Anda di halaman 1dari 1

Ghulam Phasa Pambayung

19
XII MIA 2
Keadaan Politik Orba: Keluarga Cendana Hingga De-Soekarnoisasi
G-30S/PKI memberikan luka yang teramat dalam bagi Indonesia. Tidak hanya luka
dalam artian sebenarnya, ekonomi dan kondisi sosial politik Indonesia turut cedera. Mulai
dari inflasi 600% hingga aksi mahasiswa dan pelajar yang mendeklarasikan tritura melalui
KAMI, membuat keadaan Indonesia tidak stabil.
Setelah diberikan mandat untuk mengembalikan kondisi Indonesia seperti semula
melalui surat perintah sebelas Maret, Soeharto dikukuhkan sebagai mandataris MPR. Hal ini
menciptakan adanya dualitas kepemimpinan di Indonesia, karena secara hukum, mandataris
MPR berada di atas presiden, namun presiden tetap memegang jabatan sebagai kepala
pemerintahan. Namun, karena pengaruhnya dalam pemerintahan semakin lemah, Presiden
Soekarno mengundurkan diri setelah pidato pertanggungjawabannya yang berjudul
Nawaksara ditolak oleh MPR.
Setelah Presiden Soekarno “mundur”, Jendral Soeharto menduduki kursi RI 1 berbekal
surat sakti: SUPERSEMAR. Berbekal “mandat” tersebut, Soeharto naik tahta tanpa pemilu.
Melalui berbagai macam kebijakan, Soeharto membentuk keadaan politik orba dengan tangan
besi.
Mulanya, Soeharto melakukan de-Soekarnoisasi, dengan membubarkan segala badan
yang berafiliasi dengan Soekarno. PKI dibubarkan sekaligus memenuhi tritura. DPR-GR dan
MPRS bentukan Soekarno diganti sesegera mungkin melalui pemilu yang diadakan pada
1971.
Selain itu, Soeharto juga menyederhanakan partai politik, melakukan fusi partai
sehingga menyisakan tiga parti politik. Partai-partyai tersebut adalah Golkar, PDI, dan PPP.
Partai berhaluan Islam seperti NU Parmusi, Perti dan PSII melebur ke dalam PPP. Partai yang
berhaluan nasionalis semacam PNI dan IPKI melebur ke dalam PDI.
Selanjutnya, dan menjadi salah satu kebijakan yang paling kontroversial, adalah
dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI di sini dimaksudkan dengan ABRI yang bisa aktif di
kemiliteran dan pemerintahan. Sudah barang tentu ini menimbulkan pemusatan kekuasaan di
dalam nomenklatur ABRI sendiri.
Yang paling kentara adalah maraknya KKN di dalam pemerintahan Soeharto. Sampai-
sampai Ia dikategorikan sebagai satu dari segelintir orang paling korup dalam sejarah dunia
modern. Selain itu, pengangkatan anggota keluarganya ke atas kursi-kursi strategis
pemerintahan menciptakan istilah baru dalam konstelasi politik Indonesia: Keluarga
Cendana.

Anda mungkin juga menyukai