Anda di halaman 1dari 41

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

DISUSUN OLEH :

 YUNIAR (CA181112145)
 ALFIN SUKMA (CA181112150)

JURUSAN : PERPAJAKAN
KELAS : A4-18-01H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmat dan lindungannya. Akhirnya makalah ini kami selesaikan

dengan lancer. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata

kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Negara/Publik. Selain itu kami

menyusun makalah ini untuk menambah wawasan untuk memahami.

Mungkin makalah yang kami buatini belum sempurna karena

kami juga masih dalam tahap belajar, oleh karena itu kami

menerima saran ataupun kritik dari segala pihak agar makalah

selanjutnya bisa lebih baik dai sebelumnya. Dalam makalah ini saya

membahas tentang “Pentingnya Hukum-Hukum Moral” Semoga

makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat.

Jakarta, 16 Oktober 2018

Kelompok 11

i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………..i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah.…………………………………………………….3
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Etika……………………………………………………………….4


2.1.1. Konteks Etika…………………………………………………..7
2.1.2. Aliran Dalam Etika…………………………………………….8
2.1.3. Empat Hirarki Etika…………………………………………11
2.1.4. Pembentukan dan Implementasi Etika………………12

2.2. Etika Administrasi Publik……………………………………………13


2.2.1. Unsur Administrasi Publik………………………………..14
2.2.2. Prinsip Administrasi Publik……………………………..18
2.2.3. Posisi Etika dalam Administrasi Publik……………..19
2.2.4. Urgensi Etika Administrasi Publik……………..……..20
2.2.5. Implementasi Etika Administrasi Publik…………….21

2.3. Faktor Perilaku Tidak Etis………………………………………….27


2.4. Peraturan Etika…………………………………………………………28
2.5. Menata Ulang Manajemen Pemerintahan……………………..30

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan……………………………………………………………….35
3.2. Saran………………………………………………………………………..35
3.3. Daftae Pustaka………………………………………………………….37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG MAKALAH

Kemajuan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi sama sekali

tidak dapat dijadikan sebagai atas kemajuan di bidang moralitas.

Peradaban manusia bukan hanya ditentukan oleh tingginya nilai

seni dan artefak yang diciptakannya, luasnya ilmu pengetahuan

yang dicapainya, maupun aplikasi teknologi yang ditemukannya.

Dalam banyak segi, kemajuan IPTEK justru membuat manusia untuk

bertindak korup dan melawan nuraninya.

Persoalan hati nurani manusia yang termuat dalam moralitas

itulah yang sesungguhnya menentukan kualitas peradaban manusia.

Jika manusia menginginkan IPTEK akan menjadi boomerang bagi

dirinya dan menurunkan martabatnya sebagai manusia, maka mau

tidak mau manusia harus setiap saat berpaling pada kaidah – kaidah

moral.

Moral adalah hal – hal yang mendorong manusia melakukan

tindakan – tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral

dapat diartikan juga sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya

manusia. Moral lebih ditujukan pada perbuatan seseorang secara

individual, moral mempersoalkan kewajiban manusia sebagai

manusia.

1
Moral lebih ditekankan pada tingkah laku yang bersifat

sepontan seperti murah hati, rasa kasih saying dan kebaikan, jadi

lebih ditekankan kepada karakter dan sifat – sifat individu yang

khusus yang kesemuanya tidak ada dalam peraturan – peraturan

hukum.

Etika administrasi publik merupakan salah satu wujud kontrol

terhadap administrasi negara/publik dalam melaksanakan apa yang

menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.

Manakala administrasi publik menginginkan sikap, tindakan

dan perilakunya dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas

pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada etika

administrasi publik. Etika administrasi publik selain digunakan

sebagai pedoman, acuan, referensi administrasi publik, dapat pula

digunakan sebagai standar untuk menentukan sikap, perilaku, dan

kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.

Etika mempunyai peran yang sangat strategis karena etika

dapat menentukan keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan

organisasi, struktur organisasi, serta manajemen publik.

Etika berhubungan dengan bagaimana sebuah tingkah laku

manusia sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Dalam

melaksanakan tugas-tugas yang ada di dalam administrasi publik,

maka seorang administator harus mempunyai tanggung jawab

kepada publik.

2
Dalam perwujudan tanggung jawab inilah etika tidak boleh

ditinggalkan dan memang harus digunakan sebagai pedoman

bertingkah laku. Lebih jelas mengenai etika administrasi publik

akan kami jelaskan di bawah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

2. Apa yang di maksud dengan hukum ?

3. Apa yang di maksud dengan moral ?

4. Apa yang di maksud dengan hukum moral ?

5. Mengapa pentingnya hukum – hukum moral ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

2. Mampu menjelaskan apa yang di maksud dengan hukum.

3. Mampu menjelaskan apa yang di maksud dengan moral.

4. Mampu menjelaskan pentingnya hukum – hukum moral.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Etika

Dalam Ensiklopedi Indonesia, etika disebut sebagai “Ilmu

tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia

hidup dalam masyarakat; apa yang baik dan apa yang buruk”.

Sedangkan secara etimologis, Etika berasal dari kata ethos

(bahasa Yunani) yang berarti kebiasaan atau watak. Etika

menurut bahasa Sansekerta lebih berorientasi kepada dasar-dasar,

prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Etika menurut

Bertens dalam (Pasolong, 2007:190) adalah kebiasaan, adat atau

akhlak dan watak.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah

etika selalu berhubungan dengan kebiasaan atau watak manusia

(sebagai individu atau dalam kedudukan tertentu), baik

kebiasaan/watak yang baik maupun kebiasaan/watak buruk. Watak

baik yang termanifestasikan dalam perilaku baik, sering dikatakan

sebagai sesuatu yang patut atau sepatutnya. Sedangkan watak

buruk yang termanifestasikan dalam perilaku buruk, sering

dikatakan sebagai sesuatu yang tidak patut atau tidak sepatutnya.

Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores)

yang artinya cara hidup atau kebiasaan. Dari istilah ini muncul pula

istilah morale atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali dari

pengertian asalnya. Moril bisa berarti semangat atau dorongan batin.

Di samping itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin.

4
(norma: penyiku atau pengukur), dalam bahasa inggris norma berarti

aturan atau kaidah. Dalam kaitannya dalam perilaku manusia,

norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang

seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum perilaku

dilakukan.

Moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat spontan

seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, yang

kesemuanya tidak terdapat dalam peraturan-peraturan hukum,

sedangkan moralitas mempunyai makna yang lebih khusus sebagai

bagian dari etika. Moralitas berfokus pada hukum-hukum dan prinsip

abstrak dan bebas. Orang yang telah mengingkari janji yang

diucapkannya dapat dianggap sebagai orang yang tidak dipercaya

atau tidak etis, tetapi bukan berarti tidak bermoral, namun

menyiksa anak disebut tindakan tidak bermoral.

Dalam kehidupan bermasyarakat, istilah Etika sering

dipersamakan atau dipergunakan secara bergantian dengan istilah

Moral, Norma dan Etiket. Etika cenderung dipandang sebagai suatu

cabang ilmu dalam filsafat yang mempelajari nilai baik dan buruk

manusia. Sedangkan moral adalah hal-hal yang mendorong manusia

untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma.

Beberapa pakar tidak membedakannya secara prinsip,

sedangkan sebagian lain memberikan pembedaan-pembedaan

sebagai berikut (Utomo, 2000:4):

5
Judistira K. Garna, (Materi Kuliah Etika Kebijakan Publik,

LANUNPAD,1997) dan Wahyudi Kumorotomo (Etika Administrasi

Negara, Rajawali, 1994 : 9).

Moral menyatakan tindakan/perbuatan lahiriah seseorang,

atau daya dorong internal untuk mengarah kepada perbuatan baik

dan menghindari perbuatan buruk. Sedangkan Etika tidak hanya

menyangkut tindakan lahiriah, tetapi juga nilai mengapa dia

bertindak demikian. Etika tumbuh dari pengetahuan seseorang yang

diberi makna kesepakatan sosial, dan dijadikan acuan/tolok ukur

moralitas masyarakat.

Robert C. Solomon (Etika : Suatu Pengantar, Erlangga : 1987 :

2-18) Moral menekankan kepada karakter dan sifat-sifat individu

yang khusus (misalnya rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa),

di luar ketaatan pada peraturan. Sedangkan Etika berkenaan

dengan dua hal : 1) disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai

yang dianut manusia beserta pembenarannya, dan 2) hukum yang

mengatur tingkah laku manusia.

William K. Frankena dalam Kumorotomo (1994 : 7) Etika

mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis.

Moralitas merupakan instrumen kemasyarakatan yang berfungsi

sebagai penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah

laku yang disebut bermoral. Dengan demikian, moralitas akan

serupa dengan hukum disatu pihak dan dengan etiket di pihak lain.

Bedanya dengan etiket, moralitas memiliki pertimbangan yang jauh

lebih tinggi tentang „kebenaran‟ dan „keharusan‟. Di samping itu,

6
moralitas juga dapat dibedakan dengan hukum, sebab ia tidak dapat

diubah melalui tindakan legislatif, eksekutif maupun yudikatif.

Demikian pula sanksi dalam moralitas tidak melibatkan paksaan

fisik atau ancaman, melainkan lebih bersifat internal misalnya

berwujud rasa bersalah, malu, dan sejenisnya.

2.1.1. Konteks Etika

Etika adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan nilai dan

moral yang menentukan perilaku seseorang dalam hidupnya. Etika

merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan

norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola

perilaku baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.Sebagai

suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh

individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan

yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control,

karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk

kepentingan kelompok itu sendiri.

Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan

mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan

manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma, diantaranya

norma hukum, norma moral, norma agama, dan norma sopan santun.

Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma

agama berasal dari agama, norma moral berasal dari suara hati dan

norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari.

7
Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal

yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama

menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan

tetapi agama itu memerlukan keterampilan etika agar dapat

memberikan orientasi, tak sekadar indoktrinasi.

Sebagai aliran etis, tradisionalisme dapat berpegang pada

tradisi budaya/kultural yang ada dalam masyarakat sebagai warisan

nenek moyang, atau pada tradisi keagamaan yang bersumber pada

wahyu keagamaan. Tradisi etis itu tampak juga dalam bahasa,

seperti petuah, nasihat, pepatah, norma dan prinsip, dalam perilaku,

seperti cara hidup, bergaul, bekerja, dan berbuat, serta dalam

pandangan dan sikap hidup secara keseluruhan. Bentuk bahasa,

perilaku, pandangan, dan sikap hidup merupakan tempat

menyimpan nilai-nilai etis, wahana pengungkapan, dan sarana

mewujudkannya.

Dalam penerapannya, etika melandasi lahir dan

berkembangnya berbagai teori ilmu pengetahuan dan terapannya di

berbagai bidang, yakni: hukum, profesi, ekonomi, administrasi, seni,

sosial, dan politik.

2.1.2. Aliran dalam Etika

 Teologisme

8
Prinsip/asas etika menurut aliran ini, sesuatu yang baik, susila

atau etik, adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan, dan

sebaliknya.

 Naturalisme

Perbuatan yang dianggap baik adalah yang sesuai dengan hukum

alam.

 Hedonisme (Hedone = perasaan akan kesenangan)

Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan

kesenangan, kenikmatan atau rasa puas kepada manusia. Sempalan

dari ajaran ini adalah aliran Materialisme yang mengajarkan bahwa

alat pokok untuk memenuhi kepuasan manusia adalah materi.

 Eudaemonisme (Eudaemonismos = bahagia)

Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan

kebahagiaan kepada manusia. Bedanya dengan hedonisme,

kebahagiaan lebih bersifat kejiwaan. Dengan kata lain, kebahagiaan

merupakan kebaikan tertinggi (prima facie). Sempalan dari ajaran

ini adalah aliran Stoisisme yang mengemukakan bahwa untuk

mencapai kebahagiaan, manusia harus menggunakan akal

pikirannya; bukan mencari “kebijaksanaan” dengan cara menyendiri

atau mengendapkan perasaan seperti seorang pengecut.

9
 Utilitarianisme

Perbuatan yang dianggap baik secara susila ialah

“guna/manfaat”. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham yang

mengatakan bahwa the greatest happiness of the greatest number,

dan John Stuart Mill. Sempalan dari ajaran ini antara lain adalah

aliran pragmatisme, empirisme, positivisme, dan neo positivisme

(scientisme).

 Vitalistis

Norma perbuatan baik adalah yang mempunyai kekuatan paling

besar. Jadi, orang/kelompok yang paling kuat dan dapat menguasai

orang/kelompok lain dianggap sebagai orang/kelompok yang baik.

Atau menurut Nietzsche, perilaku yang baik adalah yang menambah

daya hidup, sedangkan perilaku yang buruk adalah yang merusak

daya hidup.

 Idealisme

Pusat pengertian aliran ini ialah kebebasan atau penghormatan

kepada pribadi manusia. Ajaran ini terdiri dari 3 komponen, yaitu

idealism rasionalistik (akal pikiran sebagai penuntun tingkah laku),

idealism estetik (kehidupan manusia dilihat dari perspektif karya

seni), dan idealisme etik (menentukan ukuran moral dan kesusilaan

terhadap kehidupan manusia).

10
2.1.3. Empat Hirarki Etika

 Moralitas Pribadi

1. Konsep baik-buruk, benar-salah yang telah


terinternalisasi dalam diri individu.
2. Produk dari sosialisasi nilai masa lalu.
3. Moralitas pribadi adalah superego atau hati nurani yang
hidup dalam jiwa dan menuntun perilaku individu.
4. Konsistensi pada nilai mencerminkan kualitas
kepribadian individu.
5. Moralitas pribadi menjadi basis penting dalam kehidupan
sosial dan organisasi.

 Etika Profesi

1. Nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan


pekerjaan profesional.
2. Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip
profesionalisme (kapabilitas teknis, kualitas kerja,
komitmen pada profesi).
3. Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesional yang
berlaku secara universal (cth:PP No. 42 tahun 2004
tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS).
4. Penegakan etika profesi melalui sanksi profesi
(pencabutan lisensi).

 Etika Organisasi

1. Konsep baik-buruk dan benar-salah yang terkait dengan


kehidupan organisasi.
2. Nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan
organisasi modern (efisiensi, efektivitas, keadilan,
transparansi, akuntabilitas, demokrasi).
3. Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yang
berlaku secara universal.

11
4. Dalam praktek penegakan kode etik organisasi
dipengaruhi oleh kepentingan sempit organisasi,
kepentingan birokrat, atau kepentingan politik dari
politisi yang membawahi birokrat.
5. Penegakan etika organisasi melalui sanksi organisasi.

 Etika Sosial

1. Konsep benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan


hubungan-hubungan sosial.
2. Nilai bersumber dari agama, tradisi, dan dinamika sosial.
3. Pada umumnya etika sosial tidak tertulis, tetapi hidup
dalam memori publik, dan terinternalisasi melalui
sosialisasi nilai di masyarakat.
4. Etika sosial menjadi basis tertib sosial [Jepang, tidak
boleh mengganggu dan merepotkan orang lain].
5. Masyarakat memiliki mekanisme penegakan etika sosial,
yaitu melalui penerapan sanksi-sanksi sosial [diberitakan
sebagai tersangka].

2.1.4. Pembentukan dan Implementasi Etika

Terbentuknya etika administrasi publik tidak terlepas dari

kondisi yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan, sesuai

dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya di tengah-tengah

masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada

dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku

yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam

penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan

bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri.

12
Munculnya etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku

dapat terbentuk dalam dua macam proses, yaitu :

Secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri

manusia karena pemahaman dan keyakinan terhadap suatu nilai-

nilai tertentu (khususnya agama/religi).

Diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati

secara kolektif, misalnya: sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya.

Sumpah jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan

membentuk etika birokrasi. Contoh di Singapura menunjukkan

bahwa etika berdisiplin (antri, membuang sampah) dibentuk oleh

denda sangat besar bagi pelanggar.

Sementara, implementasi etika sebagai suatu pedoman

bertingkah laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni

internal (ke dalam) dan eksternal (keluar). Aspek „kedalam‟,

seseorang akan selalu bertingkah laku baik meskipun tidak ada

orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, etika lebih dimaknakan

sebagai moral. Sedangkan dalam aspek „keluar, implementasi Etika

akan berbentuk sikap/perbuatan/perilaku yang baik dalam kaitan

interaksi dengan orang lain.

2.2. Etika Administrasi Publik

Definisi

13
Ethics is the rules or standards governing, the moral conduct

of the members of an organization or management profession

(Chandler & Plano, The Public Administration Dictionary, 1982).

Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik

(Pasolong, 2007 :193) diartikan sebagai filsafat dan professional

standar (kode etik) atau right rules of conduct (aturan berperilaku

yang benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan

publik atau administrasi publik.

Dapat disimpulkan etika administrasi publik adalah aturan

atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi

atau pekerjaan manajemen; aturan atau standar pengelolaan yang

merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam

melaksanakan tugasnya melayani masyarakat.Aturan atau standar

dalam etika administrasi negara tersebut terkait dengan

kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan

masyarakat.

2.2.1. Unsur Administrasi Publik

Unsur administrasi adalah bagian-bagian yang harus ada

dalam kegiatan administrasi. Tanpa adanya unsur-unsur tertentu,

administrasi tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

Menurut The Liang Gie (1978), bahwa dalam proses

penyelenggaraan administrasi mempunyai unsur-unsur yang

14
merupakan pola perbuatan manusia dalam bidang administrasi,

yakni: 1) organisasi, 2) manajemen, 3) komunikasi, 4) kepegawaian,

5) keuangan, 6) perbekalan, 7) ketatausahaan, dan 8) hubungan

masyarakat.

Organisasi, sebagai unsur pertama dari administrasi

merupakan rangka atau wadah di mana usaha kerjasama itu

diselenggarakan. James D. Money (1947) menyebutnya sebagai

bentuk perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan

bersama. (the form of every human association for the attainment of

a common purpose). Sejalan dengan ini, maka proses mengorganisir

(organizing) ialah penyusunan rangka itu dengan membagi-bagi dan

menghubung-hubungkan orang, wewenang, tugas dan

tanggungjawab menjadi kesatuan yang laras. Termasuk pula proses

mengorganisir organisasi ini ialah penentuan tujuan yang hendak

dicapai.

Penelaahan terhadap rangka di mana administrasi itu

berlangsung menimbulkan sekelompok pengetahuan yang disebut:

1. teori organisasi (theory of organization)


2. analisis organisasi dan methode (organization and methods
analysis – O & M analysis)
3. tingkah laku administratif (administrative behavior),
perilaku keorganisasian (organizational behavior)
4. hubungan manusia (human relations)
Manajemen, sebagai suatu proses yang menggerakkan

kegiatan dalam administrasi itu sehingga tujuan yang telah

ditentukan benar-benar tercapai. Sarjana Oliver Sheldon (1957)

15
mengatakannya sebagai “the process by which the execution of a

given purposes is put into operation and supervised” (proses dengan

mana pelaksanaan dari suatu tujuan tertentu dijalankan dan

diawasi). Manajemen mempunyai fungsi-fungsi yang sebagian

sarjana berbeda klasifikasi. Menurut Henry Fayol, yaitu:

Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemberian

komando (comanding), pengkoordinasian (coordinating),

pengawasan (controlling). G.R. Terry dengan akronim POAC

(Planning, Organizing, Actuating, Controlling). The Liang Gie dengan

fungsi perencanaan, pengambilan putusan, pembimbingan,

pengkoordinasian, pengendalian dan penyempurnaan.

Dalam perkembangan manajemen telah muncul berbagai

pengetahuan sepertinya: Total quality management (manajemen

mutu terpadu), management by objectives (manajemen berdasarkan

sasaran), Management Information System (Sistem Informasi

Manajemen), Manajemen Stratejik, Manajemen Sumber Daya

Manusia dan banyak pengetahuan ekonomi yang memakai istilah

manajemen seperti manajemen pemasaran, manajemen keuangan,

manajemen koperasi, dan manajemen akuntansi, bahkan pada

lembaga pendidikan di bidang ekonomi terbentuk jurusan/program

studi manajemen.

Komunikasi, Ini merupakan urat nadi yang memungkinkan

orang-orang dalam usaha bersama itu mengetahui apa yang terjadi

atau diinginkan oleh masing-masing. Tanpa komunikasi yang baik,

tak mungkin kerjasama dapat terlaksana dengan baik. Pengetahuan

yang merupakan segi-segi komunikasi ini misalnya: reporting

16
techniques (tehnik pelaporan) Sistem informasi (information

system), Kepegawaian, Ini merupakan segi yang berkenaan dengan

sumber tenaga manusia (working force) yang harus ada pada setiap

usaha kerjasama. Penelaahan terhadap unsur ini menimbulkan

sekelompok pengetahuan yang dicakup dengan nama Administrasi

Kepegawaian (Personnel Administration) yang dewasa ini

kecenderungan menggunakan istilah sumber daya manusia.

Administrasi ini pada pokoknya mempelajari segenap proses

penggunaan tenaga manusia itu dari penerimaannya (recruiting)

sampai pemberhentiannya (retirement). Termasuk pula di sini ialah

analisis dan klasifikasi jabatan (job analysis and classification)

serta pengembangan tenaga itu melalui latihan-latihan (training)

Keuangan, Ini merupakan segi pembiayaan (financing) dalam setiap

administrasi. Dari sini timbullah Administrasi keuangan yang

mencakup penganggaran belanja (budgeting), pembukuan

(accounting), pemeriksaan (auditing) serta tindakan-tindakan

lainnya dalam bidang keuangan.

Perbekalan, Istilah lainnya perlengkapan, persediaan, logistik,

dan urusan rumah tangga. Ini merupakan segi yang mengurusi

kebutuhan-kebutuhan kebendaan dan kerumahtanggaan yang juga

tentu ada dalam setiap usaha bersama. Pada bidang ini

berkembanglah pengetahuan tentang administrasi perlengkapan

(supply administration), pembelian (procure-ment), persediaan,

pergudangan, klasifikasi dan standardisasi alat-alat, pengendalian

harta benda (inventory and property control) Ketatausahaan, yaitu

rangkaian kegiatan merencanakan, mengada-kan, mengirim, dan

17
menyimpan pelbagai keterangan yang diperlukan dalam usaha

kerjasama. Pada bidang ini berkembang pengetahuan tentang

administrasi perkantoran (office administration) atau manajemen

perkan-toran (office management), kesekretarisan, tata persuratan,

kearsipan, dan dokumentasi.

Hubungan Masyarakat, Ini merupakan segi yang

menggambarkan pada pihak luar segala sesuatu yang berlangsung

mengenai usaha kerjasama itu, demikian pula sebaliknya

menyalurkan sesuatu hasrat, cita atau pendapat dari luar ke dalam

sesuatu usaha bersama, dengan demikian tercapai pengertian yang

sebaik-baiknya antara suatu administrasi dengan keadaan

sekelilingnya. Aspek ini justru amat pentingnya bagi kegiatan-

kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun

perusahaan agar mendapat dukungan dari rakyat bagi pemerintah

dan kesukaan konsumen bagi perusahaan. Pada akhir-akhir ini

timbullah pengetahuan dalam bidang ini, yaitu hubungan

masyarakat (publik relation), keprotokolan, dan dalam bidang

perusahaan dengan periklanan (advertising).

2.2.2. Prinsip Administrasi Publik

Ada 3 prinsip yang harus dipegang agar sebuah Administrasi

dapat dikatakan baik yakni:

1. Prinsip Pelayanan kepada Masyarakat

Prinsip utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan

18
rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah

yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan

negara, dari sini dapat dipahami bahwa pemerintah ada memang

untuk memberi pelayanan kepada masyarakat.

2. Prinsip Keadilan Sosial dan Pemerataan

Prinsip ini berhubungan dengan distribusi pelayanan yang

harus sesuai, tidak “pilih kasih” dan relatif merata di seluruh

wilayah sebuah negara/ pemerintahan.

3. Mengusahakan Kesejahteraan Umum

Maksudnya adalah setiap pejabat pemerintah harus memiliki

komitmen dan untuk peningkatan kesejahteraan dan bukan

semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh negara

melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap

kesejahteraan warga negara pada umumnya.

2.2.3. Posisi Etika dalam Administrasi Publik

Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa

klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik

(Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada

pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral

administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan

tugas sehari-hari secara efisien.

19
Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak

hanya harus efisien, tapi juga harus dapat mendefinisikan

kepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-pilihan

kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab. Padahal etika

merupakan dimensi yang penting dalam administrasi publik.

2.2.4.Urgensi Etika Administrasi Publik

Pentingnya etika administrasi publik tersebut adalah sebagai

berikut (Henry, 1995: 400). Alasan pertama, adalah adanya public

interest atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh

pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki tanggung jawab.

Dalam memberikan pelayanan ini pemerintah diharapkan secara

profesional melaksanakannya, dan harus mengambil keputusan

politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak,

di mana, kapan, dan sebagainya. Padahal, kenyataan menunjukkan

bahwa pemerintah tidak memiliki tuntunan kode etik atau moral

secara memadai.

Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang

telah teruji selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya,

tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa

kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan

struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang aparatur.

Birokrat dalam hal ini tidak memiliki “independensi” dalam

bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada “otonomi dalam

beretika”.

20
Alasan kedua, lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam

birokrasi yang memberikan pelayanan itu sendiri. Alasan ketiga,

berkenaan dengan karakteristik masyarakat publik yang terkadang

begitu variatif sehingga membutuhkan perlakuan khusus.

Mempekerjakan pegawai negeri dengan menggunakan prinsip

“kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya” merupakan prinsip

yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akan

menghasilkan ketidakadilan, di mana calon yang dipekerjakan

hanya berasal dari daerah tertentu yang relatif lebih maju.

Alasan keempat, adalah peluang untuk melakukan tindakan

yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam pemberian

pelayanan publik sangat besar. Pelayanan publik tidak sesederhana

sebagaimana dibayangkan. Begitu kompleks sifatnya baik

berkenaan dengan nilai pemberian pelayanan itu sendiri maupun

mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu sendiri.

Kompleksitas dan ketiakmenentuan ini mendorong pemberi

pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yang

didasarkan kepada “keleluasaan bertindak” (discretion). Dan

keleluasaan inilah yang sering menjerumuskan pemberi pelayanan

publik atau aparat pemerintah untuk bertindak tidak sesuai

dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang ada.

2.2.5. Implementasi Etika Administrasi Publik

21
Etika administrasi publik dapat digunakan sebagai rujukan

atau referensi bagi para birokrasi publik dalam melaksanakan tugas

dan kewenangannya yaitu American Society for Administration

(ASPA).

Pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan di atas

pelayanan kepada diri sendiri;

1. Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam


instansi pemerintah dan pada akhirnya bertanggung jawab
kepada rakyat
2. Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah
3. Manajemen yang efektif dan efisien merupakan dasar bagi
birokrasi
4. Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan
asas-asas iktikad baik akan didukung, dijalankan dan
dikembangkan
5. Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat sangat penting,
konflik kepentingan, penyuapan, hadiah, atau faviritisme yang
merendahkan jabatan publik untuk kepentingan pribadi tidak
diterima
6. Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus
dengan ciri-ciri sifat keadilan, keberanian, kejujuran,
persamaan, kompetensi dan kasih saying.
7. Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah
tindakan.

Para administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah

hal yang tidak etis, tetapi juga untuk mengusahakan hal yang etis

melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan penuh semangat dan

tepat pada waktunya.

22
Etika administrasi tersebut di atas belum cukup untuk

menjamin untuk menghapus perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme

pada birokrasi publik.

Etika administrasi negara sangat erat berkaitan dengan etika

kehidupan berbangsa. Administrasi negara/publik tidak hanya

terbatas pada kumpulan sketsa yang digunakan untuk

membenarkan kebijakan pemerintah atau hanya terbatas pada

suatu disiplin ilmu saja – putting the ideas (Peter Senge, 1990)

tetapi lebih jauh dari itu, administrasi negara dijelaskan Wilson

(1978) sebagai suatu upaya untuk menaruh perhatian – concern

terhadap pelaksanaan suatu konstitusi ketimbang upaya

membuatnya.

Jadi sangat jelas bahwa dalam administrasi negara dikenal

etika administrasi negara yang tujuannya adalah untuk

menyelengarakan kegiatan administrasi negara dengan baik,

dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Itu berarti, saat

etika administrasi negara digunakan dengan baik oleh para

penyelenggara negara (administrator) maka etika kehidupan

berbangsa pun dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya, apabila

etika administrasi negara tidak secara benar melandasi setiap

pergerakan dalam administrasi negara maka dapat diindikasikan

begitu banyaknya masalah yang berdampak pada kehidupan

berbangsa.

Etika sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan dalam

kehidupan berbangsa. Khususnya Etika Politik dan Pemerintah.

23
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,

efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis

yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan

aspirasi rakyat; menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan;

ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau

datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta

menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Etika pemerintahan mengamanatkan agar aparatur memiliki

rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik,

siap mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai,

atau tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan

negara.

Sebaliknya, saat etika administrasi negara tidak berjalan

sebagaimana mestinya, maka tercipta suatu ketidakseimbangan

yang berujung pada masalah-masalah kompleks yang sulit

diselesaikan di Indonesia. Karena pada saat ini, dimana seharusnya

Indonesia yang menganut sistem demokrasi dapat lebih baik dengan

perspektif dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat ternyata harus

terpuruk karena pada kenyataannya, hampir semua pejabat politik

dan pemerintah hanya memikirkan kepentingan diri pribadi dan

kelompoknya.

Adanya „budaya‟ korupsi yang telah sejak lama menodai

penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia menunjukkan

bahwa etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh para

penyelenggara negara. Ketika etika untuk mengambil tindakan yang

24
berhubungan langsung dengan kegiatan negara dilanggar inilah

maka dapat dipastikan etika politik dan pemerintah sama sekali

tidak diperhatikan.

Dengan melihat semua fakta itulah, perlu adanya kesadaran

bagi seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya etika administrasi

negara yang mendasari baik buruknya suatu penyelenggaraan

negara, dan kemudian etika administrasi negara tersebut sangat

menentukan bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya

etika politik dan pemerintah.

Namun pada kenyataannya, banyak sudah contoh kasus yang

ada di Indonesia berkaitan dengan etika administrasi negara/publik.

Mulai dari hal terkecil saat pembuatan KTP, karena organisasi

pemerintah tidak melangsungkan hidupnya dengan etika,

makadengan mudah terjadi praktek pungutan liar yang merugikan

masyarakat. Hal itu membuat penilaian tentang buruknya

manajemen pemerintahan yang ada.

Seharusnya, dalam keberlangsungan negara, adanya

komunikasi sesuai etika dapat berlangsung dengan benar baik

antara pejabat pemerintah sebagai penyelenggara negara maupun

antara rakyat dan pemerintah agar tercipta suatu koordinasi yang

kontekstual dan berdampak positif bagi rakyat dan pemerintah.

Dalam etika administrasi negara yang dapat dikatakan harus

melingkupi semua proses penyelenggaraan negara. Namun, pada

25
prakteknya, kepegawaian di Indonesia seringkali berjalan tidak

sesuai dengan etika yang ada. Dapat dilihat dari awal, proses

seleksi saja sudah mengindikasikan adanya kecurangan misalnya

dengan adanya kasus penyuapan untuk diterima sebagai PNS.

Kecurangan ini kemudian berdampak buruk, karena dengan

kecurangan ini akan timbul sumber daya manusia yang kurang

berkualitas.

Kemudian, tampak pula perilaku tidak etis birokrat, seperti:

Bohong kepada public; Korupsi, kolusi, nepotisme; Melanggar nilai-

nilai publik: responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, keadilan,

dan lain-lain; Melanggar sumpah jabatan; Mengorbankan,

mengabaikan, atau merugikan kepentingan public; Pungli

pembuatan perizinan, identititas, dan sebagainya.

Sebagai contoh nyata, kita menyaksikan bersama berbagai

kasus pelanggaran etika administrasi yang menjerat para

penyelenggara negara ini: Kasus penyuapan Jaksa Urip Tri

Gunawan yang menerima suap sebesar 660 ribu dolar AS dari

Arthalita Suryani terkait penanganan kasus BLBI; Kasus kawin siri

Bupati Garut yang hanya bertahan empat hari dan diakhiri talak

cerai melalui sms; Kasus perpajakan Gayus Tambunan; Kasus

Hambalang, Andi Mallarengeng mantan Menteri Pemuda dan

Olahraga; Kasus Suap, Rudi Rubiandini mantan Ketua SKK Migas;

Korupsi oleh Kepala Daerah (54 orang, 2004-2014, data KPK); Kasus

suap Akil Mochtar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK);

Korupsi pengadaan Al-Quran oleh Politisi dan Pejabat Kemenag, dan

lain sebagainya.

26
2.3. Faktor Perilaku Tidak Etis

Ada dua faktor yang menjadi penyebab timbulnya perilaku

tidak etis yang terjadi dalam praktek administrasi publik. Pertama,

faktor internal yaitu faktor pribadi orang yang melakukan tindakan

mal-administrasi. Kedua, faktor eksternal, yaitu faktor yang berada

di luar diri pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi,

bisa, lemahnya peraturan perundangan, lemahnya pelaksanaan

pengawasan, dan lingkungan kerja yang memungkinkan terbukanya

kesempatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi.

Faktor Internal berupa kepribadian seseorang. Faktor

kepribadian ini berwujud suatu niat, kemauan, dorongan yang

tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan

tersebut. Faktor ini disebabkan oleh lemahnya mental seseorang,

dangkalnya agama dan keimanan mereka, sehingga memudahkan

mereka untuk melakukan sesuatu tindakan walaupun sesungguhnya

mereka tahu bahwa tindakan yang akan mereka lakukan itu

merupakan suatu tindakan yang tidak baik, tercela, buruk baik

menurut nilai-nilai sosial, maupun menurut ajaran agama mereka.

Namun karena rendahnya sikap mental mereka, dangkalnya

keimanan dan keagamaan mereka, maka manakala ada kesempatan

ada niatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi dengan

mudahnya mereka lakukan. Faktor Internal banyak pula dipengaruhi

oleh faktor eksternal: faktor kebutuhan keluarga, kesempatan,

lingkungan kerja, dan lemahnya pengawasan, dan lain sebagainya.

27
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri orang

yang melakukan tindakan mal-administrasi, bisa berupa, lemahnya

peraturan, lemahnya lembaga kontrol, lingkungan kerja dan lain

sebagainya yang membuka peluang (kesempatan) untuk melakukan

tindakan korupsi. Meskipun aturan telah dibuat oleh pihak yang

berwenang, tetapi masih ada pihak yang menyalahgunakan haknya.

Hal ini mengakibatkan tidak terlaksananya proses dan kerja

administrasi publik dengan baik dan benar.

Peraturan perundangan tempat mereka bekerja, merupakan

suatu tatanan nilai yang dibuat untuk diikuti dan dipatuhi oleh para

pegawai dalam menjalankan tupoksi yang diberikan. Manakala

peraturan tadi memberi kelonggaran bagi pegawainya untuk

melakukan tindakan tidak etis dalam pelaksanaan administrasi

publik, karena peraturannya tidak jelas, sanksi yang diberikan

lemah, dan lain sebagainya, maka akan memberikan peluang

(kesempatan) pegawai untuk melakukan tindakan tersebut.

2.4. Peraturan Etika

Peraturan etika diperlukan untuk meredam kecenderungan

kepentingan pribadi. Etika bersifat kompleks, dalam banyak kasus

bersifat dilematis, karena itu diperlukan hal yang bisa memberikan

kepastian tentang mana yang benar dan salah, baik dan buruk.

28
Penerapan peraturan etika dapat membuat perilaku etis

menimbulkan efek reputasi. Organisasi publik sekarang banyak

dicemooh karena kinerjanaya dinilai buruk, karena itu perlu etika.

Etika dan hukum memiliki keterkaitan satu sama lain.

Keduanya mengatur perilaku individu. Namun terdapat perbedaan:

ilegalitas tidak selalu berarti tidak etis. Hukum bersifat eksternal

dan dapat ditegakkan tanpa melibatkan perasaan, atau

kepercayaan orang (sasaran hukum), sementara etika bersifat

internal, subyektif, digerakkan oleh keyakinan dan kesadaran

individu.

Hukum dalam konteks administrasi adalah soal pemberian

otoritas atau instrumen kekuasaan. Basis dari hukum adalah etika,

dan ketika hukum diterapkan harus dikembalikan pada prinsip-

prinsip etika. Banyak kasus, secara hukum dibenarkan tapi secara

etika dipermasalahkan (trend anak politisi yang jadi calon anggota

legislatif).

Coba kita amati perbedaan pandangan kedua pakar politik

pemerintahan, yakni: Debat Herman Finer Vs. Carl Friedrich. Kedua

ahli tersebut memiliki pandangan berbeda terhadap birokrat jika

dikaitkan dengan etika, hukum, dan pelayanan publik. Finer (1936)

mengatakan: Untuk menjamin birokrasi yang bertanggungjawab

yang diperlukan adalah penegakan sistem kontrol melalui undang-

29
undang dan peraturan yang dapat mendisiplinkan para pelanggar

hukum. Sedangkan Friedrich (1940) mengatakan: Birokrasi yang

bertanggungjawab hanya bisa ditegakkan dengan dengan

menyeleksi orang yang benar dengan kriteria profesionalisme yang

jelas, dan menyosialisasikannya ke dalam nilai-nilai pelayanan

publik.

2.5. Menata Ulang Manajemen Pemerintahan

Salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik di

Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihat sebagai

elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik.

Padahal, dalam literatur tentang pelayanan publik dan administrasi

publik, etika merupakan salah satu elemen yang sangat

menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus keberhasilan

organisasi di dalam melaksanakan pelayanan publik itu sendiri.

Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas

dari birokrasi dan manajemen pemerintahan sehingga

penyimpangan yang akan dilakukan oleh birokrat-birokrat dapat

terlihat dan ter-akuntable dengan jelas sehingga akan memudahkan

law enforcement yang baik pada reinventing government dalam

upaya menata ulang manajemen pemerintahan Indonesia yang

sehat dan berlandaskan pada prinsip-prinsip good governance dan

berasaskan nilai-nilai etika administrasi.

30
Sejalan dengan perkembangan zaman dan makin kompleksnya

persoalan yang dihadapi oleh birokrasi, maka telah terjadi pula

perkembangan di dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan publik,

yang ditandai dengan adanya pergeseran paradigma dari rule

government yang lebih menekankan pada aspek peraturan

perundang-undangan yang berlaku menjadi paradigma good

governance yang tidak hanya berfokus pada kehendak atau

kemauan pemerintah semata, tetapi melibatkan seluruh komponen

bangsa, baik birokrasi, pihak swasta, dan masyarakat (publik)

secara keseluruhan.

Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang

telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau

masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan

bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan

struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat

atau aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki

etika yang baik dalam menjalankan kewajibannya.

The Organisation for Economic Co-operation and Development

(OECD) dan World Bank mensinonimkan good governance dengan

penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan

bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang

efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan

pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif,

menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political

framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.

31
Sedangkan UNDP mendefinisikan good governance sebagai

hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor

swasta dan masyarakat (society). Berdasarkan definisi tersebut

UNDP kemudian mengajukan karakteristik good governance yang

saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri, sebagai berikut:

 Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam


pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar
kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi
secara konstruktif.

 Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan


tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia.

 Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan


arus informasi. Proses lembaga dan informasi secara
langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau.

 Responsiveness. Lembaga dan proses harus mencoba untuk


melayani stakeholders.

 Consensus Orientation. Good governance menjadi perantara


kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan
terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal
kebijakan maupun prosedur.

 Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga


menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan
dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik
mungkin.

 Accountability. Para pembuat keputusan dalam


pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society)
bertanggung jawab kepada publik dan lembaga

32
 stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi
dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan
tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal
organisasi.

 Strategic vision. Pemimpin dan publik harus mempunyai


perspektif good governance dan pengembangan manusia
yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang
diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Atas dasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan

negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif,

dengan menjaga kesinergisan ineraksi yang konstruktif diantara

ketiga domain; negara, sektor swasta dan masyarakat (society).

Oleh karena good governance meliputi sistem administrasi

negara, maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan

upaya melakukan penyempurnaan pada sistem administrasi negara

yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh.

Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya

domain state menjadi domain yang paling memegang peranan

penting dalam mewujudkan good governance, karena fungsi

pengaturan yang memfasilitasi domain sektor dunia usaha swasta

dan masyarakat (society) serta fungsi administratif

penyelenggaraan pemerintahan melekat pada domain ini. peran

pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam

memfasilitasi berjalannya mekanisme pasar yang benar sehingga

penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari.

33
Oleh karena itu, upaya perwujudan ke arah good governance

dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi

penyelenggaraan negara dan dilakukan upaya pembenahan

penyelenggara pemerintahan sehingga dapat terwujud good

governance.

34
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1.KESIMPULAN

Penerapan etika administrasi Publik memiliki banyak aspek

yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, seperti menjalankan

asas-asas birokrasi pemerintahan yang baik, dengan mewujudkan

prinsip demokratis, keadilan sosial dan pemerataan, serta

mewujudkan kesejahteraan umum.

Penerapan etika administrasi dalam pemerintahan perlu

kesadaran aparat birokrasi untuk benar-benar menjalankan tupoksi.

Perlunya aturan-aturan untuk mengatur birokrat demi

konsistensi menerapkan etika dalam administrasi pemerintah.

Melihat fakta yang ada, tak sedikit penyelenggara negara

(pejabat publik) belum mampu menerapkan prinsip etika

administrasi publik yang baik.

3.2.SARAN

Menjadikan Pancasila sebagai Etika Penyelenggaraan Negara.

Menyadari hakekat keberadaan Pemerintah sebagai Pelayan

Masyarakat.

35
Komitmen menerapkan prinsip good governance dalam

menjalankan pemerintahan.

Meyakini masih banyak aparatur negara yang bekerja baik

sesuai etika dan aturan, hanya saja tidak cukup seksi untuk disorot

media. (bad news is good news, good news is no news).

36
3.4.Daftar Pustaka

Henry,S. 1995. Kinerja dalam Organisasi. Yogyakarta:Kanisius.

Keban, Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi

Publik, Konsep, Teori, dan Isu. Yogyakarta. Gava Media.

Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung :

Alfabeta.

Rokhman, Ali. Presentasi: Etika Administrasi Publik.

Sadhana, Kridawati. 2010. Etika Birokrasi Dalam Pelayanan publik.

Penerbit Percetakan CV. Citra Malang.

The Liang Gie. 2006. Etika Administrasi Pemerintahan. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Utomo, Tri Widodo W., 2000. Etika dan Hukum Administrasi Publik.

STIA LAN Bandung.

http://www.kumham-jakarta.info/download/karya-ilmiah/pelayanan-

publik/70-etika-aparatur-dalam-pelayanan-publik/file

https://irvanamu.wordpress.com/category/makalah-etika-
administrasi-publik/

37

Anda mungkin juga menyukai