Anda di halaman 1dari 3

Non-derogable rights adalah hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun. Hak-hak yang termasuk dalam non-derogable rights ini diatur dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945 yang meliputi:

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun.”

Penjelasan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) menjelaskan lebih
lanjut mengenai yang dimaksud dengan “dalam keadaan apapun" termasuk keadaan perang, sengketa
bersenjata, dan atau keadaan darurat. Sedangkan, derogable rights adalah hak-hak yang masih dapat
dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara dalam keadaan tertentu.

Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 12 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang
Hak-Hak Sipil Dan Politik).

Dengan demikian, hak-hak lain yang tidak termasuk dalam non-derogable rights adalah termasuk dalam
derogable rights. Hak privasi adalah kebebasan atau keleluasaan pribadi (dikutip dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia).

Salah satu contoh hak privasi misalnya hak untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa
harus diketahui oleh umum. Hak privasi ini adalah termasuk derogable rights sehingga dapat dikurangi
pemenuhannya. Sebagai contoh pengurangan hak atas privasi dalam berkomunikasi ini adalah terkait
pengaturan tentang penyadapan dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU 36/1999”).
UU 36/1999 memang tidak menggunakan terminologi hak privasi melainkan “hak pribadi”.
Ketentuannya berbunyi sebagai berikut “...pada dasarnya informasi yang dimiliki seseorang adalah hak
pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang” (lihat penjelasan Pasal 40 UU
36/1999).

Namun, dalam beberapa keadaan, ketentuan tersebut dapat disimpangi sehingga tindakan penyadapan
diperbolehkan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b UU 36/1999 yang menyatakan,
“untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi
yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan
informasi yang diperlukan atas permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku.”

Ditegaskan pula dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

Jadi, hak pribadi/privasi seseorang adalah derogable rights karena masih dapat dikurangi dalam
keadaan-keadaan tertentu.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat dipahami.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


3. Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

4. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

5. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and
Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik)

Anda mungkin juga menyukai