
Berangkat dari gambaran di atas, maka strategi peningkatan kompetensi
aparatur seyogyanya tidak dilihat secara parsial tetapi holistik. Keseluruhan unsur
ini perlu dimanage melalui pembuatan sistemnya, penerapan sistem tersebut secara
konsisten, dan penyempurnaan yang terus-menerus terhadap sistem yang ada, guna
menghasilkan SDM aparatur yang profesional.

V. PROSES TAHAPAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Proses dan tahapan dari Manajemen Sumber Daya Manusia terbagi menjadi tiga
tahapan, yaitu:
A. Recruitment
Recruitment disini dimaksud dengan pengadaan, yaitu suatu proses
kegiatan mengisi formasi yang kosong, mulai dari perencanaan, pengumuman,
pelamaran, penyaringan sampai dengan pengangkatam dan penempatan.
Recruitment yang baik bisa berupa recruitment from inside dan
recruitment from within. Prinsip pemanfaatan SDM yang terbaik adalah
prinsip satisfication yaitu tingkat kepuasan yang dirasakan sendiri oleh

pekerja yang menjadi pendorong untuk berprestasi lebih tinggi, sehingga


makin bermanfaat baik organisasi deng pihak-pihak lain.
B. Maintenance
Tujuan utama dari pemeliharaan adalah untuk membuat orang yang
ada dalam organisasi betah dan bertahan, serta dapat berperan secara optimal.
Sumber daya manusia yang tidak terpelihara dan merasa tidak memperoleh
ganjaran atau imbalan yang wajar, dapat mendorong pekerja tersebut keluar
dari organisasi atau tidak bekerja secara optimal.
Pemeliharaan SDM perlu diimbangi dengan system ganjaran (reward),
baik berupa finansial maupun material. Pemeliharaan dengan sitem reward ini
diharapkan dapat membawa pengaruh terhadap tingkat prestasi dan
produktivitas kerja.
C. Development
Pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi dapat
dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan. Untuk
pendidikan dan pelatihan ini pada awalnya perlu dilakukan analisis kebutuhan
yang menyangkut tiga aspek, yaitu:
1. Analisis Organisasi
2. Analisis Pekerjaan
3. Analisis Pribadi
VI. TUJUAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Ada 4 tujuan utama dari manajemen sumber daya manusia, tujuan tersebut adalah:
A. Tujuan Sosial
Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi atau
perusahaan bertanggungjawab secara sosial dan etis terhadap keutuhan dan
tantangan masyarakat dengan meminimalkan dampak negatifnya.
B. Tujuan Organisasional
Tujuan organisasional adalah sasaran formal yang dibuat untuk membantu
organisasimencapai tujuannya.
C. Tujuan Fungsional
Tujuan fungsional adalah tujuan

untuk

mempertahankan

kontribusi

departemen
sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
D. Tujuan Individual

Tujuan individual adalah tujuan pribadi dari tiap anggota organisasi atau
perusahaan yang hendak mencapai melalui aktivitasnya dalam organisasi.

VII. TANGGUNGJAWAB MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Sejumlah tanggungjawab Manajemen Sumber Daya Manusia dapat dijabarkan
sebagai berikut:
A. Menempatkan orang yang benar pada pekerjaan yang tepat
B. Memperkenalkan pegawai baru dalam organisasi
C. Melatih karyawan untuk jabatan bagi mereka yang masih baru
D. Meningkatkan kinerja jabatan dari setiap orang
E. Mengendalikan biaya tenaga kerja
F. Menciptakan dan mempertahankan semangat kerja
G. Melindungi kesehatan dan kondisi fisik pegawai

VIII. KENDALA MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA - APARATUR


Beberapa kendala dalam menciptakan Sumber Daya aparatur yang baik adalah:
1. Komunikasi organisasi yang kurang efektif. Komunikasi merupakan urat nadi
kehidupan organisasi. Gangguan komunikasi berarti akan menghambat
kelancaran pelaksanaan tugas keorganisasian. Hambatan komunikasi memang
dirasakan cukup besar namun demikian hal tersebut tidak diimbangi dengan
peningkatan komunikasi yang memadai sehingga wajar sekali jika komunikasi
pelaksanaan tugas dan pekerjaan men-jadi kurang efektif. Jika hal ini
dibiarkan maka gangguan pelaksanaan tugas ini akan berlangsung terus dan
bisa jadi akan mengakumulasi persoalan hingga tidak dapat ditolerir lagi.
Secara umum kondisi tersebut justru akan sangat membahayakan kelancaran
roda organisasi pemerintahan dengan segenap fungsi yang harus dijalankan.
2. Kondisi kerja yang kurang memadai. Aspek ini jelas merupakan faktor
penunjang keberhasilan kerja seorang pegawai. Bilamana faktor ini tidak
tersedia secara memadai maka bisa dipastikan akan mempengaruhi kinerja
seorang pegawai. Yang paling menonjol adalah kurangnya sarana dan
prasarana kerja yang mendukung penyele-saian tugas. Kendala lingkungan

kerja dan penguasaan prosedur kerja yang lemah juga menjadi hambatan
tersendiri. Hambatan ini jelas perlu diatasi dan tampaknya kemauan dan
kemampuan daerah merupakan faktor utama dalam menyelesaikan hambatan
pada aspek ini.
3. Prestasi kerja yang cenderung rendah. Aspek ini tampaknya secara logis
merupakan konsekuensi dari hambatan-hambatan lainnya. Mengingat adanya
potensi faktor internal yang memadai namun tidak didukung dengan hasil
kerja yang memadai. Dengan demikian berarti ada faktor lain yang cukup
besar pengaruhnya dan hal tersebut lebih berupa faktor eksternal. Untuk itu,
menjadi suatu hal yang wajar bila komunikasi organisasi dan kondisi kerja
kurang memadai akan diikuti pula oleh kinerja yang kurang memuaskan.
Pengaruh utama yang memprihatinkan justru terhadap sikap prestasi kerja
yang rendah yang selanjutnya diikuti dengan kualitas kerja yang cenderung
rendah dan tingkat ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan yang cenderung
rendah pula. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan
mempengaruhi kinerja organisasi pemerintahan.
IX. ARAH KEBIJAKAN/UPAYA MENCIPTAKAN MANAJEMEN SUMBER DAYA
APARATUR YANG EFEKTIF
A. Strategi Pembinaan Diklat
1. Diklat Berbasis Kompetensi
Adanya Pendidikan dan Pelatihan yang diperuntukkan bagi PNS
(aparatur) yang tidak sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi
tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain,
kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan
tugas dan jabatan.
2. Desentralisasi Penyelenggaraan Diklat
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Diklat Jabatan
mengamanahkan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan diklat.
Penyelenggaraan Diklat mulai dari Diklat Prajabatan, Kepemimpinan
(kecuali Diklatpim Tk. I), Diklat Fungsional dan Diklat Teknis tidak lagi

dimonopoli dan dipusatkan di lembaga-lembaga diklat pemerintah pusat,


melainkan di desentralisasikan di daerah.
Disadari bahwa desentralisasi lebih baik dibandingkan dengan
sentralisasi. Karena sentralisasi dalam penyelenggaraan Diklat jelas tidak
akan mempercepat proses peningkatan kompetensi sumber daya manusia
aparatur. Sentralisasi tersebut hanya mampu mengkompetenkan segelintir
aparatur saja. Di samping itu, kompetensi yang terbentuk belum tentu
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mengingat jauhnya jarak antara
masyarakat di level bawah dengan birokrasi kediklatan di level pusat atau
atas.
3. Kontrol Bersama (Collective Control) Terhadap Kompetensi
Ketika pelayanan publik menjadi concern atau perhatian semua pihak,
maka mekanisme penyediaan pelayanan tidak boleh dimonopoli oleh satu
pihak saja, apalagi kalau pihak yang satu-satunya itu menerapkan
pendekatan sentralistikotoriter. Idealnya, mekanisme itu mutlak dikelola
dan dikontrol oleh lebih dari satu pihak, terutama oleh pihak-pihak yang
terkait secara langsung. Dengan kontrol bersama (collective control) ini,
maka otomatis terbangun suatu sistem yang built-in menggerakkan proses
ke arah penyempurnaan yang terus menerus mengakomodasi kepentingan
semua pihak.
Prinsip yang sama juga berlaku pada mekanisme pembentukan
kompetensi sumber daya manusia aparatur. Agar kompetensi yang akan
dibentuk dapat menampung semua kepentingan, maka keterlibatan pihakpihak yang berkepentingan mutlak dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam
pembentukan kompetensi PNS, pihak-pihak yang memiliki kewenangan
adalah sebagai berikut :
- Instansi Pembina Diklat.
LAN sebagai instansi pembina DikIaL bertanggungjawab atas
pembinaan Diklat secara keseluruhan. Pembinaan Diklat tersebut
dilakukan melalui penyusunan kurikulum Diklat, bimbingan dalam

penyelenggaraan

Diklat,

standarisasi

dan

akreditasi

Diklat,

pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program


dan penyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui
konsultasi,
-

bimbingan

di

tempat

kerja,

kerjasama

dalam

pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat.


Instansi Pengendali Diklat
Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai instansi pengendali Diklat
bertugas melakukan pengembangan dan penetapan standar kompetensi
jabatan, termasuk standar kompetensi jabatan di bidang pelayanan
publik. Di samping itu, BKN juga mengendalikan pemanfaatan lulusan

Diklat.
Pejabat Pembina Kepegawaian
Pejabat Pembina Kepegawaian bertugas melakukan pemantauan dan
penilaian secara periodik tentang kesesuaian antara penempatan lulusan
dengan jenis Diklat yang telah diikuti serta melaporkan hasilnya

kepada instansi pengendali.


Instansi Penyelenggara
Instansi yang membawahi Lembaga Diklat terakreditasi yang secara
langsung menyelenggarakan Diklat dengan berkoordinasi dengan

Instansi Pembina.
Baperjakat dan Tim Seieksi Peserta Diklat Instansi (TSPDI)
Bertugas memberikan pertimbangan kepada pejabat

pembina

kepegawaian dalam penentuan calon peserta Diklat. Jika kedua unsur


ini bekerja dengan baik, maka peserta yang mengikuti diklat adalah
mereka yang belurn kompeten untuk bidang teitentu, termasuk bidang
pelayanan publik. Selesai mengikuti diklat, kompetensi tersebut akan
diperolehnya untuk kemudian dipergunakannya secara langsung di
tempat kerjanya.
4. Penerapan Total Quality Management,
Pasal 26 PP 101/2000 menggariskan paling tidak 8 (delapan) strategi
pembinaan yang harus dilaksanakan oleh Lembaga Administrasi Negara
sebagai Pembina Diklat antara lain melalui penyusunan pedoman diklat,

bimbingan dalam pengembangan program diklat, bimbingan dalam


penyelenggaraan diklat, standarisasi dan akreditasi, pengembangan sistem
informasi diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan
diklat & widyaiswara, dan pemberian bantuan teknis melalui konsultansi,
bimbingan di tempat kerja, kerjasama pengembangan dan evaluasi diklat.
Jika kedelapan strategi ini diterapkan, maka kualitas penyelenggaraan
diklat dapat terjamin. Jika dikristalisasi, kedelapan strategi tersebut
mencerminkan penerapan prinsip-prinsip Total Quality Management yang
berisi tiga komponen utama, yakni penetapan standar kualitas (quality
standard),pelaksanaan

jaminan

qualitas (quality

assurance), dan

pelaksanaan control kualitas (quality control).


B. Strategi Penyelenggaraan Diklat
Setiap lembaga penyelenggara Diklat harus memiliki kompetensi
diklat dalam arti berkemampuan menempa sumber daya manusia aparatur
(PNS) untuk memiliki kompetensi jabatan PNS tertentu termasuk di bidang
pelayanan publik. Melalui strategi-strategi pembinaan yang diuraikan di atas
terutama melalui strategi quality assurance atau jaminan kualitas, setiap
lembaga Diklat memiliki kompetensi lembaga Diklat yang diwujudkan
melalui penerapan sistem penyelenggaraan diklat yang memperhatikan
kualitas tiga unsur utama yakni masukan, proses, dan keluaran diklatyang
diuraikan berikut ini :
1. Masukan Diklat
Masukan diklat adalah peserta diklat yang karena jabatannya
(struktural, fungsional dan fungsional umum) dipersyaratkan mengikuti
diklat untuk memenuhi standar kompetensi jabatannya; ditugaskan oleh
pejabat yang berwenang setelah lebih dahulu mendapat pertimbangan
Baperjakat. Untuk Seleksi peserta diklat kepemimpinan, LAN telah
mengeluarkan Surat Keputusan Kepala LAN Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi Untuk Diklat Kepemimpinan, yang
tujuannya mengatur keikutsertaan peserta dalam Diklatpim agar yang

terjaring sudah sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk keikutsertaan


peserta dalam diklat lainnya, tanggung jawab berada pada Pembina
Kepegawaian atau Baperjakat instansi masing-masing.
Peserta diklat sebagai masukan diklat memainkan peranan yang
menentukan dalam peningkatan mutu pelaksanaan diklat. Pengaturan
tentang keikutsertaan peserta ini dimaksudkan untuk menghindari kesan
bahwa peserta yang diikutkan dalam suatu diklat adalah mereka yang
"dibuang" sementara dari instansinya atau yang belum memiliki pekerjaan
yang "permanen". Dalam operasionalnya, seleksi peserta dapat dilakukan
dengan cara pemberian tes yang terkait dengan kompetensi jabatan yang
harus dimiliki, atau melalui suatu proses analisa kebutuhan diklat. Kedua
cara ini akan membagi peserta ke dalam dua bagian, yakni perlu mengikuti
diklat dan tidak perlu mengikuti diklat. Kelompok pertama inilah yang
perlu mengikuti diklat.
2. Proses Diklat
Masukan diklat yang tepat, tidak akan berarti banyak apabila unsurunsur yang memprosesnya kurang maksimal. Oleh karena itu, setiap
penyelengara diklat perlu memperhatikan kualitas unsur-unsur yang
memproses masukan diklat tersebut. Unsur-unsur yang memproses
masukan diklat itu meliputi empat bagian besar, yakni: kelembagaan diklat,
program diklat, SDM penyelenggara diklat, dan widyaiswara. Untuk
memastikan bahwa keempat unsur tersebut berada pada kondisi maksimal
dalam memproses masukan diklat, maka diperlukan akreditasi dan
sertifikasi.

Terkait

dengan

pelaksanaan

akreditasi

itu,

Lembaga

Administrasi Negara sebagai instansi pembina diklat telah menerbitkan


Pedoman Akreditasi dan Sertifikasi Lembaga Diklat sebagaimana yang
diatur dalam keputusan kepala LAN Nomor 194/XIII/ 10/6/2001.
3. Keluaran Diklat
Setelah melalui Seleksi Calon Peserta Diklat di instansi masingmasing sesuai yang dipersyaratkan, kemudian mengikuti proses diklat pada

lembaga diklat yang keempat unsur-unsurnya telah terakreditasi, pada


akhirnya akan dihasilkan keluaran diklat yang memiliki kompetensi sesuai
persyaratan jabatannya. Setelah selesainya penyelenggaraan suatu diklat,
proses diklat sebenarnya belum berakhir. Lembaga diklat masih harus
memantau kinerja lulusannya dalam bentuk evaluasi pasca diklat yang
tujuannya untuk mengetahui sejauh mana efektifitas kompetensi yang telah
dimiliki oleh peserta tadi, dapat dimanfaatkan dalam tempat kerjanya. Jika
terbukli

bahwa

yang

bersangkutan

sudah

kompeten

melakukan

tugastugasnya, maka barulah diklat dapat dikatakan berhasil. Tetapi jika


ternyata tugastugas belum dapat dilaksanakan dengan baik yang
disebabkan

karena

kekurang

kompetensiannya,

maka

PNS

yang

bersangkutan perlu di-retraining atau dilatih ulang.


Dengan strategi di atas, diharapkan mampu menciptakan sumber daya
aparatur yang baik dan berkualitas, yang mampu melaksanakan tugasnya
sesuai dengan Tupoksi yang dimilikinya, terutama dalam memberikan
pelayanan publik. Dengan demikian, sangat disadari bahwa betapa
pentingnya Manajemen Sumber Daya Aparatur yang efektif dalam
mewujudkan aparatur yang berkualitas dan berkompeten yang mampu
melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai