Anda di halaman 1dari 4

RINGKASAN ILMIAH

TENSION TYPE HEADACHE

N INDIKATOR KETERANGAN
O
1. DEFINISI Tension type headache adalah nyeri kepala primer yang paling sering
terjadi dengan karakter nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat
dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada
aktivitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau
fonofobia
2. EPIDEMIOLOGI TTH biasa terjadi pada usia 20-30 tahun.
Rasio kejadian pada laki-laki dan perempuan adalah 4: 5.
3. PATOFISIOLOGI

4. KLASIFIKASI Antara lain:


1. Infrequent episodic tension-type headache
Infrequent episodic tension-type headache associated with pericranial
tenderness
Infrequent episodic tension-type headache not associated with
pericranial tenderness
2. Frequent episodic tension-type headache
Frequent episodic tension-type headache associated with pericranial
tenderness
Frequent episodic tension-type headache not associated with pericranial
tenderness
3. Chronic tension-type headache
Chronic tension-type headache associated with pericranial tenderness
Chronic tension-type headache not associated with pericranial
tenderness
4. Probable tension-type headache
Probable infrequent episodic tension-type headache
Probable frequent episodic tension-type headache
Probable chronic tension-type headache
5. DIAGNOSIS Pemeriksaan Fisik (pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologi, palpasi struktur
tengkorak dan tulang belakang)
Penilaian Total Tenderness Score
Pemeriksaan Penunjang (CT scan kepala dan vertebra cervical; pungsi lumbal)
6. DIAGNOSIS Cervical spondylosis, nyeri kepala akibat overuse obat, nyeri kepala
BANDING pascacedera yang kronis. Nyeri kepala yang berkaitan dengan penyakit
mata/rongga sinus di hidung, gangguan sendi temporomandibular,
kondisi kejiwaan hingga tumor otak.
7. TATALAKSANA Prinsip penanganan Tension Type Headache :
1. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi kekambuhan nyeri kepala,
modalitas terapi non farmakologis dan terapi farmakologis akut
maupun profilaksis.
2. Edukasi faktor pencetus dan implementasi tatalaksana stres dan
latihan untuk mencegah /mengurangi TTH
3. Pengelolaan dengan analgetik seperti asetaminofen, NSAID atau asam
asetilsalisilat, atau kombinasi dengan kafein.
4. Terapi non farmakologis : terapi relaksasi, CBT dan pemijatan
5. Terapi profilaksis diberikan bila nyeri kepala frequent, berhubungan
dengan pekerjaan, sekolah dan kualitas hidup, dan/atau penggunaan
analgetik yang dijual bebas meningkat (>10-15 hari perbulan).
Terapi Farmakologis
I. Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/ minggu
1. Analgetik: aspirin 1000 mg/ hari, acetaminophen 1000 mg/ hari,
NSAIDs ( naproxen 660-750 mg/ hari, ketoprofen 25-50 mg/ hari,
tolfenamic 200-400 mg/ hari,mefenamic fenoprofen, ibuprofen
800 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/ hari). Pemberian analgeti
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan iritasi
gastrointestinal, penyakit ginjal, hepar, dan gangguan fungsi
platelet.
2. Caffein (analgetik ajuvan ) 65 mg
3. Kombinasi: 325 aspirin, acetaminophen+40 mg caffeine

II. Pada tipe kronik


1. Antidepressan (Amitriptilin)
2. Anti ansietas (Gol. Benzodiazepin)
Terapi non-farmakologis:
1. Kontrol diet
2. Hindari Faktor Pencetus
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
4. Behaviour treatment
Pengobatan Fisik
1. Latihan postur dan posisi
2. Masase, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation)
4. Obat anestesi ataupun bahan lain pada trigger point
Terapi Behaviour (biofeedback, stress management therapy,
reassurance, konseling, relaxation terapi, CBT)

Pengobatan Psikologis

Terapi preventif farmakologis (Pada penderita yang sering mendapat


serangan nyeri kepala pada ETTH dan serangan yang lebih dari 15 hari
dalam satu bulan/CTTH)
Indikasi terapi preventif
1. Direkomendasikan pada kasus disabilitas akibat nyeri kepala ≥ 4
hari/bulan atau tidak ada respon terhadap terapi simtomatis, bahkan
bila frekuensi nyeri kepalanya rendah
2. Terapi dikatakan efektif bila mengurangi frekuensi serangan dan/atau
derajat keparahan minimal 50%
3. Identifikasi faktor pencetus dan yang mengurangi nyeri kepala, jika
memungkinkan juga berperan dalam mengurangi frekuensi serangan.
4. Penyakit komorbid yang lain ikut menentukan pemilihan terapi
(misal: penggunaan amitriptilin dikontrindikasikan pada hipertrofi
prostat dan glaukoma).
5. Perhatian khusus terhadap adanya interaksi obat
6. Terapi preventif seharusnya berbasis obat tunggal yang dititrasi pada
dosis rendah yang efektif dan ditoleransi dengan baik
7. Pasien harus dilibatkan dalam pemilihan terapi dan sedapat mungkin
dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat dalam jumlah banyak
(kepatuhan minum obat berkebalikan dengan jumlah obat yang
dikonsumsi)
8. Pasien harus diinformasikan mengenai bagaimana dan kapan obat
seharusnya diminum, efikasi dan efek sampingnya.

7. PROGNOSIS Penderita TTH dewasa yang berobat jalan lebih dari 10 tahun, 44% TTH
kronis mengalami perbaikan signifikan, 29% TTH episodik berubah
menjadi TTH kronis. Secara umum, prognosis TTH baik.

Anda mungkin juga menyukai