Anda di halaman 1dari 514

KUMPULAN ARTIKEL PENELITIAN

TAHUN 2016

SEAMEO SEAMOLEC
JUDUL PENELITIAN HALAMAN

PENGEMBANGAN “SABWEBAN” SEBAGAI MEDIA EVALUASI UNTUK 1


MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMA NEGERI 1
MATANGKULI KABUPATEN ACEH UTARA

EVALUASI HASIL BELAJAR MAHASISWA MENGGUNAKAN LATIHAN 9


SOAL-SOAL BERTINGKAT BENTUK SUPERITEM BERBASIS WEB

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ELEKTRONIK GEOMETRI RUANG 19


BERBASIS ANDROID DENGAN 3D PAGEFLIP PROFESIONAL

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN DIGIBOOK 30


DENGAN KVISOFT FLIP BOOK MAKER
PADA MATERI FUNGSI MATEMATIKA KELAS VIII

PENGEMBANGAN METODE DUTA PRODEO (DUTA BELAJAR 44


BERBASIS PROYEK VIDEO) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR SISWA PADA MATERI PENERAPAN BARISAN DAN DERET
MATEMATIKA

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS BERBASIS MAPLE 53


UNTUK MENINGKATKAN ADVANCED MATHEMATICAL THINKING
MAHASISWA

IMPLEMENTASI PROGRAM MAPLE DALAM UPAYA MENINGKATKAN 67


KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEMANDIRIAN
BELAJAR MAHASISWA

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MULTIMEDIA INTERAKTIF 83


MENGGUNAKAN COURSE LAB PADA MATERI STATISTIKA DAN
PELUANG

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS 103


E-LEARNING PADA MATA KULIAH KALKULUS DIFFERENSIAL
UNTUK MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA

PENGEMBANGAN MODUL ALJABAR MENGGUNAKAN APLIKASI EXE 114


LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIKA
PADA SISWA KELAS VII SMP

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA 130


ANIMASI WIRING DIAGRAM UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI
KOGNITIF SISTEM PENGISIAN KENDARAAN RINGAN PADA SISWA
KELAS XI TKR 1 SMK NEGERI 1 KEDUNGWUNI TAHUN PELAJARAN
2016-2017

PEMBELAJARAN FISIKA KONSEP TEORI KINETIK GAS DENGAN 144


PENDEKATAN INKURI PENGALAMAN SAINS TERSTRUKTUR
MENGGUNAKAN VIRTUAL LABORATORY UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI MIPA-10
JUDUL PENELITIAN HALAMAN

PENERAPAN INKUIRI LEARNING MENGGUNAKAN SOFTWARE CD 161


PETA TEMATIK DIPADU GOSEMAP( GOOGLE MAPS & STREET VIEW)
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATERI
KENAMPAKAN ALAM DAN BUATAN INDONESIA SISWA KELAS 4
SD/MI

PEMANFAATAN E-LEARNING QUIPPER SCHOOL DALAM 174


PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATAKAN PRESTASI SISWA PADA
MATERI GEOMETRI

PENERAPAN EDMODO DAN I-CARE UNTUK PENINGKATAN 186


AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP
NEGERI 1 SRUWENG 2016/2017

PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBASIS SWAY 203


PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS 6 SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN BLENDED-SCIENTIFIC LEARNING 218


BERBANTUAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
PADA POKOK BAHASAN INTEGRAL

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR 232


MATEMATIKA PADA MATERI PROGRAM LINEAR MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN BLENDED LEARNING DISCO DOBRA

EFEKTIFITAS SINERGI ANTARA INSTRUKTUR DAN MENTOR UNTUK 244


MENINGKATKAN JUMLAH PESERTA TRAINING ONLINE PADA
PELATIHAN KELAS MAYA BATCH 3

PEMANFAATAN INTERNET UNTUK MENINGKATKAN WAWASAN 254


SISWA DALAM MENERAPKAN METODE PCP SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA
KELAS XII IPA SMA YAPIS MANOKWARI TAHUN PELAJARAN
2016/2017

METODE STAD BERBANTUAN FACEBOOK FANPAGE DENGAN 275


TEKNIK TREASURE HUNT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS
BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING 295


BERBANTUAN SOFTWARE CEDAR LOGIC SIMULATOR SEBAGAI
UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATERI GERBANG LOGIKA DI KELAS X TAV 2 SMKN 1 LENGKONG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

PEMANFAATAN SPARKOL VIDEOSCRIBE UNTUK MENINGKATKAN 306


MINAT BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA KELAS XII KJ SMK
NEGERI 2 WONOSARI TAHUN 2016/2017
JUDUL PENELITIAN HALAMAN

PENDEKATAN SAINTIFIK BERBANTUKAN MOVIE MAKER UNTUK 324


PENINGKATAN NASIONALISME DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA
KELAS VI SDN 1 KEDUNGOMBO TAHUN PELAJARAN 2016/2017

PENGGUNAAN GOOGLE DOCS SEBAGAI MEDIA UNTUK KEGIATAN 338


COLLABORATIVE WRITING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENULIS TEKS DESKRIPTIF SISWA KELAS VIII.A SMPN 15 KOTA
BENGKULU

PENGGUNAAN MEDIA EDMODO DALAM UPAYA PENINGKATKAN 352


PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA
INGGRIS KELAS XI DI MAN 1 AMBON

IMPLEMENTASI TECHNO-SCIENTIFIC INQUIRY 373


PADA KELAS PTJJ ESSAY WRITING

PENGGUNAAN APLIKASI LINE DENGAN METODE KOLABORASI 390


MENULIS BERANTAI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI
MENULIS TEKS PANTUN DAN SYAIR DI SMA CENDANA PEKANBARU

KOLABORASI MEDIA PEPISONG DAN MODEL NHT INTERAKTIF 406


UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN PERANG DUNIA II KELAS IX SMP NEGERI
SATAP APADO

PEMANFAATAN APLIKASI PADLET DAN LINO UNTUK 420


MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS BAHASA INGGRIS
MAHASISWA NON ENGLISH DEPARTMENT

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA 441


DENGAN METODE FLIPPED CLASSROOM MELALUI PEMANFAATAN
PLATFORM E-LEARNING KELASE

PEMANFAATAN MEDIA BLOGGING BERBASIS 453


APLIKASI GOOGLE DOCS DALAM MODEL BELAJAR MANDIRI
GUNA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

PEMANFAATAN PROGRAM APLIKASI SEBAGAI PENDUKUNG SISTEM 463


PENILAIAN KEMAJUAN BAHASA INGGRIS

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR STATISTIKA BERBASIS 476


TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) PADA
PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ) UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

PENGEMBANGAN MONOGRAF BERILUSTRASI 3 DIMENSI (3D) 498


BERBASIS AUGMENTED REALITY SEBAGAI SUPLEMEN PADA
TOPIK PEMBELAJARAN ALDEHIDA DAN KETON
PENGEMBANGAN “SABWEBAN” SEBAGAI MEDIA EVALUASI UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
DI SMA NEGERI 1 MATANGKULI
KABUPATEN ACEH UTARA

Qusthalani, M.Pd
Guru SMAN 1 Matangkuli Kecamatan Matangkuli Kabupaten Aceh Utara
Provinsi Aceh. Email:qus_fs04@yahoo.co.id

Abstrak: Evaluasi pendidikan itu wajib dilaksanakan oleh guru sebagai penanggung jawab
dalam proses pembelajaran siswa. evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan jalan
memberikan tes yang diadakan setiap selesai satu bab pembelajaran atau biasa disebut dengan
ulangan harian, ujian tengah semester atau ujian akhir semester. Beberapa peneliti telah
membuat software untuk mempermudah guru dalam menganalisis hasil jawaban siswa,
Namun, software yang dibuat tersebut hanya menyajikan hasil belajar siswa dalam bentuk
benar dan salah saja. Soal-soal yang telah dibuat tersebut tidak dapat melihat sejauhmana siswa
tersebut tersebut sudah memahami suatu materi dari soal yang diuji, sehingga software yang
akan penulis buat soal pilihan ganda dua tingkat. Soal tersebut tidak hanya melihat benar dan
salah dari jawaban siswa, tetapi dapat juga menganalisis tingkat pemahaman siswa dari suatu
konsep dalam soal yang diuji tersebut. Sistem asesmen ini akan berbasis web sehingga
nama sistem yang dikembangkan adalah SABWEBAN (Sistem Asesmen Berbasis Web
Aneuk Nanggroe). Hasil dari validasi aplikasi yang dikembangkan diperoleh persentase 92%
dari ahli media, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi, dari ahli materi diperoleh
persentase 90%, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi, dari uji coba produk diperoleh
persentase 94,6%, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi, dan dari uji coba pemakaian
mendapat persentase 81,200% , yang beraiti tingkat kelayakan sangat tinggi. Sehingga
diperoleh persentase rata-rata sebesar 89,258% dengan tingkat kelayakan sangat tinggi. Selain
itu nilai sikap sebesar 81,002% dan 100% kegiatan belajar mencapai ketuntasan belajar secara
kelompok (klasikal). Dengan demikian, aplikasi SABWEBAN kelas XI semester I dengan
materi fluida dinamis dapat dinyatakan layak.

Kata Kunci: Evaluasi, Sistem Berbasis WEB, Pilihan Ganda Dua Tingkat

1
PENDAHULUAN
Suharsono (2014) menyebutkan evaluasi pendidikan memiliki peranan yang
sangat penting, terutama untuk melihat keberhasilan guru dalam melahirkan Sumber
Daya Manusia yang berkualitas. Seorang guru diharuskan mampu memillih evaluasi
pembelajaran yang sesuai dengan program kegiatan pembelajaran, dengan
pengembangan evaluasi pembelajaran yang tepat dan sesuai, maka dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa serta berpengaruh positif terhadap keefektifan belajar.
Namun, dalam pelaksanaannya seringkali guru memberikan tes kepada siswa
hanya untuk mengukur kemampuan siswa dan hanya menghitung jawaban benar atau
salahnya saja yang nantinya akan jadi tolak ukur nilai kemampuan siswa tersebut.
Padahal, seharusnya tes tidak hanya untuk mengukur kemampuan siswa tetapi juga
harus menjadi bahan evaluasi bagi guru tentang pemahaman siswa akan
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Hal tersebut sulit dilakukan karena dalam prosesnya soal-soal tes yang
diberikan tidak dirancang untuk mendeteksi tingkat pemahaman siswa dalam
pembelajaran. Hal ini dapat diatasi bila menggunakan sebuah alat evaluasi berupa
sistem penilaian atau sistem asesmen yang dirancang untuk mengukur tingkat
kemampuan siswa, dan juga dirancang untuk mendeteksi tingkat pemahaman siswa
terhadap poin-poin yang diujikan.
Perkembangan zaman yang semakin cepat terutama dalam bidang teknologi
pada saat ini memungkinkan pendidik mengembangkan sistem asesmen yang
berkualitas, bukan hanya mendetekasi kemampuan siswa tetapi juga tingkat pemahaman
siswa tersebut. Sistem asesmen yang dikembangkan didalamnya akan menggunakan
instrumen tes berupa soal pilihan ganda dua tingkat. Sistem ini dirancang untuk merekam
setiap siswa dalam memilih opsi jawaban baik benar ataupun salah. Setiap siswa harus
memilih pilihan jawaban dan memberikan alasan pada pilihan yang ada. Selanjutnya
setiap jawaban-jawaban siswa yang telah masuk ke dalam sistem akan dijadikan
sebuah pelaporan bagi guru tentang tingkat pemahaman siswa terhadap suatu soal
(Hakim, 2012).
Sistem asesmen ini akan berbasis web sehingga nama sistem yang
dikembangkan adalah SABWEBAN (Sistem Asesmen Berbasis Web Aneuk Nanggroe).
Keuntungan yang akan diperoleh dari sistem berbasis web adalah bersifat multi
platform sehingga dapat digunakan oleh sistem operasi apapun. Karena apabila sistem
tersebut hanya dapat digunakan di salah satu sistem operasi saja apalagi berbayar
maka akan sulit untuk dilirik para pengguna. Selain itu, selama tersedia koneksi jaringan
atau internet, maka guru dan siswa bisa melaksanakan proses evaluasi pembelajaran
dengan menggunakan sistem ini.
Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari SABWEBAN adalah pengguna dapat
membuat skala tersendiri dan memungkinkan pengguna untuk langsung menggunakan
data masalah dalam sebuah tabel multikriteria sehingga perhitungannya cepat dan
sederhana.

Meninjau kondisi di atas, penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan


“SABWEBAN” sebagai Media evaluasi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di
SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara” penting untuk dilaksanakan. Populasi
penelitian adalah siswa kelas XI SMAN 1 Matangkuli. Teknik sampling yang digunakan

2
adalah purposive sampling. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI-2 SMAN 1
Matangkuli. Kelas ini dipilih karena 23 dari 35 siswa (65,714%) memiliki komputer,
sehingga media yang cocok diterapkan adalah media berbasis komputer. Selain itu,
berdasarkan nomogram Harry King, siswa kelas XI-2 yang berjumlah 35 siswa sesuai
dengan jumlah sampel dengan tingkat kesalahan 15%.

METODE
Model penelitian dan pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Metode R & D dilakukan untuk mengembangkan dan validasi produk pendidikan
(Sanjaya, 2013), dalam hal ini berupa alat ukur tes pilihan ganda dua tingkat (Two Tier
Multiple Choice) yang mampu mengungkap pemahaman siswa. Pada penelitian ini,
tahapan metode R & D tidak sepenuhnya dilakukan namun hanya dilakukan sampai
aplikasi skala kecil dari produk akhir.

Gambar 1. Model Pengembangan yang digunakan

Instrumen dalam penelitian ini adalah adalah pedoman instrumen tes tertulis dan
cheklist validitas sistem dan soal. Tes tertulis yaitu tes pilihan ganda degan respon,
Cheklist validitas sistem dan soal digunakan untuk memvalidasi sistem SABWEBAN dan
soal yang akan digunakan pada sistem tersebut, Angket yang diberikan kepada siswa
untuk menilai kinerja sistem, Wawancara dengan guru mata pelajaran terhadap
penggunaan sistem asesmen berbasis web aneuk nanggroe dalam pelaksanaan ujian,
Lembar Observasi penelitian

3
HASIL
Hasil pada penelitian ini adalah aplikasi ujian online berbasis WEB
(SABWEBAN) kelas XI pada materi fluida dinamis.

Gambar 2. Tampilan Depan

Gambar 3. Tampilan Halaman Guru

Gambar 4. Tampilan Halaman Tambah Siswa

Gambar 5. Tampilan Halaman Tambah Soal

4
Gambar 6. Tampilan Halaman Rekapitulasi Nilai

Berdasarkan angket ahli media, diperoleh persentase kesesuaian dengan


kurikulum, acuan penyusunan materi, evaluasi, peserta didik, sarana dan prasarana secara
berturutturut 91,1%, 90,5%, 90%, 86,7%, dan 86,7%. Sehingga persentase skor kelompok
keyalakan materi sebesar 92,3%. Persentase kelayakan isi ditunjukkan pada Tabel 1.

Berdasarkan angket ahli media, diperoleh persentase self instructional, self contained,
stand alone, adaptif user friendly, pengorganisasian, daya tarik, bentuk dan ukuran huruf,
ruang spasi, tabel, dangambar secara beituiut-turut 92,9%, 100 %, 90%, 90%, 90, 96,7%,
96,7%, 90%, dan 93,3%. Sehingga persentase skor kelompok keyalakan media sebesar
86,7%. Persentase kelayakan media ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Kelayakan Media

5
Berdasarkan angket uji coba produk, diperoleh persentase kemenarikan dan
kebersamaan media bagi siswa masingmasing 94,2% dan 95%. Sehingga persentase skor
kelompok keyalakan uji coba produk sebesar 94,5%. Persentase kelayakan isi
ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Kelayakan Uji Coba Produk’


PERSENTASE
NO INDIKATOR
(%)
1 Kemenarikan bagi siswa 94,2
2 Kebermanfaatan bagi siswa 95
Skor Kelompok 94,5

Berdasarkan angket uji coba produk, diperoleh persentase kemenarikan dan kebersamaan
media bagi siswa masingmasing 80,190% dan 82,714%. Sehingga persentase skor
kelompok keyalakan uji coba produk sebesar 81,2%. Persentase kelayakan isi
ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Kelayakan Uji Coba Pemakaian


PERSENTASE
NO INDIKATOR
(%)
1 Kemenarikan bagi siswa 80,19
2 Kebermanfaatan bagi siswa 82,72
Skor Kelompok 81,2

PEMBAHASAN
Evaluasi pembelajaran fisika melalui aplikasi SABWEBAN mengarah pada
pengembangan soal berjenjag disertai alasan. Keberhasilan guru dalam menyampaikan
materi pembelajaran dapat dilihat dari hasil evaluasi pembelajaran dari siswa tersebut.
Penelitian pengembangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah untuk
mengembangkan aplikasi evaluasi pembelajaran yang disertai alasan untuk menganalis
butir soal. Tahap pengembangan ini dilakukan untuk menghasilkan model pengembangan
yang berbasis saintifik. Untuk menghasilkan produk aplikasi pengembangan berbasis
saintifik, maka peneliti menggunakan model pengembangan ADDIE.
Model ADDIE terdiri dari lima tahap yaitu analysis (analisis), design
(perancangan), develop (pengembangan), dan implementation (implementasi) dan
evaluation (evaluasi). Seluruh rangkaian tahap, dimulai dari tahap analisis tujuan
pembelajaran sampai pada tahap desminasi atau tahap penyebar luasan untuk
menghasilakan aplikasi pembelajaran berbasis saintifik yang baik/valid. Dalam
penelitian ini peneliti hanya sampai pada tahap develop (pengembangan), karena

6
penelitian ini hanya sampai pada draft 2 yaitu sampai pada uji coba terbatas dengan tujuan
untuk mengetahui hasil dari implementasi aplikasi yang telah dikembangkan dan
sejauh mana kelayakan dari aplikasi pengembangan yang diterapkan pada proses
evaluasi pembelajaran melalui uji coba terbatas. Hal ini dilakukan agar karakteristik
siswa dalam proses evaluasi pembelajaran dapat berubah sesuai dengan keinginan
setiap guru dalam evaluasi yaitu evaluasi pembelajaran yang efektif dengan siswa
yang aktif.
Hasil penelitian terhadap penggunaan aplikasi dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dapat dilihat dari:
a. Mengidentifikasi, siswa akan mengidentifikasi apa saja permasalahan yang ada pada
aplikasi fluida dinamis.
b. Mengklasifikasi, siswa akan memilah masalah-masalah tersebut kedalam kelompok-
kelompoknya masing-masing yaitu konsep hukum bernoulli, debit, persamaan
kontinuitas, dan toricelli
c. Hipotesis, siswa membuat dugaan sementara bagaimana cara kerja beberapa alat
fluida dinamis.
d. Menganalisis, disini siswa sudah bisa menganalisis bahwa beberapa penerapan
aplikasi fluida dinamis dilakukan secara konsep yang ada
e. Menyimpulkan, tahap terkahir ini siswa bisa menyimpulkan secara mandiri beberapa
cara kerja fluida dinamis dan dituliskan dalam buku catatannya sendiri.

KESIMPULAN
Aplikasi ujian online SABWEBAN pada materi fluida dinamis telah berhasil
diselesaikan. Hasil dari validasi modul yangdikembangkan diperoleh persentase 92,3%
dari ahli materi, yang berarti tingkat kelayakan sangattinggi, dari ahli media diperoleh
persentase 86,7%, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi,dari uji coba produk
diperoleh persentase 94,5%, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi,dan dari uji coba
pemakaian mendapat persentase 81,2% , yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi.
Sehingga diperoleh persentase rata-rata sebesar 88,675% dengan tingkat kelayakan
sangat tinggi. Selain itu nilai sikap sebesar 100% kegiatan belajar mencapai ketuntasan
belajar secara kelompok (klasikal). Dengan demikian, aplikasi ujian online berbasis WEB
(SABWEBAN) dapat dinyatakan layak.

SARAN
Agar produk yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara maksimal, terdapat tiga
ranah saran yang perlu diperhatikan, yaitu: saran pemanfaatan, saran deseminasi produk
pada sasaran yang lebih luas, dan saran pengembangan produk lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, A, Liliasari, Kadorohman, A. (2012). Student Concept Understanding of Natural


Products Chemistry in Primary and Secondary Metabolites Using the Data Collecting
Technique of Modified CRI. International Online Journal of Educational Sciences.
4(3): 544-553.

7
Suharsono. (2014). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Tan, Daniel, et al. (2005). Development of a Two-Tier Multiple Choice Diagnostic


Instrument to Determine A-Level Students’ Understanding of Ionisation Energy.
Singapore: NTU

8
EVALUASI HASIL BELAJAR MAHASISWA MENGGUNAKAN LATIHAN
SOAL-SOAL BERTINGKAT BENTUK SUPERITEM BERBASIS WEB

Siska Firmasari
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
Email : siska.fs27@gmail.com

Abstrak
Salah satu mata kuliah matematika murni di Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP Unswagati Cirebon adalah Analisis Real. Berdasarkan hasil analisis
dari nilai-nilai mahasiswa dan wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
mahasiswa menemui kesulitan karena materinya bersifat abstrak dan sulit menemukan
ide awal pengerjaan soal-soal pembuktian matematis. Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut peneliti menyusun media pembelajaran berupa latihan soal-soal
bertingkat bentuk superitem berbasis Web. Tujuannya adalah mengetahui bahwa
pembelajaran menggunakan latihan soal-soal bertingkat bentuk superitem berbasis Web
terhadap hasil belajar mahasiswa efektif, dan mengetahui terdapat pengaruh yang
signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran menggunakan latihan soal--soal bertingkat bentuk superitem berbasis Web.
Penelitian menggunakan model kuantitatif dengan metode eksperimen berbentuk Pre-
experimental Design yaitu one group pre-test-post-test design. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Pembelajaran menggunakan latihan soal-soal
bertingkat bentuk superitem berbasis Web terhadap hasil belajar mahasiswa efektif. Hal
ini terlihat dari nilai mahasiswa yang memperoleh minimal 50 atau nilai mutu C, yang
berarti hasil belajar mahasiswa materi nilai mutlak mencapai kriteria kelulusan. dari 92
mahasiswa semuanya masuk kriteria kelulusan. Nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa
yaitu 76,3587 telah mencapai kriteria ketuntasan minimal. Jika dilihat dari ketuntasan
klasikal, maka sebanyak 77 mahasiswa telah mencapai ketuntasan klasikal yaitu
mencapai 83,69% (lebih dari 75%). 2) Motivasi belajar mahasiswa pada pembelajaran
menggunakan latihan soal-soal bertingkat bentuk superitem berbasis Web mencapai
kategori baik, artinya motivasi belajar berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
belajar. Nilai rata-rata motivasi belajar dari semua pernyataan adalah 3,5087.

Kata Kunci : Superitem, Berbasis Web, Efektif

9
PENDAHULUAN

Pada program studi Pendidkan Matematika terdapat beberapa mata kuliah


matematika murni yang bersifat abstrak. Berdasarkan pengamatan peneliti dari nilai-nilai
akhir mahasiswa untuk beberapa mata kuliah matematika murni, rata-rata mahasiswa
memperoleh nilai dibawah kriteria kelulusan. Kriteria kelulusan telah ditetapkan oleh
fakultas (FKIP) yaitu nilai C (skor 50 – 59). Sehingga tidak sedikit dari mahasiswa harus
mengontrak mata kuliah yang sama pada tahun berikutnya atau ikut serta pada
perkuliahan Semester Pendek. Hal tersebut didukung pula oleh minimnya mahasiswa
yang tuntas dalam belajar. Salah satu mata kuliah yang bersifat abstrak adalah Analisis
Real. Mata kuliah ini masih dianggap sebagai mata kuliah yang perlu fokus tinggi dan
banyak berlatih soal-soal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa mengenai mata kuliah
Analisis Real, materi yang dianggap sulit adalah materi nilai mutlak. Mahasiswa juga
menyampaikan bahwa kesulitan tersebut ditemui dikarenakan latihan-latihan soal yang
diberikan langsung mengarah pada soal-soal yang kompleks dan tidak terurut dari soal
yang sederhana terlebih dahulu. Dikarenakan soal tidak teratur dan banyak soal yang
langsung mengarah pada soal-soal kompleks mengakibatkan soal-soal menjadi sulit
untuk diselesaikan.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menyusun bentuk latihan soal-
soal bertingkat. Latihan soal-soal tersebut dinamakan latihan soal bertingkat bentuk
superitem, yaitu soal-soal disusun mulai dari soal sederhana meningkat pada yang lebih
kompleks (Firmasari et al, 2013:2). Menurut Miftahul Huda, superitem merupakan
strategi pembelajaran yang dimulai dari tugas yang sederhana kemudian meningkat pada
tugas yang lebih kompleks (2013:257). Karakteristik soal-soal bentuk superitem yang
memuat konsep dan proses yang makin tinggi tingkat kognitifnya tersebut, memberi
peluang kepada siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan memahami hubungan
antar konsep. Disamping itu soal bentuk superitem diharapkan lebih menantang dan
mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Konsep ini muncul juga dikarenakan
kemampuan kognitif mahasiswa yang beragam, sehingga tidak semua mahasiswa paham
jika langsung diberikan soal-soal yang bersifat kompleks atau soal yang diberikan secara
tidak teratur.
Untuk mengimplementasikan latihan soal-soal bertingkat bentuk superitem agar
terlihat menarik dan meningkatkan semangat mahasiswa dalam belajar Analisis Real
peneliti memanfaatkan penggunaan ICT (Information and CommunicationTechnology).
Bentuk ICT yang digunakan pada penelitian ini adalah Macromedia Flash yang kemudian
dihosting ke dalam Web. Bahasa pemrograman yang digunakan pada website
menggunakan PHP. PHP merupakan pemrograman yang digunakan untuk membuat
wesite interaktif (Agung, 2016:97). Mahasiswa dapat menggunakan media tersebut untuk
mengerjakan soal-soal latihan bertingkat yang sudah disusun sebelumnya.
Kemampuan menyelesaikan soal-soal pmebuktian matematis bagi mahasiswa
dapat berkembang bila dalam diri mahasiswa tumbuh motivasi untuk belajar. Karena
dengan adanya motivasi maka akan timbul dorongan dalam diri mahasiswa untuk ingin
tahu lebih banyak tentang materinilai mutlak yang disajikan oleh dosen, keinginan untuk
mengetahui apakah ada kaitan antara materi tersebut dengan materi yang sudah pernah di
bahas sebelumnya kemudian memahami materi tersebut secara lebih utuh. Mahasiswa

10
terpacu untuk mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan dengan pengetahuan dasar
yang mereka miliki terlebih dahulu kemudian mereka akan mencoba melanjutkan dengan
daya tangkap dan daya kreativitas mereka masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan penelitian berjudul “Evaluasi Hasil
Belajar Mahasiswa Menggunakan Latihan Soal-Soal Bertingkat Bentuk Superitem
Berbasis Web”, yang bertujuan untuk mengetahui bahwa pembelajaran menggunakan
latihan soal-soal bertingkat bentuk superitem berbasis Web terhadap hasil belajar
mahasiswa efektif, dan mengetahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan motivasi
belajar terhadap hasil belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan
latihan soal-soal bertingkat bentuk superitem berbasis Web.

METODE
Penelitian yang dilakukan menggunakan model penelitian kuantitatif dengan
metode eksperimen berbentuk Pre-experimental Design dengan one group pre-test-
post-test design. Berikut alur kegiatan penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 1
berikut,
Analisis Pembuatan Web
Design
Pendahuluan Berbantuan Flash

Analisis dari
Uji COba ke-2 Uji Coba ke-1
Uji Coba ke-1

Analisis dari Post-test+ Isi


Pelaporan
Uji Coba ke-2 Angket Motivasi

Gambar 1. Alur Penelitian

Pada tahap Analisis Pendahuluan peneliti melakukan studi literature, wawancara


dengan mahasiswa yang pernah mengampu mata kuliah Analisis Real, dan bimbingan
dengan ahli IT mengenai media pembelajaran yang cocok digunakan untuk mata kuliah
Analisis Real materi nilai mjutlak yang berhubungan dengan IT. Tahap Design, peneliti
menyusun instrument penelitian berupa soal-soal latihan bertingkat bentuk superitem,
instrument tes untuk pre-test dan post-test, dan instrument angket motivasi belajar. Tahap
selanjutnya adalah pembuatan Web berbantuan Macromedia Flash. Pada tahap ini peneliti
memindahkan soal-soal latihan yang telah disusun sebelumnya ke Macromedia Flash
untuk dibuat coding dilanjut pembuatan data base (MySQL). Soal-soal tersebut kemudian
dihosting dan dicoding dengan HTML ke domain : http://www.hostinger.co.id. Lebih
jelasnya alur pembuatan soal-soal latihan dalam Web terlihat pada Gambar 2 berikut,

11
Soal-soal bertingkat bentuk
Website
superitem dibuat dalam
(PHP)
Macromedia Flash

Database (MySQL)

Gambar 2. Alur Pembuatan Latihan Soal Superitem


Berbasis Web

Berikut tampilan Web yang telah peneliti buat,

Gambar 2. Tampilan Produk dalam Web

Gambar 3. Tampilan Produk dalam Web

Tahap selanjutnya adalah Uji Coba ke-1. Uji coba dilakukan terhadap mahasiswa
tingkat 3 kelas A–E yang mengontrak mata kuliah Analisis Real Program Studi
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon tahun akademik
2016-2017. Peneliti memilih kelima kelas karena kelas-kelas tersebut heterogen,
sehingga diharapkan tampak jelas perubahan hasil belajarnya. Sebelum uji coba ke-1
dilaksanakan, peneliti memberikan pre-test mengenai materi nilai mutlak yang harus
dikerjakan oleh masing-masing mahasiswa. Kemudian memberikan arahan kepada

12
mahasiswa untuk membentuk kelompok diskusi berisi 3-4 orang, yang selanjutnya setiap
kelompok diminta untuk mengerjakan latihan soal-soal bertingkat bentuk superitem yang
telah tersedia di Web. Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal latihan tersebut dengan
mengakses link : http://a-quiz.esy.es/index.php. Pengerjaan soal dilakukan dalam
kelompok agar mahasiswa bisa berdiskusi. Mahasiswa log-in dengan username nama
kelompok masing-masing. Mahasiswa harus mengerjakan soal-soal tersebut secara
berurutan sesuai dengan konsep superitem. Selesai pengerjaan dari latihan soal-soal,
mahasiswa melaporkan kepada peneliti dalam bentuk screenshoot ke email peneliti.
Selesai pengerjaan latihan soal dari semua kelompok diskusi, peneliti langsung
menganalisis jawaban mahasiswa. Peneliti melihat adanya jawaban mahasiswa yang
masih menunjukkan kurangnya pemahaman dalam pengerjaan soal. Kemudian dilakukan
pembahasan dari soal-soal yang sudah dikerjakan. Selanjutnya peneliti membuat revisi
dengan menampilkan soal-soal baru yang tingkat kesulitannya sama dengan soal yang
sudah pernah dibahas sebelumnya. Pada Uji Coba ke-2, kelompok mahasiswa diminta
untuk mengerjakan soal-soal latihan bertingkat bentuk superitem yang telah direvisi
melalui link yang sama, dan aturan pengerjaan yang sama seperti saat uji coba ke-1. Hasil
pengerjaan mahasiswa dari Uji Coba ke-2 dianalisis oleh peneliti untuk melihat kemajuan
yang diperoleh oleh mahasiswa dari hasil soal-soal yang telah direvisi. Selanjutnya
dilakukan Post-test yang dikerjakan oleh masing-masing mahasiswa. Selesai post-test
dilakukan pengisian angket motivasi belajar secara online. Lalu diakhiri dengan
pengumpulan laporan akhir

HASIL PENELITIAN
1. Hasil Efektifitas Pembelajaran
Pembelajaran diawali dengan pemberian pre-test. Peneliti menggunakan google
form untuk memasukkan soal-soal pre-test. Soal-soal pre-test dapat diakses melalui link
: https://goo.gl/forms/dc8Serq9KbUipQNc2. Daftar nilai mahasiswa dari lima kelas yang
dijadikan sebagai kelas uji coba yang sudah dikelompokkan terlihat dalam tabel 1berikut,

Tabel 1. Daftar Nilai Pre-Test Mahasiswa


No. NILAI PRE-TEST NILAI MUTU JUMLAH
1. 90 A 5
2. 75 B 19
3. 50 C 53
4. 30 E 12
5. 15 E 3

Terlihat dari tabel bahwa nilai mahasiswa paling banyak berada pada nilai 50 atau
berdasarkan nilai mutu masuk pada kriteria C dengan rata-rata dari nilai pre-test nya

13
adalah 50,79. Nilai mutu tersebut berdasarkan pada kriteria konversi nilai yang telah
ditetapkan oleh FKIP Unswagati Cirebon, yaitu seperti yang terlihat pada tabel 2 berikut,

Tabel 2. Konversi Nilai


No. Nilai Mahasiswa Nilai Mutu
1. 0 – 39 E
2. 40 – 49 D
3. 50 – 59 C
4. 60 – 69 BC
5. 70 – 79 B
6. 80 – 89 AB
7. 90 – 100 A

Untuk kriteria kelulusan yang juga telah ditetapkan oleh FKIP Unswagati Cirebon
adalah mencapai nilai mutu minimal BC. Jika dilihat dari nilai pre-test sebanyak 68
mahasiswa dari 92 mahasiswa yang dijadikan sebagai sampel, belum mencapai kriteria
lulus.
Setelah melaksanakan pre-test, pembelajaran dilanjutkan dengan pembuatan
kelompok-kelompok belajar, kemudian mahasiswa diminta mempelajari materi nilai
mutlak melalui modul sederhana yang disusun peneliti selama 30 menit, kemudian
mahasiswa secara berkelompok mengerjakan latihan soal-soal bentuk superitem yang
dapat diakses melalui Web.
Serangkaian pembelajaran materi nilai mutlak telah dilaksanakan, kemudian
diakhiri dengan pemberian post-test. Post-test berisi lima soal pilihan ganda. Mahasiswa
mengerjakan soal-soal tersebut dengan mengakses link :
https://goo.gl/forms/EoRu7UWKexupwZtV2.
Berikut daftar nilai post-test mahasiswa dari kelas 3A–3E berjumlah 92
mahasiswa yang dijadikan sebagai sampel penelitian pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Nilai Post-Test Mahasiswa


No. NILAI POST-TEST NILAI MUTU JUMLAH
1. 90 – 100 A 28
2. 75 B 49
3. 50 C 15

Berdasarkan hasil post-test, diketahui bahwa rata-rata nilai mahasiswa adalah


76,36. Nilai tersebut menunjukkan adanya kemajuan dari hasil pre-test yang rata-ratanya
masih menunjukkan nilai rendah yaitu 50,79. Peningkatan yang signifikan tersebut
tampak pula pada tabel 2, dari 92 mahasiswa yang mengikuti post-test tidak ada yang

14
memiliki nilai mutu dibawah kriteria kelulusan, minimal mahasiswa memiliki nilai mutu
C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari hasil tes mahasiswa materi nilai mutlak
seluruhnya telah mencapai kriteria kelulusan.
Untuk mengetahui apakah mahasiswa telah mencapai ketuntasan minimal,
dilakukan uji ketercapaian rata-rata kelas dan uji ketuntasan klasikal. Dalam penelitian
ini apabila rata-rata nilai hasil belajar mahasiswa lebih dari nilai mutu BC dan siswa yang
mendapat nilai mutu diatas BC sebanyak 75%, maka dapat dikatakan bahwa belajar
mahasiswa tuntas. Hal ini sesuai dengan syarat ketuntasan klasikal yang disampaikan oleh
Restiadi (2013:5).
Dengan menggunakan SPSS 14 yaitu uji rata-rata dengan analisis One Sample T
Test diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Tabel Ketercapaian rata-rata Kelas
One-Sample Test

Test Value = 0
95% Confidence
Interval of the
Mean Difference
t df Sig. (2-tailed) Difference Lower Upper
posttest 51.085 91 .000 76.35870 73.3896 79.3278

Diperoleh nilai Sig = 0,000 < 0,05, artinya H0 ditolak, maka dapat disimpulkan
bahwa rata-rata hasil belajar mahasiswa tidak sama dengan nilai mutu BC. Selanjutnya
untuk mengetahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa sudah mencapai kriteria
ketuntasan minimal atau lebih dari nilai mutu BC, maka dapat dilihat nilai mean nya.
Karena nilai mean = 76,3587 maka nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa materi nilai
mutlak lebih dari nilai mutu BC (melebihi kriteria ketuntasan minimal).
Dari seluruh mahasiswa yang berjumlah 92 orang, dengan 77 orang telah
mencapai kriteria tuntas. Dengan kriteria ketuntasan klasikal adalah sekurangnya 75%
siswa tuntas belajar, berarti 𝜋0 = 0,75.
𝑥 77
− 𝜋0
𝑧= 𝑛 = 92 − 0,75 = 1,928
𝜋
√ 0 (1 − 𝜋0 ) √ 0,75(1 − 0,75)
𝑛 92
Menurut Sudjana (dalam Restiadi, 5:2013), hasil zhitung dibandingkan dengan nilai
ztabel menggunakan 𝛼 = 5%, dengan kriteria penolakan H0 ditolak jika zhitung≥ ztabel.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai zhitung = 1,928 sedangkan nilai ztabel = 1,645
maka diperoleh zhitung≥ ztabel. Ini berarti H0 ditolak, artinya ketuntasan klasikal tercapai,
atau bila dilihat dari jumlah mahasiswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 77 orang
maka disimpulkan bahwa ketuntasan klasikal sebesar 83,69% (> 75%).

2. Hasil Angket Motivasi Belajar


Data motivasi belajar diperoleh melalui angket online. Untuk angket online
peneliti juga menggunakan google form sama seperti pemanfaatan untuk mengerjakan

15
soal pre-test dan post-test online. Mahasiswa dapat mengisi angket motivasi belajar
melalui link : https://goo.gl/forms/mrB2K2jD0Id0gQZ33. Hasil angket dianalisis
berdasarkan jumlah setiap skor pernyataan lalu ditentukan jumlah semua item pernyataan,
kemudian ditentukan persentase rata-ratanya. Berdasarkan hasil perhitungan angket,
diperoleh nilai persentase keberhasilan yang dihitung dari nilai rata-rata semua
pernyataan adalah 3,5087. Disimpulkan bahwa motivasi belajar mahasiswa pada
pembelajaran mencapai kategori baik. Hal ini sudah melebihi kriteria minimal motivasi
belajar mahasiswa yaitu pada kategori cukup.
Sedangkan jika dilihat dari masing-masing item pernyataan, hasil persentase
keberhasilan motivasi belajar yang masuk kategori cukup adalah pernyataan nomor 1, 4,
dan 10. Sedangkan yang masuk kategori Baik adalah pernyataan nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8,
dan 9. Dapat disimpulkan bahwa dari semua item pernyataan sudah masuk dalam kriteria
minimal motivasi belajar mahasiswa yaitu pada kategori cukup.

PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan dalam hasil penelitian bahwa nilai rata-rata
ketuntasan tes hasil belajar materi nilai mutlak bagi mahasiswa tingkat 3 kelas 3A–3E
yang berjumlah 92 mahasiswa diperoleh nilai mutu mahasiswa secara keseluruhan
memperoleh nilai mutu minimal C, maka disimpulkan seluruh mahasiswa memenuhi
kriteria kelulusan. Sedangkan sebanyak 77 mahasiswa telah memenuhi kriteria
ketuntasan minimal. Dimana secara klasikal 83,69% mahasiswa tuntas. Hal ini
menunjukkan secara nyata keefektifan pembelajaran menggunakan latihan soal-soal
bertingkat bentuk superitem berbasis Web. Keefektifan ini disebabkan karena latihan
soal-soal bertingkat bentuk superitem berbasis Web berhasil menunjukkan hasil belajar
diatas rata-rata minimal kelulusan dan ketuntasan, perkuliahan berjalan baik dan positip,
serta kecakapan yang dimiliki mahasiswa juga menuju arah positip terutama kemampuan
menunjukkan kreatifitas memunculkan ide-ide awal untuk soal-soal pembuktian
matematis.
Hal lain yang menjadi penyebab keefektifan pembelajaran menggunakan latihan
soal-soal bertingkat bentuk superitem berbasis Web karena latihan soal-soal yang
diberikan tersusun bertahap dari tahap sederhana sampai tahap yang kompleks, sehingga
kemampuan kognitif mahasiswa yang berbeda-beda dapat terbantu dengan baik.
Mahasiswa dapat mengerjakan soal-soal latihan dengan suasana berbeda. Tanpa terpatok
pada buku ajar sebagai bahan ajar utama, tetapi menggunakan gadget yang saat ini
seakan-akan menjadi barang yang terpenting untuk mereka bawa dalam kegiatan apapun.
Biasanya selama perkuliahan, mahasiswa tidak diperkenankan menggunakan gadget
mereka, karena dapat mengganggu jalannya pembelajaran, dengan pembelajaran berbasis
Web mereka diijinkan menggunakan gadget mereka dengan tetap fokus untuk
mengerjakan soal-soal latihan dari Web yang telah disediakan.
Sedangkan mengenai motivasi belajar, didasarkan dari hasil perhitungan yang
diperoleh sebelumnya, terlihat bahwa ada pengaruh yang cukup signifikan untuk motivasi
belajar mahasiswa terhadap hasil belajar perkuliahan Analisis Real materi nilai mutlak.
Hal ini terlihat pula dari nilai post-test yang menunjukkan adanya pengaruh positip
variabel motivasi belajar tersebut. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat baikdari
persentase keberhasilan semua item pernyataan maupun masing-masing item pernyataan.

16
Dorongan hasil terbaik yang ditunjukkan ini ada pada masing-masing mahasiswa
yang bergerak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan pada dirinya.
Dalam konteks ini dorongan yang dimaksud adalah dorongan untuk berprestasi. Dengan
siswa mempunyai dorongan untuk berprestasi, maka siswa akan termotivasi untuk belajar
lebih semangat dalam mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan sehingga
kemampuan mengerjakan soal-soal pembuktian matematis yang bersifat abstrak dapat
berkembang positif.
Selain dari dalam diri siswa, dorongan dari luar pun mampu mempengaruhi siswa
berprestasi. Misalnya, kebiasaan belajar, keadaan sosial, kekompakan dalam
bersosialisasi di kelas, karakteristik belajar, persepsi mahasiswa terhadap dosen, dan
lainnya.

KESIMPULAN
1. Pembelajaran menggunakan latihan soal-soal bertingkat bentuk superitem berbasis
Web terhadap hasil belajar mahasiswa efektif. Hal ini didukung oleh indikator-
indikator efektif yaitu hasil belajar mahasiswa materi nilai mutlak mencapai kriteria
kelulusan, dan nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa telah mencapai kriteria
ketuntasan minimal.
2. Motivasi belajar mahasiswa pada pembelajaran menggunakan latihan soal-soal
bertingkat bentuk superitem berbasis Web mencapai kategori baik, artinya motivasi
belajar mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa materi
nilai mutlak.
SARAN
1. Penggunaan latihan soal-soal bentuk superitem sangat disarankan untuk digunakan
oleh pengajar baik itu di jenjang pendidikan sekolah menengah maupun perguruan
tinggi, karena dapat mengakomodasi kemampuan kognitif peserta didik yang
beragam dan latar belakang pendidikan peserta didik yang berbeda-beda.
2. Pembelajaran berbasis Web berbantuan Flash ternyata mampu menjadi alternatif dan
daya tarik dalam pembelajaran sehingga dapat digunakan oleh pengajar untuk
membuat suasana pembelajaran menjadi tidak membosankan dan jenuh.
3. Sebaiknya pengguna Web dengan pemrograman bentuk PHP, memanfaatkan internet
dengan kondisi jaringan yang stabil karena berpengaruh pada saat sedang melakukan
akses langsung.
4. Persentase kelayakan soal-soal yang dapat diakses dari Web masih perlu ditingkatkan
agar hasil belajar mahasiswa dapat terus ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, G (Jubilee Enterprise). 2016. HTML5 dan PHP. Jakarta : PT.Elex Media
Komputindo Kompas Gramedia.

Firmasari, S., Sukestiyarno, YL., dan Mariani, Sc. 2013. Pengembangan Bahan Ajar
Menggunakan Taksonomi Solo Superitem dengan Tutor Sebaya
Berbantuan Wingeom. Journal of Mathematics Education Research 2, Volume
1. Semarang : UNNES

17
Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Restiadi, T,P. 2013. Upaya Penumbuhan Sikap Tanggap Bencana Tsunami Melalui
Pembelajaran Bervisi Sets IPA Kelas V Sekolah Dasar. Journal of Primary
Educational (JPE) UNNES. Vol.2, No.2.

18
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ELEKTRONIK GEOMETRI RUANG
BERBASIS ANDROID DENGAN 3D PAGEFLIP PROFESIONAL

Ardhi Prabowo
Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Semarang
Surel: ardhiprabowo@gmail.com; ardhiprabowo@mail.unnes.ac.id

Abstrak

Salah satu indikator keberhasilan institusi pendidikan dalam


pengembangan potensi peserta didik adalah penerapan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK). Penerapan teknologi informasi
dan komunikasi tersebut terutama digunakan untuk membantu
kegiatan belajar mengajar. Dalam perkembangannya untuk
pendidikan modern, keberadaan pengajar dan peserta didik tidak
mutlak harus berada dalam satu ruang kelas. Oleh karena itu perlu
dukungan berupa bahan ajar yang mampu menfasilitasi sistem
pendidikan modern tersebut yang disebut sebagai digital handout,
atau e-book, atau ada juga yang menyebut green texbook.
Penggunaan e-book yang konvensional yang hanya berupa file
dalam bentuk pdf, dirasakan belum menjadikan minat dan
motivasi yang baik bagi peserta didik, yang juga mengakibatkan
capaian hasil belajar mahasiswa juga belum maksimal. Sehingga
diperlukan inovasi dalam membuat e-book yang lebih baik dan
lebih menarik. Rumusan masalah yang hendak diselesaikan
melalui penelitian ini adalah Apakah Bahan Ajar Elektronik
Geometri Ruang Berbasis Android dengan 3D Pageflip
Profesional valid dan efektif? Tujuan dari penelitian ini adalah
mendapatkan Bahan Ajar Elektronik Geometri Ruang Berbasis
Android dengan 3D Pageflip Profesional yang valid dan efektif.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian research and
development (R&D). Penelitian R&D merupakan suatu metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu
dan menguji keefektifan produk tersebut. Tahapan yang dilakukan
meliputi Tahap I pengumpulan data awal ; Tahap II desain dan
pembuatan produk; Tahap III validasi desain; Tahap IV revisi
desain; Tahap V uji coba produk bahan ajar elektronik geometri
ruang berbasis android dengan 3D pageflip; Tahap IV revisi
produk; Tahap VII implementasi. Hasil penelitian menunjukkan
produk yang dihasilkan yang berupa Bahan Ajar Elektronik

19
Geometri Ruang Berbasis Android dengan 3D Pageflip
Profesional dikatakan valid dan efektif.

Kata Kunci: Bahan ajar elektronik; Geometri Ruang; 3D Pageflip


Profesional

Pendahuluan
Seiring dengan kemajuan teknologi, salah satu indikator keberhasilan institusi
pendidikan dalam pengembangan potensi peserta didik adalah penerapan teknologi
informasi dan komunikasi (Sanders, 1988; Grindley, 1982; Preece, 1994; Meyer, 1995).
Penerapan teknologi informasi dan komunikasi terutama digunakan untuk membantu
kegiatan belajar mengajar. Teknologi yang digunakan seperti penggunaan komputer,
internet, e-learning, media sosial, simulasi pembelajaran dan yang terbaru seperti
penggunaan perangkat mobile, aplikasi game, dunia virtual, dan Augmented Reality (AR)
(Soesianto, 2002; Nugroho, 2002).
Di era yang serba berbasis teknologi seperti sekarang ini semuanya bisa
didigitalisasi, yang tentunya agar lebih mudah dan lebih praktis. Sama halnya dengan
buku-buku yang dijadikan sumber belajar untuk mahasiswa atau pelajar, jika diharuskan
membawa buku apalagi buku yang tebal dan banyak maka akan membuat tas mereka
sangat berat dan menjadi beban bagi tubuhnya sendiri. Di zaman sekarang ini teknologi
sudah canggih, hampir semua orang memiliki Gadget, dimana aplikasinya pun beragam.
Jadi apa salahnya jika sekarang kita membuat buku-buku tersebut menjadi lebih mudah
dibawa kemana saja, lebih praktis dan bisa di baca/dibuka dimana saja tanpa harus
kerepotan membawa buku yang berat. Salah satu alternatifnya adalah dengan cara
membuat E-Book (Buku digital). E-Book adalah singkatan dari Elektronik book, yaitu
buku digital yang tersimpan dalam bentuk aplikasi elektronik, sehingga bisa dibuka
dikomputer (Griffey, 2010; Nie, 2011; Huang,, 2012; Vassiliou, 2008; Simon, 2001) .
Adapun bentuknya bisa berbentuk file pdf, word, html, maupun txt. Tetapi yang terkenal
biasanya E-book berbentuk file pdf yang dapat dibaca dengan program seperti acrobat
reader yang dapat di download sebelumnya secara gratis. E-book yang standar ternyata
belum mampu menarik minat mahasiswa untuk menggunakannya, karena tampilan yang
monoton dan membosankan, dengan ditambah lagi harus dibuka dengan perangkat
komputer atau laptop. Dengan kata lain, ternyata e-book yang sudah membuat jauh lebih
mudah masih mempunyai kekurangan seiring juga dengan pesatnya perkembangan
teknologi gadget.
Perkembangan teknologi kepemilikian smartphone yang belum dimaksimalkan
(hanya sebatas call/telfon dan message/sms). Teknologi yang memudahkan, bukan yang
menyullitkan. Penggunaan media dalam proses pembelajaran merupakan salah satu upaya
untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna dan berkualitas. Menurut
Latuheru (1988:15), penggunaan media dalam proses pembelajaran bertujuan agar proses
pembelajaran dapat berlangsung secara tepat-guna dan berdaya guna sehingga mutu
pendidikan dapat ditingkatkan. Hal ini sangat cocok dengan sistem yang ada di UT. Tidak
harus mengirimkan modul ke daerah-daerah. Dalam beberapa dekade terakhir,

20
kepemilikan perangkat bergerak (mobile devices) semakin meningkat. Hal ini disebabkan
semakin terjangkaunya harga perangkat-perangkat ini oleh masyarakat.
Semakin banyaknya masyarakat yang memiliki dan menggunakan perangkat
mobile membuka peluang penggunaan perangkat teknologi bergerak dalam dunia
pendidikan. Penggunaan perangkat bergerak (mobile device) dalam proses pembelajaran
kemudian dikenal sebagai mobile learning (m-learning) (Jimmy , 2011; Kukulska-Hulme,
2005, Ally, 2009; Herrington , 2009; Sharples , 2002; Alexander , 2004; Gorgiev,dkk,
2004). O’Malley (2003:6) mendefinisikan mobile learning sebagai suatu pembelajaran
yang pembelajar (learner) tidak diam pada satu tempat atau kegiatan pembelajaran yang
terjadi ketika pembelajar memanfaatkan perangkat teknologi bergerak. Kehadiran m-
learning memang tidak akan bisa menggantikan e-learning (electronic learning) yang
biasa apalagi menggantikan pembelajaran dengan tatap muka dalam kelas. Kehadiran
mlearning ini ditujukan sebagai pelengkap pembelajaran yang ada serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk mempelajari kembali materi yang kurang dikuasai
dimanapun dan kapanpun. Hal ini tentu dapat memberikan pengalaman yang berbeda
dalam proses pembelajaran bagi siswa.
Seiring dengan kebutuhan akan e-book dan kemajuan teknologi, maka diperlukan
usaha yang inovatif untuk menciptakan e-book yang lebih menarik, yaitu dengan
memanfaatkan 3D PageFlip Profesional. E-Book yang dihasilkan ini nanti dibuka dengan
perangkat mobile (mobile device) seperti smartphone ataupun tablet. Operating system
yang digunakan juga dengan Android, sehingga mahasiswa atau siapapun dapat
mendownload secara gratis di playstore yang akan semakin memudahkan pengguna.
Geometri merupakan salah satu bidang dalam matematika yang mempelajari titik,
garis, bidang dan ruang serta sifat-sifat, ukuran-ukuran, dan keterkaitan satu dengan yang
lain. Bila dibandingkan dengan bidang-bidang lain dalam matematika, geometri
merupakan salah satu bidang dalam matematika yang dianggap paling sulit untuk
dipahami. Jiang dalam Aden (2011: 6) menyatakan bahwa geometri merupakan salah satu
bidang dalam matematika yang sangat lemah diserap oleh siswa sekolah. Selain itu,
ketersediaan buku-buku geometri cetak juga sangat sedikit yang dapat dijadikan sumber
belajar mahasiswa. Maka bahan ajar yang akan dibuat dengan menggunakan e-book 3D
PageFlip Profesional adalah geometri Ruang.
masalah yang diselesaikan adalah Apakah Bahan Ajar Elektronik Geometri Ruang
Berbasis Android dengan 3D Pageflip Profesional menghasilkan bahan ajar yang valid
dan efektif?. Dari masalah tersebut, maka tujuannya adalah menghasilkan Bahan Ajar
Elektronik Geometri Ruang Berbasis Android Dengan 3D Pageflip Profesional sehingga
semakin memudahkan untuk diakses oleh peserta didik dengan perangan mobile
(smartphone). Sasaran pengguna produk ini adalah mahasiswa pengambil mata kuliah
Geometri Ruang, baik yang reguler maupu yang mengambil distance Learning (online
learning)

Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian research and development (R&D).
Penelitian R&D merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2013). Dalam ranah
pendidikan produk yang dihasilkan dapat berupa media pembelajaran, kurikulum, sistem

21
pembinaan, penataan ruang kelas, dan lain sebagainya. Pada penelitian ini produk yang
dihasilkan adalah pengembangan bahan ajar elektronik geometri ruang berbasis android
dengan 3D pageflip profesional. Untuk menghasilkan produk tersebut diperlukan
tahapan-tahapan yang sistematis dengan sedikit penyesuaian dengan konteks penelitian.

Pengumpulan Data Awal Desain Produk Vlidasi Desain

Revisi Bahan Ajar Ujicoba Bahan Ajar Revisi Desain

Implemantesi Bahan Ajar

Gambar: Bagan Tahapan Penelitian


(Sugiyono, 2013)
Lokasi penelitian adalah di laboratorium komputer, Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Semarang, dan ruang kuliah di Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
Kualitas data hasil penelitian dipengaruhi oleh kualitas instrumen penelitian dan
kualitas pengumpulan data. Kualitas pengumpulan data berkenaan dengan cara cara
pengumpulan data yang baik dan benar. Berkaitan dengan pengumpulan data, tidak
terlepas dari sumber data. Dalam penelitain ini ada dua sumber data yang digunakan,
yakni buku referensi yang digunakan oleh penelitian dalam menyusun bahan ajar
geometri ruang. Buku referensi ini dengan merujuk pada konten dan kedalaman
materinya. Sumber data yang kedua adalah yang disebut sebagai validator. Validator ini
yang ditunjuk oleh peneliti sebagai validator ahli. Validator ahli ini juga meliputi ahli
dalam konten dan ahli media. Dua dosen yang tergabung dalam Kelompok Bidang
Keahlian Geometri, yakni Hery Sutarto, MPd dan Drs. Suhito, M.Pd. dijadikan untuk
memvalidasi konten geometrinya. Sedangkan ahli media yang dilibatkan yaitu Riza
Arifudin, S.Si., M.Cs. Beliau adalah staf ahli pada Pusat Pengembang Media Pendidikan
(PPMP) Universitas Negeri Semarang. Selain itu, peneliti juga meminta bantuan sebagai
sumber data tambahan yakni mahasiswa-mahasiswa program studi Pendidikan
Matematika program doktoral Universitas Pendidikan Indonesia.
Sedangkan untuk ujicoba terbatas dengan melibatkan 5 mahasiswa yang telah
meenmpuh mata kuliah Geometri Ruang. Pemilihan mahasiswa tersebut dikarenakan di
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang ppada waktu dilakukan
pengembangan bahan ajar elektronik geometri ruang berbasis android dengan 3D pageflip
profesional, mata kuliah tersebut tidak muncul pada semester gasal. Mata kuliah
Geometri Ruang dilaksanakan pada semesetr genap, atau lebih tepatnya pada mahasiswa
semeseter 2 tiap tahunnya.

Hasil dan Pembahasan


Dengan menggunakan instrumen yang yang telah di siapkan oleh peneliti dan melalui
diskusi-diskusi baik formal maupun informal selama penelitian dengan kelompok bidang
Keahlian (KBK) Geometri di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang

22
disimpulkan bahwa baik dari banyaknya materi, kedalaman materi sudah sesuai dengan
sasaran yang dituju, yaitu mahasiswa. Hanya ada beberapa masukan kecil berupa
kesalahan-keslahan dan penelmpatan gambar yangbbelum sesuai. Hal ini sudah dilakukan
perbaikan dan penyesuaian-penyesuaian pada waktu dalam bentuk draf. Ketika sudah
dalam bentuk APK, kelompok Bidang Keahlian juga masih dilibatkan untuk melakukan
korekasi akhir dari produk yang dihasilkan. Dari dua ahli yang dilibatkan sebagai
validator, semuanya mengatakan bahwa bahan ajar elektroonik ini layak untuk dipublish
dan digunakan secara luas apabila sudah diupload di playstore.
Masukan dari ahli Tindakan Peneliti
Gambar yang terdapat pada materi Peneliti menyesuaikan dan
kurang jelas usur gambar 3 dimensinya, memperhatikan karakteristik
dikhawatirkan akan mengganggu materi. Sehingga pada beberapa
kemampuan pandang ruang bab gambar dilukiskan dengan
menggunakan program Cabri 3D

Sedangkan berkenaan dengan tampilan di versi APK, banyak masukan-masukan


yang diberikan oleh Riza Arifudin, S.Si.m M.Cs., yang merupakan Staf Ahli di Pusat
Pengembang Media Pendidikan (PPMP) Universitas Negeri Semarang. Masukan-
masukan tersebut diakomodasi sehingga dihasilakan produk akhir dengan fasilitas-
fasilitas yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
Pada produk yang masih draf, mahasiswa program studi pendidikan matematika jenjang
S3 Universitas Pendidikan Indonesia juga ikut berperan menilai dan memberikan
masukan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan link APK melalui grup WhatsApp
(WA). Dari 32 mahasiswa yang tergabung menjadi anggota, terdapat 15 mahasiswa yang
memberikan balikan. Ke- 15 mahasiswa tersebut mengatakan bahwa bahan ajar tersebut
layak tanpa revisi. Link APK tersebut di berikan di alamat berikut ini.
https://drive.google.com/file/d/0B2pplscTHJ-
U3RjWTg0anhySlp5N0xfbnVLT0xfMkVWS0FN/view?usp=docslist_api
Tetapi, walaupun demikian, tetap ada masukan yang sangat berati dari mahasiswa
tersebut. Walaupun masukan tersebut di kirimkan melalui WA. Masukan tersbut dan
tindakan perbaikannya sebagai berikut.
Masukan Tindakan Perbaikan
Karena ini merupakan bahan ajar Akan dilakukan setelah rangkaian
berbasis android, maka fungsinya kegiatan penelitian selesai. Ini
mungkin sedikit banyak bergeser merupakan usulan yang sangat
seperti modul, sehingga setiap bagus.
teorema maupun soal perlu ada link
ke bukti atau selesaian sebagai bahan
untuk konfirmasi pengguna

23
Saran yang berkaitan dengan sulitnya pengguna untuk menuju langsung kepada
materi atau halaman yang dituju atau dibutuhkan yaitu dengan memberikan fasilitas
“input page number”. Fasilitas ini memberikan kemudahan kepada pengguna untuk
langsung menuju pada materi yang akan dipelajari, tanpa harus membuka buku dari awal
atau halaman pertama.

Setelah melalui tahap uji ahli dengan validasi produk dan uji coba terbatas pada beberapa
mahasiswa yang memberikan simpulan bahwa bahan ajar elektronik geometri ruang
berbasis android dengan 3d pageflip profesional ini valid dan efektif, maka langkah
terakhir adalah mengupload bahan ajar ini di playstore atau googleplay, sehingga calon
pengguna atau mahasiswa dapat mengunduh secara gratis dann menginstal dalam
perangkat smartphone dan menggunakan bahan ajar ini kapanpun dan dimanapun. Ketika
sudah di instal, maka perangakt ini dapat di buka dengan mode offline.
Produk dan Penjelasan Produk
Dengan mendownload file APK GeoRuang yang sudah diupload di googleDrive pada
link diatas, dan menginstal dalam perangkat agdget android, maka akan dalam desktop
tampilan seperti di bawah ini.

24
Gambar: Program yang sudah terinstal di perangkat android phone
Dengan mengklik icon pada desktop, maka pengguna akan di bawa ke tampilan buku
tersebut. Berikut adalah tampilan sampul sekaligus akan digunakan sebagai penjelas
fasilitas-fasilitas yang akan dinikmati pengguna pada produk akhir bahan ajar ini.

Gambar: Fasilitas yang terdapat pada halaman sampul bahan ajar elektronik Geometri
Raung

25
Fasilitas yang terdapat dalam bahan ajar bahan ajar elektronik geometri ruang berbasis
android dengan 3D pageflip profesional
1. Picture
Fasilitas ini memungkinkan pengguna memotret pada halaman yang sedang aktif.
Hasil dari potretan tersebut dapat dijadikan wallpaper atau yang lainnya seperti
halnya foto yang dihasilkan dari sebuah kamera. Jika pengguna mengklik icon
picture tersebut, maka akan muncul dialog seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar: Dialog box ketika menu popup picture di aktifkan


2. Bookmark
Menu bookmark ini mempermudah pengguna buku ini untuk memberikan tanda
(pembatas buku), sehingga untuk pertemuan berikutnya pengguna dapat
membuka langsung halaman terakhir yang telah dipelajari sebelumnya. Ketika
pengguna mengaktifkan menu bookmark tersebut, maka akan ditampilkan dialog
box seperti gambar di bawah ini.

Gambar: Dialog box ketika pengguna mengaktifkan menu bookmark

26
3. Sound
Fasilitas Sound ini menjadikan buku elektronik ini berbeda dengan buku
elektronik lainnya. Ketika pengguna mengaktifkan menu ini, maka akan di
munculkan dialogbook seperti di bawah ini. Terdapat dua hal yang ditawarkan,
yakni Flipsound dan Page Music. Flipsound akan menghasilkan suara ketika buku
tersebut dibuka tiap halamannya. Suaara yang dihasilkan adalah layaknya ketika
kita membuka sebuah buku dari lembar ke lembar berikutnya. Sedangkan Pege
Music, memungkinkan pengguna dapat membaca buku ini sembari mendengarkan
music, untuk menambah konsentrasi. Menu ini memfasilitasi gaya belajar
pengguna yang lebih nyaman belajar dengan iringan musik.

Gambar: Dialog Box ketika menu Sound diaktifkan oleh pengguna

4. Searching
Menu seraching akan sangat membantu pengguna dalam memanfaatkan buku ini.
Sebagai contoh ketika menu searching diaktifkan oleh pengguna, maka akan
muncul dialog book seperti di bawah ini. Pengguna kemudian diminta untuk
memasukkan kata kunci dari hal yang akan di cari, maka selanjutnya buku tersebut
akan membawa pengguna pada kata yang dicari tersebut lengkap dengan halaman
kata tersebut berada. Selanjutnya pengguna tinggal mengklik kepada salahsatu
halaman yang hendak dituju. Lihat gambar di bawah ini lebih jelasnya.

27
Gambar: dialog box ketika pengguna menggunakan menu Searching
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulannya adalah pengembangan bahan ajar elektronik geometri ruang berbasis
android dengan 3D pageflip profesional telah selesai dilaksanakan dan menghasilkan
sutau bahan ajar yang valid dan efektif. Dari simpulan yang diperoleh, maka dihasilkan
saran dan rancangan tindaklanjut, yaitu bagi penyelenggaran program pendidikan
matematika maupun matematika, Buku ajar ini dapat dimanfaatkan dalam perkuliahan
online oleh mahasiswa dimanapun karena dapat diunduh secara gratis di playstore.
Perlunya penyebaran informasi melalui media sosial, baik berupa facebook, WhatsApp,
Instagram, Telegram, atau lainnya tentang keberadaan buku/bahan ajar ini dan dapat di
unduh secara gratis. Sesuai dengan masukan pada waktu pelaksanaan penelitain, yang
salah satunya perlu disediakan link-link selesaian dari teorema (bukti) atau soal-soal yang
terdapat dalam buku tersebut, sehingga pengguna dapat belajar lebih mandiri. Maka
tindak lanjut yang akan dilakukan adalah mencoba memenuhi saran tersebut setelah
program ini selesai.

Daftar Pustaka

Alexander, B. (2004). Going nomadic: Mobile learning in higher education. Educause


review, 39(5), 29-35.
Ally, M. (2009). Mobile learning: Transforming the delivery of education and training.
Athabasca University Press.
Clements, D. H., & Battista, M. T. (1992). Geometry and spatial reasoning.
Coxeter, H. S. M. (1961). Introduction to geometry.
Griffey, J. (2010). Electronic book readers. Library Technology Reports, 46(3), 7.
Grindley & Humble. 1982. Penggunaan Komputer yang Efektif. PPM.

28
Herrington, J., Herrington, A., Mantei, J., Olney, I. W., & Ferry, B. (2009). New
technologies, new pedagogies: Mobile learning in higher education.
Hoffer, A. (1981). Geometry is more than proof. Mathematics teacher, 74(1), 11-18.
Huang, Y. M., Liang, T. H., Su, Y. N., & Chen, N. S. (2012). Empowering personalized
learning with an interactive e-book learning system for elementary school students.
Educational Technology Research and Development, 60(4), 703-722.
Jimmy. 2001. Ponsel dengan Organizer Terintegrasi. Chip Computer & Communication
no 6
Kukulska-Hulme, A. (2005). Mobile learning: A handbook for educators and trainers.
Psychology Press.
Laidlaw, D. H., Trumbore, W. B., & Hughes, J. F. (1986, August). Constructive solid
geometry for polyhedral objects. In ACM SIGGRAPH computer graphics (Vol.
20, No. 4, pp. 161-170). ACM.
Meyer, M & Baber, R. 1995. Computer in Your Future, Que College.

Nie, M., Armellini, A., Witthaus, G., & Barklamb, K. (2011). How do e‐book readers
enhance learning opportunities for distance work‐based learners?.
Nugroho, Lukito E. 2002. E-ducation: Model Pendidikan Masa Depan. Makalah Seminar
Nasional Jurusan Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Preece, Jenny. 1994. Human Computer Interaction. Addison Wesley
Requicha, A. A., & Voelcker, H. B. (1977). Constructive solid geometry.
Sanders, Donald. 1988. Computers today. Mc. Graw Hill.
Sharples, M., Corlett, D., & Westmancott, O. (2002). The design and implementation of
a mobile learning resource. Personal and Ubiquitous computing, 6(3), 220-234.
Simon, E. J. (2001). Electronic textbooks: A pilot study of student e-reading habits.
Future of Print Media Journal, 1-5.
Soesianto, F. 2002. Teknologi dan Strategi Pembangunan e-ducation. Prosiding Seminar
Nasional Jurusan Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Vassiliou, M., & Rowley, J. (2008). Progressing the definition of “e-book”. Library Hi
Tech, 26(3), 355-368.

29
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN DIGIBOOK
DENGAN KVISOFT FLIP BOOK MAKER
PADA MATERI FUNGSI MATEMATIKA KELAS VIII

Endang Kusumaningtyas
kusuma5tyas@gmail.com
SMP Negeri 2 Kota Pasuruan

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan multimedia digibook
dengan Kvisoft Flip Book Maker pada materi Fungsi kelas VIII. Penelitian ini
dilaksanakan di SMP Negeri 2 Pasuruan dengan uji coba terbatas pada 3 siswa dan uji
coba luas pada 32 siswa. Penelitian pengembangan ini menggunakan metode penelitian
R&D yang dilaksanakan dalam enam tahap yakni studi pendahuluan, pengembangan
prototipe, uji lapangan, validasi produk, revisi desain dan deskripsi hasil penelitian.
Teknis analisis data yang digunakan adalah dengan melakukan rekapitulasi rerata hasil
penilaian validator ahli materi dan ahli media, uji coba produk serta data ketuntasan hasil
belajar siswa dari tes secara berkelompok maupun tes individu setelah menggunakan
multimedia digibook. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini untuk validasi dari ahli
materi rerata persentasenya sebesar 88%, menunjukkan tingkat kelayakan sangat baik.
Sedangkan dari ahli media diperoleh rerata persentase sebesar 78%, menunjukkan tingkat
kelayakan baik. Dari uji coba produk diperoleh rerata persentase sebesar 95%,
menunjukkan tingkat kelayakan sangat baik. Pada ketuntasan belajar diperoleh persentase
90,97% pada kegiatan kelompok dan 87,94% pada kegiatan individu. Dari hasil yang
diperoleh dapat dinyatakan bahwa multimedia digibook dengan Kvisoft Flip Book Maker
layak dan efektif digunakan sebagai bahan ajar matematika kelas VIII materi Fungsi.

Kata Kunci : Materi Fungsi, Multimedia Digibook, Kvisoft Flip Book Maker

30
Pendahuluan

Saat pembelajaran matematika disampaikan di kelas maka seorang pendidik


harus mampu menyajikan proses pembelajaran yang baik dan menarik agar siswa
dapat menerima konsep materi yang baik pula. Ada kalanya siswa mengalami
kesulitan maupun kejenuhan dalam kegiatan pembelajaran matematika jika metode,
model maupun media yang digunakan oleh guru kurang tepat dan maksimal,
bahkan ada kecenderungan siswa merasa takut untuk belajar matematika atau
kurangnya minat belajar matematika pada siswa. Di sinilah tugas seorang guru
untuk dapat menyampaikan kegiatan pembelajaran matematika yang dapat diterima
oleh siswa dengan menarik dan efektif sehingga kompetensi yang diukur juga dapat
tercapai dengan sempurna.
Media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Diutarakan oleh Miarso
(dalam Susilana & Riyana, 2008:6) media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemauan siswa untuk belajar. Media adalah objek yang dapat digunakan
sebagai perantara untuk menyampaikan pesan berupa materi pembelajaran dari
guru agar pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh siswa sehingga siswa
tergerak untuk belajar.
Berdasarkan observasi pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Pasuruan,
terdapat masalah keterbatasan media pembelajaran. Media ajar yang digunakan saat
ini hanya berupa slide presentasi, sehingga siswa hanya memiliki catatan dari slide
presentasi guru sebagai sumber belajar di kelas. Keterbatasan media ini
menyebabkan model pembelajaran menjadi kurang menarik sehingga efektifitas
pembelajaran tidak tercapai secara optimal.
Pengembangan media pembelajaran melalui multimedia salah satunya yaitu
dengan Flip Book. Flip Book atau Flipping Book dapat diartikan buku yang
membalik. Flip Book dapat berupa materi buku sekolah dalam format multimedia
dan semua komponen penunjang pembelajaran.
Flip Book memiliki beberapa karasteristik, seperti halnya sebuah buku
elektronik (e-book) atau majalah elektronik (e-magazine) maka Flip Book memiliki
karakteristik yang sejenis dengan keduanya.
Menurut Sukani (2015:12) beberapa karakteristik Flip Book antara lain :
1. Diperoleh rasa seperti benar-benar membaca buku
2. Dapat dikombinasikan dengan file video
3. Dapat dikombinasikan dengan file animasi (swf)
4. Terdapat fasilitas pencarian
5. Dapat dikombinasikan dengan gambar dan musik
Digital book dengan aplikasi Kvisoft Flip Book Maker merupakan salah satu
pilihan media yang dapat dikembangkan sebagai bahan ajar yang menarik karena
siswa dapat belajar secara mandiri menggunakan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) melalui digital book, menggali informasi melalui tayangan
video maupun program flash yang termuat pada digital book sehingga harapan
penggunaan digital book menjadi media bahan ajar penyampaian materi
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Penggunaan digital book
diharapkan dapat mengefisienkan waktu serta dapat mempermudah proses

31
pembelajaran. Selain itu pembelajaran dengan digital book multimedia diharapkan
menjadikan sekolah lebih maju dengan menggunakan teknologi yang semakin
modern.
Salah satu penelitian sebelumnya yang mengembangkan media dengan Flip
Book yakni Muamanah (2014) yang berjudul “Pengembangan Media Flip Book
Menggunakan Kvisoft Flipbook Maker untuk Pembelajaran Biologi SMA Kelas XI
IPA Pada Materi Sistem Pertahanan Tubuh”. Penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa media yang dikembangkan memperoleh hasil dengan kategori
sangat baik dan layak digunakan.
Dari beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan Kvisoft Flipbook
Maker sebagai pengembangan media pembelajaran, menunjukkan bahwa Kvisoft
Flipbook Maker dapat dijadikan sebagai software dalam mengembangkan media
ajar di berbagai mata pelajaran, sehingga penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam memanfaatkan Kvisoft Flipbook Maker dalam
pembelajaran yang efektif di mata pelajaran matematika pada materi Fungsi di kelas
VIII.
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti
melakukan tentang pengembangan media ajar yang berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Digibook
dengan Kvisoft Flip Book Pada Materi Fungsi Matematika Kelas VIII”.

Metode

Metode pada penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan


R&D dengan model Borg & Gall. Menurut Borg & Gall (2007:775) penelitian
pengembangan merupakan proses untuk mengembangkan dan menvalidasi paket
materi pendidikan, antara lain untuk materi pendidikan, buku teks, metode
pembelajaran. Desain instruksional dan lain-lain yang digunakan dalam penelitian.
Desain penelitian Borg & Gall yang pada penelitian meliputi: (1) pengumpulan
informasi; (2) perencanaan; (3) pengembangan produk; (4) uji coba lapangan awal;
(5) revisi produk; (6) uji coba lapangan lanjut; (7) revisi produk; dan (8) uji coba
lapangan akhir.

Adapun langkah-langkah pada penelitian ini meliputi:


1) Tahap analisis
Pada tahap ini peneliti menggunakan studi lapangan yakni melakukan
observasi untuk mendapatkan data saat menyiapkan produk multimedia
digibook dengan Kvisoft Flip Book Maker.

2) Desain
Pada tahap ini peneliti mulai mengembangkan media digibook berdasarkan
data dari studi literatur sesuai dengan batasan materi yang akan disampaikan
yakni materi Fungsi untuk kelas VIII.
3) Tahap pengembangan
Pada tahap ini peneliti mengunakan literatur dari berbagai sumber yang dapat
dimasukkan dalam aplikasi Kvisoft Flip Book Maker seperti gambar, audio,

32
video pembelajaran serta flash (swf) sebagai bahan pengembangan materi
Fungsi maupun untuk evaluasi yang nantinya merupakan produk multimedia
digibook.
4) Tahap penilaian
Pada tahap ini peneliti meninjau tentang kelayakan produk multimedia
digibook yang dihasilkan baik dari sisi kelemahan maupun kelebihannya agar
bisa diimplementasikan dalam pembelajaran berdasarkan penilaian validator
yakni ahli materi dan ahli media serta uji produk pada siswa.

Instrumen yang digunakan berupa: (1) angket validasi oleh ahli materi dan ahli
media serta uji coba produk oleh siswa dalam bentuk numerical rating scale, serta
(2) rekap nilai kegiatan belajar siswa pada tes kelompok maupun tes individu.

Instrumen yang digunakan untuk Validator ahli materi antara lain:


1) Aspek Kelayakan Isi dengan indikator:
a. Kesesuaian digibook dengan kompetensi dasar
b. Kesesuaian digibook dengan tujuan pembelajaran
c. Kebenaran konsep materi dengan bahan ajar
d. Kebermanfaatan modul digibook untuk penambahan wawasan pengetahuan
2) Aspek Penyajian dengan indikator:
a. Kejelasan tujuan pembelajaran dalam multimedia digibook
b. Kesesuaian penjabaran materi dengan relevansi kehidupan nyata
c. Kesesuaian evaluasi dengan tingkat berpikir siswa
d. Interaktif bahasa yang digunakan dalam pembelajaran dengan multimedia
digibook

Instrumen yang digunakan untuk Validator ahli media antara lain:


1. Aspek Rekayasa perangkat lunak dengan indikator:
1) Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan media
pembelajaran
2) Reliabel (handal)
3) Maintainabel (dapat dipelihara atau dikelola dengan mudah)
4) Usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya)
5) Ketepatan pemilihan jenis aplikasi atau software atau tool untuk
pengembangan
6) Reusabel (sebagian atau seluruh program media pembelajaran dapat
dimanfaatkan kembali untuk mengembangkan media pembelajaran lain)
2. Aspek Komunikasi Visual dengan indikator:
1) Komunikatif (sesuai dengan pesan dan dapat diterima atau sejalan
dengan keinginan sasaran)
2) Kreatif dalam ide berikut penuangan gagasan
3) Audio (narasi, sound effect, backsound, musik)
4) Visual (layout design, typography, warna)
5) Media bergerak (animasi, movie)
6) Layout interactive (ikon navigasi)

33
Instrumen yang digunakan pada uji coba produk untuk siswa antara lain:
1. Aspek Tampilan multimedia digibook dengan indikator:
1) Tampilan Flip Book
2) Tampilan Huruf
3) Tampilan gambar
4) Tampilan Audio
5) Tampilan Video
6) Tampilan flash
2. Kebermanfaatan multimedia digibook dengan indikator:
1) Mempermudah pemahaman pada materi
2) Motivasi belajar
3) Fokus Perhatian

Skala penilaian yang digunakan pada angket menggunakan skala Liker


(Ridwan, 2005:88) yang terdiri dari lima kategori yakni :
Sangat Baik (SB) : Skor 5
Baik (B) : Skor 4
Cukup (C) : Skor 3
Kurang (K) : Skor 2
Sangat Kurang (SK) : Skor 1
Rentang penilaian keefektifan dari multimedia digibook yakni :
81% - 100% : Sangat Baik
61% - 80% : Baik
41% - 60% : Cukup
21% - 40% : Kurang
0% - 20% : Sangat Kurang

Analisis ketuntasan belajar dilakukan berdasarkan hasil kegiatan tes siswa dari
soal yang sudah dikembangkan pada bahan ajar multimedia digibook denga kriteria
ketuntasan belajar adalah sebagai berikut.
a) Secara perorangan
Siswa dianggap telah tuntas belajar apabila penguasaan mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM > 78,00).
b) Secara kelompok
Minimal 85% siswa mencapai nilai KKM

Data Uji Kevalidan


Adapun kegiatan yang dilakukan dalam proses analisis data kevalidan adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan rekapitulasi hasil penilaian validator.
b. Mencari rerata hasil penilaian validator untuk setiap aspek dan rerata aspek
total.

Data Uji Keefektifan


Data mengenai tingkat keefektifan bahan ajar diperoleh melalui data ketuntasan
hasil belajar siswa diperoleh melalui pemberian tes hasil belajar siswa secara

34
berkelompok maupun individu setelah menggunakan bahan ajar multimedia
digibook.

Hasil dan Pembahasan

Produk dan hasil penelitian ini adalah multimedia digibook pelajaran


matematika pada materi Fungsi untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pasuruan.
Multimedia digibook ini terdiri dari sampul halaman (Cover), pendahuluan, materi,
latihan, ringkasan, evaluasi, referensi dan penyusun.
1. Sampul halaman (Cover)
Halaman utama (cover) berisi judul materi dan kelas, nama penyusun,
instansi penyusun, logo instansi penyusun, gambar animasi, dan logo
Seamolec, serta link yang menunjukkan posisi materi/isi digibook

2. Pendahuluan
Pendahuluan terdiri dari: kata pengantar, daftar isi, petunjuk penggunaan
buku dan peta kompetensi. Kata Pengantar memuat tentang uraian peneliti
mengenai pembuatan bahan ajar digibook. Daftar isi memuat kerangka
(outline) bahan ajar dan dilengkapi dengan nomor halaman. Petunjuk
penggunaan buku menjelaskan tentang urutan penggunaan bahan ajar
digibook. Peta kompetensi memuat tentang tujuan pembelajaran dan peta
konsep materi.

35
3. Materi
Materi memuat tentang kompetensi yang sedang dipelajari dengan
apersepsi, pengertian, pemberian contoh. Apersepsi pada multimedia digibook
ditampilkan dalam bentuk video pembelajaran. Video yang dikembangkan oleh
peneliti berisi tentang paparan secara ringkas tentang konsep materi Fungsi
yang disajikan dengan program focusky. Siswa dapat memainkan video sesuai
dengan info yang ingin diperoleh sebagai apersepsi untuk mengetahui konsep
materi yang sedang dipelajari. Selanjutnya disusun materi secara sistematis
yang dapat dibaca dan dipelajari oleh siswa untuk mengolah informasi yang
disertai dengan contoh soal.

36
4. Latihan
Pada latihan ditampilkan bentuk flash (swf) yang dapat dimainkan oleh
siswa secara interaktif untuk mengukur ketercapaian awal tentang pengetahuan
yang dimiliki terkait dengan materi yang telah dipelajari. Program flash
menjadi kewajiban sebagai proses latihan untuk dimainkan oleh siswa yakni
soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 butir, karena diakhir nomor yang
dikerjakan oleh siswa selanjutnya dapat diketahui skor yang diperoleh,
sekaligus menjadi umpan balik bagi siswa materi mana yang masih perlu
diulang untuk dipelajari kembali. Skor hasil tes di latihan awal ini menjadi alat
ukur untuk mengetahui ketuntasan belajar yang dilakukan bersama kelompok.
Setelah mengerjakan latihan siswa dapat memainkan video untuk lebih
memahami aplikasi materi Fungsi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Ringkasan
Ringkasan memuat tentang garis besar konsep materi sebagai bahan
konfirmasi dari materi yang dipelajari.

6. Evaluasi
Evaluasi akhir pada multimedia digibook ini merujuk pada tujuan
pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang dilaksanakan. Evaluasi berbentuk
essai sebagai bahan tes kelompok/individu untuk mengukur ketuntasan belajar
siswa.

37
7. Referensi
Referensi berisi tentang daftar pustaka yang diambil oleh peneliti dalam
menyusun multimedia digibook ini dari berbagai sumber baik media cetak
maupun online.

8. Penyusun
Halaman ini menampilkan penyusun yang mengembangkan media
pembelajaran ini.

Hasil Validasi

a. Hasil validasi ahli materi dilakukan oleh 2 guru matematika dari SMK Negeri
1 Pasuruan, Imam Indra Gunawan, M.Pd dan guru matematika SMP Negeri 10
Pasuruan, Dra. Tatik Liharmamik, M.Pd ditunjukkan pada tabel 4.1 dan
gambar grafik 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Validasi oleh ahli materi

Validator Validator
No Aspek Indikator Rerata Persentase
1 2
1 Kelayakan Isi 1,2,3,4 19 18 18,5 93%
2 Penyajian 1,2,3,4 17 16 16,5 83%
Jumlah Skor 37 32 34,5 88%
Tingkat
SANGAT BAIK
kelayakan

Gambar 4.1 Grafik persentase validasi ahli materi

Berdasarkan skor variabel pada validasi ahli materi yang direpresentasikan


melalui Tabel 4.1 validasi ahli materi dan grafik gambar 4.1 grafik persentasi ahli
materi diperoleh analisis sebagai berikut :
 Persentase kelayakan isi 93% menunjukkan tingkat kelayakan yang sangat baik
 Persentase Penyajian 83% menunjukkan tingkat kelayakan yang sangat baik
 Persentase skor gabungan 88% menunjukkan tingkat kelayakan yang sangat
baik

38
b. Hasil Validasi Ahli Media dilakukan oleh 2 ahli yakni Kepala SMK Sallahudin
Pasuruan, Chrisdiyanto, MT dan guru SMK Negeri 1 Pasuruan, Benny
Ikwanudin, ST ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.2 Validasi oleh ahli media

Validator Validator
No Aspek Indikator Rerata Persentase
1 2
1 Rekayasa 1,2,3,4,5,6 22 21 21,5 72%
perangkat
lunak
2 Komunikasi 1,2,3,4,5,6 26 24 25 83%
visual
Jumlah Skor 48 45 46,5 78%
Tingkat
BAIK
kelayakan

Gambar 4.2 Grafik persentase ahli media

Berdasarkan skor variabel pada validasi ahli materi yang direpresentasikan


melalui Tabel 4.2 validasi ahli media dan grafik gambar 4.1 grafik persentasi ahli
media diperoleh analisis sebagai berikut :
 Persentase Rekayasa perangkat lunak 72% menunjukkan tingkat kelayakan
yang baik
 Persentase Komunikasi visual 83% menunjukkan tingkat kelayakan yang
sangat baik
 Persentase skor gabungan 78% menunjukkan tingkat kelayakan yang baik

c. Hasil uji coba produk


Uji coba produk bertujuan untuk mengukur kualitas digibook kepada tiga siswa
yang dipilih secara random melalui data angket oleh Gandys Ajeng Cindi,
Muhammad Wildan dan Alfian Ilham. Hasil uji coba produk ditunjukkan pada
Tabel 4.3.

39
Tabel 4.3 Uji coba produk untuk siswa

N Gandy Wilda Alfia Rerat Persenta


Aspek Indikator
o s n n a se
1 Tampilan 1,2,3,4,5 29 29 28 28,7 95%
multimedia ,6
digibook
2 Kebermanfaat 1,2,3 15 14 14 14,3 95%
an multimedia
Jumlah Skor 44 43 42 43 95%
Tingkat
SANGAT BAIK
kelayakan

Gambar 4.3 Grafik uji coba produk

Berdasarkan skor variabel pada uji coba produk yang direpresentasikan melalui
Tabel 4.3 dan grafik gambar 4.3 grafik uji coba produk diperoleh analisis sebagai
berikut:
 Persentase Tampilan multimedia digibook 95% menunjukkan tingkat
kelayakan yang sangat baik.
 Persentase kebermafaatan multimedia 95% menunjukkan tingkat kelayakan
yang sangat baik.
 Persentase skor gabungan 95% menunjukkan tingkat kelayakan yang sangat
baik.

d. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar menunjukkan keberhasilan media dalam menuntun siswa
menuju pencapaian kompetensi belajar. Hasil ketuntasan belajar ditunjukkan pada
Tabel 4.4 dan grafik 4.4 sebagai berikut:

40
Tabel 4.4 Ketuntasan belajar

Jumlah yang
Kriteria Jumlah Rata-rata
mencapai Persentase
Keterangan
Ketuntasan ketuntasan
(32 (32
(orang)
orang) orang)

Kelompok 2911 90.97 32 100% Sangat baik

Individu 2814 87.94


31 97% Sangat baik
(Postes)

Gambar 4.4 Grafik ketuntasan belajar

Berdasarkan rekapitulasi ketuntasan hasil belajar siswa yang ditunjukkan


pada Tabel 4.4 dan gambar 4.4 grafik ketuntasan belajar, diperoleh analisis sebagai
berikut.
1. Persentase ketuntasan belajar kelompok (klasikal) pada kegiatan mencapai
100% dengan nilai rata-rata 90,97. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan
media dalam menuntun siswa menuju pencapaian kompetensi belajar sangat
baik.
2. Persentase ketuntasan belajar individu (postes) pada kegiatan mencapai 97%
dengan nilai rata-rata 87,94. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan media
dalam menuntun siswa menuju pencapaian kompetensi belajar sangat baik.

Berdasarkan hasil rerata validasi oleh ahli materi dengan tingkat kelayakan
yang sangat baik, rerata ahli media dengan tingkat tingkat kelayakan yang baik serta
uji produk yang menunjukkan tingkat kelayakan yang sangat baik, maka
multimedia digibook dengan Kvisoft Flip Book Maker dinyatakan valid digunakan
sebagai media pembelajaran.
Berdasarkan hasil tes yang dilakukan oleh 32 siswa pada uji kelayakan yang
mencapai rata-rata dan persentase sangat baik pada tes kelompok maupun individu
maka dapat dinyatakan multimedia digibook dengan Kvisoft Flip Book Maker
efektif sebagai media untuk siswa kelas VIII.

41
Penutup

A. Simpulan
Bahan ajar multimedia digibook dengan Kvisoft Flip Book maker ini telah
dikembangkan dengan hasil diperoleh pada penelitian ini untuk validasi dari ahli
materi rerata persentasenya sebesar 88%, menunjukkan kelayakannya sangat baik.
Sedangkan dari ahli media diperoleh rerata persentase sebesar 78%, menunjukkan
tingkat kelayakan baik. Dari uji coba produk diperoleh rerata persentase sebesar
95%, menunjukkan tingkat kelayakan sangat baik. Pada ketuntasan belajar
diperoleh persentase 90,97% pada kegiatan kelompok dan 87,94% pada kegiatan
individu. Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa multimedia digibook
dengan Kvisoft Flip Book Maker, valid dan efektif sebagai bahan ajar matematika
kelas VIII materi Fungsi.

B. Saran dan Tindak Lanjut


1. Bagi guru
Pengembangan bahan ajar dengan multimedia digibook dapat dikembangkan
pada materi yang lain atau mata pelajaran yang lain sebagai referensi dan
alternatif media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di era teknologi modern.
2. Bagi siswa
Proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dengan menggunakan
multimedia digibook perlu dikembangkan dengan partisipasi aktif
menggunakan media berbasis teknologi agar pemahaman konsep materi
maupun peningkatan prestasi belajar lebih optimal dalam rangka pencapaian
tujuan pembelajaran.

Daftar Pustaka
Borg, W.R and Gall, M.D. (2003). Educational Research: An Introduction 4th
Edition. London: Longman Inc.

Darmawan, Deni. (2007). Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Arum


Mandiri Press.

Muamanah. (2014). Pengembangan Media Flip Book Menggunakan Kvisoft


Flipbook Maker 3.6.1 Untuk Pembelajaran Biologi Sma Kelas Xi Ipa Pada
Materi Sistem Pertahanan Tubuh.UNS
http://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/42541/Pengembangan-Media-Flip-
Book-Menggunakan-Kvisoft-Flipbook-Maker-361-Untuk-Pembelajaran-
Biologi-Sma-Kelas-Xi-Ipa-Pada-Materi-Sistem-Pertahanan-Tubuh
Diakses 15 Juni 2016

Riduwan. (2008). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian.


Bandung:Alfabeta

42
Rudi Susilana.Cepi Riyana,.(2008). Media Pembelajaran. Bandung :CV Wacana
Prima

Suharsimi, Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sukani. (2015). Membuat Digibook dengan Kvisoft Flip Book Maker. Jakarta:
Modul E-training Guru Melek IT.

Sugianto, Dony dkk. (2013). Modul Virtual : Multimedia Flipbook Dasar Teknik
Digital. INVOTEC, Volume IX, No. 2 Agustus 2013 : 101-116

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


ALFABETA

43
PENGEMBANGAN METODE DUTA PRODEO (DUTA BELAJAR BERBASIS
PROYEK VIDEO) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
PADA MATERI PENERAPAN BARISAN DAN DERET MATEMATIKA

Fattaku Rohman, S.Pd


Guru Matematika SMAN Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Provinsi Jambi
Jalan Jambi-Muara Bulian KM. 21 Kelurahan Pijoan Kecamatan Jaluko Muaro Jambi,
Provinsi Jambi

Abstract: : Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah berkembang
pesat pada saat sekarang ini, baik materi maupun kegunaannya. Dengan menguasai
pengetahuan Matematika khususnya siswa di sekolah, memungkinkan siswa akan lebih
mudah dalam menerima pengetahuan ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang semakin pesat, baik langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap perkembangan pendidikan.
Dengan adanya beberapa hal yang kadang menjadi penghambat dalam kelancaran proses
pembelajaran matematika diatas, maka metode Duta Prodeo adalah salah satu cara yang
dapat dijadikan metode pembelajaran oleh pendidik. Apalagi dalam membelajaran
Matematika pada materi Penerapan Barisan dan Deret Aritmatika dan Geometri
diperlukan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan agar siswa menjadi lebih
tertarik untuk belajar. Penelitian ini menggunakan model penelitian pengembangan
model ADDIE, yang terdiri dari 5 tahapan penelitian, yaitu 1) Analysis; 2) Design; 3)
Development; 4) Implementation; dan 5) Evaluation. Metode Duta Belajar Berbasis
Proyek Video (Duta Prodeo) ini telah diterapkan kepada objek penelitian, yakni sebanyak
25 siswa. Hasil dari validasi bahan ajar tersebut kandungan isi metode Duta Prodeo adalah
87,5%, afektif 93,75%, pedagogik 90,6%, bahasa yang digunakan 87,5%, dan tampilan
metode 95,8%, Sehingga diperoleh persentase rata-rata sebesar 90,8% dengan tingkat
kelayakan sangat tinggi. Selain itu hasil dari angket respon siswa terhadap Duta Prodeo
diperoleh 95,6% . Dengan demikian, metode Duta Belajar Berbasis Proyek Video (Duta
Prodeo) ini dapat dinyatakan layak untuk digunakan dalam meningkatkan motivasi
belajar materi barisan dan deret.

Kata Kunci : Duta Prodeo, Barisan dan Deret, model ADDIE

44
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah berkembang
pesat pada saat sekarang ini, baik materi maupun kegunaannya. Dengan menguasai
pengetahuan Matematika khususnya siswa di sekolah, memungkinkan siswa akan lebih
mudah dalam menerima pengetahuan ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang semakin pesat, baik langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap perkembangan pendidikan.
Pembelajaran Matematika di SMAN Titian Teras HAS Jambi khususnya di kelas
XI IPA, sering mengalami hambatan dan kesulitan dalam proses belajar, seperti
seringkali siswa mengantuk di kelas dan kurang bergairah dalam belajar.
Dengan adanya penghambat dalam kelancaran proses pembelajaran matematika
diatas, maka penyusun berusaha membuat kondisi dan pola pikir siswa kelas XI IPA
SMAN Titian Teras, khusunya dalam mem membelajaran Matematika pada materi
Penerapan Barisan dan Deret Aritmatika dan Geometri untuk menerapkan pembelajaran
yang menarik dan menyenangkan dengan menggunakan bahan ajar interaktif berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Adanya perubahan ini diharapkan membuat proses pembelajaran Matematika
berjalan secara aktif, kreatif dan menyenangkan sehingga terjadi peningkatan motivasi
belajar siswa yang dapat diidentifikasikan dari peningkatan hasil evaluasi yang dilakukan.
Oleh sebab itu dalam tulisan ini penulis membuat metode Duta PRODEO (Duta Belajar
Berbasis Proyek Video) untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Materi
Penerapan Barisan dan Deret Matematika Kelas XI IPA. Sampel penelitian ini adalah
siswa dan siswi kelas XI IPA dengan jumlah sebanyak 25 siswa. Batasan materi pada
penelitian pengembangan ini adalah materi barisan dan deret.

METODE
Penelitian ini menggunakan model penelitian pengembangan model ADDIE,
yang terdiri dari 5 tahapan penelitian, yaitu 1) Analysis; 2) Design; 3) Development; 4)
Implementation; dan 5) Evaluation dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Analysis
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
 Pra perencanaan: pemikiran tentang produk (model, metode, media, bahan ajar)
baru yang akan dikembangkan.
 Mengidentifikasi produk yang sesuai dengan sasaran peserta didik, tujuan belajar,
 Mengidentifikasi isi/materi pembelajaran,
 Mengidentifikasi lingkungan belajar dan strategi penyampaian dalam
pembelajaran

2) Design
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
 Merancang konsep produk baru di atas kertas.
 Merancang perangkat pengembangan produk baru. Rancangan ditulis untuk
masing-masing unit pembelajaran. Petunjuk penerapan desain atau pembuatan
produk ditulis secara rinci

45
3) Development
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
 Mengembangkan perangkat produk (materi/bahan dan alat) yang diperlukan
dalam pengembangan.
 Berbasis pada hasil rancangan produk, pada tahap ini mulai dibuat produknya
(materi/bahan, alat) yang sesuai dengan struktur model.
 Membuat instrumen untuk mengukur kinerja produk.

4) Implementation
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
 Memulai menggunakan produk baru dalam pembelajaran atau lingkungan yang
nyata
 Melihat kembali tujuan-tujuan pengembangan produk, interaksi antar peserta
didik serta menanyakan umpan balik awal proses evaluasi

5) Evaluation
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
 Melihat kembali dampak pembelajaran dengan cara yang kritis
 Mengukur ketercapaian tujuan pengembangan produk
 Mengukur apa yang telah mampu dicapai oleh sasaran
 Mencari informasi apa saja yang dapat membuat peserta didik mencapai hasil
dengan baik

HASIL
Hasil penelitian pengembangan pada model ADDIE adalah sebagai berikut:
1. Analisys:
Pada tahap ini dilakukan kajian literatur terkait dengan materi barisan dan deret,
(khususnya materi subtopik barisan dan deret aritmatika dan geometri),mengkaji berbagai
hasil penelitian yang relevan, diskusi dengan rekan sejawat, konsultasi dengan para ahli
(expert) dalam hal ini Guru Matematika di SMAN Titian Teras, dan analisis kebutuhan,
analisis kurikulum matematika SMA kelas XI pada materi barisan dan deret dalam hal
ini mengikuti Kurikulum 2013 dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

2.Design:
Setelah proses persiapan, dilakukan kegiatan mendesain metode Duta Prodeo berikut
instrumennya berupa: lembar validasi metode belajar, soal tes, kartu jawaban tes, dan
instrumen berupa angket tanggapan siswa (.). Berikut deskripsi desain metode Duta
Prodeo (Duta Belajar Berbasis Proyek Video) ini dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
A. Kegiatan Awal
1. Guru memberikan apersepsi tentang penerapan Barisan dan Deret Aritmatika dan
Geometri dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh ilustrasi
masalah dengan menemukan konsep barisan dan deret aritmatika melalui tayangan
video mengenai bagaimana menghitung banyaknya jumlah kelereng ke dalam suatu
toples, kemudian siswa boleh menanyakan hal-hal yang ingin diketahui setelah
tayangan tersebut.

46
2. Guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
3. Guru kemudian membagi siswa menjadi 5 kelompok dengan cara siswa secara
berurutan menyebutkan angka 1 sampai 5, secara bergantian dan berkelompok
sesuai dengan angka yang sama,
4. Siswa yang telah mendapatkan kelompok akan memberikan nama kelompoknya
seperti nama seorang ilmuwan yang telah mereka sepakati sebelumnya dan masing-
masing anggota menjadi Duta Prodeo.

B. Kegiatan Inti
1. Guru menginstruksikan kepada setiap kelompok yang beranggotakan Duta Prodeo
untuk membuat satu soal dan penyelesaian penerapan barisan dan deret aritmatika
dan geometri (materi tersebut telah mereka pelajari pada pertemuan sebelumnya)
dalam bentuk presentase powerpoint dengan tampilan maksimal 5 slide
menggunakan aplikasi/software Prezi atau Microsoft Office Powerpoint dengan
design semenarik mungkin.
2. Setiap Duta Prodeo harus memahami konsep soal dan penyelesaian yang dibuat
kelompoknya tersebut untuk dipresentasekan kepada kelompok ilmuwan lain
yang akan dikunjunginya dengan durasi membuat presentase adalah 30 menit.
3. Setelah soal kelompok dibuat, Guru mengatur jalannya diskusi dengan
memberikan kesempatan untuk satu orang Duta Prodeo masing-masing kelompok
untuk mempresentasekan hasil soal dan pembahasan yang telah dibuat kepada
kelompok lain dengan menggunakan media laptop berdurasi 5 menit.
4. Duta Prodeo menjelaskan konsep soal dan solusi masalah dengan tayangan
presentasenya dengan kejelasan materi, soal dan pembahasannya, serta tanya
jawab dengan Duta Prodeo kelompok ilmuwan lain. Duta Prodeo kelompok lain
dapat menanyakan hasil atau hal-hal yang kurang dipahami kepada Duta Prodeo.
5. Setelah 5 menit selesai, maka Duta Prodeo akan kembali ke kelompok semula,
dan 5 menit berikutnya Duta Prodeo lain di kelompok yang sama akan diutus
untuk mengunjungi kelompok ilmuwan lain yang berbeda (selain di sesi 5 menit
pertama), demikian seterusnya hingga 4 kelompok
ilmuwan lain terkunjungi. Dengan demikian, total kunjungan adalah 4 x 5
menit = 20 menit.
6. Setelah semua kelompok ilmuwan terkunjungi, maka secara random, Guru akan
mempersilahkan seorang Duta Prodeo dari masing-masing kelompok untuk
mempresentasekan hasil diskusi dengan Duta Prodeo yang lain di depan kelas.
7. Seorang Duta Prodeo yang maju di depan menjelaskan satu masalah dan solusi
dari hasil kelompok ilmuwannya melalui media laptop dan proyektor,
8. Duta Prodeo lainnya mengamati dan mendengarkan paparan masalah dan
solusinya tersebut dengan seksama, hingga durasi 5 menit selesai,
9. Diakhir penyajian, pengamat duta dapat memberikan saran/pertanyaan terkait
masalah tersebut untuk perbaikan hasil presentase, baik dari segi konten soal,
solusi, design powerpoint, maupun penampilan penyajian.

C. Kegiatan Penutup
1. Setiap kelompok ilmuwan yang terdiri dari Duta Prodeo (5 orang) diberikan
proyek berupa pembuatan satu video pembelajaran berbasis soal dan solusi yang

47
telah mereka buat sebelumnya dengan masing-masing Duta berperan sebagai
pemain, sutradara, maupun editor video.
2. Video tersebut berisi ilustrasi tayangan soal dan solusinya, dengan mengkreasikan
video dengan aplikasi seperti Videomaker, atau Camtasia dengan maksimal durasi
maksimal 10 menit.
3. Hasil video yang telah dibuat diupload kedalam situs Youtube agar dapat berbagi
dengan kelompok ilmuwan lain, dan nantinya akan diputar pada pertemuan
seminggu setelah pertemuan saat ini.
4. Hasil video juga dibuat dalam bentuk kepingan DVD untuk nantinya sebagai arsip
dan dokumentasi pembelajaran.
5. Diakhir instruksi tugas proyek guru bersama siswa bersama-sama menyampaikan
tujuan pembelajaran yang telah berlangsung.

3. Development: Pada tahapan ini, dimulailah pengembangan metode yang akan


dilakukan berupa penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), perancangan
soal tes, dan pengujian jawaban tes yang dibuat pada materi barisan dan deret (.). Selain
itu dibuat juga instrumen validasi untuk menguji produk (.):
a. Self evaluation
Protipe I yang dihasilkan pada tahap ini dievaluasi sendiri oleh peneliti yang sesuai
dengan tujuan yang diharapkan yaitu metode Duta Prodeo dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa mengenai pembelajaran Integral agar menyenangkan. Kegiatan self
evaluation dilakukan pada bulan Agustus 2016.
b. Expert Review
Pada tahap ini, tugas ahli adalah untuk menilai (memvalidasi) kepraktisan
dan validitas alat peraga, soal tes, jawaban tes, baik dari isi maupun konstruk.
Dua orang ahli yang merupakan teman sejawat (guru matematika) SMAN Titian Teras
yang memberikan penilaian dengan kategori baik, sehingga
berarti valid dan praktis dengan beberapa saran yaitu papan harus lebih kuat, serta
soal tes lebih runtut agar tidak membingungkan siswa (hasil validasi dan expert review).
Tabel Rencana Validasi dan Uji coba produk
Bidang Nama Pendidikan
No Gelar Keterangan
Keahlian Validator S1 S2 S3
1 Media M. Haryono, S.Pd,  Guru
M.Si Matematika
2 Materi Zuletane Mazka S.Pd,  Guru
M.Si Matematika
Pengujian validitas produk menggunakan angket kelayakan. Uji
kelayakan dilakukan oleh rekan sejahwat yang dalam hal ini guru matematika di SMAN
Titian Teras H. Abdurrahman Sayoeti Provinsi
Jambi.Adapun data kelayakan adalah sebagai berikut :

48
Tabel Rekapitulasi Angket Validasi
No Kriteria Multimedia Skor
1 mudah dilihat 4,0
2 Sederhana 4,5
3 menarik 4,0
4 bermanfaat 4,0
5 Benar atau dapat dipertanggung jawabkan 4,5
Rekapitulasi kelayakan menunjukkan bahwa setiap kriteria alat peraga yang telah digunakan
berada pada kriteria baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa alat peraga layak
digunakan dalam
proses pembelajaran.
4. Implementation: Untuk menerapkan produk pada tahapan ini, maka produk diuji
cobakan pada kelas kecil dan uji coba lapangan dalam kelas besar.
a. Uji coba kelas kecil
Tujuan pada tahapan ini adalah untuk mengecek adanya error pada penggunaan metode
Duta prodeo, tahap uji kelas kecil dilaksanakan pada empat (4) siswa SMA Negeri Titian
Teras kelas XI IPA. Siswa cukup mudah memahami instruksi metode Duta Prodeo karena
telah tertera pada kertas instruksi yang diberikan, siswa juga merespon baik metode belajar
Duta Prodeo dengan baik, terbukti dengan respon siswa yang
menyatakan senang dan belum pernah belajar dengan metode Duta Prodeo
b. Uji coba kelas besar
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui efek potensial dari Metode Duta Prodeo. Subjek
penelitian berjumlah 28 siswa kelas XI IPA 4 SMAN Titian Teras Jambi. Kegiatan
diawali dengan penyampaian materi, penggunaan alat peraga, dan pemberian angket.

5. Evaluation:
Pada tahap evaluasi guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan konseptual untuk
menguji apakah siwa benar-benar telah memahami dan menerapkan konsep barisan dan
deret aritmatika dan geometri dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh
soal ilustrasi, seperti:
1. Perusahaan genteng “Tiras” menghasilkan 3000 buah genteng pada bulan pertama
produksinya. Dengan penambahan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas,
perusahaan mampu menambah produksinya sebanyak 500 buah setiap bulan. Jika
perkembangan produksinya konstan , berapa buah genteng yang dihasilkan sampai
dengan bulan tersebut ?
2. Perusahaan keramik menghasilkan 5.000 buah keramik pada bulan pertama
produksinya. Dengan adanya penambahan tenaga kerja, maka jumlah produk yang
dihasilkan juga ditingkatkan. Akibatnya, perusahaan tersebut mampu menambah
produksinya sebanyak 300 buah setiap bulannya. Jika perkembangan produksinya
konstan setiap bulan, berapa jumlah keramik yang dihasilkannya pada bulan ke 12 ?.
Setelah melalui proses evaluasi, diperoleh hasil penggunaan metode Duta Prodeo (Duta
belajar Berbasis Proyek Video)
menunjukkan hasil yang baik, yang terlihat dari motivasi belajar
yang telah dicapai. Adapun rekapitulasi motivasi belajar adalah sebagai berikut :

49
Tabel Rekapitulasi Angket Motivasi
No Kriteria Motivasi Jumlah
1 Baik 25
2 Cukup Baik 0
3 Kurang Baik 0
4 Tidak Baik 0
Jumlah 2
5
Rekapitulasi angket motivasi menunjukkan 100 % peserta didik pada motivasi
baik,
hal tersebut mengindikasikan proses pembelajaran dengan menggunakan metode Duta
Prodeo (Duta Belajar Berbasis Proyek Video) telah berjalan dengan optimal.

HASIL PENGEMBANGAN
Hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Duta Prodeo (Duta Belajar
Berbasis Proyek Video) berlangsung dengan sangat baik, dibuktikan dengan keaktifan
peserta didik dalam belajar, dan hasil pembelajaran yang telah diperoleh. Disamping itu,
peserta didik yang menjadi Duta Belajar telah membuat beberapa soal dan solusinya (.)
yang berkaitan dengan konsep barisan dan deret aritmatika dan geometri.
Tabel Hasil validasi Ahli Media
Nilai
Butir
No Indikator Validator Presentase
Indikator Validator I
II
1 Kandungan isi 1,2,3 11 10 87,5%
2 Afektif metode 4,5 7 8 93,75%
3 Pedagogik 6,7,8,9 15 14 90,6%
Bahasa yang
4 10,11,12 10 11 87,5%
digunakan
Tampilan
5 13,14,15 11 12 95,8%
metode
Jumlah Skor Individu 54 55
Kode Tingkat kelayakan ST ST
Jumlah Skor Kelompok 109 90,8%
Kode Tingkat kelayakan ST

Berdasarkan skor variabel pada validasi ahli media yang direpresentasikan melalui
Tabel 4.1, diperoleh analisis sebagai berikut:
a) Persentase ‘kandungan isi’ 87,5% menunjukkan kelayakan yang sangat tinggi
b) Persentase ‘afektif metode’ 93,75% menunjukkan kelayakan yang sangat tinggi
c) Persentase ‘pedagogik ’ 90,6% menunjukkan kelayakan yang sangat tinggi
d) Persentase ‘bahasa yang digunakan ’ 87,5% menunjukkan kelayakan yang sangat
tinggi
e) Persentase ‘tampilan metode ’ 95,8% menunjukkan kelayakan yang sangat tinggi
f) Persentase skor kelompok 90,8% menunjukkan bahwa metode Duta Prodeo
memiliki tingkat kelayakan yang sangat tinggi.

50
Tabel Angket Respon Tanggapan dan Motivasi Belajar Siswa
Presentase
N ∑ Tingkat
Indikator Persentas
o Sko kelayaka
e (%)
r n
Saya senang belajar dengan menggunakan media
1 pembelajaran 95 95% ST
yang digunakan.
Media pembelajaran ini membuatsaya nyaman
2 94 94% ST
untuk belajar.
Materi pada media pembelajaranterurut dengan ra
3 pi sehingga 96 96% ST
mudah saya pahami.
Media pembelajaran ini memudahkan saya
4 memahami konsep 94 94% ST
matematika.
Media pembelajaran ini
5 96 96% ST
membuat saya lebih giat belajar.
6 Penampilan media pembelajaranmenarik. 98 98% ST
Sajian Materi dalam media
7 97 97% ST
pembelajaran menarik.
Kegiatan yang diarahkan dalam media pembelajar
8 93 93% ST
an menarik.
Pengoperasian media pembelajaran mudah
9 96 96% ST
dilaksanakan.
Menurut saya media pemblajaran
10 seperti ini perlu digunakan 97 97% ST
dalam materi matematika lainnya
Jumlah Skor Kelompok 956 95,6%
Kode Tingkat kelayakan ST

Analisis Hasil Pembelajaran


Dalam proses diskusi Menjadi Duta Prodeo (Duta Belajar Berbasis Proyek
Video)yang telah dilaksanakan, saya menemukan beberapa hal yang sebelumnya belum
saya ketahui, yakni:
1. Siswa berfikir kreatif,
Peserta didik yang menjadi Duta Belajar mempunyai ide atau gagasan mengenai
soal dan solusi yang menarik mengenai aplikasi konsep Barisan dan Deret, salah
satunya mengenai kasus prediksi jumlah uang bulanan yang akan diterima siswa
pada bulan ke 10 (karena sekolah saya adalah sekolah asrama) dari orang tua
dengan jumlah uang kiriman bulan pertama Rp. 500.000,- dan mempunyai selisih
(beda) setiap bulan bertambah Rp. 20.000,-.
2. Siswa mempunyai kemampuan komunikasi menjelaskan yang baik,
Hal ini dapat dibuktikan dari anggota kelompok lain yang dapat memahami

51
penjelasan dari Duta Belajar, adanya interaksi yang aktif dalam diskusi, dan lain-
lain.
3. Kreativitas dalam pembuatan Video Pembelajaran,
Siswa telah membuat hasil produksi berupa video pembelajaran dengan kreatif (.)
baik dari segi design cover DVD, acting pemain, serta editing video yang layak
untuk diapresiasi.

KESIMPULAN, SARAN, DAN TINDAK LANJUT


Kesimpulan
Pembelajaran Matematika akan lebih menyenangkan bagi siswa bila guru
memanfaatkan metode yang tepat dalam proses pembelajaran tersebut. Diperlukan
kreatifitas dan metode pembelajaran yang baik agar kegiatan tersebut dapat terlaksana
dengan baik. Salah satu contohnya adalah Duta Prodeo (Duta Belajar Berbasis Proyek
Video)” pada materi Penerapan Barisan dan Deret Aritmatika dan Geometri kelas XI IPA,
dengan memanfaatkan ICT sebagai media pembelajaran disertai kemampuan komunikasi
siswa sebagai Duta Belajar. Pembelajaran menjadi bermakna, karena peserta didik tidak
hanya belajar secara teoritis materi tersebut,akan tetapi mereka dilibatkan dalam
pemahaman konsep, menjelaskan kembali konsep, dan yang terpenting adalah
kemampuan kreatifitas mereka dalam pembuatan produk video pembelajaran.
Saran dan Tindak Lanjut
Tujuan pembelajaran akan berjalan maksimal apabila guru pada mata pelajaran
matematika tidak hanya menjelaskan materi dengan satu metode atau hanya metode
ceramah saja, karena hal ini tidak membantu meningkatkan interaksi siswa. Siswa juga
dapat terlibat pada proses pembelajaran agar pemahaman konsep menjadi maksimal.
Disamping itu guru juga mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan kreatifitas
siswa, salah satunya adalah melakukan metode mengajar yang berpusat kepada siswa
(student-centre) disertai penggunaan media pembelajaran berbasis tehnologi dalam
menyongsong pendidikan Indonesia yang lebih maju.

DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Elaine B. (VI, 20011). Contextual Teaching and Learning: menjadikan Kegiatan
Belajar - Mengajar mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Media Utama.
Kemendikbud. (2014). Buku Pegangan Guru Matematika Kelas XI IPA. Jakarta:
Kemendikbud
Saekhan Muchith. (2008). Pembelajaran Kontekstual. Semarang: RaSAIL media Group.
Sardiman. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Utami Munandar. (1992). Pengembangan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah. Jakarta:
Gramedia.
Wardhani, I.G.A.K, dkk, 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbit
Universitas Terbuka

52
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS BERBASIS MAPLE UNTUK
MENINGKATKAN ADVANCED MATHEMATICAL THINKING MAHASISWA

In In Supianti
supianti@unpas.ac.id
Universitas Pasundan. Jl. Sumatera No. 41 Bandung 40117

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan Advanced Mathematical Thinking
(AMT) mahasiswa agar berhasil dalam menempuh mata kuliah - mata kuliah tingkat
lanjut khususnya kalkulus melalui pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar
berbasis Maple. Metode penelitian yang dilakukan adalah Research and Development
(R&D), hal yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar berbasis Maple
pada topik kalkulus bagi mahasiswa yang tahapannya sebagai berikut: (1) analisis potensi
dan masalah, (2) pengumpulan data; (3) desain produk; (4) validasi desain; (5) revisi
desain; (6) uji coba produk; (7) revisi produk; (8) Ujicoba pemakaian; dan (9) revisi
produk. Target dari penelitian ini adalah tersusunnya bahan ajar kalkulus berbasis maple
yang dapat meningkatkan kemampuan advanced mathematical thinking mahasiswa.
Instrumen yang digunakan adalah lembar validasi, instrumen tes berupa soal Advanced
Mathematical Thinking, lembar observasi, kuesioner, dan wawancara. Hasil penelitian ini
adalah (1) terdapat peningkatan advanced mathematical thinking mahasiswa yang
mendapatkan pembelajaran kalkulus dengan maple. Peningkatannya berada pada level
tinggi. (2) respon mahasiswa terhadap pembelajaran berbasis maple pada mata kuliah
kalkulus adalah positif.

Kata-kata kunci: Maple, Kalkulus, Advanced Mathematical Thinking

PENDAHULUAN
Advanced Mathematical Thinking (AMT) atau kemampuan berpikir tingkat lanjut
terdiri dari kemampuan representasi, abstraksi, berpikir kreatif, dan pembuktian.
Kemampuan ini penting dimiliki oleh mahasiswa, karena kemampuan AMT akan
membantu mahasiswa dalam menyelesaikan pendidikannya di Perguruan Tinggi, yang
dalam pelaksanaannya memuat mata kuliah matematika lanjut. Kemampuan AMT juga
mendukung pembentukan pribadi mahasiswa yang cerdas, kritis, kreatif, berempati
kepada orang lain, mampu bekerja sama, percaya diri, tangguh dan tanggap akan
perubahan. Hal tersebut menyiratkan bahwa AMT akan berkontribusi pada keberhasilan
mahasiswa dalam pendidikan dan dalam kehidupannya. Lebih jauhnya pembentukan
mahasiswa yang memiliki kemampuan AMT merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang dapat memenuhi tantangan
kemajuan serta persaingan global yang sedang terjadi saat ini, salah satunya dalam
program MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
Berdasarkan evaluasi hasil ujian pada mata kuliah kalkulus, nilai mata kuliah yang
diperoleh mahasiswa untuk mata kuliah ini belum optimal, artinya masih banyak jumlah
mahasiswa yang mendapatkan nilai di bawah standar. Hasil evaluasi belajar tahun
akademik 2014/2015 menunjukkan bahwa nilai mahasiswa yang di atas B hanya

53
mencapai 31%, sedangkan sisanya 69% nilai mahasiswa B ke bawah. Hal ini disebabkan
karena rata-rata mahasiswa kurang mampu menjawab dengan tepat terhadap soal yang
diberikan, khususnya soal-soal yang sifatnya eksplorasi dan aplikatif. Berdasarkan hasil
analisis terhadap pola jawaban mahasiswa terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa
mampu menjawab soal yang sifatnya teoretis. Namun untuk soal yang sifatnya aplikatif
dan eksloratif, sebagian besar mahasiswa kurang mampu menjawab dengan benar. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa masih dalam tataran teoretis belaka,
sedangkan kemampuan mahasiswa untuk mengaplikasikan konsep teori dan kemampuan
berpikir kreatifnya masih kurang.
Keadaan tersebut tidak boleh kita diamkan, mahasiswa harus menyadari bahwa
Kalkulus adalah mata kuliah yang sangat esensial dan sebagai mata kuliah prasyarat dari
mata kuliah lainnya dan termasuk mata kuliah keahlian (MKK). Di samping itu, Kalkulus
juga merupakan mata kuliah yang harus diajarkan pada disiplin ilmu lain, diantaranya
pada Fakultas Teknik dengan istilah ”Matematika Universitas” atau ”Matematika
Teknik”. Mata kuliah ini juga diajarkan di Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi, dan lain
sebagainya. Kalkulus juga memerlukan tingkat penalaran yang tinggi dalam
memahaminya
Pada era globalisasi teknologi terus berubah, banyak sekolah, perguruan tinggi,
lembaga yang menggunakan teknologi modern. Penggunaan teknologi untuk kepentingan
pelaksanaan pendidikan, khususnya pembelajaran juga telah berkembang pesat. Media
elektronik dan komputer dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendukung
pembelajaran. Mengikuti perkembangan yang ada dalam melayani kepentingan
pendidikan yang berbasis teknologi, pengajar dapat memanfaatkan sarana elektronik dan
komputer yang ada untuk kepentingan pembelajaran yang melibatkan mahasiswa secara
langsung.
Penggunaaan teknologi memiliki dampak positif dan negatif, namun berdasarkan
penelitian yang dilakukan Maunah (2016) dampak positif lebih dominan, begitu pula
dengan perubahan perilaku sosial peserta didik. Penggunaan teknologi dalam pengajaran
dan pembelajaran matematika bersifat esensial, teknologi membantu dan memperkaya
belajar siswa (NCTM, 2000). Menurut Paradesa (2010) teknologi memberi peluang lebih
kepada pendidik dan peserta didik untuk mengalami proses belajar dimana peserta didik
didorong untuk membuat dugaan matematis berdasarkan hasil ekspolasi yang dilakukan.
Tahapan penting dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan
bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu peserta didik mencapai kompetensi yang
diinginkan. Dosen diharapkan dapat membuat bahan ajar yang baik dan menarik yang
sesuai dengan perkembangan zaman agar dapat mencapai dan mengekplorasi
kemampuan berpikir mahasiswa, khususnya Advanced Mathematical Thinking.
Berdasarkan uraian di atas salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan AMT mahasiswa yang berimbas pada prestasi belajar mahasiswa terutama
pada mata kuliah kalkulus yaitu dengan mengembangkan bahan ajar kalkulus berbasis
komputer (software maple) yang dapat mengajarkan materi kalkulus menjadi mudah
dipahami dan dipelajari, dan lebih menarik.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalahnya sebagai berikut: (1) apakah terdapat peningkatan advanced mathematical
thinking mahasiswa yang memperoleh pembelajaran kalkulus berbasis maple pada mata
kuliah kalkulus?; (2) bagaimana respon mahasiswa terhadap pembelajaran berbasis

54
Maple pada mata kuliah kalkulus?

METODE
Pengembangan bahan ajar kalkulus berbasis maple menggunakan metode
penelitian dan pengembangan (research and development). Produk yang dihasilkan
adalah bahan ajar kalkulus berbasis Maple. Menurut Sugiono (2010) terdapat sepuluh
langkah pada metode penelitian dan pengembangan yang ditunjukkan dalam bagan alur
berikut

Gambar 1 Langkah-langkah penggunaan metode R&D

Pengembangan bahan ajar dalam penelitian ini sampai pada tahap revisi produk
hasil ujicoba pemakaian. Secara jelasnya diuraikan sebagai berikut.
1. Potensi dan Masalah
Potensi merupakan suatu kekuatan ataupun energi yang belum digunakan secara
optimal, apabila dikembangkan akan mendapatkan hasil yang maksimal. Potensi yang
dimiliki mahasiswa berdasarkan hasil observasi lapangan yaitu sebagian besar mahasiswa
Magister Pendidikan Matematika Universitas Pasundan telah terbiasa dan terampil dalam
menggunakan teknologi khususnya komputer dan internet. 100% mahasiswa memiliki
laptop yang biasa mereka gunakan dalam pembelajaran. Potensi yang dimiliki Program
Magister Pendidikan Matematika adalah telah memiliki program pembelajaran elektronik
(e-learning) dengan website address http://s2matematika.fps.unpas.ac.id/e-learning juga
memiliki fasilitas laboratorium komputer yang menunjang terlaksananya pembelajaran
berbasis elektronik. Potensi-potensi di atas harus kita optimalkan untuk menunjang
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa

Gambar 3 Tampilan muka e-learning menggunakan aplikasi moodle

55
Selain potensi, terdapat beberapa masalah yang terjadi yaitu (1) sebagian
besar dosen belum mengoptimalkan fasilitas yang diberikan, seperti fasilitas e-
learning; (2) Beberapa mahasiswa yang aktif dalam himpunan mahasiswa sering ijin
dari perkuliahan karena mengikuti kegiatan kemahasiswaan, sehingga mereka
tertinggal dari temannya; (3) Terdapat beberapa mata kuliah yang menggunakan
laboratorium komputer, seperti aljabar linier, kalkulus, aplikasi teknologi, dan lain-
lain tetapi ada yang belum dilengkapi dengan bahan ajar/ modul sehingga siswa
kesulitan dalam mengerjakan dan mengekspolasi software diluar jam pertemuan.

2. Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengumpulan data adalah (1)
menganalisis standar kompetensi, kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran; (2)
menganalisis proses pembelajaran di kelas; (3) menganalisis prestasi belajar
mahasiswa; dan (4) menganalisis kebiasaan belajar mahasiswa.
Analisis standar kompetensi, kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran
dilakukan dengan membandingkan kurikulum tertulis yang diharapkan oleh program
studi dengan silabus/SAP yang dibuat oleh dosen. Silabus dan SAP yang dibuat oleh
dosen sebagian besar telah sesuai dengan yang diharapkan.
Analisis proses pembelajaran dilakukan dengan wawancara terhadap
mahasiswa. Pembelajaran yang dilakukan sebagian besar menggunakan model
pembelajaran kooperatif (berdiskusi), dosen memberikan tugas, secara berkelompok
mahasiswa membuat tugas yang diberikan dan mempresentasikan di depan kelas
menggunakan media komputer (powerpoint). Penggunaan teknologi komputer dan
internet sudah biasa dilakukan, namun baru 3 buah software matematika yang
digunakan yaitu SPSS, Cabri, dan Macromedia Flash.
Analisis prestasi belajar mahasiswa dilakukan dengan observasi IPK
mahasiswa. Rata-rata IPK mahasiswa adalah 3,25. Jika diperhatikan lebih detail, nilai
yang kurang baik dari tiap-tiap mahasiswa adalah nilai dari mata kuliah matematika
yang memerlukan eksplorasi, tingkat penalaran, abstraksi, dan pembuktiannya tinggi.
Seperti mata kuliah analisis real, aljabar abstrak, sistem bilangan, kalkulus lanjut, dan
lain-lain.
Analisis belajar mahasiswa dilakukan dengan wawancara kepada 10 orang
mahasiswa. Enam orang menyukai belajar dengan menggunakan komputer, mereka
beralasan bahwa komputer bersifat praktis dan dapat diulang sesuai dengan
kebutuhan. Empat orang lainnya menyukai belajar dengan cara konvensional
(dijelaskan langsung oleh dosen) karena lebih jelas dan bila memiliki kesulitan dapat
bertanya langsung kepada dosen.

3. Desain Produk
Berdasarkan hasil analisis potensi dan masalah, juga hasil pengumpulan data,
bahan ajar kalkulus berbasis Maple dibuat. Bahan ajar yang dibuat berupa buku ajar
yang memuat (1) pendahuluan (tujuan pembelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, pengenalan maple, dan pengenalan kalkulus); (2) materi dan
contoh soal (fungsi, limit, turunan dan integral) yang dilengkapi dengan tahapan-

56
tahapan penyelesaian kalkulus menggunakan maple dan soal latihan (bahan ajar
terlampir).

4. Validasi Desain
Desain bahan ajar yang telah dibuat, kemudian divalidasi kepada ahli
sebanyak 4 orang yang merupakan 2 orang ahli matematika, dan 2 orang ahli media.
Aspek yang dinilai adalah (1) materi/ isi; (2) penyajian materi; (3) keterbacaan dan
kebahasaan; (4) kelengkapan komponen. Dengan format penilaian sebagai berikut:

Tabel 2. PENILAIAN BAHAN AJAR

Jenis Bahan Ajar :


Judul :
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar :

Hasil Evaluasi
No Variabel Indikator
Ya Tidak
1 Materi/ isi 1. Keluasan dan kedalaman materi sesuai
dengan tujuan instruksional
2. Keutuhan konsep
3. Mutakhir
2 Penyajian materi 1. Menarik
2. Runtut
3. Cukup contoh & ilustrasi
4. Format konsisten
3 Keterbacaan dan 1. Ragam bahasa komunikatif
kebahasaan 2. Kalimat efektif
3. Kata singkat dan lugas
4. Penomoran benar dan konsisten
4 Kelengkapan komponen 1. Ada uraian
2. Ada latihan
3. Ada penguatan

5. Revisi Desain
Desain bahan ajar direvisi sesuai dengan rekomendasi ahli media dan ahli
materi. Hasil revisinya adalah (1) membetulkan tata tulis dan tanda baca yang kurang
tepat; (2) mengkonsistenkan format penomoran; (3) menyederhanakan kalimat; dan
(4) menambahkan latihan soal agar tingkat kesukarannya beragam.

6. Uji Coba Produk


Bahan ajar hasil revisi kemudian diujicobakan kepada 10 orang mahasiswa
yang dipilih secara acak. Selanjutnya mahasiswa memberikan penilaian melalui
angket, dengan format angket sebagai berikut:

57
Tabel 3. ANGKET PENILAIAN BAHAN AJAR

Keterangan : 1: Sangat tidak s, 2: Tidak baik , 3: Cukup, 4: Baik, 5: Sangat baik

Tanggapan
No Pernyataan
1 2 3 4 5
1 Keluasan dan kedalaman materi
2 Penyajian materi
3 Penulisan
4 Bahasa yang digunakan
5 Soal Latihan
6 Komponen penguatan
7 Bahasa yang digunakan
8 Ilustrasi dan contoh
9 Tujuan pembelajaran
10 Desain bahan ajar

Hasil ujicoba kepada 10 orang mahasiswa adalah sebagai berikut: rata-rata


keseluruhannya adalah 4,00, rata-rata tiap butir penyataan dari 1 s.d 10 masing-
masing 4,10; 3,40; 3,90; 4,10; 4,20; 3,70; 4,40; 4,30; 3,80; 4,10 Data tersebut
menunjukkan bahwa penilaian mahasiswa terhadap bahan ajar sudah baik.

7. Revisi Produk
Berdasarkan hasil ujicoba pada langkah sebelumnya, secara keseluruhan
penilaian mahasiswa terhadap bahan ajar sudah baik, sehingga tidak banyak yang
diubah. Revisi yang dilakukan hanya memperbaiki tanda baca, penulisan, dan
kalimat yang belum efektif dan efisien.

8. Ujicoba Pemakaian
Bahan ajar hasil revisi digunakan dalam pembelajaran yang dilakukan selama
6 kali pertemuan pada tanggal September s.d Oktober 2016. Dalam penelitian
dilakukan pengumpulan data menggunakan instrument sebagai berikut: (a) Soal tes
pretes dan postes AMT; (b) Angket sikap siswa terhadap bahan ajar; (c) Pedoman
wawancara; dan (d) Lembar observasi kegiatan. Instrumen-instrumen tersebut adalah
sebagai berikut:

58
(a) Soal tes AMT

1. Di suatu negara, pajak penghasilan tahunan dipungut dengan ketentuan sebagai berikut.
Bebas pajak sampai penghasilan sebesar $10.000. Pajak sebesar 10% dikenakan pada
penghasilan yang berkisar $10.000 s/d $20.000. Sedangkan Pajak 15% dikenakan pada
penghasilan lebih dari $20.000. Definisikan fungsi besar pajak tersebut dengan
menggunakan Maple, kemudian tentukan berapa besar pajak yang dipungut dari
penghasilan sebesar $14.000 dan $26.000.
2. Sebuah bola dilemparkan ke udara dengan kecepatan 40 kaki/detik dan ketinggiannya
(dalam kaki) setelah t detik adalah y(t) = 40t-16t2. Dengan menggunakan Maple dan
konsep limit, tentukan kecepatan bola ketika t = 2 detik. Bagaimana arah bola pada saat
itu.
3. Lampu jalan dipasang pada puncak tiang setinggi 5 kaki. Seorang pejalan kaki yang
tingginya 6 kaki berjalan menjauhi tiang tersebut dengan kecepatan 5 kaki/detik
sepanjang garis lurus. Seberapa cepat ujung bayangan bergerak sewaktu orang tersebut
berada sejauh 40 kaki dari tiang?
4. Gambarkan kurva y=x-2 dan y2=3x+7 dan hitunglah luas daerah yang diapit oleh kurva
tersebut.

(b) Angket sikap siswa terhadap bahan ajar

Tabel 4. ANGKET SIKAP SISWA TERHADAP BAHAN AJAR

Tanggapan
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Bahan ajar yang gunakan membuat saya dapat
memahami materi dengan mudah (+)
2 Bahan ajar ini membuat saya malas berpikir (-)
3 Materi yang terdapat dalam bahan ajar sesuai
dengan yang saya butuhkan (+)
4 Bahan ajar yang diberikan menggunakan bahasa yang
jelas dan mudah dimengerti (+)
5 Bahan ajar yang diberikan membuat matematika
semakin sulit (-)
6 Belajar menggunakan bahan ajar ini lebih
menyenangkan daripada biasanya (+)
7 Bahan ajar yang digunakan menyebabkan saya
tegang dan tidak nyaman dalam belajar (-)
8 Bahan ajar yang diberikan menghambat kreativitas
saya (-)
9 Desain bahan ajar tidak menarik (-)
10 Bahan ajar yang diberikan membuat saya berpikir
keras, teliti, dan kreatif (-)

59
(c) Pedoman wawancara

Pedoman Wawancara bagi Mahasiswa yang Menggunakan Bahan Ajar Berbasis Maple pada
Mata Kuliah Kalkulus

1. Apa yang Anda ketahui mengenai Maple?


2. Bagaimana pandangan Anda tentang pembelajaran kalkulus menggunakan maple?
3. Apakah Anda senang ketika belajar kalkulus menggunakan bahan ajar berbasis maple?
4. Apakah pembelajaran kalkulus menggunakan bahan ajar berbasis maple dapat
mengakomodir kemampuan berpikir Anda dan memberikan keleluasaan kepada Anda
untuk meningkatkan kemampuan kognitif maupun afektif Anda?
5. Apakah pembelajaran kalkulus menggunakan bahan ajar berbasis maple dapat
memperluas wawasan Anda?
6. Apakah Anda mengalami kesulitan dalam memahami materi kalkulus menggunakan
maple?
7. Apa kelebihan dan kekurangan yang Anda rasakan dalam menggunakan maple pada
matakuliah kalkulus?
8. Bagaimana saran Anda terhadap pelaksanaan pembelajaran kalkulus menggunakan bahan
ajar berbasis maple?

Catatan:
Pertanyaan tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan jawaban dari mahasiswa

(d) Lembar observasi

Tabel 5. LEMBAR OBSERVASI


Kategori
No Kegiatan Pembelajaran
Ya Tidak
1 Dosen menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan yaitu mempelajari kalkulus dengan bantuan bahan
ajar berbasis maple
2 Mahasiswa antusias dalam melakukan pembelajaran kalkulus
dengan bantuan maple
3 Mahasiswa memperhatikan bahan ajar yang digunakan dengan
seksama
4 Mahasiswa mempelajari bahan ajar yang diberikan dan
mengikuti petunjuk yang ada pada bahan ajar
5 Dosen memperhatikan dan membantu mahasiswa yang
mengalami kesulitan
6 Mahasiswa mengerjakan latihan-latihan soal yang ada pada
bahan ajar
7 Mahasiswa tidak melakukan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan
belajar, misalnya mengobrol atau membuka buku pelajaran
lain
8 Mahasiswa tidak banyak bertanya tentang cara menggunakan
bahan ajar
9 Mahasiswa dapat menentukan materi yang sesuai dengan
urutan materinya
10 Mahasiswa dapat menjawab latihan soal yang diberikan
11 Mahasiswa dapat membuat kesimpulan dari materi pada
bahan ajar
12 Dosen membahas latihan soal yang diberikan
Sumber : Sudirman (1986) dan Wahyudi 60(2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Hasil Pretes dan Postes
Hasil data pretes dan postes dianalisis untuk mengetahui peningkatan
kemampuan AMT mahasiswa. Tahap awal yang dilakukan adalah analisis deskriptif
data menggunakan SPSS versi 17 sebagai berikut:
Tabel 6
Analisis Deskriptif Data Pretes dan Postes

Std.
Mini Maxi Mea Deviati Varia
N mum mum Sum n on nce
Pretes 33 0 11 177 5.36 2.316 5.364
Postes 33 29 39 1174 35.5 2.222 4.939
8
Valid N 33
(listwise)

Berdasarkan tabel 6 rerata pretes dan postes berbeda jauh, peningkatan (gain)
nya adalah 30,22. Berdasarkan rata-rata data pretes dan postes dapat diketahui rata-
rata gain ternormalisasinya dengan menggunakan Rumus Gain ternormalisasi (𝑔)
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠
yang diperkenalkan oleh Hake (1999) yaitu: 𝑔 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠
dengan kriteria interpretasinya sebagai berikut:
Tabel 7
Kriteria Gain Ternormalisasi

𝑔 (Gain Ternormalisasi) Interpretasi


𝑔 > 0,7 Tinggi
0,3 < 𝑔 ≤ 0,7 Sedang
𝑔 ≤ 0,3 Rendah

Skor gain ternormalisasinya 𝑔 = (35,58 – 5,36)/( 40-5,36) = 0,87. Berdasarkan


kriteria gain ternormalisasi di atas peningkatannya berada pada kategori tinggi.

2. Hasil Angket
Tabel 6. Hasil angket skala sikap
Tanggapan %
Juml Rera
No Pernyataan S ST tiap
S N TS ah ta %
S S item
Bahan ajar yang gunakan
membuat saya dapat 2 9 1 78.7
1 0 0 130 75.70
memahami materi dengan 0 2 8 9
mudah (+)

61
Bahan ajar ini membuat 3 73.9
2 0 2 80 10 122
saya malas berpikir (-) 0 4
Materi yang terdapat dalam
1 4 5 68.4
3 bahan ajar sesuai dengan 2 1 113
5 4 1 8
yang saya butuhkan (+)
Bahan ajar yang diberikan
menggunakan bahasa yang 2 7 2 76.3
4 4 0 126
jelas dan mudah dimengerti 5 6 1 6
(+)
Bahan ajar yang diberikan
1 77.5
5 membuat matematika 0 2 88 20 128
8 8
semakin sulit (-)
Belajar menggunakan
bahan ajar ini lebih 4 6 1 78.7
6 4 0 130
menyenangkan daripada 0 8 8 9
biasanya (+)
Bahan ajar yang digunakan
menyebabkan saya tegang 10 78.7
7 0 4 6 20 130
dan tidak nyaman dalam 0 9
belajar (-)
Bahan ajar yang diberikan
2 71.5
8 menghambat kreativitas 1 4 84 5 118
4 2
saya (-)
Desain bahan ajar tidak 3 67.8
9 1 4 68 0 112
menarik (-) 9 8
Bahan ajar yang diberikan
5 8 84.8
10 membuat saya berpikir 6 0 0 140
0 4 5
keras, teliti, dan kreatif (+)

Rerata keseluruhan adalah 75,70 % lebih besar dari persentase netral (58,93
%) artinya secara keseluruhan sikap mahasiswa positif terhadap bahan ajar kalkulus
berbasis maple.

3. Hasil Observasi
Hasil observasi dalam pembelajaran ke dua belas kegiatan pembelajaran yang
dicantumkan dalam lembar observasi, semuanya dilakukan.

4. Hasil Wawancara
Wawancara dilakukan kepada 5 orang mahasiswa yang telah mendapatkan
pembelajaran kalkulus dengan menggunakan bahan ajar berbasis maple. Berikut hasil
wawancaranya: Mahasiswa 1 telah mengetahui maple beserta fungsinya. Dia
memandang bahwa maple sebagai alat bantu dalam menyelesaikan soal-soal
matematika seperti soal-soal kalkulus. Dia senang menggunakan maple karena lebih
praktis dalam menghitung dan menggambar, namun ada kekurangannya yaitu
membuat malas, mahasiswa menjadi tidak mau berpikir, kurang kritis, dan kreatif.

62
Mahasiswa 2 telah mengetahui maple juga kegunaannya. Pandangannya
terhadap pembelajaran kalkulus dengan menggunakan maple adalah positif, untuk
mengecek pekerjaan yang dilakukan secara manual. Dia senang belajar kalkulus
dengan menggunakan maple. Menurutnya pembelajaran kalkulus menggunakan
bahan ajar berbasis maple dapat mengasah dan mengakomodir kemampuan berpikir
serta meningkatkan kemampuan kognitif maupun afektif. pembelajaran kalkulus
menggunakan bahan ajar berbasis maple dapat memperluas wawasan karena agar
menggunakan maple lancar, harus banyak membaca referensi.
Mahasiswa 3 menjawab maple merupakan software yang membantu
menyelesaikan masalah-masalah matematika. Pandangannya terhadap pembelajaran
kalkulus berbasis maple baik, karena dapat mencari solusi matematika dengan praktis
bahkan untuk soal yang penyelesaiannya rumit. Dia kurang senang ketika belajar
menggunakan maple, karena kesulitan dalam mengingat sintaks-sintaks perintaknya.
Pembelajaran kalkulus mengakomodir kemampuan kognitif dan afektif dan dapat
memperluas wawasan. Dia tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan maple.
Kelebihan maple adalah praktis dan dapat menyelesaikan soal-soal yang rumit,
kekurangannya: mahasiswa menjadi malas berpikir untuk menyelesaikan soal-soal.
Mahasiswa 4 mengemukakan jawabannya sebagai berikut: 1) maple adalah
perangkat untuk mempermudah perhitungan beberapa operasi matematika serta untuk
membuat sketsa geometris; 2) mendukung, karena sangat membantu mempermudah
komputasi tanpa mengurangi pemahaman konsep; 3) sangat senang, karena saya
sangat tertarik walaupun baru mengenalnya; 4) dapat mengakomodir, terutama
kognitif, untuk afektif sepertinya saya belum yakin; 5) yakin, karena setiap aplikasi
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing; 6) iya, karena baru sebulan
mencoba maple, 7) Kelebiohannya kecepatan komputasi dan keakuratan tampilan
gambar. Kekurangannya kadang bahasa dan tampilan suka eror; 8) maple diajarkan,
tetapi bukan sebagai perangkat utama, hanya perangkat bantu untuk mempermudah
komputasi dan sketsa grafik, pemahaman konsep materi tetap yang utama.
Jawaban Mahasiswa 5 adalah: 1) maple merupakan software matematika
yang memuat simbol-simbol & rumus-rumus matematika. Seperti matriks, eksponen,
integral, bangun ruang, dan lain-lain; (2) mempermudah pengajaran karena simbol
dan gambar yang berhubungan dengan matematika dapat tersaji dengan cepat; (3)
senang; (4) ya, karena dengan maple ingin terus mencoba dan menggali serta
menerapkan rumus ke dalam pembelajaran sehingga proses kognitif terus terlatih dan
nilai-nilai keterammpilan terus berkembang; (5) ya, karena termotivasi untuk terus
belajar; (6) ya, kadang-kadang pada saat menginput data salah sedikit saja program
langsung error dan simbol yang diharapkam muncul tidak keluar; (7) kelebihan:
mempermudah pengetikan simbol dan perhitungan rumus-rumus matematika,
kelemahan: dibutuhkan ketelitian ekstra dalam prosesnya; (8) maple diperkenalkan
sebagai alternatif bahan ajar matematika sebagai inovasi dalam pembelajaran.

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, dipaparkan
terdapat peningkatan kemampuan advanced mathematical thinking mahasiswa setelah
pembelajaran kalkulus menggunakan bahan ajar berbasis maple. Hal tersebut ditunjukkan
dengan rerata skor gain normalnya yang berada pada kategori tinggi.

63
Menurut Chaeruman (2004) integrasi teknologi dalam pembelajaran memiliki tiga
tujuan yang salah satunya untuk membangun “knowledge-based society habits” seperti
kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari,
mengelola informasi mengubahnya menjadi pengetahuan baru dan
mengkomunikasikannya. Dalam komputer tersedia program-program yang dapat
membantu mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan representasi (adanya gambar,
grafik, dll), abstraksi (symbol dan equation pada microsoft word), pemecahan masalah
(pada software-software seperti maple, geogebra, cabri, dll).
Berdasarkan hasil analisis data angket skala sikap, secara keseluruhan sikap
mahasiswa terhadap pembelajaran kalkulus menggunakan bahan ajar maple adalah
positif, hal tersebut dimungkinkan karena kebaruan pengalaman belajar sehingga
semangat belajar menggunakan komputer mahasiswa tinggi. Persentase tiap item
pernyataan lebih besar dari rerata persentase netralnya. Item pernyataan yang paling
tinggi adalah item pernyataan No 10 yaitu Bahan ajar yang diberikan membuat saya
berpikir keras, teliti, dan kreatif karena jika melakukan kesalahan sedikit saja, akan error
dan input yang diinginkan tidak akan keluar. Sedangkan item yang penilaiannya paling
kecil adalah item No 9 yaitu Desain bahan ajar tidak menarik. Desain bahan ajar memang
tidak banyak variasinya karena bahan ajar tersebut diperuntukkan orang dewasa.
Sehingga tidak banyak gambar atau animasi.
Hasil observasi menunjukkan bahwa semua tahapan pembelajaran yang disusun
dalam SAP dilakukan oleh dosen, mulai dari memberikan apersepsi, menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran sampai pada membuat kesimpulan dari materi
yang diajarkan. Peran dosen dalam pembelajaran kalkulus berbasis maple merupakan
fasilitator, yang memfasilitasi mahasiswa dengan bahan ajar kalkulus berbasis maple dan
memfasilitasi mahasiswa ketika ada yang memerlukan bantuan.
Kegiatan mahasiswa juga sudah sesuai dengan fungsinya. Secara mandiri, mereka
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan petunjuk dosen yaitu mempelajari bahan ajar,
mengerjakan latihan-latihan, dan membuat kesimpulan dari materi yang dipelajari. Dalam
pelaksanaannya, mereka terlihat antusias dalam megikuti seluruh rangkaian pembelajaran
tersebut karena mungkin penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika
merupakan pengalaman belajar baru bagi mereka. Hal tersebut terlihat dari kebiasaan
mereka selama pembelajaran, mereka lebih sering menanyakan hal-hal yang berkaitan
dengan teknis penggunaan komputer dibandingkan materi.
Peneliti juga melihat pembelajaran dengan bahan ajar berbais maple pada
penelitian ini membantu beberapa mahasiswa yang sibuk dengan kegiatan ektrakulikuler
atau mahasiswa yang memiliki kegiatan diluar kegiatan pembelajaran seperti bekerja,
atau kegiatan keluarga yang tidak bisa mereka tinggalkan, mereka tetap dapat mengikuti
proses belajar yang dialami teman-temannya ditempat dan atau waktu yang berbeda.
Begitu pula dengan dosen yang memiliki kendala dengan jarak dan waktu proses
pembelajaran dapat terus dilakukan, sehingga jarak dan waktu tidak menjadi hambatan
lagi untuk terselenggaranya proses belajar mengajar.
Hasil wawancara menyatakan bahwa mahasiswa sudah mengetahun maple beserta
fungsinya. Mereka memandang maple sebagai alat bantu dalam menyelesaikan soal-soal
matematika baik yang mudah maupun yang rumit dengan sangat praktis. 4 dari 5 orang
yang di wawancara menyatakan senang ketika belajar kalkulus dengan menggunakan

64
bahan ajar berbasis maple, sedangkan satu orang menjawab kurang senang karena
kesulitan dalam mengingat sintaks-sintaks perintahnya.
Empat orang menyatakan bahwa pembelajaran kalkulus menggunakan bahan ajar
berbasis maple dapat mengakomodir kemampuan berpikir juga meningkatkan
kemampuan kognitif maupun afektif karena dengan maple ingin terus mencoba dan
menggali serta menerapkan rumus ke dalam pembelajaran sehingga proses kognitif terus
terlatih dan nilai-nilai keterampilan terus berkembang, namun satu orang berpendapat
bahwa maple dapat membuat mahasiswa menjadi malas berpikir, kurang kritis, dan
kreatif.
Mereka juga berpendapat bahwa pembelajaran kalkulus menggunakan bahan ajar
berbasis maple dapat memperluas wawasannya karena agar menggunakan maple lancar,
harus banyak membaca referensi dan termotivasi untuk terus belajar. Tiga orang
mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami materi kalkulus menggunakan maple
karena mereka baru pertama kali menggunakan maple dan sering terjadi kesalahan dalam
menginput data sehingga error dan simbol yang diharapkam tidak muncul.
Kelebihan maple menurut mereka adalah praktis, dapat menyelesaikan soal-soal
yang rumit, komputasinya cepat dan tampilan gambarnya akurat. kekurangannya yaitu
menjadikan mahasiswa malas, bahasa dan tampilan suka eror, dan membutuhkan
ketelitian ekstra dalam prosesnya. Sarannya terhadap pelaksanaan pembelajaran kalkulus
menggunakan bahan ajar berbasis maple adalah maple diajarkan, tetapi bukan sebagai
perangkat utama, hanya perangkat bantu untuk mempermudah komputasi dan sketsa
grafik dan bahan ajar maple diperkenalkan sebagai alternatif bahan ajar matematika
sebagai inovasi dalam pembelajaran.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan analisis, hasil penelitian dan pembahasan yang sudah diungkapkan pada bab
sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) terdapat peningkatan advanced
mathematical thinking mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran kalkulus dengan
maple. Peningkatannya berada pada level tinggi; (2) respon mahasiswa terhadap
pembelajaran berbasis maple pada mata kuliah kalkulus adalah positif.

Saran
Berdasarkan kesimpulan dan temuan hasil penelitian, peneliti menyarankan hal-hal
sebagai berikut: (1) Bahan ajar maple diberikan kepada mahasiswa sebagai alternatif
bahan ajar pada materi matematika tertentu seperti kalkulus dan aljabar linier untuk
meningkatkan kemampuan advanced mathematical thinking mahasiswa; (2)
Pengembangan bahan ajar berbasis maple disarankan untuk diteliti lebih dalam pada
materi dan jenjang pendidikan yang lain; dan (3) perlu dilakukan penelitian sejauhmana
efek bahan ajar maple terhadap peningkatan advanced mathematical thinking juga perlu
ditelaah aspek advanced mathematical thinking mana yang dominan.

65
DAFTAR PUSTAKA

Hake, R. R. (1999). Interactive Engagement Versus Traditional Method: A Six


Thousand Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics
Course. American Journal Physics. 66. 64-74.
Maunah, B. (2016). Dampak Regulasi di Bidang TIK terhadap Perubahan Perilaku Sosial
Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan. Cakrawala Pendidikan. Th. XXXV, No. 2,
Hal. 176-186.
Paradesa, R., Zulkardi., Darmawijoyo. (2010). Bahan Ajar Kalkulus 2 Menggunakan
Macromedia Flash dan Maple di STKIP PGRI Lubuklinggau. Jurnal Pendidikan
Indonesia, Volume 4. No. 1, Juni 2010. Hal. 96-109.
https://www.scribd.com/doc/262004890/7-Retni-Paradesa-95-109-pengembahan-
bahan-ajar-pdf
Sudirman, A. (1986). Interaksi dan Motivasi dalam Belajar Mengajar. Jakarta:
Grafindo Persada. http://documents.tips/documents/kisi-kisi-lembar-observasi-
siswa-dan-guru.html#

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & AND. Bandung: Alfa
Beta.
Wahyudi. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Elektronik Multimedia dengan
Macromedia Flash 8.0 untuk Mahasiswa S1 PGSD UKSW. Satya Widya. Vol. 28,
Hal. 55-72

66
IMPLEMENTASI PROGRAM MAPLE DALAM UPAYA MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEMANDIRIAN
BELAJAR MAHASISWA

Jusep Saputra, M.Pd.


jusepsaputrapmat@unpas.ac.id
Universitas Pasundan

ABSTRAK

Kerumitan dan komputasi yang panjang dalam solusi kalkulus secara konvensional masih
menjadi masalah, baik dalam analisis ataupun interpretasinya. Oleh karena itu, diperlukan
bahan ajar berbasis TIK untuk mengatasi permasalahan teknis pembelajaran, juga sebagai
upaya menjawab masalah substansial pembelajaran. Dalam proses pembelajarannya,
dimungkinkan adanya pengembangan diri mahasiswa untuk bisa meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar tanpa adanya batasan jarak
dan waktu melalui maple. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan dampaknya terhadap kemandirian
belajar mahasiwa. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membuat bahan ajar
berbasis TIK. Sampel penelitiannya adalah mahasiswa tingkat dua program studi
Pendidikan Matematika FKIP UNPAS. Metode penelitian yang dilakukan adalah Mixed
Method jenis Embedded experimental model. Instrumen tes yang digunakan berupa soal
kemampuan komunikasi matematis, sedangkan instrumen non tes yang digunakan adalah
kuesioner kemandirian belajar, dan lembar observasi. Peningkatan kemampuan
komunikasi matematis mahasiswa yang menggunakan program maple lebih baik daripada
mahasiswa yang menggunakan pembelajaran ekspositori. Kemandirian belajar
mahasiswa yang memperoleh program maple lebih baik daripada kemandirian belajar
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori. Terdapat pengaruh positif
kemampuan komunikasi matematis terhadap kemandirian belajar mahasiswa. Aktivitas
mahasiswa dalam mengikuti program maple rata-ratanya naik dari kriteria kurang baik
sampai menjadi baik.

Key Words: Program maple, kemampuan komunikasi matematis, kemandirian belajar

PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran matematika menurut Kurikulum 2013 meliputi 4
Kompetensi Inti yaitu Kompetensi Sikap Spritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi
Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan. Tujuan matematika tersebut sejalan dengan
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) bahwa dalam belajar matematika

67
siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan
masalah matematis (mathematical problem solving), penalaran dan pembuktian
matematis (mathematical reasoning and proof), komunikasi matematis (mathematical
communication), koneksi matematis (mathematical connection), representasi matematis
(mathematical representation), kemampuan teknologi (knowledge of technology), dan
disposisi (dispositions). Berdasarkan uraian yang dipaparkan sebelumnya terlihat bahwa
kemampuan komunikasi matematis, merupakan salah satu kompetensi kognitif yang
penting dalam pembelajaran matematika.
Pada kenyataannya, kemampuan komunikasi matematis peserta didik masih
rendah, hal tersebut diketahui dari penelitian yang dilakukan oleh Yaniawati (2006) yang
menyatakan bahwa “Daya matematik mahasiswa calon guru masih belum mencapai hasil
yang optimal. Daya matematik itu sendiri adalah kemampuan pemecahan masalah,
kemampuan komunikasi matematis, kemampuan penalaran matematis, dan kemampuan
koneksi matematis”. Berdasarkan hasil observasi terungkap bahwa ada beberapa faktor
penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Faktor-faktor
tersebut adalah peserta didik kurang mampu menjelaskan ide dalam bentuk tulisan dan
gambar, sulit menyatakan suatu diagram ke dalam bahasa simbol, dan kurang mampu
mengemukakan suatu idea dengan kata-kata sendiri, serta kurang mampu menyampaikan
pendapatnya di dalam pembelajaran. Selain itu, proses pembelajaran matematika yang
kurang variatif serta lebih condong mekanistik dan tidak membiasakan mahasiswa
berpikir tingkat tinggi dengan soal-soal open-ended.
Selain kemampuan komunikasi matematis, kemandirian belajar pun merupakan
komponen penting dalam pembelajaran matematika. Kemandirian belajar tersebut turut
menentukan keberhasilan peserta didik dalam belajar. Kemandirian belajar menunjukkan
pengaruh positif terhadap pembelajaran dan pencapaian hasil belajar, diantaranya temuan
dari Darr dan Fisher (2004), dan Pintrich dan Groot (1990) (Izzati, 2012:13), yang
menunjukkan bahwa “Kemandirian belajar berkorelasi kuat dengan kesuksesan seorang
peserta didik”. Penggunaan teknologi merupakan salah satu model pembelajaran yang
patut dicoba dalam pembelajaran matematika. Menurut Chaeruman (2004), “Salah satu
tujuan dari integrasi teknologi telekomunikasi dan informasi ke dalam pembelajaran yaitu
membangun knowledge-based society habits seperti kemampuan memecahkan masalah,
kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari, mengelola informasi mengubahnya
menjadi pengetahuan baru dan mengkomunikasikannya kepada orang lain”.
Permasalahan-permasalahan tersebut didukung dengan data nilai kalkulus mahasiswa
matematika FKIP Unpas selama 7 tahun terakhir, seperti tampak pada tabel 1:

68
Tabel 1
Nilai Kalkulus Mahasiswa Pendidikan Matematika
Lima Tahun Lulusan Terakhir

Stat. 2015/
Deskriptif/ 2016
Tahun 2008/ 2009/ 2010/ 2011/ 2012/ 2013/ 2014/
Akademik 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Rata-rata 2,74 2,58 2,79 2,79 2,47 2,71 2,64 3,07
Max 3,81 3,83 3,93 3,73 3,88 3,89 3,73 3,93
Min 0,97 0,25 0,84 0,10 0,03 0,35 0,88 0,34
(Sumber: Data Mahasiswa Matematika FKIP Unpas)
Tabel 1 menunjukan bahwa rata-rata nilai kalkulus masih fluktuatif, bahkan rata-
ratanya pun jatuh pada nilai C setiap tahunnya kecuali tahun akademik 2010/2011,
2011/2012, dan 2015/2016 yang jatuh pada nilai B. Nilai maksimum setiap tahunnya
selalu mendapat nilai A, tetapi nilai minimumnya selalu jatuh pada nilai E. Secara umum
nilai tersebut masih di bawah harapan peneliti, sehingga perlu dilakukan upaya agar nilai
kalkulus setiap tahunnya naik dan memuaskan baik bagi mahasiswa, dosen, dan institusi
terkait.
Kita sering kali menghadapi kerumitan dan komputasi yang panjang dalam
mencari solusi matematis dalam kalkulus secara konvensional yang akhirnya tidak
mempunyai waktu lagi untuk melakukan analisis, diskusi, maupun interpretasi solusi
yang diperoleh, oleh karena itu sungguh tepat kita memerlukan alat bantu seperti
komputer. Namun harus disadari pula bahwa pada umumnya kita menghadapi persoalan
dalam hal bahasa pemrograman komputer. Program aplikasi maple ini mampu melakukan
komputasi matematis secara mudah dan cepat tanpa mensyaratkan menguasai suatu
bahasa pemrograman komputer tertentu, sehingga bagi orang yang tidak manguasai
bahasa pemrograman komputer sekalipun akan mampu menggunakan program maple ini.
Maple adalah salah satu aplikasi e-learning (pembelajaran elektronik) offline
sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan teknis pembelajaran (media pembelajaran),
juga sebagai upaya untuk menjawab masalah substansial pembelajaran (sumber ajar).
Dalam proses pembelajarannya, dimungkinkan adanya pengembangan diri mahasiswa
untuk bisa belajar mandiri tanpa adanya batasan jarak dan waktu sehingga bisa
menumbuhkan kemandirian setelah belajar berkali-kali melalui program maple, baik
kompetensi kognitif maupun afektif dan tumbuhnya kreativitas para stakeholder
pendidikan.
Program maple membantu seseorang yang sedang mencari penyelesaian
matematika bagi peneliti, peminat matematika, pengajar dan pelajar secara mudah dan
cepat tanpa harus terjebak pada kesulitan atau kerumitan komputasi matematis atau

69
bahkan pada kesulitan dan kerumitan komputer. Hal ini sesuai dengan pendapat Wangler
(2012:266), “Maple is powerfull software program that can be used to help student learn
math. .... In this article I will ilustrate the kind of things an instructor can do with maple
to help the students learn math by seeing math”.
Beberapa manipulasi komputer salah satunya program maple mempunyai
kemampuan untuk mengubah susunan representasi. Representasi tersebut seperti tabel,
gambar, grafik dan simbol yang memungkinkan peneliti dapat menyajikan pengetahuan
matematika yang lebih luas bagi mahasiswa. Hubungan dinamik tersebut akan menolong
mahasiswa untuk menghubungkan aspek yang berbeda dari matematika sehingga
mahasiswa dapat mengkontruksi pengetahuan matematika secara lebih luas.
Yeager dan Yeager (2008) mendefinisikan “Komunikasi matematis sebagai
kemampuan untuk mengkomunikasikan matematika baik secara lisan, visual, maupun
bentuk tertulis, dengan menggunakan kosa kata matematika yang tepat dan berbagai
representasi yang sesuai, serta memperhatikan kaidah-kaidah matematis”. Orang tidak
akan memahami konsep dan solusi suatu masalah matematika jika tidak dikomunikasikan
dengan menggunakan bahasa matematika yang tepat.
Self-Regulated Learning atau dikenal dengan kemandirian belajar, mencakup
kemampuan seseorang memilih strategi kognitif, belajar teknik pembelajaran dan belajar
sepanjang masa sehingga dapat mengatur dirinya dalam belajar.Hargis (Sumarmo, 2011)
mendefinisikan “Kemandirian belajar sebagai proses perancangan dan pemantauan diri
yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas
akademik”. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemandirian belajar bukan merupakan
kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu, tetapi merupakan proses
pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental ke dalam keterampilan
akademik tertentu.
Menurut Schunk dan Zimmerman (Supianti, 2013:18), “Terdapat tiga tahap siklus
kemandirian belajar yaitu perencanaan belajar seseorang, monitoring kemajuan saat
menerapkan rencana, dan mengevaluasi hasil”. Ketiga tahap siklus tersebut ditunjukkan
pada gambar berikut:

Perencanaan

Evaluasi Monitoring

Gambar 1
Siklus Kemandirian Belajar

70
Namun demikian, sampai saat ini terutama di tempat penulis mengajar belum
tersusun suatu bahan ajar yang dapat dijadikan panduan mengajar mata kuliah kalkulus
yang berbasis program komputer seperti maple. Dengan demikian maka dianggap perlu
untuk menyusun suatu bahan ajar yang berdasarkan pada kondisi tersebut. Pada penelitian
ini, penulis memberanikan diri akan membuat draft bahan ajar khusus materi kalkulus
berupa panduan praktikum program maple, lengkap dengan contoh soal dan langkah-
langkah pengoperasiannya.
Fokus kajian pada penelitian ini adalah bagaimana maple dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan dampaknya terhadap kemandirian
belajar mahasiwa, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi terhadap
terciptanya peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan
sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisa perbedaan peningkatan
kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh maple dan mahasiswa
yang memperoleh pembelajaran ekspositoridari kategori KAM mahasiswa (unggul dan
asor), (2) Menganalisa kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh maple dengan
kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori dari kategori
KAM mahasiswa (unggul dan asor), (3) Mendapatkan pengaruh kemampuan komunikasi
matematis terhadap kemandirian belajar mahasiswa, (4) Melihat aktivitas dosen dan
mahasiswa yang menggunakan maple.
Pada dasarnya kemampuan komunikasi matematis diasumsikan dapat meningkat
dan berdampak terhadap kemandirian belajar mahasiswa melalui sinergi program maple
berdasarkan kategori KAM. KAM disini sebagai controling pada saat diberikan tes
komunikasi matematis dan kemandirian belajar. Kaitan antara komponen pembelajaran
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Komunikasi

Program maple Tes KAM


Kemandirian belajar

Gambar 2
Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Variabel bebas : Program maple.
Variabel terikat : Kemampuan komunikasi matematis, dan kemandirian
belajar mahasiswa.
Varabel kontrol : Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM).

71
METODE
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan Metode
Campuran (Mixed Method) tipe Embedded Desain dengan jenis Embedded experimental
model. Embedded experimental model adalah data kualitatif digunakan dalam desain
experimental, baik dalam eksperimen murni maupun kuasi eksperimen. Prioritas utama
model ini dikembangkan dari kuantitatif, metodologi eksperimen, dan data kualitatif
mengikuti atau mendukung metodologi. Berikut adalah desain Embedded desain menurut
Creswell dan Clark (Indrawan dan Yaniawati, 2014:84):

• Quantitative (or Qualitative) Design


• Quantitative (or Qualitative) Data
Collection and Analysis
Interpretation

Qualitative (or Quantitative)


Data Collection and Analysis
(before, during, or after

Gambar 3
Prosedur Penelitian Embedded Experimental Model

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-postest


control group design atau dengan desain kelompok. Sampel penelitiannya adalah 2 kelas
mahasiswa yang mengontrak mata kuliah Kalkulus I yang terdiri dari 1 kelas sebagai
kelas eksperimen yaitu kelas B yang berjumlah 29 orang, terdiri dari 14 orang unggul dan
15 orang asor, dan 1 kelas sebagai kelas kontrol yaitu kelas B yang berjumlah 31 orang,
terdiri dari 17 orang unggul dan 14 orang asor.
Instrumen yang digunakan adalah tes dan non tes. Tesnya adalah tes tipe uraian,
soal–soal pretes dan untuk postes ekuivalen. Tes diberikan untuk mengetahui kemampuan
komunikasi matematis siswa terhadap mata kuliah yang diajarkan. Sedangkan non-tes
dilakukan dalam bentuk skala kemandirian belajar, dan observasi. Tujuannya untuk
mengamati langsung aktivitas proses pembelajaran matematika dengan program maple
mengetahui respon siswa, dan kemandirian belajar mahasiswa. Gambaran umum dari
prosedur penelitian ini dapat dilihat dari diagram alur di bawah ini:

72
Studi Pendahuluan Penyusunan Proposal Seminar Proposal dan Revisi

Revisi Instrumen Penyusunan Instrumen


Uji Instrumen
dan Bahan Ajar

Pretes

Kelas Kontrol : Kelas Eksperimen :

Pembelajaran Ekspositori Program maple

postes

Pengumpulan Data

Pengisian skala
sikap Observasi, dan
kemandirian Pengolahan Data angket kemandirian
belajar belajar

Analisis Data

Penarikan Kesimpulan

Gambar 4
Prosedur Penelitian

73
Adapun fishbone dalam penelitian ini dibuat sebagai berikut:

Gambar 5
fishbone research diagram
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil tes kemampuan komunikasi matematis terdiri dari skor pretes dan postes.
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa dilihat
dari skor gain. Rekapitulasi data skor tes yang berkaitan dengan N-gain dari kemampuan
komunikasi matematis mahasiswa disajikan dalam Tabel 2 berikut:

Tabel 2
Rekapitulasi Data Kemampuan Komunikasi Matematis
dari Kategori KAM
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
(Program maple) (Pembelajaran ekspositori)
KAM
Pretes Postes N-Gain Pretes Postes N-Gain

𝑋̅ S 𝑋̅ S 𝑋̅ S 𝑋̅ S 𝑋̅ S 𝑋̅ S

74
Unggu 1,0 0,3 3,6 0,6 0,8 0,2 1,2 0,2 3,3 0,7 0,7 0,2
l 8 4 4 7 9 0 0 5 6 3 8 0
0,4 0,3 2,8 0,8 0,6 0,2 0,9 0,3 2,5 0,9 0,5 0,2
Asor 8 6 5 7 7 4 6 2 1 5 2 9
0,7 0,4 3,2 0,8 0,7 0,2 1,0 0,3 2,9 0,9 0,6 0,2
Total 7 6 3 6 8 4 9 1 8 3 6 8
Keterangan: Skor Maksimum Ideal (SMI) 4,00

Mahasiswa yang menggunakan program maple mengalami peningkatan dengan


kategori peningkatan tinggi, sementara itu mahasiswa yang menggunakan pembelajaran
ekspositori mengalami peningkatan dengan kategori peningkatan sedang. Data N-Gain
tidak normal, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis perbedaan
rerata kedua kelas menggunakan statistika non parametrik uji Mann-Whitney U. Hasil
perhitungan SPSS diperoleh bahwa nilai sig (2-tailed) nya 0,02 < 0,05/2, maka Ho ditolak
atau H1 diterima. Dari analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa pada α/2 = 0,05/2,
terdapat perbedaan yang signifikan rerata N-Gain kemampuan komunikasi matematis
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata dua kelompok data
mahasiswa (unggul dan asor), dihitung dengan ANOVA dua jalur. Dengan menggunakan
SPSS 17.0 yaitu General Linear Mode (GLM)-Univariate, hasil perhitungannya tersaji
pada Tabel 3.

Tabel 3
Hasil Uji Anova Dua Jalur Skor N-Gain Berdasarkan
Kelompok Unggul-Asor

75
Multiple Comparisons

N-GAIN
Tukey HSD

95% Confidence Interval

Mean Lower
(I) KAM (J) KAM Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound

Unggul Asor eksperimen .2124 .08705 .081 -.0181 .4429


eksperime
n Unggul kontrol .1041 .08454 .610 -.1198 .3279

Asor kontrol .3686* .08854 .001 .1341 .6030

Asor Unggul -.2124 .08705 .081 -.4429 .0181


eksperime eksperimen
n
Unggul kontrol -.1084 .08298 .563 -.3281 .1114

Asor kontrol .1561 .08705 .287 -.0744 .3866

Unggul Unggul -.1041 .08454 .610 -.3279 .1198


kontrol eksperimen

Asor eksperimen .1084 .08298 .563 -.1114 .3281

Asor kontrol .2645* .08454 .014 .0406 .4884

Asor Unggul -.3686* .08854 .001 -.6030 -.1341


kontrol eksperimen

Asor eksperimen -.1561 .08705 .287 -.3866 .0744

Unggul kontrol -.2645* .08454 .014 -.4884 -.0406

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = ,055.

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

76
Berikut ini penjelasan berdasarkan pada Tabel 2:
1) Baris pertama (Kelompok Unggul Eksperimen-Asor Eksperimen)
Nilai sig = 0,081 lebih dari 0,05. Berarti Ho diterima dan H1 ditolak, maka
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai N-Gain kemampuan
komunikasi matematis kelas unggul eksperimen dan kelas asor eksperimen.
2) Baris kedua (Kelompok Unggul Eksperimen-Unggul Kontrol)
Nilai sig = 0,610 lebih dari 0,05. Berarti Ho diterima dan H1 ditolak, maka
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai N-Gain kemampuan
komunikasi matematis kelas unggul eksperimen dan kelas unggul kontrol.
3) Baris ketiga (Kelompok Unggul Eksperimen-Asor Kontrol)
Nilai sig = 0,001 kurang dari 0,05. Berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai N-Gain kemampuan
komunikasi matematis kelas unggul eksperimen dan kelas asor kontrol.
4) Baris kelima (Kelompok Asor Eksperimen-Unggul Kontrol)
Nilai sig = 0,563 lebih dari 0,05. Berarti Ho diterima dan H1 ditolak, maka
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai N-Gain kemampuan
komunikasi matematis kelas asor eksperimen dan kelas unggul kontrol.
5) Baris keenam (Kelompok Asor Eksperimen-Asor Kontrol)
Nilai sig = 0,287 lebih dari 0,05. Berarti Ho diterima dan H1 ditolak, maka
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai N-Gain kemampuan
komunikasi matematis kelas asor eksperimen dan kelas asor kontrol.
6) Baris kesembilan (Kelompok Unggul Kontrol -Asor Kontrol)
Nilai sig = 0,014 kurang dari 0,05. Berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai N-Gain kemampuan
komunikasi matematis kelas unggul kontrol dan asor kontrol.
Data angket normal dan homogen, maka langkah selanjutnya yang dilakukan
adalah menganalisis perbedaan rerata kedua kelas menggunakan statistika parametrik
Independent Samples Test. Hasil perhitungan SPSS diperoleh bahwa nilai sig (2-tailed)
nya 0,013 < 0,05/2, maka Ho ditolak atau H1 diterima. Dari analisis data di atas dapat
disimpulkan bahwa pada α/2 = 0,05/2, terdapat perbedaan yang signifikan rerata
kemandirian belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata dua kelompok data siswa
(unggul dan asor), dihitung dengan ANOVA dua jalur. Dengan menggunakan SPSS 17.0
yaitu General Linear Mode (GLM)-Univariate, hasil perhitungannya tersaji pada Tabel 4
berikut:

77
Tabel 4
Hasil Uji Anova Dua Jalur Data Kemandirian Belajar Mahasiswa
Berdasarkan Kelompok Unggul-Asor

Multiple Comparisons

ANGKET
Tukey HSD

95% Confidence
Interval
Mean
Differenc Std. Lower Upper
(I) KAM (J) KAM e (I-J) Error Sig. Bound Bound

Unggul Asor eksperimen 5.7238* 1.12701 .000 2.7396 8.7080


eksperimen
Unggul kontrol 2.4454 1.09453 .127 -.4528 5.3436

Asor kontrol 10.3571* 1.14627 .000 7.3219 13.3923

Asor Unggul -5.7238* 1.12701 .000 -8.7080 -2.7396


eksperimen eksperimen

Unggul kontrol -3.2784* 1.07434 .018 -6.1232 -.4337

Asor kontrol 4.6333* 1.12701 .001 1.6491 7.6175

Unggul kontrol Unggul -2.4454 1.09453 .127 -5.3436 .4528


eksperimen

Asor eksperimen 3.2784* 1.07434 .018 .4337 6.1232

Asor kontrol 7.9118* 1.09453 .000 5.0136 10.8100

Asor kontrol Unggul -10.3571* 1.14627 .000 -13.3923 -7.3219


eksperimen

Asor eksperimen -4.6333* 1.12701 .001 -7.6175 -1.6491

Unggul kontrol -7.9118* 1.09453 .000 -10.8100 -5.0136

78
Berikut ini penjelasan berdasarkan pada Tabel 4:
1) Baris pertama (Kelompok Unggul Eksperimen-Asor Eksperimen)
Nilai sig = 0,000 kurang dari 0,05. Berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai kemandirian belajar
mahasiswa kelas unggul eksperimen dan kelas asor eksperimen.
2) Baris kedua (Kelompok Unggul Eksperimen-Unggul Kontrol)
Nilai sig = 0,127 lebih dari 0,05. Berarti Ho diterima dan H1 ditolak, maka
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai kemandirian belajar
mahasiswa kelas unggul eksperimen dan kelas unggul kontrol.
3) Baris ketiga (Kelompok Unggul Eksperimen-Asor Kontrol)
Nilai sig = 0,000 kurang dari 0,05. Berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai kemandirian belajar
mahasiswa kelas unggul eksperimen dan kelas asor kontrol.
4) Baris kelima (Kelompok Asor Eksperimen-Unggul Kontrol)
Nilai sig = 0,018 kurang dari 0,05. Berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai kemandirian belajar
mahasiswa kelas asor eksperimen dan kelas unggul kontrol.
5) Baris keenam (Kelompok Asor Eksperimen-Asor Kontrol)
Nilai sig = 0,001 kurang dari 0,05. Berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai kemandirian belajar
mahasiswa kelas asor eksperimen dan kelas asor kontrol.
6) Baris kesembilan (Kelompok Unggul Kontrol -Asor Kontrol)
Nilai sig = 0,000 kurang dari 0,05. Berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai kemandirian belajar
mahasiswa kelas unggul kontrol dan asor kontrol.
Untuk menganalisa pengaruh kemampuan komunikasi matematis terhadap
kemandirian belajar mahasiswa digunakan analisis regresi. Hasil uji dengan taraf
signifikan 𝛼 = 0,05 pada Tabel 5 berikut:

79
Tabel 5
Koefisien Regresi
Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 35.188 2.230 15.779 .000

TES 1.010 .691 .188 1.460

a. Dependent Variable: ANGKET

Dari hasil analisis perhitungan regresi ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara hasil kemampuan komunikasi matematis (X) dan hasil kemandirian
belajar mahasiswa (Y). Semakin tinggi kemampuan komunikasi matematis maka semakin
tinggi pula kemandirian belajar mahasiswanya, begitupun sebaliknya. Hal itu terlihat dari
persamaan regresi yang menunjukan bahwa koefisien dari variabel X bernilai positif. Hal
tersebut akan berdampak pada mahasiswa unggul dan asor pada setiap kelas. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan komunikasi matematis terhadap
kemandirian belajar mahasiswa.
Pada pertemuan 1 sampai 5 dalam kegiatan pembelajaran diperoleh bahwa rata-
rata aktivitas mahasiswa yaitu 2,33 (kurang), 2,78 (kurang), 3,56 (cukup), 4,00 (baik),
dan 4,44 (baik). Jadi rata-rata aktivitas mahasiswa naik dalam setiap pertemuannya.
Sedangkan jika dilihat dari nilai Z pada pertemuan 1 sampai 5 dalam kegiatan
pembelajaran diperoleh bahwa rata-rata nilai standar baku aktivitas mahasiswa yaitu -
1,16, -0,69, 0,14, 0,62, 1,09. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas
mahasiswa yang menggunakan program maple dari pertemuan pertama sampai
pertemuan kelima mengalami perubahan ke arah sikap yang lebih baik.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian
ini beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemampuan komunikasi
matematis antara mahasiswa yang menggunakan program maple dan mahasiswa
yang menggunakan pembelajaran ekspositori. Peningkatan kemampuan komunikasi
matematis mahasiswa yang menggunakan program maple lebih baik daripada
mahasiswa yang menggunakan pembelajaran ekspositori. Jika dilihat dari KAM,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

80
a. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemampuan
komunikasi matematis kelas unggul yang menggunakan program maple dan kelas
unggul yang menggunakan pembelajaran ekspositori.
b. Terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemampuan komunikasi
matematis kelas unggul eksperimen dan kelas asor kontrol. Peningkatan
kemampuan komunikasi matematis mahasiswa kelas unggul yang menggunakan
program maple lebih baik daripada kelas asor yang menggunakan pembelajaran
ekspositori.
c. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemampuan
komunikasi matematis kelas asor yang menggunakan program maple dan kelas
unggul yang menggunakan pembelajaran ekspositori.
d. Tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemampuan
komunikasi matematis kelas asor yang menggunakan program maple dan kelas
asor yang menggunakan pembelajaran ekspositori.
2. Kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh program maple lebih baik
daripada kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori. Jika dilihat dari KAM, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemandirian belajar mahasiswa
kelas unggul yang menggunakan program maple dan kelas unggul yang
menggunakan pembelajaran ekspositori.
b. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemandirian belajar mahasiswa kelas
unggul yang menggunakan program maple dan kelas asor yang menggunakan
pembelajaran ekspositori. Kemandirian belajar mahasiswa kelas unggul yang
menggunakan program maple lebih baik daripada kelas asor yang menggunakan
pembelajaran ekspositori.
c. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemandirian belajar mahasiswa kelas
asor yang menggunakan program maple dan kelas unggul yang menggunakan
pembelajaran ekspositori. Kemandirian belajar mahasiswa kelas unggul yang
menggunakan pembelajaran ekspositori lebih baik daripada kelas asor yang
menggunakan program maple.
d. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemandirian belajar mahasiswa kelas
asor yang menggunakan program maple dan kelas asor pembelajaran ekspositori.
Kemandirian belajar mahasiswa kelas asor yang menggunakan program maple
lebih baik daripada kelas asor yang menggunakan pembelajaran ekspositori.
3. Terdapat pengaruh positif kemampuan komunikasi matematis terhadap kemandirian
belajar mahasiswa.
Berdasarkan hasil temuan dan kesimpulan pada penelitian ini, maka diperoleh
beberapa rekomendasi yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang
berkepentingan terhadap penggunaan program maple kepada mahasiswa untuk
melakukan penelitian ini lebih lanjut. Penulis mengajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Fasilitas komputer harus ada agar semua mahasiswa bisa merasakan penggunaan
program maple.

81
2. Dalam pembelajaran dengan menggunakan program maple pendidik berfungsi
sebagai fasilitator yang terkadang harus melayani perserta didik secara individual,
jika penggunaan waktu yang kurang maka dapat dioptimalkan melalui tugas
terstruktur agar tujuan pembelajaran dapat dicapai setiap pertemuannya.
3. Program maple dipadukan dengan model pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan mahasiswa yang akan diukur dan ditingkatkan.
4. Program maple diimplementasikan pada mata kuliah lain yang dapat meningkatkan
kemampuan daya matematika yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Chaeruman, U. A. (2004).Integrasi Teknologi Telekomunikasi dan Informasi (TTI) ke


dalam Pembelajaran.Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Indrawan, R., dan Yaniawati, P. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidian. Bandung: PT
Refika Aditama.
Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian
Belajar Peserta didik SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika. Disertasi
UPI: Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2011). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana
Dikembangkan pada Peserta Didik.Makalah FPMIPA UPI.
Supianti, I. (2013). Implementasi E-Learning dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis dan Dampaknya Terhadap Kemandirian Belajar
Mahasiswa.Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan.
Wangler, T. G. (2011). How Can I Use Maple to Help My Students Learn Multivariable
Calculus. Electronic Proceedings of the Twenty-third Annula International
Conference on Technology in Collegiate Mathematics, 2 (20): 266.
Yaniawati, P. (2006). “PengaruhE-learninguntuk Meningkatkan Daya Matematik
Mahasiswa”.Jurnal Cakrawala Pendidikan.
Yeager, A. Dan Yeager, R. (2008). Teaching Through The Mathematical Processes
[online]. Tersedia: gains-camppp.wikispaces.com. (20 Oktober 2016).

82
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MULTIMEDIA INTERAKTIF
MENGGUNAKAN COURSE LAB PADA MATERI STATISTIKA DAN
PELUANG

Pebrianto
rianthegama@gmail.com
SMUN 15 Mukomuko

Abstrak. Materi statistika dan peluang memiliki peranan penting dalam pelajaran
matematika siswa SMA. Materi statistika dan peluang merupakan materi yang konsepnya
sulit dipahami siswa karena membutuhkan daya nalar yang tinggi. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu media pembelajaran yang mampu meningkatkan daya tarik bagi siswa
sehingga bisa meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa tentang materi statistika dan
peluang. Perkembangan teknologi yang semakin pesat, memberikan kesempatan
kepada pendidik untuk mengembangkan Media Pembelajaran Interaktif (MPI). Salah
satu media pembelajaran adalah modul multimedia berbasis aplikasi atau software
MPI Course Lab 2.4. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan bahan ajar multimedia
interaktif yang valid, praktis,dan efektif (Uji coba kelompk kecil). Penelitian ini
merupakan penelitian pengembangan dengan model plomp sebagai rancangan yang
terdiri terdiri atas 3 fase yaitu preliminary research, prototyping phase, dan assessment
phase . Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini adalah bahan ajar multimedia interaktif
berbasis course lab pada materi peluang dan statistika telah valid, praktis, dan efektif.
Efektivitas yang diamati dalam proses pembelajaran dengan menggunakan modul
multimedia ini adalah hasil belajar siswa terhadap nilai pretest dan posttest. Berdasarkan
hasil analisis data diperoleh bahwa rata-rata nilai pretest siswa lebih rendah jika
dibandingkan dengan rata-rata nilai posttest. Hal ini berarti hasil belajar siswa meningkat.
Efektivitas penggunaan modul multimedia pada materi peluang dan statistika dilihat
dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi. Berdasarkan data nilai pretest dan
posttest siswa, diperoleh nilai gain ternormalisasi sebesar 0,68. Nilai tersebut
diinterpretasikan kedalam kriteria nilai (g), diperoleh efektivitas modul multimedia
tergolong sedang, dengan kata lain modul multimedia yang dikembangkan telah efektif
dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata Kunci : Course Lab, Statistika dan Peluang, Multimedia Interaktif

Pendahuluan. Mutu pendidikan dapat terwujud jika proses pembelajaran


diselenggarakan secara efektif, artinya proses pembelajaran dapat berjalan secara
lancar, terarah dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Banyak faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran tersebut, baik dari peserta didik itu sendiri
maupun dari faktor-faktor lain seperti pendidik/guru, fasilitas, lingkungan serta media
pembelajaran yang digunakan. Siswa yang aktif dan kreatif didukung fasilitas serta
guru yang menguasai materi dan strategi penyampaian yang efektif akan semakin
menambah kualitas pembelajaran. Namun demikian untuk mencapai hasil maksimal
tersebut banyak faktor yang masih menjadi kendala.

83
Melihat dari sisi proses pembelajaran, materi statistika dan peluang memiliki peranan
penting dalam pelajaran matematika, terutama untuk siswa SMA. Kenyataan
menunjukkan bahwa materi ini merupakan materi yang konsepnya sulit dipahami oleh
siswa karena materi ini membutuhkan daya nalar yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu media pembelajaran yang mampu meningkatkan daya tarik bagi siswa sehingga
bisa meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa tentang materi statistika dan peluang.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan
perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar (Santyasa, 2007:3).
Perkembangan teknologi yang semakin pesat, memberikan kesempatan kepada pendidik
untuk mengembangkan Media Pembelajaran Interaktif (MPI). Salah satu media
pembelajaran adalah modul multimedia. Pembelajaran menggunakan modul multimedia
diharapkan akan memotivasi siswa untuk belajar mandiri, kreatif, efektif dan efisien.
Dengan modul multimedia, diharapkan dapat mengurangi kejenuhan siswa karena selama
ini proses pembelajaran yang dilakukan oleh kebanyakan guru adalah metode tatap
muka (ceramah) yang menyebabkan siswa menjadi jenuh dan bosan sehingga
menyebabkan motivasi siswa menurun. Diantara aplikasi atau software MPI adalah Web
Blog, Macromedia flash, Course Lab, dan lain sebagainya yang tergolong ke dalam
edutainment yakni perpaduan antara education (pendidikan) dan entertainment (hiburan).
Salah satu software yang memang difokuskan untuk dunia pendidikan adalah Course Lab
2.4. CourseLab 2.4 adalah piranti lunak penyusun bahan ajar multimedia untuk e-
Learning yang powerful dan mudah digunakan. CourseLab 2.4 menawarkan lingkungan
WYSIWYG (What You See Is What You Get) yang bebas dari pemrograman untuk
menghasilkan bahan ajar interaktif yang dapat dipublikasikan di internet, Learning
Management Systems (LMS), serta CD-ROM.
Aplikasi Courselab 2.4 merupakan aplikasi gratis yang dapat digunakan untuk membuat
bahan ajar. Dengan menggunakan aplikasi ini kita dapat membuat sebuah bahan ajar yang
nantinya dapat di integrasikan dengan Learning Management System berbasis web.
CourseLab 2.4 merupakan sebuah solusi untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapai oleh guru dalam pemakaian bahan ajar/ modul yang selama ini masih mengacu
pada pokok bahasan yang sangat luas sehingga siswa sulit dalam memahami materi yang
diberikan guru. Penggunaan aplikasi CourseLab 2.4 hampir sama dengan penggunaan
aplikasi Microsoft Powerpoint, sehingga para pengajar yang sudah terbiasa membuat
bahan ajar menggunakan Microsoft Powerpoint tidak akan menemukan kesulitan di
dalam pembuatan bahan ajar menggunakan CourseLab 2.4 ini.
Penelitian ini untuk mengetahui lebih jauh manfaat CourseLab 2.4, apabila digunakan
siswa dalam pembelajaran mandiri. Sehingga penulis menganggap penting melakukan
penelitian “Pengembangan Bahan Ajar Multimedia Interaktif Menggunakan Course Lab
Pada Materi Statistika dan Peluang”. Tujuan dalam penelitian ini adalah Menghasilkan
Bahan Ajar Multimedia Interaktif Menggunakan Course Lab Pada Materi Statistika dan
Peluang bagi siswa SMA yang valid, praktis, dan efektif.
Ahmad Novandi (2016) telah melakukan penelitian tentang “Pengembangan Media
Pembelajaran Presentasi Menggunakan Courselab 2.4 pada Kompetensi Dasar-Dasar
Elektronika Digital di SMK 3 Negeri Surabaya”. Persamaan penelitian yang dilakukan
adalah sama-sama bentuk penelitian pengembangan dengan menggunakan Courselab
2.4. Perbedaanya terletak pada materi pelajaran yang digunakan. Hasil dari penelitian ini

84
menyebutkan bahwa media pembelajaran menggunakan course lab 2.4 layak digunakan
dalam pembelajaran karena memberi kemudahan bagi guru dan sangat menarik bagi
siswa dalam memahami materi.

Metode. Model pengembangan yang digunakan mengikuti model umum desain


penelitian Plomp (2013: 19) yang terdiri atas 3 fase yaitu preliminary research,
prototyping phase, dan assessment phase. Pada fase Preliminary research, dilakukan
analisis masalah dan studi literatur. Prototyping phase adalah tahap pembuatan prototipe.
Assessment phase adalah tahap menilai apakah pengguna dapat menggunakan media dan
berkeinginan untuk mengaplikasikannya, serta untuk menilai efektivitas media yang
dikembangkan.
Metode evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah evaluasi formatif yang
berlangsung di semua fase dan siklus pengembangan. Menurut Tessmer (1993) evaluasi
formatif mempunyai beberapa lapisan seperti diilustrasikan pada Gambar 1.

Low resistance to revise High resistance to


revision
Expert Review

Revisi Small Revisi Field


Self Evaluation Revisi
Group test

One-to-One

Gambar 1. Diagram alir proses evaluasi (Tessemer, 1993; Zulkardi, 2006)

Gambar 1 mengilustrasikan beberapa metode evaluasi formatif yang biasa digunakan.


Pada penelitian ini, evaluasi formatif yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi diri dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ceklis) karakteristik penting
atau spesifikasi desain.
b. Tinjauan ahli. Pada tahap ini, kelompok ahli (ahli bidang studi, ahli desain
pembelajaran) memberi penilaian dan saran-saran terhadap Produk yang
dikembangkan.
c. Evaluasi satu-satu (dilakukan dengan pengguna yang representatif yaitu guru atau
siswa).
d. Kelompok kecil atau micro-evaluation: melibatkan kelompok kecil siswa
menggunakan produk dalam situasi yang normal. Pada tahap ini, evaluator
mengamati dan mewawancarai responden. Evaluasi kelompok kecil dilakukan

85
dengan cara melaksanakan proses pembelajaran seperti biasa dengan siswa. Kegiatan
ini bertujuan untuk melihat praktikalitas Produk.
e. Uji lapangan pada penelitian ini dilakukan terhadap satu kelas siswa yang belum
mempelajari pokok bahasan peluang dan statistika. Uji lapangan dilakukan dengan
melaksanakan proses pembelajaran seperti biasa dengan siswa. Kegiatan ini untuk
melihat efektivitas Produk dalam keadaan yang sesungguhnya.
Prosedur Pengembangan
Rincian prosedur pengembangan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
A. Preliminary Research (Tahap Investigasi Awal)
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah dan kebutuhan terkait media yang
akan dibuat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan guru dan siswa,
pengumpulan literatur terkait serta buku-buku teks matematika.
B. Prototyping Phase (Tahap Pembuatan Prototipe)
Kegiatan pembuatan prototipe yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Merancang sistematika dan struktur Media, melakukan evaluasi diri, analisis, dan
revisi desain sistematika dan struktur media,
2. Menyusun prototipe berdasarkan desain sistematika dan struktur Media,
melakukan evaluasi diri, menganalisis dan merevisi prototipe berdasarkan hasil
evaluasi diri,
3. Melakukan validasi isi dan konstruk (tinjauan ahli) terhadap prototipe Media,
menganalisis, dan merevisi prototipe berdasarkan hasil tinjauan ahli.
4. Melakukan evaluasi satu-satu dengan 2 guru dan 3 orang siswa SMA yang terdiri
dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah yang telah mempelajari
materi peluang dan statistika, menganalisis, dan merevisi prototipe.
5. Melakukan evaluasi kelompok kecil terhadap enam orang siswa dari salah satu
SMA di kota mukomuko. Setiap dua orang siswa berasal siswa berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah. Kegiatan ujicoba akan dilakukan di labor komputer
selama empat kali pertemuan.
C. Assesment Phase (Tahap Penilaian)
Hasil revisi Produk pada evaluasi kelompok kecil dilakukan uji lapangan pada
satu kelas siswa yang belum mempelajari materi peluang dan statistika. Uji lapangan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kekurangan Produk bila digunakan dalam kondisi yang
sesungguhnya dan melihat efektivitas Produk. Pelaksanaan uji lapangan menggunakan
rancangan penelitian one group pretest posttest design. Rancangan ini menggunakan satu
kelompok sampel sebagai subjek penelitian. Bentuk umum rancangan penelitian dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rancangan Uji Lapangan
Pretest Treatment Posttest
O1 X O2
Sumber: Sugiyono(2012:415)
Keterangan:
O1 : tes awal (pretest) sebelum perlakuan diberikan
X : pembelajaran menggunakan Produk
O2 : tes akhir (posttest) setelah perlakuan diberikan

86
Sampel Uji Coba
Ujicoba satu-satu melibatkan siswa SMA Mukomuko. Karena jadwal evaluasi satu-
satu diperkirakan akan dilakukan pada bulan september minggu ke tiga sehingga untuk
subjek ujicoba akan dipilih dari beberapa siswa yang memperoleh nilai UH matematika
masing-masing mewakili kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Ujicoba kelompok kecil
akan dilakukan terhadap siswa kelas XII (6 orang) yang dipilih dari SMA di kota
Mukomuko. Subjek yang dipilih mewakili dari masing-masing kemampuan akademik
tinggi, sedang, dan rendah. Uji coba lapangan dilakukan pada 1 kelas siswa yang belum
mempelajari materi peluang dan statistika.
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam pengembangan ini adalah sebagai berikut.
A. Lembar validasi media
Lembar validasi digunakan untuk mengetahui validitas media yang
dikembangkan. Aspek yang diamati dalam penilaian validitas media ini terdiri atas
empat aspek yaitu penyajian, kelayakan isi, kebahasaan, dan kegrafikaan. Kegiatan
validasi dilakukan sampai diperoleh media yang valid digunakan. Validasi dilakukan
oleh pakar pendidikan matematika, pakar ICT, dan pakar bahasa. Skala penilaian
untuk lembar validasi menggunakan skala Likert dengan empat alternatif pilihan
jawaban yaitu sangat setuju (SS),setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju
(STS).

B. Pedoman Evaluasi Diri (Self Evaluation)


Pedoman evaluasi diri digunakan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan dalam
menyusun rancangan draft Media. Hasil evaluasi diri digunakan untuk merevisi draft
media sebelum dilakukan tinjauan ahli. Aspek yang diamati dalam evaluasi diri
adalah penyajian, kelayakan isi, kebahasaan, dan kegrafikaan.
C. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui praktikalitas penggunaan media oleh subjek
ujicoba. Angket yang digunakan adalah angket tertutup yang berisi pernyataan-
pernyataan mengenai kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikaan. Setiap
pernyataan dengan empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju.
D. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan terdiri atas pedoman wawancara dengan
guru dan siswa yang digunakan pada tahap investigasi awal, serta pedoman
wawancara dengan siswa yang digunakan pada tahap evaluasi formatif untuk
mengetahui praktikalitas penggunaan Media. Wawancara yang dilakukan adalah
wawancara terpimpin, dimana pertanyaan yang diajukan mengacu kepada pedoman
wawancara yang telah disusun (Riduwan, 2004: 74).
1. Pedoman wawancara tahap investigasi awal
Pedoman wawancara dengan pengguna berisi pertanyaan-pertanyaan yang
terkait dengan kegiatan pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan.
Aspek yang diwawancarai dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pedoman Wawancara Guru dan Siswa pada Tahap Investigasi Awal
No Aspek yang Diwawancarai
1 Kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran

87
2 Media yang biasa digunakan oleh guru
3 Pandangan guru dan siswa terhadap media yang biasa digunakan
4 Media yang diharapkan oleh guru dan siswa
5 Pandangan guru dan siswa terhadap media yang akan dikembangkan

Wawancara dengan guru dan siswa dilakukan pada tahap investigasi awal untuk
mengumpulkan data yang terkait dengan masalah dan kebutuhan.
2. Pedoman wawancara siswa pada tahap evaluasi formatif
Pedoman wawancara yang ketiga adalah pedoman wawancara siswa yang
dilakukan pada tahap evaluasi formatif untuk mengumpulkan data praktikalitas.
Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan tentang aspek kelayakan
isi, bahasa, penyajian dan kegrafikaan.
E. Lembar Pretest-Posttest
Tes digunakan untuk mengetahui efektivitas penggunaan Produk dengan melihat
hasil belajar siswa melalui pretest dan posttest. Tes digunakan untuk mengukur
kemampuan awal siswa dan hasil belajar siswa setelah dilaksanakan kegiatan
pembelajaran menggunakan produk (media pembelajaran).

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data validitas dan praktikalitas yang diperoleh melalui instrumen yang
telah dikemukakan di atas dijelaskan sebagai berikut.
A. Analisis Validitas
Hasil validasi terhadap seluruh aspek yang diamati, disajikan dalam bentuk tabel,
selanjutnya dicari rerata skor tersebut menggunakan rumus:
∑𝑛𝑗=1 𝑉𝑗𝑖
𝑅=
𝑛𝑚
Keterangan:
R : rerata hasil penilaian dari para ahli/validator
𝑉𝑗𝑖 : skor penilaian para ahli/praktisi ke-j terhadap kriteria ke-i
𝑛 : banyaknya para ahli/praktisi yang menilai
𝑚 : banyaknya kriteria
Rerata yang didapatkan dikonfirmasi dengan kriteria yang ditetapkan. Cara
mendapatkan kriteria tersebut adalah dengan menetapkan rentang skor dimulai dari 1
(sr = skor rendah) sampai 4 (st = skor tinggi). Rentang skor tersebut dibagi menjadi
empat kelas interval. Kriteria setiap interval dikategorikan atas lima tingkatan seperti
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Validitas Instrumen dan Media Inspirasi
Rerata (R) Kriteria
3,00 < R ≤ 4,00 Sangat valid
2,00 < R ≤ 3,00 Valid
1,00 < R ≤ 2,00 Kurang valid
0,00 < R ≤ 1,00 Tidak valid
(Modifikasi dari Arikunto, 2010: 270-272)

88
B. Analisis Praktikalitas
Data praktikalitas dikumpulkan melalui pengisian angket dan wawancara dengan
siswa. Instrumen yang digunakan adalah angket dan lembar pedoman wawancara.
Data praktikalitas dianalisis dengan terlebih dahulu diberikan penskoran terhadap
pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap butir pernyataan. Rentang skor dimulai
dari 1 (sr = skor rendah) sampai 4 (st = skor tinggi). Kemudian ditentukan rerata skor
yang diperoleh. Rerata yang didapatkan dikonfirmasi dengan kriteria yang ditetapkan.
Cara mendapatkan kriteria tersebut adalah dengan menentukan rerata skor dan
menjadi empat kelas interval dengan kriteria seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria Praktikalitas Berdasarkan Hasil Angket
Rerata Kriteria
3,00 < R ≤ 4,00 Sangat praktis
2,00 < R ≤ 3,00 Praktis
1,00 < R ≤ 2,00 Kurang praktis
0,00 < R ≤ 1,00 Tidak Praktis
(Modifikasi dari Arikunto, 2010: 270-272)
Data hasil wawancara dengan responden berupa data kualitatif dan dianalisis
secara kualitatif. Cara menganalisis data kualitatif terdiri dari tiga tahap, yaitu
mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman,
1992: 16). Mereduksi data merupakan kegiatan menyeleksi, memfokuskan,
mengabstraksi dan mentransformasi data mentah yang diperoleh.
C. Analisis Efektivitas
Data efektivitas dikumpulkan melalui lembar pretest-posttest siswa. Keefektifan
produk dilihat berdasarkan peningkatan hasil belajar siswa yang diperoleh dari perbedaan
hasil pretest dan posttest. Penyusunan soal pretest dan posttest memperhatikan tingkat
berfikir yang sama dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Soal pretest dan posttest
memiliki soal berbeda tetapi indikatornya sama. Teknik analisis data hasil pretest dan
posttest siswa menggunakan cara sebagai berikut:
1) Memberi skor jawaban siswa pada setiap soal tes sesuai pedoman
penskoran soal.
2) Menghitung jumlah skor jawaban yang diperoleh siswa.
3) Menghitung nilai siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 = × 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Efektivitas produk dapat dianalisis dengan cara mengadaptasi teori Hake mengenai
gain ternormalisasi. Gain adalah selisish antara nilai posttest dan pretest. Gain
menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah proses
pembelajaran. Menurut Hake (1999), nilai gain ternormalisasi dirumuskan sebagai
berikut:
skor 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − skor 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
g=
skor maksimum − skor 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
kriteria gain ternormalisasi (g) menurut Richard R. Hake (1999) adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Klasifikasi N-Gain (g)
Besarnya Gain Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang

89
g < 0,3 Rendah

Dalam penelitian ini gain merupakan peningkatan hasil belajar siswa dengan
menggunakan produk berbasis penemuan terbimbing. produk dikatakan sangat efektif
jika rata-rata hasil uji N-Gain memiliki nilai lebih dari 0,7. produk dikatakan efektif
apabila rata-rata hasilnya bernilai lebih dari atau sama dengan 0,3 dan kurang dari atau
sama dengan 0,7. produk dikatakan tidak efektif jika rata-rata hasil uji N-Gain kurang
dari 0,3. Jadi dengan nilai rata-rata N-Gain 0,68 dapat disimpulkan produk pada materi
peluang dan statistika efektif untuk meningkatkan hasil belajar.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
A. Penyajian Data, Analisis, dan Revisi Produk
Data yang disajikan pada bagian ini adalah data yang dikumpulkan selama
proses pengembangan modul multimedia berbasis Course Lab. Setiap data
dikelompokkan berdasarkan jenis data dan tahap-tahap pengembangan.
1. Data Tahap Preliminary Research ( Investigasi Awal )
Tahap investigasi awal bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
dalam pengembangan modul multimedia berbasis Course Lab. Data diperoleh melalui
wawancara dengan guru dan siswa, pengumpulan dokumen silabus dan buku-buku teks
materi peluang dan statistika. Data hasil analisis disajikan berikut ini.
a. Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa
Wawancara dengan guru dan siswa dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2016.
diperoleh bahwa materi peluang dan statistika merupakan materi yang konsepnya sulit
dipahami oleh siswa karena membutuhkan daya nalar yang tinggi. Siswa cenderung
menghapal rumus-rumus yang digunakan pada peluang dan statistika. Penggunaan buku
ajar atau buku teks oleh siswa juga masih kurang. Kecenderungan siswa hanya menerima
informasi dari guru. Metode yang digunakan guru dalam mengajar masih terbatas pada
kegiatan tatap muka dengan cara menjelaskan materi, memberikan contoh soal, dan
latihan sehingga siswa kurang termotivasi dan tidak terlatih. Guru juga belum pernah
menulis bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam memvisualisasikan unsur-unsur
bangun ruang dan sifat-sifatnya.
Pengembangan modul multimedia berbasis Course Lab dirancang untuk
memfasilitasi keterbatasan dalam proses pembelajaran. Penggunaan course lab sebagai
media dalam penyajian materi dapat memberikan tampilan dan animasi keruangan yang
menarik serta dapat memotivasi siswa dalam belajar sehingga kemampuan spasial siswa
juga meningkat. Menurut guru dan siswa, modul multimedia berbasis Course Lab sangat
menarik dan dapat digunakan oleh siswa untuk belajar mandiri.

b. Hasil Analisis Silabus


Analisis silabus dilakukan untuk melihat kesesuaian antara materi ajar dengan
kompetensi yang harus dicapai siswa. Standar Kompetensi materi peluang dan statistika
yaitu menggunakan aturan statistika, kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam
pemecahan masalah. Kompetensi dasarnya antara lain,
1. Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran dan ogive.
2. Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran dan ogive
serta penafsirannya.

90
3. Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak, dan ukuran penyebaran data, serta
penafsirannya.
4. Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan
masalah
5. Menentukan ruang sampel suatu percobaan
6. Menentukan peluang suatu kejadian dan penafsirannya.
Hasil analisis silabus antara lain adalah materi yang disajikan dalam silabus sudah sesuai
dengan kompetensi yang harus dicapai siswa dan urutan materi juga sudah sesuai. Materi
peluang dimulai dengan ruang sampel & kejadian, peluang suatu kejadian, frekuensi
harapan, kejadian majemuk, peluang saling lepas, dan peluang saling bebas. Materi
statistika dimulai dengan pendahuluan, pengumpulan data, penyajian tabel, diagram,
pengolahan data, dan analisis data.

c. Hasil Analisis Buku Teks


Analisis beberapa buku teks mengenai materi peluang dan statistika yang
bertujuan untuk melihat kesesuaian isi buku, cara penyajian, contoh soal, dan latihan
dengan silabus mata kuliah yang berlaku. Buku rujukan yang dipakai adalah beberapa
buku ajar matematika SMA. Materi yang ada pada buku-buku tersebut sudah mencakup
kompetensi yang harus dicapai siswa. Penyajian materi peluang dan statistika sesuai
dengan silabus. Akan tetapi, terdapat perbedaan urutan penyajian pada beberapa buku
tersebut. Dalam hal ini, buku-buku tersebut memperlihatkan kelogisan dalam penyajian
materinya. Urutan penyajian materi pada modul juga disesuaikan dengan silabus dan
buku-buku teks yang ada.

2. Data Prototyping Phase ( Tahap Pembuatan Prototipe )


Pembuatan prototipe modul multimedia berbasis Course Lab dimulai dengan
merancang flowchart dan storyboard modul multimedia. Berdasarkan flowchart
dikembangkan storyboard modul multimedia berbasis Course Lab. Storyboard cover,
petunjuk, kompetensi, latihan, dan evaluasi didesain seperti pada Gambar 2.

91
Menu Halaman Depan
Menu Utama
Peluang Statistika

Menu Materi Statistika


Cover
Halaman Depan
Pendahuluan Materi Ajar
Pengumpulan Data 1. Materi pelajaran
Penyajian: Tabel 2. Gambar
Penyajian : Diagram 3. Animasi pendukung
Pengolahan Data
Analisis Data (Bisa menggunakan 1 page atau lebih)
Uji Mandiri

Menu Materi Peluang


Cover
Ruang sampel & kejadian, Materi Ajar
Peluang suatu kejadian, 1. Materi pelajaran
Frekuensi harapan, 2. Gambar
Kejadian majemuk, 3. Animasi pendukung
Peluang saling lepas,
Peluang saling bebas (Bisa menggunakan 1 page atau lebih)

Gambar 2. Storyboard Modul multimedia


Struktur pembahasan materi ajar dikembangkan sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Pannen dan Purwanto (2005: 6) mengenai struktur dan urutan bahan
ajar yaitu menjelaskan tujuan instruksional yang akan dicapai, memotivasi siswa untuk
belajar, mengakomodasi kesukaran belajar siswa, memberikan kesempatan latihan bagi
siswa, dan berorientasi pada siswa secara individual (learner oriented).
Tampilan awal modul menyajikan home, petunjuk penggunaan, dan menu yag
berisi daftar pilihan materi yang ingin dipelajari oleh siswa. Di bagian akhir modul
diberikan Evaluasi bagi siswa yang berisi kumpulan soal-soal latihan ulangan semua sub
pokok bahasan.

a. Desain Awal Prototipe Modul multimedia berbasis Course Lab


Prototipe modul multimedia berbasis Course Lab disusun storyboard yang telah
dirancang. Tampilan awal berupa slide judul modul multimedia. Dari slide awal siswa
dituntun untuk memulai mempelajari modul dengan mengklik tombol “start module”
yang terdapat pada slide tersebut. Tampilan awal dapat dilihat pada Gambar 3.

92
Gambar 3. Slide Pembuka Modul multimedia
Tombol “mulai” menghubungkan siswa dengan slide berikutnya yang berisi menu utama
seperti tampak pada Gambar 5.

Gambar 4. Menu Utama


Tampilan menu utama dibuat tidak saling terikat antar sub pokok bahasan. Siswa
bisa saja membuka menu peluang atau menu statistika tanpa harus berurutan. Terakhir,
siswa diberi evaluasi berupa latihan semua pokok bahasan. Desain awal modul interaktif
dapat dilihat pada Gambar 5.

93
Gambar 5. Tampilan Modul Interaktif

Desain awal prototipe mengalami beberapa kali perbaikan isi dan tampilan.
Salah satu perbaikan yang dilakukan pada beberapa slide belum terkoneksi dengan
hyperlink sehingga slide tetap berganti meskipun yang diklik bukan tombol next atau
previous. Setelah prototipe modul direvisi berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh tim
peneliti, dilanjutkan dengan tinjauan oleh ahli.
b. Evaluasi Diri
Hasil pengembangan pada tahap pembuatan prototype dievaluasi sendiri oleh
pengembang kemudian dianalisis dan direvisi berdasarkan hasil evaluasi diri. Aspek yang
ada pada evaluasi diri, meliputi : aspek kelayakan isi, penyajian materi, kebahasaan dan
kegrafikan.

c. Tinjauan Ahli
Tinjauan ahli dilakukan untuk mengevaluasi modul yang telah direvisi sesuai
dengan hasil evaluasi diri. Ahli atau pakar yang dilibatkan adalah dosen dari STKIP PGRI
Sumbar dan guru matematika. Tinjauan ahli ini bertujuan untuk melihat validitas modul
sehingga diperoleh modul multimedia berbasis Course Lab yang valid.
Data tinjauan ahli dikumpulkan melalui lembar validasi dan saran-saran yang
disampaikan secara lisan maupun tulisan. Terdapat dua jenis data pada tahap tinjauan ahli
ini, yaitu data saran-saran dari para ahli untuk perbaikan modul dan data validitas modul
berdasarkan penilaian para ahli. Analisis dan revisi prototipe dilakukan sampai diperoleh
modul yang valid menurut ahli. Beberapa saran dan revisi yang dilakukan disajikan
sebagai berikut.

94
Gambar 6. Slide Tampilan Menu Utama Sebelum dan Setelah Revisi

Gambar 7. Slide Tampilan Menu Latihan Soal Sebelum dan Setelah Revisi

Setiap slide yang berisi kompetensi atau capaian pembelajaran selalu diiringi
dengan indikator. Menurut ahli, indikator yang ditampilkan harus disesuaikan dengan sub
pokok bahasan. Karena indikator hanya mengulang kompetensi disarankan untuk
mengganti dengan pengalaman belajar agar siswa bisa tahu pengalaman apa yang bisa
mereka dapatkan dari mempelajari peluang dan statistika. Saran juga diberikan dalam
membuat redaksi soal esai dengan soal objektif (pilihan ganda). Pada umumnya, kalimat
soal yang digunakan adalah kalimat pertanyaan untuk berbentuk esai. Data hasil penilaian
(validitas) modul diperoleh melalui lembar validasi. Penilaian yang diberikan mencakup
empat aspek yaitu penyajian materi, kelayakan isi, kebahasaan, dan aspek kegrafikaan.
Validitas masing-masing aspek dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Validitas Modul multimedia
Validator
Aspek yang Dinilai
I Kriteria II Kriteria
Kelayakan isi 3,63 Valid 3,88 Valid
Penyajian materi 3,56 Valid 3,89 Valid
Kebahasaan 4,00 Valid 3,80 Valid
Kegrafikaan 3,89 Valid 3,89 Valid
Rerata 3,77 Valid 3,86 Valid

95
Indikator aspek kelayakan isi mencakup aspek kesesuaian isi dengan kurikulum,
kompetensi dasar, relevansi dengan materi siswa SMA, serta kesesuaian dengan
pembelajaran tatap muka dan jarak jauh. Berdasarkan hasil validasi para ahli dapat dilihat
bahwa kelayakan isi modul multimedia yang dikembangkan sudah valid dari segi isi dan
konstruk. Dengan demikian, materi, contoh soal, latihan, dan evaluasi sudah layak
digunakan sebagai bahan ajar materi peluang dan statistika.
Indikator aspek kebahasaan mencakup keterbacaan, kesesuaian dengan kaidah
Bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta logika berbahasa. Menurut para ahli, aspek
kebahasaan modul yang dikembangkan sudah valid secara isi dan konstruk. Modul
multimedia tersebut sudah menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dipahami.
Kalimat dan tata bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.
Indikator aspek kegrafikaan mencakup kualitas tampilan media dan daya tarik. Tampilan
modul berbasis course lab disertai animasi yang menarik dan membantu siswa dalam
memahami materi secara visual. Secara umum para ahli memberikan penilaian yang tidak
jauh berbeda terhadap modul yang dikembangkan. Hasil penilaian secara umum dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Penilaian Secara Umum terhadap Modul multimedia berbasis Course Lab
Ahli 1 2
Penilaian secara umum terhadap Modul multimedia berbasis Course Lab B A

Nilai A pada Tabel 7 menunjukkan penilaian modul multimedia valid tanpa revisi,
dan B untuk penilaian valid dengan revisi. Revisi telah dilakukan sesuai dengan saran-
saran dari para ahli tersebut. Berdasarkan hasil analisis pada setiap aspek yang dinilai
dapat disimpulkan bahwa Modul multimedia berbasis Course Lab yang dikembangkan
sudah valid. Meskipun demikian, revisi tetap dilakukan sesuai dengan saran-saran dan
penilaian secara umum yang diberikan oleh setiap ahli.
d. Evaluasi satu-satu
Evaluasi satu-satu dapat dilihat dari hasil pengisian angket guru dan siswa serta
hasil wawancara siswa. Evaluasi satu-satu melibatkan tiga orang siswa yang telah
mempelajari materi Peluang dan statistika. Ketiga orang siswa yang dipilih berasal dari
siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Hasil dari evaluasi satu-satu
terlihat bahwa modul multimedia sangat praktis digunakan.
3. Data Evaluasi Kelompok Kecil
Tahap evaluasi kelompok kecil melibatkan enam siswa SMA 15 Mukomuko yang
mewakili populasi sasaran. Ujicoba dilakukan selama empat kali pertemuan pada tanggal
2, 3, 9, dan 10 September 2016 dengan alokasi waktu 2 × 45 menit per pertemuan. Tes
awal dilakukan pada tanggal 2 September 2016 dan tes akhir dilakukan pada tanggal 10
September 2016.
Evaluasi kelompok kecil dilakukan untuk melihat praktikalitas modul multimedia
yang dikembangkan. Data praktikalitas dikumpulkan melalui angket. Skor 1 diberikan
apabila sangat tidak setuju terhadap pernyataan pada angket, skor 2 untuk tidak setuju,
skor 3 untuk cukup setuju, 4 untuk setuju, dan 5 untuk sangat setuju. Angket yang disusun
terdiri atas tiga indikator dengan 1 pernyataan.
Indikator pertama yaitu waktu yang dibutuhkan dalam menggunakan modul terdiri
atas satu pernyataan. Indikator kedua yaitu kemudahan dalam menggunakan modul terdiri

96
atas enam pernyataan. Indikator ketiga yaitu manfaat yang diperoleh dalam menggunakan
modul terdiri atas tiga pernyataan.
Hasil pengisian angket oleh siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan waktu untuk memahami materi sudah sesuai dengan waktu yang tersedia.
Begitu juga untuk kemudahan penggunaan modul dan manfaat yang diperoleh dalam
menggunakan modul tersebut, sebagian besar siswa menyatakan setuju. . Data hasil
pengisian angket siswa disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Perolehan Skor Angket Praktikalitas
Responden Skor Kriteria
1 70 Praktis
2 70 Praktis
3 66 Praktis
4 68 Praktis
5 64 Praktis
6 66 Praktis

Hasil analisis skor angket menunjukkan bahwa semua siswa menyatakan modul yang
dikembangkan praktis digunakan. Berdasarkan hasil pengisian angket oleh siswa,
diperoleh rerata untuk masing-masing indikator seperti terlihat pada Tabel 9. Hasil
analisis skor angket per indikator menunjukkan bahwa modul multimedia berbasis
Course Lab sudah praktis digunakan oleh siswa.
Tabel 9. Praktikalitas Modul Berdasarkan Rerata Indikator Angket
No Indikator Rerata Kriteria
1 Waktu yang dibutuhkan 3,7 Praktis
2 Kemudahan Penggunaan modul multimedia 4,0 Praktis
3 Manfaat yang diperoleh setelah menggunakan modul 4,0 Praktis
multimedia
Rerata 3,9 Praktis

4. Data Assessment phase


Efektivitas yang diamati dalam proses pembelajaran dengan menggunakan modul
multimedia ini adalah hasil belajar siswa. Data hasil penelitan pada tahap ini berupa data
hasil belajar siswa dan skor gain siswa menggunakan modul multimedia. Skor gain
diperoleh dari selisih antara skor pretest dan skor posttest siswa.
Analisis Data Hasil belajar siswa
Untuk melihat hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan
(treatment), maka perlu dilakukan pengolahan data terhadap nilai pretest dan posttest.
Tes awal dilakukan pada pertemuan pertama sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
Soal-soal yang diujikan adalah soal-soal Evaluasi yang terdapat dalam modul multimedia.
Soal yang sama diujikan kembali pada tes akhir yang dilakukan setelah pelaksanaan
penelitian. Tes akhir ini bertujuan untuk memperoleh data hasil belajar siswa setelah
pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul yang dikembangkan. Rekapitulasi data
ditunjukkan pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Rekapitulasi Nilai Pretest dan Posttest

97
Nilai Mean Min Max
Pretest 42,86 8 88
Posttest 83,68 65 96
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai pretest dan posttest adalah
42,86 dan 83,68. Nilai minimum pada saat pretest dan posttest adalah 8 dan 65. Nilai
maksimum pada pretest adalah 88 sedangkan pada saat posttest adalah 96. Berdasarkan
data tersebut terlihat adanya peningkatan pada hasil belajar siswa.
120

100

80

60 Pretest
posttest
40

20

0
Mean Min Max

Gambar 8. Grafik rekapitulasi Nilai Pretest dan Posttest

Berdasarkan deskripsi data tersebut serta memperhatikan grafik, dapat dilihat bahwa rata-
rata nilai pretest siswa lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata nilai posttest. Hal
ini berarti hasil belajar siswa meningkat.
Hasil Analisis Data Gain
Efektivitas penggunaan modul multimedia pada materi peluang dan statistika dilihat
dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi. Hasil dari perhitungan gain
ternormalisasi (g) dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Indeks Gain
Kelas Pretest Posttest Gain (g) Kriteria
Eksperimen 1 42,85 83,68 40,82 0,68 Sedang

Berdasarkan data nilai pretest dan posttest siswa, diperoleh nilai gain ternormalisasi
sebesar 0,68. Nilai tersebut diinterpretasikan kedalam kriteria nilai (g), diperoleh
efektivitas modul multimedia tergolong sedang, dengan kata lain modul multimedia yang
dikembangkan telah efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Pembahasan
Pengembangan modul multimedia berbasis Course Lab dilakukan dalam tiga
tahap yaitu tahap investigasi awal, tahap pembuatan prototipe, dan tahap evaluasi. Pada
setiap tahapan dilakukan evaluasi diri untuk memperoleh rancangan yang berkualitas.
Pada tahap develop, dilakukan tinjauan ahli dan evaluasi kelompok kecil (Tessmer dalam
Plomp, 2007: 28). Modul multimedia yang dinyatakan sudah valid oleh pakar bidang

98
studi dan pakar IT diujicobakan kepada siswa untuk memperoleh data praktikalitas dan
data efektivitas modul. Berikut ini dijelaskan hasil analisis validitas, praktikalitas, dan
efektivitas modul multimedia berbasis Course Lab.
1. Validitas Modul Multimedia Berbasis Course Lab
Hasil validasi modul multimedia berbasis Course Lab sudah memiliki validitas
isi dan konstruk dari segi kelayakan isi, penyajian materi, bahasa, dan kegrafikaan. Hal
ini berarti modul telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan ajar bagi siswa
pada materi peluang dan statistika.
Hasil validasi para ahli menunjukkan bahwa modul multimedia berbasis Course
Lab yang dikembangkan sudah memuat materi, latihan, dan evaluasi. Dengan demikian,
penyajian materi modul multimedia yang dikembangkan sudah valid dari segi isi
(relevansi). Modul yang dikembangkan sudah disusun secara sistematis sehingga tercipta
suasana yang memungkinkan siswa belajar dengan baik.
Validitas isi dan konstruk modul dari segi kelayakan isi dikategorikan valid.
Hasil validasi menunjukkan bahwa materi yang terdapat dalam modul sudah sesuai
dengan prinsip keilmuan materi tersebut. Materi ajar juga sudah sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendapat Muslich (2010) yang menyatakan
bahwa bahan ajar yang memiliki kelayakan isi adalah apabila terdapat kesesuaian materi
dengan kompetensi utama dan kompetensi pendukung, keakuratan materi, dan materi
pendukung pembelajaran.
Validitas isi dan konstruk modul dari segi kebahasaan dengan kategori sangat
valid. Hasil validasi ini menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan sudah memenuhi
kualitas kebahasaan sebuah bahan ajar yaitu memiliki keterbacaan yang baik, sesuai
dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta logika berbahasa yang sesuai.
Keterbacaan memiliki arti perihal dapat dibacanya teks secara cepat, mudah dipahami
dan diingat (Alwi, dkk, 2007: 83). Keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan
bahasa (kosakata, kalimat, paragraph, dan wacana) bagi kelompok atau tingkatan siswa
(Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 4). Bahan ajar yang memberi
kemudahan kepada siswa disebut sebagai bahan ajar yang mempunyai tingkat
keterbacaan yang tinggi (Kurniawan, 2014: 5).
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik, jelas, dan benar serta bahasa ragam
formal atau ilmiah dalam penyajian materi adalah keharusan. Bahasa yang baik dan jelas
adalah bahasa yang sesuai dengan keperluan komunikasi dalam bahasa pembelajaran.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah kebahasaan. Bahasa ragam
formal atau ilmiah adalah bahasa yang sesuai dengan suasana pembelajaran. Penggunaan
bahasa yang baik, jelas, dan benar akan mendorong kemampuan berbahasa yang baik bagi
siswa, baik secara lisan maupun tulisan.
Validitas modul dari segi kegrafikaan dengan kategori sangat valid. Hasil
validasi ini menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan sudah memiliki desain
tampilan dan kualitas grafika yang sesuai. Hal ini sesuai dengan standar BSNP yang
menyatakan bahwa bahan ajar yang berkualitas dari segi grafika adalah bahan ajar yang
memiliki desain tampilan yang sesuai serta kualitas dan daya tarik yang bagus.
Menurut BSNP, bahan ajar yang berkualitas harus memenuhi standar penyajian
materi, kelayakan isi, kebahasaan, dan kegrafikaan (Muljono, 2007: 20). Hasil penilaian
para ahli menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan sudah memiliki validitas isi
dan konstruk dari segi penyajian materi, kelayakan isi, bahasa, dan kegrafikaan. Menurut

99
para ahli, bahasa yang digunakan sudah mudah dipahami oleh siswa. Materi yang
disajikan juga sudah sesuai dengan silabus dan sudah konsisten dalam penyajian materi.
Kualitas bahan ajar bergantung pada kegunaannya untuk keperluan belajar
siswa. Semakin banyak keperluan yang dapat dilayani, semakin baik bahan ajar tersebut.
Misalnya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
kecepatannya sendiri; untuk melakukan pendalaman; untuk mengadakan revisi dan
refleksi; atau untuk mencatat hal-hal penting bagi keperluan lain. Kualitas bahan ajar
dengan demikian tidak hanya terletak pada rancang bangun bahan ajar itu sendiri, namun
juga pada kebermanfaatannya. Bahan ajar yang baik bukan sekadar kumpulan ide, namun
rancangan terprogram dan sistemik sehingga menjadi karya yang bermanfaat, ringkas
namun padat makna (Kurniawan, 2014: 3).
Hasil validasi modul dilihat dari validitas isi dan konstruk keempat aspek yang
dinilai, diperoleh kategori valid. Artinya, secara isi, materi yang disajikan dalam modul
sudah sesuai dengan materi yang harus dipelajari siswa untuk memperoleh capaian
pembelajaran. Secara konstruk, materi yang disajikan pada modul dapat mengarahkan
siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.
2. Praktikalitas Modul multimedia berbasis Course Lab
Hasil uji praktikalitas pada tahap evaluasi kelompok kecil menunjukkan bahwa
modul yang dikembangkan sudah menarik dan dapat digunakan untuk mempelajari
materi peluang dan statistika. Menurut siswa, modul ini menarik karena dilengkapi
dengan gambar dan animasi yang membantu siswa dalam memvisualisasikan materi yang
sedang dipelajari. Informasi yang disajikan juga membantu siswa dalam memahami
materi ajar.
Data praktikalitas pada tahap evaluasi kelompok kecil diperoleh melalui
pengisian angket oleh siswa. Berdasarkan hasil analisis angket tersebut diperoleh
kesimpulan bahwa modul yang dikembangkan sudah praktis. Menurut beberapa siswa,
modul yang dikembangkan ini sudah menarik karena bahasa yang digunakan mudah
dipahami dan alur penyajian materi yang sistematis sangat membantu siswa dalam
memvisualisasikan materi sehingga memudahkan mereka dalam memahami materi ajar.
3. Efektivitas Modul Multimedia
Pelaksanaan ujicoba lapangan bertujuan untuk mengetahui efektivitas modul
yang dikembangkan. Modul yang diujicoba pada tahap ini sudah valid menurut tinjauan
ahli. Pada tahap ujicoba kelompok kecil, modul ini juga dinyatakan sudah praktis dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil tes awal siswa kurang memuaskan. Berdasarkan hasil tes awal dapat
diperoleh informasi tentang pengetahuan siswa terhadap materi peluang dan statistika.
Dari jawaban siswa dapat diketahui bahwa pada umumnya siswa tidak dapat
memvisualisasikan dengan baik yang dimaksud dalam soal. Hasil tes akhir mengalami
peningkatan yang cukup signifikan terhadap tes awal. Pemahaman yang benar terhadap
materi memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa yang dapat dilihat
dari perolehan hasil belajar yang memuaskan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Suparno (1997: 61) bahwa hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui sendiri, baik itu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi
interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Pemahaman dan penerapan pengetahuan serta pengalaman yang diperoleh
melalui contoh soal dan latihan yang terdapat pada modul pengetahuan siswa serta

100
meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Sesuai dengan pendapat
Hamalik (2012: 95) yang menyatakan bahwa latihan memberikan pengalaman belajar
yang dapat membantu penguasaan aspek-aspek perubahan tingkah laku, mengembangkan
kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah, serta membantu proses belajar yang
efektif.

Penutup
Kesimpulan
Modul multimedia berbasis Course Lab yang dikembangkan diperuntukkan sebagai
sumber belajar alternatif bagi siswa dalam memahami materi peluang dan statistika.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil tinjauan ahli menunjukkan bahwa modul multimedia berbasis Course Lab
sudah memiliki validitas isi (relevansi) dan konstruk (konsistensi). Penilaian validitas
mencakup aspek kelayakan isi, penyajian materi, bahasa, dan kegrafikaan. Setiap
aspek yang divalidasi sudah dikategorikan valid dari segi isi dan konstruk.
2. Hasil evaluasi kelompok kecil yang melibatkan sepuluh siswa menunjukkan bahwa
prototipe modul multimedia yang dikembangkan sudah praktis. Penyajian materi
pada modul ini mudah dipahami, bahasa yang digunakan jelas dan mudah dimengerti.
3. Efektivitas modul yang diamati melalui hasil belajar siswa sebelum dan setelah
menggunakan modul multimedia ini menunjukkan bahwa modul tersebut sudah
efektif. Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan hasil evaluasi uji lapangan. Hasil uji
coba menunjukkan bahwa efektivitas modul multimedia tergolong sedang, dengan
kata lain modul multimedia yang dikembangkan telah efektif dalam meningkatkan
hasil belajar siswa
Saran
Berdasarkan hasil pengembangan yang dilakukan, pada bagian ini disajikan beberapa
saran yang dapat dijadikan dasar dalam mengambil kebijakan, menggunakan produk,
serta untuk melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut.
1. Modul multimedia berbasis Course Lab ini dapat dijadikan sebagai alternatif sumber
belajar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
2. Modul ini dikembangkan hanya pada materi Peluang dan Statistika, guru atau peneliti
lain dapat menggunakan course lab sebagai media dalam mengembangkan bahan ajar
dengan jangkauan materi yang lebih luas atau disiplin ilmu yang berbeda.
3. Modul ini dapat digunakan oleh guru sebagai bahan ajar dalam proses pembelajaran
yang menggunakan model blanded learning.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2007. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Asyhar, Rayandra. (2011). Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: GP
Press.
Binanto, Iwan, (2010). Multimedia Digital Interaktif, Teori dan Pengembangannya.
Andi: Yogyakarta.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

101
Hake, Richard. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. (On-Line). Tersedia:
www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Diunduh 20
Oktober 2016
Hamalik, Oemar. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Kurniawan, Khaerudin. 2014. Handout Mata Kuliah Menulis Buku Ajar Ilmiah.
file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR.../Handout_Buku_Ajar.pdf
Miles,Matthew B &Huberman, A Michael. (1992). Analisis Data Kualitatif
(TjetjepRohendiRohidi.Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia
Muljono, Pudji. 2007. “Kegiatan Penilaian Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan
Menengah”. Buletin BSNP, II (1): 21.
Muslich, Masnur. 2010. Text Book Writing. Jogjakarta: Ar-ruz Media
Novandi, Ahmad. (2016). Pengembangan Media Pembelajaran Presentasi Menggunakan
Courselab 2.4 pada Kompetensi Dasar-Dasar Elektronika Digital di SMK 3 Negeri
Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro,Vol 5, No 1.
Plomp, T & Nienke Nieveen. 2013. Educational Design Research Part A: An
Introduction. Enschede: slo
Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva
Press.
Riduwan, M.B.A. 2010. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan Dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Ridwansyah dkk. (2009). Manual CourseLab. ICT center universitas Negeri makasar.
............... (2008). Courselab 2.4 User Manual, Free Tools For Free People. Web Soft
Ltd: Russia
.............,http://www.courselab.com
Sri Rahayu, Nanik, (2013). Pengenalan CourseLab, Modul Diklat ITC 2013, PPPPTK
BOE / VEDC: Malang.
Sudaryono. 2013. Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan.Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

102
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS E-
LEARNING PADA MATA KULIAH KALKULUS DIFFERENSIAL UNTUK
MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA

Reza Kusuma Setyansah, S.Pd., M.Pd.


Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun
Alamat Institusi Setia Budi No. 85 Madiun

Abstrak: Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis e-learning untuk


menumbuhkan kemandirian mahasiswa pada matakuliah kalkulus differensial, dengan
pendukung office 365 diharapkan meningkatkan pembelajaran mahasiswa secara mandiri
maupun kerjasama kelompok. Bentuk perangkat pembelajaran menggunakan office 365
menampilkan langkah program maple ke dalam sway onlineumpan balik mahasiswa
dengan onenote online, diharapkan membantu kemandirian belajar mahasiswa. Untuk itu,
penelitian ini menggunakan modifikasi model pengembangan sugiyono, Robert Maribe
Branch,ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation).
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Komputer Prodi Pendidikan
Matematika IKIP PGRI Madiun. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang telah
menempuh semester I pada program studi pendidikan matematika. Hasil dari validasi ahli
media diperoleh 87,50%, yang berarti memiliki tingkat kelayakan tinggi, dari ahli materi
89,67%, yang berarti tingkat kelayakan tinggi, dari uji coba produk diperoleh persentase
88,89%, yang berarti tingkat kelayakan tinggi, dan dari uji coba respon pemakaian
mendapatkan persentase 93,67% , yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi. Selain itu
nilai respon kemandirian belajar mahasiswa konvensional sebesar 79,57% sesudah
diberikan perangkat e-learning mengalami peningkatan sebesar 96,73%, Sedemikian
sehingga hasil perangkat pembelajaran berbasis e-learning pada mahasiswa untuk mata
kuliah kalkulus differensial dapat dinyatakan layak.

Kata Kunci: Perangkat Pembelajaran, e-Learning, Kemandirian Belajar, Kalkulus


Differensial

103
PENDAHULUAN
Calon pendidik pada program studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun,
kalkulus merupakan matakuliah yang harus ditempuh oleh seluruh mahasiswa pendidikan
matematika. Dalam pedoman kurikulum program studi Pendidikan Matematika
matakuliah kalkulus dibagi menjadi kalkulus I, kalkulus II dan kalkulus lanjut. Dilihat
dari porsi yang diberikan untuk mata kuliah kalkulus, memang kalkulus merupakan
matakuliah yang sangat penting dan harus dikuasai oleh mahasiswa, karena mata kuliah
kalkulus sangat esensial sebagai matakuliah prasyat untuk matakuliah selanjutnya, seperti
Persamaan Differensial, Statistika Matematika, Analisis Vektor, Analisis Numerik, Nilai
Awal dan Syarat Batas, Matematika Ekonomi.
Mahasiswa yang menguasai matakuliah kalkulus akan sangat membantu dalam
mengikuti matakuliah selanjutnya, karena memang kalkulus wajib dikuasai oleh
mahasiswa. Mahasiswa yang belum menguasai konsep kalkulus tentunya akan
menghambat proses pembelajaran, karena Dosen harus mengulang kembali materi yang
seharusnya sudah dikuasai mahasiswa pada semester sebelumnya. Dapat dibayangkan
banyaknya matakuliah yang mensyaratkan matakuliah kalkulus yang harus dikuasai
mahasiswa ternyata masih banyak mahasiswa yang belum menguasai konsep kalkulus.
Tentunya akan berdampak pada kemampuan pemahaman mahasiswa pada matakuliah
selanjutnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut adalah mengembangkan
suatu pembelajaran yang mampu menarik minat, menumbuhkan motivasi kemandirian
belajar dan menyenangkan dengan memanfaatkan software matematika sebagai media
pembelajaran.(Arsyad, 2011: 24) penggunaan komputer sebagai media dalam belajar di
antaranya adalah mempunyai kelebihan dalam mempresentasikan grafik dan gambar
sebagai bentuk visual yang dapat diamati dan dipelajari mahasiswa, juga dapat
menghitung perbagai persoalan dalam kalkulus. Oleh karena itu sangat beralasan jika
peneliti pendidikan menyatakan bahwa komputer secara potensial dapat difungsikan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya matematika.
Bentuk perangkat pembelajaran dalam penelitian ini menggunakane- learning.
E-learningmenurut (Hartoyo, 2012: 112)berarti pembelajaran dengan menggunakanjasa
bantuan perangkat elektronik seperti audio, videotape, transmisi satelit atau komputer.
Perangkat pembelajaran e-learning dengan menerapkanoffice 365 menampilkan langkah
program maple ke dalam sway online umpan balik mahasiswa dengan onenote online,
diharapkan membantu kemandirian belajar mahasiswa, Menurut Printrich (dalam
Bokaerts et al., 2000: 453), self regulated learning (SRL) didefinisikan sebagai proses
konstruktif ketika siswa menetapkan tujuan belajar sekaligus mencoba memantau,
mengatur, dan mengendalikan pengamatan motivasi, serta perilakunya yang di batasi oleh
tujuan belajar dan kondisi lingkungan.
Diharapkan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis e-learning pada
matakuliah kalkulus differensial dengan memanfaatkan software matematika diharapkan
dapat meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa mahasiswa IKIP PGRI Madiun.

METODE

Pengembangan media dalam penelitian ini menggunakan pendekatan


pengembangan Robert Maribe Branch yaitu ADDIE merupakan perpanjangan dari

104
Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation. Analysis, berkaitan
dengan kegiatan analisis terhadap situasi kerja dan lingkungan sehingga dapat ditemukan
produk apa yang perlu dikembangkan. Design, merupakan kegiatan perancangan produk
sesuai dengan yang dibutuhkan. Development adalah kegiatan menggunakan produk, dan
Evaluation adalah kegiatan menilai apakah setiap langkah kegiatan dan produk yang telah
dibuat sudah sesuai dengan spesifikasi atau belum. (Sugiyono, 2015). Sugiyono
mengemukakan menciptakan produk yang kreatif berarti membuat produk baru yang
memiliki nilai tambah dan belum pernah ada. Original berarti belum ada orang lain yang
membuatnya. (Sugiyono, 2015). Dalam hal ini peneliti telah memeriksa untuk perangkat
pembelajaran berbasis e-learning pada mata kuliah kalkulus differensial belum ada yang
menerapkan.
Teruji, berarti produk tersebut secara empiris kualitasnya melalui berbagai
pengujian lapangan. Langkah-langkah pengembangan media yang digunakan mengikuti
model pengembangan ADDIE yaitu terlihat pada gambar skema berikut.

Gambar 1. Flowchart Desain Penelitian

Berdasarkan prosedur penelitian dan pengembangan di atas, pengujian


pengembangan perangkat pembelajaran berbasis e-learning melalui tiga tahap, yaitu:
validasi ahli materi dan media, uji coba produk dan uji coba pemakaian. Uji coba produk
melibatkan tiga mahasiswa dan uji coba pemakaian melibatkan dua puluh tujuh
mahasiswa. Terdapat dua jenis data yang harus dikumpulkan, yaitu: data kualitatif dan
kuantitatif. Instrumen data kuantitatif berupa: (1) angket pada ahli media, ahli materi, dan
mahasiswa, (2) penilaian terhadap kemandirian belajar. Data kualitatif berupa saran
validator. Mahasiswa mengalami peningkatan kemandirian belajar, apabila terdapat
peningkatan yang terpenuhi (Persentase > 70%) pre-test angket dan post-testangket
.Adapun angket kemandirian belajar menggunakanlima indicator menurut Syaiful Bahri
Djamarah, (2002: 14),lima indikator kemandirian belajar diantaranya kesadaran akan
tujuan belajar, kesadaran akan tanggung jawab belajar, kontinuitas belajar, keaktifan
belajar dan efisiensi belajar.

105
Kualifikasi hasil respon angket (Arikunto, 2007: 264)
skor total
Persentase respons = x100 %
skor maksimal

Kualifikasiangket respons sesuai dengan tabel berikut


Tabel 1. Kualifikasi Hasil Persentase Skor Angket
No Rentang persentase skor yang Kualifikasi
diperoleh
1 81% - 100% Sangat Tinggi
2 61% - 80% Tinggi
3 41% - 60% Sedang
4 21% - 40% Rendah
5 < 21% Sangat Rendah

Tabel 2. Kualifikasi Hasil Persentase Skor Angket Respons Mahasiswa


No Rentang persentase skor yang Kualifikasi
diperoleh
1 81% - 100% Sangat Tinggi
2 61% - 80% Tinggi
3 41% - 60% Sedang
4 21% - 40% Rendah
5 < 21% Sangat Rendah

HASIL

Hasil pada penelitian ini adalah e-learning tentang perangkat pembelajaran


matakuliah kalkulus differensial dengan menerapkan office 365. E-Learning ini terdiri
dari halaman utama (wordpress), materi (swayonline), evaluasi (onenoteonline), RPS dan
Silabus (google drive).
Adapun bentuk tampilan halaman utama, halaman materi, evaluasi, hasil validasi
produk akan dibahas sebagai berikut.
Halaman utama, akan berisikan beberapa muatan matakuliah yang diisikan
dalam linkpage wordpress, diantaranya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kalkulus differensial.

106
Gambar 2. Tampilan Halaman Utama E-Learning

Gambar 3. Tampilan Halaman Materi E-Learning

107
Gambar 4. Tampilan Halaman Evaluasi E-Learning

Berdasarkan angket ahli media, diperoleh persentase kesesuaian indikator


relevansi, sistematika sajian, kesesuaina sajian dengan tuntutan pembelajaran yang
terpusat pada mahasiswa, kesesuaian bahasa dengan kaidah bahasa indonesiayang baik
dan benar, keterbacaan dan komunikatif. Diperoleh hasil persentase secara berturut-turut
87,50%, 87,50, 91,67%, 75,00%, dan 87,50. Sehingga persentase skor total kelayakan
media sebesar 87,50%. Persentasekelayakan isi media ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Validasi Ahli Media


No. Indikator Butir Nilai Persentase
Indikator Validator
1. Relevansi 1, 2, 3, 4 14 87,50%
2. Sistematika Sajian 5,6 7 87,50%
3. Kesesuaian sajian dengan tuntutan 7,8,9 11 91,67%
pembelajaran yang terpusat pada
mahasiswa
4. Kesesuaian bahasa dengan kaidah 10 3 75,00%
bahasa Indonesia yang baik dan
benar
5. Keterbacaan dan kekomunikatifan 11,12 7 87,50%
Jumlah tingkat skor total kelayakan 42 87,50%
Kode Tingkat Kelayakan Sangat ST
Tinggi

Berdasarkan angket ahli materi, diperoleh persentase kesesuaian indikator


kesesuai dengan hirarki kurikulum, kesesuaian dengan penyusunan materi, kesesuaian
evaluasi materi, kesesuaian peserta didik, kesesuaian dengan sarana dan prasarana.

108
Diperoleh hasil persentase secara berturut-turut 91,67%, 91,67, 93,75%, 83,33%, dan
83,33. Sehingga persentase skor total kelayakan media sebesar 89,67%.
Persentasekelayakan isi media ditunjukkan pada Tabel 4

Tabel 4. Hasil Validasi Ahli Materi


No. Indikator Butir Nilai Persentase
Indikator Validator
1. Kesesuaian dengan hierarki 1, 2, 3 11 91,67%
kurikulum
2. Kesesuaian dengan penyusunan 4, 5, 6 11 91,67%
materi
3. Kesesuaian evaluasi materi 7, 8, 9, 10 15 93,75%
4. Kesesuaian peserta didik 11, 12, 13 10 83,33%
5. Kesesuaian dengan sarana dan 14, 15, 16 10 83,33%
prasarana
Jumlah tingkat skor total kelayakan 57 89,67%
Kode Tingkat Kelayakan Sangat Tinggi ST

Berdasarkan angket uji coba produk,diperoleh persentase kemenarikan dan


kegunaan media bagi masing-masing mahasiswa85,42%, 87,50% dan 93,75%.
Sehinggapersentase skor total uji coba produk sebesar 88,89%. Persentase kelayakan uji
coba ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Coba Produk E-Learning


No. Indikator Butir Persentase Kode Jumlah Kode
Indikator Kelayakan Persentase Kelayakan
total
1. Perhatian 1, 3, 6, 85,42% ST 88,89% Sangat
(Attention) 12 Tinggi
2. Kepercayaan Diri 2, 4, 8, 87,50% ST (ST)
(Confidence) 10
3. Kepuasan 5, 7, 9, 93,75% ST
(Satisfaction) 11

Keterangan
Skor butir ideal indikator perhatian (attention) adalah 432
Skor butir ideal indikator kepercayaan diri (confidence) adalah 432
Skor butir ideal indikator kepuasan (satisfaction) adalah 432
Skor butir ideal indikator total adalah 1296

Berdasarkan angket uji coba pemakaian produk,diperoleh persentase


kemenarikan dan kegunaan media bagi keseluruhan mahasiswa,93,06%, 93,06% dan
94,91%. Sehinggapersentase skor total uji coba pemakaian produk sebesar 93,67%.
Persentase kelayakan uji coba pemakaian produk ditunjukkan pada Tabel 6.

109
Tabel 6. Hasil Uji Coba Pemakaian E-Learning
No. Indikator Butir Nilai
Indikator Jumlah Persentase Tingkat
Skor Kelayakan
1. Perhatian (Attention) 1, 3, 6, 12 402 93,06% Sangat
Tinggi
2. Kepercayaan Diri 2, 4, 8, 10 402 93,06% Sangat
(Confidence) Tinggi
3. Kepuasan (Satisfaction) 5, 7, 9, 11 410 94,91% Sangat
Tinggi
Jumlah total 1214 93,67% Sangat
Tinggi

Berdasarkan angket kemandirian belajar,diperoleh persentase kesadaran akan


tujuan belajar, kesadaran akan tanggung jawab belajar, kontinuitas belajar, keaktifan
belajar dan efisiensi belajar. Persentase kemandirian belajar hasil pre-test 79,57% dan
post-test 95,73%, berikut ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Data Angket Kemandirian Belajar Mahasiswa


No. Indikator Butir Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Indikator Skor Pre-Test Skor Post-Test
1. Kesadaran akan 1, 2, 3, 4, 5, 789 81,17% 938 96,50%
tujuan belajar 6, 7, 8, 9
2. Kesadaran akan 10, 11, 12, 681 78,82% 831 96,18%
tanggung jawab 13, 14, 15,
belajar 16, 17
3. Kontinuitas belajar 18, 19, 20, 754 77,57% 940 96,71%
21, 22, 23,
24, 25, 26
4. Keaktifan belajar 27, 28. 29, 678 78,47% 854 98,84%
30, 31, 32,
33, 34
5. Efisiensi belajar 35, 36, 37, 793 81,58% 929 95,58%
38, 39, 40,
41, 42, 43
Jumlah tingkat skor total kelayakan 3695 4492
Persentase Peningkatan 79,57% 96,73%
Kode Tingkat Peningkatan Tinggi Sangat
Tinggi
Keterangan
Skor butir ideal indikator kesadaran akan tujuan belajar adalah 972
Skor butir ideal indikator kesadaran akan tanggung jawab belajar adalah 864
Skor butir ideal indikator kontinuitas belajar adalah 972

110
Skor butir ideal indikator keaktifan Belajar adalah 864
Skor butir ideal indikator efisiensi Belajar adalah 972
Skor butir ideal indikator total adalah 4644

PEMBAHASAN

Hasil dari validasi perangkat pembelajaran yang dikembangkan diperoleh


persentase 87,50% dari ahli media, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi, dari ahli
materi diperoleh persentase 89,67%, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi, dari uji
coba produk diperoleh persentase 88,89%, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi,
dan dari uji coba pemakaian mendapat persentase 93,67%, yang berarti tingkat kelayakan
sangat tinggi. Persentase kelayakan modul ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Persentase Kelayakan Produk Perangkat Pembelajaran


No. Indikator Persentase Klasifikasi
Kelayakan
1. Persentase kelayakan media 87,50% Sangat Tinggi
2. Persentase kelayakan materi 89,67% Sangat Tinggi
3. Persentase kelayakan uji coba produk 88,89% Sangat Tinggi
4. Persentase kelayakan uji coba pemakaian 93,67% Sangat Tinggi
produk

Hasil peningkatan dari kemandirian belajar, ditunjukkan skor angket


kemandirian belajar pre-testdan post-test, terdapat tingkat peningkatan dari klasifikasi
tinggi sebesar 79,57% ke klasifikasi peningkatan sangat tinggi sebesar 96,73%.

Tabel 9. Hasil Persentase Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa


No. Indikator Persentase Persentase Klasifikasi
Pre-Test Post-Test
1. Kesadaran akan tujuan belajar 81,17% 96,50% Terdapat
Peningkatan
2. Kesadaran akan tanggung jawab 78,82% 96,18% Terdapat
belajar Peningkatan
3. Kontinuitas belajar 77,57% 96,71% Terdapat
Peningkatan
4. Keaktifan belajar 78,47% 98,84% Terdapat
Peningkatan
5. Efisiensi belajar 81,58% 95,58% Terdapat
Peningkatan
Persentase Peningkatan Rata- 79,57% 96,73%
Rata

111
KESIMPULAN

Perangkat Pembelajaran menerapkan e-learning dengan menggunakan tampilan


sway online dan umpan balik tugas mahasiswa dengan menggunakan onenote online.
Hasil dari validasi materi yang dikembangkan dalam webpage, onenote,sway diperoleh
87,50%dari ahli media, yang berarti memiliki tingkat kelayakan tinggi, dari ahli materi
89,06%, yang berarti tingkat kelayakan tinggi, dari uji coba produk diperoleh persentase
91,67%, yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi, dan dari uji coba respon pemakaian
mendapatkan persentase 93,67% , yang berarti tingkat kelayakan sangat tinggi. Selain itu
nilai respon kemandirian belajar mahasiswa tanpa perangkat e-learning sebesar 79,57%
sesudah diberikan perangkat e-learning mengalami peningkatan sebesar 96,73%,
Sedemikian sehingga hasil perangkat pembelajaran berbasis e-learning pada mahasiswa
untuk mata kuliah kalkulus differensial dapat dinyatakan layak.

SARAN

Agar produk yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara maksimal, maka perlu
memperhatikan saran kebermanfaatan, Saran deseminasi kepada sasaran yang lebih luas
dan saran pengembangan produk lebih jauh.
1. Saran Kebermanfaatan, sebaiknya pengajar lebih menerapkan metode tutorial terhadap
materi yang disajikan dalam perangkat pembelajaran e-learning terhadap aplikasi
penerapan program maple kedalam materi kalkulus differensial.
2. Saran Deseminasi, perangkat pembelajaran e-learning dapat dikembangkan terhadap
latihan yang melibatkan peserta didik agar mampu memantau hasil perkembangan
hasil belajar.
3. Saran Pengembangan, persentase kelayakan perangkat pembelajaran e-learningbelum
mencapai 100%. Karena itu, pengembangan perangkat pembelajarane-learningmasih
dapat ditingkatkan demi peningkatan kemandirian belajar mahasiswa.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, P. S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi


Aksara.
Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Boekaerts, M. (2002). The on-line motivation questionnaire: A self-reporrt instrument
to assess student's context sensitivity. Advances in motivation and achievement,
New York, 1st ed. Vol. 12, pp 43-76.
Djamarah, S. B. (2002). Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, S. B., & Zani, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoyo. (2012). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Bahasa.
Semarang: Pelita Insani.
Koehler, M. J., & Mishra, P. (2005). Teachers Learning Technology by Design. Journal
of Computing in Teacher Education (Volume 21 / Number 3 Spring 2005), 94.
Montalvo, F. T., & Torres M,, C. G. (2004). Self regulated learning : current & future
directions. Electronics Journals of Research in Educational Psychology, 1-34.

112
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and
Development/R&D). In Sugiyono, Metode Penelitian dan Pengembangan
(Research and Development/R&D) (p. 30). Bandung: CV. Alfabeta.
Zimmerman, B. J. (1989). A Social Cognitive View Of Self-Regulated cademic.
Journal Of Educational Psycology, Vol. 81, NO. 3, 329-339.

113
PENGEMBANGAN MODUL ALJABAR MENGGUNAKAN APLIKASI EXE
LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIKA
PADA SISWA KELAS VII SMP

Widarso Pujianto EP
widarso78ut@gmail.com

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui kualitas pengembangan modul


matematika realistik berbasis exe learning materi bentuk aljabar untuk meningkatkan
pemahaman matematika pada siswa kelas VII SMP ditinjau dari aspek kevalidan,
kepraktisan, dan keefektifan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and
development). Penelitian pengembangan dilakukan dengan mengacu pada prosedur R &
D dari Borg & Gall melalui beberapa modifikasi yang terdiri atas langkah-langkah
berikut: (1) studi pendahuluan dan pengumpulan data, (2) penyusunan modul, (3) validasi
modul dilanjutkan revisi, (4) focus group discussion dilanjutkan revisi hasil focus group
discussion, (5) uji coba lapangan awal, (6) penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan
awal, (7) uji pelaksanaan lapangan, (8) revisi hasil uji pelaksanaan lapangan.
Modul aljabar yang dihasilkan telah valid karena telah memenuhi dua jenis
validitas, yaitu: validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi karena dalam proses
pengembangannya telah disesuaikan dengan prosedur R & D dari Borg & Gall.
Sedangkan ditinjau dari validitas konstruk dimana penilaiannya berdasarkan keterkaitan
antar berbagai komponen yang menyusun produk telah divalidasi oleh dua orang ahli
materi dan dua orang ahli media. Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini, telah
memenuhi kriteria praktis berdasarkan respon siswa diperoleh skor yang baik. Dan modul
ini telah efektif karena berdasarkan nilai t hitung (4,834) > t tabel (2,042) artinya hasil
belajar pemahaman matematika siswa kelas eksperimen berbeda dengan pemahaman
matematika siswa kelompok kontrol. Dari ketiga kriteria tersebut maka modul
menggunakan aplikasi exe learning ini telah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.

Kata kunci: Modul, Exe Learning.

114
Pendahuluan

Salah satu materi yang dipelajari di SMP pada kurikulum pendidikan nasional
adalah materi aljabar. Pembelajaran aljabar dalam kurikulum pendidikan nasional
bertujuan untuk “membekali siswa agar dapat berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan
kreatif”. Kemampuan tersebut diperlukan agar siswa dapat mampu menghadapi tantangan
dalam kehidupan.
Dalam pembelajaran matematika SMP, penyampaian konsep aljabar sampai saat
ini hanya bersifat sebagai penyampaian informasi yang tidak melibatkan siswa untuk
menumbuhkan pemahamannya sendiri. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh De
Lange (1987, dalam Turmudi, 2010) bahwa pembelajaran matematika sering kali
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan “guru dengan mengenalkan subjek,
memberikan satu atau dua contoh, lalu memberikan beberapa pertanyaan yang diakhiri
dengan mengerjakan soal latihan yang diambil dari buku”. Pembelajaran selanjutnya akan
mengulang kegiatan dari awal lagi.
Dalam proses pembelajaran aljabar biasanya siswa hanya melihat apa yang guru
terangkan dan menyalin tulisan guru di papan tulis, hal ini sesuai dengan pernyataan
Silver (1989, dalam Turmudi, 2010) yang menyatakan “bahwa pada umumnya dalam
pembelajaran matematika, siswa hanya menonton bagaimana guru mendemonstrasikan
penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa hanya menyalin apa yang
telah dituliskan oleh guru”.
Kenyataaan yang terjadi di dalam SMP Negeri 1 Sukosari, kebanyakan para siswa
tidak menyukai mata pelajaran matematika. Sehingga yang terjadi mereka sering
mengabaikan bahkan tak jarang pula yang mengerjakan soal-soal dengan asal-asalan.
Menurut pengakuan lebih dari 75% siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukosari, objek
matematika yang abstrak membuat siswa sulit memahami dalam waktu yang terbatas.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemilihan pembelajaran untuk
mengoptimalkan hasil belajar siswa sangat penting. Dalam pembelajaran matematika
guru harus menggunakan metode dan bahan ajar pembelajaran yang bervariasi dan
disesuaikan dengan kondisi siswa sehingga siswa lebih memahami materi yang
disampaikan dan siswa lebih berkesan dengan pembelajaran yang telah disampaikan serta
siswa akan lebih mengingat dan tidak mudah melupakan hal-hal yang dipelajarinya
Salah satunya metode pembelajaran adalah matematika realistik yang
menggunakan masalah-masalah kontekstual (contextual problems). Untuk bahan ajar
yang dapat digunakan untuk membantu proses pembelajaran adalah modul. “Modul
ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang komponen dasar bahan ajar”
(Majid, 2006:176). Menurut Russel (1974, dalam Wena 2009: 230), “sistem pembelajaran
modul akan menjadikan pembelajaran lebih efisien, efektif, dan relevan. Dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional yang cenderung bersifat klasikal dan dilaksanakan
dengan tatap muka”. Untuk membantu siswa memahami modul, peneliti
mengembangkan pembelajaran menggunakan aplikasi web dengan aplikasi exe learning.

115
Exe memiliki beberapa keunggulan, antara lain: mudah digunakan, mudah dalam
merancang, gratis (free), standar e-learning; dan dapat digunakan pada sistem operasi
Windows maupun Linux (Priyambodo, 2010). Alasan tersebut membuat peneliti lebih
tertarik untuk mengembangkan bahan ajar berbentuk modul menggunakan aplikasi exe
learning.
Di tingkat SMP matematika masih sangat perlu menggunakan alat peraga
pembelajaran, hal ini diterangkan dalam Sobel dan Maletsky (2001:121) disebutkan
bahwa model konkret dan media tidak hanya cocok untuk di awal pembelajaran
matematika pada tingkat sekolah dasar, tetapi sama pentingnya untuk siswa tingkat
sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas. Sifat abstrak dari aljabar
membuat setiap eksperimen yang bersifat manipulatif dan aktivitas visualisasi menjadi
lebih berharga. Alat peraga yang akan digunakan adalah alat peraga kertas berwarna.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana kualitas pengembangan
modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning untuk meningkatkan pemahaman
matematika pada siswa kelas VII SMP ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan?

Metode Penelitian
Penelitian modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning ini dilaksanakan di SMP
Negeri 1 Sukosari. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research
and development). Penelitian pengembangan dilakukan dengan mengacu pada prosedur
R & D dari Borg & Gall (1989, dalam Sukmadinata, 2012) melalui beberapa modifikasi
yang terdiri atas langkah-langkah berikut: (1) studi pendahuluan dan pengumpulan data;
(2) penyusunan modul menggunakan aplikasi exe learning; (3) validasi modul
menggunakan aplikasi exe learning dilanjutkan revisi; (4) focus group discussion
dilanjutkan revisi; (5) uji coba lapangan awal; (6) penyempurnaan produk hasil uji coba
lapangan awal; (7) uji pelaksanaan lapangan; dan (8) revisi hasil uji pelaksanaan
lapangan.
Subjek penelitian pengembangan modul matematika untuk pembelajaran berbasis
masalah ini dibagi dalam beberapa tahap berikut: (1) subjek validasi modul, yang terdiri
dari empat ahli yaitu dua ahli materi dan dua ahli media; (2) subjek Focus Group
Discussion (FGD), yang diambil dari tiga guru yang mengajar matematika di SMP; (3)
subjek uji coba lapangan, diambilkan dari siswa-siswa kelas VIIC SMP untuk angket
respon siswa diberikan pada 5 siswa; (4) subjek uji lapangan, yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal, dan homogen, serta
memiliki kemampuan awal yang sama. Untuk uji perbedaan rata-rata dengan uji-t
independen diambil dari data pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada
subjek uji lapangan juga diberikan angket respon siswa terhadap modul yang digunakan
dalam pembelajaran di kelas. Perhitungan dan pedoman teknik analisis pada tahap juga
mengacu pada skala Likert dengan empat kriteria.

116
Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Studi Pendahuluan
Berikut adalah beberapa hal yang menjadi perhatian dan temuan peneliti setelah
mengadakan studi pendahuluan.
a. Disekolah masih menggunakan bahan ajar yang belum realistik, dalam penjabarannya
tidak menggunakan alat peraga dan jarang memanfaatkan teknologi informatika
komputer (TIK).
b. Siswa kelas VII SMP usianya berkisar 13 tahun. Hal ini juga menjadi pertimbangan
peneliti dalam menyusun modul menggunakan aplikasi exe learning untuk
pembelajaran realistik agar sesuai dengan karakteristik siswa.
2. Hasil Penyusunan Modul
Penyusunan modul diawali dengan menyusun komponen RME yang diterapkan
dalam modul menggunakan aplikasi exe learning. Komponen pembelajaran RME antara
lain: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual,
membandingkan dan mendiskusikan jawaban, diskusi kelas dan menyimpulkan.
Modul yang disusun peneliti terdiri atas tiga bab yaitu bab I pengertian aljabar,
bab II operasi penjumlahan dan pengurangan, dan bab III operasi perkalian, perpangkatan
dan pembagian. Garis besar susunan modul untuk pembelajaran realistic sebagai berikut:
(1) bagian awal, berisi: sampul (bagian awal), kata pengantar, petunjuk penggunaan
modul, peta konsep, daftar isi (menu); (2) bagian inti, berisi: pendahuluan, kegiatan
pembelajaran dan kegiatan akhir; (3) bagian akhir, berisi: uji kompetensi, daftar pustaka
dan glosarium.

3. Hasil Validasi Modul


a. Hasil Validasi Ahli Materi
Validasi kepada ahli materi dilakukan dengan meminta bantuan kepada ahli yang
berkompeten. Peneliti menyerahkan modul yang telah disusun kepada ahli materi dengan
menyertakan kisi–kisi dan lembar penilaian modul. Secara keseluruhan berdasarkan
penilaian yang diperoleh dari ahli materi yang meliputi penilaian terhadap komponen
kelayakan isi, kelayakan penyajian, dan komponen RME, kesemuanya termasuk dalam
kategori baik.
Beberapa masukan dari kedua ahli materi setelah validasi adalah
1) perbaikan bagian pengetikan ataupun tulisan yang masih salah,
2) contoh permasalahan yang ditunjukkan sebaiknya yang real dan mudah dipahami
siswa tingkat SMP,
3) perbaikan pada konsep karena ada beberapa konsep yang masih perlu diperbaiki,
4) soal ataupun permasalahan yang diberikan dibuat lebih jelas dan rinci,
5) pemberian masalah kontekstual pada awal bab sebaiknya permasalahan yang tidak
terlalu kompleks bagi siswa SMP tetapi bisa menjembatani siswa untuk
menghubungkan permasalahan tersebut dengan materi yang akan dipelajari.

117
b. Hasil Validasi Ahli Media
Validasi kepada ahli media dilakukan dengan menyerahkan modul yang telah
disusun oleh peneliti kepada ahli media dengan menyertakan kisi-kisi dan lembar
penilaian. Penilaian dari kedua ahli media menunjukkan bahwa komponen kegrafikan dan
bahasa modul termasuk kategori baik.
Berikut adalah beberapa saran dan masukan dari ahli media antara lain: (1) perbaikan
penulisan notasi atau simbol matematika; (2) perbaiki gambar maupun tabel yang
bernomor; (3) perbaikan penulisan (kesalahan ketik) dan (4) sebaiknya bagan yang berisi
konsep materi berada dalam satu halaman sehingga memudahkan siswa untuk memahami
alur/urutan materi dalam modul.

c. Hasil Revisi I
Revisi modul tahap I dilakukan berdasarkan saran dari para validator. Hasil revisi
secara terus-menerus dikonsultasikan dengan ahli materi dan media sampai diperoleh draf
yang layak dan dinyatakan siap untuk diujicobakan. Berdasarkan penilaian dari ahli
media dan ahli materi modul yang dibuat oleh peneliti telah layak untuk dikembangkan
dan layak digunakan namun tidak menutup kemungkinan untuk diadakan evaluasi
kembali. Baik dari ahli materi maupun ahli bahasa memberikan masukan mengenai
perbaikan modul karena terdapat salah ketikan, nama tabel maupun gambar, konsep yang
masih harus diperbaiki, gambar yang kurang jelas sehingga berpotensi membingungkan
siswa, serta permasalahan nyata yang terapkan dalam modul.

d. Hasil Focus Group Discussion (FGD)


FGD dalam penelitian ini dilakukan dengan berdiskusi bersama guru mata
pelajaran matematika SMPN 1 Sukosari. FGD ini merupakan diskusi kelompok yang
fokus membahas modul yang sebelumnya telah selesai direvisi berdasarkan validasi ahli
media dan materi. Dalam FGD ini peneliti memaparkan modul yang telah direvisi agar
bisa digunakan pada uji coba lapangan awal, selanjutnya peserta FGD menanggapi
dengan memberikan saran, kritik, dan pendapat demi perbaikan modul. Diskusi dengan
para guru dalam FGD dilakukan dengan menyertakan angket guru terhadap modul agar
nantinya modul bisa digunakan oleh guru dan siswa secara luas khususnya untuk kelas
VII SMP.
Komponen yang dinilai yaitu: teknik penyajian, kesesuaian bahasa, kesesuaian isi,
keakuratan materi, kepraktisan dan kemudahan, komponen RME, dan pengembangan
kemampuan berpikir total nilai dari keseluruhan komponen adalah 76,5% dan termasuk
kategori baik dalam skala empat untuk semua aspek pada guru dalam FGD setuju bahwa
modul termasuk dalam kategori baik untuk digunakan pada tahap selanjutnya.
Beberapa hal yang menjadi perhatian peneliti pada tahap ini yaitu modul
menggunakan aplikasi exe learning untuk pembelajaran RME dapat diterapkan pada SMP

118
kelas VII, secara umum modul tersebut disetujui dengan beberapa penyempurnaan,
modul tersebut dapat membantu siswa untuk bisa menjembatani dalam menghubungkan
hal-hal yang ada dalam kehidupan nyata dengan konsep matematika yang sering dianggap
terlalu abstrak dan sulit oleh siswa.

e. Hasil Revisi II
Revisi II dilakukan setelah mendapatkan masukan dan saran dari para guru peserta
FGD. Beberapa perbaikan yang dilakukan yaitu pada penambahan daftar pustaka dan
penyederhanaan modul.

f. Uji Coba Lapangan Awal


Modul yang telah mendapat perbaikan atau revisi baik dari proses validasi
maupun FGD selanjutnya diujicobakan pada lapangan awal. Dalam penelitian ini uji coba
lapangan awal dilakukan peneliti dengan memberikan modul menggunakan aplikasi exe
learning beserta angket kepada lima siswa SMP Negeri 1 Sukosari. Uji coba lapangan
awal ini bertujuan untuk analisis terhadap tes hasil belajar dan mengetahui tingkat
keterbacaan siswa, pemahaman, maupun ketertarikan terhadap modul sebelum pada
akhirnya modul siap dipraktekkan dalam pembelajaran di kelas yaitu pada uji
pelaksanaan lapangan.
1) Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Menggunakan Modul
Instrumen dalam uji ini berupa angket yang diisi oleh lima siswa. Dalam uji coba
lapangan awal ini peneliti menjabarkan modul dan isi dari instrumen sehingga kelima
siswa tersebut mengerti dengan betul isi dari angket yang digunakan. Aspek yang dinilai
pada uji lapangan awal terdiri atas 3 kriteria yaitu kriteria tampilan, penyajian materi, dan
manfaat penggunaan modul bagi siswa diperoleh nilai dalam kategori baik dalam skala
empat.

2) Hasil Belajar Siswa


Analisis terhadap tes hasil belajar yang akan digunakan pada uji efekivitas yang
meliputi uji validitas instrumen, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran butir soal, dan uji
daya pembeda soal. Setelah instrumen divalidasi oleh validator, selanjutnya instrumen
tersebut direvisi dan diperbaiki sesuai masukan dari para validator. Langkah selanjutnya
adalah uji coba instrumen pada kelas uji coba. Uji coba instrumen dilakukan pada kelas
VIIC semester 1 dengan materi bentuk aljabar yang berjumlah 30 siswa. Soal THB terdiri
atas 7 soal uraian (essay) yang dikembangkan berdasarkan kisi-kisi. Uji coba THB
dikenakan pada kelas VII C sebanyak 30 siswa didapat soal yang dinyatakan valid hanya
5 butir.

119
g. Revisi III
Revisi III dilakukan setelah pelaksanaan uji coba lapangan awal. Secara
keseluruhan, siswa pada saat uji coba memberikan respon yang positif terhadap modul
yang disusun peneliti. Namun peneliti tetap melakukan pengecekan ulang pada modul
terutama kesalahan ketikan atau pada kesalahan pencetakan modul. Sehingga pada revisi
III ini perbaikan dilakukan pada tulisan atau ketikan yang masih keliru. Sedangkan pada
soal tes hasil belajar, setelah melaksanakan uji coba terbatas revisi pada soal THB terdiri
atas 7 soal uraian (essay) didapat soal yang dinyatakan valid hanya 5 butir.

4. Hasil Uji Pelaksanaan Lapangan


Uji pelaksanaan lapangan merupakan tahap dimana modul diuji
keefektivitasannya dengan cara menggunakan modul dalam pembelajaran di kelas.
Peneliti membandingkan antara siswa yang dalam pembelajaran menggunakan modul
dengan siswa yang dalam pembelajarannya tidak menggunakan modul. Tahap ini juga
disertai dengan pemberian angket respon siswa pengguna modul di kelas, sehingga
analisis pada tahap ini meliputi analisis terhadap hasil belajar siswa dan terhadap angket
respon siswa.
a. Hasil Belajar Siswa
Uji pelaksanaan lapangan ini dilakukan dengan membandingkan nilai tes hasil
belajar antara kelas yang dalam pembelajaran menggunakan modul (kelas eksperimen)
dengan kelas yang dalam pembelajaran tidak menggunakan modul (kelas kontrol). Tes
hasil belajar dalam penelitian ini terdiri atas pretest dan postest. Pretes diberikan kepada
kedua kelas baik kelas eskperimen (VII A) dan kelas kontrol (VII B) sebelum perlakuan
diterapkan. Tujuan diadakannya pretest yaitu mengetahui apakah kemampuan
pemahaman awal siswa tentang materi bentuk aljabar pada masing-masing kelas relatif
sama, sejauh mana kesiapan siswa dalam menerima materi yang akan dipelajari, serta uji
homogenitas dan uji normalitas.
Hasil uji normalitas data hasil belajar siswa dengan kolmogorov-smirnova diperoleh
nilai 0,200, nilai tersebut lebih besar dari  = 0,05 (sig > 0,05) sehingga disimpulkan
bahwa hasil belajar kedua kelas berdistribusi normal.
Untuk pengujian homogenitas kelas VII A dan VII B menggunakan uji kesamaan
dua varian. Data hasil uji homogenitas data ulangan harian digunakan dengan uji
Levene’s test, dengan signifikansi yang diperoleh sebesar 0,717 yaitu lebih dari harga 
= 0,05 (sig > 0,05). Hasil ini disimpulkan bahwa hipotesis H0 diterima, artinya data
tersebut berasal dari populasi dengan varians yang sama (homogen).
Data pretes pemahaman matematika siswa, pada kelompok eksperimen diperoleh
hasil rerata 42,93 dengan standar deviasi 7,714, nilai terendah 32 dan tertinggi 60.
Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh hasil rerata 43,47 dengan standar deviasi
8,320, nilai terendah 32 dan tertinggi 60. Sedangkan setelah diberi pembelajaran dengan
perangkat yang dikembangkan, data postes pemahaman matematika siswa pada
kelompok eksperimen diperoleh hasil rerata 84,00 dengan standar deviasi 8,662, nilai

120
terendah 66 dan tertinggi 100. Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh hasil rerata
72,11 dengan standar deviasi 9,923, nilai terendah 54 dan tertinggi 88.

Gambar 1. Diagram Batang tentang Tes Hasil Belajar

Dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika siswa dengan


pembelajaran yang menggunakan modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning kelas
VII SMP lebih baik daripada rerata hasil belajar matematika siswa yang dalam
pembelajaran tidak menggunakan modul.
Analisis uji t untuk melihat kesamaan dua rata-rata antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dengan Independen t-test, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Deskripsi Postes Data Hasil Pemahaman Matematika Siswa
Yang diuji Jenis Uji Hasil Keputusan Kesimpulan
Hasil kelompok Independen t- Sig. = 0,00 Hasil tidak
Eksperimen- test H0 ditolak sama (ada
Kontrol thitung = 4,834 perbedaan)

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui t nilai sig = 0,00 < 0,05 atau dari nilai t hitung
(4,834) > t tabel (2,042) maka H0 ditolak atau menerima H1. Jadi rataan hasil belajar
pemahaman matematika siswa kelas eksperimen berbeda dengan pemahaman matematika
siswa kelompok kontrol.

121
Dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar
pemahaman matematika siswa kelas eksperimen dan kelompok kontrol dengan
penggunaan modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning. Sehingga modul aljabar
menggunakan aplikasi exe learning dapat meningkatkan pemahaman matematika siswa
pada materi bentuk aljabar.

b. Hasil Respon Siswa Terhadap Modul


Tanggapan siswa terhadap modul merupakan tahapan yang dilakukan setelah
siswa menggunakan modul menggunakan aplikasi exe learning pada uji pelaksanaan
lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa selama
menggunakan modul menggunakan aplikasi exe learning dalam pembelajarannya. Siswa
merasa senang, karena pembelajaran terasa lebih santai dapat belajar diluar jam pelajaran,
mudah memahami hal yang abstrak, dan dapat menggunakan lingkungan sebagai alat
peraga. Hal ini membuat siswa menyukai guru matematika dan berakibat siswa lebih
mencintai matematika.

c. Hasil Revisi IV
Berdasarkan hasil angket respon siswa maka peneliti kembali meninjau ulang
modul yang telah digunakan dalam pembelajaran. Secara keseluruhan setelah dilakukan
kajian ulang terhadap modul yang telah digunakan dalam kelas, maka revisi modul hanya
pada hasil tampilan modul.

B. Analisis Hasil Penelitian


Pengembangan modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning kelas VII SMP
diawali dengan studi pendahuluan menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan
studi literatur yang dilakukan untuk mengetahui kebutuhan akan modul, karakteristik
siswa, materi serta indikator-indikator dari materi yang ditunjukkan pada modul. Hal ini
sesuai juga dengan Puslitjaknov (2008), bahwa penelitian pendahuluan bertujuan untuk
mengumpulkan informasi, identifikasi permasalahan yang dijumpai dalam pembelajaran,
dan merangkum permasalahan.
Berdasarkan hasil studi literatur, diperoleh kesimpulan bahwa materi bentuk aljabar
merupakan salah satu materi yang masih dianggap sulit oleh siswa. Sehingga perlu para
guru untuk mengembangkan pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk menemukan
sendiri pengetahuannya serta melibatkan siswa untuk memecahkan masalah yang
berkaitan dengan kehidupan nyata siswa sehingga pembelajaran matematika lebih
bermakna baik melalui pengembangan metode pembelajaran, perangkat, maupun bahan
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori Jerome S. Bruner (dalam Suyono, dkk., 2012)
bahwa “guru harus memberikan keluasan kepada siswa untuk menjadi pemecah masalah
sedangkan peran guru yang utama adalah menjamin agar kegiatan belajar menimbulkan
rasa ingin tahu, meminimalkan risiko kegagalan belajar, dan agar belajar relevan dengan

122
kebutuhan siswa”. Dalam teori tersebut juga terkandung dorongan bagi guru untuk
memandu siswanya sehingga mereka dapat membangun basis pengetahuannya sendiri
dan bukan karena diajari melalui memorisasi hafalan.
Selama melakukan studi literatur dan observasi, peneliti menganalisis SK dan KD
serta materi pembelajaran kelas VII SMP dengan tujuan agar modul yang disusun peneliti
dapat membantu siswa menguasai kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan. Selain
menganalisis SK dan KD, peneliti juga menganalisis karakteristik siswa kelas VII SMP.
Teori belajar Piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses anak secara
aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-
pengalaman dan interaksi sosial. Dijelaskan pula bahwa siswa kelas VII SMP berada pada
usia lebih dari 12 tahun dengan kategori operasional formal dan mampu memecahkan
masalah. Prastowo (2012, dalam Widyaningrum dkk., 2013) menyatakan bahwa “gambar
maupun ilustrasi yang ditunjukkan pada modul dapat mendukung dan memperjelas isi
materi sehingga menimbulkan daya tarik dan mengurangi kebosanan pembaca (siswa)”.
Hal yang sama juga disampaikan Lestari, dkk. (2014) bahwa “penggunaan modul dalam
pembelajaran matematika merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
membuat siswa aktif dan termotivasi dikarenakan modul merupakan bahan ajar yang
digunakan secara mandiri yang memuat serangkaian pengalaman belajar yang disusun
secara sistematis dan dapat membantu siswa memperoleh tujuan belajar”.
Penyusunan modul dilakukan setelah mendapatkan gambaran awal dari studi
pendahuluan yang menguatkan perlunya dikembangkan suatu produk pembelajaran yang
berupa modul. Modul disusun berdasarkan buku pedoman penyusunan modul antara lain
buku panduan Depdiknas (2008), yaitu tahap perencanaan dengan : “(1) menetapkan
kompetensi berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) mengidentifikasi
dan menentukan ruang lingkup unit kompetensi atau materi, (3) penyusunan sintaks
pembelajaran yang akan digunakan dalam modul, (3) mengidentifikasi dan menentukan
pengetahuan yang harus dipelajari, (4) menentukan judul modul”.
Berdasarkan panduan tersebut, peneliti menyusun modul dengan langkah-langkah
(1) menetapkan judul modul dimana judul modul dalam penelitian ini yaitu
Pengembangan Modul Aljabar Menggunakan Aplikasi Exe Learning Untuk
Meningkatkan Pemahaman Matematika Pada Siswa Kelas VII SMP; (2) menetapkan
kemampuan yang harus muncul dan dimiliki siswa setelah menggunakan modul dimana
kemampuan awal tersebut tertulis pada setiap indikator pada setiap bab dalam modul; (3)
menetapkan garis-garis besar dimana garis besar tersebut digambarkan dalam peta
kompetensi modul yang merupakan penjabaran setiap bab menjadi beberapa sub bab
materi yang harus dipelajari siswa; (4) mengembangkan materi sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar; (5) menyusun kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan sintaks pembelajaran RME; (6) memeriksa ulang modul yang telah selesai
disusun.
Modul awal yang telah disusun mencakup komponen-komponen: sampul, kata
pengantar, peta isi modul, daftar isi, pendahuluan, SK/KD, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan rubrik penilaian, alternatif jawaban, glosarium,
dan daftar pustaka. Hal ini sesuai dengan Triyanto (2013, dalam Kurniawan, dkk., 2013)
yang menyatakan bahwa “modul merupakan panduan dalam kegiatan pembelajaran yang

123
memuat materi pembelajaran, kegiatan penyelidikan berdasarkan konsep, informasi, dan
contoh-contoh penerapan materi dalam kehidupan sehari-hari”. Modul awal yang telah
selesai disusun kemudian diserahkan kepada ahli materi dan ahli media untuk
mendapatkan validasi. Berdasarkan penilaian yang diperoleh dari ahli materi yang
meliputi penilaian terhadap komponen kelayakan isi, kelayakan penyajian, dan
komponen RME, kesemuanya termasuk dalam kategori Baik. Dari kedua ahli media
komponen kegrafikan dan bahasa modul termasuk kategori baik.
Hasil validasi oleh semua validator menunjukkan bahwa modul layak untuk
digunakan dengan revisi. Saran dan masukan dari para validator menjadi pertimbangan
peneliti untuk merevisi modul. Sejalan dengan hasil ini, modul yang dikembangkan oleh
Widyaningrum, dkk. (2013) menunjukkan bahwa “dari segi materi, keterbacaan, dan
penyajian modul yang divalidasi ahli termasuk dalam kategori baik”. Jika dikaitkan
dengan hasil penelitian sebelumnya, maka untuk tahap validasi, modul yang
dikembangkan oleh peneliti ini telah memenuhi standar kelayakan modul, bahkan untuk
penilaian ahli media, modul yang dikembangkan peneliti ini termasuk kategori baik.
Revisi I modul dilakukan berdasarkan saran, masukan, dan komentar dari para validator.
Revisi dilakukan dengan memperbaiki modul baik dengan cara mengganti tulisan yang
dianggap kurang tepat maupun dengan memperbaiki kesalahan ketikan. Hasil revisi
secara terus menerus dikonsultasikan dengan ahli materi dan media sampai diperoleh
modul yang layak dan dinyatakan siap untuk digunakan dalam FGD.
Focus group discussion (FGD) dilakukan setelah peneliti menyelesaikan revisi I.
FGD dilakukan bersama guru mata pelajaran matematika SMP. Melalui FGD yang
dilaksanakan bersama para guru, peneliti memperoleh hasil respon guru melalui angket
respon guru serta berbagai masukan dan saran sebagai bahan pertimbangan dalam
memperbaiki modul. Tanggapan dan masukan dari para peserta FGD yang telah
berpengalaman mengampu kelas VII sangat penting karena para guru sudah terbiasa di
lapangan/di kelas dan mempunyai pengalaman yang lebih banyak terutama dalam hal
pembelajaran baik dari segi pemilihan materi, penggunaan metode, perangkat, sumber
belajar siswa, maupun kemampuan dan karakterisrik dari masing-masing siswanya.
Hal ini sesuai dengan Uno (2009, dalam Kurniawan, dkk., 2013) yang menyatakan
bahwa pengetahuan dan logika berpikir guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat
baik, karena tanpa logika berpikir yang baik, guru akan kesulitan memilah dan memilih
materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat, serta
mengurutkan materi dalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami. Berdasarkan
hasil pengisian angket respon guru, teknik penyajian, kesesuaian bahasa, kesesuaian isi,
keakuratan materi, kepraktisan dan kemudahan, komponen RME, dan pengembangan
kemampuan berpikir total nilai dari keseluruhan komponen adalah 76,5% dan termasuk
kategori baik.
Berdasarkan hasil skor yang diperoleh, modul termasuk dalam kategori baik. Respon
positif dari guru juga ditunjukkan dalam penelitian Widyoningrum, dkk. (2013), dimana
hasil penilaian dari guru terhadap modul yang dikembangkannya termasuk dalam
kategori sangat baik. Penelitian Somayasa, dkk. (2013) juga menunjukkan bahwa guru
menyambut baik modul yang dikembangkannya yang ditunjukkan dengan perolehan
persentase sebesar 86,28% dengan kualifikasi baik. Hasil yang ditunjukkan dari beberapa

124
penelitian tersebut menunjukkan bahwa mayoritas guru menyambut baik adanya
pengembangan modul. Hal ini diharapkan menjadi motivasi tersendiri bagi guru-guru lain
untuk dapat mengembangkan modul yang sesuai dengan karakteristik siswanya masing-
masing.
Secara keseluruhan, pada saat FGD guru menyambut positif dengan disusunnya
modul yang diharapkan dapat membantu guru untuk mengembangkan RME yang
dituangkan dalam sebuah modul dengan menggunakan alat peraga. Hal ini penting karena
para guru merasa banyak siswa yang tidak tertarik dengan pelajaran matematika. Salah
satunya karena siswa belum tahu tentang manfaat ilmu yang dipelajarinya, siswa lebih
terbiasa menghapalkan rumus-rumus agar bisa mengerjakan soal-soal matematika tanpa
terdorong untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Para guru peserta FGD juga
memberikan masukan bahwa masih banyak siswa yang lebih sering meminta gurunya
untuk menjelaskan materi secara total, tanpa tertarik untuk memahami sendiri buku
matematika yang dimilikinya, hal itu dikarenakan minat baca siswa yang cenderung
menurun meskipun para guru mencoba mendorong siswa untuk banyak membaca buku.
Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu saran para guru untuk
menyederhanakan materi pada modul, sehingga modul tidak terkesan terlalu tebal dan
kedalaman materinya membuat siswa tetap tertarik untuk membaca dan menggunakan
modul. Dalam revisi II peneliti menyusun ulang isi modul agar bisa menjadi lebih
sederhana dan menarik untuk dibaca tanpa mengurangi cakupan materi yang ingin
disampaikan melalui modul. Revisi dilakukan dengan mengganti beberapa ilustrasi atau
gambar yang terlalu rumit untuk dilihat siswa karana terlalu membutuhkan banyak
penjelasan dari setiap gambar yang ada. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh rendahnya
minat baca siswa pada umumnya terutama jika materi yang dibaca terlalu panjang dan
sulit.
Hal ini sesuai juga dengan Depdiknas (2008:11), bahwa “kesuksesan belajar
menggunakan modul tergantung pada pembelajaran tutorial dengan kriteria siswa antara
lain: ketekunan, waktu untuk belajar, kadar pembelajaran, mutu kegiatan pembelajaran,
dan kemampuan memahami petunjuk dalam modul”. Berdasarkan diskusi dengan para
guru pada saat FGD ini, peneliti juga kembali memilah dan memilih materi dan penyajian
modul yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami siswa sehingga ketika nanti
modul diujicobakan mendorong siswa tertarik menggunakan modul yang dikembangkan
ini.
Uji coba lapangan awal dilakukan pada siswa kelas VII yang belum mendapatkan
materi bentuk aljabar tetapi telah menempuh atau menyelesaikan materi bilangan bulat,
dimana materi bilangan bulat menjadi syarat pada materi bentuk aljabar. Uji coba ini
bertujuan untuk mengetahui keterbacaan dan ketertarikan siswa untuk menggunakan
modul matematika RME sebelum nantinya dieksperimenkan pada pembelajaran. Uji coba
ini juga digunakan untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan
untuk memperbaiki modul dalam revisi berikutnya. Menurut kelima siswa, mereka
tertarik salah satunya karena penyajian warna dalam modul menggunakan aplikasi exe
learning dapat mengurangi kebosanan mereka untuk membaca dan mempelajari. Selain
itu, menurut kelima siswa tersebut penyajian masalah nyata yang terdapat dalam modul
menggunakan aplikasi exe learning dapat memberikan insprirasi bagi mereka bahwa

125
banyak dari kehidupan nyata yang berkaitan erat dengan ilmu matematika. Instrumen
yang digunakan pada uji coba ini adalah angket respon siswa dengan aspek tampilan
modul, penyajian modul, dan manfaat modul termasuk kategori baik.
Revisi III dilakukan pada bagian yang masih terdapat salah pengetikan, gambar
ataupun ilustrasi yang kurang jelas, seerta pengecekan ulang terhadap keseluruhan isi dan
komponen modul. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Prastowo (2012, dalam
Widyaningrum, dkk., 2013) bahwa gambar-gambar dapat memperjelas isi materi
sehingga membangkitkan ketertarikan dan mengurangi kebosanan siswa sehingga siswa
memberikan respon positif terhadap modul.
Pada kelas yang dalam pembelajarannya menggunakan modul menggunakan aplikasi
exe learning, semua siswa dibagikan masing-masing satu file modul yang digunakan
secara berkelompok atau individu. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan
agar pembelajaran berjalan dengan efektif dan siswa bisa mengikuti semua kegiatan
pembelajaran dalam modul.
Pada awal pembelajaran guru meminta siswa untuk mempelajari petunjuk/panduan
kemudian mengerjakan soal pada materi prasyarat. Guru kemudian mengenalkan peta
konsep modul mengenai materi bentuk aljabar dengan tujuan siswa mengetahui garis
besar cakupan materi yang akan dipelajari. Pada saat masuk dalam kegiatan inti, tugas
guru adalah mendampingi dan membimbing jika siswa masih memerlukan bantuan serta
disaat siswa diharuskan berdiskusi dengan temannya dalam mengerjakan tugas dan
kemudian mempresentasikan hasil diskusi.
Kegiatan orientasi siswa pada masalah dilakukan dengan meminta siswa untuk
membaca modul dimana modul telah menyajikan ilustrasi yang dapat menjembatani
masalah nyata menuju materi sehingga siswa dapat mengetahui kegunaan materi yang
akan dipelajari. Selain ilustrasi, orientasi siswa pada masalah juga dilakukan dengan
meminta siswa untuk mengerjakan rubrik masalah yang dapat memandu siswa pada
materi yang akan dipelajari. Kegiatan mengorganisasikan siswa untuk belajar dilakukan
dengan meminta siswa membaca materi modul secara individual. Kegiatan membimbing
penyelidikan dilakukan dengan membimbing siswa untuk menyelesaikan tugas
individual maupun tugas kelompok baik yang berbentuk rubrik masalah maupun rubrik
menemukan konsep. Kegiatan mengembangkan dan menyajikan hasil karya dilakukan
dengan meminta siswa mengerjakan tugas pada lembar portofolio untuk membiasakan
siswa agar memiliki laporan yang berisi kumpulan jawaban tugas. Apabila tugas tersebut
berupa tugas kelompok maka guru meminta agar perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya kepada teman atau kelompok lain. Hal ini
diharapkan dapat membimbing siswa untuk mengemukakan jawaban dan pendapat serta
saling mengkritisi jawaban yang satu dengan yang lain. Kegiatan menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah dilakukan dengan meminta siswa mengerjakan
rubrik evaluasi (latihan ulangan) untuk mengetahui kemampuan individual siswa.
Hasil belajar siswa pada uji lapangan dengan membandingkan nilai tes hasil belajar
antara kelas yang dalam pembelajaran menggunakan modul (kelas eksperimen) dengan
kelas yang dalam pembelajaran tidak menggunakan modul (kelas kontrol). Tes hasil
belajar dalam penelitian ini terdiri atas pretest dan postest. Pretes diberikan kepada kedua

126
kelas baik kelas eskperimen (VII A) dan kelas kontrol (VII B) sebelum perlakuan
diterapkan. Hasil uji normalitas data hasil belajar siswa dengan kolmogorov-smirnova
diperoleh nilai 0,200, nilai tersebut lebih besar dari  = 0,05 (sig > 0,05) sehingga
disimpulkan bahwa hasil belajar kedua kelas berdistribusi normal. Untuk pengujian
homogenitas kelas VII A dan VII B menggunakan uji kesamaan dua varian. Data hasil
uji homogenitas data ulangan harian digunakan dengan uji Levene’s test, dengan
signifikansi yang diperoleh sebesar 0,717 yaitu lebih dari harga  = 0,05 (sig > 0,05).
Hasil ini disimpulkan bahwa hipotesis H0 diterima, artinya data tersebut berasal dari
populasi dengan varians yang sama (homogen).
Berdasarkan nilai gain, ada peningkatan yang tinggi pemahaman matematika
siswa pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol dari sebelum pemberian modul
aljabar menggunakan aplikasi exe learning, dari hasil (pretes) dibandingkan setelahnya
(postes). Dari nilai t hitung (4,834) > t tabel (2,042) maka H0 ditolak atau menerima H1.
Jadi rataan hasil belajar pemahaman matematika siswa kelas eksperimen berbeda dengan
pemahaman matematika siswa kelompok control.
Somayasa, dkk. (2013) bahwa “pengembangan modul dapat menjawab dan
memecahkan masalah ataupun kesulitan dalam belajar”. Hal itu karena terdapat sejumlah
materi pembelajaran yang sering siswa sulit untuk memahaminya ataupun guru sulit
untuk menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat terjadi karena materi yang bersifat
abstrak, rumit, dan asing. Apabila materi pembelajaran bersifat abstrak, maka modul
mampu membantu siswa dengan menggambarkan sesuatu yang abstrak tersebut melalui
penggunaan gambar, bagan, skema. Materi yang rumit dapat dijelaskan modul dengan
cara dan alur yang sederhana sesuai dengan tingkat berfikir siswa sehingga menjadi lebih
mudah dipahami. Modul dapat membantu sekolah dalam mewujudkan pembelajaran yang
berkualitas. Penerapan modul dapat menyediakan kegiatan pembelajaran lebih terancana
dengan baik, mandiri, tuntas, dan dengan asil yang jelas. Modul dapat memfasilitasi siswa
lebih tertarik dalam belajar, dan dapat meningkatkan hasil belajar.
Hambatan penggunaan modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning yaitu:
minimnya komputer, laptop atau android yang dimiliki siswa. Sehingga peneliti
mengambil langkah dengan belajar berkelompok. Maka dalam menggunakan aplikasi exe
learning perlu adanya sarana tersebut. Kelebihan menggunakan aplikasi exe learning,
siswa dapat belajar di luar jam pelajaran dengan memanfaatkan lab komputer maupun di
rumah. Sehingga pengelola pendidikan khususnya di lingkungan sekolah hendaknya lebih
memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana yang menunjang terhadap kreatifitas
guru dan siswa sehingga dapat mengembangkan kompetensi siswa.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Modul matematika realistik yang dihasilkan telah valid karena telah memenuhi
dua jenis validitas, yaitu: validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi karena dalam
proses pengembangannya telah disesuaikan dengan prosedur R & D dari Borg & Gall.
Sedangkan ditinjau dari validitas konstruk dimana penilaiannya berdasarkan keterkaitan
antar berbagai komponen yang menyusun produk telah divalidasi oleh dua orang ahli
materi dan dua orang ahli media. Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini, telah

127
memenuhi kriteria praktis berdasarkan respon siswa diperoleh skor yang baik. Dan modul
ini telah efektif karena berdasarkan nilai t hitung (4,834) > t tabel (2,042) artinya hasil
belajar pemahaman matematika siswa kelas eksperimen berbeda dengan pemahaman
matematika siswa kelompok control. Dari ketiga kriteria tersebut maka modul
menggunakan aplikasi exe learning ini telah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.
Saran
1. Dalam menggunakan modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning, guru
hendaknya bisa mengembangkan sendiri bahan ajar bagi siswanya dan bisa menjadi
salah satu bahan ajar yang dapat membantu guru dan siswa di dalam pembelajaran
khususnya pembelajaran realistik.
2. Dalam menggunakan modul aljabar menggunakan aplikasi exe learning, guru
hendaknya bias lebih memahami karakteristik materi pelajaran supaya dapat
membelajarkan siswa lebih bermakna karena media yang digunakan harus sesuai
dengan karakteristik materi pelajaran. Sehingga modul aljabar menggunakan aplikasi
exe learning dapat meningkatkan pemahaman matematika siswa.
3. Dalam menggunakan aplikasi exe learning perlu adanya sarana laptop atau komputer
di sekolah maupun dimiliki siswa. Kelebihan menggunakan aplikasi exe learning,
siswa dapat belajar di luar jam pelajaran dengan memanfaatkan lab komputer
maupun di rumah. Sehingga pengelola pendidikan khususnya di lingkungan sekolah
hendaknya lebih memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana yang menunjang
terhadap kreatifitas guru dan siswa sehingga dapat mengembangkan kompetensi
siswa.

Tindak Lanjut
Penelitian ini dapat ditindak lanjuti dengan memperluas materi cakupan,
memperbanyak aplikasi animasi, music, vidio dan gambar ke dalam aplikasi exe learning,
sehingga siswa lebih menyukai belajar dan menumbuhkan kemandirian belajar. Modul
ini masih dapat dikembangkan ke materi lain. Dengan keunggulan aplikasi exe learning
maka guru dapat menggunakannya untuk pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Depdiknas. Jakarta.


Kurniawan, HE, Sarwanto, dan Cari. (2013). Pengembangan Modul IPA SMP
Menggunakan aplikasi Problem Based Learning Terintegrasi Pendidikan
Karakter pada Materi Getaran dan Gelombang. Seminar Nasional Fisika dan
pendidikan Fisika dengan tema “Pembelajaran Sains Menggunakan aplikasi
Kearifan Lokal. Prodi Pendidikan Sains. PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.
(Online). Http://fisika.fkip.uns.ac.id. Diakses 11 September 2016.

128
Lestari, E dan Abdur R. As’ari. (2014). Pengembangan Modul Pembelajaran Soal Cerita
Matematika Kontekstual Berbahasa Inggris untuk Siswa Kelas X. Artikel.
Universitas Negeri Malang. Journal-online.um.ac.id.
Majid, A. (2006). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Priyambodo, E. (2010). Pemanfaatan Program Aplikasi eXe (Elearning XHTML Editor)
dalam Penyusunan Media Pembelajaran di Sekolah. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta, 15 Mei 2010 K-91. (Online).
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132309686/eXe.pdf. Diakses 5 September
2016.
Puslitjaknov. (2008). Metode Penelitian Pengembangan. Depdiknas
Sobel, M.A. dan Maletsky, E.M. (2001). Mengajar Matematika. Terjemahan oleh
Suyono. 2003. Jakarta: Erlangga.
Somayasa, W dkk. (2013). Pengembangan Modul Matematika Realistik Disertai
Asesmen Otentik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X di
SMK Negeri 3 Singaraja. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Volume 3 Tahun
2013).
Sukmadinata, N.S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.
Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.
Turmudi. (2010). “Pembelajaran Matematika: Kini dan Kecenderungan Masa
Mendatang”, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembbelajaran
MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI.
Widyaningrum, R., Sarwanto, Puguh Karyanto. (2013). Pengembangan Modul
Berorientasi POE (Predict, Observe, Explain) Berwawasan Lingkungan pada
Materi Pencemaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal No 1 Vol 6.
ISSN: 1693-2654.
Wena, Wena. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.

129
PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA
ANIMASI WIRING DIAGRAM UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI
KOGNITIF SISTEM PENGISIAN KENDARAAN RINGAN PADA SISWA
KELAS XI TKR 1 SMK NEGERI 1 KEDUNGWUNI TAHUN PELAJARAN
2016-2017

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan motivasi belajar dan
kompetensi kognitif sistem pengisian kendaraan ringan pada siswa SMK N 1
Kedungwuni melalui penggunaan Model Discovery Learning dengan Media Animasi
Wiring Diagram. Model penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang
terbagi dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 5 kali pertemuan yang terdiri dari kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dimulai dengan tes
pratindakan, yang hasilnya digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus 1 yang
sekaligus untuk mengetahui kondisi awal peserta didik. Hasil dari siklus 1 dijadikan
sebagai refleksi untuk melakukan tindakan pada siklus 2. Selanjutnya berdasarkan hasil
dari pratindakan, siklus 1 dan siklus 2 dilakukan pembahasan untuk mengambil simpulan.
Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI TKR 1 SMK Negeri 1 Kedungwuni
tahun 2016/2017. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan motivasi yang sangat
signifikan dari pratindakan ke siklus 1 sebesar 65,6%, dan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar
12,5%. Sementara dari kompetensi pengetahuan siswa juga mengalami peningkatan dari
pratindakan dengan rata-rata nilai 47 dengan ketuntasan 0% menjadi 82 dengan
ketuntasan 71,9% pada siklus 1 dan rata-rata 84 dengan ketuntasan 100% pada siklus 2.
Kata Kunci : Model Discovery Learning, Media Animasi Wiring Diagram dan
Kompetensi Kognitif Sistem Pengisian Kendaraan Ringan.

130
PENDAHULUAN
Pemeliharaan kelistrikan kendaraan ringan merupakan salah satu materi kejuruan
yang menjadi momok bagi siswa. Banyak siswa yang merasa kesulitan dalam
mempelajari materi yang berhubungan dengan kelistrikan. Bahkan tidak jarang siswa
memilih menghindar dari materi ini, entah karena memang sulit, atau karena resiko yang
dihadapi. Seperti kita ketahui bahwa didalam belajar di bengkel otomotif, satu-satunya
pekerjaan yang paling beresiko adalah kelistrikan. Karena jika salah dalam bekerja bisa
menimbulkan kecelakaan kerja mulai dari kesetrum, rusaknya media praktik sampai
timbul kebakaran apabila terjadi hubungan pendek.
Permasalahan tidak hanya sampai disitu, komponen kelistrikan pada kendaraan
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan komponen otomotif lain seperti chasis,
engine maupun pemindah tenaga, karena dari tahun ke tahun mengalami perkembangan
yang sangat pesat, sebagai contoh adalah sistem pengisian. Sistem pengisian dahulu
masih konvensional yaitu menggunakan contact point (platina), kemudian muncul sistem
pengisian elektronik dengan menggunakan Integrated Circuit (IC). Hal tersebut menjadi
sebuah masalah di dunia pendidikan karena kemajuan teknologi tersebut tidak diimbangi
dengan fasilitas praktik di sekolah. Fasilitas praktik di sekolah masih sangat minim
teknologi terkini, sehingga mengakibatkan minat belajar peserta didik berkurang.
Oleh sebab itu seorang pendidik dituntut untuk bisa mengatasi persoalan di atas
dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat serta didukung dengan media
pembelajaran. Gabungan antara model dan media pembelajaran yang menarik dan mudah
dipahami, akan membuat peserta didik tertarik dengan pelajaran tersebut sehingga
muncul motivasi untuk belajar, contohnya adalah model Discovery Learning dengan
media berbasis TIK yaitu animasi wiring diagram.
Perumusan masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah
penggunaan Model Discovery Learning dengan Media Animasi Wiring Diagram dapat
meningkatkan motivasi belajar sistem pengisian kendaraan ringan pada siswa SMK
Negeri 1 Kedungwuni?, 2) Apakah penggunaan Model Discovery Learning dengan
Media Animasi Wiring Diagram dapat meningkatkan kompetensi kognitif sistem
pengisian kendaraan ringan pada siswa SMK Negeri 1 Kedungwuni?.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan peningkatan motivasi belajar sistem
pengisian kendaraan ringan pada siswa SMK N 1 Kedungwuni dengan penggunaan
Model Discovery Learning dengan Media Animasi Wiring Diagram, 2) Mendeskripsikan
peningkatan kompetensi kognitif sistem pengisian kendaraan ringan pada siswa SMK N
1 Kedungwuni dengan Model Discovery Learning dengan Media Animasi Wiring
Diagram.
Penulis berharap dengan penelitian ini bermanfaat untuk memperbaiki pendekatan
pembelajaran kelistrikan kendaraan ringan yang lebih menarik, menantang, merangsang
kreativitas dan motivasi siswa. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan memberikan
informasi dan masukan kepada para guru sebagai alternatif metode pembelajaran
kelistrikan kendaraan ringan serta memperkaya khasanah pendidikan yang berhubungan
dengan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri (Kemendikbud: 2013).

131
Media animasi termasuk jenis media visual audio, karena terdapat gerakan gambar
dan suara. Menurut Furoidah (2009), media animasi pembelajaran merupakan media yang
berisi kumpulan gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan gerakan
dan dilengkapi dengan audio sehingga berkesan hidup serta menyimpan pesan-pesan
pembelajaran. Media animasi pembelajaran dapat dijadikan sebagai perangkat ajar yang
siap kapan pun digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran.
Ranah kognitif merupakan ranah hasil belajar yang berkenaan dengan kemampuan
pikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, pengetahuan yang berkaitan dengan
pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan
penalaran. Secara singkat, ranah kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan intelektual.
Bloom dalam Bundu (2006) mengklasifikasi ranah hasil belajar kognitif atas enam
tingkatan, mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6).
Pada mata pelajaran Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan di kurikulum 2013,
terdapat Kompetensi Inti sebagai berikut:
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cintadamai, responsive dan proaktif) dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cermin bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.
Pada kompetensi inti nomor 3 untuk mata pelajaran Pemeliharaan Kendaraan Ringan
adalah sebagai berikut:
1. Memahami sistem kelistrikan, pengaman, dan kelengkapan tambahan
2. Memahami sistem pengapian konvensional
3. Memahami sistem starter
4. Memahami sistem pengisian

METODOLOGI PENELITIAN
Model penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terbagi
dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 5 kali pertemuan yang terdiri dari kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan selama
3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2016 tepatnya
pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Waktu penelitian ini sesuai dengan
program pembelajaran Kelas XI Paket Keahlian Teknik Kendaraan Ringan yang telah
ditetapkan pada Kurikulum 2013 SMK Negeri 1 Kedungwuni Semester Ganjil tahun
pelajaran 2016/2017 dengan Mata Pelajaran Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan
dan kompetensi dasar yang diajarkan saat itu adalah Memahami Sistem Pengisian.

132
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bengkel Otomotif SMK 1
Kedungwuni yang beralamat di jalan Paesan utara Kedungwuni Kab. Pekalongan. Subyek
yang diteliti adalah semua siswa kelas XI TKR 1 SMK Negeri 1 Kedungwuni tahun
pelajaran 2016/2017 sebanyak 32 siswa meliputi proses dan hasil belajar sedangkan
obyek penelitian yang akan diteliti adalah motivasi dan kompetensi pemeliharaan
kelistrikan kendaraan ringan peserta didik kelas XI TKR 1 SMK Negeri 1 Kedungwuni
Kabupaten Pekalongan tahun pelajaran 2015/2016 melalui penerapan model
pembelajaran Discovery Learning dengan media animasi wiring diagram.
Sumber data penelitian ini berasal dari kelas XI TKR 1 SMK Negeri 1 Kedungwuni
semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1) Data motivasi belajar pratindakan, 2) Data motivasi belajar siklus 1, 3) Data motivasi
belajar siklus 2, 4) Data hasil tes pra tindakan, 5) Data hasil tes pada siklus 1, 6) Data
hasil tes pada siklus 2.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan: 1) Tes
unjuk kerja yaitu penilaian tugas yang dilakukan dengan cara mengamati kegiatan peserta
didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai
ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu.
Penilaian tugas adalah penilaian atas proses dan hasil pengerjaan tugas yang dilakukan
secara langsung secara individu atau kelompok. Tes ini digunakan untuk mengetahui
kompetensi keterampilan memelihara sistem kelistrikan, pengaman, dan kelengkapan
tambahan pada peserta didik kelas XI TKR 1 SMK Negeri 1 Kedungwuni, 2) Nontes,
dengan menggunakan kuesioner, karena jika dibandingkan dengan teknik pengumpulan
data secara nontes, teknik ini mempunyai kelebihan yaitu lebih praktis, hemat waktu,
tenaga dan biaya. Teknik kuesioner ini digunakan untuk mengetahui motivasi belajar
peserta didik kelas XI TKR 1 SMK Negeri 1 Kedungwuni.
Data hasil penelitian setelah ditabulasi kemudian dianalisis untuk mengetahui hasil
penelitian. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
komparatif, kemudian dilanjutkan dengan analisis kritis dengan refleksi. Metode ini
adalah membandingkan secara deskriptif data motivasi peserta didik pratindakan dengan
data siklus 1, kemudian membandingkan secara deskriptif data motivasi peserta didik
pada siklus 1 dengan data motivasi peserta didik pada siklus 2. Kemudian data kuantitatif
hasil tes peserta didik ditentukan rata-ratanya kemudian dilakukan perbandingan secara
deskriptif hasil tes pada pratindakan dengan hasil tes pada siklus 1, serta membandingkan
secara deskriptif hasil tes siklus 1 dengan hasil tes pada siklus 2.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam
dua siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap, yaitu perencanaan,
implementasi, observasi dan refleksi. Penelitian ini dimulai dengan tes pratindakan, yang
hasilnya digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus 1 yang merupakan tindakan
awal penelitian. Hasil dari siklus 1 dijadikan sebagai refleksi untuk melakukan tindakan
pada siklus 2. Selanjutnya hasil dari siklus 1 dan siklus 2 dilakukan pembahasan untuk
mengambil simpulan.
Keberhasilan penelitian ini diukur dari adanya peningkatan motivasi peserta didik
yang ditunjukkan dengan adanya sikap positif yang mengarah pada peningkatan
kompetensi memahami sistem pengisian pada peserta didik kelas XI TKR 1 SMK 1
Kedungwuni. Keberhasilan ini ditunjukkan baik secara individual maupun klasikal.

133
Kompetensi keterampilan secara individual ditunjukkan dengan nilai diatas KKM yaitu
7,5 dan secara klasikal 100% peserta didik berhasil mencapai KKM.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Kondisi Awal
Sebelum melakukan tindakan, peneliti mencoba mengambil data dari peserta didik
sebagai acuan untuk melaksanakan tindakan. Data yang diambil berupa data tes dan non
tes. Data non tes diperoleh untuk mengukur tingkat motivasi peserta didik dalam
mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Sedangkan data tes dilakukan
untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik pada kompetensi dasar memahami
sistem pengisian. Adapun hasil tes awal sebelum tindakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Hasil angket motivasi pratindakan

Nilai Kategori Motivasi Jumlah Persentase (%)


90 – 100 Sangat tinggi - 0
80 – 89 Tinggi 1 3,1
70 – 79 Cukup tinggi 5 15,6
60 – 69 Kurang 26 81,3
< 69 Rendah - 0

Tabel di atas menunjukkan hanya ada 1 peserta didik atau 3,1% memiliki motivasi
yang tinggi dalam belajar dan mengikuti kegiatan pembelajaran, 5 peserta didik atau
15,6% memiliki motivasi yang cukup tinggi dalam belajar dan mengikuti kegiatan
pembelajaran, dan 26 peserta didik atau 81,3% memiliki motivasi yang kurang dalam
belajar dan mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari data di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa sebagian besar peserta didik kelas XI TKR 1 memiliki motivasi yang
kurang dalam mengikuti pelajaran Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan
khususnya Kompetensi Dasar Memelihara Sistem Pengisian.

Tabel 2. Hasil tes pratindakan


No Rentang Nilai Huruf Jumlah Persen-tase (%) Rata-rata
1 86 - 100 A -
2 71 - 85 B - -
47
3 56 - 70 C 7 21,9
4 <= 55 D 25 78,1

Tabel di atas menunjukkan dari 32 peserta didik, 7 peserta didik atau 21,9%
mendapat nilai dengan kategori C, dan 25 peserta didik atau 78,1% mendapat nilai dengan
kategori D. Rata-rata secara klasikal dari perolehan nilai adalah 47 yang masuk dalam

134
kategori D. Dari 32 peserta didik, tidak ada peserta didik yang nilainya melampaui KKM
yang ditentukan yaitu 75. Hasil tes pratindakan bisa dikatakan sangat kurang memuaskan
karena jumlah ketuntasannya adalah 0%. Dari data pratindakan ini, maka perlu untuk
dilakukan pembelajaran siklus 1 dengan metode yang berbeda. Perubahan metode
pembelajaran ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik
sehingga proses dan hasil pembelajaran dapat lebih maksimal.
Hasil Penelitian Siklus 1
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari data pratindakan, peneliti memilih
untuk menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dari metode yang biasa
digunakan. Metode tersebut adalah Discovery Learning dengan media animasi.
Sebelum memulai, guru terlebih dahulu mempersiapkan animasi yang akan
digunakan untuk proses pembelajaran. Animasi yang digunakan berekstensi “.avi”
sehingga bisa dibuka melalui program Windows Media Player atau program laiin yang
sejenis. Tampilan animasinya adalah sebagai berikut:
a. Saat kunci kontak ON mesin mati

Gambar 1. Animasi 1 wiring diagram saat kunci kontak on mesin mati

Gambar di atas adalah tampilan animasi wiring diagram sistem pengisian saat kunci
kontak ON mesin mati. Lampu pengisian menyala dan rotor pada alternator teraliri arus
sehingga timbul medan magnet.
b. Saat kecepatan rendah ke kecepatan sedang

135
Gambar 2. Animasi 1 wiring diagram saat kecepatan rendah ke sedang

Gambar di atas adalah saat mesin sudah berputar dengan kecepatan sedang. Rotor
sudah diputarkan oleh poros engkol dan pada kumparan stator terjadi pemotongan garis
gaya magnet sehingga pada terminal B dan N timbul tegangan. Tegangan terminal B
digunakan untuk mengisi baterai, sedangkan tegangan pada terminal N digunakan untuk
mengaktifkan voltage regulator dan mematikan lampu pengisian. Saat putaran mesin
semakin tinggi maka tegangan yang keluar pada terminal B juga semakin besar, sehingga
pada voltage regulator muncul kemagnetan yang menarik PL0. Oleh karena kemagnetan
yang dibangkitkan oleh voltage regulator masih kecil maka belum cukup kuat untuk
menarik PL0 sampai berkaitan dengan PL2. Sehingga PL0 akan berada pada posisi di
tengah antara PL1 dan PL2. Pada saat itu arus yang ke rotor akan mengalir melalui resistor
sehingga magnet yang ditimbulkan oleh rotor akan semakin kecil yang berakibat
tegangan output akan bisa diturunkan.
c. Saat kecepatan sedang ke kecepatan tinggi

Gambar 3. Animasi 1 wiring diagram saat kecepatan sedang ke tinggi

Gambar di atas adalah saat mesin sudah berputar dengan kecepatan tinggi. Saat
kecepatan mesin menjadi tinggi maka arus yang masuk ke voltage regulator mampu

136
menarik secara sempurna PL0 ke PL2 sehingga arus yang mengalir ke rotor diputus
mengakibatkan kemagnetan pada rotor akan turun sehingga tegangan yang keluar dari
stator pun akan turun.
Hasil pengumpulan data baik secara tes maupun nontes pada siklus 1 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Hasil angket motivasi siklus 1

Nilai Kategori Motivasi Jumlah Persentase (%)


90 – 100 Sangat tinggi - -
80 – 89 Tinggi 4 12,5
70 – 79 Cukup tinggi 23 71,9
60 – 69 Kurang 5 15,6
< 69 Rendah - -

Tabel di atas menunjukkan hanya ada 4 peserta didik atau 12,5% memiliki motivasi
yang tinggi dalam belajar dan mengikuti kegiatan pembelajaran, 23 peserta didik atau
71,9% memiliki motivasi yang cukup tinggi dalam belajar dan mengikuti kegiatan
pembelajaran, dan 5 peserta didik atau 15,6% memiliki motivasi yang kurang dalam
belajar dan mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari data di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa masih ada peserta didik kelas XI TKR 1 memiliki motivasi kurang
dalam mengikuti pelajaran Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan khususnya
Kompetensi Dasar Memelihara Sistem Pengisian.
Sedangkan untuk hasil tes siklus 1 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Hasil Tes siklus 1

No Rentang Nilai Huruf Jumlah Persen-tase (%) Rata-rata


1 86 - 100 A 12 37,5
2 71 - 85 B 11 34,4
82
3 56 - 70 C 9 28,1
4 <= 55 D - -

Tabel di atas menunjukkan dari 32 peserta didik, 12 peserta didik atau 37,5%
mendapat nilai dengan kategori A, 11 peserta didik atau 34,4% mendapat nilai dengan
kategori B, dan ada 9 peserta didik atau 28,1% yang mendapat nilai dengan kategori C.
Rata-rata secara klasikal dari perolehan nilai adalah 82 yang masuk dalam kategori B.
Dari 32 peserta didik, masih ada peserta didik yang nilainya melampaui KKM yang
ditentukan yaitu 75. Hasil tes siklus 1 bisa dikatakan sesuai harapan karena jumlah
ketuntasannya belum mencapai 100%. Dari data siklus 1 ini, maka perlu untuk dilakukan
pembelajaran siklus 2 dengan sedikit perubahan pada media yang digunakan. Perubahan
ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga proses
dan hasil pembelajaran dapat lebih maksimal.

137
Hasil Penelitian Siklus 2
Hasil pembelajaran dengan metode Discovery Learning dengan media animasi yang
dilaksanakan pada siklus 1 sudah menunjukkan peningkatan hasil yang cukup signifikan
baik dari motivasi maupun dari kompetensinya. Hanya saja masih terdapat beberapa
siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM), sehingga perlu
dilakukan pembelajaran siklus 2 agar target pembelajaran yaitu semua siswa telah
mencapai KKM yang ditentukan, yaitu 75.
Pelaksanaan pembelajaran siklus 2 ini, memiliki beberapa perbedaan dengan
pembelajaran siklus 1. Perbedaan yang pertama adalah animasi yang digunakan berbeda
dengan animasi yang digunakan pada siklus 1. Jika pada siklus 1 media yang digunakan
hanya menampilkan current flow dari wiring diagram sistem pengisian, maka pada siklus
2 ini, penulis mencoba memodifikasi dengan menambahkan beberapa keterangan pada
animasi tersebut. Sehingga selain bisa melihat current flow, siswa bisa mendapatkan
penjelasan tentang peristiwa yang terjadi selama sistem bekerja. Untuk animasi yang
kedua ini dibuat menggunakan program Microsoft Office Power Point, sehingga hanya
bisa dibuka melalui program tersebut. Tampilan animasi dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

a. Saat kunci kontak ON mesin mati

Gambar 4. Animasi 2 saat kunci kontak ON mesin mati

138
b. Saat kecepatan rendah ke sedang

Gambar 5. Animasi 2 Saat kecepatan rendah ke sedang

c. Saat kecepatan sedang ke tinggi

Gambar 6. Animasi 2 Saat kecepatan sedang ke tinggi

Hasil pengumpulan data baik secara tes maupun nontes pada siklus 2 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Hasil angket motivasi siklus 2

Nilai Kategori Motivasi Jumlah Persentase (%)


90 – 100 Sangat tinggi - -
80 – 89 Tinggi 9 28,1
70 – 79 Cukup tinggi 22 68,8
60 – 69 Kurang 1 3,1
< 69 Rendah - -

139
Tabel di atas menunjukkan terdapat 9 peserta didik atau 28,1% memiliki motivasi
yang tinggi dalam belajar dan mengikuti kegiatan pembelajaran, 22 peserta didik atau
68,8% memiliki motivasi yang cukup tinggi dalam belajar dan mengikuti kegiatan
pembelajaran. Dan masih terdapat 1 peserta didik atau 3,1% yang memiliki motivasi
kurang. Dari data di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar peserta
didik kelas XI TKR 1 memiliki motivasi yang cukup dalam mengikuti pelajaran
Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan khususnya Kompetensi Dasar Memelihara
Sistem Pengisian.

Tabel 6. Hasil tes siklus 2

No Rentang Nilai Huruf Jumlah Persen-tase (%) Rata-rata


1 86 - 100 A 12 37,5
2 71 - 85 B 20 62,5
84
3 56 - 70 C - -
4 <= 55 D - -

Tabel di atas menunjukkan dari 32 peserta didik, 12 peserta didik atau 37,5%
mendapat nilai dengan kategori A dan 20 peserta didik atau 62,5% mendapat nilai dengan
kategori B. Rata-rata secara klasikal dari perolehan nilai adalah 84 yang masuk dalam
kategori B. Hasil tes akhir pada siklus 2 ini menunjukkan semua siswa sudah melampaui
KKM, atau dengan kata lain tingkat ketuntasan peserta didik pada siklus 2 ini sudah
mencapai target yaitu 100%.

PEMBAHASAN
Proses pembelajaran pada pra siklus masih menggunakan metode yang konvensional
yaitu ceramah, demonstrasi dan percobaan. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik
tergolong sangat kurang memuaskan karena semua peserta didik belum mencapai KKM.
Hal itu disebabkan karena kurangnya motivasi peserta didik dalam belajar. Padahal
motivasi dalam belajar kelistrikan kendaraan ringan itu sangat dibutuhkan sekali
mengingat tingkat kesulitan dan resiko yang ada cukup besar.
Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti melakukan tindakan pembelajaran siklus 1
dengan metode Discovery Learning dengan media animasi wiring diagram untuk
meningkatkan motivasi dan kompetensi sistem pengisian kendaraan ringan.
Pada siklus 1, pembelajaran menggunakan metode Discovery Learning dengan
media animasi wiring diagram, terjadi peningkatan motivasi siswa seperti terlihat pada
tabel di bawah:

Tabel 7. Peningkatan motivasi peserta didik pratindakan – siklus 1

Kategori Motivasi Hasil Siklus 1 (%) Hasil Siklus 2 (%) Kenaikan (%)

Sangat tinggi 0 0 15,6

140
Tinggi 3,1 12,5
Cukup tinggi 15,6 71,9
Kurang 81,3 15,6
Rendah 0 0
Tabel di atas menunjukkan peserta didik pada pratindakan memiliki motivasi cukup
tinggi, tinggi dan sangat tinggi sebesar 18,7%. Sedangkan setelah diberi tindakan atau
pada siklus 1 motivasi peserta didik saat mengikuti pembelajaran yang tergolong cukup
tinggi, tinggi dan sangat tinggi sebesar 84,4%. Dari data motivasi pada siklus 1 jika
dibandingkan dengan data pada pratindakan, motivasi pada siklus 1 mengalami
peningkatan yang sangat signifikan yaitu sebesar 65,7%.
Peningkatan motivasi peserta didik tersebut dikarenakan dengan model pembelajaran
Discovery Learning, peserta didik merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran karena
dapat merangsang untuk berpikir dan merangsang untuk belajar. Meskipun demikian
masih terdapat sebagian peserta didik yang memiliki motivasi yang kurang. Hal ini
mungkin disebabkan media animasi yang dipakai masih berupa berupa gambar aliran arus
saja sehingga perlu penjelasan tambahan dari guru. Untuk itu perlu dilakukan tindakan
pada siklus 2 dengan modifikasi media animasi yang dilengkapi keterangan sehingga
siswa dapat mempelajari secara mandiri di luar kelas.
Pada siklus 2, peningkatan motivasi peserta didik dapat terlihat pada tabel di bawah
ini:

Tabel 8. Peningkatan motivasi peserta didik siklus 1 – siklus 2

Kategori Motivasi Hasil Siklus 1 (%) Hasil Siklus 2 (%) Kenaikan (%)

Sangat tinggi 0 0
Tinggi 12,5 28,1 12,5
Cukup tinggi 71,9 68,8
Kurang 15,6 3,1
Rendah 0 0

Dari tabel di atas, jumlah peserta didik pada siklus 1 yang memiliki motivasi cukup
tinggi, tinggi dan sangat tinggi mencapai 84,4%. Sedangkan pada siklus 2 motivasi
peserta didik saat mengikuti pembelajaran yang tergolong cukup tinggi, tinggi dan sangat
tinggi sebesar 96,9%. Sehingga peningkatan motivasi peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran cukup signifikan yaitu sebesar 37,5%.
Peningkatan motivasi pada tiap siklus pun berpengaruh terhadap peningkatan
prestasi belajar, dilihat dari peningkatan jumlah ketuntasan peserta didik maupun dari
nilai rata-rata hasil tes mulai dari pratindakan, siklus 1 sampai siklus 2.
Peningkatan jumlah ketuntasan peserta didik pada tiap siklus dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:

141
Tabel 9. Peningkatan jumlah ketuntasan peserta didik
No Siklus Jumlah Ketuntasan Persentase (%)
1 Pratindakan 0 0
2 Siklus 1 23 71,9
3 Siklus 2 32 100

Dilihat dari tabel di atas, jumlah ketuntasan peserta didik pada pratindakan adalah
0%. Itu artinya semua peserta didik tidak ada yang mencapai KKM. Sedangkan pada
siklus I dengan metode pembelajaran menggunakan Discovery Learning dengan media
animasi wiring diagram jumlah ketuntasan peserta didik meningkat menjadi 23 siswa atau
terjadi peningkatan ketuntasan sebesar 71,9%. Pada siklus 2 pembelajaran masih
menggunakan metode Discovery Learning tetapi dengan media animasi wiring diagram
yang berbeda, jumlah ketuntasan peserta didik yang terlihat pada tabel mencapai 100%
yaitu 32 siswa.
Sedangkan untuk peningkatan rata-rata hasil tes dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 10. Peningkatan rata-rata tes peserta didik


No Siklus Rata-rata Kenaikan Persentase (%)
1 Pratindakan 47 - -
2 Siklus 1 82 35 35
3 Siklus 2 84 2 2

Dari hasil tes pratindakan, siklus 1 mengalami peningkatan rata-rata nilai tes sebesar
35 atau 35%. Sedangkan siklus 2 mengalami peningkatan nilai rata-rata sebesar 2 poin
dari siklus 1 atau sebesar 2%.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dengan metode pembelajaran
menggunakan Discovery Learning dapat meningkatkan motivasi dan kompetensi
pengetahuan peserta didik pada kompetensi dasar memelihara sistem pengisian
kendaraan ringan.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian selama dua siklus, maka dapat diambil simpulan:
1). Metode Discovery Learning dengan media animasi dapat meningkatkan motivasi
belajar peserta didik kelas XI TKR 1 SMK N 1 Kedungwuni tahun pelajaran 2016/2017,
2). Metode Discovery Learning dengan media animasi dapat meningkatkan kompetensi
kognitif memelihara sistem pengisian kendaraan ringan pada peserta didik kelas XI TKR
1 SMK 1 Kedungwuni tahun pelajaran 2016/2017

142
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan simpulan dari penelitian ini, peneliti
memberikan saran: 1). Pemanfaatan media animasi sangat diperlukan guna mempertajam
pemahaman siswa tentang konsep dan cara kerja sistem pengisian. Oleh karena itu guru
sebaiknya mencoba membuat bermacam-macam animasi yang kreatif, 2). Guru
sebaiknya selalu bereksperimen menggunakan bermacam-macam model pembelajaran
melalui penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran agar
peningkatan kompetensi peserta didik dapat dimaksimalkan.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Hopkins, David. 2011. Panduan Guru Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Kamdi, W dkk. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Universitas Negeri Malang.


Malang

Kemendikbud (2013). Model Pembelajaran Penemuan (discovery learning). Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemendikbud (2013). Permendikbud No 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi


Lulusan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemendikbud (2013). Permendikbud No 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses


Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan

Kemendikbud (2013). Permendikbud No 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian.


Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Kompetensi Dan Aplikasinya, Bandung: Rosdakarya,


2003.

Sitanggang, Rinton. 2013. Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan. Malang:


PPPPTK BOE Malang

Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosadakarya

Tim PUSKURBUK. 2015. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013.


Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Wardhani, IGAK dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Tangerang: Universitas Terbuka

143
PEMBELAJARAN FISIKA KONSEP TEORI KINETIK GAS DENGAN
PENDEKATAN INKURI PENGALAMAN SAINS TERSTRUKTUR
MENGGUNAKAN VIRTUAL LABORATORY UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI MIPA-10

Agnes Yuni Pujiastuti


SMAN 1 Malang
email:agnes.spd@gmail.com

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk memaparkan keterlaksanaan


pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur berbantuan virtual laboratory dalam
meningkatkan hasil belajar fisika konsep teori kinetik gas. Subjek penelitian adalah
peserta didik kelas XI MIPA-10 SMA Negeri 1 Malang di tahun ajaran 2016/2017. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus yang meliputi langkah-
langkah perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observation),
dan refleksi (reflection). Rancangan penelitian ini mengacu pada model Kemmis dan Mac
Taggart. Instrumen penelitian ini adalah RPP, tes hasil belajar aspek kognitif, lembar
kerja peserta didik (LKPD), lembar observasi aktivitas peserta didik (catatan lapangan),
lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, dan angket respon peserta didik. Data
dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah
mengikuti proses pembelajaran: 1) persentase keterlaksanaan pembelajaran meningkat
4%, 2) hasil tes kognitif meningkat 75%, 3) rata-rata kelas di aspek keterampilan
meningkat 3,6, dan 4) aspek sikap peserta didik menjadi lebih baik, semakin banyak yang
aktif saat berdiskusi, lebih menghargai pendapat orang lain, lebih percaya diri, rasa
keingintahuan lebih tinggi, dan lebih bertanggungjawab atas apa yang dikerjakan.
Kata Kunci: virtual laboratory, hasil belajar, inkuri

PENDAHULUAN
Seiring dengan pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),
materi fisika yang bersifat abstrak dapat dieksperimenkan melalui visualisasi. Penggunaan
media IT diharapkan peserta didik lebih termotivasi untuk belajar mandiri dengan
menggunakan gadget maupun laptop yang dimiliki. Peserta didik dapat melakukan pratikum
sendiri dengan waktu yang tak terbatas dan tempat dimana saja. Pratikum/eksperimen yang
dilakukan oleh peserta didik adalah eksperimen virtual. Eksperimen virtual merupakan
eksperimen yang dilakukan siswa di laboratoriun Virtual. Laboratorium virtual adalah sebuah
simulasi komputer yang memungkinkan fungsi-fungsi penting dari laboratorium eksperimen
real untuk dilaksanakan dalam komputer. Komputer berbasis software laboratorium virtual
memungkinkan peserta didik untuk melakukan eksperimen secara virtual dengan dasar teori
dan aplikasi perangkat lunak.
Menurut TÜYSÜZ (2010) virtual laboratory saat ini menjadi solusi dari permasalahan
yang muncul dari penggunaan laboratorium secara tradisional dan memiliki kontribusi positif
dalam mencapai tujuan sistem pendidikan. Keberadaan virtual laboratory diharapkan dapat

144
menjadi solusi bagi kendala-kendala yang dihadapi untuk melakukan eksperimen di sekolah.
Laboratorium virtual juga mampu memberikan simulasi pada proses ilmiah yang sangat
kompleks dengan lebih konkrit. Virtual laboratory lebih murah dan aman serta sangat
membantu sekolah dengan fasilitas laboratorium kurang memadai. Penelitian tentang virtual
laboratory pada bidang studi teknik kimia, sebanyak 93% responden menganggap virtual
laboratory mempunyai kegunaan yang banyak (Domingues et al. 2010). Hasil penelitian lain
oleh Yuniarti, F (2011) di bidang biologi menyatakan bahwa Virtual laboratory memiliki
tingkat keberterimaan “sangat mendukung” oleh siswa dan guru serta efektif untuk
pembelajaran.
Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru untuk mempelajari konsep teori
kinetik gas adalah inkuiri pengalaman sains terstruktur. Hasil penelitian Pujiastuti, A.Y (2013)
bahwa model pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur melalui strategi metakognitif
dapat meningkatkan prestasi belajar fisika. Menurut PP No 19 tahun 2005 pasal 1 tentang
model pembelajaran fisika yang dikeluarkan oleh Depdiknas/BPPN/Puskur, menjelaskan
bahwa pendidikan fisika diarahkan untuk inkuiri dan berbuat, sehingga dapat membantu
peserta didik memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Artinya,
penyajian proses pembelajaran tersebut adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student centred), yaitu pembelajaran yang menekankan pada peserta didik bahwa dirinya
sendiri yang akan membangun pengetahuan. Peserta didik membangun pengetahuan secara
aktif, sedangkan guru perlu mengembangkan kompetensi dan kemampuan peserta didik
sehingga terjadi interaksi antara peserta didik dan guru.
Hasil wawancara pada lima peserta didik kelas XI MIPA-10 mengatakan bahwa semua
materi fisika penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun kenyataannya
peserta didik mengalami kesulitan memahami konsep terutama yang bersifat abstrak. Peserta
didik lebih senang menghafal rumus-rumus daripada memahami konsep secara mendalam.
Peserta didik lebih menyenangi belajar soal-soal yang menggunakan hitungan matematika
(rumus-rumus) tetapi kurang terampil dalam menyelesaikan soal tentang konsep. Untuk itu
guru perlu berupaya untuk berinovasi dalam pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran
yang diterapkan adalah eksperimen agar peserta didik lebih terlibat dengan alam untuk
mempelajari diri sendiri serta prospek perkembangan lebih lanjut dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran fisika dengan konsep yang abstrak membuat peserta didik kesulitan
untuk memahaminya misalnya konsep teori kinetik gas. Adapun teori kinetic gas mempelajari
sifat-sifat gas yang ditinjau sacara makrokopis (gas ideal) meliputi: tekanan, volume, dan suhu
yang memenuhi hukum Boyle,Guy Lussac dan, Charles menghasilkan persamaan gas ideal
serta ditinjau secara mikrokopis (partikel gas) meliputi: kecepatan evektif, energi kinetik rata-
rata, momentum, ekuipartisi energi, energi dalam, derajad kebebasan untuk gas monoatmik,
diatomik.

145
Kendala yang dihadapi untuk memahami konsep terori kinetik gas adalah
kesulitan menghadirkan media bersifat fisik untuk pratikum. Berdasarkan kendala
tersebut, maka guru memberikan solusi agar peserta didik dapat mengatasi kesulitannnya.
Salah satunya adalah menghadirkan media pendukung berbasis IT dengan memanfaatkan
gadget maupun komputer yang dilengkapi aplikasi virtual laboratory. Dengan demikian
peserta didik dapat memahami konsep fisika yang bersifat abstrak yang tidak dibatasi
oleh ruang dan waktu. Sehingga hasil belajar fisika meningkat.
Hasil belajar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor internal
dan faktor eksternal, (W. S. Winkel dalam bukunya Purwanto, 2010). Faktor internal
adalah faktor-faktor yang berasal dari individu anak itu sendiri yang meliputi: Faktor
Jasmaniah (fisiologis), yang termasuk faktor ini antara lain: 1) penglihatan, 2)
pendengaran, 3) struktur tubuh dan sebagainya, faktor Psikologis, yang termasuk faktor
psikologis antara lain: intelektul (taraf intelegensi, kemampuan belajar, dan cara belajar)
dan non intelektual (motivasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi psikis, dan kondisi
akibat keadaan sosiokultur), dan faktor kondisi fisik. Faktor eksternal adalah faktor-faktor
yang berasal dari lingkungan individu anak itu sendiri yang meliputi: 1) faktor
pengaturan belajar disekolah (kurikulum, disiplin sekolah, guru, fasilitas belajar, dan
pengelompokan peserta didik), 2) faktor sosial di sekolah (sistem sosial, status sosial
peserta didik, dan interaksi guru dan peserta didik), dan 3) Faktor situasional (keadaan
politik ekonomi, keadaan waktu dan tempat atau iklim).
Pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur dengan bantuan virtual laboratory
dapat menumbuhkan kepercayaan, menekankan pada monitoring diri dan tanggung
jawab peserta didik, dapat mengatur diri sendiri, lebih aktif dalam mengembangkan diri
mampu memotivasi diri. Menurut Keeton and Tate (Suciati, 2006) belajar melalui
pengalaman dapat melibatkan peserta didik secara langsung dalam masalah atau isu yang
dipelajari. Pengalaman peserta didik diajak untuk langsung merasakan dan mengamati
kejadian yang ada di sekitarnya dengan mengumpulkan data dari eksperimen virtual yang
ditemukan dengan tujuan peserta didik mampu melaporkan apa yang ditemukan dari
pengalamannya.
Tujuan penelitian ini adalah “untuk memaparkan keterlaksanaan pembelajaran
inkuiri pengalaman sains terstruktur berbantuan virtual laboratory dalam meningkatkan
hasil belajar fisika konsep teori kinetik gas peserta didik kelas XI MIPA-10 di SMAN 1
Malang.”

Pembelajaran Menggunakan Virtual Laboratory


Pembelajaran konsep teori kinetik gas dengan model inkuiri pengalaman sains
terstruktur menggunakan virtual laboratory dilaksanakan dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut.
 Proses pembelajaran dimulai dengan melakukan apersepsi dan motivasi. Dengan
menggali pengetahuan awal peserta didik tentang fenomena yang dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Guru memberikan pertanyaan “mengapa roda kendaraan
bermotor mudah meletus waktu siang hari ketika melaju?” Peserta didik menjawab
dengan tepat, dan guru memberikan penguatan jawaban dengan menampilkan animasi
berikut. Dengan demikian peserta didik menjadi lebih tertarik untuk mempelajari
konsep teori kinetik gas.

146
Jumlah partikel (n), volume (V) dan suhu (T) dapat diubah dengan menekan tombol .

 Tahap penyajian masalah dan hipotesis berdasarkan pengalaman konkrit.


Perumusan masalah dilakukan dengan kegiatan memberikan ilustrasi berupa tayangan
video tentang fenomena balon dapat mengembang dari uap air yang mendidih. Guru
membimbing peserta didik menuliskan hipotesa dengan menampilkan animasi gerakan
partikel di ruang tertutup berikut.

Peserta didik mengamati dengan menekan tombol kata “DITEKAN” dan


“DIREGANGKAN”. Dengan demikian peserta dapat tidak mengalami kendala untuk
menuliskan hipotesa.

147
 Tahap Pengamatan Reflektif
Guru mengecek sarana pendukung kegiatan percobaan ditiap kelompok. Selain itu
guru mendorong peserta didik untuk melakukan pengamatan dengan teliti dan cermat
yang sesuai dengan pokok bahasan baik secara individu maupun kelompok. Guru
memberi masalah tentang gerakan partikel di dalam ruang tertutup dan mencatat
pertanyaan dari peserta didik untuk diuji melalui proses pembelajaran. Guru melakukan
penilaian tiap peserta didik dan bimbingan
 Tahap Eksperimen dan Pengorganisasian Data.
Pada tahap ini, peserta didik melakukan pengamatan terhadap fenomena gerakan
partikel di dalam wadah tertutup yang mengalami perubahan tekanan, volume, dan
suhu. Guru mendampingi peserta didik melakukan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan tentang fenomena yang telah dikonsepkan. Guru mengarahkan dan
mendampingi proses pengambilan data untuk dicatat di lembar kerja yang disediakan.
Peserta didik diarahkan untuk mengamati animasi fenomena dengan cermat dengan
mencatat data percobaan dengan menekan tombol-tombol pada animasi berikut.

Guru menginspirasi untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak menjadi konkrit


atau menjelaskan pengalaman secara konkrit pada peserta didik. Dari kegiatan tersebut
diharapkan peserta didik dapat mengaitkan data hasil pengamatan dengan teori yang
pernah dipelajari.
 Tahap Pengamatan Fenomena
Tahap pengamatan fenomena, peserta didik dibimbing dan dimotivasi untuk
menemukan fakta-fakta lain yang mungkin muncul pada saat melakukan
kegiatan/percobaan di tahap sebelumnya. Bimbingan dan motivasi dilakukan guru dengan
mendatangi tiap kelompok, kemudian memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya
ha-hal yang relevan dengan kegiatan yang dilaksanakan. Guru menginspirasi untuk

148
menjelaskan sesuatu yang abstrak menjadi konkrit atau menjelaskan pengalaman secara
konkrit.
 Tahap Mengumpulkan, Menganalisa data, dan Menyimpulkan.
Tahap mengumpulkan data dilakukan setelah seluruh proses pengamatan,
pengidentifikasian, dan pengklasifikasian, serta kemungkinan ditemukannya hal baru.
Data-data hasil kegiatan selanjutnya ditulis dan dianalisa oleh tiap kelompok.
Dilanjutkan menyusun kesimpulan hasil diskusi. Guru meminta perwakilan satu
kelompok untuk memaparkan hasil kegiatan dan mempresentasikan di depan kelas.

METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom
action research) yang digambarkan sebagai sebuah siklus yang terdiri dari perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi (Kemmis & McTaggart, 1988). Siklus ini terulang
sehingga membentuk sebuah spiral self-reflektif seperti tampak dalam Gambar 1. Berikut

Perencanaan Tindakan

Refleksi

Siklus I
Pelaksanaan Tindakan

Observasi

Rencana Tindakan
(Revisi)
Refleksi
Siklus II

Pelaksanaan Tindakan

Observasi

Gambar 1. Diagram Alur Desain PTK model Kemmis dan Mac Taggart
(Sumber modifikasi dari: Sanjaya, 2009)

Penelitian ini menerapkan dua siklus yang dilaksanakan pada bulan September -
Oktober 2016. Dalam setiap siklus dilakukan pembelajaran dengan strategi inkuiri

149
penglaman sains terstruktur berbantuan virtual laboratory. Berikut langkah-langkah yang
telah dilakukan.
Studi Pendahuluan
Sebelum melaksanakan penelitian, perlu dilakukan studi pendahuluan yang dilakukan
sebagai dasar untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh peserta didik maupun
guru dalam pelaksanaan pembelajaran selama ini. Hal-hal yang dilakukan selama studi
pendahuluan adalah sebagai berikut: (a) mendeskripsikan informasi tentang pembelajaran
fisika, (b) mendeskripsikan informasi tentang kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah fisika, (c) melakukan obsevasi di kelas untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan kognitif dan keterampilan proses pesetrta didik dalam menyelesaikan
masalah fisika, (d) menganalisa dan merumuskan permasalahan, dan (e) menentukan
strategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah.

Tahap Pelaksanaan
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, dimana tiap siklus meliputi:
 Perencanaan (planning)
Berikut adalah kegiatan pada tahap perencanaan: 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), 2) Menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), 3) Menyusun
soal tes kognitif peserta didik berbentuk pilihan ganda, 4) Menyusun lembar observasi
aktivitas guru dan peserta didik, 5) Menyusun lembar respon dan sikap peserta didik
terhadap model pembelajaran, 6) Melakukan koordinasi dengan observer mengenai
tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam melakukan pengamatan dan mendiskusikan
lembar LKPD, dan 7) Menyiapkan alat-alat dokumentasi dan perangkat lain yang akan
digunakan untuk penelitian

 Tindakan (action)
Pada tahap ini, hal-hal yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) pelaksanaan
kegiatan pembelajaran fisika sesuai dengan RPP yang telah disusun dan 2) pelaksanaan
tes sesudah tindakan

 Pengamatan (observation)
Pengamatan difokuskan pada peserta didik dan guru selama pembelajaran dengan
menggunakan lembar observasi dan berisi indikator-indikator yang diamati. Lembar
observasi guru dipergunakan untuk memperoleh gambaran-gambaran tahapan
pembelajaran inkuiri pengamalan sains terstruktur dengan bantuan virtual laboratory
yang telah dirancang, apakah sudah terlaksana dengan baik atau belum. Sedangkan
lembar observasi peserta didik digunakan untuk mengamati selama kegiatan
pembelajaran secara non-aptitude (aspek sikap dan keterampilan).

 Refleksi (reflection)
Pelaksanaan refleksi bertujuan untuk memikirkan ulang pelaksanaan tindakan
yang telah dilaksanakan dan hasil observasi yang diperoleh berdasarkan rekaman, catatan,
temuan, kejadian-kejadian dalam proses pembelajaran demi perbaikan dalam
pembelajaran. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh siklus yang
telah dilakukan berdasarkan data yang terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi. Adapun

150
tahap pelaksanaan ini mencakup analisa, sintesa, dan penilaian terhadap hasil
pengamatan atau siklus yang telah dilaksanakan.
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIPA-10 SMA Negeri 1
Malang. Jumlah peserta didik adalah 31 yang terdiri dari 11 laki-laki dan 20 perempuan.
Instrumen yang digunakan dalam setiap variabel penelitian dapat diuraikan
sebagai berikut.

Data Keterlaksanaan Pembelajaran


Data keterlaksanaan pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur dengan
bantuan virtual laboratory diperoleh melalui lembar observasi yang digunakan sebagai
alat untuk mendeskripsikan antara kesesuaian keterlaksanaan kegiatan pembelajaran oleh
guru dan peserta didik dengan skenario pembelajaran yang terdapat pada RPP. Data
aktivitas guru dan peserta didik diperoleh melalui pengamatan selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Pemberian skor untuk hasil pengamatan diperoleh dengan
memberikan skor pada rentangan 1 – 4 di skenario pembelajaran (Jihad dan Haris, 2009).
Data Hasil Tes Kognitif Peserta Didik
Tes dilaksanakan dua kali sesudah tindakan yaitu post-test di siklus pertama dan
siklus kedua. Tes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kognitif peserta
didik dalam pembelajaran fisika untuk konsep teori kinetik gas. Bentuk soal post-test
adalah pilihan ganda sejumlah 20 butir.
Data Hasil Penilaian Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Penilaian aspek keterampilan dilakukan setelah peserta didik melakukan pratikum
virtual mulai dari merumuskan masalah dan hipotesa, pengumpulan data, analisa data,
dan menyimpulkan. Kegiatan pratikum virtual dilaksanakan 4 kali untuk siklus pertama
dan kedua.

Data Penilaian Sikap


Penilaian sikap peserta didik didapat dari lembar observasi guru dan lembar
angket selama pembelajaran. Teknik penilaian adalah guru yang dibantu oleh observer
adalah dengan mencatat sikap peserta didik yang meliputi: kejujuran, kemandirian,
tanggungjawab, rasa ingin tahu, menghargai, dan berkomunikasi/bersosialisasi.
Data Hasil Observasi Peserta Didik dan Guru
Observasi pada penelitian ini bersifat langsung, pengamatan dilakukan oleh tujuh
observer selama pelaksanaan pembelajaran dengan mengisi lembar observasi yang terdiri
dari lembar observasi aktivitas peserta didik dan guru. Lembar observasi berisi aspek-
aspek yang diamati selama pembelajaran. Lembar obsevasi aktivitas guru untuk
mengetahui efesiensi dan efektifitas pembelajaran. Lembar observasi aktivitas peserta
didik digunakan untuk mengetahui sejauh mana keaktifan baik secara mental maupun
fisik dalam memecahkan konsep teori kinetik gas.

151
Data Angket Respon Peserta Didik
Angket respon peserta didik terhadap penerapan pembelajaran inkuiri
pengalaman sains terstruktur dengan bantuan virtual laboratory adalah angket yang
disebarkan kepada peserta didik untuk mengetahui tanggapan peserta didik terhadap
model pembelajaran tersebut dan angket untuk mengetahui sikap peserta didik selama
pembelajaran.
Data dan sumber data penelitian ini meliputi: 1) data hasil observasi
keterlaksanaan pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur berbantuan virtual
laboratory, sumber data adalah dua observer, 2) data hasil tes kognitif peserta didik
berupa post-test yang dilaksanakan setelah tindakan untuk tiap siklus, sumber data adalah
guru, 3) data hasil kerja peserta didik dalam kelompok, sumber data adalah guru, 4) data
hasil observasi penilaian sikap dan respon peserta didik selama pembelajaran, sumber
data adalah guru dan tujuh observer, dan 5) data hasil observasi terhadap aktivitas peserta
didik selama pembelajaran, sumber datanya adalah tujuh observer.
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan pedoman sebagai berikut.

Data Kualitatif
Data kualitatif berupa pengamatan terhadap kejadian-kejadian selama kegiatan
pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi dan dikumpulkan melalui catatan
lapangan.
Data kuantitatif
Data ini mencakup penilaian hasil belajar dari aspek kognitif, aspek
keterampilan, serta aspek sikap peserta didik, indikator keberhasilan, dan keterlaksanaan
pembelajaran tindakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
 Data hasil belajar kognitif dianalisa dengan ketentuan sebagai berikut
-Menentukan rata-rata kelas:
 sekor peserta didik
X
 peserta didik
-Menentukan ketuntasan individu:
 sekor yang dicapai peserta didik
Ki  x 100%
 sekor maksimum
-Menghitung ketuntasan klasikal:

 peserta didik yang tuntas


Kk  x 100%
 peserta didik
Apabila disiklus pertama untuk ketuntasan individu belum mencapai nilai ≥78
dan ketuntasan klasikal belum mencapai 85% maka akan ada tindakan pada siklus
kedua.
 Data hasil belajar keterampilan dianalisa dengan menentukan rata-rata kelas. Adapun
rumus untuk menentukan ketuntasan adalah sama dianalisa nilai kognitif. Secara
individu dikatakan tuntas apabila nilai yang dicapai ≥ 80.
 Data hasil belajar aspek sikap dijabarkan secara deskriptif yang diperoleh dari hasil
observasi guru maupun dari para observer melalui lembar angket peserta didik.
 Keterlaksanaan Pembelajaran

152
Tahapan sintaks pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur dengan
bantuan virtual laboratory terdiri dari tiga kegiatan yaitu: 1) pendahuluan (X), 2) inti
(Y), dan 3) penutup (Z). Hasil observasi keterlaksaan pembelajaran dipersentase dengan
rumus:
10% x   80% x Y  10% x Z
x 100%
P= Q

HASIL dan PEMBAHASAN


 Hasil Observasi Aktivitas Peserta Didik
Pelaksanaan tahap observasi dilakukan di siklus I dan siklus II selama proses
pembelajaran berlangsung, dalam hal ini peneliti dibantu oleh 7 observer. Seluruh
observer adalah guru–guru dari PPL SM-3T. Tiap observer melakukan pengamatan
aktivitas peserta didik dengan mencatat di lembar observasi untuk tiap kelompok.
Observer tidak diperkenankan berbicara maupun menarik perhatian dengan
peserta didik. Pencatatan data dimulai dari kegiatan saat peserta didik melakukan
pengamatan hingga tahap presentasi.
Temuan aktivitas peserta didik pada siklus I adalah sebagian besar peserta didik
besar dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran baik secara fisik maupun mental.
Sedangkan media yang tersedia dapat digunakan secara maksimal. Ada sedikit kendala
diteknik perangkat (laptop), namun tidak mempengatas pesertaruhi aktivitas peserta
didik. Terdapat 5 peserta didik yang belum aktif sepenuhnya ketika berdiskusi dengan
kelompok. Peserta didik tersebut no absen 1, 19 dan 28 yaitu tidak memberikan pendapat,
hanya menulis saja dari hasil diskusi. Peserta didik no absen 3 dan 6 tidak antusias dan
hanya mengeluh. Tindakan yang dilakukan oleh guru adalah mendatangi peserta didik
tersebut dengan cara memberikan motivasi agar aktif berdiskusi, misanya dengan cara
guru bertanya manfaat mempelajari materi teori kinetik gas dalam kehidupan sehari-hari.
No absen 18 dan 22 tidak nyaman dengan anggota di kelompok, sehingga mereka kurang
maksimal dalam mengikuti pembelajaran.
Temuan aktivitas peserta didik pada siklus II adalah no. absen 21, yaitu kurang
bisa bersosilisasi dengan anggota kelompok, interaksi pada teman yang gendernya sama
yaitu no. absen 25 dan 27, no. absen 28 tertinggal menulis rumusan masalah dan hipotesis
karena sibuk dengan kegiataannya sendiri, no. absen 11, 15, 18 dan 27 pasif saat
berdiskusi, serta no. absen 1 dan 5 belum fokus untuk diskusi, mereka sibuk dengan
melihat simulasi lain.
Tindakan yang dilakukan oleh guru (hasil obsevasi 7 observer) bagi peserta didik
yang bermasalah, adalah dengan memberikan motivasi agar aktif berdiskusi,
mengingatkan agar tidak melakukan kegiatan lain selain berdiskusi mempelajari sub-
materi yang dipelajari, menanyakan konsep-konsep yang pernah dipelajari sebelumnya
yang berkaitan dengan materi teori kinetik gas dan bertanya manfaat mempelajari materi
teori kinetik gas dalam kehidupan sehari-hari.

153
 Hasil Observasi Guru
Kegiatan observasi guru untuk mengatahui respon peserta didik setelah kegiatan
pembelajaran, melalui angket tentang sejauh mana pemahaman sub-materi yang
dipelajari untuk siklus I dan II.
Pada siklus I ada 11 peserta didik yang belum menguasai untuk sub-materi hukum
Boyle-Gay Lussac dan karakteristik gas. Penyebabnya yaitu: 1) tidak semua peserta didik
membawa laptop, 2) belum bisa maksimal mengerjakan soal/tugas dari guru, 3) ada yang
tidak nyaman dengan anggota kelompok, 4) peserta didik belum siap secara mental karena
jadwal pelaksanaan setalah jam pembelajaran olahraga, dan 5) situasi kelas yang kurang
nyaman dikarenakan menempati kelas lain. Selebihnya 20 peserta didik yang lain telah
menguasai sub-materi hukum Boyle-Gay Lussac dan karakteristik gas. Mereka senang
dengan model maupun metode pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur dengan
bantuan virtual laboratory, nyaman dengan anggota kelompok dan tidak terpengaruh
dengan situasi lingkungan di sekitar kelas pembelajaran.
Catatan dari siklus II adalah terdapat 5 peserta didik yang belum menguasai untuk
sub-materi ekuipartisi energi, energi dalam, kecepatan efektif, dan kontribusi energi
kinetik rata-rata terhadap derajad kebebasan. Penyebabnya yaitu: 1) kurang inten untuk
mempelajarinya, 2) belum maksimal mengerjakan soal/tugas dari guru, 3) membutuhkan
waktu yang lama untuk memahaminya, 4) peserta didik belum siap secara mental karena
jadwal pelaksanaan setalah jam pembelajaran olahraga, dan 5) kurang menyukai model
maupun metode pembelajaran terutama dikegiatan galery walk. Selebihnya 26 peserta
didik telah menguasai dan sangat menguasai sub-materi ekuipartisi energi, energi dalam,
kecepatan efektif, dan kontribusi energi kinetik rata-rata terhadap derajad kebebasan.
Mereka senang dengan model maupun metode pembelajaran inkuiri pengalaman sains
terstruktur dengan bantuan virtual laboratory, nyaman dengan anggota kelompok dan
tidak terpengaruh dengan situasi lingkungan di sekitar kelas pembelajaran.
Jumlah peserta didik yang mengalami masalah pembelajaran di siklus kedua
menurun dibandingkan disiklus pertama (11 peserta didik). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa peserta didik sebagian besar mampu mengatasi kendala dari faktor
internal, faktor jasmaniah (fisiologis), faktor psikologis, faktor kondisi fisik, faktor
eksternal, dan faktor situasional (W. S. Winkel dalam bukunya Purwanto, 2010).

 Hasil Obsevasi Keterlaksanaan Pembelajaran


Pembelajaran yang dilakukan untuk dua siklus menggunakan inkuiri pengalaman
sains terstruktur dengan bantuan virtual laboratory. Obersevasi keterlakasaan diamati
oleh 2 observer dengan mengisi lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran guru
dan peserta didik. Selengkapnya hasil keterlaksanaan pembelajaran siklus pertama dan
kedua dapat dilihat pada Tabel 1 dan persentase peningkatan pada Grafik 1.

154
Tabel 1. Peningkatan Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I dan
Siklus II
Siklus Persentase Keterlaksanaan
(%)
I 91
II 95

96%

94%

92% siklus 1

90% siklus 2

88%
persentase

Grafik 1. Persentase Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I dan


Siklus II

Persentase keterlaksanaan pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur


dengan bantuan virtual laboratory di siklus kedua mengalami peningkatan sebesar 4%
di tahap akhir. Tahap akhir disiklus I berbeda dengan siklus II. Peningkatan di tahap akhir
siklus II adalah lembar kerja ditiap kelompok dipamerkan melalui media time table.
Selanjutnya hasil kerja tiap kelompok dipajang, sedangkan anggota lain berjalan untuk
melihat, membaca kemudian memberi respon berupa pertanyaan maupun saran di media
stiker note untuk ditempelkan di time table. Saat anggota lain berkeliling, ada temuan
bahwa peserta didik menanyakan langsung lalu dijawab oleh kelompok yang didatangi.
Jadi kegiatan diskusi lebih hidup bila dibandingkan di siklus I. Guru memberi nama
kegiatan tersebut yaitu galery walk.
Peserta didik terlihat antusias mengikuti kegiatan diskusi sampai menyimpulkan.
Dengan demikian bahwa guru dengan bantuan catatan-catatan dari observer, mampu
mengatasi kendala pembelajaran baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor
eksternal misalnya kendala secara teknik mengenai perangkat pendukung proses
pembelajaran, sedangkan faktor internal misanya dari kondisi fisik maupun mental
peserta didik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri pengalaman sains
terstruktur dengan bantuan virtual laboratory dapat menumbuhkan kepercayaan,
menekankan pada monitoring diri dan tanggung jawab peserta didik, dapat mengatur diri
sendiri, lebih aktif dalam mengembangkan diri mampu memotivasi diri. Langkah-

155
langkah ini merupakan perpaduan antara metalearning dan metaknowledge strategis
pendapat dasar Novak (1998).

 Hasil Belajar Aspek Kognitif


Pada siklus I, peserta didik mempelajari sub-materi hukum Boyle- Gay Lussac
dan karaekteristik gas. Pelaksanaan pembelajaran selama 4 pertemuan dan tiap pertemuan
dengan alokasi waktu 2x45 menit. Jumlah peserta didik yang tuntas 6 (KKM≥ 78),
sehingga ketuntasan klasikal mencapai 19%.
Pada siklus II, peserta didik mempelajari sub-materi kecepatan efektif, derajad
kebebasan, ekuipartisi energi, momentum, energi kinetik, dan energi dalam gas.
Pelaksanaan pembelajaran selama 4 pertemuan dan tiap pertemuan dengan alokasi
waktu 2x45 menit. Jumlah peserta didik yang tuntas 29, sehingga ketuntasan klasikal
mencapai 94%. Selengkapnya hasil belajar kognitif siklus pertama dan kedua dapat
dilihat pada Tabel 2 dan persentase peningkatan pada Grafik 2.

Tabel 2. Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I dan Siklus II


Siklus Siklus
Aspek Peningkatan Siklus I ke II
I II
Jumlah peserta didik
yang tuntas mencapai 6 29 23
KKM
Persentase ketuntasan
19% 94% 75%
klasikal
Nilai rata-rata kelas 73,7 85 11,3

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Siklus I Siklus II Peningkatan Siklus I
ke II

Grafik 2. Persentase Peningkatan Nilai Kognitif Klasikal

156
Berdasarkan Tabel 2 dan Grafik 2, bahwa peningkatan hasil belajar kognitif pada
siklus II karena peserta didik mampu mengatasi kendala-kendala pembelajaran baik dari
faktor internal maupun eksternal, seperti yang dikemukakan oleh Ridwan (2008) bahwa
prestasi belajar tercapai dipengaruhi oleh 3 faktor, meliputi: 1) faktor internal (misal
minat peserta didik merupakan faktor pendorong), 2) faktor eksternal (misal mental
sebagai kesiapan peserta didik), dan 3) faktor fisik (misal kondisi kesehatan peserta
didik).
Hasil Belajar Aspek Keterampilan
Peserta didik melakukan kegiatan eksperimen virtual melalui laptop ditiap
kelompok. Pratikum siklus I terkait dengan sub-materi hukum Boyle- Gay Lussac dan
karaekteristik gas dan siklus II pratikum sub-materi kecepatan efektif, derajad kebebasan,
ekuipartisi energi, momentum, energi kinetik, dan energi dalam gas. Adapun tahapan
kegiatan pratikum Siklus I dan siklus II tiap kelompok meliputi: 1) tahap mendefinisikan
atau merumuskan masalah (serta menyusun hipotesis) dan mengajukan pertanyaan yang
relevan, 2) tahap merencanakan kegiatan/percobaan, 3) tahap melakukan percobaan, 4)
tahap pengamatan fenomena, 5) mengumpulkan, menganalisa, menginterpretasi data, dan
menyimpulkan. Setiap peserta didik mengerjakan di lembar kerja (LKPD). Peningkatan
nilai rata-rata kelas disajikan di Tabel 3 dan Grafik 3 berikut.

Tabel 3. Peningkatan Rata-rata Kelas Nilai Keterampilan


Siklus Rata-rata Kelas
I 80
II 83,6

Nilai Rata-rata Kelas

84

83

82
Siklus
81

80

79

78
I II

Grafik 3. Peningkatan Nilai Rata-Rata Kelas Aspek Keterampilan

157
Penilaian keterampilan merupakan akumulasi dari penulisan rumusan masalah,
penulisan hipotesa, dan pertanyaan diskusi dari analisa data pengamatan. Berdasarkan
Tabel 3 terjadi peningkatan rata-rata kelas dari siklus pertama ke siklus kedua yaitu 3,6.
Hasil tersebut dari analisa dan observasi guru, bahwa peserta didik tidak mengalami
kesulitan memahami kalimat soal diskusi yang dikaitkan dengan kemampuan
mengartikan setiap simulasi yang disajikan oleh guru.
Pembelajaran dengan metode eksperimen yaitu virtual lebih fleksibel karena
peserta didik dapat bereksperimen di asrama atau di rumah pada setiap saat. Peserta didik
menjadi lebih mandiri untuk mempelajari konsep yang abstrak menjadi konsep yang real
dengan melakukan pengamatan dan eksperimen berulang-ulang yang tidak dibatasi oleh
waktu dan ruang. Selain itu laboratorium Virtual dikembangkan dengan keadaan ideal
sehingga tidak memungkinkan adanya data-data yang anomali (Resmiyanto, 2008).
Sehingga peserta didik mampu mengaitkan konsep ke bentuk matematika (rumus-rumus).

Hasil Belajar Aspek Sikap (Afektif)


Pengamatan yang dilakukan oleh guru untuk respon sikap peserta didik, diperoleh
dari angket penilaian sikap. Hasil yang diperoleh dari siklus pertama adalah sebagian
besar peserta didik dengan bersungguh-sungguh melaksanakan percobaan, menulis data
dengan jujur, bekerjasama dalam kelompok, bertanggung jawab atas tugas yang diberi
oleh ketua kelompok, dan memilki rasa keingintahuan tinggi untuk mempelajari
fenomena partikel gas di dalam wadah tertutup. Namun ada beberapa peserta didik yang
bersikap tidak memilki rasa keingintahuan terhadap fenomena partikel gas di dalam
wadah tertutup untuk no. absen 11, 15, 17, 29, dan 30, tidak bersungguh-sungguh dalam
melakukan pratikum no. absen 15, 17, dan tidak jujur dengan data yang diperoleh no.
absen 1, 6, 12, 13, dan 20. Hasil pengamatan lain yaitu dikegiatan presentasi, tiap
kelompok menanggapi hasil temuan dari kelompok penyaji. Adapun tanggapan tersebut
berupa saran dan pertanyaan yang ditulis di stiker note lalu ditempelkan ditiap halaman
lembar kerja kelompok penyaji.
Hasil observasi siklus II tidak berbeda jauh dengan siklus I namun jumlah peserta
didik dibagian sifat rasa keingintahuan disiklus kedua lebih banyak daripada siklus
pertama. Kondisi sifat tersebut muncul dari peserta didik karena fenomena tentang teori
kinetik partikel gas banyak dijumpai di sekitar kehidupan kita sehari-hari, sehingga
peserta didik lebih tertarik dan termotivasi untuk mempelajarinya. Manfaat mempelajari
konsep teori kinetik gas lebih dirasakan oleh peserta didik, sehingga tidak hanya terpaku
hafalan rumus-rumus. Selain itu peserta didik menjadi lebih terbuka untuk
mengungkapkan perasaannya apabila mengalami kesulitan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai
jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan, yaitu:
“Persentase keterlaksanaan pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur berbantuan
virtual laboratory meningkat 4% dan berdampak pada hasil belajar fisika dari aspek
kognitif dengan persentase ketuntasan klasikal meningkat 75%, aspek keterampilan
(psikomotor) rata-rata kelas meningkat 3,6, dan aspek sikap (afektif) peserta didik

158
menjadi lebih aktif berdiskusi maupun memberi respon, lebih percaya diri, lebih
menghargai pendapat orang lain, rasa keingintahuan lebih tinggi , dan lebih
bertanggungjawab atas apa yang dikerjakan.”

SARAN
Model pembelajaran inkuiri pengalaman sains terstruktur dengan bantuan virtual
laboratory alternatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika untuk konsep yang
lain dan bersifat abstrak, maupun untuk mapel lain. Model ini terbukti dapat mendorong
peserta didik menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran yang berdampak pada
peningkatan hasil belajar. Jika guru ingin mengadopsi model ini, yang perlu dipersiapkan
adalah perencanaan waktu harus benar-benar baik, pos-test harus dirancang dengan
sebaik-baiknya, sehingga jika dibandingkan dengan pembelajaran model ceramah,
pembelajaran dengan inkuiri pengalaman sains terstruktur dengan bantuan virtual
laboratory tidak memerlukan banyak waktu yang lebih panjang dan pembelajaran lebih
berpusat pada peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2005, 2006, dan 2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
BNSP.

Domingues L, Rocha I, Dourado F, Alves M & Ferreira EC. 2010. Virtual laboratorios in
(bio) chemical engineering education. Journal Education for Chemical Engineers
5 (2010):e22-227. On Line at www.elsevier.com. [diakses tanggal 2 Januari 2011].

Jihad, Asep dan Haris,Abdul. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi


Presindo.
Novak, J.D. (1998). Metacognition Strategis to Help Students Learning How to Learn.
Reseacrh Matters to the Science Teacher.No. 9802.
Pujiastuti, A.Y. (2013) . Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Melalui Inkuiri
Pengalaman Sains Terstruktur dengan Strategi Metakognitif Pada Siswa Kelas XI
IPA-5 di SMA NEGERI 1 Malang. Jurnal Ilmiah Askatan SMKN 6, Volume 1.1.
ISSN: 9772407456001. Malang.

Purwanto. (2010). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Pusat


Kurikulum. 2008. Model Kurikulum SBI. (Online),
(http://www.puskur.net/.com), diakses 11 Nopember 2013.
Resmiyanto, R. (2008). Telaah Laboratorium Maya Berdasarkan Model Sains Kuhnian
dan Implikasinya dalam Pembelajaran Fisika. Seminar Nasional
Kecenderungan Baru Fisika dan Pendidikannya. Jurusan Pendidikan Fisika,
Universitas Negeri Malang.

159
Ridwan. 2008. Kegiatan Belajar terhadap Prestasi yang Dicapa, (Online),
(http://ridwan202.wordpress.com/2008/04/23/kegiatan-belajar-dan-prestasi/,
diakses 23 Desember 2011).
Sanjaya,Wina.(2009). Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT. Nada Media Group.
Suciati. (2006). Belajar & Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
TÜYSÜZ, C. (2010). The Effect of the Virtual Laboratory on Students Achievement and
Attitude in Chemistry. International Online Journal of Educational Sciences, 37-
53.
Yuniarti, F. (2011). Pengembangan Virtual Laboratory Sebagai Media Pembelajaran
Berbasis Komputer Pada Materi Pembiakan Virus. Skripsi tidak diterbitkan.
Semarang.

160
PENERAPAN INKUIRI LEARNING MENGGUNAKAN SOFTWARE CD
PETA TEMATIK DIPADU GOSEMAP( GOOGLE MAPS & STREET VIEW)
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATERI
KENAMPAKAN ALAM DAN BUATAN INDONESIA SISWA KELAS 4 SD/MI
Boedi Santosa,S.Pd.I, Guru MI Nurul Huda Kota Kediri
Email: boedis2@gmail.com

Pelajaran IPS di SD/MI terkesan membosankan bagi siswa, karena siswa harus
menghafalkan berbagai teori, pembelajaran pun menjadi pasif dan tidak bermakna,
sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah . Untuk itu, guru dituntut kreatif dan inovatif
dalam merancang pembelajaran. Materi Kenampakan Alam dan Buatan membutuhkan
media yang bermakna yaitu media yang mampu dipahami dan diaplikasikan sendiri oleh
siswa.Penggunaan Media Software CD Peta Tematik dipadu GOSEMAP ( Google view
dan maps) adalah media yang sangat dan relevan untuk materi ini karena perpaduan
media ini mampu menjabarkan materi kenampakan alam tersebut. Penerapan Inkuiri
Learning adalah model pembelajaran yang tepat karena dapat menciptakan rasa ingin tahu
dan memotivasi siswa untuk mencari dan menemukan beragam kenampakan alam/buatan
yang ada di Indonesia, kegiatan mencari bersama dengan bantuan google map ini sangat
menyenangkan bagi siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna dan tidak verbalistik.
Penelitian Tindakan Kelas berbasis ICT ini menggunakan model Deskriptif Kualitatif
dengan dua siklus. Untuk menganalisis data yang diperoleh nilai dengan menggunakan
angket motivasi 87,5 , angket keaktifan76,3 dan tes 82,8 dengan KKM 70 dan harapan
dari penelitian ini, penggunaan Media Software CD Peta Tematik dipadu GOSEMAP (
Google view dan maps) berhasil meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap
Mata pelajaran IPS
Kata Kunci: Software Peta Tematik, GOSEMAP,IPS

Pendahuluan
Perkembangan pembelajaran IPS senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan zaman yang ada. Meskipun demikian perkembangannya belum sesuai
dengan apa yang kita harapkan, masih banyak guru yang melaksanakan pembelajaran IPS
dengan metode lama seperti ceramah dan sekedar membaca buku paket. Pada akhirnya
tujuan dari pembelajaran IPS itu sendiri tidak dapat dicapai dengan maksimal. Siswa
terkadang hanya bisa menyerap apa yang disampaikan guru sepotong-sepotong saja, tidak
bisa secara sempurna . Dari pengamatan guru selama proses pembelajaran berlangsung
selama ini tampak hanya sekitar 50% siswa kelas IV yang mendapat nilai kurang dari 60.
Untuk lebih jelas nilai rata-rata siswa tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 1.1. Nilai Pretest Kelas V MI Nurul Huda Ngletih Pesantren Kota Kediri
No Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) Kriteria
1. 40 - 50 5 33 % Tidak Tuntas
2. 51 – 70 7 43 % Tuntas
3. 71 – 90 4 24 % Tuntas

161
Hasil belajar tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kriteria ketuntasan
belajar yaitu 70. Rendahnya hasil belajar tersebut diduga akibat motivasi, minat dan
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sangat rendah sehingga terlihat banyak siswa
kurang siap dalam menerima materi pelajaran setiap pertemuan.
Materi Pelajaran IPS Kelas 4 Semester 1 yaitu Kenampakan Alam dan Buatan
Indonesia, dalam pembelajaran ini biasanya siswa melihat gambar kenampakan alam dan
buatan yang ditunjukan guru atau melihat di buku paket. Siswa pasti merasa jenuh dengan
hafalan dan pembelajaran menjadi verbalistik. Untuk itu penulis merancang pembelajaran
materi ini menggunakan media yang tepat dan bermakna sehingga tujuan pembelajaran
materi ini tercapai. Menurut penulis materi ini sangat luas, dan membutuhkan media yang
dapat mendiskripsikan kenampakan alam tersebut secara nyata, pemilihan media dalam
materi ini harus dipertimbangkan. Media yang akan digunakan adalah Software CD Peta
Tematik Indonesia, di sekolah sudah mempunyai CD Pembelajaran Peta Tematik
Indonesia yang terdiri 33 CD /tiap propinsi 1 CD ,sehingga untuk mengetahui
kenampakan alam Indonesia harus memutar / memerlukan banyak CD yaitu 33 CD
tersebut. Media tersebut belum efektif dan efisien karena membutuhkan banyak waktu
untuk mendeskripsikan materi kenampakan alam Indonesia tersebut harus memutar
semua CD nya. Dari permasalahan ini penulis menggunakan media lain menggunakan
Gosemap ( Google Street View dan Map) Peta Google merupakan aplikasi pilihan yang
sangat efektif untuk mendeskripsikan materi ini karena lebih efisien dan siswa dapat
menggali informasi seluas-luasnya yang selama ini hanya sebatas buku pelajaran saja.
Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan pilihan yang tepat yaitu
mengajak siswa menemukan kenampakan alam dan buatan tersebut secara mandiri dan
berkelompok. Lalu Bagaimana proses pembelajaran Inkuiri Learning dengan
menggunakan Software Pembelajaran Peta Tematik Indonesia di padu GOSEMAP
materi Kenampakan Alam /Buatan Indonesia di Kelas 4 MI Nurul Huda Kota Kediri?
Penelitian ini bertujuan untuk Meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS materi
Kenampakan Alam/Buatan Indonesia kelas 4 MI Nurul Huda Kota Kediri sehingga
tercapai KKM 70 . Serta Menanamkan sikap bangga, menghargai dan melestarikan
Kenampakan Alam/Buatan Indonesia.

Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di MI Nurul Huda Kota Kediri . Subjek penelitian
adalah siswa kelas 4. Kelas 4 berjumlah 16 orang; 10 orang siswa laki-laki dan 6 orang
siswa perempuan. Siswa kelas lima berumur rata-rata antara 10 tahun sampai 12 tahun.
Siswa kelas lima MI Nurul Huda Kota Kediri memiliki kecerdasan menengah dengan
nilai rata-rata 68 untuk pelajaran IPS. Siswa kelas 4 kebanyakan berasal dari keluarga
prasejahtera. Pendidikan orang tua siswa rata – rata hanya lulusan SD.
Perencanaan penelitian dimulai dari bulan Juni 2016 yang dimulai dengan
penyusunan proposal penelitian dan persiapan lainnya. Waktu pelaksanaan penelitian
diperkirakan bulan September sampai Oktober tahun 2016 semester ganjil tahun
pelajaran 2016/2017. Pelaksanaan penelitian mengikuti program yang sudah disusun
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penyusunan laporan dan seminar hasil
penelitian diperkirakan berlangsung selama bulan Oktober hingga November tahun 2016.
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan bulan Agustus – September Tahun
Pelajaran 2016/2017 selama 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari empat fase; perencanaan,

162
pelaksanaan, observasi , dan refleksi. Dalam tahap perencanaan penulis mempersiapkan
media pembelajaran yaitu GOSEMAP dan CD Peta Tematik Indonesia.
GOSEMAP ( Google Map, Earth & Street View) menurut wikipedia.org
merupakan sebuah program globe virtual yang sebenarnya disebut Earth Viewer dan
dibuat oleh Keyhole, Inc. Program ini memetakan bumi dari superimposisi gambar yang
dikumpulkan dari pemetaan satelit, fotografi udara dan globe GIS 3D. Google juga
menambah pemetaan dari basis datanya ke perangkat lunak pemetaan berbasis web.
Peluncuran Google Earth menyebabkan sebuah peningkatan lebih pada cakupan media
mengenai globe virtual antara tahun 2005 dan 2006, menarik perhatian publik mengenai
teknologi dan aplikasi geospasial.
Globa virtual memperlihatkan rumah, warna mobil, dan bahkan bayangan orang
dan rambu jalan. Resolusi yang tersedia tergantung pada tempat yang dituju, tetapi
kebanyakan daerah (kecuali beberapa pulau) dicakup dalam resolusi 15 meter. Las Vegas,
Nevada dan Cambridge, Massachusetts memiliki resolusi tertinggi, pada ketinggian 15
cm (6 inci). Google Earth membolehkan pengguna mencari alamat (untuk beberapa
negara), memasukkan koordinat, atau menggunakan mouse untuk mencari lokasi.
Google Earth juga memiliki data model elevasi digital (DEM) yang dikumpulkan
oleh Misi Topografi Radar Ulang Alik NASA. Ini bermaksud agar kita dapat melihat
Grand Canyon atau Gunung Everest dalam tiga dimensi, darIPS da 2D di situs/program
peta lainnya. Sejak November 2006, pemandangan 3D pada pegunungan, termasuk
Gunung Everest, telah digunakan dengan penggunaan data DEM untuk memenuhi
gerbang di cakupan SRTM.
Di sekolah penulis sudah memiliki KIT CD Peta Tematik digunakan dalam
pembelajaran namun dengan menggunakan KIT tersebut capaian hasil belajar belum
memenuhi KKM sehingga di perlukan media lain yang mendukung pembelajaran.
Penggunaan CD Peta Tematik dan GOSEMAP untuk mempermudah pemahanaman
materi kenampakan alam/buatan kelas 4.
Membekali siswa dengan ilmu adalah tanggung jawab yang besar , karena pondasi
pemikiran siswa usia di pendidikan dasar merupakan modal besar kehidupan mereka
kelak. Dengan memberikan pengalaman secara nyata di setiap kegiatan pembelajaran
adalah salah satu cara untuk meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa. Penggunaan
CD Peta Tematik dan GOSEMAP adalah media sederhana yang digabungkan agar siswa
memperoleh :1)Memberikan pengalaman yang riil kepada siswa agar pelajaran menjadi
lebih konkrit dan tidak verbalistik. Pelajaran lebih efektif, maksudnya materi belajar yang
diperoleh siswa sendiri melalui CD Peta Tematik dan Google Map yang dapat
dianalogikan kenampakan alam/buatan di sekitar siswa itu sendiri kemungkinan besar
akan dapat diaplikasikan langsung oleh siswa. 2)CD peta Tematik dan GOSEMAP akan
membuka wawasan siswa dari konsep Konsep Kenampakan Alam/buatan yang ada
secara nyata.
a. Menentukan tindakan
1) Metode mengajar yang digunakan adalah Pembelajaran Inkuiri yang
bermakna.
2) Memberikan latihan-latihan
b. Membuat RPP Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini berlangsung selama siklus.
RPP tindakan atau perbaikan terlampir.

163
c. Membuat lembaran observasi
Masalah yang diteliti adalah motivasi siswa dalam mata pelajaran IPS . Motivasi
siswa dalam mata pelajaran IPS akan dilihat dalam hal faktor; (1)perhatian siswa sewaktu
guru menerangkan materi (2)keberanian dalam bertanya sewaktu guru menerangkan
pelajaran, (3)kehadiran siswa, (4) keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan guru(5)
jawaban siswa pada buku tugas(6)siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru ( 7)
ketuntasan siswa dalam melakukan tugas dengan waktu yang diberikan guru.Lembaran
observasi yang disiapkan dapat dilihat pada lampiran 2. Serta membuat jadwal penelitian
yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan jadwal IPS disertai matriks penelitian.

Hasil dan Pembahasan


Penelitian ini dilaksanakan di MI Nurul Huda Kota Kediri Semester I Tahun 2016/2017
selama tiga kali pertemuan yaitu dua kali pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran
menggunakan metode penemuan terbimbing dengan setting pembelajaran inkuiri dan
pertemuan berikutnya untuk tes hasil belajar. Berikut ini adalah jadwal pelaksanaan
penelitian:
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tanggal Alokasi waktu Kegiatan Pembelajaran Materi
18 Sept 20016 2 x 35 menit RPP 1 Kenampakan
Alam
19 Sept 2016 2 x 35 menit RPP 2 Kenampakan
Alam Buatan
22 Sept 2016 1 x 50 menit Tes hasil belajar Angket
1 x10 menit respon siswa

Dalam pelaksanaan ini, yang bertindak sebagai guru pengajar di kelas yang dijadikan
subjek penelitian menggunakan metode penemuan terbimbing( Inkuiri ) dengan setting
pembelajaran inkuiri adalah peneliti sendiri yaitu Boedi Santosa, S.Pd.I. Sedangkan
pengamat motivasi siswa diamati rekan guru yaitu Dwi Astutik, S.Pd.SD dan Adhi
Prasetyo, S.Pd.
Dalam setiap pertemuan tersebut (pertemuan pertama sampai dengan pertemuan
kedua) diperoleh data motivasi siswa, data kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran. Sedangkan pertemuan ketiga diperoleh data nilai tes hasil belajar dan data
angket respon siswa. Data-data tersebut akan dianalisis menggunakan metode peneliian.
Observasi dilaksanakan waktu penelitian,teknik yang dilakukan adalah tekhnik obervasi
terstruktur.Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan pedoman berupa angket
siswa dan lembaran obervasi .
Data motivasi siswa, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, data angket
respon siswa dan data nilai tes hasil belajar yang diperoleh selama penelitian telah
dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian pada BAB I. berikut ini adalah hasil
penelitian dan pembahasannya.
1. Data Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Dalam menganalisis ketuntasan belajar siswa digunakan tes akhir setelah siswa mengikuti
pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dengan setting pembelajaran
koopertif.

164
Data hasil tes belajar siswa digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
individu dan klasikal. Dari 16 siswa diperoleh data hasil belajar seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Hasil Tes Belajar siswa Kelas IV MI Nurul Huda
No Nama Siswa Skor Tes Hasil Presentase Ket
Belajar Ketuntasan Individu
1 Adi Santoso 82 82% Tuntas
2 Aini Iva Lutfia 60 60% Tidak Tuntas
3 Ardan Farhad Al- 100 100% Tuntas
Fathani
4 Edi Susanto 90 90% Tuntas
5 Laila Arifatu Rachma 84 84% Tuntas
6 Moch. Iqballudin A 90 90% Tuntas
7 M. Khoirul Wafa 92 92% Tuntas
8 Rika Novia Ardita 97 97% Tuntas
9 Dinda Maharani 95 95% Tuntas
10 Febryan Maulana 90 90% Tuntas
11 Nabella Putri Patreciya 85 85% Tuntas
12 Naila Sufairoul Latif 87 87% Tuntas
13 Raditya Hanafi 82 82% Tuntas
Pratama
14 Riyo Ragil Jiwa Akbar 95 95% Tuntas
15 Arini Mayangfa'uni 100 100% Tuntas
16 M. Fatkhul Huda 67 67% Tidak Tuntas

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa banyaknya siswa yang tuntas adalah 14
siswa. Dan persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 89 %, maka
pembelajaran IPS yang menerapkan metode metode penemuan terbimbing dengan
setting pembelajaran inkuiri pada sub materi pokok Kenampakan Alam dan Buatan di
Indonesia di kelas IV MI Nurul Huda berada dalam kategori tuntas.

2. Data Motivasi Siswa Selama Proses Pembelajaran


Hasil pengamatan dari para pengamat mengenai motivasi siswa selama kegiatan
pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dengan setting pembelajaran
koopertif disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.3 Hasil Pengamatan motivasi siswa selama proses pembelajaran
No Kategori yang diamati Persentase motivasi siswa
Pertemuan ke- Rata-rata
1 2 (%)
1 Mendengarkan/memperhatikan penjelasan 24,11 25,00 24,56
guru
2 Mendengarkan/memperhatikan penjelasan 4,46 7,14 5,80
teman
3 Membaca/memahami Lembar Tugas 8,93 8,04 8,49
Kenampakan Alam Secara Berkelompok
Dan Individu

165
4 Berdiskusi/bertanya antar siswa dengan guru 8,93 4,46 6,70
5 Berdiskusi/bertanya antar siswa dengan 16,07 16,07 16,07
siswa
6 Bekerja dengan menggunakan alat peraga 27,68 29,46 28,57
untuk memahami materi/mengerjakan
Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara
Berkelompok Dan Individu
7 Mempresentasikan hasil diskusi/ 7,14 7,14 7,14
menanggapi hasil diskusi
8 Perilaku yang tidak relevan dalam KBM 2,68 2,68 2,68
Pada pelaksanaan proses pembelajaran secara keseluruan motivasi siswa yang dominan
adalah bekerja menggunakan alat peraga untuk memahami materi/mengerjakan Lembar
Tugas Kenampakan Alam Secara Berkelompok Dan Individu yaitu sebesar 28,57%. Hal
ini menandakan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung, siswa benar-benar
bekerja menggunakan alat peraga untuk menemukan jawaban dari suatu masalah yang
telah diberikan guru dalam Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara Berkelompok Dan
Individu .
Sedangkan mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru berada pada urutan kedua
yaitu mencapai 24,56%.Persentase tersebut cukup besar, karena motivasi siswa tersebut
meliputi: mendengarkan/memperhatikan ketika guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, memotivasi siswa dengan mengaitkan materi pelajaran yang akan dibahas
dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari, mengingatkan kembali pengetahuan awal
siswa, menyampaikan informasi tentang garis besar materi, Lembar Tugas Kenampakan
Alam Secara Berkelompok Dan Individu , dan alat peraga yang akan digunakan,
mengorganisasi siawa dalam kelompok-kelompok belajar, memberi kesempatan pada
kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi/menanggapi hasil diskusi, merangkum
materi dan tugas rumah. Maka secara otomatis siswa akan mendengarkan penjelasan guru
dengan baik.
Pada waktu guru memberikan Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara
Berkelompok Dan Individu yang berisikan masalah untuk dikerjakan secara kelompok,
ditunjukkan oleh kegiatan siswa membaca/ memahami Lembar Tugas Kenampakan Alam
Secara Berkelompok Dan Individu dengan persentase 8,49%. Sedangkan pada kegiatan
berdiskusi/bertanya antar siswa dengan guru telah dilakukan dengan baik dengan
persentase 6,70%. Begitu juga untuk kegiatan berdiskusi/bertanya antar siswa dengan
siswa telah dilakukan dengan baik dengan persentase 16,07%. Hal ini dikarenakan pada
waktu proses penemuan, siswa masih membutuhkan bimbingan, baik dari guru maupun
teman.Sedangkan pada pembelajaran koopertif menekankan siswa untuk lebih banyak
bekerja dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah dalam waktu yang sudah
ditentukan. Kemudian hasil kerja/hasil diskusi mereka akan dipresentasikan di depan
kelas. Jadi siswa akan selalu berdiskusi/bertanya dengan temannya jika mengalami
kesulitan dari awal hingga akhir pembelajaran, baik dalam kelompoknya sendiri-sendiri
atau dengan kelompok lain pada waktu diskusi kelas.
Selanjutnya adalah mempresentasikan hasil diskusi/menanggapi hasil diskusi, yaitu
sebesar 7,14%. Pada waktu penelitian beberapa kelompok diminta untuk
mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya kemudian siswa yang lain
menanggapi hasil diskusi kelas dengan antusius. Dari uraian tersebut manandakan bahwa

166
kegiatan belajar siswa untuk mendengarkan/memperhatikan penjelasan teman berjalan
dengan baik dengan persentase 5,80%
Selama pembelajaran berlangsung muncul motivasi siswa yang tidak relevan dengan
KBM seperti bermain, mengganggu teman, dan lain-lain. Motivasi tersebut sebanyak
2,68%.
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh kesimpulan bahwa motivasi siswa selama pembelajaran
menggunakan metode penemuan terbimbing dengan setting pembelajaran inkuiri yang
termasuk dalam kategori pasif yaitu pada kategori 1,4 dan 8 sebesar 33,94%. Sedangkan
motivasi siswa yang termasuk dalam kategori aktif yaitu pada kategori 2,3,5,6 dan 7
sebesar 66,06%. Jadi dapat dikatakan bahwa motivasi siswa tergolong dalam kategori
aktif karena persentase motivasi siswa yang aktif lebih besar daripada persentase motivasi
siswa yang pasif.
3. Data Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran
Data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran menggunakan metode penemuan
terbimbing dengan setting pembelajaran inkuiri yang telah diamati oleh pengamat selama
dua kali pertemuan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran


No Aspek yang diamati Pertemuan RSA RA RK Kat
ke-
1 2
I PERSIAPAN 4 4 4 SB
II PELAKSANAAN 3,31 B
A. Pendahuluan 3,67
1. Menyampaikan tujuan 4 4 4
pembelajaran
2. Memotivasi siswa 3 3 3
3. Mengaitkan materi yang akan 4 4 4
dipelajari dengan materi pra syarat
B. Kegiatan Inti
1. Mmempresentasikan materi pokok 3,27
yang mendukung tugas belajar 3 4 3,5
kelompok dengan cara demonstrasi
2. Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok belajar
3. Membimbing kelompok dalam 3 3 3
bekerja dan belajar yang meliputi:
a. Memberikan permasalahan
seperti yang tercantum dalam
Lembar Tugas Kenampakan
Alam Secara Berkelompok Dan 3 3 3
Individu
b. Pengembangan data
c. Penyajian data
d. Penambahan data 3 4 3,5

167
e. Penarikan kesimpulan 4 4 4
f. Penerapan konsep 2 3 2,5
4. Mengawasi setiap kelompok 3 4 3,5
secara bergiliran 3 3 3
5. Memberi bantuan kepada 4 4 4
kelompok yang mengalami kesulitan
dalam belajar 4 4 4
6. Membimbing presentasi
kelompok
7. Memberi umpan balik / evaluasi 3 3 3
8. Memberikan penghargaan
kepada siswa yang presentasinya 3 3 3
paling bagus
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat
rangkuman
2. Memberi tugas rumah / PR
III PENGELOLAAN WAKTU 4 4 4 SB
IV SUASANA KELAS 3,5 B
A. Berpusat pada siswa 3 3 3
B. Siswa antusius 4 3 3,5
C. Guru antusius 4 4 4
Rata-rata keseluruhan 3,70 B
RSA = Rata-rata tiap sub aspek
RA = Rata-rata tiap aspek
RK = Rata-rata tiap kategori
Kat = Kategori
SB = Sangat baik
B = Baik
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, dari dua kali pertemuan diperoleh:
a. Pada tahap persiapan, dapat dilihat bahwa persiapan secara keseluruhan sangat
baik dengan nilai rata-rata 4. persiapan dalam hal ini meliputi kesiapan guru memberikan
materi, penguasaan terhadap materi, penyediaan sumber dan media pembelajaran. Hal-
hal tersebut telah dipersiapkan dengan baik sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
b. Pada tahap pelaksanaan terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Pada
tahap pendahuluan rata-rata nilai yang dicapai adalah 3,67 sehingga dapat disimpulkan
bahwa kemampuan guru dalam menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa
dan mengaitkan materi yang dipelajari dengan materi prasyarat termasuk dalam kategori
baik. Selanjutnya pada tahap inti diperoleh nilai rata-rata 3,27 dan nilai rata-rata ini
termasuk dalam kategori baik, yang meliputi kegiatan mengorganisasikan siswa dalam
kelompok belajar, memberikan permasalahan kepada siswa, membimbing siswa
mengerjakan Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara Berkelompok Dan Individu
dengan benar. Bimbingan tersebut sesuai dengan langkah-langkah metode penemuan
terbimbing yaitu pada langkah pengembangan data, penyusunan data, penambahan data,
penarikan kesimpulan dan penerapan konsep. Sedangkan pada kegiatan mengawasi

168
kelompok secara bergiliran dan memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami
kesulitan mendapat nilai yang sangat baik. Pada saat membimbing presentasi kelompok,
memberi penghargaan dan memberi umpan balik/evaluasi juga dilakukan dengan baik.
Sedangkan pada tahap penutup diperoleh nilai rata-rata 3. Hal tersebut ditunjukkan oleh
kemampuan guru dalam membimbing siswa membuat rangkuman dan memberikan tugas
rumah sudah baik.
c. Kemampuan guru dalam pengelolaan waktu sangat baik dengan nilai rata-rata 4.
Hal ini berarti guru dapat mengelola waktu yang teralokasi dengan sangat baik, sehingga
pembelajaran sesuai dengan rencana.
d. Pada aspek suasana kelas mendapat nilai rata-rata 3,5. Suasana kelas ini meliputi
pembelajaran berpusat pada siswa, keantusiusan siswa dan guru dalam pembelajaran.
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata hasil pengamatan kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dengan
setting pembelajaran inkuiri sebesar 3,70. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dengan
setting pembejajaran koopertif termasuk dalam kategori baik.
Data Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran
Angket respon siswa terhadap proses pembelajaran diisi oleh siswa setelah kegiatan
pembelajaran selesai yaitu setelah kegiatan pembelajaran menggunakan metode
penemuan terbimbing dengan setting pembelajaran inkuiri pada sub materi pokok
kenampakan alam dan buatan. Dari hasil jawaban siswa tertulis dalam angket respon
siswa dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasil Angket Respon Siswa Terhadap Proses Pembelajaran
No Pertanyaan Persentase Respon Siswa
(%)
Senang Tidak
senang
1 Bagaimana perasaanmu selama mengikuti kegiatan 100 0
pebelajaran ?
2 Bagaimana pendapatmu terhadap komponen pembelajaran
berikut:
1) Materi pelajaran ? 91,67 8,33
2) LembarTugas Kenampakan Alam 86,11 13,89
Secara Berkelompok Dan Individu ? 97,22 2,78
3) Cara guru mengajar ? 63,89 16,11
4) Suasana kelas ?
Minat Tidak
minat
3 Apakah kamu berminat untuk mengikuti pembelajaran 88,89 11,11
menggunakan metode penemuan terbimbing dengan
setting pembelajaran koopertif ?
Mudah Tidak
mudah
4 Bagaimana pendapatmu dalam memahami bahasa yang 88,89 11,11
yang digunakan dalam Lembar Tugas Kenampakan Alam
Secara Berkelompok Dan Individu ?

169
Baru Tidak
baru
5 Bagaimana pendapatmu terhadap komponen pembelajaran
berikut:
a. Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara 80,56 19,44
Berkelompok Dan Individu ? 50,00 50,00
b. Suasana kelas ? 97,22 2,78
c. Cara guru mengajar ?
Menarik Tidak
menarik
6 Bagaimana pendapatmu terhadap tulisan, gambar, letak 77,78 22,22
gambar yang terdapat dalam Lembar Tugas Kenampakan
Alam Secara Berkelompok Dan Individu ?
Rata-rata 83,84 16,16

Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa:


a. Persentase siswa yang menyatakan perasaan senang selama mengikuti kegiatan
pembelajaran sebesar 100%
b. Persentase siswa yang menyatakan perasaan senang terhadap komponen
kegiatan pembelajaran yaitu tentang materi pelajaran sebesar 91,67%.
c. Persentase siswa yang menyatakan perasaan senang terhadap komponen
kegiatan pembelajaran yaitu tentang Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara
Berkelompok Dan Individu sebesar 86,11%
d. Persentase siswa yang menyatakan perasaan senang terhadap komponen
pembelajaran yaitu tentang cara guru mengajar sebesar 97,22%.
e. Persentase siswa yang menyatakan perasaan senang terhadap komponen
kegiatan pembelajaran yaitu tentang suasana kelas sebesar 63,89%.
f. Persentase siswa yang menyatakan berminat untuk mengikuti pembelajaran
menggunakan metode penemuan terbimbing dengan setting pembelajaran
koopertif sebesar 88,89%.
g. Persentase siswa yang menyatakan mudah dalam memahami bahasa yang
digunakan dalam Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara Berkelompok Dan
Individu sebesar 88,89%.
h. Persentase siswa yang menyatakan baru terhadap komponen pembelajaran yaitu
tentang Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara Berkelompok Dan Individu
sebesar 80,56%.
i. Persentase siswa yang menyatakan baru terhadap komponen pembelajaran yaitu
tentang suasana kelas sebesar 50%.
j. Persentase siswa yang menyatakan baru terhadap komponen pembelajaran yaitu
tentang cara guru mengajar sebesar 97,22%.
k. Persentase siswa yang menyatakan menarik terhadap tulisan, gambar, dan letak
gambar yang terdapat dalam Lembar Tugas Kenampakan Alam Secara
Berkelompok Dan Individu sebesar 77,78%.
Sedangkan secara keseluruhan diperoleh hasil, bahwa persentase rata-rata respon positif
siswa sebesar 83,84% sedangkan persentase rata-rata respon negatif siswa sebesar
16,16%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa respon siswa terhadap pelaksanaan

170
pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dengan setting pembelajaran
inkuiri adalah positif.

Kegiatan penelitian dilaksanakan secara sistematis, yaitu penelitian dilakukan tahap demi
tahap untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa setelah perbaikan dilakukan
Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain :
a. Menganalisa data.
Untuk data tentang motivasi dan hasil belajar siswa dianalis dengan cara penilaian baik
tes dan non tes seperti table dan grafik dibawah ini :
Tabel 3. 6 Hasil Akhir Penilaian Tes dan Non Tes
Materi Kenampakan Alam kelas 4 MI Nurul Huda
SKOR NILAI HA SK
NO
Rata SIL OR KETUN
AB sik Ketra Penga sik Ketra Penga Skor TE AK TASAN
SEN ap mpilan mtan ap mpilan mtan S HIR
1 15 12 8 75 75 67 72 82 77 T
2 12 12 10 60 75 83 73 60 66 TT
3 16 15 11 80 94 92 88 100 94 T
4 14 13 8 70 81 67 73 90 81 T
5 12 15 10 60 94 83 79 84 82 T
6 12 12 8 60 75 67 67 90 79 T
7 13 13 8 65 81 67 71 92 81 T
8 16 13 8 80 81 67 76 97 86 T
9 16 15 9 80 94 75 83 95 89 T
10 15 15 10 75 94 83 84 90 87 T
11 15 16 11 75 100 92 89 85 87 T
12 16 16 12 80 100 100 93 87 90 T
13 14 11 8 70 69 67 68 82 75 T
14 14 13 9 70 81 75 75 95 85 T
15 15 13 10 75 81 83 80 100 90 T
16 12 12 8 60 75 67 67 67 67 TT
RA
14 14 9 71 84 77 77 87 82 T
TA2

171
Grafik 3.1 Hasil Akhir Penilian Non Tes
Materi Kenampakan Alam kelas 4 MI Nurul Huda

Dari tabel dan grafik diatas motivasi siswa dan hasil belajar setelah menggunakan CD
Peta Tematik dipadu dengan GOSEMAP materi Kenampakan alam dan buatan di
Indonesia diperoleh data sebagai berikut : (1) Siswa sangat antusias dan termotivasi
mendapatkan pengalaman langsung dalam pembelajaran sehingga lebih mudah
mengingat materi tersebut daripada menghafal buku dan mengerjakan LKS, hal ini
dibuktikan capaian nilai rata-rata tes akhir 82 dari KKM 70. (2) siswa memahami materi
Kenampakan Alam dan Buatan di Indonesia secara Inkuiri dan konkrit.

Penutup
Peran media pembelajaran, sebagai penunjang dalam penerapan metode pembelajaran
akan meningkatkan kualitas interaksi siswa dengan guru maupun lingkungan belajarnya
sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran. Dalam
pembelajaran IPS materi Kenampakan Alam dan Buatan di Indonesia kelas 4 MI Nurul
Huda terbukti peran media sangat penting dalam Memberikan pengalaman yang riil
kepada siswa agar pelajaran menjadi lebih konkrit dan tidak verbalistik.
Meski dengan keterbatasan madrasah dan kemampuan yang penulis miliki, namun tidak
menyurutkan semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk membekali calon
pemimpin bangsa ini dengan kebanggan akan sejarah yang di ukir oleh nenek moyang
kita / bangsa kita sendiri dengan menanankan sikap menghargai dan melestarikan
berbagai peninggalan dan sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha, dan
Islam..
Motivasi siswa dan hasil belajar setelah menggunakan CD Peta Tematik dipadu dengan
GOSEMAP materi Kenampakan alam dan buatan di Indonesia adalah sebagai berikut :
(1) Siswa sangat antusias dan termotivasi mendapatkan pengalaman langsung dalam
pembelajaran sehingga lebih mudah mengingat materi tersebut daripada menghafal hal
ini dibuktikan capaian nilai rata-rata tes akhir 87,7 dari KKM 70. (2) siswa memahami
materi Kenampakan Alam dan Buatan di Indonesia secara Inkuiri dan konkrit.
Rekomendasi

172
Apa yang penulis lakukan mungkin sangat sederhana , semoga yang telah penulis teliti
akan memberikan inspirasi akan arti pentinganya media dan teknologi sebagai media
pembelajaran. Dalam hal ini penulis merokomendasikan :
1. Kepada Kepala Sekolah / Madrasah untuk memberikan porsi dana untuk
pengembangan ICT di tiap sekolah/ madrasah dan memberikan diklat
penggunaan ICT dalam pembelajaran.
2. Kepada Guru Kelas untuk terus berupaya mengasah diri , berinovasi dan
berkreasi dalam membuat media pembelajaran untuk membekali peserta didik
dengan pemahaman yang cukup.
3. Kepada Kementrian Agama/ Kementrian Pendidikan untuk segera
mengalokasikan dana untuk pembangunan Lab. Komputer/ ICT /internet serta
memberikan diklat penggunaan ICT dalam pembelajaran bagi guru di tiap
satuan pendidikan se-Indonesia.

Daftar Pustaka
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Nasution, Noehi, dkk. 2008. Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Oemar Hamalik (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara
Ratna Willis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar. Erlangga: Jakarta
Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan.. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Slavin, Robert.E. (2008). Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung. PT.
Nusa Media
Sudrajat, Akhmad. 2011. Pembelajaran Inkuiri, (online)
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri/ diakses 20
Sept 2016).
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran IPS Kontemporer. Bandung. JICA
Wikipedia.org. Google earth and maps https://id.wikipedia.org/wiki/Google_Earth
[diakses pada tanggal 14 Sept 2016]
Yulianto, Toto. 2013. Metode Inkuiri. [serial online]
http://totoyulianto.wordpress.com/2013/03/02/metode-inkuiri-i-metode-pembelajaran/.
[diakses pada tanggal 14 Sept 2016]

173
PEMANFAATAN E-LEARNING QUIPPER SCHOOL DALAM
PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATAKAN PRESTASI SISWA PADA
MATERI GEOMETRI

Buaddin Hasan

Pogram Stud Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan


Email: buaddin87@gmail.com

Abstrak

Kesulitan siswa dalam memahami konsep geometri dan proses perhitungannya


merupakan suatu kendala yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Selain itu
penerapan metode pembelajaran serta kreativitas guru dalam menyampaikan
materi juga menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam pembelajaran. Oleh
karena itu perlu adanya suatu penelitian untuk mengatasi masalah tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (action reaserch) dengan
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
pada materi geometri dengan pemanfaatan e-learning yang berupa media
quipper school. Penelitian ini menggunakan dua siklus yang setiap siklusnya
terdiri dari; perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan
(observation) dan refleksi (reflection). Data dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil pengamatan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung yang
diberikan tindakan berupa pemanfaatan e-learning quipper school. Hasil
penelitian menunjukkan ketuntasan individu pada siklus I sebanyak 17 siswa,
sedangkan pada siklus II terdapat 21 siswa. Pesentase prestasi belajar siswa
secara klasikal menggunakan e-learning quipper school pada siklus I yaitu 74%,
sedangkan pada siklus II yaitu 91,3% sehingga persentase peningkatan prestasi
belajar siswa sebesar 17,3%. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa
pemanfaatan media e-learning quipper school pada materi geometri dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga sehingga berdampak positif pada
prestasi belajar siswa yang semakin meningkat.

Kata kunci: e-learning, quipper school, prestasi belajar, motivasi

Pendahuluan

Matematika secara garis besar dibagi ke dalam 4 cabang yaitu aritmetika, aljabar,
geometri, dan analisis (Bell, 1978). Diantara keempat cabang tersebut geometri
merupakan cabang matematika yang menempati posisi penting untuk dipelajari karena
geometri digunakan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan
sehari-hari geometri digunakan dalam pengukuran yang berupa panjang, tinggi, lebar,
luas, dan volume.
Belajar matematika pada hakekatnya adalah melakukan kegiatan mental
(Hudojo,1990:5). Dalam belajar matematika, seseorang dituntut mempersiapkan

174
mentalnya dalam proses penerimaan pengetahuan baru yang disertai tindakan-tindakan
konkret melalui penyelesaian masalah matematika. Dalam mengajar matematika guru
dapat merangsang siswanya mencapai pemahaman dalam belajar melalui pendekatan
belajar yang tepat.
Pada tingkat sekolah menengah kejuruan matematika menjadi pelajaran yang
diduakan. Siswa lebih cendrung aktif belajar pada saat pelajaran produktif, namun pada
kenyataannya matemtika juga menjadi salah satu mata pelajaran Ujian Nasional. Maka
dari itu perlu adanya perhatian terhadap keaftifan siswa dalam belajar matematika
sehingga prestasinya tidak jauh beda dengan pelajaran produktif.
Sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut seorang guru harus dapat
mempelajari karakteristik setiap siswanya dengan baik. Huggest (2012:106) berpendapat
bahwa seorang guru harus mampu memasuki dunia siswa dengan cara mengaitkan apa
yang diajarkan dengan sebuah peristiwa yang mereka alami. Untuk dapat memasuki dunia
siswa, seorang guru harus mempunyai banyak strategi pembelajaran yang kreatif dan
tidak membosankan. Salah satu strategi pengajaran yang kreatif menurut Watson (2011)
yaitu menggunakan media teknologi modern sesuai dengan perkembangan zaman yaitu
media on-online
Media on-line yang digunakan dalam pembelajaran lebih dikenal dengan sebutan
e-learning. Colvin (2008:19) mengartikan e-learning sebagai “as instruction delivered on
a computer by way of CD ROM, Internet, or Intranet...”. Menurut Rusman (2012:264) e-
learning mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran konvensional,
karakteristik tersebut yaitu interactivity, indepedency, accesbillity, and enrichment.
Media e-learning mempunyai beberapa keunggulan menurut Effendi (2005) yaitu
fleksibilitas waktu, fleksibilitas tempat, fleksibilitas kecepatan pembelajaran, serta
efektivitas pengajaran.
Dalam penelitian ini peneliti memanfaatkan media quipper school. Media ini
merupakan salah satu e-learning yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam
bidang pendidikan. Media ini dapat membantu siswa belajar dan terus berkomunikasi
dengan guru mereka tanpa adanya batasan waktu. Sehingga hal ini dapat memberikan
waktu yang lebih bagi siswa dalam belajar. Keuntungan media ini adalah guru dan siswa
dapat terus berkomunikasi tentang materi yang sedang dibahas, saling merespon dan
saling menanggapi sehingga siswa semakin aktif dalam menyapaikan idenya sendiri.
Komunikasi tersebut akan menjadikan siswa lebih aktif adan lebih mudah dalam
menerima materi pelajaran.
Seseorang dikatakan belajar bila terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan
suatu perubahan tingkah laku. Menurut Hamalik (2009:16) belajar adalah proses
perubahan tingkah laku pada diri seseorang berkat pengalaman dan pelatihan. Dalam hal
ini pengalaman dan pelatihan terjadi melalui interaksi antara individu dan lingkungannya.
Jadi, seseorang dikatakan belajar bila orang itu melakukan proses kegiatan atau interaksi
aktif dengan lingkungan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Adapun yang dimaksud dengan pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi
agar siswa dapat belajar. Kondisi yang dimaksud adalah bahwa pembelajaran ada
kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang
diinginkan (Budiningsih, 2008:51). Dalam kegiatan pembelajarn, keterlibatan siswa
secara aktif sangat diutamakan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar
perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.

175
Hudojo (2005), menyatakan belajar matematika merupakan kegiatan mental yang
tinggi, karena matematika berkaitan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol
yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya bersifat deduktif. Untuk mempelajari
matematika haruslah bertahap, berurutan serta mendasar pada pengalaman belajar yang
lalu. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila dilakukan secara kontinu.
Dalam kegiatan pembelajaran, materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola
atau logika tertentu dan sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa
perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Dengan demikian proses belajar mengajar bukan hanya berpusat pada guru melainkan
siswa harus dilibatkan dalam proses belajar mengajar baik secara emosional maupun
sosial. Guru harus menjadi fasilitator dalam usaha membelajarkan siswa.
Hudojo (2001:103) mengemukakan agar proses belajar matematika terjadi, bahasan
matematika seyogyanya tidak disajikan dalam bentuk yang sudah tersusun secara final,
melainkan siswa dapat terlibat aktif di dalam menemukan konsep-konsep, struktur-
struktur, sampai kepada teorema atau rumus-rumus. Keaktifan siswa tidak saja pada
keterampilan mengerjakan soal-soal sebagai aplikasi dari konsep-konsep matematika
yang telah dipelajarinya, melainkan juga mementingkan pemahaman pada proses
terbentuknya konsep. Konsep-konsep matematika hendaknya tidak diajarkan melalui
definisi, tetapi melalui contoh-contoh yang relevan yang melibatkan konsep-konsep
tertentu. Jadi, dalam pembelajaran matematika hendaknya dipilih strategi pembelajaran
yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar baik secara mental, fisik, maupun
sosial.
Proses belajar yang terstruktur dan terencana diupayakan dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus kreatif dan inovatif dalam membuat
perencanaan pembelajaran. Prestasi belajar siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh
sistem pembelajaran yang ada di sekolah tersebut. adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem pembelajaran yaitu faktor guru, siswa, sarana dan prasarana. Guru
merupakan komponen penting dalam penentuan prestasi belajar siswa. Menurut Johnson
(2013) “The teacher’s mathematical activity can be asigniificant component in supporting
students mathematical development”.
Prestasi belajar siswa akan diperoleh apabila kegiatan proses belajar mengajar telah
berakhir. Menurut Dimyati (1993), menyatakan bahwa prsetasi belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tidak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi prestasi belajar, sedangkan dari sisi siswa, prestasi belajar
merupakan puncak dari proses belajar.
Dalam penjabaran yang lebih operasional prestasi belajar adalah sesuatu yang
dicapai yang merupakan penguasaan, pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh siswa, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka-angka yang
diberikan oleh guru. Untuk meningkatkan prestasi belajar diperlukan suatu kreatifitas
guru dalam pembelajaran baik berupa strategi pengajaran dan media pembelajaran
sehingga siswa semakin berminat dan aktif dalam belajar.
Salah satu media belajar yang sesuai dengan perkembangan zaman dan tektenology
pada saat ini adalah media quipper school. Media ini dapat membantu siswa belajar dan
terus berkomunikasi dengan guru mereka tanpa adanya batasan waktu. Quipper school
pertama kali digunakan di London. Pada media ini terdiri dari dua portal yaitu portal
untuk guru dan portal untuk siswa.

176
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terhadap penggunaan media quipper
school. Hasil penelitian dari Rahmawati (2015) menunjukkan bahwa media quipper
school menunjang proses pembelajaran akuntansi sehingga proses pembelajaran lebih
efektif dari segi waktu dan membuat siswa merasa senang karena tampilannya menarik.
Seiring dengan hasil penelitian Rahmawati, Noor (2015) juga mendapatkan hasil yang
sama yaitu penggunaan media quipper school dapat membantu para penggunanya
khususnya siswa sehingga meningkatkan kualitas pendidikan siswa. Dengan demikian
pola pembelajaran dengan memanfaatkan meedia quipper school diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
 Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah pemanfaatan media
quipper school dalam pembelajaran
 Untuk mengetahui respon siswa terhadap pemanfaatan media quipper school dalam
pembelajaran..
Setelah pelaksanaan tindakan yang berupa pemanfaatan media quipper school dalam
pembelajaran, peneliti mendeskripsikan prestasi belajar siswa, kendala yang dihadapi saat
pembelajaran yang berpengaruh terhadap prestasi belajar serta dapat menguraikan cara
mengatasi kendala tersebut.
Selain itu peneliti juga mendeskripsikan bagaimana respon siswa terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan media quipper school, hal ini dilihat
dari tanggapan siswa pada lembar angket respon. Dari setiap aspek respon siswa akan
dianalis permasalahannya sehingga guru dapat memperbaiki kekurangannya pada siklus
pembelajaran berikutnya.

Metode
Prosedur langkah-langkah penelitian ini mengikuti model Kemmis dan Mc
Taggart. Langkah-langkah tersebut berupa tindakan yang terdiri dari empat tahap, yaitu:
perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observation), dan
refleksi (reflection) (Wardani, 2003:2.3). Keempat langkah kegiatan tersebut diskemakan
pada gambar 1.

Pendahuluan

Rencana Pelaksanaan Observasi Refleksi


tindakan tindakan
Tidak

Ya
Berhasil

Gambar 1. Alur Pelaksanaan Penelitian Laporan

177
Hasil dan Pembahasan
Siklus 1
Pada siklus ini ada 4 tahap yang dilakukan oleh peneliti yaitu (1) tahap perencanaan,
(2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap pengamatan (observasi), dan (4) tahap refleksi.
a. Perencanaan
Berdasarkan data studi pendahuluan, peneliti mengadakan beberapa perencanaan
dengan tujuan untuk memperbaiki cara belajar siswa khususnya pada materi geometri.
Persiapan awal yang dilakukan peneliti yaitu membuat RPP sesuai dengan sesuai tujuan
penelitian untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar dan respon siswa dalam
pembelajaran, membuat lembar observasi, serta membuat tes akhir untuk mengetahui
tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Langkah selanjutnya yaitu membuat akun
quipper school SMK Ibnu Cholil dan membuat kelas TKJ XII kemudian meminta siswa
untuk bergabung di kelas tersebut.

b. Pelaksanaan Tindakan
Tahapan ini merupakan tahapan yang dilakukan langsung oleh peneliti yang
bertindak sebagai guru, tenaga pendukung yang bertindak sebagai observer, dan siswa
kelas XII TKJ yang terdiri dari 23 orang bertindak sebagai subyek penelitian. Pada tahap
ini peneliti melakukan tindakan berupa pembelajaran dengan memanfaatkan media
quipper school.
Pada saat pelaksanaan tindakan peneliti mengunggah file materi dan berkomunikasi
dengan subjek penelitian. Setelah materi diunggah siswa diperkenankan membuka file
dan melejari materi. Kemudian siswa dapat mengerjakan soal tes yang sudah tersedia
dalam media quipper school sesuai dengan topik yang dipelajari. Hasil pekerjaan siswa
dapat dilihat pada menu “statistik” di quipper school
c. Pengamatan (Observasi)
Tahap observasi ini dilakukan secara bersamaan dengan tahap pelaksanaan
tindakan 1 karena pada tahap ini peneliti dibantu oleh observer yaitu teman sejawat untuk
mengamati kegiatan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan
oleh peneliti. Pengamatan aktivitas siswa dilakukan dengan cara mengamati aktifitas
siswa selama mengikuti pembelajaran menggunakan media quipper school. Aspek yang
diamati antara lain; motivasi siswa mengikuti pembelajaran, memperhatikan dan
mengikuti penjelasan materi dengan media quipper school, mengerjakan latihan soal.
Untuk mengetahui respon siswa dalam pembelajaran peneliti menggunakan angket
respon siswa dengan indikator sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kategori Capaian Indikator Respon Siswa Siklus I

No Interval Capaiaan Indikator

1 Jika pesentase respon berada pada interval 80% ≤ Ya ≤ 100%, maka termasuk
pada kategori “Baik”.

178
2 Jika pesentase respon berada pada interval 60% < Ya < 80%, maka termasuk
pada kategori “Cukup”.

3 Jika pesentase respon berada pada interval 0% ≤ Ya ≤ 60%, maka termasuk


pada kategori “Kurang”.

Hasil pengamatan respon siswa pada siklus I digambarkan dalam digram 3.1 berikut
ini:
90
80
Persentase respon siswa

70
60
dalam (%)

50
40
30
[ 20
10
0
Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3
Siswa membrikan respon
83 65 73
"ya" (dalam %)
Siswa memberikan respon
17 35 27
"tidak" (dalam %)

Gambar 3.1. Diagram Hasil Pengamatan Respon Siswa Siklus I

Berdasarkan hasil observasi respon siswa pada siklus I terhadap pemanfaatan media
e-learning quipper school, pada aspek 1 yaitu “motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran matematika pada meteri geometri 83% siswa menjawab “ya” sehingga
aspek 1 termasuk kategori “baik”, pada aspek ke 2, “siswa yang memperhatikan dan
mengikuti penjelasan materi dengan media quipper school 65% siswa menjawab “ya”
sehingga aspek ke 2 masuk dalam kategori “cukup”, sedangkan pada aspek ke 3 “siswa
mengerjakan latihan soal” 7 73% siswa menjawab “ya” sehingga aspek ke 3 termasuk
kategori “cukup”.
Untuk data prestasi belajar siswa diperoleh dari hasil pekerjaan siswa dalam
mengerjakan soal tes, siswa dikatakan tuntas secara individu jika nilai siswa ≥70,
sedangkan untuk ketuntasan klasikal dikatakan tuntas jika ketuntasan klasikal ≥85%.
Adapun rekapitulasi hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 3.2

179
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Tes Siswa Pada Siklus I

Nilai Siswa Frekuensi Keterangan

50 2 Tidak Tuntas
60 4 Tidak Tuntas
70 10 Tuntas
80 6 Tuntas
90 1 Tuntas
100 0 -

Tabel 3. Ketuntasn Individu dan Klasikal

Ketuntasan Individu
Ketuntasan Klasikal
Siswa Tuntas Siswa Tidak Tuntas
17 6 74%

Berdasarkan tabel 2 dan 3 dapat dikatakan pembelajaran menggunakan media


quipper school belum berhasil, hal ini dikarenakan ketuntasan klasikal belum mencapai
standart minimal yaitu 85%. Faktor penyebab masih adanya siswa yang belum tuntas
adalah kurangnya interaksi siswa dengan guru dalam proses pembelajaran sehingga
berdampak pada pemahaman siswa terhadap materi geometri, siswa tidak mempunyai
kesempatan untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami, hal ini dapat dilihat
dari hasil tes siswa yang memperoleh nilai kurang dari 70. Oleh karena itu, pada siklus 2
guru sebaiknya mengadakan interaksi berupa diskusi terkait materi yang diajarkan.
d. Refleksi
Setelah peneliti melakukan tahap pelaksanaan tindakan 1, peneliti memberikan tes
pada siswa dan hasil pada siklus I belum mencapai pada ketuntasan secara klasikal maka
perlu dilanjutkan pada siklus ke II dengan melakukan perbaikan terhadap kelemahan pada
siklus I. Perbaikan yang yang perlu dilakukan pada siklus II antara lain: (1) guru
melakukan bimbingan dalam penggunaan media quipper school, (2) guru memberikan
motivasi kepada siswa agar lebih serius dalam belajar, (3) memberikan waktu untuk
berdiskusi tentang materi yang diajarkan dan (4) menambah waktu dalam pengerjaan soal
tes.
Siklus II

a. Perencanaan
Perencaan yang dilakukan pada siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus pertama.
Pada siklus II peneliti mengadakan beberapa perencanaan dengan tujuan untuk
memperbaiki kelemahan pada siklus I. Persiapan awal yang dilakukan peneliti yaitu

180
membuat RPP sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui peningkatan prestasi
belajar dan respon siswa dalam pembelajaran, membuat lembar observasi, serta membuat
tes akhir untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar.

b. Pelaksanaan Tindakan
Berdasarkan hasil refleksi I, maka peneliti melakukan beberapa perbaikan agar
diakhir siklus II prestasi belajar siswa mengalami peningkatan. Beberapa perbaikan yang
dilakukan oleh peneliti adalah (1) guru melakukan bimbingan dalam penggunaan media
quipper school, (2) guru memberikan motivasi kepada siswa agar lebih serius dalam
belajar, (3) waktu pengerjaan soal tes lebih diperbanyak dan memberikan waktu untuk
berdiskusi tentang materi yang diajarkan, (4) guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk mencoba latihan soal sebelum mengerjakan soal tes

c. Pengamatan
Tahap observasi ini dilakukan secara bersamaan dengan tahap pelaksanaan
tindakan II. Pengamatan aktivitas siswa dilakukan dengan cara mengamati aktifitas siswa
selama mengikuti pembelajaran menggunakan e-learning quipper school. Aspek yang
diamati antara lain; motivasi siswa mengikuti pembelajaran, memperhatikan dan
mengikuti penjelasan materi dengan media quipper school, mengerjakan latihan soal.
Untuk mengetahui respon siswa dalam pembelajaran peneliti menggunakan angket
respon siswa dengan indikator sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kategori Capaian Indikator Respon Siswa Siklus II

No Interval Capaiaan Indikator

1 Jika pesentase respon berada pada interval 80% ≤ Ya ≤ 100%, maka termasuk
pada kategori “Baik”.

2 Jika pesentase respon berada pada interval 60% < Ya < 80%, maka termasuk
pada kategori “Cukup”.

3 Jika pesentase respon berada pada interval 0% ≤ Ya ≤ 60%, maka termasuk


pada kategori “Kurang”.

181
Hasil pengamatan respon siswa pada siklus II digambarkan pada diagram 3.2
berikut ini:
100
90
Persentase respon siswa

80
70
dalam (%)

60
50
40
30
20
10
0
Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3
Siswa memberikan respon
91 82 86
"ya", (dalam %)
Siswa memberikan respom
9 18 14
"tidak", (dalam %)

Gambar 3.2. Diagram Hasil Pengamatan Respon Siswa Siklus II

Berdasarkan hasil observasi respon siswa siklus II terhadap pemanfaatan e-learning


quipper school, pada aspek 1 yaitu “motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
matematika pada meteri geometri 91% siswa menjawab “ya” sehingga aspek 1 termasuk
kategori “baik”, pada aspek ke 2, “siswa yang memperhatikan dan mengikuti penjelasan
materi dengan media quipper school 82% siswa menjawab “ya” sehingga aspek ke 2
masuk dalam kategori “baik”, sedangkan pada aspek ke 3 “siswa mengerjakan latihan
soal” 86% siswa menjawab “ya” sehingga aspek ke 3 termasuk kategori “86”. Dengan
demikian aktifitas respon siswa pada siklus II lebih baik daripada siklus I
Untuk data prestasi belajar siswa diperoleh dari hasil pekerjaan siswa dalam
mengerjakan soal tes II, siswa dikatakan tuntas secara individu jika nilai siswa ≥70,
sedangkan untuk ketuntasan klasikal dikatakan tuntas jika ketuntasan klasikal ≥85%.
Adapun rekapitulasi hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 5

Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Tes Siswa Pada Siklus II

Nilai Siswa Frekuensi Keterangan

50 0 -
60 2 Tidak Tuntas
70 2 Tuntas
80 13 Tuntas

182
90 6 Tuntas
100 0 -

Tabel 6 Ketuntasan Individu dan Klasikal

Ketuntasan Individu
Ketuntasan Klasikal
Siswa Tuntas Siswa Tidak Tuntas
21 2 91,3%

Berdasarkan tabel 5 dan 6 dapat dikatakan pembelajaran menggunakan e-learning


quipper school sudah berhasil, hal ini dibuktikan dengan ketuntasan klasikal yang
mencapai 91,3%. Dengan peningkatan 17,3% dari siklus I. Namun masih ada 2 siswa
yang belum tuntas. Berikut ini disajikan tabel 7 yang menunjukkan perbandingan
persentase skor tes siklus I dan skor siklus II.

d. Refleksi
Pelaksanaan siklus II sudah menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan.
Ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 91,3% dan respon siswa terhadapa
pemanfaatan e-learning quipper school sudah pada kategori “baik”. Dengan demikian
penelitian tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.

Pembahasan
Berikut ini disajikan tabel 3.7 perbandingan persentase skor tes siklus I dan skor
siklus II.
Tabel 3,7 Perbandingan Persentase Skor Tes Siklus 1 dan Skor Tes Siklus 2

Kreteria Siklus I Siklus II Peningkatan

Ketuntasan Individu 17 21 4
Ketuntasan Klasikal 74% 91.3% 17.3%

Berdasarkan tabel 3.7, ketuntasan individu pada siklus I sebanyak 17 siswa,


sedangkan pada siklus II terdapat 21 siswa. Pada siklus II ada tambahan 4 siswa yang
tuntas. Pesentase peneingkatan prestasi belajar siswa secara klasikal menggunakan e-
learning quipper school cukup besar yaitu 17,3%. Dengan demikian dapat dikatan
pembelajaran menggunakan media e-learning quipper school pada materi geometri
sangat baik. Hal ini sebanding dengan pendapat Noor (2015) penggunaan media quipper
school dapat membantu para penggunanya khususnya siswa sehingga meningkatkan
kualitas pendidikan siswa.
Hasil pengamatan aktifitas siswa diperoleh dari observasi langsung saat
pembelajaran dan pengisian angket respon siswa. Aspek yang diamati meliputi; motivasi
siswa mengikuti pembelajaran, memperhatikan dan mengikuti penjelasan materi dengan
media quipper school, mengerjakan latihan soal. Data hasil pengamatan dari siklus I dan
siklus II disajikan dalam bentuk digram 3 berikut:

183
100
90
Persentase respon siswa

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3
Respon "Ya" siklus I 83 65 73
Respon "tidak" Siklus I 17 35 27
Respon "ya" siklus II 91 82 86
Respon "tidak" siklus II 9 18 14

Gambar 3. Diagram Perbandingan respon siswa pada siklus I dan II


Berdasakan Gambar 3 dapat dikatakan adanya peningkatan respon siswa pada
setiap aspek yang diamati. Pada siklus II semua aspek masuk pada kategori “baik”.
Dengan demikian respon siswa terhadap pemanfaatn e-learning quipper school pada
materi geometri sangat baik, hal ini juga sependapat dengan hasi penelitian Rahmawati
(2015) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran lebih efektif dari segi waktu dan
membuat siswa merasa senang karena tampilannya menarik.
Simpulan dan Saran

Berdarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menyimpulkan bahwa


pemanfaatan media e-learning menggunakan media quipper school pada materi geometri
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga sehingga berdampak positif pada
prestasi belajar siswa yang semakin meningkat.
Pemanfaatan e-learning quipper school membutuhkan waktu yang lama, oleh
karena itu peneliti menyarankan; (1) pemanfaatan e-learning quipper school dalam proses
pembelajaran perlu memperhatikan acces internet, karena jika acces internet lemah maka
interaksi dalam proses pembelajaran terganggu, (2) guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berdiskusi terkait materi yang diajarkan.
Daftar Pustaka

Bell, F. H. (1978). Teaching Learning Mathematic: in Secondary Shoole. Lowa; Wn. C:


Brown Company Publishers.
Budiningsih, C. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

184
Colvin, Ruth and Ricahard, & Mayer. (2008). E Learning and The science of intruction.
Proven Guideline for Consumers and Disigner of Multimedia Learning 2nd ed.
Djamarah, & Azwan, Z. B. (2006). Strategi Belaja Mengajar. Jakarta: Rineka.
Efendy, E. (2005). Learning Konsep and Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Hamalik, O. (2009). Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:
FPMIPA Universitas Negeri Malang.
Hughes, A. G., & E, H. H. (2012). Learning and Teaching. Bandung: Nuansa.
Jhonson, E. (2013). Teacher's and Mathematical Activity in Quiry Oriented Instruction.
The Juornal of Mathematical Behaviour, 761-775.
Moleong. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda.
Noor, L. A. (2015). Analisi Fakto-Faktor Pnerimaan Penggunaan Quipper School.Com
Dengan Menggunakan Pendekataan Technology Acceptance Model (TAM)and
Theory of Planned Behaviour (TPB). Yogyakarta:UNY: Skripsi:Tidak
dipublikasikan.
Pa'is. (2009). Peningkatan Penguasaan Konsep Volume Bangaun Ruang Dengan Metode
Penemuan Terbimbing Berkelompok. Malang: Tesis:Tidak dipublikasikan.
Rahmawati, R. (2015). Keefektifan Pnerapan E-Learning Quipper School Pada
Pembelajaran Akuntansi. Surakarta:UNS: Skripsi:tidak dipublikasikan.
Rusman. (2012). Sei Manejemen Sekolah Bermutu Model-Model Pembelajaran
Mengembangkan Profesinalitas Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Wardani, I. d. (2003). Penelitian Siklus Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.
Watson, & Roy dan Davis. (2011). Stategi Pengajaran Kreatif. Jakarta: Esensi Erlangga
Group.

185
PENERAPAN EDMODO DAN I-CARE UNTUK PENINGKATAN AKTIVITAS
DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP
NEGERI 1 SRUWENG 2016/2017

Edy Susiadi Purnama1)


1)
SMP Negeri 1 Sruweng, Jl.Raya Sruweng, Kebumen; edy.kbm@gmail.com

Abstrak.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi
belajar matematika siswa dengan pembelajaran berbasis TIK menggunakan penerapan
Edmodo dan strategi ICARE, khususnya siswa kelas VIII-D pada materi Aljabar di SMP
Negeri 1 Sruweng tahun pelajaran 2016/2017. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan
metode penelitian tindakan kelas, dengan beberapa siklus dan tiap siklus terdiri dari
empat tahapan, yaitu menentukan (1)perencanaan, (2)pelaksanaan, (3)pengamatan,
dan(4)refleksi. Setiap siklus menggunakan integrasi pembelajaran penerapan edmodo dan
ICARE.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus, September dan Oktober 2016 di SMP
Negeri 1 Sruweng Kabupaten Kebumen. Subyek penelitian pada siswa kelas VIII-D SMP
Negeri 1 Sruweng tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 32 anak. Target penelitian
ini adalah meningkatnya aktivitas dan prestasi belajar matematika melalui penerapan
Edmodo dan ICARE.
Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan persentase aktivitas siswa tiap siklusnya
69,4% , 75,0% dan 83,3% , aktivitas guru 77,14%, 86,54% dan 92,74%, dan prestasi
belajar matematika dari hasil evaluasi awal 66 tiap siklus meningkat menjadi 70,75 dan
84, sedangkan persentase siswa yang memenuhi nilai ketuntasan diatas nilai KKM yaitu
59,4%, , 68,8%, dan 81,3%. Dengan demikian pada setiap siklus terjadi peningkatan
aktivitas dan prestasi belajar maupun ketuntasan siswa.

Kata kunci : Edmodo, ICARE, aktivitas, prestasi belajar

1. Pendahuluan

Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :
(1) mengajar secara kreatif (creative teaching) dan (2) mengajar untuk kreatifitas
(teaching for creativity) (Halimah, 2008). Mengajar kreatif menunjukan bahwa guru
menggunakan pendekatan yang disesuaikan dengan karakteristik siswa sehingga kegiatan

186
pembelajaran terkemas lebih menarik, semangat, efektif dan efisien. Sedangkan mengajar
untuk kreativitas ini bagaimana guru membelajarkan materi ditujukan untuk
mengembangkan siswa agar memiliki kemampuan berpikir kritis dan berperilaku kreatif.
Bagi siswa untuk menguasai dan memahami materi terkait teori, konsep dan prinsip-
prinsip dalam pembelajaran matematika diperlukan komunikasi yang efektif dan interaksi
mengajar yang baik antara guru dengan siswa di dalam proses belajar mengajarnya. Guru
memiliki ketrampilan khusus dan memperhatikan kesiapan intelektual siswa dalam
pemilihan metode, strategi, model dan media pembelajaran yang tepat dalam proses
belajar mengajar sehingga tercipta suasana yang nyaman dan kondusif untuk belajar
Belajar matematika di SMP Negeri 1 Sruweng belum menjadi kesukaan bagi
sebagian besar siswa sehingga belum merasa bahwa belajar matematika adalah aktivitas
yang menyenangkan. Guru dalam menyajikan proses pembelajaran belum melibatkan
aktivitas siswa secara optimal dan belum disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik
siswa. Dari hasil diskusi dengan rekan sejawat guru matematika SMPN 1 Sruweng ibu
Vebri Wijayanti,S.Pd, ibu Dra.Hj.Patmi Widiastuti, ibu Hj.Asfirotun,S.Pd dan bapak
H.Sabar,S.Pd, permasalahan yang dihadapi kelas VIII ini secara umum yaitu (1)siswa
cenderung pasif dalam pembelajaran, (2)motivasi belajar yang rendah, (3)dalam proses
pembelajaran di kelas siswa kurang berani bertanya, (4)ketika mengerjakan soal
cenderung mengulur waktu menunggu bantuan teman, (5)sarana jaringan internet dan
smartphone tersedia, tetapi pemanfaatan media pembelajaran berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) masih belum nampak, serta (6) daya serap materi
rendah, hal ini membuat skenario pembelajaran yang sudah direncanakan memerlukan
perhatian dan pengkondisian khusus, tentunya hal ini berimbas pada prestasi yang
kurang memuaskan, seperti terlihat dari rata-rata hasil ulangan harian dan hasil ulangan
kenaikan kelas semester 2 tahun 2015/2016, yang telah dilaksanakan tanggal 23-28 Mei
2016 yang diperoleh masing-masing kelas dalam rentang 50-70, masih dibawah KKM
mata pelajaran matematika yang ditetapkan sekolah yaitu 73.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 (K-13)
materi Aljabar, SK.1 Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus
adalah materi esensi, karena materi aljabar ini termasuk materi yang diujikan dalam Ujian
Nasional. Kompetensi Dasar materi Aljabar ini meliputi KD 1.1 Menyelesaikan operasi
bentuk aljabar , KD 1.2 Menguraikan bentuk Aljabar ke dalam faktor-faktornya, KD 1.3
Menyelesaikan operasi pecahan bentuk aljabar
Melihat permasalahan yang diuraikan diatas, bahwa proses pembelajaran yang
kurang optimal dan materi Aljabar yang penting ini maka diperlukan strategi dan media
pembelajaran yang tepat dan efisien sehingga mampu memberikan siswa pengalaman
belajar yang menarik. Dengan pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan
maka siswa akan tumbuh kesukaan dan menikmati setiap aktivitas pembelajarannya,
dengan demikian hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Salah satu strategi pembelajaran
yang dapat diterapkan adalah dengan strategi ICARE dan dalam proses pembelajaran

187
didukung dengan media berbasis informasi dan teknologi dalam jaringan (online)
Edmodo
Keunggulan strategi ICARE ini adalah sejalan dengan pendekatan saintifik dalam
Kurikulum 2013 (K-13) yang terdiri dari tahapan 5M +1M( mengamati, menanya,
mencoba, mengasosiasi, mengkomunikasikan, dan mencipta) secara sistematis dan
terarah. Pendekatan saintifik terintegrasi dalam proses pembelajaran menggunakan
strategi ICARE yang terdiri dari tahapan Introduction (pendahuluan) – Connection
(koneksi) – Aplications (aplikasi)- Refleksions (refleksi)- dan Extension (perluasan).
Sedangkan Edmodo merupakan platform seperti media sosial lainnya seperti facebook,
twitter, path, quiperschool, moodle, schoology yang cocok buat sekolah. Keunggulan
menggunakan Edmodo adalah Edmodo memberi kemudahan pada guru untuk
mendukung pembelajaran baik didalam maupun diluar tatap muka karena Edmodo
membantu berinteraksi dengan siswa lewat komunikasi dalam jaringan (online),
memantau aktivitas siswa di grup, dan melakukan evaluasi. Memang tidak mudah bagi
guru untuk dapat menyajikan bentuk stimulus pembelajaran tersebut, tetapi guru zaman
sekarang harus mau berusaha meningkatkan kemampuan diri menyesuaikan tuntutan
zaman sehingga menjadi guru yang profesional dan berkompetensi tinggi. Dengan
penerapan pembelajaran menggunakan langkah strategi ICARE dan didukung media
daring Edmodo kedalam proses pembelajarannya maka diharapkan aktivitas dan prestasi
belajar matematika meningkat dan daya serap materi tercapai ketuntasannya

2. Kajian Pustaka

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat
interaksi individu dengan lingkungan. (Ali, 2008) Hal ini dapat dipahami bahwa belajar
merupakan proses perubahan perilaku pada diri sendiri berkat adanya interaksi individu
dengan lingkungannya. Sedangkan aktivitas belajar adalah proses pembelajaran yang
dilaksanakan guru dengan sedemikian rupa agar menciptakan (a) siswa aktif bertanya,(b)
Mempertanyakan, dan (c) Mengemukakan gagasan. (Hartono, 2008). Dalam aktivitas
pembelajaran siswa dikondisikan agar bisa menyerap materi yang disampaikan guru dan
berusaha dilibatkan dalam setiap langkah pembelajaran. Hal ini mampu membangkitkan
siswa berani bertanya, menjawab dan juga mengemukakan ide dan gagasannya untuk
mencapai tujuan pembelajaran
Dari paparan di atas aktivitas belajar siswa adalah segala sesuatu yang dilakukan
oleh siswa baik fisik maupun mental/non fisik dalam memperhatikan, menyatakan,
merumuskan, bertanya, diskusi, menulis, juga mengungkapkan minat, bersemangat dan
gembiradalam proses pembelajaran untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang menyangkut kognitif, afektik dan psikomotor dalam rangka untuk mencapai tujuan
belajar. Aktivitas belajar siswa didalam penelitian ini adalah ketika proses pembelajaran

188
di kelas dan aktivitas ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan media visual audio
video pembelajaran melalui edmodo.
Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sebagai sumber
belajar yang melibatkan proses kognitif. Prinsip pembelajaran tidak sekedar mentransfer
ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi bagaimana siswa telibat langsung dalam proses
pembelajaran secara optimal. Sehingga siswa secara aktif mengkontruksi
pengetahuannya secara nyata dan bermakna. Hasil belajar adalah hasil belajar yang
digunakan untuk menilai pelajaran yang telah diberikan kepada siswa dalam waktu
tertentu. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (Moedjiono, 2012) guru yang efektif adalah
guru yang mampu membawa siswanya berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Di
sekolah yang menjadi tolak ukur mengenai efektivitas pembelajaran adalah tercapainya
tujuan dan hasil belajar yang tuntas terlihat dari prestasi belajar siswa. Proses
ketercapainya tujuan dan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil tes prestasi yang
dilaksanakan, seperti nilai ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan
kelas, dibandingkan dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditetapkan. (Iqbal, 2017)
Siswa dikatakan tuntas belajar jika telah mencapai nilai sama dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM). (Sujana, 2010).Untuk mendukung pencapaian hasil belajar
diatas nilai ketuntasan, maka pembelajaran perlu memanfaatkan strategi, model dan
media pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas, kreativitas siswa, dan
memvisualisasi konsep sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa. Sesuai pendapat para
ahli diatas bahwa prestasi belajar dalam penelitian ini adalah angka yang dicapai oleh
masing-masing siswa setelah mengerjakan tes pada akhir periode pembelajaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang telah ditetapkan dalam tahapan
siklusnya
Edmodo didirikan pada tahun 2008 oleh Nicolas Brog dan Jeff O’Hara adalah
sebuah platform Microblogging yang secara khusus dikembangkan dan dirancang untuk
digunakan oleh guru dan siswa dalam suatu ruang kelas. Edmodo merupakan salah satu
keluarga kelas digital seperti moodle , LMS (Learningg Management System) yang lain
seperti schoology, quiperschool, google classroom. Edmodo menyediakan cara yang
aman dan mudah untuk berkomunikasi dan berkolaborasi antara siswa dan guru, berbagi
konten berupa teks, gambar, links, video, maupun audio. Edmodo bertujuan untuk
membantu pendidik memanfaatkan fasilitas social networking sesuai dengan kondisi
pembelajaran di dalam kelas. Edmodo adalah jejaring sosial pribadi bagi guru dan siswa
dengan platform sosial yang aman. Dengan model kicauan seperti situs jejaring sosial
pada umumnya, Edmodo dapat menjadikan jaringan khusus bagi guru dan siswa untuk
berbagi ide, berkas, peristiwa, dan tugas Edmodo merupakan jejaring sosial dan layanan
microblogging yang didesain khusus untuk dunia pendidikan, yang dapat dioperasikan
seperti layaknya Twitter. Dengan membatasi jalan akses ke ruang khusus atau grup, guru

189
dan siswa dapat saling mengirim catatan, link, berkas, pengumuman, tugas dan bertukar
informasi di lingkungan yang aman
Edmodo adalah situs yang dapat dijadikan sebuah wadah atau forum diskusi oleh
kaum pembelajar yang memiliki tampilan latar seperti Facebook atau Myspace. Pengguna
Edmodo dapat membuat profil dan berbincang dengan orang lain yang terhubung dalam
situs tersebut. Penerapan Edmodo didalam pembelajaran sangatlah tepat dijadikan
komunikasi guru ke siswa, selain itu siswa juga dapat meminta informasi kepada guru
tentang nilai atau tugas, dan guru dapat mengunggah nilai siswa dan tugas di dalam web
tersebut. (Riadi, 2017)
I-CARE sebagai sebuah strategi sistem pembelajaran (USAID, 2006) yang terdiri
dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi. I-CARE terdiri dari
:Introduction : Guru menanamkan pemahaman tentang isi dan tujuan dari pelajaran
kepada siswa. Connection : Sebagian besar pembelajaran merupakan rangkaian dengan
satu kompetensi yang dikembangkan berdasarkan kompetensi sebelumnya dan
menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk
meningkatkan pemahaman dan aplikasi. Application : siswa diberi kesempatan untuk
mempraktikkan atau menerapkan pengetahuan serta kecakapan tersebut. Bagian
Application berlangsung paling lama dari kegiatan pembelajaran dimana siswa bekerja
sendiri, secara pasangan atau dalam kelompok untuk menyelesaikan kegiatan nyata atau
memecahkan masalah. Reflection : merupakan ringkasan dari pelajaran, siswa memiliki
kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Extension : guru
menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan peserta setelah pelajaran berakhir untuk
memperkuat materi seperti pekerjaan rumah ,bacaan tambahan, tugas merangkum materi
berikutnya atau latihan-latihan
Dalam penelitian ini proses pembelajaran pada siswa menggunakan penerapan yang
mengintegrasikan antara media Edmodo dengan strategi ICARE. Pada proses
pembelajaran di kelas siswa dikondisikan menggunakan strategi pembelajaran mengikuti
tahap-tahap ICARE mulai dari (1)kegiatan pendahuluan: menggunakan tahapan
Introduction dan Conection, kemudian pada (2)kegiatan inti: menggunakan tahapan
Aplication, dan (3) kegiatan penutup: menggunakan tahapan refleksion dan extension.
Tahapan pada ICARE meliputi: Introduction, pada tahap ini sesuai proses Mengamati
pada K-13:, yaitu siswa membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan
alat) untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui, mengamati dengan indra
(membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau
tanpa alat. Kemudian ICARE tahap Conection, pada tahap ini sesuai dengan Menanya
pada K-13: yaitu siswa mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak dipahami dari
apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa
yang diamati, membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang
informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai
klarifikasi. Tahap Aplications, dimulai seperti tahap Mencoba/mengumpulkan data

190
(informasi): yaitu siswa melakukan eksperimen, membaca sumber lain dan buku teks,
mengamati objek/kejadian/aktivitas, wawancara dengan narasumber ,Mengeksplorasi,
mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen,
membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui
angket, wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan. Dilanjutkan
dengan tahap Mengasosiasikan/mengolah informasi: yaitu mengolah informasi yang
sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun
hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi - mengolah
informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori,
mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka
menemukan suatu pola, dan menyimpulkan. Pada tahap terakhir Aplications yaitu
Mengkomunikasikan: siswa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan
hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya - menyajikan laporan dalam bentuk
bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi
proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan. Pada tahap Refleksions dapat diperluas yaitu
dengan tahap Mencipta: siswa menginovasi, mencipta, mendisain model, rancangan,
produk (karya) berdasarkan pengetahuan yang dipelajari. Strategi ICARE tahap Extension
berarti perluasan, siswa diberi kesempatan mengerjakan tugas untuk penguatan materi.
(Jsn, 2017)
Dengan tahapan pada strategi pembelajaran ICARE ini didukung dengan media
microblogging Edmodo pada seluruh tahapan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan,
inti dan penutup. Edmodo berfungsi membackup dalam proses pembelajaran seperti
menyediakan bahan ajar berupa materi, tautan sumber belajar/materi, pembahasan
maupun tugas dari guru dengan cara diunggah ke Edmodo. Guru memandu siswa dalam
memanfaatkan Edmodo dengan cara membimbing siswa praktek membuat akun siswa di
Edmodo kemudian siswa diajak bergabung di kelas yang sudah disiapkan guru untuk
mengikuti dan berinteraksi dengan guru. Jadi proses interaksi pembelajaran dapat
dilakukan dua arah, antara siswa dengan guru, kemudian komunikasi antar siswa lewat
tanggapan. Untuk selanjutnya guru mengkondisikan proses pembelajaran ketika tatap
muka di kelas menggunakan tahapan strategi ICARE dan ketika diluar kegiatan tatap
muka dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan Edmodo

3. Metode

Lokasi penelitian tindakan kelas ini adalah kelas VIII SMP Negeri 1 Sruweng
Kabupaten Kebumen, dan subyek penelitian adalah siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1
Sruweng dengan jumlah siswa 32 terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester 1 bulan Agustus, September dan Oktober
2016 tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
kelas terdiri dari empat tahapan yaitu:(1) Perencanaan; (2) Pelaksanaan Tindakan; (3)
Pengamatan; (4) Refleksi. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan siklus

191
demi siklus dimana setiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan dan 1 kali tes akhir siklus.
Apabila analisis hasil data dari siklus belum optimal sesuai target maka dilanjutkan pada
siklus berikutnya. Dalam penelitian ini proses pembelajaran didalam kelas mengikuti
tahapan ICARE, yang terdiri dari Introduction, Connection, Aplications, Reflexions dan
Exstension, didukung materi pembelajaran, interaksi, dan komunikasi dengan
microblogging Edmodo
Untuk memperoleh data yang dipertanggungjawabkan, maka data yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dengan cara menggunakan tes dan observasi. Pengumpulan
data menggunakan instrumen berupa tes digunakan untuk mengetahui hasil prestasi
belajar matematika secara individu pada setiap akhir siklus, sedangkan lembar observasi
digunakan untuk mengobservasi aktivitas siswa dan peneliti pada saat pembelajaran
berlangsung yang dilakukan pada setiap siklus. Pada tahap selanjutnya dilakukan analisis
atas hasil yang telah dicapai oleh siswa melalui tes/evaluasi maupun observasi. Data
kuantitatif, yaitu data yang merupakan hasil belajar siswa, baik dari hasil lembar kerja
siswa maupun dari tes. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Data
kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi, terhadap siswa selama
pelaksanaan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah (1) keaktivan siswa dalam
mengikuti pembelajaran minimal baik (80 – 89), (2) jumlah siswa yang mencapai KKM
minimal 75 %, dan (3) pelaksanaan pembelajaran menggunakan penerapan Edmodo dan
ICARE minimum baik (80-89).

4. Hasil dan Pembahasan

Penerapan Edmodo dan ICARE untuk peningkatan aktivitas dan prestasi belajar
matematika siswa SMP Negeri 1 Sruweng telah selesai dilaksanakan pada semester 1
tahun pelajaran 2016/2017. Penerapan Edmodo dan ICARE ini ternyata sangat efektif
didasarkan atas indikasi keberhasilan yang diperoleh dari hasil tes atau evaluasi, tugas
individu, tugas kelompok, kualitas proses pembelajaran melalui pengamatan dan praktek
yang telah dilaksanakan. Dalam penelitian ini proses pembelajaran didalam kelas
mengikuti tahapan ICARE, yang terdiri dari 1) Kegiatan pendahuluan: Introduction,
Connection, 2)Kegiatan Inti: Aplications, dan 3)Kegiatan penutup: Reflexions dan
Exstension, dan ketika diluar kelas didukung dengan media online untuk menaruh
materi pembelajaran, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan microblogging
Edmodo.
Peneliti menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat aktivitas
belajar matematika siswa. Aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran diamati oberver
dengan instrumen pengamatan yang telah disiapkan. Peningkatan aktivitas belajar siswa
pada saat pembelajaran berpedoman pada tujuh indikator, yaitu: (1) menyimak
penjelasan materi guru; (2) membuat catatan mandiri; (3) giat mengerjakan tugas (4)

192
interaksi berdiskusi kelompok; (5) mempresentasikan hasil kerja kelompok; (6)
Merespon tugas di Edmodo; (7) Menyimpulkan materi.
Fokus pengamatan ditujukan lebih ke arah aktivitas siswa, walaupun didampingi juga
dengan lembar observasi untuk guru ketika proses pembelajaran berlangsung di kelas.
Skor aktivitas siswa = (( jumlah indikator x nilai tertinggi ):32) x 100%.

Tabel 1. Klasifikasi persentase aktivitas siswa

NO Persentase Klasifikasi
1 90% – 100% Baik sekali
2 80% – 89% Baik
3 70% – 79 % Cukup baik
4 0% – 69% Kurang baik

Lembar observasi guru untuk mengetahui aktivitas guru dalam proses pembelajaran yang
terdiri dari tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Skor
instrumen pengamatan kegiatan pembelajaran dengan skala penilaian (1-4), dikonversi
kedalam persen.
Tabel 2. Klasifikasi persentase Kegiatan Guru

Persentase Klasifikasi
KG < 55 % Kurang
55% ≤ KG < 75% Cukup
75% ≤ KG < 85% Baik
85% ≤ KG ≤ 100% Sangat Baik

Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa siklus setiap siklus terdiri dari
empat tahapan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (acting), (3)
Pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Adapun rincian keempat
tahapan tersebut sebagai berikut :
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan pada penelitian ini terdiri dari (1) rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) pada Standar Kompetensi: Memahami bentuk aljabar, relasi,
fungsi, dan persamaan garis lurus dengan tiga kompetensi dasar (KD), yaitu KD
1.1Menyelesaikan operasi bentuk aljabar , KD 1.2 Menguraikan bentuk Aljabar ke

193
dalam faktor-faktornya, KD 1.3 Menyelesaikan operasi pecahan bentuk aljabar; (2)
lembar kerja, dan (3) instrumen tes, observasi kegiatan belajar siswa dan instrument
observasi kegiatan pembelajaran (4) mempersiapkan bahan/materi/evaluasi untuk
diunggah di Edmodo
b. Pelaksanaan (acting)
Penelitian dilaksanakan dalam beberapa siklus dengan satu siklus minimum dua
kali pertemuan, siklus pertama KD 1.1Menyelesaikan operasi bentuk aljabar , siklus
kedua KD 1.2 Menguraikan bentuk Aljabar ke dalam faktor-faktornya, dan siklus
ketiga KD 1.3 Menyelesaikan operasi pecahan bentuk aljabar dan seterusnya.
Pelaksanaan proses pembelajaran terdiri dari (1)kegiatan pendahuluan, (2)kegiatan
inti, dan (3)penutup, dengan menerapkan strategi ICARE dan didukung Edmodo
dengan langkah-langkah :
1. Kegiatan Pendahuluan , meliputi :
a) Introduction :
Guru menanamkan pemahaman dan memotivasi siswa, apersepsi tentang isi dan
tujuan serta hasil yang dicapai dari materi KD 1.1Menyelesaikan operasi bentuk
aljabar , siklus kedua KD 1.2 Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya,
dan siklus ketiga KD 1.3 Menyelesaikan operasi pecahan bentuk aljabar
b) Connection : Penjelasan Materi
Guru memberikan informasi, berupa tutorial membuat akun Edmodo, dan cara
membuat akun siswa pada Edmodo secara detil tahap demi tahap dan cara bergabung
ke dalam kelas/grup di Edmodo yang sudah dibuat oleh guru. Desain pembelajaran
disampaikan ke siswa yaitu (1) baca panduan yang disampaikan guru, (2) unduh materi
atau bahan belajar di Edmodo (guru menyiapkan materi cadangan), (3) simak
penjelasan guru terkait materi yang dipelajari, (4) bersama kelompok mendesain dan
merangkum bahan belajar untuk presentasi di kelas, (5) presentasi bersama dalam
waktu bersamaan dengan cara menggelar pameran hasil karya berupa produk dari
kelompok (6)evaluasi melalui media Edmodo. Siswa dikondisikan menyiapkan materi
tambahan yang bisa diunduh dari Edmodo, dan dari sumber bahan belajar yang lain
seperti buku paket BSE, buku paket matematika pendukung, dan materi unduhan dari
internet.
2. Kegiatan inti, berupa penerapan (Aplication)
Langkah pertama adalah siswa dipandu membuat ‘akun siswa’ pada Edmodo dan
bergabung ke dalam kelas/grup yang sudah disiapkan agar bisa berkomunikasi dan
berinteraksi dalam Edmodo. Nama kelas digital yang disiapkan guru di Edmodo
“Spensaz-8Best” dengan kode kelas ‘tnv4y4’. Selanjutnya proses pembelajaran
terkait materi Aljabar pada KD 1.1 Menyelesaikan operasi bentuk aljabar , siklus
kedua KD 1.2 Menguraikan bentuk Aljabar ke dalam faktor-faktornya, dan siklus
ketiga KD 1.3 Menyelesaikan operasi pecahan bentuk aljabar, terdistribusi di setiap
siklusnya. Bahan Materi dan evaluasi selain disediakan guru, juga bisa diunduh di
Edmodo. Proses pembelajaran dan interaksi serta komunikasi dengan guru dan antar

194
siswa dilakukan pada tatap muka di kelas maupun daring/online menggunakan
Edmodo
3. Penutup , meliputi :
a) Refleksi (Reflection)
Siswa diberi kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Siswa
melakukan kegiatan penulisan mandiri dimana peserta menulis sebuah ringkasan dari
hasil pembelajarannya. Guru memberikan pertanyaan, kuis singkat untuk umpan
balik. Selain itu juga memanfaatkan media Edmodo untuk memberikan tanggapan
terkait dengan materi yang telah dipelajari

b) Penutup (Extension)
Guru menyediakan beberapa soal yang diunggah ke Edmodo untuk dikerjakan di
rumah, dan bahan belajar untuk materi selanjutnya. Siswa merangkum materi
berikutnya, dan mengerjakan soal-soal tambahan, tentunya hasil pengerjaan tugas
dikirim melalui Edmodo ataupun ditulis pada kertas di buku catatan secara langsung
untuk dikomunikan antar teman dan bahan koreksi guru

c. Pelaksanaan Pengamatan (observasi)


Pengamatan dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung dengan
menggunakan instrumen sebagai berikut : (1) instrumen observasi kegiatan belajar siswa,
yang dilaksanakan oleh peneliti selama proses belajar berlangsung dengan sasaran siswa,
(2) instrumen observasi kegiatan pembelajaran, dilaksanakan oleh kolaborator (teman
sejawat) selama proses pembelajaran berlangsung dengan sasaran guru (peneliti), dan (3)
instrumen tes, dilaksanakan setiap akhir siklus.

d. Refleksi (reflecting)
Kegiatan refleksi dilaksanakan setelah pelaksanaan pembelajaran berlangsung
dengan tujuan untuk menemukan kekurangan dan permasalahan dalam pelaksanaan
pembelajaran. Hasil refleksi akan digunakan untuk perbaikan pembelajaran pada siklus
berikutnya. Kegiatan refleksi berupa diskusi antara peneliti dengan kolaborator dengan
memperhatikan hasil analisis data hasil pengamatan kolaboratot saat pembelajaran, dan
juga hasil pengamatan peneliti terhadap proses belajar siswa serta hasil tes.

Selama kegiatan berlangsung, pengamatan dilakukan 3 orang rekan sejawat yaitu:


ibu Hj.Patmi Widiastuti, Ibu Vebri Wijayanti, dan Bapak Muhtadi untuk tugas
dokumentasi. Instrumen pengamatan dengan lembar observasi aktivitas siswa. Pada tiap
siklus pembelajaran dilakukan 2 pertemuan, setiap pertemuan alokasi waktu 2x40 menit,
Sedangkan untuk pertemuan ke-2 pada siklus diakhiri dengan tes evaluasi akhir untuk
mengetahui ketercapaian dan ketuntasan prestasi belajar matematika pada materi Aljabar
KD 1.1Menyelesaikan operasi bentuk aljabar , KD 1.2 Menguraikan bentuk Aljabar ke
dalam faktor-faktornya, KD 1.3 Menyelesaikan operasi pecahan bentuk aljabar. Adapun

195
hasil pengamatan kegiatan pembelajaran pada siklus 1,2, dan 3 disajikan pada tabel
berikut :

Tabel 3. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa

No Indikator Persentase(%)
Siklus-1 Siklus-2 Siklus-3
1 Menyimak penjelasan materi guru 79 82 82
2 Membuat catatan mandiri 61 79 80
3 Giat mengerjakan tugas 68 71 85
4 Interaksi berdiskusi kelompok 75 79 86
5 Mempresentasikan hasil kerja 71 75 89
kelompok
6 Merespon tugas di edmodo 64 68 79
7 Menyimpulkan materi. 68 71 82
jumlah 486 525 583
Rerata 69,4 75,0 83,3

Berdasarkan tabel 3. Terlihat persentase dari Aktivitas belajar pada siklus, siswa (1)
menyimak penjelasan materi guru; (2) membuat catatan mandiri; (3) giat mengerjakan
tugas (4) interaksi berdiskusi kelompok; (5) mempresentasikan hasil kerja kelompok;
(6) Merespon tugas di edmodo; (7) Menyimpulkan materi, termasuk dalam klasifikasi
baik (80-89)%. Ada peningkatan yang berhasil membuat ‘akun siswa’ pada Edmodo yaitu
32 siswa. Terkait pengguna komputer di laboratorium terkadang akses internet terkendala
di jaringan.

196
Gambar 1: Aktivitas siswa

Sedangkan aktivitas kegiatan guru sebagai berikut


Tabel 4. Data Hasil Observasi Kegiatan Guru dalam pembelajaran

No Indikator Persentase(%)
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 Kegiatan Pendahuluan 83,33 91,67 100
2 Kegiatan Inti 73,08 84,62 86,54
3 Penutup 75,00 83,33 91,67
jumlah 231,41 259,62 278,21
Rerata 77,14 86,54 92,74

Dari tabel 4, terlihat bahwa rerata pada kegiatan pendahuluan, inti dan penutup ,
berturut turut dari siklus 1, 2,3 adalah 77,14%, 86,54% dan 92,74% termasuk dalam
klasifikasi sangat baik berada di rentang (86%-100%).
Selengkapnya isian intrumen kegiatan guru dalam pembelajaran ada pada lampiran

197
Gambar 2. Aktivitas kegiatan guru

Evaluasi di akhir siklus seperti di tabel berikut

Tabel 5.Ringkasan Hasil Nilai Rerata Evaluasi Siswa


Nilai
Nilai Nilai Nilai
rerata
No Karakteristik rerata rerata rerata
pra
siklus 1 siklus 2 siklus 3
siklus
1 Siswa ( 32 orang) 66 70 75 84

Kegiatan diakhir siklus adalah evaluasi untuk mengetahui ketercapaian dan daya serap
materi yang diberikan. Dari tabel terlihat pergerakan dari pra siklus rerata nilai evaluasi
dari nilai UKK adalah 66 , setelah dilaksanakan tindakan mengalami kenaikan menjadi
70, dan meningkat lagi menjadi 75 dan 84. Hal ini menunjukan semua sesuai kinerja
indikator, terjadi kenaikan prestasi yang signifikan dan terlampaui nilai tuntas diatas 73
pada siklus -3.

198
Gambar 3. Hasil Evaluasi tiap siklus

Daya serap materi untuk ketuntasan materi, dilihat dari nilai yang mencapai batas
kriteria ketuntasan KKM seperti pada tabel berikut :

Tabel 6. Ringkasan Ketuntasan Hasil Evaluasi Siswa

Nilai Nilai Nilai


No Karakteristik siswa siswa siswa
siklus 1 siklus 2 siklus 3
1 Jumlah Siswa 32 32 32
2 Jumlah siswa yang tuntas (75) 19 22 26
3 Jumlah siswa yang tidak tuntas 13 12 7
(<75)
4 % ketuntasan klasikal 59,4% 68,8% 81,3%

Berdasar tabel 6 diatas nilai ketuntasan siswa tercapai 59,4% meningkat menjadi 68,8% ,
dan 81,3% dari sejumlah nilai siswa yang mendapat nilai lebih dari 73 adalah 26 orang,
Hal ini telah tercapai target minimal 75%, sehingga penelitian dihentikan pada siklus-3

199
Gambar 4. Nilai Ketuntasan diatas nilai KKM

Pembahasan secara umum

Berdasarkan data tabel 3 hasil siklus diatas persentase dari masing-masing


indikator aktivitas siswa dari siklus-1 ke siklus-2 , siklus-2 ke siklus-3 meningkat mulai
dari 69,4% , 75,0% dan 83,3%. Demikian pula aktivitas guru dalam kegiatan
pembelajaran mengalami peningkatan tiap siklusnya dari 77,14 meningkat 86,54 dan
92,74 dari klasifikasi kurang baik menuju ke arah yang sangat baik. Tes evaluasi
diberikan pada akhir tiap siklus dan nilai pra-siklus diambil dari nilai ulangan
kenaikan kelas. Pada tabel 5 terlihat rata-rata nilai siswa yang diperoleh pada prasiklus
sebesar 66, siklus-1,2,3 adalah 70,75 dan 84, dan pada tabel 6 untuk persentase siswa
yang memenuhi ketuntasan diatas nilai tuntas pada siklus-1: 59,4%, siklus-2: 68,8%, dan
meningkat lagi pada siklus-3 sebesar 81,3%. Hal ini sesuai target pada indikator
keberhasilan dalam penelitian ini, yaitu apabila minimal rata-rata aktivitas siswa dan
guru terjadi peningkatan yang diukur melalui lembar observasi siswa minimal 75%,
dengan klasifikasi baik, serta 75% banyaknya siswa dari jumlah seluruh siswa
memperoleh nilai diatas ketuntasan belajar minimal (KKM) mencapai 73.

5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, proses pembelajaran
mengikuti tahapan ICARE dan didukung Edmodo sebagai alat berinteraksi ,
berkomunikasi dan bahan informasi tambahan bagi siswa, maka penerapan Edmodo dan
ICARE terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa SMP Negeri 1
Sruweng. Hal ini ditunjukan pada hasil yang tertera di tabel 3, bahwa persentase dari
masing-masing indikator aktivitas siswa dari siklus-1 ke siklus-2 , dari siklus-2 ke siklus-

200
3 meningkat mulai dari 69,4% , 75,0% dan 83,3% dan termasuk klasifikasi ‘baik’.
Demikian juga pada tabel 4, aktivitas guru dalam pembelajaran mengalami peningkatan
klasifikasi dari kurang baik meningkat ke sangat baik dari siklus-1,siklus-2 dan siklus-3,
berturut turut 77,14%, 86,54% dan 92,74%. Tes evaluasi diberikan pada akhir tiap siklus
dan nilai prasiklus diambil dari nilai ulangan kenaikan kelas. Pada tabel 5 terlihat
rata-rata nilai siswa yang diperoleh pada prasiklus sebesar 66, siklus-1,2,3 adalah 70,75
dan 84, dan tabel 6 untuk persentase siswa yang memenuhi ketuntasan diatas nilai tuntas
pada siklus-1: 59,4%, siklus-2: 68,8%, dan meningkat lagi pada siklus-3 sebesar 81,3%.
Hal ini sesuai target pada indikator keberhasilan dalam penelitian ini, yaitu apabila
minimal rata-rata aktivitas siswa dan guru terjadi peningkatan yang diukur melalui
lembar observasi siswa minimal 75%, dengan klasifikasi baik, serta 75% banyaknya
siswa dari jumlah seluruh siswa memperoleh nilai diatas ketuntasan belajar minimal
(KKM) mencapai 73,semua ini tercapai pada siklus-3. Selain itu semua siswa berhasil
membuat dan mempunyai akun edmodo.
Saran
Bagi ibu/bapak guru ,penelitian ini bisa dikembangkan dan dimodifikasi dengan
pemanfaatan IT yang lain semacam android untuk pembelajaran, HP untuk pembelajaran,
dan model LMS lain seperti quiperschool, schoology, googles classroom, tetapi setiap
penggunaan IT harus melalui pengkondisian yang tepat untuk siswa dan disesuaiakan
dengan karakterisitik siswa. Jika mau mengadopsi hasil penelitian ini hendaknya
ibu/bapak guru :1). Buat panduan dan tutorial terkait pembuatan akun edmodo dan cara
loginnya.2). Membuat cadangan materi yang diunggah lewat Edmodo dengan salinan
materi 3).sediakan waktu khusus untuk pembimbingan bagi siswa yang kesulitan dalam
memanfaatkan dan menggunakan fitur-fitur alat IT, semacam komputer, HP/gadget. 4).
Manajemen waktu yang baik, karena untuk penyelenggaraan proses pembelajaran ini
tidak cukup waktu kalo hanya menggunakan waktu yang tersedia pada tatap muka 2x40
menit untuk setiap sesi pertemuan

6. Daftar Pustaka

Ali, M. (2008). Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Arikunto, S. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Gede Suriadhi, I. D. (2014). Pengembangan E-Learning Berbasis Edmodo Pada Mata
Pelajaran IPA Kelas VIII DI SMP Negeri 2 Singaraja.
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJTP/issue/view/199, vol.2 no.1.
Halimah, D. K. (2008). Bagaimana Menjadi Guru Yang Kreatif. Bandung: PT.Pribumi
Mekar.

201
Hartono. (2008). PAIKEM Pembelajaran Aktif,Inovatif,Kreatif,Efektif dan
Menyenangkan. Pekanbaru: Zanafa.
Iqbal, Y. (2017, Februari 14). http://eprints.uny.ac.id/. Diambil kembali dari
http://eprints.uny.ac.id/:
http://eprints.uny.ac.id/9243/2/bab%202%20(%2008108249129%20).pdf
Jsn, D. (2017, Februari 14). http://www.salamedukasi.com/2014/06/pengertiandefinisi-
pendekatan-saintifik.html. Diambil kembali dari
http://www.salamedukasi.com/2014/06/pengertiandefinisi-pendekatan-
saintifik.html
Moedjiono, H. d. (2012). Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Riadi, M. (2017, Februari 14). http://www.kajianpustaka.com/2014/06/pengertian-
kelebihan-kekurangan-edmodo.html. Diambil kembali dari
http://www.kajianpustaka.com/:
http://www.kajianpustaka.com/2014/06/pengertian-kelebihan-kekurangan-
edmodo.html
Sardiman, A. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sujana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sumardi. (2016, September 28). http://lpmpjogja.org/actionresearch/. Diambil kembali
dari http://lpmpjogja.org/: http://lpmpjogja.org/actionresearch/
Umaroh, S. (2012). PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING
MENGGUNAKAN MICROBLOGGING EDMODO UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN TIK. http://www.repository.upi.edu/skripsiview.php?no_s, 2637.
USAID, D. (2006). Mengintegrasikan Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Standa
Nasional Pendidikan Matematika. Jakarta: USAID DBE3.

202
PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBASIS SWAY
PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS 6 SEKOLAH DASAR

Fita Sukiyani, S.Pd.SD., M.Pd.


fitasukiyani@gmail.com, SD Negeri Sumber 1 Berbah, Sleman, DI Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran IPS pada materi negara-
negara di dunia melalui pembelajaran kooperatif berbasis aplikasi Sway di kelas 6 SD
Negeri Sumber 1 Berbah, Sleman, tahun pelajaran 2016/2017.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah teknik observasi, indepth interview, dan dokumentasi. Analisis
datanya ada dua yaitu analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan
untuk memberikan informasi yang menggambarkan peningkatan hasil belajar dan
pelaksanaan pembelajaran, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis
nilai hasil belajar peserta didik.
Tindakan perbaikan pembelajaran IPS pada materi negara-negara di dunia melalui
pembelajaran kooperatif berbasis Sway ini berlangsung dalam 2 siklus. Setiap siklus
terdiri atas 4 kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil tindakan
perbaikan menunjukkan peningkatan hasil belajar yang semula pada siklus I yang lulus
KKM hanya 13 peserta didik atau 46,43%, maka pada siklus II menjadi 24 peserta didik
atau 85,72%. Selain itu perkembangan individu dan kelompok juga meningkat secara
signifikan. Hal ini membuktikan bahwa tindakan perbaikan pembelajaran melalui
pembelajaran kooperatif berbasis Sway pada mata pelajaran IPS di Kelas 6 telah berhasil

Kata kunci: Kooperatif, Sway, IPS, dan Kelas 6 SD.

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berimplikasi pada semua bidang
kehidupan, termasuk pendidikan. Percepatan peningkatan pengetahuan didukung oleh
penerapan media dan teknologi digital yang disebut information super highway (Gates,
1996). Perkembangan ini tentu saja menuntut dunia pendidikan untuk dapat
meningkatkan kompetensi tenaga pendidik dalam memanfaatkan teknologi informasi
dalam pembelajaran. Hal ini agar dapat membekali peserta didiknya memiliki
kemampuan memanfaatkan teknologi informasi untuk kegiatan yang positif. Itulah
mengapa guru dituntut bukan hanya untuk menjawab tantangan bagaimana
mengintegrasikan teknologi dalam segala aspek pembelajaran tradisional, namun juga
membimbing peserta didik dalam menggunakan teknologi dalam pembelajaran (Taffe,
S.W. & Gwinn, C.B.: 2007: 3).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran atau mata kuliah yang
mempelajari kehidupan sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial
dan humaniora (Nursid Sumaatmadja, 2005: 1.9). Proses pembelajaran IPS sebagaimana
pembelajaran pada umumnya, harus dibangun sebagai sebuah proses transaksi kultural
yang harus mengembangkan karakter sebagai bagian tak terpisahkan dari pengembangan

203
Ipteks pada umumnya. Pembelajaran IPS diarahkan untuk melahirkan pelaku-pelaku
yang berdimensi personal, sosiokultural, spiritual, dan intelektual (Sardiman A.M., 2010:
155-156).
Di kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah pembelajaran IPS dianggap kurang
menarik bagi peserta didik. Penggunaan metode pembelajaran yang kurang
menyenangkan dan menantang menambah turunnya minat belajar peserta didik pada mata
pelajaran IPS. Belum lagi cakupan materi negara-negara di dunia pada mata pelajaran IPS
sangat luas. Pengalaman peserta didik juga terbatas. Mereka belum pernah berkunjung ke
negara lain, bahkan baru sedikit anak yang pernah bepergian ke luar kota di Indonesia.
Kelangkaan kesempatan bepergian tersebut memperkecil pengalaman dan wawasan
peserta didik.
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti kemudian melaksanakan tindakan
perbaikan pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi. Peneliti percaya bahwa
teknologi dapat menjadi solusi pemecahan masalah pembelajaran di kelas 6 tempat
peneliti mengajar. Peneliti mengajak peserta didik kelas 6 untuk bekerja kelompok
membuat laporan virtual field trip (darmawisata maya) dengan memanfaatkan aplikasi
Sway. Sway adalah aplikasi cerita digital bagi kantor, sekolah dan rumah yang
memudahkan dan mempercepat membuat dan membagikan laporan, presentasi, cerita
pribadi, dan dokumen interaktif lainnya yang memukau (Microsoft,
https://www.microsoft.com). Peneliti memilih aplikasi Sway, karena aplikasi ini mudah
digunakan. Aplikasi ini akan lebih memudahkan peserta didik untuk berfokus pada
konten laporan yang disusun (Microsoft, https://microsoft.com), bukan pada tampilan dan
kreasi laporannya. Aplikasi Sway juga dapat dibuka di ponsel maupun tablet. Hal ini akan
memudahkan peserta didik dalam mengaks3s laporan kelompok lain, sehingga dapat
belajar kapan saja dan dimana saja asalkan ada jaringan internet yang mendukung.
Pembelajaran kooperatif dipilih karena mampu berkolaborasi adalah salah satu
keterampilan abad 21 yang harus dimiliki oleh peserta didik. Keterampilan bekerjasama
ini penting bagi kehidupan anak. Slavin (Etin Solihatin & Raharjo, 2007:4) menyatakan
bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen
kemampuan dan aktivitas kelompok, baik secara individu, maupun kelompok.
Pendapat Slavin di atas tidak berbeda jauh dengan Lickona (1991) yang
menyatakan “In cooperative learning, the teacher started having students work
together─usually in three or four─in all subjects for part of the day. They worked on
math problems in groups, researched social studies questions in groups, practiced
reading to each other in groups, and so on”. Yang berarti bahwa ini pembelajaran
kooperatif, guru memulai pembelajaran dengan membagi kelompok─1 kelompok
biasanya terdiri dari 3 atau 4 anak─dalam setiap mata pelajaran pada beberapa jam pada
setiap harinya. Peserta didik memecahkan masalah matematika secara berkelompok,
mengerjakan penelitian pembelajaran ilmu-ilmu sosial secara berkelompok, membaca
bergantian secara berkelompok, dan lain-lain.
Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
pembelajaran kooperatif menekankan pada kerja kelompok. Dimana dalam setiap
kelompok dapat terdiri dari 3, 4, atau 6 peserta didik, dengan tingkat kemampuan individu
yang heterogen. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam

204
kehidupan masyarakat, yaitu “getting better together”, atau “raihlah yang lebih baik
secara bersama-sama” (Slavin dalam Etin Solihatin & Raharjo, 2007:5). Model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan
para peserta didik bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk
membantu satu sama lain dalam belajar. Dengan demikian, keberhasilan belajar dari
kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas kelompok, baik secara individu,
maupun kelompok.
Tindakan perbaikan pembelajaran ini adalah upaya untuk memperbaiki
pembelajaran, sekaligus hasil belajar peserta didik. Prestasi belajar diartikan sebagai hasil
yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam
raport (Purwanto, 1986: 28). Menurut Syaiful Bahri Djamarah, “prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara
kelompok” (1999: 78). Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila
seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil
yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar.

METODE
Subjek penelitian ini adalah 28 peserta didik kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah,
Sleman DI Yogyakarta. Peserta didik kelas 6 terdiri dari 11 anak laki-laki dan 17 anak
perempuan.
Berdasarkan rancangan penelitian, maka penelitian ini menggunakan desain
penelitian class action research atau penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan adalah
suatu bentuk penelitian reflektif diri yang secara kolektif dilakukan peneliti dalam situasi
sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan sosial mereka
serta pemahaman mereka mengenai praktik ini dan terhadap situasi tempat dilakukan
praktik-praktik ini (Kemmis & Taggart, 1988: 5-6).
Penerapan pembelajaran kooperatif berbasis Sway dalam pelaksanaan perbaikan
pembelajaran untuk meningkatan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran IPS tentang
negara-negara di dunia pada penelitian ini diuraikan dalam empat kegiatan pokok. Dalam
penelitian ini perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan terbagi menjadi 3 yaitu: Pra
siklus, siklus I, dan siklus II. Pada siklus I dan siklus II siklusnya terdiri dari 4 tahap,
yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini ada dua yaitu analisis data
kualitatif dan kuantitaf. Analisis kualitatif digunakan untuk memberikan informasi yang
menggambarkan peningkatan hasil belajar dan pelaksanaan pembelajaran dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif berbasis Sway pada mata pelajaran IPS tentang
materi negara-negara di dunia. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis nilai
hasil belajar peserta didik pada pembelajaran kooperatif berbasis Sway pada mata
pelajaran IPS tentang materi negara-negara di dunia (Suharsimi Arikunto, 2006: 131).

HASIL
Tindakan perbaikan pembelajaran dimulai pada siklus I. Pada siklus ini peneliti
telah mulai menerapkan pembelajaran kooperatif berbasis Sway dengan kegiatan
pembelajaran sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta didik yang berjumlah 28 anak dibagi
menjadi 7 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 4 anak.

205
2. Mula-mula pembelajaran berlangsung secara klasikal, guru peneliti mengajak anak-
anak melakukan virtual field trip (wisata maya) ke negara-negara lain di dunia dengan
memanfaatkan internet (Sway yang dibuat guru, YouTube, via Skype, Bing).
Link URL yang dibuka antara lain: https://sway.com/V6tfGkrLqq7HFD7r,
https://goo.gl/d6fPiu, https://goo.gl/d6fPiu, https://goo.gl/d6fPiu,
https://www.youtube.com/watch?v=YeMOsrVP0lY, https://goo.gl/d6fPiu,
https://goo.gl/d6fPiu, https://goo.gl/d6fPiu (100, https://goo.gl/d6fPiu,
https://goo.gl/d6fPiu.

Gambar 1. Aktivitas Peserta Didik selama Virtual Field Trip


3. Selain berwisata maya di sekolah, peserta didik juga ditugasi melakukan virtual field
trip ke negara-negara yang disukai bersama teman-teman sekelompoknya di rumah.
4. Kemudian membuat laporan virtual field trip-nya menggunakan aplikasi Sway.
Aplikasi Sway dipilih, karena aplikasi ini mudah digunakan dan tidak membuat
peserta didik berfokus pada desain laporan, namun cukup pada isi laporannya saja.
Hal ini dikarenakan aplikasi Sway sudah menyediakan fasilitas desain yang unik,
menarik, dan otomatis pada tools Remix.

Gambar 2. Aktivitas Pembelajaran Kooperatif Peserta Didik dalam


Melakukan Virtual Field Trip dan Membuat Laporan
Menggunakan Aplikasi Sway

5. Setelah membuat laporan virtual field trip menggunakan aplikasi Sway, peserta didik
kemudian mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Berikut ini produk Sway peserta didik antara lain:
https://sway.com/s02oQ7z9uUUspWsD, https://sway.com/5QqOJImM8lMwpCV9,

206
https://sway.com/gZxxAnKaZCRDbzjo, https://sway.com/CDnBF3sgAlIhYoW3
https://sway.com/1VG7bk8zWcRJb3NE, https://sway.com/xocRmAQaxVjqx0Nz,
https://sway.com/rkdc3Ww4mkKJVykJ,
https://sway.com/NCHmNUQY5GkZWiMB.

Gambar 3. Peserta Didik Mempresentasikan Laporannya

6. Setelah presentasi, peserta didik melakukan tanya jawab untuk melengkapi


laporan agar lebih kaya informasi. Karena menggunakan aplikasi Sway, maka
untuk mengedit laporan pengerjaannya menjadi lebih mudah. Setelah itu guru
peneliti mengadakan evaluasi siklus I untuk mengukur ketercapaian hasil
belajarnya.

Gambar 4. Aktivitas Tanya Jawab di Kelas

Hasil tindakan perbaikan pembelajaran IPS melalui pembelajaran kooperatif


berbasis Sway adalah sebagai berikut:

207
Tabel 1. Rekapitulasi Nilai IPS Peserta Didik Kelas 6 Siklus I

Jumlah
No. Nilai Prosentase
Peserta Didik
1. 00-29 2 7,14%
2. 30-39 1 3,57%
3. 40-49 0 0%
4. 50-59 2 7,14%
5. 60-69 10 35,72%
6. 70-79 8 28,57%
7. 80-89 4 14,29%
8. 90-100 1 3,57
Jumlah 28 100%

Berdasarkan hasil belajar siklus I, dapat disimpulkan bahwa tindakan perbaikan


pembelajaran belum berhasil optimal, sebab baru 13 peserta didik atau 46,43% saja yang
sudah tuntas KKM. Oleh karena itu dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran pada
siklus berikutnya. Sehubungan dengan praktik pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang mengedepankan kerja kelompok, maka untuk mengukur keberhasilan
kerja kelompok dalam penelitian ini juga diukur perkembangan individunya untuk
menjustifikasi nilai kelompok.

Tabel 2. Daftar Nilai Kelompok Siklus I


Nilai Nilai
Kelompok
No. Perkembangan Kelompok Kategori*)
Nama
Individu (NPI/4)
1. Kelompok A 17 4,25 Rendah
2. Kelompok B 7 1,75 Rendah
3. Kelompok C 33 8,25 Cukup
4. Kelompok D 56 14 Baik
5. Kelompok E 4 1 Rendah
6. Kelompok F 23 5,75 Cukup
7. Kelompok G 55 13,75 Baik

Keterangan:
*) Kategori Nilai Kelompok:
0–5 = Rendah
5,25 – 10 = Cukup
10,25 – 15 = Baik
15,25 – 20 = Baik Sekali
≥20,25 = Superior
Berdasarkan tabel nilai kelompok tersebut, maka kelompok terbaik adalah
kelompok D dan G, dengan nilai kelompok antara 10,25 - 15. Kelompok yang masuk
dalam kriteria baik ini terlihat antusias selama proses pembelajaran. Kerjasama yang
terjalin dalam kerja kelompok berlangsung baik dan menyenangkan. Peserta didik yang

208
belum paham tidak malu bertanya kepada yang sudah paham, sedangkan yang sudah
paham dengan antusias mengajari temannya.
Sehubungan dengan hasil belajar siklus I yang belum optimal, maka peneliti
melanjutkan pada siklus berikutnya, yaitu siklus II. Kegiatan yang berlangsung pada
siklus II pada dasarnya sama seperti siklus I. Perbedaannya terletak pada kegiatan
pembelajarannya. Pada siklus ini, peserta didik tidak mempresentasikan laporannya di
depan kelas, namun membagi link URL Sway-nya di media sosial, via BBM, maupun
WhatsApp. Tujuan dari membagi link URL ini agar kelompok lain dapat belajar dari
kelompok pembagi tentang apa yang sudah dikerjakannya.
Link URL produk Sway hasil laporan peserta didik pada siklus II antara lain:
https://sway.com/akBuTolpsILBhInw, https://sway.com/MWt6p4wP78vcmOHG,
https://sway.com/Zvbwjt0K51vputyg, https://sway.com/Zvikm9O7gRMsOBbQ,
https://sway.com/nOjOuNU7vGIN9csj, https://sway.com/dqxVPTqHnLZFOyka,
https://sway.com/Bb5lif7GvZC2CU8x, https://sway.com/C5UBcISV5V7DnouG,
https://sway.com/0dgG1E7R4UQ6JpeI, https://sway.com/rGpO3RBmHv3645oy.
Bagi peserta didik yang tidak dapat mengakses hasil laporan Sway secara
individu, mereka dapat mengaksesnya bersama kelompoknya dan belajar bersama, baik
di rumah maupun di sekolah. Aplikasi Sway berbasis internet, sehingga peserta didik
tidak perlu mengcopy paste laporan temannya, namun cukup membuka link URL yang
sudah dibagi. Sway tidak harus dibuka dengan laptop maupun pc, namun dapat juga
dibuka menggunakan handphone maupun ipad, tablet dengan kualitas tampilan yang
baik, sehingga dapat digunakan sebagai media belajar.

Gambar 5. Aktivitas Pembelajaran Kooperatif Peserta Didik Mengakses


Sway Menggunakan Laptop maupun Handphone di Sekolah dan di Rumah secara
Berkelompok untuk Belajar

Hasil tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan


menjadi 24 peserta didik atau 85,71% yang tuntas KKM. Hasil belajar tersebut tercantum
dalam rekapitulasi berikut ini:

209
Tabel 3. Rekapitulasi Nilai IPS Peserta Didik Kelas 6 Siklus II

Jumlah
No. Nilai Prosentase
Peserta Didik
1. 00-29 0 0%
2. 30-39 0 0%
3. 40-49 0 0%
4. 50-59 2 7,14%
5. 60-69 2 7,14%
6. 70-79 9 32,15%
7. 80-89 7 25%
8. 90-100 8 28,57%
Jumlah 28 100%
Pada siklus ini, ternyata 24 anak atau 85,71% peserta didik telah mencapai KKM,
hal ini berarti telah lebih dari 75% peserta didik yang tuntas KKM dengan nilai sama
dengan atau di atas 70. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan perbaikan pembelajaran
pada siklus II telah berhasil. Sehubungan dengan praktik pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang mengedepankan kerja kelompok, maka untuk mengukur keberhasilan
kerja kelompok dalam penelitian ini juga diukur perkembangan individunya untuk
menjustifikasi nilai kelompok.

Tabel 4. Daftar Nilai Kelompok Siklus II


Nilai Nilai
Kelompok
No. Perkembangan Kelompok Kategori*)
Nama
Individu (NPI/4)
1. Kelompok A 12,8 32 Superior
2. Kelompok B 73 18,25 Baik sekali
3. Kelompok C 38 9,5 Cukup
4. Kelompok D 35 8,75 Cukup
5. Kelompok E 60 15 Baik
6. Kelompok F 59 14,75 Baik
7. Kelompok G 27 6,75 Cukup

Keterangan:
*) Kategori Nilai Kelompok:
0–5 = Rendah
5,25 – 10 = Cukup
10,25 – 15 = Baik
15,25 – 20 = Baik Sekali
≥20,25 = Superior
Berdasarkan tabel nilai kelompok tersebut, maka kelompok terbaik adalah
kelompok A dan B. Dengan kategori Superior nilai kelompok yang diperoleh kelompok
A sebesar 32, sedangkan kelompok B dengan kategori Baik Sekali memiliki nilai
kelompok 18,25. Kedua kelompok ini terlihat sangat antusias selama proses
pembelajaran. Kelompok E dan F masuk katagori Baik dengan nilai 15 dan 14,75.

210
Kelompok yang masuk katagori Cukup adalah kelompok C, D, dan G dengan nilai
katagori Cukup yang tinggi. Kerjasama yang terjalin dalam kerja kelompok berlangsung
lebih baik dan menyenangkan. Peserta didik yang belum paham tidak malu bertanya
kepada yang sudah paham, sedangkan yang sudah paham dengan antusias mengajari
temannya.
Berdasarkan kedua hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindakan perbaikan
yang telah dilakukan telah berhasil optimal, sebab telah ada 75% atau lebih peserta didik
yang sudah mencapai KKM. Oleh karena itu, tindakan perbaikan tidak dilanjutkan lagi.

PEMBAHASAN
Tindakan perbaikan pembelajaran kooperatif berbasis Sway pada pembelajaran
IPS dalam materi negara-negara di dunia di kelas 6 Sekolah Dasar dilaksanakan dalam 2
siklus. Kegiatan pada siklus I dan Siklus II hampir sama, perbedaannya hanya terletak
pada pelaporan Sway-nya. Kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Guru memberikan informasi awal tentang jalannya pembelajaran yang menerapkan
pembelajaran kooperatif berbasis Sway yang memanfaatkan internet.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada materi negara-
negara di dunia di kelas 6;.
3. Dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta didik yang berjumlah 28 anak dibagi
menjadi 7 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 4 anak
Kelompok A, beranggotakan: ADC, AML, BTR, dan DTA
Kelompok B; beranggotakan: ERK, ERS, FRI, dan HNW
Kelompok C, beranggotakan: IRS, ISK, IBD, dan LAS
Kelompok D, beranggotakan: LFN, MGR, MRE, dan MLA
Kelompok E, beranggotakan: MRF, MIJ, MRP, dan NBA
Kelompok F, beranggotakan: NJN, RLD, RTW, dan SNE
Kelompok G, beranggotakan: SEP, SAA, TSP, dan YNR
Ketujuh kelompok tersebut duduk secara berkelompok dengan penataan meja dan
kursi secara berkelompok. Guru sebagai peneliti melibatkan siswa mengatur meja dan
kursi secara berkelompok.
4. Mula-mula pembelajaran berlangsung secara klasikal, guru peneliti mengajak anak-
anak melakukan virtual field trip (wisata maya) ke negara-negara lain di dunia dengan
memanfaatkan internet (Sway yang dibuat guru, YouTube, Bing).
5. Selain berwisata maya di sekolah, peserta didik juga ditugasi melakukan virtual field
trip ke negara-negara yang disukai bersama teman-teman sekelompoknya di rumah.
6. Kemudian membuat laporan virtual field trip-nya menggunakan aplikasi Sway.
Aplikasi Sway dipilih, karena aplikasi ini mudah digunakan dan tidak membuat
peserta didik berfokus pada desain laporan, namun cukup pada isi laporannya saja.
Hal ini dikarenakan aplikasi Sway sudah menyediakan fasilitas desain yang unik,
menarik, dan otomatis pada tools Remix.
7. Setelah membuat laporan virtual field trip menggunakan aplikasi Sway, peserta didik
kemudian mempresentasikan laporannya di depan kelas (siklus I). Laporan virtual
field trip dibagi link URLnya di media sosial, BBM, Whatsapp,
8. Setelah presentasi, peserta didik melakukan tanya jawab untuk melengkapi laporan
agar lebih kaya informasi. Karena menggunakan aplikasi Sway, maka untuk mengedit

211
laporan pengerjaannya menjadi lebih mudah. Setelah itu guru peneliti mengadakan
evaluasi pada akhir siklus I dan II untuk mengukur ketercapaian hasil belajarnya.
9. Guru menutup pelajaran
Selama proses pembelajaran berlangsung, guru sebagai peneliti juga melakukan
pengamatan:
1. Guru mengamati aktivitas peserta didik dan keberhasilan peserta didik melaksanakan
tugas.
2. Secara kolaboratif mengamati jalannya proses pembelajaran.
3. Mengamati aktivitas peserta didik dalam memecahkan masalah/tugas.
4. Pengamatan partisipatif dalam sesi tanya jawab dan diskusi.
5. Mengamati/mencatat peserta didik yang aktif, berani bertanya atau mengerjakan tugas
di depan kelas atau di papan tulis.
Melalui kegiatan tersebut peserta didik bekerja sama setelah guru
mempresentasikan pelajaran dan melakukan virtual field trip. Mereka dapat bekerja
dengan kelompoknya, mendiskusikan perbedaan yang ada, yang sudah mahir membuat
laporan menggunakan aplikasi Sway dapat mengajari temannya yang belum mahir, dan
saling membantu satu sama lain saat menghadapi jalan buntu. Lickona (1991:192)
menyatakan bahwa “. . . student team learning develops both group responsibility for the
individual and individual responsibility to the group.” Pernyataan ini berarti bahwa
pembelajaran kooperatif mengembangkan baik tanggung jawab kelompok kepada
individu dan tanggung jawab individu kepada kelompok.
Tanggung jawab individual ini memotivasi peserta didik melakukan sebuah
pekerjaan tutorial dengan baik dan saling menjelaskan satu sama lain, mengingat satu-
satunya cara tim tersebut berhasil jika seluruh anggota tim telah menuntaskan informasi
atau keterampilan yang sedang dipelajarinya. Karena skor tim didasarkan pada
peningkatan diatas skor mereka yang lalu (kesempatan yang sama untuk berhasil), semua
peserta didik memiliki peluang menjadi bintang pada suatu minggu tertentu, dengan cara
memperoleh skor baik diatas skor terdahulu atau dengan mendapatkan skor sempurna.
Skor sempurna selalu menghasilkan poin maksimum tidak memandang berapapun rata-
rata skor terdahulu peserta didik (Lickona, 1991:191-192).
Selanjutnya, pembahasan yang kedua dilakukan untuk menjawab rumusan
permasalahan tentang hasil penerapan pembelajaran kooperatif berbasis Sway dalam
meteri negara-negara di dunia di kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah, tahun pelajaran
2016/2017 yang dengan dimulai melalui pembahasan antar siklus. Pembahasan ini sangat
perlu untuk dilakukan, untuk mengetahui secara ringkas hasil dari tindakan perbaikan
yang dilakukan guru peneliti.
Pada siklus I telah menggambarkan keberhasilan tindakan, meskipun belum
signifikan. Pada siklus II telah menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif
berbasis Sway telah berhasil meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran
IPS, terutama pad amateri negara-negara di dunia. Hal ini membuktikan bahwa tindakan
yang peneliti tempuh berhasil. Hasil perkembangan peserta didik tersebut dapat dilihat
pada tabel dan grafik berikutnya yang menggambarkan hasil evaluasi antar siklus. Pada
tabel dan grafik tersebut tersaji dengan jelas perubahan ke arah yang lebih baik sebagai
akibat dari dampak tindakan perbaikan pembelajaran yang telah dilakukan. Untuk
selanjutnya, peneliti sajikan rekapitulasi hasil evaluasi antar siklus.

212
Tabel 5. Rekapitulasi Nilai IPS Peserta Didik Kelas 6 Antar Siklus

Jumlah Peserta Didik


No. Nilai Prosentase
Antar Siklus Siklus I Siklus II
1. 00-29 0 0% 2 7,14% 0 0%
2. 30-39 1 3,57% 1 3,57% 0 0%
3. 40-49 3 10.72% 0 0% 0 0%
4. 50-59 8 28,57 2 7,14% 2 7,14%
5. 60-69 5 17,86% 10 35,72% 2 7,14%
6. 70-79 9 32,14% 8 28,57% 9 32,15%
7. 80-89 2 7,14% 4 14,29% 7 25%
8. 90 -100 0 0% 1 3,57 8 28,57%
Jumlah 28 100% 28 100% 28 100%

Apabila dibuat grafik akan menjadi seperti gambar yang disajikan di bawah ini.

Gambar 6. Grafik Nilai Hasil Belajar IPS Peserta Didik Kelas 6 Antar Siklus

Pada tabel dan grafik antar siklus, dapat dilihat bukti keberhasilan penerapan
pembelajaran kooperatif berbasis Sway melalui peningkatan hasil belajar peserta didik
yang mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Apabila semula pada siklus I yang
lulus KKM hanya 13 peserta didik atau 46,43%, maka pada siklus II menjadi 24 peserta
didik atau 85,72%. Peningkatan ini sangat bagus. Hal ini semakin membuktikan bahwa
tindakan perbaikan pembelajaran telah berhasil meningkatkan hasil belajar IPS peserta
didik kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah tahun pelajaran 2016/2017.
Perkembangan individu dan kelompok juga signifikan, hal ini dapat terlihat pada
tabel di bawah ini. Untuk mengetahui bagaimana nilai kelompok tersebut, peneliti sajikan
nilai kelompok antar siklus dalam sajian berikut ini.

213
Tabel 6. Daftar Nilai Kelompok Antar Siklus
Nilai
Nilai Kelompok
Kelompok Perkembangan Kategori
No. (NPI/4)
Nama Individu Akhir *)
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
1. Kelompok A 17 128 4,25 32 Superior
2. Kelompok B 7 73 1,75 18,25 Baik sekali
3. Kelompok C 33 38 8,25 9,5 Cukup
4. Kelompok D 56 35 14 8,75 Cukup
5. Kelompok E 4 60 1 15 Baik
6. Kelompok F 23 59 5,75 14,75 Baik
7. Kelompok G 55 27 13,75 6,75 Cukup

Keterangan:
*) Kategori Nilai Kelompok:
0–5 = Rendah
5,25 – 10 = Cukup
10,25 – 15 = Baik
15,25 – 20 = Baik Sekali
≥20,25 = Superior
Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif berbasis Sway ini terbukti telah
berhasil menciptakan proses pembelajaran kooperatif yang sangat bagus untuk diterapkan
dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Joyce, B., Weil, M., & Calhoun,
E. (2011: 302) yang menyebutkan beberapa asumsi yang mendasari pengembangan
pembelajaran kooperatif (cooperative learning), antara lain:
1. Sinergi yang ditingkatkan dalam bentuk kerja sama akan meningkatkan motivasi yang
jauh lebih besar dari pada dalam bentuk lingkungan kompetitif individual. Kelompok-
kelompok sosial integrative memiliki yang pengaruh yang lebih besar dari pada
kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan-perasaan saling berhubungan
(feeling of connectedness) menghasilkan energi yang positif.
2. Anggota-anggota kelompok kooperatif dapat saling belajar satu sama lain. Setiap
pembelajar akan memiliki bantuan yang lebih banyak dari pada dalam sebuah struktur
pembelajaran yang menimbulkan pengucilan antar satu peserta didik dengan peserta
didik lainnya.
3. Interaksi antar anggota, akan menghasilkan aspek kognitif semisal kompleksitas
sosial, menciptakan sebuah aktivitas intelektual yang dapat mengembangkan
pembelajaran ketika dibenturkan pada pembelajaran tunggal.
4. Kerja sama meningkatkan perasaan positif terhadap satu sama lain, menghilangkan
pengasingan dan penyendirian, membangun sebuah hubungan, dan memberikan
sebuah pandangan positif mengenai orang lain.
5. Kerja sama meningkatkan penghargaan diri, tidak hanya melalui pembelajaran yang
terus berkembang, namun juga melalui sebuah perasaan dihormati dan dihargai oleh
orang lain dalam sebuah lingkungan.
6. Peserta didik yang mengalami dan menjalani tugas serta merasa harus bekerja sama
dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bekerja sama secara produktif. Dengan kata

214
lain, semakin banyak peserta didik mendapat kesempatan untuk bekerjasama, maka
mereka akan semakin mahir bekerjasama, dan hal ini akan sangat berguna bagi skill
sosial mereka secara umum.
7. Peserta didik, termasuk juga anak-anak, bisa belajar dari beberapa latihan untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerja sama.
Melalui kerjasama kelompok, rasa memiliki terhadap tanggung jawab dan
interaksi yang intens antarsesama anggota kelompok menghasilkan lebih banyak
perasaan positif terhadap masalah tugas, meningkatkan hubungan antarkelompok, dan
yang lebih penting adalah menghasilkan sebuah image diri yang lebih baik dalam diri
peserta didik yang memiliki prestasi kurang baik (Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E.:
2011: 303). Tentu saja hal ini sangat menguntungkan peserta didik untuk semakin
mengembangkan potensi dirinya. Guru juga akan semakin mudah membantu dan
memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan perasaan positif terhadap materi tertentu
maupun mata pelajaran tertentu, terutama mata pelajaran IPS di kelas 6 yang selama ini
sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan banyak hapalan.

KESIMPULAN
Tindakan perbaikan pembelajaran kooperatif berbasis Sway pada pembelajaran
IPS dalam materi negara-negara di dunia di kelas 6 Sekolah Dasar dilaksanakan dalam 2
siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Kegiatan pembelajaran pada siklus I dan Siklus II hampir sama, perbedaannya
hanya terletak pada pelaporan Sway-nya. Kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Guru memberikan informasi awal tentang jalannya pembelajaran yang menerapkan
pembelajaran kooperatif berbasis Sway yang memanfaatkan internet.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada materi negara-
negara di dunia di kelas 6.
3. Dalam kegiatan pembelajaran ini, peserta didik yang berjumlah 28 anak dibagi
menjadi 7 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 4 anak
4. Mula-mula pembelajaran berlangsung secara klasikal, guru peneliti mengajak anak-
anak melakukan virtual field trip (wisata maya) ke negara-negara lain di dunia dengan
memanfaatkan internet (Sway yang dibuat guru, YouTube, Bing).
5. Selain berwisata maya di sekolah, peserta didik juga ditugasi melakukan virtual field
trip ke negara-negara yang disukai bersama teman-teman sekelompoknya di rumah.
6. Kemudian membuat laporan virtual field trip-nya menggunakan aplikasi Sway.
Aplikasi Sway dipilih, karena aplikasi ini mudah digunakan dan tidak membuat
peserta didik berfokus pada desain laporan, namun cukup pada isi laporannya saja.
Hal ini dikarenakan aplikasi Sway sudah menyediakan fasilitas desain yang unik,
menarik, dan otomatis pada tools Remix.
7. Setelah membuat laporan virtual field trip menggunakan aplikasi Sway, peserta didik
kemudian mempresentasikan laporannya di depan kelas (siklus I). Laporan virtual
field trip dibagi link URLnya di media sosial, BBM, Whatsapp.
8. Setelah presentasi, peserta didik melakukan tanya jawab untuk melengkapi laporan
agar lebih kaya informasi. Karena menggunakan aplikasi Sway, maka untuk mengedit
laporan pengerjaannya menjadi lebih mudah. Setelah itu guru peneliti mengadakan
evaluasi pada akhir siklus I dan II untuk mengukur ketercapaian hasil belajarnya.
9. Guru menutup pelajaran

215
Penerapan pembelajaran kooperatif berbasis Sway dalam materi negara-negara di
dunia di kelas 6 SD Negeri Sumber 1 Berbah, tahun pelajaran 2016/2017 terbukti berhasil
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Apabila semula pada siklus I yang lulus KKM
hanya 13 peserta didik atau 46,43%, maka pada siklus II menjadi 24 peserta didik atau
85,72%. Peningkatan ini sangat bagus. Hal ini semakin membuktikan bahwa tindakan
perbaikan pembelajaran telah berhasil meningkatkan hasil belajar IPS peserta didik kelas
6 SD Negeri Sumber 1 Berbah tahun pelajaran 2016/2017. Selain itu perkembangan
individu dan kelompok juga meningkat secara signifikan. Hal ini semakin membuktikan
bahwa tindakan perbaikan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif berbasis Sway
pada mata pelajaran IPS di Kelas 6 telah berhasil.

SARAN
Berdasarkan hasil penerapan pembelajaran kooperatif berbasis Sway pada mata
pelajaran IPS di kelas 6 Sekolah Dasar, bagi guru lain yang akan menerapkan
pembelajaran serupa sebaiknya;
1. lebih termotivasi untuk mengembangkan strategi, metode, dan model-model, maupun
media pembelajaran IPS, agar peserta didik semakin termotivasi dan antusias serta
bersikap positif terhadap mata pelajaran IPS;
2. dapat memanfaatkan aplikasi lain untuk pelaporan virtual field trip, misalnya aplikasi
OneNote;
3. dapat memanfaatkan aplikasi Skype untuk kegiatan virtual field trip dengan bercakap-
cakap langsung dengan guest speaker dari negara lain, agar peserta didik mengalami
sendiri masuknya materi pembelajaran melalui berbicara dengan orang asing dari
negara lain (hal ini sudah peneliti coba terapkan pada materi lain);
4. model pembelajaran ini supaya dapat diterapkan pada materi lain maupun mata
pelajaran lain;
5. model pembelajaran ini sebaiknya didesiminasikan minimal pada kegiatan Kelompok
Kerja Guru (KKG) untuk menambah wawasan guru lain dalam mengembangkan
model pembelajaran, serta memberi gambaran penerapannya.
Kepada pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Sleman dan Provinsi peneliti sangat berharap agar ada lebih banyak alokasi
dana bantuan TIK untuk sekolah-sekolah, khususnya di sekolah dasar. Agar kami yang
mengajar dan mendidik peserta didik di sekolah dasar dapat ikut belajar dan mengajar
dengan teknologi. Kepada peneliti berikutnya, penulis menyarankan untuk
mengembangkan hasil temuan yang telah ditemukan penulis dan untuk kemudian
menelitinya dengan lebih detail.

DAFTAR PUSTAKA
Etin Solihatin & Raharjo. (2007). Cooperative learning: analisis model pembelajaran
IPS. Jakarta: Bumi Aksara
Gates, B., et.all. (1996). The Road Ahead. London: Penguin Books.
Hamzah B. Uno. (2009). Model pembelajaran: menciptakan proses belajar mengajar
yang kreatif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
https://microsoft.com

216
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of teaching: model-model pengajaran.
(diterjemahkan oleh Achmad Fawaid & Ateilla Mirza). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kemmis, S., & McTaggart, R. (1988). The action research reader. Australia: Deakin
University Press.
Lickona, T. (1991). Educating for character. New York: Bantam Books.
Nursid Sumaatmadja. (2005). Konsep Dasar IPS. Jakarta: Universitas Terbuka.
Purwanto. (1986). PsikologipPendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sardiman, A.M. (2010). “Revitalisasi Peran Pembelajaran IPS dalam Pembentukan
Karakter Bangsa.” Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th.XXIX.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah. (1994). Prestasi belajar dan kompetesi guru. Jakarta: Rineka
Cipta.

217
PEMBELAJARAN BLENDED-SCIENTIFIC LEARNING
BERBANTUAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
PADA POKOK BAHASAN INTEGRAL
I Ketut Sutama, tuttama86@yahoo.com, SMAN 1 Manggis

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran blended-scientific


learning berbantuan GeoGebra mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
matematika siswa pada pokok bahasan integral serta bagaimana respon siswa terhadap
pelaksanaan pembelajaran tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas
dengan subjek penelitian siswa kelas XII IPA1 SMAN 1 Manggis tahun pelajaran
2016/2017 dan objek penelitian adalah aktivitas dan hasil belajar siswa pada pokok
bahasan integral. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tanya
jawab, tes hasil belajar dan angket.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah pembelajaran Blended-Scientifc
Learning berbantuan GeoGebra mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pokok
bahasan integral dari kriteria “cukup aktif” pada siklus I menjadi kriteria “aktif” pada
siklus II dan siklus III, yaitu dari rata-rata 13,98 pada siklus I menjadi 16,13 pada siklus
II dan 16,45 pda siklus III. Pembelajaran ini juga mampu meningkatkan hasil belajar
secara offline dan online, yaitu dari 75,75 pada siklus I menjadi 80,00 pada siklus II dan
83,00 pada siklus III secara offline serta dari 75,50 pada siklus I menjadi 84,00 pada siklus
II dan 86,00 secara online. Siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Manggis secara umum
memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang diterapkan dengan rata-rata skor
37,45.
Kata Kunci : blended learning, scientific learning, GeoGebra.

PENDAHULUAN
Salah satu materi yang hingga saat ini masih dianggap sulit oleh siswa kelas XII
adalah Integral. Materi ini merupakan kebalikan dari materi Turunan. Padahal materi ini
merupakan materi yang sangat penting untuk dipahami, karena akan sering digunakan
dalam ilmu lain (seperti fisika) serta akan digunakan dalam berbagai mata kuliah pada
saat siswa melanjutkan ke perguruan tinggi. Pada saat Ujian Nasional (UN) Program IPA,
proporsi materi ini merupakan materi terbanyak yang keluar tiap tahun yaitu 4-5 butir
dari 40 total butir soal (sekitar 10% - 12,5%). Jadi sudah tentu materi ini seharusnya
dipahami dengan baik oleh siswa. Namun kenyataanya bahwa materi integral sangat
susah dipahami oleh siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar (nilai UH)
materi ini tiap tahunnya seperti pada tabel di bawah ini.

218
Tabel 1 Rata-rata Nilai UH Materi Integral 3 tahun terakhir
Tahun Pelajaran Rata-rata Kelas
2013/2014 56,42
2014/2015 59,66
2015/2016 57,21
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa kelas XII IPA 1 pada
tahun pelajaran 2015/2016, diperoleh gambaran bahwa materi integral sangat susah
dipahami karena sangat abstrak dan banyak perhitungan yang harus dikerjakan.
Sementara beberapa siswa kelas XII IPA 2 menyebutkan bahwa pelajaran integral tidak
semudah materi lainnya (misalnya matriks dan program linier), karena perhitungannya
yang kompleks dan banyak rumusnya. Beberapa siswa kelas XII IPA 3 juga menyebutkan
bahwa karena materi ini susah maka minat mempelajarinya juga kecil. Untuk menjawab
berbagai persoalan tersebut, sudah sepantasnyalah harus dicarikan solusi alternatif
pemecahannya. Rendahnya minat belajar siswa mencerminkan perlu adanya inovasi
pembelajaran. Inovasi pembelajaran sangat dibutuhkan agar siswa tidak merasa bosan
dalam belajar.
Teknologi informasi akhir-akhir ini berkembang sangat cepat. Kemudahan akses
internet menjadikan akses pertukaran informasi menjadi sangat mudah, didukung oleh
berbagai aplikasi online seperti BBM, facebook, Web, Blog, dan aplikasi lainnya. Siswa
dan masyarakat semakin mudah memperoleh informasi dari dunia luar melalui internet.
Bahkan gadget yang berbentuk Handphone dan Tablet yang kini semakin dikenal oleh
siswa bisa terkoneksi internet, sehingga siswa dapat dengan mudah mengakses informasi.
Ada sisi positif dan sisi negatif dampak perkembangan teknologi ini. Dampak positifnya,
siswa dapat mengakses dan memperoleh informasi yang dibutuhkan setiap saat dan
dimana saja. Namun jika informasi yang diakses adalah informasi yang berbau negatif,
misalnya informasi seks bebas dan pergaulan bebas tentu akan berdampak negatif bagi
perkembangan mentalnya. Oleh karena hal tersebut, pemanfaatan teknologi perlu
diarahkan ke arah positif sehingga dapat membantu siswa. Salah satunya adalah
pemanfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran dan pendidikan.
Menurut Prayitno (2015:3), dunia pendidikan Indonesia di masa mendatang lebih
cenderung berkembang pada bentuk pendidikan terbuka dengan menerapkan sistem
pendidikan jarak jauh (distance learning). Berbagai sumber belajar dengan
memanfaatkan penggunaan teknologi internet dapat diterapkan optimal dalam
pengembangan pembelajaran. Pembelajaran dapat dipadukan antara pembelajaran
konvensional dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran konvensional dengan
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi dikenal dengan istilah
Blended Learning. Melalui Blended Learning sistem pembelajaran menjadi lebih luwes
dan tidak kaku. Dalam pembelajaran blended learning sudah tentu harus dilaksanakan
dengan pendekatan pembelajaran yang mendukung. Kurangtepatnya pembelajaran

219
selama ini yang sudah diterapkan, mendorong Pemerintah (Kemdikbud) merancang
pendekatan pembelajaran yang harus digunakan yang terintegrasi dalam kurikulum, yaitu
kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran yang digunakan
adalah pendekatan scientific (scientific approach) atau pendekatan berbasis keilmuan.
Ada lima tahapan dalam pendekatan pembelajaran scientific, yaitu mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Dengan pendekatan
pembelajaran ini, siswa diharapkan lebih aktif dalam belajar sehingga pembelajaran tidak
lagi hanya terfokus pada guru.
Penerapan blended learning akan lebih optimal jika didukung oleh media
pembelajaran yang interaktif dan mampu membantu siswa lebih bereksplorasi dalam
pembelajaran. Salah satu media belajar matematika yang inovatif yang dapat digunakan
adalah GeoGebra. GeoGebra merupakan perangkat lunak gratis yang dikembangkan
oleh Markus Hohenwarter sejak tahun 2001. Software ini dapat diunduh di
http://www.GeoGebra.org. GeoGebra telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa,
termasuk Bahasa Indonesia. Software ini cocok sekali digunakan dalam proses
pembelajaran matematika. Media ini dapat digunakan untuk menarik minat siswa dalam
memahami konsep-konsep matematika, baik secara geometri maupun aljabar. Melalui
media ini, siswa dapat bereksplorasi menemukan sendiri konsep dalam matematika dan
memecahkan persoalan matematika. Dengan demikian, siswa akan lebih aktif dalam
belajar matematika.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan termasuk jenis penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) yang secara umum bertujuan meningkatkan dan memperbaiki proses
kegiatan pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus dimana setiap siklus
melibatkan 4 tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan
evaluasi serta refleksi. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Manggis. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA1 tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 20
orang. Objek yang ditangani dalam penelitian ini adalah aktivitas, hasil belajar siswa dan
respon siswa terhadap pembelajaran blended-scientific learning berbantuan GeoGebra
dalam pembelajaran integral. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah 1) nilai
keaktifan setiap siswa pada saat proses pembelajaran, 2) nilai tes hasil belajar yang
diberikan tiap akhir siklus, 3) respon siswa terhadap penerapan pembelajaran blended-
scienific berbantuan GeoGebra dalam pembelajaran matematika. Untuk lebih jelasnya
jenis instrumen dan teknik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.

220
Tabel 2 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
No. Jenis Data Teknik Instrumen Waktu
pengumpulan Penelitian
data
1. Aktivitas siswa Observasi, tanya Lembar Setiap Proses
dalam belajar jawab, Observasi Pembelajaran
Pengamatan
2. Hasil belajar Tes Tes Hasil Di akhir setiap
siswa belajar siswa siklus

3. Respon siswa Pengisian angket Angket respon Di akhir siklus III


Dalam mengumpulkan data aktivitas belajar siswa digunakan teknik observasi
yaitu dengan menggunakan lembar observasi yang berisi indikator-indikator perilaku
siswa yang akan diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun indikator
perilaku siswa tersebut adalah: (1) antusias siswa dalam proses pembelajaran, (2)
interaksi siswa dengan guru, (3) interaksi siswa dengan siswa, (4) kerjasama siswa dalam
kelompok, (5) aktvitas siswa dalam satu kelompok, (6) partisipasi siswa dalam
menyimpulkan hasil pembahasan (parwati dan kertih, 2007:47). Setiap indikator terdapat
masing-masing empat deskriptor. Setiap deskriptor pada masing-masing indikator yang
dipenuhi selama berlangsungnya pembelajaran dicatat pada lembar observasi dengan
memakai tanda rumput. Agar lebih optimal, penulis berkolaborasi dengan guru
matematika yang lain untuk ikut membantu pengamatan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
Data mengenai aktivitas belajar siswa dan tes hasil belajar siswa dianalisis dengan
menggunakan mean ideal dan standar deviasi ideal, dengan kriteria sebagai berikut.
Tabel 3 Kriteria Aktivitas dan Tes Hasil Belajar
Kriteria Kategori

X  M i  1,5Sdi Sangat Baik

M i  0,5Sdi  X  M i  1,5Sdi Baik

M i  0,5Sdi  X  M i  0,5Sdi Cukup

M i  1,5Sdi  X  M i  0,5Sdi Kurang

X  M i  1,5Sdi Sangat Kurang

(Nurkancana dan Sunartana, 1992)

221
Pembelajaran yang dilaksanakan mengacu pada pembelajaran Blended Learning
dan Scientific Learning berbantuan GeoGebra yaitu seperti yang disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4 Pembelajaran blended-scientific learning Berbantuan GeoGebra
Langkah Deskripsi Kegiatan Aktivitas Siswa
Pembelajaran
Pendahuluan Pada tahap ini, siswa diberikan Siswa mengamati
rangsangan/ stimulasi dengan bantuan stimulus yang
GeoGebra secara online melalui blog diberikan, kemudian
yang sudah disediakan yaitu menanya hal-hal
“tutttama86.blogspot.go.id”. Siswa yang berkaitan
diajak untuk membentuk kelompok, dengan stimulus yang
kemudian diberikan kesempatan untuk diberikan
mengamati stimulus tersebut. berdasarkan hasil
Selanjutnya diberikan pertanyaan pengamatannya.
rangsangan/ stimulasi untuk
menimbulkan rasa ingin tahu siswa
sehingga muncul pertanyaan mengenai
hubungan stimulus dengan materi yang
akan dibahas. Pada saat inilah siswa
diberikan kesempatan untuk menanya
berdasarkan hasil pengamatannya.
(Stimulus dapat berupa gambar kurva,
persamaan atau grafik yang disajikan
dengan bantuan GeoGebra)
Kegiatan Inti Setelah tahap stimulasi, tahap Siswa
selanjutnya adalah guru memberikan mengidentifikasi
kesempatan kepada siswa untuk permasalahan dan
mengidentifikasi permasalahan dan menarik suatu
menarik suatu hipotesis. Siswa belum hipotesis berdasakan
dapat menyimpulkan kebenaran hasil mengamati dan
hipotesis, namun akan diajak untuk menanya.
menemukan hubungan atau kaitannya
pada proses pengumpulan data.
Pada tahap ini, siswa diajak Siswa bereksplorasi
bereksplorasi dengan bantuan media dan mencoba
dan LKS untuk mencoba menemukan menemukan sendiri
sendiri data dan informasi yang data dan informasi
yang diperlukan.

222
berkaitan dengan hipotesis yang sudah
dibuat sebelumnya.
Tahap selanjutnya adalah mengajak Siswa mengolah data
siswa untuk mengolah data yang sudah yang sudah diisi pada
diisi pada LKS untuk menemukan LKS untuk
kebenaran hipotesis. menemukan
kebenaran hipotesis.
Setelah siswa diajak mengolah Siswa menyajikan
informasi, selanjutnya siswa diajak hasil pengolahan data
untuk menyajikan hasil pada proses (hasil diskusi)
pengolahan data secara berkelompok
dan diilaksanakan proses diskusi/
Tanya jawab dengan kelompok yang
lain.
Penutup Berdasarkan hasil diskusi pada proses Siswa
verifikasi, selanjutnya secara bersama-
menyimpulkan
sama siswa diajak untuk
materi pembelajaran
menyimpulkan materi pembelajaran. berdasarkan proses
mengamati,
mencoba, mengolah,
Di luar kegiatan pembelajaran dan menyajikan data
(sesampai di rumah masing-masing), yang sudah dilewati.
ada kemungkinan beberapa siswa akan
lupa materi sehingga bagi siswa yang
lupa materi dapat melihat kembali di
blog yang sudah disediakan secara
online dan dapat diunduh untuk dibaca
secara offline.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pelaksanaan pembelajaran secara umum sudah sesuai dengan yang direncanakan
yaitu blended-scientific learning berbantuan GeoGebra. Pembelajaran meliputi 1 Standar
Kompetensi yaitu “Menggunakan Konsep Integral dalam Pemecahan Masalah”, dimana
SK ini terbagi menjadi 3 Kompetensi Dasar (KD) yaitu 1) Memahami Konsep Integral
Tak Tentu dan Integral Tentu; 2) Menghitung integral tak tentu dan integral tentu dari
fungsi aljabar dan fungsi trigonometri yang sederhana; 3) Menggunakan integral untuk
menghitung luas daerah di bawah kurva dan volume benda putar. Tiap KD dibagi menjadi
2 pertemuan utama (offline), materi dan evaluasi (kuis) online yang sudah disediakan pada
blog. Berikut adalah tampilan blog yang berisi Lembar Kerja Siswa (LKS) dan media
pembelajaran.

223
Gambar 1 Tampilan Blog “Belajar Integral”

Selain LKS dan Media Pembelajaran, pada blog tersebut juga disediakan soal kuis
online yang terbagi menjadi 3 bagian sesuai KD pembelajaran integral. Namun untuk
mencegah terjadinya kecurangan, tiap LKS akan dibuka dalam kurun waktu 3 hari setelah
pembelajaran offline selesai pada tahapan masing-masing siklus. Dalam kurun waktu 3
hari tersebut, siswa diberikan kesempatan untuk menjawab soal secara online. Soal yang
disediakan adalah 10 soal masing-masing KD yang merupakan pengambilan acak dari
bank soal dengan software WQC (Wondershare Quiz Creator) sehingga tiap siswa akan
menjawab soal yang saling berbeda. Hasil tes online ini akan dikirim secara langsung
oleh media ke email penulis. Berikut ini adalah tampilan kuis online dan beberapa sampel
kiriman hasil tes online siswa.

Gambar 2 Contoh Tampilan Kuis Online

224
Gambar 3 Salah Satu Hasil Tes Online

Oleh karena materi integral terbagi menjadi 3 KD, maka penulis membagi
penelitian ini menjadi 3 siklus dimana tiap siklus membahas 1 KD sehingga akan lebih
terlihat perbedaan tiap siklus. Terdapat tiga jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini, yaitu data aktivitas belajar siswa, data hasil belajar siswa, serta respon siswa terhadap
pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Adapun hasil analisis ketiga data tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas siswa diamati saat pembelajaran berlangsung pada setiap
pertemuan. Oleh karena penelitian ini terdiri dari tiga siklus dan masing-masing
siklus terdiri dari dua pertemuan, maka total pengamatan terhadap aktivitas belajar
siswa adalah sebanyak enam kali. Berdasarkan hasil analisis data aktivitas belajar
siswa, diperoleh rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada siklus I adalah 14,63
dengan kategori “aktif”, pada siklus II adalah 16,13 dengan kategori “aktif” dan
pada siklus III adalah 16,45 dengan kategori “aktif”. Rangkuman hasil analisis data
aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5 Rangkuman hasil analisis data aktivitas belajar siswa
Rata-rata skor Aktivitas
Siklus Kategori
Belajar Siswa (Ā)
I 13,98 Cukup Aktif
II 16,13 Aktif
III 16,45 Aktif

225
2. Hasil Belajar Siswa
Tes hasil belajar siswa diberikan pada setiap akhir siklus, sehingga ada dua
kali tes yang diberikan. Skor dasar (pra siklus) yang dipakai sebagai pembanding
adalah hasil pretest yang diberikan sebelum kegiatan pembelajaran. Pretest
dilaksanakan hanya sekali yang bersifat offline, sedangkan tes hasil belajar
dilaksanakan memalui dua tahap yaitu offline dan online. Tes hasil belajar secara
offline dilaksanakan tiap akhir siklus, dimana tiap siklus merupakan pembelajaran
KD yang berbeda sehingga ada tiga kali tes hasil belajar offline. Tes hasil belajar
online disediakan pada blog yang dibagi sesuai waktu pelaksanaan siklus (untuk
menghindari kebocoran soal). Kuis online KD 1 diberikan setelah siklus 1 selesai,
kuis online KD 2 diberikan setelah siklus 2, dan tes online KD 3 diberikan setelah
siklus 3 dimana diberikan waktu selama 3 hari pada tiap tes tersebut.
Adapun rangkuman hasil tes hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6 Rangkuman hasil analisis tes hasil belajar offline siswa
% Peningkatan Antar
Pra Siklus
Variabel Siklus
Siklus
I II III Pra-I I-II II-III
Rata-rata nilai
hasil belajar 104.7
37,00 75,75 80,00 83,00 5.61 3.75
3
siswa ( x )
Daya Serap 104.7
37,00% 75,75% 80,00% 83,00% 5.61 3.75
(DS) 3

Ketuntasan
0% 80% 95% 100% - 18.75 5.26
Belajar (KB)

Tabel 7 Rangkuman hasil analisis tes hasil belajar online siswa


% Peningkatan Antar
Pra Siklus
Variabel Siklus
Siklus
I II III Pra-I I-II II-III
Rata-rata nilai
hasil belajar 37,00 75,50 84,00 86,00 104.05 11.26 2.38
siswa ( x )
Daya Serap 37,00% 75,50% 84,00% 86,00% 104.05 11.26 2.38

226
(DS)
Ketuntasan
0% 65% 95% 100% - 46.15 5.26
Belajar (KB)

3. Respon Siswa
Data mengenai respons siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan
dikumpulkan di akhir siklus III dengan menggunakan angket respon yang terdiri
dari 10 pernyataan (terlampir) sehingga skor tertinggi ideal adalah 50 dan skor
terendah ideal adalah 5. Dengan demikian, mean idealnya 27,50 dan standar deviasi
idealnya 7,5 sehingga kriteria penggolongan respons siswa dapat dinyatakan dalam
tabel berikut.
Tabel 8 Kriteria Penggolongan Repon Siswa
No Kriteria Kategori
1 P  38,75 Sangat positif

2 31,25  P  38,75 Positif

3 23,75  P  31,25 Cukup Positif

4 16,25  P  23,75 Negatif

5 P  16,25 Sangat negatif

Dari hasil analisis data mengenai respon siswa, didapat bahwa rata-rata skor
respons siswa adalah 37,45. Berdasarkan tabel kriteria penggolongan respon siswa
terhadap pembelajaran yang dilaksanakan maka respon siswa tergolong ”positif”.
Persentase respon siswa terhadap penerapan Blended-Scientific Learning berbantuan
GeoGebra dalam pembelajaran integral untuk masing-masing kriteria disajikan pada
Tabel berikut.
Tabel 9 Persentase Respons Siswa terhadap Penerapan Blended-Scientific
Learning Berbantuan Geogebra dalam Pembelajaran Integral
Kategori Sangat Cukup Sangat
Negatif Positif
Respon Negatif Positif Positif
Banyak Siswa - - 2 12 6
Persentase 0% 0% 10% 60% 30%

Pada saat observasi awal sebelum pelaksanaan tindakan diketahui bahwa aktivitas
dan hasil belajar siswa kelas XII IPA masih kurang dalam pembelajaran. Pada awal siklus

227
I, kelas yang terdiri dari 20 orang siswa dibagi menjadi 4 kelompok yang heterogen baik
dari segi kemampuan akademis maupun jenis kelaminnya.
Secara kuantitatif, rata-rata skor hasil belajar matematika siswa pada siklus I
adalah 75,75 untuk tes offline dan 75,50 untuk tes online dengan persentase ketuntasan
adalah 80% untuk tes offline dan hanya 60% untuk tes online. Dengan demikian secara
klasikal hasil belajar siswa masih belum maksimal. Demikian halnya dengan aktivitas
belajar siswa dengan rata-rata skor dari dua kali pertemuan hanya 13,98 dengan kriteria
“cukup aktif”. Hal ini belum menunjukkan aktivitas belajar siswa yang optimal.
Belum tercapainya aktivitas dan hasil belajar yang optimal pada siklus I
disebabkan oleh adanya beberapa kekurangan pada pelaksanaan tindakan siklus I.
Kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah
sebagai berikut.
1. Dalam diskusi kelompok masih terlihat ada siswa yang enggan untuk berdiskusi
dengan teman sekelompoknya. Siswa yang mempunyai kemampuan akademik
kurang tidak berani mengungkapkan pendapatnya serta siswa yang memiliki
kemampuan akademik baik, ragu-ragu untuk memberikan penjelasan kepada
temannya.
2. Jawaban yang diberikan siswa masih kurang terstruktur, dimana banyak siswa
yang belum terbiasa menyelesaikan persoalan langkah per langkah.
3. Sebagian besar siswa belum terbiasa menyimpulkan konsep-konsep yang telah
dipelajari. Siswa masih mengalami kesulitan dalam membuat simpulan yang
sistematis dan sesuai dengan yang diharapkan.
4. Beberapa siswa masih belum terbiasa menggunakan internet dalam pembelajaran,
terutama dalam mengerjakan kuis online.

Bertolak dari kekurangan-kekurangan yang hadapi pada siklus I, peneliti


melakukan perbaikan tindakan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus II. Perbaikan
tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Memberikan motivasi kepada setiap kelompok tentang pentingnya kerjasama
antar anggota kelompok dalam diskusi. Selain itu, guru juga mendatangi setiap
kelompok sesering mungkin untuk mengawasi diskusi kelompok yang sedang
berlangsung.
2. Menugaskan setiap siswa untuk mengerjakan kembali soal-soal di rumah. Pada
pertemuan berikutnya siswa diwajibkan untuk mengumpulkan hasil pekerjaannya.
Hal ini dimaksudkan agar siswa menjadi terbiasa untuk menyelesaikan
permasalahan matematika secara sistematis dan tersruktur.
3. Mengarahkan siswa dalam membuat simpulan dengan memberikan pertanyaan
pancingan yang mengarah pada simpulan yang diharapkan. Dalam diskusi kelas,
guru menunjuk siswa secara acak untuk menyimpulkan konsep-konsep yang telah
dipelajari. Setiap siswa diberikan kesempatan untuk menanggapi simpulan
temannya. Agar siswa tidak mengalami miskonsepsi guru memberikan
penegasan.
4. Memberikan kesempatan kepada semua siswa pada masing-masing kelompok
untuk berpartisipasi aktif membuka media online dan bereksplorasi sehingga tidak
canggung lagi dan lebih percaya diri dalam belajar online.

228
Selain kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I terdapat suatu kelebihan
yang sebaiknya tetap dipertahankan untuk siklus berikutnya dimana siswa sudah terlihat
aktif dalam mengikuti pembelajaran yang diterapkan guru. Hal ini terlihat pada saat guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan hasil diskusi kelompoknya di
depan kelas, banyak siswa yang terlihat antusias untuk menjelaskan hasil diskusi
kelompoknya.

Gambar 4
Foto Kegiatan Pembelajaran
(Tampak pada foto, perwakilan kelompok aktif mempresentasikan hasil diskusinya
dan anggota kelompok lain aktif memperhatikan presentasi)

Berdasarkan implementasi rancangan pada siklus II yang merupakan perbaikan


pada siklus I, memberikan peningkatan hasil yang cukup berarti. Secara kuantitatif rata-
rata skor hasil tes hasil belajar matematika mengalami peningkatan baik secara offline
maupun online. Untuk tes offline mengalami peningkatan dari 75,75 menjadi 80,00 dan
persentase ketuntasan meningkat dari 80% menjadi 95%. Untuk tes online juga
mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 75,50 menjadi 84,00 dan persentase ketuntasan
dari 65% menjadi 95%. Aktivitas belajar juga meningkat, dari skor rata-rata 13,98
menjadi 16,13 yang dalam kriteria dari “cukup aktif” menjadi aktif.
Sebenarnya pelaksanaan pembelajaran siklus II sudah sangat baik untuk
peningkatan hasil dan aktivitas belajar siswa pada pokok bahasan integral. Namun oleh
karena ada 1 kompetensi dasar lagi yang tersisa pada materi ini, dan masih ada siswa yang
nilai hasil belajarnya belum tuntas, maka penulis melanjutkan hingga siklus III. Pada
dasarnya, pelaksanaan siklus III ini hampir sama pada siklus II mengenai cara belajar
secara offline dan online. Adapun hasil belajar pada siklus III mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan dengan pada siklus II, yaitu dari 80,00 menjadi 83,00 untuk

229
tes offline dan dari 84,00 menjadi 86,00 untuk tes online. Persentase ketuntasan hasil
belajar juga meningkat, yaitu dari 95% menjadi 100% untuk kedua jenis tes. Siswa yang
semula belum tuntas akhirnya bisa tuntas mencapai standar nilai KKM yang diharapkan,
walaupun ada beberapa siswa yang nilainya mengalami penurunan. Namun secara umum
rata-rata hasil tes belajar siswa sudah mengalami peningkatan. Aktivitas belajar pada
siklus III juga mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 16,13 menjadi 16,45 dimana
keduanya termasuk kriteria “aktif”.
Terkait dengan respon siswa terhadap penerapan blended-scientific learning
berbantuan GeoGebra dalam pembelajaran integral diketahui 30% siswa merespon sangat
positif terhadap pembelajaran yang diterapkan, 60% memberikan respons positif, dan
hanya 10% memberikan respons cukup positif. Secara klasikal rata-rata respon siswa
terhadap pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan adalah 37,45. Berdasarkan
kriteria penggolongan respons siswa, secara umum respons siswa terhadap penerapan
blended-scientific learning berbantuan GeoGebra dalam pembelajaran integral tergolong
positif
Dari paparan di atas, secara umum telah mampu menjawab rumusan masalah dan
hipotesis penelitian ini terbukti benar, bahwa penerapan blended-scientific learning
berbantuan GeoGebra dalam pembelajaran integral telah mampu meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar matematika siswa kelas XII IPA1 SMA N 1 Manggis pada pokok
bahasan integral, serta mendapat respon yang positif dari siswa dalam pembelajaran
matematika.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat ditarik beberapa
simpulan sebagai berikut.
1. Pembelajaran Blended-Scientifc Learning berbantuan GeoGebra mampu
meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pokok bahasan integral dari kriteria
“cukup aktif” pada siklus I menjadi kriteria “aktif” pada siklus II dan siklus III, yaitu
dari rata-rata 13,98 pada siklus I menjadi 16,13 pada siklus II dan 16,45 pda siklus
III. Pembelajaran ini juga mampu meningkatkan hasil belajar secara offline dan
online, yaitu dari 75,75 pada siklus I menjadi 80,00 pada siklus II dan 83,00 pada
siklus III secara offline serta dari 75,50 pada siklus I menjadi 84,00 pada siklus II
dan 86,00 secara online.
2. Siswa kelas XII IPA 1 SMAN 1 Manggis secara umum memberikan respon positif
terhadap penerapan pembelajaran Blended-Scientifc Learning berbantuan GeoGebra
pada pokok bahasan integral dengan rata-rata skor 37,45. Secara individual, 10%
memberikan respon cukup positif, 60% memberikan respon positif, dan 30%
memberikan respon sangat positif.

Adapun beberapa saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan tulisan ini
adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan kepada guru mata pelajaran matematika dapat menerapkan pembelajaran
Blended-Scientifc Learning berbantuan GeoGebra sebagai salah satu alternatif dalam

230
melaksanakan pembelajaran yang lebih inovatif sehingga mampu meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa.
2. Bagi pembaca yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai
pembelajaran Blended-Scientifc Learning berbantuan GeoGebra, dapat
memperhatikan kendala-kendala yang penulis alami sebagai bahan pertimbangan
untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Nurkancana, I W. & Sunartana, P.P.N., 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha
Nasional.
Parwati, Ni Nyoman dan Kertih I Wayan. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Permendikbud, 2013. Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Prayitno, Wendhie. 2015. Implementasi Blended Learning dalam Pembelajaran pada
Pendidikan Dasar dan Menengah (Makalah, tidak diterbitkan).

231
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA PADA MATERI PROGRAM LINEAR MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN BLENDED LEARNING DISCO DOBRA

Indah Eko Cahyani, S.Pd.


Guru SMK N I Slawi, Kab. Tegal
Inecy77@gmail.com

ABSTRAK
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap peserta didik kelas XI MM1
menunjukan peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran, aktifitas
peserta didik yang sering dilakukan hanya mencatat dan menyalin. Ketergantungan
peserta didik masih tinggi terhadap kehadiran guru. Hal ini menyebabkan proses
berlangsung satu arah dan peserta didik masih ragu dan takut untuk menyampaikan
pendapat maupun pertanyaan kepada guru. Kenyataan ini menyebabkan hasil belajar
peserta didik belum maksimal.
Berdasar masalah tersebut, perlu diadakan proses pembelajaran pada peserta
didik kelas XI MM1. Hal ini agar peserta didik berperan aktif selama proses
pembelajaran. Pada penelitian ini akan diterapkan model pembelajaran DISCO
DOBRA yaitu perpaduan model pembelajaran Discovery Learning, pembelajaran
online Edmodo dan menggunakan aplikasi software GeoGebra. Model pembelajaran
DISCO DOBRA ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan mendorong
keaktifan, kemandirian, dan tanggungjawab peserta didik. Berdasarkan hasil
pengamatan selama proses pembelajaran, ternyata peserta didik sangat antusias dan
aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika materi program linear melalui
model pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA. Peserta didik terlihat
semangat, senang, aktif, dan menunjukkan kerjasama yang tinggi Berdasar data hasil
belajar peserta didik kelas XI MM 1 SMK N 1 Slawi terdapat peningkatan yang
cukup nyata. Hasil belajar meningkat 76,67% dari siklus I 4 peserta didik (13,33%)
ke siklus II 27 peserta didik (90,00%).

Key word: Discovery Learning, GeoGebra, Hasil Belajar


Pendahuluan
Pada Kurikulum 2013 yang menjadi acuan sekarang ini antara lain, menyatakan
bahwa dalam kegiatan pembelajaran, pendidik hendaknya menerapkan berbagai
pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif,
penataan materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih
sesuai dengan karakteristik peserta didik. Sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013,
perlu adanya penguatan literasi dalam pembelajaran. Literasi lebih dari sekedar

232
membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan
sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak , visual, digital, dan auditori. Salah
satu komponen literasi informasi adalah literasi teknologi (Technology Literacy),
yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti
keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam
memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi mencetak,
mempresentasikan, dan mengakses internet.
model pembelajaran DISCO DOBRA yaitu perpaduan model pembelajaran
Discovery Learning, pembelajaran online Edmodo dan menggunakan aplikasi
software GeoGebra. Model pembelajaran DISCO DOBRA ini diharapkan dapat
mendorong keaktifan, kemandirian, dan tanggungjawab peserta didik. Penggunaan
pembelajaran online edmodo digunakan sebagai media untuk guru dan peserta didik
untuk menerapkan metode pembelajaran yang lebih menyenangkan, sedangkan
aplikasi software GeoGebra dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran
matematika untuk mendemonstrasikan atau memvisualisasikan konsep-konsep
matematis serta sebagai alat bantu untuk mengontruksi konsep-konsep matematis.
Rumusan masalah pada penelitian tindakan kelas ini yaitu: Bagaimanakah
peningkatan hasil belajar matematika pada materi program linear melalui model
pembelajaran blended learning DISCO DOBRA kelas XI MM1 semester gasal SMK
Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2016/2017? Dengan tujuan Untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar matematika pada materi program linear melalui model
pembelajaran blended learning DISCO DOBRA kelas XI MM1 semester gasal SMK
Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2016/2017.
Tinjauan Pustaka
Menurut Ali Mahmudi (2011) seperti dikutip oleh Kusumah (2003), berbagai
manfaat program komputer dalam pembelajaran matematika, diantaranya
program-program komputer sangat ideal untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran
konsep-konsep matematika yang menuntut ketelitian tinggi, konsep atau prinsip
yang repetitif, penyelesaian grafik secara tepat, cepat, dan akurat. Lebih lanjut
Kusumah (2003) juga mengemukakan bahwa inovasi pembelajaran dengan
bantuan komputer sangat baik untuk diintegrasikan dalam pembelajaran konsep-

233
konsep matematika, terutama yang menyangkut transformasi geometri, kalkulus,
statistika, dan grafik fungsi.
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Apriliya Rizkiyah (2015), yang menyatakan bahwa
Penerapan Blended Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Ilmu Bangunan di Kelas X TGB SMK NEGERI 7 Surabaya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Hasil belajar siswa setelah penerapan Blended
Learning mengalami peningkatan dan hasil kegiatan mengajar guru mengalami
peningkatan dari kategori cukup baik. Penelitian yang dilakukan oleh Apriliya
Rizkiyah mempunyai kaitan dengan penelitian dilakukan oleh peneliti.
Penelitian yang dilakukan Eflin Erma Erviana (2012) yang melaksanakan
tentang Penerapan model blended learning untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran mata pelajaran akuntansi kompetensi dasar jurnal penyesuaian pada
siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Lawang. Hasil penelitian menunjukan bahwa
penerapan model blended learning dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, model
blended learning terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal tersebut
dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas, motivasi serta hasil belajar siswa yang
meningkat. Penelitian yang dilakukan Eflin Erma Erviana mempunyai kaitan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian yang dilakukan Fifi Damayanti yang melaksanakan penelitian
tentang Pembelajaran Berbantuan Multimedia Berdasarkan TeoriBeban Kognitif
untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah Program Linear Siswa X
TKR 1 SMKN 1 Doko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa multimedia dapat
digunakan untuk mengelola beban instrinsic, meningkatkan germane, dan
mengurangi beban extraneous, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa
menyelesaikan masalah program linear. Penelitian yang dilakukan Fifi Damayanti
juga mempunyai kaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Metodologi
Penelitian ini direncanakan dua siklus yang masing – masing siklus terdiri dari
4 tahap yaitu : perencanaan, implementasi, pengamatan dan evaluasi serta refleksi.
a. Siklus I

234
Masing-masing siklus dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dengan alokasi
waktu 6 x 45 menit ( 3 jam pelajaran ). Adapun tahapan pada siklus I adalah
sebagai berikut :
1. Perencanaan
Pada tahap ini direncanakan kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
a) Membuat skenario pembelajaran.
b) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP).
c) Penyusunan Rencana pembentukan kelompok belajar, tiap kelompok terdiri
dari 5 - 6 peserta didik.
d) Menyiapkan instrumen observasi.
e) Memberikan penjelasan pada siswa tentang model pembelajaran Blended
Learning DISCO DOBRA.
Kegiatan guru dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA siklus I , pertemuan
pertama dimulai dengan guru menyampaikan salam pembuka,
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan kali
ini, dan memberikan motivasi pembelajaran kepada peserta didik tentang
pentingnya program linear dalam kehidupan sehari-hari. Guru menjelaskan
strategi pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA dan cara
menggunakan media e-learning edmodo kepada peserta didik. Guru
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan strategi pembelajaran
Blended Learning DISCO DOBRA pada materi program linear dengan cara
guru menerangkan materi secara langsung kepada peserta didik, dan
memberikan tugas kepada peserta didik. Pertemuan kedua guru memberikan
materi melalui edmodo berupa video-video pembelajaran, kemudian
memberikan tugas pada peserta didik melalui edmodo. Pertemuan ketiga
memberikan soal-soal post test dalam edmodo untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik pada siklus I.
Kegiatan peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan
strategi pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA siklus I, pertemuan
pertama adalah peserta didik mengamati materi pembelajaran yang diberikan

235
oleh guru. Peserta didik bertanya tentang materi yang disampaikan oleh guru.
Peserta didik mengerjakan tugas. Pertemuan kedua peserta didik mengamati
materi pembelajaran dalam bentuk video-video pembelajaran yang diberikan
oleh guru. Peserta didik bertanya tentang materi yang disampaikan oleh guru
pada media e-learning (Edmodo) dengan komputer. Peserta didik melakukan
diskusi kelompok bersama untuk memecahkan masalah dalam tugas. Peserta
didik mempresentasikan tugas di depan kelas. Pertemuan ketiga Peserta didik
mengikuti penilaian post-test dalam edmodo untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik siklus I.
2. Implementasi
Pada tahap ini yang telah direncanakan pada tahap perencanaan dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang disusun. Pelaksanaan tidak mengganggu kegiatan di
sekolah, karena urutan materi berjalan sesuai dengan kurikulum. Pada tahap ini
model pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA dilaksanakan.
3. Pengamatan dan Evaluasi
Pengamatan terhadap kegiatan belajar dilakukan pada saat implementasi untuk
mengetahui pelaksanaan proses pembelajaran. Pada akhir siklus I dilakukan tes.
Hasil tes dianalisis untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik.
4. Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti melaksanakan diskusi dengan peserta didik dan
kolaboran, untuk mengetahui kekurangan pelaksanaan pembelajaran.
b. Siklus II
Siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki segala sesuatu yang belum baik dan
berakhir pada siklus I. Adapun tahapan pada siklus II juga sama dengan tahapan
siklus I. Perbaikan dilakukan dengan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
Pelaksanaan penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
Pada tahap ini direncanakan kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
a) Membuat skenario pembelajaran.
b) Membuat perangkat pembelajaran.
c) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP).

236
d) Penyusunan Rencana pembentukan kelompok belajar, tiap kelompok terdiri
dari 3 - 4 peserta didik.
e) Menyiapkan instrumen observasi.
f) Memberikan penjelasan pada peserta didik tentang model pembelajaran
Blended Learning DISCO DOBRA.
Kegiatan guru dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA siklus I , pertemuan
pertama dimulai dengan guru menyampaikan salam pembuka,
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan kali
ini, dan memberikan motivasi pembelajaran kepada peserta didik tentang
pentingnya program linear dalam kehidupan sehari-hari. Guru menjelaskan
strategi pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA dan cara
menggunakan media e-learning edmodo kepada peserta didik. Guru
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan strategi pembelajaran
Blended Learning DISCO DOBRA pada materi program linear dengan cara
guru menerangkan materi secara langsung kepada peserta didik, dan
memberikan tugas kepada peserta didik. Pertemuan kedua guru memberikan
materi melalui edmodo berupa video-video pembelajaran, kemudian
memberikan tugas pada peserta didik melalui edmodo. Pertemuan ketiga
memberikan soal-soal post test dalam edmodo untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik pada siklus II.
Kegiatan peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan
strategi pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA siklus II,
pertemuan pertama adalah peserta didik mengamati materi pembelajaran
yang diberikan oleh guru. Peserta didik bertanya tentang materi yang
disampaikan oleh guru. Peserta didik mengerjakan tugas. Pertemuan kedua
peserta didik mengamati materi pembelajaran dalam bentuk video-video
pembelajaran yang diberikan oleh guru. Peserta didik bertanya tentang materi
yang disampaikan oleh guru pada media e-learning (Edmodo) dengan
komputer atau tablet. Peserta didik melakukan diskusi kelompok bersama
untuk memecahkan masalah dalam tugas. Peserta didik mempresentasikan

237
tugas di depan kelas. Pertemuan ketiga Peserta didik mengikuti penilaian
post-test dalam edmodo untuk mengetahui hasil belajar peserta didik siklus
II.
2. Implementasi
Pada tahap ini yang telah direncanakan pada tahap perencanaan dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang disusun. Pelaksanaan tidak mengganggu kegiatan di
sekolah, karena urutan materi berjalan sesuai dengan kurikulum. Pada tahap ini
model pembelajaran Blended Learning DISCO DOBRA dilaksanakan.
3. Pengamatan dan Evaluasi
Pengamatan terhadap kegiatan belajar dilakukan pada saat implementasi untuk
mengetahui jalannya proses pembelajaran. Pada akhir siklus II dilakukan tes.
Berdasarkan hasil tes/ evaluasi dan pengamatan, maka tahap berikutnya dapat
dilaksanakan.
4. Refleksi
Setelah hasil pengamatan dan hasil evaluasi dianalisis secara kolaboratif, langkah
selanjutnya adalah melakukan refleksi apakah pembelajaran berhasil. Apabila
belum berhasil penelitian diputuskan untuk dilanjutkan pada siklus III, apabila
sudah berhasil maka sudah cukup.
Hasil dan Pembahasan
Dari rekap hasil penelitian tindakan kelas ini seperti terlihat pada tabel Hasil
belajar peserta didik pada siklus I

Tabel.1. Hasil Belajar Peserta Didik Siklus I

238
Berdasarkan tabel.1. tersebut dapat diketahui hasil belajar peserta didik, 3
peserta didik (10,00%) mendapatkan nilai rentang 86 – 100. 1 peserta didik
(3.33%) mendapat nilai rentang 76 – 85. 4 peserta didik (13,33%) mendapat nilai
rentang 71 – 75. 6 peserta didik (20,00%) mendapat nilai 56 – 70. 16 peserta
didik (53,33%) mendapat nilai 0 – 55. Jadi jumlah peserta didik yang mencapai
ketuntasan adalah 4 peserta didik (13,33%) dan 26 peserta didik (86,67%) belum
tuntas. Rata-rata nilai kompetensi pengetahuan secara klasikal mencapai 56,89.
Rekap hasil penelitian tindakan kelas ini seperti terlihat pada tabel Hasil
belajar peserta didik pada siklus II

Tabel.2. Hasil Belajar Peserta Didik

Berdasarkan tabel.2. tersebut dapat diketahui hasil belajar peserta didik, 23


peserta didik (76,67%) mendapatkan nilai rentang 86 – 100. 4 peserta didik
(13,33%) mendapat nilai rentang 76 – 85. 2 peserta didik (6,67%) mendapat nilai
rentang 71 – 75. 1 peserta didik (3,33%) mendapat nilai 56 – 70. 0 peserta didik
(0%) mendapat nilai 0 – 55. Jadi jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan
adalah 27 peserta didik (90,00%) dan 3 peserta didik (10,00%) belum tuntas.
Rata-rata nilai kompetensi pengetahuan secara klasikal mencapai 91,56.
Rekapitulasi perubahan hasil belajar pada saat mengikuti pembelajaran
dipaparkan pada tabel.3., grafik.1. dan grafik.2. Perubahan Hasil Belajar Peserta
Didik pada Siklus I dan Siklus II
Tabel.3. Perubahan Hasil Belajar Peserta Didik Siklus I dan Siklus II

239
Grafik.1. Perubahan Hasil Belajar Peserta Didik dalam Pembelajaran

Grafik.2. Perubahan Hasil Belajar Peserta Didik dalam Pembelajaran

240
Berdasarkan tabel.3., grafik.1. dan grafik.2. di atas dapat diketahui perubahan
hasil belajar peserta didik, pada siklus I yang mendapatkan nilai 81 – 100 ada 3
peserta didik (10,00%) mengalami perubahan pada siklus II menjadi 23 peserta didik
(76,67%). Pada siklus I yang mendapat nilai 76 – 85 ada 1 peserta didik (3,33%)
mengalami perubahan pada siklus II menjadi 4 peserta didik (13,33%). Pada siklus I
yang mendapat nilai 71 – 75 ada 4 peserta didik (13,33%) mengalami perubahan pada
siklus II menjadi 2 peserta didik (6,67%). Pada siklus I yang mendapat nilai 56 – 70
ada 6 peserta didik (20,00%) mengalami perubahan pada siklus II menjadi 1 peserta
didik (3,33%). Pada siklus I yang mendapat nilai 0 – 55 ada 16 peserta didik (53,33%)
mengalami perubahan pada siklus II menjadi 0 peserta didik (0%). Pada tabel 4.6 dan
grafik 4.4 juga menunjukan bahwa perubahan hasil belajar peserta didik mencapai
nilai tuntas dalam pembelajaran pada siklus I yaitu 4 peserta didik (13,33%)
mengalami kenaikan pada siklus II yaitu 27 peserta didik (90,00%), sedangkan pada
siklus I yang belum mencapai nilai tuntas dalam pembelajaran ada 26 peserta didik
(86,67%) mengalami perubahan pada siklus II yaitu 3 peserta didik (10,00%).
Perubahan rata-rata nilai hasil belajar peserta didik secara klasikal pada siklus I
mencapai 56,89 mengalami kenaikan pada siklus II mencapai 91,56.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan:

Berdasar data hasil belajar peserta didik kelas XI MM 1 SMK N 1 Slawi ternyata
ada peningkatan yang cukup nyata. Hasil belajar meningkat 76,67% dari siklus I 4
peserta didik (13,33%) ke siklus II 27 peserta didik (90,00%).

Saran:

Guru hendaknya mencoba mengembangkan model pembelajaran Blended


Learning DISCO DOBRA untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam
memahami materi program linier. Dau guru harus selalu meningkatkan kompetensi
diri, dengan terus belajar dan melaksanakan penelitian tindakan kelas.

241
DAFTAR PUSTAKA

Ali Hamzah, Muhlisrarini, 2014, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran


Matematika, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

A.M. Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
GrafindoPersada.

Ali Mahmudi (2011). Pemanfaatan GeoGebra dalam Pembelajaran Matematika

Apriliya Rizkiyah, 2015, Penerapan Blended Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa, Jurnal Kajian Pendidikan Teknik Bangunan Vol 1 Nomer 1/JKPTB/15
(2015) : 40 – 49, ejournal.unesa.ac.id/article/13388/46/article.pdf (di unduh 21
Juni 2016, 22.00)

Dimyati, (2010), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

Eflin Erma Erviana , (2012) , Penerapan model blended learning untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran matapelajaran akuntansi kompentensi dasar jurnal
penyesuaian pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1
Lawang http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=55454 (diunduh
22 Juni 2016, 21.00)

Fifi Damayanti, (2013) Pembelajaran Berbantuan Multimedia Berdasarkan Teori Beban


Kognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah Program
Linear Siswa X TKR 1 SMKN 1 Doko, Jurnal Pendidikan Sains, Volume 1,
Nomor 2, Juni 2013, Halaman 133-140
journal.um.ac.id/index.php/jps/article/download/4156/813 (diunduh 21 Juni
2016, 20.00)

Husamah, (2014), Pembelajaran Bauran (Blended Learning), Malang: Prestasi Pustaka


Raya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016), Materi Pembelajaran SMK, Diklat


ToT Instruktur Kabupaten Kurikulum 2013.

Nasution (1992) Metode Research, Bandung:Jemmars

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sunarti, Selly Rahmawati, 2014, Penilaian Dalam Kurikulum 2013, Penerbit Andi,
Yogyakarta
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Makalah%2017%20Semnas%20LPM%20UNY
%202011%20_Pemanfaatan%20GeoGebra%20dalam%20Pembelajaran%20Mat
ematika_.pdf (10 Maret 2016)

242
http://www.kompasiana.com/mukngin/jejaring-edmodo-sebagai-alternatif-
pembelajaran-online_55530f546523bdd70c16ff12 (diunduh 22 juni 2016. 01.30)

www.formulasi.or.id/2013/06/edmodo.html (diunduh tgl 22 juni 2016. 01.26)

243
EFEKTIFITAS SINERGI ANTARA INSTRUKTUR DAN MENTOR UNTUK
MENINGKATKAN JUMLAH PESERTA TRAINING ONLINE PADA
PELATIHAN KELAS MAYA BATCH 3

Khairuddin, herudbudi@gmail.com, SMAN 1 Nurussalam

Abstrak. Februari 2016, Seamolec mulai mengembangkan program Pelatihan Kelas


Maya bagi guru-guru di Indonesia yang terus berlangsung dengan berbagai kendala
senantiasa dievaluasi untuk perbaikan. Batch 3 merupakan titik lompatan baru bagi
seamolec yang secara resmi meminta bantuan beberapa alumni batch 2 untuk menjadi
mentor membantu instruktur. Mentor-mentor tersebut merupakan relawan guru yang
membantu seorang instruktur dari seamolec, sementara peminat pelatihan terus menanjak
naik tajam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelatihan kelas maya batch 3 yang
dilaksanakan oleh Seamolec dalam hal peningkatan jumlah peserta serta efektifitas
sinergi antara instruktur dan mentor dalam proses pelaksanaan pelatihan kelas maya batch
3. Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan menggunakan metode kualitatif.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologik, yaitu
memungkinkan untuk mengungkap realita yang mendeskripsikan situasi secara
komprehensif dengan konteks yang sesungguhnya tentang efektifitas pelaksanaan
Pelatihan Kelas Maya bagi guru-guru di Indonesia. Pola komunikasi yang baik antara
instruktur dan mentor menciptakan context pelatihan yang meliputi berbagai kebijakan-
kebijakan strategis untuk mensukseskan pelatihan kelas maya batch 3. Sinergi instruktur
dan mentor juga terlihat dalam komunikasi secara digital dengan memanfaatkan
whatssapp. Sinergi harmonis antara instruktur dan mentor menghasilkan lulusan batch 3
melebihi persentase batch sebelumnya yang di bawah 35%, sementara batch 3
menghasilkan lulusan sebesar 41,73%.

Keyword : Pelatihan Kelas Maya Batch 3, Sinergi, Instruktur, Mentor.

Pendahuluan. Teknologi yang tidak dapat dibendung membuat pola hidup termasuk
dalam dalam pendidikan harus mengikuti perkembangan digitalisasi yang merambah
begitu cepat dan pesat. Pembelajaran jarak jauh yang dulunya pernah dilakukan secara
manual, sekarang justru lebih efektif ketika dilaksanakan melalui internet. Pelbagai
fasilitas di internet memberi kemudahan dalam melaksanakan pertemuan maya, seperti
video conference webex, tutorial yang diberikan juga bisa diberikan melalui perangkat
lunak kelas-kelas maya yang dikenal dengan learning management system (LMS),
diantaranya edmodo yang tampilannya sangat easy friendly users karena mirip dengan
sosial media facebook.

244
Sejak Februari 2016, Seamolec mulai mengembangkan program Pelatihan Kelas Maya
bagi guru-guru di Indonesia pada berbagai jenjang satuan pendidikan serta berbagai
daerah. Program Batch 1 Pelatihan Kelas Maya berhasil merekrut 111 peserta guru
berbagai daerah dan berhasil lulus 41 peserta (36,93%). Dilanjutkan Batch 2 pada
pertengahan April 2016 yang berhasil merekrut 124 peserta dan lulus 44 peserta
(35,48%). Saat ini sedang berlangsung Batch 3 yang sudah dimulai dari akhir Mei 2016
dengan peserta yang direkrut sejumlah 254 peserta serta kelulusan telah mencapai 106
peserta. Dari ketiga pelatihan yang telah dilaksanakan, terlihat bahwa jumlah kelulusan
peserta semakin menanjak di Batch 3, hal ini ditengarai oleh peran instruktur dan mentor
yang sigap, bersinergi untuk membantu peserta saat diskusi dan ketika ada masalah.
Namun demikian, jumlah persentae kelulusan tidak sepenuhnya dapat dikatakan
menggembirakan, mengingat jumlah mentor yang banyak di batch 3 serta adanya peran
mentor dalam group kecil harusnya kelulusan peserta mencapai minimal 50%. Progress,
kendala dan pola pembimbingan kelas maya menjadi hal yang patut dievaluasi dalam
rangka membuat pelaksanaan pelatihan kelas maya menjadi lebih baik ke depan.
Efektivitas berasal dari kata efektif, batasan konsep ini sulit untuk diperinci, karena
masing-masing disiplin ilmu memberikan pengertian sendiri. Bagi seorang ahli ekonomi
atau analis keuangan, efektivitas semakna dengan keuntungan, atau laba investasi Bagi
seorang manajer produksi, efektivitas seringkali berarti kuantitas keluaran (output)
barang atau jasa. Bagi seorang ilmuwan bidang riset, efektivitas dijabarkan dengan
jumlah paten, penamaan atau produk baru suatu organisasi. Bagi sejumlah sarjana ilmu
sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan bekerja (Soekanto,
1989: 45). Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas
jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai
tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati
sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2001: 24).
Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang
dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang
dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna
meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi (Hamalik,2007:10).
Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2009:44) Training is short-term
educational process utilizing a systematic and organized procedure by wich non-
managerial personal learn technical knowledge and skills for a definite purpose.
(Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur
sistematis dan terorganisir dimana pegawai managerial mempelajari pengetahuan
konseptual dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas).
Menurut Rae dalam Sofyandi (2008:113) Pelatihan adalah suatu usaha untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya lebih efektif dan efisien. Program pelatihan adalah serangkaian program
yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam
hubungannya dalam pekerjaannya. Efektifitas program pelatihan adalah suatu istilah

245
untuk memastikan apakah program pelatihan dijalankan dengan efektif dalam mencapai
sasaran yang ditentukan.
Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui pelatihan kelas maya batch 3
yang dilaksanakan oleh Seamolec dalam hal peningkatan jumlah peserta serta efektifitas
sinergi antara instruktur dan mentor dalam proses pelaksanaan pelatihan online kelas
maya batch 3. Sasaran dari penelitian ini adalah Seamolec sebagai provider program
dalam menggerakkan dan menjaga sinergitas antara instruktur dan mentor dalam
mengelola proses pelatihan serta guru peserta pelatihan sebagai users program, tinjauan
penelitian adalah analisa efektifitas pelaksanaan pelatihan kelas maya Batch 3 oleh
Seaomolec dan kebermanfaatan dari program pelatihan kelas maya tersebut bagi guru
peserta pelatihan sehingga dapat meningkatkan jumlah peserta di masa yang akan yang
datang.
Metode. Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan menggunakan metode
kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologik,
yaitu memungkinkan untuk mengungkap realita yang mendeskripsikan situasi secara
komprehensif dengan konteks yang sesungguhnya tentang efektifitas pelaksanaan
Pelatihan Kelas Maya oleh Seamolec bagi guru-guru di Indonesia.

Model penelitian evaluatif dalam hal ini menggunakan model CIPP yang dikembangkan
oleh Stufflebeam, dkk pada tahun 1967 di OhioState University yang dikutip Suharsimi
Arikunto, dan Cepi Syafruddin Abduljabar (2008 : 45), CIPP merupakan sebuah
singkatan dari huruf awal empat kata yaitu: Context evaluation, Input evaluation, Process
evaluation dan Product evaluation.

Penelitian ini diharapkan mampu mengetahui keberhasilan kegiatan atau kegagalan dan
mengetahui penyebabnya melalui sinergitas antara instruktur dan mentor dalam
meningkatkan jumlah peserta, dimungkinkan penyempurnaan pelatihan kelas maya di
masa mendatang dan menghindari kesalahan yang telah dibuat pada masa lalu. Penelitian
evaluatif juga dapat berfungsi sebagai kemudi dan manajemen, yaitu sebagai umpan balik
dan kendali pencapaian tujuan program. Serta membuat penyesuaian mengenai cara
bagaimana sebaiknya program dilaksanakan. Selain itu, evaluasi mengemban fungsi
kontrol dan inspeksi. Artinya dapat digunakan sebagai informasi kepada pimpinan
puncak apakah kegiatan program pelatihan ini telah dilaksanakan dengan benar dan
membawa hasil sesuai yang diharapkan.

246
Alur penelitian ini mengikuti model penelitian evaluatif CIPP yang dapat peneliti
gambarkan sebagai berikut:

Data primer dalam hal ini terdiri dari pelaksana kegiatan, yaitu pihak instruktur dari
Seamolec dan mentor yang direkrut untuk pelatihan Kelas Maya Batch 3. Dengan
demikian data primer dalam hal ini berjumlah 9 orang, yaitu instruktur dari Seamolec dan
8 orang mentor Kelas Maya Batch 3. Sedangkan data sekunder akan peneliti dapatkan
melalui data dokumentasi pelatihan dari Seamolec.
Instrumen penelitian adalah wawancara dan dokumentasi akan mendapatkan data faktual
sebagaimana indikator efektifitas, menyangkut (1) Keberhasilan program, (2)
Keberhasilan sasaran, (3) Kepuasan terhadap program, (4) Tingkat input dan output dan
(5) Pencapaian tujuan menyeluruh.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa interaktif
seperti yang disarankan oleh Miles dan Huberman (2002: 15), analisa tersebut terdiri dari
tiga langkah, yaitu (1) mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menarik
simpulan/verifikasi. Mereduksi data adalah peneliti memilah, mempertajam,
memfokuskan, dan mengorganisasikan data yang telah diperoleh di lapangan sebagai
hasil wawancara dan dokumentasi.

247
Hasil dan Pembahasan.
Pelatihan Kelas Maya Batch 3 dilaksanakan mulai tanggal 17 Mei hingga tanggal 21 Juni
2016. Kebijakan menjadikan pelatihan kelas maya Batch 3 ini merupakan kelanjutan dari
batch 1 dan Batch 2 yang telah dilaksanakan sebelumnya. Namun pola batch 3 ini sedikit
berbeda, mengingat sebenarnya sasaran dari Batch 3 adalah guru-guru Jawa Tengah,
namun pada akhirnya dibuka secara umum hingga rekrutmen peserta menjadi guru-guru
seluruh Indonesia yang berminat.

Pelaksanaan batch 3 pada tanggal tersebut di atas merupakan dua minggu jelang bulan
suci Ramadhan 1437 H yang merupakan tantangan tersendiri sekaligus peluang
melaksanakan kegiatan. Tantangannya adalah menjelang ramadhan, guru-guru seluruh
Indonesia terutama yang beragama Islam lebih memfokuskan diri pada persiapan ibadah
di bulan ramadhan, namun di sisi lain, hal tersebut menjadi peluang yang bagus untuk
melaksanakan pelatihan, karena sekolah di beberapa daerah sedang libur pada menjelang
dan awal ramadhan, sehingga guru yang mengikuti training online ini tidak akan
terganggu jadwal mengajarnya.
Instruktur yang ditunjuk menangani Batch 3 ini sama seperti pelaksanaan Batch 1
dan Batch 2, yaitu Pak Dadan Sukma dari Seamolec. Sementara mentor yang menangani
Batch 3 merupakan beberapa alumni yang terpilih dari Batch 1 dan Batch 2 serta mentor
yang sudah terlibat dari Batch 1. Keseluruhan mentor yang berjumlah 8 guru ini diberikan
surat tugas sebagai mentor di Pelatihan Kelas Digital Batch 3 Seamolec. Adapun data
para mentor dapat penulis sampaikan sebagai berikut:
Tabel 1. Data Mentor Pelatihan Digital Class Batch 3 Seamolec
No Nama Bidang Studi diampu Unit Tugas
1 Masruhan Mufid, S.Pd. Matematika SMKN 7 Semarang
M.Kom Jawa Tengah
(Mentor dari Batch 1)
2 Ahmad Suhaifi, S.Pd Matematika SMK NU Lekok
(Alumni Batch 1) Pasuruan Jawa
Timur
3 Saifullah, S.Pd Biologi SMAN 1 Kota Bima
(Alumni Batch 1) Nusa Tenggara
Barat
4 Endar Sudarjat, S.Pd,Kn PKn SMPN 5 Majalengka
(Alumni Batch 1) Jawa Barat
5 Khairuddin, S.Pd, M.Pd Matematika SMAN 1 Aceh
(Alumni Batch 2) Timur, Aceh
6 Sovia Haryati, S.Pd Teknik Gambar Bangunan SMKN 1 Bukit
(Alumni Batch 2) Tinggi Sumatera
Barat
7 Umi Tira Lestari,SE Akuntansi Komputer SMK Ranti Mula
(Alumni Batch 2) Bogor Jawa Barat
8 Crysna Rhany Ningrum, T I K SMPN 1 Ponorogo
S.Kom Jawa Timur
(Alumni Batch 2)

248
Pola komunikasi para mentor dan instruktur berjalan melalui Whatssapp, kebijakan para
mentor dan instruktur di group mentor WA tersebut menjadi sumber keputusan atas hasil
diskusi bersama untuk melaksanakan pelatihan digital kelas maya batch 3 Seamolec.
Beberapa hasil diskusi diantaranya,jadwal materi diisi oleh para mentor, sementara
instrukstur mengawasi jalannya pemberian materi. Setiap video conference ada tiga
mentor yang bertugas, yaitu sebagai host, pemateri dan absensi. Mentor-mentor akan
memiliki masing-masing group-group diskusi di WA bersama dengan peserta yg
dimentorinya. Dalam jangka waktu tertentu, mentor berdiskusi secara rutin di WA
Mentor dan sesekali rapat melalui video conference bersama instruktur.

Pelatihan kelas maya batch 3 Seamolec ini menggunakan pola tatap muka dan
pebimbingan yang keseluruhannya dalam jaringan. Untuk tatap muka setiap 2 kali dalam
satu minggu yaitu selasa malam dan sabtu malam menggunakan video conference WebEx
sebagai platform-nya, sementara pembimbingan di group dilakukan melalui whatsapp.
Materi yang dijadikan pemantapan kelas digital dalam pelatihan adalah Edmodo yang
selama ini dikenal sebagai social learning network yang sangat familiar di kalangan
pendidik Indonesia.

Rekrutmen peserta dilakukan dengan berbagai cara memanfaatkan sosial media. Hasil
dari rekrutmen peserta yang berlangsung kurang dari satu bulan tersebut sejumlah 254
dari 22 provinsi se Indonesia dengan distribusi peserta sebagai berikut:

120
Aceh
106 Sumatera Utara
Sumatera Barat
100
Jambi
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
80
Lampung
Jakarta
Banten
60
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
40
Jawa Timur
25 24 Bali
22
19 NTB
20
11 Kalimantan Timur
9
4 3 4 3 5 4 Kalimantan Selatan
2 1 2 2 1 1 2 3
1
Sulawesi Selatan
0
Sulawesi Tenggara
Jambi

Papua
Aceh

Lampung
Sumatera Utara

Jawa Timur
Bali
Jawa Barat

NTB

Sulawesi Tenggara
Sumatera Barat

Kepulauan Riau

Banten

Jawa Tengah

Sulawesi Barat
Maluku
Yogyakarta

Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan

Jakarta

Kalimantan Timur

Sulawesi Selatan

249 Sulawesi Barat


Maluku
Papua
Tahapan rekrutmen peserta tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembagian peserta
tersebut bagi masing-masing mentor untuk dibimbing secara intensif melalui group WA
yang dibentuk oleh masing-masing mentor. Distribusi peserta per mentor dapat penulis
tampilkan sebagai berikut:
No Mentor Provinsi Jumlah

Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Jambi,


1 Sovia Haryati 25
Kepri, Lampung
2 Umi Tira Lestari Jakarta, Banten, Jawa Barat 28
3 Endar Parmasasmita Jawa Tengah 30
4 Mufid Masruhan Jawa Tengah 34
5 Suhaifi Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur 34
6 Crysna Rhani Ningrum Jawa Tengah 33
Jawa Tengah, Kaltim, Kalsel, Sulsel,
7 Khairuddin 40
Sulbar, Sultra
8 Saifullah NTB, Bali, Maluku, Papua 30
JUMLAH 254
Tabel 1. Distribusi peserta untuk masing-masing mentor

Pelatihan diadakan sesuai dengan skema sebagai berikut:


1) Terdapat tiga jenis group Whatsapp yang dibentuk untuk pelatihan, yaitu group
kecil untuk komunikasi dan pembimbingan mentor dan peserta. Selain itu juga
ada group WA yang keseluruhan peserta dan mentor serta instruktur. Sedangkan
mentor punya group WA tersendiri untuk diskusi masalah teknis pelatihan.
2) Pertemuan tatap muka dilakukan melalui video conference WebEx dengan
situsnya webex.com atau seamolec.webex.com setiap selasa malam dan sabtu
malam pukul 19.30 WIB s.d 21.30 WIB sebanyak 8 kali pertemuan.
3) Materi yang diberikan oleh mentor berhubungan dengan social learning network
Edmodo

Group-group kecil yang dibentuk oleh mentor sangat berperan besar dalam membimbing
peserta, group tersebut tidak memiliki batasan waktu, diskusi yang berlangsung dalam
group tersebut bisa dengan suasana yang akrab, saling memberi pendapat. Bahkan mentor
bisa saja bukan menjadi narasumber utama dalam diskusi group kecil tersebut, mengingat
diskusi pada akhirnya tergantung dari pengalaman belajar yang diperoleh oleh peserta.

Berbagai macam kendala dihadapi oleh peserta sendiri diantaranya adalah peserta tidak
fokus dengan pelatihan, karena sifatnya online tidak di suatu lokasi yang sama, banyak
peserta yang memiliki kesibukan lain termasuk berbagai pelatihan lain yang

250
mengharuskan peserta mengikutinya secara langsung, hingga akhirnya perhatian peserta
pada pelatihan online ini terabaikan. Beberapa peserta memiliki minat yang sangat besar,
namun terkendala pada kemampuan komputer yang masih dasar, sehingga menjadi
kendala sendiri manakala memahami istilah komputer yang tinggi. Kendala lain adalah
selisih waktu yang berbeda antara Indonesia Barat, Tengah dan Timur yang membuat
pelatihan ini terasa sangat larut malam bagi guru-guru di timur Indonesia.

Hasil dari pelatihan ini dengan kerjasama instruktur dan mentor, kesiapan instruktur
mengarahkan mentor serta hasil pembimbingan mentor secara intensif pada kelompok-
kelompok kecil di whatssapp, memperoleh lulusan pelatihan kelas maya Batch 3
sebanyak 106 peserta dari 254 peserta yang mengikuti pelatihan, atau sebesar 41,73%
peserta dinyatakan lulus dengan distribusi peserta lulus per provinsi sebagai berikut:
No Provinsi Jumlah
1 Jawa Tengah 43
2 Jawa Timur 10
3 Sulawesi Selatan 9
4 Aceh 8
5 Jawa Barat 8
6 Yogyakarta 6
7 Sulawesi Tenggara 5
8 Maluku 3
9 Jambi 2
10 NTB 2
11 Sulawesi Barat 2
12 Sumatera Barat 1
13 Kepulauan Riau 1
14 Sumatera Selatan 1
15 Lampung 1
16 Banten 1
17 Bali 1
18 Kalimantan Selatan 1
19 Papua 1
20 Sumatera Utara 0

251
No Provinsi Jumlah
21 Jakarta 0
22 Kalimantan Timur 0
Tabel 2. Kelulusan peserta per provinsi

Pola pelatihan kelas maya batch 3 yang diselenggarakan Seamolec mampu


menunjukkan peningkatan minat guru, dosen serta pengawas sekolah untuk mengikuti
pelatihan secara online ini. Hal ini disebabkan oleh kerjasama sinergi antara instruktur
dan mentor dalam mengelola pelatihan ini sejak dari instruktur memberi ruang bagi
alumni-alumni berpotensi di batch 2 untuk menjadi mentor di batch 3. Pola komunikasi
yang baik antara instruktur dan mentor menciptakan context pelatihan yang meliputi
berbagai kebijakan-kebijakan strategis untuk mensukseskan pelatihan kelas maya batch
3 dengan sasaran output lulusan batch 3 lebih ramai dari batch sebelumnya.
Sinergi instruktur dan mentor juga terlihat dalam komunikasi secara digital dengan
memanfaatkan whatssapp mentor. Diskusi-diskusi pada sosial media tersebut sangat
membantu proses pelaksanaan kelas maya batch 3, sehingga para mentor juga memiliki
kewenangan penuh untuk mengelola training pada kelas-kelas kecil masing-masing.
Sinergi harmonis antara instruktur dan mentor menghasilkan lulusan batch 3 melebihi
persentase batch sebelumnya yang kurang 35%, batch 3 menghasilkan lulusan sebesar
41,73%.

Kesuksesan tersebut disebabkan diantaranya karena: (1) komitmen kuat para mentor
untuk sehingga tidak sulit dala penyatuan visi mengelola kelas maya batch 3, (2)
komunikasi yang terbangun harmonis antara instruktur, mentor dalam sosial media,
bahkan tidak jarang Direktur Seameo Pak Gatot Hari Priowirjanto dan Direktur Seamolec
pak Abi Sujak terlibat aktif berdiskusi dengan para mentor dan instruktur, memberi
motivasi dan nasehat serta saran yang membangun kesuksesan pelatihan ini. (3) Seluruh
mentor terlibat aktif, baik dalam membimbing peserta juga memberi gagasan pelaksanaan
pelatihan kelas maya batch 3 seamolec ini. (4) Meski tidak seluruh mentor dalam
menguasai materi secara expert, namun dalam penugasan yang diberikan ke mentor dapat
ditangani oleh para mentor dengan baik. (5) Pola pelatihan menggunakan video
conference WebeX sebagai platform dan kelas diskusi di sosial media whatssapp
dirasakan sangat membantu peserta memahami kelas digital edmodo yang diberikan
sebagai materi pelatihan. (6) Sinergitas antara instruktur dan mentor secara harmonis
adalah kunci kesuksesan pelatihan kelas maya batch 3 Seamolec sehingga menghasilkan
lulusan lebih dari 41% dan lebih baik dari batch 1 dan batch 2.

Sementara kekurangan pelatihan kelas maya bacth 3 ini diantaranya adalah (1) pelatihan
yang dilaksanakan online membuat peserta tidak terlalu fokus pada pelatihan, (2) tidak
semua mentor mampu menjawab dengan lugas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para
peserta di whatssapp sebagai diskusi setelah video conference berlangsung. (3) Waktu
video conference sering kali dirasa tidak cukup jika hanya 2 x 60 menit per pertemuan
dengan kapasitas rerata lebih dari 150 peserta hadir di vicon. (4) kendala internet di
beberapa belahan bumi Indonesia menjadi kendala tersendiri dalam vicon, (5)

252
pelaksanaan vicon pukul 19.30 WIB – 21.30 WIB, dirasakan sudah terlalu larut bagi
peserta di belahan Tengah dan Timur Indonesia.

Penutup. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, penulis memperoleh kesimpulan sebagai
berikut: (1) Pola pelatihan kelas maya batch 3 yang dilaksanakan oleh Seamolec
dilaksanakan berbentuk online dan tatap muka melalui video conference. Komunikasi
antar instruktur dan mentor melalui whatssapp tentang kebijakan pelatihan, penjadwalan,
penugasan serta pola rekrutmen peserta mampu meningkatkan jumlah peserta batch 3
kelas maya seamolec. (2) Pola komunikasi yang baik antara instruktur dan mentor
menciptakan context pelatihan yang meliputi berbagai kebijakan-kebijakan strategis
untuk mensukseskan pelatihan kelas maya batch 3. Sinergi instruktur dan mentor juga
terlihat dalam komunikasi secara digital dengan memanfaatkan whatssapp mentor.

Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberi saran sebagai berikut:
(1) Pihak Seamolec melanjutkan pola yang sudah baik terjalin antara mentor dan
instruktur. Mentor yang direkrut dari relawan guru yang merupakan alumni pelatihan
sebelumnya. (2) Kepada mentor-mentor tersebut, Seamolec hendaknya dapat
mengundang mereka ke seamolec untuk diberikan TOT sebagai penguatan kapasitas
mentor di masa mendatang.

Daftar Pustaka
Mangkunegara, AP. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Campbell. (1989). Riset dalam Efektivitas Organisasi, Terjemahan Sahat Simamora.
Jakarta: Erlangga.
Sofyandi, Herman. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Miles, B.B., dan Huberman, A.M. (2007). Analisa Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Hamalik, Oemar. (2007). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bumi
Aksara.
Soekanto. (1989). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Siagian, Sondang P. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi dan Jabar, Cepi SA. (2004). Evaluasi ProgramPendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara

253
PEMANFAATAN INTERNET UNTUK MENINGKATKAN WAWASAN
SISWA DALAM MENERAPKAN METODE PCP SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS
XII IPA SMA YAPIS MANOKWARI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Oleh: Mirnawati
Guru SMA Yapis Manokwari Papua Barat
mirnaswan70@yahoo.com

ABSTRAK

Fakta yang terjadi pada pembelajaran berbicara siswa kelas XII IPA SMA Yapis
Manokwari belum optimal. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
memanfaatkan internet dalam menerapkan metode Point-Counterpoint (PCP) sebagai
upaya meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya kemampuan berbicara.
Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pemanfaatan internet dalam
menerapkan metode PCP untuk meningkatkan hasil dan pross pembelajaran berbicara
siswa kelas XII IPA SMA Yapis Manokwari tahun pelajaran 2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui teknik tes dan nontes. Instrumen penelitian
menggunakan tes dan nontes. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis
deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil pembelajaran berbicara dengan memanfaatkan internet dalam
menerapkan metode PCP dapat meningkatkan perolehan nilai siswa. Hal ini
dibuktikan nilai rata-rata siswa dari prasiklus 45,5, siklus I 65, siklus II 73,8, dan
siklus III 80,1.Peningkatan hasil pembelajaran ditunjang pula peningkatan proses
pembelajaran. Hasil observasi guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran siklus
I 75%, siklus II 81,25, dan siklus III 93,75%. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
75,25%, siklus II 81,29 dan siklus III 92,25%. Aktivitas siswa dalam pembelajaran
siklus I 69,5%, siklus II 76,5, dan siklus III 85,1%.

Kata Kunci: Berbicara, Point-Counterpoint, Media Internet

PENDAHULUAN
Aspek berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan
generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah kemampuan
berbicara. Tarigan (2008) menjelaskan bahwa berbicara adalah suatu kemampuan
berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang hanya didahului oleh
kemampuan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar
dipelajari.

254
Pembelajaran berbicara bertolak dari acuan Standar Kompetensi (SK) kelas
XII semester I,SK 2: Berbicara (Mengungkapkan gagasan, tanggapan, dan informasi
dalam diskusi) dan (KD) 2.1 Menyampaikan gagasan dan tanggapan dengan alasan yang
logis dalam diskusi. Namun, kenyataan di lapangan kemampuan berbicara siswa masih
rendah. Sebagaian besar siswa belum mampu mencapai potensi ideal dan optimal yang
dimilikinya. Hal ini pula tampak pada siswa kelas XII IPA SMA Yapis Manokwari.
Kemampuan siswa kelas XII IPA SMA Yapis Manokwari, khususnya kemampuan
menyampaikan gagasan dalam diskusi belum sesuai yang diharapkan. Fenomena yang
tampak pada kegiatan pembelajaran berbicara, antara lain (1) aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran berbicara rendah, (2) siswa merasa takut dan malu saat ditugasi
tampil berbicara di depan teman-temannya, (3) siswa kurang mampu mengemukakan
pendapat secara sistematis. Hal ini berdampak rendahnya hasil pembelajaran berbicara
siswa kelas XII IPA SMA Yapis Manokwari. Rata-rata nilai siswa hanya mencapai 45,6
dari KKM yang telah ditentukan yaitu 70.
Setelah peneliti melakukan refleksi penyebab belum optimalnya pencapaian nilai
siswa pada materi berbicara, antara lain: (1) guru kurang tepat dalam menerapkan metode
pembelajaran, (2) guru hanya memanfaatkan media buku teks dalam pembelajaran, (3)
siswa tidak biasa berbeda pendapat, atau berdebat dalam diskusi, (3) pembelajaran masih
didominasi guru dan kurang memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara
mandiri, (4) siswa kurang mampu mengemukakan argumen karena referensi bahan yang
akan dibicarakan terbatas.
Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara siswa adalah metode PCP (Point-Counterpoint). Menurut Zaini (2008: 41)
“penerapan metode PCP dalam pembelajaran sangat baik digunakan untuk melibatkan
peserta didik dalam mendiskusikan isu-isu kompleks secara mendalam. Untuk menunjang
keberhasilan penerapan metode PCP perlu dipadukan dengan menggunakan media
internet.
Media (Criticos, 1996) dalam Daryanto (2010) menjelaskan bahwa media adalah
suatu aspek dalam berkomunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Secara sederhana menurut Sanaky (2011: 2). “Internet
merupakan jaringan global yang menghubungkan beribu bahkan berjuta jaringan
komputer (local/wide ared network) dan komputer pribadi (stand alone), yang
memungkinkan setiap komputer yang terhubung kepadanya bisa terhubung satu sama
lain"
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pemanfaatan internet dalam
menerapkan metode PCP untuk meningkatkan hasil pembelajaran berbicara siswa kelas
XII IPA SMA Yapis Manokwari tahun pelajaran 2016/2017, (2) mendeskripsikan
pemanfaatan internet dalam menerapkan metode PCP untuk meningkatkan proses
pembelajaran berbicara siswa kelas XII IPA SMA Yapis Manokwari tahun pelajaran
2016/2017.

Metode Penelitian
Metode dan jenis penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang
pemfokusannya dilaksanakan dalam kegiatan di kelas. Empat aspek pokok dalam PTK,
yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting).

255
Pelaksanaan keempat aspek pokok dalam PTK tersebut menggunakan desain
PTK model Kemmis dan Taggart dalam Ghoni (2008: 64-65) mengatakan PTK model
Kemmis dan Taggart adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin.
Penelitian ini dilakukan di SMA Yapis Manokwari kelas XII IPA tahun pelajaran
2016/2017. Jumlah siswa 32, laki-laki berjumlah 17 siswa dan perempuan berjumlah 15
siswa. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu bulan Juli sampai dengan bulan
Oktober 2016 dengan fokus utama adalah meningkatkan proses dan hasil pembelajaran
berbicara.
Penelitan ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu teknik
tes dan teknik nontes. Tes awal dilakukan sekali pada awal sebelum pelaksanaan
tindakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berbicara. Setelah itu pada akhir
setiap siklus yang dilaksanakan diadakan tes akhir.
Ada lima aspek pokok yang dijadikan kriteria penilaian berbicara, yaitu: (1)
keakuratan gagasan, (2) kemampuan berargumentasi (3) kelancaran berbicara, (4)
gestur/ekspresi, (5) keruntutan.
Prosedur yang akan ditempuh dalam penelitian tindakan ini secara lebih rinci akan
dijelaskan sebagai berikut: Pembelajaran berbicara di rencanakan sampai 2 siklus. Tiap
siklus terdiri atas dua pertemuan. Dalam setiap siklus terdapat empat fase, yaitu (1)
merencanakan PTK (plenning), (2) melaksanakan PTK (acting), (3) melakukan observasi
(obseving), dan (4) melakukan refleksi (reflecting).
Pada tahap perencanaan langkah awal yang dilakukan adalah (1) menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan program kerja guru dalam
melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan, (2) menetapkan materi ajar, (3)
menyusun skenario pembelajaran dengan metode PCP dengan memanfaatkan media
internet., (4) membuat instrumen nontes yang akan digunakan, (5) menyiapkan
pedoman skoring.
Tindakan merupakan pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah
dipersiapkan. Tindakan yang akan dilakukan secara garis besar adalah pembelajaran
berbicara dengan menggunakan metode PCP dengan memanfaatkan media internet.
Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan
menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Pengamatan dilakukan oleh observer.
Pengamatan dilakukan terhadap guru meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
dan pelaksanaan pembelajaran metode PCP dengan memanfaatkan media internet.
Pengamatan terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam
pembelajaran.
Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diperoleh. Hasil analisis data
yang telah ada dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang
ingin dicapai. Refleksi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah atau
belum terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi digunakan untuk
menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya untuk menghasilkan perbaikan pada siklus
berikutnya.
Instrumen Penelitian yang digunakan adalah 1) pedoman observasi digunakan
untuk menjaring data dalam proses belajar mengajar. Observasi ini berupa interaksi guru
terhadap siswa, siswa terhadap temannya, dan siswa terhadap bahan pembelajaran, 2)
pedoman wawancara dipergunakan untuk mengetahui minat, kesulitan ataupun
saran-saran terhadap metode pembelajaran PCP dengan media internet, 3)

256
Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung sebagai bukti pelaksanaan
pembelajaran yang meliputi: RPP, leger nilai, data hasil observasi, foto proses belajar
mengajar.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah nilai kemampuan
siswa berbicara pada setiap siklus. Nilai pada masing-masing siklus dihitung jumlahnya
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Jumlah nilai keseluruhan (total nilai yang didapat siswa)


2. Rata-rata nilai pada siswa (total nilai siswa dibagi jumlah siswa)
3. Berapa % yang mencapai KKM

Jumlah yang mencapai KKM


X= x 100
jumlah seluruh siswa
4. Berapa % yang tidak mencapai KKM
Jumlah yang tidak mencapai KKM
X= x 100
jumlah seluruh siswa

Dari semua siklus yang telah dilakukan maka dapat dikatakan berhasil apabila
prestasi belajar siswa meningkat dan didukung pula peningkatan hasil observasi. Kriteria
penilaian tes berbicara dan nontes dapat dikategorikan sebagai berikut: Prestasi belajar
siswa dikatakan berhasil jika 85% siswa pada akhir siklus telah mencapai 70 (KKM). Hal
tersebut sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh
SMA Yapis Manokwari untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas XII. Kriteria
penilaian nontes (observasi guru dan siswa) dikategorikan berhasil jika sekurang-
kurangnya berada pada kategori baik.

Hasil dan Pembahasan Penelitian


Berdasarkan hasil tes awal tanggal 15 Agustus 2016 diketahui kemampuan
berbicara siswa SMA Yapis Manokwari masih rendah. Hasil tes kemampuan
berbicara prasiklus belum ada siswa mencapai KKM yang telah ditentukan. Nilai rata-
rata kelas 45,5. Nilai tertinggi 62 dan terendah 34, persentase ketuntasan 0,00%.

257
Grafik 1. Kemampuan Berbicara Siswa Prasiklus

100.00%
80%

0.00% 20%
0.00%
0.00%
Sangat Baik Baik
Cukup
Kurang

Grafik 1 menunjukkan kemampuan siswa dalam berbicara prasiklus kategori


cukup 20%, kategori kurang 80%, kategori baik dan sangat baik belum ada siswa
yang mencapainya atau 0,00%.
Berdasarkan perolehan hasil pembelajaran berbicara prasiklus, peneliti
merencanakan melakukan tindakan dengan memanfaatkan internet dalam
menerapkan motode PCP sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbicara siswa
kelas XII IPA SMA Yapis Manokwari.

Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan
pertama pada hari Kamis, 18 Agustus 2016, pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Senin, 29 Agustus 2016. Tindakan siklus I meliputi (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Berikut ini, dijelaskan kegiatan yang
dilakukan setiap fase dalam siklus penelitian.
Pada tahap perencanaan langkah awal yang dilakukan adalah (1) menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (2) menetapkan materi ajar, (3) menyusun
skenario pembelajaran dengan metode PCP dengan memanfaatkan media internet, (4)
membuat instrumen nontes, (5) menyiapkan pedoman skoring, dan (6) menyusun
pedoman wawancara.
Tindakan yang akan dilakukan secara garis besar adalah pembelajaran
berbicara menggunakan metode PCP dengan memanfaatkan internet. Langkah-langkah
pelaksanaan pembelajaran dijelaskan sebagai berikut:

Pertemuan ke-1
1) Kegiatan awal
Kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran adalah mengkondisikan siswa
dengan memberi salam, berdoa dan mengabsen siswa. Langkah selanjutnya adalah
membangkitkan motivasi belajar siswa dengan melakukan apersepsi dengan
mengarahkan siswa pada materi pelajaran melalui tanya jawab. Setelah itu guru
menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran.
2) Kegiatan Inti
a) Kegiatan Inti 1
1) Guru menjelaskan materi pembelajaran berbicara dalam hal ini menyampaikan
gagasan dan tanggapan yang logis dalam diskusi.

258
2) Guru menjelaskan langkah-langkah dalam mengemukakan pendapat dengan
alasan yang logis.
3) Guru memberikan contoh gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
4) Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan contoh yang lain
tentang gagasan dan tanggapan yang logis dalam diskusi.
b) Kegiatan Inti 2
1) Guru dan siswa mengidentifikasi isu-isu yang menimbulkan banyak perspektif.
2) Isu yang akan dijadikan topik debat adalah tentang “Pemukulan terhadap Guru”
.
3) Siswa dikelompokkan ke dalam 6 kelompok sesuai perpektif isu yang telah
ditentukan, yaitu kelompok; orang tua, guru (korban), siswa, masyarakat, KPAI,
dan masyarakat.
4) Guru memberi petunjuk pembelajaran yang akan dilaksanakan.
a) Kegiatan Inti 3
1) Siswa duduk sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan.
2) Tiap kelompok menyiapkan argumen-argumen sesuai dengan pandangan yang
diwakili kelompoknya dengan memanfaatkan internet.
3) Tiap kelompok mendiskusikan argumen-argumen yang melandasi sudut
pandang masing-masing kelompok.
4) Setelah siswa menyiapkan argumen-argumen, guru menugaskan siswa untuk
duduk berdekatan dengan rekan-rekan satu kelompok.
3) Kegiatan Penutup
(1) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
(2) Guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah berlangsung.
(3) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa pertemuan selanjutnya adalah
melaksanakan debat sesuai perpektif masing-masing kelompok.
(4) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa, dan mengucapkan salam.
Pertemuan ke-2
1) Kegiatan awal
Kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran adalah mengkondisikan siswa
dengan memberi salam, berdoa dan mengabsen siswa. Langkah selanjutnya adalah
membangkitkan motivasi belajar siswa. Setelah itu guru mengondisikan siswa untuk
siap belajar.
2) Kegiatan Inti
a) Kegiatan Inti 1
1) Guru menjelaskan materi yang belum dipahami siswa.
2) Guru menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berdiskusi.
3) Guru memberikan contoh gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
4) Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan contoh-contoh yang
lain tentang gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
b) Kegiatan Inti 2
1) Siswa duduk sesuai kelompok perpektif yang telah ditentukan, yaitu kelompok;
orang tua, guru (korban), siswa, masyarakat, KPAI, masyarakat.
2) Guru menegaskan kembali tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan.
c) Kegiatan Inti 3

259
1) Kegitan debat dimulai dengan mempersilakan wakil dari kelompok “Orang
Tua” untuk menyampaikan argumen sesuai dengan pandangan yang diwakili
kelompoknya.
2) Siswa atau kelompok lain memberikan tanggapan, bantahan atau koreksi perihal
isu yang sama.
3) Setelah salah seorang peserta menyampaikan satu argumen sesuai dengan
pandangan yang diwakili oleh kelompoknya, kelook lain memberikan
tanggapan, bantahan atau koreksi perihal isu yang sama.
4) Siswa dengan bimbingan guru merangkum debat yang baru saja dilaksanakan
dengan mencari titik temu dari argumen-argumen yang muncul.
3) Kegiatan Penutup
1) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
2) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa dan mengucapkan salam.

Observasi dan Evaluasi


a) Hasil Observasi Guru dalam Rencana Pelaksanaan PembelajaranSiklus
I
Tabel 1. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Rencana
PelaksanaanPembelajaran
Siklus I
No Rencana Pelaksanaan Pembejaran (RPP) Perolehan Skor
1 Perumusan Tujuan Pembelajaran 4
2 Pemilihan bahan belajar atau materi pelajaran 2
3 Pemilihan strategi dan metode pembelajaran 3
4 Pelaksanaan evaluasi 3
Jumlah 12
Skor Maksimal 16
Rata-rata 75%
Tabel hasil observasi guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran pada
siklus I; total skor perolehan berjumlah 12 atau 75% dengan kategori baik.
2) Hasil Observasi Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
Fokus pengamatan adalah aktivitas guru dalam pembelajaran. Hasil pengamatan
observer tentang aktivitas guru pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus
I
No Kegiatan Belajar Mengajar Perolehan Skor
A PENDAHULUAN 10
B KEGIATAN INTI
1 Penguasaan Materi Pembelajaran 17
2 Pendekatan/Strategi Pembelajaran 22
3 Pemanfaatan Sumber Belajar 10
4 Pembelajaran yang Memicu Keterlibatan Siswa 13

260
5 Penilaian Proses dan Hasil Belajar 8
6 Penggunaan Bahasa 9
C PENUTUP 6
D EVALUASI 14
Jumlah 112
Skor Maksimal 155
Rata-rata 72,25%

Beradasarka tabel 2 dapat dijelaskan bahwa akumulasi dari pengamatan observer


tentang aktivitas guru dalam pembelajaran pada siklus I Skor keseluruhan 112 atau
72,25%.
3) Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
Hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1
NO INDIKATOR / ASPEK YANG DIAMATI SKOR
A Prapembelajaran 8
B Penguasaan materi pembelajaran 14
2
C Pendekatan/strategi pembelajaran 22
3
D Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran 11
4
E Pembelajaran yang memicu keterlibatan siswa 11
5
F Penilaian proses dan hasil belajar 8
G Penggunaan bahasa 7
H Penutup 8
Total Skor 89/128
Rata-rata 69,5%

Akumulasi dari pengamatan observer tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran


pada siklus I. Skor keseluruhan 89 atau 69,5% kategori cukup.
Evaluasi Siklus I
Hasil evaluasi tindakan siklus I adalah hasil tes kemampuan berbicara siswa.
Kriteria penilaiannya meliputi (1) keakuratan gagasan, (2) kemampuan
berargumentasi, (3) kelancaran berbicara, (4) gestur/ekspresi, (5) keruntutan. Nilai
tertinggi 77 dan terendah 50. Siswa yang berhasil mencapai KKM 16 siswa atau
58%%. Rata-rata nilai keseluruhan 65.

261
Refleksi Pembelajaran Siklus I
RPP siklus I sudah memenuhi aspek harus yang dicantumkan dalam RPP,
namun bahan ajar masih perlu disusun lebih sistematis. Pada pembelajaran siklus I
materi yang diberikan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa sehingga mudah
dipahami siswa. contoh-contoh tanggapan dan aspek yang perlu diperhatikan dalam
memberikan tanggapan disampaikan secara jelas, selain itu siswa lebih antusias
belajar dengan memanfaatkan internet. Namun, dalam pelaksanaan pembelajaran
masih perlu memperhatikan implementasi dan alokasi waktu yang telah ditentukan.
Selain itu, pembagian kelompok harus lebih heterogen.
Refleksi aktivitas siswa dalam pembelajaran berbicara siklus I hanya
tergolong cukup. Hal ini karena siswa siswa belum terbiasa melaksanakan
pembelajaran dengan metode PCP dengan memanfaatkan internet.
Refleksi kegagalan siswa yang belum berhasil karena siswa masih kesulitan
dalam menyampaikan gagasan atau tanggapan secara runtut dan belum konsisten
dalam mempertahankan argumen sesuai kelompok yang diwakili. Selain itu gesture
masih kurang mendukung.

Tindakan Siklus II
Tindakan siklus II ini dilakukan karena pembelajaran pada tindakan siklus I
belum berhasil. Setelah dilaksanakan pembelajaran pada siklus I, dilakukan refleksi
dan mengacu kepada data-data pada siklus tersebut serta dari hasil pengamatan
observer, lalu dilakukan perbaikan-perbaikan kemudian dilakukan persiapan untuk
pelaksanaan siklus II. Tindakan siklus II meliputi (1) perencanaan, (2) pelaksanaan,
(3) pengamatan, (4) refleksi. Pembelajaran siklus II pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari Kamis 25 Agustus 2016, pertemuan kedua pada hari Senin, 29 Agustus
2016.
Perencanaan pembelajaran pada siklus II sama dengan perencanaan pada
siklus I, namun pelaksanaan pembelajaran diawali dengan memperbaiki kelemahan
yang ditemukan selama siklus I. Perencanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II
adalah sebagai berikut:
Pada tahap perencanaan hal yang dilakukan adalah (1) menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan program kerja guru dalam
melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan, (2) menetapkan materi ajar, (3)
menyusun skenario pembelajaran dengan metode PCP dengan memanfaatkan media
internet, (4) membuat instrumen nontes yang akan digunakan, (5) menyiapkan
pedoman skoring.

Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang akan dilakukan secara garis besar adalah pembelajaran berbicara
dengan menggunakan metode PCP dengan memanfaatkan internet. Langkah-langkah
pelaksanaan pembelajaran di jelaskan sebagai berikut:

262
Pertemuan ke-1
1) Kegiatan awal
Kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran adalah mengkondisikan siswa
dengan memberi salam, berdoa dan mengabsen siswa. Langkah selanjutnya adalah
membangkitkan motivasi siswa dengan melakukan apersepsi dengan melakukan tanya
jawab tentang materi sebelumnya. Setelah itu guru menginformasikan materi dan tujuan
pembelajaran.
1) Kegiatan Inti
a) Kegiatan Inti 1
1. Guru menjelaskan materi pembelajaran yang belum dipahami siswa.
2. Guru menjelaskan langkah-langkah dalam mengemukakan pendapat dengan
alasan yang logis.
3. Guru memberikan contoh gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
4. Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan contoh yang lain
tentang gagasan dan tanggapan yang logis dalam diskusi.
b) Kegiatan Inti 2
1) Guru dan siswa mengidentifikasi isu-isu yang menimbulkan banyak perspektif.
2) Isu yang akan dijadikan topik debat adalah tentang “Full Day School” .
3) Siswa dikelompokkan ke dalam 6 kelompok sesuai perpektif isu yang telah
ditentukan, yaitu kelompok; masyarakat, orang tua, guru, siswa, pemerintah,
KPAI
4) Pembagian kelompok dilakukan secara acak dengan mempertimbangkan hasil
pembelajaran pada siklus I.
5) Guru memberi petunjuk pembelajaran yang akan dilaksanakan.
a) Kegiatan Inti 3
1) Siswa duduk sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan.
2) Tiap kelompok mendiskusikan argumen-argumen yang melandasi sudut
pandang masing-masing kelompok.
3) Tiap kelompok menyiapkan argumen-argumen sesuai dengan pandangan yang
diwakili kelompoknya dengan memanfaatkan internet.
4) Setelah siswa menyiapkan argumen-argumen, guru menugaskan siswa untuk
duduk berdekatan dengan rekan-rekan satu kelompok.

3) Kegiatan Penutup
1) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
2) Guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah berlangsung.
3) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa pertemuan selanjutnya adalah
melaksanakan debat sesuai perpektif masing-masing kelompok.
4) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa, dan mengucapkan salam.
Pertemuan ke-2
1) Kegiatan awal
Kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran adalah mengkondisikan siswa
dengan memberi salam, berdoa dan mengabsen siswa. Langkah selanjutnya adalah
membangkitkan motivasi belajar siswa dengan melakukan apersepsi dengan
menggiring siswa pada materi pelajaran melalui tanya jawab. Setelah itu guru
menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran.

263
2) Kegiatan Inti
a) Kegiatan Inti 1
1) Guru menjelaskan materi yang belum dipahami siswa.
2) Guru menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengemukakan
pendapat.
3) Guru memberikan contoh gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
4) Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan contoh-contoh yang
lain tentang gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
5) Guru menegaskan kepada setiap kelompok untuk memberikan argumen-
argumen sesuai kelompok yang diwakili.
b) Kegiatan Inti 2
1) Siswa duduk sesuai kelompok perpektif yang telah ditentukan, yaitu kelompok;
masyarakat, orang tua, guru, siswa, pemerintah, KPAI.
2) Guru menjelaskan kembali tentang skenario pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
3) Guru menegaskan kepada setiap kelompok untuk memberikan argumen-
argumen sesuai kelompok yang diwakili.
4) Kegiatan Inti 3
1) Kegitan debat dimulai dengan mempersilakan wakil dari kelompok
“Masyarakat” untuk menyampaikan argumen sesuai dengan pandangan yang
diwakili kelompoknya.
2) Siswa atau kelompok lain memberikan tanggapan, bantahan atau koreksi perihal
isu yang sama.
3) Setelah salah seorang peserta menyampaikan satu argumen sesuai dengan
pandangan yang diwakili oleh kelompoknya, mintalah tanggapan, bantahan atau
koreksi dari kelompok yang lain perihal isu yang sama.
4) Siswa dengan bimbingan guru merangkum debat yang baru saja dilaksanakan
dengan mencari titik temu dari argumen-argumen yang muncul.

3) Kegiatan Penutup
1) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
2) Guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah berlangsung.
3) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa, dan mengucapkan salam.
Observasi dan Evaluasi Siklus II
1) Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus II
Data dari pengamatan observer tentang aktivitas guru pada siklus II dapat dilihat
pada tabel berikut.

264
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Rencana
PelaksanaanPembelajaran Siklus II
No Rencana Pelaksanaan Pembejaran (RPP) Perolehan Skor
1 Perumusan tujuan pembelajaran 4
2 Pemilihan bahan belajar atau materi pelajaran 3
2 Pemilihan strategi dan metode pembelajaran 3
4 Pelaksanaan evaluasi 3
Jumlah 13
Skor Maksimal 16
Rata-rata 81,25%

Tabel hasil observasi guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran pada


siklus II; Total skor perolehan sebesar 13 atau 81,25% dengan kategori sangar baik.
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
Saat berlangsung proses pembelajaran siklus II observer melakukan
pengamatan dengan mengisi format instrumen aktivitas guru dalam pembelajaran
yang telah disiapkan sebelumnya oleh guru peneliti. Hasil dari pengamatan telah
dirangkum serta disajikan sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus II


No Kegiatan Belajar Mengajar Perolehan Skor
A PENDAHULUAN 11
B KEGIATAN INTI
1 Penguasaan Materi Pembelajaran 21
2 Pendekatan/Strategi Pembelajaran 28
3 Pemanfaatan Sumber Belajar 11
4 Pembelajaran yang Memicu Keterlibatan Siswa 14
5 Penilaian Proses dan Hasil Belajar 9
6 Penggunaan Bahasa 9
C PENUTUP 7
D EVALUASI 16
Jumlah 126
Skor Maksimal 155
Rata-rata 81,29%

Tabel tersebut memuat aspek-aspek penilaian kinerja guru dalam pembelajaran.


Skor keseluruhan 126 atau 81,29%. Hal ini dapat pula dilihat pada tabel berikut
3) Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus II
Hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat dilihat pada tabel
berikut.

265
Tabel 6. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus II
NO INDIKATOR / ASPEK YANG DIAMATI SKOR
A Prapembelajaran 9
B Penguasaan materi pembelajaran 15
2
C Pendekatan/strategi pembelajaran 25
3
D Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran 13
4
E Pembelajaran yang memicu keterlibatan siswa 13
5
F Penilaian proses dan hasil belajar 8
G Penggunaan bahasa 7
H Penutup 8
Total Skor 98/128
Rata-rata 76,5%

Pada siklus II observasi dilakukan selama proses pembelajaran dengan metode


PCP dengan memanfaatkan internet. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa
aktivitas siswa dalam pembelajaran mencapai 76,5%. Hal ini dapat pula dilihat pada
tabel berikut.

Evaluasi Siklus II
Hasil evaluasi tindakan siklus II adalah hasil kemampuan berbicara siswa
setelah dilaksanakan perbaikan-perbaikan pembelajaran. Kriteria penilaiannya
masih sama, yaitu meliputi lima aspek, (1) keakuratan gagasan, (2) kemampuan
berargumentasi (3) kelancaran berbicara, (4) gestur/ekspresi, (5) keruntutan.
Kemampuan berbicara siswa pada siklus II mendapat nilai rata -rata 73,8. Siswa
yang sudah tuntas 23 siswa atau 74,1%.

Refleksi Pembelajaran Siklus II


Refleksi RPP siklus II sudah memenuhi aspek yang harus ada dalam RPP,
langkah-langkah pembelajaran lebih spesifik sehingga pemanfaatan waktu lebih
efisien. Pada pembelajaran siklus II guru menciptakan suasana kompetisi antarsiswa
sehingga siswa lebih termotivasi menyelesaikan tugas. Topik pembelajaran lebih
menantang sehingga siswa lebih antusias. Selain itu pembagian kelompok dengan
memperhatikan karakteristik tiap siswa sangat membantu dalam bekerja sama dalam
membangun argumen. Pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai alokasi waktu yang
telah ditentukan. Aktivitas siswa dalam pembelajaran berbicara siklus II tergolong
baik. Hal ini karena siswa mulai terbiasa melaksanakan pembelajaran dengan
metode PCP. Siswa terlihat bersemangat dalam memanfaatkan internet ketika

266
belajar. Selain itu, siswa mulai menujukkan sikap terbuka kepada sesama anggota
kelompok.
Hasil evaluasi siklus II diperoleh nilai rata-rata kelas 73,8. Nilai ini masuk
dalam kategori baik. Refleksi kegagalan siswa yang belum berhasil karena
kemampuan dalam berargumen belum maksimal, kelancaran berbicara masih
kurang.

Tindakan Siklus III


Tindakan siklus III ini dilakukan karena pembelajaran pada tindakan siklus
II belum berhasil. Setelah dilaksanakan pembelajaran pada siklus II, dilakukan
refleksi dan mengacu kepada data-data pada siklus tersebut serta dari hasil
pengamatan observer, lalu dilakukan perbaikan-perbaikan kemudian dilakukan
persiapan untuk pelaksanaan siklus III. Tindakan siklus II meliputi (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Pembelajaran siklus III pertemuan
pertama dilaksanakan pada hari Kamis 8 September 2016, pertemuan kedua pada
hari Kamis 15 September 2016.
Perencanaan tindakan yang dilakukan pada siklus III adalah sebagai berikut:
(1) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan program
kerja guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan,
(2) Menetapkan materi ajar,
(3) Menyusun skenario pembelajaran dengan metode PCP dengan media internet,
(4) Membuat instrumen nontes yang akan digunakan,
(5) Menyiapkan pedoman skoring.
Tindakan merupakan pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah
dipersiapkan. Tindakan yang akan dilakukan secara garis besar adalah pembelajaran
berbicara dengan menggunakan metode PCP (Point-Counterpoint) dengan
memanfaatkan internet. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran di jelaskan sebagai
berikut.

Pertemuan ke-1
a) Kegiatan awal
Kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran adalah mengkondisikan siswa
dengan memberi salam, berdoa dan mengabsen siswa. Langkah selanjutnya adalah
membangkitkan motivasi belajar siswa dengan melakukan apersepsi dengan
melakukan tanya jawab tentang materi sebelumnya. Setelah itu guru menginformasikan
materi dan tujuan pembelajaran.
3) Kegiatan Inti
a) Kegiatan Inti 1
1. Guru menjelaskan materi pembelajaran yang belum dipahami siswa.
2. Guru menjelaskan langkah-langkah dalam mengemukakan pendapat dengan
alasan yang logis.
3. Guru memberikan contoh gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
4. Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan contoh yang lain
tentang gagasan dan tanggapan yang logis dalam diskusi.
b) Kegiatan Inti 2

267
1. Guru dan siswa mengidentifikasi isu-isu yang menimbulkan banyak perspektif.
2. Isu yang akan dijadikan topik debat adalah tentang “Media Sosial” .
3. Siswa dikelompokkan ke dalam 6 kelompok sesuai perpektif isu yang telah
ditentukan, yaitu kelompok; pemerintah, penegak hukum, pihak produsen,
pengguna 1 (dewasa), pengguna 2 (remaja/anak-anak), KPAI.
4. Guru memberi petunjuk pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b) Kegiatan Inti 3
1. Siswa duduk sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan.
2. Tiap kelompok mendiskusikan argumen-argumen yang melandasi sudut
pandang masing-masing kelompok.
3. Tiap kelompok menyiapkan argumen-argumen sesuai dengan pandangan yang
diwakili kelompoknya dengan memanfaatkan internet.
4. Setelah siswa menyiapkan argumen-argumen, guru menugaskan siswa untuk
duduk berdekatan dengan rekan-rekan satu kelompok.
3) Kegiatan Penutup
(1) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
(2) Guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah berlangsung.
(3) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa pertemuan selanjutnya adalah
melaksanakan debat sesuai perpektif masing-masing kelompok.
(4) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa, dan mengucapkan salam.
Pertemuan ke-2
b) Kegiatan awal
Kegiatan yang dilakukan di awal pembelajaran adalah mengkondisikan siswa
dengan memberi salam, berdoa dan mengabsen siswa. Langkah selanjutnya adalah
membangkitkan motivasi belajar siswa dengan melakukan apersepsi dengan
menggiring siswa pada materi pelajaran melalui tanya jawab. Setelah itu guru
menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran.
c) Kegiatan Inti
a) Kegiatan Inti 1
1) Guru menjelaskan materi yang belum dipahami siswa.
2) Guru menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengemukakan
pendapat.
3) Guru memberikan contoh gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
4) Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan contoh-contoh yang
lain tentang gagasan dan tanggapan dalam diskusi.
b) Kegiatan Inti 2
1) Siswa duduk sesuai kelompok perpektif yang telah ditentukan, yaitu kelompok;
pemerintah, penegak hukum, pihak produsen, pengguna 1 (dewasa), pengguna 2
(remaja/anak-anak), KPAI.
2) Guru menegaskan kembali tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan.
5) Kegiatan Inti 3
1) Kegitan debat dimulai dengan mempersilahan wakil dari kelompok “pengguna
dewasa” untuk menyampaikan argumen sesuai dengan pandangan yang diwakili
kelompoknya.

268
2) Siswa atau kelompok lain memberikan tanggapan, bantahan atau koreksi perihal
isu yang sama.
3) Setelah salah seorang peserta menyampaikan satu argumen sesuai dengan
pandangan yang diwakili oleh kelompoknya, memberikan tanggapan, bantahan
atau koreksi dari kelompok yang lain perihal isu yang sama.
4) Siswa dengan bimbingan guru merangkum debat yang baru saja dilaksanakan
dengan mencari titik temu dari argumen-argumen yang muncul.
3) Kegiatan Penutup
a) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
b) Guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah berlangsung.
c) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa, dan mengucapkan salam.

Observasi dan Evaluasi Siklus III


Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi terhadap
semua aktivitas guru dan siswa. Selain itu, setelah pembelajaran dilakukan
wawancara dengan siswa di luar jam pelajaran setelah mengetahui hasil tes siklus II.
1) Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Siklus III

Tabel 7
Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Rencana PelaksanaanPembelajaran Siklus
III
No Rencana Pelaksanaan Pembejaran (RPP) Perolehan Skor

1 Perumusan tujuan pembelajaran 4


2 Pemilihan bahan belajar atau materi pelajaran 3
3 Pemilihan strategi dan metode pembelajaran 4
4 Pelaksanaan evaluasi 4
Jumlah 15
Skor Maksimal 16
Rata-rata 93,75%

Hasil observasi aktivitas guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran pada


siklus III jumlah keseluruhan sebesar 15 atau 93,75%. Dengan kategori sangat baik.

2) Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III


Akumulasi dari pengamatan observer tentang aktivitas guru dalam pembelajaran
pada siklus III adalah skor keseluruhan 143 atau 92,25% . Hal ini dapat pula dilihat
pada tabel berikut.

269
Tabel 8. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus III
No Kegiatan Belajar Mengajar Perolehan Skor
A PENDAHULUAN 14
B KEGIATAN INTI
1 Penguasaan Materi Pembelajaran 23
2 Pendekatan/Strategi Pembelajaran 32
3 Pemanfaatan Sumber Belajar 14
4 Pembelajaran yang Memicu Keterlibatan Siswa 14
5 Penilaian Proses dan Hasil Belajar 9
6 Penggunaan Bahasa 9
C PENUTUP 9
D EVALUASI 19
Jumlah 143
Skor Maksimal 155
Rata-rata 92,25%

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa akumulasi dari pengamatan observer
tentang aktivitas guru dalam pembelajaran pada siklus III adalah skor keseluruhan 143
atau 92,25% dengan kategori sangat baik.
3) Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa aktivitas siswa dalam
pembelajaran mencapai 85,1% dengan kategori sangat baik.
Tabel 9. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus III
NO INDIKATOR / ASPEK YANG DIAMATI SKOR
A Prapembelajaran 10
B Penguasaan materi pembelajaran 18
2
C Pendekatan/strategi pembelajaran 27
3
D Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran 15
4
E Pembelajaran yang memicu keterlibatan siswa 14
5
F Penilaian proses dan hasil belajar 9
G Penggunaan bahasa 8
H Penutup 8
Total Skor 109/128
Rata-rata 85,1%

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa aktivitas siswa dalam

270
pembelajaran skor perolehan 109 dan mencapai 85,1% dengan kategori sangat baik.

Evaluasi Siklus III


Hasil evaluasi tindakan siklus III adalah hasil tes kemampuan berbicara
meliputi lima aspek, (1) keakuratan gagasan, (2) kemampuan berargumentasi (3)
kelancaran berbicara, (4) gestur/ekspresi, (5) keruntutan. Skor kemampuan
berbicara siklus III. Nilai teringgi 95 dan terendah 70. Rata-rata nilai keseluruhan 80,1.
Siswa yang sudah tuntas 32 atau 100%.

Refleksi Pembelajaran Siklus III


RPP siklus III tujuan dan langkah-langkah pembelajaran sudah fokus dan
terperinci secara spesifik. Refleksi terhadap kegiatan guru dalam pembelajaran
sudah sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan prestasi belajar yang meningkat
mulai dari prasiklus ke siklus I hingga siklus III. Pembelajaran dengan menggunakan
metode PCP dapat dikemukakan bahwa implementasi pembelajaran sudah sesuai dengan
alokasi waktu yang telah ditentukan. Selain itu, siswa dapat memenuhi aspek-aspek yang
harus dinilai dalam berbicara, yaitu keakuratan gagasan, kemampuan berargumentasi,
kelancaran berbicara, gestur/ekspresi, dan keruntutan. Hasil observasi pengamat
menunjukkan bahwa siswa sangat antusias dalam mengikuti tahap-tahap
pembelajaran. Siswa sudah berani memberikan tanggapan terhadap kelompok lain,
argumentasi-argumentasi yang disampaikan mulai runtut, dan kerja sama kelompok
terjalin dengan baik. Berdasarkan hasil tes kemampuan berbicara pada siklus III
diketahui bahwa pembelajaran menggunakan metode PCP dengan memanfaatkan
internet nilai rata-rata siswa 80,1% dengan taraf ketuntasan klasikal 100%.

Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan permasalahan maka pembahasan dalam penelitian ini adalah
tentang peningkatan hasil pembelajaran berbicara dan peningkatan proses pembelajaran
menggunakan metode PCP dengan memanfaatkan internet.
Peningkatan hasil pembelajaran dibuktikan dengan perolehan nilai siswa dari
prasiklus, siklus I, siklus II, dan Siklus III.

271
Grafik 2. Peningkatan Hasil Pembelajaran Berbicara Siswa
Prasiklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III

90.0% 80.1%
73.8%
80.0%
65.0%
70.0%
60.0%
45.5%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
Prasiklus Siklus I Siklus II Siklus III

Hasil pembelajaran berbicara setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini


dibuktikan dengan perolehan nilai siswa pada grafik 2. Prasiklus 45,5% siklus I
65,0%, siklus II 73,8%, dan Siklus III 80,1%.
Peningkatan proses pembelajaran dibuktikan dengan hasil observasi terhadap
guru, dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran siklus I, siklus II, siklus III
dan peningkatan aktivitas siswa.
Aktivitas guru pada rencana pelaksaaan pembelajaran (RPP) pada setiap siklus
dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 3. Peningkatan Aktivitas Guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus I,Siklus II, dan Siklus III

100% 75% 93.75%


81.25%

50%

0%
Siklus II
Siklus II
Siklus III

Berdasarkan grafik 3 di atas dapat dilihat adanya peningkatan yang cukup


signifikan aktivitas guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada siklus I nilai
RPP 75%, siklus II 81,25, dan siklus III 93,75%. Jadi dapat disimpulkan terjadi

272
peningkatan dalam setiap siklus.
Penilaian aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran juga meningkat. Hal
ini dapat dilihat pada grafik berikut
Grafik 4
Peningkatan Kinerja Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Siklus I, Siklus II, dan Siklus III

100.00% 92.25%
90.00% 81.29%
80.00% 72.25%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Siklus I Siklus II Siklus III

Berdasarkan grafik 4 dapat dilihat adanya peningkatan yang cukup signifikan


kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Pada siklus I 72,25%, siklus II 81,29,
siklus III 92,25.
Penilaian aktivitas siswa dalam pembelajaran juga meningkat. Hal ini dapat
dilihat pada grafik berikut.
Grafik 5. Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Siklus I, Siklus II, dan Siklus III

100.0%
69.5% 76.5% 85.1%

50.0%

0.0%
Siklus I
Siklus II
Siklus III

273
Berdasarkan grafik 5 dapat dilihat adanya peningkatan aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Pada siklus I 69,5%, siklus II 76,5, dan siklus III 85,1%.

Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hasil pembelajaran berbicara dengan memanfaatkan internet dalam menerapkan
metode PCP dapat meningkatkan hasil pembelajaran berbicara siswa. Hal ini
dibuktikan dengan perolehan nilai siswa dari prasiklus 45,5%, siklus I 65,0%, siklus
II 73,8%, dan siklus III 80,1%.
Peningkatan hasil pembelajaran ditunjang pula peningkatan proses
pembelajaran. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil observasi guru dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran siklus I 75% kategori baik, siklus II 81,25, kategori sangat
baik dan siklus III 93,75% kategori sangat baik. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus
I 72,25% kategori , siklus II 81,29 dan siklus III 92,25%. Aktivitas siswa dalam
pebelajaran siklus I 69,5%, siklus II 76,5, dan siklus III 85,1%.
Peningkatan hasil tes dan nontes membuktikan bahwa dengan memanfaatkan
media Internet dalam menerapkan metode PCP dapat meningkatkan hasil pembelajaran
bahasa Indonesia khususnya kemampuan berbicara siswa kelas XII IPA SMA Yapis
Manokwari tahun pelajaran 2016/2017.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka disampaikan beberapa
saran sebagai berikut.
(1) Metode pembelajaran PCP dengan memanfaatkan internet dapat diterapkan oleh para
guru pada mata pelajaran lain untuk merencanakan semua kegiatan yang akan
dilakukannya.
(2) Para peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melakukan penelitian yang lebih
variatif untuk memperoleh hasil yang lebih baik pada kompetensi dasar yang lain,
sehingga dapat diketahui keunggulan metode PCP dan mendapat solusi atas
kelemahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto.2011. Media Pembelajaran. Gava Media: Yogyakarta.


Ghony, Djunaidi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Uin-Malang Pres.

Sanaky, Hujair AH. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kaukaba.

Zaini, Hisyam, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

274
METODE STAD BERBANTUAN FACEBOOK FANPAGE DENGAN TEKNIK
TREASURE HUNT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN
HASIL BELAJAR SISWA
Mushlihatun Syarifah1
gendis_putri@yahoo.com

ABSTRAK: Kegiatan pembelajaran di SMPN 8 Salatiga belum seperti yang


diharapkan, terutama pelajaran IPS yang merupakan pelajaran dengan sistem
hafalan dan jumlah materi yang banyak. Secara umum guru menggunakan
metode ceramah yang cenderung membosankan. Pengamatan kondisi awal
menunjukkan nilai ulangan harian pada mata pelajaran IPS dengan ketuntasan
KKM hanya sebesar 8%. Melihat permasalahan tersebut, meningkatkan
aktivitas belajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa menjadi hal yang
mendesak untuk dilaksanakan. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
apakah aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dapat meningkat dan
berapakah besar peningkatannya dengan diterapkannya metode STAD
berbantuan Facebook Fanpage dengan teknik treasure hunt. Penelitian
dilakukan melalui Tindakan Kelas yang terdiri dari 2 siklus. Masing-masing
siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
refleksi. Data didapatkan dari observasi, wawancara dan evaluasi hasil
belajar. Untuk menentukan validitas dan reliabilitas data digunakan strategi
triangulasi sumber. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah
peningkatan aktivitas belajar sebesar 55%; yaitu dari 100% pada kondisi awal
menjadi 155% pada siklus 2 dan peningkatan hasil belajar siswa sebesar
700%; yaitu dari 8% pada kondisi awal menjadi 64% siswa mencapai KKM
pada siklus 2.
KATA KUNCI : Metode STAD, Facebook Fanpage, Treasure Hunt,
Aktivitas Belajar, Hasil Belajar.

PENDAHULUAN
Visi dan misi SMPN 8 Salatiga adalah mewujudkan kegiatan belajar dan mengajar
yang bisa meningkatkan potensi akademik siswa. Pada saat ini, kegiatan belajar mengajar
di SMPN 8 Salatiga belum seperti yang diharapkan, terutama untuk pelajaran IPS. Pada
umumnya pelajaran tersebut disampaikan oleh guru dengan menggunakan metode
ceramah. Jumlah materi yang banyak dengan jumlah aktivitas belajar IPS yang terbatas,
yaitu hanya berupa tatap muka di kelas ditambah dengan metode pembelajaran yang
kurang menarik menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Dari hasil pengamatan awal
ditunjukkan nilai ulangan harian pada mata pelajaran IPS dengan ketuntasan KKM hanya
sebesar 8%.

1
Guru SMPN 8 Salatiga

275
Hasil belajar siswa yang rendah adalah suatu permasalahan yang serius,
meningkatkan aktifitas belajar siswa dengan cara menambah waktu belajar menjadi hal
yang sangat mendesak untuk dilaksanakan. Oleh karena hal tersebut peneliti melakukan
kegiatan penelitian tindakan kelas guna mencari metode pembelajaran yang tepat untuk
menambah jam belajar IPS sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar serta hasil
belajar siswa.
Peneliti menggunakan konsep belajar konstruktivisme sebagai dasar untuk
melaksanakan penelitian tindakan kelas ini. Dalam konsep belajar konstruktivisme, siswa
tidak hanya mendengarkan teori yang disampaikan oleh guru, tetapi siswa didorong untuk
aktif membangun pengetahuan di dalam pikiran mereka sendiri yaitu dengan cara
berinteraksi dengan lingkungannya. Slavin (2008) menyatakan dalam proses belajar dan
pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan
pembelajaran di kelas.
Salah satu strategi pembelajaran yang dipakai dalam konsep konstruktivisme ini
adalah strategi pembelajaran cooperative learning, yaitu strategi yang digunakan untuk
proses belajar dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep-
konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa lain tentang problem yang
dihadapi (Baharudin dan Wahyuni, 2015). Sedangkan model pembelajaran yang dapat
menguatkan strategi pembelajaran tersebut adalah model discovey learning yang
mengasumsikan suatu proses pembelajaran akan terjadi bila siswa tidak disajikan dengan
pelajaran dalam bentuk finalnya tetapi diharapkan mencari jawabannya sendiri
(Kemdikbud, 2013). Dari teori pembelajaran diatas, peneliti melaksanakan penelitian
tindakan kelas dengan judul “Metode STAD Berbantuan Facebook Fanpage dengan
Teknik Treasure Hunt untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa”.
Melalui metode pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division), siswa
diharapkan dapat saling berdiskusi dalam suatu tim untuk memecahkan permasalahan
yang diberikan oleh guru. Permasalahan tersebut diberikan dalam permainan perburuan
harta karun (treasure hunt) untuk merangsang kreativitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan yang diberikan oleh guru. Dari penelitian sebelumnya yang dilaksanakan
oleh Norma Dewi Septina (2013), ditunjukkan bahwa aktivitas siswa yang paling
menonjol adalah aktivitas berdiskusi dengan anggota kelompoknya dan siswa
memberikan respon yang baik terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan metode eksperimen tersebut.
Metode STAD dikombinasikan dengan media online Facebook Fanpage bertujuan
untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa yaitu dengan cara menambah waktu belajar
selain metode tatap muka di kelas. Penelitian terkini yang berkaitan dengan penggunaan
Facebook khususnya untuk siswa telah dilaksanakan oleh Krisna Dewi Nurmala (2013).
Dalam penelitian tersebut disampaikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan
pengguna Facebook terbesar kedua di dunia. Pengguna Facebook dengan kelompok umur
11-17 tahun sebesar 25,3%. Angka ini relatif besar mengingat umur tersebut adalah umur
untuk siswa kelas menengah pertama dan menengah atas.
Hasil dari penelitian tersebut dapat diungkap bahwa penggunaan Facebook dapat
memiliki pengaruh positif bagi pengguna, diantaranya facebook bisa membantu dalam
komunikasi sosial seseorang tanpa mengenal batas jarak dan waktu akan tetapi nilai
kesopanan siswa dalam penggunaan Facebook masih rendah karena masih banyak
pengguna kurang beretika dalam berbahasa tulisan di Facebook.

276
Alasan pemilihan Facebook Fanpage sebagai media pembelajaran adalah
penggunaan media ini relatif mudah dan sederhana bagi siswa SMP dibandingkan dengan
media online maupun software edukasi lainnya. Siswa telah terbiasa dengan penggunaan
fitur media sosial Facebook sehingga belajar menggunakan Facebok akan menjadi
pengalaman baru yang menantang dan menyenangkan. Facebook dapat dibuka melalui
komputer ataupun ponsel dengan biaya untuk online relatif murah. Facebook dan sosial
media lainnya telah termasuk dalam paket quota internet unlimited sehingga siswa dapat
berlama-lama belajar menggunakan media Facebook tanpa takut kehabisan quota
internet.
Dengan menggunakan Facebook Fanpage sebagai media pembelajaran dan
dikombinasikan dengan teknik treasure hunt akan membuat belajar menjadi lebih
menyenangkan sehingga jumlah materi IPS yang banyak dapat dengan mudah dipahami
oleh siswa. Dengan pemahaman yang baik diharapkan akan meningkatkan hasil belajar
siswa.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kaozal Dedi Legawan (2007), melalui teknik
permainan mencari harta karun (treasure hunt) dapat meningkatkan ketrampilan
membaca denah sebesar 11,99%. Perilaku yang ditunjukkan siswa juga berubah ke arah
yang positif, siswa lebih bersemangat sebesar 52,63% dalam mengikuti pelajaran
membaca denah.
Dari berbagai tinjauan pustaka di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
meningkatkan hasil belajar dapat dilaksanakan dengan menambah aktivitas belajar siswa.
Melalui pendekatan konstruktivisme, aktivitas belajar siswa dapat ditingkatkan dengan
menggunakan strategi pembelajaran cooperatif learning, dalam hal ini dengan
menggunakan metode pembelajaran STAD berbantuan Facebook Fanpage. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih maksimal, strategi pembelajaran tersebut dikombinasikan
dengan model pembelajaran discovery learning yaitu dengan menggunakan teknik
perburuan harta karun (treasure hunt).
Penggunaan media online ini sesuai dengan konsep pendidikan terbuka dan
pendidikan jarak jauh dimana siswa tidak harus belajar dengan sistem tatap muka di
dalam kelas. Berdasarkan identifikasi permasalahan dan teori pembelajaran di atas,
rumusan masalah yang akan peneliti bahas dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
apakah aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dapat meningkat dan berapakah besarnya
peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa melalui penerapan metode
pembelajaran STAD berbantuan Facebook Fanpage dengan teknik treause hunt.
METODE PENELITIAN
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan peneliti adalah teknik observasi dari
aktivitas belajar siswa dan teknik wawancara. Peneliti juga melakukan evaluasi nilai
siswa melalui ulangan harian didalam kelas. Sedangkan alat yang digunakan adalah; 1).
Lembar observasi dan lembar wawancara; 2). Materi pembelajaran dan soal kuis online,
dan; 3). Dokumen berupa silabus, RPP, data peserta didik dan hasil tugas peserta didik.
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data jumlah aktivitas belajar siswa dan
data hasil belajar siswa. Data hasil belajar siswa merupakan data evaluasi hasil ulangan
harian masing-masing siswa. Sedangkan data jumlah aktivitas belajar siswa terdiri dari
data aktivitas belajar di dalam kelas yang dihitung dari presensi siswa selama kegiatan

277
belajar mengajar di dalam kelas, dan data aktivitas belajar di luar kelas yang dilakukan
secara online melalui media Facebook Fanpage.
Untuk menghitung jumlah aktivitas belajar di luar kelas, peneliti menggunakan
instrumen berupa kata kunci (password) yang di bagi menjadi dua jenis yaitu kata kunci
artikel dan kata kunci inbox. Kedua kata kunci tersebut harus disebutkan oleh masing-
masing kelompok pada saat menjawab kuis yang diberikan secara online melalui media
Facebook Fanpage. Kata kunci artikel dan kata kunci inbox diperlukan siswa sebagai
kunci untuk membuka harta karun (treasure hunt). Besarnya nilai harta karun ditentukan
dari jumlah kata kunci yang berhasil di kumpulkan dengan tepat oleh siswa dalam setiap
kelompok serta ditentukan oleh kecepatan setiap kelompok dalam mengirimkan kata
kunci tersebut bersama dengan jawaban kuis.

Gambar 1. Kata Kunci Artikel

Kata kunci artikel adalah kata kunci yang disisipkan secara acak di dalam materi
pelajaran yang diunggah di Facebook Fanpage. Kata kunci ini dibedakan berdasarkan
nomor absen masing-masing siswa, misalnya siswa dengan nomor absen 1 - 5 kata
kuncinya adalah Gunung, siswa dengan no absen 6 – 10 kata kuncinya adalah Laut, begitu
seterusnya untuk siswa yang lainnya. Untuk mendapatkan kata kunci artikel, siswa dapat
mencarinya pada artikel yang diunggah di Facebook Fanpage. Kata kunci tersebut di tulis
dengan format “pass = no absen = kata kunci”, sebagai contoh; “pass = 6-10 = laut” yang
berarti siswa dengan nomor absen 6 sampai dengan 10 harus menyertakan kata Laut
sebagai kata kunci artikel. Kata kunci artikel digunakan untuk mendorong siswa
membaca seluruh isi dari materi pelajaran yang diberikan.
Kata kunci inbox adalah kata kunci yang dikirimkan oleh peneliti kepada masing-
masing siswa melalui pesan pribadi (Facebook Message). Isi dari kata kunci ini berbeda
dari kata kunci artikel dan berbeda untuk masing-masing siswa. Kata kunci inbox dan
kata kunci artikel harus disertakan dalam jawaban kuis setiap kelompok, kedua kata kunci
ini digunakan untuk mendorong siswa berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan
yang diberikan oleh peneliti.
Selain melakukan observasi data berdasarkan kata kunci artikel dan kata kunci inbox,
peneliti juga melakukan wawancara terhadap masing-masing siswa untuk mengetahui
secara mendalam proses aktivitas belajar di luar kelas.

278
Gambar 2. Kata Kunci Inbox

Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas instrument penelitian, pada penelitian


ini digunakan strategi triangulasi yaitu menggunakan berbagai sumber data untuk
meningkatkan kualitas penelitian. Sumber data utama untuk menghitung jumlah aktivitas
belajar di luar kelas adalah data dari instrumen kata kunci inbox. Jumlah dari kata kunci
ini menunjukkan jumlah siswa yang berhasil terhubung secara online melalui media
Facebook. Untuk memvalidasi data tersebut, kata kunci inbox dibandingkan dengan kata
kunci artikel dan dihitung jumlah siswa yang menyebutkan kedua kata kunci tersebut
dengan benar. Jumlah kata kunci artikel yang benar dan sama dengan jumlah kata kunci
inbox menunjukkan jumlah aktivitas belajar di luar kelas yang dilakukan secara
berdiskusi.
Untuk memperkuat validasi dari kedua data tersebut, selanjutnya dilakukan
wawancara secara mendalam terhadap masing-masing siswa. Dari wawancara ini
diketahui proses aktivitas belajar di luar kelas dan berbagai kendala yang dihadapi oleh
siswa baik dalam proses koneksi dengan media Facebook maupun dalam proses diskusi
untuk mengerjakan kuis.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan deskriptif komparatif, yaitu
membandingkan aktivitas belajar dan hasil belajar antara kondisi awal dengan Siklus 1,
Siklus 1 dan Siklus 2, dan kondisi awal dengan Siklus 2. Indikator keberhasilan dari
penelitian ini adalah jumlah aktivitas belajar siswa menjadi 150% dan indikator
keberhasilan hasil belajar adalah 60% siswa tuntas KKM. Nilai tuntas KKM minimal 78
disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang disepakati dalam
penyusunan kurikulum sekolah mata pelajaran IPS kelas IX SMPN 8 Salatiga tahun 2016.

PELAKSANAAN PENELITIAN PEMANFAATAN TIK

279
Langkah penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus dengan
mengacu pada model yang diadaptasi dari Suharsimi Arikunto (2006: 16), “Penelitian
tindakan kelas secara garis besar terdapat empat tindakan yang lazim dilalui, yaitu (1)
Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi” dan selanjutnya
dikatakannya juga “Penelitian tindakan harus sekurang-kurangnya dalam dua siklus
tindakan yang berurutan. Informasi dari siklus terdahulu menentukan bentuk siklus
berikutnya”.

Kondisi Awal Siklus I Siklus II


• Metode Ceramah • Perencanaan • Perencanaan
• Observasi aktivitas • Pelaksanaan Metode • Pelaksanaan Metode
belajar kondisi awal STAD berbantuan STAD berbantuan
• Evaluasi hasil belajar Facebook Fanpage Facebook Fanpage
kondisi awal dengan Teknik Treasure dengan Teknik Treasure
Hunt (Kelompok acak) Hunt (Kelompok Acak)
• Pengamatan/Observasi • Pengamatan/Observasi
• Refleksi/Evaluasi • Refleksi/Evaluasi

Indikator Aktivitas Belajar 150% Indikator Aktivitas Belajar 150%


Indikator Hasil Belajar 60% Indikator Hasil Belajar 60%

Gambar 3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dengan 2 Siklus

Siklus 1
1. Perencanaan
Peneliti menyusun rencana penelitian tindakan kelas yang disesuaikan dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membuat jadwal pelaksanaan kegiatan
penelitian siklus 1, menyiapkan instrumen penilaian serta mengembangkan bahan
pembelajaran dengan materi potensi sumber daya alam Indonesia. Materi tersebut berupa
artikel pembelajaran dengan total 3 sub tema.
2. Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan siklus diawali dengan pembentukan kelompok untuk melaksanakan
metode STAD, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Pembagian kelompok ini
dilakukan secara acak, yaitu dengan cara siswa pada tempat duduk yang paling depan
menyebutkan angka 1 – 5 dan diulangi untuk siswa selanjutnya sampai siswa yang duduk
paling belakang. Semua siswa yang menyebutkan angka 1 akan berkumpul menjadi
Kelompok 1, semua siswa yang menyebutkan angka 2 akan berkumpul menjadi
Kelompok 2 dan begitu seterusnya sampai dengan Kelompok 5.
Setelah kelompok tebentuk, peneliti memberikan penjelasan mengenai tambahan
aktivitas belajar di luar kelas melalui media Facebook Fanpage dengan teknik treasure
hunt yang dilakukan dengan metode STAD. Setiap siswa akan diundang untuk
bergabung dengan Fanpage yang telah dibuat sebelumnya dengan alamat
https://www.facebook.com/msyarifaholic. Peneliti dan siswa bersama-sama
melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas secara online untuk memastikan
siswa mengerti tentang cara belajar secara online dengan media Facebook Fanpage.
Selanjutnya dimulai aktivitas belajar di luar kelas utuk siklus 1. Aktivitas belajar ini
dilakukan sebanyak tiga sesi dan untuk setiap sesi terdiri dari tahapan-tahapan sebagai
berikut.

280
a. Peneliti mengunggah tiga artikel yang berisi tema pembelajaran pada Facebook
Fanpage. Di dalam artikel tersebut disisipkan kata kunci artikel. Artikel diunggah
pada pukul 16.00 WIB
b. Peneliti mengirimkan kata kunci inbox kepada masing-masing siswa melalui pesan
pribadi (Facebook Message).
c. Pada pukul 19.00 WIB, peneliti mengunggah kuis sebanyak 10 soal dengan materi
yang sesuai dengan artikel yang telah diuanggah sebelumnya. Pada pertemuan
sebelumnya, siswa telah diberitahu kapan waktunya kuis akan diunggah.
d. Dengan metode STAD, siswa mengerjakan kuis tersebut secara berkelompok.
Diwakili oleh koordinator kelompok, setiap kelompok mengirimkan jawaban kuis
yang disertai dengan kata kunci artikel dan kata kunci inbox dari setiap anggota
kelompok, jawaban ini dikirimkan ke peneliti melalui pesan pribadi (Facebook
Message).
e. Peneliti mengoreksi jawaban dari kuis yang dikirimkan oleh masing-masing
kelompok. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan sesi ini akan dicatat sebagai
bahan analisis dan evaluasi. Jumlah kata kunci yang dikumpulkan masing-masing
kelompok dan kecepatan waktu pengiriman jawaban kuis akan digunakan sebagai
pembuka harta karun di akhir penelitian.
Setelah tiga sesi pada siklus 1 selesai dilaksanakan, selanjutnya akan dilaksanakan
ulangan harian. Materi pada ulangan harian ini sama dengan materi dalam pelaksanaan
siklus 1.

3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kata kunci inbox dan kata kunci
artikel dalam jawaban kuis setiap kelompok. Jumlah kata kunci yang benar
menggambarkan jumlah siswa yang aktif terlibat dalam tambahan jam pelajaran secara
online sehingga dapat dihitung besarnya persentase peningkatan aktivitas belajar siswa di
luar kelas melalui media Facebook Fanpage. Sedangkan persentase peningkatan hasil
belajar siswa dihitung dari hasil ulangan harian yang dilaksanakan pada pertemuan
berikutnya.
Hasil observasi secara online kemudian divalidasi dengan melaksanakan wawancara
terhadap masing-masing siswa. Wawancara dilakukan secara mendalam untuk
mengetahui kendala-kendala yang terjadi selama aktivitas belajar di luar kelas
berlangsung.
4. Refleksi
Hasil pengamatan aktivitas dan hasil belajar siswa kemudian di analisis dan direfleksi
dengan kondisi awal. Refleksi dilaksanakan dengan membandingkan jumlah aktivitas
belajar pada siklus 1 dan jumlah aktivitas belajar pada kondisi awal. Refleksi juga
dilaksanakan dengan membandingkan hasil belajar siswa pada siklus 1 dengan hasil
belajar siswa pada kondisi awal.
Dari hasil refleksi dapat diketahui besarnya peningkatan aktivitas belajar dan hasil
belajar siswa setelah dilaksanakannya siklus 1, serta dapat diketahui apakah aktivitas dan
hasil belajar siswa tersebut telah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan
sebelumnya. Hasil refleksi dan wawancara yang telah dilakukan sebelumnya dijadikan
perbaikan untuk pelaksanaan siklus selanjutnya.

281
Siklus 2
1. Perencanaan
Peneliti menyusun rencana penelitian tindakan kelas berdasarkan perbaikan dari
pelaksanaan siklus sebelumnya, membuat jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian siklus
1, menyiapkan instrumen penilaian serta mengembangkan bahan pembelajaran dengan
materi potensi sumber daya alam Indonesia. Materi tersebut berupa artikel pembelajaran
dengan total 3 sub tema.
2. Pelaksanaan kegiatan
Kelompok untuk melaksanakan metode STAD pada pelaksanaan siklus 2 sama
dengan kelompok pada siklus 1. Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada
siswa mengenai hasil pelaksanaan siklus sebelumnya dan memberitahukan perbaikan-
perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus 2. Peneliti dan siswa bersama-sama
melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas secara online untuk memastikan
siswa mengerti dan melaksanakan perbaikan-perbaikan yang dilakukan.
Selanjutnya dimulai aktivitas belajar di luar kelas untuk siklus 2. Aktivitas belajar ini
dilakukan sebanyak tiga sesi dan untuk setiap sesi terdiri dari tahapan-tahapan sebagai
berikut.
a. Peneliti mengunggah tiga artikel yang berisi tema pembelajaran pada Facebook
Fanpage. Di dalam artikel tersebut disisipkan kata kunci artikel. Artikel diunggah
pada pukul 14.00 WIB
b. Setelah mengunggah artikel, Peneliti mengirimkan kata kunci inbox kepada masing-
masing siswa melalui pesan pribadi (facebook Message).
c. Pada pukul 16.00 WIB, peneliti mengunggah kuis sebanyak 10 soal dengan materi
yang sesuai dengan artikel yang telah diunggah sebelumnya. Pada pertemuan
sebelumnya, siswa telah diberitahu kapan waktunya kuis akan diunggah.
d. Dengan metode STAD, siswa mengerjakan kuis tersebut secara berkelompok.
Diwakili oleh koordinator kelompok, setiap kelompok mengirimkan jawaban kuis
yang disertai dengan kata kunci artikel dan kata kunci inbox dari setiap anggota
kelompok, jawaban ini dikirimkan ke peneliti melalui pesan pribadi (Facebook
Message).
e. Peneliti mengoreksi jawaban dari kuis yang dikirimkan oleh masing-masing
kelompok. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan sesi ini akan dicatat sebagai
bahan analisis dan evaluasi. Jumlah kata kunci yang dikumpulkan masing-masing
kelompok dan kecepatan waktu pengiriman jawaban kuis akan digunakan sebagai
pembuka harta karun di akhir penelitian.
Setelah tiga sesi pada siklus 2 selesai dilaksanakan, selanjutnya akan dilaksanakan
ulangan harian. Materi pada ulangan harian ini sama dengan materi dalam pelaksanaan
siklus 2.
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kata kunci inbox dan kata kunci
artikel dalam jawaban kuis setiap kelompok. Jumlah kata kunci yang benar
menggambarkan jumlah siswa yang aktif terlibat dalam tambahan jam pelajaran secara
online sehingga dapat dihitung besarnya persentase peningkatan aktivitas belajar siswa di

282
luar kelas melalui media Facebook Fanpage. Sedangkan persentase peningkatan hasil
belajar siswa dihitung dari hasil ulangan harian yang dilaksanakan pada pertemuan
berikutnya.
Hasil observasi secara online kemudian divalidasi dengan melaksanakan wawancara
terhadap masing-masing siswa. Wawancara dilakukan secara mendalam untuk
mengetahui kendala-kendala yang terjadi selama aktivitas belajar di luar kelas
berlangsung.
4. Refleksi
Hasil pengamatan aktivitas dan hasil belajar siswa pada siklus 2 kemudian di analisis
dan direfleksi dengan siklus 1 dan kondisi awal. Refleksi dilaksanakan dengan
membandingkan jumlah aktivitas belajar pada siklus 2, jumlah aktivitas belajar pada
siklus 1 dan jumlah aktivitas belajar pada kondisi awal. Refleksi juga dilaksanakan
dengan membandingkan hasil belajar siswa pada siklus 2, hasil belajar siswa pada siklus
1 dan hasil belajar siswa pada kondisi awal.
Dari hasil refleksi dapat diketahui besarnya peningkatan aktivitas belajar dan hasil
belajar siswa setelah dilaksanakannya siklus 2, serta dapat diketahui apakah aktivitas dan
hasil belajar siswa tersebut telah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan
sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pelaksanaan pembelajaran kondisi awal dilaksanakan selama satu minggu dan
dimulai pada minggu kedua bulan Agustus 2016, yaitu melalui tatap muka di kelas pada
tanggal 8 Agustus 2016 dengan alokasi waktu 2 X 40 menit dan tanggal 9 Agustus 2016
dengan alokasi waktu 2 X 40 menit. Siswa yang hadir pada kegiatan belajar mengajar
tersebut adalah 25 siswa dari total 25 siswa atau 100%. Jumlah siswa yang mengikuti
kegiatan belajar mengajar menunjukkan jumlah aktivitas siswa. Merujuk pada pembagian
jam mengajar IPS kurikulum 2013 yang berjumlah 4 X 40 menit dalam satu minggu,
dengan pelaksanaan pembelajaran di atas dapat dihitung jumlah aktivitas belajar siswa di
dalam kelas adalah 100%. Sedangkan untuk tambahan aktivitas belajar di luar kelas
belum dilaksanakan atau 0%.

Tabel 1. Jumlah Aktivitas Belajar Siswa Kondisi Awal


No Aktivitas Belajar Persentase

1 Dalam Kelas 100%


2 Luar Kelas 0%

283
Jumlah Aktivitas Belajar
120%
100%
80%
60%
100%
40%
20%
0%
Aktivitas Belajar Siswa

Dalam Kelas Luar Kelas

Gambar 4. Grafik Jumlah Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal

Pada kondisi awal, peneliti menggunakan metode ceramah selama kegiatan belajar
mengajar, selanjutnya pada akhir jam pelajaran IPS tanggal 9 Agustus 2016 dilaksanakan
ulangan harian kondisi awal. Dari ulangan harian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 2. Jumlah Siswa Berdasarkan Rentang Nilai Ulangan Harian Kondisi Awal
Jml
No Rentang nilai Persentase
Siswa
1 30 - 49 3 12%
2 50 – 77 20 80%
3 78 – 100 2 8%

Nilai Ulangan Harian Kondisi Awal


90%
80%
70% 80%
60%
50%
40%
30%
20%
10% 12% 8%
0%
30-49 50-77 78-100

Gambar 5. Grafik Nilai Ulangan Harian Siswa pada Kondisi Awal

284
Selanjutnya pelaksanaan pembelajaran siklus 1 yang dilaksanakan selama satu
minggu dan dimulai pada minggu ketiga bulan Agustus 2016, yaitu melalui tatap muka
di kelas pada tanggal 15 Agustus 2016 dengan alokasi waktu 2 X 40 menit dan tanggal
16 Agustus 2016 dengan alokasi 2 X 40 menit. Siswa yang hadir pada kegiatan belajar
mengajar tersebut adalah 25 siswa dari total 25 siswa atau 100%. Jumlah siswa yang
mengikuti kegiatan belajar mengajar menunjukkan jumlah aktivitas siswa. Merujuk pada
pembagian jam mengajar IPS kurikulum 2013 yang berjumlah 4 X 40 menit dalam satu
minggu, dengan pelaksanaan pembelajaran di atas dapat dihitung jumlah aktivitas belajar
siswa di dalam kelas adalah 100%.
Tambahan aktivitas belajar di luar kelas dengan metode STAD berbantuan media
pembelajaran Facebook Fanpage dengan teknik treasure hunt terbagi dalam tiga sesi
berlangsung mulai tanggal 15 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 20 Agustus 2016.
Jumlah aktivitas belajar siswa di luar kelas yang didapatkan dari data secara online dan
wawancara adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Jumlah Aktivitas Belajar Siswa di Luar Kelas Siklus 1
No Aktivitas Belajar Luar Kelas Jml siswa Persentase
1 Sesi 1 9 36%
2 Sesi 2 10 40%
3 Sesi 3 4 16%

Dari tabel diatas dapat diketahui rata-rata aktivitas belajar siswa di luar kelas pada
siklus 1 sebesar 31%. Sehingga total aktivitas belajar siswa pada siklus 1 adalah sebagai
berikut.

Tabel 4. Jumlah Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1


No Aktivitas Belajar Persentase
1 Dalam Kelas 100%
2 Luar Kelas 31%

285
Jumlah Aktivitas Belajar
140%

120%
31%

100%

80%

60%
100%
40%

20%

0%
Aktivitas Belajar Siswa
Dalam Kelas Luar Kelas

Gambar 6. Grafik Jumlah Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus 1

Gambar 7. Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa dengan Teknik Treasure Hunt


melalui Media Facebook Fanpage pada Siklus 1.

286
Setelah 3 sesi kegiatan pada siklus 1 selesai, dilanjutkan dengan ulangan harian
yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 Agustus 2016. Dari ulangan harian tersebut
diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 5. Jumlah Siswa Berdasarkan Rentang Nilai Ulangan Harian Siklus 1


No Rentang nilai Jml Siswa Persentase
1 30 - 49 3 12%
2 50 – 77 16 64%
3 78 – 100 6 24%

Nilai Ulangan Harian Siklus 1


70%
60% 64%
50%
40%
30%
20% 24%
10%
12%
0%
30-49 50-77 78-100

Gambar 8. Grafik Nilai Ulangan Harian Siswa pada Siklus 1


Refleksi aktivitas belajar siswa dari pelaksanaan siklus 1 adalah, jumlah aktivitas
belajar siswa di dalam kelas pada kondisi awal sebesar 100% dan jumlah aktivitas belajar
siswa di dalam kelas pada siklus 1 sebesar 100%. Sedangkan jumlah aktivitas belajar
siswa di luar kelas pada kondisi awal sebesar 0% dan jumlah aktivitas belajar siswa di
luar kelas pada siklus 1 meningkat menjadi 31%. Total aktivitas belajar siswa siklus 1
sebesar 131%, berarti belum mencapai indikator kinerja aktivitas belajar siswa sebesar
150%.
Refleksi hasil belajar siswa dari pelaksanaan siklus 1 adalah siswa dengan rentang
nilai 30 – 49 pada kondisi awal sebesar 12% dan siswa dengan rentang nilai 30 – 49 pada
siklus 1 sebesar 12%. Siswa dengan rentang nilai 50 – 77 pada kondisi awal sebesar 80%
dan siswa dengan rentang nilai 50 – 77 pada siklus 1 turun menjadi 64%. Siswa dengan
rentang nilai 78 – 100 pada kondisi awal sebesar 8% dan siswa dengan rentang nilai 78 –
100 pada siklus 1 meningkat menjadi 24%. Jumlah siswa tuntas KKM atau dengan
rentang nilai 78 – 100 pada siklus 1 belum mencapai indikator kinerja sebesar 60%.

287
Jumlah Aktivitas Belajar Kondisi Awal - Siklus
1
140%

120%
31%
100%

80%

60%
100% 100%
40%

20%

0%
Kondisi Awal Siklus 1

Dalam Kelas Luar Kelas

Gambar 9. Refleksi Aktivitas Belajar Siswa Kondisi Awal - Siklus 1

Hasil Belajar Siswa Kondisi Awal - Siklus 1


90%

80%
80%
70%

60% 64%
50%

40%

30%

20% 24%
10%
12% 12% 8%
0%
30-49 50-77 78-100

Kondisi Awal Siklus 1

Gambar 10. Refleksi Hasil Belajar Siswa Kondisi Awal - Siklus 1

288
Berdasarkan refleksi diatas terlihat jumlah aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
pada siklus 1 belum mencapai indikator kinerja. Selain dari data secara online, jumlah
aktivitas belajar siswa juga diperoleh melalui wawancara mendalam untuk mengetahui
kendala yang dihadapi oleh siswa dalam melaksanakan siklus 1. Dalam wawancara
tersebut diambil dua macam informasi berkaitan dengan kendala utama dari pelaksanaan
siklus 1, yaitu kendala dalam koneksi dengan media Facebook Fanpage dan kendala
diskusi dalam pelaksanaan tugas dari peneliti. Untuk mempermudah dalam pemetaaan
masalah, masing-masing kendala dikelompokkan menjadi tiga masalah utama sebagai
berikut.

Tabel 6. Kendala Koneksi Media Facebook Fanpage.


No Kendala Koneksi Persentase
1 Sambungan internet tidak memadai (A) 56%
2 Perangkat komunikasi tidak ada/terbatas (B) 31%
3 Kurangnya motivasi siswa (C) 13%

Tabel 7. Kendala Diskusi dalam Penyelesaian Tugas.


No Kendala Diskusi Persentase

1 Jarak rumah anggota kelompok jauh (A) 18%


2 Tidak tahu cara diskusi secara online (B) 76%
3 Kurangnya motivasi siswa (C) 6%

Dari tabel diatas diperoleh kendala utama dalam koneksi media Facebook Fanpage
untuk menambah aktivitas belajar siswa dan melaksanakan pembelajaran jarak jauh yaitu
sambungan internet yang kurang memadai. Hal ini antara lain dikarenakan kurang
stabilnya sinyal handphone di rumah siswa atau siswa kesulitan mencari warnet untuk
melaksanakan tugas. Pada siklus 1, setiap sesi kegiatan dilaksanakan pada malam hari,
hal ini ditujukan agar siswa lebih siap dalam melaksanakan tambahan aktivitas belajar.
Melalui diskusi antara peneliti dengan siswa diperoleh penyelesaian dari
permasalahan sambungan internet yang kurang memadai yaitu dengan merubah sesi
kegiatan dari malam hari menjadi siang atau sore hari. Dengan perubahan waktu kegiatan
menjadi siang atau sore hari, siswa akan lebih mudah dan aman dalam mencari sinyal
handphone yang lebih stabil atau menggunakan warung internet (warnet).
Sedangkan permasalahan diskusi yang dihadapi oleh siswa dalam rangka
mengerjakan tugas dari peneliti dapat diketahui bahwa kendala utamanya adalah
kurangnya pengetahuan siswa mengenai teknik berdiskusi secara online sedangkan untuk
melaksanakan diskusi secara offline tidak memungkinkan karena jarak rumah masing-
masing siswa dalam satu kelompok berjauhan.

289
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, peneliti memberi petunjuk kepada
siswa untuk membuat grup diskusi masing-masing kelompok melalui media BBM
(Blackberry Massenger) atau WA(WhatsApp). Melalui grup BBM atau WA, masing-
masing kelompok akan mudah dalam melakukan komunikasi secara bersama-sama
sehingga pelaksanaan pembelajaran dengan metode STAD (Student Team Achievement
Division) dapat terlaksana dengan lebih maksimal. Pemilihan BBM ataupun WA tersebut
dikarenakan kedua aplikasi ini lebih baik dibandingkan aplikasi komunikasi lainnya
termasuk applikasi Facebook Messanger.
Selain hal tersebut, BBM dan WA adalah sosial media yang termasuk dalam paket
internet unlimited sehingga tidak ada tambahan biaya untuk menggunakan aplikasi
tersebut. Penyelesaian terhadap kendala koneksi dan diskusi ini kemudian diterapkan
dalam pelaksanaan siklus 2.
Pelaksanaan pembelajaran siklus 2 dilaksanakan selama satu minggu dan dimulai
pada minggu ke lima bulan Agustus 2016, yaitu melalui tatap muka di kelas pada tanggal
29 Agustus 2016 dengan alokasi waktu 2 X 40 menit dan tanggal 30 Agustus 2016 dengan
alokasi waktu 2 X 40 menit. Siswa yang hadir pada kegiatan belajar mengajar tersebut
adalah 25 siswa dari total 25 siswa atau 100%. Jumlah siswa yang mengikuti kegiatan
belajar mengajar menunjukkan jumlah aktivitas siswa. Merujuk pada pembagian jam
mengajar IPS kurikulum 2013 yang berjumlah 4 X 40 menit dalam satu minggu, dengan
pelaksanaan pembelajaran di atas dapat dihitung jumlah aktivitas belajar siswa di dalam
kelas adalah 100%.
Tambahan aktivitas belajar di luar kelas dengan metode STAD berbantuan media
pembelajaran Facebook Fanpage dengan teknik treasure hunt yang terbagi dalam tiga
sesi berlangsung mulai tanggal 29 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 3 September
2016. Jumlah aktivitas belajar siswa di luar kelas yang didapatkan dari data secara online
dan wawancara adalah sebagai berikut

Tabel 8. Jumlah Aktivitas Belajar Siswa di Luar Kelas Siklus 2


No Aktivitas Belajar Luar Kelas Jml siswa Persentase
1 Sesi 1 14 56%
2 Sesi 2 12 48%
3 Sesi 3 15 60%

Dari tabel diatas dapat diketahui rata-rata aktivitas belajar siswa di luar kelas pada
siklus 2 sebesar 55%. Sehingga total aktivitas belajar siswa pada siklus 2 adalah sebagai
berikut.

290
Tabel 9. Jumlah Aktivitas Belajar Siswa Siklus 2
No Aktivitas Belajar Persentase
1 Dalam Kelas 100%
2 Luar Kelas 55%

Jumlah Aktivitas Belajar


200%

150%
55%
100%

50% 100%

0%
Jumlah Aktivitas Belajar

Dalam Kelas Luar Kelas

Gambar 11. Grafik Jumlah Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus 2

Gambar 12. Aktivitas Belajar Siswa Secara Jarak Jauh dengan Metode STAD melalui
Media Online pada Siklus 2.

Setelah 3 sesi kegiatan pada siklus 2 selesai, dilanjutkan dengan ulangan harian yang
dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 6 September 2016. Dari ulangan harian tersebut
diperoleh hasil sebagai berikut.

291
Tabel 10. Jumlah Siswa Berdasarkan Rentang Nilai Ulangan Harian Siklus 2
No Rentang nilai Jml Siswa Persentase
1 30 - 49 0 0%
2 50 – 77 9 36%
3 78 – 100 16 64%

Nilai Ulangan Harian Siklus 2


70%
60% 64%
50%
40%
30% 36%
20%
10%
0%
0%
30-49 50-77 78-100

Gambar 13. Grafik Nilai Ulangan Harian Siswa pada Siklus 2


Jumlah Aktivitas Belajar Kondisi Awal - Siklus 1 - Siklus 2
180%
160%
140%
55%
120% 31%
100%
80%
60%
100% 100% 100%
40%
20%
0%
Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2

Dalam Kelas Luar Kelas

Gambar 14. Refleksi Aktivitas Belajar Siswa Kondisi Awal - Siklus 1 - Siklus 2.

Refleksi aktivitas belajar siswa dari pelaksanaan siklus 2 adalah, total aktivitas
belajar kondisi awal sebesar 100%. Total aktivitas belajar siklus 1 sebesar 131%, total
aktivitas siklus 1 meningkat 31% jika dibandingkan dengan total aktivitas belajar kondisi
awal. Total aktivitas belajar siklus 2 sebesar 155%, meningkat 18% jika dibandingkan
dengan total aktivitas belajar siklus 1 dan meningkat 55% jika dibandingkan total

292
aktivitas belajar kondisi awal. Total aktivitas belajar siswa siklus 2 sebesar 155% berarti
telah melebihi indikator kinerja aktivitas belajar siswa sebesar 150%.
Refleksi hasil belajar siswa dari pelaksanaan siklus 2 adalah, siswa dengan rentang
nilai 30 – 49 pada kondisi awal sebesar 12%, siswa dengan rentang nilai 30 – 49 pada
siklus 1 sebesar 12% dan siswa dengan rentang nilai 30 – 49 pada siklus 2 sebesar 0%.
Siswa dengan rentang nilai 50 – 77 pada kondisi awal sebesar 80%, siswa dengan rentang
nilai 50 – 77 pada siklus 1 turun menjadi 64% dan siswa dengan rentang nilai 50 – 77
pada siklus 2 turun menjadi 36%. Siswa dengan rentang nilai 78 – 100 pada kondisi awal
sebesar 8%, siswa dengan rentang nilai 78 – 100 pada siklus 1 meningkat menjadi 24%
dan siswa dengan rentang nilai 78 – 100 pada siklus 2 meningkat menjadi 64%.

Hasil Belajar Siswa Kondisi Awal - Siklus 1 - Siklus 2


100%

80%
80%
60%
64% 64%
40%
36%
20%
24%
12% 12% 0% 8%
0%
30-49 50-77 78-100

Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2

Gambar 15. Refleksi Hasil Belajar Kondisi Awal - Siklus 1 – Siklus 2

Jumlah siswa tuntas KKM pada kondisi awal adalah 8%. Jumlah siswa tuntas KKM
pada siklus 1 adalah 24%, jumlah siswa tuntas KKM pada siklus 1 meningkat 200% jika
dibandingkan dengan jumlah siswa tuntas KKM pada kondisi awal. Jumlah siswa tuntas
KKM pada siklus 2 adalah 64%, meningkat 167% jika dibandingkan dengan jumlah siswa
tuntas KKM pada siklus 1 dan meningkat 700% jika dibandingkan dengan jumlah siswa
tuntas KKM pada kondisi awal. Jumlah siswa tuntas KKM atau dengan rentang nilai 78
– 100 pada siklus 2 sudah melebihi indikator kinerja sebesar 60%.
Berdasarkan refleksi di atas terlihat jumlah aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
pada siklus 2 telah mencapai indikator kinerja. Melalui metode STAD berbantuan
Facebook Fanpage dengan teknik Treasure Hunt terbukti dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa melalui pembelajaran jarak jauh. Dengan meningkatkan aktivitas belajar
terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
metode STAD berbantuan Facebook Fanpage dengan teknik treasure hunt dapat
meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Dengan diterapkannya metode
pembelajaran tersebut telah meningkatkan aktivitas belajar siswa sebesar 55%; yaitu dari
100% pada kondisi awal menjadi 155% pada siklus 2. Dan meningkatkan hasil belajar

293
siswa sebesar 700%; yaitu dari 8% pada kondisi awal menjadi 64% siswa tuntas KKM
pada siklus 2.
Menggunakan media online Facebook Fanpage terbukti dapat menambah aktivitas
belajar siswa melalui pendidikan terbuka jarak jauh. Penggunaan Facebook Fanpage
yang murah dan mudah serta bisa digunakan melalui berbagai jenis perangkat seperti
notebook, tablet ataupun handphone bisa menjadi pilihan utama untuk memberikan
pendidikan jarak jauh. Akan tetapi masih banyak kendala dalam penggunaan media ini,
misalnya seperti sambungan internet yang terbatas dan tidak stabil, kepemilikan
perangkat yang belum merata, fitur pada Facebook Fanpage belum sepenuhnya
mendukung aktivitas belajar secara interaktif dan lain-lain.
Sebagai saran untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam upaya meningkatkan
hasil belajar siswa yaitu dengan mengkombinasikan aktivitas belajar secara online dan
aktivitas belajar di dalam kelas melalui metode dan teknik belajar yang saling bersinergi.
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan metode dan teknik belajar tersebut,
yang bisa memberikan aktivitas belajar online kepada siswa secara merata dan interaktif
sehingga tidak hanya meningkatkan aktivitas tetapi juga meningkatkan keaktifan siswa
dalam kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Baharudin & Wahyuni, E. N. (2015). Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta: Ar-
Ruz Media.
Kemdikbud. (2013). Model Pembelajaran Discovery Learning. Diakses dari
https://docs.google.com/document/d/1lY3rKYKB785ddheIO8PzspODRmSpECO
nXLnbC1e3VGo/edit tanggal 9 Juni 2016.
Krisna Dewi Nurmala (2013). Pengaruh Penggunaan Social Networking melalui
Facebook terhadap Pengembangan Nilai Moral Siswa di Sekolah. Diakses dari
http://repository.upi.edu/1407/ tanggal 3 September 2016.
Legawan, K. D. (2007). Permainan mencari harta karun sebagai teknik pembelajaran
membaca denah pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 2 mandiraja tahun ajaran
2006/2007. Diakses dari http://lib.unnes.ac.id/6033/1/3409X.pdf diakses pada
tanggal 14 Juni 2016.
Norma Dewi Septina (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
dengan Metode Eksperimen pada Materi Getaran dan Gelombang Kelas VIII pada
SMPN 1 Bangsal Mojokerto. Diakses dari
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/article/view/
910/1652 tanggal 3 September 2016.
Slavin, R.E.(2008). Cooperatif Learning Teori, Riset Dan Praktik, Bandung: Nusa
Media.

294
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
BERBANTUAN SOFTWARE CEDAR LOGIC SIMULATOR
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS
DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
GERBANG LOGIKA DI KELAS X TAV 2
SMKN 1 LENGKONG TAHUN
PELAJARAN 2016/2017

Noventy Prasetyaningsih, ST M.Pd


SMKN 1 LENGKONG
rizkyventy@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan (1) Penerapan
model pembelajaran Discovery Learning berbantuan software CedarLogic Simulator
dalam meningkatkan aktivitas siswa pada kompetensi Menerapkan Dasar-dasar
Elektronika di kelas X TAV 2 SMKN 1 Lengkong (2) Penerapan model pembelajaran
Discovery Learning berbantuan software CedarLogic Simulator dalam meningkatkan
hasil belajar siswa pada kompetensi Menerapkan Dasar-dasar Elektronika di kelas X
TAV 2 SMKN 1 Lengkong.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dan dilakukan sebanyak 3
putaran yang bertujuan untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas
siswa, hasil belajar siswa, dan respon siswa kelas X-TAV 2 SMKN 1 Lengkong.
Hasil penelitian pada putaran I, II, III menunjukkan bahwa (1) Aktivitas siswa
selama pembelajaran yang meliputi Visual Activities, Writing Activities, Drawing
Activities, Oral Activities, Motor Activities dan Emotional Activities mengalami
peningkatan. Aktivitas siswa yang muncul dari keseluruhan aktivitas yang mungkin
muncul sesuai indikator mengalami peningkatan, pada putaran I sebanyak 75 %, pada
putaran II sebanyak 87,5 % dan pada putaran III sebanyak 100%. Rata-rata banyaknya
aktivitas siswa pada putaran I sebanyak 63,5 %, pada putaran II sebanyak 84,3 %
sedangkan pada putaran III sebanyak 85,9 %. (2) Penilaian hasil belajar siswa pada
penelitian ini berupa post test. Hasil belajar klasikal pada setiap putaran sebesar 78,57 %,
93,33%, dan 81,25%,

Kata Kunci : Teams Games Tournament, Video Pembelajaran, Hasil Belajar, Aktivitas
Siswa

295
PENDAHULUAN

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan menengah yang


melahirkan lulusan yang berkompetensi dan siap kerja. SMK Negeri 1 Lengkong
merupakan sekolah menengah yang mempunyai 3 kompetensi yaitu Teknik Komputer
dan Jaringan, Teknik Audio Video, dan Teknik Kendaraan Ringan. Pada jurusan Teknik
Audio Video hal yang harus dikuasai oleh siswa adalah pemahaman digital. Hal ini
dikarenakan semua peralatan elektronika sekarang bersistem digital dan dunia saat ini
serba komputerisasi.
Model Pembelajaran yang digunakan sangat menentukan dalam proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa. Dari berbagai model pembelajaran ada
yang memusatkan perhatian pada siswa, dalam hal ini siswa yang dituntut berperan aktif.
Tetapi ada pula pembelajaran yang memusatkan perhatiannya pada guru, dimana guru
yang lebih berperan aktif.
Dari hasil observasi diperoleh model pembelajaran yang selama ini diterapkan
masih memusatkan perhatian pada guru. Guru yang lebih berperan aktif sehingga terlihat
dalam pembelajaran masih banyak aktivitas siswa yang tidak relevan dalam proses
pembelajaran misalnya: berbicara dengan teman, mendengarkan sambil bermalas-
malasan, sehingga hanya deretan 2 dari depan yang tampak memperhatikan dengan serius
pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu perlu adanya inovasi
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran yang mengunakan komputer
sehingga siswa dapat berperan aktif dan meningkatkan pemahaman siswa di dalam
kegiatan belajar mengajar.
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Dalam mengaplikasikan
metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented
menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli
matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
Model pembelajaran discovery learning bertujuan memberi kesempatan kepada
siswa untuk memperoleh pengalaman menyelidiki sendiri masalah-masalah
menggunakan keterampilan yang sesuai dengan metode ilmiah. Pada pembelajaran model
discovery learning terdapat lima langkah meliputi (1) merumuskan masalah, (2) membuat
hipotesa, (3) merencanakan kegiatan, (4) mengumpulkan data dan (5) mengambil
kesimpulan.
Model pembelajaran Discovery Learning berbantuan software Cedar Logic
Simulator merupakan salah satu model pembelajaran melibatkan keaktifan siswa. Siswa
dituntut untuk belajar mandiri secara berkelompok dengan bantuan sotware komputer

296
sehingga menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Hamalik (dalam Takdir, 2012:29)
menyatakan bahwa discovery adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada
mental intelektual pada anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi,
sehingga menemukan suatu konsep yang dapat diterapkan di lapangan. Selain itu Mulyasa
(dalam Takdir, 2012:32) menyatakan bahwa discovery merupakan strategi pembelajaran
yang menekankan pengalaman langsung dilapangan, tanpa harus selalu bergantung pada
teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman buku pelajaran.
Discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa
aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan
setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar
penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri
problem yang dihadapi.
Pemanfaatan media dalam proses pembelajaran juga merupakan salah satu upaya
dalam meningkatkan penalaran siswa. Mengingat fungsi media dalam proses
pembelajaran selain penyaji stimulus juga untuk meningkatkan keserasian terutama
dalam menerima informasi. Salah satu media belajar adalah ICT. Penggunaan ICT
dengan baik dalam pembelajaran memiliki pengaruh positif bagi perkembangan belajar
siswa.
Dalam pembelajaran teknik khususnya elektronika semakin optimal dengan
menggunakan media pembelajaran. Menurut Yang, Liu, Wang (2012) beberapa
keuntungan pembelajaran teknik dengan multimedia antara lain adalah :
1. Memperkenalkan informasi yang paling canggih dari subyek, mencerminkan fitur
yang khusus.
2. Menaikkan jumlah informasi dan efisiensi pembelajaran
3. Memperkaya kekuatan ekspresi yang mendorong siswa untuk belajar.
4. Memfasilitasi hubungan pengetahuan dan suplemen atau penghapusan beberapa
konten.
Berdasarkan uraian diatas maka syntax dalam pembelajaran pada penerapan
metode pembelajaran Discovery Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator
adalah :
1. Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan)
Guru memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan.
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)
3. Data collection (Pengumpulan Data).
Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk

297
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya. Uji coba menggunakan software Cedar Logic Simulator.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara
tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
5. Verification (Pembuktian)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas TAV SMK Negeri 1
Lengkong, pembelajaran yang diterapkan oleh guru selama ini adalah dengan model
ceramah dan siswa belum pernah mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran Discovey Learning. Dari angket juga didapatkan prosentase sekitar 90 %
siswa menginginkan pembelajaran dengan model Discovey Learning berbantuan
software Cedar Logic Simulator. Pembelajaran ini membuat aktivitas belajar lebih
menyenangkan karena siswa mempunyai pengalaman sendiri sehingga memunculkan
ingatan jangka panjang.
Aktivitas belajar yang dirancang dalam model pembelajaran Discovey Learning
berbantuan software Cedar Logic Simulator memungkinkan siswa dapat belajar lebih
rileks sehingga menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar. Paul B. Dierich (dalam Sardiman, 2001) menggolongkan
aktivitas siswa dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut.
a. Visual activities, meliputi: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi,
percobaan, mengamati percobaan orang lain, dan sebagainya.
b. Writting activities, meliputi: mencatat, menulis laporan, mengerjakan soal, dan
sebagainya.
c. Drawing activities, meliputi: menggambar, membuat grafik, diagram dan sebaginya.
d. Oral activities, meliputi: bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, dan
sebagainya.
e. Motor activities, meliputi: melakukan percobaan, membuat kontruksi atau model,
dan sebagainya.
f. Emosional activities, meliputi: menaruh minat, bosan, gembira, berani, tenang, dan
sebagainya.
Rata-rata hasil belajar pada kompetensi dasar “Gerbang Logika” mencapai
nilai 65. Nilai tersebut termasuk masih berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal yang
telah ditetapkan yaitu 75. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada siswa kelas X
TAV SMK Negeri 1 Lengkong diperoleh informasi bahwa banyak siswa yang kurang
memahami Gerbang Logika. Disamping belum memahami ternyata 35 % siswa juga
belum bisa membedakan gerbang logika AND, OR, NOT, NOR, NAND, EXOR dan
EXNOR sebagai gerbang dasar. Oleh karena itu, perlu menggunakan suatu software
komputer gerbang logika yang mampu meningkatkan pemahaman siswa.

298
Menurut Morisson, Ross, Kemp (2001) tujuan dari evaluasi hasil belajar adalah
untuk menentukan kesuksesan belajar siswa. Pada dasarnya hasil belajar siswa
pendekatan yang digunakan berdasarkan mana yang ditugaskan lebih penting.
Pendekatan hasil belajar mencakup :
1. Hasil belajar formatif
Paling berharga ketika berhubungan selama pengembangan dan tryout. Seharusnya
ditampilkan awal selama proses, sebelum waktu yang paling berharga. Jika rencana
pembelajaran memiliki kekurangan, tes hasil belajar bisa di identifikasi dan di
eliminasi sebelum pelaksanaan. Tes, hasil, reaksi pebelajar, observasi dari pebelajar,
peninjauan ulang terhadap materi pembelajaran, dan saran dari pendidikan tinggi
mengindikasikan peningkatan urutan, prosedur dan bahan belajar.
2. Hasil belajar sumatif
Diarahkan untuk mengukur tingkat hasil utama bila mencapai akhir dari proses
belajar. Merupakan kunci informasi hasil dari post test dan ujian akhir dari
pembelajaran. Evaluasi sumatif untuk mengukur :
a. Efisiensi pembelajaran
b. Biaya program
c. Beban yang terus menerus
d. Reaksi dari program pembelajaran
e. Keuntungan jangka panjang dari program
3. Hasil belajar konfirmatif
Evaluasi ini membutuhkan waktu yang terus menerus, oleh karena itu
memperpanjang melebihi evaluasi sumatif. Hampir sama dengan evaluasi formatif
dan sumatif, evaluasi konfirmatif mengandalkan instrumen beberapa data yang
bergabung, seperti kuisioner, inteview, penilaian kinerja, laporan diri dan tes
pengetahuan.
Oleh karena itu hasil belajar yang diteliti pada mata pelajaran Gerbang Logika
dengan penggunaan software Cedar Logic Simulator merupakan hasil yang dicapai
selama pembelajaran baik itu hasil post test maupun uji kompetensi.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu untuk dilakukan penelitian dengan judul
“Penerapan Model Discovery Learning berbantuan software CedarLogic Simulator
Sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Kompetensi
Menerapkan Dasar-Dasar Elektronika Di Kelas X TAV 2 SMKN 1 Lengkong”.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan software
CedarLogic Simulator dalam meningkatkan aktivitas siswa pada kompetensi
Menerapkan Dasar-dasar Elektronika di kelas X TAV 2 SMKN 1 Lengkong
2. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan software
CedarLogic Simulator dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi
Menerapkan Dasar-dasar Elektronika di kelas X TAV 2 SMKN 1 Lengkong

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research). Tempat yang diambil untuk melakukan penelitian adalah SMKN Lengkong
pada kelas X TAV 2. Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X TAV 2
SMKN 1 Lengkong pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

299
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif.
Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif.
1. Analisis pengelolaan pembelajaran.
Hasil pengamatan terhadap kemampuan guru mengelola kelas dalam penerapan
metode pembelajaran Discovery Learning disajikan dalam angka. Analisis dilakukan
dengan menafsirkan nilai angka tersebut dalam kalimat yang bersifat kuantitatif,
yaitu
a. 0,00 – 0,79 = Tidak baik
b. 0,80 – 1,59 = Kurang baik
c. 1,60 – 2,39 = Cukup baik
d. 2,40 – 3,19 = Baik
e. 3,20 – 4,00 = Sangat baik
2. Analisis aktivitas siswa
Untuk menganalisis aktivitas belajar siswa yang diamati selama kegiatan
pembelajaran digunakan satuan persentase (%) dengan rumus sebagai berikut :
n
P  x100%
N
P= Persentas aktivitas belajar siswa
n= Jumlah aktivitas belajar yang muncul
N= Jumlah aktivitas belajar keseluruhan
3. Analisis data hasil belajar siswa
Hasil belajar yang dianalisis adalah nilai kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tes hasil evaluasi ini digunakan untuk menghitung ketuntasan belajar siswa secara
individu dan klasikal. Secara individu, seseorang dikatakan tuntas belajar bila telah
mencapai skor nilai  75.
Dengan perhitungan sebagai berikut:
skor yang dicapaioleh siswa
x100%
skor maksimum
Perhitungan persentase ketercapaian indikator dengan menggunakan rumus :
n
P  x100%
N
Dimana :
P : persentase ketercapaian tiap indikator
n : jumlah siswa yang menjawab benar
N : jumlah responden
Secara klasikal suatu kelas telah tuntas belajar bila kelas tersebut terdapat  85%
siswa telah mencapai ketuntasan individu (skor nilai  75)

Rencana Tindakan
Menurut Tim Pelatih proyek PGSM (1999), bahwa penelitian tindakan kelas
dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap yaitu: (a) Tahap

300
Perencanaan Penelitian (Rancangan); (b) Tahap Kegiatan dan Pengamatan; (c) Tahap
Refleksi; (d) Tahap Revisi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang aktivitas yang dilakukan siswa pada penerapan
model pembelajaran Discovery Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator,
diperoleh bahwa :
a. Visual activities pada putaran I merupakan aktivitas siswa dalam memperhatikan
penjelasan guru ketika materi, melihat macam gerbang logika, memperhatikan
penjelasan tentang Software Cedar Logic Simulator, melihat cara penggunaan
software. Aktivitas tersebut sebanyak 70,8 %, sedangkan pada putaran II 71,8 %
dan putaran III naik menjadi 81,25 % Hal tersebut membuktikan bahwa
dimungkinkan siswa memperoleh pengalaman visualisasi pembelajaran tentang
materi pembelajaran yang sedang dipelajari dengan baik hal ini sejalan dengan
teori yang disampaikan oleh Berk,2009 yaitu penggunaan media pembelajaran
sangat membantu siswa dalam perwujudan komunikasi verbal, termasuk visual,
auditory, atau kode artikulasi, yang memungkinkan terdapat bentuk, suara, aksi
kinestetik dan emosi.
b. Writing Activities, aktivitas ini mencakup mencatat penjelasan guru, menulis
gerbang logika, di buku catatn, mengerjakan tabel kebenaran sesuai praktek,
mengerjakan laporan individu. Pada putaran I sebanyak 46,8 %, putaran II

301
menjadi 71,8 % sedangkan putaran III 78,1 %. Hal ini mengemukakan bahwa
aktivitas writing activities ini mengalami peningkatan, dengan penerapan metode
pembelajaran Discovery Learning berbantuan software Cedar Logic
Simulatorsemakin meningkatkan aktivitas siswa pada writing activities diperkuat
dengan yang disampaikan oleh Anderson, 2001 bahwa pembelajaran tim
menuntut keterlibatan aktif peserta didik sekaligus dapat mengembangkan
kemampuan bekerjasama atau kemampuan untuk bekerja dalam tim.
c. Drawing Activities, merupakan aktivitas siswa menggambar gerbang logika. Pada
putaran I belum muncul, putaran II muncul 50 %, pada putaran III muncul 75 %.
d. Oral Activities, merupakan aktivitas siswa bertanya, berpendapat dan presentasi
di kelas. Merupakan aktivitas siswa yang prosentase sangat kecil jika dibanding
aktivitas yang lain perlu sering dilatih dengan melakukan presentasi di depan
kelas. Pada putaran I 31,25 % keaktifan siswa, putaran II 56,25 % dan putaran III
79,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di dorong untuk meningkatkan
kemapuan berbicara, berpendapat tanpa takut salah.
e. Motor Activities, aktivitasnya antara lain : melakukan praktek dengan komputer
dan membuat laporan individu. Sejak putaran I aktivitas ini sudah berjalan dengan
baik yaitu sebanyak 87,5 %, putaran II tetap 87,5 % dan putaran III naik menjadi
93,7 %.
f. Emotional Actvities, merupakan aktivitas yang menggambarkan keadaan emosi
siswa yang terlihat dengan semangat dan antusias siswa selama pembelajaran.
Pada putaran I sebanyak 50 % siswa yang terlihat senang dan bersemangat, pada
putaran II 75 % dan putaran III sebanyak 87,5 %.
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama tiga putaran dapat dijelaskan
pada grafik 4.1 dan 4.2 berikut ini,
100

80

60

40

20

0
Visual Writing Drawing Oral Motor Emotional
Activities Activities Activities Activities Activities Activities

Putaran I Putaran II Putaran III

Grafik 4.1 Prosentase aktifitas yang dilakukan siswa

Aktivitas siswa yang muncul dari keseluruhan aktivitas yang mungkin muncul
sesuai indikator mengalami peningkatan, pada putaran I 75 %, pada putaran II 87,5 % dan
pada putaran III 100%. Rata-rata banyaknya aktivitas siswa pada putaran I sebanyak 63,5
%, pada putaran II 84,3 % sedangkan pada putaran III 85,9 %. Peningkatan ini tampak
pada grafik di bawah ini :

302
120
100
80
Putaran I
60
Putaran II
40
Putaran III
20
0
Aktivitas siswa yang muncul Rata-rata keaktifan siswa

Grafik 4.2 Rata-rata keaktifan siswa dan aktivitas siswa yang muncul

Berdasarkan hasil penelitian tentang hasil belajar siswa pada penerapan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator
diperoleh ketuntasan klasikal siswa putaran I sebesar 77,42 %. Hasil belajar siswa pada
putaran I belum dikategorikan tuntas. Hal ini karena ada beberapa siswa yang belum bisa
memahami materi. Pada putaran II, ketuntasan klasikal siswa bertambah menjadi 83,9%.
Tetapi belum dapat dikatakan telah “tuntas” secara klasikal. Pada putaran II ini, siswa
sudah dapat memahami materi dengan banyaknya latihan yang dilakukan selama
pembelajaran, sehingga berdampak pada kenaikan nilai post test dan ketuntasan siswa
secara klasikal. Pada putaran III, ketuntasan klasikalnya 93,5%. Persentasenya sudah
lebih mengingkat dari putaran II, dan dapat dikategorikan “tuntas”, karena sudah
mencapai ≥ 85%. Hasil pengamatan terhadap hasil belajar siswa selama 3 putaran dapat
dijelaskan pada grafik 4.7 berikut ini:
100
Hasil Belajar Siswa

80
60
40
Series1
20
0
1 2 3
Putaran ke-

Grafik 4.3 Grafik Hasil belajar siswa selama putaran 1,2 dan 3.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru sejawat, siswa yang paling aktif dan
siswa yang paling pasif, berdasarkan hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran dan
respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan
software Cedar Logic Simulator dapat mengatasi kendala-kendala yang muncul sehingga
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Dari hasil wawancara didapat hasil bahwa dengan penerapan model pembelajaran
Discovery Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator dapat mengatasi kendala

303
antusias siswa dalam pembelajaran, sarana prasarana yang dibutuhkan, siswa menyukai
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Dari hasil pengelolaan pembelajaran didapat hasil bahwa rata-rata keseluruhan
aspek yang mencakup tahapan-tahapan dalam penerapan model pembelajaran Discovery
Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator pada putaran I mencakup 2,82 %,
putaran II 3,27 % dan putaran III 3,82 %. Sehingga pengelolaan pembelajaran semakin
meningkat.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran
Discovery Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator dapat mengatasi
kendala-kendala peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian Penerapan model pembelajaran Discovery Learning


berbantuan software Cedar Logic Simulator pada materi Konversi Sistem Bilangan di
Kelas X TAV 2 SMKN 1 LENGKONG dapat dikatakan efektif, hasil penelitian pada
putaran I, II, III diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Aktivitas siswa selama pembelajaran dari putaran I sampai putaran III mengalami
peningkatan, dimana aktivitas siswa yang diamati meliputi visual activities, writing
activities, drawing activities, oral activities, motor activities dan emotional activities.
Hal tersebut dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery
Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator dapat menjadikan siswa lebih
aktif dalam mengikuti pembelajaran. Aktivitas siswa pada putaran I sebesar 63,5 %,
putaran II sebesar 84,3 %, dan pada putaran III sebesar 85,9 %.
2. Ketuntasan belajar klasikal pada putaran I sebesar 77,42 % (tuntas), putaran II
sebesar 83,9% (tuntas), dan putaran III sebesar 93,5% (tuntas).

Setelah melihat hasil penelitian, maka peneliti merumuskan beberapa saran


sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan software Cedar
Logic Simulator perlu dilakukan untuk mata pelajaran lain untuk benar-benar
terampil dan terasah kemampuan berfikir dan aktivitasnya.
2. Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya dalam model pembelajaran Discovery
Learning berbantuan software Cedar Logic Simulator hendaknya siswa lebih banyak
melakukan oral activities yaitu tanya jawab baik dengan sesama siswa maupun
dengan guru, mau berpendapat jika ada permasalahan dan tidak malu untuk
presentasi di depan kelas untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi.

REFERENSI

Anderson, R.P. 2001. Team Disease presentation : A Cooperative Learning Activity for
Large Classroom. The American Biology Teacher. 63,1. Pg 40 - 43
Akdemir E., Arslan, E. 2012. From Past to Present : Trend Analysis of Cooperative
Learning Studies. Procedia Social and Behavioral Sciences 55. 212-217

304
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Barkley, E.E., Cross, K.P., and Major,C.H. 2005. Collaborative Learning Techniques San
Francisco : Jossey-Bass
Berk, R.A. 2009. Multimedia Teaching with Video Clips : TV, Movies, YouTube, and
mtvU in the College Classroom. International Journal of Technology in Teaching
and Learning. 5 (1), 1 – 21.
Bukunola, B.A.J., and Idowu, O.D. 2012. Effectiveness of Cooperative Learning
Strategies on Nigrian Junior Secondary Student Academic Achievement in Basic
Science. British Journal of Education, Society and Behavioural. 2 (3) : 307-325.
Johnson, D.W., and Johnson, R.T. 2002. Cooperative Learning Method : A-Meta
Analysis. Journal of Research in Education Fall 2002, Vol.12, No.1
Fatt, J.P.T. 2000. Understanding the Learning Style of Students : Implication for
Educators. The International Journal of Sociology and Social Policy. 20, 11/12. Pg
31 – 45.
Santrock, J.W. 2008. Educational Psychology. New York : Mc.Graw-Hil
Reynolds, C.R., Livington, R.B., Wilson, V. 2010. Measurement and Assessment in
Education. New Jersey : Pearson Education,Inc.
Sardirman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Shindler, B., Hino, J., Ryan, G. 2005. Digital Video in the Classroom : Communication
Skills for future Resources Professionals. Journal of Forestry. 103,1. Pg 41 – 46
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning : theory, reserach and practice. London : Allyn
and Bacon.
Slavin, R.E. 1997. Educational Psichology : theory and practice. America : Allyn and
Bacon.
Smaldino, L.S., Lowther, D., and Russell, J.D. 2008. Instructional Technology and Media
for Learning. Pearson Prentice Hall.
Wei, C. and Tao, Y. 2012. Application of Multimedia-aided Project-teaching Mode in
Cultural Education. International Conference on Future Computer Supported
Education. IERI Procedia 2 (2012) 538-54.

305
PEMANFAATAN SPARKOL VIDEOSCRIBE UNTUK MENINGKATKAN
MINAT BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA KELAS XII KJ
SMK NEGERI 2 WONOSARI TAHUN 2016/2017

Purwanti, M.Pd.BI
SMK Negeri 2 Wonosari

ABSTRAK

Seiring perkembangan digital teknologi, para siswa dituntut untuk dapat


menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pembelajaran
bahasa Inggris. Penguasaaan bahasa secara lisan maupun tertulis dalam waktu yang relatif
terbatas dan minimnya keterampilan teknologi menjadi faktor pendorong munculnya
penelitian untuk mengaplikasikan media atau metode tertentu agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan aplikasi Sparkol Videoscribe.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak pemanfaatan Sparkol Videoscribe dalam
pembelajaran bahasa Inggris, antara lain: (1) untuk mengetahui apakah pembelajaran
bahasa Inggris menjadi lebih menarik dan menyenangkan dengan aplikasi Sparkol
Videoscribe, (2) untuk mengetahui apakah aplikasi Sparkol Videoscribe ini dapat
meningkatkan minat belajar bahasa Inggris para siswa, (3) untuk mengetahui apakah
prestasi belajar para siswa meningkat dengan pemanfaatan Sparkol Videoscribe.
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari
3 siklus. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Wonosari, dengan subyek
penelitian yaitu 16 siswa kelas XII KJ. Obyek yang diteliti adalah minat belajar siswa dan
prestasi belajar bahasa Inggris siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada semester Gasal
tahun pelajaran 2016 / 2017, pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pre-test, post test, angket, dan
wawancara. Analisa data dilakukan dengan cara membandingkan data awal dengan data
akhir setelah tindakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) pembelajaran bahasa Inggris menjadi
lebih menarik dan menyenangkan dengan media sparkol videoscribe, 2) sparkol
videoscribe dapat meningkatkan minat belajar bahasa Inggris para siswa, 3) prestasi
belajar para siswa meningkat dengan pemanfaatan sparkol videoscribe.Para

Kata kunci: minat belajar, sparkol videoscribe, prestasi belajar

306
Salah satu permasalahan dalam pembelajaran bahasa Inggris yang sering dialami
oleh para siswa, khususnya di SMK yaitu minimnya kemampuan siswa dalam
menggunakan Bahasa Inggris, baik secara lisan maupun secara tertulis. Padahal dalam
setiap kurikulum, termasuk kurikulum terbaru saat ini (Kurikulum 2013/Kurikulum
Nasional), para siswa dituntut untuk dapat memahami sekaligus menggunakan bahasa
Inggris secara kompeten. Dalam hal ini, siswa tidak hanya dituntut untuk dapat
mendengar dan membaca, tapi juga dapat secara aktif berbicara dan menulis dengan
menggunakan bahasa Inggris.
Permasalahan ini juga dialami oleh sebagian besar siswa SMK Negeri 2
Wonosari. Sebagaimana kita ketahui, bahwa bahasa Inggris adalah bahasa asing,
sehingga sebagian besar siswa SMK tidak menggunakan bahasa Inggris dalam keseharian
mereka. Oleh karena itu, sebagian besar siswa masih kesulitan untuk berkomunikasi baik
secara lisan maupun tertulis dengan menggunakan bahasa Inggris. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya kosakata, rasa ketidakpercayaan diri
dalam menggunakan bahasa Inggris, kurang berminat, kurangnya motivasi, maupun
situasi pembelajaran Bahasa Inggris yang tidak menarik.
Permasalahan yang dihadapi para siswa semakin bertambah dengan kian
maraknya era digital saat ini. Dalam era digital seperti sekarang ini, setiap siswa tidak
hanya dituntut untuk dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan lancar, akan
tetapi juga dituntut untuk dapat menguasai teknologi digital terkait pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggungjawab guru untuk
mendampingi dan memfasilitasi pembelajaran siswa sesuai dengan perkembangan
pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, perlu dikembangkan suatu pembelajaran
di mana siswa belajar sesuai topik dengan memanfaatkan teknologi, walaupun berupa
teknologi sederhana. Hal ini dimaksudkan agar para siswa juga terbiasa dengan
pemanfaatan teknologi. Tidak semua siswa berasal dari keluarga yang mampu untuk
memfasilitasi pembelajaran di rumah dengan teknologi. Oleh karena itu, peran guru untuk
menghadirkan atau memperkenalkan teknologi di kelas akan sangat membantu para
siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mencoba untuk mengembangkan
suatu pembelajaran di kelas dengan memanfaatkan salah satu aplikasi, yaitu Sparkol
Videoscribe. Dengan pemanfaatan aplikasi ini diharapkan pembelajaran Bahasa Inggris
kelas XII akan lebih menarik dan menyenangkan, sehingga para siswa akan lebih
berminat untuk mempelajari bahasa Inggris dan harapannya prestasi belajar Bahasa
Inggris mereka akan meningkat.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan di SMK
Negeri 2 Wonosari, dengan subyek penelitian yaitu 16 siswa kelas XII KJ. Obyek yang
diteliti adalah minat belajar siswa dan prestasi belajar bahasa Inggris siswa. Penelitian ini
akan dilaksanakan pada semester Gasal tahun pelajaran 2016 / 2017, pada bulan Agustus
sampai dengan Oktober 2016.

307
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara umum terdiri dari 4 tahap dalam
setiap siklus, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Rangkaian kegiatan dari setiap siklus dapat dilihat seperti gambar berikut (Warso,
2015:17).
Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan
Tindakan I Tindakan I

SIKLUS I Refleksi I Pengamatan /


Pengumpulan
Data I

Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan


baru, hasil Tindakan II Tindakan II
refleksi

SIKLUS II Refleksi II Pengamatan/


Pengumpulan
Data II

Bila Dilanjutkan ke
permasalahan siklus
belum berikutnya
terselesaikan

Gambar 1. Siklus Kegiatan PTK

Penelitian ini menggunakan data-data berupa hasil pre-test siswa, hasil


wawancara, lembar pengamatan, dan angket. Wawancara direkam dengan menggunakan
alat perekam, kemudian ditulis dalam bentuk skrip. Lembar pengamatan diisi oleh
peneliti selama pelaksanaan, sedangkan angket diisi oleh para siswa.
Data yang telah terkumpul akan dianalisa dan diolah, untuk dapat mengetahui
sejauh mana pemanfaatan Sparkol Videoscribe dapat memberikan pengaruh terhadap
minat belajar dan peningkatan prestasi belajar para siswa. Teknik analisa data dilakukan
dengan cara membandingkan data awal dengan data yang diperoleh setelah dilakukan
tindakan. Apabila minat dan prestasi belajar siswa meningkat setela h dilakukan tindakan,
berarti tindakan berhasil. Namun, apabila terjadi penurunan minat maupun prestasi

308
belajar siswa, berarti perlu dilakukan tindakan lagi melalui siklus selanjutnya, sesuai
prosedur.

HASIL & PEMBAHASAN

Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran dengan Sparkol Videoscribe


A. Perencanaan Pembelajaran
Pembelajaran dengan penerapan media videoscribe ini direncanakan untuk tiga
topik materi, yaitu asking for attention, application letters, dan caption. Masing-masing
topik nanti akan dibuat produk videoscribe yang dikerjakan secara berkelompok. Masing-
masing kelompok terdiri dari 4 anggota.
Sebelum memulai pembuatan videoscribe yang pertama, para siswa terlebih
dahulu diperkenalkan dengan aplikasi videoscribe karena belum semua siswa pernah
menggunakan aplikasi ini. Dari 32 siswa, baru 4 orang yang pernah menggunakan
aplikasi ini sebelumnya.
Pengenalan aplikasi videoscribe meliputi penjelasan tentang apa dan bagaimana
cara penggunaan videoscribe serta proses penginstalan videoscribe. Setelah itu, para
siswa secara berkelompok, mencoba menggunakan videoscribe yaitu dengan mencoba
mengklik ikon-ikon yang ada pada aplikasi ini. Tujuannya adalah agar mereka
mengetahui fungsi-fungsi dari masing-masing ikon yang tersedia dalam aplikasi ini,
sehingga nantinya mereka tidak mengalami banyak kesulitan dalam proses pembuatan
videoscribe.
Ketiga materi yang akan dibuat menjadi videoscribe, masing-masing
direncanakan selesai dalam satu pertemuan atau satu kali tatap muka dan dilanjutkan
penugasan di rumah dengan waktu 1 sampai 2 minggu. Hal ini dikarenakan terbatasnya
waktu yang tersedia. Telah diketahui bahwa dalam Kurikulum 2013 ini, alokasi waktu
yang tersedia untuk Bahasa Inggris cukup terbatas, dengan beban materi yang cukup
banyak. Sehingga untuk masing-masing materi hanya mendapatkan satu sampai dua kali
tatap muka di kelas. Hal ini menuntut adanya penugasan di rumah untuk menuntaskan
proses pembelajaran di kelas yang hanya 2 x 45 menit per minggunya.

B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pada awal pembelajaran, siswa diperkenalkan terlebih dahulu dengan aplikasi
videoscribe. Para siswa diminta untuk mencoba menggunakan ikon-ikon yang ada dalam
aplikasi ini, sehingga mereka mengetahui fungsi dari masing-masing ikon, yang nantinya
akan mempermudah dalam proses pembuatan produk videoscribe.
Setelah mereka mengetahui apa dan bagaimana cara pengoperasian videoscribe
tersebut, para siswa mulai masuk ke materi. Materi yang pertama adalah asking for
attention. Pada tahap awal, para siswa diminta untuk memperhatikan sebuah video
tentang attention. Kemudian, para siswa diarahkan untuk memunculkan pertanyaan video
itu tentang apa, ucapan-ucapan yang disampaikan tentang apa, fungsinya untuk apa, dan
cara pengucapannya bagaimana. Hal ini bertujuan untuk membawa siswa ke dalam materi
asking for attention. Setelah mereka memahami materi apa yang akan dipelajari,
kemudian mereka diminta untuk berkelompok, dan diberi waktu untuk browsing materi
terkait topik yang akan dipelajari. Materi-materi itulah yang dituangkan dalam bentuk

309
videoscribe. Biasanya proses untuk browsing dan pembuatan videoscribe ini
membutuhkan waktu yang cukup lama, yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu 2 x
45 menit. Oleh karena itu, pembuatan videoscribe juga dijadikan sebagai penugasan di
rumah. Pada pertemuan berikutnya, videoscribe yang telah dibuat dipresentasikan di
depan kelas, dan mendapat tanggapan dari teman-teman dan guru. Ada beberapa
kelompok yang perlu memperbaiki videoscribe setelah dipresentasikan, dan itu
dilanjutkan di rumah. Setelah videoscribe tentang asking for attention selesai, masing-
masing siswa diminta untuk membuat video percakapan tentang asking for attention. Hal
ini dimaksudkan sebagai bahan pengayaan, untuk dapat mengetahui dengan pasti, bahwa
siswa benar-benar paham materi yang dipelajari.
Setelah videoscribe dengan materi asking for attention selesai, dilanjutkan ke
materi berikutnya, yaitu application letters. Sama seperti pada materi sebelumnya, siswa
terlebih dahulu diberikan stimulasi untuk menuju ke materi. Pada pertemuan ini, siswa
diberikan contoh-contoh surat lamaran. Mereka diminta untuk memahami surat tersebut
tentang apa, tujuannya apa, dan detail dari tiap-tiap bagian suratnya. Setelah itu, para
siswa diminta untuk mencari materi terkait dengan browsing atau membaca buku paket
atau buku sumber lainnya yang relevan. Setelah itu, secara berkelompok, mereka diminta
untuk membuat videoscribe tentang materi application letters. Sama seperti pertemuan
pada materi sebelumnya, produk videoscribenya tidak dapat selesai dalam waktu satu kali
pertemuan. Oleh karena itu, tugas ini diselesaikan di rumah. Pada pertemuan berikutnya
dipresentasikan di depan kelas untuk mendapatkan masukan dari kelompok lain dan guru.
Setelah itu, untuk memantapkan pengetahuan siswa terkait materi application letters,
mereka diminta untuk membuat surat lamaran berdasarkan iklan lowongan pekerjaan
secara individu dan dikumpulkan.
Materi yang terakhir yang dibuat produk videoscribe adalah teks penyerta gambar
(caption). Tidak berbeda dengan dua materi yang lain, terlebih dahulu siswa diarahkan
menuju materi, dengan memperhatikan caption-caption yang ada di buku paket maupun
yang ditunjukkan oleh guru. Kemudian mereka mencari tahu, apa dan bagaimana cara
membuat caption. Setelah itu, secara berkelompok membuat produk videoscribe tentang
caption. Selain itu, mereka juga diminta untuk membuat caption secara individu dan
dikumpulkan.
Berdasarkan keterangan di atas, produk videoscribe yang dihasilkan berupa 3
videoscribe.Videoscribe-videoscribe tersebut antara lain: videoscribe tentang asking for
attention, videoscribe tentang application letters, dan videoscribe tentang caption. Ketiga
videoscribe tersebut selain digunakan sebagai produk kreativitas siswa juga dapat
digunakan sebaga media pembelajaran bahasa Inggris.

310
Pelaksanaan Penelitian

Siklus I dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sd. 3 September 2016. Pada siklus
I, para siswa diminta untuk memilih seorang partner bekerja (satu kelompok terdiri dari
2 orang). Materi yang dipelajari pada siklus I ini adalah asking for attention.
Pertama, dalam kelompok masing-masing, para siswa diminta untuk mencari
informasi tentang segala hal terkait materi. Kemudian, mereka diminta untuk
menuangkan materi tersebut ke dalam videoscribe, yang nantinya akan dipresentasikan
di depan kelas dan mendapatkan masukan / feedback dari teman-teman dan guru. Dalam
proses ini, sesuai dengan kurikulum 2013, para siswa berusaha untuk menerapkan model
discovery learning yang terbalut dalam kerja kelompok (cooperative learning). Jadi
mereka mencari tahu apa itu asking for attention, mencari contoh-contohnya, dan
mencoba membuat ungkapan terkait materi. Pengetahuan terkait materi tersebut
dikembangkan siswa dalam videoscribe. Tidak hanya pengetahuan, akan tetapi
kemampuan siswa untuk bekerjasama dengan teman partner pun dapat dilatih melalui
proses ini, karena pembuatan videoscribe dilakukan tidak secara individu.
Karena pada siklus I ini para siswa belum mengetahui aplikasi videoscribe,
peneliti terlebih dahulu memberikan sosialisasi terkait penginstallan dan penggunaan
sparkol videoscribe. Kemudian para siswa mencoba mempraktekkan atau mencoba ikon-
ikon yang ada dalam sparkol videoscribe untuk mengetahui fungsi-fungsi yang ada dan
dapat digunakan. Berdasarkan pengamatan peneliti, semua siswa tampak menyukai dan
penuh antusias dalam mencoba aplikasi sparkol videoscribe tersebut.
Setelah para siswa menguasai penggunaan sparkol videoscribe, barulah mereka
mulai menggunakan aplikasi tersebut untuk membuat presentasi materi asking for
attention. Dalam pembuatan presentasi videoscribe ini, selain menciptakan sebuah media
belajar Bahasa Inggris, para siswa juga sekaligus mempelajari materi dengan cara yang
berbeda. Mereka tidak lagi sekedar melihat penyajian materi melalui video / slide yang
ditayangkan, akan tetapi membuat sendiri materi yang dipelajari.
Pada pertemuan berikutnya, masing-masing kelompok mempresentasikan karya
videoscribe mereka. Berikut contoh foto hasil karya videoscribe para siswa.

311
Gambar 2. Contoh videoscribe

Hasil karya para siswa tersebut untuk selanjutnya dinilai dengan kriteria dan nilai
seperti tampak dalam tabel berikut.
Tata Tampilan
Kelompok Anggota Materi Total Nilai
No. Bahasa (lay out)
Angga, M. Nur,
3 3 3 9 75.00
1 Kelompok 1 Aditya
2 Kelompok 2 Nurul, Dandi 4 3 2 9 75.00
3 Kelompok 3 Yaffida, Syahrul 3 3 2 8 66.67
Ikhlas, Arman,
4 3 4 11 91.67
4 Kelompok 4 Mahmud
5 Kelompok 5 Evita, Lina, Rahma 3 3 4 10 83.33
6 Kelompok 6 Ismail, Andyka, Satria 3 3 2 8 66.67
Tabel 1. Rubrik penilaian videoscribe attention

Untuk lebih menguatkan pemahaman dan keterampilan para siswa terkait materi,
guru memberikan penugasan lebih lanjut untuk membuat video terkait materi. Dari
keseluruhan video yang terkumpul, tampak bahwa para siswa terampil dalam materi
asking for attention. Dari hasil penilaian terhadap video tersebut, diperoleh rata-rata nilai
siswa adalah 94,53 dengan keseluruhan nilai mencapai kriteria ketuntasan minimum,
yakni 80.

312
Dari refleksi siklus I, seluruh siswa kelas XII KJ menyatakan bahwa pemanfaatan
sparkol videoscribe membuat pembelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih menarik, tidak
membosankan, dan semakin memotivasi para siswa untuk mempelajari materi.
Dari refleksi siklus I, peneliti juga meminta pendapat para siswa terkait aplikasi
sparkol videoscribe dalam pembelajaran Bahasa Inggris. 57% siswa berpendapat bahwa
pembelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih menyenangkan, kreatif, dan inovatif dengan
pemanfaatan sparkol, 25% menyatakan pembelajaran Bahasa Inggris menjadi tidak
membosankan, dan sisanya menyatakan menjadi lebih berminat dan bersemangat,
sementara itu ada seorang siswa (6%) yang tidak menuliskan pendapat apapun.
Selain itu, dari refleksi siklus I ditemukan pula beberapa siswa yang masih
terkendala dalam mencari materi asking for attention karena keterbatasan paket internet
sewaktu di rumah, tidak memiliki laptop, dan para siswa juga memiliki banyak tugas yang
lain selain tugas Bahasa Inggris. Selain itu, para siswa juga menyarankan agar presentasi
videoscribe lebih komunikatif untuk siklus yang berikutnya. Data-data tersebut dapat
dilihat secara konkrit dalam diagram berikut.

Diagram 1. Permasalahan Siklus I

Permasalahan-permasalahan di siklus I tersebut akan coba diselesaikan melalui


pelaksanaan siklus yang kedua.

Sikus II dilaksanakan pada tanggal 5 September s.d 10 September 2016. Pada


siklus II, para siswa masih dibagi dalam beberapa kelompok, masing-masing
beranggotakan 2 orang. Materi yang dipelajari adalah surat lamaran kerja / application
letters dan identifikasi bagian-bagiannya. Berikut contoh-contoh hasil karya siswa
tentang materi application letters.

313
Gambar 3. Videoscribe application letter_1

Gambar 4. Videoscribe application letter_2

Hasil penilaian pekerjaan siswa pada siklus II dinilai seperti dalam tabel berikut.
Tata Tampilan
Kelompok Anggota Materi Total Nilai
No. Bahasa (lay out)
1 Kelompok 1 Angga, M. Nur, Aditya 3 3 4 10 83.33
2 Kelompok 2 Nurul, Dandi 4 4 4 12 100.00
3 Kelompok 3 Yaffida, Syahrul 4 4 3 11 91.67
4 Kelompok 4 Ikhlas, Arman, Mahmud 4 4 3 11 91.67
5 Kelompok 5 Evita, Lina, Rahma 4 3 4 11 91.67
6 Kelompok 6 Ismail, Andyka, Satria 4 4 4 12 100.00

Tabel 2. Rubrik penilaian videoscribe application letters

Seperti pada siklus I, pada siklus II ini para siswa juga diberikan tugas terkait
kompetensi dasari yang sedang dipelajari, yakni menulis sebuah surat lamaran kerja

314
(application letter) dan mengidentifikasi bagian-bagiannya. Dari hasil penilaian
penulisan surat lamaran dan identifikasi bagian-bagian surat, diperoleh rata-rata nilai
88,13.

Dari refleksi siklus II, para siswa menyatakan bahwa dengan aplikasi sparkol
pembelajaran Bahasa Inggris menarik dan menyenangkan dan juga membuat para siswa
lebih berminat dalam belajar. Pada siklus II ini, para siswa juga menuliskan beberapa
permasalahan, di antaranya terkait lay out (tampilan dari videoscribe yang telah dibuat),
isi atau content, dan penggunaan Bahasa Inggris dalam presentasi hasil pekerjaan.
Permasalahan-permasalahan ini dapat dicermati dalam diagram berikut.

Diagram 2. Permasalahan siklus II


Dari diagram di atas, diketahui bahwa 56% siswa mengalami permasalahan dalam
hal lay out, yakni kesulitan dalam mengatur ukuran tulisan serta perpindahan gambar
untuk tiap slide. Sementara itu, 25% di antaranya menyatakan mengalami kesulitan dalam
penggunaan Bahasa Inggris untuk menyampaikan ide maupun presentasi hasil pekerjaan
di depan kelas. 19% sisanya menyatakan mengalami kesulitan dalam hal isi atau materi
yang akan ditulis dalam videoscribe.

Sikus III dilaksanakan pada tanggal 13 September s.d 20 September 2016. Pada
siklus III, para siswa masih dibagi dalam kelompok beranggotakan 2 orang. Materi yang
dipelajari adalah teks penyerta gambar (caption). Berikut contoh tampilan videoscribe
siswa terkait materi caption.

315
Gambar 5. Contoh videoscribe caption

Hasil pekerjaan siswa pada siklus III dinilai seperti dalam tabel berikut.
Tata Tampilan
Kelompok Anggota Materi Total Nilai
No. Bahasa (lay out)
Angga, M. Nur,
4 4 4 12 100.00
1 Kel. 1 Aditya
2 Kel. 2 Nurul, Dandi 4 4 4 12 100.00
3 Kel. 3 Yaffida, Syahrul 4 3 3 10 83.33
Ikhlas, Arman,
4 4 4 12 100.00
4 Kel. 4 Mahmud
5 Kel. 5 Evita, Lina, Rahma 4 4 4 12 100.00
Ismail, Andyka,
4 4 4 12 100.00
6 Kel. 6 Satria

Tabel 3. Rubrik penilaian videoscribe caption

Seperti pada siklus I dan II, untuk lebih meningkatkan keterampilan siswa, pada
siklus III ini para siswa juga diberikan tugas terkait kompetensi dasari yang sedang
dipelajari, yakni menulis teks penyerta gambar (caption). Dari penilaian caption,
diperoleh rata-rata nilai para siswa yang diperoleh, yaitu 93,75.

Pada akhir siklus III, peneliti kembali mengedarkan angket dan lembar refleksi
untuk mengetahui pendapat siswa terkait pembelajaran Bahasa Inggris dengan media
sparkol videoscribe.
Angket yang diedarkan bertujuan untuk mengetahui apakah pemanfaatan sparkol
videoscribe dapat meningkatkan minat dan ketertarikan para siswa terhadap
pembelajaran Bahasa Inggris. Dari hasil olah data angket terakhir, semua siswa
menyatakan sangat setuju dan setuju dengan 7 indikator pernyataan angket. Tidak
ditemukan lagi pernyataan ragu-ragu, tidak setuju, maupun sangat tidak setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa sparkol videoscribe dapat membuat pembelajaran Bahasa Inggris

316
menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi para siswa, sehingga mereka menjadi
lebih berminat untuk belajar Bahasa Inggris. Hasil data angket dapat dilihat pada grafik
berikut.

Grafik 1. Angket refleksi siklus III

Sementara itu, dari hasil refleksi III diperoleh pendapat para siswa terkait dengan
pemanfaatan sparkol videoscribe, yakni pembelajaran menjadi lebih menarik dan
menyenangkan, perlu adanya penguatan materi, peningkatan kerjasama dalam kelompok,
dan pengembangan aplikasi sparkol videoscribe. Hal ini dapat dilihat dalam diagram
berikut.

Diagram 3. Refleksi siklus III

Dari diagram tersebut, diketahui bahwa 38% siswa menyatakan pembelajaran


lebih menarik dan menyenangkan, 31% siswa menyatakan perlu adanya penguatan
materi, 25% menyatakan perlu adanya pengembangan aplikasi, dan 6% di antaranya
menyatakan perlunya peningkatan kerjasama dalam kelompok.

317
Meskipun dari siklus III ini diketahui bahwa para siswa masih tertarik untuk
pengembangan aplikasi sparkol videoscribe, namun penelitian tindakan kelas terkait
pemanfaatan sparkol videoscribe harus dihentikan pada siklus III ini mengingat
terbatasnya waktu dalam kalender pendidikan untuk kelas XII.

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari tindakan-tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, II, dan III diperoleh
kesimpulan bahwa pemanfaatan media sparkol videoscribe dapat membuat pembelajaran
Bahasa Inggris menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi para siswa dan juga dapat
meningkatkan minat belajar para siswa. Selain itu, prestasi belajar para siswa juga
meningkat karena mereka menjadi lebih berminat dalam belajar Bahasa Inggris. Berikut
penjabarannya.

1. Pembelajaran menarik, menyenangkan, dan siswa menjadi lebih berminat dalam


belajar
Dari hasil wawancara, diperoleh data bahwa 38% siswa menyatakan pembelajaran
menarik dan menyenangkan karena dengan sparkol videoscribe pembelajaran menjadi
tidak membosankan. Sedangkan 31% siswa menyatakan dengan pemanfaatan sparkol
videoscribe ini, para siswa dapat mengembangkan kreativitas dalam membuat media,
sehingga dengan aplikasi ini pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Sementara itu, yang lain berpendapat dengan pemanfaatan sparkol ini, pembelajaran
menjadi menarik dan menyenangkan karena lebih interaktif, lebih bisa berekspresi, lebih
sesuai dengan jurusan, materi didukung dengan gambar dan musik, serta ada pula yang
menyatakan bahwa ini adalah pertama kalinya mencoba aplikasi sparkol videoscribe.
Kemudian, berdasarkan angket yang diedarkan, seluruh siswa kelas XII KJ
menyatakan bahwa pemanfaatan sparkol videoscribe membuat para siswa menjadi lebih
berminat dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris. Dengan media sparkol ini,
pembelajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Selain itu, para siswa juga
dilatih untuk mengembangkan kreativitas dalam membuat video yang menarik tentang
materi. Terlebih lagi, media ini merupakan media aplikasi yang berbasis komputer,
sehingga sangat sesuai dengan jurusan para siswa. Hal ini membuat mereka semakin
antusias dalam mengikuti pembelajaran.

2. Prestasi belajar Bahasa Inggris siswa meningkat dengan pemanfaatan Sparkol


Videoscribe
Berdasarkan hasil wawancara dengan para siswa, diperoleh data bahwa semua
siswa menyatakan setuju apabila pemanfaatan sparkol videoscribe dapat membantu
meningkatkan prestasi belajar Bahasa Inggris, yang dalam hal ini berupa meningkatnya
nilai pengetahuan dan keterampilan siswa.
Para siswa menyatakan setuju dengan berbagai macam alasan, antara lain: dengan
media sparkol para siswa dapat belajar terlebih dahulu tentang materi yang nantinya akan
dibuat dalam media tersebut, materi yang dibuat dapat dicari dari berbagai sumber
internet sehingga lebih memperkaya pengetahuan para siswa, materi yang diberikan lebih
menarik karena tidak monoton dengan mendengarkan penjelasan dari guru, sehingga para
siswa menjadi lebih mudah memahami materi. Selain itu, selama proses pembuatan, para
siswa dapat saling belajar dengan teman dan mereka menyatakan dengan cara belajar

318
seperti ini mereka bisa lebih leluasa untuk berdiskusi dan memahami materi lebih baik.
Terlebih lagi, materi dalam bentuk video lebih mudah dipelajari karena penjelasan
langsung ke inti materi, dan bisa diputar ulang sesuai keinginan siswa, ditambah dengan
ilustrasi gambar dan musik favorit menjadikan proses belajar lebih menarik. Ada juga
siswa yang menyatakan bahwa pembelajaran seperti ini sesuai dengan kurikulum 2013
yang menuntut siswa untuk lebih aktif dan kreatif mencari sumber pengetahuan, dengan
didampingi oleh guru. Persentase pendapat siswa terkait hal ini dapat dilihat pada diagram
berikut.

Diagram 4. Pendapat siswa tentang pengaruh videoscribe terhadap prestasi

Pemanfaatan sparkol videoscribe dalam pembelajaran juga dapat meningkatkan


prestasi siswa, khususnya dalam hal pengetahuan. Hal ini juga didukung dengan data
post-test dan pre-test siswa sebagai berikut.

Grafik 2. Perbandingan pre-test dan post-test tiap materi

319
Dari grafik di atas, diketahui bahwa pada materi attention, terjadi peningkatan
nilai pengetahuan dari rata-rata 50.89 menjadi 95.63; pada materi application letters
terjadi peningkatan rata-rata nilai dari 44.92 menjadi 88.13; sedangkan pada materi
caption terjadi peningkatan rata-rata nilai dari 62.5 menjadi 93.75. Hal ini merupakan
peningkatan nilai pengetahuan yang signifikan dari nilai awal dengan nilai akhir setelah
penggunaan media sparkol videoscribe dalam pembelajaran.
Untuk mendukung penguasaan materi para siswa, selain dalam pengetahuan, guru
/ peneliti juga memberikan penugasan pembuatan video terkait materi attention, karena
materi ini merupakan materi tentang komunikasi sehingga diperlukan praktek untuk lebih
mendukung penguasaan keterampilan. Dari hasil video yang dibuat para siswa, dapat
diperoleh hasil sebagai berikut.
Penguasaan
No. Nama Siswa materi/clarity Pronunciation Fluency Grammar Total Nilai
of ideas
1 ADITYA W 4 3 4 3 14 87.50
2 ANDHYKA 4 4 4 3 15 93.75
3 ANGGA 4 4 4 3 15 93.75
4 ARMAN 4 4 4 3 15 93.75
5 DANDI N 4 3 4 3 14 87.50
6 EVITA 4 4 4 3 15 93.75
7 IKHLAS N 4 4 4 4 16 100.00
8 LINA I 4 4 4 4 16 100.00
9 MAHMUD 4 4 4 4 16 100.00
10 M. NUR 4 4 4 3 15 93.75
11 NURUL A 4 3 4 3 14 87.50
12 RAHMA 4 4 4 4 16 100.00
13 RIZAL 4 3 4 3 14 87.50
14 SATRIA A 4 4 4 4 16 100.00
SYAHRUL
15 N 4 4 4 4 16 100.00
YAFFIDA
16 D 4 4 4 3 15 93.75
Tabel 4. Keterampilan berdialog tentang attention

Dari tabel tersebut, diketahui bahwa semua siswa terampil dalam berkomunikasi
untuk mengungkapkan perhatian (attention). Hal ini bisa jadi didukung dengan
penguasaaan pengetahuan yang memadai, yang diperoleh dari proses pembuatan materi
melalui sparkol. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa keseluruhan siswa menguasai
materi dan lancar dalam penyampaian dialog, kecuali dalam hal pengucapan dan tata
bahasa. Masih ada beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan dalam pelafalan
beberapa kata dan mengalami kesalahan dalam penulisan tata bahasa yang tepat. Akan
tetapi, kesalahan siswa dalam pelafalan dan tata bahasa untuk masing-masing siswa
sedikit dan tidak mengganggu makna yang ingin disampaikan.

320
Selain data-data di atas, peneliti juga mencoba membandingkan data hasil nilai
ulangan akhir semester ini setelah penerapan tindakan berupa penggunaan media sparkol,
dengan semester kemarin di mana para siswa masih melaksanakan pembelajaran tanpa
media sparkol. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa hasil ulangan akhir semester
ini lebih tinggi daripada ulangan akhir semester kemarin. Hal ini dapat dimungkinkan
karena pembelajaran lebih efektif dengan media sparkol, namun dapat juga disebabkan
karena tingkat kesulitan materi yang dipelajari. Untuk mengetahui hal tersebut,
diperlukan penelitian lebih lanjut, namun demikian karena terbatasnya waktu, peneliti
menghentikan penelitian sebatas hasil yang diperoleh dalam materi attention, application
letters, dan caption saja. Berikut perbandingan rata-rata nilai UAS sebelum dan sesudah
pemanfaatan sparkol.

Grafik 3. Perbandingan rata-rata UAS sebelum dan sesudah menggunakan


sparkol

Dari grafik tersebut, diketahui bahwa nilai UAS para siswa mengalami
peningkatan nilai rata-rata dari 79,25 menjadi 95,50.

Berdasarkan penjelasan data dan diagaram di atas, maka dapat diambil


kesimpulan bahwa:
1. Pembelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih menarik dan menyenangkan dengan
pemanfaatan Sparkol Videoscribe.
2. Minat siswa untuk belajar Bahasa Inggris meningkat dengan pemanfaatan Sparkol
Videoscribe.
3. Prestasi belajar Bahasa Inggris siswa meningkat dengan pemanfaatan Sparkol
Videoscribe.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan
bagi para peneliti selanjutnya dalam pembelajaran Bahasa Inggris, antara lain:

321
1. Media pembelajaran memiliki peran yang penting dalam membantu pencapaian
kompetensi para siswa. Terlebih jika media pembelajaran tersebut sesuai dengan
bidang keahlian / jurusan yang diambil para siswa. Misal: untuk jurusan komputer
dan jaringan atau multimedia, media aplikasi sangat cocok untuk diterapkan
karena para siswa sudah terbiasa dengan aplikasi tersebut dan mereka akan lebih
berminat karena menyukai aplikasi sesuai dengan bidangnya.
2. Untuk dapat menggunakan pembelajaran dengan memanfaatkan aplikasi
teknologi komputer dan internet, dibutuhkan sarana dan prasarana (fasilitas) yang
memadai. Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa tidak semua siswa
memiliki laptop/komputer maupun jaringan internet di rumah, sehingga hal ini
sedikit menghambat penelitian.
3. Kerjasama dengan pihak multimedia sekolah (untuk penyediaan fasilitas) sangat
diperlukan untuk mengatasi masalah terbatasnya sarana dan prasarana.
4. Untuk penelitian selanjutnya, akan lebih bagus jika dicoba pengembangan
aplikasi sparkol videoscribe yang digabung dengan aplikasi lain, seperti camtasia
misalnya, agar didapatkan hasil yang lebih maksimal. Dalam pengembangan
media sparkol berikutnya, akan lebih bagus jika proyek disertai dengan narasi
berupa suara tetapi bukan sekedar musik latar (backsound).

DAFTAR PUSTAKA

Air, Jon, Eric Oakland dan Chipp Walters. (2015). The Secrets behind the Rise of Video
scribing. Second Edition. Bristol, UK: Sparkol Books.

Eaton, S.E. (2010). Global Trends in Language Learning in the Twenty-first Century.
Calgary: Onate Press.

Brown, H. Douglas. (2007). Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, Edisi


Kelima. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat (Pearson Education, Inc.)

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.

Hornby, A.S.(1995). Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Fifth


Edition. Oxford: Oxford University Press.

Huda, Muhammad Linur. (2014). Pengembangan Media Pembelajaran Karikatur


Berbasis Sparkol Videoscribe untuk Meningkatkan Minat Belajar Sejarah Siswa
kelas XI IPS 2 MAN Malang 1. Skripsi: Jurusan Sejarah, Fak. Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang.

322
Octavianingrum, Dilla. (2016). Pengembangan Media Audio Visual Sparkol Videoscribe
dalam Pembelajaran Mengelola Pertemuan/Rapat di Lembaga Pendidikan Profesi
(LPP) IPMI Kusuma Bangsa Surakarta Jurusan Administrasi Perkantoran. Tesis:
Program Pascasarjana Kependidikan, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

323
PENDEKATAN SAINTIFIK BERBANTUKAN MOVIE MAKER UNTUK
PENINGKATAN NASIONALISME DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA
KELAS VI SDN 1 KEDUNGOMBO TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Retno Triastuti
triastutiretno@yahoo.co.id
SDN 1 Kedungombo, Baturetno, Wonogiri

Abstrak: Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) pada Kompetensi Dasar (KD) 1.1 Mendeskripsikan perkembangan wilayah
Indonesia di SD Negeri 1 Kedungombo pada tahun pelajaran 2016/2017 telah ditetapkan
70. Namun hasil yang dicapai pada tahun-tahun sebelumnya belum tuntas. Selain itu,
nasionalisme siswa juga masih rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kenyataan bahwa
selama ini dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPS, guru belum menggunakan media
pembelajaran yang tepat. Untuk itu guru harus kreatif dalam menggunakan media
pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar tentang wilayah
Indonesia dengan menggunakan pendekatan saintifik berbantukan media movie maker.
Setelah diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik berbantukan media
movie maker, diharapkan nasionalisme dan penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran meningkat. KKM juga dapat tercapai bahkan terlampaui. Berdasarkan dari
uraian di atas, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh guru dalam meningkatkan
pembelajaran siswa, diantaranya adalah: 1) guru menggunakan media pembelajaran yang
bervariasi dan relevan dengan pokok pembahasan agar siswa tidak bosan; 2) guru lebih
memberikan kesempatan bagi siswa untuk aktif dalam pembelajaran; 3) guru menerapkan
pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran untuk membentuk manusia berkarakter
budi pekerti yang luhur.

Kata kunci: nasionalisme, hasil belajar IPS, pendekatan saintifik, dan media movie
maker.

324
PENDAHULUAN
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di kelas VI SDN I Kedungombo
selama ini dirasakan sebagai pembelajaran yang sering mengalami permasalahan.
Hasil belajar siswa rendah. Pada tahun sebelumnya sering ditemukan siswa-siswa
dengan nilai ujian IPS di bawah KKM yang ditentukan, yakni 70. Hal ini juga
terjadi pada Standar Kompetensi (SK) 1. Memahami perkembangan wilayah
Indonesia, kenampakan alam, dan keadaan sosial negara-negara di Asia Tenggara,
serta benua-benua.
Selain hasil belajar yang rendah, rasa nasionalisme siswa juga kurang. Hal ini
terlihat pada saat siswa diberi pertanyaan tentang alam dan kebudayaan yang
dikagumi. Dari 20 siswa, 12 diantaranya ingin berkunjung ke Thailand, 6 siswi
ingin memiliki tas luar negeri. Bahkan lebih dari 50% siswa menyukai film India.
Kebanyakan siswa menganggap bahwa luar negeri memiliki alam dan kebudayaan
yang menarik.
Dari uraian di atas, guru akhirnya mencari solusi untuk melakukan
pembelajaran yang menarik. Pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan siswa tentang wilayah Indonesia. Hal ini diharapkan nasionalisme
siswa meningkat, yaitu dengan menggunakan pendekatan saintifik berbantukan
media movie maker.
Dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dibuat beberapa rumusan
masalah. Rumusan masalah dari penelitian yang akan dilaksanakan adalah: 1)
Apakah pendekatan saintifik berbantukan media movie maker dapat meningkatkan
nasionalisme siswa kelas VI SD Negeri I Kedungombo semester 1 tahun pelajaran
2016/2017. 2) Apakah pendekatan saintifik berbantukan media movie maker dapat
meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VI SD Negeri I Kedungombo
semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
Penelitian yang dilaksanakan ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1) mendeskripsikan bahwa pendekatan saintifik berbantukan media movie maker
dapat meningkatkan nasionalisme siswa kelas VI SD Negeri 1 Kedungombo
semester 1 tahun pelajaran 2016/2017; 2) mendeskripsikan bahwa pendekatan
saintifik berbantukan media movie maker dapat meningkatkan hasil belajar IPS
pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Kedungombo semester 1 tahun pelajaran
2016/2017. Produk dari penelitian yang akan dilakukan adalah media movie maker
dan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 1 Kedungombo semester 1 tahun
pelajaran 2016/2017.
Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat
selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang
sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman ini.

325
(http://pancasila.weebly.com/pengertian-nasionalisme.html, 23 Juni 2016 pukul
10.14WIB).
Menurut Siti Syamsiyah dkk (2008: 49) indikator nasionalisme adalah: 1)
bangga dengan kebudayaan daerah ataupun kebudayaan nasional; 2) melestarikan
nilai-nilai budaya yang telah ada; 3) menghormati kebudayaan daerah bangsa
Indonesia; 4) tidak menjelek-jelekkan kebudayaan suku bangsa lain; 5) dan lebih
senang dengan kebudayaan nasional daripada budaya luar negeri.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme
merupakan sikap dan rasa cinta terhadap budaya dan tanah air.
Menurut Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh dari pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-
aspek peubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan
perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan yang tampak dalam diri siswa dalam hal pengetahuan, sikap,
dan peilaku siswa setelah melaksanakan proses pembelajaran.
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang diyakini sebagai cara tepat
untuk perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik (Modul Pelatihan Kurikulum 2013, (2014: 19). Pendekatan saintifik
memiliki proses pembelajaran yang meliputi: 1) mengamati; 2) menanya; 3)
mengumpulkan informasi/eksperimen; 4) mengasosiasikan/mengolah informasi;
dan 5) mengkomunikasikan.
Jadi penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran harus
mengimplementasikan kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengasosasi, dan
mengkomunikasikan materi pembelajaran.
Windows Movie Maker atau disingkat WMM adalah sebuah program editing
video yang sederhana, didesain untuk pemilik PC dengan sedikit pengalaman untuk
membuat video rumahan. Sebenarnya Microsoft sudah memperkenalkan fasilitas
WMM ini di Windows Millennium Edition (Me) beberapa waktu lalu. Namun
waktu itu masih sebagai tambahan atau Accessories.
Keistimewaan Windows Movie Maker ini mampu bekerja dengan baik pada
video kamera digital maupun analog. Meskipun WMM ditujukan untuk bekerja
langsung pada camcorder DV. Namun WMM ini pun sudah mendukung capture
card analog PCI dan web kamera berbasis USB. Hal ini dapat Anda buktikan ketika
memasang DV Camcorder maka pada saat Anda menjalankan Microsoft Windows
XP maka secara otomatis akan dikenali dan membuka Windows Movie Maker

326
(https://barasablog.wordpress.com/2014/05/24/tutorial-movie-maker/ 23 Juni
2016, pukul 10.20 WIB).
Jadi, windows movie maker adalah program atau software pengolah video
yang bawaan dari windows XP. Movie Maker terinstall sewaktu Anda menginstall
windows xp secara otomatis. Meskipun program bawaan dan bukannya program
yang berdiri sendiri, Movie Maker mampu menjadi program video editing yang
handal. Hal ini tidak terlepas dari kemudahan dalam penggunaannya, baik itu yang
pemula dan menengah, dikarenakan dukungan dari Microsoft yang menyediakan
update dan fitur tambahan di website mereka

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SD Negeri 1 Kedungombo, UPT Dinas
Pendidikan Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri semester 1 tahun pelajaran
2016/2017. Subyek penelitian adalah 20 siswa kelas VI terdiri dari 6 orang siswa
laki-laki dan 14 orang siswa perempuan, dengan kemampuan yang heterogen.
Penelitian yang berjudul “Pendekatan Saintifik Berbantukan Movie Maker
untuk Peningkatan Nasionalisme dan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas VI SD
Negeri 1 Kedungombo Tahun Pelajaran 2016/2017” ini akan menggunakan
pendekatan penelitian tindakan kelas.

Teknik Pengumpulan Data


Observasi
Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap proses pembelajaran
IPS. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran tentang perkembangan
wilayah Indonesia.. Pengamatan dilakukan terhadap perilaku guru dan siswa oleh
teman sejawat. Pengamatan dilakukan terhadap siswa adalah saat aktivitas
pembelajaran dan dampak pembelajaran terhadap rasa nasionalisme.
Wawancara
Dalam wawancara ini peneliti bertanya kepada siswa mengenai proses
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik berbantukan media Movie Maker
yang dilakukan. Peneliti juga menanyakan pengaruh dari pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan saintifik berbantukan media Movie Maker, misalnya a)
minat dengan pembelajaran tentang perkembangan wilayah Indonesia, b) pendapat
siswa tentang proses pembelajaran tentang perkembangan wilayah Indonesia, c)
kesulitan apa yang ditemui saat pembelajaran tentang perkembangan wilayah
Indonesia, d) pendapat siswa tentang pembelajaran tentang perkembangan wilayah
Indonesia dengan menggunakan pendekatan saintifik berbantukan media Movie
Maker, e) harapan siswa mengenai pembelajaran tentang perkembangan wilayah

327
Indonesia dengan menggunakan pendekatan saintifik berbantukan media Movie
Maker, dan f) harapan siswa mengenai pembelajaran IPS dengan menggunakan
pendekatan saintifik berbantukan media Movie Maker.
Dokumen
Dokumen dalam penelitian ini adalah standar isi, proses pembelajaran
yang berupa proses belajar, hasil angket yang diisi siswa, jurnal siswa, jurnal guru,
dan nilai siswa pada mata pelajaran IPS dengan materi tentang perkembangan
wilayah Indonesia serta hasil observasi yang dilakukan peneliti dan observer.
Tes
Tes dalam penelitian ini merupakan tes selama proses pembelajaran dan
pada akhir pembelajaran. Selama proses pembelajaran hal-hal yang dinilai rasa
nasionalisme siswa yakni: a) Ketertarikan siswa terhadap alam Indonesia dan b)
minat siswa terhadap produk dalam negeri.
Setelah tiap-tiap siklus berakhir juga diadakan penilaian dengan
melakukan evaluasi. Evaluasi pada akhir siklus dalam bentuk tes tertulis. Evaluasi
tersebut bertujuan untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam
1 kali pertemuan. Setiap pertemuan diterapkan dalam 3 jam pertemuan
pembelajaran x 35 menit. Masing-masing siklus dengan tahapan: tahap
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting).
Sebelum melakukan tahap perencanaan, terlebih dahulu mengadakan
persiapan berupa refleksi awal. Refleksi awal dilaksanakan untuk mengetahui
masalah nyata di dalam kelas dengan melakukan pengecekan, pengamatan, dan
wawancara terhadap siswa. Setelah yakin ada masalah, barulah mengidentifikasi
berbagai kemungkinan penyebab masalah yang dihadapi siswa.
Setelah tahap persiapan selesai barulah memasuki siklus penelitian. Uraian
dari masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut:
Tahap perencanaan (planning)
Berdasarkan pengetahuan tentang penyebab munculnya masalah yang
diperoleh, disusunlah perencanaan penelitian. Perencanaan dilakukan secara
partisipasif kolaboratif antara peneliti, teman sejawat dan kepala sekolah.
Perencanaan dilakukan berdasarkan hasil identifikasi permasalahan yang sudah
dilakukan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : 1) pembuatan skenario
pembelajaran dan persiapan media pembelajaran; 2) Guru dan teman sejawat
mempersiapkan aplikasi movie maker; 3) membuat lembar observasi untuk melihat
bagaimana situasi pembelajaran berlangsung; 4) membuat alat evaluasi untuk
mengetahui prestasi belajar siswa.

328
Tahap pelaksanaan (acting)
Tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian adalah menggunakan
media movie maker dalam pembelajaran tentang perkembangan wilayah Indonesia
pada mata peajaran IPS dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Siswa dan
guru mencari gambar-gambar yang sesuai dengan KD dan tujuan pembelajaran dari
album gambar yang sudah diunduh guru melalui situs internet; 2) Siswa dan guru
memilih lagu-lagu yang sesuai dengan materi pembelajaran; 3) Siswa bekerja
bersama dalam kelompok di bawah bimbingan guru, satu kelompok menggunakan
satu buah laptop; 4) Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja.
Tahap pengamatan (observasi) terhadap tindakan dalam waktu yang bersamaan,
Selama pelaksanaan berlangsung, observer melakukan pengamatan
terhadap kegiatan siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran. Melalui lembar
observasi, peneliti juga mengamati tingkah laku siswa. Aspek yang dinilai adalah
tingkah laku siswa selama mengikuti pembelajaran dan hasil evaluasi.
Selain menggunakan lembar observasi, peneliti mengajak rekan lain
untuk melakukan pemotretan selama pembelajaran berlangsung. Setelah kegiatan
pembelajaran selesai, peneliti membagikan lembar jurnal siswa untuk mengetahui
tanggapan, kesan, dan pesan siswa terhadap materi, proses pembelajaran, dan
teknik yang digunakan guru dalam tindakan ini, sehingga dapat digunakan sebagai
bahan refleksi.
Analisis dan refleksi; hasil observasi yang telah diinterpretasikan dianalisis dan
direfleksi untuk menentukan langkah-langkah tindakan pada siklus ke-2 dengan
langkah-langkah sebagai berikut: 1) melakukan evaluasi tindakan yang telah
dilakukan, meliputi evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan;
2) melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario dan
evaluasi pembelajaran; 3) evaluasi tindakan dari siklus yang sudah dilaksanakan.
Pelaksanaan siklus II mengacu pada langkah-langkah pelaksanaan
tindakan siklus I. Pelaksanaan siklus II juga tiga kali pertemuan. Perbedaannya
adalah, pada siklus I materi pembelajaran adalah membuat movie maker dengan
pilihan gambar dan lagu didampingi guru sedangkan pada siklus II adalah membuat
movie maker dengan gambar dan lagu sesuai inisiatif kelompok masing-masing.

Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui sejauh mana rasa
nasionalisme dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tentang perkembangan
wilayah Indonesia. Data primer dan sekunder yang sudah diperoleh diketahui
bahwa sebelum media movie maker, rasa nasionalisme dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran tentang perkembangan wilayah Indonesia masih rendah.
Teknik analisis data merupakan upaya untuk mengolah data yang telah
diperoleh dari hasil observasi dan pelaksanaan evaluasi, sehingga penulis dapat
mengadakan analisis terhadap hasil yang telah dicapai. Proses analisis data dimulai

329
dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh di lapangan untuk kemudian
diklasifikasi dan diinterpretasikan secara diskriptif dalam bahasa verbal untuk
menarik suatu kesimpulan.
Dari data tersebut perlu upaya untuk meningkatkan nasionalisme dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran tentang perkembangan wilayah Indonesia yaitu
dengan menggunakan media movie maker sebanyak dua siklus. Kemudian, data
yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan sampai hasilnya dapat
mencapai batas ketercapaian yang telah ditetapkan.

Indikator Keberhasilan
Penelitian yang akan dilaksanakan, dikatakan berhasil jika dengan
menggunakan pendekatan saintifik berbantukan media movie maker, nasionalisme
dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS pada umumnya, dan materi
perkembangan wilayah Indonesia pada khususnya mengalami peningkatan.
Indikator keberhasilan yang hendak dicapai adalah: 1) meningkatnya nasionalisme
dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran perkembangan wilayah Indonesia; 2)
nilai rata-rata kelas hasil tes akhir mencapai 70; 3) ketuntasan belajar siswa
minimal 75%.
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 3 bulan, mulai Bulan
Agustus sampai Bulan Oktober 2016.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Pra Siklus
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak diujikan secara
nasional di tingkat sekolah dasar. Hal ini memiliki dampak dalam pembelajaran di
sekolah dasar, khususnya kelas VI. Siswa cenderung mengabaikan pembelajaran
IPS. Alokasi waktu untuk mata pelajaran IPS hanya 3 jam per minggu. Namun
siswa sering terlihat bosan. Hal ini mengakibatkan hasil belajar IPS rendah.
Selain tidak diujikan secara nasional, materi mata pelajaran IPS yang
dipandang terlalu luas juga membuat siswa tidak tertarik dengan pembelajaran IPS.
Dari tahun ke tahun nilai mata pelajaran IPS sering di bawah KKM. Hal ini juga
terjadi pada saat Ujian Sekolah (US).
Hal serupa juga terjadi pada awal tahun pelajaran 2016/2017. Pada
Kompetensi Dasar 1.1. Mendeskripsikan perkembangan sistem administrasi
wilayah Indonesia, dari 20 siswa terdapat 3 siswa yang meraih nilai 70, 6 siswa
mendapatkan nilai 60, 4 siswa mendapat nilai 50, 6 siswa mendapatkan nilai 40,
dan 1 siswa hanya mampu memperoleh nilai 30.
Dari hasil pengamatan awal dari 20 siswa terdapat 4 siswa (An, Cn, Nr,
dan Gl) yang antusias dan memahami materi. Namun dari keempat siswa tersebut
hanya 3 siswa yang mencapai nilai 70. Ada 3 siswa (Dw, Hn, dan Sl) yang kurang
mempedulikan proses pembelajaran. Mereka sering asyik bermain bahkan sering
mengganggu teman.

330
Dari pengamatan pra siklus tersebut juga terlihat 2 siswa perempuan (Vn
dan Rw) yang sering diam namun kurang konsentrasi ke pembelajaran. Sedangkan
11 siswa yang lainnya terkadang memperhatikan pembelajaran, terkadang acuh tak
acuh.
Kurangnya penguasaan materi IPS ini selain berdampak pada hasil
belajar, juga berdampak pada sikap nasionalisme siswa. Dari 20 siswa, 12
diantaranya ingin berkunjung ke Thailand, 6 siswi bahkan ingin memiliki tas luar
negeri, bahkan hampir 50% siswa menyukai film India. Kebanyakan siswa
menganggap bahwa luar negeri memiliki alam dan kebudayaan yang menarik.
Pada saat penulis memberikan evaluasi, hasil yang dicapai di bawah
harapan. Padahal untuk tahun 2016/2017 KKM Mata Pelajaran IPS yang
dicanangkan di kelas VI SDN I Kedungombo untuk KD 1.1. adalah 70.
Dari data tersebut diketahui bahwa siswa yang mampu mencapai KKM
sebanyak 3 anak dari jumlah keseluruhan 20 siswa, atau sebesar 15%. Kondisi ini
masih jauh dari harapan. Nilai rata-rata kelas yang baru mencapai 52.00. Tapi
penulis tidak pernah menyalahkan siswa begitu saja. Penulis berusaha melakukan
refleksi diri. Dari hasil refleksi tersebut maka dilaksanakan perbaikan pembelajaran
dalam dua siklus seperti yang akan dipaparkan berikut ini.
Selain nilai yang masih rendah, nasionalisme juga rendah. Sebagian besar
siswa belum memiliki rasa kagum dan cinta tanah air yang tinggi. Berdasarkan hasil
pengamatan, sebanyak 16 siswa dari 20 siswa yang bangga dengan budaya luar.
Hasil dan Pembahasan Siklus I
Dari data yang diperoleh saat pengamatan prasiklus, maka perbaikan
pembelajaran siklus I segera dilaksanakan. Penulis menganggap bahwa hal ini
bersifat segera. Anggapan ini beralasan karena materi ini juga merupakan salah satu
indikator yang harus dicapai siswa saat Ulangan Tengah Semester I. Selain itu,
materi tersebut juga merupakan indikator yang diujikan pada saat Ujian Sekolah.
Siklus I dilaksanakan mulai akhir bulan Agustus 2016. Pelaksanaan ini
disesuaikan dengan program semester agar tidak mengganggu proses tercapainya
tujuan pembelajaran. Siklus I meliputi empat tahap, yakni: 1) perencanaan, 2)
pelaksanaan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi.

Secara rinci pelaksanaan tindakan kelas siklus I adalah sebagai berikut:


Perencanaan Tindakan
Perencanaan dilakukan secara partisipasif kolaboratif antara penulis yang
berperan sebagai guru kelas sekaligus peneliti dengan rekan sejawat yang berperan
sebagai observer. Observer tersebut adalah Ibu Giyati, S.Pd.SD. Perencanaan

331
pelaksanaan siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 23 Agustus 2016.
Kegiatan perencanaan seperti pada gambar di atas meliputi: 1) pembuatan skenario
pembelajaran dan persiapan media pembelajaran; 2) Guru dan teman sejawat
mempersiapkan aplikasi movie maker; 3) membuat lembar observasi untuk melihat
bagaimana situasi pembelajaran berlangsung; 4) membuat alat evaluasi untuk
mengetahui prestasi belajar siswa.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan, yakni melaksanakan skenario pembelajaran yang
sesuai dengan RPP terlampir secara aktual. Tindakan yang dilakukan adalah dengan
menerapkan pendekatan saintifik berbantukan media movie maker dalam
pembelajaran IPS pada materi wilayah Indonesia dengan metode ceramah
bervariasi, diskusi, dan demonstrasi.
Dalam penerapan pendekatan saintifik memuat langkah-langkah : 1)
mengamati; 2) menanya; 3) mengumpulkan informasi/eksperimen; 4)
mengasosiasikan/mengolah informasi; dan 5) mengkomunikasikan. Tindakan
siklus I dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 26 Agustus 2016 selama 3 jam
pertama. Secara garis besar langkah-langkah pelaksanaan pendekatan saintifik
berbantukan media movie maker adalah sebagai berikut: 1) Guru mengawali
pembelajaran dengan mengucap salam, mengabsen siswa, menanyakan kesehatan
siswa, serta mengajak siswa berdoa; 2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran; 3)
Siswa dan guru melakukan tanya jawab tentang keinginan siswa berwisata,
wilayah, keadaan alam, dan kebudayaan Indonesia; 4) Guru memaparkan beberapa
gambar tentang Indonesia melalui LCD; 5) Siswa dan guru bertanya jawab tentang
gambar tersebut; 6) Kelas yang terdiri dari 20 anak kemudian dibagi menjadi 4
kelompok dengan anggota 5 siswa. Pembagian kelompok dengan memperhatikan
kemampuan awal siswa; 7) Guru menjelaskan tentang prosedur pembelajaran; 8)
Masing-masing kelompok mendapatkan pinjaman 1 buah laptop yang sudah
memiliki aplikasi movie maker; 9) Siswa membuka aplikasi movie maker dengan
bimbingan guru; 10) Siswa dalam kelompoknya membuat movie maker dengan
gambar dan lagu yang sudah disiapkan guru; 11) Setiap kelompok
mempresentasikan hasil, dilanjutkan diskusi antar kelompok; 12) Setelah
ditemukan konsep, guru memberikan penguatan dan konfirmasi; 13) Refleksi
pembelajaran dan penyimpulan.
Pada akhir pelaksanaan tindakan siklus I diadakan evaluasi pembelajaran.
Pengamatan
Bersamaan dilaksanakan tindakan, observer atau pengamat melakukan
pengamatan atau observasi. Pengamat mengamati berlangsungnya proses
pembelajaran. Pengamatan difokuskan kepada siswa dan guru. Hasil pengamatan
ditulis dalam lembar pengamatan sebagai bahan refleksi.

332
Menurut hasil pengamatan pada pelaksanaan tindakan siklus I motivasi siswa
dalam belajar meningkat. Hal ini terlihat dari tingkat antusias siswa dalam kerja
kelompok. Siswa pun terlihat ceria. Siswa senang mencari gambar-gambar tentang
alam Indonesia. Siswa menyukai gambar kebudayaan Indonesia. Meraka kagum
dengan keindahan wilayah Indonesia. Mereka menyukai mempelajari wilayah
Indonesia.
Hasil evaluasi belajar pada Siklus I mengalami peningkatan dibandingkan
hasil belajar pada kondisi awal meskipun tidak terlalu signifikan. Dari tabel di atas
dapat diketahui bahwa rata-rata kelas sudah ada peningkatan dari 52.00 menjadi
65.00. Jumlah siswa yang mampu mencapai KKM baru 10 anak atau 50.00%.
Peningkatan yang terjadi memang belum signifikan. Hal ini disebabkan beberapa
anak masih bingung dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran yang baru
dikenal.
Pengamatan tidak hanya tertuju pada hasil evaluasi pembelajaran.
Pengamatan juga dilakukan terhadap sikap siswa. Yakni nasionalisme siswa.
Nasionalisme siswa diketahui dari hasil angket.
Hasil pengamatan berupa nilai pada evaluasi pembelajaran, aktivitas siswa
pada proses pembelajaran, dan kesan pesan siswa dianalisis pada tahap berikutnya,
yakni analisis dan refleksi.
Refleksi
Refleksi dari suatu tindakan biasanya berkaitan dengan analisa. Analisis dan
refleksi merupakan tahap terakhir dalam satu siklus. Refleksi dari pelaksanaan
tindakan siklus I dilaksanakan keesokan harinya, yakni pada hari Sabtu tanggal 27
Agustus 2016. Pada tahap ini, hasil observasi dianalisis dan direfleksi untuk
menentukan langkah-langkah tindakan pada siklus II.
Langkah-langkah yang dilaksanakan saat analisis dan refleksi adalah sebagai
berikut: 1) melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan, meliputi: evaluasi
mutu dan waktu dari setiap macam tindakan; 2) melakukan pertemuan untuk
membahas hasil evaluasi tentang skenario dan evaluasi pembelajaran; 3) evaluasi
tindakan dari siklus yang sudah dilaksanakan.
Dari hasil refleksi diketahui bahwa pelaksanaan siklus II harus segera
dilaksanakan. Meskipun nasionalisme siswa sudah meningkat namun pencapaian
hasil belajar siswa secara klasikal masih rendah dengan rata-rata 65.00. Selain itu
jumlah siswa yang mencapai KKM baru 50.00% dari jumlah siswa. Jadi
pelaksanaan siklus I belum mampu mencapai indikator keberhasilan.

333
Hasil dan Pembahasan Siklus II
Pelaksanaan siklus II mengacu pada langkah-langkah siklus I. Siklus II
mulai dilaksanakan pada awal September 2016. Pelaksanaan dimulai dengan
perencanaan (planning) yang dilaksanakan pada hari Senin, 5 September 2012.
Setelah perencanaan dirasakan sudah matang, barulah dilaksanakan
tindakan pada hari Jumat tanggal 9 September 2016. Perbedaan pelaksanaan
tindakan siklus II yaitu pada pembuatan skenario pembelajaran (RPP lampiran 3)
dan tahap pelaksanaan. Perbedaan tersebut di antaranya adalah: 1) Pada saat
tindakan dilaksanakan, siswa lebih diberi kepercayaan oleh guru agar tidak terlalu
bergantung kepada guru; 2) Setiap siswa mempersiapkan gambar tentang alam
Indonesia; 3) Siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menentukan gambar-gambar
yang akan dibuat movie maker; 4) Siswa mencari dan menentukan lagu yang tepat
berdasarkan keputusan kelompok; 5) Setiap siswa diberi kesempatan secara
bergantian untuk berpartsipasi dalam pembuatan movie maker.
Sedangkan persamaan dalam pelaksanaan tindakan (action) antara siklus
I dan siklus II adalah keduanya sama-sama menggunakan pendekatan saintifik.
Pada akhir pembelajaran setiap kelompok juga mengkomunikasikan hasil kerja
kelompok, dengan mempresentasikan movie maker yang sudah dibuat.
Seperti pada pelaksanaan tindakan siklus I, pada pelaksanaan tindakan
siklus II juga dilaksanakan pengamatan atau observasi oleh observer yang sama,
yakni Ibu Giyati, S.Pd.SD. Observer melakukan pencatatan temuan-temuan selama
proses pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II.
Hasil evaluasi belajar pada Siklus II mengalami peningkatan
dibandingkan hasil belajar pada kondisi awal dan siklus I.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata kelas juga mengalami
peningkatan dari 65.00 menjadi 75.50. Jumlah siswa yang mampu mencapai KKM
meningkat menjadi 18 anak atau 90.00%. Dua siswa yang belum mencapai KKM
adalah DS dan RNF.
DS sejak kelas renadah memang sulit untuk mengikuti perkembangan
teman lain. Hal ini disebabkan latar belakang keluarga yang mempengaruhi
psikologi dan konsentrasi DS. Sedangkan RNF belum mampu mencapai KKM
karena kurang konsentrasi dalam belajar.
Sikap nasionalisme siswa juga meningkat. Peningkatan nasionalisme
siswa diketahui dari hasil angket pada lampiran 7.
Setelah selesai pelaksanaan siklus II, juga diadakan refleksi antara
observer dan penulis. Refleksi diadakan hari Sabtu tanggal 10 September 2016.

334
Setelah diadakan pelaksanaan siklus I dan siklus II, penulis sebagai
peneliti bersama rekan sejawat selaku observer melakukan analisis data bersama-
sama. Data-data dan temuan-temuan mulai dari kondisi awal atau pra siklus, siklus
I, dan siklus II dibahas dalam kegiatan ini. Hal ini bertujuan untuk membuat
kesimpulan dari tindakan yang sudah dilaksanakan. Selain itu kegiatan ini dapat
menjadi ajang bertukar pengalaman, memberikan masukan, yang bertujuan
menambah wawasan dan pengetahuan dalam menangani permasalahan di kelas
masing-masing.
Berdasarkan analisis data dan temuan-temuan dari pra siklus, siklus I, dan
siklus II dapat diketahui adanya peningkatan nasionalisme dan hasil belajar IPS
dengan menerapkan pendekatan saintifik berbantukan media movie maker.

Pencapaian peningkatan rata-rata kelas dapat dilihat dari grafik berikut:

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Prasiklus Siklus I Siklus II

Grafik 1. Grafik nilai rata-rata kelas

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa dengan adanya perbaikan maka
nilai-rata-rata kelas mengalami peningkatan. Peningkatan hasil belajar yang dicapai
memang tidak terlalu signifikan. Tetapi mampu mencapai KKM dan ketuntasan
kelas.
Selain hasil pembelajaran, sikap nasionalisme siswa juga meningkat.
Hanya satu siswa yakni DS yang masih memiliki nilai C untuk sikap nasionalisme.
Hal ini disebabkan karena keadaan keluarga yang mempengaruhi psikologi dan
perkembangan siswa. Hal ini membuktikan bahwa dengan menerapkan pendekatan
saintifik berbantukan media movie maker, indikator keberhasilan tercapai, hipotesis
tindakan yang diajukan juga dapat diterima.

335
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil kegiatan perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran
IPS yang telah dilaksanakan dalam dua siklus, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Penerapan pendekatan saintifik berbantukan media movie maker, dapat
meningkatkan sikap nasionalisme siswa; 2) Penerapan pendekatan saintifik
berbantukan media movie maker, dapat meningkatkan hasil belajar IPS, sehingga
indikator keberhasilan tercapai.
Saran
Berdasarkan dari simpulan di atas, ada beberapa hal yang sebaiknya
dilakukan oleh guru dalam meningkatkan pembelajaran siswa, diantaranya adalah:
1) guru menerapkan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan relevan dengan
pokok pembahasan agar siswa tidak bosan; 2) guru lebih memberikan kesempatan
bagi siswa untuk aktif dalam pembelajaran; 3) guru menerapkan pendidikan
karakter dalam setiap pembelajaran untuk membentuk manusia berkarakter budi
pekerti yang luhur.

336
DAFTAR PUSTAKA

Anni, Catharina Tri. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UOT MKK Universitas Negeri
Semarang.

BNSP. (2006). Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarata:
BSNP

Ibrohim, Adi Suryanto, dan Sukirman. 2008. Bahan Belajar Mandiri Generik PTK dalam
Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.

Indrastuti dkk. (2008). Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SD/MI Kelas VI. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Siti Syamsiyah dkk. (2008). Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SD/MI Kelas VI. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

http://pancasila.weebly.com/pengertian-nasionalisme.html , 23 Juni 2016 pukul


10.14WIB

https://barasablog.wordpress.com/2014/05/24/tutorial-movie-maker/ 23 Juni 2016,


pukul 10.20 WIB

337
PENGGUNAAN GOOGLE DOCS SEBAGAI MEDIA UNTUK KEGIATAN
COLLABORATIVE WRITING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENULIS TEKS DESKRIPTIF SISWA KELAS VIII.A SMPN 15 KOTA
BENGKULU

RIKY OKTAVIANUS DEPARI


rikynuzz@gmail.com
SMPN 15 KOTA BENGKULU

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan Google Docs dalam
kegiatan collaborative writing untuk meningkatan keterampilan menulis
teks deskriptif siswa kelas VIII.a SMP Negeri 15 Kota Bengkulu.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang telah
dilaksanakan dalam 2 siklus. Pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes keterampilan menulis untuk mendapatkan hasil
belajar siswa dan observasi untuk mendapatkan data kegiatan aktivitas
pembelajaran. Instrumen penelitian ini adalah tes keterampilan menulis,
lembar observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan nilai diketahui dari nilai rata-rata pada
siklus I yaitu 70,17 dan pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 9
sehingga menjadi 79,17. Penggunaan Google Docs dalam kegiatan
Collaborative writing ini juga dapat meningkatkan jumlah ketuntasan
belajar. Pada siklus I ketuntasan didapat sebesar 33,33% dan mengalami
peningkatan 50% sehingga pada siklus II meningkat menjadi 83,33%.
Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan Google Docs dalam
kegiatan collaborative writing dapat meningkatkan kemampuan menulis
teks deskriptif siswa kelas VIII.a SMPN 15 Kota Bengkulu. Beberapa
hal juga disarankan bagi guru maupun peneliti selanjutnya.
Kata Kunci: Keterampilan Menulis, Teks Deskriptif, Google Docs.

PENDAHULUAN

Menulis merupakan keterampilan yang sulit dan menuntut perhatian khusus dalam
prosesnya, seorang penulis perlu untuk mempelajari mekanisme dalam menulis dan
mengembangkan keterampilannya secara efektif dan efisien (Swanson, Harris & Graham,
2003). Menurut Abbas (2006), keterampilan menulis adalah kemampuan yang dimiliki
individu dalam mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain
dengan melalui bahasa tulisan. Penulis yang terampil akan menggunakan strategi-strategi

338
dalam kegiatan perencanaan, penulisan, dan perbaikan tulisan mereka untuk mengatur
komposisi yang tepat dalam tulisan mereka.

Namun kenyataannya banyak kendala yang di hadapi oleh siswa untuk meningkatkan
kemampuan menulis mereka. Beberapa kendala yang dihadapi siswa dalam menulis
adalah konteks sosial untuk menulis, pengetahuan penulis, proses perencanaan, dan
evaluasi atau revisi, dan self-regulation (MacArthur, 2009). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Graham, Harris, MacArthur & Schwartz (1991), yang
menyatakan bahwa ada beberapa kendala yang di hadapi dalam menulis di antaranya :
kurangnya pengetahuan tentang proses penulisan, kesulitan dalam menghasilkan topik
dan ide-ide, sedikitnya perencanaan, kurangnya strategi untuk memproduksi dan
mengatur teks, mengalami kesulitan dengan mekanisme menulis, dan sedikit atau tidak
ada revisi. Dengan waktu yang terbatas yang tersedia di kelas, tidak mengherankan bahwa
banyak guru memberikan tugas menulis sebagai pekerjaan rumah (Katie, 2006).

Selain berasal dari siswa kendala lain yang harus dipikirkan adalah kondisi
lingkungan kelas. Bagaimana motivasi siswa dalam menulis yang membuat suasana kelas
lebih baik atau lebih buruk (Davis, 1999). Guru harus merancang kondisi kelas yang
tenang dan nyaman untuk memotivasi siswa dalam menulis. Ketika kondisi kelas
membuat siswa tidak dapat berpikir jernih dan tidak konsentrasi pada tulisan mereka,
mereka hanya menuliskan sesuatu dan berharap yang mereka tulis adalah sebuah tulisan
tanpa mengetahui makna dari tulisan itu sendiri. Ada beberapa teknik atau strategi yang
dapat digunakan oleh guru untuk mengajar keterampilan menulis kepada siswa. Hal
tersebut yaitu 1). Menulis hanya sebuah penugasan dan 2). Menulis adalah sebuah
pengajaran yang otentik (National Writing Project & Nagin, 2003). Masalah lain dalam
menulis dikelas yang umum terjadi adalah tentang durasi pembelajaran kelas.

Sedangkan karangan deskriptif adalah karangan yang menggambarkan suatu


objek atau tempat kepada pembaca sehingga pembaca seolah-olah merasakan,
mengalami, melihat kejadian atau hal-hal yang dituliskan oleh pengarang. Selain itu,
karangan deskriptif merupakan suatu bentuk tulisan yang menggambarkan suatu tempat
secara detail sehingga pembaca seakan terbawa dalam suasana yang dilukiskan, sehingga
pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis oleh
pengarang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurudin (2010).

Dalam menulis karangan deskriptif terdapat beberapa metode yang dapat


digunakan diantaranya collaborative writing. Haring-Smith (1994) mendefinisikan
collaborative writing adalah proses menulis dengan melibatkan 2 orang atau lebih
sehingga dalam proses collaborative writing pembagian tanggung jawab menjadi sangat
penting. Sedangkan dalam pembelajaran kolaboratif menggabungkan berbagai unsur
dalam suatu proses Aktif termasuk penggunaan tekhnologi sebagai media dan alat.
Menurut Barkley, Cross, dan Mayor (2005), ada tujuh pedoman bagi guru / dosen dalam
proses collaborative writing. Pedoman tersebut adalah: (1) siswa membentuk group atau
secara berpasangan diarahkan untuk mengemukakan ide-ide tulisannya secara bersama-
sama (2) siswa mengatur ide-ide mereka dan membuat garis besar dengan membentuk
kerangka tulisan; (3) siswa melakukan pembagian tugas untuk membentuk draf awal
tulisan secara individu. (4) kemudian draf yang telah di buat akan di kumpulkan kedalam

339
tim dan membahas serta menyelesaikan setiap perbedaan yang signifikan dalam suara,
konten, dan gaya; (5) tim menggabungkan masing-masing bagian ke dalam satu
dokumen; (6) tim merevisi dan mengedit pekerjaan mereka, memeriksa konten dan
kejelasan serta tata bahasa, ejaan, dan tanda baca; dan (7) setelah mengedit akhir, tim
mengirimkan karya mereka ke profesor untuk penilaian dan evaluasi.

Menurut Gleeson (2006), metode pembelajaran kolaboratif mampu diterima


dengan baik oleh siswa dalam pembelajaran dan pengembangan keterampilan.metode
pembelajaran kolabolatif juga telah diteliti oleh Gokhale (1995) yang menyatakan bahwa
pembelajaran kolaboratif mendorong pengembangan berpikir kritis melalui diskusi,
klarifikasi ide, dan evaluasi ide orang lain. Keterampilan berpikir kritis ini meningkatkan
retensi dan minat mereka terhadap penggalian informasi yang lebih dalam dan
pendalaman materi pelajaran. Walaupun demikian, ada beberapa keterbatasan
pembelajaran kolaborasi di dalam kelas. Misalnya, siswa kurang memiliki banyak waktu
untuk membaca dan melakukan kolaborasi secara bersama-sama. Salah satu solusi dalam
keterbatasan ini adalah pembelajaran online. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Macdonald (2006) yang menyatakan bahwa metode pembelajaran online
sangat mendukung dilakukan saat ini. Berdasarkan beberapa pertimbangan maka
dipilihlah aplikasi google docs sebagai media untuk melakukan pembelajaran online
siswa. Google docs dipilih karena selain aplikasi ini gratis Google Docs dinilai mampu
untuk menjembatani pembelajaran kolaborasi secara real time sehingga siswa dan guru
dapat berkolaborasi tentang hasil tulisan mereka dari lokasi manapun pada waktu yang
yang ditentukan tanpa harus betatap muka.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah Google Docs sebagai media collaborative
writing mampu meningkatkan keterampilan menulis teks deskriptif siswa di SMPN 15
Kota Bengkulu?

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Lokasi yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas ini
adalah VIII A SMP Negeri 15 Kota Bengkulu yang beralamat di Jl. Cempaka X Kel.
Kebun Bler Kec. Ratu Agung Kota Bengkulu. Instrument yang digunakan dan
dikembangkan untuk kepentingan peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini
adalah 1. Tes keterampilan menulis berdasarkan Lembar Kerja Siswa (LKS), disajikan
soal-soal penyelesaian masalah yang harus dikerjakan oleh siswa sehingga peneliti dapat
mengevaluasi perkembangan kemampuan pemecahan siswa. 2. Lembar observasi
digunakan untuk mengobservasi atau menilai pembelajaran yang sedang berlangsung
sehingga efektifitas pembelajaran dapat diketahui. Melalui kegiatan observasi ini,
diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai suasana kelas, pola interaksi pada
kegiatan inti, serta aktifitas siswa. 3. Dokumentasi dalam penelitian ini berupa buku atau
catatan penilaian dan pengambilan foto aktivitas belajar siswa pada saat proses
pembelajaran menulis teks deskriptif dengan menggunakan teknik collaborative writing
dengan menggunakan Google Docs.

340
Penelitian ini yang dilaksanakan dalam dua siklus di mana setiap siklus terdiri dari
empat tahap yaitu tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (Acting), pengamatan
(observasi), dan refleksi (reflecting). Penelitian ini dilaksanakan dengan guru mata
pelajaran bahasa Inggris di kelas VIII lainnya, yaitu ibu Afriyani Susanti,S.Pd. sebagai
pengamat observer aktivitas belajar siswa setiap kelompok siswa selama berlangsungnya
proses pembelajaran dan peneliti selain sebagai perencana tindakan yang membuat
perangkat pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku, pengumpulan data,
penganalisis data, dan refleksi data hasil observasi dan sekaligus pembuatan hasil
penelitian juga sebagai pelaksana tindakan dalam pembelajaran. Penelitian ini diawali
dengan kegiatan observasi untuk memperoleh informasi dan gambaran terhadap
permasalahan yang sedang dihadapi, diteliti, dan tindakan yang telah dilakukan oleh guru
dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta rencana dan menetapkan
tindakan.
Kegiatan pelaksanaan siklus I dijabarkan sebagai berikut: pertemuan pertama
berlangsung selama 80 menit. Pada kegiatan pendahuluan guru mengkondisikan kelas,
mengucapkan salam, menanyakan kabar, dan mengisi absensi. Setelah itu, guru dan siswa
bertanya jawab tentang suatu objek yang dilihat dan diamati dan dialami dapat dijadikan
suatu inspirasi dalam menulis, khususnya menulis teks deskriptif dan menyampaikan
tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti, guru awalnya menampilkan sebuah teks
deskriptif yang berjudul “My President”. Siswa membaca tek deskriptif tersebut dan
membahas kosakata-kosakata yang mereka tidak mengerti.Siswa menjawab pertanyaan
berdasarkan teks tersebut dan membahas hasil jawaban mereka. Kemudian, siswa dibagi
dalam beberapa kelompok dan diminta untuk menemukan gagasan utama dari setiap
paragraph, generic structure dari teks tersebut. Guru menjelaskan pemetaan (mind map)
dari teks tersebut dengan menjelaskan generic structure dan menjabarkan setiap gagasan
utama setiap paragraphnya. Siswa melengkapi mind mind map berdasarkan gambar yang
diberikan. Lalu, siswa mempresentasikan hasil kerjanya dan guru memberikan
reinforcement pada siswa yang aktif dan membimbing siswa yang belum berperan dalam
forum diskusi. Pada kegiatan penutup, guru menanyakan kesulitan siswa selama PBM
dan meminta siswa menyimpulkan pelajaran.
Pertemuan kedua berlangsung selama 120 menit. Pada kegiatan pendahuluan, Guru
mengkondisikan kelas, mengucapkan salam, menanyakan kabar, dan mengisi absensi.
Kemudian, guru menanyakan kembali tentang pembelajaran sebelumnya dan
menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti, guru memberikan sebuah
gambar orang terkenal (Raffi Ahmad) kemudian masing-masing siswa diminta untuk
mendeskripsikan gambar yang diberikan dengan cara memetakan karakteristik yang
mereka ketahui. Siswa kembali dalam kelompok dan mendiskusikan hasil kerja mereka
dan login akun Gmail mereka. Masing-masing ketua kelompok membuat lembar kerja
dengan google docs kemudian anggota kelompok lainnya diminta untuk masuk dalam
lembar kerja tersebut. Siswa diminta untuk menuangkan hasil pemetaan (mind map)
mereka dalam lembar kerja kemudian merangkainya menjadi suatu karangan yang utuh.
Guru memfasilitasi siswa dalam memberikan ide dan revisi pada lembar kerja menulis
dalam aplikasi Google Docs. Akhirnya, siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Pada
kegiatan penutup, guru menanyakan kesulitan siswa selama PBM dan meminta siswa
menyimpulkan pelajaran.

341
Kegiatan pelaksanaan siklus II dijabarkan sebagai berikut: pertemuan pertama
dilaksanakan selama 80 menit. Pada kegiatan pendahuluan, guru mengkondisikan kelas,
mengucapkan salam, menanyakan kabar, mengisi absensi, dan menyampaikan tujuan
pembelajaran. Pada kegiatan inti, guru menampilkan sebuah gambar beserta teks
deskriptif yang berjudul “My favorite teacher”. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri
dari 4-5 siswa tiap kelompoknya. Siswa membaca teks deskriptif tersebut dan membahas
kosakata-kosakata yang mereka tidak mengerti dan menjawab pertanyaan berdasarkan
teks tersebut. Guru menjelaskan unsur kebahahasaan dalam teks descriptive. Guru
menampilkan gambar seorang guru di SMP 15 Kota Bengkulu dan siswa diberikan quiz
dengan melengkapi sebuah teks rumpang berbentuk teks deskriptif berdasarkan gambar
sebelumnya. Pada kegiatan penutup, guru menampilkan gambar beberapa guru di SMP
15 kota bengkulu dan memberikan tugas kepada siswa untuk mencari informasi seputar
deskripsi baik fisik maupun nonfisik terhadap guru yang ditampilkan.
Pertemuan kedua berlangsung selama 120 menit. Pada kegiatan pendahuluan, guru
mengkondisikan kelas, mengucapkan salam, menanyakan kabar, dan mengisi absensi.
Guru menanyakan kembali tentang pembelajaran sebelumnya dan menyampaikan tujuan
pembelajaran. Pada kegiatan inti, guru menanyakan tugas yang diberikan pada pertemuan
sebelumnya. Beberapa siswa diminta untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka.
Guru meminta siswa menulis teks deskriptif berdasarkan salah seorang guru yang mereka
amati dan siswa login akun Gmail mereka. Siswa membuat pemetaan (mind map) mereka
terhadap topik yang sudah dipilih. Masing-masing ketua kelompok membuat lembar kerja
dengan google docs kemudian anggota kelompok lainnya diminta untuk masuk dalam
lembar kerja tersebut. Guru memfasilitasi siswa dalam memberikan ide dan revisi pada
lembar kerja menulis dalam aplikasi Google Docs. Akhirnya, siswa mempresentasikan
hasil erjanya. Pada kegiatan penutup, guru menanyakan kesulitan siswa selama PBM dan
meminta siswa menyimpulkan pelajaran.
Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahap yaitu:
1. Memberikan penilaian kemampuan menulis teks deskriptif siswa dengan teknik
collaborative writing dengan menggunakan Google Docs.
2. Mencari rata-rata hasil dari penilaian kemampuan menulis teks deskriptif siswa dan
tingkat ketuntasan klasikal siswa dengan teknik collaborative writing dengan
menggunakan Google Docs.
3. Membandingkan berapa penilaian kemampuan menulis teks deskriptif siswa
dengan teknik collaborative writing dengan menggunakan Google Docs.

Data nilai tes siswa dinyatakan tuntas jika siswa telah memperoleh nilai 75 ke atas.
Data tes ini dianalisis dengan menggunakan statistik sederhana untuk mengetahui nilai
rata-rata, dan ketuntasan belajar. Menurut Sudjana (1989:109) untuk menghitung kualitas
pembelajaran dengan menggunakan rumus rata-rata yaitu:
∑x
𝑥=
N
Keterangan: x = rata-rata nilai
∑x = jumlah nilai
N = jumlah siswa

342
Persentase yang digunakan untuk menghitung prestasi belajar siswa berdasarkan
ketuntasan belajar klasikal, dengan rumus persentase di bawah ini:

𝑁𝑠
Persentase ketuntasan belajar klasikal = 𝑥 100%
𝑁

Keterangan: Ns = Jumlah siswa yang mendapat nilai 75


N = Jumlah siswa

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Berdasarkan pelaksanaan penelitian yang telah dijabarkan, diketahui bahwa setiap
siklus adalah perbaikan penyempurnaan dari pelaksanaan pembelajaran dari
pembelajaran terdahulu, sehingga skor yang diperoleh dapat dikatakan merupakan hasil
dari perubahan pelaksanaan pembelajaran tersebut.
Pengolahan data dilakukan pada setiap siklus. Pada siklus pertama di dapat data nilai
siswa :

Tabel 1. Hasil Tes Menulis Siklus I


NAMA KRITERIA
NILAI KET
KELOMPOK N1 N2 N3 N4 N5
KELOMPOK 1 21 17 17 18 4 77 BAIK
CUKU
KELOMPOK 2 20 14 14 16 3 67
P
CUKU
KELOMPOK 3 20 15 15 17 3 70
P
CUKU
KELOMPOK 4 18 16 15 15 3 67
P
CUKU
KELOMPOK 5 18 12 14 15 2 61
P
KELOMPOK 6 22 18 18 17 4 79 BAIK
TOTAL 119 92 93 98 19 421
RATA-RATA 19,8 15,3 15,5 16,3 3,1
3 3 0 3 7 70,17
Ket: N1 = Isi
N2 = Organisasi
N3 = Kosakata

343
N4 = Pengembangan Bahasa
N5 = Mekanik

Siswa yang mengikuti tes sebanyak 25 siswa. Siswa dibagi menjadi kelompok
yang berjumlah 4-5 siswa. Nilai rata-rata tes menulis yang diperoleh sebesar 70,17 dan
ketuntasan belajar klasikal sebesar 33,33 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa belum memenuhi nilai klasikal 75% dan mendapat nilai di atas 75. Ketuntasan
belajar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Ketuntasan belajar secara klasikal:


𝑁𝑠
𝐾𝐵 = 𝑥100%
𝑁
2
= 𝑥100% = 33,33 %
6

Nilai rata-rata siswa:


∑x
𝑥=
N
421
𝑥= = 70,17
6

Berdasarkan hasil tes siklus I dengan tingkat penguasaan sangat baik, rentang
penilaian 85-100 tidak ada. Tingkat penguasaan baik, rentang nilai 75-84 sebanyak 2
kelompok. Tingkat penguasaan cukup, rentang penilaian 60-74 sebanyak 4 kelompok.
Tingkat penguasaan kurang dan sangat kurang tidak ada. Nilai rata-rata tes menulis yang
diperoleh sebesar 70,17 dalam kategori cukup. Ketuntasan belajar klasikal sebesar 33,33
%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa belum memenuhi nilai klasikal 75%
dan mendapat nilai di atas 75.

Dari hasil observasi terlihat jika siswa cukup antusias dalam menerima materi
baru di kelas. Namun saat mereka kurang memahami materi nya mereka mulai bosan dan
sibuk sendiri. Metode diskusi cukup membantu karena dengan diskusi setidaknya siswa
mulai saling berbagi dengan temannya sehingga mulai belajar bersama. Namun tetap ada
beberapa siswa yang tidak aktif dalam berdiskusi. Hal ini membuat waktu diskusi
kelompok cukup lama sehingga waktu ntuk menjelaskan materi dan membuat karangan
ke dalam Google Docs menjadi sedikit.

Dari hasi observasi dan tes menulis menunjukkan bahwa proses pembelajaran
belum berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil observasi masih banyak siswa yang belum
mengerti penggunaan Google Docs dalam kegiatan Collaborative writing. Selain itu
alokasi waktu juga masih diangap masih kurang dalam menulis secara kolaboratif.
Keaktifan dan kegiatan diskusi menulis juga belum terlaksana dengan maksimal.

Dari hasil diskusi balikan yang dilakukan maka guru peneliti dan rekan sejawat
memutuskan untuk mengubah sedikit proses pembelajaran sebelumnya. Antara lain
merubah susunan kelompok yang dianggap kurang efektif, kegiatan rolling kelompok

344
atau mengganti siswa yang terlihat suka mengobrol dengan temannya dan
memindahkannya ke kelompok yang lain. Hal ini diharapkan mampu membuat siswa
menjadi lebih fokus pada diskusi kelompoknya.

Sedangkan pada siklus kedua di dapat data hasil tes menulis siswa :

Tabel 2. Hasil Tes menulis Siklus II


NAMA KRITERIA NILA
KET
KELOMPOK N1 N2 N3 N4 N5 I
KELOMPOK 1 20 16 17 16 4 73 CUKUP
KELOMPOK 2 24 17 16 16 4 77 BAIK
KELOMPOK 3 SANGAT
24 18 18 22 4 86
BAIK
KELOMPOK 4 SANGAT
24 18 19 22 4 87
BAIK
KELOMPOK 5 22 17 16 18 3 76 BAIK
KELOMPOK 6 22 16 18 17 3 76 BAIK
TOTAL 136 102 104 111 22 475
RATA-RATA 18,5 3,6
22,67 17,00 17,33 79,17
0 7
Ket: N1 = Isi
N2 = Organisasi
N3 = Kosakata
N4 = Pengembangan Bahasa
N5 = Mekanik

Siswa yang mengikuti tes sebanyak 25 siswa. Siswa dibagi menjadi kelompok
yang berjumlah 4-5 siswa. Nilai rata-rata tes menulis yang diperoleh sebesar 79,17 dalam
kategori baik. ketuntasan belajar klasikal sebesar 83,33 %. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil belajar siswa telah memenuhi nilai klasikal 75% dan mendapat nilai di atas 75.
Ketuntasan belajar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Ketuntasan belajar secara klasikal:


𝑁𝑠
𝐾𝐵 = 𝑥100%
𝑁
5
= 𝑥100% = 83,33 %
6

Nilai rata-rata kelompok:


∑x
𝑥=
N
79,17
𝑥= = 79,17
30

345
Berdasarkan hasil tes siklus II dengan tingkat penguasaan sangat baik, rentang
penilaian 85-100 terdapat 2 kelompok. Tingkat penguasaan baik, rentang nilai 75-84
sebanyak 3 kelompok. Tingkat penguasaan cukup rentang penilaian 60-74 sebanyak 1
kelompok. Tingkat penguasaan kurang dan sangat kurang tidak ada. Nilai rata-rata tes
menulis yang diperoleh sebesar 79,17 dalam kategori baik. ketuntasan belajar klasikal
sebesar 83,33 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa telah memenuhi nilai
klasikal 75% dan mendapat nilai di atas 75.
Dari hasil pengamatan pada siklus II ini guru sudah melihat terjadi peningkatan
dalam proses belajar siswa. Siswa pun mulai tertantang untuk lebih cepat membuat teks
deskriptive nya karena mereka masih penasaran dengan aplikasi Google Docs. Akibatnya
karena rasa penasaran yang tinggi mereka lebih giat dan aktif dalam berdiskusi. Hal ini
juga terlihat dari banyaknya siswa yang bertanya kepada guru selama proses diskusi
berlangsung. Meskipun demikian namun tetap terlihat beberapa siswa yang cenderung
masih pasif dalam proses diskusi. Namun perlahan-lahan mereka tanpak mulai menyimak
diskusi kelompok mereka.
Dari hasil observasi dan tes menulis menunjukkan bahwa proses pembelajaran
sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil observasi siswa sudah mampu
mengaplikasikan Collaborative writing dengan menggunakan Google Docs. Keaktifan
dan kegiatan diskusi menulis belum terlaksana dengan maksimal namun sudah mencapai
kondisi yang kondusif. Ditambah lagi, hasil tes menulis juga sudah mencapai hasil yang
diharapkan.

Pembahasan

Hasil analisis data berdasarkan siklus I yang diikuti 25 siswa yang dibagi menjadi
6 kelompok yang terdiri dari 4-5- siswa, didapat nilai rata-rata 70,17 dan ketuntasan
belajar klasikal sebesar 33,33%. Jumlah kelompok yang tuntas sebanyak 2 kelompok,
sedangkan belum tuntas sebanyak 4 kelompok, hal ini menunjukkan bahwa siklus I belum
memenuhi kriteria kelulusan, karena belum mencapai 75. Pada siklus II yang diikuti 25
siswa yang dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa, hasilnya meningkat
dengan rata-rata sebesar 79,17 dan ketuntasan belajar klasikal 83,33%. Nilai rata-rata
kelas sudah mencapai di atas 75. Jumlah kelompok yang tuntas di siklus II adalah 5
kelompok dan yang belum tuntas hanya 1 kelompok. rata-rata kelas juga sudah mencapai
di atas 75. Peningkatan nilai rata-rata siklus I dan II adalah 9 diambil selisih dari 70,17
pada siklus I dan 79,17 pada siklus II. Perbandingan rata-rata hasil tes menulis Siklus I
dan Siklus II dapat dilihat pada dragram di bawah ini:

346
80

75

70

65
SIKLUS I SIKLUS II

SIKLUS I SIKLUS II

Grafik 1. Perbandingan rata-rata hasil tes menulis siswa

Ketuntasan belajar klasikal mengalami peningkatan sebesar 50%, yakni dari 33,33
% pada siklus I menjadi 83,337 % pada siklus II. Perbandingan ketuntasan belajar klasikal
siklus I dan siklus II dapat dilihat di bawah ini:

100.0%
80.0%
60.0%
40.0%
20.0%
0.0%
Siklus I Siklus II

Grafik 2. Perbandingan Ketuntasan Belajar Klasikal

Berdasarkan perbandingan nilai siklus I dan II, terdapat perbedaan hasil yakni
pada tingkat penguasaan sangat baik pada siklus I tidak ada sedangkan pada siklus II
sebanyak 2 kelompok. Tingkat penguasaan baik pada siklus I sebanyak 2 kelompok,
sedangkan pada siklus II sebanyak 3 kelompok. Tingkat penguasaan cukup pada siklus I
sebanyak 4 kelompok, sedangkan pada siklus II menurun menjadi 1 kelompok saja.
Tingkat penguasaan kurang dan sangat kurang pada siklus I dan II tidak ada. Hasil
perbandingan tes menulis siswa dapat dilihat di tabel di bawah ini:

Tabel 3. Perbandingan Kategori Hasil Tes Menulis Siswa Siklus I dan II


Tingkat Jumlah Siswa Kategori
Penguasaan Siklus I Siklus II Penilaian
85-100 - 2 Sangat Baik
75-84 2 3 Baik
60-74 4 1 Cukup
40-59 - - Kurang
0-39 - - Sangat Kurang

347
Berdasarkan hasil tersebut terlihat peningkatan hasil teks menulis pada siswa.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Setyawan,
Martono, dan Rochsantinigsih (2012) yang menyimpulkan bahwa penggunaan Google
Docs dalam kegiatan collaborative writing mampu menigkatkan hasil belajar siswa, baik
berupa hasil tes menulis dan juga keaktifan siswa. Peningkatan hasil tes menulis dapat
dilihat dari berbagai aspek penilaian tes menulis, seperti: isi, organisasi, pengembangan
bahasa, kosakata, dan mekanik penulisan. Selain itu peningkatan dalam membangun
iklim dalam kelas, seperti: peningkatan keaktifan siswa, peningkatan keantusiasan siswa,
dan peningkatan sikap siswa selama proses pembelajaran.
Menurut Aminloo (2013) dan Ghufron (2014) menyatakan bahwa teknik
collaborative writing membawa dampak yang baik pada menulis siswa. Hal ini sejalan
dengan Sulisworo (2012) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kolaboratif
dengan media online mampu berjalan dengan baik jika pendidik mampu membangun
motivasi peserta didik secara konsisten. Selain itu literasi dan tahapan pembelajaran juga
cocok dengan implementasi kegiatan collaborative writing.
Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Zhou, Simson, dan Domizi (2012)
yang menunjukkan bahwa penggunaan Google Docs tidak memberikan dampak yang
signifikan dalam menulis. Hal ini mungkin dikarenakan implementasi model
pembelajaran yang tidak konseptual. Seperti yang di sampaikan oleh Sulisworo (2012),
penelitian yang menerapkan model Penelitian Tindakan Kelas akan memperbaiki
implementasi model secara kontekstual.
Penerapan collaborative writing dengan menggunakan Google Docs juga
memiliki banyak keuntungan. Google Docs dapat digunakan dengan mudah dan cepat
sehingga aplikasi ini cocok untuk memfasilitasi workshop penulisan digital yang
menggabungkan editing rekan dengan pengelompokan koperasi dan kelompok kecil fine-
tuned instruksi tertulis. Selain itu, menurut Zhou, Simson, dan Domizi (2012)
menyatakan bahwa penggunaan Google Docs dalam kegiatan collaborative writing
menimbulkan persepsi yang baik terhadap siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dari siklus I dan II, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan Google Docs dalam kegiatan Collaborative writing
dapat meningkatkan kemampuan menulis teks deskriptif siswa kelas VIII.a SMPN 15
Kota Bengkulu tahun ajaran 2016/2017. Peningkatan nilai diketahui dari nilai rata-rata
pada siklus I yaitu 70,17 dan pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 9 sehingga
menjadi 79,17. Penggunaan Google Docs dalam kegiatan Collaborative writing ini juga
dapat meningkatkan jumlah ketuntasan belajar. Pada siklus I ketuntasan didapat sebesar
33,33% dan mengalami peningkatan 50% sehingga pada siklus II meningkat menjadi
83,33%.

348
Melalui penggunaan Google Docs dalam kegiatan Collaborative writing ini,
perubahan sikap positif juga diperoleh siswa. Para siswa lebih antusias, aktif, kreatif,
serius, toleran, percaya diri, termotivasi, dan tertantang untuk menghasilkan karya
terbaik. Selain itu guru menjadi fasilitator dalam belajar agar siswa dapat termotivasi dan
semangat mengikuti proses belajar mengajar. Penggunaan Google Docs dalam kegiatan
Collaborative writing juga dapat menumbuhkan kreativitas siswa agar lebih berkarya
dalam belajar menulis khususnya teks deskriptif.
Berdasarkan pengalaman penelitian selama melaksanakan penelitian dalam
penggunaan Google Docs dalam kegiatan Collaborative writing, berikut saran bagi
beberapa pihak yang terkait dengan penelitian ini yang ditunjukan untuk mengembangkan
tugas (task) adalah sebagai berikut:
Bagi pihak sekolah, peneliti berharap dengan menggunakan Google Docs dalam
kegiatan Collaborative writing dapat meningkatkan kreativitas siswa dan kualitas
pembelajaran di SMP Negeri 15 Kota Bengkulu. Selain itu sekolah harus
mengembangkan kemampuan menggunakan IT pada para siswa dan guru-guru. Pihak
sekolah diharapkan mendukung dan memotivasi para guru-guru untuk terus
mengembangkan kemampuan menggunakan tekhnologi dan kreatif untuk siswa agar
sekolah mampu menghasilkan para siswa yang kreatif dan tidak gagap tekhnologi.
Bagi guru, dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap menjadi masukan pada
guru-guru sebagai variasi di strategi pembelajaran, sehingga menjadi inspirasi untuk lebih
mengembangkan model-model pembelajaran. Karena peneliti menyadari bahwa guru
tidak hanya sebagai sumber informasi, namun sebagai fasilitator, dan motivator bagi
siswa di dalam proses pembelajaran.Bagi siswa, dengan adanya penelitian mengenai
penggunaan Google Docs dalam kegiatan Collaborative writing, memberikan
kesempatan pada siswa untuk terus mengembangkan kreativitasnya, tidak hanya dalam
menulis teks deskriptif, namun kreatif dalam menulis teks bergenre yang lain. Selain itu,
siswa diharapkan terus mempraktekan penggunaan IT yang positif yaitu dalam proses
pembelajaran.
Bagi Peneliti, penelitian ini menjadi inspirasi tersendiri mengenai peneliti, hasil
penelitian ini bukanlah merupakan hasil penelitian yang sempurna, sehingga perlu adanya
penelitian selanjutnya mengenai penggunaan Google Docs dalam kegiatan Collaborative
writing pada kelas dan genre teks yang berbeda, agar memperoleh penelitian yang lebih
sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Saleh. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Efektif Di Sekolah. Dasar.
Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Aminloo. (2013). The Effect of Collaborative Writing on EFL Learners Writing at


Elementary Level. Journal of Language Teaching and Research: Finland.

349
Barkley, Elizabeth F., Cross, K. Patricia., & Major, Claire Howell (2005). Collaborative
Learning Techniques: A Handbook for College Faculty.San Fransisco. Jossey-
Bass.

Davis, Barbara Gross. (1999). Motivating Students. University of California. Diunduh


dari http://teaching.berkeley.edu/bgd/motivate.html.

Gleeson, Anne. (2006). Student Perception of the Effectiveness of Collaboration


Learning Tutorials. Australia: Flinders University. Diunduh dari
www.flinders.edu.au/sabs/business/research/papers/07-05.pdf.

Gokhale, Anuradha A. (1995). Collaborative Learning Enhances Critical Thinking.


Journal of Technology Education. Diunduh dari http://scholar.lib.vt.edu/
ejournals/JTE/v7n1/gokhale.jte-v7n1.html.

Graham S, Harris K.R, MacArthur C, Schwartz S. (1991). Writing and writing instruction
for students with learning disabilities: Review of a research program, Learning
Disability Quarterly.

Ghufron. (2014). A Collaborative Writing Technique to Improve Students’ Skill in


Writing Argumentative Essay (A Classroom Action Research at the Fourth
Semester Students of English Education Department of IKIP PGRI Bojonegoro in
the Academic Year of 2013/2014). Proceeding: Sebelas Maret University.
Indonesia.

Haring-Smith, T. (1994). Writing together: Collaborative learning in the writing


classroom. New York, NY: HarperCollins College Publishers.

Katie. (2006). Teaching Writing: Tips for Making It Fun. Diunduh dari
http://www.tefllogue.com/in-the-classroom/teaching-writing-tips-for-making-it-
fun.html.

MacArthur, Charles A. (2009). Effective Writing Instruction for Students with Learning
Problems. Diunduh dari http://www.greatschools.org/special-education/LD-
ADHD/writing-instruction-students-with-learning-problems.gs? content=970.

MacDonald, J. (2006). Blended learning and online tutoring: A good practice guide.
Aldershot, UK: Gower.

National Writing Project & Nagin, C. (2003). Because writing matters: Improving student
writing in our schools. San Francisco, CA: Jossey- Bass.

Nurudin. (2010). Dasar-dasar Penulisan. Malang: UMM Press.

Setyawan, G.Y., Martono, dan Dewi R. (2012). Optimizing Google Docs to Improve
Students’ Writing Skill of Descriptive Text. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sudjana. 1989. Metoda Statistika Sudjana. Bandung: Tarsito.

350
Sulisworo, Dwi. (2012). Modifikasi Pembelajaran Kolaborative Online untuk
Peningkatan Keterampilan Menulis Ilmiah dengan Teknologi Web 2.0 pada
Program Studi Pendidikan Fisika. Seminar Nasional Fisika 2012, Universitas
Negeri Semarang, 6 Oktober 2012.

Swanson, L., Harris, K. R., & Graham, S. (2003). Handbook of learning disabilities. NY:
Guilford.

Zhou, W., Elizabeth S, Denise Pinette Domizi. (2012). Google Docs in and out of Class
Collaborative writing Activity. International Journal of Teaching and Lerning in
Higher Education: Volume 24, No: 3, 359-375.

351
PENGGUNAAN MEDIA EDMODO DALAM UPAYA PENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS
KELAS XI DI MAN 1 AMBON

Rohib Adrianto Sangia


rohib@kemenag.go.id
MAN 1 Ambon

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi media Edmodo dalam
pembelajaran Bahasa Inggris pada siswa kelas XI di MAN 1 Ambon dimana secara teori
Learning Management System seperti Edmodo memberikan motivasi positif kepada
siswa sehingga menghasilkan dampak yang koheren pada prestasi belajar. Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi media Edmodo oleh guru dalam
pembelajaran Bahasa Inggris setelah memanfaatkan media Edmodo, dan apa sajakah
masalah yang dihadapi selama menggunakan media Edmodo. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas (PTK) berbasis qualitative-research. Pengumpulan data
dilakukan dengan mengadakan observasi, pengisian angket, dan evaluasi pembelajaran
pada minimal dua siklus yang membandingkan pembelajaran konvensional dan kelas
digital. Siklus pertama yang merupakan kelas konvensional memberikan hasil berupa
rata-rata kelas hanya mencapai 44,38 yang masih jauh dengan KKM mata pelajaran yaitu
75 dan hanya 12% siswa yang tuntas. Siklus kedua dilaksanakan dengan menekankan
penggunaan Edmodo meningkatkan nilai rata-rata siswa hingga mencapai angka 82,61
sehingga bisa penggunaan media Edmodo bisa dikatakan berhasil dalam meningkatkan
prestasi siswa. Kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan kelas digital adalah pertama
pada faktor perangkat keras yaitu jaringan internet dan ketersedian komputer maupun
ponsel pintar dari para siswa, dan kesulitan kedua terletak pada faktor pengguna yaitu
kesiapan guru dan siswa untuk menggunakan Edmodo.

Kata Kunci : Pembelajaran Bahasa Inggris, Edmodo, Prestasi Belajar

PENDAHULUAN
Chapelle (2003: 2) mengklaim bahwa pembelajaran bahasa dan teknologi
informasi sejak awal millennium memiliki ikatan emosional yang kuat dan saling
melengkapi satu sama lain. Hal ini membuat banyak inovasi dan penciptaan software baru
dibidang kebahasaan yang memungkinkan para siswa dapat belajar bahasa secara mandiri
dan dilakukan lewat jarak jauh. Aspek yang sangat menonjol dapat dilihat adalah pada
proses asesmen bahasa yang menggunakan teknologi komputerisasi modern.

352
Prinsip kemudahan pada proses asesmen ketrampilan mendengarkan dan
membaca adalah peluang untuk pengembangan media evaluasi ke arah media digital.
Penelitian ini difokuskan kepada pembelajaran membaca pamahaman. Dimana proses
evaluasi atau sebuah tes adalah salah satu bagian kecil tetapi bermakna dari sebuah proses
pembelajaran (Brown, 2001: 402).
Ketrampilan membaca merupakan ketrampilan bahasa yang fokus kepada
penerimaan bahasa. Oleh karena itu, pembelajaran membaca pemahaman perlu diadakan
evaluasi untuk mengukur keluaran yang bisa didemonstrasikan para siswa sehingga
mereka mencapai tingkat keberhasilan. Heaton (1989: 107) menyarankan beberapa
bentuk test untuk dilaksanakan dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam
menguasai ketrampilan membaca. Bentuk test tersebut adalah mulai pilihan ganda, benar-
salah, menjodohkan, paragraph/kalimat rumpang, hingga pertanyaan pendek.
Pada aplikasinya di ruang kelas reguler di sekolah, beberapa aplikasi dengan
berbagai platform dikembangkan oleh para ahli, dari yang memiliki sifat stand-alone
hingga bersifat kompleks. Sistem pembelajaran yang sudah mengintregasikan secara utuh
proses pembelajaran dari tahap perencanaan hingga proses penilaian yang dilakukan
dengan menggunakan Jaringan baik lokal maupun internet dikenal sebagai Learning
Management Software (Amiroh, 2012: 1) atau memiliki istilah lain yaitu kelas digital.
Sistem pembelajaran seperti Edmodo, Moodle, ataupun Schoology sangat direkomendasi
oleh Juliani (2015: 31)
Edmodo adalah situs edukasi yang didirikan oleh Jeff’O Hara sejak tahun 2008
yang memfasilitasi pembelajaran yang aktif, kreatif, dan mampu menarik perhatian para
siswa. Edmodo adalah salah satu alat untuk mengembangkan kelas maya pada konsep
pemberlajaran berbasis blended learning. Rismayanti (2013: 3) meyakinkan bahwa
Edmodo sangat aman untuk digunakan oleh guru dan siswa. Sistem penyimpanan data
yang bersifat daring sehingga terhindar dari resiko kehilangan data dan dapat diakses
sewaktu-waktu dengan jaringan internet. Untuk institusi pendidikan sendiri, Edmodo
memberikan potensi dalam rangka memfasilitasi kolaborasi antar individu dan institusi
dari tingkat sekolah, daerah hingga antar benua, dalam rangka pelayanan prima
pendidikan kepada para siswa. Aplikasi berbasis web ini sangat membantu dalam
memonitor perilaku para siswa di dunia maya, sehingga bisa mengurangi dampak negatif
dari fasilitas internet.
Edmodo yang berbasis web, mengharuskan penggunanya terkoneksi dengan
internet. Pengguna bisa login as guru, siswa, ataupun orang tua dengan kemudahan
berpindah status sesuai dengan kebutuhan. Pengguna dapat mengakses dengan alats untuk
mengakses internet seperi komputer personal dan gadget. Edmodo memberikan
pengalaman mengajar kelas maya dari proses perencanaan hingga proses penilaian. Pada
proses perencanaan, seorang guru bisa membuat suatu jadwal dan memeriksa timeline,
dan pesan/peringatan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan skenario
pembelajaran. Di samping itu, fitur library memungkinkan guru untuk menyiapkan
materi lebih rapi sehingga mudah untuk diakses pada waktunya.

353
Penelitian tindakan kelas yang memanfaatkan Edmodo sudah berkembang sejak
Edmodo sendiri dikembangkan. Untuk penelitian di dalam negeri pada jenjang sekolah
menengah yang telah dipublikasikan antara lain adalah Noviana, Rufinus, and Bunau
(2015), Hastomo (2016), dan yang terbaru Adnan, Ohoiwutun, and Shalehuddin (2016),
dimana mereka melakukan penelitian pre-eksperimental design memanfaatkan media
Edmodo pada mata pelajaran bahasa Inggris. Mengacu pada publikasi tersebut penelitian
yang berbasis classroom action research ini berfokus untuk menjawab dua masalah
utama yang merupakan rumusan masalah yaitu bagaimanakah efektifitas Edmodo dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Inggris pada siswa
kelas XI di MAN 1 Ambon; dan kendala yang dihadapi dan bagaimana strategi dalam
menyelesaikan masalah tersebut.

PROSES PEMBELAJARAN
Proses pembelajaran yang dielaborasi pada bagian ini berfokus pada proses
pembelajaran siklus kedua yang menekankan penggunaan media Edmodo pada siswa.
Pada proses sebelum pembelajaran, peneliti mempersiapkan proses pembelajaran dengan
menggunakan media Edmodo kepada siswa. Ada beberapa Aspek penting yang harus
diperhatikan pada proses ini. Aspek tersebut terletak pada aspek sumber daya manusia
baik user maupun manejer hingga sumber daya sarana dan prasarana yang diperlukan
untuk mengaplikasikan media Edmodo sehingga dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Pada proses sumber daya manusia, siswa adalah aktor utama dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan media Edmodo. Siswa dianggap sebagai user dimana mereka
mengakses Edmodo dalam rangka menerima sumber belajar dan asesmen pembelajaran.
Disini, guru berperan sebagai manejer, dimana guru menyediakan dalam rangka
memfasilitasi siswa untuk mengakses sumber belajar dan menyediakan evaluasi
pembelajaran yang otentik kepada siswa.
Untuk memahami edmodo, penting bagi seorang guru belajar menguasai teknik
dasar penggunaan Edmodo baik sebagai guru, siswa, maupun orangtua. Banyak hal bisa
dilakukan oleh seorang guru untuk menguasai ketrampilan menggunakan Edmodo, mulai
dari belajar otodidak dari buku, tutorial, berguru ke teman sejawat ataupun bertanya di
forum diskusi pembelajaran digital pada media internet hingga mengikuti pelatihan yang
diselenggarakan oleh oleh instansi maupun organisasi profesi. Setelah itu guru membantu
siswa untuk menjalankan Edmodo, tetapi apabila dibutuhkan, siswa dapat mengakses
help center pada situs Edmodo untuk mencari solusi permasalahan dan bahasa antarmuka
pada bagian help center menggunakan bahasa Inggris, hal ini sangat membantu siswa,
yang dalam hal ini mata pelajaran bahasa Inggris, dalam rangka mengaplikasikan
keterampilan membaca pemahaman pada teks berbahasa Inggris.
Untuk menyediakan koneksi internet, peneliti memutuskan untuk menggunakan
jaringan internet via seluler yang dihubungkan dengan modem Vodafone Huawei pada
jaringan internet 4G yang dibagikan dengan menggunakan 2 buah router yaitu Dlink

354
DGN1000 dan TP-LinkMR3020 sebagai host untuk modem. Untuk membebankan client
yang banyak kepada BTS penyedia layanan internet seluler dan mengurangi pengeluaran
untuk membeli modem baru bagi siswa yang belum memiliki untuk menunjang proses
pembelajaran menggunakan media Edmodo. Untuk perangkat keras berupa PC, peneliti
menugaskan siswa untuk membawa perangkat laptop, maupun ponsel pintar yang
memiliki fasilitas internet browsing pada waktu kegiatan pembelajaran dilakukan.
Proses pada saat pembelajaran adalah hal yang paling menarik. Ketika kelas
segera dimulai, peneliti memeriksa kelengkapan para siswa untuk mengikuti kelas
berbasis media Edmodo. Terdapat sekitar 3 siswa yang tidak membawa perangkat untuk
mengakses Edmodo dengan alasan memiliki dan menemukan teman atau saudara yang
ingin meminjamkan. Untuk itu, peneliti memberikan solusi dengan menempatkan siswa
tersebut dengan teman sebangku yang memiliki perangkat sehingga mereka bisa saling
berbagi. Begitu pula ada siswa yang belum mendaftar, sehingga mereka segera
diperintahkan untuk mendaftar dan dibimbing oleh teman yang sudah mendaftar
sebelumnya.
Pada kegiatan pembelajaran, peneliti mulai membimbing mereka untuk
berinteraksi secara virtual dengan memposting bahan untuk mereka saling diskusi pada
postingan guru dengan memperhatikan adab kesopanan dalam bersosisalisasi pada dunia
maya. Peneliti sebagai guru pun memberikan arahan, bimbingan dan peringatan terkait
perilaku siswa terhadap adab kesopanan dalam bersosisalisasi pada dunia maya. Kegiatan
selama pembelajaran dengan menggunakan media Edmodo didominasi dengan teknik
menegrjakan tugas yang diposting pada Edmodo. Setelah mengerjakan tugas, siswa
bersama guru membahas hasil evaluasi secara bersama-sama dengan memanfaatkan fitur
analisis hasil belajar yang telah disediakan Edmodo.
Setelah pembelajaran siswa diberikan waktu tambahan untuk kembali menjawab
jajak pendapat yang diposting peneliti sebagai instrumen angket dalam rangka mengukur
motivasi siswa setalah belajar menggunakan media Edmodo. Para siswa tidak merasa
keberatan untuk melakukannya. Beberapa siswa yang menyatakan kesiapan untuk
melaksakan pembelajaran seperti yang dilakukan sekarang di pertemuan yang akan
datang. Respon positif pun datang dari beberapa rekan guru yang memantau proses
pembelajaran sehingga mereka berencana untuk melakukan hal yang serupa di kelas
mereka.

METODE
Penelitian ini berbasis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimana dipandang oleh
Mettetal (2003: 3) memiliki keunggulan untuk mengetahui solusi terbaik untuk
membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar mereka dan sangat efektif untuk
memperbaiki strategi mengajar seorang guru. Dalam melaksanakan metode ini, ada empat
langkah dasar yang harus dilalui oleh peneliti. Langkah-langkah tersebut adalah
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi, yang merupakan suatu kesatuan siklus

355
mengajar (Kemmis, McTaggart, & Nixon, 2014: 9). Sebuah siklus penelitian dianggap
belum bisa membuktikan sesuatu hingga diadakan sebuah perubahan yang dilakukan
pada siklus penelitian selanjutnya.

Diagram Siklus PTK (Kemmis et al., 2014: 19)


Perencanaan adalah langkah awal dalam membuat sebuah PTK. Di dalam proses
perencanaan, peneliti mencari masalah yang ditemui pada kegiatan belajar mengajar.
Setelah menemukan masalah beserta solusi-solusi alternatif berdasarkan teori-teori
pendidikan dipikirkan oleh peneliti untuk dipakai ke dalam penelitian tersebut. Sebuah
rencana harus bersifat dinamis dan tidak terikat dan selalu beradaptasi terhadap rintangan
yang tidak diduga sebelumnya (Kemmis et al., 2014: 100). Perencanaan sangat membantu
peneliti dalam melakukan sebuah tindakan dengan sesuai sehingga suatu masalah dapat
diselesaikan secara tepat guna dan hemat tenaga.
Tindakan merupakan kelanjutan dari tahap perencanaan. Sesungguhnya tindakan
dipandu oleh sebuah perencanaan yang matang sesuai dengan latar belakang yang
dihadapi (Kemmis et al., 2014: 18). Dari sebuah tindakan, banyak hal yang bisa diperoleh,
sehingga peneliti dapat mencoba suatu metode sehingga diharapkan menyeleasikan
masalah dan meningkatkan profesionalisme guru.
Proses tindakan dan observasi adalah dua hal yang dilakukan bersama-sama
ketika sedang melaksanakan proses belajar mengajar di dalam kelas. Proses ini dilakukan
dengan tujuan mengumpulkan bukti-bukti pendukung dari sebuah tindakan yang
dilakukan sehingga dapat diperiksa secara langsung (Kemmis et al., 2014: 18).

356
Selanjtunya dilakukan pengamatan yang seksama sehingga segala bentuk masalah dapat
dilihat dan dikuatkan melalui bukti yang nyata sehingga semua hal terdokumentasikan
walaupun menghasilkan hasil yang positif maupun yang negatif. Proses ini sangat penting
dalam rangka membuat suatu patokan dan telaah data serta dokumentasi akitifitas
penelitian, proses penelitian dan hasil penelitian.
Refleksi adalah tahapan dimana peneliti mengingat dan memahamai apa-apa yang
telah terjadi dan ditemukan di dalam proses-proses sebelumnya (Kemmis et al., 2014:
18). Refleksi adalah menghubungkan seluruh proses, masalah yang timbul, dan halangan
yang terjadi ketika melakukan sebuah tindakan menjadi hubungan yang bersifat logis.
Fungsi dari tahapan ini adalah memberikan solusi perlakuan yang harus dilakukan pada
siklus penelitian selanjutnya apabila dibutuhkan.
Penelitian ini diadakan pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Ambon yang berada pada
Kota Ambon. Kelas yang menjadi subyek penelitian adalah adalah kelas XI program IIS
sebanyak 23 orang yang merupakan satu rombongan kelas yang terdiri dari 12 siswa laki-
laki dan 11 siswa perempuan yang berusia sekitar 15-17 tahun. Mereka adalah para siswa
yang memiliki prestasi rata-rata dan memiliki latar belakang lingkungan belajar yang
berbeda-beda, sehingga pengalaman penggunaan media IT dalam pembelajaran
bervariasi.
Dalam penelitian inidigunakan tiga bentuk instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data untuk dianalisis yaitu lembar pengamatan beserta angket yang
mengukur motivasi belajar siswa, dan kuis sebagai sarana untuk mengukur prestasi
belajar siswa. Lembar Pengamatan digunakan untuk pengamat untuk melihat keadaan
siswa di dalam kelas sebagai lapangan penelitian untuk mendokumentasi segala perilaku
siswa dalam menerima materi yang merupakan simbol atau gambaran keadaan siswa.
Untuk mengetahui motivasi belajar siswa, angket merupakan instrumen tambahan untuk
menguatkan apa yang ditemukan dari lembar pengamatan sebelumnya dengan fungsi
memberikan informasi penting tentang perasaan dan tanggapan mereka mengikuti
pelajaran yang diberikan terutama pada bagian penggunaan Edmodo. Kuis berperan
sebagai post-test di dalam pembelajaran di kelas, mengukur tingkat penguasaan materi
pelajaran oleh subyek penelitian sesuai dengan pedoman guru mata pelajaran yang dibuat
sesuai dengan substansi pembelajaran. Beberapa bentuk kuis digunakan dalam rangka
mengukur prestasi siswa secara sahih, sehingga prestasi belajar siswa bisa terukur.
Pengumpulan data dilakukan pada waktu proses tindakan dan observasi serta di
luar jam pelajaran. Di luar jam pelajaran bisa dilakukan dikarenakan media yang
digunakan dalam pengumpulan data berupa Edmodo dan kertas. Pengumpulan data lewat
observasi dicatat pada lembaran observasi yang telah diberikan petunjuk pengisian yang
memudahkan pengamat. Untuk lembaran angket, tentu saja dibagikan kepada siswa
ketika selesai penelitian lapangan pada siklus pertama, sedangkan pada siklus kedua,
siswa dibimbing untuk mengikuti polling yang diunggah pada Edmodo. Pembagian
lembaran angket kepada para siswa dengan didahului penjelasan tata cara mengisi dan
ditentukan batas waktu.

357
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada siklus pertama, pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran manual
dengan metode inquiry dimana guru membimbing siswa untuk menemukan sendiri tujuan
pembelajaran yang dimaksud. Aktifitas yang dilakukan berupa membaca pemahaman
terhadap teks eksposisi analtis. Proses pembelajaran didominasi dengan latihan-latihan
menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan teori penguasaan membaca
pemahaman berupa pemahaman siswa terhadap informasi umum teks, ide pokok yang
terkandung pada setiap paragraf hingga informasi rinci baik tersirat maupun tersurat yang
terkandung didalam teks tersebut.
Pembelajaran siklus pertama ini adalah pembelajaran berbasis kertas dan bersifat
konvensional dimana dalam melaksanakan latihan-latihan menyangkut pemahaman
siswa terhadap teks dilakukan secara manual dengan mengedarkan lembaran kerja siswa
berupa kertas-kertas yang berisi materi dan latihan teks. Dari rangkaian pembelajaran
pada siklus pertama, pengumpulana data penelitian diambil dengan tiga bentuk instrumen
yaitu angket siswa, observasi lapangan dan post-test siswa untuk mengukur prestasi
belajar.
Angket siswa yang berisi pernyataan siswa mengenai hal-hal yang menjadi
indikator motivasi siswa terhadap pembelajaran yang diberikan. Dengan model
pernyataan yang ditanggapi dengan ya-tidak didapatkan hasil yang ditampilkan pada tabel
berikut ini:
Tabel Angket Siklus 1
Tanggapan Siswa
No Penyataan
Positif Negatif
1. Saya senang belajar bahasa Inggris 94% 6%
2. Saya cepat datang ke sekolah jika hari itu ada pelajaran 56% 44%
bahasa Inggris
3. Saya membawa kamus bahasa Inggris ketika ada pelajaran 38% 63%
bahasa Inggris
4. Guru bahasa Inggris menyenangkan 94% 6%
5. Saya senang jika guru bahasa Inggris tidak dapat hadir di 69% 31%
kelas
6. Saya betah di kelas ketika pelajaran bahasa Inggris 50% 50%
berlangsung

358
Tanggapan Siswa
No Penyataan
Positif Negatif
7. Saya duduk didepan ketika pelajaran bahasa Inggris 38% 63%
berlangsung
8. Saya mengajukan pertanyaan jika adayang tidak saya 50% 50%
mengerti pada pelajaran bahasa Inggris
9. Saya berperan aktif dalam pembelajaran bahasa Inggris 44% 56%
10. Saya tetap belajar walaupun sedang tidak ada ujian 56% 44%
11. Saya belajar ketika dijanjikan untuk ujian 44% 56%
12. Saya siap apabila guru bahasa Inggris memberikan 44% 56%
ulangan mendadak
13. Saya malas untuk masuk ke kelas jika 69% 31%
ada tugas bahasa Inggris
14. Saya mengetahui manfaat belajar bahasa Inggris 94% 6%
15. Saya mencatat hal-hal yang penting walaupun guru bahasa 81% 19%
Inggris tidak memerintahkan
16. Saya senang belajar dengan model pembelajaran ini, 94% 6%
karena tidak membosankan
17. Dengan model pembelajaran ini, saya merasa tidak 69% 31%
kesulitan lagi dalam belajar.
18. Dengan model pembelajaran seperti ini dapat 69% 31%
meningkatkan konsentrasi belajar saya
19. Saya senang bila guru menyampaikan tujuan dan manfaat 100% 0%
mempelajari materi tersebut
20. Model pembelajaran ini mengukur prestasi saya 94% 6%
Rata-rata Tanggapan 67% 33%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa tanggapan positif lebih mendominasi daripada
tanggapan negatif. Hasil merefleksikan bahwa bisa dianggap bahwa tingkat motivasi
belajar siswa sebesar 67% rata-rata seluruh siswa. Hal ini membuat siswa menjadi siap

359
untuk menerima pelajaran dari guru, walaupun dengan metode yang konvensional dengan
menggunakan kertas lembar kerja siswa.
Dari hasil diatas, angka 67% dianggap belum bisa menyatakan bahwa faktor
motivasi siswa dalam pengaruhnya kepada prestasi belajar siswa belum signifikan. Hal
ini memberikan tanda bahwa, perlu diberikan perlakuan istimewa kepada siswa untuk
meningkatkan persentase rata-rata motivasi siswa. Angka ini pun bisa mendeskripsikan
tingkat partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan menghadapi kesulitan belajar
yang mereka alami dimana sepertiga dari siswa di dalam kelas harus dibantu dengan
metode pembelajaran yang lebih baik.
Untuk membantu penilaian partisipasi siswa, pengamatan kelas pada waktu proses
pembelajaran dilakukan dalam hal keaktifan siswa sebagai refleksi dari motivasi siswa.
Untuk siklus pertama ini, pengamatan kelas diberikan kepada wali kelas dari subyek
penelitian. Hal ini dilakukan karena wali kelas subyek penelitian dianggap mengenal
kelas dengan baik dari segi tata ruang hingga kepribadian siswa-siswi yang menjadi
subyek penelitian.
Hasil pengamatan kelas pada siklus pertama dapat ditunjukan pada table berikut:
Tabel Hasil Pengamatan Siklus 1
Kuantitas Kualitas
No Indikator
Keaktifan Keaktifan
1. Ketekunan dalam melaksankan tugas-tugas 73% 60%
pembelajaran
2. Keuletan dalam menghadapi kesulitan 80% 40%
3. Perasaan senang terhadap pelajaran Bahasa Inggris 80% 60%
4. Kemandirian dalam belajar 60% 40%
5. Kuatnya keinginan untuk berbuat dalam belajar 77% 60%
Bahasa Inggris
Rata-rata kelas 74% 52%
Tabel diatas menunjukan indikator penilaian terhadap partisispasi dan keaktifan
siswa baik dari segi kualitas dan sisi kuantitas atau jumlah siswa di kelas. Dalam hal
ketekunan dalam melaksanankan tugas, terdapat tiga sub indikator yang dinilai berupa
keaktifan mengerjakan tugas, partisipasi dalam pengumpulan tugas, dan ketuntasan
pengerjaan seluruh latihan yang diberikan oleh guru. Pada indikator ini, didapatkan 73%
persen siswa yang tekun melaksanakan tugas. Secara kualitas, masih sekitar 60%
keaktifan siswa dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Catatan dari pengamat untuk
indikator ini adalah siswa dinilai belum memahamai materi pembelajaran karena
menemui kesulitan belajar, sehingga masih ada beberapa siswa yang berpindah tempat
dalam rangka meminta bantuan berupa penjelasan hingga jawaban dari pihak teman

360
sehingga dipastikan berimbas pada segi ketuntasan siswa dalam mengerjakan soal yang
diberikan.
Pada aspek keuletan menghadapi kesulitan belajar dan mengerjakan tugas, secara
kuantitaif, terdapat 80% siswa yang bertahan untuk menghadapai kesulitan belajar
walaupun secara kualitatif hanya 40% partisipasi yang ditunujukan oleh para siswa tadi.
Pengamat lebih jauh menjelaskan perilaku beberapa siswa menunjukan sikap emosi
kepada teman yang lain karena menolak untuk membantu untuk memberikan jawaban
langsung.
Dari pengamatan yang dilakukan, pengukuran perasaan senang siswa terhadap
pembelajaran terindeks 80% dari aspek kuantitas, tetapi 60% pada aspek kualitas
ketertarikan siswa pada materi yang disampaikan oleh guru. Ini memang catatan
pengamat kepada peneliti yang berperan sebagai guru dalam penelitian ini di kelas.
Dalam hal kemandirian belajar, para siswa digambarkan kurang memiliki inisiatif
untuk mencari sumber belajar lain selain materi yang diberikan oleh guru, seperti buku,
kamus, atau internet. Dalam hal ini, kemandirian belajar siswa pada siklus pertama ini
secara kuantitas jumlah siswa, terdapat 60% siswa yang aktif untuk mencari tetapi dengan
kualitas yang dianggap kurang hingga mencapai angka 40%. Pengamat memberikan
sanggahan bahwa hal ini terjadi karena kurangnya sarana atau fasilitas terutama buku
pelajaran baik pegangan maupun penunjang yang tidak dimiliki oleh para siswa.
Pada bagian keinginanan untuk belajar bahasa Inggris, secara angka jumlah siswa
yang terlihat bersungguh-sungguh sekitar 77% dari total siswa di kelas dengan kualitas
keaktifan siswa sekitar 60% yang terlihat dari kegiatan siswa pada proses pembelajaran
di siklus pertama. Untuk masalah motivasi siswa dalam pengamatan ini, terdapat
beberapa hal yang di tekankan oleh pengamat yaitu beberapa siswa yang kurang
memperhatikan penjelasan guru dengan baik walaupun ada beberapa yang aktif bertanya
tentang materi. Dalam mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan, siswa masih
kurang tertib dan terkesan ramai dalam berkomunikasi. Secara umum siswa kurang
memperhatikan guru dan fokus kepada materi pelajaran sehingga jarang yang aktif
membuat catatan dan hanya menyimak dan sesekali bercanda diantara mereka.
Post-test diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran sebagai sarana evaluasi
dan konfirmasi pengalaman belajar siswa yang telah dilalui pada siklus pertama. Post-test
berjenis tes tertulis dengan bentuk soal campuran pilihan ganda dan penjodohan. Rentang
nilai post-test dapat dilihat pada table berikut:

Tabel rentang nilai post-test siklus pertama


No. Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1. 0 – 20 4 25%
2. 21 – 40 3 19%

361
3. 41 – 60 7 44%
4. 61 – 80 2 13%
5. 81 – 100 0 0%
Rata-Rata Kelas 44,38

Proyeksi tabel diatas menggambarkan bahwa secara prestasi, 86% subyek


penelitian masih jauh dibawah nilai kriteria ketuntansan minimal yaitu 75. Modus yang
penilaian hasil post-test terjadi pada rentang 41 – 60. Dari hasil ini menunjukan bahwa
prestasi belajar siswa dari rangkaian pembelajaran siklus pertama dianggap gagal karena
rata-rata kelas untuk post-test hanya mencapai angka 44,38 yang artinya masih jauh dari
nilai kriteria ketuntasan minimal.
Tujuan pembelajaran pada siklus pertama adalah terpenuhnya kriteria ketuntasan
minimal para siswa dengan diukur menggunakan post-test dalam bentuk tes tertulis
pilihan ganda. Pada temuan, telah ditunjukan bahwa, hanya 13% persen siswa yang
memiliki nilai diatas kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran yaitu 75. Dari temuan
itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran pada siklus pertama dianggap gagal,
karena sebagian besar siswa tidak mampu mendapatkan nilai di atas kriteria ketuntasan
minimal.
Kegagalan siswa setelah pengukuran dengan post-test bisa diprediksi dengan
melihat hasil dari dua pengumpulan data sebelumnya yaitu angket dan pengamatan siswa.
Pada lembar angket yang dijawab siswa, rata-rata tanggapan positif siswa baru mencapai
67% dimana sisanya masih menghadapi kesulitan belajar dan kurang dalam dalam
motivasi belajar setelah mengikuti proses pembelajaran siklus pertama. Pada hal
pengamatan, 74% keaktifan, partisipasi dan motivasi belajar yang terlihat belum mampu
mendongkrak prestasi belajar para siswa. Untuk itu rekomendasi yang paling utama
adalah mengubah proses pembelajaran menuju berbasis e-learning yang diharapkan dapat
meningkatkan persepsi, keaktifan, partisipasi dan motivasi siswa sehingga diperoleh
prestasi belajar yang lebih maksimal.
Siklus kedua dilakukan kepada subyek pada pertemuan selanjutnya, dengan
materi yang sama yaitu membaca pemahaman teks bahasa Inggris. Pada siklus ini, proses
pembelajaran diubah dengan dari menggunakan lembar kertas siswa yang didominasi
oleh penggunaan kertas dan pena menjadi proses pembelajaran yang
mengimplementasikan Edmodo dengan bantuan perangkat yang terhubung ke internet.
Untuk itu dibutuhkan persiapan untuk membangun sistem pembelajaran berbasis e-
learning yaitu Edmodo.
Dalam menggunakan Edmodo, setidaknya ada tiga hal penting yang harus
disiapkan. Hal yang perlu disiapkan adalah perangkat keras, perangkat lunak, dan
pengguna Edmodo tersebut.

362
Perangkat keras mungkin dapat unsur dikatakan yang paling utama dan mendasar
dalam proses persiapan. Perangkat keras ini dibagi atas perangkat untuk mengakses
internet dan infrastruktur internet itu sendiri. Dewasa ini, perangkat untuk mengakses
internet makin hari makin praktis dan mengutamakan prinsip mobilitas. Dalam hal ini
perangkat-perangkat yang bisa mengakses internet, terutama yang disarankan untuk
penggunaan Edmodo adalah perangkat komputer pribadi seperti desktop, laptop, dan
netbook serta perangkat komunikasi bergerak seperti tablet hingga telepon pintar dengan
berbagai ukuran layar. Untuk itu, para subyek ditugaskan untuk membawa salah satu
perangkat tersebut baik yang berupa milik sendiri ataupun meminjam ke anggota
keluarganya hingga para kenalan yang bersedia meminjamkan.
Untuk infrastruktur internet, dibutuhkan sambungan internet yang berkecepatan
tinggi dan bersifat stabil. Secara umum, untuk tersambung dengan internet, pengguna
mampu menggunakan jaringan internet seluler, kabel maupun wi-fi yang tersedia. Untuk
memudahkan subyek untuk terhubung dengan internet di ruang kelas, peneliti
menggunakan router yang terkoneksi dengan modem yang terhubung dengan jaringan
seluler. Router tersebut pada akhirnya memancarkan sinyal wi-fi untuk selanjutnya
digunakan oleh subyek untuk mengakses laman Edmodo.
Perangkat lunak sendiri kebanyakan satu paket di dalam perangkat keras tadi.
Untuk menggunakan perangkat keras, diperlukan perangkat lunak, dalam hal ini aplikasi
peramban laman situs yang dapat ditemui di perangkat keras yang disebutkan tadi.
Aplikasi ini seperti Microsoft Edge®, Mozilla Firefox, Google Chrome, Safari, dan lain
sebagainya. Tentu saja hal yang paling utama adalah pengaturan tampilan halaman situs
harus dikondisikan pada mode desktop sehingga seluruh fitur Edmodo dapat digunakan
dengan baik.
Untuk pengguna Edmodo, peneliti telah dibekali prosedur penggunaan Edmodo
pada Diklat Kelas Digital yang diselenggarakan oleh Pihak SEAMOLEC sebelumnya.
Dengan bekal pengetahuan dalam menggunakan Edmodo baik sebagai siswa maupun
sebagai guru, peneliti menularkan ketrampilan menggunakan Edmodo kepada para siswa
dengan mengadakan sosialisasi singkat tentang Edmodo. Luaran dari sosialisasi tersebut
siswa mulai mandiri dalam mendaftar akun Edmodo hingga mengerjakan dan
mengumpulkan tugas yang diberikan lewat Edmodo.
Pada siklus kedua, peneliti memposting dua kumpulan angket yang dijawab oleh
para siswa. Angket pertama diberikan ketika siswa mendaftarkan diri mereka pada
Edmodo, dan selanjutnya mereka diminta untuk mengisi angket tersebut. Angket ini
masih seputar persiapan penggunaan media Edmodo kepada siswa. Dari hasil yang
ditunjukan oleh tabel dibawah ini, terdapat beberapa pertanyaan yang pada intinya
mempertanyakan kesiapan mereka dalam menerima Edmodo sebagai media dalam proses
pembelajaran dan assesmen.
Para siswa mengaku mereka sering mengkases internet, dan aktif memiliki akun
media sosial. Tidak jarang mereka mengaku memiliki lebih dari satu akun jejaring sosial

363
tersebut. Tapi kebanyakan sekitar 69% rutin untuk mengakses facebook. Mereka
mengaksesnya mulai dari komputer warnet hingga ponsel pintar yang mereka punya
dengan mengandalkan jaringan seluler. Pada umumnya beberapa mengaku mengerjakan
pekerjaan rumah dan mengumpulkannya dengan menggunakan koneksi internet. Tetapi
situs pendidikan yang memfasilitasi interaksi pembelajaran seperti Edmodo ini, mereka
sedikit tahu, dan hanya satu siswa yang mengetahui Edmodo, bukan dari gurunya.

Tabel Hasil Jajak Pendapat Interaksi Siswa dengan Internet

No. Item Jajak Pendapat Hasil Terbanyak Persentase

1. Apakah anda sering mengakses Internet? Sering 64%


2. Berapa Akun Sosial Media yang anda 1 37%
punya?
3. Apa Akun Sosial Media yang anda sering Facebook 69%
akses?
4. Perangkat apa yang sering anda gunakan Komputer 48%
untuk mengakses internet? Warnet
5. Koneksi apa yang sering anda gunakan? Jaringan Seluler 41%
6. Pernahkah anda ditugaskan untuk Jarang 37%
megerjakan tugas lewat internet?
7. Apakah anda mengetahui Edmodo? Sedikit Tahu 50%
8. Dari mana anda mengetahui Edmodo? Guru 92%

Dari hasil tersebut, peneliti yakin bahwa penggunaan Edmodo untuk para siswa
bisa cepat disesuaikan oleh mereka. Dengan sedikit latihan, para siswa dianggap telah
mampu mengoperasikan Edmodo, mulai dari memposting pertanyaan, memberi
komentar, mengumpulkan tugas, menjawab jajak pendapat hingga mengerjakan latihan
dan tes dalam bentuk kuis dengan bentuk yang bervariasi.
Angket yang kedua diberikan setelah siswa mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan Edmodo. Rekapitulasi data dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel Angket Siklus 2

364
Tanggapan Siswa
No Penyataan
Positif Negatif
1. Saya senang belajar bahasa Inggris dengan Edmodo 95% 5%
2. Saya suka membawa smartphone/tablet/laptop untuk 58% 42%
belajar di sekolah
3. Saya aktif untuk memberikan komentar pada Edmodo 32% 68%
terutama menyangkut materi pelajaran
4. Saya merasa cepat familiar dengan Edmodo 89% 11%
5. Saya merasa senang karena arsip pembelajaran bahasa 100% 0%
Inggris tersimpan di Edmodo saya
6. Saya betah bila berada pada situs Edmodo untuk belajar 84% 16%
bahasa Inggris
7. Saya merasa senang apabila semua tugas bisa dikerjakan 100% 0%
di Edmodo
8. Saya bisa berkomunikasi aktif dengan guru di luar jam 67% 33%
pelajaran lewat Edmodo
9. Edmodo memberikan kesempatan yang luas untuk 95% 5%
mengembangkan kemampuan belajar saya
10. Jaringan internet membuat saya malas menggunakan 71% 29%
Edmodo
11. Tanpa laptop, saya bisa mengakses Edmodo dengan 83% 17%
smartphone saya
12. Fitur waktu pengerjaan pada Edmodo membuat saya 100% 0%
belajar untuk disiplin
13. Saya merasa bisa belajar secara mandiri dengan Edmodo 91% 9%
14. Saya senang mengulangi pelajaran yang telah diberikan 100% 0%
lewat Edmodo
15. Saya bisa bersaing secara sehat dengan teman saya lewat 100% 0%
Edmodo
16. Saya senang Edmodo memiliki banyak pilihan bentuk soal 100% 0%
yang sangat menantang

365
Tanggapan Siswa
No Penyataan
Positif Negatif
17. Saya merasa proses belajar saya yang terekam oleh 96% 4%
Edmodo bisa membantu saya untuk ulangan semester
18. Saya senang karena saya tidak harus membawa banyak 91% 9%
buku dan bahan setelah ada Edmodo
19. Saya beruntung telah diperkenalkan kepada Edmodo oleh 100% 0%
guru bahasa Inggris saya
20. Saya ingin belajar mata pelajaran lain dengan Edmodo 65% 35%
Rata-rata Tanggapan 86% 14%

Tabel diatas menggambarkan bahwa lebih banyak tanggapan positif daripada


tanggapan negatif siswa kepada proses pembelajaran siklus kedua. Hasil merefleksikan
bahwa bisa dianggap bahwa tingkat motivasi belajar siswa sebesar 86% rata-rata seluruh
siswa. Hal ini membuat siswa menjadi siap untuk menerima pelajaran dari guru,
walaupun dengan metode digital dengan menggunakan situs e-learning Edmodo.
Dari hasil diatas, angka 86% dianggap mampu menyatakan bahwa faktor motivasi
siswa dalam pengaruhnya kepada prestasi belajar siswa bisa meningkat dengan
signifikan. Angka ini pun bisa mendeskripsikan tingkat partisipasi siswa dalam proses
belajar mengajar dan menghadapi kesulitan belajar yang mereka alami dimana lebih dari
85% siswa di dalam kelas antusias dengan metode pembelajaran yang bersifat digital.
Pada siklus kedua, pengamatan kelas diberikan kepada wakil kepala madrasah
bagian akademik yang bukan saja mengamati kelas, tapi menjalankan fungsi supervisi
kegiatan belajar mengajar dengan harapan hasil pengamatan beliau bisa lebih tajam dan
berpengalaman untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Hasil pengamatan kelas pada
siklus kedua dapat ditunjukan pada table berikut:

Tabel Hasil Pengamatan Siklus 2


Kuantitas Kualitas
No Indikator
Keaktifan Keaktifan
1. Ketekunan dalam melaksankan tugas-tugas 93% 80%
pembelajaran
2. Keuletan dalam menghadapi kesulitan 80% 80%

366
3. Perasaan senang terhadap pelajaran Bahasa Inggris 100% 100%
4. Kemandirian dalam belajar 80% 100%
5. Kuatnya keinginan untuk berbuat dalam belajar 86% 93%
Bahasa Inggris
Rata-rata kelas 88% 91%

Pada indikator ketekunan dalam melaksanankan tugas, didapatkan 93% persen


siswa yang tekun melaksanakan tugas. Secara kualitas, masih sekitar 80% keaktifan siswa
dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Pada aspek keuletan menghadapi kesulitan
belajar dan mengerjakan tugas, secara kuantitaif, terdapat 80% siswa yang berani
menghadapai kesulitan belajar berbanding lurus dengan kualitatas yang mencapai 80%.
Selanjutnya pengukuran perasaan senang siswa terhadap pembelajaran terindeks 100%
dari aspek kuantitas, dan 100% pada aspek kualitas ketertarikan siswa pada materi yang
disampaikan oleh guru. Dalam hal kemandirian belajar, para siswa digambarkan kurang
memiliki inisiatif untuk mencari sumber belajar lain selain materi yang diberikan oleh
guru, seperti buku, kamus, atau internet. Dalam hal ini, kemandirian belajar siswa pada
siklus pertama ini secara kuantitas jumlah siswa, terdapat 80% siswa yang aktif untuk
mandiri tetapi dengan kualitas yang dianggap tinggi hingga mencapai angka maksimal
100%. Terakhir pada bagian keinginanan untuk belajar bahasa Inggris, secara angka
jumlah siswa yang terlihat bersungguh-sungguh sekitar 86% dari total siswa di kelas
dengan kualitas keaktifan siswa sekitar 91% yang terlihat dari kegiatan siswa pada proses
pembelajaran di siklus kedua.
Dari hasil diatas, para siswa dianggap memenuhi target-target pembelajaran.
Mereka telihat aktif dan percaya diri, disiplin untuk mengerjakan tugas, dan antusias
dengan materi. Bukan hanya buku paket maupun kamus, tetapi mereka aktif
memanfaatkan internet untuk mengatasi kesulitan belajar mereka terutama dalam hal
akses kepada sumber belajar yang lebih lengkap. Keaktifan siswa lebih terlihat daripada
biasanya, banyak yang aktif bertanya, mengeluarkan pendapat, hingga membantu teman
dalam menghadapi kesulitan.
Post-test berjenis tes tertulis dengan bentuk soal campuran pilihan ganda dan penjodohan.
Rentang nilai post-test dapat dilihat pada table berikut:

367
Tabel rentang nilai post-test siklus pertama
No. Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1. 0 – 20 0 0%
2. 21 – 40 1 4%
3. 41 – 60 3 13%
4. 61 – 80 11 48%
5. 81 – 100 8 35%
Rata-Rata Kelas 82,61

Proyeksi tabel diatas menggambarkan bahwa secara prestasi, hanya 17% siswa yang
masih memiliki nilai dibawah kriteria ketuntansan minimal yaitu 75. Modus yang
penilaian hasil post-test terjadi pada rentang 61 – 80 dengan rata-rata kelas diatas kriteria
ketuntasan minimal 75 yaitu pada titik 82,61.
Ketika melihat data-data yang ditemukan dengan masing-masing instrumen
penelitian, terdapat perubahan yang menuju kearah positif. Pada angket motivasi siswa,
perubahan positif terjadi setelah siklus kedua dilakukan. Pada siklus pertama, tanggapan
positif siswa terhadap pertanyaan yang diberikan pada lembar angket dijawab oleh para
siswa dengan hasil 67% memiliki motivasi belajar bahasa Inggris dengan cara
konvensional berbasis kertas. Pada siklus kedua, tanggapan positif siswa berubah menjadi
86% memiliki motivasi belajar bahasa Inggris dengan metode digital berbasis tanpa kerta
naik dari hasil siklus sebelumnya.
Pada instrumen pengamatan, perubahan positif pun terjadi pada perilaku siswa
berupa partisipasi, keaktifan serta kemandirian. Pada siklus pertama yang tadinya 74%
jumlah siswa yang aktif dengan kualitas sekitar 52% naik menjadi 88% pada sisi kuantitas
dan 91% pada sisi kualitas. Gambaran perubahan perilaku siswa per indikator bisa dilihat
pada grafik berikut:

368
Setelah terjadi trend positif pada dua instrumen sebelumnya, dan memperhatikan
hasil post-test siklus kedua, hal yang serupa terjadi pada instrumen kuis yang digunakan
untuk mengukur prestasi siswa. Perubahan terjadi dari nilai rata-rata 44,38 pada siklus
pertama menjadi 82,61 pada siklus kedua. Tetapi masih ada siswa yang belum tuntas baik
pada siklus pertama dan siklus kedua. Jumlah siswa yang tidak tuntas pun, berkurang
secara signifikan dari 88% menjadi 17% siswa yang tidak tuntas. Deskripsi perubahan
rentang nilai siswa pada tiap siklus dapat dilihat pada grafik berikut ini:

369
PENUTUP
Dari temuan-temuan yang didapatkan dua hal penting yang menjadi kesimpulan
yaitu yang pertama, pada siklus pertama, dengan menggunakan angket, motivasi siswa
yang dapat diukur sebesar 67% siswa senang dan ingin belajar bahasa Inggris dengan
metode konvensional yang melibatkan pena dan kertas, sedangkan dengan menggunakan
instrumen pengamatan, terproyeksi bahwa hanya 52% siswa di dalam kelas yang
memiliki sikap perilaku yang mencerminkan motivasi belajar, partisipasi, keaktifan, dan
kemandirian dengan intensitas sebesar 74%. Hal ini mempengaruhi hasil belajar siswa
dimana hanya 2 orang atau 13% yang mampu meraih ketuntasan minimal dari nilai KKM
yang telah ditetapkan. Pada siklus kedua diterapkan dengan media Edmodo sebagai
penggerak pembelajaran berbasis tanpa kertas, mulai terlihat perubahan positif yang
memiliki pengaruh terhadap prestasi siswa. Perubahan tersebut dimulai dari angket siswa
yang diisi via Edmodo, menunjukan bahwa respon positif mereka terhadap pembelajaran
berbasis digital meningkat menjadi 86%. Kemudian pengamatan kelas yang dilakukan
menjelaskan bahwa siswa mulai terkontrol dan situasi kondusif tercipta di dalam kelas
dimana semua siswa lebih sibuk dengan perangkat komputer yang digunakannya dengan
jumlah sekitar 88% siswa dari kelas tersebut yang menampakan perilaku belajar positif
dengan intensitas hingga 91%.
Trend positif pada dua instrumen sebelumnya, sangat mempengaruhi prestasi
belajar pada siklus kedua, sehingga beberapa siswa mampu memperoleh angka maksimal
dengan rata-rata kelas 82,61 yang merupakan diatas nilai KKM walaupun ada 17% siswa
(4 siswa) yang belum bisa meraih angka ketuntasan minimal. Dengan demikian, media
Edmodo efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi membaca
pemahaman bahasa Inggris untuk kelas XI tingkat Madrasah Aliyah, walaupun menurut
peneliti, masih ada yang harus dibenahi guna lebih mempertajam efektifitas hasil
perestasi belajar sehingga para siswa mampu mencapai nilai yang lebih maksimal.
Kesimpulan kedua adalah masalah-masalah yang didapati oleh peneliti pada
proses implementasi Edmodo terbagi atas tiga faktor, yaitu faktor perangkat keras,
perangkat lunak, dan faktor pengguna. Faktor perangkat keras masalah yang timbul
adalah ketersedian perangkat untuk mengakses Edmodo, untuk itu, siswa bisa
mengunakan laptop, tablet, hingga ponsel pintar yang mampu mengakses intenet, apakah
dimiliki sendiri maupun bisa meminjam dari teman, keluarga, maupun fasilitas sekolah.
Begitu pula dengan jaringan koneksi internet bisa dibagi dengan router dari jaringan
telepon kabel maupun dari modem seluler, tetapi lebih bagus apabila siswa telah memiliki
perangkat yang langsung mengakses internet. Apabila ada keterbatasan perangkat dan
jaringan internet, skema pengunaan bergantian bisa dilaksanakan terutama pada sesi
asesmen pembelajaran. Faktor perangkat lunak disesuaikan dengan perangkat yang
digunakan, sehingga masalah kompabilitas browser bisa diatasi dengan mendownload
perangkat lunak yang dipersyaratkan. Dan terakhir faktor pengguna baik dari sisi guru
maupun siswa bisa menimbulkan masalah. Untuk para guru, termasuk peneliti bisa

370
mengikuti program pelatihan kelas digital, membaca referensi seputar tips dan trik
penggunaan Edmodo dari berbagai sumber, bertanya dan diskusi pada forum guru dan
yang terpenting dipraktekan sendiri. Setelah guru menguasai penggunaan Edmodo,
dengan memberikan bimbingan kepada siswa, bisa menyelesaikan masalah yang terjadi
seputar penggunaan Edmodo oleh siswa, terutama siswa yang sudah sering mengakses
media sosial.
Dari hasil dan pembahasan masalah diatas, beberapa saran bisa diberikan kepada
pihak sekolah, guru mata pelajaran dan para siswa yaitu:
1. Pihak sekolah lebih proaktif terutama dalam pengadaan infrastruktur pembelajaran
yang terstandar, berbasis teknologi informasi berbasis tanpa kertas yang membuat
kenyamanan para guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Begitu pula dengan
pembinaan kepada guru-guru untuk mengembangkan kompetensi mereka ke arah
pembelajaran berbasis teknologi informasi.
2. Para guru mata pelajaran diharapkan bisa membuka diri untuk menerima
perkembangan teknologi dan bisa memanfaatkan teknologi untuk menunjang proses
pembelajaran. Juga meningkatkan kompetensi diri dengan mengikuti organisasi
profesi, menghadiri forum ilmiah hingga menjadi peserta program pelatihan
penggunaan teknologi untuk pembelajaran.
3. Para siswa yang memiliki perangkat komputer baik dari ponsel pintar hingga
komputer personal bisa memanfaatkan perangkat tersebut untuk menunjang proses
pembelajaran, dan selalu mengaplikasikan etika-etika dalam penggunaan perangkat-
perangkat tersebut dan internet. Juga para siswa bisa lebih proaktif untuk memberikan
usul pendapat yang membangun dalam rangka mengatasi kesulitan belajar yang
mereka alami.
Dari hasil penelitian ini, pengembangan penelitian ini bisa menjadi tindak lanjut,
mengingat efektifitas penggunaan Edmodo ini bisa meningkatkan prestasi siswa tetapi
belum bisa mengatasi beberapa siswa yang belum mencapai angka ketuntasan minimal.
Pada dasarnya, penelitian ini merekomendasikan untuk para guru menggunakan media
ini untuk pembelajaran baik secara tatap muka maupun secara daring, dalam proses
pembelajaran dan proses evaluasi pembelajaran. Untuk pengembangan kedepan, peneliti
selanjutnya bisa mencari ide-ide baru yang bisa digabungkan dengan Edmodo sehingga
meningkatkan efektifitas pembelajaran sehingga dihasilkan prestasi yang optimal,
ataupun membuat komparasi antara media e-learning learning lainnya sehingga bisa
dilihat kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitu pula durasi penelitian yang
lebih lama sehingga objektivitas penelitian bisa lebih terpercaya.

371
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Sitti Masyithah, Ohoiwutun, Jos E, & Shalehuddin. (2016). Improving Reading
Comprehension of The Eighth Grade Students Through Just-In-Time Teaching
Technique. ELTS JOURNAL, 4(1), pp. 1-12.
Amiroh. (2012). Kupas Tuntas Membangun E-Learning dengan Learning Management
System Moodle Ver. 2. Sidoarjo: Genta Group Production.
Brown, H. Douglas. (2001). Teaching by Principles : An Interactive Approach to
Language Pedagogy (2nd ed.). New York: Longman.
Chapelle, Carol. (2003). English Language Learning and Technology : Lectures on
Applied Linguistics in The Age Of Information and Communication Technology.
Philadelphia: John Benjamins Pub.
Hastomo, Tommy. (2016). The Effectiveness of Edmodo to Teach Writing Viewed From
Students’ Motivation. Paper presented at the Proceeding of International
Conference on Teacher Training and Education.
Heaton, J. B. (1989). Writing English Language Tests. London: Longman.
Juliani, A. J. (2015). Inquiry and Innovation in The Classroom : Using 20% Time, Genius
Hour, and PBL to Drive Student Success. New York: Routledge.
Kemmis, Stephen, McTaggart, Robin, & Nixon, Rhonda. (2014). The Action Research
Planner : Doing Critical Participatory Action Research. Singapore: Springer.
Mettetal, Gwynn. (2003). Improving Teaching through Classroom Action Research.
Essays on Teaching Excellence, 14(7).
Noviana, Okke, Rufinus, Albert, & Bunau, Eusabinus. (2015). The Effective Use of
Edmodo in Writing a Narrative Text in Senior High School. Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran, 4(11).
Rismayanti, Anti. (2013). Pembelajaran Simulasi Online. In G. Priowirjanto & Y.
Prapantja (Eds.), Materi Simulasi Digital. Jakarta: SEAMOLEC.

372
IMPLEMENTASI TECHNO-SCIENTIFIC INQUIRY
PADA KELAS PTJJ ESSAY WRITING

Samsul Arifin
IKIP PGRI Madiun
e-mail: samsul0442@gmail.com

Abstrak

Fakta interview dan observasi awal kelas essay writing menunjukkan bahwa mahasiswa
lemah dalam mengelaborasi argument, memberikan kritisi mendalam terhadap topik,
memaparkan evidence yang relevan, membuat hubungan logis antara evidence dengan
argument, dan membuat paparan counterargument. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah Techno-Scientific Inquiry bisa meningkatkan
keterampilan menulis mahasiswa kelas PTJJ Essay Writing Prodi Pendidikan Bahasa
Inggris IKIP PGRI Madiun tahun akademik 2016-2017. Desain penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Kelas yang terdapat beberapa langkah pada setiap siklus, yaitu
planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan) dan reflection
(refleksi). Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa semester III B yang terdiri dari 22
orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu tes menulis on-line dan offline
melalui media web untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis mahasiswa,
serta wawancara dan dokumentasi selama proses pembelajaran untuk mengetahui
ketercapaian indikator dan faktor pendukung keberhasilan. Teknik analisis data yang
digunakan meliputi Constant Comparative Method dan deskriptif statistik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwasanya ada peningkatan pada keterampilan menulis esai
argumentasi mahasiswa yaitu sebesar 3,86 dari hasil siklus I yaitu 70,09 menjadi 73,95
pada siklus II. Fakta lain menunjukkan bahwa prosentase ketuntasan klasikalnya 81,82%,
yang menandakan bahwa indikator pencapaian ketuntasan sudah lebih dari 70%. Hal ini
terjadi karena langkah-langkah pada techno scientific inquiry mampu memfasilitasi
peningkatan keterampilan mahasiswa pada aspek isi tulisan, organisasi tulisan,
penggunaan struktur kalimat, pemilihan kosakata, dan penggunaan tandabaca. Melihat
fakta tersebut, pembelajaran di kelas menulis esai sebaiknya menggunakan media ini.

Kata Kunci: Essay Writing, Techno-Scientific Inquiry, Penelitian Tindakan Kelas,


Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh

373
LATAR BELAKANG
Dalam beberapa dekade terakhir, bahasa inggris telah menjadi bahasa asing paling
populer digunakan sebagai bahasa komunikasi bagi orang-orang yang tidak saling
memahami bahasa asli mereka satu sama lain di dunia. Menurut Harmer (2002), bahasa
inggris bahkan telah dipakai oleh setidaknya seperempat orang didunia untuk bahasa
komunikasi internasional. Ini mengindikasikan bahwa bahasa Inggris semakin berperan
penting dalam berbagai aspek kehidupan, tertutama dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan hubungan antar negara. Hal ini juga dirasakanIndonesia yang tengah
menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEAadalah kesepakatan negara-
negara ASEAN dalam meningkatkan kerjasama di bidang perekonomian yang bertujuan
agar teriptanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi
yang lebih bebas. Dalam menghadapi MEA, Indonesia dituntut mampu mengambil
kebijakan umum pengembangan sektor jasa nasional secara tepat,meningkatkan
kualifikasi pekerja, mengembangkan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan
MEA,meningkatkan pemahaman aturan di negara-negara lain, dan meningkatkan
kemampuan bahasa inggris sebagai bahasa komunikasi internasional (Anggraini, 2013).
Untuk mempersiapkan lulusan yang siap bersaing dalam MEA, mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP PGRI Madiun dituntut memiliki
kemampuan berbahasa Inggris yang baik dan mampu menggunakannya sebagai alat
komunikasi lisan maupun tulis. Menguasai berbahasa sebagai alat komunikasi lisan dan
tulis berarti menguasi semua elemen dasar kebahasaan tanpa terkecuali, dan juga
memiliki pengetahuan tentang cara menyampaikan pesan informasi dalam berbagai
konteks secara tepat.Salah satu jenis bahasa komunikasi secara tulis adalah menulis esai
(essay writing). Farbairn and Winch (1996) mendefinisikan menulis sebagai suatu proses
menyampaikan makna dengan menggunakan kata-kata yang telah dipilih dan disatukan
dalam bentuk tertulis atau dicetak. Ditambahkan, Elbow (1998) mendefinisikan menulis
sebagai proses menciptakan tulisan melalui pengungkapan ide melalui kata-kata tulis dan
proses mengkritisi pilihan ide dan kata-kata yang akan digunakan. Kegiatan menulis juga
melibatkan proses recursive, yang berarti siswa melakukan proses merevisi melalui
tahapan-tahapn tertentu (Urguhart & McIver, 2005). Proses konstruksi dan revisi konsep
tersebut meliputi penemuan ide, pemilihan kata, penulisan kata, penggunaan tata-bahasa,
dan tanda baca (Rijlaarsdam & Berg, 2005). Berdasarkan definisi tersebut,menulis dapat
didefinisikan sebagai suatu proses rekursif untuk menyampaikan makna dengan
menggunakan kata-kata yang dipilih dan disusun membentuk kalimat, paragraf, dan, dan
esai yang melibatkan transfer fikiran dengan memperhatikan penemuan ide, aturan tata
bahasa, organisasi penulisan, pilihan kata, dan aturan tanda baca serta penulisan.
Brown (2000) menyatakan bahwa prinsip pembelajaran menulis meliputi berfokus
pada proses menulis yang mampu mengarahkan pada hasil akhir tulisan; membantu siswa
memahami proses proses menyusun tulisannya sendiri(inquiry); membantu siswa
melakukan kegiatan menulis awal (pre-writing), menyusun draft(drafting), dan menulis
ulang hasil revisi(re-writing); memberikan waktu siswa untuk memproduksi draft dan
tulisan akhir; memberikan ruang siswa untuk menemukan ide yang ingin diungkapkan;
memberikan umpan balik pada siswa; dan memfasilitasi adanya diskusi ilmiah antara
siswa satu dan lainnya, serta antara siswa dan guru selama proses pembelajaran. Brown
(2000) mengategorikan penilian menulis ke dalam isi yang meliputi ide pokok, ide
pendukung, elaborasi ide, penggunaan deskripsi, fokus dan konsistensi ide; organisasi

374
penulisan yang meliputi efektifitas pembukaan, urutan logika ide, kesimpulam, dan
kesesuaian panjang tulisan;konteks yang meliputi kalimat utama, kesatuan paragraf,
transisi, kata penghubung, retorika ungkapan, data pendukung, kelancaran tulisan, dan
variasi penggunaan;sintaksis, penilihan kata, dan tata penulisan yang meliputi penulisan
ejaan, tanda baca, penulisan sitasi referensi, kerapian tulisan.
Langan (2005) menyatakan bahwa menulis esai bermanfaat untukmeningkatkan
kemampuan berpikir kritisseseorang,dan menjadi pembicara yang lebih baikmelalui
pengungkapan ide-ide secara logis dan beralasan. Selain itu,keterampilan ini dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan analisis, membantu mengingat hal lebih
baik, dan mengatur pola pikir seseorang (William, 2003). Terakhir, menulis esai sangat
membantu mahasiswa dalam menulis skripsi. Dengan menguasai keterampilan menulis
esai,mahasiswa akan mampu mengembangkan ide-ide mereka dalam skripsi secara
kronologis, memiliki organisasi penulisan skripsi yang baik dan logis, dan mampu
memberikan informasi di skripsi secara jelas dan detail.
Untuk mencapai kompetensi tersebut, Kelas Writing III (Essay Writing) Program
Studi Pendiikan Bahasa Inggris IKIP PGRI Madiun didesain untuk membuat mahasiswa
mampu mengembangkankemampuan menulis esai dalam bahasa Inggris secara tepat dan
berterima dengan mengikuti kaidah yang berlaku. Hal ini meliputikegiatan menentukan
thesis secara tepat dan jelas, memberikan elaborasi thesis dengan informasi pendukung
yang relevan, memperkuat thesis dengan bukti yang logis, dan membuat kalimat dengan
bahasa inggris secara efektif dan efisien.
Mengamati ketercapaian kompetensi pada kelas Writing III, diperoleh fakta miris
bahwa masih banyak mahasiswa memiliki masalah terkait penguasaain keterampilan
menulis. Masalah yang ditemukan yaitu mahasiswa tidak tahu apa dan bagaimana cara
mengungkapkan ide dan perasaannya meskipun memiliki penguasaan kosakata yang
cukup bagus; mahasiswa tidak dapat melakukan elaborasi terhadap ide tulisan yang
dibahas; mahasiswa lemah dalam penguasaan aspek kompetensi menulis seperti
penggunaan tata bahasa yang masih kacau, pengucapan kata yang tidak tepat hingga
beberapa mempengaruhi makna; mahasiswa lemah dalam memaparkan bukti argumen
yang relevan, membuat hubungan logis antara bukti dengan argumen, dan membuat
paparan counterargument
Untuk mengatasi masalah tersebut, Halliday (1992) menyatakan bahwa
pembelajaran komunikasi melalui menulis harus mencakup fungsi penggunaan bahasa
untuk memperoleh sesuatu, berinterkasi dengan orang lain secara aktif, belajar
menemukan sesuatu (inquiry), menciptakan dunia imajinasi, dan menyampaikan
informasi secara aktif. Selain itu, pengajar harus mempertimbangkan dua faktor penting
yang mempengaruhi keterampilan menulis mahasiswa yaitu strategi pembelajaran dan
faktor kognitif mahasiswa (Urguhart & McIver, 2005). Beberapa strategi pembelajaran
menulis efektif meliputi menulis ringkasan (summary writing), menulis kolaboratif
(collaborative writing), menulis dengan tujuan khusus (specific product goal), kegiatan
menemukan sesuatu (inquiry activities), menulis dengan pendekatan proses (process
writing approach), dan studi model (study of models) (Graham & Perin, 2007).
Menurut Coffman (2009), saintifik inkuiri adalah suatu proses pembelajaran yang
melibatkan eksplorasi dan eksperimentasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman baru yang mendalam dari pengetahuan awal yang dimiliki. Ini
dilakukandengan mengembangkan keterampilan pemahaman tingkat tinggi dari suatu

375
topik atau ide untuk menemukan fakta-fakta baru tanpa menghafal informasi faktual.
Hanauer (2009) menambahkan bahwa saintifik inkuirimeliputi kegiatan melakukan
pengamatan; bertanya; menelaah buku atau sumber lainnya untuk memperoleh informasi
yang digabungkan dengan pengetahuan awal; mempersiapkan investigasi; mereview
pemahaman akan pengetahuan awal melalui bukti eksperimen; menggunakan alat tertentu
untuk memperoleh, menganalisis, dan mengintepretasi suatu gejala; mengemukakan
jawaban, penjelasan, dan prediksi; dan mengkomunikasikan hasilnya. Proses tersebut
melibatkan keterampilan mengidentifikasi asumsi, menggunakan kemampuan berpikir
logis dan kritis, dan memberikan penjelasan alternatif(Hodson, 1999).Suatu aktifitas
saintifik inkuiri harus dikontektualisasikan ke dalam suatu struktur pengetahuan khusus
dan implementasi yang prosedural/ terstruktur. Kegiatan ini juga harus mencakup
aktifitas pengembangan pengetahuan dan pemhaman budaya seseorang, kegiatan yang
terkontektualisasi, mengakomodasi kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan
masalah, diskusi antara pelaku untuk mencapai tujuan, dan proses bertahap dan multi
representatif (Hanauer, 2009).Terakhir, aktifitas saintifik harus mengacu prinsip
sistematis, penggambaran bukti, telaah dokumen, integrasi pengetahuan awal dengan
sumber penndukung dari luar, konsetualisasi teori dan menghasilkan pemahaman baru
(Thornley dan McDonald, 2011).
Penggunaan teknologi multimedia dalam pembelajaran memungkinkan untuk
mendesain berbagai skenario pembelajaran menarik yang mampu mempercepat
pemahaman siswa (Phillips, 1998). Selain itu, teknologi multimedia dapat memberikan
kesempatan bagi siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan secara individu, kelompok,
maupun lingkungan bersama/ kelas yang mana kesalahan yang muncul bisa diperbaiki
secara bersama-sama dan memungkinkan pemberian umpan balik khusus terhadap
kesalahan tersebut (Egan, 1999). Egan juga menambahkan bahwa adanya fasilitas links
pada teknologi multimedia juga mempermudah pemberian penjelasan, bantuan tambahan,
referensi, dan interkasi baik dua arah maupun bersama dalam bentuk interactive on-line
class.
Rakes, Fields, dan Cox (2006) menyebutkan bahwa prinsip penggunaan teknologi
multimedia dalam pembelajaran yaitu (1) mengakomodasi ide siswa untuk dimasukkan
dalam berbagai kegiatan pembelajaran; (2) mengakomodasi kemampuan siswa untuk
berpendapat dan memecahkan masalah; (3) merubah kondisi kelas menjadi dinamis yang
memunculkan kegiatan experiential learning; (4) mengembangkan higher cognitive skill
dan complex thinking skill siswa yang meliputi pemecahan masalah, memberikan alasan,
mengambil keputusan, dan scientific inquiry (Moersch, 1999); (5) mengakomodasi
interaksi dua arah maupun bersama antara siswa- siswa, siswa-guru, dan guru-semua
siswa untuk saling membantu mencapai tujuan pembelajaran; (6) menciptakan interaksi
aktif dengan mengkombinasikan berbagai perangkat komunikasi dan visual yang
memungkinkan munculnya kolaborasi antar siswa; dan (7) meningkatkan kemampuan
siswa melalui interaksi dinamis penggunaan teknologi tersebut
Adapun bukti egektifitas penggunaan teknologi multimedia dalam pembelajaran
menulis esai adalah hasil penelitian Dixon, Cassady, Cross, dan Williams (2005) yang
berjudul Effects of Technology on Critical Thinking and Essay Writing among Gifted
Adolescents yang dipubikasi pada jurnal internasional The Journal of Secondary Gifted
Education pada volume XVI nomer 4 halaman 180-189. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa siswa laki-laki yang menulis esai menggunakan multimedia berbasis komputer

376
mampu memperoleh nilai lebih baik daripada siswa laki-laki yang tidak menggunakan
multimedia tersebut. Hasil menunjukkan bahwa anak laki-laki yang menulis dengan
menggunakan multimedia berbasis komputer menghasilkan tulisan dengan pemilihan dan
penggunaan kata-kata yang lebih signifikan, kalimat yang lebih efektif, dan paragraf yang
kronologis. Hasil lainnya menunjukkan bahwa siswa perempuan baik pada sampel yang
menggunakan multimedia berbasis komputer maupun tidak, mampu menulis esai sebaik
sampel siswa laki-laki yang menggunakan multimedia berbasis komputer. Penelitian
mereka ini menggunakan desain eksperimen dengan membandingkan media menulis esai
dengan multimedia berbasis komputer dengan yang hanya menggunakan tulisan tangan
saja (paper), dilihat dari sudut pandang kemampuan berpikir kritis dan dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu residential
academy di Midwest, dengan subjek mencakup 99 siswa (29 laki-laki dan 60 perempuan).
Untuk menggerakkan penelitian dalam menyelesaikan permasalahan sebagaimana
dipaparkan, maka penelitian ini diarahkan untuk mengetahui apakah implementasi
Techno-Scientific Inquiry bisa meningkatkan keterampilan menulis esai argumentasi
mahasiswa kelas PTJJ Essay Writing Prodi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP PGRI
Madiun semester gasal tahun akademik 2016/2017.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Peneliti memilih penelitian
tindakan kelas karena pertama, dalam penelitian ini terdapat beberapa langkah pada setiap
siklus, yaitu planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan) dan
reflection (refleksi). Kedua, penelitian digunakan oleh peneliti sebagai refleksi untuk
meningkatkan profesionalitas dalam mengajar. Ketiga, siklus penelitian akan dilakukan
berulang-ulang sampai terdapat peningkatan hasil penelitian. Keempat, penelitian ini
adalah salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan menulis esai mahasiswa. Target
populasi penelitian ini adalah Mahasiswa semester III Program Studi Pendidikan Bahasa
Inggris IKIP PGRI Madiun tahun ajaran 2016-2017 yang terdiri dari 2 kelas. Dalam
penelitian ini, peneliti hanya fokus pada kelas III B yang berjumlah 22 orang,
dikarenakan kelas ini yang memiliki masalah menulis argumentasi yang harus
diselesaikan. Lokasi penelitian adalah IKIP PGRI Madiun, yang bertempat di Jl.
Setiabudi 85 Madiun. Institusi ini dipilih karena peneliti merupakan salah satu tenaga
pengajar bahasa inggris di Fakultas Bahasa dan Seni.
Pengumpulan data dilakukan secara langsung di kelas yang sudah ditentukan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi untuk melihat dan
merekam aktifitas mahasiswa selama proses pembelajaran, wawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan implementasi techno-scientific inquiry
pada kelas menulis esai, untuk kemudian jawaban dari mahasiswa tersebut peneliti rekam
dan disalin kedalam bentuk tulisan, dan tes menulis yang bertujuan untuk mngetahui
peningkatan keterampilan menulis esai argumentasi mahasiswa.
Dalam penelitian ini, terdapat dua data yang akan dikumpulkan, yaitu: data
kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes yang dilakukan pada
preliminary study. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari observasi, interview, dan
kuesioner. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan Constant Comparative Method
yang disarankan oleh Strauss and Glaser in Lincoln and Guba (1985) yaitu; (1)
membandingkan kejadian pada masing-masing kategori, dilakukan dengan cara memberi

377
koding untuk membandingkan kejadian sebelumnya padagrup yang sama dan berbeda
dan dikodingkan pada kategori yang sama. Peneliti akan mengkategorikan semua data
penelitian menjadi dua kategori yaitu: (a) keterampilan menulis mahasiswa dan (b) situasi
kelas menulis esai argumentasi, (2) mengumpulkan semua kategori, dilakukan dengan
cara, membandingkan kejadian yang berlangsung yang diklasifikasikan pada kategori
yang sama kemudian mendiskripsikan kategori, (3) membatasi teori, dan (4) menulis
teori. Sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan deskriptif statistik
dengan menghitung nilai tertingi, terendah, dan mean score test di siklus 1.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian pada Siklus I
Perencanaan penelitian tindakan kelas siklus 1 ini disusun peneliti bersama
kolaborator untuk merencanakan pelaksanaan tindakan. Rancangan pelaksanaan
penelitian tindakan siklus 1 adalah (1) Peneliti bersama kolabolator menyamakan persepsi
dan melakukan diskusi untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam
pembelajaran menulis argumentasi dan solusi pemecahan masalahnya; (2) Peneliti dan
kolabolator menentukan media pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
keterampilan menulis argumentasi mahasiswa yaitu media techno-scientific inquiry; (3)
Peneliti dan kolabolator menyusun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang akan
dilaksanakan dengan mengimplementasikan media techno-scientific inquiry tersebut; (4)
Peneliti dan kolabolator memilih contoh tulisan argumentasi dengan menggunakan
toulmin argumentatif model of argumentation dan menyiapkan contoh langkah
mengembangkan tulisan tersebut menggunakan media techno-scientific inquiry; (5)
Peneliti mempersiapkan alat penunjang pembelajaran seperti LCD proyektor, dan laptop;
dan (6) Peneliti menyiapkan instrument penelitian berupa lembar pengamatan, lembar
interview, dan alat untuk mendokumentasikan tindakan.
Pelaksanaan tindakan Siklus Idilakukan sebanyak satu pertemuan yaitu pada Rabu,
21 September 2016. Adapun pelaksanaan tindakan adalah (1) Dosen memberikan
apersepsi untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa dengan cara tanya jawab
seputar materi; (2) Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran; (3) Dosen menjelaskan
materi tentang tulisan esai argumentasi; (4) Dosen mendemonstrasikan keterampilan
menulis esai argumentasi dengan media techno-scientific inquiry; (5) Dosen membagi
kelas menjadi beberapa kelompok diskusi (1 kelompok terdiri dari 4 mahasiswa), dan
meminta mahasiswa untuk mencoba mengembangkan draft esai argumentasi; (6) Dosen
meminta mahasiswa beserta kelompoknya untuk melakukan analisis dan sintesis terhadap
draft esai yang dibuat, dan mengembangkannya ke dalam bentuk esai argumentasi dengan
menggunakan media techno-scientific inquiry; (7) Dengan bimbingan dosen, mahasiswa
bersama kelompoknya melakukan koreksi terhadap esai yang telah dibuat, dan
melakukan revisi; (8) Dosen menyuruh perwakilan kelompok untuk mempresentasikan
hasil esai yang dibuat dengan media techno-scientific inquiry di depan; (9) Dosen
meminta mahasiswa secara individu untuk menulis esai teks argumentasi dengan media
techno-scientific inquiry; dan (10) Dosen bersama mahasiswa melakukan refleksi
terhadap hasil pembelajaran yang dilakukan.
Selama melakukan tindakan dengan media techno-scientific inquiry untuk
meningkatkan keterampilan menulis argumentasi siswa, peneliti yang sekaligus berperan
sebagai observer melakukan pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan pada siklus

378
I. Dalam melakukan pengamatan, peneliti menggunakan pedoman pengamatan yang
difokuskan pada situasi belajar mengajar. Hal yang diamati dari situasi belajar mengajar
adalah perilaku positif dan negatif siswa terkait perhatian, partisipasi, respon, dan
keaktifan mahasiswa dalam menjawab pertanyaan. Berikut disajikan hasil pengamatan
situasi belajar pada siklus I
Tabel.1. Hasil Pengamatan Situasi Pembelajaran Siklus I.
Prosentase
No. Aktivitas Siswa
Pengamatan
1. Menyimak penjelasan dari dosen. 80% (B)
2 Mengajukan pertanyaan. 70% (C)
3 Menjawab pertanyaan yang diajukan dosen. 70% (C)
Kerjasama/kekompakan mahasiswa dalam
4. 80% (B)
melakukan diskusi
5. Memaparkan hasil kerja kelompok/ mandiri 80% (B)
6. Mengerjakan evaluasi dengan mandiri. 77% (B)
Keterangan :
BS : Baik Sekali (86%-100%)
B : Baik (76%-85%)
C : Cukup (56%-75%)
K : Kurang (10%-55%)

Sedangkan dari hasil menulis wacana argumentasi dengan menggunakan media


techno-scientific inquiry, diperoleh nilai keterampilan menulis mahasiswa. Berikut
disajikan hasil tes menulis tersebut pada siklus I

Tabel 2. Hasil Tes Menulis Argumentasi dengan media


techno-scientific inquiry pada Siklus I

Unsur yang dinilai


Nama Pengem
No L/P Organi Kosa Eja total Keterangan
(inisial) Isi Bangan
sasi kata an
Bahasa
1 AL P 22 14 14 17 3 70 Tuntas
L Tidak
18 11 11 12 2 54
2 DW Tuntas
3 AR P 21 14 14 18 3 70 Tuntas
P Tidak
21 13 13 16 3 66
4 AC Tuntas
5 AG P 22 15 15 18 4 74 Tuntas
P Tidak
21 14 14 18 3 70
6 DY Tuntas
7 ET P 22 14 15 17 3 71 Tuntas
8 FA P 21 15 14 18 3 71 Tuntas

379
9 FL L 22 16 15 20 4 77 Tuntas
10 HP L 22 14 15 18 4 73 Tuntas
11 IB L 22 13 14 18 4 71 Tuntas
12 ND P 22 15 15 19 4 75 Tuntas
13 LN P 22 15 15 19 4 75 Tuntas
P Tidak
21 12 13 17 3 66
14 RK Tuntas
L Tidak
21 13 13 17 3 67
15 PP Tuntas
16 UN P 22 14 13 17 4 70 Tuntas
17 KC P 22 13 14 19 3 71 Tuntas
18 SN P 22 15 15 19 4 75 Tuntas
L Tidak
21 14 13 17 3 68
19 SI Tuntas
20 SU P 22 13 13 18 4 70 Tuntas
21 SR P 22 14 13 18 3 70 Tuntas
P Tidak
21 14 13 17 3 68
22 WA Tuntas
Jumlah Skor Mahasiswa 472 305 304 387 74 1542
Rata-rata Nilai Mahasiswa 21,45 13,86 13,82 17,59 3,36 70,09
Jumlah Mahasiswa yang Tuntas 15
Jumlah Mahasiswa yang Tidak Tuntas 7
Prosentase Ketuntasan (%) 68,18
Indikator Pencapaian Ketuntasan (%) ˃ 70

Tabel 2. menunjukkan bahwasanya nilai rata-rata kemampuan mahasiswa dalam


menguasai unsur-unsur menulis argumentasi yairu 21,45 untuk isi, 13,86 untuk
organisasi, 13,82 untuk kosakata, 17,59 untuk pengembangan bahasa, dan 3,36 untuk
ejaan. Hasil dari konversi rata-rata tersebut ke dalam rubrik penilaian menulis
menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa berada pada level cukup. Tabel 2. juga
menunjukkan bahwa rata-rata menulis argumentasi mahasiswa masih banyak yang belum
memenuhi angka ketuntasan minimal. Jumlah mahasiswa yang mendapat nilai sama atau
lebih dari ketuntasan minimal (70) ada 15 siswa. Dan jumlah mahasiswa yang
mendapatkan nilai kurang dari ketuntasan minimal (70) ada 7 siswa. Prosentase
ketuntasan klasikalnya 68,18%. Sedangkan indikator pencapaian ketuntasan lebih dari
70%. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa meskipun beberapa memenuhi ketuntasan
minimal (≥ 70), tapi berada pada tingkatan yang sangat bawah dalam perolehan rata-rata
nilainya. Hal tersebut terlihat dari hasil rata-rata menulis argumentasi yaitu 70,09. Hasil
penguasaan unsur-unsur menulis argumentasi tersebut dapat digambarkan dalam diagram
berikut:

380
Siklus I
25
20
15
10 Siklus I

5
0
Isi Organisasi Kosakata Pengem Ejaan
Bhs

Gambar 1. Diagram PenguasaanUnsur-unsur


Menulis Argumentasi pada Siklus I

Hasil perbandingan rata-rata menulis argumentasi mahasiswa tersebut


dibandingkan dengan KKM kelas dapat digrafikkan sebagai berikut:

70.1
70.08
70.06
70.04 Series1
70.02
70
69.98
69.96
Rata-rata Siklus I KKM

Gambar 2. Diagram Perbandingan Nilai rata-rata kelas


pada Siklus I dan KKM Kelas
Tahap yang dilakukan setelah pengamatan adalah tahap refleksi. Pada tahap refleksi
ini, peneliti bersama kolabolator mendiskusikan kembali kegiatan yang telah
dilaksanakan pada siklus I dan juga hasil pembelajaran menulis argumentasi dengan
media techno-scientific inquiry yang telah dilakukan. Hal-hal yang didiskusikan adalah
menemukan hal-hal positif dan hal-hal negatif yang ada dalam siklus I. Hal-hal positif
dipertahankan pada siklus II dan hal-hal negatif diperbaiki sebagai acuan perbaikan pada
siklus II.Beberapa hal positif pada siklus I adalah (1) Mahasiswa lebih antusias dalam
mengikuti proses pembelajaran; (2) Pemahaman mahasiswa mengenai argumentasi lebih
meningkat; (3) Dalam proses pembelajaran peran dosen tidak dominan; (4) Mahasiswa
cenderung lebih aktif; dan (5) Dari segi isi dan mekanik tulisan mahasiswa lebih baik
dibandingkan pada saat sebelum diberikan tindakan. Beberapa hal negatif pada siklus I

381
adalah (1) Mahasiswa masih belum paham tentang membuat kalimat yang baik dan benar;
dan (2) Beberapa mahasiswa masih belum paham tentang ejaan dan penulisan tanda baca
(mechanics).

Hasil Penelitian pada Siklus II


Siklus II dilaksanakan sebanyak satu pertemuan yaitu pada hari Rabu, 10 Oktober
2016. Rancangan pelaksanaan tindakan kelas siklus II ini adalah (1) Dosen akan
menjelaskan kembali tentang materi menulis argumentasi, khususnya pada kelima aspek
penilaian, yaitu aspek isi, aspek organisasi, aspek kosakata, aspek pengembangan bahasa,
dan aspek mekanik; (2) Peneliti dan kolabolator menyusun langkah-langkah pelaksanaan
pembelajaran yang akan dilaksanakan; (3) Peneliti dan kolabolator menentukan waktu
pelaksanaan; dan (4) Peneliti menyiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar
pengamatan dan alat untuk mendokumentasikan tindakan.
Pelaksanaan tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan aspek-aspek yang masih
kurang pada siklus I. Prosedur pelaksanaan tindakan pada siklus II yaitu dosen
menjelaskan kembali hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis argumentasi pada
awal pembelajaran. Hal-hal tersebut berkaitan dengan lima aspek dalam penilaian
argumentasi. Dosen juga menjelaskan kepada mahasiswa tentang skor rata-rata kelas
pada setiap aspek yang belum memenuhi target. Kegiatan inti dari siklus II ini adalah
mahasiswa melakukan praktik menulis argumentasi secara individu dengan
menggunakan media techno-scientific inquiry. Setelah itu, mahasiswa mengamati tulisan
mereka dan melakukan editing terhadap tulisan mereka dengan berpedoman pada kelima
aspek menulis argumentasi. Sebelum pelajaran ditutup, dosen melakukan refleksi
bersama mahasiswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
Observasi atau pengamatan siklus II ini pada dasarnya hampir sama dengan siklus
I. Hal pokok dari pelaksanaan pengamatan ini adalah tindakan terhadap penerapan media
techno-scientific inquiry dalam menulis esai argumentasi. Dalam melakukan pengamatan,
peneliti menggunakan pedoman pengamatan yang difokuskan pada situasi belajar
mengajar. Hal yang diamati dari situasi belajar mengajar adalah perilaku positif dan
negatif mahasiswa yang meliputi perhatian, partisipasi, respon, dan keaktifan dalam
menjawab pertanyaan. Berikut disajikan hasil pengamatan situasi belajar pada siklus II.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Situasi Pembelajaran Siklus II.


Prosentase
No. Aktivitas Siswa
Pengamatan
1. Menyimak penjelasan dari guru. 85% (B)
2 Mengajukan pertanyaan. 78% (B)
3 Menjawab pertanyaan yang diajukan guru. 80% (B)
Kerjasama/kekompakan mahasiswa dalam
4. 82% (B)
melakukan diskusi
5. Memaparkan hasil kerja kelompok./ mandiri 82% (B)
6. Mengerjakan evaluasi dengan mandiri. 80% (B)
Keterangan :
BS : Baik Sekali (86%-100%)
B : Baik (76%-85%)

382
C : Cukup (56%-75%)
K : Kurang (10%-55%)

Sedangkan dari hasil menulis esai argumentasi dengan menggunakan media


techno-scientific inquiry, diperoleh nilai keterampilan menulis mahasiswa. Berikut
disajikan hasil tes menulis tersebut pada siklus II

Tabel 4. Hasil Tes Menulis Argumentasi dengan media


techno-scientific inquiry pada Siklus II.

Unsur yang dinilai


Nama Pengem
No L/P Organi Kosa Eja total Keterangan
(inisial) Isi Bangan
sasi kata an
Bahasa
1 AL P 23 14 14 20 4 75 Tuntas
L Tidak
19 11 11 12 2 55
2 DW Tuntas
3 AR P 23 14 14 19 4 74 Tuntas
P Tidak
20 15 13 18 3 69
4 AC Tuntas
5 AG P 25 17 17 20 4 83 Tuntas
6 DY P 23 14 14 19 3 73 Tuntas
7 ET P 23 14 15 18 4 74 Tuntas
8 FA P 23 14 15 19 4 75 Tuntas
9 FL L 25 16 15 20 4 80 Tuntas
10 HP L 23 16 16 20 4 79 Tuntas
11 IB L 24 14 14 20 4 76 Tuntas
12 ND P 25 16 15 20 4 80 Tuntas
13 LN P 25 16 16 20 4 81 Tuntas
P Tidak
20 13 13 18 4 68
14 RK Tuntas
15 PP L 23 15 13 18 3 72 Tuntas
16 UN P 24 15 14 17 4 74 Tuntas
17 KC P 24 14 14 19 3 74 Tuntas
18 SN P 25 15 16 20 4 80 Tuntas
19 SI L 23 14 14 18 3 72 Tuntas
20 SU P 23 14 14 17 4 72 Tuntas
21 SR P 23 14 14 18 4 73 Tuntas
P Tidak
22 13 14 16 3 68
22 WA Tuntas
Jumlah Skor Mahasiswa 508 318 315 406 80 1627
Rata-rata Nilai Mahasiswa 23,09 14,45 14,32 18,45 3,64 73,95
Jumlah Mahasiswa yang Tuntas 18
Jumlah Mahasiswa yang Tidak Tuntas 4

383
Prosentase Ketuntasan (%) 81,82
Indikator Pencapaian Ketuntasan (%) ˃ 70

Tabel 4 menunjukkan bahwasanya nilai rata-rata kemampuan mahasiswa dalam


menguasai unsur-unsur menulis argumentasi yaitu 23,09 untuk isi, 14,45 untuk
organisasi, 14,32 untuk kosakata, 18,45 untuk pengembangan bahasa, dan 3,64 untuk
ejaan. Hasil dari konversi rata-rata tersebut ke dalam rubrik penilaian menulis
menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa berada pada level baik. Tabel 4. juga
menunjukkan bahwa rata-rata menulis argumentasi mahasiswa hampir semuanya
memenuhi ketuntasan minimal. Jumlah mahasiswa yang mendapat nilai sama atau lebih
dari ketuntasan minimal (70) ada 18 siswa. Dan jumlah mahasiswa yang mendapatkan
nilai kurang dari ketuntasan minimal (70) ada 4 siswa. Prosentase ketuntasan klasikalnya
81,82%, yang menunjukkan bahwa indikator pencapaian ketuntasan sudah lebih dari
70%. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata menulis argumentasi mahasiswa
hampir semuanya memenuhi ketuntasan minimal (≥ 70). Hal tersebut terlihat dari hasil
rata-rata menulis argumentasi yaitu 73,95.
Berikut akan disajikan perbandingan data antara nilai rata-rata Siklus I dengan nilai
rata-rata siklus II

Tabel 5. Perbandingan rata-rata kelas Siklus I dan Siklus II.


Rata- rata
No Unsur yang dinilai Peningkatan
Siklus I Siklus II
1. Isi 21,455 23,09 1,64
2. Organisasi 13,864 14,45 0,59
3. Kosakata 13,818 14,32 0,50
4. Pengembangan Bahasa 17,591 18,45 0,86
5. Ejaan 3,364 3,64 0,28
Jumlah 70,092 73,95 3,86

Tabel 5. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan menulis argumentasi


mahasiswa pada siklus II adalah 73,95, sedangkan nilai rata-rata pada siklus I adalah
70,09. Nilai rata-rata tersebut menandakan adanya peningkatan sebesar 3,86.

384
Hasil peningkatan tersebut dapat digrafikkan sebagai berikut:

25

20

15
Siklus I
10 Siklus II
5

0
Isi Organisasi Kosakata Pengem Ejaan
Bhs

Gambar 3. Diagram Peningkatan Hasil Penilaian Aspek-Aspek dalam Menulis


Argumentasi pada Siklus I dan Siklus II

Hasil penilaian tiap-tiap aspek yang dinilai dalam menulis argumentasi tersebut
dapat dijumlahkan nilai rata-rata kelas sebagai berikut

74

73

72
Series1
71

70

69

68
Siklus I Siklus II

Gambar 4. Diagram Peningkatan Nilai rata-rata kelas


pada Siklus I dan Siklus II

Tahap yang dilakukan setelah pengamatan adalah tahap refleksi. Pada tahap refleksi
ini, peneliti bersama kolabolator menuliskan kembali kegiatan yang telah dilaksanakan

385
pada siklus II. Selain itu, peneliti bersama kolabolator mendiskusikan pembelajaran yang
telah dilakukan mahasiswa setelah selesai pembelajaran menulis argumentasi. Dari hasil
pengamatan yang telah dilakukan peneliti dan kolabolator, dapat disimpulkan bahwa ada
peningkatan terhadap kemampuan menulis argumentasi mahasiswa. Kelima aspek telah
mencapai hasil yang memuaskan. Kelima aspek tersebut masuk dalam kategori baik.
Peningkatan tersebut terlihat dari hasil pengisian angket pascatindakan berikut.

Tabel 6. Respon Mahasiswa Terhadap Pembelajaran


Menulis Argumentasi Dengan Media Techno-scientific inquiry

Hasil Angket
No Daftar Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah kamu merasa senang belajar menulis esai argumentasi
90,91 9,09
dengan menggunakan media techno-scientific inquiry?
2. Apakah dengan menggunakan media techno-scientific inquiry
kamu merasa lebih mudah memahami materi dan menulis esai 86,36 13,64
argumentasi?
3. Apakah penggunaan media techno-scientific inquiry dalam
90,91 9,09
pelajaran menulis esai argumentasi cukup menarik?
4. Apakah kamu mengalami kesulitan dalam menulis esai
argumentasi setelah belajar dengan menggunakan media 13,64 86,36
techno-scientific inquiry?

PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan berbagai aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran,
tulisan argumentasi dengan media techno-scientific inquiry pada siklus I dan siklus II
telah mengalami peningkatan. Berbagai kekurangan yang ada pada Siklus I telah
diperbaiki pada siklus II, sedangkan berbagai hal positif dipertahankan sehingga
pembelajaran berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Mahasiswa memperhatikan dan
merespon dengan antusias dengan bertanya, menanggapi, dan membuat catatan,
mahasiswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan berinteraksi/kerja sama dengan
mahasiswa lainnya, mahasiswa merespon positif terhadap media pembelajaran yang
digunakan, dan mahasiswa aktif menjawab dan selalu bertanya apabila menemukan
kesulitan. Pembelajaran menulis argumentasi dengan media techno-scientific inquiry
telah menciptakan proses pembelajaran yang menarik serta menyenangkan. Inquiry
mengajak mahasiswa kedalam suatu aktivitas yang menarik dan memotivasi mahasiswa
untuk berpikir kritis serta menemukan informasi baru yang sesuai dengan minat mereka
(Coffman, 2009). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan
menulis argumentasi mahasiswa dengan media techno-scientific inquiry terdapat
peningkatan 3,86 dari siklus I 70,09 ke siklus II 73,95. Hal ini dikarenakan media ini
mampu memfasilitasi kemampuan mahasiswa dalam mengekplorasi topik dan berpikir
kritis sehingga aspek pengembangan ide, isi tulisan, dan organisasi penulisan menjadi
bagus. Hal ini sebagaimana pendapat berikut:
Mengintegrasikan teknologi ke dalam suatu kegiatan berbasis inquiry
memberikan peluang bagi mahasiswa untuk bereksperimen dan

386
mengembangkan topik dalam suatu konsteks duania nyata. Integrasi ini juga
membantu eksplorasi topik dan penerapannya guna menjawab isu yang
dibahas. Kegiatan ini melibatkan keterampilan analisis kritis dalam
mengevaluasi sumber bahan yang ditemukan di internet apakah reliable dan
kredibel sebelum digunakan (Coffman, 2009).
Hal senada juga disampaikan oleh Wenning untuk mendukung pendapat Coffman bahwa:
Jenis inquiry ini terdiri dari kegiatan pembelajaran dalam pemecahan masalah
dengan menggunakan isu khusus. Proses memformulasikan hipotesis melalui
pemberian penjelasan dasar terhadap informasi mampu memberikan solusi
mahasiswa untuk menyusun suatu argumen yang logis dan beralasan
(Wenning dalam Hannauer, 2009)
Faktor lain yang meningkatkan keterampilan menulis argumentasi mahasiswa dengan
techno-scientific inquiry adalah adanya proses induksi, deduksi, dan abduksi (Wilson,
2010). Proses induksi, yang diartikan sebagai proses menarik kesimpulan hasil dari
keseluruhan observasi, mendorong mahasiswa untuk mampu berpikir logis dalam
mengembangkan idenya sehingga isi tulisan dan organisasi penulisan menjadi bagus dan
mudah dipahami. Proses deduksi, yang diartikan sebagai proses berpikir logis untuk
menguji hipotesis bahwa yang benar adalah benar, mengarahkan pemberian bukti dan
elaborasi mahasiswa dalam tulisan argumentasi sehingga menjadi logis dan rasional.
Adanya proses ini mampu meningkatkan kualitas hasil tulisan mahasiswa. Sedang proses
abduksi, yang melibatkan proses berpikir kritis untuk memberikan gambaran terkait suatu
fenomena, mendorong mahasiswa untuk memberikan bukti yang valid dan reliable
terhadap apa yang dibahas sehingga hasil tulisan akan sangat kuat dan kongrit. Fakta lain
menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan tersebut juga dikarenakan adanya
beberapa item dari techno-scientific inquiry yang membuat proses pembelajaran menjadi
lebih mudah dan membuat mahasiswa tetap fokus pada apa yang dipelajari. Sebagai
contoh item edits mampu menfasilitasi skegiatan editing kelompok berjalan lancar
sehingga hasil tulisan menjadi bagus secara struktur kalimat, penggunaan kosakata yang
sesuai, dan penggunaan tanda baca serta tata tulisan. Selain itu, item feedback juga
mampu mengatasi berbagai kesulitan mahasiswa seperti cara mengembangkan ide, cara
menggunakan vocab tertentu, cara menggunakan tanda baca yang benar. Item ini
memfasilitasi mahasiswa untuk bertukar kemampuan terkait berbagai strategi yang bisa
digunakan dalam menulis. Hal ini sebagaimana pendapat:
Mengintegrasikan teknologi pada kegiatan scientific inquiry mampu
menciptakan relevansi terhadap isu. Hal ini dikarenakan adanya
penggabungan berbagai aktivitas dalam pembelajaran seperti umpan balik
konstruktif dan refleksi untuk membuat mahasiswa tetap fokus, dan terlibat
sepenuhnya terhadap tugas (Coffman, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya ada peningkatan pada keterampilan
menulis argumentasi mahasiswa yaitu sebesar 3,86 dari hasil siklus I yaitu 70,09 menjadi
73,95 pada siklus II. Rata-rata tersebut menunjukkan bahwasanya keterampilan menulis
mahasiswa telah melebihi ketuntasan minimal yaitu 70. Fakta lain menunjukkan bahwa
prosentase ketuntasan klasikalnya 81,82%, yang menandakan bahwa indikator
pencapaian ketuntasan sudah lebih dari 70%. Hal ini dikarenakan berbagai tahapan yang

387
ada pada techno-scientific inquiry memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan
aspek isi tulisan, organisasi penulisan, struktur penulisan, pemilihan kosakata, dan aspek
tandabaca pada penulisan. Tahapan tersebut mampu memfasilitasi keterampilan berfikir
kritis mahasiswa dalam mengungkapkan argumentasi, sehingga elaborasi tulisan dan
fakta-fakta yang disajikan menjadi valid, reliabel, logis, dan rasional.
Selama penelitian, terdapat beberapa aspek menarik yang bisa dikembangkan
sebagai bahan penelitian lanjutan. Berbagai hal menarik yang ditemukan diantaranya
adalah cara meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Perlua adanya suatu
cara khusus untuk mampu memfasilitasi keterampilan tersebut sehingga mahasiswa akan
terbiasa melihat suatu hal dari berbagai perspektif. Hal menarik lainnya adalah menguji
techno-scientific inquiry dengan media sejenis untuk mengajar keterampilan menulis.
Komparasi ini digunakan untuk mengetahui tingkat efektifitas media ini sehingga pantas
menjadi pilihan utama untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, S., Direktur Perundingan Perdagangan Jasa Direktorat Jenderal Kerjasama


Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan.(2013). Hal yang Perlu
Dipersiapkan Pemerintah Sambut MEA di 2015. Disalin dan dipublikasikan oleh
Seprian Deny, Liputan 6 on line pada 26 Des 2013 at 10:41 WIB pada halaman
http://bisnis.liputan6.com/read/784648/hal-yang-perlu-dipersiapkan-pemerintah-
sambut-mea-di-2015.html
Brown, H. D. (2000). Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language
Pedagogy. New Jersey: Prentice Hall Regents.
Coffman, T. (2009). Enganging Students through Inquiry-Oriented Learning and
Technology. Maryland: Rowman &Littlefield Education.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan
Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Dixon, Cassady, Cross, & Williams. (2005). Effects of Technology on Critical Thinking
and Essay Writing among Gifted Adolescents. The Journal of Secondary Gifted
Education. Vol 16 No. 4 hal. 180-189
Egan, B. K. (1999). Speaking: A Critical Skill and a Challenge. CALICO Journal, 16 (3),
277-293
Elbow, P. (1998). Writing with Power: Technique for Mastering the Writing Process,
2nded. New York: Oxford University Press
Farbairm, G., J. & Winch, C. (1996). Reading, Writing, and Reasoning: a Guide for
Students. Philadhelpia: Open University Press.
Graham, S. & Perin, D. (2007). Writing next: Effective Strategies to Impro ve Writing of
Adolescents in Middle and High Schools – A Report to Carnegie Corporation of
New York. Washington DC: Alliance for Excellent Education

388
Halliday, M.A.K. (1992). The analysis of scientific texts in English and Chinese. in
Halliday, M.A.K. & J.R. Martin (eds). Writing Science: literacy and discursive
power. London & Washington, D.C.: Falmer Press. pp.124-132
Hanauer, DI. (2009). Active Assessment: Assessing Scientific Inquiry. Language
Learning and Communication. Vol 12, No. 133 Hal 11-21
Harmer, J. (2002). The Practice of English Language Teaching (Fourth Edition).
England: Longman.
Hodson, H. (1999).Going beyond cultural pluralism: Science education for sociopolitical
action.Science Education.Vol.83 no 6 hal 775-796
Langan, J. (2005). College Writing Skill with Reading, Sixth Edition. New York: The
McGrew-Hill Corpora tion, Inc
Lincoln and Guba. (1985). Naturalistic Theory. Clifornia: Sage Publication, Inc
Moersch, C. (1999). Assessing current technology use in the classroom: A key to efficient
staff development and technology planning. Learning and Leading with
Technology, 26(8), 40–49.
Panen, P. (2001). Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: PAU – PPAI.
Phillips, J. K. (1998). Media for the message: Technology’s role in the standards.
CALICO Journal, 16 (1), 25-36
Rakes, G. C., Fields, V. S., & Cox, K. E. (2006). The Influence of Teachers’ Technology
Use on Instructional Practices. Journal of Research on Technology in Education,
38 (4), 111-126
Riijlaarsdam, G., Braaksma, M., Couzijm, M., Janssen, T., Kieft, M., Broekkamp, H., &
Bergh, H. (2005). Psychology and the teaching of writing in 8000 and some words.
The British Psychological Society Journal. Vol. 2 No. 3. Hal 127-153
Thornley, C., & McDonald, T. (2011). The Measure of Success: Resolving Conflicts in
Professional Learning Using Evidence of Student Learning. Professional Learning.
Vol 10, No. 1, Hal 29-44
Urguhart, V. & McIver, M. (2005). Teaching Writing in the Content Area. Michigan:
ASDC & McRELL Publication
William, James D. (2003). Preparing to Teach Writing: Research, Theory, and Practice,
3rded. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc
Wilson (2010). Principles of Scientific Inquiry. Book Chapter, vol. I hal 19-28.

389
PENGGUNAAN APLIKASI LINE DENGAN METODE KOLABORASI
MENULIS BERANTAI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MENULIS
TEKS PANTUN DAN SYAIR DI SMA CENDANA PEKANBARU
0leh:
Dra. Sitti Syathariah
Email: sittimas@yahoo.co.id
SMA Cendana Pekanbaru

ABSTRAK
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang sering diletakkan pada terakhir, saat
peserta didik sudah lelah. Kondisi seperti ini membutuhkan strategi yang tepat agar
proses pembelajaran yang menyenangkan dapat tercipta. Dalam kurikulum 2013,
memproduksi teks puisi, seperti pantun dan syair merupakan salah satu kompetensi yang
harus dimiliki peserta didik di kelas XI semester ganjil. Materi ini sudah pernah diberikan
ketika mereka di SMP membuat peserta didik tidak semangat dalam menerima pelajaran,
apalagi metode konvensional yang digunakan tidak relevan lagi. Salah satu solusi yang
dapat meningkatkan motivasi belajar dan kompetensi peserta didik dalam memproduksi
teks pantun dan syair adalah dengan menggunakan aplikasi Line yang dikolaborasikan
dengan metode menulis berantai. Peserta didik menulis teks pantun dan syair dengan
metode menulis berantai dalam kelompok Line yang terdiri dari 5-6 anggota dengan guru
termasuk di dalamnya. Kolaborasi metode dengan media komunikasi digital ini ternyata
berpengaruh positif terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Motivasi belajar
mereka meningkat sehingga kompetensi mereka dalam menulis teks pantun dan syair juga
meningkat.
Kata kunci: Line, kompetensi, menulis berantai, pantun, syair

PENDAHULUAN
Dunia digital merupakan salah satu bagian dari perubahan zaman yang harus dihadapi
saat ini. Keseharian peserta didik yang tidak lepas dari gadget dapat disikapi dengan
memanfaatkan alat tersebut sebagai media pembelajaran. Keberadaan media yang mereka
senangi akan mampu mengubah suasana belajar yang semula monoton dan membosankan
menjadi menyenangkan. Strategi ini sangat tepat dilaksanakan pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia karena jam pelajaran Bahasa Indonsia sering diletakkan pada saat
menjelang pulang sekolah. Kondisi tubuh peserta didik yang sudah lelah dan mengantuk
sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran sehingga perlu disikapi dengan arif dan
bijak oleh guru, apalagi kalau kompetensi yang ingin dicapai tersebut adalah menulis teks
pantun dan syair yang membutuhkan konsentrasi dalam mengembangkan imajinasi
karena berkaitan dengan keselaraasan rima (bunyi). Pantun adalah puisi lama yang terdiri
dari empat baris sebait yang bersajak abab, baris pertama dan kedua berupa sampiran
sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi. Perhatikan contoh berikut ini.
Mari diukur bertali-tali
Buah keranji di tengah laman
Janganlah mungkir berkali-kali
Sudah berjanji bertapak tangan (Ibrahim, 2004:82)
Baris pertama diakhiri dengan bunyi /li/, baris ketiga pun demikian. Baris kedua
diakhiri dengan bunyi /an/, demikian pula baris keempat. Pantun tersebut memakai pola

390
persajakan a-b-a-b. Perulangan semacam itu akan membangun irama atau efek
musikalitas dalam puisi. Bahasa puisi itu berirama.
Syair adalah puisi lama yang keseluruhan barisnya adalah isi. Syair berisi kisah atau
cerita. Bentuknya terdiri dari empat baris sebait dan bersajak aaaa. Perhatikan contoh
berikut!
Berhentilah kisah Raja Hindustan
Tersebutlah pula suatu perkataan,
Abdul Hamid Syah paduka Sultan
Duduklah baginda bersuka-sukaan

Abdul Muluk Putra baginda


Besarlah sudah Bangsawan Muda
Cantik majelis usulnya syahda,
Tiga belas tahun umurnya ada.

Parsnya elok amat sempurna


Petah majelis bijak laksana
Memberi hati bimbang gulana
Kasih kepadanya mulia dan hina (St Alisyahbana, 1954)

Jika diperhatikan, syair di atas berisi empat baris sebait, bersajak aaaa (rata), jumlah
suku katanyanya berkisar 8-12 suku kata atau terdiri dari empat kata pada setiap barisnya.
(Suroto, 1989:49)
Guna membangun dan meningkatkan motivasi belajar siswa diperlukan media
pembelajaran yang tepat. Hal ini ditegaskan oleh Susiliana (2007:9), bahwa media
pembelajaran dapat menimbulkan gairah belajar siswa dan merupakan interaksi lebih
langsung antara murid dengan sumber belajarnya.
Menulis teks puisi dengan memperhatikan unsur pembangunnya harus diajarkan di
kelas X dalam kurikulum 2013. Proses kreatif ini membutuhkan situasi dan kondisi yang
baik agar proses pengembangan ide peserta didik dapat terlaksana sesuai dengan harapan.
Metode usang yang sudah sering diterapkan pada jenjang pendidikan sebelumnya sudah
tidak tepat lagi karena sangat tidak menarik dan terasa membosankan. Apalagi ketika
proses pembelajaran dilaksanakan di atas pukul 13.00 WIBB; siang menjelang sore.
Peserta didik selalu terlihat kurang bersemangat dan kurang termotivasi dalam
belajar. Penulisan pantun sering diselesaikan di rumah sehingga proses kreatifnya tidak
dapat disaksikan oleh guru sehingga kemungkinan peserta didik dibantu orang lain atau
mencontek teks pantun atau syair yang sudah ada di media sangat mungkin terjadi.
Penggunaan aplikasi Line yang dikolaborasi dengan metode menulis berantai diyakini
dapat menjadi solusi dalam meningkatkan motivasi peserta didik dalam menulis teks
pantun dan syair di sekolah dan proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan
menyenangkan.
Line adalah sebuah aplikasi pengirim pesan instan yang dapat digunakan pada
handphone atau tablet. Line difungsikan dengan menggunakan jaringan internet sehingga
pengguna Line dapat melakukan aktivitas seperti mengirim pesan teks, gambar, video,
dll. (http://id. Wikipedia.org/wiki/line)

391
Langkah-langkah pembelajaran menulis teks pantun dan syair melalui aplikasi Line
dengan metode menulis berantai sebagai berikut:
 Peserta didik membentuk kelompok Line dengan anggota kelompok 5-6 orang
(guru menjadi salah satu anggotanya)
 Salah seorang peserta didik diminta menuliskan sebait pantun atau syair di Line
group pada gatget masing-masing untuk memulai proses penulisan pantun atau
syair.
 Setelah itu, anggota kelompok Line mulai meneruskan bait-bait pantun dan syair
yang dikirim teman sekelompoknya (kegiatan menulis berantai)
Misalnya,

Gambar 1 : Pembelajar menulis teks pantun dan syair dengan aplikasi Line
yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai

392
 Menulis berantai teks pantun dan syair dengan menggunakan media Line terus
berlangsung sampai batas waktu yang disepakati. Setiap pantun atau syair boleh
menggunakan tema tertentu.
 Setelah proses menulis berantai dengan Line selesai, pantun atau syair berantai
tersebut ditulis di kertas kerja untuk disunting.

Menulis Berantai termasuk salah satu metode active learning atau learning by
doing yang bertujuan agar peserta didik mengasosiasikan belajar sebagai sebuah kegiatan
yang menyenangkan (Syathariah, 2011:41). Dalam proses pembelajarannya, kegiatan
menyelesaikan sebuah pantun merupakan proyek bersama yang dilakukan oleh peserta
didik dalam kelompoknya. Pada akhir pembelajaran, akan tercipta beberapa bait pantun
atau syair berantai hasil karya peserta didik. Setiap peserta akan memiliki beberapa bait
pantun atau syair. Metode menulis berantai ini sebelumnya sudah pernah penulis terapkan
dalam pembelajaran menulis cerpen dan sangat disambut baik oleh peserta didik. Best
Pracktice tentang pengalaman melaksanakan pembelajaran menulis cerpen dengan
metode menulis berantai (Estafet Writing) ini pernah menjadi pemenang pertama dalam
Lomba Kreativitas Ilmiah Guru LIPI tahun 2008.
Penggunaan media Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai
ini melatih para peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompok kecilnya dalam
mencapai tujuan yang sama yaitu sama-sama mampu menulis teks pantun dan syair
dengan tepat. Di samping itu, gadget (handphone atau tablet) yang sangat akrab dengan
peserta didik dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran menulis teks pantun yang terikat
dengan bait dan rima tersebut. Kegiatan ini dapat dilaksanakan di kelas atau di luar kelas
dalam situasi yang menyenangkan sehingga tercipta iklim belajar yang kondusif.
Kondisi pembelajaran menulis pantun yang kondusif dapat diupayakan dengan
menggunakan aplikasi Line sebagai media pembelajaran. Motivasi belajar peserta didik
diyakini akan meningkat dan berdampak positif terhadap peningkatan kompetensinya
dalam menulis teks pantun karena media ini sangat menarik dan sangat dekat dengan
dunia mereka. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Zubaidah ( 2006:5), bahwa
motivasi belajar adalah faktor psikis yang bersifat nonintelektual dan berperan dalam
menumbuhkan gairah, merasa senang, dan semangat dalam belajar. Motivasi belajar
peserta didik diketahui dari observasi selama pembelajaran yang direkam dengan
instrumen yang didasarkan atas aspek motivasi keaktifan, keantusiasan dan keceriaan
selama belajar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Apakah penggunaan aplikasi Line sebagai media yang
dikolaborasikan dengan metode kolaborasi menulis berantai dapat meningkatkan
kompetensi peserta didik dalam menulis teks pantun dan syair di kelas XI IPA 4 SMA
Cendana Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kompetensi peserta didik
dalam menulis teks pantun dan syair dan menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan di sekolah dengan memanfaatkan aplikasi Line sebagai media teknologi
informasi yang sangat dekat dengan dunia peserta didik saat ini.

LANGKAH-LANGKAH MENULIS PANTUN DAN SYAIR DENGAN APLIKASI


LINE YANG DIKOLABORASIKAN DENGAN METODE MENULIS BERANTAI

393
Proses pembelajaran menulis teks pantun dan syair dengan menggunakan media aplikasi
Line yang dikolaborasikan dengan metode Menulis Berantai dilakukan dengan tahap-
tahap berikut.
1. Guru dan siswa membentuk kelompok Line yang beranggotakan 5-7 orang
anggota dengan guru termasuk salah satu anggotanya.
2. Siswa dalam kelompoknya mulai menulis teks pantun/syair secara bergantian.
Dimulai dengan salah seorang anggota kelompok mengetikan sebuah pantun/syair
di Line grup untuk selanjutnya dilanjutkan oleh teman sekelompoknya. Guru yang
merupakan salah satu anggota kelompok dapat berkontribusi melanjutkan
pantun/syair yang ditulis oleh siswa. Selain itu guru juga dapat memantau sambil
mengedit dan membimbing penulisan pantun/syair secara online dengan cara
mengomentari pantun/syair yang dikirim siswa di dalam kelompok Line tersebut.
3. Setelah selesai menulis teks pantun dengan media LINE secara berantai, guru
menyuruh peserta didik untuk menyalin ulang teks pantun/syair dalam LINE grup
tersebut ke atas kertas untuk dilakukan proses editing atau penyuntingan. Selama
proses editing dan penyuntingan yang dilakukan peserta didik, guru dan pengamat
terus mengamati dan membimbing peserta didik.
4. Guru menunjuk salah seorang peserta didik yang mewakili salah satu kelompok
untuk mengetik hasil kerja kelompok yang belum diedit untuk ditayangkan di in
focus.
5. Guru mengajak peserta didik membahas struktur dan kaidah bahasa teks
pantun/syair yang ditayangkan. Peserta didik diberi kesempatan untuk
memperkenalkan teks pantun/syair hasil karyanya dan menjelaskan struktur teks
pantun dengan media power point.
6. Peserta didik menyunting dan merevisi teks pantun/syair teman kelompok lain
yang sesuai dengan indikator penilaian struktur dan kaidah bahasa teks pantun
yang sudah dijelaskan pada petemuan sebelumnya.
7. Pada akhir proses kegiatan, teks pantun/syair karya peserta didik di pajang di
majalah dinding kelas Bahasa Indonesia.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan menggambarkan
proses dan hasil Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai. Data
diperoleh dari hasil penulisan belajar sebelum dan sesudah melaksanakan pembelajaran
menulis teks pantun dan syair dengan aplikasi pantun dan syair yang dilakukan peserta
didik baik secara berantai menggunakan Line maupun ketika menulis secara mandiri.
Nilai yang diperoleh berdasarkan hasil kerja sama dalam menulis pantun dan syair
berantai dijadikan nilai latihan, sedangkan hasil belajar menulis pantun dan syair secara
mandiri dijadikan nilai ulangan harian. Sampel penelitiannya adalah peserta didik kelas
XI IPA 4 TP 2016-2017 di SMA Cendana Pekanbaru yang berjumlah 23 orang. Tes
tertulis digunakan untuk menguji kompetensi peserta dalam menulis pantun dan syair
didik dengan memperhatikan struktur dan kaidah teks pantun dan syair yang dipelajari.
Pada pelaksanaannya peserta didik dikelompokkan berdasarkan kelompok Line-nya,
masing-masing beranggotakan 5-6 orang dengan guru sebagai salah satu anggotanya.
Proses penulisan dilaksanakan secara berantai dalam grup tersebut. Proses penulisan
pantun dan syair dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas, bahkan di rumah.

394
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan tanggal 11 Agustus 2016. Pada
kegiatan pembuka setelah berdoa, mengabsen kehadiran peserta didik, menanyakan
kesiapannya untuk belajar, dan menyampaikan tujuan pembelajaran, guru melakukan
pretest untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik tentang materi teks
pantun dan syair yang sudah pernah mereka dapatkan pada jenjang SMP. Peserta didik
diminta menuliskan 5 bait pantun dan 5 bait syair pada lembar yang dibagikan. Kegiatan
ini berlangsung 50 menit.
Setelah selesai melaksanakan pretest, guru melakukan pendekatan dengan peserta
didik dalam nenentukan cara atau strategi yang tepat dalam menulis teks pantun dan syair
agar kegiatan pembalajaran berbeda dengan kegiatan menulis pantun atau syair yang
biasa dilakukan. Pembelajaran dilaksanakan dengan berpedoman pada RPP yang sudah
disusun sebelumnya. Peserta didik sudah mengetahui bahwa pembelajaran menulis atau
memproduksi teks pantun dan syair kali ini akan berbeda dari biasanya karena akan
menggunakan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai. Guru
menjelaskan materi pelajaran menggunakan LCD. Guru juga menyiapkan lembar
observasi yang pelaksanaannya dilakukan oleh guru sejawat. Peserta didik juga sudah
siap dengan handphone atau gadget masing-masing sebelum proses pembelajaran
dilaksanakan.
Pada siklus I materi puisi yang dipelajari adalah teks pantun. Sebagai tahap
pengenalan kembali teks pantun, guru bertanya jawab kepada peserta didik tentang
struktur dan kebahasaan teks pantun dan juga syair yang telah mereka dapatkan pada
jenjang SD dan SMP. Pembelajaran pantun di SMA sifatnya hanya pengulangan agar seni
dan budaya daerah ini akan tetap terjaga kelestariannya dan keberadaannya tetap
diketahui oleh generasi muda. Pada penjelasan materi pada siklus pertama ini, guru juga
menjelaskan perbandingan teks pantun dan syair. Peserta didik diminta menentukan
struktur dan kebahasaan teks pantun dan syair sambil memperhatikan contoh-contoh
pantun dan syair yang ditayangkan di layar infocus. Peserta didik terlihat bersemangat,
apalagi sambil dinyanyikan dengan lagu Soleram, Rasa Sayange, dan Selayang Pandang.
Secara bergantian mereka melagukan pantun dan syair yang ditayangkan. Suasana belajar
mulai menyenangkan. Tidak tampak kebosanan sama sekali padahal pembelajaran
dilaksanakan pukul 13.30 wibb. Setelah kegiatan pembuka, peserta diajak menentukan
struktur dan kebahasaan pantun dan syair yang ditayangkan. Karena karakteristik pantun
dan syair sudah sangat dikenal oleh peserta didik, kegiatan ini berjalan dengan lancar.
Semua peserta didik dapat mengidentifikasi struktur teks pantun dan syair, yaitu bait,
sampiran, isi, jumlah suku kata, rima, dan penggunaan diksinya. Kegiatan ini
berlangsung selama 20 menit.
Kegiatan berikutnya adalah proses penulisan pantun yang akan menggunakan
aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai. Peserta didik dibagi
menjadi 5 kelompok dengan jumlah anggota 5-6 orang tiap kelompok. Pemilihan anggota
kelompok ditentukan oleh guru untuk menghindari terjadinya pengelompokan gank.
Peserta didik di SMA Cendana Pekanbaru sangat unik karena mayoritas dari mereka
adalah teman sejak di TK dan SD. Jadi kemungkinan untuk memilih-milih teman akan
terjadi. Guru juga menjadi salah satu anggota kelompok. Jadi, guru ada pada setiap
kelompok Line tersebut agar dapat memantau proses pembelajaran, baik ketika di kelas

395
maupun di luar kelas, bahkan di rumah. Proses penulisan pantun dapat dilaksanakan atau
dilanjutkan di luar jam tatap muka karena menggunakan aplikasi Line grup. Pantun yang
ditulis dengan menggunakan berbagai tema atau jenis. Setiap kelompok harus memilih
salah satu tema atau jenis pantun yang diberikan oleh guru. Kegiatan inti ini berlangsung
selama 20 menit. Kegiatan pembelajaran akan dilanjutkan pada pertemuan kedua. Pada
kegiatan penutup, diinformasikan kepada peserta didik bahwa pertemuan berikutnya akan
menyelesaikan proses penulisan pantun berantai dengan aplikasi Line grup. Setelah
selesai sesuai dengan waktu yang disediakan, kegiatan akan dilanjutkan dengan
penyuntingan.
Pertemuan kedua dilaksanakan tanggal 12 Agustus 2016. Kegiatan pembelajaran
adalah melanjutkan proses penulisan pantun dengan menggunakan aplikasi Line grup
secara berantai. Pada kegiatan awal, setelah mengabsen kehadiraan peserta didik, penulis
membuka pelajaran dengan membacakan beberapa bait pantun berantai yang ditulis
peserta didik pada pertemuan sebelumnya yang terdapat dalam Line di handphone
penulis. Beberapa peserta didik tertawa-tawa dan berkomentar karena menyadari ada
struktur yang tidak pas dalam pantun yang ditulis soleh temannya. Kegiatan ini
berlangsung 15 menit.
Kegiatan dilanjutkan dengan meneruskan dan menyelesaikan kegiatan menulis
pantun berantai di kelompok Line masing-masing. Peserta didik duduk di meja yang
sudah diatur membentuk kelompok kecil. Berikut ini adalah gambar proses penulisan
pantun dengan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan menulis berantai.
Usai menulis pantun secara berantai, peserta didik diminta memindahkan pantun
yang mereka tulis di Line ke dalam buku latihannya. Kemudian buku tersebut ditukar
dengan teman sebelahnya untuk disunting, baik struktur maupun bahasanya.
Penyuntingan pantun berdasarkan rima dan sampiran sangat menarik perhatian peserta
didik dan membutuhkan waktu yang cukup panjang kerena peserta didik secara
bergantian menghampiri guru untuk meminta persetujuan tentang penyuntingannya.
Peserta didik terlihat asyik dan antusias membahas dan menyunting pantun temannya.
Suasana terlihat sangat gembira ketika mereka menyenandungkan pantun-pantun tersebut
untuk mengethui keseimbangan jumlah suku kata tiap baris dalam bait pantun tersebut.
Kegiatan penyuntingan ternyata tidak selesai dilaksanakan pada pertemuan kedua dan
akan dilanjutkan pada pertemuan ketiga.
Pertemuan ketiga dilaksanakana pada tanggal 18 Agustus 2016. Kegiatan
pembelajaran langsung dibuka dengan melanjutkan kerja individu menyunting pantun
yang ditulis temannya di Line grup. Pertemuan ketiga ini sepenuhnya melaksanakan
kegiatan penyuntingan pantun hingga selesai. Pada pertemuan keempat akan
dilaksanakan evaluasi memproduksi teks pantun secara mandiri.
Evaluasi teks pantun secara mandiri dilaksanakan pada pertemuan keempat yaitu
tanggal 19 Agustus 2016. Pada pertemuan keempat, kegiatan pembuka dimulai dengan
berdoa dan mengabsen kehadiran dan kesiapan peserta didik pada hari itu. Guru sudah
menyiapkan kelas dengan kursi dan meja yang tidak lagi berkelompok, tetapi berbanjar
5 ke belakang. Kelas dikondisikan untuk menulis teks pantun secara individu. Penulis
menuliskan tema pantun di papan tulis dengan nomor urut 1 sampai dengan 6, misalnya
pantun bertema (1)kesehatan, (2) lingkungan, (3) pendidikan, (4) persahabatan, (5)
percintaan, dan (6) kemanusiaan. Setiap peserta didik secara estafet berhitung 1 sampai
dengan 6 untuk memilih salah satu tema pantun sebagai panduan untuk evaluasi mandiri.

396
Pantun yang akan dibuat minimal 5-10 bait dalam waktu 60 menit. Berdasarkan hasil
evaluasi tersebut, ternyata semua peserta didik mampu menulis pantun dengan
memperhatikan bait, sampiran dan isi, serta rima yang benar walaupun ada beberapa
orang peserta didik yang menulis pantun kurang dari sepuluh bait.
Proses pembelajaran memproduksi teks pantun dengan aplikasi Line yang
dikolaborasikan dengan metode menulis berantai pada siklus I belum maksimal,
meskipun ada peningkatan dibandingkan dengan hasil pretest yang memperoleh rata-rata
82.73 % .Proses pembelajaran mengalami kendala, terutama dari segi waktu. Waktu yang
telah ditentukan dalam RPP ternyata tidak teralokasi dengan baik sehingga langkah-
langkah pembelajaran yang disusun dalam RPP tidak terlaksana dengan tuntas.
Berdasarkan pengamatan dan catatan lapangan yang dilakukan, Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal berikut ini. Pada awal kegiatan, beberapa peserta didik terlihat berdiam diri,
menerawang. Mungkin sibuk memikirkan diksi yang sesuai dengan tema yang sudah
disepakati dalam kelompok Line -nya. Sebagian peserta didik sudah mulai menulis dan
bahkan berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa peserta didik yang tidak hanya
menuliskan sampiran, tetapi sudah bisa menuliskan satu bait pantun, baru kemudian
mengirimnya dalam kelompok Line -nya. Teman sekelompoknya langsung tersenyum
dan bersiap-siap untuk meneruskan bait yang dia kirim dalam grup Line mereka.

397
Gambar 2 : Pembelajaran menulis teks pantun dan syair dengan aplikasi Line
yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai

Kegiatan pembelajaran terus berlangsung, peserta didik sudah mulai dapat


menikmati pembelajaran ini. Hal ini dapat dilihat dari ekspresi peserta didik ketika
membaca bait-bait pantun yang telah lebih dulu dikirim oleh temannya di Line grup.
Mereka tersenyum-senyum, bahkan ada yang tidak sanggup menahan tawa ketika
membaca isi pantun teman-temannya sehingga menarik perhatian teman-temannya yang
lain. Kegiatan menulis sambil bercanda seperti ini ternyata menghabiskanat waktu
sehingga pembelajaran kurang efektif.
Pada pertemuan pertama ini, penggunaan waktu kurang maksimal karena pada awal
pelajaran penulis harus menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai.
Proses pembelajaran memproduksi teks pantun secara berantai dilanjutkan pada
pertemuan kedua tanggal 12 Agustus 2016
Pada pertemuan kedua ini, proses pembelajaran menulis teks pantun dengan
aplikasi Line grup dilanjutkan selama 60 menit. Sisa waktu pada pertemuan kedua,
peserta didik diminta memindahkan pantun yang mereka tulis di Line ke dalam buku
latihan masing-masing agar mudah melakukan penyuntingan secara mandiri.
Kegiatan penyuntingan pantun karya teman berpedoman pada struktur dan kaidah
bahasa yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh guru. Kegiatan ini juga lebih banyak
menggunakan waktu yang kurang efektif karena peserta didik secara bergantian
konsultasi kepada guru pendamping maupun penulis tentang pantun teman yang
disuntingnya. Penyuntingan pantun berlanjut pada pertemuan ketiga, tanggal 18 Agustus
2016.

398
Proses penyuntingan secaraa mandiri dengan cara menyanyikan bait-bait pantun
yang ditulis temannya juga membutuhkan waktu lebih karena mereka melaksanakannya
sambil tertawa dan berkomentar ketika menemukan jumlah suku kata yang tidak
seimbang pada setiap larik dalam bait sehingga ketika dinyanyikan akan terasa janggal
dan tidak enak didengar. Hal ini menimbulkan tawa dan ejek-ejekan di antara mereka.
Proses penyuntingan pantun menghabiskan jam pelajaran secara utuh pada pertemuan
ketiga sehingga kegiatan evaluasi secara mandiri dilaksanakan pada pertemuan keempat
tanggal 19 Agustus 2016. Berdasarkan pengamatan ternyata semua peserta didik terlibat
aktif dalam pembelajaran dan sangat antusias serta gembira melaksanakan proses
penulisan pantun dengan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis
berantai, meskipun masih perlu perbaikan pada penggunaan waktu.
Berdasarkan hasil evaluasi pada pertemuan keempat yang telah disajikan dalam
tabel, dapat diketahui bahwa dari 23 orang peserta didik yang mengikuti evaluasi menulis
pantun, hanya 3 orang yang kurang dari KKM dengan persentase 13.04 %. 9 orang
termasuk dalam kategori cukup dengan persentase 39.13 %. 8 orang memperoleh nilai
dengan kategori baik dengan persentase 34.78 %, dan 3 orang memperoleh nilai dengan
kategori sangat baik dengan persentase 13.04 %. Berdasarkan persentase yang diperoleh
pada evaluasi siklus I dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hampir semua peserta
didik dapat menikmati pembelajaran menmproduksi teks pantun dengan menggunakan
Line yang dikolaborasikan dengan metode Menulis Berantai di sekolah. Rata-rata nilai
hasil belajar peserta didik dalam menulis pantun adalah 85.39 % dan termasuk dalam
kategori baik. Berikut ini adalah contoh dua bait pantun karya peserta didik yang dibuat
pada saat evaluasi.
Jalan-jalan membeli apel Malang
Apel malang terdpat manfaat
Janganlah lupa sembahyang
Agar di akhirat jadi selamat

Pisang goreng beli di pasar


Janganlah lupa membeli ketan
Bila kamu suka berkata kasar
Dirimu akan dijauhi teman (karya Sandy David T, XI IPA 4)

Upaya perbaikan yang harus dilakukan pada siklus II hanya dari segi penggunaan
waktu. Pada siklus II tidak perlu lagi menjelaskan langkah-langkah pembelajaran menulis
teks syair dengan menggunakan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode
menulis berantai. Selain itu juga tidak perlu lagi membentuk kelompok Line karena sudah
terbentuk pada pertemuan sebelumnya
Sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, kegiatan pembelajaran pada siklus
II ini dilaksanakan pada pada tanggal 25 Agustus 2016, 26 Agustus 2016, dan 01
September 2016. Kegiatan pembelajarannya adalah melaksanakan pembelajaran menulis
syair dengan menggunakan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis
berantai. Pada siklus II ini, peserta didik diberi kebebasan menulis teks syair dengan tema
bebas di kelompok Line-nya. Kegiatan pembelajaran boleh dilaksanakan di luar kelas,
misalnya di gazebo sekitar sekolah.

399
Pada siklus kedua kegiatan pembelajaran tetap berpedoman pada RPP yang sama
hanya materi yang berbeda, yaitu teks syair. Penulis tidak perlu lagi menjelaskan materi
tentang struktur dan kaidah teks syair karena telah dijelaskan pada siklus pertama. Pada
pertemuan pertama, kegiatan pembelajaran langsung dimulai dengan menulis syair
bertema bebas dengan menggunakan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode
menulis berantai. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan di luar kelas dan di dalam kelas
selama 2 x 45 menit. Setelah menyelesaikan proses penulisan syair, setiap kelompok
menyaling ulang syair dalam Line tersebut ke atas kertas untuk dilakukan penyuntingan
secara berkelompok pada pertemuan kedua.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2016. Kegiatan pembelajarannya
adalah menyunting struktur dan kaidah bahasa teks syair secara berkelompok. Syair
berantai yang mereka ciptakan bersama tersebut dipindahkan ke atas kertas untuk
disunting secara berkelompok. Kegiatan penyuntingan dilaksanakan secara silang. Tiap
kelompok menyunting syair kelompok lainnya. Setelah disunting, perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil suntingannya dan menjelaskan kepada semua peserta didik di
kelas. Setelah prsentasi selesai, syair yang sudah diedit ditulis kembali dan dipajang di
majalah dinding kelas Bahasa Indonesia. Kegiatan ini beerlangsung selama 90 menit.
Berikut ini adalah contoh syair berantai yang mereka buat.

Gambar 3 :contoh pantun berantai dengan aplikasi Line

SYAIR KEINDAHAN ALAM INDONESIA

400
Bencana alam tiada habisnya
Gunung memetus dan gempa sudah biasa
Apa yang terjadi dengan Indonesia
Apakah Tuhan marah dengan kita?
(Adolf Wirendra)
Tuhn telah memberi tahu kita
Agar kita menjaga alamnya
Alam yang indah dari dulunya
Kini berubah jadi bencana
(Fikri Putra)
Terkadang kita tidak menyadari
Akan nikmat yang telah diberi
Bertapa mulia berkah Illahi
Mengapa tidak kita syukuri
(Bu Sitti)

Salah seorang mewakili kelompok masing-masing untuk membacakan karya


mereka di depan kelas. Kemudian, pada saat menutup pelajaran, penulis berpesan bahwa
pertemuan berikutnya tanggal 01 September 2016 akan diadakan evaluasi menulis teks
syair dengan tema berbeda dengan syair yang mereka buat dengan kelompok Line Tema
yang dipilih adalah Ketidakadilan, Kemiskinan, Biografi Tokoh, lingkungan, Adiwiyata,
Sosial Kemanusiaan, Pendidikan, dan keimanan atau keagamaan.
Pertemuan ketiga pada siklus II adalah mengadakan evaluasi menulis teks syair
secara mandiri. Setelah mengabsen kehadiran dan menumbuhkan motivasi peserta didik,
penulis menanyakan apakah mereka siap menulis syair tanpa media Line dengan lebih
baik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh sebelumnya. Hampir semua siswa
menjawab serentak dengan penuh keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan
evaluasi kali ini dengan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Penulis membacakan
sebuah syair yang ditulis salah seorang peserta didik pada evaluasi yang pertama. Hal ini
bertujuan memotivasi mereka sebelum kegiatan evaluasi dimulai. Kegiatan memotivasi
ini berlangsung selama 15 menit. Kemudian penulis menuliskan beberapa tema yang
menjadi pilihan di saat evaluasi. Jumlah syair yang ditulis minimal 10 bait. Evaluasi
menulis syair dilaksanakan dengan waktu 60 menit.
Kegiatan pembelajaran pada siklus II sudah lebih baik dari siklus I. Peserta didik
yang sedang menulis teks syair dengan menggunakan Line grup terlihat antusias dan
tidak nampak mengalami kesulitan. Hal ini mungkin karena mereka telah melaksanakan
kegiatan ini sebelumnya. Penggunaan media Line ternyata sangat memudahkan mereka
dalam memproduksi teks syair. Berdasarkan pengamatan, siswa terlihat lebih fokus pada
kegiatan memproduksi teks syair di kelompok Line-nya. Hal ini karena sebelumnya
mereka sudah dibekali dengan pengalaman menulis teks pantun dengan kelompok Line
Selain itu, hasil evaluasi teks pantun secara mandiri yang kurang memuaskan mereka
menjadi motivasi untuk mendapatkan nilai yang lebih baik pada saat evaluasi teks syair
agar memperoleh nilai rata-rata memproduksi teks puisi menjadi lebih baik. Kegiatan
penyuntingan yang dilaksanakan secara mandiri dan berkelompok juga sangat membantu

401
mereka dalam memahami struktur dan kebahasaan teks syair sehingga sangat membantu
mereka ketika menulis teks syair secara mandiri pada saat ulangan harian.
Berdasarkan hasil evaluasi menulis syair pada pertemuan ketiga dapat diketahui
bahwa dari 23 orang peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut, terdapat 11 orang
termasuk dalam kategori baik sekali dengan persentase 47.83%, dan 12 orang termasuk
dalam kategori baik dengan persentase 52,17%. tidak ada seorang peserta didik pun yang
mendapat nilai di bawah KKM. Nilai rata-rata kelas untuk evaluasi menulis teks syair
adalah 91.30% termasuk dalam kategori sangat baik. Beberapa syair dengan berbagai
tema telah berhasil ditulis oleh peserta didik dengan baik dan benar sesuai dengan struktur
dan kaidah bahasanya.

PEMBAHASAN
Berdasarkan pemaparan data dan hasil penelitian yang dijelaskan sebelumnya,
nilai rata-rata peserta didik dalam menulis pantun pada siklus I adalah 85.39, nilai rata-
rata peserta didik dalam menulis syair pada siklus II adalah 91.30.
Kompetensi peserta didik dalam menulis puisi sesuai dengan struktur dan kaidah
bahasanya mengalami kenaikan dari siklus I ke siklus II sebesar 5.91%. Hal ini berarti
telah terjadi peningkatan kemampuan menulis peserta didik setelah pembelajaran dengan
menggunakan alpikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai.
Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan
aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai ini dapat
membangkitkan motivasi peserta didik dalam mengembangkan imajinasi dan berani
menuangkannya dalam bentuk puisi seperti pantun dan syair yang sesuai dengan
strukturnya. Peningkatan motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran sangat
berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Hal ini terbukti dari peningkatan nilai rata-rata
evaluasi menulis teks pantun yang dilaksanakan pada siklus I dan teks syair pada siklus
II. Meningkatnya motivasi peserta didik terlihat pada saat observasi dalam kegiatan
pembelajaran. Peserta didik terlihat serius dan antusias membaca pantun dan syair yang
ditulis dan dikirim teman kelompok Line -nya di handphone masing-masing., sebelum
melanjutkan atau menyambung bait-bait puisi tersebut. Masing-masing peserta didik
terlihat serius dan fokus berfikir dan memilih diksi yang tepat sesuai dengan tema yang
sudah disepakati dalam menulis pantun dan syairnya. Mereka sibuk berfikir dan
mengembangkan gagasan yang muncul secara spontanitas. Peserta didik yang pada
awalnya tidak berani atau bingung mau memulai menulis puisi, sudah termotivasi untuk
menulis karena dia hanya meneruskan bait-bait puisi yang telah lebih dulu ditulis teman-
temannya, bahkan guru sebagai peneliti juga masuk ke dalam grup Line mereka dan ikut
mengirimkan pantun dan syair seperti yang terlihat pada gambar berikut ini. Pada gambar,
syair yang berwarna hijau adalah karya gurunya (peneliti). Pengalaman menulis yang
mereka laksanakan bersama-sama merupakan proyek bersama yang sangat mengasyikkan
dan menggembirakan.
Selama proses pembelajaran menulis pantun dan syair dengan aplikasi Line yang
dikolaborasikan dengan metode menulis berantai, motivasi belajar peserta didik sangat
baik sehingga berpengaruh positif terhadap hasil belajarnya. Hal ini tergambar dalam
persentase tiga faktor penting yang menjadi indikator peningkatan motivasi belajar

402
peserta didik, yaitu bila keaktifan, keantusiaan, dan keceriaan peserta didik selama
pembelajaran terlihat sangat baik. Berdasarkan tabel di atas keaktifan, keantusiasan, dan
keceriaan peserta didik selama pembelajaran mencapai 91.30 %. Angka ini menunjukkan
bahwa motivasi peserta didik dalam pembelajaran sangat baik.

Gambar 4 :contoh syair berantai dengan aplikasi Line

Berdasarkan jawaban peserta didik terhadap angket, diketahui bahwa pada


umumnya peserta didik sangat setuju dan sangat menikmati pembelajaran menulis teks
pantun dan syair dengan menggunakan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengana
metode menulis berantai. Berdasarkan jawaban angket yang diberikan kepada peserta
didik, pada umumnya mereka menjawab sangat setuju. Dari lima pertaanyaan angket
yang diberikan tidak ada yang menjawab tidak setuju. Persentase mencapai 100 % untuk
pertanyaan nomor 2 dan 3. Semua peserta didik menjawab sangat setuju bahwa
pembelajaran dengan media dan metode ini lebih menarik dan dapat menciptakan suasana
belajar lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Sedangkan untuk nomor 1, 3, dan
5 peserta didik menjawab setuju. Mereka setuju bahwa dengan media Line dan metode
menulis berantai, penjelasan guru lebih mudah dimengerti, motivasi belajar mereka juga
jadi meningkat, sehingga mereka yakin hasil belajarnya juga menjadi lebih baik dari
sebelumnya
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, paling tidak para peserta didik sudah
bisa menghasilkan beberapa buah pantun dan syair baik puisi berantai yang mereka buat
bersama-sama di grup Line -nya maupun pantun dan syair yang mereka secara mandiri
pada saat evaluasi. Pantun dan syair yang mereka buat beragam tema dan cerita. Banyak

403
sekali ide atau tema yang mereka kembangkan. Daya imajinasi mereka benar-benar
bekerja dengan baik. Tema-tema pantun dan syair yang beragam, yang mereka
kembangkan di grup Line tersebut terbukti memotivasi kreativitas mereka ketika menulis
pantun dan syair secara mandiri pada saat evaluasi. Semua peserta didik dapat menulis
pantun dan syair dengan baik. Pantun dan syair tersebut telah dijilid dalam bentuk
kumpulan pantun dan syair yang telah dijadikan sebagai referensi perpustakaan kelas
Bahasa Indonesia dan perpustakaan sekolah. Di samping itu dijadikan kenang-kenangan
bahwa mereka pernah menulis puisi secara bersama atau berantai.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penggunaan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode menulis berantai
dapat meningkatkan kompetensi menulis teks pantun dan syair peserta didik kelas XI IPA
4 SMA Cendana Pekanbaru. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata-rata yang
diperoleh peserta didik pada saat dilakukan evaluasi menulis teks pantun dan tek syair,
yaitu 85.39 % dan 91.30 %. Dengan demikian, nilai rata-rata menulis menulis teks puisi
adalah 88.35 % dengan kategori baik.
Di samping meningkatnya kemampuan peserta didik dalam menulis puisi,
kolaborasi media Line dan metode menulis berantai ini juga dapat menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan. Berdasarkan observasi atau pengamatan yang, persentase
motivasi belajar peserta didik yang mencakup keaktifan, keantusiasan, dan keceriaan
peserta didik selama pembelajaran tergolong baik, yakni 91.30%.
Belajar Bahasa Indonesia menjadi lebih variatif dan tidak membosankan. Semua
peserta didik sangat antusias dan sangat menikmati pembelajaran menulis teks pantun
dan syair. Para peserta didik aktif menuangkan imajinasinya, meneruskan bait-bait yang
telah lebih dulu dikirim teman sekelompoknya di Line. Pembelajaran menulis puisi yang
sebelumnya diselesaikan di rumah, dapat diselesaikan di sekolah dan dapat dipantau oleh
guru.
Penulis berharap melalui kegiatan pembelajaran ini, peserta didik akan
termotivasi untuk menulis teks pantun dan syair sehingga seni dan budaya Indonesia ini
akan terus abadi, dikenal dan dilestarikan oleh generasi muda. Selain itu guru Bahasa
Indonesia dapat memanfaatkan aplikasi Line yang dikolaborasikan dengan metode
menulis berantai dalam menumbuhkan motivasi peserta didik dan meningkatkan
kemampuan mereka dalam menulis puisi. Sebagai bentuk apresiasi atau penghargaan
kepada peserta didik, guru Bahasa Indonesia hendaknya memfasilitasi peserta didik untuk
mengirimkan karya-karya tersebut ke majalah atau surat kabar dan sering memotivasi
peserta didik untuk mengikuti lomba. Di samping itu, majalah dinding sekolah atau
majalah dinding kelas Bahasa Indonesia harus lebih digalakkan dan ditingkatkan lagi agar
semua karya peserta didik dapat dipajang dan dibaca oleh teman-temannya. Dengan
dipajangnya karya-karya mereka di majalah dinding, peserta didik yang lain dapat
termotivasi untuk menulis, tidak hanya puisi tetapi juga karya-karya tulis lainnya.
Kumpulan pantun dan syair peserta didik yang telah dibukukan dalam bentuk kumpulan
puisi tersebut diharapkan dapat dijadikan media pembelajaran pada kompetensi-
kompetensi yang berkaitan dengan puisi.

DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. (2004).Pantun-Pantun Melayu Kuno. Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau.

404
Syathariah, Sitti. 2011. Estafet Writing (Menulis Berantai). Yogyakarta:Leuticaprio.

Suroso.(1989). Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.


Susiliana, Rudi dan Cepi Riayana, M.Pd. (2007). Media Pembelajaran. Bandung:
Wacana Prima.
Zubaidah, Siti Dkk. (2006). Pembelajaran Kontektual dengan Metode Inkuiri untuk
Meningkatkan kemampuan berfikir, hasuilk dan Motivasi Belajar IPA pada
Peserta didik Kelas V madrasah Ibtidaiyah Wahid hasyim III
Malang.malang:UNM

405
“KOLABORASI MEDIA PEPISONG DAN MODEL NHT INTERAKTIF
UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN PERANG DUNIA II KELAS IX SMP NEGERI
SATAP APADO”

Oleh

Sopian Pobela, S.Pd, sopianpobela23@gmail.com


SMP Negeri Satap Apado, Kab. Bolaang Mongondow
Provinsi Sulawesi Utara

ABSTRAK

Sopian Pobela, S.Pd. “Kolaborasi Media Pepisong dan Model NHT Interaktif Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Perang Dunia II
Kelas IX di SMP Negeri Satap Apado.”

Permasalahannya kondisi siswa di pembelajaran perang dunia II seringkali didominasi


oleh kegiatan menulis, mencatat, mendengarkan guru menerangkan, membaca buku.
Semua itu adalah aktivitas yang dilakukan oleh otak kiri saja sehingga siswa sering
merasa bosan untuk belajar dan kurang memiliki inisiatif untuk aktif secara individu
maupun berkelompok.

Salah satu cara agar pembelajaran IPS dapat berlangsung dalam suasana aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAKEM) berbasis TIK adalah pemanfaatan
software Mindjet MindManager Pro 7 untuk menyusun media PEPISONG yang
merupakan singkatan dari Peta PIkiran yang masih koSONG sebagai bentuk kegiatan
integrasi teknologi dalam pembelajaran yang didukung model pembelajaran
berkelompok Number Head Together(NHT) interaktif dengan yang
memanfaatkan software SmartNotebook 10.7. Strategi ini disinyalir akan lebih mampu
meningkatkan aktivitas sekaligus hasil belajar siswa.

Penelitian ini direncanakan terbagi ke dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan
mengikuti prosedur perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing),
dan refleksi(reflecting).

Penerapan kolaborasi media pepisong dan model NHT interaktif ternyata dapat
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS siswa kelas IX SMPN Satap Apado pada
materi Perang Dunia II. Terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari
siklus I ke siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa mencapai 78,00 dan
ketuntasan belajar sebesar 73,07%, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar
meningkat menjadi 78,31 dan ketuntasan belajar siswa mencapai 88,46%. Peningkatan

406
hasil belajar tersebut memiliki makna bahwa kolaborasi media pepisong dan model NHT
interaktif efektif untuk pembelajaran IPS pada materi Perang Dunia II.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Aktivitas Belajar, Kolaborasi Media, Pepingsong, NHT.
PENDAHULUAN

Model pembelajaran yang didominasi oleh guru melalui ceramah-ceramahnya


menyampaikan sejumlah informasi/materi pelajaran yang sudah disusun secara
sistematis mengkondisikan siswa dalam tingkat partisipasi yang rendah serta siswa sering
berada dalam situasi “tertekan” yang berakibat pada tidak optimalnya pemusatan
perhatian pada kemampuan yang harus dikuasainya menjadi rendah termasuk juga
aktivitas belajar yang kurang menantang siswa untuk melakukan kerja yang
maksimal. Dan kalau hal ini terus berlanjut maka tujuan pengajaran IPS yang telah
disampaikan di atas tidak dapat tercapai.

Atas dasar semua itu, perlu adanya upaya-upaya agar segala hambatan yang selama ini
berlaku dapat segera diatasi. Upaya-upaya yang mampu mengkondisikan seluruh siswa
dapat aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu cara agar pembelajaran IPS dapat
berlangsung dalam suasana aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) berbasis
TIK adalah pemanfaatan software Mindjet MindManager Pro 7 untuk menyusun media
PEPISONG yang merupakan singkatan dari Peta Pikiran yang masih kosong sebagai
bentuk kegiatan integrasi teknologi dalam pembelajaran yang didukung model
pembelajaran berkelompok Number Head Together(NHT) interaktif dengan yang
memanfaatkan software SmartNotebook 10.7. Strategi ini disinyalir akan lebih mampu
meningkatkan aktivitas sekaligus hasil belajar siswa

Sebelum dibahas pengertian peta pikiran kosong, perlu dijelaskan disini bahwa peta
pikiran (mind map) dalam konteks ini adalah pemanfaatan aplikasi piranti
lunak (software) Mindjet MindManager Pro7 untuk membuat peta pikiran. Konsep Mind
Map ala Tony Buzan sedikit banyak membutuhkan kemampuan dan waktu untuk
menggambar. Dan usaha ini tentunya akan memakan waktu yang tidak sedikit. Namun,
dengan aplikasi ini kita tidak perlu khawatir akan hambatan ini sehingga kita dapat
bekerja dengan kreatif namun dengan waktu yang relatif singkat.

Konsep pemetaan pikiran diperoleh dengan menggabungkan antara teks dan gambar
dalam sebuah bentuk jaringan sehingga mudah dipahami, menarik dan pastinya mudah
diingat.

Tony Buzan menemukan bentuk yang mampu menerjemahkan konsep ingatan imajinasi
dan asosiasi tersebut, Tony Buzan menemukan bahwa bentuk alat yang mirip sulur
binatang, sederhana dan cantik mampu memberikan kebebasan untuk berpikir dengan

407
rancangan sendiri yang mencerminkan kreativitas dan kecerdasan alami saat proses
berpikir sedang berlangsung.Bentuk ini bisa dibuat oleh siapa saja tanpa membutuhkan
kemampuan menggambar yang mahir, namun tetap bisa mewakili ide/gagasan yang
ingin disampaikan. Interpretasi ide, gagasan dan informasi inilah yang kemudian
disebut Mind Map. Tony Buzan mengungkapkan bahwa Mind Map membantu kita untuk
belajar, mengatur, menyimpan sebanyak mungkin informasi yang diinginkan, serta
mengelompokkan informasi tersebut sehingga memudahkan untuk mendapatkan kembali
informasi atas segala hal yang dibutuhkan.

Mind map juga merupakan cerminan dari kemampuan dan proses berpikir alami otak
yang sarat dengan gambar. Dengan cara mengungkapkan ide seperti ini, kita melatih otak
untuk berpikir secara teratur dan seimbang dengan menggunakan fungsi otak kiri dan
kanan.

Mind Map adalah suatu teknis grafis yang memunginkan kita untuk mengeksplorasi
seluruh kemampuan kita untuk berpikir dan belajar. Mind map prinsip kerjanya sudah
melibatkan kedua belah otak secara aktif dan sinergis sehingga pembelajaran pasti terasa
menyenangkan. Penggunaan gambar dan illustrasi dalam belajar akan mengaktifkan otak
kanan siswa, dan menyeimbangkan dengan otak kirinya. Mind Map banyak
menggunakan gambar yang dapat mengaktifkan otak kanan (OKA) dan warna yang
menyenangkan otak.

Jika kita sebagai guru ingin melihat siswa yang sulit diaktifkan termasuk siswa paling
pendiam pun berani tampil ke depan kelas maka ada teknik yang dapat dijadikan alternatif
bagi para guru yaitu melalui pemanfaatan Random Tools for Students yang merupakan
bagian dari software SmartNotebook 10.7 (software layar sentuh) dan dikombinasikan
oleh Model PembelajaranNumber Heads Together (NHT Interaktif/ NHT Digital).

Apa yang dimaksud dengan SmartNotebook 10.7? aplikasi ini diperuntukkan bagi
penyusunan media pembelajaran interaktif berbasis layar sentuh yang dikembangkan
oleh Smart Technologies Inc. dari Kanada. Ada banyak fitur-fitur menarik yang dapat
para guru kembangkan dari aplikasi SmartNotebook 10.7 ini, salah satu yang menarik
menurut penulis setelah penulis mempraktekkan langsung di kelas bersama siswa
yaitu Random Tools for Students.

Random Tools for Students tadi akan sangat “powerfull’ jika dikombinasikan dengan
Model Pengelompokkan Number Heads Together (NHT) yang ditemukan oleh Spencer
Kagan tahun 1992. Model pembelajaran ini mengkondisikan seluruh siswa menjadi
beberapa kelompok kecil dimana tiap anggota kelompok memiliki nomor urut masing-
masing yang juga menjadi kode panggil. Cara pemilihan anggota kelompoknya pun
diupayakan heterogen dari sisi kemampuan siswanya sehingga distribusi ilmunya akan
terjalin dengan baik serta lebih merata .Dalam konteks ini, penulis mengembangkan

408
model NHT tadi dengan menyusunnya menggunakansoftware SmartNotebook
10.7 terutama dengan fitur Random Tools for Students sehingga NHTyang terbetuk
menjadi lebih interaktif lagi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
“Apakah penerapan Media Pepisong dan Model Number Heads Together
(NHT) interaktif dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPS materi perang dunia II di kelas IX SMP Negeri Satap Apado. Adapun
tujuan penelitian ini adalah agar dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa
dalam pembelajara IPS dan mengoptimalkan potensi otak kanan dan kiri para siswa.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan di bidang pendidikan khususnya dalam


meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di pembelajaran IPS.

METODE DAN PEMECAHAN MASALAH

Untuk menjawab apakah kolaborasi media pepisong dan model NHT interaktif, mampu
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS materi perang dunia II kelas IX SMP N Satap
Apado? Berikut ini adalah perlakuan pembelajaran sebelum dan sesudah penggunaan
kolaborasi media pepisong dan model NHT interaktif.

Untuk melihat peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mengikuti mata
pelajaran IPS materi perang dunia II melalui kolaborasi media pepisong dan model NHT
interaktif, dilalukan penelitian tindakan kelas denga 2 siklus dengan prosedur penelitian
mulai dari siklus pertama terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi
sebagai berikut :

SIKLUS I (Tiga kali pertemuan)

1. perencanaan (Planning)
- penulis melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar
yang akan disampaikan kepada siswa.
- Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
- Membuat lembar kerja siswa berupa file peta pikiran yang masih kosong
memanfaatkan software Mindjet MindManager Pro 7.
- Sosialisasi pada siswa tentang hukum peta pikiran & cara membuatnya.
- Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
- Menyusun NHT Interaktif memanfaatkan software SmartNotebook 10.7.
- Membuat lembar observasi untuk mendokumentasikan kegiatan siswa.
- Membuat lembar observasi untuk mendokumentasikan kegiatan guru.
2. Pelaksanaan (Acting)

409
Alokasi
Uraian Kegiatan
Waktu

1. 1. Kegiatan Pendahuluan

1.1 Apersepsi: Guru membuka pertemuan dengan


doa lalu memberi salam, menuliskan nama siswa yang
tidak masuk dan bertanya kepada siswa apakah sudah
Pertemuan ke-1 siap mengikuti pelajaran.
(Latar Belakang 10
Perang Dunia II) menit
1.2 Guru mengemukakan kompetensi yang akan
dicapai pada pertemuan saat itu.

1.3 Guru mengaitkan peran/manfaat penguasaan


kompetensi dalam kehidupan siswa.

1. 2. Kegiatan Inti:

EKSPLORASI

2.1 Guru menayangkan foto/gambar tentang Perang


Dunia II. Guru meminta tanggapan / komentar beberapa
siswa terhadap tayangan foto/gambar tersebut.

2.2 Guru mengajukan pertanyaan untuk menggali


informasi sekaligus menimbulkan ketertarikan siswa
terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari. 60
menit
ELABORASI

2.3 Guru membentuk kelompok dengan cara yang unik


sehingga para siswa terbagi menjadi 6 (enam)
kelompok.

2.4 Tiap kelompok menggunakan satu


Notebook/Netbook untuk bekerja kelompok.

2.5 Guru membagikan lembaran bahan diskusi


sekaligus bahan kerjaberupa rangkuman materi dalam

410
bentuk catatan linear dan FKS (File Kerja Siswa)berupa
Peta Pikiran yang sebagian kosong dan sebagian kecil
telah terisi pada sub judul yaitu Latar Belakang Perang
Dunia II.

2.6 Tiap kelompok berdiskusi dan bekerja sama untuk


memahami materi pelajaran yang bersumber dari
rangkuman materi yang telah diberikan oleh guru serta
mengisi File Kerja Siswa berupa Peta Pikiran Kosong.

2.7 Selama diskusi guru melakukan penilaian


menggunakan tabel pengamatan kegiatan siswa.

KONFIRMASI

2.8 Guru mengundi dengan memanfaatkan NHT


Interaktif yang dibuat menggunakan software
SmartNotebook 10.7dengan berdasarkan Tabel
Penilaian Proses Number Heads Together untuk
memilih kelompok mana yang presentasi terlebih
dahulu sekaligus anggota kelompok mana yang harus
membawakan presentasi tersebut.

2.9 Guru mengundi lagi untuk memilih secara acak


dari kelompok lain untuk bertanya atau memberi
tanggapan. Demikian seterusnya juga berlaku untuk
kelompok lain.

1. 3. Kegiatan Penutup:

3.1 Guru menguji penguasaan materi siswa melalui tes


tertulis (soal diberikan lewat tayangan Di layar LCD).
10
3.2 Guru mengumumkan kelompok terbaik pada menit
pertemuan saat itu dan mengajak seluruh siswa untuk
memberikan apresiasi terhadap kelompok terbaik
tersebut dengan tepuk tangan.

411
3.3 Guru memberikan tugas latihan soal (PR) dari
Buku BSE Sutarto.

1. 1. Kegiatan Pendahuluan

Pertemuan ke-2 1.4 Apersepsi: Guru membuka pertemuan dengan


(Pihak yang doa lalu memberi salam, menuliskan nama siswa yang
tidak masuk dan bertanya kepada siswa apakah sudah 10
Berperan &
siap mengikuti pelajaran. menit
Jalannya Perang
Dunia II)
1.5 Guru mengemukakan kompetensi yang akan
dicapai pada pertemuan saat itu.

1. 2. Kegiatan Inti:

EKSPLORASI

2.10 Guru mereviu kembali tentang materi


pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya

2.11 Guru mengajukan pertanyaan untuk


menggali informasi sekaligus menimbulkan ketertarikan
siswa terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari.

ELABORASI 60
menit
2.12 Guru memerintahkan kepada seluruh siswa
untuk kembali duduk ke kelompoknya masing-masing
sehingga para siswa terbagi menjadi 6 (enam)kelompok
seperti di pertemuan sebelumnya.

2.13 Tiap kelompok menggunakan satu


Notebook/Netbook untuk bekerja kelompok.

2.14 Guru membagikan lembaran bahan diskusi


sekaligus bahan kerjaberupa rangkuman materi dalam
bentuk catatan linear dan FKS (File Kerja Siswa)berupa
Peta Pikiran yang sebagian kosong dan sebagian kecil

412
telah terisi pada sub judul yaitu Pihak yang Berperan
dan Jalannya Perang Dunia II.

2.15 Tiap kelompok berdiskusi dan bekerja sama


untuk memahami materi pelajaran yang bersumber dari
rangkuman materi yang telah diberikan oleh guru serta
mengisi File Kerja Siswa berupa Peta Pikiran Kosong.

2.16 Selama diskusi guru melakukan penilaian


menggunakan tabel pengamatan kegiatan siswa.

KONFIRMASI

2.17 Guru mengundi dengan memanfaatkan


NHT Interaktif yang dibuat menggunakan software
SmartNotebook 10.7 dengan berdasarkan Tabel
Penilaian Proses Number Heads Together untuk
memilih kelompok mana yang presentasi terlebih
dahulu sekaligus anggota kelompok mana yang harus
membawakan presentasi tersebut.

2.18 Guru mengundi lagi untuk memilih secara


acak dari kelompok lain untuk bertanya atau memberi
tanggapan. Demikian seterusnya juga berlaku untuk
kelompok lain.

1. 3. Kegiatan Penutup:
1. Guru menguji penguasaan materi siswa melalui tes
tertulis (soal diberikan lewat tayangan Di layar LCD)
2. Guru mengumumkan kelompok terbaik pada pertemuan
saat itu dan mengajak seluruh siswa untuk memberikan
apresiasi terhadap kelompok terbaik tersebut dengan 10
tepuk tangan. menit
3. Guru memberikan tugas latihan soal (PR) dari Buku
BSE Sutarto.

413
1. 1. Kegiatan Pendahuluan

1.6 Apersepsi: Guru membuka pertemuan dengan doa


lalu memberi salam, menuliskan nama siswa yang tidak
Pertemuan ke-3 masuk dan bertanya kepada siswa apakah sudah siap
(Akibat Perang mengikuti pelajaran.
Dunia II di 10 menit
berbagai bidang)
1.7 Guru mengemukakan kompetensi yang akan
dicapai pada pertemuan saat itu.

1. 2. Kegiatan Inti:

EKSPLORASI

2.19 Guru mereviu kembali tentang materi


pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya.

2.20 Guru mengajukan pertanyaan untuk


menggali informasi sekaligus menimbulkan ketertarikan
siswa terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari.

ELABORASI
60 menit
1.3 Guru memerintahkan kepada seluruh siswa untuk
kembali duduk ke kelompoknya masing-masing
sehingga para siswa terbagi menjadi 6 (enam) kelompok
seperti di pertemuan sebelumnya.

1.4 Tiap kelompok menggunakan satu


Notebook/Netbook untuk bekerja kelompok.

1.5 Guru membagikan lembaran bahan diskusi


sekaligus bahan kerjaberupa rangkuman materi dalam
bentuk catatan linear dan FKS (File Kerja Siswa)berupa
Peta Pikiran yang sebagian kosong dan sebagian kecil

414
telah terisi pada sub judul yaitu Akibat Perang Dunia II
di berbagai bidang.

1.6 Tiap kelompok berdiskusi dan bekerja sama untuk


memahami materi pelajaran yang bersumber dari
rangkuman materi yang telah diberikan oleh guru serta
mengisi File Kerja Siswa berupa Peta Pikiran Kosong.

1.7 Selama diskusi guru melakukan penilaian


menggunakan tabel pengamatan kegiatan siswa.

KONFIRMASI

1.8 Guru mengundi dengan memanfaatkan NHT


Interaktif yang dibuat menggunakan software
SmartNotebook 10.7 dengan berdasarkan Tabel
Penilaian Proses Number Heads Together untuk
memilih kelompok mana yang presentasi terlebih dahulu
sekaligus anggota kelompok mana yang harus
membawakan presentasi tersebut.

1.9 Guru mengundi lagi untuk memilih secara acak


dari kelompok lain untuk bertanya atau memberi
tanggapan. Demikian seterusnya juga berlaku untuk
kelompok lain.

1. 2. Kegiatan Penutup:

3.1.Guru menguji penguasaan materi siswa melalui tes


tertulis (soal diberikan lewat tayangan Di layar LCD)

3.2.Guru mengumumkan kelompok terbaik pada


pertemuan saat itu dan mengajak seluruh siswa untuk 10 menit
memberikan apresiasi terhadap kelompok terbaik
tersebut dengan tepuk tangan.

3.3.Guru memberikan tugas latihan soal (PR) dari Buku


BSE Sutarto

415
3. Pengamatan (Observation)
- Situasi kegiatan belajar mengajar.
- Keterlibatan siswa untuk mengukur seberapa tinggi aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran.
- Kemampuan siswa dalam kerja kelompok maupun individu.
4. Refleksi (Reflecting)
Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
- Minimal 75% dari jumlah siswa aktif mengikuti pembelajaran.
- Minimal 75% dari jumlah siswa memiliki nilai ulangan harian yang mencapai
dan/atau melampaui KKM mata pelajaran IPS yaitu 72.

SIKLUS II (Tiga kali pertemuan)

Seperti halnya siklus pertama, silus kedua pun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi.

1. Perencanaan (Planning)
- Penulis membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus
pertama.
2. Pelaksanaan (Acting)
- Guru melaksanakan pembelajaran IPS dengan menerapkan media peta pikiran
yang masih kosong dan didukung dengan model pengelompokkan metode
kepala bernomor (NHT)interaktif.
3. Pengamatan (Observation)
- Penulis (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap kegiatan
pembelajaran
4. Refleksi (Reflecting)
- Penulis melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti pada siklus I dan siklus II terjadi
peningkatan pada hasil belajar siswa. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I mencapai
66,54% dengan nilai rata-rata kelas sebesar 78,00 dan pada siklus II persentase ketuntasan
sebesar 88,46% dengan nilai rata-rata 78,31. Adanya peningkatan hasil belajar siswa pada
siklus II menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan kolaborasi media
pepisong dan model NHT interaktif, berhasil meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS terutama pada materi Perang Dunia II.

Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran dengan
menggunakan kolaborasi media pepisong dan model NHT interaktif pada siklus II sebesar

416
77,59%. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkat an aktivitas belajar siswa yang
pada siklus 1 sebesar 66,54% meningkat menjadi 77,59%

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada siswa kelas IX SMP N Satap Apado
sudah tidak merasa kesulitan lagi dalam mempelajari materi Perang Dunia II. Hal tersebut
ditandai dengan adanya antusiasme siswa selama pembelajaran berlangsung dan rata-rata
hasil belajar yang dicapai siswa setelah diterapkannya kolaborasi media pepisong dan
model NHT interaktif.

Penerapan kolaborasi media pepisong dan model NHT interaktif ternyata juga dapat
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS siswa kelas IX SMPN Satap Apado pada
materi Perang Dunia II. Terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari
siklus I ke siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa mencapai 78,00 dan
ketuntasan belajar sebesar 73,07%, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar
meningkat menjadi 78,31 dan ketuntasan belajar siswa mencapai 88,46%. Peningkatan
hasil belajar tersebut memiliki makna bahwa kolaborasi media pepisong dan model NHT
interaktif efektif untuk pembelajaran IPS pada materi Perang Dunia II, karena pada tipe
ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan teman dan
saling membantu antar siswa yang pandai dengan yang kurang pandai.

Hasil peneltian tindakan kelas yang dilakukan guru dengan menggunakan kolaborasi
media pepisong dan model NHT interaktif untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa pada pembelajaran IPS kelas IX materi Perang Dunia II di SMPN Satap Apado
adalah meningkatnya aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa. Aktivitas belajar
siswa, dan hasil belajar siswa dapat meningkat apabila memperhatikan karakteristik
siswa, karakteristik materi pelajaran, sarana dan prasarana, alokasi waktu pembelajaran,
dan kondisi kelas.

PENUTUP

SIMPULAN :

Hasil pembelajaran dapat disimpulkan bahwa :

1. kolaborasi media pepisong dan model NHT interaktif efektif untuk pembelajaran
IPS pada materi Perang Dunia II, karena pada tipe ini guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan teman dan saling membantu
2. siswa dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa
mencapai 78,00 dan ketuntasan belajar sebesar 73,07%, sedangkan pada siklus II
nilai rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 78,31 dan ketuntasan belajar siswa
mencapai 88,46%.

417
SARAN

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan datap memberikan manfaat bagi :

1. siswa

Dapat memberikan keaktifan siswa menyelesaikan tugas mandiri dan kelompok,


baik yang berstruktur maupun yang tidak berstruktur menjadi meningkat
sehingga prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPS konsep materi perang
dunia II meningkat serta pengetahuan tentang Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dalam proses belajar, juga meningkatkan keberanian siswa
mengungkapkan pendapat, ide, pertanyaan dan saran.
2. Guru
Dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya dengan menggunakan metode
yang tidak lagi bersifat konvensional, akan tetapi lebih bersifat variatif
3. Sekolah
Mendapatkan pengetahuan baru sehingga kualitas pembelajaran IPS meningkat
sejalan dengan perkembangan Teknlogi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan
kinerja seluruh warga sekolah meningkat pula.

418
DAFTAR PUSTAKA

Buzan, Tony. 2002. Gunakan Kepala Anda. Jakarta: Delapratasa Publishing.

Enterprise, Jubilee. 2008. Seni Berpikir Cerdas dengan Mind Manager 7. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.

Manurung, M. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.

Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.

419
PEMANFAATAN APLIKASI PADLET DAN LINO UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENULIS BAHASA INGGRIS MAHASISWA NON ENGLISH
DEPARTMENT

Sri Lestari
Email: lestari_sri1986@yahoo.co.id
IKIP PGRI Madiun

Padlet dan lino berfungsi untuk mendorong berbagi dan berkolaborasi dalam
menulis dan berbicara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) kegiatan proses
belajar mengajar menulis Bahasa Inggris dengan menggunakan aplikasi padlet dan lino
pada mahasiswa PGSD (2) Adanya perkembangan hasil dan kualitas menulis Bahasa
Inggris pada mahasiswa PGSD dengan menggunakan aplikasi padlet dan lino. Subjek dari
penelitian ini adalah mahasiswa 3I PGSD IKIP PGRI Madiun dimana penelitian
berlangsung sejak Agustus sampai Oktober 2016. Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu: perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan
beberapa teknik meliputi observasi, wawancara, kompilasi data latihan tiap siklus, dan
tes menulis. Sedangkan ada 2 cara menganalis data yaitu pertama data kuantitatif berupa
hasil tes menulis. Statistik deskriptif membandingkan skor dari pre-test dan post-test.
Kedua, data kualitatif dianalis dengan menggunakan Constant Comparative Method.
Hasil dari penelitian ini adalah terkait dengan penerapan pemanfaatan aplikasi padlet
yaitu: 1) aplikasi ini dapat digunakan sebagai latihan menulis secara online setiap waktu,
yang membuat kemampuan mereka menjadi lebih meningkat, 2) Situasi proses menulis
dapat merangsang mahasiswa untuk mengeksplor ide, disebabkan karena mahasiswa
dapat mengunggah video, record, ataupun gambar sesuai dengan topik, Peningkatan
kemampuan menulis mahasiswa dapat dilihat dari nilai postes di akhir siklus. Nilai rata-
rata pratindakan adalah 69,15, siklus I adalah 73,63, dan siklus II adalah 77,10.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan aplikasi padlet dapat
meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa non English Department.

Kata Kunci: Menulis deskripsi, padlet, lino

420
PENDAHULUAN

Permasalahan yang sering terjadi di kelas Bahasa Inggris adalah pada skill
menulis. Kemampuan menulis paragraf dianggap sulit oleh hampir semua mahasiswa.
Kebanyakan tingkat pemahaman mahasiswa masih kurang terhadap isi, penggunaan
grammar, tanda baca dan ejaan yang tepat, sehingga didapatkan hasil yang kurang
memuaskan saat proses evaluasi. Padahal seharusnya mahasiswa memiliki kemampuan
untuk menulis paragraf dengan menggunakan susunan organisasi yang benar,
mengembangkan ide yang koheren, menggunakan grammar yang sesuai untuk membuat
susunan kalimat, menggunakan dan memilih kata yang tepat, serta menggunakan tanda
baca dan ejaan yang tepat pada setiap kalimat.
Menurut Heaton (1975: 135) kemampuan menulis adalah kompleks dan terkadang
sulit untuk diajarkan yang tidak hanya membutuhkan kemampuan grammar tapi juga
konsep isi yang ditulis. Ada lima aspek menulis, yaitu: 1) grammar atau tata bahasa:
kemampuan untuk menulis kalimat dengan tepat, 2) mechanics: kemampuan untuk
menggunakan tanda baca dalam bahasa tulis dengan tepat, misal: pengunaan huruf besar
dan kecil, tanda baca (koma, titik, apostrof, dll), ejaan, 3)content atau isi: Kemampuan
untuk berfikir kreatif dan mampu mnegembangkan ide yang relevan dengan ide pokok
atau topik kalimat, 4) Kosakata (vocabulary) :kemampuan untuk mengunakan kosakata
yang tepat dan efektif , 5) Organization (susunan organisasi paragraf): kemampuan untuk
menulis pargaraf atau esei sesuai dengan tujuan dari penulisan dan jenis tulisan
(argumentatif, descriptif, logical order, comparison contrast, dll) , dan juga mengetahui
siapa pembaca yang menyatu dengan kemampuan dalam memilih, menyusun, dan menata
informasi yang relevan.

Nunan (2001: 35) menyatakan bahwa kesulitan dalam menulis oleh pengguna
bahasa baik untuk pelajar bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing adalah belajar
untuk menulis dengan lancar dan ekspresif. Oleh karena itu, kemampuan menulis
merupakan salah satu hal sulit untuk dikuasai karena membutuhkan kemampuan khusus
untuk memproduksi bahasa dalam bentuk tertulis. Nunan (2001: 370) juga menambahkan
keberhasilan dalam menulis melibatkan: kemampuan dalam pengunaan tanda baca, ejaan,
sistematika tata kalimat (grammar) yang berpengaruh pada makana tulisan, organisasi isi
paragraf yang merefleksikan informasi yang akan disampaikan, struktur topik atau
komentar, kemampaun merevisi dan menyeleksi gaya bahasa sesuai dengan target atau
pembaca. Selanjutnya, menurut Hylan dalam Richard (2001: 21) menulis itu melibatkan
kemampuan menyusun dan pengetahuan tentang teks, konteks, dan pembaca. Penulis
tidak hanya butuh strategi realistis untuk menulis dan merevisi tapi juga memahami genre
tulisan yang sesuai dengan konteks. Hal itu berarti bahwa, kita tidak hanya fokus pada
grammar dan mechanic, namun juga memberi perhatian pada konteks isi tulisan.
Berdasarakan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek dalam menulis terdiri
dari lima hal yaitu: kemampuan menyampaikan isi atau konten dengan efektif, menyusun
organisasi paragraf dengan tepat, mengunakan grammar yang sesuai, memilih kosakata

421
dan mekanis yang tepat sehingga mendukung kualitas tulisan yang sesuai dengan tujuan
penulisan dan kepada siapa tulisan tertuju.

Kemampuan berbahasa terutama keterampilan menulis bukanlah suatu yang dapat


diajarkan melalui teori atau penjelasan.. Mahasiswa tidak akan memiliki keterampilan
bahasa yang baik jika mahasiswa hanya duduk dan mendengarkan serta mencatat
penjelasan guru. Akan tetapi mahasiswa akan terampil terutama keterampilan menulis
dengan banyak berlatih, baik dikelas maupun dirumah. Latihan- latihan menulis jika
hanya dilaksanakan di kelas maka membutuhkan waktu yang banyak. Oleh karena itu
diperlukan aplikasi untuk mengasah kemampuan menulis mahasiswa.

Salah satu inovasi yang bisa diterapkan untuk melatih dan mempermudah
tercapainya pembelajaran writing dikelas yaitu dengan bantuan teknologi, yaitu:
pemanfaatan aplikasi padlet dan lino. Padlet dan lino merupakan aplikasi dimana
mahasiswa bisa log in dan memiliki wall masing- masing. Fungsi adanya padlet dan lino
adalah agar mahasiswa dapat berkomunikasi, mengumpulkan bahan tugas dan
mengkolaborasikan dengan hasil pekerjaan atau tugas teman. Pada aplikasi ini, dosen
secara langsung bisa memantau apa yang telah dikerjakan oleh mahasiswa.
Padlet dan lino merupakan sarana berbasis web menyusun ide dan berkolaborasi
secara online dimana mahasiswa dapat mengunggah hasil tulisan, video, dan gambar
mereka untuk dibagikan dan dibaca oleh anggota grup tersebut. Lalu masing- masing
individu dapat mengecek, mengevaluasi, dan mereview hasil pekerjaan teman yang lain.
Untuk tujuan pembelajaran, padlet berfungsi untuk mendorong berbagi dan ber
kolaborasi.
Padlet (www.padlet.com) adalah suatu aplikasi multimedia online yang bisa
dimanfaatkan untuk memaksimalkan waktu pembelajaran yang terbatas. Padlet dan lino
berbentuk sticky notes, dimana mahasiswa dapat menulis ide-ide mereka terkait dengan
topic pembahasan. Selain itu, mahasiswa dan dosen juga dapat member komentar, saran,
dan mengevaluasi apaya telah di posting. Menurut Fuchs (2014: 7) padlet merupakan satu
aplikasi dimana mahasiwa dapat berkolaborasi dan berbagi apa yang mereka tulis dan
sampaikan. Disini, mereka dapat memposting video, gambar, dan tulisan terkait tema.
Hasil penelitian yang telah di teliti oleh Fuchs pada tahun 2014 menyatakan bahwa,
dengan menggunakan padlet siswa dapat berpartisipasi dalam diskusi dan aktivitivats,
mengajukan pertanyaan, dan memberikan pendapat sehingga membuat kelas tidak jenuh
dan bisa dilaksanakan diluar jam pembelajaran.
Selanjutnya, Septina (2015) menyatakan bahwa pada dasarnya saat ini semua
orang menyukai semua hal yang berkaitan dengan gadget. Oleh sebab itu pembelajaran
akan lebih efektif jika menggunakan aplikasi teknologi. Selain efektif dalam pemanfaatan
waktu, juga efektif dalam penilaian. Hasil penelitian yang dilakukan Septina menyatakan
bahwa adanya manfaat baik untuk siswa dan pengajar. Untuk guru, ada beberapa
keuntungan yang diperoleh, yaitu:interaksi dengan siswa tidak hanya terbatas di dalam
ruangan kelas saja, dapat emmeprmudah mengecek hasil pekerjaan siswa, dapat

422
memepermudah menilai dan member evaluasi atas pekerjaan siswa. Selanjutnya, hal yang
menguntungkan untuk siswa adalah:siswa dapat mengerjakan tugas kapan dan
dimanapun, memepermudah kemasan tugas dan praktis, mengehemat kertas dan tinta
pulpen, serta memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas karena mereka dapat melihat
pekerjaan teman- teman mereka. Untuk mengakses padlet, bisa dibuka www.padlet.com,
sedang lino bisa membuka http://linoit.com/ karena pada dasarnya lino dan padlet
memiliki fungsi yang sama.
Dengan menggunakan aplikasi ini pada pembelajaran Bahasa Inggris, maka
kemampuan menulis mahasiswa bisa meningkat. Hal tersebut terjadi karena, padlet dan
lino adalah salah satu media pembelajaran secara online yang dapat memotivasi
mahasiswa untuk senang menulis, karena pada saat mengerjakan tugas mereka bisa
berinteraksi, komunikasi, berbagi, dan berkretaivitas untuk menghasilkan tulisan yang
berkualitas.
Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan kemampuan menulis dan
memaparkan pendapat dalam tulisan berbahasa Inggris bisa meningkat karena skill
menulis sangat dibutuhkan ketika nantinya mereka akan melamar pekerjaan atau
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Dimana, menulis adalah salah satu skill
yang harus dikuasai yang bisa diaplikasikan dan bermanfaat untuk mereka. Berdasarkan
pemaparan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan
menulis Bahasa Inggris pada mahasiswa PGSD melalui pemanfaatan aplikasi padlet dan
lino.

METODE

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan
kelas, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002: 83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang
satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action
(tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus
berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016.
Lokasi untuk penelitian ini bertempat di IKIP PGRI MADIUN tepatnya di Prodi PGSD
IKIP PGRI MADIUN kelas 3I. Pemilihan lokasi didasarkan pada usaha peneliti untuk
mengembangkan dan memperkuat Bahasa Inggris untuk mahasiswa non English
Department IKIP PGRI MADIUN. Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan
beberapa teknik meliputi observasi, hasil tulisan, wawancara, dan tes tertulis. Sedangkan
ada 2 cara menganalis data yaitu pertama data Kuantitatif berupa hasil tes mahasiswa
dalam menulis. Statistik deskriptif membandingkan skor dari pre-test dan post-test.

423
Kedua, data kuantitatif dianalis dengan menggunakan Constant Comparative Method
yang terdiri dari comparing Incidents applicable to each category, integrating categories
into their properties, delimiting theory, and writing theory. Pada analisis data kualitatif,
menggunakan constant comparative method, dengan langkah- langkah sebagai berikut:
1) Mendeskripsikan prosedur dan pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan aplikasi
padlet dan lino, 2) Menganalisis hasil pengamatan dalam proses pembelajaran,
3)Menganalisis hasil wawancara, 4) Menganalisis kelebihan dan kekurangan penggunaan
aplikasi padlet dan lino pada kemampuan menulis Bahasa Inggris.
Sedangkan pada analisis data kuantitafif, berikut langkah yang diterapkan:
1)Menganalisis hasil tes menulis mahasiswa, 2) Mengolah nilai hasil menulis dengan
menggunakan teknik penghitungan statistic, menemukan nilai rata- rata berbicara
mahasiswa dan mengetahui hasil dari penelitian, peneliti akan membandingkan nilai
rata- rata pada pre tes dan post test, 3) Membuat kesimpulan dan saran berdasarakan
hasil penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Pra Tindakan


Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa semester 3I Prodi PGSD IKIP PGRI
MADIUN. Mata Kuliah Bahasa Inggris sebagai mata kuliah umum yang menekankan
keterampilan menggunakan bahasa Inggris yang baik dan benar melalui pembelajarann
dan pemahaman kompetensi: menyimak, berbicara, membaca, menulis, menyimak.
Setelah proses belajar dan pembelajaran selesai, mahasiswa mampu memahami dan
mengaplikasikan pengetahuan tentang Bahasa Inggris kedalam kehidupan sehari – hari.
Mahasiswa mampu memahami membuat kalimat dan paragraf yang benar sesuai dengan
grammar yang tepat, mampu berbicara sederhana dan berkomunikasi dalam bahasa
Inggris, mampu mengungkapkan ide dalam bentuk esei pendek, memahami ide pokok
dan isi jurnal serta memberi pendapat.
Penelitian ini fokus pada pembelajaran menulis, karena dari beberapa pertemuan,
terlihat mahasiswa mengalami masalah dalam menulis dan mengungkapkan ide. Dalam
belajar menulis paragraf atau esei Bahasa Inggris, mahasiswa tidak hanya diajarai teknis
menulis, tapi juga beberapa aspek yang terdapat dalam menulis, misal grammar,
pemilihan kosakata yang etpat, penggunaan tanda baca, menentukan isi topik, dan
organisasi penulisan.
Jumlah mahasiswa pada kelas 3I Ini adalah 39 mahasiswa. Pada saaat observasi
pra siklus, dapat terlihat bahwa kemampuan mereka dalam menulis mengalami masalah
pada tiap aspek menulis, yaitu:
1. Content
Mahasiswa dalam menulis paragraf sederhana dengan topik everything about my

424
self” terlihat mengalami masalah pada isi yang akan disampaikan. Beberapa kalimat
tidak koheren, kalimat yang lompat-lompat atau choppy sentences. Isi yang tertuang
dalam tulisan pun masih sederhana.
2. Organization
Mayoritas paragraf yang dibuat oleh mahasiswa adalah paragraf yang sederhana,
yang terdiri dari 1 dan 2 paragraf. Namun masalahnya adalah beberapa mahasiswa masih
belum bisa menentukan ide pokok (topic sentence), body (supporting sentences), dan
juga concluding sentence dalam paragraf tersebut, sehingga paragraf masih campur,
hanya terdiri dari body (isi) saja.
3. Grammar
Masalah selanjutnya yang terlihat dari pra siklus dan observasi adalah grammar.
Mayoritas mahasiswa menulis tanpa memperhatikan ketepatan grammar. Penggunaan
grammar masih tidak sesuai. Hal ini disebabkan karena memang ketidak tahuan
mahasiswa (mistake) dan kesalahan dalam pengetikan (error). Misal ditemukan:
“I lives in Madiun.
My hobby is watching TV and listening Music.
4. Vocabulary/ Kosakata
Vocabulary juga menjadi salah satu kendala dalam penulisan. Terkadang sering
dijumpai pengunaan vocab yang kurang tepat dalam kalimat, sehinga mempengaruhi
kualitas hasil tulisan dari segi makna. Misal ditemukan:
“I live in big home”
5. Mechanics (Capital Letter, Apostrophe, Fullstop, Comma, spelling)
Ternyata masih banyak dijumpai kesalahan pada tulisan mahasiswa, yaitu pada
penggunaan mechanics. Meskipun ini sebenarnya sepele, namun mechanics menjadi
salah satu bagian yang penting juga. Kebanyakan mahasiswa lupa penulisan ejaan tulisan
yang tepat, capital letter, fullstop, dan comma. Masih ditemukan beberapa kalimat yang
run on sentences (dua sampai tiga kalimat dijadikan satu, tanpa ada penghubung).
Misal: I live in magetan. magetan is beutiful and cool regency.my mother is
teacher.
Pelaksanaan Siklus I
Rencana pembelajaran pada siklus I difokuskan untuk mengatasi masalah yang
ditemukan pada observasi awal dan pra siklus dengan memanfaatkan aplikasi padlet dan
lino. Dilihat dari hasil observasi pada pra siklus, mahasiswa masih mengalami masalah
pada semua aspek menulis. Hal ini disebabkan karena kurangnya waktu untuk latihan
menulis. Dengan adanya pemanfaatan aplikasi padlet dan lino secara online, diharapkan
dapat menambah waktu untuk latihan menulis.
Pada Siklus 1 terdiri dari tiga kegiatan yaitu dua kali latihan, dan satu kali tes.

425
Dari siklus pertama, tahapan yang telah dilalui adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Pelaksanaan Siklus 1

Tahap Deskripsi

Perencanaan 1. Membuat desain mata kuliah


2. Menetukan materi/ tema yang akan dipakai dalam padlet
dan lino, yaitu: deskripsi orang dan tempat seseorang
(descriptive paragraf) untuk siklus 1, cara membuat,
mengunakan sesuatu, tahapan melakukan sesuatu
(procedure paragraph) untuk siklus 2
3. Membuat daftar pertanyaan untuk padlet dan lino baik
untuk latihan maupun tes.
4. Menentukan jadwal pengiriman tautan/ url soal padlet dan
lino kepada mahasiswa dan pengumpulan tulisan mereka
kepada peneliti.
5. Membuat lembar wawancara dan lembar observasi
Pelaksanaan 1. Melatih mahasiswa untuk mengoperasikan padlet dan
lino.
2. Menginformasikan kepada mahasiswa mengenai jadwal.
3. Membuat pertanyaan tertulis dan mengirim tautan ke
alamat email mahasiswa menggunakan aplikasi padlet dan
lino sesuai dengan jadwal.
4. Mahasiswa mengetik dan memposting tulisan mereka
5. Mengecek kembali apakah mahasiswa sudah
mengumpulkan hasilnya berdasarkan jadwal yang telah
ditentukan.
6. Mereview tulisan mahasiswa
Pengamatan Mahasiswa:
1. Mengumpulkan tugas sesuai dengan batas waktu yang
telah ditentukan
2. Menulis paragraf sesuai topik
3. Mengalami masalah pada beberapa aspek menulis, dan
beberapa mahasiswa ada yang belum post tulisan,
sebagian telah mengepost tulisan namun, picture/ gambar
tidak di upload. Beberapa tulisan mahasiswa banyak
mengalami problem pada gramar, content, mechanics.
4. Mengalami kesulitan dalam post tulisan, dikarenakan
beberapa mahasiswa tidak menreima email, padahal
semua email sdh di share.
5. Untuk aplikasi lino, mahasiswa kesulitan ketika harus
menulis dengan menggunakan smartphone mereka,
karena tidak bisa upload picture, jadi harus menggunakan
laptop/ komputer via jaringan internet.
6. Untuk pembuatan akun lino, telah dicoba oleh peneliti,

426
namun pada saat mengecek wall ternyata pemilik akun
(peneliti) tidak bisa login lagi, sehinga otomatis tidak bisa
mengecek tulisan mahasiswa. Selain itu, setelah
mahasiswa mencoba membuka url lino yang dibagikan
oleh peneliti, ternyata mahasiswa mengalami kesulitan
untuk ngepost tulisan mereka di wall. Akhirnya,diambil
keputusan bahwa penggunaan aplikasi lino dibatalkan.
Refleksi Kelebihan dan kekurangan Siklus 1
Kelebihan:
1. Mahasiswa bisa berlatih menulis dengan bantuan aplikasi
padlet
2. Mahasiswa menjadi lebih tahu terkait kesalahan yang
dibuat pada saat menulis, dan berusaha untuk
memperbaiki
3. Dapat memeperkaya kosakata
4. Meningkatkan pemahaman terkait aspek-aspek dalam
menulis (grammar, content, organization, mechanics, and
vocabulary)
5. Mengetahui aplikasi baru yang bisa digunakan untuk
pemebelajaran bahasa
Kekurangan:
1. Ada beberapa mahasiswa yang kurang bisa
mengoperasikan padlet, sehingga ditemukan beberapa
kesalahan teknis terkait penulisan dan pengiriman
2. Peneliti telah mengirim dan share soal kepada semua
mahasiswa, namun tenyata beberapa mahasiswa belum
menerima, sehingga akhirnya mereka menanyakan url
kepada teman yang telah menerima
3. Pemanfaatan aplikasi lino, merupakan masalah terbesar
dalam penelitian ini, karena setelah diujicobakan ternyata
ada masalah, yaitu: peneliti tidak dapat sign in, padahal,
peneliti telah sign up dan mengirim/ share soal kepada
mahasiswa dan beberapa mahasiswa telah menerima url
soal. Sehingga, diambil keputusan, peneliti tidak
menggunakan aplikasi lino terlebih dahulu.Konsepnya,
lino sama dengan padlet, mahasiswa bisa share tulisan,
foto, video, dan rekaman kepada teman dalam 1 grup.
Sehingga tidak ada masalah jika penerapan akhirnya
apliaksikan pada penggunaan padlet saja.
4. Paket data dan jaringan internet juga menjadi kendala.
Hasil Tindakan pada Siklus 1 dan Refleksi
Berikut dipaparkan hasil pelaksanaan siklus 1
Tabel 4.2. Hasil Pelaksanan Siklus 1

427
Aspek Kemampuan Pra Siklus Siklus 1
Menulis
1. Content (Isi) Dalam menulis, 70 % Pada siklus 1,
mahasiswa masih mahasiswa berlatih
mengalami masalah menulis 2 kali di wall
dalam menulis dengan isi padlet dan diakhiri
yang unity dan koheren. dengan postest, terlihat
Dalam 1 paragraf ada bahwa ada peningkatan
beberapa topik yang kemampuan dalam
dibahas dan tidak content. Pada siklus 1,
koheren. Ada 10 sejumlah 6 mahasiswa
mahasiswa yang membat masih memiliki masalah
content tdk sesuai dengan pada choppy sentences.
topik, sering ditemukan
choppy snetences.

2. Organisasi Organisasi dalam sebuah Setelah postes, mulai


paragraf, adalah terdiri telihat perbedaan.
dari topic sentences, Paragraf mekea manjadi
supporting sentences dan 1 kesatuan yang utuh.
concluding sentence. 16 Tersisa 8 mahasiswa
mahasiswa belum yang masih belum
melengkapi organisasi lengkap dalam menata
paragraf mereka. paragraf
Sebagian ada yang tidak
ada topic sentence,
sebagian tidak ada
concluding sentence.
Tapi untuk content ato
supporting sentence
sudah

3. Grammar Grammar adalah masalah Pada siklus 1, mahasiswa


paling sering muncul mengalami peningkatan
ketika mahasiswa pada penggunaan
menulis. Hal tersebut bisa grammar. Tersisa 20
terjadi karena error atau mahasiswa yang masih
mistakes. Ada mahasiswa membuat kesalahan pada
yang salah dalam grammar. Permasalahan
penulisan ada yeng terjadi pada subject dan
memang karena belum verb dalam kalimat,
mengetahui susunan penggunaan verb (verb1
grammar yang tepat yang

428
bisa diaplikasikan dalam dan 2)
tulisan.pada pra siklus 24
mahasiswa bermasalah di
grammar

4 Vocabulary Pada vocabulary aspect, Pada siklus 1, mahasiswa


beberapa mahasiswa muai memperkaya
menulis vocabulary yang vocabulary mereka dan
tidak sesuai. Pada pra sudah menggunakan
siklus, 15 mahasiswa vcabulary yang sesuai.
mengalami masalah pada 12 mahasiswa masih
vocabulary. mengalami masalah pada
vocabulary

5 Mechanics Permasalahan yang sering Pada siklus 1, berkurang


muncul adalah 15 mahasiswa yang
spelling(penulisan)capital masih mengalami
letter, dan penggunaan masalah pada aspek
koma dan titik. Padahal, mechanics
sebenarnya tata cara
penulisan Bhasa
Indonesia dan Inggris
tidak jaugh berebda,
Cuma mahasiswa tidak
begitu memperhatikan.
20 mahasiswa mengalami
masalah pada aspek ini

Dari hasil yang diperoleh pada siklus 1, terlihat bahwa ada peningkatan kemampuan
mahasiswa. Selanjutnya, jika digambarkan dalam bentuk tabel persentase dapat dilihat
kondisi keammpuan berbahasa Indonesia mahasiswa sebagai berikut:
Tabel 4.3. Nilai Rata-Rata Siklus

No Siklus Nilai rata-


rata

1 Pra siklus 69.15

2 Siklus 1 73.66

Selanjutnya hasil distribusi frekuensi nilai siswa pada siklus 1 dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 4.4. Daftar Distribusi Frekuensi Nilai Akhir Menulis Deskriptif Siklus I

429
Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif (%)
81 – 90 6 15.38
71 – 80 15 38.46
60 – 70 18 46.15
Jumlah 39 100

Dari tabel diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belum semua mahasiswa
masuk ke level sedang dalam menulis. Hal tersebut disebabkan ada kekurangan terkait
penggunaan padlet dan lino. Beberapa contoh permasalahan adalah: Ada beberapa
mahasiswa yang kurang bisa mengoperasikan padlet, sehingga ditemukan beberapa
kesalahan teknis terkait penulisan dan pengiriman. Selanjutnya, yang paling sering
terjadi adalah masalah grammar dan mechanics, sehingga dosen perlu menjelaskan
kembali terkait grammar dan mechanics. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan
adalah kordinasi dengan mahasiswa terkait penggunaan padlet dan lino dan menjelaskan
materi yang bisa mendukung kemmapuan menulis mahasiswa yang diintegrasikan
dengan skill lainnya. Selanjutnya, aplikasi lino tidak bisa digunakan untuk pembelajaran
ini, karena dosen tidak bisa login untuk mengecek tulisan mahasiswa. Sehingga pada
siklus 2, dosen fokus pada penggunaan aplikasi padlet. Karena pada dasarnya padlet dan
lino memiliki fungsi yang sama.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran
menulis deskriptif belum dapat terpenuhi. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran
menulis perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya, dengan mengkaji ulang rancangan
pembelajaran menulis deskriptif sesuai dengan permasalahan pada siklus I.

Hasil Pelaksanaan Siklus 2


Pada siklus 2, proses pelaksanaan penelitian yang dilakukan sama dengan siklus
1. Yang terdiri dari, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Berikut adalah
tabel pelaksanaan siklus 2.
Tabel 4.5 Pelaksanaan Siklus 2

Tahap Deskripsi

Perencanaan 1. Membuat daftar pertanyaan untuk 2 kali latihan dan postes


pada siklus 2
2. Membuat daftar wawancara terkait pemanfaatan aplikasi
padlet untuk perkuliahan Bahasa Inggris
Adapaun daftar pertanyaan dalam wawancara tersebut adalah:
a. Bagaimana menurut anda pembelajaran Bahasa inggris

430
dengan memanfaatkan aplikasi padlet dan lino?
b. Apa kelebihan penggunaan aplikasi padlet dalam
belajar menulis Bahasa Inggris?
c. Apa kekurangan penggunaan aplikasi padlet dan lino
dalam belajar menulis Bahasa Inggris?
d. Apakah menurut anda, aplikasi tersebut membantu
anda dalam peningkatan kemampuan menulis?
e. Bagian mana yang paling anda suka ketika
memanfaatkan aplikasi padlet?
Pelaksanaan 1. Membuat pertanyaan dan share url kepada mahasiswa tekait:
a. Which one is your favorite quotation? and tell why do
you like that? write your briefly reason!
b. What is your favorite song? then why do you like it?
c. Teacher ask students to captured class moment, then
students asked to write, why is it so memorable?
2. Tautan dikirim kepada mahasiswa melalui email.
3. Mengecek kembali apakah mahasiswa sudah mengumpulkan
hasilnya berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.
4. Mereview tulisan mahasiswa dan mendiskusikan dikelas
terkait beberapa hala yang telah ditulis mahasiswa
(permasalahan, penjelasan materi terkait)
Pengamatan Mahasiswa:
1. Mengumpulkan tugas sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan
2. Menulis deskripsi terkait soal menulis
3. Tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan aplikasi
karena mahasiswa sudah memahami dalam mengoperasikan
padlet
4. Mahasiswa terlihat antusias untuk post tulisan mereka,
dibuktikan dengan baru saja mengirim soal via email beberapa
diantara mereka sudah tertarik untuk menulis dan post tugas
mereka
Refleksi 1. Kelebihan siklus 2
a. Di siklus 2, mahasiswa sudah bisa mengoperasikan
padlet dengan lancar, sehingga sudah tidak ada lagi
kesalahan teknis.
b. Dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa
dengan adanya tambahan tugas via online melalui
padlet.
c. Mahasiswa bisa mengetahui hasil review dari dosen,
sehingga bisa dicermati bersama dan bisa
meminimalisir kesalahan yang dibuat di kesempatan
selanjutnya.
d. Dosen mudah memantau postingan mahasiswa
diamanpun dan kapanpun

431
2. Kekurangan siklus 2
a. Pada siklus 2, aplikasi yang digunakan hanya padlet.
Peneliti telah berusaha mencoba membuat lino baru,
tapi akhirnya tetap tidak bisa.
b. Kekurangan pada aplikasi padlet adalah, kesulitan
memberi coment tulisan mahasiswa (hanya bisa di bold
pada bagian yang salah, dan nantinya diberi
penjelasan). Untuk menyiasatinya, dosen menulis
secara manual di bagian bawah tulisan mahasiswa, dan
jika ada hal yang kurang jelas, dosen memberikan
feedback di kelas
c. Masih ada mahasiswa yang kurang tepat waktu dalam
memposting tulisan mereka, tapi sebagian ada juga
yang bersemangat menulis dan memposting

Dari hasil observasi pada siklus 2, terlihat ada peningkatan kemampuan menulis
deskriptif mahasiswa. Jika pada siklus 1, ada 18 mahasiswa memiliki kemampuan
menulis lower kisaran antara nilai (60-70), maka pada siklus 2 didapatkan hasil 11
mahasiswa memiliki nilai rata-rata (81-100), 20 mahasiswa di pada kisaran average atau
rata-rata (71-80), dan 8 mahasiswa mendapat nilai pada kisaran (60-70). Dari hasil yang
diperoleh, terlihat bahwa ada peningkatan kemampuan menulis mahasiswa. Meskipun
masih ada mahasiswa yang menulis dengan range nilai (60-70), namun sudah ada
peningkatan yang signifikan di tiap latihan dan siklus. Dengan begitu, siklus penelitian
ini diakhiri sampai siklus 2. Berikut peneliti paparkan tentang kemampuan menulis
mahasiswa pada siklus 2.
Tabel 4.6. Daftar Distribusi Frekuensi Nilai Akhir Menulis Deskriptif Siklus 2
Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif (%)
81 – 100 11 28.20
71 – 80 20 51.28
60 – 70 8 20.51
Jumlah 39 100

Dari hasil tabel, dapat disimpulkan adanya peningkatan pada masing-masing


aspek menulis. Berikut tabel peningkatan kemampuan menulis dalam beberapa aspek:

432
Tabel 4.7. Aspek kemampuan Menulis pada Siklus 2

Aspek Kemampuan Siklus 1 Siklus 2


Menulis

1. Content (Isi) Pada siklus 1, mahasiswa Sama halnya dengan


berlatih menulis 2 kali di siklus 1, latihan juga
wall padlet dan diakhiri dilaksanakan 2 kali dan
dengan postest, terlihat diakhiri dengan postest.
bahwa ada peningkatan Dalam aspek content,
kemampuan dalam hanya tinggal 2
content. Pada siklus 1, mahasiswa yang menulis
sejumlah 6 mahasiswa dengan choppy sentences
masih memiliki masalah atau tidak koheren antar
pada choppy sentences. 1 kalimat dnegan kalimat
yang lain. Mahsiswa
sudah mulai
memproduksi tulisan
yangs esuai dengan main
idea yang telah mereka
draft sebelumnya.

2. Organisasi Setelah postes, mulai Pada postes kedua,


telihat perbedaan. organisasi tulisan
Paragraf mekea manjadi 1 mahasiswa pun terlihat
kesatuan yang utuh. terorganisir antara topic
Tersisa 8 mahasiswa yang sentences, supporting
masih belum lengkap snetences, dan
dalam menata paragraf concluding sentences.

3. Grammar Pada siklus 1, mahasiswa Setelah pelaksanaan


mengalami peningkatan menulis pada siklus 1
pada penggunaan dan 2 sebanyak 5x
grammar meskipun posting menulis, Hal
belum signifikan . Tersisa etrsebut tentu saja
20 mahasiswa yang masih membuat mahasiswa
membuat kesalahan pada semakin terlatih dalam
grammar. Permasalahan menyusun kalimat. Jika
terjadi pada subject dan pada siklus 1 masih ada
verb dalam kalimat, 20 mahasiswa
penggunaan verb (verb1 mengalami masalah,
dan 2), pronoun, parallel maka pada siklus 2,
verb, penggunaan article berkurang menjadi 8
(a, an, the), hilangnya mahasiswa. 8 masalah ini

433
subject atau tidak adanya kebanyakan terjadi pada
verb dalam kalimat. pengunaan grammar
yang tepat (verb 1 atau
verb 1es/es).

4 Vocabulary Pada siklus 1, mahasiswa Pada siklus 2, vocabulary


mulai memperkaya mahasiswa dalam
vocabulary mereka dan menulis mulai beragam.
sudah menggunakan Pada siklus ini ada 6
vcabulary yang sesuai. 12 mahasiswa yang masih
mahasiswa masih menulis vocabulary yang
mengalami masalah pada kurang tepat.
vocabulary

5 Mechanics Pada siklus 1, masih 15 Pada siklus 2 sudah


mahasiswa yang masih berkurang 6 mahasiswa
mengalami masalah pada yang mengalami masalah
aspek mechanics pada mechanics

Tabel 4.8. Nilai Rata-Rata Siklus

No Siklus Nilai rata-rata

1 Pra siklus 69.15

2 Siklus 1 73.66

3 Sikus 2 77.10
Dari hasil tabel, dapat disimpulkan adanya peningkatan pada masing-masing
aspek menulis. Meskipun aplikasi lino tidak dapat ebrjalan dengan lancar, namun padlet
dan lino pada dasarnya memiliki fungsi yang sama.
Pembahasan
Menulis esei deskriptif adalah satu skill yang harus dikuasai mahasiswa PGSD
semester III yang terintegrasi langsung dengan skill berbicara dan penguasaan grammar
dan kosakata atau vocabulary. Waktu perkuliahan hanya berlangsung 2x50 menit dalam
seminggu, hal ini tentu kurang untuk berlatih mengasah kemampuan berbicara dan
menulis mahasiswa. Dengan adanya additional exercise yang dikemas secara modern
dengan bantuan teknologi, diharapkan mahasiswa menjadi suka berbicara dan menulis
Bahasa Inggris, sehingga bisa membantu meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa.

434
Tindakan yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah pembelajaran menulis
deskriptif dengan menggunakan aplikasi padlet dan lino. Aplikasi padlet dan lino
merupakan aplikasi multimedia online yang bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan
waktu pembelajaran yang terbatas. Padlet dan lino berbentuk sticky notes, dimana
mahasiswa dapat menulis ide-ide mereka terkait dengan topic pembahasan. Selain itu,
mahasiswa dan dosen juga dapat memberi komentar, saran, dan mengevaluasi apaya telah
di posting.
Dengan pemanfaatan aplikasi padlet dan lino, mahasiswa memilki tambahan waktu
untuk latihan menulis diluar jam mata kuliah Bahasa Inggris. Selain itu, manfaat yang
bisa diamati dari pemanfaatan ini adalah; 1) mahasiswa dan dosen bisa melihat tulisan
dan review ataupun komen dari teman mereka, sehingga bisa dijadikan tambahan
pelajaran buat mereka, 2) hemat kertas, 3) bisa dikerjakan kapanpun dan dimanapun, 4)
meningkatkan kreativitas mahasiswa, 5) dosen lebih mudah mengevaluasi dan
memonitoring tugas.
Pemanfaatan aplikasi padlet dilaksanakan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus
dilakukan 2 kali latihan menulis dan diakhiri dengan postes. Berdasarkan hasil observasi
dan analisis dari siklus I dan siklus II, pembelajaran menulis deskriptif mengalami
peningkatan. Peningkatan ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: content, organzation,
grammar, vocabulary, dan mechanics. Meskipun tulisan mahasiswa belum mencapai nilai
90-100, tapi kemampuan menulis mahasiswa telah meningkat tahap demi tahap.
Proses Pembelajaran Menulis dengan Pemanfaatan Aplikasi Padlet dan Lino
Pembelajaran dikelas berlangsung 1x seminggu dengan durasi belajar 2x50 menit.
Di kelas, dosen tidak hanya mengajar menulis Bahasa Inggris, namun juga skill yang lain,
yaitu: mendengarkan, berbicara, dan membaca, dimana semua skil diajarkan secara
terintegrasi. Latihan- latihan menulis dilaksanakan diluar jam pembelajaran yaitu dengan
memanfaatkan aplikasi padlet dan lino. Evaluasi penulisan mahasiswa dapat dibahas
langsung di wall padlet, namun juga terkadang dosen membahas, mereview, dan
mengevaluasi tulisan mahasiswa di kelas.
Di rencana awal, dosen akan menggunakan dua aplikasi yaitu; padlet dan lino.
Namun pada saat pelaksanaan di siklus 1, ada kendala pada aplikasi lino, yaitu: dosen
telah sign in dan share topic yang akan dibahas mahasiswa, namun ketika dosen akan
mengecek hasil postingan mahasiswa, dosen tidak bisa untuk log in. Alhasil, dosen tidak
dapat mengecek, dan aplikasi lino gagal diterapkan. Akhirnya, tugas pada lino dialihkan
kembali di wall padlet.
Pada dasarnya, aplikasi padlet dan lino memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai
sarana berbasis web menyusun ide dan berkolaborasi secara online dimana mahasiswa
dapat mengunggah hasil tulisan, video, dan gambar mereka untuk dibagikan dan dibaca
oleh anggota grup tersebut. Lalu masing- masing individu dapat mengecek,
mengevaluasi, dan mereview hasil pekerjaan teman yang lain. Untuk tujuan
pembelajaran, padlet berfungsi untuk mendorong berbagi dan ber kolaborasi. Dengan

435
adanya padlet, sangat membantu mahasiswa untuk berlatih. Jadi, ketika lino tidak bisa
digunakan, maka tak ada masalah jika hanya padlet yang digunakan.
Pada saat dosen share url kemasing-masing email mahasiswa, maka selanjutnya
yang dilakukan adalah mahasiswa membuka url, mengetik tulisan dan kemudian
memposting. Selanjutnya mahasiswa dan dosen dapat memberi komen dan mereview
pekerjaan teman mereka. Setelah itu, secara general akan adareview dan evaluasi dari
dosen d kelas pada saat proses pembelajaran.

Peningkatan Kemampuan Menulis Deskriptif


Sebelum dilaksanakan tindakan, kemampuan menulis deskriptif mahasiswa masih
banyak di level bawah dengan range nilai (60-70). Permasalahan yang sering terjadi pada
pembelajaran menulis adalah pada semua aspek menulis; content, organization, grammar,
vocabulary, mechanics.
1. Aspek Content ( isi)
Pada aspek content, permasalahn yang terjadi adalah tulisan mahasiswa tidak
koheren dan unity, masih ada beberapa kalimat yang tidak nyambung dengan kalimat
lainnya. Ide yang ditulis juga lompat-lompat. Hal tersebut disebabkan karena
penulisan mereka tidak sesuai dengan topic sentence atau main idea yang telah
ditentukan. Sebagian mahasiswa juga tidak merencanakan apa yang akan mereka
tulis dalam sebuah paragraf, sehingga mengakibatkan dalam satu pargaraf tidak jelas
apa yang ditulis. Dari postingan short essay mahasiswa, terlihat bahwa ide belum
menyatu dan terlihat terlihat terburu-buru. Ada beberapa kalimat yang tidak
nyambung dan tidak ada penjelasan.
Namun setelah mengikuti pembelajaran dan adanya tambahan tugas dengan
memanfaatkan aplikasi padlet dalam dua siklus, dapat terlihat perbedaan isi
penulisan mahasiswa. Meskipun topik yang diberikan adalah berbeda, namun isi dari
tulisan mahasiswa sudah mulai meningkat, misalnya adalah ide dalam sebuah essay
sudah sesuai dengan topic sentence, alur pemikiran yang disampaikan secara tertulis
sudah jelas. Tinggal 2 mahasiswa yang masih menulis dengan kalimat yang lompat-
lompat atau tidak koheren.
2. Aspek organisasi
Pada siklus 1 masih ditemui esei mahasiswa tidak dilengkapi dengan topic
sentence sebagai introduction dalam sebuah pargaraf, suporting sentence yang sesuai
untuk mendukung topic sentence, dan concluding sentence untuk menyimpulkan atau
memberi komentar atas apa yang mereka tulis. Setelah mengikuti pembelajaran dan
tugas tambahan menulis via padlet, mahasiswa mengalami peningkatan dalam
pembuatan paragraph. Mayoritas paragraf yang diposting telah lengkap susunan
organisasinya.

436
3. Aspek Gramar (susunan kalimat)
Aspek grammar adalah masalah yang paling sering ditemui dalam menulis.
Hal ini disebabkan karena sebagian belum tahu terkait penggunaan grammar yang
tepat dalam menulis deskriptif. Dalam postingan mahasiswa diskiklus 1 dan 2, ada
beberapa kalimat yang run-on sentences (menggabungkan 2 kalimat tanpa
menggunakan tanda baca atau conjunction). Selanjutnya setelah postes di siklus
kedua, penggunaan grammar yang kurang tepat terminimalisir.

4. Aspek Vocabulary (kosakata)


Permasalahan dalam aspek vocabulary juga menjadi masalah dalam kualitas
paragraf yang baik. Hal tersebut disebabkan, karena kurangnya kekayaan kosakata
yang disebabkan karena kurangnya membaca menulis. Namun dengan adanya padlet,
kosakata mahasiswa mulai banyak, disebabkan karena mereka bisa melihat tulisan
teman mereka dan termotivasi untuk menulis dengan kosakata yang lebih bervariasi.
5. Aspek Mechanics (tanda baca dan ejaan)
Masalah terakhir dalam aspek menulis adalah mechanics (ejaan penulisan,
penggunaan huruf besar dan kecil, tanda baca).Hal tersebut memang sepele, karea
pada dasarnya kita mengetahui bahwa susunan penulisan paragraf dalam Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris tidak jauh berbeda. Namun mahasiswa sering tidak
mengecek kembali tanda baca dan ejaan dalam penulisan. Kebanyakan mahasiswa
mengabaikan mechanics mereka. Namun steleha diingatkan berkali-kali untuk proses
editing dan revising dalam menulis, mahasiswa mulai berhati-hati menulis dan
mengecek kembali tulisan mereka sebelum diposting.
Pada siklus 1, nilai mahasiswa msih banyak yang berada di range (60-70). Range
nilai 60-70 berarti kemampuan mahasiswa pada semua aspek menulis masih mengalami
masalah. Selanjutnya pada siklus 2, adanya peningkatan jumlah mahasiswa yang masuk
ke range nilai 71-80 dan 81-90. Hal tersebut membuktikan bahwa aplikasi padlet dapat
membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan menulis secara bertahap.
Pada siklus I, Nilai rata-rata kelas juga masih 73.66. Hal ini sebenarnya sudah ada
peningkatan, meskipun belum signifikan. Masih banyak mahasiswa yang pada awalnya
belum terbiasa dengan pengunaan aplikasi ini, sehingga kualitas tulisan yang di posting
belum maksimal dari semua aspek menulis. Karena hasil siklus I yang belum sesuai
dengan tujuan akhir pembelajaran menulis deskriptif, maka tindakan dilanjutkan ke siklus
II. Siklus II dilaksanakan dengan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di
siklus I. Hasil siklus II cukup memuaskan. Rata-rata kelas mengalami peningkatan
menjadi 77,10. Hal ini berarti rata-rata kemampuan pada aspek menulis mengalami
peningkatan. Di siklus II, mahasiwa lebih enjoy dalam menulis dan terbiasa menguankan
aplikasi ini, sehingga hasil akhir pembelajaran cukup memuaskan.
Di akhir siklus II, masih ada 8 mahasiswa yang mendapatkan range nilai (60-70),
disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk memilih kata, tidak mengecek kembali

437
tulisan sebelum di posting. Kekurangan yang terjadi di akhir siklus II tersebut tidak
mengurangi keberhasilan penelitian yang dilaksanakan. Keberhasilan penelitian
diperoleh dengan pencapaian tujuan yang telah ditentukan yakni, kemampuan menulis
mahasiswa secara umum berada di range (71-80). Dimana pada level tersebut, berarrti
mahasiswa telah mampu menulis deskriptif dengan memperhatikan 5 aspek menulis,
sehingga hasil tulisan mampu dibaca dan dipahami dengan baik dan menggunakan
struktur kalimat, kosakata, dan tanda baca yang tepat. Berikut nilai akhir hasil
peningkatan pada pratindakan, siklus 1, dan siklus 2:

100
89
90 84
80 77.10
80 73.66
69.15 67
70 60 63
60
50
40
30
20 NILAI
TERTINGI
10
0
PRA TINDAKAN SIKLUS 1 SIKLUS 2

1. Gambar 4.1. Diagram Peningkatan Nilai Akhir Pembelajaran Menulis Esei


Deskriptif
Berdasar diagram di atas, dapat diketahui bahwa hasil pembelajaran menulis
deskriptif dari pratindakan hingga siklus II mengalami peningkatan. Hal ini membuktikan
bahwa aplikasi padlet dapat membantu meningkatkan kemampuan menulis Bahasa
Inggris mahasiswa PGSD.
Penelitian tindakan kelas ini menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan
masalah peningkatan kemampuan menulis Bahasa Inggris melalui pemanfaatan aplikasi
padlet mulai dari kondisi para siklus sampai dengan siklus 2. Setelah dianalisis lebih
lanjut maka dapat dibuktikan beberapa teori sebagai berikut:
1. Pemanfaatan aplikasi padlet dapat digunakan sebagai latihan menulis secara online
setiap waktu, yang membuat kemampuan mereka menjadi lebih meningkat. Seperti
diketahui, bahwa belajar teori harus diseimbangkan dengan praktek agar tujuan
pembelajaran tercapai.
2. Memberikan kepuasan belajar yang ditimbulkan oleh motivasi intrinsik.
3. Situasi proses menulis dapat merangsang mahasiswa untuk mengeksplor ide,
disebabkan karena mahasiswa dapat mengunggah video, recrd, ataupun gambar
sesuai dengan topik.
4. Pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran (e-learning)
Berdasarakan peningkatan tersebut, maka pembelajaran dengan memanfaatkan

438
aplikasi padlet dan lino dapat mendorong mahasiswa untuk mencapai kemampuan
menulis di level average atau yang lebih tinggi dibandingakan dengan proses
pembelajaran sebelumnya.
PENUTUP
Kesimpulan

Ada dua kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini. Pertama, terkait
dengan manfaat yang diperoleh dengan memanfaatkan aplikasi padlet dalam belajar
menulis untuk mahasiswa PGSD. Ada beberapa manfaat dari penggunaan aplikasi ini,
yaitu: 1)Pemanfaatan aplikasi padlet dapat digunakan sebagai latihan menulis secara
online setiap waktu, yang membuat kemampuan mereka menjadi lebih meningkat, 2)
Memberikan kepuasan belajar yang ditimbulkan oleh motivasi intrinsik, 3) Situasi proses
menulis dapat merangsang mahasiswa untuk mengeksplor ide, disebabkan karena
mahasiswa dapat mengunggah video, record, ataupun gambar sesuai dengan topik, 4)
Pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran (e-learning). Kedua, dari manfaat
yang diperoleh berimbas pada peningkatan kemampuan menulis mahasiswa, yaitu nilai
rata-rata kelas dalam pembelajaran menulis deskriptif mengalami peningkatan. Nilai rata-
rata pratindakan adalah 69,15, siklus I adalah 73,63, dan siklus II adalah 77,10.
Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat
mengajukan beberapa saran sebagai berikut. 1) Mahasiswa, hendaknya lebih bersemangat
dalam mengerjakan latihan-latihan menulis. Sikap aktif akan dapat mempermudah siswa
untuk mengikuti pembelajaran yang berdampak pada kemampuan, 2) Dosen, hendaknya
lebih inovatif dan kreatif dalam memilih dan menerapkan metode, pemanfaatan aplikasi
online, serta media pembelajaran agar motivasi belajar bahasa Ingris mahasiswa
meningkat yang berdampak pada peningkatan kemampuan, 3) Peneliti lain, penelitian ini
dapat ditindak lanjuti lagi dengan metode penelitian yang berbeda atau melaksankan
pengemabangan aplikasi

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. ”Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan”. Jakarta : PT. Rineka


Cipta.
Fuchs, Beth. 2014. The Writing is on the Wall: Using Padlet for Whole-Class
Engagement. USA: Library Faculty and Staff Publication.
Heaton, J.B. 1975. Writing English Language Tests New Edition. Longman: New York
Nunan, David. 1998. Desiigning Task for the Communicative Classroom. Cambridge:
Cambridge University Press.

439
Richard, J.C. 2001. 30 Years of TEFL/TESL: A Personal Reflection. Singapura: Seameo
regional Languge centre.
Septina, Nina.2015. Smart Ways of Using Virtual Sticky Notes. Teflin 63. Bali: University
of Udayana
www.padlet.com
www.linoit.com
http://www.slideshare.net/ninaseptina/smart-ways-of-using-virtual-sticky-notes-
workshop-pesentation-teflin-2015

440
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS HASIL BELAJAR MAHASISWA
DENGAN METODE FLIPPED CLASSROOM MELALUI PEMANFAATAN
PLATFORM E-LEARNING KELASE
Veronika Asri Tandirerung
Jurusan Teknik Elektro, Teknik Universitas Negeri Makassar
veronika.asri@unm.ac.id

Abstrak. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran


menjadi salah satu hal penting untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Berbagai
metode pembelajaran juga diterapkan dengan mengintegrasikan TIK dalam
pelaksanaannya. Salah satu metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode flipped classroom. Model flipped classroom dalam penelitian ini
memanfaatkan perkembangan media audio video dan platform e-learning kelase sebagai
media e-learning yang dapat digunakan dalam mendukung pembelajaran model flipped
classroom. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar mahasiswa.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan
kelas. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pada hasil belajar domain kognitif yaitu
nilai minimum pre-test pada siklus I dan II masing-masing yaitu 50 60, nilai maksimum
siklus I dan II masing-masing yaitu 80 dan 85, rata-rata nilai pre-test pada siklus I dan II
masing-masing 65 dan 74,5. Nilai minimum post-test pada kedua siklus, masing-masing
adalah 70 dan 65, nilai maksimum post-test kedua siklus masing-masing adalah 70 dan
65, nilai maksimum kedua siklus adalah 90 dan mean pada post-test kedua siklus adalah
77,16 dan 79,33, hasil belajar domain afektif siklus I dan II menunjukkan hasil kategori
sangat baik pada siklus I dan siklus II masing-masing adalah 3,3 % dan 30 %, kategori
baik pada kedua siklus yaitu 93,3 %, dan 53,3 % dan kategori cukup kedua siklus adalah
3,3 % dan 16,7 %. Persentase sikap dan Tata Nilai yang ditunjukkan melalui penerapan
flipped classroom adalah internalisasi nilai, norma & etika akademik 43,47%, sikap
bertanggunjawab 30.40 % dan kemandirian 26.10% Persepsi mahasiswa terhadap
penerapan flipped classroom melalui pemanfaatan e-learning kelase adalah sangat
efektif, menarik, sangat membantu dalam memahami materi dan membantu untuk belajar
mandiri.
Keywords: Hasil Belajar, flipped classroom, e-learning kelase

441
Masyarakat abad 21 dihadapkan pada perkembangan teknologi yang semakin
canggih. Perkembangan teknologi ini menandakan bahwa ilmu pengetahuan semakin
berkembang dan persaingan semakin tinggi sehingga diperlukan skill yang harus dimiliki
untuk mampu bersaing dan bertahan hidup. Skill tersebut adalah hard skill dan soft skill.
Salah satu usaha untuk memperoleh skill tersebut adalah melalui proses pendidikan yang
terangkum dalam proses pembelajaran. Prinsip Pembelajaran dalam Standar Nasional
Dikti yaitu: 1) interaktif; 2) holistic; 3) integrative; 4) saintifik; 5) kontekstual; 6) tematik;
7) efektif dan 8) berpusat pada mahasiswa.
Kualitas hasil belajar mahasiswa pada perkuliahan komunikasi data perlu
ditingkatkan. Secara obyektif, tingkat keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran
masih rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; 1) materi yang bersifat
teoritis, 2) kemampuan mahasiswa dalam analisis yang masih tergolong rendah, 3)
pembelajaran masih didominasi dosen, 4) perkuliahan kurang dapat diikuti oleh
mahasiswa, 5) mahasiswa cepat merasa jenuh dan perkuliahan kurang memberi ruang
bagi mahasiswa untuk lebih mendalami materi yang diberikan.
Pembelajaran dalam setiap perkuliahan berorientasi pada kebutuhan lulusan.
Sungkowo dalam Suyitno (2008:1) mengungkapkan bahwa rumusan trend inovasi
mutakhir pengembangan kurikulum sains dan teknologi adalah : (1) from teaching
towards learning, (2) from individual learning towards cooperative learning, (3) from
subject knowledge towards intellectual abilities, (4) from separate subjects towards
integration of subjects, and (5) integration of information an communication
technologies. Lutz dan Jenny Chan (2015) memperkenalkan metode pembelajaran yang
disebut flipped classroom. Lutz & Jenny Chan (2015:9) mengungkapkan, “Students view
the videos outside the classroom before or after coming to class where the freed time can
be devoted to interactive modules such as Q&A sessions, discussions, exercises or other
learning activities. Hal ini menunjukkan bahwa siswa melihat video sebelum atau setelah
mengikuti aktivitas pembelajaran di kelas sehingga waktu banyak digunakan untuk tanya
jawab, diskusi tugas dan aktivitas pembelajaran lainnya. Dengan demikian proses belajar
tidak terbatas dalam ruang dan waktu.
Penerapan metode flipped classroom melalui pemanfaatan e-learning kelase dapat
digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas

442
hasil belajar. Penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar domain kognitif, hasil
belajar domain afektif dan hasil belajar domain psikomotorik Dengan demikian metode
flipped classroom dapat menjadi salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas hasil belajar mahasiswa.

METODE

Metode penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Model penelitian
tindakan kelas yang digunakan adalah model DDAR (diagnosis, design, action and
observation, evaluation, reflection). Endang (2011:71) menyatakan bahwa prosedur
penelitian tindakan kelas akan lebih lengkap apabila diawali dengan kegiatan diagnosis
masalah dan dilengkapi dengan evaluasi sebelum dilakukan refleksi. Penelitian tindakan
kelas ini menggunakan 2 siklus.

Luaran yang diharapkan dari setiap siklus adalah:


a) Siklus I:
7. Identifikasi masalah. Luaran yang diharapkan pada tahap ini adalah
mengetahui masalah-masalah yang muncul untuk kemudian diidentifikasi
untuk proses pemecahan masalah.
8. Perencanaan/planning. Luaran yang diharapkan pada tahap ini adalah
munculnya rencana-rencana yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah-
masalah yang muncul dalam pembelajaran
9. Tindakan/action. Luaran yang diharapkan pada tahap ini adalah adanya
tindakan atau pelaksanaan atas rencana yang telah dibuat untuk mengatasi
permasalahan pembelajaran.
10. Observasi/observation. Luaran yang diharapkan pada tahap ini adalah adanya
hasil belajar siswa yang diperoleh melalui observasi keaktifan dalam kelas dan
pada penilaian penugasan maupun kuis.
11. Refleksi/reflection. Luaran yang diharapkan pada tahap ini adalah adanya
rekomendasi untuk tahap selanjutnya. Rekomendasi ini berisi permasalahan
yang sudah dan belum diatasi. Penilaian atas tindakan yang diberikan serta

443
hal-hal yang perlu diperbaiki dan tindakan apa yang akan diberikan pada
siklus selanjutnya .
b) Siklus II
Siklus II dilakukan seperti pada siklus I, sesuai dengan hasil refleksi dengan
tujuan untuk peningkatan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah komunikasi
data.

Berikut digambarkan tindakan/action yang dilaksanakan pada masing-masing


siklus:

• Dosen menyiapkan video


• Mengupload video di e-learning kelase
• melakukan tanya jawab/diskusi/penjelasan mendalam
tentang materi di dalam kelas
Siklus 1 • Melakukan penugasan/kuis
• Melakukan evaluasi/penilaian

• Masing-masing mahasiswa mencari video tentang


materi yang akan dibahas
• Mahasiswa membuat note materi dari video yang
didapatkan
• melaksanakan diskusi/tanya jawab dan penjelasan
materi di dalam kelas
Siklus 2 • Materi/sumber belajar diupload oleh dosen pada e-
learning
• Melakukan penugasan/kuis
• Melakukan evaluasi/penilaian

2. Gambar 1. Langkah-langkah Tindakan Flipped Classroom

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Belajar domain Kognitif

Hasil dari pelaksanaan siklus I dan siklus II menunjukkan adanya peningkatan


hasil belajar pada domain kognitif mahasiswa. Terlihat dari rata-rata nilai mahasiswa
pada siklus I sebesar 77, 17 atau berada pada kategori nilai B+ dan pada siklus II rata-

444
rata nilai mahasiswa sebesar 79,19 atau berada pada kategori B+. Nilai minimum,
nilai maksimum, dan nilai rata-rata kelas pada siklus I dan siklus II ditunjukkan pada
tabel 1 berikut:

3. Tabel 1 Analisis Deskriptif Hasil Belajar Domain Kognitif Siklus I Dan


Siklus II

Tes Siklus I Siklus II

Minimum Maksimum Mean Minimum Maksimum Mean

Pre-test 50 80 65 60 85 74,5

Post-test 70 90 77,16 65 90 79,33

Sumber : Hasil Olah data Primer


Hasil belajar domain kognitif mahasiswa pada penerapan flipped classroom
melalui pemanfaatan e-learning kelase menunjukkan adanya peningkatan. Nilai
minimum pre-test pada siklus I yaitu 50, sedangkan pada siklus II nilai minimum yaitu
60, nilai maksimum siklus I yaitu 80 meningkat menjadi 85 pada siklus II, serta rata-
rata nilai pre-test pada siklus I 65 meningkat menjadi 74,5 pada siklus II. Nilai
minimum post-test pada kedua siklus, masing-masing adalah 70 dan 65, nilai
maksimum post-test kedua siklus masing-masing adalah 70 dan 65, nilai maksimum
kedua siklus adalah 90 dan mean (rata-rata) kelas pada post-test kedua siklus adalah
77,16 dan 79,33. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar mahasiswa dengan
penerapan flipped classroom melalui pemanfaatan e-learning kelase.
Nilai minimum, maksimum dan nilai rata-rata post-test pada siklus I dan II dapat
disajikan dalam diagram batang seperti gambar berikut:

445
100
90 90
90
77.16 79.33
80
70
70 65
60
50 Siklus I
40 Siklus II
30
20
10
0
Min Max Mean

4.Gambar 2 Nilai Minimum, Maksimum dan Mean post-test siklus I dan siklus II
Sumber : Hasil Olah Data

Nilai minimum, maksimum dan mean post-test kedua siklus yang disajikan pada
gambar 2 di atas menunjukkan perbandingan yaitu nilai minimum siklus I lebih tinggi
daripada nilai minimum siklus II yaitu 70 menjadi 65, nilai maksimum kedua siklus
sama yaitu 90 dan nilai rata-rata kelas meningkat dari 77,16 pada siklus I menjadi
79,33 pada siklus II. Dengan demikian penerapan model flipped classroom melalui
pemanfaatan e-learning kelase dapat meningkatkan hasil belajar domain kognitif
mahasiswa pada mata kuliah komunikasi data.
2. Hasil belajar Domain Afektif

Hasil belajar domain afektif penerapan model flipped classroom melalui


pemanfaatan e-learning kelase mengalamani peningkatan. Tabel distribusi frekuensi
hasil belajar domain afektif siklus I dan II menunjukkan hasil kategori sangat baik
pada siklus I dan siklus II masing-masing adalah 1 atau 3,3 % dan 9 orang atau 30 %,
kategori baik pada siklus I 28 orang atau 93,3 %, 16 orang atau 53,3 % pada siklus II
dan kategori cukup 1 orang atau 3,3 % siklus I dan 5 orang atau 16,7 % pada siklus
II. Hasil ini menunjukkan bahwa ada peningkatan pada kategori sangat baik namun
menurun pada kategori baik dan meningkat pada kategori cukup. Dengan demikian
penerapan model flipped classroom melalui pemanfaatan e-learning kelase dapat
meningkatkan hasil belajar namun perlu dioptimalkan dalam pembelajarang-

446
pembelajaran selanjutnya. Data pada tabel 10 dapat juga disajikan dalam bentuk
diagram batang seperti gambar 10 berikut:

30 28

25

20
16
15 Siklus I Frekuensi
Siklus II Frekuensi
10 9

5
5
1 1
0 0
0
Sangat Baik Baik Cukup Kurang

5. Gambar 3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Domain Afektif Siklus I dan II

Sumber : Hasil Olah Data

Hasil belajar domain afektif diperoleh melalui penilaian dalam pelaksanaan proses
belajar. Sikap dan tata nilai yang ingin dicapai dalam pembelajaran komunikasi data yang
telah disinkronkan dengan penerapan model pembelajaran model flipped classroom pada
kedua siklus ditunjukkan pada diagram berikut ini:

447
26.10% internalisasi Nilai, norma
& etika akademik
43.47%
bertanggungjawab

mandiri

30.40%

6.

7. Gambar 4 Persentase Sikap & Tata Nilai pada MK Komunikasi Data dengan
penerapan flipped Classroom pada kedua siklus

3. Persepsi Mahasiswa
Persepsi siswa terhadap penerapan model flipped learning melalui
pemanfataan e-learning kelase perlu diketahui. Persepsi mahasiswa dalam
penelitian ini diperoleh dengan meminta tanggapan secara tertulis oleh mahasiswa
di akhir pelaksanaan siklus II. Pertanyaan diajukan untuk mengetahui respon
mahasiswa, kenyamanan dan kecocokan sesuai kebutuhan gaya belajar masing-
masing mahasiswa.

Responden Tanggapan

1 Cukup menarik membuat semangat belajar meningkat

2 Media pembelajaran flipped classroom dapat digunakan


dalam pembelajaran

3 Dapat meningkatkan hasil belajar karena dengan model


flipped classroom, kita tidak cepat bosan dalam menerima
materi

448
4 Dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa karena
mudah dipahami dan dapat langsung dipraktekkan dan
merupakan pembelajaran yang menarik sehingga tidak
membosankan

5 Sangat membantu meningkatkan hasil belajar karena sumber


belajar dengan video membuat cepat mengerti

6 Cukup baik karena dapat meningkatkan pemahaman


khususnya di bidang IT

7 Efektif dalam pembelajaran karena memudahkan memahami


materi

8 Sangat membantu karena jelas, menarik, tidak membosankan


dan materi mudah dipahami

9 Kurang efisien, kurang cepat mengerti

10 Model yang kreatif, menyenangkan

11 Sangat efektif

12 Ketertarikan dalam pembelajaran semakin meningkat

13 Menarik dan tidak membosankan

14 Kurang efektif, kurang interaktif

15 Model sangat efektif untuk belajar sendiri

16 Cukup bagus karena berbasis tutorial sehingga dapat


membantu belajar sendiri

17 Menarik tapi kurang efektif

449
18 Sangat efektif karena dapat memahami dan mempraktekkan
langsung materi yang disampaikan

19 Dapat meningkatkan hasil belajar dengan video yang lebih


menarik

20 Sangat membantu karena dapat mengerti lebih cepat dan


menambah antusias mahasiswa untuk memperhatikan materi

21 Sangat membantu karena dapat menjelaskan secara rinsi dan


langsung memperlihatkan yang akan dipelajari sehingga
tidak membosankan

22 Cukup efektif dengan penjelasana, menarik menjadikan kita


antusias untuk melihat materi

23 Kurang efektif

24 Cukup efektif

25 Dapat meningkatkan kemampuan belajar

26 Lebih interaktif dan menarik karena mahasiswa lebih


memahai dan mengerti tentang apa yang disampaikan

27 Efektif, menambah waktu untuk belajar

28 Sangat membantu dan belajar

29 Dapat meningkatkan hasil belajar karena dapat belajar


mandiri

30 Sangat efektif dan tidak membosankan

450
KESIMPULAN
Metode flipped classroom melalui pemanfaatan e-learning kelase dapat
meningkatkan hasil belajar peserta mata kuliah komunikasi. Persepsi peserta mata kuliah
komunikasi data terhadap penerapan metode flipped classroom melalui pemanfaatan e-
learning kelase adalah penerapan flipped classroom melalui e-learning kelase sangat
efektif, efisien, memudahkan dalam memahami materi dan sangat membantu dalam
pembelajaran mandiri, penyampaian materi tidak dibatasi waktu dan penyampaian materi
tidak membosankan. Hambatan-hambatan yang dialami dalam penerapan metode flipped
classroom melalui pemanfaatan e-learning kelase adalah masih kurangnya kesiapan
mahasiswa untuk belajar sebelum memasuki ruang kuliah sehingga proses pembelajaran
diskusi kurang menarik. Hambatan yang dialami pengajar adalah kekurangan waktu
untuk memantau aktivitas kelas dalam ruang online atau e-learning kelase sehingga
respon terhadap mahasiswa masih kurang.

SARAN

Saran penelitian ke depan adalah penerapan metode flipped classroom melalui


pemanfataan e-learning kelase membutuhkan kreativitas dan waktu yang cukup untuk
mempersiapkan sumber belajar (video, buku sumber bacaan). Dibutuhkan kreativitas
untuk membuat diskusi kelas menjadi menarik dan interaktif sehingga mahasiswa mampu
berpikir analitis, kritis dan kreatif. Selain itu, penerapan flipped classroom membutuhkan
waktu yang cukup untuk memantau aktivitas kelas di ruang online dalam hal ini platform
e-learning kelase.

DAFTAR PUSTAKA
Bishop, Jacob Lowell.(2013). The Filled Classroom: A Survey of the Research. Paper.
American Society for Engineering Education. (versi digital)
Bormann, Jarot. (2014). Affordances of Flipped Learning and Its Effects on Student
Engagement and Achievement. Thesis. University of Northern Iowa (versi
digital)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan,


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2014). Panduan Penyusunan
Capaian pembelajaran Lulusan Program studi. (versi digital)

451
Marlowe, Cara A. (2012). The Effect of the Flipped Classroom on Student Achievement
and Stress. Paper. Montana: Montana State University (versi digital)

Mulyatiningsih, Endang. (2011). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.


Bandung:Penerbit Alfabeta

Rusman, Deni Kurniawan & Cepi Riyana. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press.

Suyitno Al., Djukri, Ratnawati, Budiwati. Peningkatan Kualitas Belajar Mahasiswa


pada perkuliahan Fisiologi tumbuhan dasar melalui pembelajaran yang
Berorientasi pada pemecahan masalah dan pengembangan Media
program slide. (versi digital). Diakses tanggal 10 Juni 2016.

Wolf, Lutz-Christian, Jenny Chan. (2016). Flipped Classrooms for Legal Education.
Singapura:Springer

452
PEMANFAATAN MEDIA BLOGGING BERBASIS
APLIKASI GOOGLE DOCS DALAM MODEL BELAJAR MANDIRI
GUNA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

Walan Yudiani
SMK Kampung Jawa
Email: Wyudiani@yahoo.com

ABSTRAK

Program pembelajaran yang diprogramkan secara khusus untuk diselenggarakan di


masyarakat antara lain berupa Praktik Kerja Lapangan (PKL). Dengan adanya program
PKL konsekuensi logisnya kegiatan tatap muka hampir berkurang sama kali. Ada
beberapa cara untuk mengefektifkan proses pembelajaran jika program PKL akan
dilaksanakan pada semester 4 kelas XI, sekolah harus menata ulang topik-topik
pembelajaran pada semester 4 dan semester 5, agar pelaksanaan PKL tidak mengurangi
waktu untuk pembelajaran materi pada semester 4 sehingga sebagian materi pada
semester 4 tersebut dapat ditarik ke semester 5 atau bisa saja peserta didik melakukan
pembelajaran mandiri saat melakukan kegiatan program PKL. Dengan permasalahan ini
peneliti memanfaatkan media blogging berbasis aplikasi google docs yang ada di dunia
internet sebagai sumber sarana belajar bagi peserta didik dan merupakan salah satu
model belajar mandiri (MBM) terutama bagi peserta didik yang mengikuti program PKL.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik program
Praktik Kerja Lapangan (PKL) melalui pemanfaatan media blogging dan mengevaluasi
pembelajaran mandirinya dengan menggunakan aplikasi google docs. Metoda
pengumpulan datanya menggunakan kuisioner dan tes on-line dengan berbasis google
docs. Kemudian analisis datanya menggunakan cek list dan bar chart. Berdasarkan
analisis data dengan menggunakan bar chart menunjukkan bahwa hasil evaluasi belajar
online menunjukkan terdapat kenaikan secara signifikan, yang tuntas belajar dari 17
peserta didik (68%) pada siklus I menjadi 22 siswa (88 %) pada siklus II dan menjadi 23
peserta didik (92 %) pada siklus III. Sedangkan yang belum tuntas belajar mengalami
penurunan dari 8 siswa (32 %) pada siklus I menjadi 3 peserta didik (12%) pada siklus II
dan menjadi 2 siswa (8 %) pada siklus III. Sementara deskripsi hasil kuisioner secara utuh
menggambarkan dan menyimpulkan bahwa pada intinya peserta didik SMK Kampung
Jawa rata-rata menerima dan menyenangi kehadiran media blogging sebagai pengganti
modul/atau catatan ketika peserta didik mengikuti program praktik kerja lapangan.
sehingga harapan materi teori tidak akan tertinggal dan tetap tertuntaskan.

Kata Kunci : Media Blogging, Google Docs , Belajar Mandiri, Hasil Belajar.

453
Pendahuluan

Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter


setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di
sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi kemampuan
yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan,
dan keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan dirinya dan kehidupan bermasyarakat
pada umumnya, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Guna merealisasikan proses pembelajaran yang efektif dan efisien, setiap satuan
pendidikan melakukan penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dapat
berlangsung di sekolah, di lingkungan keluarga, dan di masyarakat. Program
pembelajaran yang diprogramkan secara khusus untuk diselenggarakan di masyarakat
antara lain berupa Praktik Kerja Lapangan (PKL). Program PKL disusun bersama antara
sekolah dan masyarakat (Institusi Pasangan/Industri) dalam rangka memenuhi kebutuhan
peserta didik, sekaligus merupakan wahana berkontribusi bagi dunia kerja (DU/DI)
terhadap upaya pengembangan pendidikan di SMK. PKL dilaksanakan menggunakan
sistem blok selama setengah semester (sekitar 3 bulan). Dapat pula dengan cara masuk 3
hari dalam seminggu, setiap hari 8 jam selama satu semester (Permendikbud No. 60 tahun
2014). Untuk memenuhi pemerataan jumlah jam di Institusi Pasangan/Industri yang
memiliki jam kerja kurang dari 6 hari per minggu maka sekolah perlu mengatur
sirkulasi/perputaran kelompok peserta PKL.

SMK Kampung Jawa Jakarta sebagai institusi pendidikan menengah kejuruan juga
melakukan program praktik kerja lapangan (PKL). Dengan adanya program PKL
konsekuensi logisnya kegiatan tatap muka hampir berkurang sama kali, dengan kondisi
seperti ini guru harus pandai-pandai menggunakan dan mengelola waktu yang tersedia
se-efektif mungkin dalam melaksanakan proses pelajaran tanpa mengurangi materi
pelajaran yang tertera dalam silabus untuk diinformasikan kepada peserta didik.

Ada beberapa cara untuk mengefektifkan proses pembelajaran jika program PKL akan
dilaksanakan pada semester 4 kelas XI, sekolah harus menata ulang topik-topik
pembelajaran pada semester 4 dan semester 5, agar pelaksanaan PKL tidak mengurangi
waktu untuk pembelajaran materi pada semester 4 sehingga sebagian materi pada
semester 4 tersebut dapat ditarik ke semester 5. Akan tetapi jika program PKL akan
dilaksanakan pada semester 5 kelas XII, sekolah harus melakukan pengaturan yang sama
untuk materi pembelajaran pada kedua semester tersebut atau bisa saja peserta didik
melakukan pembelajaran mandiri saat melakukan kegiatan program PKL.

Berdasarkan permasalahan diatas peneliti memanfaatkan media blogging berbasis


aplikasi google docs yang ada di dunia internet sebagai sumber sarana belajar bagi
peserta didik dan merupakan salah satu model belajar mandiri (MBM) terutama bagi
peserta didik yang mengikuti program PKL. Menurut Champbell (2003) media blogging
sebagai sumber belajar online sudah sangat popular dalam beberapa tahun terakhir dan
direkomendasikan sebagai alternatif penilaian di luar kelas. Sementara Pinkman (2005)
dalam studi penelitiannya dengan menggunakan media blogging para mahasiswanya

454
dapat meningkatkan motivasi dan minat untuk belajar mandiri terutama dalam
keterampilan bahasa dan komunikasi dengan orang lain. Kemudian Dharmawan (2015)
dalam studi risetnya juga bahwa aplikasi google docs sangat praktis, efektif dan efisien
sebagai media pembinaan karya imiah remaja sekaligus juga dalam pengambilan
penilaiannya dan Suwantarathip, O., & Wichadee, S. (2014) mengatakan bahwa aplikasi
google docs dapat mempengaruhi kemampuan menulis siswa dengan baik seperti apa
yang dijelaskan pada hasil penelitiannya.

Untuk itulah peneliti mempopulerkan “Pemanfaatan Media Blogging Berbasis Aplikasi


Google Docs” bukan saja sebagai ajang mencari berbagai informasi, tetapi lebih dititik
beratkan pemanfaatannya sebagai media pembelajaran baik di kelas maupun di luar
sekolah, dan juga sebagai sumber belajar bagi peserta didik dalam Model Belajar Mandiri
(MBM).

Metodologi Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Arikunto (1998) populasi adalah kesuluruhan subyek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa SMK Kampung Jawa berjumlah 400 peserta didik.
Sementara sampling menurut Arikunto (1998) sebagian dari populasi yang akan diteliti.
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian adalah teknik sampling purposive yaitu
sampling yang diikutsertakan karena ada sesuatu hal yang purposive seperti di SMK
Kampung Jawa samplingnya adalah yang hanya mengikuti program praktik kerja
lapangan di industri berjumlah 25 peserta didik.

Teknik Analisis Data

Gambar 1. Skema Alur Teknik Analisis Data

455
Paparan masing-masing siklus.
Siklus I
Tahap perencanaan
Merancang proses kegiatan pembelajaran melalui media blogging berbasis aplikasi
google docs pada saat peserta didik mengikuti program praktik kerja lapangan dan
membuat instrumen pengumpul data penelitian tindakan kelas pada siklus I.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
Guru melaksanakan proses kegiatan pembelajaran melalui blogging berbasis aplikasi
google docs dengan memposting materi pelajaran, kuisioner dan aplikasi google docs
sebagai skenario pembelajaran untuk memulai kegiatan belajar.
Tahap Analisis
Peneliti melakukan analisis data yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan dengan
menggunakan bar chart dan cek list pada siklus I.
Tahap Refleksi
Melakukan refleksi berdasarkan analisis data untuk perbaikan pada pelaksanaan siklus
II.

Siklus II
Hasil tahapan refleksi pada siklus I dijadikan dasar perbaikan untuk selanjutnya pada
siklus II.
Tahap perencanaan
Merancang proses kegiatan pembelajaran melalui media blogging berbasis aplikasi
google docs pada saat peserta didik mengikuti program praktik kerja lapangan dan
membuat instrumen pengumpul data penelitian tindakan kelas pada siklus II.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
Guru melaksanakan proses kegiatan pembelajaran melalui blogging berbasis aplikasi
google docs dengan memposting materi pelajaran, kuisioner dan aplikasi google docs
sebagai skenario pembelajaran untuk memulai kegiatan belajar.
Tahap Analisis
Peneliti melakukan analisis data yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan dengan
menggunakan bar chart dan cek list pada siklus II.
Tahap Refleksi
Melakukan refleksi berdasarkan analisis data untuk perbaikan pada pelaksanaan siklus
III.

Siklus III
Hasil tahapan refleksi pada siklus II dijadikan dasar perbaikan untuk selanjutnya pada
siklus III.
Tahap perencanaan
Merancang proses kegiatan pembelajaran melalui media blogging berbasis aplikasi
google docs pada saat peserta didik mengikuti program praktik kerja lapangan dan
membuat instrumen pengumpul data penelitian tindakan kelas pada siklus III.
Tahap Pelaksanaan Tindakan

456
Guru melaksanakan proses kegiatan pembelajaran melalui blogging berbasis aplikasi
google docs dengan memposting materi pelajaran, kuisioner dan aplikasi google docs
sebagai skenario pembelajaran untuk memulai kegiatan belajar.
Tahap Analisis
Peneliti melakukan analisis data yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan dengan
menggunakan bar chart dan cek list pada siklus III.

Tahap Refleksi
Melakukan refleksi berdasarkan analisis data untuk mendapatkan hasil dan kesimpulan
penelitian tindakan yang telah dilakukan secara keseluruhan.
Melakukan validasi data untuk memperoleh hasil yang dapat dipertangung jawabkan
kebenaran dan keilmiahannya.

Hasil dan Pembahasan


Análisis data pada variabel hasil belajar dan kuisioner minat peserta didik
terhadap media blogging.
Berdasarkan hasil belajar melalui ulangan harian online dan kuisioner yang dilakukan
pada siklus I, siklus II dan siklus III maka untuk melihat perbandingan hasilnya kita dapat
analisis dengan menggunakan beberapa tools kualitas seperti bar chart dan cek list
dengan penjelasannya sebagai berikut:
Analisis data hasil belajar dengan bar chart.
Hasil analisa data perbandingan rata-rata nilai hasil evaluasi belajar melalui ulangan
harian online pada siklus I, II dan III dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan nilai hasil evaluasi belajar melalui ulangan harian online
berbasis aplikasi google docs pada siklus I,II dan III.

TUNTAS BELUM TUNTAS


NO KUALIFIKASI
JUMLAH % JUMLAH %
1 Siklus I 17 68 8 32
2. Siklus II 22 88 3 12
3. Siklus III 23 92 2 8
Sumber data : Nilai hasil evaluasi belajar melalui ulangan harian online (2016).

Kemudian analisis data perbandingan nilai hasil evaluasi belajar melalui ulangan harian
online divisualisasikan dalam bentuk bar chart seperti pada Gambar 2

457
Gambar 2. Bar Chart Analisis Hasil Belajar.
Berdasarkan tampilan bar chart (Gambar 2) menunjukkan bahwa Hasil evaluasi
menunjukkan terdapat kenaikan secara signifikan, yang tuntas belajar dari 17 peserta
didik (68%) pada siklus I menjadi 22 siswa (88 %) pada siklus II dan menjadi 23 peserta
didik (92 %) pada siklus III. Sedangkan yang belum tuntas belajar mengalami penurunan
dari 8 siswa (32 %) pada siklus I menjadi 3 peserta didik (12%) pada siklus II dan menjadi
2 siswa (8 %) pada siklus III.

Analisis Data Hasil kuisioner minat peserta didik terhadap media blogging dengan
Cek List.
Hasil analisis data kuisioner minat peserta didik terhadap media blogging melalui
kuisioner online berbasis google docs dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil kuisioner minat peserta didik terhadap media blogging.


Pernyataan Minat Katego
No. Nama Siswa Jumlah ri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minat
1. Ghali ihsanuddin 3 4 3 4 3 3 4 4 2 3 33 Baik
2. Sangat
moh.maliki 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Baik
3. Mohamad SaidHusaini 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 Baik
4. Sangat
Hanung Hermawan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Baik

458
5. Sangat
Nasrul Gunawan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
Baik
6. Kusnaedi 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 35 Baik
7. Mochammad Fahri 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 Baik
8. Muh. Fiqri 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 30 Baik
Sumber data : Hasil Kuisioner online (2016).

Tabel 2. (Lanjutan)

Pernyataan Minat Katego


No. Nama Siswa Jumlah ri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minat
9. Rizki Evrian 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 35 Baik
10. Soni Durbi Nanto 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 29 Baik
11. M. Hasbi 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 31 Baik
12. Yogi Pratama 4 2 3 3 3 4 4 3 3 3 32 Baik
13. Fadli Hidayatullah 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 31 Baik
14. Wahid Hidayatullah 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 29 Baik
15. Ahmad Rehan Supriyadi 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 30 Baik
16. Rafiq Ramadhan 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 30 Baik
17. Egy Lutfhi Febriansyah 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 Baik
18. Ririn Sakirin 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 Baik
19. Andri Zulfikar 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 Baik
20. Lutfhi Firmansyah 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 Baik
21. Farhan Azhari 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 29 Baik
22. Haidzar Kusnaeni 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 Baik
23. M. Ardiansyah 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 35 Baik

Berdasarkan hasil kuisioner minat peserta didik terhadap media blogging pada Tabel 2,
maka guru menyimpulkan bahwa minat peserta program PKL (Praktik Kerja Lapangan)
terhadap media blogging tersebut dengan kategori rata-rata baik artinya peserta didik

459
menyenangi media blogging sebagai sarana model belajar mandiri (MBM) terutama pada
saat peserta mengikuti program kerja lapangan.
Kesimpulan dan Saran
Simpulan
Dari pembahasan yang dilakukan di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan kegiatan MGMP sekolah sebagai forum diskusi dapat memecahkan
semua masalah yang dihadapi guru termasuk yang berkaitan dengan strategi
mengajar,model belajar dan masalah lain yang tentunya berkaiatan dengan
profesionalnya seorang guru.
2) Peningkatan pemahaman guru terhadap pentingnya pemanfaatan media blog dalam
model belajar mandiri sebagai salah satu sumber belajar dengan menyadarkan dan
membantu pembimbingan jika dirasa perlu, menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pembelajaran terutama pada kondisi peserta
didik mengikuti pembelajaran praktik dengan sistem blog dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip bentuk pembelajaran yang berpihak pada
pembelajaran melalui, relating, experienting, actuating, contekstual, transferring.
3) MGMP Kota Administrasi Jakarta Pusat melalui program bermutunya dapat
memberikan inspirasi dan motivasi dalam mengoptimalkan kegiatan MGMP sekolah.

Saran
1) Kepada guru-guru khususnya guru di SMK Kampung Jawa Jakarta, dengan kesadaran
dan kemampuannya untuk berubah secara dinamis dan perlu terus melakukan inovasi
pembelajaran dalam rangka menjadikan pembelajaran yang efefektif.
2) Kepada pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan perlu
terus melakukan inovasi pengelolaan sekolah dalam rangka mewujudkan visi dan misi
sekolah.Kepada pengawas sekolah, dapat membantu dalam membimbing dan
mengawasi guru dalam pelaksanaan tugasnya sehingga dapat meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme guru.
3) Kepada Dinas Pendidikan atau instansi terkait sebagai bahan masukan dalam
mengambil kebijakan/keputusan sebagai upaya meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme guru termasuk meningkatkan mutu pendidikan.
4) Kepada LPMP, kegiatan dalam rangka peningkatan mutu diupayakan terus
dilanjutkan dan diperluas.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, I., Byard, K., Julich, S., & Kommunuri, J. (2013). Students’ perceptions on using
blogs for reflective learning in higher educational contexts.
Africa,S.S. (2001). Distance Learning for Technical and Vocational Education in.
Aka Mahendra, I. G. J. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Blog pada
Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas VII SMP Negeri 1
Sukasada. Jurnal Teknologi Pembelajaran, 1(1).

460
Arikunto, Suharmi. (1998). Prosedur penelitian. Edisi Revisi IV, Jakarta : PT Rineka
Cipta
Arikunto, Suharsimi,. & Suhardjono, Supardi. (2006). Penelitian tindakan kelas, Jakarta
: PT Bumi Aksara.
Aydin, S. (2014). The use of blogs in learning English as a foreign language.Mevlana
International Journal of Education (MIJE), 4(1), 244-259.
Baim, S. (2004). Blogs help create learning community. Online Classroom.
Bartlett-Bragg, A. (2003). Blogging to learn. Knowledge Tree E-Journal.
Briggs, Leslei, J. (1979). Instructional Design Principles and Applications. New Jersey:
Englewood Cliffs.
Campbell, A. P. (2003). Weblogs for use with ESL classes. The Internet TESL Journal,
Vol. IX, No. 2.
Chen, H. L., Cannon, D., Gabrio, J., Leifer, L., Toye, G., & Bailey, T. (2005). Using wikis
and weblogs to support reflective learning in an introductory engineering
design course. Paper presented at the 2005 American Society for Engineering
Education Annual Conference and Exposition.
Chinnery, G. (2008). ON THE NET You’ve Got some GALL: Google-Assisted Language
Learning. Language Learning and Technology,12(1), 3-11.
Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Inovasi pembelajaran, Jakarta : Depdiknas.
Dharmawan, K., Ramona, Y., Rupiasih, N., & Nilakusmawati, D. P. E. (2015).
PEMANFAATAN APLIKASI GOOGLE DOCS SEBAGAI MEDIA
PEMBINAAN KARYA ILMIAH REMAJA.
Dickey, M. D. (2004). The impact of web-logs (blogs) on student perceptions of isolation
and alienation in a webbased distance-learning environment. Open Learning,
19(3), 279.291.
Fellner, T., & Apple, M. (2006). Developing writing fluency and lexical complexity with
blogs. The jalt call Journal, 2(1), 15-26.
Firth, M., & Mesureur, G. (2010). Innovative uses for Google Docs in a university.
Gagné, Robert M. and L. J. Briggs. (1979). Principles of instructional design, 2nd ed.
New York: Holt, Rinehart, and Winston.
Gagne. R.M. dan Driscoll, M.P. (1988). Essentials of Learning for Instruction. Second
edition. New York:Prentice Hall.
Haris Mudjiman. (2008). Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press.
Hiemstra, R. (1994). Self-directed learning. The sourcebook for self-directed learning,
9-20.
James, M. (2007). Driving learning through blogging: Students’ perceptions of a reading
journal blog assessment task. PRism, 5.
Kemmis, S., and R. McTaggart. (1982). The Action research planner. Melbourne,
Australia : Deakin University Press.
Li, K., Bado, N., Smith, J., & Moore, D. (2013). Blogging for teaching and learning: An
examination of experience, attitudes and levels of thinking.Contemporary
Educational Technology, 4(3), 172-186.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1985). Qualitative data analysis. Newbury Park,, CA
: Sage.
Oravec, J. (2005). Blending by blogging: Weblogs in blended learning initiatives. Journal
of Educational Media, 28(2.3), 225.233.

461
Pinkman, K. (2005). Using blogs in the foreign language classroom: Encouraging learner
independence. The Jalt CALL Journal, 1(1), 12-24.
Permendikbud No. 60 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013. Himpunan Peraturan
Pemerintah RI di Bidang Pendidikan, Jakarta : Binatama Raya.
Sudjana, N.(2000). Dasar-dasar Belajar Mengajar. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo.
Sim, J. W. S., & Hew, K. F. (2010). The use of weblogs in higher education settings: A
review of empirical research. Educational Research Review, 5(2), 151-163.
Suwantarathip, O., & Wichadee, S. (2014). The Effects of Collaborative Writing Activity
Using Google Docs on Students' Writing Abilities. Turkish Online Journal of
Educational Technology-TOJET, 13(2), 148-156.
Takaya, K. (2008) Jerome Bruner's theory of education: from early Bruner to later Bruner,
Interchange, 39(1), 1-19.
Williams, J. B., & Jacobs, J. S. (2004). Exploring the use of blogs as learning spaces in
the higher education sector. Australasian journal of educational
technology, 20(2), 232-247.
Xie, Y., Ke, F., & Sharma, P. (2008). The effect of peer feedback for blogging on college
students' reflective learning processes. The Internet and Higher
Education, 11(1), 18-25.

462
PEMANFAATAN PROGRAM APLIKASI SEBAGAI PENDUKUNG SISTEM
PENILAIAN KEMAJUAN BAHASA INGGRIS

Adityo2, Rahima Fitriati3


Universitas Muhammadiyah Malang
adityo@umm.ac.id, be_adit@yahoo.com

Abstrak

Bahasa Inggris telah menjadi salah satu mata pelajaran yang penting di dalam era
globalisasi dimana bahasa Inggris bertindak sebagai bahasa internasional. Pada beberapa
daerah di Indonesia, bahasa Inggris telah diajarkan sejak dini dan menjadi salah satu mata
pelajaran yang wajib dimiliki oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
semakin mengglobal, akan tetapi tidak semua sekolah sanggup menawarkan mata
pelajaran tersebut dikarenakan tidak tersedianya tenaga pengajar yang berkualifikasi.
Belakangan ini telah tersedia layanan pembelajaran jarak jauh yang mampu untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Akan tetapi, proses pembelajaran yang membutuhkan
evaluasi hasil belajar seringkali mengalami kendala dimana pada pembelajaran jarak jauh
hanya bisa dilakukan ujian dan bukan evaluasi karena sering tidak adanya guru yang
berkualifikasi bahasa Inggris. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian yang
menghasilkan sebuah cara baru untuk melakukan evaluasi pada mata pelajaran bahasa
Inggris jarak jauh dengan memanfaatkan software alat bahasa yang akan mampu
dioperasikan oleh guru non bahasa Inggris secara akurat dan valid. Penilitian ini
diproyeksikan mampu mengubah cara penilaian mata pelajaran bahasa Inggris dan
mampu mendukung modernisasi pembelajaran jarak jauh.

Kata kunci : Alat bahasa, penilaian pembelajaran bahasa Inggris, penggunaan software

2
Adityo lulus pada program studi Master of Arts in Applied Linguistics for Language Teaching dari
Kingston University London tahun 2014 dan selanjutnya mengajar pada jurusan bahasa Inggris
Universitas Muhammadiyah Malang.
3
Rahima Fitriati sedang menempuh studi Magister Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri
Malang dan mengajar di Lembaga Bahasa Universitas Muhammadiyah Malang sebagai instruktur English
for Specific Purposes.

463
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Memahami proses pembelajaran bahasa asing adalah sebuah hal yang kompleks
dimana dalam prosesnya memiliki banyak faktor yang akan mempengaruhi hasil
pembelajaran bahasa tersebut. Faktor internal, eksternal, dan lingkungan memiliki peran
sangat penting dalam menentukan proses keberhasilan belajar dan pembelajaran dimana
ketiga elemen tersebut saling terkait satu dengan lainnya dalam hubungan yang kompleks.
Faktor internal seperti motivasi, sangat berkaitan erat dengan faktor eksternal seperti
sarana prasarana pembelajaran yang memadai, tenaga pengajar yang berkualitas, dan
interaksi yang baik. Akan tetapi, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah
lingkungan, dimana faktor ini berkaitan erat dengan kondisi fisik dan psikologis
pembelajar dan pengajar. Dalam hal ini, faktor internal dan eksternal seringkali diperkuat
maupun diperlemah oleh faktor lingkungan tersebut yang mengharuskan tidak adanya
beberapa elemen pendukung pembelajaran.

Pembelajaran bahasa asing, seperti pembelajaran mata pelajaran lain, memang akan
lebih menguntungkan jika dilakukan secara langsung dimana seorang guru dapat
mengawasi dan mengevaluasi perkembangan bahasa muridnya. Hal ini adalah hal yang
biasa diterapkan dalam sistem pembelajaran di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Akan tetapi, pada prakteknya, kondisi geografis di Indonesia yang luas dan terpisah
kepulauan seringkali menghambat proses pembelajaran secara langsung tersebut dan
beberapa daerah yang berlokasi di area terpencil akhirnya mengalami ketertinggalan
dibandingkan daerah yang lebih pusat dan modern. Keberadaan proses belajar mengajar
jarak jauh menjadi salah satu sarana penting untuk mengatasi permasalahan geografis dan
kesenjangan tersebut.

Proses belajar mengajar jarak jauh adalah solusi yang tepat guna dalam mengatasi
kondisi geografis di Indonesia. Akan tetapi pada prakteknya, pembelajaran jarak jauh
seringkali mengalami masalah pada kualitas pembelajaran itu sendiri. Beberapa cara yang
digunakan dalam sistem pembelajaran jarak jauh meliputi pembelajaran dalam jaringan,
pembuatan modul pembelajaran mandiri, dan pengiriman guru ke daerah terpencil.
Sekalipun beberapa cara di atas adalah hal yang baik, beberapa unsur pembelajaran tetap

464
saja tidak bisa digantikan oleh cara-cara tersebut. Unsur yang paling penting dalam
pembelajaran bahasa di atas adalah ketidakberadaan interaksi secara langsung terhadap
guru ahli bahasa Inggris, dimana dalam interaksi tersebut juga terdapat evaluasi langsung
yang berguna sebagai umpan balik kepada proses belajar mengajar. Hilangnya evaluasi
ini akan berdampak buruk terhadap penilaian proses belajar mengajar secara jarak jauh
karena pada praktek penggunaan media dalam jaringan dan pemberian modul belajar
mandiri tidak ditemukan adanya interaksi, dan pengiriman guru ke daerah terpencil
seringkali memiliki stok guru yang sangat terbatas dan di luar bidang studi yang
dibutuhkan.

Alat bahasa adalah program-program bahasa yang biasa dipergunakan dalam


penelitan bahasa sebagai alat bantu analisis. Dengan banyaknya variasi alat bahasa ini,
ada beberapa program alat bahasa yang dapat dipergunakan juga sebagai alat evaluasi
hasil pembelajaran bahasa, baik dari segi perbendaharaan kata, grammar, maupun
kompleksitas kalimat. Pemanfaatan alat bahasa dalam proses pembelajaran dapat
mempermudah kerja pengajar dalam melakukan evaluasi terhadap hasil belajar
pembelajar, terutama pada daerah-daerah dan lingkungan-lingkungan yang memiliki
kesulitan tenaga ahli. Pada pembelajaran jarak jauh, alat bahasa diproyeksikan akan dapat
membantu proses pembelajaran dalam hal evaluasi dimana alat bahasa akan mampu
mewakili peran seorang guru ahli bahasa Inggris dalam proses evaluasi dan akan mampu
digunakan bahkan oleh tenaga kependidikan non bahasa asing.

Rumusan masalah pada penelitian ini meliputi sejauh mana pemanfaatan alat bahasa
dapat membantu proses evaluasi kemajuan pembelajaran bahasa Inggris pada
penyelenggara pendidikan yang tidak memiliki guru ahli bahasa Inggris. Tujuan penelitian
ini meliputi peningkatan pemanfaatan software alat bahasa sebagai alat bantu evaluasi
kemajuan pembelajaran bahasa Inggris pada penyelenggara pendidikan yang tidak
memiliki guru ahli bahasa Inggris. Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas
penggunaan alat bahasa P_LEX dalam proses evaluasi perbendaharaan kata bahasa
Inggris dengan perbandingan pada penilaian ahli bahasa. Target luaran penelitian ini
adalah publikasi hasil penelitian tentang penggunaan alat bahasa sebagai sarana evaluasi
proses pembelajaran bahasa Inggris pada jurnal nasional yang terakreditasi.

465
TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Alat Bahasa Sebagai Alat Evaluasi Hasil Belajar

Dalam sebuah proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing, terdapat sebuah proses
yang kompleks dan tidak dapat diprediksikan yang memiliki banyak variabel terkait
dengan pembelajaran itu sendiri (De Bot, Lowie, & Verspoor, 2007). Penggunaan metode
simple seperti pre-tes dan post-tes memang dapat menjadi sebuah metode yang akurat,
akan tetapi metode ini membutuhkan interaksi langsung dengan seorang guru ahli bahasa
agar dapat menterjemahkan pengaruh variabel-variabel terkait dan memprediksi proses
pembelajaran bahasa tersebut.

Larsen-Freeman pada jurnalnya (Larsen-Freeman, 2006) menjelaskan penggunaan


alat bahasa dalam mengevaluasi kompleksitas ujaran pembelajar sebagai hal yang akurat.
Akurat dalam hal ini adalah tidak adanya human error karena alat bahasa akan
menganalisis data secara tersistem dan terprogram sehingga tidak ada kesalahan yang
diakibatkan oleh faktor-faktor seperti kelelahan ataupun kurangnya keahlian.

Penelitian Pendahulu

Beberapa penelitian pendahulu telah menerapkan penggunaan alat bahasa sebagai


instrumen penelitin utama mereka. Larsen-Freeman (Larsen-Freeman, 2006)
menyarankan penggunaan alat bahasa untuk mengukur kompleksitas perbendaharaan
kata sebagai sebuah alat ukur yang akurat dan valid dengan error terdapat pada peneliti
dan bukan pada analisis melalui alat bahasa. Pada penelitian peneliti sebelumnya (Adityo,
2014), penggunaan alat bahasa menjadi satu-satunya instrumen yang memenuhi
kelayakan analisis dimana penggunaan alat bahasa memiliki akurasi ketepatan analisis
nyaris sempurna. Penggunaan alat bahasa pada penelitian ini merujuk pada website
lognostics oleh Paul Meara (Meara, Lognostics, 2014) yang menyediakan beberapa alat
bahasa dengan fitur yang sangat spesifik pada area bahasa tertentu sehingga elemen
bahasa yang hendak dievaluasi dapat dianalisis secara akurat.

466
Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini meliputi sejauh mana pemanfaatan alat bahasa
dapat membantu proses evaluasi kemajuan pembelajaran bahasa Inggris pada
penyelenggara pendidikan yang tidak memiliki guru ahli bahasa Inggris.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini meliputi peningkatan pemanfaatan software alat bahasa sebagai
alat bantu evaluasi kemajuan pembelajaran bahasa Inggris pada penyelenggara pendidikan
yang tidak memiliki guru ahli bahasa Inggris. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
validitas penggunaan alat bahasa P_LEX dalam proses evaluasi perbendaharaan kata
bahasa Inggris dengan perbandingan pada penilaian seorang ahli bahasa.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan fokus pada


penggunaan alat bahasa sebagai alat ukur kemajuan pembelajaran bahasa Inggris pada
kelas bahasa Inggris. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2016.
Subjek pada penelitian ini adalah lima mahasiswa terpilih pada satu kelas pembelajaran
English for Specific Purposes (ESP) jurusan non-bahasa pada level universitas di kampus
Universitas Muhammadiyah Malang dengan parameter sebagai berikut: (1) merupakan
mahasiswa pada kelas yang sama yang diajar oleh satu dosen yang sama dan mengikuti
semua kelas dan latihan dengan kuantitas dan kualitas yang sama selama masa penelitian
berlangsung, (2) subjek terdiri atas dua mahasiswa putra dan putri untuk menghindarkan
bias gender pada penelitian bahasa, (3) pada usia yang setara untuk menghilangkan bias
usia.

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah alat bahasa P_LEX
yang dibuat oleh Paul Meara dan Imma Miralpeix yang dapat diunduh pada laman
‘lognostics’ yang didesain untuk melihat kelangkaan kata pada ujaran (Meara &
Miralpeix, Lognostics, 2014) dan asistensi oleh instruktur ESP. Alat bahasa pada website

467
ini bersifat bebas dan non komersial untuk digunakan pada penelitian bahasa sehingga
tidak akan menimbulkan masalah kepemilikan intelektual.

Melakukan pertemuan antara peneliti, instruktur ESP, para subjek penelitian untuk
membahas masalah etika penelitian, tindakan penelitian, dan publikasi.

1. Melakukan test sebagai dasar penelitian untuk menentukan nilai dasar sebagai tolak
ukur penelitian.

2. Melakukan evaluasi secara dinamis dalam 3 pertemuan dengan menggunakan alat


bahasa P_LEX yang dilakukan dengan asistensi dari intruktur ESP. pertemuan yang
dimaksud diatas adalah pengambilan data pertama, pengambilan data pembanding 1
dan data pembanding 2 sebagai triangulasi kelayakan alat bahasa sebagai alat evaluasi
hasil bahasa.

3. Memformat data sesuai dengan kebutuhan analisis alat bahasa P_LEX.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penilaian P_LEX


Sesuai dengan tujuan penelitian, pemanfaatan P_LEX dalam menganalisis
kemampuan bahasa dijabarkan dalam bentuk tabel, dan narasi sebagai berikut:
Tabel 4.1. Nilai Hasil Analisis P_LEX para Partisipan.

A N K F

week 1 0,62 0,31 1,04 0,38

week 2 0,38 0,15 0,56 0,37

week 3 0,86 0,41 0,59 0,72

week 4 0,8 0,27 0,89 0,29

468
Data pada tabel di atas dapat dinarasikan sebagai berikut:

I. Analisis Data Pertama (Week 1)


Pada analisis data pertama, ditemukan hasil sebagai berikut:

Contoh diambil dari Partisipan A

“My inspiring person in my life is Mr. Kalend Osen. He is the founder of Basic
English Course, Kampung Inggris - Pare Kediri, east Java. He has a good struggle to be
success people and I believe that he has a good hard work because basic English course
is the small course in Pare but now it is the one legend in Pare and he ever advised me I
ever have a good talk with him and the advice from him is if you are a good people and
if you wanna be a success people you have to be honest people. So, don’t push yourself
to be a bad people or a liar.”

Pada partisipan A, ditemukan nilai Lambda 0.62.

II. Analisis Data Kedua (Week 2)


Pada analisis data kedua, ditemukan hasil sebagai berikut:

Contoh diambil dari Partisipan A

“An inspiring person in my life is Mr. Kalend Osen. He is a founder of Basic English
Course in Pare - Kediri he is very very good father as I know that he was a good leader
and I had a good talk with him. One day, from that talking I got a lot of lessons may be I
got how to be a good people, how to be honest people, and how to get my dream, my goal
in my life. He ever said that if you are success people, you have to be honest people
because your succesful is your honestly.”

Pada partisipan A, ditemukan nilai Lambda 0.38.

469
III. Analisis Data Ketiga
Pada analisis data ketiga, ditemukan hasil sebagai berikut:

Contoh diambil dari Partisipan A

“An inspiring person in my life is Mr. Kalend Osen. He is a director of bec. He is the
Kampung English maker. And From his travel, i know that the life is harder than our
imagine with yourself if you can’t do whatever you want and believe that you will get
whatever your dream because your struggle. He ever said that if you wanna be success or
get succeed, you have to make your life i mean enjoy your life whatever your problem,
face it, solve it, enjoy it. And if you has been success, dont be arrogant and be honest,
because honestly people are difficult to meet in this era. So, be careful with your decision
and life is the great to be easy if you enjoy it. Maybe the other people who inspired me
are my parents because my parents told me about how to face this word and how to live
in this life. That’s all for me. Thank you.”

Pada partisipan A, ditemukan nilai Lambda 0.86.

IV. Analisis Data Keempat


Pada analisis data keempat, ditemukan hasil sebagai berikut:

Contoh diambil dari Partisipan A

“My inspiring person in my life is Mr. Kelend Osen, he is the founder of the Kampung
Inggris maker. He has told me that life is a circle and from that we must to be struggle
and if you are success, you have to be honest people because honest people will be making
this world better and better, and the second person or people in my life is my parents.
They always tell me about how to be struggle, how to be smart to get success because
success will come to you, or you will get success with your smart, if you are smart, you
can do everything you want because the smart is the differentiate from one person with
another. So, and don’t ever be an arrogant because arrogant will make you to not warn
something from your life, I mean arrogant makes us to be lazy to learn everything what
we have, what we do and arrogant will make you down and down. Thank you.”

470
Pada partisipan A, ditemukan nilai Lambda 0.80.

Hasil Penilaian Ahli Bahasa.


Pada penilaian ahli bahasa, nilai didapatkan berdasarkan proses evaluasi yang
meliputi ketepatan perbendaharaan kata dan panjang pendeknya kalimat yang dipakai
dalam ujaran para partisipan. Data yang digunakan pada proses analisis ahli bahasa adalah
data yang sama yag juga dipergunakan pada analisis P_LEX pada 4.1 diatas. Hasil analisis
dapat dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2. Nilai Hasil Analisis Ahli Bahasa para Partisipan

A N K F

week 1 80 79 78 78

week 2 75 65 70 78

week 3 80 70 70 79

week 4 81 79 80 65

Tabel di atas dapat dinarasikan sebagai berikut:

A. Partisipan A mendapatkan nilai sebagai berikut: pada pengambilan data


pertama, didapatkan nilai 80; pada pengambilan data kedua, didapatkan
nilai 75; pada pengambilan data ke 3, didapatkan nilai 80; dan pada
pengambilan data ke 4, didapatkan nilai 81.

B. Partisipan N mendapatkan nilai sebagai berikut: pada pengambilan data


pertama, didapatkan nilai 79; pada pengambilan data kedua, didapatkan
nilai 65; pada pengambilan data ke 3, didapatkan nilai 70; dan pada
pengambilan data ke 4, didapatkan nilai 79.

471
C. Partisipan K mendapatkan nilai sebagai berikut: pada pengambilan data
pertama, didapatkan nilai 78; pada pengambilan data kedua, didapatkan
nilai 70; pada pengambilan data ke 3, didapatkan nilai 70; dan pada
pengambilan data ke 4, didapatkan nilai 80.
D. Partisipan F mendapatkan nilai sebagai berikut: pada pengambilan data
pertama, didapatkan nilai 78; pada pengambilan data kedua, didapatkan
nilai 78; pada pengambilan data ke 3, didapatkan nilai 79; dan pada
pengambilan data ke 4, didapatkan nilai 65.

Berdasarkan pada dua analisis diatas, perbandingan dinamika diantara kedua


analisis dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:

1.2

0.8
A
N
0.6
K
F
0.4
Linear (F)

0.2

0
Week 1 Week 2 Week 3 Week 4

Figur 4.1. Grafik Nilai P_LEX para Partisipan.

472
90

85

80
A

75 N
K
70 F

65

60
week 1 week 2 week 3 week 4

Figur 4.2. Grafik Nilai Ahli Bahasa para Partisipan.

Pada kedua grafik diatas, dapat dilihat pergerakan dinamika nilai memiliki bentuk
yang tidak jauh berbeda. Pada kedua grafik memiliki kemiripan dimana sistem nilai
individual bergerak dengan mirip. Secara rata-rata, pada kedua grafik, partisipan A dan
K menempati posisi lebih tinggi dari lainnya, sedangkan partisipan N selalu ada dibawah
garis dinamika partisipan lainnya. Sebagai contoh, partisipan A memiliki garis dinamika
yang sama dimana pada pengambilan data kedua mengalami penurunan dibandingkan
yang pertama, kemudian meningkat pada pengambilan data ketiga, dan menurun lagi
pada pengambilan data ke empat. Dalam hal ini, dapat dikatakan alat bahasa dan ahli
bahasa memiliki penilaian yang sama terhadap kemajuan belajar siswa.

Sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini, hasil analisis secara kualitatif
menunjukkan beberapa bukti pendukung validitas penggunaan alat bahasa dalam proses
evaluasi kemampuan berbahasa Inggris siswa dimana secara garis besar, alat bahasa
mampu mendukung kerja guru dalam menganalisis ujaran siswa.

473
PENUTUP

Disarankan bagi pemegang kebijakan pendidikan untuk mempertimbangkan


penggunaan alat bahasa dalam proses evaluasi pembelajaran bahasa, dan saran kepada
para pengajar untuk menggunakan teknologi secara menyeluruh dalam proses
pembelajaran.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih diberikan kepada SEAMOLEC sebagai pemberi dana


penelitian, dan pihak Lembaga Bahasa Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
bersedia tempat pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adityo. (2014). Dynamics Systems Theory and Second Language Acquisition in Relation
to Indonesian Multilingual Learners of English in Natives Environment. London:
Kingston University: Unpublished Dissertation.
De Bot, K., Lowie, W., & Verspoor, M. (2007). A Dynamics Systems Theory: approach
to second language acquisition. Billingualism: Language and Cognition, 10(1), 7-
21.
Dörney, Z. (2007). Research Methods in Applied Linguistics. Oxford: Oxford University
Press.
Ellis, N. C. (2008). The Dynamics of Second Language Emergence: Cycles of Language
Use, Language Change, and Language Acquisition. The Modern Language
Journal, 232-249.
Gass, S., Mackey, A., Alvarez-Torres, M. J., & Fernandez-Garcia, M. (1999). The Effects
of Task Repetition on Linguistic Output. Language Learning, 549-581.
Geert, P. v. (2008). The Dynamic Systems Approach in The Study of L1 and L2
Acquisition: An Introduction. The Modern Language Journal, 8, 179-199.
Larsen-Freeman, D. (2006). The Emergence of Complexity, Fluency, and Accuracy in
the Oral and Written Production of Five Chinese Learners of English. Applied
Linguistics, 27(4), 590-619.
Larsen-Freeman, D., & Cameron, L. (2008). Complex Systems and Applied Linguistics.
Oxford: Oxford University Press.
Meara, P. (2014, July 25). Lognostics. Diambil kembali dari Lognostics:
http://www.lognostics.co.uk

474
Meara, P., & Miralpeix, I. (2014, January 1). Lognostics. Diambil kembali dari
Lognostics: http://www.lognostics.co.uk
Mitchell, R., Myles, F., & Marsden, E. (2013). Second Language Learning Theories.
Oxon: Routledge.
Tomlinson, B. (2013). Developing Materials for Language Teaching (2nd ed.). London:
Bloomsbury.
UMM, L. C. (2014, October 02). Language Center UMM . Dipetik October 02, 2015, dari
Language Center UMM: www.lc.umm.ac.id

475
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR STATISTIKA BERBASIS
TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) PADA
PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ) UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Anita Rahayu
Teknik Informatika-Statistika, School of Computer Science
Universitas Bina Nusantara
Jl. KH. Syahdan No. 9 Palmerah, Jakarta 11480
Telp: (021) 5345830 Fax: (021) 5300244

Email: n33_tha@yahoo.co.id

Abstrak

Di era globalisasi, zaman mulai menuju ke arah perubahan. Berbagai aspek


kehidupan mulai bergeser, salah satu aspek yang mengalami pergeseran adalah
pendidikan. Penggunaan dan pemanfaatan TIK dapat memaksimalkan peran dosen,
sehingga mendorong peran aktif mahasiswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu
dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk menghasilkan bahan ajar Statistika berbasis
TIK dan memodifikasinya, serta kajian pemanfaatannya. Bahan ajar yang dibuat dalam
bentuk power point dan dimodifikasi menjadi adobe flash. Penelitian ini dilakukan
terhadap mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) tahun 2016.1 mata kuliah Statistika di
Universitas Bina Nusantara. Analisis yang digunakan meliputi uji validitas, reliabilitas,
statistika deskriptif, pengujian hipotesis, dan analisis frekuensi. Kesimpulannya adalah
(a) sebelum dimodifikasi : valid dan reliabel, karena r hitung > r tabel dan Alpha Cronbach
0.784, nilai rata-rata pre test 62.94, dan hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa nilai
rata-rata sebelum menggunakan bahan ajar yang belum dimodifikasi lebih kecil dari nilai
rata-rata sesudah menggunakan bahan ajar yang sudah dimodifikasi. (b) sesudah
dimodifikasi : valid dan reliabel, karena r hitung > r tabel dan Alpha Cronbach 0.744, nilai
rata-rata post test 90.06. Selain itu terdapat peningkatan jawaban sangat setuju, 127
menjadi 400. Penurunan jawaban setuju, 379 menjadi 145, dan penurunan jawaban tidak
setuju, 55 menjadi 16.

476
Kata Kunci : pendidikan jarak jauh, reliabilitas, statistika, teknologi informasi dan
komunikasi, uji hipotesis, validitas

1. PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini, perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
tidak dapat dibendung lagi, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan TIK
dapat dilihat pada bidang pemerintahan, ekonomi, dan bisnis dengan munculnya konsep
dan aplikasi berupa e-government, e-commerce, e-community dan lain sebagainya.
Kejadian tersebut secara berangsur-angsur menggeser metode tradisional. Begitu pula
dalam dunia pendidikan, seiring dengan perkembangan TIK yang pesat, saat ini
bermunculan istilah e-learning, online learning, web based training, online courses, web
based education, dan juga terdapat banyak lembaga pendidikan yang memanfaatkan
sistem e-learning demi meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas pembelajaran. Selain
itu, sebagian besar perguruan tinggi juga telah mengandalkan berbagai bentuk
pembelajaran elektronik, baik untuk para mahasiswanya maupun untuk kepentingan
komunikasi antar sesama dosen.
Salah satu perguruan tinggi swasta yang telah menyelenggarakan online learning
berupa Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah Universitas Bina Nusantara (Binus). Binus
telah mendapat kepercayaan dari Pemerintah melalui Surat Keputusan No 146/E/O/2014
tentang penyelenggaran PJJ. Saat ini, Binus merupakan perguruan tinggi swasta pertama
yang memperoleh izin sistem pendidikan PJJ tersebut. Nantinya, di setiap wilayah akan
dibangun Binus University Learning Community (BULC) yang merupakan perwujudan
dari Unit Sumber Belajar Jarak Jauh (USBJJ). Dalam sistem PJJ ini, Binus menggunakan
bahan ajar berbasis TIK yaitu Learning Management System (LMS). Bahan ajar berupa
materi perkuliahan, lecturer notes, materi pendukung, tugas individu dan kelompok,
dapat diakses dan didownload oleh dosen dan mahasiswa di LMS yang sudah tersedia.
Sama halnya dengan online learning berupa PJJ, e-learning mempunyai peran
penting dalam membangun interaksi antara pembelajar dan pengajar. “E-learning adalah
penggunaan secara sistematis teknologi komputer dan multimedia untuk : 1)
memberdayakan pembelajar, 2) meningkatkan proses pembelajaran, 3) menghubungkan
pembelajar dengan pengajar atau pembelajar lainnya serta sumber daya pembelajaran,
dan 4) mengintegrasikan antara pembelajaran dan unjuk kerja, serta individu dengan
tujuan dari sebuah organisasi” (Pannen , 2002). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
disimpulakn bahwa e-Learning adalah sebuah metode perantara dalam proses
pembelajaran.
Yang membedakan antara metode PJJ dengan metode Binus Online Learning
(BOL), jika dengan metode BOL, mahasiswa tetap harus datang ke kampus pusat untuk
beberapa kegiatan. Sedangkan dengan metode PJJ, mahasiswa tidak perlu datang ke

477
kampus, mahasiswa cukup datang ke USBJJ dan menemui tutornya. Kemudian, tutor
akan meneruskan proses ke kampus pusat Binus di Jakarta.
Binus Online Learning (BOL) system terdiri dari tutor, dosen, dan mahasiswa.
Tugas tutor adalah mengikuti dan memantau proses diskusi forum, evaluasi dan menilai
tugas mandiri dan kelompok, serta evaluasi nilai ujian. Tugas dosen adalah menyiapkan
materi perkuliahan, menyiapkan soal ujian, dan menyiapkan rancangan kegiatan untuk
tutor. Sedangkan tugas mahasiswa adalah mengikuti onsite class, mengikuti diskusi
forum, mengikuti video conference, mengikuti ujian, dan belajar mandiri.
Sampai saat ini, terdapat lima Binus University Learning Center (BULC) antara
lain : BULC Makasar, BULC Pontianak, BULC Semarang, BULC Jakarta, dan BULC
Malang. Sedangkan untuk kampus pusatnya adalah Binus Jakarta. Untuk ke depannya,
diharapkan agar Binus membuka BULC di setiap kota yang ada di Indonesia.
Adapun proses PJJ di Universitas Bina Nusantara adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Proses PJJ di Universitas Bina Nusantara


Sumber : Panduan Pembuatan Materi PJJ untuk Dosen SME, Ganjil 2014/2015 Periode
2, Universitas Bina Nusantara

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa dalam proses PJJ di Universitas Bina


Nusantara terdiri dari 6 kali pertemuan tatap muka, 10 kali pertemuan online, dan 1 kali
ujian. Untuk pertemuan tatap muka, dilakukan pada pertemuan 1, 7, 8, 9, 15, dan 16,
sedangkan untuk pertemuan online, dilakukan selain pada pertemuan tatap muka tersebut,
yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 10, 11, 12, 13, dan 14. Pada pertemuan 1 dan 9, tatap muka dilakukan
tidak dengan tutor melainkan melalui video conference. Dan setelah pertemuan ke-16,
mahasiswa datang ke kampus pusat atau BULC kota terdekat untuk melaksanakan ujian.
Dalam penelitian ini, akan dibuat bahan ajar Statistika berbasis TIK dan kajian
pemanfaatannya, serta memodifikasi bahan ajar berbasis TIK yang sudah ada dan kajian
pemanfaatannya. Bahan ajar yang dibuat dalam bentuk power point dan bahan ajar

478
tersebut dimodifikasi dalam bentuk adobe flash. Penelitian ini dilakukan terhadap
mahasiswa yang terlibat dalam Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) tahun 2016 periode 1 untuk
mata kuliah Statistika di Universitas Bina Nusantara. Agar penelitian ini lebih terarah,
maka bahan ajar Statistika yang digunakan dibatasi hanya pada topik uji hipotesis. Topik
uji hipotesis dipilih dalam penelitian ini dikarenakan mayoritas mahasiswa mengalami
kesulitan memahami topik tersebut.
Dari tahun ke tahun, sudah banyak penelitian tentang pengembangan bahan ajar.
Salah satunya adalah penelitian tentang penggunaan bahan ajar online terhadap prestasi
mahasiswa Universitas Terbuka yang dilakukan oleh Lestari (2015). Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang mengambil
mata kuliah Statistika Ekonomi 1 pada tahun akademik 2013.1 dan 2013.2 yang
berjumlah 279 orang. Penelitian ini menggunakan metode korelasi. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa “Penggunaan bahan ajar online yang terdapat pada tutorial online
memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan prestasi mahasiswa. Dengan demikian,
intensitas penggunaan bahan ajar online harus lebih ditingkatkan” (Lestari, 2015). Hasil
dari penelitian ini dimuat dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 16,
Nomor 1, Maret 2015, 1-9.
Pada tahun yang sama, Husni dkk telah melakukan penelitian tentang pembuatan
bahan ajar Fisika berbasis ICT mengintegrasikan MSTBK pada materi mekanika klasik
sistem kontinu untuk mencapai kompetensi siswa SMA kelas XI. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa “Bahan ajar Fisika berbasis ICT mengintegrasikan MSTBK pada
materi mekanika klasik sistem kontinu yang dihasilkan berada pada kriteria sangat valid
dengan nilai rata-rata 87,50 oleh tenaga ahli, 88,03 oleh praktisi, dan 87,99 oleh
praktikalitas” (Husni, 2015). Hasil dari penelitian ini dimuat dalam Pillar of Physics
Education, Volume 5, April 2015, 33-40.
Berdasarkan beberapa penelitian lain yang relevan dengan bidang yang diteliti,
menunjukkan bahwa TIK dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
dalam bidang pendidikan. Dengan memanfaatkan TIK, diharapkan dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan masa depan.
Untuk menjawab tujuan penelitian ini, dapat dilakukan langkah-langkah antara
lain : uji validitas dan reliabilitas, statistika deskriptif, pengujian hipotesis, dan analisis
frekuensi untuk data hasil kuisioner (skala likert). Uji validitas bertujuan untuk mengukur
ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam pengukuran (Sekaran, 2006).
Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut mampu mengukur mengenai apa yang
akan diukur. Teknik pengujian yang sering digunakan untuk uji validitas adalah Bivariate
Pearson, dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut.
H0 : butir pertanyaan tidak valid
H1 : butir pertanyaan valid

479
Statistik uji :
(1)
n : Ukuran sampel
Xi : Pengamatan ke-i pada kelompok 1
Yi : Pengamatan ke-i pada kelompok 2
Nilai rxy dibandingkan dengan nilai rtabel menggunakan derajat bebas = n-2. Jika rxy > rtabel
atau p-value < α maka tolak H0, artinya butir pertanyaan tersebut valid.
Setelah dilakukan uji validitas, langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas. Uji
reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi alat ukur. Dengan kata lain, untuk
mengetahui keandalan dan kekonsistean alat ukur jika pengukuran tersebut diulang
(Sekaran, 2006). Instrumen yang reliabel (handal) artinya instrumen tersebut
menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun instrumen tersebut digunakan untuk
mengukur berkali-kali. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Alpha Cronbach.
Apabila nilai Alpha Cronbach di atas 0,7 berarti alat ukur tersebut sudah reliabel.
Setelah dilakukan uji validitas dna reliabilitas, langkah selanjutnya adalah
statistika deskriptif. Statistika deskriptif digunakan pada penelitian ini dengan tujuan
untuk melihat nilai rata-rata pre test dan post test secara grafis (tabel atau diagram). Selain
itu dapat juga dilihat banyaknya jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
dan sangat tidak setuju (STS) untuk hasil kuisioner sebelum dan sesudah menggunakan
bahan ajar yang dimodifikasi.
Analisis selanjutnya adalah pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis adalah suatu
usaha menguji parameter populasi melalui pengambilan sampel. Pengujian hipotesis bisa
dilakukan untuk menguji perbedaan rata-rata, proporsi, dan varians, baik untuk satu
kelompok sampel atau dua kelompok sampel. Karena dalam penelitian ini terdapat dua
kelompok sampel, yaitu sampel sebelum digunakan bahan ajar modifikasi dan sampel
sesudah digunakan bahan ajar modifikasi, maka untuk bahasan selanjutnya hanya
dijelaskan mengenai pengujian hipotesis untuk dua kelompok sampel.
Pengujian hipotesis untuk rata-rata dua kelompok sampel dibagi menjadi dua,
yaitu sampel independen dan sampel berpasangan. Perbedaannya adalah jika sampel
independen, antara satu sampel dengan sampel yang lain tidak berhubungan
(independen). Sedangkan jika sampel berpasangan, antara satu sampel dengan sampel
yang lain saling berpasangan atau dengan kata lain sebuah sampel dengan subyek yang
sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda, seperti subyek A akan mendapat

480
perlakuan 1 kemudian perlakuan 2. Berikut adalah ilustrasi mengenai dua kelompok
sampel yang independen dan berpasangan.

(a)

(b)
Gambar 2. Ilustrasi Dua Kelompok Sampel yang Independen dan Berpasangan
(a) Independen dan (b) Berpasangan

Berikut adalah hipotesis, statistik uji, dan daerah kritis untuk dua kelompok
sampel yang berpasangan.

Tabel 1. Hipotesis, Statistik Uji, dan Daerah Kritis untuk


Dua Kelompok Sampel yang Berpasangan
Hipotesis Statistik Uji Daerah Kritis
H0 : μ1- μ2 ≥ 0 atau H0 : μD ≥ 0
H1 : μ1- μ2 < 0 atau H1 : μD < 0
dengan
H0 : μ1- μ2 ≤ 0 atau H0 : μD ≤ 0
H1 : μ1- μ2 > 0 atau H1 : μD > 0
H0 : μ1- μ2 = 0 atau H0 : μD = 0
atau
H1 : μ1- μ2 ≠ 0 atau H1 : μD ≠ 0

Dalam pengujian hipotesis untuk rata-rata dua kelompok sampel yang


berpasangan, digunakan uji t sebagai statistik ujinya. Oleh karena itu, untuk daerah

481
kritisnya menggunakan bantuan tabel t. Atau bisa juga menggunakan aturan jika nilai p-
value < α maka tolak H0. Adapun gambar kurva distribusi t untuk ketiga macam hipotesis
tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 3. Gambar Kurva Distribusi t untuk Pengujian Hipotesis Rata-rata Dua


Kelompok
Sampel yang Berpasangan
Sumber : Bahan Ajar Applied Statistics, Materi Comparing Two Populations Mean
(Pertemuan 7-8),
Universitas Bina Nusantara

Analisis statistika selanjutnya yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
frekuensi untuk data hasil kuisioner (skala likert), yang dapat menunjukkan nilai
presentase index untuk setiap jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
dan sangat tidak setuju (STS) untuk masing-masing item pertanyaan.

2. METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari
hasil kuisioner terhadap 33 mahasiswa yang sedang mengikuti program Pendidikan Jarak
Jauh (PJJ) semester ganjil 2016 periode 1 di Universitas Bina Nusantara untuk mata
kuliah Statistika. Kuisioner yang digunakan meliputi beberapa aspek, antara lain : minat
terhadap bahan ajar, penguasaan materi, bahasa, dan tampilan bahan ajar. Selain hasil
kuisioner, digunakan juga data nilai yang diperoleh dari hasil pre test (sebelum digunakan
bahan ajar Statistika yang dimodifikasi) dan post test (sesudah digunakan bahan ajar
Statistika yang dimodifikasi). Bahan ajar sebelum dimodifikasi dalam bentuk power
point, sedangkan sesudah dimodifikasi dalam bentuk adobe flash. Bahan ajar yang
digunakan pada penelitian ini dibatasi pada topik uji hipotesis. Adapun penelitian ini
dilakukan pada Bulan Agustus-Oktober 2016.

482
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan ajar Statistika berbasis
TIK dan modifikasinya (untuk topik uji hipotesis), kuisioner, soal pre test, dan soal post
test.
Data dikumpulkan melalui studi dokumen, pengamatan, kuisioner, pre test dan
post test. Studi dokumen mencakup kegiatan menganalisis dan mengkaji manfaat bahan
ajar Statistika berbasis TIK dan modifikasinya; pengamatan dilaksanakan ketika kegiatan
pembelajaran sedang berlangsung; kuisioner diberikan kepada 33 mahasiswa yang
sedang mengikuti program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) semester ganjil 2016 periode 1 di
Universitas Bina Nusantara untuk mata kuliah Statistika; pre test diberikan pada saat
setelah mahasiswa menggunakan dan mempelajari bahan ajar Statistika (untuk topik uji
hipotesis) yang belum dimodifikasi, dan post test diberikan pada saat setelah mahasiswa
menggunakan dan mempelajari bahan ajar Statistika (untuk topik uji hipotesis) yang
sudah dimodifikasi.
Adapun langkah-langkah metode analisis data adalah :
a. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Pada penelitian ini, uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Suatu item pertanyaan
dikatakan valid jika nilai r hitung >
rtabel dan dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach di atas 0.7. Uji validitas dan
relibailitas dilakukan terhadap hasil kuisioner untuk bahan ajar sebelum dan sesudah
dimodifikasi (17 item pertanyaan). Langkah-langkah melakukan uji validitas dan
reliabilitas menggunakan software SPSS adalah mengklik menu analyze-scale-
reliability analysis.
b. Statistika Deskriptif
Tujuan digunakan statistika deskriptif adalah mengubah data awal menjadi bentuk
yang lebih menarik sehingga mudah dibaca oleh pembaca. Bentuk statistika deskriptif
yang digunakan pada penelitian ini adalah histogram, diagram lingkaran, boxplot, dan
diagram batang. Untuk data nilai pre test dan post test menggunakan histogam dan
boxplot, sedangkan untuk data hasil kuisioner menggunakan diagram lingkaran dan
diagram batang. Bentuk-bentuk diagram tersebut dibuat dengan menggunakan
software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dan Minitab. Langkah-
langkah membuat tabel atau diagram menggunakan software Minitab adalah mengklik
menu graph-kemudian pilih tabel atau diagram yang diinginkan.
c. Pengujian hipotesis untuk dua kelompok sampel yang berpasangan
1. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1)
Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) dibagi menjadi satu arah dan dua arah.
- Hipotesis satu arah
H0 : μ1- μ2 ≥ 0 atau H0 : μD ≥ 0 H0 : μ1- μ2 ≤ 0 atau H0 : μD ≤ 0
H1 : μ1- μ2 < 0 atau H1 : μD < 0 H1 : μ1- μ2 > 0 atau H1 : μD > 0

483
- Hipotesis dua arah
H0 : μ1- μ2 = 0 atau H0 : μD = 0
H1 : μ1- μ2 ≠ 0 atau H1 : μD ≠ 0
Keterangan :

: Rata-rata populasi kelompok 1

: Rata-rata populasi kelompok 2

: Selisih rata-rata populasi kelompok 1 dengan kelompok 2


Untuk pemilihannya, apakah menggunakan hipotesis satu arah atau dua arah, tergantung
pada tujuan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan hipotesis satu arah, hal ini
dikarenakan tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah nilai rata-rata
post test lebih tinggi daripada nilai rata-rata pre test. Yang dimaksud kelompok
sampel 1 adalah data nilai dari hasil pre test dan kelompok sampel 2 adalah data
nilai dari hasil post test.
2. Menentukan taraf signifikansi (α)
Taraf signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian adalah 5%
3. Menentukan statistik uji
Uji hipotesis untuk dua kelompok sampel yang berpasangan menggunakan
statistik uji t sebagai berikut.

dengan
(2)
Keterangan :

: Rata-rata selisih pengamatan kelompok 1 dengan pengamatan kelompok 2

: Rata-rata selisih populasi kelompok 1 dengan populasi kelompok 2

: Standar deviasi untuk selisih pengamatan kelompok 1 dengan pengamatan


kelompok 2

: Selisih pengamatan ke-i pada kelompok 1 dengan kelompok 2


: ukuran sampel
4. Menentukan daerah kritis
Berikut adalah daerah kritis untuk hipotesis satu arah dan dua arah

484
- Daerah kritis untuk H1 : μ1- μ2 < 0 atau H1 : μD < 0 (satu arah)
Tolak H0 jika
Daerah kritis untuk H1 : μ1- μ2 > 0 atau H1 : μD > 0 (satu arah)

Tolak H0 jika
- Daerah kritis untuk H1 : μ1- μ2 ≠ 0 atau H1 : μD ≠ 0 (dua arah)

Tolak H0 jika atau


5. Mengambil kesimpulan
Kesimpulan diambil berdasarkan hasil dari daerah kritis, terima H0 atau tolak H0.
Pengujian hipotesis untuk dua kelompok sampel yang berpasangan dapat dilakukan
dengan menggunakan software Minitab dengan cara mengklik menu stat-basic
statistics-paired t.
d. Analisis frekuensi untuk data hasil kuisioner (skala likert)
Berikut adalah langkah-langkah analisis frekuensi untuk data hasil kuisioner yang berbentuk
skala likert
- Menghitung total jawaban SS, S, TS, dan STS untuk 17 item pertanyaan
- Menghitung jawaban responden SS, S, TS, dan STS untuk 17 item pertanyaan
dengan rumus :
4 x total jawaban SS (untuk jawaban SS)
3 x total jawaban S (untuk jawaban S)
2 x total jawaban TS (untuk jawaban TS)
1 x total jawaban STS (untuk jawaban STS)
Catatan : 4 adalah bobot nilai tertinggi dan 1 adalah bobot nilai terendah. Bobot nilai
tertinggi dan terendah disesuaikan dengan banyaknya kategori jawaban
- Menghitung total skor untuk 17 item pertanyaan, misal untuk item pertanyaan
pertama, total skornya adalah jumlahan dari jawaban responden SS, S, TS, dan
STS untuk item pertanyaan pertama
- Menghitung jumlah skor tertinggi untuk jawaban SS dengan rumus bobot nilai
tertinggi dikali dengan jumlah responden. Jumlah skor tertinggi untuk 17 item
pertanyaan adalah sama
- Menghitung persentase index dengan rumus total skor dibagi dengan jumlah skor
tertinggi kemudian dikali dengan 100, untuk masing-masing item pertanyaan

485
Berikut adalah bagan alir metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini.

Uji Validitas dan


Reliabilitas

2. Statistika Deskriptif

3. Pengujian Hipotesis

4. Analisis Frekuensi untuk Data


Hasil Kuisioner

5. Membuat kesimpulan

Gambar 4. Bagan Alir Metode Analisis Data

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Ketepatan Pengukuran
Dalam melakukan survei menggunakan kuisioner, penting untuk memastikan
bahwa instrumen yang dibuat untuk mengukur konsep tertentu benar-benar secara akurat
mengukur variabel yang ingin diukur. Karena itu, dengan cara tertentu, kita perlu menilai

486
“ketepatan” dari ukuran yang dibuat. Cara yang digunakan untuk menilai “ketepatan” dari
ukuran yang dibuat adalah dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas.

3.1.1 Uji Validitas


Uji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan nilai korelasi Bivariate
Pearson untuk setiap item pertanyaan seperti pada Tabel 2 (Bahan ajar topik uji hipotesis
yang belum dimodifikasi). Karena nilai r hitung > r tabel (0.2913) maka dapat disimpulkan
bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner adalah valid dan mengukur aspek atau
variabel yang sama.

Tabel 2. Nilai Korelasi Bivariate Pearson


(Bahan ajar topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi)
Item Pertanyaan Nilai Korelasi Keputusan
A1 0.370 Valid
A2 0.319 Valid
A3 0.394 Valid
A4 0.575 Valid
A5 0.293 Valid
B6 0.731 Valid
B7 0.597 Valid
B8 0.415 Valid
B9 0.604 Valid
B10 0.301 Valid
C11 0.440 Valid
D12 0.692 Valid
D13 0.381 Valid
D14 0.672 Valid
D15 0.726 Valid
D16 0.640 Valid
D17 0.631 Valid

487
Catatan : Penjelasan rinci untuk 17 item pertanyaan, dapat dilihat pada
bagian 3.4

Tabel 3. adalah nilai korelasi Bivariate Pearson untuk setiap item pertanyaan
(Bahan ajar topik uji hipotesis yang sudah dimodifikasi). Karena nilai r hitung > r tabel
(0.2913) maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner adalah
valid dan mengukur aspek atau variabel yang sama.

Tabel 3. Nilai Korelasi Bivariate Pearson


(Bahan ajar topik uji hipotesis yang sudah dimodifikasi)
Item Pertanyaan Nilai Korelasi Keputusan
A1 0.344 Valid
A2 0.481 Valid
A3 0.580 Valid
A4 0.391 Valid
A5 0.474 Valid
B6 0.324 Valid
B7 0.390 Valid
B8 0.372 Valid
B9 0.448 Valid
B10 0.590 Valid
C11 0.673 Valid
D12 0.590 Valid
D13 0.486 Valid
D14 0.752 Valid
D15 0.344 Valid
D16 0.521 Valid
D17 0.406 Valid

488
Catatan : Penjelasan rinci untuk 17 item pertanyaan, dapat dilihat pada
bagian 3.4

3.1.2 Uji Reliabilitas


Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan SPSS, diperoleh nilai Alpha
Cronbach sebesar 0.784, hal ini menunjukkan bahwa alat ukur tersebut sudah reliabel
(kuisioner untuk bahan ajar topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi). Untuk uji
reliabilitas hasil kuisioner bahan ajar topik uji hipotesis yang sudah dimodifikasi, nilai
Alpha Cronbach sebesar 0.744, hal ini menunjukkan bahwa alat ukur tersebut sudah
reliabel. Ini artinya kuisioner tersebut menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun
kuisioner tersebut digunakan untuk mengukur berkali-kali.

3.2 Statistika Deskriptif


3.2.1 Statistika Deskriptif untuk Data Nilai Pre Test dan Post Test
Dari data nilai pre test dan post test terhadap 33 mahasiswa yang sedang
mengikuti program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) semester ganjil 2016 periode 1 di
Universitas Bina Nusantara untuk mata kuliah Statistika, dapat diubah ke dalam bentuk
tabel atau diagram. Karena datanya bersifat kuantitatif, maka salah satu diagram yang
dapat digunakan adalah histogram seperti berikut.

Gambar 5. Histogram untuk Data Nilai Pre Test

Berdasarkan histogram pada Gambar 5, terlihat bahwa distribusi data untuk nilai
pre test mendekati distribusi normal, hal ini ditunjukkan dengan bentuk batang yang
mendekati kurva normal. Nilai rata-rata untuk data pre test sebesar 62.94 dan standar

489
deviasi sebesar 7.713. Adapun data dengan nilai interval 65-70 memiliki frekuensi
terbanyak jika dibandingkan dengan nilai interval lainnya.
Berbeda dengan histogram data nilai pre test, histogram data nilai post test lebih
condong ke arah kanan, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak mahasiswa yang
mendapatkan nilai post test mendekati nilai maksimal (nilai 100). Adapun nilai rata-rata
untuk data post test sebesar 90.06 dan standar deviasi sebesar 9.280. Jika dibandingkan,
nilai rata-rata untuk data post test lebih besar daripada nilai rata-rata untuk data pre test,
ini artinya terdapat peningkatan prestasi nilai sebelum dan sesudah menggunakan bahan
ajar Statistika yang dimodifikasi dengan topik uji hipotesis.

Gambar 6. Histogram untuk Data Nilai Post Test

Selain menggunakan histogram, penyajian data kuantitatif juga dapat


menggunakan boxplot. Boxplot berfungsi untuk mendeteksi adanya pengamatan outlier
(pengamatan yang melebihi batas bawah dan batas atas). Berdasarkan Gambar 7, terlihat
bahwa terdapat satu pengamatan outlier pada data post test, yaitu nilai post test sebesar
65. Dari boxplot juga terlihat bahwa nilai rata-rata untuk data post test lebih tinggi
daripada nilai rata-rata untuk data pre test.

Gambar 7. Boxplot untuk Data Nilai Pre Test dan Post Test

490
3.2.2 Statistika Deskriptif untuk Data Hasil Kuisioner
Dalam penelitian ini, selain menggunakan data primer hasil dari pre test dan post
test, juga digunakan data primer hasil kuisioner untuk bahan ajar Statistika sebelum dan
sesudah dimodifikasi untuk topik uji hipotesis. Pada Gambar 8, untuk data hasil kuisioner
menggunakan bahan ajar sebelum dimodifikasi, terlihat bahwa terdapat 379 jawaban
yang menyatakan S (setuju) terhadap 17 item pertanyaan, 127 jawaban yang menyatakan
SS (sangat setuju) terhadap 17 item pertanyaan, 55 jawaban yang menyatakan TS (tidak
setuju) terhadap 17 item pertanyaan, dan 0 jawaban yang menyatakan STS (sangat tidak
setuju) terhadap 17 item pertanyaan

Gambar 8. Diagram Lingkaran Hasil Kuisioner untuk Bahan Ajar Sebelum


Dimodifikasi

Pada Gambar 9, untuk data hasil kuisioner menggunakan bahan ajar sesudah
dimodifikasi, terlihat bahwa terdapat 145 jawaban yang menyatakan S (setuju) terhadap
17 item pertanyaan, 400 jawaban yang menyatakan SS (sangat setuju) terhadap 17 item
pertanyaan, 16 jawaban yang menyatakan TS (tidak setuju) terhadap 17 item pertanyaan,
dan 0 jawaban yang menyatakan STS (sangat tidak setuju) terhadap 17 item pertanyaan.
Dari hasil tersebut, dapat ditunjukkan bahwa terdapat peningkatan jawaban untuk
jawaban SS (sangat setuju), yang semula sebesar 127 jawaban menjadi 400 jawaban. Hal
ini mengindikasikan bahwa bahan ajar yang sudah dimodifikasi untuk topik uji hipotesis
telah memberikan banyak manfaat terutama untuk mahasiswa, beberapa manfaat tersebut
dapat dilihat dari aspek minat terhadap bahan ajar, penguasaan materi, bahasa, dan
tampilan.

491
Gambar 9. Diagram Lingkaran Hasil Kuisioner untuk Bahan Ajar Sesudah
Dimodifikasi

Berikut adalah diagram batang untuk perbandingan jawaban hasil kuisioner


tentang bahan ajar topik uji hipotesis sebelum (warna biru) dan sesudah (warna merah)
dimodifikasi. Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa terdapat peningkatan jawaban SS
(sangat setuju), dari 127 menjadi 400. Untuk jawaban S (setuju) terdapat penurunan
jawaban, dari 379 menjadi 145, dan untuk jawaban TS (tidak setuju) terdapat penurunan
jawaban, dari 55 menjadi 16.

Gambar 10. Diagram Batang Hasil Kuisioner untuk Bahan Ajar Sebelum dan Sesudah
Dimodifikasi

3.3 Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat apakah nilai rata-rata post test lebih
besar daripada nilai rata-rata pre test terhadap 33 mahasiswa yang sedang mengikuti
program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) semester ganjil 2016 periode 1 di Universitas Bina
Nusantara untuk mata kuliah Statistika.

492
Terdapat dua kelompok sampel, yaitu kelompok sampel untuk data nilai pre test
(sebelum menggunakan bahan ajar Statistika dengan topik uji hipotesis yang belum
dimodifikasi) dan kelompok sampel untuk data nilai post test (sesudah menggunakan
bahan ajar Statistika dengan topik uji hipotesis yang sudah dimodifikasi). Karena kedua
sampel tersebut saling berpasangan (tidak independen), maka pada penelitian ini
menggunakan uji hipotesis rata-rata untuk dua kelompok sampel yang berpasangan (uji
t). Berikut langkah-langkah uji hipotesisnya.
(1) Hipotesis
Hipotesis yang digunakan adalah hipotesis satu arah
H0 : μ1 ≥ μ2 (Nilai rata-rata sebelum menggunakan bahan ajar Statistika dengan
topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi lebih besar sama dengan
nilai rata-rata sesudah menggunakan bahan ajar Statistika dengan
topik uji hipotesis yang sudah dimodifikasi)
H1 : μ1 < μ2 (Nilai rata-rata sebelum menggunakan bahan ajar Statistika dengan
topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi lebih kecil dari nilai rata-
rata sesudah menggunakan bahan ajar Statistika dengan topik uji
hipotesis yang sudah dimodifikasi)
(2) α = 5%

(3) Statistik uji : dengan

Dengan menggunakan program Minitab diperoleh hasil sebagai berikut.

Paired T-Test and CI: PRE TEST; POST TEST

Paired T for PRE TEST - POST TEST


N Mean StDev SE Mean
PRE TEST 33 62,9394 7,7134 1,3427
POST TEST 33 90,0606 9,2802 1,6155
Difference 33 -27,1212 10,7493 1,8712

493
95% upper bound for mean difference: -23,9516
T-Test of mean difference = 0 (vs < 0): T-Value = -14,49 P-Value = 0,000

Dapat dilihat bahwa nilai statistik uji t = -14.49 dan p-value = 0.000

(4) Daerah kritis :


- Jika menggunakan nilai statistik uji t dibandingkan dengan nilai t tabel
Tolak H0 jika dengan nilai
Karena -14.49 ≤ -1.694 maka tolak H0
- Jika menggunakan nilai p value dibandingkan dengan nilai α
Tolak H0 jika nilai p value < α dengan nilai p value = 0.000 dan α = 0.05
Karena nilai 0.000 < 0.05 maka tolak H0
Dengan menggunakan nilai statistik uji atau p value diperoleh kesimpulan yang sama, yaitu
tolak H0
(5) Kesimpulan : Nilai rata-rata sebelum menggunakan bahan ajar Statistika dengan
topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi lebih kecil dari nilai rata-rata sesudah
menggunakan bahan ajar Statistika dengan topik uji hipotesis yang sudah
dimodifikasi

Dengan hasil analisis statistika di atas, dapat diketahui bahwa indikator


keberhasilan penelitian ini, yang berupa pembuatan bahan ajar Statistika yang sudah
dimodifkasi dengan topik uji hipotesis berhasil. Hal ini dibuktikan dengan kesimpulan
hasil analisis statistika yang menyatakan bahwa nilai rata-rata sebelum menggunakan
bahan ajar Statistika dengan topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi lebih kecil dari
nilai rata-rata sesudah menggunakan bahan ajar Statistika dengan topik uji hipotesis yang
sudah dimodifikasi.

3.4 Analisis Frekuensi untuk Data Hasil Kuisioner


Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data skala likert,
yaitu analisis frekuensi (proporsi) dan analisis terbanyak (mode). Pada penelitian ini
digunakan metode analisis frekuensi dan diperoleh hasil sebagai berikut.
1. Sebesar 65,79% responden sangat setuju bahwa bahan ajar memberikan motivasi
(ketertarikan) pada responden untuk belajar (A1)

494
2. Sebesar 67,42% responden sangat setuju bahwa responden bisa belajar secara aktif
dan mandiri dengan bahan ajar ini (A2)
3. Sebesar 68,18% responden sangat setuju bahwa responden bisa belajar sesuai dengan
kecepatan dan intensitas belajar responden sendiri (A3)
4. Sebesar 65,91% responden sangat setuju bahwa setelah mempelajari bahan ajar ini,
responden merasa tertantang untuk mengembangkan pengetahuan tentang Statistika
(A4)
5. Sebesar 65,91% responden sangat setuju bahwa responden merasa senang dan tidak
bosan menggunakan bahan ajar ini (A5)
6. Sebesar 68,94% responden sangat setuju bahwa materi yang disajikan dapat
responden pahami dengan mudah (B6)
7. Sebesar 78,79% responden sangat setuju bahwa dengan bahan ajar ini, responden
mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam (B7)
8. Sebesar 63,94% responden sangat setuju bahwa responden menjadi paham karena
materi disajikan secara urut (B8)
9. Sebesar 67,42% responden sangat setuju bahwa responden tidak merasa kesulitan
menggunakan bahan ajar ini (B9)
10. Sebesar 84,85% responden sangat setuju bahwa materi disajikan dengan jelas dan
mudah diikuti (B10)
11. Sebesar 62,88% responden sangat setuju bahwa penggunaan bahasa yang sesuai
dalam bahan ajar ini (C11)
12. Sebesar 68,94% responden sangat setuju bahwa responden suka dengan tampilan
bahan ajar ini karena memiliki komposisi warna yang serasi (D12)
13. Sebesar 62,12% responden sangat setuju bahwa responden dapat memahami materi
dengan bantuan animasi, suara atau yang lain yang memiliki kualitas yang baik (D13)
14. Sebesar 67,42% responden sangat setuju bahwa responden dapat menggunakan
tombol navigasi dengan mudah (D14)
15. Sebesar 59,85% responden sangat setuju bahwa tampilan bahan ajar interaktif dan
menarik (D15)
16. Sebesar 62,12% responden sangat setuju bahwa responden dapat mengulangi pada
bagian materi yang diinginkan (D16)
17. Sebesar 67,42% responden sangat setuju bahwa responden dapat membaca teks
dengan mudah karena jenis dan ukuran huruf yang dipilih tepat (D17)

495
Hasil di atas adalah hasil analisis frekuensi untuk jawaban kuisioner tentang bahan ajar
yang sudah dimodifikasi.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Berikut adalah kesimpulan hasil analisis untuk bahan ajar mata kuliah Statistika
topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi :
a. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, hasil kuisioner untuk bahan ajar
(sebelum dimofidikasi) mata kuliah Statistika topik uji hipotesis adalah valid
dan reliabel. Hal ini ditunjukkan oleh nilai r hitung > r tabel untuk setiap item
pertanyaan (disebut valid) dan nilai Alpha Cronbach sebesar 0.784 (di atas 0.7
disebut reliabel)
b. Nilai rata-rata pre test (sebelum digunakan bahan ajar modifikasi) sebesar
62.94 lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata post test (sesudah
digunakan bahan ajar modifikasi) sebesar 90.06. Hal ini juga didukung oleh
hasil pengujian hipotesis yang menyatakan bahwa nilai rata-rata sebelum
menggunakan bahan ajar Statistika dengan topik uji hipotesis yang belum
dimodifikasi lebih kecil dari nilai rata-rata sesudah menggunakan bahan ajar
Statistika dengan topik uji hipotesis yang sudah dimodifikasi (tingkat
kepercayaan 95%)
c. Terdapat 379 jawaban yang menyatakan S (setuju), 127 jawaban yang
menyatakan SS (sangat setuju), 55 jawaban yang menyatakan TS (tidak setuju),
dan 0 jawaban yang menyatakan STS (sangat tidak setuju)

2. Berikut adalah kesimpulan hasil analisis untuk bahan ajar mata kuliah Statistika
topik uji hipotesis yang sudah dimodifikasi :
a. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, hasil kuisioner untuk bahan ajar
(sesudah dimodifikasi) mata kuliah Statistika topik uji hipotesis adalah valid
dan reliabel. Hal ini ditunjukkan oleh nilai r hitung > r tabel untuk setiap item
pertanyaan (disebut valid) dan nilai Alpha Cronbach sebesar 0.744 (di atas 0.7
disebut reliabel).
b. Nilai rata-rata pre test (sebelum digunakan bahan ajar modifikasi) sebesar
62.94 lebih kecil dibandingkan dengan post test (sesudah digunakan bahan ajar
modifikasi) sebesar 90.06. Hal ini juga didukung oleh hasil pengujian hipotesis
yang menyatakan bahwa nilai rata-rata sebelum menggunakan bahan ajar
Statistika dengan topik uji hipotesis yang belum dimodifikasi lebih kecil dari
nilai rata-rata sesudah menggunakan bahan ajar Statistika dengan topik uji
hipotesis yang sudah dimodifikasi (tingkat kepercayaan 95%)
c. Terdapat peningkatan jawaban SS (sangat seatuju), dari 127 menjadi 400.
Untuk jawaban S (setuju) terdapat penurunan jawaban, dari 379 menjadi 145,
dan untuk jawaban TS (tidak setuju) terdapat penurunan jawaban, dari 55
menjadi 16.

496
Berdasarkan kesimpulan hasil analisis di atas, dapat dirangkum bahwa
penggunaan bahan ajar yang sudah dimodifikasi (dari bentuk power point menjadi adobe
flash) sangatlah bermanfaat, terutama untuk mahasiswa. Salah satu alasannya adalah
karena dapat meningkatkan nilai rata-rata prestasi mahasiswa (dari 62.94 menjadi 90.06),
dan sebesar 84,85% responden sangat setuju bahwa materi disajikan dengan jelas dan
mudah diikuti.
Agar mahasiswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh dosen,
sebaiknya materi disampaikan dengan : penerapan contoh dalam kasus nyata, berbagai
bentuk animasi sehingga mahasiswa lebih mudah tertarik untuk mempelajarinya,
penulisan dan penjelasan rumus dengan baik dan benar, dan diperbanyak dengan latihan
soal. Selain itu faktor yang tidak kalah penting adalah dosen harus dapat menyampaikan
materi dengan jelas dan mudah diikuti oleh mahasiswa. Setelah itu pada akhir sesi
perkuliahan, dosen dapat memberikan kuis kepada mahasiswa. Kuis ini bertujuan untuk
mengukur seberapa jauh pemahaman mahasiswa terhadap materi yang sudah
disampaikan. Selain itu dalam pembuatan materi, sebaiknya melibatkan juga ahli media,
ahli bahasa, dan para ahli lainnya yang terkait dengan bidangnya.

5. DAFTAR PUSTAKA

http://surabaya.tribunnews.com/2015/05/21/binus-university-pts-pertama-
penyelenggara-pendidikan-jarak-jauh
http://mediamalang.com/kuliah-jarak-jauh-bersama-binus/
https://www.selasar.com/budaya/jauh-di-mata-dekat-dengan-it-peluang-pendidikan-
jarak-jauh#
Husni, A., dk. (2015). Pembuatan Bahan Ajar Fisika Berbasis ICT Mengintegrasikan
MSTBK pada Materi Mekanika Klasik Sistem Kontinu untuk Mencapai
Kompetensi Siswa SMA Kelas XI. Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri
Padang. Pillar of Physics Education, Volume 5, 33-40, April 2015.
Lestari, E.P. (2015). Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar Online Terhadap Prestasi
Mahasiswa Universitas Terbuka. Jurnal Pendidikan dan Jarak Jauh, Volume 16,
Nomor 1, 1-9, Maret 2015.
Pannen, P. (2002). Pengertian Sistem Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh.
Sekaran, U. (2006). Research Methods for Business-Metodologi Penelitian untuk bisnis.
Salemba Empat.

497
PENGEMBANGAN MONOGRAF BERILUSTRASI 3 DIMENSI (3D)
BERBASIS AUGMENTED REALITY SEBAGAI SUPLEMEN PADA
TOPIK PEMBELAJARAN ALDEHIDA DAN KETON

Jaslin Ikhsan,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNY
Karangmalang, Yogyakarta, Indonesia, 55281
jikhsan@uny.ac.id

Abstrak

Integrasi teknologi berbasis IT dalam bidang pendidikan semakin pesat dilakukan demi
mendapatkan daya tarik peserta didik untuk belajar, terutama dalam media pembelajaran.
Salah satu integrasi dalam bidang teknologi infotmasi adalah pemanfaatan Augmented
Reality untuk pemodelan senyawa dalam bentuk tiga dimensi (3D) marak dikembangkan
sebagai wujud nyata pemanfaatan teknologi yang semakin modern. Augmented Reality
merupakan teknologi yang menggabungkan benda maya tiga dimensi ke dalam sebuah
lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut secara
real-time.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui spesifikasi dan kualitas dan
kelayakan Monograf Berilustrasi 3 Dimensi (3D) Berbasis Augmented Reality Sebagai
Suplemen pada Topik Pembelajaran Aldehida dan Keton. Jenis penelitian ini adalah
penelitian pengembangan dengan subjek penelitian Monograf “Augmented Chemistry
Aldehida & Keton”. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah lembar masukan
dan angket penilaian. Analisis data yang digunakan antara lain analisis data kualitatif
yang kemudian dikonversi menjadi data kuantitatif untuk penilaian kualitas Monograf
Berilustrasi 3 Dimensi (3D) Berbasis Augmented Reality Sebagai Suplemen pada Topik
Pembelajaran Aldehida dan Keton.
Penelitian ini menghasilkan monograf berjudul “Aigmented Chemistry Aldehida
& Keton” sebagai suplemen pembelajaran kimia. Berdasarkan penilaian reviewer,
monograf ini memiliki skor rata-rata 165,2 dan termasuk dalam kategori sangat baik,
sehingga layak digunakan dalam pembelajaran kimia.

Kata kunci: Augmented Reality, 3 Dimensi, Aldehida & Keton.

498
PENDAHULUAN
Di era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang sehingga
mempengaruhi beberapa aspek di dalam kehidupan manusia, salah satunya bidang
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan teknologi yang semakin pesat dalam
media pembelajaran. Media pembelajaran digunakan sebagai sarana untuk membantu
peserta didik memahami materi pelajaran. Media pembelajaran merupakan suatu alat
yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran [1].
Meskipun media dalam pembelajaran semakin pesat dikembangkan, namun
keberadaan buku sebagai media pembelajaran cetak masih memiliki peran penting dalam
kegiatan belajar mengajar. Buku teks digunakan sebagai acuan wajib oleh pendidik dan
peserta didik dalam proses pembelajaran [2]. Tetapi, kurangnya media visual pada buku
pelajaran membuat peserta didik sulit menganalogikan suatu teori sehingga cenderung
menghafal materi yang sebagian besar masih bersifat abstrak. Levie & Lentz
mengatakaan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk
tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-
hubungkan fakta dan konsep [1]. Dengan demikian, materi yang bersifat abstrak
sebaiknya divisualisasikan menjadi sesuatu yang konkrit agar lebih mudah dipahami.
Mata pelajaran kimia merupakan salah satu cabang ilmu sains yang dianggap
sukar bagi peserta didik karena banyaknya materi yang bersifat abstrak, terutama dalam
pemodelan bentuk suatu senyawa. Meskipun telah dikembangkan berbagai alat peraga
yang mewakili beberapa bentuk senyawa, namun hal tersebut dirasa kurang praktis
mengingat banyaknya senyawa yang dapat dijumpai dalam mata pelajaran kimia. Selain
alat peraga, beberapa pemodelan senyawa dalam bentuk tiga dimensi (3D) marak
dikembangkan sebagai wujud nyata pemanfaatan teknologi yang semakin modern. Media
tiga dimensi dapat berwujud sebagai benda asli baik hidup maupun mati, dan dapat pula
berwujud sebagai tiruan yang mewakili aslinya [3].
Berkaitan dengan kebutuhan media pembelajaran yang menarik namun tidak
menggeser keberadaan buku, penelitian ini akan mencoba mengembangkan media
pembelajaran cetak yang berupa buku pengayaan dalam bentuk monograf dengan
memadukan objek virtual (maya) dan benda nyata dengan teknik marker. Tanpa
mengesampingkan eksistensi buku sebagai acuan wajib dalam proses pembelajaran,
monograf ini memuat materi beserta pemodelan 3 dimensi menggunakan teknologi
Augmented Reality (AR) atau realitas tertambah. Augmented Reality merupakan teknologi
yang menggabungkan benda maya tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga
dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut secara real-time.
Augmented Reality (AR) atau realitas tertambah merupakan teknologi yang dapat
menggabungkan benda maya ke dalam dunia nyata secara bersamaan yang pada
umumnya diaplikasikan pada smartphone, tabet, dan komputer. Tidak seperti realitas
maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, namun Augmented Reality hanya
menambahkan atau melengkapi kenyataan [4].
Menurut Azuma, “Augmented Reality systems can be defined as those that allow
real and virtual objects to coexist in the same space and be interacted with in real time”
[5]. Dari pernyataan tersebut, AR didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
memungkinkan objek nyata dan objek virtual berada pada ruang yang sama dan saling
berinteraksi pada waktu yang bersamaan (real time). Objek virtual pada teknologi AR

499
dapat berupa teks, gambar, audio, video, maupun animasi 3D yang dikemas dalam bentuk
marker. Marker merupakan suatu objek berupa gambar dikelilingi oleh dua bingkai
dengan ukuran berbeda. Bingkai terluar berwarna putih, sedangkan bingkai di dalamnya
berwarna hitam. Pola marker dapat dibuat dengan GIMP 2 atau Photoshop. Contoh
marker dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Contoh marker pada AR


Objek dalam AR ditampilkan dengan adanya marker yang dapat dikenali oleh
kamera AR Player. Kamera akan mendeteksi marker yang diberikan, kemudian setelah
mengenali dan menandai pola marker, webcam akan melakukan perbandingan dengan
database yang dimiliki. Bila database tidak tersedia, maka informasi marker tidak akan
diolah, tetapi jika database sesuai maka informasi marker akan digunakan untuk me-
render dan menampilkan objek 3D atau animasi yang telah dibuat sebelumnya [6].
Objek tiga dimensi (3D) merupakan sebuah objek atau benda yang memiliki
panjang, lebar dan tinggi, sehingga dapat dilihat dari sisi mana saja. Konsep tiga dimensi
atau 3D menunjukkan sebuah objek atau ruang memiliki tiga dimensi geometris yang
terdiri dari: kedalaman, lebar dan tinggi [4]. Istilah "3D" juga digunakan untuk
menunjukkan representasi dalam grafis komputer (digital), dengan cara menghilangkan
gambar stereoscopic atau gambar lain dalam pemberian bantuan, dan bahkan efek stereo
sederhana, yang secara konstruksi membuat efek 2D (dalam perhitungan proyeksi
perspektif, shading) [4].
Dewasa ini, benda tiga dimensi tidak hanya dijumpai dalam lingkungan sekitar,
namun juga dapat diterapkan pada sistem digital dengan bantuan komputer hingga
menghasilkan berbagai produk dalam bentuk 3D, seperti gambar 3D, animasi 3D, film
3D, dan lain-lain. Benda grafis 3D dapat dikembangkan dengan berbagai aplikasi, seperti
Blender, 3D Max, maupun SketchUp. Proses pembuatan grafik komputer 3D dapat dibagi
ke dalam tiga fase, yaitu 3D modeling yang mendeskripsikan bentuk dari sebuah objek,
layout dan animation yang mendeskripsikan gerakan dan tata letak sebuah objek, dan 3D
rendering yang memproduksi image dari objek tersebut [7].
Objek 3D hasil rekayasa komputer banyak dimanfaatkan untuk mengembangkan
media pembelajaran guna mempermudah penyampaian materi dan diharapkan dapat
memotivasi peserta didik untuk belajar. Disamping mempermudah dan memotivasi
peserta didik, objek 3D juga membuat materi ajar menjadi lebih nyata, terutama untuk
materi yang bersifat abstrak.
Buku pengayaan yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah monograf
“Augmented Chemistry Aldehida & Keton” yang berisi materi pengayaan mengenai
aldehida dan keton. Monograf ini didesain secara menarik, disertai gambar-gambar

500
dengan pemodelan 3D dan pembahasan materi yang lebih mendalam. Objek 3D
ditampilkan melalui mobile phone dengan aplikasi AR Player. Monograf ini diharapkan
dapat menjadi buku pengayaan bagi peserta didik dan pembaca, sehingga lebih
termotivasi untuk mempelajari ilmu kimia, khususnya pada materi aldehida dan keton.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesifikasi monograf berilustrasi 3
dimensi (3D) berbasis Augmented Reality sebagai suplemen pada topik pembelajaran
aldehida dan keton serta mengetahui kualitas dan kelayakan monograf ditinjau dari aspek
kelayakan isi/materi, penyajian, bahasa dan gambar, kegrafikaan, dan rekayasa perangkat
lunak.

METODE PENELITIAN
Penelitian pengembangan ini mengadaptasi model pengembangan ADDIE. Model
ADDIE merupakan metode rancangan pembelajaran yang dikembangkan oleh Dick &
Carry yang terdiri dari 5 tahap, yaitu analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan
evalusi.

1. Analysis (Tahap analisis)


Pada tahap ini dilakukan penentuan judul buku yang dapat menggambarkan isi sekaligus
media yang digunakan, yaitu “Augmented Chemistry Aldehida & Keton”. Buku yang
akan dikembangkan dilengkapi dengan pemodelan 3D untuk beberapa senyawa aldehida
dan keton yang berbasis Augmented Reality.
Sebagai buku pengayaan yang ditujukan untuk peserta didik maupun guru kimia
SMA, dilakukan analisis terhadap Kompetensi Dasar mata pelajaran kimia SMA/MA
yang memuat materi aldehida dan keton yang lebih dikenal dengan istilah “alkanal dan
alkanol” pada beberapa buku kimia SMA. Analisis ini bertujuan untuk membangun dasar
penyusunan buku pengayaan yang kemudian akan ditambah dengan beberapa materi yang
lebih mendalam mengenai aldehida dan keton.
Sebagai buku pengayaan yang ditujukan untuk umum, isi pada buku juga
dilengkapi dengan beberapa materi tambahan, yaitu sintesis aldehida dan keton, gugus
karbonil, reaksi-reaksi, tautomerisasi, analisis atau uji, beberapa senyawa yang sering
dijumpai, serta aldehida dan keton yang terdapat di alam. Untuk melengkapi materi-
materi tambahan, diperlukan persiapan materi sesuai dengan topik yang akan dibahas
serta pengumpulan referensi dari berbagai sumber, antara lain buku kimia universitas,
hasil penelitian, dan berbagai jurnal ilmiah.

2. Design (Tahap desain)


Pada tahap desain, kegiatan yang dilakukan meliputi pencarian sumber referensi berupa
teori maupun hasil penelitian yang relevan dengan materi aldehida dan keton. Referensi
dikumpulkan dari berbagai sumber, antara lain buku kimia universitas, hasil penelitian,
dan berbagai jurnal ilmiah. Dari beberapa sumber referensi yang telah terkumpul,
kemudian dilakukan penyusunan materi dan soal yang akan dimuat dalam buku
pengayaan. Materi aldehida dan keton yang dimuat dalam buku mencakup materi tentang
senyawa aldehida dan keton, tata nama, sifat fisik, sintesis, gugus karbonil, reaksi-reaksi,
tautomerisasi, analisis, senyawa yang sering dijumpai, seyawa aldehida dan keton di
alam, serta soal-soal latihan. Penyusunan materi dan soal dilakukan menggunakan
Microsoft Word 2010.

501
Model molekul 3D dibuat setelah materi selesai disusun. Pembuatan model 3D
ini dilakukan menggunakan Chemsketch dengan format penyimpanan mlecular (.mol)
untuk beberapa senyawa aldehida dan keton. Dengan format .mol, maka model 3D yang
telah dibuat dengan Chemsketch dapat digunakan untuk mengembangkan Augmented
Reality (AR).
Marker untuk seluruh model molekul dibuat menggunakan GIMP 2 dari
template yang telah disediakan oleh AR Plugin dengan ukuran 512x512 px. Template
tersebut dimasukkan ke dalam GIMP 2 sebagai layer atau lapisan pertama, kemudian
dilengkapi dengan gambar struktur dari masing-masing senyawa aldehida dan keton
sebagai lapisan kedua hingga menghasilkan marker dengan garis tepi berwarna hitam dan
tebal yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tampilan Bentuk Marker

Instrumen berupa angket penilaian kualitas untuk produk yang dihasilkan


disusun berdasarkan beberapa komponen yang terdapat dalam monograf. Komponen-
komponen tersebut terdiri dari komponen kelayakan isi/materi, penyajian, bahasa dan
gambar, kegrafikaan monograf serta rekayasa perangkat lunak yang dikembangkan, yaitu
Augmented Reality. Angket penilaian diadaptasi dari penelitian Lutfi Aditya Hasnowo [8]
dan Ari Wahyu Saputro [9].
Instrumen penilaian kualitas buku yang digunakan untuk reviewer meliputi 5
aspek kriteria yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Jumlah Kriteria Penilaian Tiap Komponen


No. Komponen Jumlah Kriteria Nomor Urut
1 Kelayakan Isi/Materi 7 1–7
2 Kelayakan Penyajian 10 8 – 17
3 Kelayakan Bahasa dan Gambar 11 18 – 28
4 Kelayakan Kegrafikaan 5 29 – 33
5 Rekayasa Perangkat Lunak 4 34-37

3. Development (Tahap pengembangan)


Tahap pengembangan produk merupakan tahap penyusunan monograf dan
pembuatan AR. Materi yang telah disiapkan pada tahap desain disusun sesuai dengan

502
komponen penilaian kualitas. Penyusunan monograf dilakukan menggunakan Microsoft
Word 2010 dengan ukuran kertas 21 cm x 27 cm tebal 80 gram/m2. Selain memuat materi
aldehida dan keton, buku yang disusun juga dilengkapi dengan gambar-gambar yang
berkaitan dengan topik pembelajaran serta marker.
Setelah monograf selesai disusun, tahap selanjutnya yaitu pembuatan Augmented
Reality dengan marker dan model molekul 3D yang telah disiapkan pada tahap desain.
Pembangunan AR dilakukan menggunakan Sketch Up. Model 3D dimasukkan ke dalam
Sketch Up melalui molecular importer. Selanjutnya pemasangan marker dengan model
3D melalui marker creation pada menu Plugin, lalu pengaturan marker pada menu Setup.
Setelah bentuk molekul 3D dan marker disesuaikan, dilakukan penyimpanan AR dengan
cara mengekspor (export) dalam format “.armedia”. Tampilan program Sketch Up dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tampilan Program Sketch Up


Seluruh model molekul 3D disimpan dalam CD untuk kemudian didistribusikan
ke dalam penyimpanan internal smartphone sehingga hasilnya dapat dilihat melalui
ARPlayer. ARPlayer digunakan untuk menampilkan model 3D dapat diunduh melalui
Google Play Store.
Selama tahap pengembangan, diperoleh data masukan dari peer reviewer, ahli
materi, ahli media dan reviewer sebagai bahan yang digunakan untuk melakukan revisi-
revisis dalam proses pengembangan produk. Seluruh masukan yang diberikan oleh peer
reviewer, ahli materi, dan ahli media digunakan untuk merevisi produk, khususnya pada
materi yang dibahas, penyajian buku pengayaan, dan perangkat lunak yang
dikembangkan.
Setelah melalui tahap revisi, produk selanjutnya dicetak dengan kertas berukuran
21 cm x 27 cm dengan tebal 80 gsm untuk isi, kertas ivory 260 gsm untuk cover.
Selanjutnya produk ditinjau dan dinilai oleh 5 reviewer yaitu 5 guru kimia SMA untuk
mengetahui kualitas monograf. Masukan dari reviewer tersebut digunakan sebagai dasar
untuk merevisi produk akhir sehingga dapat memperbaiki kualitas monograf.

503
4. Implementation (Tahap implementasi)
Pada tahap implementasi, dilakukan uji coba monograf oleh reviewer (5 guru kimia
SMA). Selain itu, reviewer juga melakukan penilaian menggunakan instrumen penilaian
kualitas produk. Komponen instrumen penilaian ini meliputi kelayakan isi/materi,
penyajian, bahasa dan gambar, kegrafikaa, serta rekayasa perangkat lunak. Data penilaian
yang diperoleh berupa data kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui kualitas
monograf sebagai sumber belajar kimia.
Penilaian tehadap kualitas monograf dilakukan oleh 5 reviewer (guru kimia
SMA), yaitu guru kimia dari SMA Negeri 5 Yogyakarta, SMA Negeri 11 Yogyakarta,
serta 3 orang guru kimia SMA Negeri 1 Sewon. Penilaian dilakukan terhadap komponen
kelayakan materi/isi, penyajian, bahasa dan gambar, kegrafikaan, serta rekayasa
perangkat lunak. Penilaian monograf oleh guru dilakukan dengan mengisi lembar
penilaian berupa angket. Lembar penilaian terdiri atas 37 butir kriteria penilaian
kelayakan monograf.
Pada tahap ini juga diperolah masukan dari reviewer yang akan digunakan
sebagai penyempurnaan produk akhir sehingga menghasilkan monograf sesuai
spesifikasi yang telah direncanakan.

5. Evaluation (Tahap evaluasi)


Data yang diperoleh dari penilaian reviewer digunakan sebagai bahan evaluasi untuk
menyempurnakan produk. Data pada angket diubah menjadi skor berdasarkan teknik
analisis data, selanjutnya ditabulasikan dan dianalisis untuk setiap komponen penilaian.
Skor rata-rata yang diperoleh dari setiap komponen penilaian diubah menjadi data
kualitatif yang menunjukkan kualitas bahan ajar yang dikembangkan. Konversi ini
dilakukan berdasarkan pedoman kriteria penilaian ideal. Masukan dari reviewer
digunakan sebagai revisi produk tahap akhir untuk penyempurnaan monograf
“Augmented Chemistry Aldehida & Keton”.

HASIL DISKUSI
Penelitian pengembangan ini menghasilkan monograf berjudul “Augmented
Chemistry Aldehida & Keton” yang dicetak full colour dengan kertas ukuran 21 cm x
27 cm dan tebal 80 gram/m2 yang terdiri atas 82 halaman beserta sampul, dilengkapi
dengan pemodelan molekul 3D berbasis Augmented Reality. Tampilan monograf dan
model molekul 3D dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

504
Gambar 4. Tampilan Sampul Monograf

Gambar 5. Contoh model molekul 3D

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, monograf “Augmented


Chemistry Aldehida & Keton” memiliki skor rata-rata sebesar 165,20 dari skor maksimal
185,00 sehingga berada pada kategori Sangat Baik (SB). Adapun rincian kualitas
monograf “Augmented Chemistry Aldehida & Keton” pada setiap komponen penilaian
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Penilaian Kualitas Monograf secara Keseluruhan


Komponen Skor Maksimal Skor Rata-rata Kualitas
I 33 30,80 SB

505
II 47 45,80 SB
III 53 47,80 SB
IV 24 22,60 SB
V 20 18,20 SB
Keseluruhan 177 165,20 SB
Keterangan:
I = Kelayakan isi/materi
II = Kelayakan penyajian
III = Kelayakan bahasa dan gambar
IV = Kelayakan kegrafikaan
V = Rekayasa perangkat lunak

Skor rata-rata pada kompenen isi/materi sebesar 30,80 dari skor tertinggi ideal 35.
Materi yang disampaikan dalam monograf ini sesuai dengan kenyataan (faktual) dan
sangat berhubungan dengan karakteristik berikir kritis dan kreatif sebagaimana
pernyataan Greene dan Patty bahwa buku pelajaran haruslah memiliki sudut pandang
yang jelas dan mutakhir serta berisi bahan yang memungkinkan siswa memiliki
kesempatan untuk menggelitik mata hatinya atas hal yang telah dipelajarinya [10].
Komponen kelayakan penyajian monograf memperoleh skor sebesar 45,80 dari
skor tertinggi ideal 50. Penyajian materi pada buku pengayaan yang dikembangkan
mudah diterima oleh pembaca karena bersifat logis dan tidak hanya bersifat naratif karena
dilengkapi dengan gambar yang dapat memperjelas materi. Media cetak menyajikan
pesan melalui huruf dan gambar-gambar yang diilustrasikan untuk lebih memperjelas
pesan atau informasi yang disajikan [11].
Skor rata-rata pada komponen kelayakan bahasa dan gambar sebesar 47,80 dari
skor tertinggi ideal sebesar 55. Dengan perolehan skor tersebut, buku pengayaan yang
dikembangkan berada pada kategori Sangat Baik (SB). Media cetak akan lebih menarik
apabila dilengkapi dengan gambar dan warna [11].
Komponen kelayakan kegrafikaan memperoleh skor rata-rata sebesar 22,60 dari
skor tertinggi ideal sebesar 25. Pemilihan warna gambar, ilustrasi, dan tulisan pada buku
dinilai sangat baik sehingga mampu meningkatkan daya tarik pembaca jika dilihat dari
segi penampilan monograf. Desain buku ajar memuat kesesuaian layout dengan materi
ajar, penyajian illustrasi, tabel dan gambar, kata mutiara, dan petunjuk pembelajaran yang
interaktif sebagai alat komunikasi antara siswa dengan guru [12].
Komponen rekayasa perangkat lunak memperoleh skor rata-rata sebesar 18,20
dari skor tertinggi ideal sebesar 20. Augmented Reality belum banyak dikembangkan
dalam dunia pembelajaran, terutama dalam pengembangannya yang dikombinasikan
dengan buku cetak. Bahan ajar yang bermutu harus dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) [12].
Berdasarkan skor yang diperoleh dari hasil penilaian, maka dilakukan
penghitungan persentase keidealan masing-masing komponen kelayakan pada monograf
untuk mengetahui tingkat keidealan monograf sebagai bahan ajar pengayaan. Persentase
keidealan monograf dapat dilihat pada Tabel 3.

506
Tabel 3. Persentase Keidealan Monograf
Komponen Skor Rata-rata Persentase Keidealan
I 30,80 88,00 %
II 45,80 91,60 %
III 47,80 86,90 %
IV 22,60 90,40 %
V 18,20 91,00 %
Keseluruhan 165,20 89,30 %
Gambar 6 merupakan grafik perbandingan persentase keidealan setiap komponen
pada monograf.

100.00 91.60 90.40 91.00


88.00 86.90
90.00
80.00
Percentage (%)

70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
I II III IV V

Percentage of Ideals

Gambar 6. Grafik Perbandingan Persentase Keedealan Komponen Monograf

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian ini menghasilkan Monograf “Augmeted Chemistry Aldehida & Keton”
Berilustrasi 3 Dimensi (3D) Sebagai Suplemen Pembelajaran Kimia telah berhasil
dikembangkan dengan berbasis Augmented Reality, dilengkapi dengan pemodelan
molekul 3D yang dapat ditampilkan dengan bantuan marker. Monograf dicetak dengan
kertas berukuran 21 cm x 27 cm dengan tebal 80 gsm untuk isi, kertas ivory 260 gsm
untuk cover. Kualitas monograf “Augmeted Chemistry Aldehida & Keton” berdasarkan
penilaian 5 guru kimia SMA sebagai reviewer adalah sangat baik (SB) dengan skor rata-
rata 165,20 dan persentase keidealan 89,30%. Dengan demikian buku pengayaan ini layak
digunakan sebagai sumber belajar kimia peserta didik SMA/MA, buku pegangan guru,
dan buku penayaan untuk umum.
Sebagai suplemen atau buku pengayaan, monograf “Augmeted Chemistry
Aldehida & Keton” yang telah dikembangkan perlu diujicobakan penggunaannya pada
peserta didik dalam pembelajaran kimia di SMA/MA untuk mengetahui sejauh mana
keefektifan penggunaan buku ini. Selain itu, perlu disusun bahan ajar pengayaan pada
materi kimia lainnya yang relatif dangkal pembahasannya dalam buku ajar, sehingga

507
dapat membantu guru-guru kimia dalam memperdalam penguasaan materi pembelajaran
kimia.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Arsyad, Azhar. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[2] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 2008 tentang Buku.
Jakarta: Depdiknas.
[3] Daryanto. (2013). Media Pembelajaran: Perannya Sangat Penting Dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

[4] Ardhianto, E.; Hadikurniawati, W. & Winarno, E. (2012). Augmented Reality


Objek 3 Dimensi dengan Perangkat Artoolkit dan Blender. Jurnal Teknologi
Informasi Dinamik, 17 ( 2): 107-117. D.o.i: http://www. unisbank.ac.
id/ojs/index.php/fti1/article/view/1658.

[5] Bower, M.; Howe, C.; McCredie, N.; Robinson, A. & Grover, D. (2014).
Augmented Reality in Education-Cases, Places and Potentials. Educational
Media International, 51 (1): 1-15. D.o.i: http://dx.doi.org/
10.1080/09523987.2014.889400.
[6] Kamelia, Lia. (2015). Perkembangan Teknologi Augmented Reality Sebagai
Media Pembelajaran Interaktif pada Mata Kuliah Kimia Dasar. Jurnal Istek. 9
(1). D.o.i: http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/istek/article.
[7] Utama, M.R. (2014). Pembangunan Peta Kampus 3D Universitas Komputer
Indonesia Berbasis WEBGL. Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika
(KOMPUTA), 1 ( 2): 1-6. D.o.i: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/709/
jbptunikompp-gdl-muhammadri-35426-6-unikom.
[8] Hasnowo, L.A. (2014). Pengembangan Ensiklopedia “Poisons, Toksikologi
Bahan Kimia” Sebagai Sumber Belajar Kimia Peserta Didik SMA/MA. Skripsi.
Yogyakarta. Jurdik Kimia FMIPA UNY.
[9] Saputro, A.W. (2015). Pengembangan Android Mobile Game “Smart Chemist”
Sebagai Media Pembelajaran Kimia SMA/MA Kelas X Semester Ganjil Pada
Materi Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur. Skripsi. Yogyakarta: Jurdik
Kimia FMIPA UNY.
[10] Suryaman, Maman. (2006). Dimensi-dimensi Kontekstual dalam Penulisan
Buku Teks Pelajaran Bahasa Indonesia. Diksi, 13 (2): 165-171. D.o.i: http://
journal.uny.ac.id/index.php/diksi/article/view/6456.

508

Anda mungkin juga menyukai