Anda di halaman 1dari 5

Upaya Pengobatan Promotif, Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif

Demam Berdarah di Kecamatan Bulukerto, Wonogiri


Aldona Akhira Susanto
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
aldonaakhira@gmail.com

Abstract
Background and Objective: Dengue fever is a disease caused by infection from a virus
carried by Aedes (Ae.). In Indonesia, dengue fever has high mortality rate. To reduce the
risk of dengue fever there are four stages of public health services. These services include
promotive, preventive, curative, and rehabilitative efforts. The purpose of this study was to
determine the implementation of health services for dengue fever in Bulukerto. Method:
This study use qualitative research with data in the form of descriptions. Result: Bulukerto
has carried out four stages of health services. These efforts include counseling, GERMAS
programs, outpatient or hospitalization, and education to patients. Conclusion: There are
still rooms for improvement in local health care to minimalize the risk of dengue fever.
Local health providers are expected to be more aware and active in preventing dengue
feve. Aside from that, people in this society need more education concerning the risk and
steps to prevent dengue fever.
Keywords: dengue fever, health care

1. PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut berupa infeksi virus yang disebarkan
melalui gigitan nyamuk. Infeksi dari virus dengue ini dapat terjadi tanpa simtom atau dengan
simtom yang sulit dibedakan dengan demam jenis lain sehingga untuk mendiagnosis dibutuhkan
pengecekan laboratorium terlebih dahulu (Malavige, Fernando, Fernando, & Seneviratne, 2004).
Nyamuk yang berperan sebagai vektor atau pembawa virus ke dalam sirkulasi darah manusia
adalah nyamuk Aedes (Ae.) khususnya yang betina. Subgenus nyamuk yang paling sering
menyebarkan virus dengue adalah Stegomyia. Ae. Aegypti dengan vektor sekundernya Ae.
albopictus, Ae. Polynesiensis, dan Ae. Niveus (Khetarpal & Khanna, 2016). Oleh karena
penyebaran demam berdarah menggunakan perantara nyamuk, penyakit ini menjalar dari
wilayah satu ke wilayah lain dengan cepat terlebih pada daerah dengan iklim tropis dan subtropis
dimana populasi nyamuk Aedes (Ae.) berkembang baik.
Demam berdarah dengue termasuk dalam penyakit yang menyebabakan kematian cukup
tinggi. Untuk setiap tahunnya, terdapat sekitar 96 juta pengidap demam berdarah dengan
manifestasi klinis dari total kasus 390 juta. Tujuh puluh lima persen kasus-kasus demam
berdarah tersebut berasal dari wilayah Asia Pasifik (Bhatt et al., 2013). Indonesia yang
merupakan negara beriklim tropis menduduki peringkat kedua kasus demam berdarah terbanyak
diantara 30 negara endemis lainnya. Pada tahun 2017 sendiri, terdapat 68.407 kasus demam
berdarah dengan Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah menempati tiga posisi teratas
terbanyak penderita demam berdarah (Pusdatin Kemenkes RI, 2017). Dari puluhan ribu kasus
yang terjadi, sebanyak 493 menyebabkan kematian dengan provinsi Jawa Tengah berada di
urutan kedua terbanyak yaitu 92 kematian. Dari jumlah penderita dan jumlah kematian akibat
demam berdarah dapat kita lihat CFR (Case Fatality Rate) atau angka kematiannya. Angka
kematian adalah perbandingan antara jumlah penderita yang mengalami kematian dibanding
jumlah penderita seleuruhnya dalam kurun waktu tertentu. Angka kematian biasanya digunakan
untuk mengetahui seberapa parah penyakit mempengaruhi kehidupan suatu populasi ataupun
untuk mengetahui penyebab penyakit tersebut. Apabila angka kematian lebih dari 1, kematian
akibat penyakit tersebut dikategorikan tinggi. Di Jawa Tengah, angka kematian akibat demam
berdarah pada tahun 2017 adalah 1,24. Artinya, di Jawa Tengah demam berdarah masih menjadi
penyakit dengan risiko kematian cukup besar (Khetarpal & Khanna, 2016).
Tingginya angka kematian akibat demam berdarah dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Contohnya antara lain penanganan demam berdarah yang tidak maksimal, kurangnya kesadaran
akan bahaya demam berdarah, dan absennya usaha untuk mencegah penyebaran demam
berdarah. Penatalaksanaan penyakit demam berdarah sendiri dibagi menjadi empat tahapan, yaitu
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Tahapan-tahapan ini sudah ditetapkan secara umum
untuk pelayanan kesehatan masyarakat oleh pemerintah semenjak tahun 2009 lewat Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Upaya promotif dan
preventif merupakan usaha yang dilakukan sebelum penyakit tersebut muncul. Upaya promotif
dilakukan sebagai usaha menciptakan perilaku dan keadaan kondusif dalam bentuk pendidikan,
ekonomi, organisasi, maupun sistem penunjang dalam lingkungan yang mendukung terciptanya
kesehatan. Sedangkan upaya preventif berupa tindakan yang dilakukan untuk mencegah
munculnya penyakit. Tindakan-tindakan tersebut dapat berupa pemusnahan atau pengurangan
dampak yang dapat ditimbulkan suatu penyakit. Apabila keduanya tidak dapat dicapai, upaya
preventif juga bisa ditujukan untuk memperlambat penyebaran suatu penyakit. Kedua upaya ini
secara konseptual dapat dibedakan, namun dalam praktik yang terjadi di lapangan keduanya
dapat dilakukan secara bersamaan (Wendimagegn & Bezuidenhout, 2019). Upaya yang ketiga
yaitu kuratif merupakan usaha medis yang dilakukan untuk menyembuhkan atau mengurangi
rasa sakit yang diderita seseorang. Contoh dari upaya kuratif adalah pemberian antibiotik pada
penyakit infeksi. Tahapan ini merupakan tahapan yang biasa kita ketahui dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam fasilitas kesehatan. Dan yang terakhir upaya rehabilitatif, yaitu suatu upaya
ataupun rangkaian kegiatan yang ditujukan kepada pasien yang sudah tidak menderita penyakit
agar dapat berinteraksi secara normal lagi dalam lingkungan sosial.
Penelitian ini memfokuskan pada keempat upaya penatalaksanaan demam berdarah di
Wonogiri yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Tengah. Mengingat masih
tergolong tingginya angka kematian akibat demam berdarah di Jawa Tengah, maka perlu
peninjauan kembali terhadap pelayanan kesehatan yang tersedia untuk masyarakat umum.
2. METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang memfokuskan pada pemahaman menggunakan pendekatan idealistik dan
kemanusiaan tanpa menggunakan data berupa angka (Babu, Maiya, Shah, & Veluswamy, 2013).
Penelitian kualitatif dilakukan menggunakan objek yang bersifat alami dengan peneliti sebagai
instrumen kunci, data diambil dengan metode gabungan serta hasilnya bersifat deskriptif, dan
analisis data dilakukan secara induktif (Sedarmayanti dan Hidayat, 2011: 33).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penanganan demam berdarah di Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri sudah
menggunakan empat tahapan pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Pelayanan kesehatan masyarakat di Kecamatan Bulukerto dilakukan oleh pihak
pemerintah yang meliputi puskesmas dan pihak swasta yang saling bekerja sama. Bentuk kerja
sama kedua belah pihak tersebut antara lain pelaporan dari pihak rumah sakit swasta ke
puskesmas apabila ditemukan kasus demam berdarah. Pelaporan ini meliputi siapa yang terkena
demam berdarah dan dimana tempat tinggal pasien yang bersangkutan. Data ini digunakan oleh
pihak puskesmas untuk merencanakan tindakan atau aksi yang selanjutnya harus dilakukan
dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit demam berdarah.
Pelayanan promotif yang dilaksanakan di Kecamatan Bulukerto adalah penyuluhan.
Penyuluhan ini diadakan di desa-desa yang mempunyai risiko terjangkit demam berdarah. Akan
tetapi, penyuluhan ini belum bisa dikatakan berjalan dengan baik karena penyuluhan hanya akan
dilakukan oleh pihak puskesmas apabila sudah ada laporan kasus demam berdarah di desa
tersebut. Hal ini berarti sistem pelayanan kesehatan di Kecamatan Bulukerto belum bisa
melakukan inisiasi untuk meminimalkan ataupun menghilangkan risiko munculnya penyakit
demam berdarah. Bentuk upaya promotif lainnya adalah pemasangan sepanduk dan poster-poster
program pencegahan demam berdarah. Contoh yang ada di Kecamatan Bulukerto adalah
sepanduk mengenai upaya pencegahan demam berdarah dengan 3M Plus. 3M Plus yang
dimaksud adalah menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air,
mengubur barang yang tidak berguna, dan memanfaatkan bahan bekas. Sepanduk dan poster ini
dipasang di lingkungan rumah sakit dan puskesmas. Pemasangan sepanduk ini merupakan salah
satu aksi yang dilakukan sebagai perwujudan program GERMAS. Program ini merupakan
bentuk integrasi dari usaha promotif dan preventif.
Untuk tahapan kedua yaitu pelayanan preventif, seperti yang sudah disebut, program yang
dilakukan pemerintah adalah GERMAS. GERMAS adalah singkatan dari Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat. Gerakan ini merupakan gerakan promotif-preventif yang dicanangkan oleh
presiden semenjak 2016 dengan tujuan menurunkan beban penyakit, menghindarkan terjadinya
penurunan produktivitas penduduk, dan menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan
karena meningkatnya penyakit dan pengeluaran kesehatan tetapi program ini baru dijalankan di
Kecamatan Bulukerto pada tahun 2018. Program ini terfokuskan pada tiga topik yaitu aktivitas
fisik, makanan seimbang, dan pemeriksaan kesehatan rutin (Kuswenda, 2017). Poin aktivitas
fisik dan makanan seimbang belum terlaksana di Kecamatan Bulukerto. Pemerintah dan
penyedia layanan kesehatan lain belum melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan aktivitas
fisik masyarakat dan pemenuhan gizi misalnya dengan penyuluhan atau poster edukasi.
Sedangkan untuk fokus ketiga, pemeriksaan kesehatan rutin, di Kecamatan Bulukerto sudah
berjalan semenjak 2018. Pemeriksaan kesehatan rutin ini dilakukan oleh petugas puskesmas yang
berkeliling dari rumah ke rumah. Terdapat beberapa indikator sebagai acuan pelaksanaan
pemeriksaan kesehatan rutin ini, indikator tersebut adalah pengukuran IMT, pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan kadar gula darah, kadar kolesterol darah, dan kadar asam urat (Tumnge &
Munir, 2018). Selain indikator diatas, dalam pemeriksaan kesehatan rutin juga dilakukan
pengecekan kondisi lingkungan tempat tinggal. Yang paling utama adalah peninjauan kondisi
kamar mandi. Hal-hal yang dilihat misalnya jumlah sikat gigi dibanding jumlah penghuni rumah,
kondisi jamban, dan ada atau tidaknya jentik-jentik nyamuk. Pemerikasaan jentik-jentik nyamuk
pada genangan yang ada di sekitar rumah merupakan faktor krusial untuk mencegah munculnya
demam berdarah. Selain program GERMAS, upaya preventif demam berdarah lain seperti
fogging dan vaksinasi masih belum dilakukan.

Upaya pelayanan kesehatan kuratif demam berdarah dapat dilakukan oleh puskesmas
maupun rumah sakit swasta. Penelitian ini membahas upaya kuratif yang dilakukan oleh rumah
sakit swasta. Untuk tahapan awal, pasien yang datang dilayani dengan cepat dan pemeriksaan
dilakukan oleh dokter umum. Apabila ada gejala-gejala yang mengarah pada demam berdarah,
akan dilakukan pengecekan laboratorium berupa pemeriksaan jumlah trombosit untuk
mengkonfirmasi diagnosis pasien. Jumlah trombosit normal manusia adalah 150.000-450.000 per
mikroliter (Giles, 1981). Pasien demam berdarah memiliki jumlah trombosit kurang dari 150.000
per mikroliter. Pada rumah sakit swasta di Kecamatan Bulukerto, untuk pasien demam berdarah
dengan trombosit lebih dari 100.000 ribu per mikroliter akan ditangani cukup dengan rawat jalan
sedangkan untuk pasien demam berdarah dengan trombosit kurang dari 100.000 per mikroliter
akan disarankan untuk opname. Metode ini sudah cukup efektif untuk mengobati pasien demam
berdarah. Akan tetapi, pelayanan ini juga tidak sepenuhnya bisa menghilangkan risiko demam
berdarah. Di Kecamatan Bulukerto, masih terdapat penderita demam berdarah yang terlambat
dibawa ke rumah sakit sehingga tidak mendapat penanganan yang baik. Alhasil, risiko terburuk
terjadi yaitu kematian. Kematian juga dapat disebabkan karena virus demam berdarah yang
menginfeksi pasien bersifat kuat dan lebih sulit untuk diobati. Apabila masalah tersebut terjadi,
yang dapat dilakukan oleh pelayanan kesehatan di Kecamatan Bulukerto adalah merujuk pasien
ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap seperti ICU untuk menunjang pengobatan
pasien demam berdarah.

Pelayanan kesehatan masyarakat yang terakhir adalah rehabilitatif. Upaya rehabilitatif di


Kecamatan Bulukerto berupa edukasi kepada pasien yang telah sembuh dari demam berdarah.
Edukasi tersebut menfokuskan pada perilaku dan pola hidup. Pada penderita demam berdarah
dianjurkan untuk minum air mineral yang banyak. Selain itu, untuk penderita yang sudah
sembuh diberi edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggalnya seperti
menguras bak mandi minimal dua kali dalam satu minggu supaya tidak digunakan sebagai media
perkembangan jentik-jentik nyamuk vektor demam berdarah. Edukasi ini juga ditujukan untuk
keluarga atau pihak yang tinggal di sekitar pasien demam berdarah.

Tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam mewujudkan lingkungan sehat bebas
demam berdarah. Akan tetapi, masyarakat juga perlu menyadari bahwa kesehatan mereka adalah
sesuatu yang perlu dijaga dan tidak boleh diremehkan. Masyarakat di Kecamatan Bulukerto
masih kurang peduli akan kesehatan diri dan kebersihan lingkungan tempat tinggal. Pada
beberapa kasus, penderita demam berdarah tidak segera dilarikan ke rumah sakit karena
masyarakat menganggap penyakit yang diderita tidak mengancam nyawa dan seiring berjalannya
waktu akan hilang dengan sendirinya. Kenyataannya, bukannya hilang namun demam berdarah
menjadi lebih parah sehingga menyebabkan keterlambatan dalam penanganan penyakit demam
berdarah yang akhirnya berujung pada kematian penderita. Hal inilah yang menjadi hambatan
utama dalam upaya menghilangkan risiko demam berdarah.

4. SIMPULAN
Empat tahap pelayanan kesehatan masyarakat sudah terlaksana di Kecamatan Bulukerto,
Wonogiri. Bentuk pelayanan tersebut adalah penyuluhan untuk tahap promotif, program
GERMAS sebagai integrasi tahapan promotif dan preventif, pengobataan rawat jalan atau
opname untuk kuratif, dan edukasi kepada penderita demam berdarah untuk tahapan rehabilitatif.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan keempat upaya tersebut adalah tenaga kesehatan
dari puskesmas dan rumah sakit swasta dengan fokus obyek adalah masyarakat umum.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan ini memiliki kelemahan yaitu pada tahapan promotif.
Penyuluhan mengenai demam berdarah hanya akan dilaksanakan apabila sudah muncul kasus
demam berdarah. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan esensi tahapan promotif yaitu
memusnahkan ataupun meminimalisir munculnya kasus demam berdarah. Di samping itu, upaya
preventif yang dilakukan masih bisa dibilang kurang maksimal. Program yang dilaksanakan
hanya berupa observasi dengan sedikit aksi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masyarakat
di Kecamatan Bulukerto yang kurang sadar akan pentingnya kesehatan dan kebersihan
lingkungan.
5. SARAN
Pelayanan kesehatan masyarakat khususnya untuk penyakit demam berdarah di
Kecamatan Bulukerto sudah terlaksa berdasarkan empat tahapan. Akan tetapi, masih banyak hal-
hal yang dapat ditingkatkan. Untuk upaya promotif sebaiknya dilakukan penyuluhan di setiap
desa secara rutin tanpa harus menunggu terjadi kasus demam berdarah. Penyuluhan ini ditujukan
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai demam berdarah dan bagaimana cara
mencegahnya. Dalam upaya preventif atau pencegahan akan lebih efektif apabila dalam bentuk
tindakan yang langsung tertuju pada penyebab penyakit contohnya dengan fogging. Bentuk
pencegahan lain yang bisa dilakukan adalah vaksinasi masyarakat setempat untuk meningkatkan
imunitas terhadap virus demam berdarah dengue.
6. DAFTAR PUSTAKA

Babu, A., Maiya, A., Shah, P., & Veluswamy, S. (2013). Clinical trial registration in
physiotherapy research. Perspectives in Clinical Research, 4(3), 191.
https://doi.org/10.4103/2229-3485.115387
Ballweg, R., Brown, D., Vetrosky, D. T., & Ritsema, T. S. (2018) Physician Assistant: A guide to
Clinical Practice. Philadelphia, PA: Elsevier
Bhatt, S., Gething, P. W., Brady, O. J., Messina, J. P., Farlow, A. W., Moyes, C. L., … Hay, S. I.
(2013). The global distribution and burden of dengue. Nature, 496(7446), 504–507.
https://doi.org/10.1038/nature12060
Giles, C. (1981). The Platelet Count and Mean Platelet Volume. British Journal of Haematology.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2141.1981.00031.x
Khetarpal, N., & Khanna, I. (2016). Dengue Fever: Causes, Complications, and Vaccine
Strategies. Journal of Immunology Research, 2016(3), 1–14.
https://doi.org/10.1155/2016/6803098
Kuswenda, D. (2017). Gerakan Masyarakat Hidup Sehat - Aksi Nyata Untuk Hidup Sehat. Warta
Kesmas, 01, 06–07.
Malavige, G. N., Fernando, S., Fernando, D. J., & Seneviratne, S. L. (2004). Dengue viral
infections. Postgraduate Medical Journal, 80(948), 588–601.
https://doi.org/10.1136/pgmj.2004.019638
Tamnge, W. A. S., & Munir, M. (2018). Pelayanan Tenaga Kesehatan Dengan Pemeriksaan
Kesehatan Rutin Dalam Program Germas di Sukolilo Tuban. Retrieved from
https://www.academia.edu/37272953/PELAYANAN_TENAGA_KESEHATAN_DENGAN
_PEMERIKSAAN_KESEHATAN_RUTIN_DALAM_PROGRAM_GERMAS_DI_SUKOL
ILO_TUBAN_Health_Personnel_Services_with_Routine_Medical_Examination_on_GERM
AS_Program_in_Sukolilo_Tuban
Pusdatin Kemenkes RI. (2017). InfoDatin Demam Berdarah Dengue 2017. Retrieved from http://
www.pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-
Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf
Wendimagegn, N. F., & Bezuidenhout, M. C. (2019). Integrating promotive, preventive, and
curative health care services at hospitals and health centers in Addis Ababa, Ethiopia.
Journal of Multidisciplinary Healthcare, Volume 12, 243–255.
https://doi.org/10.2147/JMDH.S193370

Anda mungkin juga menyukai