Anda di halaman 1dari 17

1

UPAYA PENELUSURAN PENYEHATAN MODAL USAHA KECIL


PEDAGANG KELILING DI KOTA SAMARINDA

Oleh:

Yunus Tandi Rerung, S.E., M.S.A


&
Dr. La Ode Hasiara, S.E., M.M., M.Pd., Ak

Abstrak

Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah untuk: (a) mendukung
peningkatan modal kerja melalui pendampingan, (b) mewujudkan kemitraan antar pelaku
dan para pemangku kepentingan dari mata rantai kegiatan ekonomi, (c) membentuk pilar
utama dalam penciptaan iklim bisnis yang kondusif, (d) memfokuskan pada upaya
peningkatan efisiensi secara kolektif dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
akademik, yang empati, (c) membentuk rantai nilai (value chain) yang merupakan respon
dan antisipasi atas perkembangan pasar komoditas dan finansial yang semakin global.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang mendasarkan
pada deskripsi, hasil obeservasi lapangan, wawancara mendalam, dokumen, tri-ang-
gulasi baik data, maupun hasil-hasil penelitian terdahulu, yang digunakan sebagai justifi-
kasi temuan penelitian.
Hasil penelitian. Penelitian ini menemukan banyak hal, terutama (a) kendala
informasi, (b) kurangnya sosialiasi bagi pemerintah terkait dengan peluncuran dana
bantuan kepada pengusaha kecil. (c) karena tidak ada sosialisasi sehingga pengusaha
kecil tidak mengetahui, (d) persyaratan yang sangat berat sehingga pengusaha kecil
tidak melakukan pinjaman, karena jaminan.

Konteks Penelitian
Usaha kecil dalam kondisi perekonomian yang tidak stabil, dapat memegang
peranan yang cukup penting, karena usaha kecil berperan penting dalam menstabilkan
kondisi ekonomi nasional. Dan penyehatan usaha kecil merupakan bagian pekerjaan
rumah yang tidak pernah terselesaikan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Dan
sampai saat ini belum dapat teratasi secara maksimal. Oleh karena itu, kami berparti-
sipasi aktif dalam membantu penyehatan usahan pedagang keliling di kota Samarinda.
Penyehatan usaha pedagang keliling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
tanggung jawab sosial bagi kaum intelektual sehingga ilmu yang dimiliki dapat tersalur-
kan dalam berbagai kondisi. Melihat kondisi Indonesia saat ini telah memiliki penduduk
sekitar 230 juta jiwa, dan memiliki angka kemiskinan sekitar 32,53 juta atau 14,15% dari
total penduduk Indonesia (BPS, 2011). Sementara di Kalimantan Timur pada bulan
September 2012 angka kemiskinan masih cukup signifikan yakni 247.130 jiwa atau
6,63% dari total penduduk Kaltim sebesar 3.550.586 jiwa, namun jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2012 mencapai angka 247.900 jiwa
atau 6,77%. Hal ini tampak adanya penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 770

1
2

orang (http://kaltim.bps.go.id). Mengingat Samarinda mempunyai jumlah penduduk


sekitar 755.618 jiwa (BPS, 2011).
Penelitian ini penting dilakukan, karena tidak satupun dikalangan akademisi yang
memikirkan nasib pengusaha pedagang kecil keliling untuk meningkatkan usahamereka.
Salah satu usaha peneliti lakukan adalah untuk mengatasi penyehatan usaha pedagang
keliling yang kemudian disesuaikan dengan rekomendasi ILO No.189/1998 tentang
General Conditions for the Promotion of Job Creation through Small and Medium-sized
Enterprises dengan cara penciptaan lapangan kerja, walaupun usaha tersebut dilakukan
secara kecil-kecilan. Kebijakan program penciptaan lapangan kerja tetap memainkan
peran penting dalam memerangi kemiskinan. Rekomendasi tersebut sebagai dasar untuk
merubah dan meninggalkan model pengentasan kemiskinan yang bersifat top-down dari
pemerintah kepada masyarakat miskin menjadi bottom-up. Semua kebijakan yang
diambil pemerintah harus pro-poor.
Untuk itu perlu dilakukan penelusuran potensi sumber daya ekonomi daerah dan
identifikasi masalah yang dihadapi masyarakat. Penelusuran ini diharapkan agar karak-
teristik kegiatan ekonomi dan potensi sumberdaya ekonomi lokal memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif. Ada empat konsep yang kami dilakukan dalam pengembangan
usaha kecil, yaitu (a) pembangunan usaha berkelanjutan, (b) tata kelola yang baik, (c)
manajemen proses (process management), dan (d) sinergi kebijakan (policy synergy).
Keempat konsep ini perlu dilakukan, baik pembentukan usaha baru maupun untuk mem-
pertahankan keberlanjutan usaha yang telah ada. Keempat konsep tersebut sebagai ins-
trumen terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dan mendorong bermunculannya
usaha-usaha kecil baru, sekaligus membantu meningkatkan usaha pedagang keliling
yang berasal dari masyarakat miskin. Hal ini senada dengan pendapat Ratmoko (2002),
yang menyatakan bahwa usaha  kecil dapat menopang pembangunan ekonomi nasional.
Kondisi tersebut dapat menetralkan perekonomian yang tidak stabil, juga usaha kecil
sebagai penopang ketahanan ekonomi nasional.
Metode Penelitian
Hasiara (2011:21) menyatakan bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus dite-
mukan dengan metode. Metode merupakan alat yang selalu berubah dari waktu ke
waktu, sejauh metode tersebut dapat dipergunakan sebagai alat penelitian. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menemukan kebenaran ilmu pengetahuan adalah
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Namun, penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif posivistik.
Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan mempunyai dampak besar bagi ke-
hidupan manusia dan perkembangan masyarakat. Setiap kehidupan manusia, seperti:
tempat tinggal, makanan, cara-cara hidup seseorang (manusia) sudah dijamah oleh
ilmuwan (Dimyati,1999:1). Meskipun demikian, tidak berarti bahwa orang dengan mudah
mengatakan apa itu ilmu pengetahuan. Dengan banyaknya cabang ilmu pengetahuan
yang dipakai dalam kehidupan ini, kaum terpelajar pun seringkali sukar memahami ilmu
pengetahuan dengan berbagai macam jenisnya.
Gazalba (1973), Driyarkara (2006), dan Kuntowijaya (2007) mengkategorikan
pengetahuan manusia menjadi 3 (tiga) yaitu: (a) pengetahuan indera, (b) pengetahuan
ilmu, dan (c) pengetahuan filsafat yang mengkaji lebih dalam tentang ilmu pengeta-
3

huan. Istilah pengetahuan adalah apa yang dikenal dari hasil pekerjaan “tahu”. Hasil
pekerjaan “tahu” berasal dari kenal sadar, insaf, dan pandai. Semua isi pikiran ialah
pengetahuan. Oleh karena itu, Gie (1984:20-49), Dimyati (1999:1-3), dan Zainuddin
(2006:28) menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metode yang merupakan
perpaduan teknik, teori, dan bahasa serta memiliki deskripsi sendiri-sendiri. Metode
merupakan jalan untuk mengantarkan seseorang menuju tujuan yang akan dicapai.

Teknik Pengambilan Data


Teknik merupakan cara atau metode pengumpulan data dalam penelitian dengan
menggunakan:
a. Observasi
Merujuk pada pendapat Lincoln dan Guba dalam Sonhadji (1996), Moleong
(2004), Kerlinger (2006), dan Harun (2007), pengamatan yang digunakan dalam pene-
litian ini adalah metode observasi. Karena metode observasi, peneliti berusaha mem-
bangun persepsi berdasarkan hasil observasi yang diamati di lapangan. Pengumpulan
data mengharuskan peneliti membenamkan diri dalam realita sehari-hari untuk mema-
hami fenomena yang dihadapi di lapangan. Pada tahap awal, dilakukan observasi pasif.
Dalam hal ini peneliti masih melakukan penjajakan dan pengenalan, baik instansi secara
umum maupun aparatur (Kerlinger,2006; Ridjal, 2007). Berdasarkan hasil observasi ter-
sebut, diperoleh berbagai informasi, terutama informasi akuntansi keuangan pemerintah
daerah. Atas dasar pernyataan tersebut maka lahirlah informasi yang lebih dalam diper-
oleh peneliti.
Selanjutnya, peneliti melakukan observasi, misalnya: (1) observasi atas sikap
dan perilaku aparatur dalam ruangan, kemudian dikembangkan melalui pencatatan se-
banyak mungkin aspek-aspek yang terjadi dalam ruangan tersebut. (2) observasi untuk
mengetahui status sosial aparatur pemerintah khususnya aparatur BPKAD yang me-
nangani akuntansi keuangan pemerintah daerah. (3) observasi dan evaluasi atas akti-
vitas BPKAD secara timbal balik. Hal ini didasarkan pada pendapat (Bungin, 2008: 62-
71).
b. Wawancara
Rahim dan Rahman (2004), Mulyana (2004:180), Moleong (2006:186), Harun
(2007:69), Bungin (2007:134-138) dan Parker (2008:142-143), mengatakan, pengum-
pulan data melalui wawancara tidak lain adalah sebuah proses interview dengan ber-
bagai cara yang ditempuh peneliti. Wawancara tersebut paling tidak dilakukan dalam tiga
tahapan, yaitu: (1) peneliti melakukan pengumpulan data awal melalui pengamatan dan
mewawancarai beberapa orang aparatur pemerintah daerah, (2) peneliti melakukan
wawancara secara mendalam dengan informan kunci yang dianggap mampu. Informan
tersebut di samping memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyelenggaraan
akuntansi keuangan pemerintah daerah, juga telah memiliki pengalaman.
Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis mendalam serta mengumpulkan ber-
bagai informasi yang memiliki relevansi dengan objek yang diteliti. Peneliti juga melaku-
kan pendalaman atas sikap dan perilaku aparatur sebagai pengelola akuntansi keuangan
pemerintah daerah. Sikap dan perilaku tersebut sangat berbeda-beda, tergantung dari
paradigma yang melingkupinya.
4

c. Dokumen
Bogdan dan Biklen (1990:106), Bungin (2007:142), dan Harun (2007:71) menga-
takan, dokumen merupakan catatan atas peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah
berlalu. Dokumen memiliki banyak ragam, ada yang berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan seperti lapor-
an keuangan pemerintah daerah, laporan realisasi anggaran, neraca daerah, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Sedangkan dokumen
berbentuk gambar, seperti foto, gambar, sketsa, dan lain-lain. Data dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Hasil penelitian yang
diperoleh dari berbagai teknik observasi, wawancara, dan dokumen dapat dilakukan
triangulasi lebih kredibel dan dapat dipercaya, jika didukung berbagai data penunjang lain
yang lengkap.
d. Tri-angulasi
Soenarto (1993) dan Sugiyono (2007) menyatakan, triangulasi bertujuan untuk
mencocokan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Singkat-
nya, triangulasi bertujuan untuk menguji kebenaran bebagai data yang diperoleh dari ob-
servasi, wawancara, dan dokumen. Triangulasi juga merupakan teknik pengumpulan
data yang bersifat gabungan. Sebagai contoh, peneliti melakukan wawancara untuk
memperoleh data dari para pedagang keliling di kota Samarinda yang melakukan usaha
pedagang keliling, seperi Bakso, Pedagang Pasar Malam, Penjual Roti keliling.

Hasil Penelitian
Banyak hal yang dikeluhkan pedagang keling di kota Samarinda, dan keluhan
tersebut semuanya sama, yaitu kesulitan modal kerja. Kesulitan tersebut diungkapkan oleh
informan berikut di bawah ini.
”Saya merasa kesulitan untuk menambah modal usaha saya selama ini, dan jika mengharapkan
bantuan dari lembaga keuangan perbankan terlalu banyak persyaratan yang harus dipenuhi,
sementara kami tidak memiliki agunan sebagaimna yang diharapkan oleh lembaga keuangan
perbankan. Beberapa tahun lalu saya menemui salah satu pembinan UKM di kota Samarinda, tetapi
juga mengalami kesulitan, yang menyatakan bahwa diberikan pinjaman dengan berbagai
persyaratan sama dengan bank, misalnya harus ada agunan/jaminan, itu yang pertama, dan yang
kedua bahwa kami sebagai pengusaha kecil ada persyaratan lain, selain yang telah kami sebutkan di
atas, yaitu tempat usaha kami minimal berjarak 5 (lima) km dari lokasi usaka dengan pemberi
pinjaman dalam hal ini lembaga keuangan perbankan, saya berprinsip dari pada jadi pengangguran
lebih baik bekerja dan saya hanya bermodalkan kemauan dan kerja keras dan harapanya perlu
adanya bimbingan pembukuan (Nasution, 29 September 2013)”.
Dari pernyataan informan di atas, dapat ditemukan beberapa hal, pertama, adanya
kendala yang dihadapi pedagang keliling di kota Samarinda. Kendala tersebut dapat diatasi
dengan berbagai cara diantaranya adalah (a) mempertemukan antara pemerintah kota
Samarinda dengan penyandang dana, (b) mempertemukan pemerintah dengan lembaga
keuangan perbankan, (c) mempertemukan antara pemerintah,dan bank Indonesia dan
pedagang keliling di kota Samarinda. Kedua, adanya kemauan dan kerja keras. Kemauan
dan kerja keras yang disampikan informan di atas merupakan motivasi dan perilaku bekerja
keras. Ketiga, pertemuan ini bertujuan untuk memberikan informasi bagi pedagang keliling di
kota Samarinda, terutama syarat-syarat utama yang harus dipenuhi pedagang keliling.
Keempat, adanya bimbingan pembukuan yang difasilitasi pemerintah sebagai pengambil
kebijakan, dan kebijakan tersebut perlu dirundingkan bersama dengan lembaga keuangan
perbankan di kota Samarinda. Pernyataan informan di atas, juga dikemukakan Cromie
(1991), yang menyatakan bahwa (a) usaha dibandingkan dengan kaum laki-laki kebanya-
kan mengalami masalah dibidang akuntansi dan keuangan, pemasaran dan manajemen
5

sumberdaya manusia, (b) permasalah utama dalam personalia dicirikan oleh kelebihan
beban kerja, kesendirian menjalankan usaha baru dan keragu-raguan dari pemilik usaha,
(c) pendiri usaha yang mendapat dukungan keluarga yang stabil dan atau pengalaman
keluarga dari usaha mandiri dapat mengatasi permasalahan yang dialami oleh per-
usahaan, (d) terdapat perbedaan yang signifikan dalam masalah gender (jenis kelamin).
Ungkapan informan di atas juga disampaikan Siagian et al. (1999) bahwa wira-
usaha merupakan kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai dan prinsip serta sikap,
kiat, seni dan tindakan nyata, perlu disikapi tepat dan unggul dalam menangani serta
mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik
kepada pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat,
bangsa dan negara. Adapun ciri-ciri pokok yang sangat menentukan keberhasilan
seorang wirausahawan adalah: (1) Memiliki kemampuan mengidentifikasi suatu penca-
paian sasaran (goal) atau visi dalam usaha. (2) Kemampuan untuk mengambil resiko
keuangan dan waktu. (3) Memiliki kemampuan di bidang perencanaan, pengorganisasian
dan pelaksanaan. (4) Bekerja keras dan melakukan segala sesuatu yang diperlukan dan
mampu mencapai keberhasilan. (5) Mampu menjalin hubungan baik dengan para pelang-
gan, karyawan, pemasok, banker dan lain-lain sebagainya.
Sedangkan Aggestam, (2002), menyatakan ada 5 hal yang merupakan ciri-ciri
wirausahawan yang berhasil yaitu: (1) Drive yang kuat (motivasi untuk maju), yaitu orang
yang memiliki sifat bertanggung jawab, giat, inisiatif, tekun dan ambisi untuk maju. (2)
Mental Ability (kemampuan mental) meliputi: IQ, berpikir kreatif dan berpikir analitis. (3)
Human Relation Ability (kemampuan menjalin hubungan antar manusia) meliputi:
pengendalian diri, kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan bergaul. (4) Com-
munication Ability (kemampuan berkomunikasi). (5) Technical Knowledge (pengetahuan
teknis). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa seorang wirausahawan yang berhasil biasanya memiliki motivasi untuk maju,
mental yang kuat, kreatif dan inovator, kemampuan menjalin hubungan sesama, memiliki
kemampuan berkomunikasi dan memiliki pengetahuan teknis yang baik dalam mencip-
takan nilai tambah dari peluang usaha yang ada.
Banyak pedagang yang tidak tau informasi tentang ada atau tidak adanya bantuan
dana bagi pedagang keliling di kota Samarinda. Hal ini diungkapkan informan berikut.
”Saya merasa kesulitan untuk menambah modal usaha, namun modal saya yang paling utama
adalah motivasi usaha, jika mengharapkan bantuan dari lembaga keuangan perbankan terlalu
banyak persyaratan yang harus dipenuhi, sementara kami tidak memiliki agunan sebagaimna yang
diharapkan oleh lembaga keuangan perbankan. Beberapa tahun lalu saya menemui salah satu
pembinan UKM di kota Samarinda tetapi juga mengalami kesulitan, yang menyatakan bahwa
diberikan pinjaman dengan berbagai persayatan sama dengan bank, misalnya harus ada
agunan/jaminan, itu yang pertama, dan yang kedua bahwa kami sebagai pengusaha kecil ada
persyaratan lain, selain yang telah kami sebutkan di atas, yaitu tempat usaha kami minimal berjarak 5
(lima) km dari lokasi usaka dengan pemberi pinjaman dalam hal ini lembaga keuangan bank
(Baharuddin, 29 September 2013)”.
Pernyataan informan di atas didukung oleh Meredith (1998), yang menyatakan
bahwa jika dilihat dari aspek kejiwaan, wirausaha adalah jiwa seseorang yang mem-
punyai kemampuan untuk melihat dan menilai peluang bisnis; mengumpulkan sumber-
daya yang diperlukan untuk memperoleh manfaat dari peluang tersebut dan memulai
kegiatan yang sesuai sehingga bisa meraih keberhasilan.
Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha adalah seseorang yang memiliki
tindakan kreatif membangun nilai dari suatu yang tidak tampak menjadi sesuatu yang
6

tampak. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengejar kesempatan tanpa peduli ter-
hadap ketersediaan sumberdaya atau ketiadaan sumberdaya di tangannya. Hal ini
membutuhkan visi, kegemaran dan komitmen untuk mencapai visi tersebut. Seorang
wirausahawan terlepas apakah dia bawaan sejak lahir atau dari proses pengembangan,
pada umumnya memiliki ciri-ciri: gemar berusaha, tegar walaupun gagal, percaya diri,
memiliki self determination atau locus of control, mengelola risiko, perubahan dipandang
sebagai kesempatan, toleran terhadap banyak pilihan, inisiatif dan memiliki need for
achievement, kreatif, perfeksionis, memiliki pandangan luas, waktu adalah berharga, dan
memiliki motivasi yang kuat (Lambing & Kuehl, 2000).
Gede Prama (dalam Swa 09/XI/1996), merinci beberapa jiwa dan motivasi serta
kemampuan yang biasanya ada pada diri seorang wirausahawan, di antaranya adalah :
(1) Wirausaha adalah seorang pencipta perubahan (the change creator). (2) Wirausaha
selalu melihat perbedaan, baik antar orang maupun antar fenomena kehidupan, sebagai
peluang dibanding sebagai kesulitan. (3) Wirausaha cenderung jenuh terhadap segala
kemampuan hidup, untuk kemudian bereksperimen dengan pembaharuan-pembaharuan.
(4) Wirausaha melihat pengetahuan dan pengalaman hanyalah alat untuk memacu krea-
tivitas, bukan sesuatu yang harus diulangi. (5) Wirausaha adalah seorang pakar tentang
dirinya sendiri. Motivasi berasal dari kata latin "movere" = to move = memindahkan,
artinya pindah dan suatu kondisi tertentu ke kondisi yang lain. Motif sebagai sesuatu
yang ada dalam diri manusia yang membangkitkan, mengaktifkan, memindahkan,
mengarahkan, menyalurkan perilakunya menuju tercapainya tujuan. Dengan demikian
motivasi melalui suatu proses yang berhubungan dengan kebutuhan manusia.Shane
et al. (2003) mengemukakan bahwa keinginan untuk berprestasi merupakan faktor moti-
vasi yang penting diantara para wirausahawan handal. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, seorang wirausahawan harus bekerja keras.
Wirausahawan harus memiliki tekad untuk menindaklanjuti, serta mesti memiliki
keteguhan untuk memastikan bahwa perubahan telah melembaga dalam wadah usaha-
nya. Tentu saja, ketegaran mesti dilakukan dengan berlandaskan pada sikap rasional.
Sangat teguh mengejar suatu strategi yang tidak tepat bisa membawa organisasi ke
jurang kehancuran. Oleh karena itu, sikap tegar harus ditujukan pada segala hal yang
benar. Dalam kebanyakan wadah usaha yang beroperasi dalam iklim bisnis dewasa ini,
mereka mempunyai hal yang diperlukan untuk kelancaran usahanya, hal itu adalah: (a)
memuaskan pelanggan, (b) pertumbuhan, (c) penekanan biaya, (d) inovasi dan feature
terbaru dari sebuah merek, (e) mengamati kejadian dengan cepat untuk mengambil
tindakan-tindakan yang efektif, dan (f) kualitas dari barang yang diproduksinya. Selain
pernyataan yang telah disampaikan oleh informan di atas, berikut disampaikan informan.
”Kurang 15 tahun saya berusaha untuk melakukan pedagang keliling di kota Samarinda, namun saya
terbentur dengan kesulitan modal. Dan usaha saya selama ini, didorong semangat usaha sendiri,
karena usaha mandiri ada kemerdakaan tersendiri. Dan saya tidak mengharapkan bantuan dari
lembaga keuangan perbankan. Karena saya tau terlalu banyak persyaratan yang harus dipenuhi,
sementara kami tidak memiliki agunan sebagaimna yang diharapkan oleh lembaga keuangan
perbankan. Beberapa tahun lalu saya menemui salah satu pembinan UKM di kota Samarinda tetapi
juga mengalami kesulitan, yang menyatakan bahwa diberikan pinjaman dengan berbagai persayatan
sama dengan bank, misalnya harus ada agunan/jaminan, itu yang pertama, dan yang kedua bahwa
kami sebagai pengusaha kecil ada persyaratan lain, selaing yang telah kami sebutkan di ata, yaitu
tempat usaha kami minimal berjarak 5 (lima) km dari lokasi usaka dengan pemberi pinjaman dalam
hal ini lembaga keuangan perbankan (dipanggil Mama Ussy, 9 Oktober 2013)”.
Dari pernyataan informan di atas, dapat ditemukan beberapa kendala yang dihadapi
7

oleh pedagang keliling di kota Samarinda saat ini. Hambatan dan tantangan tersebut adalah
(a) kesulitan menambah modal, (b) peluang merupakan tantangan untuk maju, (c) letak atau
lingkuangan usaha. Namun perlu pemerintah memberikan informasi yang pasti bagi peda-
gang keliling di kota Samarinda, terutama syarat-syarat yang harus dipenuhi pedagang
keliling, dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan yang perlu dirundingkan bersama
dengan lembaga keuangan perbankan.
Terkandung makna dari teori Maslow bahwa seseorang termotivasi karena ingin
memenuhi kebutuhan yang telah tersusun secara hirarkis, yaitu : (1) Physiological needs
(kebutuhan fisiologis). (2) Safety and Security needs (kebutuhan keamanan kerja dan
rasa aman). (3) Social needs (kebutuhan sosial), dan (4) Esteem needs (kebutuhan akan
pengakuan), dan (5) Self actualization needs (kebutuhan akan aktualisasi diri) (Robbins,
1993). Dalam teori ini diasumsikan bahwa pada dasarnya orang berusaha untuk
memenuhi kebutuhan yang paling pokok (fisiologis) sebelum berusaha memenuhi kebu-
tuhan yang paling tinggi (realisasi diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi
terlebih dulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi mulai mengendalikan perilaku sese-
orang. Setiap orang mempunyai kebutuhan yang sama, tetapi berbeda dalam dominasi
kebutuhan. Kebutuhan akan menjadi motivator penggerak jika belum terpenuhi, tetapi
apabila telah terpenuhi akan berhenti daya motivasinya. Mc. Cleland (dalam, Robbins,
1993) mengemukakan bahwa ada tiga kebutuhan yang ingin diraih seseorang sehingga
mereka termotivasi, yaitu: (1) Kebutuhan akan prestasi (n Ach). (2) Kebutuhan akan
afiliasi (n Aff), dan (3) Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow).
Pada dasarmya Alderfer dalam Robbins (1993) setuju dengan pendapat Mas-
low, namun menurut dia hirarki kebutuhan itu hanya ada tiga yaitu: (1) Existency (E),
adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor kebutuhan fisik seperti makanan, air,
udara, gaji/upah, dan lain-lain. (2) Relatedness (R), ialah kebutuhan yang dipuaskan oleh
hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat. (3) Growth (G), yaitu
kebutuhan rasa puas yang dialami seseorang bila ia dapat melakukan upaya yang kreatif
dan produktif. Dalam hubungannya dengan penelitian ini motivasi sangat diperlukan
seorang wirausahawan guna meraih apa yang ia inginkan atau cita-citakan, tanpa ada-
nya motivasi yang kuat kemungkinan seorang wirausahawan untuk berhasil adalah kecil
sekali. Motivasi dapat timbul dari dalam individu maupun dari luar individu, motivasi dari
dalam dapat berupa keinginan akan sesuatu contohnya keninginan sukses dalam
wirausaha sementara motivasi dari luar dapat berupa dorongan dari keluarga, mitra
bisnis, dan lingkungan bisnis.
Namun harapan informan kepada akademisi dari berbagai perguruan tinggi hanya
sebagai mediator untuk mempertemukan antara pemerintah dan lembaga keuangan
perbankan, selain itu adakademik juga membatu dalam hal pendampingan dan pelatihan
misalnya pelatihan pembuatan proposal, pengelolaan keuangan. Selain pernyataan yang
disampaikan informan di atas, juga disampaikan oleh informan yang menyatakan bahwa.
”Selama berusaha belum pernah tahu tentang modal kerja, dan saya tidak perna berniat menambah
modal, dan saya hanya menerima gaji dari majikan. Saya merasa kesulitan untuk menambah modal
usaha saya selama ini, dan jika mengharapkan bantuan dari lembaga keuangan perbankan terlalu
banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Cuma ada yang menyemangati saya untuk menjalankan
usaha ini, ada peluang, ada semangat, suka bergaul dengan orang lain, ada kemerdekaan pribadi,
namun tetap waspada. Oleh karena itu, saya menerima modal dari majikan dan itu menjadi modal
saya di siang malam untuk melakukan dagang seperti sekarang, harapan saya sebaiknya pemerintah
daerah memberikan atau menginstruksikan pada perguruan Tinggi untuk membian para usaha kecil
seperti saya (Hakim, 05 Oktober 2013)”.
8

Pernyataan informan di atas, diungkapkan ketika kami menemui mereka di saat


melakukan jualan di malam hari. Pernyataan informan di atas menunjukkan bahwa modal
usaha yang kembangkan adalah (a) waspada, (b) identifikasi peluang, (c) ada inovasi, (d)
jangan takut resiko, dan (e) suka berhubungan dengan orang banyak, serta (f) ada
kebebasan pribadi. Dari pernyataan infoman di atas mengandung makna bahwa pedagang
kaki lima tidak tidak mungkin bangrut, dan harus diminimalisasi kondisi kebangkrutan.
Kebangkrutan hanya bisa dihilangkan dengan inovasi, dan jangan takut akan kegagalan.
Collins et al. (2000) lebih lanjut menjelaskan bagaimana motivasi berpengaruh
pada berbagai aspek perilaku manusia. Wirausaha merupakan proses yang dimulai dari
pengenalan peluang usaha dan ditindak lanjuti dengan pengembangan produk. Keber-
hasilan dari seluruh proses tersebut sangat dipengaruhi oleh motivasi serta faktor kognitif
seperti pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari seorang wirausahawan.
Kemampuan kognitif memungkinkan seorang wirausahawan mengembangkan visi yang
hidup termasuk strategi untuk berhasil. Motivasi membantu seorang wirausahawan mem-
peroleh pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada kesempatan pertama dan
memberikan dorongan serta energi untuk menetapkan tindakan yang diperlukan.
Kondisi lingkungan seperti sistem hukum, industri, pasar modal dan kondisi
ekonomi nasional mempengaruhi wirausaha, tetapi motivasi wirausahawan akan meng-
arahkan tindakan wirausaha pada kondisi lingkungan yang berbeda. Pattigrew (1996)
dalam Walton (1999) mengemukakan bahwa motivasi wirausaha (entrepeneurial motiva-
tions) dapat merupakan faktor penting untuk kinerja perusahaan. Motivasi awal untuk
menjalankan aktivitas wirausaha umumnya dikategorikan dalam bentuk faktor-faktor yang
"menarik" (pull) seperti menentukan peluang usaha, keinginan untuk mengumpulkan
kekayaan, atau keinginan untuk "menjadi bos bagi diri sendiri" dan faktor-faktor yang
"mendorong" (push) seperti ketidakamanan pekerjaan (insecurity) dan kejenuhan bekerja
akibat pekerjaan yang berulang-ulang (redundancy).
Studi yang dilakukan Knight, 1983 (dalam Rambat, L. dan Jero W; 1998) menya-
takan bahwa wirausaha utamanya tidak termotivasi oleh financial incentive, tetapi oleh
keinginan untuk melepaskan diri dari lingkungan yang tidak sesuai dan yang diinginkan,
di samping memiliki keinginan menemukan arti baru bagi kehidupannya. Faktor motivasi
yang dimaksud dapat diringkas sebagai berikut: (1) The foreign refuge, dimana peluang-
peluang ekonomi di negara lain yang lebih menguntungkan sering kali mendorong orang
untuk meninggalkan negaranya yang tidak stabil secara politis untuk berwirausaha. (2)
The corporate refuge, pekerja-pekerja yang tidak puas dengan lingkungan perusahaan
merasa bahwa kepuasan kerjanya akan meningkat dengan memulai dan menjalankan
bisnis sendiri. (3) The parental (paternal) refuge. Banyak individu yang memperoleh
pendidikan dan pengalaman dari bisnis yang dibangun oleh keluarganya sejak ia masih
anak-anak mereka biasanya kemudian akan berusaha untuk mencoba bisnis lain dari-
pada yang selama ini dikerjakan oleh keluarganya. (4) The feminist refuge. Para wanita
yang merasa telah mendapatkan perlakuan diskriminatif dibandingkan kaum laki-laki baik
dalam sistim pendidikan, lingkungan kantor/perusahaan maupun dalam masyarakat,
akan berusaha membuktikan bahwa dirinya mampu, caranya yaitu dengan mendirikan
usahanya sendiri. (5) The housewife refuge. Para ibu rumah tangga yang pada awalnya
sibuk mengurus anak dan rumah tangganya akan mencoba membantu suaminya dalam
9

hal keuangan karena kebutuhan-kebutuhan anak-anak yang makin tinggi. (6) The society
refuge. Anggota masyarakat yang tidak setuju dengan kondisi lingkungannya biasanya
akan mencoba menjalankan usaha yang tidak terkait dengan lingkungan yang ada, dan
(7) The educational refuge. Banyak orang yang gagal dalam studinya atau mereka yang
tidak cocok dengan sistim pendidikan yang ada, menjadi terpacu untuk berwirausaha.
Mitchell (1999), seorang peneliti perilaku organsiasi yang terkenal, mengusulkan
suatu model konsep yang menjelaskan bagaimana motivasi mempengaruhi perilaku dan
prestasi kerja. Harapan Hakim (informan) pihak akademisi dari berbagai perguruan tinggi
berfungsi sebagai mediator untuk mempertemukan antara pedagang keliling dan pemerintah
serta lembaga keuangan perbankan, selain itu adakademik juga membatu dalam hal
pendampingan dan pelatihan dalam berbagai hal, misalnya pelatihan pembuatan proposal,
pengelolaan keuangan dan lain-lain sebagainya. Hal ini banyak pedagang yang tidak tau
informasi tentang ada atau tidaknya bantuan dana bagi pedagang keliling di kota Samarinda.
Hal ini diungkapkan oleh informan berikut.
”Saya baru 2 tahun menjalankan usaha ini, dan saya tahu tentang modal usaha, tetapi masih ragu, karena
informasihnya tidak sampaii kepada kami. Saya menjalankan usaha ini hanya dengan modal
Rp.4.500.000,00, itupun merasa kesulitan untuk menambah modal usaha saya. Kata kunci dalam
menjalankan usaha ini adalah mau, jangan takut rugi, semangat, hati-hati, dan kemerdekaan
(Sugara, 05 Oktober 2013)”.
Dari pernyataan informan (Sugara) di atas, dapat ditemukan beberapa yang menjadi
pendorong informan melakukan usaha, yaitu adanya kemauan untuk melakukan usaha
pedagang keliling, jangat takut dengan risiko, dan risiko harus dihadapi dengan kehati-hatian,
bahkan dihadapi dengan semangat, berhati-hati, dan munculnya kebebasan dalam diri
pengusaha. Ada saran jika pihak akademisi dari berbagai perguruan tinggi hanya sebagai
mediator untuk mempertemukan antara pemerintah dan lembaga keuangan perbankan.
Selain pernyataan yang disampaikan informan di atas berikut penulis menampilkan hasil
wawancara yang kami lalukukan pada tanggal 5 Oktober 2013.
Hal yang sama, juga disampaikan Kirk (1999), yang menyatakan bahwa wira-
usahawan adalah sebagai orang yang 'waspada' pada peluang yang menguntungkan
dalam mekanisme pasar. Dengan demikian, seorang wirausahawan adalah seorang yang
mengambil keuntungan dari peluang dagang, penemu yang kreatif, seseorang yang
melakukan transaksi pada peluang yang muncul dari suatu teknologi baru. Dengan
mengetahui peluang dagang, seorang wirausahawan akan dapat memetik keuntungan
dengan bertindak sebagai pemula yang memfasilitasi perdagangan. Hal ini bisa terjadi
karena adanya ketidaksempurnaan pengetahuan ataupun informasi dari mereka yang
melakukan transaksi. Berdasarkan pendapat Kirzner tersebut di atas dapat dikemukakan
bahwa peranan informasi di pasar merupakan faktor yang sangat penting dalam wira-
usaha.
Eckhardt dan Shane (2002) mendefinisikan peluang sebagai situasi dimana
barang, jasa, bahan baku, pasar dan metode organisasi baru dapat diperkenalkan
melalui pembentukan cara (means) baru, pelanggan (ends), atau hubungan antara
means dan ends. Dalam hal ini keputusan wirausaha meliputi kreasi atau identifikasi
daripada means dan ends baru yang sebelumnya tidak terdeteksi oleh pelaku pasar.
Dalam proses eksploitasi peluang, seseorang mencari sumberdaya dan melibatkannya
dalam aktivitas yang dapat memberikan informasi, guna meningkatkan kepedulian ber-
10

sama di antara pelaku pasar tentang karakteristik informasi peluang yang dapat men-
dorong atau menekan seseorang dalam menindaklanjuti peluang usaha baru.
Eckhardt dan Shane (2002) juga mengidentifikasi tipe-tipe peluang, di antaranya
adalah: (1) Berdasarkan asal perubahannya, seperti perubahan yang berasal dari kreasi
produk atau jasa baru, perubahan yang berasal dari penemuan daerah pasar baru,
berasal dari penemuan bahan baku baru, berasal dari metode produksi baru, dan yang
berasal dari cara mengorganisasi yang baru. (2) Berdasarkan sumber peluang seperti:
peluang yang berasal dari informasi yang asimetrik, peluang yang berasal dari gap antara
pasokan dan permintaan, peluang yang berasal dari perbedaan tingkat produktivitas, dan
peluang yang berasal dari identifikasi katalisator perubahan yang menghasilkan peluang
usaha. (3) Ardichvili et al. (2003) mengemukakan bahwa identifikasi dan pemilihan
peluang yang tepat untuk usaha baru merupakan kemampuan yang sangat penting bagi
keberhasilan wirausahawan. Wirausahawan mengidentifikasi peluang usaha, mencip-
takan dan menyajikan nilai tambah bagi stakeholders. Ardichvili et al. (2000) lebih lanjut
menyatakan bahwa proses identifikasi dan pengembangan peluang usaha dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti: kewaspadaan yang dimiliki seorang wirausahawan,
informasi dan pengetahuan yang dimiliki, jaringan sosial, sifat individu dan tipe-tipe
peluang itu sendiri. Keraguan yang dilontarkan Zulkarnaen itu wajar, karena disemua
informasi telah diperolehnya. Dan informasi tersebut mempunyai nada yang sama bahwa
tidak ada pinjaman tanpa agunan. Oleh karena iti, informan ini tidak perna memikirkan untuk
menambahan modal dengan meminjam kepada bank. Selain pernyataan yang disampai-kan
informan di atas, juga disampaikan informan berikut.
”Saya belum lama menekuni usaha ini, kira-kita baru 1 (satu) tahun menjalankan usaha ini, dan saya
hanya bermodalkam uang sebanyak Rp.3.00.000,00 dan kemauan, motivasi, dan kesuhungguhan untuk
melihat peluang sukses. Dan sumber modal sendiri merupakan peransang saya, tanpa bantuan modal
dari pemerintah atau lembaga keuangan perbankan. Dan saya tidak perna tahu ada bantuan modal dari
pemerintah. Saya menjalankan usaha ini hanya modal kemauan yang tinggi, namun saya
mengalami kesulitan untuk menambah modal usaha saya dengar-dengar bantuan dari lembaga
keuangan perbankan terlalu banyak persyaratan yang harus dipenuhi, sementara saya tidak
memiliki agunan sebagaimna yang diharapkan oleh lembaga keuangan perbankan. Tetapi bantuan
dari pemerintah daerah/provinsi belum perna tahu/dengan bahwa ada bantuan dari pemerintah
(Kambali, 05 Oktober 2013)”.

Pernyataan informan di atas menyatakan bahwa belum perna mendengar ada


bantuan dari pemerintah, baik pemerintah kota maupun provinsi. Selain pernyataan tersebut
juga ditemukan beberapa kendala yang dihadapi oleh pedagang keliling di kota Samarinda.
Kendala tersebut berupa: kurangnya informasi dari pemerintah daerah, yang menso-
sialisasikan, jika ada bantuan dana dari pemerintah tentang pengusaha kecil.
Drucker (1985) mengemukakan bahwa informasi dan inovasi adalah tindakan
yang memberi sumberdaya kekuatan dan kemampuan baru untuk menciptakan ke-
sejahteraan. Inovasi menciptakan sumberdaya, karena tidak ada sesuatupun yang men-
jadi sumberdaya sampai orang menemukan manfaat dari sesuatu yang terdapat di alam,
sehingga memberinya nilai ekonomi. Dalam bidang sosial dan ekonomi tidak ada sum-
berdaya yang lebih besar dalam perekonomian daripada daya beli, tetapi daya beli
adalah hasil ciptaan dari wirausaha yang melakukan inovasi. Glancey dan Pettigrew,
(1998) berpendapat bahwa wirausahawan adalah seorang yang inovatif. Mereka mem-
buat perubahan melalui introduksi teknologi, proses atau produk. Menurut Schumpeter
hanya orang-orang yang luar biasa saja yang mempunyai kemampuan menjadi wirausa-
11

hawan dan mereka mampu melakukan perubahan-perubahan yang luar biasa. Inovasi
sukses adalah yang sederhana dan terfokus. Ia harus terarah secara spesifik, jelas dan
memiliki desain yang dapat diterapkan. Dalam prosesnya, ia menciptakan pelanggan dan
pasar yang baru. Jack (1999) mengelompokkan empat jenis inovasi yang bisa
dikembangkan, yaitu; penemuan (invention), pengembangan (extention), penggandaan
(duplication), dan sintesis. Inovasi merupakan sarana seorang wirausaha untuk meng-
eksploitasi perubahan ketimbang membuat perubahan-perubahan yang signifikan.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa inovasi
merupakan salah satu ciri khas utama dari seorang wirausahawan, karena dengan
inovasi seorang wirausahawan akan mampu meningkatkan produktivitas perusahaan
dengan cara menciptakan produk-produk baru yang inovatif maupun mengembangkan
cara-cara pemasaran yang inovatif sehingga akan memiliki daya saing yang kuat diban-
dingkan dengan produk maupun cara pemasaran dari pesaing. Selain pernyataan yang
disampaikan di atas, juga disampaikan oleh informan di bawah ini.
”Sudah 3 (tiga) tahun saya menjalankan usaha ini, saya terkendala pada modal, dan modal saya hanya
Rp.5.000.000,00. Saya merasa kesulitan untuk menambah modal usaha, namun kekurang modal
bagi saya bukan merupakan hambatan, modal saya adalah kemauan yang tinggi, dan jangan takut
resiko, dan kemudian pinjaman dari lembaga keuangan perbankan merupakan urutan terakhir
dalam usaha saya, karena terlalu banyak persyaratan yang harus dipenuhi, sementara saya tidak
memiliki agunan sebagaimna yang diharapkan oleh lembaga keuangan perbankan (Sumarno, 06
Oktober 2013)”.
Dari pernyataan informan di atas, dapat ditemukan beberapa kendala yang dihadapi
oleh pedagang keliling di kota Samarinda saat ini. Kendala tersebut hampir semuanya sama
bahwa kesulitan untuk meningkatkan usaha adalah modal. Harapan semua mengusaha,
khususnya pedagang keliling di kota Samarinda adalah ingin bertemu dengan lembaga
keuangan dan pemerintah daerah, sehingga apa yang mereka rasakan selama ini dapat di-
pahami dengan baik. Harapan informan adalah (a) perlu mempertemukan antara pemerintah
kota Samarinda dengan penyandang dana, (b) perlu mempertemukan pemerintah dengan
lembaga keuangan perbankan, (c) perlu mempertemukan antara pemerintah dengan bank
Indonesia dan pedagang keliling di kota Samarinda. Pertemuan ini bertujuan untuk
memberikan informasi yang pasti bagi pedagang keliling di kota Samarinda, terutama syarat-
syarat utama yang harus dipenuhi pedagang keliling, dan pemerintah sebagai pengambil
kebijakan perlu dirundingkan bersama dengan lembaga keuangan perbankan. Sementara
pihak akademisi dari berbagai perguruan tinggi hanya sebagai mediator untuk
mempertemukan antara pemerintah dan lembaga keuangan perbankan, selain itu adakademi
juga memmbatu dalam hal pendaimpingan dan pelatihan dalam berbagai hal, misalnya
pelatihan pembuatan proposal, pelatihan pengelolaan keuangan dan lain-lain sebagainya.
Para wirausaha menyukai mengambil risiko realistik karena mereka ingin ber-
hasil. Mereka mendapat kepuasan besar dalam melaksanakan tugas-tugas yang sukar
tetapi realistik dengan menerapkan keterampilan-keterampilan mereka. Jadi, situasi risiko
kecil dan situasi risiko tinggi dihindari karena sumber kepuasan ini tidak mungkin terdapat
pada masing-masing situasi itu. Ringkasnya, wirausaha menyukai tantangan yang sukar
namun dapat dicapai (Meredith et al., 1988).
Hill dan McGowan (1999), menyatakan bahwa jiwa wirausaha ditimbulkan dari
berbagai latar belakang pendidikan, lingkungan keluarga dan pengalaman kerja. Wira-
usaha adalah proses dinamik dalam tahapan pencapaian kesejahteraan dengan risiko
waktu dan risiko lainnya. Wirausahawan dikenal sebagai pengambil risiko (risk taker)
12

sejati, hasilnya adalah kemampuan mendapatkan keuntungan, dan hal ini memiliki
peranan penting dalam penciptaan lapangan kerja. Glancey, Greig dan Pattigrew (1998)
menyatakan bahwa terdapat dua kelompok wirausahawan yang satu sama lain
berlawanan, yaitu kelompok “opportunist” dan “craft” entrepreneur. Kelompok wirausa-
hawan opportunist dicirikan oleh rendahnya tingkat pendidikan (terutama pendidikan
teknis) dan kurangnya pengalaman manajerial, mereka enggan untuk menggunakan
bantuan dari luar, dan melakuan reaksi terhadap perubahan berdasarkan kebutuhan
pasar ketimbang proaktif dalam menciptakan usaha baru, sedangkan kelompok ‘craft
entrepreneur’ adalah kelompok wirausaha yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi,
memiliki pengalaman manajerial yang baik dan proaktif menciptakan usaha baru.
Kisfalvi (2002) yang melakukan riset dengan menggunakan pasar tenaga kerja
dari pendekatan kalangan ahli ekonomi, mengemukakan bahwa seseorang bisa berada
dalam salah satu dari empat status berikut: pengangguran, pekerja yang dibayar, self-
employment (kerja mandiri), serta wirausahawan. Perubahan dalam nilai relatif dari status
ini mempengaruhi beberapa individu untuk beralih dari satu status kepada status yang
lain. Dengan demikian seseorang harus mempertimbangkan tingkatan pendapatan yang
berhubungan dengan pencarian tenaga kerja bayaran yang baru untuk kerja mandiri,
atau tetap menganggur. Jika pengangguran tinggi, orang tersebut cenderung untuk
mempertimbangkan apakah kerja mandiri (self-employment) atau menganggur. Kerangka
kerja Knight menggambarkan perhatian terhadap pengaruh faktor "pendorong” (push)
dalam keputusan untuk memulai suatu usaha baru. Dengan cara yang sama, Muleller
dan Thomas (2001) membantah bahwa daya tarik relatif dan membangun usaha kecil
meningkat ketika jumlah orang yang menganggur sulit memperoleh pekerjaan. Kerja
mandiri memiliki risiko lebih besar dan dapat mengakibatkan tingkat pendapatan yang
lebih rendah dibanding dengan pekerja bayaran yang dibayar penuh dari suatu
perusahaan yang mapan. Meskipun demikian, perbandingan efektif antara status
menganggur dan manfaat yang diterima dari kerja mandiri dan bekerja pada perusahaan
kecil menjadi jauh lebih menarik. Sebagai tambahan terhadap faktor “pendorong” ini
orang harus mempertimbangkan fakta bahwa beberapa individu lebih cenderung kerja
mandiri dibanding orang lain dalam berbagai tingkat faktor "penarik”. Gray (1990) dalam
Walton (1999) mencatat bahwa kemerdekaan pribadi adalah faktor “penarik” yang
penting dalam keputusan untuk mencari karier sebagai pemilik usaha kecil walaupun
faktor “pendorong” seperti pemborosan, resesi, promosi yang terhambat memainkan
peran yang lebih kuat bagi mereka yang memilih kerja mandiri.
Selain itu, diperlukan adanya kreativitas dan keberanian untuk meningkatkan Usaha.
Ada seorang pengusaha di bidang jasa beliau adalah suku bugis Makassar sempat
diwawancai penulis. Banyak sekali sumber-sumber pendanaan yang bisa digali oleh
pengusaha kecil. Dan sumber pendanaan tersebut membutuhkan keberanian untuk mela-
kukan tindakan yang positif. Untuk menumbuhkan kreativitas itu, perlu pemikiran dari orang
banyak. Pemikiran dari banyak kepala tentu akan lebih baik dari pada pemikiran satu kepala.
Perilaku kerjasama tampak dalam koordinasi dan pertemuan yang dilakukan dengan
sesama anggota arisan guna membicarakan agenda pengembagan usaha ke depan. Usaha
seperti ini bisa dimediasi oleh berbagai pihak, misalnya dari pemerintah daerah maupun dari
perguruan tinggi, baik negeri maupun suwasta. Dari pemerintah melakukan sosialisasi dan
13

penyuluhan berupa pemberian informasi bagi masyarakat yang ingin mengembangkan


usaha mereka. Selain sosialisasi tersebut juga membahas kegiatan pokok, kegiatan tersebut
juga sebagai media silaturrahim sesama anggota penyuluh dan masyarakat guna saling
memberikan informasi tentang teknik-teknik yang ditempuh sehingga dapat memberikan
pemahaman kepada pedang keliling di kota Samarinda. Berdasarkan karakteristiknya
wirausaha (entrepreneur) dapat didefinisikan sebagai manifestasi dari kemampuan dan
kehendak dari individu-individu, terhadap organisasinya baik secara sendiri-sendiri
maupun dalam bentuk tim, di dalam dan di luar organisasi, untuk merasakan dan mencip-
takan peluang ekonomi baru (produk baru, metode baru, skema organisasi baru dan
kombinasi produk-pasar yang baru), dan memperkenalkan gagasan-gagasan mereka di
pasar dalam menghadapi kendala dan ketidakpastian pasar, dengan cara membuat
keputusan terhadap lokasi, bentuk dan penggunaan sumberdaya dan institusi (Wenneker
dan Thurik dalam Carree dan Thurik, 2002).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, pada
dasarnya wirausahawan berkaitan dengan karakteristik seseorang, wirausahawan bukan-
lah suatu pekerjaan dan tidak didefinisikan berdasarkan kelas pekerjaan seseorang;
walaupun banyak wirausahawan yang menunjukkan karakter wirausahanya selama fase-
fase tertentu dalam karirnya, namun jelas bahwa wirausaha tidak memiliki arti yang sama
dengan usaha kecil. Secara khusus dapat dikatakan bahwa perusahaan kecil merupakan
kendaraan bagi individu untuk menjembatani ambisi wirausaha mereka.
Lingkungan usaha merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam dunia
usaha. Hal ini karena entitas bisnis merupakan entittas terbuka yang selalu memengaruhi
maupun dipengaruhi oleh lingkungannya, baik langsung maupun tidak langsung. Porter
(1980) mengemukakan bahwa lingkungan usaha dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu: lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal terbagi dalam dua kategori
yaitu: lingkungan jauh dan lingkungan industri, sementara itu lingkungan internal meru-
pakan aspek-aspek yang ada di dalam perusahaan. Oleh karena itu, pemerintah ber-
sama-sama dengan masyarakat harus berusaha mempertahankan kondisi ekonomi
daerahnya agar menjadi lebih baik, sehingga perusahaan-perusahaan dapat meningkat-
kan atau memajukan usahanya. Selanjutnya Umar (2001:76) menyatakan hal yang sama
bahwa perlu ada perhatian dalam menganalisis ekonomi suatu daerah atau negara ada-
lah sebagai berikut: siklus usaha, ketersediaan enerji, inflasi, suku bunga, investasi,
harga produk dan jasa, produktivitas, dan tenaga kerja. Kondisi sosial masyarakat
memang berubah-ubah. Aspek kondisi sosial ini misalnya: sikap, gaya hidup, adat isti-
adat, dan kebiasaan dari orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan, serta kondisi
kultural, ekologis, demografis, religius, pendidikan dan etnis juga sangat berpengaruh,
dan menentukan etnis mana yang suka berusaha mulai dari pedagang keliling.
14

DAFTAR RUJUKAN

Aggestam, M. 2002. Competence, Governance, and Entrepreneurship. Advances in


Economic Strategy Research. Scandinavian Journal of Management. Vol. 18.
(4),pp. 611-614.

Afify, Mansur. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal :


Studi Kasus Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Dompu. Nusa
Tenggara Barat.

Anas, Saidi, Kemiskinan berdimensi Sosial Budaya, Upaya Mencari Model Pengentasa
Kemiskinan Berbasis Participatory Poverta Assesment

Ardichvili, A., Cardozo, R., and Ray, S. 2003. A Theory of Entrepreneurial Opportunity
Identification and Development. Journal of Business Venturing, Vol 18, pp. 105-
123.
BPS. Tingkat Kemiskinan Tahun 2011

Berita Resmi BPS Kaltim. Tingkat Kemiskinan di Kalimantan Timur Tahun 2011.

Bogdan, Robert C dan Biklen, Sari Knopp. 1990. Riset Kualitatif untuk Pendidikan
Pengantar ke Teori dan Metode. Munandir, 1990 (penerjemah), Pusat Antar
Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional
Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar
Universitas/UUC/Bank Dunia. Jakarta.

Budiman, 1992. Environmental Analysis. Surabaya: Pasca Sarjana Universitas Airlangga.

Bungin, Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Raja Grafindo


Persada. Jakarta.

Collins, C., Locke, E. and Hanges, P. 2000. The Relationship of Need for Achievement to
Entrepreneurial Behavior: a Meta-analysis. Working paper, University of
Maryland, College,MD.

Cromie. 1991. Studi tentang umur, jenis kelamin, dan dukungan keluarga pemilik per-
usahaan muda di dalam fase demarrage dari perkembangan (periode antara
peluncuran atau launch dan take-off menuju pertumbuhan yang konstan).

Cromie, S. 1987. Motivation of Aspiring Male and Female Entrepreneur. Journal of


Occupational Behavior, Vol 8, pp. 251-261.

Dimiyati. 1999. Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Penyelenggara Pendidikan


Pascasarjana Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP. Malang.

Driyarkara. 2006. Karya Lengkap Esa-esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh
dalam Perjuangan Bangsa (Penyunting: Sj.A. Sudiarja; SJ.G. Budi Subanar;
Sunardi St, dan Sarkim T), Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dendi, Astia. 2004. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Ekonomi Lokal. GTZ. Mataram.

Drucker, P.F. 1985. Innovation and Entrepreneurship : Practice and Principles. New
York : Harper and Row.
15

Chamber, Robert. 1991. Participatory Rural Appraisals, Past, Present and Future, Forest,
Trees, People.

Eckhardt, J. T. dan Shane, S. A.. 2002. Opportunities and Entrepreneurship, Journal of


Management. In Press. Uncorrected Proof. Available online December 2002.

Gazalba, S. 1973. Sistematika Filsafat, Milan Bintang. Jakarta.

Gede Prama. 1996. Sifat Dasar dan Kemampuan Wirausaha. Usahawan 09/XI/1996.
Glancey, K. 1998. Determinant of Growth and Profitability in Small
Entrepreneurial Firms. International Journal of Entrepreneurial Behavior and
Research. Vol. 4 (1), pp. 18-27.

Gie, The Liang. 1984. Konsepsi tentang ilmu, Penerbit Yayasan Studi ilmu dan
Teknologi. Yogyakarta.

Glancey, K., Greig, M. and Pettigrew, M. 1998. Entrepreneurial Dynamics in Small


Business Service Firms. International Journal of Entrepreneurial Behavior &
Research. Vol. 4 (3). pp. 249-268.

Harun, H.Rochjat. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Pelatihan, Penerbit CV


Mandar Maju. Bandung.
Hasiara, La Ode. 2011. Sikap dan Perilaku Aparatur dalam Melaksanakan Akuntansi
Keuangan Pemerintah Daerah di Kabupaten Buton. Disertasi Program Doktor
Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya Malang.

Hill, J. and McGowan, P. 1999. Small Business and Enterprise Development: Questions
about Research Methodology. International Journal of Entrepreneurial Behavior
& Research. Vol. 5 (1), pp. 5-18.

ILO, 2004. Seri Rekomendasi Kebijakan: Kerja Layak dan Penanggulangan Kemiskinan
di Indonesia.

Jack, S. L. and Anderson, A.R.. 1999. Entrepreneurship Education within the Enterprise
Culture. Producing reflective Practitioners. International Journal of
Entrepreneurial Behavior & Research. Vol. 5 (3). pp. 110-125.

Kartasasmita, Ginanjar. 2001. Speech Note disampaikan di depan Gerakan Mahasiswa


Pasundan, “Membangun Ekonomi Rakyat untuk Mewujudkan Indonesia Baru
yang Kita Cita-citakan”. Bandung.

Kerlinger, Fred N. 2006. Diterjemahkan oleh : Simatupang, Landung R. Asas-asas


Penelitian Beharioral, Penerbit Gajdjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kirk, D. 1999. Entrepreneurial Context and Behavior in SMEs. An Investigation of Two


Contrasting Manufacturing Firms. International Journal of Entrepreneurial
Behavior & Research. Vol. 4 (2), pp. 88-100.

Kisfalvi, V. 2002. The Entrepreneur's Character, Life Issues, and Strategy Making: A Field
Study. Journal of Business Venturing. Vol.17 (5), pp. 489-518

Krestan, B. dan Astia Dendi et all. 2004. Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengem-
bangan Ekonomi Lokal : Beberapa Pelajaran Dari Nusa Tenggara Barat. GTZ-
PROMIS-NT dan Departemen Dalam Negeri Indonesia. Mataram.
16

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi : bagaimana meneliti
dan menulis tesis. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Meredith, N. 1988. The Practice of Entrepreneurship. International Labor Organization.


Genewa.

Mitchell, T.R. 1982. Motivation : New Direction for Theory, Research and Practice.
Academy of Management Review. Vol. 7, pp.80-88.

Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi, Penerbit PT Remaja


Rosdakarya. Bandung.

Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi, Penerbit PT Remaja


Rosdakarya. Bandung.

Mueller, S.L. and Thomas, A. S. 2001. Culture and Entrepreneurial Potential: A Nine
Country Study of Locus of Control and Innovativeness Journal of Business
Venturing. Vol. 16 (1), pp. 51-75.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komu-
nikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Penerbit PT Remaja Rodakarya. Bandung.
Meredith, N. 1988. The Practice of Entrepreneurship. International Labor Organization.
Genewa.

Mitchell, T.R. 1982. Motivation : New Direction for Theory, Research and Practice.
Academy of Management Review. Vol. 7, pp.80-88.

Mueller, S.L. and Thomas, A. S. 2001. Culture and Entrepreneurial Potential: A Nine
Country Study of Locus of Control and Innovativeness Journal of Business
Venturing. Vol. 16 (1), pp. 51-75.

Parker, Ian. 2008. Psikologi Kualitatif, Penerbit Andi. Yogyakarta.

Porter, M. E. 1980. Competitive Advantage; Creating and Sustaining Superior


Performance. New York : Free Press.

Rahim, Abdul dan Abdul Rahman. 2004. A Grounded Theory Study of Accounting
Practices in Islamic Organizations, Intenational Islamic University. Malaysia.

Rambat L. dan Jero W. 1998. Wawasan Kewirausahaan: Cara Mudah menjadi


Wirausaha. LPFE-UI. Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2005. Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

R. Haryono dan R. Mahman. 2007. Forum Pengembangan Ekonomi Lokal - Konsep,


Strategi dan Metode, Perspektif dan Pengalaman Nusa Tenggara. GTZ-GLG dan
Departemen Dalam Negeri Indonesia.

Robbins. S. P. 1993. Organizational Behavior. Sixth Edition. Prentice Hall Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey 07632.
17

Siagian, Salim dan Asfahani. 1999. Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat 17-8-
45. Kledge Jaya Putra Timur. Jakarta.

Umar, H. 2002. Riset Sumber Daya Manusia. Gramedia. Jakarta.

Sonhadji, A.1996. Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan.


Malang: Penerbit Kalimasahada Press.

Soenarto.1993. Makalah Desain Penelitian Studi Kasus; Disampaikan pada


Penataran Penelitian Studi Kasus: Lembaga Penelitian Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Yogyakarta.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memperdayakan Rakyat, Bandung : PT
Refika Aditama.

Tim Editorial. 1994. Participatory Rural Appraisal Gambaran Teknik-teknik Berbuat


Bersama Berperan Setara Pengkajian dan Perencanaan Program Bersama
Masyarakat. Bandung : Studio Driya Media.

Walton. J. 1999. Strategic Human Resources Management. Prentice Hall. London.

Zainuddin, M. 2006. Filsafat Islam, Perspektif Pemikiran Islam. Prestasi Pustaka


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai