Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika di SD

Pada bagian ini menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan

penelitian, meliputi: 1) pengertian pembelajaran matematika di SD, 2)

Tujuan Pembelajaran matematika di SD, 3) Karakteristik pembelajaran

matetika di SD.

1. Pengertian Pembelajaran Matematika di SD/MI

Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara

berpikir, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk

menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Offirston,

2014:1). Ini berarti ahwa belajar matematika untuk mempersiapkan siswa

agar mampu menggunakan pola pikir matematika dalam kehidupan

kesehariannya dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan lain.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam

berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Depdiknas,

2006:147).Sedangkan pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha yang

sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang

dimiliki guru untuk menjadikan seseorang bisa mencapai tujuan

kurikulum (Kosasih, 2014:11). Suatu pembelajaran berlangsung secara

efektif apabila tujuannya tercapai sesuai dengan yang telah direncanakan.

11
12

Pembelajaran matematika adalah membentuk logika berpikir

bukan sekedar pendai berhitung. Berhitung dapat dilakukan dengan alat

bantu, seperti kalkulator dan komputer, namun menyelesaikan masalah

perlu logika berpikir dan analisis (Fatimah, 2009:8). Oleh karena itu,

siswa dalam belajar matematika harus memiliki pemahaman yan benar

dan lengkap sesuai tahapan, melalui cara dan media yang menyenangkan

dengan menjalankan prinsip matematika.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan salah satu kajian

yang penting untuk diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah

dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan menghitung dan

mengolah data. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat

memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak

pasti dan kompetitif. Pembelajaran matematika juga dapat digunakan

untuk sarana dalam pemecahan masalah dan mengomunikasikan ide atau

gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

2. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD/MI

Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun (2006:148) Tentang

Standar Isi Satuan mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar


konsep dan mengalikasikan konsep atau logaritma secara luwes,
akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyususn
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
13

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami,


merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan.

Selain tujuan pembelajaran matematika di atas, ada beberapa

tujuan pembelajaran matematika harus dibedakan menjadi 2 menurut

Fatimah (2009:15) yaitu: 1) Anak pandai menyelesaikan permasalahan

(menjadi problem solver). Hal ini dapat dicapai apabila dalam

menerapkan prinsip pembelajaran matematika dua arah. Anak-anak akan

dapat menguasai konsep-konsep matematika dengan baik. 2) Anak

pandai dalam berhitung. Anak mampu melakukan perhitungan dengan

benar dan tepat (cepat bukan tujuan utama). Kedua tujuan terseut dicapai

apabila siswa memahami operasi dasar matematika, mengahafal dasar

matematika (penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian).

Berdasarkan uraian di atas, tujuan tersebut merupakan tujuan

penting yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika guna

menghadapi kehidupan yang selalu berubah dan berkembang.

Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung

menggunakan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika juga dapat membentuk sikap logis, kritis,

cermat, kreatif dan disiplin.

3. Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD/MI

Selain pengertian dan tujuan pembelajaran matematika SD/MI,

yang telah diajabarkan, pembelajaran matematika juga mempunyai


14

beberapa karakteristik yaitu (Amir, 2014:78-79): a) Pembelajaran

matemtika menggunakan metode spiral, yaitu pembelajaran matematika

yang selalu dikaitkan dengan materi yang sebelumnya. b) Pembelajaran

matematika bertahap, yang dimaksudkan disini adalah pembelajaran

matematika yang dimulai dari hal yang konkret menuju hal yang abstrak,

atau dari konsep-konsep yang sedehana menuju konsep yang lebih sulit.

c) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, yaitu

metode yang menerapkan proses berrpikir yang berlangsung dari

kejadian khusus menuju umum. d) Pembelajaran matematika menganut

kebenaran konsistensi, artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran

yang satu dengan yang lain, atau dengan kata lain suatu pertanyaan

dianggap benar apabila didasarkan atas pertanyaan-pertanyaan terdahulu

yang diterima kebenarannya. e) Pembelajaran matematika hendaknya

bermakna, yaitu cara pengajaran materi pembelajaran yang

mengutamakan pengertian daripada hafalan.

Beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

karakteristik pembelajaran matematika di SD adalah pembelajaran

matematika yang menyenangkan. Pembelajaran matematika yang

menyenangkan membantu siswa untuk lebih menyukai matematika.

Matematika dikenal dengan mata pelajaran yang rumit dan sukar itulah

yang sudah menjadikan matematika banyak yang tidak menyukai. Oleh

karena itu, karakteristik pembelajaran matematika hendaknya bermakna

dan menyenangkan untuk siswa khususnya sekolah dasar.


15

B. Media Pembelajaran

Media pembelajaran sangat penting dalam pendidikan, maka

untuk memperkuat penelitian yang menggunakan media ini diperlukan

kajian teori mengenai media. Kajian teori media pembelajaran yang akan

dibahas meliputi: 1) Pengertian media pembelajaran, 2) Fungsi dan

Manfaat media pembelajaran, 3)Jenis-jenis media pembelajaran.

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari

kata “medium”. Secara harfiah, artinya adalah “perantara” atau “pengantar”.

Oleh karenanya, media dipahami sebagai perantara atau pengantar sumber

pesan dengan penerima pesan. Media pembelajaran bisa dikatakan sebagai

alat yang bisa merangsang siswa sehingga terjadi proses belajar (Haryono,

2014:47).

Menurut Musfiqon (2012:28) media pembelajaran didefinisikan

sebagai alat bantu berupa fisik maupun nonfisik yang sengaja digunakan

sebagai perantara anatara guru dan siswa dalam memahami materi

pembelajaran agar lebih efektif dan efesien. Sehingga materi pembelajaran

agar lebih cepat diterima siswa dengan utuh serta menarik minat siswa

untuk belajar lebih lanjut.

Beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran merupakan sebagai segala sesuatu yang dapat menyalurkan

pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga

dapat mendorong terciptanya proses belajar untuk menambah informasi


16

baru pada diri siswa. Media memberikan rangsangan bagi siswa untuk

melaksanakan proses pembelajaran.

2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

a. Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran telah menjadi bagian integral dalam

pembelajaran. Bahkan keberadaannya tidak bisa dipisahkan dalam

proses pembelajaran di sekolah (Musfiqon, 2012:32). Pada mulanya

media hanya berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan

pembelajaran, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan

pengalaman visual kepada siswa antara lain untuk mendorong

motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang

kompleks dan abstrak menjadi sederhana, konket, serta mudah

dipahami. Demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi

daya serap atau referensi belajar siswa terhadap materi pembelajaran.

Secara umum, media memiliki beberapa fungsi diantaranya

sebagai berikut (Haryono, 2014:49): 1) mengatasi keterbatasan

pengalaman yang dimiliki oleh siswa. 2) memperoleh gambaran jelas

tentang benda yang sulit diamati secara langsung. 3) memungkinkan

adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya. 4)

menghasilkan keseragaman pengamatan. 5) menanamkan konep

dasar yang benar, konkret dan realistis.

Beberapa uraian tentang fungsi media di atas, tujuan akhirnya

adalah meningkatkan kualitas pembelajaran. kualitas pembelajaran

ini dibangun melalui komunikasi yang efektif. Sedangkan


17

komunikasi efektif hanya terjadi jika menggunakan alat bantu

sebagai perantara interaksi antara guru dengan siswa. Oleh karena

itu, fungsi media adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

dengan indikator semua materi tuntas disampaikan dan

siswamemahami secara lebih mudah dan tuntas.

b. Manfaat Media Pembelajaran

Selain fungsi media pembelajaran yang sudah dipaparkan

diatas, maka media pembelajaran juga mempunyai manfaat yang

sangat penting. Secara umum media mempunyai kegunaan (Susilana,

2009:9-10) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbbalitas, 2)

mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera, 3)

menimbulkan gairah belajar, interaksi leih langsung antara murid

dengan sumber belajar, 4) memungkinkan anak belajar mandiri

sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan

kinestetiknya, dan 5) memberi rangsangan yang sama,

mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Menurut Arsyad (2010:26-27) menyimpulkan bahwa manfaat

dari penggunaan media pembelajaran sebagai berikut: Pertama,

dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga

memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. Kedua,

dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehinga dapat

memunculkan motivasi belajar, interaksi intens yang lebih antara

siswa dan lingkungannya, dan memungkinkan siswa belajar mandiri

sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Ketiga, dapat mengatasi


18

keterbatasan indera, ruang dan waktu. Keempat, memberikan

pengalaman yang sama kepada tiap siswa. Pemanfaatan media dalam

pembelajaran juga sangat berpengaruh pada motivasi dan semangat

belajar siswa sehingga diharapkan nantinya dapat menunjang

keberhasilan pembelajaran.

Beberapa uraian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

manfaat media dalam proses pembelajaran yaitu untuk memperjelas

pembelajaran agar lebih dipahami siswa secara konkret bila

menggunakan media. Adanyamedia pembelajaran ini, siswa menjadi

aktif dalam proses pembelajaran dan lebih semangat dalam belajar

matematika karena menggunakan media yang sesuai dengan materi

yang akan diajarkan. Media pembelajaran dapat memperjelas

penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan

meningkatkan proses dan hasil belajar.

3. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Berdasarkan rancangannya, media pembelajaran yang dapat

dimanfaatkan memiliki dua jenis yakni mulai dari yang sederhana (langsung

dimanfaatkan yang ada di lingkungan) sampai dengan yang kompleks atau

canggih yang dijelaskan sebagai berikut (Haryono, 2014:51-52):

a. Media yang dirancang (by design), yakni media dan sumber


belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai
komponen sistem pembelajaran untuk memberikan fasilitas belajar
yang terarah dan bersifat normal.
b. Media yang dimanfaatkan (by utilization), yaitu media dan
sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan
pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
19

Menurut Musfiqon (2011:72-95) membagi media menjadi tiga

macam, yaitu media visual, audio, dan kinestetik:

1) Media Visual, media visual merupakan media yang paling

familiar dan sering dipakai oleh guru dalam pembelajaran. Media berbasis

visual (image atau perumpamaan). Media jenis ini berkaitan dengan indera

penglihatan. Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya

melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan.

Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat

memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar

menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna

dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk menyakinkan

terjadinya proses informasi.

Bentuk visual bisa berupa (a) gambar representatif seperti gambar,

lukisan atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya sesuatu benda;

(b) diagram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi dan

struktur isi materi; (c) peta yang menunjukkan hubungan-hubungan ruang

antara unsur-unsur dalam isi materi; (d) grafik seperti tabel, grafik dan chart

(bagan) yang menyajikan gambaran/kecenderungan data atau antar-

hubungan seperangkat gambar atau angka-angka.

2) Media Audio, adalah media yang penggunaannya menekankan

pada aspek pendengaran. Indera pendengaran merupakan alat utama dalam

penggunaan media jenis ini.


20

Penggunaan media audio, pesan yang akan disampaikan dituangkan

ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa

lisan) maupun nonverbal. Antara pengirim pesan dengan penerima pesan

bisa memahami makna dari lambang auditif tersebut. Ada beberapa jenis

media yang dapat dikelompokkan dalam media audi, antara lain radio, alat

perekam puta magnetik, piringan hitam dan laboratorium bahasa.

3) Media Kinestetik, adalah media yang penggunaan dan

pemfungsiannya memerlukan sentuhan (touching) antara guru dan siswa

atau perlu perasaan mendalam agar pesan pembelajaran bisa diterima baik.

Biasanya media jenis ini lebih menekankan pengalaman dan analisis

suasana dalam penerapannya.

Oleh karena itu, media tidak hanya bersifat fisik saja, tetapi

lingkungan dan suasana juga bagian dari media pembelajaran media

kinestetik. Jenis-jenis media yang bisa dikategorikan media kinestetik

adalah dramatisasi, demonstrasi, permainan dan simulasi, karya wisata (field

strip), kemping atau perkamahan sekolah, survey masyarakat.

Media berdasarkan jenis dan cara penyajiannya ada dua yaitu alat

peraga dan media teknologi informasi dan komunikasi (Haryono, 2014:53-

54):

a) Alat Peraga
Secara umum, pengertian alat peraga adalah benda atau alat-
alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.
alat peraga adalah seperangkat benda konkret yang dirancang,
dibuat atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk
membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep
atau prinsip-prinsp. Alat peraga mempunyai syarat yaitu dapat
diotak-atik, dipermainkan, dipergakan dapat dipindah dengan
mudah oleh siswa.
21

b) Media TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)


Teknologi dalam konteks pembelajaran di kelas adalah
sebagai alat atau sarana yang digunakan untuk melakukan
perbaikan/penyempurnaan kegiatan pembelajaran. Oleh karenanya,
siswa lebih otonom dan kritis dalam menghadapi masalah yang
pada akhirnyabermuara pada peningkatan hasil kegiatan belajar
siswa. Media TIK dijadikan alat untuk memungkinkan terjadinya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien serta menyenangkan.

Kegiatan pembelajaran dengan bantuan media teknologi informasi

dan komunikasi (TIK) idealnya sesuai dengan pendekatan pembelajaran

behaviorisme. Pembelajaran behaviorismenya itu bahwa proses

pembelajaran terjadi sebagai bantuan media (alat). Media digunakan sebagai

sesuatu yang dapat memberikan kemungkinan kepada siswa secara aktif

mengonstruksi pengetahuan.

Berdasarkan uraian diatas, maka jenis media yang digunakan pada

penelitian ini merupakan media yang berdasarkan jenis dan cara

penyajiannya yaitu alat peraga. Media Batang Napier adalah media yang

berbentuk batang dan dapat diotak-atik oleh siswa. Oleh karena itu,

mediaBatang Napier dapat memudahkan siswa dalam menghitung operasi

perkalian dan menambah semangat siswa dalam proses pembelajaran

terutama dalam pembelajaran matematika.

C. Media Batang Napier

Pada bagian ini teori-teori yang berhubungan dengan penelitian,

meliputi: 1) Pengertian batang napier, 2) bentuk dan alat kerja media

batang napier, 3) menghitung perkalian dengan menggunakan media

batang napier.
22

1. Pengertian Media Batang Napier

John Napier salah satu ahli matematika yang berasal dari

Skotlandia (1550-1617), terutama dikenal karena perkembangannya

terhadap algoritma. Ia juga menciptakan himpunan batang yang disebut

tulang Napier, digunakan sebagai bantuan pada perhitungan. Berdasarkan

skala logaritmik (Brown, 2008:211). Tulang Napier atau biasa dikenal

dengan Batang Napier. Alat tersebut menggunakan prinsip perkalian

desimal, atau latitice diagram (arah). Sebuah batang napier terdiri dari 10

kotak, dengan kotak terbatas menunjuk sebuah bilangan dasar (digit) dan

selanjutnya berturut-turut merupakan hasil perkalian bilangan dasar

dengan hingga 9, dimana satuan diletakkan dibagian bawah diagonal,

sedangkan bagian puluhan diletakkan bagian atas diagonal (Aristiani,

2013: 295).

Menurut Waqi’ah (2016: 75) Batang Napier adalah salah satu

media dimana ide pemikirannya adalah mengubah proses yang kompleks

yaitu perkalian dan pembagian menjadi penambahan dan pengurangan.

Perkalian bilangan dengan menggunakan Batang Napier yaitu dengan

menerjemahkan persoalan perkalian menjadi persoalan penjumlahan.

Batang Napier ini digunakan untuk menghitung perkalian bilangan cacah.

Beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media

Batang Napier merupakan salah satu media berupa alat peraga matematika

berbentuk batang yang berisi sejumlah indeks dan bilangan. Media Batang

Napier digunakan untuk menentukan hasil perkalian, hasil pembagian dan


23

hasil akar sebuah bilangan. Batang Napier digunakan lebih kepada

penguatan dan pemantapan materi yang sudah pernah diberikan.

2. Bentuk dan Alat Kerja Media Batang Napier

Batang Napier dibuat seperti tabel perkalian biasa dari angka 0

sampai 9. Media ini digunakan untuk perkalian bilangan cacah dengan

pengali (0-9) terletak pada “Batang Indeks” sebanyak 1 buah (horizontal)

dan bilangan yang dikalikan (0-9) terletak/ditunjukkan pada “kepala-

kepala batang” minimal sebanyak 9 (vertikal). Di bawah “kepala-kepala

batang” terbagi 9 bagian-bagian kecil yang merupakan hasil perkalian.

Dari hasil perkalian tersebut, masing-masing terbagi dua yaitu bagian atas

menunjukkan “puluhan” dan bagian bawah menunjukkan “satuan”.

Berikut gambar Batang Napier.

(Sumber: Linda, 2014:29)


Gambar 2.1 Batang Napier
24

Adapun cara kerja media batang napier sebagai berikut:

(Sumber: Linda, 2014:30)


Gambar 2.2 Cara Kerja Media Batang Napier
Keterangan :
1) Kolom 1,2,3,4,5,6,7 merupakan tempat bilangan yang akan

dikalikan.

2) Kolom 8 adalah hasil kali kolom 1 dan 5

3) Kolom 9 adalah hasil kali kolom 2 dan 5

4) Kolom 10 adalah hasil kali kolom 3 dan 5

5) Kolom 11 adalah hasil kolom 4 dan 5 dan seterusnya

6) Kolom a,b,c,d,e,f dan g tempat hasil akhir setelah melalui proses

penjumlahan secara menyamping ke bawah menurut arah garis

miring.

7) Kolom X adalah kolom penunjuk operasi perkalian

8) Untuk bilangan yang hasil kalinya hanya satu angka maka diberi

nol pada angka di depannya.

3. Menghitung Perkalian dengan Menggunakan Media Batang Napier

a. Perkalian Dua Digit

Contohnya: 23 x 12 = ....

Jika menghadapi perkalian dua digit, adapun gambar batang napier

yang mewakili 2 digit pula yaitu:


25

X 2 3
0 0
1 2 3
0 0
2 4 6

2 7 6

Hasil perkalian 23 x 12 dapat diketahui dengan cara menjumlahkan

angka-angka yang telah diisi. Untuk mencari jawabannya, harus

melihat “garis miring”. Adapun langkah-langkahnya:

1) Lihat garis miring paling bawah. Pada kota angka 6, langsung

ditulis dikotak bawahnya angka 6.

2) Lihat garis diagonal atau garis miring angka 3, 0 dan 4. Semua

angka yang berada pada satu garis diagonal dijumlahkan. Jadi, 3 +

0 + 4= 7

3) Lihat kotak yang menunjukkan angka 2. Seperti kotak

sebelumnya, angka 2 langsung dituliskan di kotak yang telah

tersedia.

Jadi, 23 x 12= 276.

b. Perkalian Tiga Digit dengan Dua Digit

235 x 12 =....

Jika menghadapi perkalian tiga digit dengan dua digit, adapun

gambar batang napier yang mewakili 5 digit yaitu:


26

X 2 3 5

1 0 0 0
2 3 5

0 0 1
2 4 6 0

8 2 0
2

Hasil perkalian 235 x 12 dapat diketahui dengan cara menjumlahkan

angka-angka yang telah diisi. Untuk mencari jawabannya, harus

melihat “garis miring”. Adapun langkah-langkahnya:

1) Lihat garis miring paling bawah. Pada kota angka 0, langsung

ditulis dikotak bawahnya angka 0.

2) Lihat garis miring diatas kotak yang berisi angka 0. Pada satu

garis diagonal terdapat angka 5, 1 dan 6. Angka tersebut

dijumlahkan jadi, 5+1+6= 12. Karena hasilnya puluhan, maka

yang ditulis adalah angka satuan atau angka yang paling terakhir

yaitu angka 2. Lalu puluhannya disimpan di atas garis diagonal

yaitu diletakkan di garis diagonal yang ada angka 0, 3, 0, 4.

3) Lihat garis diagonal atau garis miring angka 0, 3, 0 dan 4. Semua

angka yang berada pada satu garis diagonal dijumlahkan. Jadi, 0+

3 + 0 + 4= 7 dan dijumlahkan dengan angka simpanan

sebelumnya yaitu 1. Jadi 7+1=8

4) Lihat kotak yang menunjukkan angka 2. Seperti kotak

sebelumnya, angka 2 langsung dituliskan di kotak yang telah

tersedia. Jadi, 235 x 12= 2820.


27

D. Operasi Perkalian

Pada bagian ini teori-teori yang berhubungan dengan penelitian,

meliputi: 1) pengertian perkalian, 2) Sifat dan ciri khas perkalian.

1. Pengertian Perkalian

Perkalian merupakan topik yang sangat penting dalam

pembelajaran matematika karena sangat sering dijumpai penerapannya

dalam kehidupan sehari-hari. Perkalian pada hakekatnya adalah operasi

penjumlahan yang dilakukan secara berulang (Heruman, 2013:30). Oleh

karena itu, kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum

mempelajari perkalian adalah penguasaan penjumlahan.

Seperti operasi bilangan lainnya, perkalian berguna untuk

memecahkan masalah dalam dunia nyata (Runtukahu, 2013:117). Oleh

sebab itu, pengenalan operasi perkalian sebaiknya dimulai dari situasi

dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang lazim telah digunakan,

lambang untuk menyatakan perkalian antara dua bilangan atau lebih

adalah dengan menggunakan lambang silang (x).

Beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

perkalian adalah konsep matematika utama yang seharusnya dipelajari

oleh anak-anak setelah mereka mempelajari operasi penambahan dan

pengurangan. Bila operasi pertambahan dan pengurangan ini sudah

diperkenalkankan pada kelas satu di sekolah dasar, maka biasanya untuk

perkalian ini sudah diperkenalkan dikelas dua sekolah dasar. Perkalian


28

yang diajarkan pada kelas tiga sekolah dasar ini sudah memahami konsep

perkalian.

2. Sifat-sifat Perkalian

Sifat-sifat dalam perkalian terbagi menjadi tiga, yaitu (Dayat, 2009:22-

24):

a. Sifat Pertukaran (Komutatif)

Sifat pertukaran terjadi apabila ada dua bilangan cacah bila dikalikan

hasilnya tidak berubah tetapi letak kedua bilangan perkalian itu

dipertukarkan. Contoh: 3 x 5 =.... Jika perkalian diatas diubah menjadi

sifat pertukaran akan menjadi 5 x 3 = 15

Jadi, perkalian 3 x 5 = 5 x 3

15=15

b. Sifat Pengelompokkan (Asosiatif)

Sifat pengelompokkan terjadi apabila hasil dari perkalian sama

walaupun dikerjakan dari mana saja. Contoh:

(3 x4)x 6, Jika perkalian diatas diubah menjadi sifat pengelompokkan

akan menjadi ( 3 x 4) x 6 menjadi 3 x (4 x 6).

Jadi, perkaliannya (3 x 4) x 6 = 3 x (4 x 6)

12x 6 = 3 x 24

72 = 72

c. Sifat Penyebaran (Distributif)

Untuk sifat distributif ini berlaku bahwa: a x (b + c) = (a x b) + (a x c)

Contoh: 2 x (4 + 5) jika diubah menjadi sifat distributif menjadi,

2 x (4 + 5) = (2 x 4) + (2 x 5)
29

2 x 9 = 8 + 10

18 = 18

E. Karakteristik Siswa Kelas III SD

Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun

sampai 12 atau 13 tahun. Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi

menjadi dua, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari

kelas satu, dua, dan tiga. Kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan

enam. Karakteristik perkembangan siswa di SD/MI dapat dipilah menjadi

dua macam yaitu perkembangan pada aspek jasmaniah dan perkembangan

pada aspek mental (Prastowo, 2014:7).

Pada aspek jasmaniah, peserta didik SD/MI telah memiliki

kematangan sehingga mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya.

Pada aspek mental yang meliputi perkembangan inteletual, bahasa, sosial,

emosi dan moral keagamaan, pserta didik SD/MI secara intelektual berada

pada tahap perkembangan operasional konkret (kelas I-V) dan operasional

formal (kelas VI), yang memiliki kecenderungan belajar bersifat konkret,

integratif dan hirarkis (Prastowo, 2014:7). Pada usia perkembangan

kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat

ditangkap oleh panca indera.

Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan

alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa

yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan

dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat


30

melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya

abstrak (Heruman, 2013:2).

Pembentukan kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh

proses belajar yang ditempuhnya. Proses belajar akan terbentuk

berdasarkan pandangan dan pemahaman guru tentang karakteristik siswa

dan juga hakikat pembelajaran. Untuk menciptakan proses belajar

mengajar, yaitu sebagai pembimbing, fasilitator, narasumber, atau

pemberi informasi. Proses belajar yang terjadi tergantung pada pandangan

guru terhadap makna belajar yang akan mempengaruhi aktivitas siswa-

siswanya. Karakteristik anak usia SD, sebagai berikut: 1) Senang

Bermain, 2) Senang Bergerak, 3) Senangnya bekerja dalam kelompok, 4)

Senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa siswa kelas III SD berada dalam tahap operasional konkret, dengan

demikian dalam memberikan materi pelajaran, guru diharapkan lebih

menitikberatkan pada alat peraga atau media yang lebih bersifat konkret

dan logis. Keterlibatan dan penerimaan dalam kehidupan kelompok bagi

anak usia sekolah dasar merupakan minat dan perhatiannya pada

kompetensi–kompetensi sosial yang positif dan produktif yang akan

berkembang pada usia ini. Hasil pergaulan dengannya dengan kelompok

teman sebaya, anak cenderung meniru kelompok teman sebaya baik

dalam hal penampilan maupun bahasa.

Selama masa perkembangannya, pada anak tumbuh berbagai

sarana yang dapat menggambarkan dan mengolah pengalaman dalam


31

dunia di sekeliling mereka. Guru harus memperhatikan karakteristik

kognitif siswa kelas III Sekolah Dasar dengan segala aspek dimensi

perkembangannya, maka diharapkan sistem pengajaran yang

dikembangkan mampu melayani kebutuhan belajar yang bermakna bagi

siswa. Melalui penyampaian materi pelajaran yang tepat, maka peserta

didik dapat mengikuti pelajaran dengan baik, sehingga siswa antusias

untuk belajar, menjadikan Matematika sebagai pelajaran yang

menyenangkan dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai

dengan maksimal dan memuaskan.

F. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian terdahulu tentang penggunaan media

Batang Napier antara lain :

Penelitian yang dilakukan oleh Aristiani (2013) yang berjudul

“Penggunaan Media Batang Napier Dalam Meningkatkan Kemampuan

Operasi Perkalian Bagi Anak Kesulitan Belajar Kelas 3 SD II Belakang

Tangsi Padang”, hasil penelitian menunjukkan media Batang Napier

mengalami peningkatan ini terbukti dari data yang diperoleh saat

intevensi, pada pertemuan ke tujuh sampai ke limabelas mencapai 90%

dan juga telah dibuktikan peningkatan tersebut melalui analisis data

estimasi kecenderungan arah, kecenderungan stabilitas, jejak data, level

perubahan. Peneliti yang dilakukan Nur memfokuskan pada siswa yang

berkesulitan belajar untuk bisa menghitumg operasi perkalian. Fokus


32

penelitian yang akan diteliti oleh peneliti yaitu ingin mengetahui pengaruh

media Batang Napier terhadap kemampuan siswa kelas III.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakhroni (2014) yang

berjudul “Upaya Meningkatkan Belajar Matematika Kelas IV Pada

Operasi Hitung Perkalian Menggunakan Alat Peraga Tulang Napier Di

SDN Sidorejo Lor 06 Kota Salatiga. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa berdasarkan hasil tes individu pada post-test 50% lebih siswa

berhasil mempelajari operasi hitung perkalian pada mata pelajaran

matematika dengan menggunakan alat peraga tulang napier. Persamaan

dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama

menggunakan alat peraga atau media Batang Napier atau bisa disebut

dengan Tulang Napier. Sedangkan, perbedaan peneliti dengan Fakhroni

adalah dari jenis penelitian yang digunakan. Peneliti menggunakan

Kuantitatif jenis eksperimen, sedangkan Fakhroni menggunakan PTK.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aminatun (2008) yang

berjudul “Pemanfaatan Monograf dan Batang Napier sebagai Media

Pembelajaran Berhitung Matematika Dasar”. Penelitian ini merupakan

jenis penelitian PTK yang mempunyai 2 siklus. Maka dapat disimpulkan

bahwa monograf dan Batang Napier dapat dijadikan sebagai salah satu

variasi dalam pembelajaran penjumlahan, pengurangan, dan perkalian

bulangan bulat sehingga siswa mengenal cara lain dalam menyelesaikan

soal bilangan bulat selain cara kovensional. Selain itu, berdasarkan hasil

kuesioner dapat dikatakan bahwa penggunaan monograf dan Batang

Napier dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga dapat


33

meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal-soal bilangan

bulat. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Siti dan peneliti adalah

Siti menggunakan monograf untuk mempermudah menggunakan Batang

Napier dan materinya tidak hanya perkalian, tetapi penjumlahan,

pengurangan dan perkalian bilangan bulat. Sedangakan, peneliti hanya

menggunakan media Batang Napier untuk mempermudah perkalian.

Selain itu, jenis penelitiannya juga berbeda Siti menggunakan jenis

penelitian PTK sedangkan peneliti menggunakan jenis penelitian

kuantitatif.

Hasil Penelitian dari Linda (2014) yang berjudul “Pengaruh

Penggunaan Alat Peraga Batang Napier Terhadap Pemahaman Konsep

Perkalian Siswa Kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang. Hasil tes

yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang didalam proses

pembelajarannya menggunakan alat peraga Batang Napier. Berdasarkan

perbandingan sata statistik hasil Postetst, nilai Posttest kelas eksperimen

lebih tinggi daripada Posttest kelas kontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari

nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 76,64 dengan median sebesar

755,72 dan modus sebesar 68,55 dan modus sebesar 67,93. Berdasarkan

uraian diatas, Linda dapat menyimpulkan bahwa siswa yang diajar

menggunakan alat peraga Batang Napier memiliki pemahaman konsep

lebih tinggi dibandingkan siswa yang tanpa menggunakan alat peraga

dalam pembelajarannya. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Linda

dengan peneliti adalah sama-sama ingin mengetahui pengaruh penggunaan


34

alat peraga Batang Napier dan materi yang digunakan sama yaitu operasi

perkalian pada siswa kelas III.

Selain itu, jenis penelitiannya sama-sama menggunakan kuantitatif

jenis ekperimen semu. Sedangkan, perbedaan pada penelitian yang

dilakukan oleh Linda dengan peneliti adalah Linda memfokuskan pada

pemhaman konsep perkalian sedangkan peneliti memfokuskan

kemampuan operasi perkalian. Selain itu, Linda menggunakan Two group

randomized subject postest only sebagai desain penelitiannya, sedangkan

peneliti menggunakan Pretest posttetst control design sebagai desain

penelitiannya.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian

dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1 : Ada pengaruh media Batang Napier terhadap kemampuan operasi

perkalian siswa kelas III SD Negeri Tambakrejo Waru, Sidoarjo.

Ho : Tidak ada pengaruh media Batang Napier terhadap kemampuan

operasi perkalian siswa kelas III SD Negeri Tambakrejo Waru,

Sidoarjo.
35

H. Kerangka Pikir
Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat dikemukakan kerangka
berpikir sebagai berikut:

Kondisi Ideal Kondisi Lapangan

Pelaksanaan pembelajaran matematika yang 1. Siswa menganggap materi perkalian


merupakan ilmu deduktif dan abstrak, sedangkan sebagaipelajaran yang sulit.
perkembangan kognitif siswa cenderung masih 2. Proses pembelajaran masih
cenderung menggunakan metode
konkrit dan induktif. Oleh karena itu, harus
ceramah/konvensional.
disesuaikan dengan penggunaan strategi, model dan
3. Kemampuan operasi menghitung
media yang relevan untuk mengajarkan matematika perkalian siswa relative rendah.
agar materi yang disampaikan dapat dipahami oleh 4. Guru tidak menggunakan media
siswa. sebagai alat bantu dalam
menyampaikan pembelajaran.

Metpen

a.Metode Penelitian: True Eksperimental


Design
Fokus Penelitian
b.Desain Penelitian: Pretest-Posttest
Control Group Mengetahui apakah berpengaruh atau
Design. tidak media Batang Napier terhadap
kemampuan operasi perkalian siswa
c.Teknik Pengumpulan Data : Wawancara, kelas III di SDN Tambakrejo Waru,
Observasi, Soal Uraian (pretest-posttest), Sidoarjo.
Dokumentasi

d.Subyek Penelitian : Kelas 3A


(eksperimen) dan Kelas 3B (kontrol)

Hipotesis

H1: Ada pengaruh media Batang Napier terhadap


kemampuan operasi perkalian siswa kelas III SD
Negeri Tambakrejo Waru, Sidoarjo

Ho : Tidak ada pengaruh media Batang Napier


terhadap kemampuan operasi perkalian siswa kelas III
SD Negeri Tambakrejo Waru, Sidoarjo.

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pikir

Anda mungkin juga menyukai