Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

PERNYATAAN DRUG THERAPY PROBLEM

Disusun Oleh :
Alfonsia Purnamasari, S.Farm. 078115002
Endara Dewi Praningrum, S.Farm. 078115007
Yudi Tri Utomo,S.Farm. 078115039

Dosen : Dra. Nastiti T.M., SpFRS., Apt.

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PERNYATAAN DRUG THERAPY PROBLEM

Kategori drug therapy problem masuk dalam tujuh kategori dari masalah
pasien, dapat menjadi ‘empowering proses’. Pertama, proses tersebut
menggambarkan bagaimana reaksi interaksi obat (drug therapy problem no. 5). Hal
itu juga menjadi jelas ketika farmasis harus proaktif dalam mengidentifikasi,
memprediksi dan mencegah drug therapy problem dari semua tipe untuk menjamin
bahwa tiap pasien terapinya aman dan efisien. Kedua, kategori tersebut membantu
menjelaskan dan membatasi tanggapan profesi farmasi dan
mempertanggungjawabkan pada tim kesehatan atau pasien butuh diyakinkan bahwa
masalah tersebut penting, pencegahannya penting dan pemecahannya butuh dari para
ahli. Tenaga farmasi dan manager farmasi mengembangkan sistem praktek
professional yang proaktif. Pelaksanaan pharmaceutical care, pembenaran untuk
farmasis sendiri dan pelayanan tambahan dapat berhenti dan menjadi tidak disukai
atau tugas yang tidak mungkin. Ketiga, kategori drug therapy problem dapat
disajikan seperti fokus untuk mengembangkan proses yang sistematis dengan jalan
kontribusi farmasis yang signifikan untuk semua outcome positif dari pasien. Proses
yang sistematik tidak hanya manolong farmasis dalam mencapai outcome yang
sukses dari pasien tapi juga menolong pengembangan pharmacoepidemiology
nasional atau sampai internasional berdasarkan pendataan drug therapy problem.
Ke empat, fungsi ke empat dari kategori ini adalah untuk membawa
farmasis ke klinis yang konsisten seperti yang dilakukan oleh professional kesehatan
lainnya. Dengan menentukan fungsi farmasis, dengan mengatakan identifikasi,
pemecahan dan mencegah drug therapy problem, fungsi dari farmasis ditempatkan
dalam konteks patient-care dengan adanya respon dari tenaga kesehatan lainnya.
Dalam praktek pharmaceutical-care, pasien bukan produk obat merupakan fokus
utama dari tenaga farmasi, kemampuan, pengetahuan, keputusan dan aksinya. Jika
kita menerima 7 kategori dari drug therapy problem sebagai contoh atau presentasi
dari kenyataan klinis mungkin persepsi disiplin dalam sikap lebih konsisen dengan
kebenaran pasien sebagai pusat dalam praktek professional.
Hal utama dari drug therapy problem pada pharmaceutical care tidak dapat
terlalu ditegaskan. Adanya drug therapy problem mencegah pasien dari percobaan
untuk mendapatkan pengobatan yang tidak berguna, hal ini merupakan sesuatu yang
sangat penting bagi farmasis dalam menyediakan pharmaceutical care, yang dapat
diwujudkan dalam pemahaman, deskripsi, dan identifikasi bukan hanya dari konsep
drug therapy problem tetapi juga macamnya dan kejadian drug therapy problem
yang biasa terjadi. Tanggung jawab untuk mengidentifikasi, mencari penyelesaian
dan mencegah drug therapy problem bukan hanya kontribusi khusus dari tenaga
farmasi (Apoteker) untuk menjaga kesehatan pasien tetapi juga pelayanan sebagai
bentuk panduan aktifitas farmasis pada kasus yang melibatkan pasien dalam jumlah
yang banyak dan dilema kesulitan terapi. Penetapan pada 7 kategori drug therapy
problem yaitu konsisten, rasional, komprehensif, dan efektif pelayanan kefarmasian
dapat ditetapkan pada hampir semua kasus pengobatan.
Kesadaran bahwa drug therapy problem adalah pengaruh terbesar dari
pelayanan kepada pasien. Pernyataan sederhana bahwa pasien mengalami keracunan
dari obat adalah suatu hal yang tidak begitu berguna. Macam toksisitas (misal:
nefrotoksisitas, leukopeni, trombositopenia, diare, dan pendarahan) dan pernyataan
tentang spesifikasi suatu obat dapat disimpulkan berhubungan atau tidak
berhubungan dengan konsentrasinya harus diidentifikasikan sebagai bagian dari
kesimpulan dari drug therapy problem.
Farmasis harus memberikan pertimbangan bagaimana drug therapy
problem ditetapkan. Anggapan bahwa pasien atau paramedis dapat ditanamkan pada
pikiran mereka sendiri atau menggunakan rekomendasi adalah sangat berbeda dari
intervensi yang dilakukan farmasis, tetapi fakta bahwa pasien kemungkinan dapat
mengalami drug therapy problem ini diberikan atau dibuat oleh farmasis. Bagaimana
terjadinya drug therapy problem ditetapkan bukan hanya berdasrkan pemakaian
terapi tetapi sering dipengaruhi komponen lain dari pengobatan, termasuk evaluasi
dan monitoring parameter yang spesifik.
Pengalaman suatu kejadian adalah keuntungan dalam penetapan status drug
therapy problem yang paling berguna dan dengan kesesuaian tingkat spesifikasi
kondisi pasien pada saat dilakukan interfensi. Level spesifikasi meliputi :
- tujuan terapi
- alternatif terapi yang sama
- rekomendasi obat yang dipilih
- monitoring pengobatan
- evaluasi dari hasil pengobatan.

Masalah tertentu seperti: “konsentrasi toksik yang dihasilkan dosis teofilin


yang terlalu tinggi” mungkin sangat baik dilakukan pendekatan secara berbeda
dibandingkan masalah lain seperti “konsentrasi toksik yang dihasilkan teofilin
karena pemberian yang terlalu sering.” Pada kasus pertama, kemungkinan dosis
dapat diturunkan dan pada kasus kedua, kemungkinan interval dosis diperpanjang.
Demikian pula, terhalanginya kemungkinan pertama dengan rekomendasi sangat
berbeda, apakah drug therapy problem pada anak usia 7 tahun diperkenalkan secara
sederhana sebagai masalah ketidaktaatan atau sebagai masalah yang lebih sensitif
untuk digambarkan, seperti kesulitan mengkonsumsi obat empat kali sehari
(4xsehari) seperti yang diresepkan, selama masuk sekolah.
Cara dimana drug therapy problem ditegaskan dapat dipandu secara
langsung diikuti penyelesaiannya. Misalnya, jika drug therapy problem ditegaskan
sebagai “terapi obat yang tidak tepat”, pernyataan masalah tidak cukup luas dapat
membantu dalam mengidentifikasi pemecahan yang berhasil. Jadi, farmasis tidak
yakin jika dia sebaiknya:
1. mengganti obat
2. meningkatkan dosis
3. menurunkan dosis
4. menambah obat baru
5. tidak melanjutkan seluruh terapi obat
6. mengambil tindakan lain
Jika drug therapy problem ditegaskan sebagai penerimaan pasien terlalu
kecil pada obat yang tepat, ini pasti bahwa farmasis harus merekomendasikan
peningkatan jumlah obat pasien yang diterima.
Terminologi digunakan untuk mendeskripsikan drug therapy problem yang
akan mempengaruhi tidak hanya bagaimana pasien atau praktisi kesehatan lain
menemukan masalah tetapi juga bagaimana memecahkan masalah. Terminologi yang
menunjukkan penyebab dan efek harus dapat dibedakan dari terminologi yang
menunjukkan gabungan yang lebih lemah. Pertimbangan terapi yang berbeda
mungkin akan dimulai untuk memecahkan drug therapy problem tertentu dalam
contoh berikut :
 kelanjutan pemecahan serangan dihubungkan dengan konsentrasi
subterapeutik fenitoin
 ketidaktaatan dengan terapi fenitoin, dihasilkan dalam kelanjutan pemecahan
serangan
 pendarahan gastrointestinal disebabkan oleh aspirin
 pendarahan gastrointestinal pada pasien segera digunakan aspirin dosis
rendah sebagai profilaksis untuk pencegahan MI kedua (berikutnya)
 disfungsi ginjal pasti dihubungkan dengan terapi gentamisin
 disfungsi ginjal sekunder pada terapi gentamisin
 ruam membutuhkan terapi kortikosteroid topikal
 ruam dari terapi kotrimoksasol

Anda mungkin juga menyukai