MODUL
MODUL PEMBELAJARAN
Modul pembelajaran ini berisi materi tentang pengolahan hasil serealia dengan
mengacu pada Kompetensi Dasar Menerapkan Pengolahan Hasil Hewani dan
Memproduksi Hasil Daging yang berasal dari Kurikulum 2013 revisi 2017. Di
khususkan untuk pelajar SMK Pertanian Jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil
Pertanian.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Illahi Robbi, atas rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesadaging pembuatan Modul Bahan Ajar Mandiri Mata Pelajaran
Produksi Hasil Hewani, Kompetensi Dasar Pengolahan Hasil Ternak Besar Kelas XI.
Modul ini kami buat untuk memenuhi kebutuhan dalam pemenuhan materi
pembelajaran yang telah ditetapkan dalam menunjang proses pembelajaran siswa
secara aktif dan mandiri khususnya untuk peserta didik kelas XI, baik pembelajaran
dikelas, praktikum maupun mandiri.
Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam pembuatan modul ini. Besar harapan kami, modul
ini dapat membantu peserta didik dalam memahami materi pembelajaran Pengolahan
Hasil Ternak Besar. Kritik dan saran kami harapkan untuk masukan dan perbadaging
modul ini di masa yang akan datang. Semoga modul ini dapat memberdaging manfaat
bagi pembacanya.
Metro, 14 Juli 2020
Penulis,
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 8
A. Deskripsi ……………………………………………………………… 8
B. Prasyarat ……………………………………………………………… 9
C. Petunjuk Penggunaan ………………………………………………… 9
D. Tujuan Akhir …………………………………………………………. 11
E. Kompetensi Dasar ……………………………………………………. 12
F. Cek Kemampuan Awal ………………………………………………. 12
C. Penilaian ……………………………………………………………… 41
1. Sikap ……………………………………………………………. 41
2. Pengetahuan …………………………………………………….. 41
3. Keterampilan …………………………………………………… 42
Kelas XI
6
GLOSARIUM
I. PENDAHULUAN
A. Deskripsi
B. Prasyarat
Untuk mempelajari Pengolahan Hasil Daging pada modul bahan ajar peserta didik
semester 3, persyaratan khusus yang harus dimiliki oleh peserta didik adalah: peserta
didik harus sudah tuntas dalam mempelajari mata pelajaran-mata Pelajaran dasar
program keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian (C2) yang terdiri dari:
Penanganan Bahan Hasil Pertanian, Dasar Proses Pengolahan Hasil Pertanian,
dan Dasar Pengendalian Mutu Hasil Pertanian.
8
Modul ini merupakan modul untuk mencapai kompetensi dasar yang berhubungan
dengan pengolahan hasil ternak besar.
Petunjuk bagi siswa
1. Baca dan pelajari isi modul dengan baik dan berurutan, tahap demi tahap.
2. Catat hal-hal yang belum dipahami dan diskusdaging dengan guru.
3. Kerjakan tugas -tugas yang terdapat dalam modul. Sediakan buku khusus untuk
mencatat hasil–hasilnya.
4. Identifikasi semua bahan dan perlengkapan yang akan digunakan. Jika ada yang
tidak tersedia di tempat belajar, maka carilah informasi tentang tempat dan cara
untuk mendapatkannya.
5. Kerjakan lembar kerja sesuai yang ditugaskan oleh guru. Catat setiap hasil kerja
yang diperoleh dan laporkan kepada guru.
6. Guru akan bertindak sebagai guru, motivator dan organisator dalam kegiatan
pembelajaran ini.
D. Tujuan akhir
E. Kompetensi
Kompetensi Dasar
3.2 Menerapkan pengolahan hasil 4.2 Memproduksi hasil ternak besar
ternak besar
No Kemampuan Ya Tidak
1 Apakah anda sudah memahami karakteristik bahan
baku pada pengolahan daging?
2 Apakah anda dapat memahami karakteristik bahan
pendukung pada pengolahan daging?
3 Apakah anda dapat memahami prinsip dasar
pengolahan daging?
4 Apakah anda dapat memahami alur proses
pengolahan hasil daging?
5 Apakah anda dapat mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi pada pengolahan daging?
6 Apakah anda dapat memahami prinsip kerja alat
dan mengidentifikasi jenis paralatan pengolahan
daging?
Kegiatan Pembelajaran 1.
Uraian Materi
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan tubuh hewan dan produk hasil
olahannya yang sesuai untuk dikonsumsi dan harus tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang mengkonsumsi. Termasuk dalam definisi daging tersebut adalah
organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limfa, pankreas dan jaringan
otot. Daging sebagai bahan makanan merupakan hasil dari serangkaian proses
produksi. Rangkaian proses produksi tersebut dimulai sejak proses pemeliharaan
ternak, proses pemotongan ternak, proses penyiapan daging, proses pengolahan
daging, sampai proses penjualan kepada konsumen.
12
Daging merupakan salah satu alternatif sumber gizi makanan yang baik dan lengkap
yang terdiri protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Kandungan nutrisi
dan air yang tinggi menjadi salah satu penyebab bahan pangan yang berasal dari
daging mempunyai sifat mudah rusak terutama kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Oleh karena itu diperlukan pengolahan daging lebih lanjut untuk
mencegah kerusakan-kerusakan yang mungkin terjadi setelah pemotongan, baik
kerusakan mikrobiologis maupun kimiawi. Kerusakan yang sering terjadi tersebut
dapat menimbulkan senyawa-senyawa toksik dan penurunan nilai gizi.
Daging dapat diolah melalui berbagai macam pengolahan, diantaranya proses
pengasapan, pendinginan, pemanasan, pengasinan, dan pengalengan. Salah satu hasil
daging olahan yang sudah dikenal masyarakat adalah produk sosis, bakso, kornet,
dendeng dan abon.. Berdasarkan keadaan fisiknya daging dapat dikelompokkan
menjadi daging segar tanpa pelayuan; daging segar yang dilayukan kemudian
didinginkan (daging dingin); daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan,
kemudian dibekukan (daging beku); daging masak; daging asap dan daging olahan.
Daging yang banyak dikonsumsi umumnya berasal dari ternak sapi, domba, kerbau,
babi, unta, kuda, unggas dan hewan-hewan lain yang hidup di air maupun di darat.
Karkas-karkas dari ternak besar (sapi, kerbau, kuda dan lain-lain) pada umumnya
dilakukan proses pelayuan (aging/conditioning) dengan cara menggantung atau
menyimpannya pada tempat tertentu dengan temperatur di bawah temperatur kamar
dan di atas temperatur beku daging (-1,5C). Selama pelayuan, akan terjadi
peningkatan keempukan dan flavor daging serta penyelesaian proses-proses fisiologis
otot postmortem. Proses fisiologis tersebut adalah rigor mortis, yaitu proses kekakuan
otot yang terjadi setelah penyembelihan. Proses kekakuan ini merupakan kontraksi
otot yang ireversibel. Bila daging diperoleh dari karkas yang masih rigor mortis maka
daging akan terasa lebih alot/keras. Oleh karena itu proses rigor mortis harus dilalui.
Pelayuan dengan cara menggantung karkas akan mengurangi pemendekan otot akibat
rigor mortis karena secara fisik, penggantungan menyebabkan gaya berat karkas
menahan proses kontraksi otot. Selain itu dengan adanya pelayuan maka memberikan
kesempatan enzim proteolitik untuk mendegradasi protein-protein serat sehingga
menjadikan daging terasa lebih empuk.
Rigor mortis merupakan proses yang harus diperhatikan karena kesalahan
penanganan bisa berpengaruh pada kualitas daging. Karkas yang pre rigor atau
sedang rigor disimpan beku maka bila karkas/daging dilakukan thawing akan terjadi
pengkerutan yang hebat hingga bisa mencapai 50% karena terjadi rigor mortis
kembali (thaw rigor). Hal ini menyebabkan ukuran karkas atau daging menjadi lebih
kecil dari ukuran semula. Oleh karena itu pembekuan karkas atau daging biasanya
dilakukan pada keadaan posrigor. Berkenaan dengan sifat rigor mortis ini maka
dalam pelayuan biasanya dilakukan pada temperatur antara 15-16C. Pada temperatur
ini rigor mortis masih bisa berlangsung sehingga tidak menimbulkan pengkerutan.
Pelayuan pada temperatur rendah akan menyebabkan pengkerutan dingin (cold
shortening). Temperatur di bawah 15C menyebabkan karkas yang belum rigor atau
sedang rigor menjadi tidak bisa melangsungkan rigor mortis dan bila dikembalikan ke
temperatur ruang maka rigor mortis yang tertunda tadi berlangsung kembali tetapi
diikuti dengan pengkerutan karkas/daging.
15
3. Pengolahan Daging
Daging dapat diolah menjadi beraneka jenis produk. Pada umumnya produk-produk
olahan daging menerapkan teknik-teknik pengecilan ukuran, pencampuran,
emulsifikasi, pengasapan dan lain-lain.
4. Curing
intermediate daging karena setelah dicuring, daging bisa diolah menjadi olahan
lainnya, misalnya sosis, bakso dan lain-lainnya.
Curing pada daging dimaksudkan untuk meningkatkan warna merah daging,
menstabilkan flavor, mengawetkan dan lain-lainnya. Jadi bila menghendaki produk
daging (misalnya sosis) dengan warna merah cerah daging, maka perlu dicuring
dengan nitrit. Nitrat/nitrit berfungsi untuk fiksasi warna merah daging, antimikrobial
terutama Clostridium botulinum, dan menstabilkan flavor. Garam berfungsi sebagai
pembangkit flavor yang khas dan antimikrobial. Bumbu-bumbu adalah penting untuk
meningkatkan flavor sehingga meningkatkan kesukaan pada konsumen. Selain itu
bumbu juga bersifat antimikrobial dan antioksidan sehingga berperan mengawetkan.
Fosfat berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan produk dan mengurangi
pengkerutan daging selama proses pengolahan serta menghambat oksidasi produk.
Beberapa olahan tidak menggunakan fosfat, jadi bersifat pilihan saja.
Khusus nitrat/nitrit, penggunaannya harus dibatasi karena bila berlebihan bisa
berdampak negatif bagi yang mengkonsumsinya. Kadar akhir nitrit pada suatu produk
harus tidak lebih dari 200 ppm dan nitrat tidak lebih dari 500 ppm. Berdasarkan
Departemen Pertanian Amerika Serikat, penambahan garam nitriat atau nitrit tidak
boleh lebih dari 239,7 g/100 liter larutan garam, 62,8 g/100 kg daging untuk curing
kering dan 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk sosis. Secara garis besar, curing dapat
dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering adalah dengan
mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara merata ke seluruh bagian
daging. Curing kering ini bahan-bahannya adalah 26% NaCl, 5% KNO3, 0,1%
NaNO2 dan 0,5% sukrosa. Curing secara basah adalah dengan merendam daging ke
dalam larutan yang mengandung bahan-bahan curing. Caranya adalah merendamkan
daging ke dalam larutan garam dengan perbandingan 1:1. Larutan garam yang dibuat
adalah 26% NaCl, 2-4% KNO3, 0,1% NaNO2. Perendaman dilakukan selama 10-20
hari. Selain direndam, cara basah ini bisa dilakukan dengan injeksi larutan curing.
5. Pembuatan Bakso
Bakso merupakan suatu sistem emulsi yang mempunyai karakteristik hampir sama
dengan minyak dalam air (o/w), dimana lemak sebagai fase diskontinyu dan air
sebagai fase kontinyu, dengan protein yang berperan sebagai emulsifier. Selama
percampuran adonan, protein terlarut membentuk matrik yang menyelubungi lemak.
Pada pemasakan akan terjadi koagulasi protein oleh panas dan terjadi pengikatan
butiran yang terperangkap dalam matrik protein.
17
Pada umumnya suatu sistem emulsi bersifat tidak stabil dan mudah mengalami
pemisahan antara komponen-komponennya. Untuk menstabilkan emulsi, biasanya
ditambahkan bahan-bahan tertentu yang kerap dikenal dengan istilah emulsifier,
stabilizer atau emulsifying agent. Beberapa ahli mengatakan emulsifier tersebut
mengandung gugus polar dan non polar. Gugus polar bersifat hidrofilik dan
mempunyai sifat larut dalam air, sedangkan gugus non polar bersifat lipotik yang
mempunyai kecendrungan larut dalam lemak atau minyak. Sifat ganda dari emulsifer
tersebut yang diduga berperan dalam menstabilkan suatu sistem emulsi.
Protein daging berperan sebagai emulsifier dalam sistem emulsi bakso. Bentuk
molekul protein dapat terikat baik pada minyak atau air, dengan demikian dapat
berkerja sebagai emulsifier. Begitu pentingnya peran protein dalam suatu sistem
emulsi bakso, maka kondisi protein harus selalu dijaga dan dicegah dari kerusakan.
Dengan demikian harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan
protein. Faktor utama yang perlu dikendalikan adalah: pengaruh panas. Timbulnya
panas yang tinggi melebihi 16C sebelum dan selama emulsifikasi (pembuatan
adonan) harus dihindari kerusakan protein yang berperan sebagai emulsifier.
Protein dapat menjalankan fungsinya sebagai emulsifier apabila dilakukan pelarutan
terlebih dahulu. Beberapa jenis protein yang berperan sebagai emulsifier dapat
digolongkan menjdi 3 golongan berdasarkan kelarutannya dalam air dan larutan
garam yaitu: Protein yang larut dalam air, protein yang larut dalam garam, dan
protein yang tidak larut dalam kedua-duanya yaitu jaringan pengikat.
Golongan protein yang larut dalam air adalah protein sarkoplasma. Termasuk dalam
protein sarkoplasma ini adalah mioglobin yang berperan pemberi warna pada daging.
Sedangkan yang tergolong protein yang larut dalam garam adalah aktin dan miosin.
a. Karakteristik Bahan
Daging Sapi
Daging tersusun oleh 2 bagian utama yaitu serat-serat otot yang berbentuk rambut
dan tenunan pengikat. Serat-serat otot daging diikat kuat oleh tenunan pengikat yang
menghubungkannya dengan tulang. Daging sapi merupakan komoditas yang
memiliki nilai gizi yang tinggi karena mengandung protein yang tinggi. Komposisi
daging sapi bervariasi tergantung dari jenis sapi, jenis kelamin dan dari bagian mana
daging sapi diambil. Protein dalam daging merupakan salah satu komponen penting.
Bentuk protein lain dalam daging berupa kolagen, retikulin dan elastin pada tenunan
pengikat, mioglobin pada pigmen, nukleoprotein dan enzim. Unsur protein dalam
18
Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pemilihan daging sapi untuk
bahan dasar bakso adalah kesegaran dan letak posisi daging. Kesegaran daging sangat
mempengaruhi produk bakso yang dihasilkan. Faktor kesegaran juga harus didukung
pertimbangan-pertimbangan berikut: penamapakan mengkilap, warna tidak pucat,
tidak bebau asam dan tidak busuk, tekstur daging elastis (tidak lembek) dan jika
dipegang terasa basah dan tidak lengket. Daging untuk pembuatan bakso harus
daging segar atau daging yang belum mengalami pelayuan terlebih dahulu, karena
daging yang telah mengalami pelayuan atau aging, tekstur daging menjadi lunak, hal
ini juga akan menyebabkan tekstur bakso juga lunak, kurang kompak, tidak
kenyal/tidak elastis, mudah pecah, serta rendemen rendah. Daging yang telah
dilayukan, kemampuannya untuk mengikat air menjadi rendah, karena protein actin
dan miosin makin berkurang. Faktor kedua yang perlu juga diperhatikan adalah letak
posisi daging. Diusahakan dipilih daging yang tidak banyak mengandung lemak.
Daging bagian lamusir belakang (sirloin), bagian paha belakang (round), dan
pinggang bagian belakang, tidak banyak mengandung lemak.
Kadang-kadang kita sulit untuk mendapatkan daging sapi sesuai dengan yang kita
harapkan. Daging yang kita peroleh ternyata sudah melalui proses pelayuan, maka
kita dapat memberikan perlakuan khusus agar bakso yang dihasilkan tetap bermutu
tinggi. Perlakuan khusus yang dimaksud berupa penambahan poliposhpat atau dengan
menambahkan garam dapur. Apabila kita terpaksa harus melakukan penyimpanan,
sebaiknya daging disimpan pada suhu 15C atau 20C atau dibekukan pada suhu -
5C. Daging yang disimpan pada suhu 15C selama 24 jam masih bagus untuk bakso.
Demikian pula untuk daging yang disimpan pada suhu 20C selama 8 jam atau
disimpan pada suhu –5C selama 4 hari.
Tepung Tapioka
Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstrasi ketela pohon (Manihot
utilisima POHL) yang telah mengalami pencucian secara sempurna, pengeringan dan
penggilingan (Sunarto, 1984 dalam Ahtini, 1997). Pati merupakan polimer glukosa
dengan ikatan glikosidik. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air
panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin.
Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan-(1,4)-D-glukosa, sedang
amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5%
dari berat total (Winarno, FG, 1989). Tepung tapioka merupakan sumber pati yang
pada umumnya mengadung amilosa 18, dan kandungan amilopektinnya sangat
tinggi. Sifat khas dari pati yang penting kita ketahui adalah gelatinisasi. Kisaran suhu
gelatinisasi tepung tapioka 58,5-70C. Pola gelatinisasi tepung tapioka mirip dengan
biji-bijian yang mengadung amilopektin sangat tinggi. Jenis pati tersebut rata-rata
mengadung gel yang cukup stabil dalam mempertahankan konsistensinya.
Sumber pati yang lain biasanya mengandung amilosa dan amilopektin dengan jumlah
atau perbandingan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut tentu akan berpengaruh
terhadap sifat bakso yang dihasilkan. Silahkan Anda mencoba berbagai jenis tepung
sumber pati atau dengan pati termodifikasi dan amati perbedaan yang dihasilkan.
Es batu
Pada tahapan ini terjadi proses emulsifikasi yaitu pencampuran antara daging
sapi yang telah dihaluskan dengan tepung tapioka/aren/sagu, dan bumbu-bumbu.
Jumlah tepung yang ditambahkan sekitar 10-40% dari berat daging. Bumbu-
bumbu yang berupa merica, bawang putih, dan bawang merah goreng
ditambahkan dengan jumlah sesuai selera, sedangkan garam biasanya
ditambahkan dengan jumlah 2,5% dari berat daging. Pada tahap ini juga
dimungkinkan terjadinya kenaikan suhu sebagai akibat timbulnya panas selama
emulsifikasi. Untuk mencegah kejadian ini, perlu ditambahkan es batu. Jumlah es
batu yang ditambahkan 10-30% dari berat daging. Penambahan es batu selain
untuk menjaga kenaikan panas agar tidak melebihi 16ºC, juga berfungsi untuk
menambahkan air kedalam adonan sehingga adonan tekstur bakso yang
dihasilkan menjadi baik. Es batu juga berfungsi melarutkan protein daging yaitu
protein larut dalam air, dengan demikian fungsi protein sebagai emulsifier lebih
optimal.
4. Pembentukan Bola Bakso dan Perebusan
besar, sehingga kematangan bola bakso ketika direbus akan memilki tingkat
kematangan yang seragam dan tidak menyulitkan dalam pengendalian prosesnya.
Perebusan bola bakso dilakukan selama ±15 menit. Bakso yang sudah masak
ditandai dengan mengapung di permukaan air. Bakso yang sudah matang
selanjutnya diangkat dan ditiriskan. Agar bakso dapat tahan lama maka bakso
harus dikemas dalam kantong plastik dan disimpan dalam suhu beku.
Mutu bakso dapat dinilai dengan cara yang paling sederhana yaitu pengujian
secara organoleptik (sensoris), meliputi kenampakan, warna, bau, rasa dan
tekstur, serta kenampakan adanya jamur dan lendir pada bakso. Untuk lebih
jelasnya kriteria mutu bakso menurut Singgih Wibowo dapat lihat pada Tabel 2
LEMBAR KERJA
Langkah Kerja
1. Siapkan daging yang segar, pisahkan dari lemak dan uratnya, kemudian daging
jangan dicuci. Untuk ikan bersihkan dari sisik, isi perut dan insangnya, kemudian
dicuci sampai bersih.
2. Siapkan bumbu untuk dihaluskan. Untuk 1 kg daging diperlukan :
Bawang putih 30 gram
Bawang goreng 20 gram
Merica 2,5 gram
Garam 20 gram
Tepung tapioka/tepung aren/sagu/termodifikasi 10% (b/b)
24
4. Untuk daging dipotong kecil-kecil dan ikan difillet (dipisahkan daging dari
durinya), kemudian digiling sambil ditambahkan es batu sebanyak 15-30% dari
berat daging /ikan.
5. Masukkan bumbu-bumbu dan garam sambil terus digiling bersama-sama es batu,
kemudian tambahkan tapioka.
6. Cetaklah adonan menjadi bola-bola bakso, kemudian direbus dalam air panas
dengan suhu 80C (air tidak mendidih) selama 15 menit hingga bola-bola
bakso mengapung.
7. Bola bakso diangkat dan ditiriskan, setelah dingin dikemas dengan kantong
plasitk.
8. Hitung rendemennya dan amati hasilnya terhadap tekstur, kenampakan, warna,
aroma, dan rasa.
25
6. Pembuatan Sosis
Sosis (Sausage) berasal dari bahasa Latin Salsus yang berarti penggaraman atau
pengawetan daging dengan larutan garam, memberikan rasa, warna dan aroma yang
khas pada sosis terutama disebabkan adanya proses curing dan pemasakan. Sosis
dapat didiskripsikan sebagai produk olahan dari daging (sapi atau ayam) yang telah
dicincang, diberi bumbu-bumbu, kemudian dimasukkan ke dalam pembungkus yang
berbentuk bulat panjang yang dapat berupa usus hewan atau pembungkus buatan
dengan atau tanpa dimasak, dengan atau tanpa diasap (Hadiwiyoto S., 1983). Sosis
pada prinsipnya diolah dengan cara mengemulsikan lemak ke dalam protein daging,
dengan molekul protein bertindak sebagai emulsifier-nya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas protein daging sebagai emulsifier
(penstabil emulsi) meliputi pH, konsentrasi NaCl dan garam-garam lain, serta protein
yang larut dalam air serta protein yang larut dalam garam. Pada pH mendekati titik
isoelektrik dari protein yang terlarut dalam garam, kapasitas emulsifikasi proteinnya
mengalami kenaikan sejalan dengan naiknya konsentrasi NaCl.
Agar dapat diperoleh sosis dengan kualitas yang baik maka perlu dilakukan seleksi
terhadap macam daging yang digunakan sebagai bahan dasar sosis. Sebagai bahan
dasar, daging yang masih dalam fase prerigor mempunyai kualitas yang lebih baik
dibandingkan dengan daging yang telah berada pada fase postrigor. Hal ini
disebabkan hampir 50% protein-protein daging pada fase prerigor yang dapat larut
dalam larutan garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan (Forrest et al, 1975).
Disamping bahan-bahan yang berupa daging dan lemak, seringkali juga ditambahkan
bahan-bahan lain yang bukan berasal dari jaringan daging. Bahan-bahan ini berperan
sebagai “extender”. Fungsi utama dari bahan ini adalah untuk memudahkan
pembentukan emulsi sosis, disamping untuk meningkatkan kemampuan mengikat
molekul air (Forrest et al, 1975). “Extender” yang biasanya digunakan berupa susu
skim, tepung jagung, tepung gandum, dan sodium kaseinat.
Sosis merupakan suatu sistem emulsi, emulsi tersebut berupa emulsi minyak dalam
air, dengan air berperan sebagai fase kontinyu, lemak sebagai fase diskontinyu dan
protein sebagai emulsifiernya. Dalam sistem emulsi tersebut, protein membentuk
matriks yang menyelubungi globula-globula lemak. Protein dalam daging yang
terutama berfungsi sebagai emulsifying agent adalah miosin dan aktin, dan juga
kombinasi keduanya yaitu aktomyosin (Price dan Schweigert, 1971).
26
a. Jenis-jenis Sosis
Sosis yang diproduksi cukup banyak jenisnya, diantaranya adalah:
1. Sosis segar
Daging yang digunakan untuk membuat sosis tidak mengalami curing terlebih
dulu. Contoh sosis jenis ini: Bratwurst, Bockwurst.
2. Sosis masak
Daging yang akan dibuat sosis bisa dimasak terlebih dulu atau tidak. Kemudian
diberi bumbu, dicacah, dimasukkan ke dalam selonsong kemudian dimasak.
Kadang-kadang setelah dimasak diasap, kemudian disimpan di tempat dingin.
Contoh: sosis hati (Liver sausage), Braunschweiger, Livercheese.
3. Sosis masak yang diasap
Dibuat dari daging yang dicuring. Hampir sama dengan sosis masak, tetapi
diasap dulu baru dimasak. Contoh: Frankfurters, Bologna, Cotto salami.
4. Sosis kering
Daging yang dibuat sosis boleh dicuring atau tidak. Sebelum dikonsumsi harus
dimasak terlebih dulu. Contoh: Kielbasa, Mettwurst, Sosis babi asap.
6. Sosis daging masak spesial
b. Karakteristik Bahan
Salah satu produk olahan daging yang cukup terkenal adalah sosis. Sosis berasal dari
bahasa Latin Salsus yang berarti penggaraman atau pengawetan daging dengan
larutan garam, memberikan rasa, warna dan aroma yang khas pada sosis yang
disebabkan adanya proses curing dan pemasakan.
27
Proses pembuatan sosis memerlukan berbagai macam bahan, baik bahan dasar
maupun pendukung. Bahan dasar yang digunakan tergantung dari jenis sosis yang
akan dibuat, yaitu sosis sapi atau ayam. Bahan pendukung dikelompokkan menjadi
bahan pengisi, pengikat, bumbu dan selonsong.
Bahan Dasar
Bahan dasar yang digunakan untuk membuat sosis adalah daging. Menurut Sumarni
(1993), daging merupakan gumpalan lembut yang terdiri atas urat-urat pada tubuh
binatang, diantara kulit dan tulang. Daging dapat dibagi dalam dua golongan besar,
yakni daging merah dan daging putih. Daging merah adalah daging yang berasal dari
ternak seperti kambing, domba, kerbau, sapi dan babi. Daging putih adalah daging
yang berasal dari unggas, yaitu ayam, itik, kalkun, merpati dan angsa.
Karakteristik daging sapi yang digunakan untuk membuat sosis adalah: daging
berwarna merah cerah; bau khas daging segar; bila ditekan tidak meninggalkan bekas
(elastis); tidak terdapat bagian-bagian yang berwarna hitam dan kehijauan.
Bahan Pendukung
Bahan Pengisi dan Pengikat
Bahan pengisi adalah bahan makanan yang ditambahkan dalam pembuatan sosis,
biasanya bahan sumber karbohidrat. Sebagai pengisi umumnya dipakai berbagai jenis
tepung, seperti tepung maizena, tepung tapioka, tepung sagu, tepung terigu, dan
tepung beras. Penambahan bahan pengisi bertujuan untuk membentuk tekstur yang
padat. Fungsi bahan pengisi adalah sebagai pengisi yang dapat menarik air,
memperbaiki tekstur, menstabilkan emulsi, memperbaiki adonan, dan mengurangi
biaya produksi.
Bahan pengikat berbeda dengan bahan pengisi. Bahan pengikat adalah bahan
makanan sumber protein atau protein dalam bentuk isolat. Sebagai bahan pengikat,
bahan yang mengandung protein atau isolat protein harus dalam kondisi proteinnya
belum mengalami koagulasi. Bahan pengisi dan pengikat yang dipilih adalah
mempunyai sifat daya serap air baik, warna yang baik, aroma dan rasa tidak
mengganggu sosis, serta tidak mahal.
pengaruh panas yang berasal dari alat mekanis. Penambahan air es atau serpihan es
antara 16-25% dari berat daging dapat menghasilkan emulsi yang stabil.
Garam Dapur dan Garam Polifosfat
Garam merupakan salah satu bahan paling penting dalam pembuatan sosis dan
memegang peranan penting dalam pembentukan rasa produk. Penambahan garam
dapur dan garam polifosfat secara bersamaan dapat mempengaruhi pH,
pengembangan adonan dan daya ikat air dari daging. Peranan lain adalah
mempertahankan warna, membentuk cita rasa, mengurangi penyusutan, dan
memperbaiki penyebaran lemak dalam adonan. Dalam dosis tertentu (konsentrasi
lebih dari 5%), garam dapur dapat berfungsi sebagai pengawet. Penambahan garam
dalam dosis 1,5-3% tidak bertujuan untuk mengawetkan.
Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis terdiri atas pala, merica,
bawang putih, dan pemantap rasa. Tujuan dari penambahan bumbu ini adalah untuk
menambah dan meningkatan cita rasa yang diinginkan.
Zat Pewarna
Casing dipergunakan untuk membungkus produk sosis selain itu juga menentukan
bentuk dan ukuran produk sesuai keinginan. Casing juga bertindak sebagai cetakan
dan wadah selama penanganan serta memegang peranan dalam menarik perhatian
konsumen.
Berdasarkan bahan pembuatnya, casing dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Casing alami, yaitu casing yang dibuat dari usus hewan seperti usus sapi dan usus
kambing. Kelebihan casing ini rasanya lebih enak, sedangkan kekurangannya
adalah ukurannya tidak seragam dan tidak mencukupi skala industri yang
memproduksi sosis dalam jumlah besar.
29
b. Casing sintetis atau buatan terdiri dari 2 macam yaitu casing yang dapat dimakan
(edible) seperti casing yang terbuat dari kolagen dan agar-agar, serta casing yang
tidak dapat dimakan (non edible) seperti casing yang terbuat dari plastik atau kain.
Gambar beberapa casing atau selongsong dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Daging yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sosis harus dipilih daging
yang baik agar dihasilkan produk sosis yang baik juga. Daging yang dipilih adalah
daging yang sehat, bersih dari kotoran, lendir, kulit, bulu serta kotoran lainnya,
daging dalam keadaan tanpa tulang, warna dan aroma khas daging segar.
Penimbangan
Bahan dasar yang telah dipilih selanjutnya ditimbang dengan tujuan untuk
mengetahui berapa banyak bahan dasar yang digunakan dan berapa banyak bahan-
bahan pendukung yang dibutuhkan.
Pemotongan
Daging yang siap diolah dipotong-potong kecil dengan tujuan untuk mempermudah
proses penggilingan dan mempercepat penyerapan bahan curring ke dalam daging
sekaligus memisahkan tulang dari daging sehingga daging hasil penggilingan lebih
halus tanpa ada serbuk keras yang berasal dari tulang.
Curing
Curing adalah proses pengolahan daging dengan tujuan mengawetkan daging dan
untuk memperolah flavor yang diinginkan serta menimbulkan warna merah pada
daging. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses curring adalah garam dapur,
sendawa dan gula.
Daging sapi yang telah dipotong menjadi bagian-bagian kecil kemudian ditambahkan
sendawa dan garam kemudian diaduk rata untuk memperoleh warna daging merah
stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, mengurangi pengerutan daging selama
31
proses pengolahan serta memperpanjang daya simpan produk daging. Daging yang
mengalami proses curring selanjutnya disimpan pada suhu 2-4C selama 24 jam.
Penggilingan
Daging yang telah mengalami proses curring selanjutnya digiling dengan mesin
penggiling (mincer) sehingga diperoleh daging giling/cincang. Proses penggilingan
bertujuan untuk memudahkan proses pelembutan.
Pengisian adonan ke dalam selongsong cukup padat dan tidak ada rongga udara agar
dihasilkan sosis dengan penampakan seragam, halus dan memiliki kekenyalan yang
baik. Pengisian adonan yang terlalu padat akan menyebabkan selongsong pecah pada
saat pemasakan, sedangkan bila pengisian terlalu kendor akan menghasilkan sosis
dengan bentuk yang tidak sempurna atau keriput. Selongsong yang telah diisi adonan
sosis selanjutnya diikat dengan panjang yang telah ditentukan. Pengikatan dapat
dilakukan dengan cara diplintir selonsongnya (biasanya bila menggunakan
selongsong alami) atau diikat dengan tali rami.
32
Pemasakan
Pemasakan sosis dilakukan dengan cara dikukus atau direbus pada suhu 85C selama
10 menit, sampai suhu di dalam sosis mencapai 78C. Tujuan dari proses
pemasakan adalah untuk membentuk tekstur dan keempukan daging, menghambat
pertumbuhan mikroba, pembentukan warna yang lebih menarik, memberi aroma khas
pada produk, inaktivasi enzim proteolitik, dan memperpanjang daya simpan.
Pendinginan
Setelah selesai proses pemasakan, sosis didinginkan, sebaiknya dengan cara
digantung, sampai benar-benar dingin. Tujuan proses pendinginan adalah untuk
mencegah terjadinya embun pada saat pengemasan dan mengawetkan selama
penyimpanan.
Pengemasan
Pengemasan bertujuan melindungi sosis terhadap kerusakan yang terlalu cepat baik
karena proses kimiawi maupun kontaminasi mikrobial, serta menampilkan produk
dengan cara yang menarik.
Pengemasan dilakukan dengan cara memasukkan sosis yang telah dingin ke dalam
kemasan yang sesuai dan datur dalam mesin pengemas vakum sehingga dihasilkan
produk sosis yang dikemas dalam plastik hampa udara. Pengemasan dengan vakum
akan mencegah timbulnya mikroba aerobik atau mikroba patogen lainnya.
Penyimpanan
Sosis yang telah dikemas dapat disimpan dalam alat pendingin (chiller) atau pembeku
(freezer). Biasanya sosis yang disimpan pada alat pendingin mempunyai ketahanan
simpan selama 20 hari. Sedangkan sosis yang disimpan pada alat pembeku dapat
bertahan selama kurang lebih 3 bulan.
Untuk mengetahui kualitas produk sosis yang telah rusak dapat dilihat secara fisik,
yaitu:
1. sosis sapi yang berwarna merah bila telah rusak warnanya akan pudar dan
berubah menjadi putih,
LEMBAR KERJA
LANGKAH KERJA
1. Daging disiapkan sesuai dengan kriteria yang dikehendaki.
kemudian ditaburkan pada daging dan diaduk rata. Simpan selama kurang lebih
24 jam.
6. Adonan yang telah halus/lembut dimasukkan ke dalam sausage filler yamg telah
dilengkapi selongsong sosis.
7. Isi selongsong dengan adonan sampai padat dan tidak ada gelembung/rongga
udara, kemudian diikat.
8. Masak dengan cara dikukus atau direbus pada suhu 85C sampai matang.
Rangkuman
Bahan pengisi yang ditambahkan dalam pembuatan sosis, biasanya bahan sumber
karbohidrat dari berbagai jenis tepung, seperti tepung maizena, tepung tapioka,
tepung sagu, tepung terigu, dan tepung beras. Fungsi bahan pengisi adalah sebagai
pengisi yang dapat menarik air, memperbaiki tekstur, menstabilkan emulsi,
memperbaiki adonan, dan mengurangi biaya produksi. Bahan pengikat dalam
pembuatan sosis adalah bahan makanan sumber protein atau protein dalam bentuk
isolat. Sebagai bahan pengikat, bahan yang mengandung protein atau isolat protein
harus dalam kondisi proteinnya belum mengalami koagulasi.
36
Umpan Balik
1. Buatlah catatan tentang apa saja yang telah Anda dapatkan dari pendalaman
materi, pengalaman praktik dan hasil diskusi!
II. PENUTUP
Modul Bahan Ajar Siswa SMK “Pengolahan Hasil Ternak Besar” ini merupakan
salah satu bahan ajar berbentuk modul sebagai acuan atau referensi dalam
pelaksanaan pembelajaran siswa SMK kelas XI semester 1 Program Keahlian
Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian.
Penyusunan Modul Bahan Ajar Siswa SMK “Pengolahan Hasil Ternak Besar” ini
mengacu pada Kurikulum 2013 revisi 2017 Program Keahlian Agribisnis Pengolahan
Hasil Pertanian baik pada konsep kurikulum, struktur kurikulum maupun silabus,
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dan penilaian otentik.
Modul ini bersifat fleksibel yang dapat mengarahkan pembaca untuk dapat
mengembangkan metode, strategi dan teknis pelaksanaan pembelajaran secara efektif,
kreatif dan inovatif, sesuai dengan kebutuhan siswa dan kurikulum 2013 revisi 2017.
Akhirnya modul ini diharapkan akan semakin reliable dan applicable untuk kegiatan
pembelajaran sejenis di masa yang akan datang.