Anda di halaman 1dari 9

BAB I

REVIEW

TTH atau Tension-type Headache atau nyeri kepala tipe tegang adalah nyeri kepala
yang paling umum di seluruh dunia yaitu suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri atau
rasa tidak nyaman di daerah kepala, kulit kepala atau leher yang biasanya berhubungan
dengan ketegangan otot di daerah ini. Nyeri yang dirasakan biasanya bersifat menekan,
mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat
ringan hingga sedang, serta tidak disertai rasa mual dan/atau muntah (Dewanto dkk., 2009).

Ada beberapa terapi yang ditujukan untuk penyakit TTH. Tujuannya adalah untuk
reduksi frekuensi dan intensitas nyeri kepala. Terapi dapat dimulai lagi bila nyeri kepala
berulang, dibagi menjadi 2 yaitu terapi farmakologis dan non farmakologis (Dewanto dkk.,
2009).
a. Terapi farmakologis
Farmakoterapi dibagi menjadi terapi abortif (untuk menghentikan atau mengurangi
intensitas serangan) dan terapi preventif jangka panjang (Anurogo, 2014).
 Terapi abortif
Analgesik : Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol, aspirin, dan
kombinasi analgesik. Parasetamol aman untuk anak. Pada
dewasa, obat golongan anti-infl amasi non steroid efektif untuk
terapi TTH episodik17. Harus dihindari obat analgesik
golongan opiat (misal: butorphanol). Pemakaian analgesik
berulang tanpa pengawasan dokter, terutama yang mengandung
kafein atau butalbital, dapat memicu rebound headaches.
NSAID : Beberapa obat yang terbukti efektif: ibuprofen (400 mg),
parasetamol (1000 mg), ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih
efektif daripada parasetamol. Kafein dapat meningkatkan efek
analgesik. Analgesik sederhana, nonsteroidal anti-infl
ammatory drugs (NSAIDs), dan agen kombinasi adalah yang
paling umum direkomendasikan.

 Terapi preventif
Amitriptilin dan nortriptilin merupakan antri depresan trisiklik yang paling
sering dipakai. Selain itu, selective serotonin uptake inhibitor (SSRI) seperti
fluoksetin, paroksetin, dan sertralin juga sering digunakan (Dewanto dkk.,
2009).
b. Terapi non farmakologis
Disamping mengonsumsi obat, hal lain yang bisa dilakukan untuk meringankan nyeri
tension-type headache antara lain : (Anurogo, 2014)
 Intervensi nonfarmakologis, misalnya: latihan relaksasi, relaksasi progresif,
terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural therapy, atau
kombinasinya.
 Modifikasi perilaku dan gaya hidup. Misalnya: istirahat di tempat tenang,
peregangan leher dan otot bahu 20-30 menit setiap pagi hari, menghindari
terlalu lama bekerja di depan komputer, beristirahat 15 menit setiap 1 jam
bekerja dan saat tidur diupayakan dengan posisi benar.
Tension-type headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua dari
berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan-sedang, (3) lokasi
bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada
salah satu dari fotofobia dan fonofobia. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang-berat,
tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia,
kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman
pada bagian leher, rahang serta temporomandibular (McPhee dkk., 2009).

Pada penderita tension-type headache didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan
yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot
perikranial yang menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang
bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya. TTH adalah kondisi stress
mental, non-physiological motor stress, dan myofascial lokal yang melepaskan zat iritatif
ataupun kombinasi dari ketiganya yang menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi
struktur persepsi supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-
masing individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda-beda dalam hal intensitas nyeri
kepalanya (Sjahrir, 2004).
Iskemi dan meningkatnya kontraksi otot-otot di kepala dan leher diduga penyebab
TTH, tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis normal selama berolahraga (static muscle
exercise). Aktivitas EMG (electromyography) menunjukkan peningkatan titik-titik pemicu di
otot wajah (myofascial trigger points). Riset terbaru membuktikan peningkatan substansi
endogen di otot trapezius penderita tipe frequent episodic TTH. Selain itu, juga ditemukan
nitric oxide sebagai perantara (local mediator) TTH. Seharusnya produksi nitric oxide
dihambat agar dengan agen investigatif (L-NMMA) dapat mengurangi ketegangan otot dan
nyeri yang berkaitan dengan TTH (Anurogo, 2014).
Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik, sedangkan pada
TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways dan inadequate endogenous
antinociceptive circuitry. Jadi mekanisme sentral berperan utama pada TTH kronis.
Sensitisasi jalur nyeri (pain pathways) di sistem saraf pusat karena perpanjangan rangsang
nosiseptif (prolonged nociceptive stimuli) dari jaringan-jaringan miofasial perikranial
tampaknya bertanggung-jawab untuk konversi TTH episodik menjadi TTH kronis (Anurogo,
2014).
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis komprehensif
adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan petunjuk potensial terhadap
penyebab penyakit (organik, dsb) yang mendasari terjadinya TTH. Pada palpasi manual
gerakan memutar kecil dan tekanan kuat dengan jari kedua dan ketiga di daerah frontal,
temporal, masseter, pterygoid, sternocleidomastoid, splenius, dan otot-otot trapezius,
dijumpai pericranial muscle tenderness, dapat dibantu dengan palpometer. Prosedurnya
sederhana, yaitu: delapan pasang otot dan insersi tendon (yaitu: otot-otot masseter, temporal,
frontal, sternocleidomastoid, trapezius, suboccipital, processus coronoid dan mastoid)
dipalpasi. Palpasi dilakukan dengan gerakan rotasi kecil jari kedua dan ketiga selama 4-5
detik. Tenderness dinilai dengan empat poin (0,1,2, dan 3) di tiap lokasi (local tenderness
score); nilai dari kedua sisi kiri dan kanan dijumlah menjadi skor tenderness total (maksimum
skor 48 poin). Penderita TTH diklasifikasikan sebagai terkait (associated) (skor tenderness
total lebih besar dari 8 poin) atau tidak terkait (not associated) (skor tenderness total kurang
dari 8 poin) dengan pericranial tenderness (Anurogo, 2014).
Pada TTH juga dijumpai variasi TrPs, yaitu titik pencetus nyeri otot (muscle trigger
points). Baik TrPs aktif maupun laten dijumpai di otot-otot leher dan bahu penderita TTH.
TrPs berlokasi di otot-otot splenius capitis, splenius cervicis, semispinalis cervicis,
semispinalis capitis, levator scapulae, upper trapezius, atau suboccipital. TrPs di otot-otot
superior oblique, upper trapezius, temporalis, sub occipital, dan sternocleidomastoid secara
klinis relevan untuk diagnosis TTH episodik dan kronis (Anurogo, 2014).
BAB II
KASUS

Ibu Ninik, seorang perempuan, berusia 32 tahun, bertempat tinggal di Lawang dan
bekerja di bidang administrasi datang dengan keluhan nyeri kepala. Rasanya seperti tertekan,
berdenyut berat terutama dari daerah depan ke belakang kepala. Apabila diukur dengan skala,
intesitas nyerinya sebesar 7 (moderate/sedang). Nyeri ini telah dialami selama ± 2 tahun
dengan durasi ± 1-2 jam/kali saat bekerja dan muncul 1-2 kali dalam seminggu. Ibu Ninik
tidak mengalami gejala prodromal (gejala awal) tetapi disertai gejala penyerta selama nyeri
kepala tersebut muncul yaitu mual ingin muntah, pandangan kabur, mata terasa berat, nyeri
menjalar sampai bahu dan disertai keringat dingin. Habit dari Ibu Ninik sendiri tergolong
normal seperti pola makan teratur, tidur cukup (8 jam/hari) dan tidak memiliki kebiasaan
mengkonsumsi kopi/kafein lain, namun jarang berolahraga. Riwayat trauma kepala seperti
karena terjatuh tidak pernah dialami, namun riwayat keluhan serupa juga terjadi pada ibu
beliau.

Pemeriksaan fisik dari Ibu Ninik :

1. Status interna
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
- Nadi : 80 x/menit, frekuensi teratur, isi cukup
- Pernafasan : 18 x /menit
- Suhu : 36,50 C

Status Generalis

- Kepala leher : anemia -/-


pernapasan cuping hidung -/-
cyanotic central -/-
jugular vena pressure (normal = 2 mm)
- Thorax
Perkusi : Batas atas jantung : sela iga III garis parasternal kiri
Batas kiri jantung : sela iga VI garis midklavikular kiri
Batas kanan jantung : sela iga IV medial garis parasternal kanan

Rh -/-
Wh -/-

Vesikuler +/+

- Abdomen
Palpasi : normal
Perkusi : meteorismus
Auskultasi : peristaltik (normal)
- Ekstrimitas
Edema -/-
Darah hangat

2. Status neurologis
- GCS : 456
- N. cranialis : dbr
- Meningeal sign :-
- Fx luhur : dbn (dalam batas normal)
- Motorik : dbn
- Sensorik : dbn
- Reflek fisiologis : +2/+2
- Reflek patologis : -/-
- ANS : dbn

3. Dx : TTH (Tension-type Headache)


DDx : Beberapa penyakit/kondisi yang mirip TTH: cervical spondylosis, nyeri
kepala akibat overuse obat, nyeri kepala pascacedera yang kronis. Selain itu,
juga nyeri kepala yang berkaitan dengan penyakit mata/rongga sinus di hidung,
gangguan sendi temporomandibular, kondisi kejiwaan dan tumor otak
(Anurogo, 2014).
4. Manajemen

R/ Parmol 500 mg
Amytriptylin 10 mg
Diazepam 1 mg
Cafein 25 mg
mfla pulv dtd no X
2 dd cap 1

Ambillah Parmol lima ratus miligram

Amytriptylin sepuluh miligram

Diazepam satu miligram

Cafein dua puluh lima miligram

Campur dan buatlah menurut cara semestinya serbuk terbagi dengan

takaran sebanyak sepuluh

Setiap hari dua kali satu kapsul


BAB III

PENUTUP

Ibu Ninik datang dengan keluhan nyeri kepala dari depan ke belakang sejak 2 tahun.
Keluhan nyeri kepala ini dirasakan terutama saat beraktivitas seperti saat melihat komputer.
Ibu Ninik juga mengeluhkan nyeri kepalanya menjalar ke bahu dan pandangannya kabur
disertai mata terasa berat. Untuk mengatasinya selama ini Ibu Ninik hanya mengkonsumsi
obat Paramex bila kambuh. Dilihat dari kebiasaannya, Ibu Ninik tergolong orang yang normal
hanya saja kurang tidur dan tidak ada riwayat penyakit serius lainnya atau trauma kepala.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, diagnosa utama untuk Ibu Ninik yaitu
penyakit TTH (Tension-type Headache).
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, Dito. 2014. Tension Type Headache (41) : 186-189.

Dewanto, G., Suwono, Wita J., Riyanto, B., Turana, Y. 2009. Panduan Praktis Diagnosis &

Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

McPhee, Stephen J., Maxine, Papadakis A., dkk. 2009. Nervous System Disorders.

Current  Medical Diagnosis and Treatment. San Fransisco: McGraw-HillCompanies.

Sjahrir, Hasan. 2004. Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepla Primer dan Prospek

Pengobatannya (22) : 4.
MAKALAH
PRAKTIKUM FISIOLOGI

TESTIMONI PASIEN : TENSION-TYPE HEADACHE

DOSEN PENGAMPU : dr. Aris Widayati, Sp.S

Disusun Oleh :

Wanda Fenny Oktavianti

155070500111016

Farmasi B

Kelompok 1

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN FARMASI

MALANG

2015

Anda mungkin juga menyukai