Anda di halaman 1dari 38

MAPEL : PPH XI

MODUL

PRODUKSI HASIL HEWANI


(PENGOLAHAN DAGING)

MODUL PEMBELAJARAN

Modul pembelajaran ini berisi materi tentang pengolahan hasil serealia dengan
mengacu pada Kompetensi Dasar Menerapkan Pengolahan Hasil Hewani dan
Memproduksi Hasil Daging yang berasal dari Kurikulum 2013 revisi 2017. Di
khususkan untuk pelajar SMK Pertanian Jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil
Pertanian.
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Illahi Robbi, atas rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesadaging pembuatan Modul Bahan Ajar Mandiri Mata Pelajaran
Produksi Hasil Hewani, Kompetensi Dasar Pengolahan Hasil Ternak Besar Kelas XI.

Modul ini kami buat untuk memenuhi kebutuhan dalam pemenuhan materi
pembelajaran yang telah ditetapkan dalam menunjang proses pembelajaran siswa
secara aktif dan mandiri khususnya untuk peserta didik kelas XI, baik pembelajaran
dikelas, praktikum maupun mandiri.

Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam pembuatan modul ini. Besar harapan kami, modul
ini dapat membantu peserta didik dalam memahami materi pembelajaran Pengolahan
Hasil Ternak Besar. Kritik dan saran kami harapkan untuk masukan dan perbadaging
modul ini di masa yang akan datang. Semoga modul ini dapat memberdaging manfaat
bagi pembacanya.
Metro, 14 Juli 2020
Penulis,

Sri Mulyani Widyanti, S.T.P


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… 2


DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. 3
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. 5
PETA KEDUDUKAN BAHAN AJAR ………………………………………. 6
GLOSARIUM ………………………………………………………………… 7

I. PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 8
A. Deskripsi ……………………………………………………………… 8
B. Prasyarat ……………………………………………………………… 9
C. Petunjuk Penggunaan ………………………………………………… 9
D. Tujuan Akhir …………………………………………………………. 11
E. Kompetensi Dasar ……………………………………………………. 12
F. Cek Kemampuan Awal ………………………………………………. 12

II. PEMBELAJARAN ………………………………………………………. 14


A. Deskripsi ……………………………………………………………… 14
B. Kegiatan Pembelajaran ………………………………………………. 14
1. Tujuan Pembelajaran ……………………………………………. 14
2. Uraian Materi …………………………………………………… 15
3. Refleksi …………………………………………………………. 37
4. Tugas …………………………………………………………… 38
5. Tes Formatif …………………………………………………… 38
6. Kunci Jawaban …………………………………………………. 38
7. Lembar Kerja …………………………………………………… 39
4

C. Penilaian ……………………………………………………………… 41
1. Sikap ……………………………………………………………. 41
2. Pengetahuan …………………………………………………….. 41
3. Keterampilan …………………………………………………… 42

III. PENUTUP ……………………………………………………………….. 43


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 44
5

PETA KEDUDUKAN BAHAN AJAR

PETA KEDUDUKAN MODUL BAHAN AJAR


MATA PELAJARAN PRODUKSI HASIL HEWANI

PENGENDALIAN PENGOLAHAN PENGOLAHAN PENGOLAHAN


MUTU TERNAK BESAR TERNAK UNGGAS HASIL IKAN

Modul yang sedang dipelajari

Kelas XI
6

GLOSARIUM

(Aging/conditioning) : Proses pelayuan daging


Casing edible : Casing yang dapat dimakan
Casing nonedible : Casing yang tidak dapat dimakan
Curing : Pengawetan daging dengan penambahan garam
Merupakan produk intermediate daging karena setelah
Cured meat
dicuring, daging bisa diolah menjadi olahan lainnya
Saluran yang mengalirkan makanan dari mulut ke
Esofogus :
lambung
Zat untuk membantu menjaga kesetabilan emulsi
Emulsifier :
minyak dan air
Rigormortis : Suatu proses kekakuan yang terjadi setelah hewan
disembeleh
Post rigor : Melunaknya kembali tekstur daging akibat penurunan
pH
Thowing : Mencairkan kembali daging yang sudah beku
7

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Kompetensi Pengolahan Ternak Besar merupakan kumpulan materi yang berisi


tentang :
1. Pengertian produk hasil pengolahan daging (bakso dan sosis)
2. Bahan dasar produk hasil pengolahan daging
3. Bahan pendukung produk hasil pengolahan daging
4. Peralatan yang digunakan selama proses pengolahan
5. Proses pengolahan hasil daging, membahas tentang proses pengolahan dan
diagram alir proses pengolahan produk hasil daging (bakso dan sosis)

B. Prasyarat

Untuk mempelajari Pengolahan Hasil Daging pada modul bahan ajar peserta didik
semester 3, persyaratan khusus yang harus dimiliki oleh peserta didik adalah: peserta
didik harus sudah tuntas dalam mempelajari mata pelajaran-mata Pelajaran dasar
program keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian (C2) yang terdiri dari:
Penanganan Bahan Hasil Pertanian, Dasar Proses Pengolahan Hasil Pertanian,
dan Dasar Pengendalian Mutu Hasil Pertanian.
8

C. Petunjuk Penggunaan Modul

Modul ini merupakan modul untuk mencapai kompetensi dasar yang berhubungan
dengan pengolahan hasil ternak besar.
Petunjuk bagi siswa
1. Baca dan pelajari isi modul dengan baik dan berurutan, tahap demi tahap.
2. Catat hal-hal yang belum dipahami dan diskusdaging dengan guru.
3. Kerjakan tugas -tugas yang terdapat dalam modul. Sediakan buku khusus untuk
mencatat hasil–hasilnya.
4. Identifikasi semua bahan dan perlengkapan yang akan digunakan. Jika ada yang
tidak tersedia di tempat belajar, maka carilah informasi tentang tempat dan cara
untuk mendapatkannya.
5. Kerjakan lembar kerja sesuai yang ditugaskan oleh guru. Catat setiap hasil kerja
yang diperoleh dan laporkan kepada guru.
6. Guru akan bertindak sebagai guru, motivator dan organisator dalam kegiatan
pembelajaran ini.

Peran Guru, antara lain :


1. Membantu siswa dalam memahami konsep dan praktik serta menjawab
pertanyaan siswa mengenai proses belajar siswa.
2. Membimbing siswa melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap
belajar.
3. Membantu siswa untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain yang
diperlukan untuk belajar.
4. Mengorganisasdaging kerja kelompok jika diperlukan.
5. Merencanakan proses penilaian dan menyiapkan perangkatnya.
6. Melaksanakan penilaian
7. Menjelaskan kepada siswa tentang sikap, pengetahuan dan keterampilan dari
suatu kompetensi, yang belum memenuhi tingkat kelulusan dan perlu untuk
remedial.
8. Mencatat pencapaian kemajuan siswa.
9

D. Tujuan akhir

Pembelajaran pada kompetensi pengolahan hasil serealia bertujuan untuk :


1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif, sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi tentang
pengetahuan factual, konseptual, operasional dasar, dan metakognitif
sesusai dengan bidang dan lingkup kerja Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian
pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks, berkenaan dengan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam konteks
pengembangan potensi diri sebagai bagian dari keluarga, sekolah, dunia kerja,
warga masyarakat, regional, dan internasional.
4. Melaksanakan tugas spesifik dengan menggunakan alat, informasi, dan prosedur
kerja yang lazim dilakukan serta memecahkan masalah sesuai dengan bidang
kerja Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian. Menampilkan kinerja dibawah
bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang terukur sesuai dengan standar
kompetensi kerja. Menunjukakan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji
secara efektif, kreatif, produkstif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan
solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
disekolah, serta ampu melaksanakan tugas spesifik dibawah pengawasan
langsung. Menunjukkan keterampilan mempersepsi, kesiapan, meniru,
membiasakan, gerak mahir, menjaddaging gerak alami dalam ranah konkret
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu
melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.
10

E. Kompetensi

Kompetensi Dasar
3.2 Menerapkan pengolahan hasil 4.2 Memproduksi hasil ternak besar
ternak besar

F. Cek kemampuan Awal

No Kemampuan Ya Tidak
1 Apakah anda sudah memahami karakteristik bahan
baku pada pengolahan daging?
2 Apakah anda dapat memahami karakteristik bahan
pendukung pada pengolahan daging?
3 Apakah anda dapat memahami prinsip dasar
pengolahan daging?
4 Apakah anda dapat memahami alur proses
pengolahan hasil daging?
5 Apakah anda dapat mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi pada pengolahan daging?
6 Apakah anda dapat memahami prinsip kerja alat
dan mengidentifikasi jenis paralatan pengolahan
daging?

Jawablah pertanyaan-pertanyaan diatas terlebih dahulu, sebelum anda mempelajari


modul ini. Apabila semua jawaban anda “Ya”, berarti anda tidak perlu lagi
mempelajari modul ini dan langsung dapat mengerjakan lembar refleksi dan tes
formatif. Apabila ada jawaban anda yang “Tidak”, maka anda harus kembali
mempelajari modul ini secara berurutan tahap demi tahap.
11

Kegiatan Pembelajaran 1.

Teknik Produksi Produk Hasil Hewani Daging


Tujuan :

Setelah mempelajari Modul Pembelajaran Teknik Produksi Produk Hasil Hewani


(Daging) ini peserta didik mampu :

a. Memahami Prinsip Teknik Produksi Hasil Hewani (Daging), menerapkan,


mengembangkan serta melakukan produksi dengan cermat dan teliti sesuai
kriteria.
b. Menganalisis kebutuhan sarana dan prasarana produksi produk hasil hewani
(Daging) dengan cermat dan teliti sesuai kriteria.
c. Menerapkan teknik pengendalian mutu dalam produksi produk hasil hewani
(Daging) dengan cermat dan teliti sesuai kriteria.

Indikator Pencapaian Kompetensi

a. Menetapkan teknik produksi produk hasil hewani (daging)


b. Menetapkan sarana dan prasarana untuk produk hasil hewani (daging)
c. Menentukan teknik pengendalian mutu dalam proses pengolahan hasil hewani
(daging)
d. Menentukan produk hasil hewani (daging)

Uraian Materi

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan tubuh hewan dan produk hasil
olahannya yang sesuai untuk dikonsumsi dan harus tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang mengkonsumsi. Termasuk dalam definisi daging tersebut adalah
organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limfa, pankreas dan jaringan
otot. Daging sebagai bahan makanan merupakan hasil dari serangkaian proses
produksi. Rangkaian proses produksi tersebut dimulai sejak proses pemeliharaan
ternak, proses pemotongan ternak, proses penyiapan daging, proses pengolahan
daging, sampai proses penjualan kepada konsumen.
12

Daging merupakan salah satu alternatif sumber gizi makanan yang baik dan lengkap
yang terdiri protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Kandungan nutrisi
dan air yang tinggi menjadi salah satu penyebab bahan pangan yang berasal dari
daging mempunyai sifat mudah rusak terutama kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Oleh karena itu diperlukan pengolahan daging lebih lanjut untuk
mencegah kerusakan-kerusakan yang mungkin terjadi setelah pemotongan, baik
kerusakan mikrobiologis maupun kimiawi. Kerusakan yang sering terjadi tersebut
dapat menimbulkan senyawa-senyawa toksik dan penurunan nilai gizi.
Daging dapat diolah melalui berbagai macam pengolahan, diantaranya proses
pengasapan, pendinginan, pemanasan, pengasinan, dan pengalengan. Salah satu hasil
daging olahan yang sudah dikenal masyarakat adalah produk sosis, bakso, kornet,
dendeng dan abon.. Berdasarkan keadaan fisiknya daging dapat dikelompokkan
menjadi daging segar tanpa pelayuan; daging segar yang dilayukan kemudian
didinginkan (daging dingin); daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan,
kemudian dibekukan (daging beku); daging masak; daging asap dan daging olahan.
Daging yang banyak dikonsumsi umumnya berasal dari ternak sapi, domba, kerbau,
babi, unta, kuda, unggas dan hewan-hewan lain yang hidup di air maupun di darat.

1. Penyembelihan dan Persiapan Karkas

Penyembelihan merupakan proses mematikan ternak dengan cara memotong tiga


saluran pada leher, yaitu saluran esofagus, arteri karotis dan vena jugularis. Selain
itu, cara mematikan ternak bisa dilakukan dengan cara lain, misalnya dipingsankan
terlebih dahulu, kemudian disembelih, khususnya untuk ternak-ternak yang agresif.
Setelah penyembelihan, darah harus segera dikeluarkan sebanyak mungkin kemudian
ternak dikuliti (babi dan ayam tidak dikuliti) dengan cara digantung pada posisi kaki
belakang, kemudian saluran pencernaan dan organ-organ dalam lainnya dikeluarkan
dengan cara membelah bagian abdomen hingga ke dada ternak. Kemudian kaki
depan dan belakang serta kepala dipotong maka jadilah karkas. Jadi, istilah karkas
untuk sapi, kerbau, kuda, kambing, domba dan hewan-hewan sejenisnya adalah tubuh
ternak yang telah dihilangkan kepala, kaki, dikuliti, darah, organ pencernaan, organ
dalam lainnya. Dalam perdagangan internasional, pemotongan karkas biasanya
mengikuti suatu aturan tertentu dan bagian-bagian potongannya juga memiliki nama-
nama tertentu.
13

Pemotongan utama karkas menurut perdagangan internasional adalah sebagai berikut:


a. karkas sapi dewasa (beef): round, sirloin, short loin, flank, plate, rib, brisket,
cross cut, chuck, dan foreshank.
b. karkas sapi muda (veal): long leg, flank, short loin, rack, breast, square cut
chuck, dan shank.
c. Karkas domba/kambing (lamb): leg, short loin, breast, rack, brisket, shoulder
dan foreshank.
d. Karkas babi: ham, belly, loin, spare ribs, shoulder dan jowl.

Gambar 2. Potongan Primal Karkas Veal

Pemotongan karkas yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia berbeda


beda dari satu daerah dan daerah lainnya, dan belum mengikuti cara potongan
internasional. Pemotongan karkas yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia
umumnya adalah sebagai berikut:
a. karkas sapi dewasa: lulur dalam, lulur luar, paha atas, paha bawah, lapis,
skengkel, betis, bahu, lapis berminyak, dada belakang, dada muka, leher, kaki,
kepala, buntut.
b. karkas sapi muda: lapis, bahu, paha, dada, lulur dalam, lulur luar, skengkel atas,
skengkel bawah, leher.
c. karkas kambing/domba: leher, punggung, lulur, paha, perut, bahu dan kepala.
d. karkas babi: kepala, telinga, kaki, minyak kulit, lapis, punggung, lulur luar, lulur
dalam, minyak jala, ham (fricadean)
14

Bagian-bagian daging tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda, seperti tektur,


dan kandungan lemak. Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap hasil olahan
yang dihasilkan.

2. Pelayuan dan Rigor Mortis

Karkas-karkas dari ternak besar (sapi, kerbau, kuda dan lain-lain) pada umumnya
dilakukan proses pelayuan (aging/conditioning) dengan cara menggantung atau
menyimpannya pada tempat tertentu dengan temperatur di bawah temperatur kamar
dan di atas temperatur beku daging (-1,5C). Selama pelayuan, akan terjadi
peningkatan keempukan dan flavor daging serta penyelesaian proses-proses fisiologis
otot postmortem. Proses fisiologis tersebut adalah rigor mortis, yaitu proses kekakuan
otot yang terjadi setelah penyembelihan. Proses kekakuan ini merupakan kontraksi
otot yang ireversibel. Bila daging diperoleh dari karkas yang masih rigor mortis maka
daging akan terasa lebih alot/keras. Oleh karena itu proses rigor mortis harus dilalui.
Pelayuan dengan cara menggantung karkas akan mengurangi pemendekan otot akibat
rigor mortis karena secara fisik, penggantungan menyebabkan gaya berat karkas
menahan proses kontraksi otot. Selain itu dengan adanya pelayuan maka memberikan
kesempatan enzim proteolitik untuk mendegradasi protein-protein serat sehingga
menjadikan daging terasa lebih empuk.
Rigor mortis merupakan proses yang harus diperhatikan karena kesalahan
penanganan bisa berpengaruh pada kualitas daging. Karkas yang pre rigor atau
sedang rigor disimpan beku maka bila karkas/daging dilakukan thawing akan terjadi
pengkerutan yang hebat hingga bisa mencapai 50% karena terjadi rigor mortis
kembali (thaw rigor). Hal ini menyebabkan ukuran karkas atau daging menjadi lebih
kecil dari ukuran semula. Oleh karena itu pembekuan karkas atau daging biasanya
dilakukan pada keadaan posrigor. Berkenaan dengan sifat rigor mortis ini maka
dalam pelayuan biasanya dilakukan pada temperatur antara 15-16C. Pada temperatur
ini rigor mortis masih bisa berlangsung sehingga tidak menimbulkan pengkerutan.
Pelayuan pada temperatur rendah akan menyebabkan pengkerutan dingin (cold
shortening). Temperatur di bawah 15C menyebabkan karkas yang belum rigor atau
sedang rigor menjadi tidak bisa melangsungkan rigor mortis dan bila dikembalikan ke
temperatur ruang maka rigor mortis yang tertunda tadi berlangsung kembali tetapi
diikuti dengan pengkerutan karkas/daging.
15

3. Pengolahan Daging

Daging dapat diolah menjadi beraneka jenis produk. Pada umumnya produk-produk
olahan daging menerapkan teknik-teknik pengecilan ukuran, pencampuran,
emulsifikasi, pengasapan dan lain-lain.

Gambar 3. Teknik pengolahan daging dan jenis produk olahannya

4. Curing

Curing merupakan proses pemeraman daging dengan menggunakan garam sendawa


(garam salpeter) biasanya dalam bentuk NaNO2, NaNO3, KNO2 dan KNO3; garam
dapur, bumbu-bumbu, fosfat (Sodium tripolifosfat/STPP) dan bahan-bahan lainnya.
Tetapi biasanya curing dilakukan hanya dengan garam salpeter/sendawa dan garam
dapur saja, kemudian ditambahkan bahan-bahan lainnya bila akan dibuat produk
olahannya. Curing merupakan salah satu cara mengawetkan daging secara kimiawi.
Produk daging curing ini disebut dengan cured meat. Cured meat merupakan produk
16

intermediate daging karena setelah dicuring, daging bisa diolah menjadi olahan
lainnya, misalnya sosis, bakso dan lain-lainnya.
Curing pada daging dimaksudkan untuk meningkatkan warna merah daging,
menstabilkan flavor, mengawetkan dan lain-lainnya. Jadi bila menghendaki produk
daging (misalnya sosis) dengan warna merah cerah daging, maka perlu dicuring
dengan nitrit. Nitrat/nitrit berfungsi untuk fiksasi warna merah daging, antimikrobial
terutama Clostridium botulinum, dan menstabilkan flavor. Garam berfungsi sebagai
pembangkit flavor yang khas dan antimikrobial. Bumbu-bumbu adalah penting untuk
meningkatkan flavor sehingga meningkatkan kesukaan pada konsumen. Selain itu
bumbu juga bersifat antimikrobial dan antioksidan sehingga berperan mengawetkan.
Fosfat berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan produk dan mengurangi
pengkerutan daging selama proses pengolahan serta menghambat oksidasi produk.
Beberapa olahan tidak menggunakan fosfat, jadi bersifat pilihan saja.
Khusus nitrat/nitrit, penggunaannya harus dibatasi karena bila berlebihan bisa
berdampak negatif bagi yang mengkonsumsinya. Kadar akhir nitrit pada suatu produk
harus tidak lebih dari 200 ppm dan nitrat tidak lebih dari 500 ppm. Berdasarkan
Departemen Pertanian Amerika Serikat, penambahan garam nitriat atau nitrit tidak
boleh lebih dari 239,7 g/100 liter larutan garam, 62,8 g/100 kg daging untuk curing
kering dan 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk sosis. Secara garis besar, curing dapat
dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering adalah dengan
mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara merata ke seluruh bagian
daging. Curing kering ini bahan-bahannya adalah 26% NaCl, 5% KNO3, 0,1%
NaNO2 dan 0,5% sukrosa. Curing secara basah adalah dengan merendam daging ke
dalam larutan yang mengandung bahan-bahan curing. Caranya adalah merendamkan
daging ke dalam larutan garam dengan perbandingan 1:1. Larutan garam yang dibuat
adalah 26% NaCl, 2-4% KNO3, 0,1% NaNO2. Perendaman dilakukan selama 10-20
hari. Selain direndam, cara basah ini bisa dilakukan dengan injeksi larutan curing.

5. Pembuatan Bakso

Bakso merupakan suatu sistem emulsi yang mempunyai karakteristik hampir sama
dengan minyak dalam air (o/w), dimana lemak sebagai fase diskontinyu dan air
sebagai fase kontinyu, dengan protein yang berperan sebagai emulsifier. Selama
percampuran adonan, protein terlarut membentuk matrik yang menyelubungi lemak.
Pada pemasakan akan terjadi koagulasi protein oleh panas dan terjadi pengikatan
butiran yang terperangkap dalam matrik protein.
17

Pada umumnya suatu sistem emulsi bersifat tidak stabil dan mudah mengalami
pemisahan antara komponen-komponennya. Untuk menstabilkan emulsi, biasanya
ditambahkan bahan-bahan tertentu yang kerap dikenal dengan istilah emulsifier,
stabilizer atau emulsifying agent. Beberapa ahli mengatakan emulsifier tersebut
mengandung gugus polar dan non polar. Gugus polar bersifat hidrofilik dan
mempunyai sifat larut dalam air, sedangkan gugus non polar bersifat lipotik yang
mempunyai kecendrungan larut dalam lemak atau minyak. Sifat ganda dari emulsifer
tersebut yang diduga berperan dalam menstabilkan suatu sistem emulsi.
Protein daging berperan sebagai emulsifier dalam sistem emulsi bakso. Bentuk
molekul protein dapat terikat baik pada minyak atau air, dengan demikian dapat
berkerja sebagai emulsifier. Begitu pentingnya peran protein dalam suatu sistem
emulsi bakso, maka kondisi protein harus selalu dijaga dan dicegah dari kerusakan.
Dengan demikian harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan
protein. Faktor utama yang perlu dikendalikan adalah: pengaruh panas. Timbulnya
panas yang tinggi melebihi 16C sebelum dan selama emulsifikasi (pembuatan
adonan) harus dihindari kerusakan protein yang berperan sebagai emulsifier.
Protein dapat menjalankan fungsinya sebagai emulsifier apabila dilakukan pelarutan
terlebih dahulu. Beberapa jenis protein yang berperan sebagai emulsifier dapat
digolongkan menjdi 3 golongan berdasarkan kelarutannya dalam air dan larutan
garam yaitu: Protein yang larut dalam air, protein yang larut dalam garam, dan
protein yang tidak larut dalam kedua-duanya yaitu jaringan pengikat.
Golongan protein yang larut dalam air adalah protein sarkoplasma. Termasuk dalam
protein sarkoplasma ini adalah mioglobin yang berperan pemberi warna pada daging.
Sedangkan yang tergolong protein yang larut dalam garam adalah aktin dan miosin.

a. Karakteristik Bahan

Daging Sapi

Daging tersusun oleh 2 bagian utama yaitu serat-serat otot yang berbentuk rambut
dan tenunan pengikat. Serat-serat otot daging diikat kuat oleh tenunan pengikat yang
menghubungkannya dengan tulang. Daging sapi merupakan komoditas yang
memiliki nilai gizi yang tinggi karena mengandung protein yang tinggi. Komposisi
daging sapi bervariasi tergantung dari jenis sapi, jenis kelamin dan dari bagian mana
daging sapi diambil. Protein dalam daging merupakan salah satu komponen penting.
Bentuk protein lain dalam daging berupa kolagen, retikulin dan elastin pada tenunan
pengikat, mioglobin pada pigmen, nukleoprotein dan enzim. Unsur protein dalam
18

daging memegang peranan penting dalam pembuatan bakso. Protein tersebut


berfungsi sebagai emulsifier dalam sistem emulsi bakso.

Pemilihan Daging Untuk Bakso

Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pemilihan daging sapi untuk
bahan dasar bakso adalah kesegaran dan letak posisi daging. Kesegaran daging sangat
mempengaruhi produk bakso yang dihasilkan. Faktor kesegaran juga harus didukung
pertimbangan-pertimbangan berikut: penamapakan mengkilap, warna tidak pucat,
tidak bebau asam dan tidak busuk, tekstur daging elastis (tidak lembek) dan jika
dipegang terasa basah dan tidak lengket. Daging untuk pembuatan bakso harus
daging segar atau daging yang belum mengalami pelayuan terlebih dahulu, karena
daging yang telah mengalami pelayuan atau aging, tekstur daging menjadi lunak, hal
ini juga akan menyebabkan tekstur bakso juga lunak, kurang kompak, tidak
kenyal/tidak elastis, mudah pecah, serta rendemen rendah. Daging yang telah
dilayukan, kemampuannya untuk mengikat air menjadi rendah, karena protein actin
dan miosin makin berkurang. Faktor kedua yang perlu juga diperhatikan adalah letak
posisi daging. Diusahakan dipilih daging yang tidak banyak mengandung lemak.
Daging bagian lamusir belakang (sirloin), bagian paha belakang (round), dan
pinggang bagian belakang, tidak banyak mengandung lemak.
Kadang-kadang kita sulit untuk mendapatkan daging sapi sesuai dengan yang kita
harapkan. Daging yang kita peroleh ternyata sudah melalui proses pelayuan, maka
kita dapat memberikan perlakuan khusus agar bakso yang dihasilkan tetap bermutu
tinggi. Perlakuan khusus yang dimaksud berupa penambahan poliposhpat atau dengan
menambahkan garam dapur. Apabila kita terpaksa harus melakukan penyimpanan,
sebaiknya daging disimpan pada suhu 15C atau 20C atau dibekukan pada suhu -
5C. Daging yang disimpan pada suhu 15C selama 24 jam masih bagus untuk bakso.
Demikian pula untuk daging yang disimpan pada suhu 20C selama 8 jam atau
disimpan pada suhu –5C selama 4 hari.

b. Karakteristik Bahan-bahan Pendukung


Seperti pengolahan pada umumnya, pada pembuatan bakso selain bahan dasar juga
diperlukan bahan-bahan lain. Bahan-bahan pendukung dalam pembuatan bakso
berupa tepung tapioka, kadang-kadang tepung aren atau tepung sagu, bumbu-bumbu
(bawang putih, merica, bawang merah goreng) serta es batu.
19

Tepung Tapioka

Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstrasi ketela pohon (Manihot
utilisima POHL) yang telah mengalami pencucian secara sempurna, pengeringan dan
penggilingan (Sunarto, 1984 dalam Ahtini, 1997). Pati merupakan polimer glukosa
dengan ikatan glikosidik. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air
panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin.
Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan-(1,4)-D-glukosa, sedang
amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5%
dari berat total (Winarno, FG, 1989). Tepung tapioka merupakan sumber pati yang
pada umumnya mengadung amilosa 18, dan kandungan amilopektinnya sangat
tinggi. Sifat khas dari pati yang penting kita ketahui adalah gelatinisasi. Kisaran suhu
gelatinisasi tepung tapioka 58,5-70C. Pola gelatinisasi tepung tapioka mirip dengan
biji-bijian yang mengadung amilopektin sangat tinggi. Jenis pati tersebut rata-rata
mengadung gel yang cukup stabil dalam mempertahankan konsistensinya.

Tepung tapioka yang ditambahkan dalam formulasi bakso dimaksudkan sebagai


bahan pengisi. Bahan pengisi dapat diartikan sebagai material bukan daging yang
ditambahkan pada “sistem emulsi” (dalam hal ini bakso) yang dapat mengikat
sejumlah air. Selain itu juga bertujuan memperbaiki stabilitas emulsi, mereduksi
penyusutan selama pemasakan, memperbaiki irisan produk, meningkatkan citra rasa
dan mengurangi biaya produksi.

Sumber pati yang lain biasanya mengandung amilosa dan amilopektin dengan jumlah
atau perbandingan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut tentu akan berpengaruh
terhadap sifat bakso yang dihasilkan. Silahkan Anda mencoba berbagai jenis tepung
sumber pati atau dengan pati termodifikasi dan amati perbedaan yang dihasilkan.

Es batu

Es batu ditambahkan kedalam formulasi bakso dimaksudkan mencegah terjadinya


kenaikan suhu daging giling selama emulsifikasi. Kita ketahui bahwa kenaikan suhu
melebihi 16C akan mengurangi aktivitas protein daging dalam peranannya sebagai
emulsifier. Emulsifier yang tidak berfungsi dengan optimal, akan menyebabkan
sistem emulsi yang terbentuk tidak akan optimal. Selain untuk tujuan tersebut, es batu
dapat melarutkan protein dalam daging khususnya jenis protein larut dalam air. Es
batu akan menjadi air yang berperan dalam mengatur konsistensi adonan yang akan
berpengaruh terhadap tekstur bakso yang akan dihasilkan. Pilih es batu yang terbuat
dari air masak dan ditangani dengan baik, karena es batu yang kurang bersih dapat
mengandung bakteri pathogen yang berbahaya bagi kesehatan.
20

c. Proses Pembuatan Bakso


Prinsip umum pembuatan bakso meliputi langkah-langkah berikut: persiapan bahan,
penggilingan daging, pembuatan adonan (emulsifikasi), pembetukan bola bakso
(pencetakan), perebusan dan pengemasan. Mengingat bakso merupakan suatu sistem
emulsi, maka tahapan-tahapan proses diusahakan senantiasa dikendalikan untuk
mencegah kerusakan emulsi.
Langkah-langkah Pembuatan Bakso
Langkah-langkah proses pembuatan bakso adalah sebagai berikut:
1. Persiapan bahan dasar

Perlakuan yang diperlukan pada daging sapi sebelum dilakukan penggilingan


adalah penghilangan lemak yang mungkin menempel pada daging. Apabila kita
dapat memperoleh daging sapi dari bagian lamusir belakang atau paha,
penghilangan lemak tidak telalu merepotkan, karena bagian-bagian ini relatif
sedikit mengadung lemak. Lemak yang banyak terikat kedalam adonan, selain
merusak emulsi juga menyebabkan produk bakso yang dihasilkan terasa
berlemak. Selanjutnya dilakukan pemotongan daging sapi tanpa lemak menjadi
potongan berukuran kecil-kecil. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mempermudah
dan mempercepat proses penggilingan/pelumatan. Proses penggilingan yang
cepat (tidak membutuhkan waktu lama) dapat mencegah kenaikan suhu yang
diakibatkan oleh proses tersebut, karena kenaikan suhu berpengaruh negatif
terhadap sistem emulsi.
2. Penggilingan/Pelumatan

Daging yang telah berbentuk potongan-potongan kecil, kemudian dilakukan


pelumatan/penggilingan. Tujuan proses penggilingan/pelumatan daging adalah
untuk memperkecil ukuran daging menjadi partikel-partikel yang ukurannya
homogeny, sehingga bila dicampur dengan bumbu-bumbu, maka bumbu tersebut
akan tercampur rata dengan adonan. Tujuan yang kedua adalah untuk
mendapatkan tekstur yang baik pada produk akhir.
Proses penggilingan dapat dilakukan dengan menggunakan alat penggilingan
khusus yang banyak dijumpai di pasar atau menggunakan food processor yang
telah banyak diperdagangkan. Alat penggiling khusus seperti yang telah banyak
dijumpai di pasar mempunyai kelebihan yaitu dapat menggiling lebih halus dan
lebih homogen. Ditempat tersebut juga biasanya menerima jasa penggilingan
daging dengan biaya relatif murah. Untuk skala produksi industri kecil
menengah, penggilingan daging dapat menggunakan mesin/alat silent cutter.
21

Proses penggilingan menggunakan alat penggiling mengandung resiko akan


menimbulkan panas selama proses penggilingan. Panas tersebut dapat
disebabkan oleh adanya gesekan antara daging atau adanya gesekan daging
dengan alat penggiling. Untuk mencegah terjadinya kenaikan suhu selama proses
penggilingan, ditambahkan potongan-potongan es batu. Dengan demikian
kenaikan suhu selama proses penggilingan dapat dicegah tidak melebihi 16C.
3. Pembuatan Adonan (Emulsifikasi)

Pada tahapan ini terjadi proses emulsifikasi yaitu pencampuran antara daging
sapi yang telah dihaluskan dengan tepung tapioka/aren/sagu, dan bumbu-bumbu.
Jumlah tepung yang ditambahkan sekitar 10-40% dari berat daging. Bumbu-
bumbu yang berupa merica, bawang putih, dan bawang merah goreng
ditambahkan dengan jumlah sesuai selera, sedangkan garam biasanya
ditambahkan dengan jumlah 2,5% dari berat daging. Pada tahap ini juga
dimungkinkan terjadinya kenaikan suhu sebagai akibat timbulnya panas selama
emulsifikasi. Untuk mencegah kejadian ini, perlu ditambahkan es batu. Jumlah es
batu yang ditambahkan 10-30% dari berat daging. Penambahan es batu selain
untuk menjaga kenaikan panas agar tidak melebihi 16ºC, juga berfungsi untuk
menambahkan air kedalam adonan sehingga adonan tekstur bakso yang
dihasilkan menjadi baik. Es batu juga berfungsi melarutkan protein daging yaitu
protein larut dalam air, dengan demikian fungsi protein sebagai emulsifier lebih
optimal.
4. Pembentukan Bola Bakso dan Perebusan

Setelah proses emulsifikasi selesai yang ditandai dengan bahan-bahan berbentuk


adonan, kemudian dilakukan pencetakan menjadi bola-bola bakso yang siap
untuk direbus. Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat
mempergunakan tangan dibantu dengan sendok atau menggunakan mesin
pencetak.
Cara membentuk bola bakso dengan menggunakan tangan, yaitu dengan
mengambil segenggam adonan lalu diremas/dikepalkan atau ditekan sampai
adonan keluar diantara ibu jari dan telunjuk, sehingga membentuk bulatan dan
diambil dengan sendok langsung dimasukan ke dalam air panas (suhu 80ºC).
Perebusan pada suhu 80ºC (air rebusan belum mendidih) bertujuan agar
diperoleh pemasakan bola bakso yang merata. Apabila pada awal pemasakan,
bola bakso dimasukkan kedalam air rebusan yang sudah mendidih, dapat
menyebabkan bola bakso pecah dan kematangannya tidak merata. Untuk ukuran
bola bakso diusahakan seragam, yaitu tidak terlalu kecil tetapi juga tidak terlalu
22

besar, sehingga kematangan bola bakso ketika direbus akan memilki tingkat
kematangan yang seragam dan tidak menyulitkan dalam pengendalian prosesnya.
Perebusan bola bakso dilakukan selama ±15 menit. Bakso yang sudah masak
ditandai dengan mengapung di permukaan air. Bakso yang sudah matang
selanjutnya diangkat dan ditiriskan. Agar bakso dapat tahan lama maka bakso
harus dikemas dalam kantong plastik dan disimpan dalam suhu beku.

d. Kriteria Mutu Bakso

Mutu bakso dapat dinilai dengan cara yang paling sederhana yaitu pengujian
secara organoleptik (sensoris), meliputi kenampakan, warna, bau, rasa dan
tekstur, serta kenampakan adanya jamur dan lendir pada bakso. Untuk lebih
jelasnya kriteria mutu bakso menurut Singgih Wibowo dapat lihat pada Tabel 2

Tabel 1. Kriteria Mutu Bakso

Parameter Bakso Daging


Kenampakan Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan
cemerlang, tidak kusam. Sedikitpun tidak tampak
berjamur, dan tidak berlendir.
Warna Coklat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau
coklat muda hingga agak keputihan atau abu-abu. Warna
tesebut merata tanpa warna lain yang mengganggu.
Bau Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik,
masam, basi, atau bau busuk. Bau bumbu cukup tajam.
Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu
cukup menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat
rasa asing yang mengganggu.
Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau
membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah
berair dan tidak rapuh.
Sumber: Singgih Wibowo, 1997
23

LEMBAR KERJA

Judul : Pembuatan Bakso

Tujuan : Setelah melakukan praktik pembuatan bakso, maka hasil yang


diharapkan adalah bakso dengan memiliki kriteria: tekstur kenyal,
elastis, rasa gurih dan enak, aroma khas, kenampakan halus.

Alat dan bahan :


Alat : Bahan :
1. Kompor 1.Daging sapi/ikan
2. Pisau 2. Garam
3. Baskom pelastik
3.Merica
4. Sendok
5. Food processor 4.Bawang putih
6. Talenan 5.Bawang merah goreng
7. Wajan/panci
6.Es batu
7.Tepung tapioka

Langkah Kerja

1. Siapkan daging yang segar, pisahkan dari lemak dan uratnya, kemudian daging
jangan dicuci. Untuk ikan bersihkan dari sisik, isi perut dan insangnya, kemudian
dicuci sampai bersih.
2. Siapkan bumbu untuk dihaluskan. Untuk 1 kg daging diperlukan :
 Bawang putih 30 gram
 Bawang goreng 20 gram
 Merica 2,5 gram
 Garam 20 gram
 Tepung tapioka/tepung aren/sagu/termodifikasi 10% (b/b)
24

4. Untuk daging dipotong kecil-kecil dan ikan difillet (dipisahkan daging dari
durinya), kemudian digiling sambil ditambahkan es batu sebanyak 15-30% dari
berat daging /ikan.
5. Masukkan bumbu-bumbu dan garam sambil terus digiling bersama-sama es batu,
kemudian tambahkan tapioka.
6. Cetaklah adonan menjadi bola-bola bakso, kemudian direbus dalam air panas
dengan suhu 80C (air tidak mendidih) selama 15 menit hingga bola-bola
bakso mengapung.
7. Bola bakso diangkat dan ditiriskan, setelah dingin dikemas dengan kantong
plasitk.
8. Hitung rendemennya dan amati hasilnya terhadap tekstur, kenampakan, warna,
aroma, dan rasa.
25

6. Pembuatan Sosis

Sosis (Sausage) berasal dari bahasa Latin Salsus yang berarti penggaraman atau
pengawetan daging dengan larutan garam, memberikan rasa, warna dan aroma yang
khas pada sosis terutama disebabkan adanya proses curing dan pemasakan. Sosis
dapat didiskripsikan sebagai produk olahan dari daging (sapi atau ayam) yang telah
dicincang, diberi bumbu-bumbu, kemudian dimasukkan ke dalam pembungkus yang
berbentuk bulat panjang yang dapat berupa usus hewan atau pembungkus buatan
dengan atau tanpa dimasak, dengan atau tanpa diasap (Hadiwiyoto S., 1983). Sosis
pada prinsipnya diolah dengan cara mengemulsikan lemak ke dalam protein daging,
dengan molekul protein bertindak sebagai emulsifier-nya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas protein daging sebagai emulsifier
(penstabil emulsi) meliputi pH, konsentrasi NaCl dan garam-garam lain, serta protein
yang larut dalam air serta protein yang larut dalam garam. Pada pH mendekati titik
isoelektrik dari protein yang terlarut dalam garam, kapasitas emulsifikasi proteinnya
mengalami kenaikan sejalan dengan naiknya konsentrasi NaCl.
Agar dapat diperoleh sosis dengan kualitas yang baik maka perlu dilakukan seleksi
terhadap macam daging yang digunakan sebagai bahan dasar sosis. Sebagai bahan
dasar, daging yang masih dalam fase prerigor mempunyai kualitas yang lebih baik
dibandingkan dengan daging yang telah berada pada fase postrigor. Hal ini
disebabkan hampir 50% protein-protein daging pada fase prerigor yang dapat larut
dalam larutan garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan (Forrest et al, 1975).
Disamping bahan-bahan yang berupa daging dan lemak, seringkali juga ditambahkan
bahan-bahan lain yang bukan berasal dari jaringan daging. Bahan-bahan ini berperan
sebagai “extender”. Fungsi utama dari bahan ini adalah untuk memudahkan
pembentukan emulsi sosis, disamping untuk meningkatkan kemampuan mengikat
molekul air (Forrest et al, 1975). “Extender” yang biasanya digunakan berupa susu
skim, tepung jagung, tepung gandum, dan sodium kaseinat.
Sosis merupakan suatu sistem emulsi, emulsi tersebut berupa emulsi minyak dalam
air, dengan air berperan sebagai fase kontinyu, lemak sebagai fase diskontinyu dan
protein sebagai emulsifiernya. Dalam sistem emulsi tersebut, protein membentuk
matriks yang menyelubungi globula-globula lemak. Protein dalam daging yang
terutama berfungsi sebagai emulsifying agent adalah miosin dan aktin, dan juga
kombinasi keduanya yaitu aktomyosin (Price dan Schweigert, 1971).
26

a. Jenis-jenis Sosis
Sosis yang diproduksi cukup banyak jenisnya, diantaranya adalah:
1. Sosis segar

Daging yang digunakan untuk membuat sosis tidak mengalami curing terlebih
dulu. Contoh sosis jenis ini: Bratwurst, Bockwurst.
2. Sosis masak

Daging yang akan dibuat sosis bisa dimasak terlebih dulu atau tidak. Kemudian
diberi bumbu, dicacah, dimasukkan ke dalam selonsong kemudian dimasak.
Kadang-kadang setelah dimasak diasap, kemudian disimpan di tempat dingin.
Contoh: sosis hati (Liver sausage), Braunschweiger, Livercheese.
3. Sosis masak yang diasap

Dibuat dari daging yang dicuring. Hampir sama dengan sosis masak, tetapi
diasap dulu baru dimasak. Contoh: Frankfurters, Bologna, Cotto salami.
4. Sosis kering

Terlebih dahulu daging diasap kemudian dikeringkan untuk mengurangi kadar


airnya, lalu dibuat sosis. Contoh: Sosis Genoa Salami, Sosis Peperoni dan
Lebanon bologna.
5. Sosis asap

Daging yang dibuat sosis boleh dicuring atau tidak. Sebelum dikonsumsi harus
dimasak terlebih dulu. Contoh: Kielbasa, Mettwurst, Sosis babi asap.
6. Sosis daging masak spesial

Dibuat dengan bumbu-bumbu yang khusus, tergantung permintaan. Biasanya


tidak diasap. Kemasan berbentuk tipis/lembaran, berlapis-lapis disimpan di
tempat dingin. Contoh: Loaves, Head cheese, Scrapple

b. Karakteristik Bahan

Salah satu produk olahan daging yang cukup terkenal adalah sosis. Sosis berasal dari
bahasa Latin Salsus yang berarti penggaraman atau pengawetan daging dengan
larutan garam, memberikan rasa, warna dan aroma yang khas pada sosis yang
disebabkan adanya proses curing dan pemasakan.
27

Proses pembuatan sosis memerlukan berbagai macam bahan, baik bahan dasar
maupun pendukung. Bahan dasar yang digunakan tergantung dari jenis sosis yang
akan dibuat, yaitu sosis sapi atau ayam. Bahan pendukung dikelompokkan menjadi
bahan pengisi, pengikat, bumbu dan selonsong.
Bahan Dasar
Bahan dasar yang digunakan untuk membuat sosis adalah daging. Menurut Sumarni
(1993), daging merupakan gumpalan lembut yang terdiri atas urat-urat pada tubuh
binatang, diantara kulit dan tulang. Daging dapat dibagi dalam dua golongan besar,
yakni daging merah dan daging putih. Daging merah adalah daging yang berasal dari
ternak seperti kambing, domba, kerbau, sapi dan babi. Daging putih adalah daging
yang berasal dari unggas, yaitu ayam, itik, kalkun, merpati dan angsa.
Karakteristik daging sapi yang digunakan untuk membuat sosis adalah: daging
berwarna merah cerah; bau khas daging segar; bila ditekan tidak meninggalkan bekas
(elastis); tidak terdapat bagian-bagian yang berwarna hitam dan kehijauan.
Bahan Pendukung
Bahan Pengisi dan Pengikat
Bahan pengisi adalah bahan makanan yang ditambahkan dalam pembuatan sosis,
biasanya bahan sumber karbohidrat. Sebagai pengisi umumnya dipakai berbagai jenis
tepung, seperti tepung maizena, tepung tapioka, tepung sagu, tepung terigu, dan
tepung beras. Penambahan bahan pengisi bertujuan untuk membentuk tekstur yang
padat. Fungsi bahan pengisi adalah sebagai pengisi yang dapat menarik air,
memperbaiki tekstur, menstabilkan emulsi, memperbaiki adonan, dan mengurangi
biaya produksi.
Bahan pengikat berbeda dengan bahan pengisi. Bahan pengikat adalah bahan
makanan sumber protein atau protein dalam bentuk isolat. Sebagai bahan pengikat,
bahan yang mengandung protein atau isolat protein harus dalam kondisi proteinnya
belum mengalami koagulasi. Bahan pengisi dan pengikat yang dipilih adalah
mempunyai sifat daya serap air baik, warna yang baik, aroma dan rasa tidak
mengganggu sosis, serta tidak mahal.

Serpihan Es atau Air Es


Air es atau serpihan es ditambahkan dalam pembentukan emulsi adonan sosis,
bertujuan untuk melarutkan protein dan membentuk larutan garam sehingga
mempermudah pembentukan emulsi serta mempertahankan suhu adonan dari
28

pengaruh panas yang berasal dari alat mekanis. Penambahan air es atau serpihan es
antara 16-25% dari berat daging dapat menghasilkan emulsi yang stabil.
Garam Dapur dan Garam Polifosfat

Garam merupakan salah satu bahan paling penting dalam pembuatan sosis dan
memegang peranan penting dalam pembentukan rasa produk. Penambahan garam
dapur dan garam polifosfat secara bersamaan dapat mempengaruhi pH,
pengembangan adonan dan daya ikat air dari daging. Peranan lain adalah
mempertahankan warna, membentuk cita rasa, mengurangi penyusutan, dan
memperbaiki penyebaran lemak dalam adonan. Dalam dosis tertentu (konsentrasi
lebih dari 5%), garam dapur dapat berfungsi sebagai pengawet. Penambahan garam
dalam dosis 1,5-3% tidak bertujuan untuk mengawetkan.
Bumbu-bumbu

Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis terdiri atas pala, merica,
bawang putih, dan pemantap rasa. Tujuan dari penambahan bumbu ini adalah untuk
menambah dan meningkatan cita rasa yang diinginkan.
Zat Pewarna

Penambahan zat pewarna pada pembuatan sosis dimaksudkan untuk mendapatkan


produk dengan warna yang seragam, menambah daya tarik serta menampilkan warna
asli daging sapi dan menutupi kerusakan secara visual. Zat pewarna yang digunakan
adalah zat pewarna makanan, baik alami maupun buatan.
Selongsong Sosis (Casing)

Casing dipergunakan untuk membungkus produk sosis selain itu juga menentukan
bentuk dan ukuran produk sesuai keinginan. Casing juga bertindak sebagai cetakan
dan wadah selama penanganan serta memegang peranan dalam menarik perhatian
konsumen.
Berdasarkan bahan pembuatnya, casing dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Casing alami, yaitu casing yang dibuat dari usus hewan seperti usus sapi dan usus
kambing. Kelebihan casing ini rasanya lebih enak, sedangkan kekurangannya
adalah ukurannya tidak seragam dan tidak mencukupi skala industri yang
memproduksi sosis dalam jumlah besar.
29

b. Casing sintetis atau buatan terdiri dari 2 macam yaitu casing yang dapat dimakan
(edible) seperti casing yang terbuat dari kolagen dan agar-agar, serta casing yang
tidak dapat dimakan (non edible) seperti casing yang terbuat dari plastik atau kain.

Gambar beberapa casing atau selongsong dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4. Casing atau selongsong sosis


30

c. Proses Pembuatan Sosis


Proses pembuatan sosis meliputi beberapa tahapan, yaitu pemilihan daging,
penimbangan, pemotongan, curring, penggilingan, pelembutan dan pengadukan,
pengisian dan pengikatan, pemasakan, pendinginan, pengemasan, dan
penyimpanan.
Pemilihan Daging

Daging yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sosis harus dipilih daging
yang baik agar dihasilkan produk sosis yang baik juga. Daging yang dipilih adalah
daging yang sehat, bersih dari kotoran, lendir, kulit, bulu serta kotoran lainnya,
daging dalam keadaan tanpa tulang, warna dan aroma khas daging segar.

Penimbangan

Bahan dasar yang telah dipilih selanjutnya ditimbang dengan tujuan untuk
mengetahui berapa banyak bahan dasar yang digunakan dan berapa banyak bahan-
bahan pendukung yang dibutuhkan.

Pemotongan

Daging yang siap diolah dipotong-potong kecil dengan tujuan untuk mempermudah
proses penggilingan dan mempercepat penyerapan bahan curring ke dalam daging
sekaligus memisahkan tulang dari daging sehingga daging hasil penggilingan lebih
halus tanpa ada serbuk keras yang berasal dari tulang.

Curing

Curing adalah proses pengolahan daging dengan tujuan mengawetkan daging dan
untuk memperolah flavor yang diinginkan serta menimbulkan warna merah pada
daging. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses curring adalah garam dapur,
sendawa dan gula.

Daging sapi yang telah dipotong menjadi bagian-bagian kecil kemudian ditambahkan
sendawa dan garam kemudian diaduk rata untuk memperoleh warna daging merah
stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, mengurangi pengerutan daging selama
31

proses pengolahan serta memperpanjang daya simpan produk daging. Daging yang
mengalami proses curring selanjutnya disimpan pada suhu 2-4C selama 24 jam.

Penggilingan
Daging yang telah mengalami proses curring selanjutnya digiling dengan mesin
penggiling (mincer) sehingga diperoleh daging giling/cincang. Proses penggilingan
bertujuan untuk memudahkan proses pelembutan.

Pelembutan dan Pengadukan

Daging cincang yang dihasilkan dari proses penggilingan selanjutnya dimasukkan ke


dalam alat pelembut (meat cutter/silent cutter) selama 5-10 menit pada suhu 10-20C.
Pada proses pelembutan dan pengadukan terdapat dua tahapan proses, yaitu pertama
adalah proses pelembutan daging hasil penggilingan, dan kedua adalah proses
pengadukan yang bertujuan untuk meratakan bumbu-bumbu, bahan pengisi dan
bahan pengikat agar tercampur secara homogen sehingga menghasilkan emulsi yang
baik.

Pengisian dan Pengikatan


Adonan yang telah diaduk dan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam mesin
pengisi (sausage filler/vaccuum filler). Mesin ini bekerja semi otomatis untuk
mengisi adonan ke dalam selongsong. Adapun tujuan proses ini adalah untuk
mendapatkan sosis sesuai ukuran yang dikehendaki.

Pengisian adonan ke dalam selongsong cukup padat dan tidak ada rongga udara agar
dihasilkan sosis dengan penampakan seragam, halus dan memiliki kekenyalan yang
baik. Pengisian adonan yang terlalu padat akan menyebabkan selongsong pecah pada
saat pemasakan, sedangkan bila pengisian terlalu kendor akan menghasilkan sosis
dengan bentuk yang tidak sempurna atau keriput. Selongsong yang telah diisi adonan
sosis selanjutnya diikat dengan panjang yang telah ditentukan. Pengikatan dapat
dilakukan dengan cara diplintir selonsongnya (biasanya bila menggunakan
selongsong alami) atau diikat dengan tali rami.
32

Pemasakan
Pemasakan sosis dilakukan dengan cara dikukus atau direbus pada suhu 85C selama
10 menit, sampai suhu di dalam sosis mencapai 78C. Tujuan dari proses
pemasakan adalah untuk membentuk tekstur dan keempukan daging, menghambat
pertumbuhan mikroba, pembentukan warna yang lebih menarik, memberi aroma khas
pada produk, inaktivasi enzim proteolitik, dan memperpanjang daya simpan.
Pendinginan
Setelah selesai proses pemasakan, sosis didinginkan, sebaiknya dengan cara
digantung, sampai benar-benar dingin. Tujuan proses pendinginan adalah untuk
mencegah terjadinya embun pada saat pengemasan dan mengawetkan selama
penyimpanan.
Pengemasan
Pengemasan bertujuan melindungi sosis terhadap kerusakan yang terlalu cepat baik
karena proses kimiawi maupun kontaminasi mikrobial, serta menampilkan produk
dengan cara yang menarik.
Pengemasan dilakukan dengan cara memasukkan sosis yang telah dingin ke dalam
kemasan yang sesuai dan datur dalam mesin pengemas vakum sehingga dihasilkan
produk sosis yang dikemas dalam plastik hampa udara. Pengemasan dengan vakum
akan mencegah timbulnya mikroba aerobik atau mikroba patogen lainnya.
Penyimpanan
Sosis yang telah dikemas dapat disimpan dalam alat pendingin (chiller) atau pembeku
(freezer). Biasanya sosis yang disimpan pada alat pendingin mempunyai ketahanan
simpan selama 20 hari. Sedangkan sosis yang disimpan pada alat pembeku dapat
bertahan selama kurang lebih 3 bulan.
Untuk mengetahui kualitas produk sosis yang telah rusak dapat dilihat secara fisik,
yaitu:
1. sosis sapi yang berwarna merah bila telah rusak warnanya akan pudar dan
berubah menjadi putih,

2. sosis yang telah rusak bau dagingnya lebih tajam,

3. sosis yang tingkat kerusakannya tinggi akan berlendir,

4. sosis yang rusak rasanya asam.


33

LEMBAR KERJA

Judul : Pembuatan Sosis Sapi


Tujuan : Setelah melakukan praktik pembuatan sosis sapi, maka hasil yang
diharapkan adalah sosis dengan kriteria: tekstur kenyal dan elastis,
kenampakan halus, rasa gurih dan aroma yang khas.
ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
1. Chopper/meat grinder 1. Daging ayam/sapi : 500 gram
2. Bawang putih : 15 gram
2. Silent cutter
3. Merica : 1,5 gram
3. Sausage filler 4. Garam : 9 gram

4. Vaccum packer 5. STPP : 1 gram


6. Ketumbar : 1,5 gram
5. Pisau
7. Susu skim/ ISP : 10 gram
6. Talenan 8. Maizena/tepung aren : 50 gram

7. Baskom 9. Minyak sayur : 107 gram


10. Kaldu bubuk :
5 gram
8. Timbangan
11. Gula putih/dekstrosa : 5 gram
9. Mangkok 12. Pewarna merah : secukupnya
13. Es : 50-75 gram
10. Kukusan
14. Selonsong/ : secukupnya
11. Kompor
15. Bahan curing : (sendawa 0,9 gram,
garam 2,4 gram, gula 0,3 gram)

LANGKAH KERJA
1. Daging disiapkan sesuai dengan kriteria yang dikehendaki.

2. Timbang semua bahan sesuai keperluan. Potong-potong daging menjadi kecil


selanjutnya lakukan proses curing dengan mencampur bahan curing sampai rata,
34

kemudian ditaburkan pada daging dan diaduk rata. Simpan selama kurang lebih
24 jam.

3. Potongan daging selanjutnya digiling dengan chopper/meat grinder.

4. Selanjutnya masukkan ke dalam silent cutter untuk dilakukan pelembutan dan


pengadukan

5. Tambahkan es batu, bahan pendukung dan bumbu-bumbu yang sudah dalam


keadaan halus.

6. Adonan yang telah halus/lembut dimasukkan ke dalam sausage filler yamg telah
dilengkapi selongsong sosis.

7. Isi selongsong dengan adonan sampai padat dan tidak ada gelembung/rongga
udara, kemudian diikat.

8. Masak dengan cara dikukus atau direbus pada suhu 85C sampai matang.

9. Dinginkan dengan cara digantung atau diangin-angin.

10. Kemas dengan menggunakan vaccum packer.


35

Rangkuman

Prinsip umum pembuatan bakso meliputi langkah-langkah berikut: persiapan bahan,


penggilingan daging, pembuatan adonan (emulsifikasi), pembetukan bola bakso
(pencetakan), perebusan dan pengemasan. Mengingat bakso merupakan suatu sistem
emulsi, maka tahapan-tahapan proses diusahakan senantiasa dikendalikan untuk
mencegah kerusakan emulsi.
Pemilihan daging sapi untuk bahan dasar bakso adalah kesegaran dan letak posisi
daging. Kesegaran daging sangat mempengaruhi produk bakso yang dihasilkan.
Daging untuk pembuatan bakso harus daging segar atau daging yang belum
mengalami pelayuan terlebih dahulu, karena daging yang telah mengalami pelayuan
atau aging, tekstur daging menjadi lunak, hal ini juga akan menyebabkan tekstur
bakso juga lunak, kurang kompak, tidak kenyal/tidak elastis, mudah pecah, serta
rendemen rendah. Daging yang telah dilayukan, kemampuanya untuk mengikat air
menjadi rendah, karena protein actin dan miosin makin berkurang. Faktor kedua yang
perlu juga diperhatikan adalah letak posisi daging. Diusahakan dipilih daging yang
tidak banyak mengandung lemak. Daging bagian lamusir belakang (sirloin), bagian
paha belakang (round), dan pinggang bagian belakang, tidak banyak mengandung
lemak.

Proses pembuatan sosis meliputi beberapa tahapan, yaitu pemilihan daging,


penimbangan, pemotongan, curring, penggilingan, pelembutan dan pengadukan,
pengisian dan pengikatan, pemasakan, pendinginan, pengemasan, dan penyimpanan.

Bahan pengisi yang ditambahkan dalam pembuatan sosis, biasanya bahan sumber
karbohidrat dari berbagai jenis tepung, seperti tepung maizena, tepung tapioka,
tepung sagu, tepung terigu, dan tepung beras. Fungsi bahan pengisi adalah sebagai
pengisi yang dapat menarik air, memperbaiki tekstur, menstabilkan emulsi,
memperbaiki adonan, dan mengurangi biaya produksi. Bahan pengikat dalam
pembuatan sosis adalah bahan makanan sumber protein atau protein dalam bentuk
isolat. Sebagai bahan pengikat, bahan yang mengandung protein atau isolat protein
harus dalam kondisi proteinnya belum mengalami koagulasi.
36

Umpan Balik

1. Buatlah catatan tentang apa saja yang telah Anda dapatkan dari pendalaman
materi, pengalaman praktik dan hasil diskusi!

2. Kembangkan materi-materi yang telah Anda pelajari dengan mencoba hal-hal


baru, membuat variasi bahan, memodifikasi peralatan dan mengembangkan
teknik pengolahan produk hasil hewani daging. Kembangkanlah potensi yang
ada di sekitar Anda!
3. Bila Anda merasa sudah cukup menguasai materi dan mempunyai banyak
pengalaman tentang teknik produksi produk daging, silahkan mempelajari
materi lain yang Anda rasa perlu!
37

II. PENUTUP

Modul Bahan Ajar Siswa SMK “Pengolahan Hasil Ternak Besar” ini merupakan
salah satu bahan ajar berbentuk modul sebagai acuan atau referensi dalam
pelaksanaan pembelajaran siswa SMK kelas XI semester 1 Program Keahlian
Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian.

Penyusunan Modul Bahan Ajar Siswa SMK “Pengolahan Hasil Ternak Besar” ini
mengacu pada Kurikulum 2013 revisi 2017 Program Keahlian Agribisnis Pengolahan
Hasil Pertanian baik pada konsep kurikulum, struktur kurikulum maupun silabus,
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dan penilaian otentik.
Modul ini bersifat fleksibel yang dapat mengarahkan pembaca untuk dapat
mengembangkan metode, strategi dan teknis pelaksanaan pembelajaran secara efektif,
kreatif dan inovatif, sesuai dengan kebutuhan siswa dan kurikulum 2013 revisi 2017.
Akhirnya modul ini diharapkan akan semakin reliable dan applicable untuk kegiatan
pembelajaran sejenis di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai