Menghitung
Perhitungan PPH 21 – Ulasan kali ini kita akan belajar membahas tentang bagaimana cara
menghitung PPH 21 terbaru 2018 di Excel. Sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-32/PJ/2015 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21, pengertian dari PPh pasal 21 adalah pajak
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.
Singkatnya, pengertian PPH 21 adalah pajak yang dikenakan untuk setiap penghasilan yang
diperoleh subyek pajak. Subyek pajak disini adalah pihak yang memperoleh penghasilan. Maka dari
itu, setiap karyawan, pegawai, atau pekerja yang memperoleh gaji wajib membayarkan pajak
penghasilan (PPh pasal 21).
Setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan dan sesuai dengan Undang-Undang No.
36 tahun 2008 maka diwajibkan untuk membayar pajak atas penghasilan bruto yang diperolehnya.
Kebijakan Pemerintah di Tahun 2016 sehubungan dengan pajak penghasilan yang perlu disambut
baik yaitu dengan adanya perubahan naiknya Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP 2016 untuk wajib
pajak (WP) dengan status TK/0 yang semula 36 juta menjadi 54 juta pertahun atau naik 50%.
Adapun cara menghitung PPh 21 sendiri menyesuaikan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut.
Berikutnya membuat dropdown list pada sel F4 (Status Perkawinan Karyawan A) menggunakan menu
Data Validation seperti di atas. Pada kotak Source anda ketik : TK/0, K/0, K/1, K/2, K/3. Hasilnya
seperti gambar berikut ini:
3. Membuat Rumus TOTAL PENGHASILAN BRUTO
Isikan terlebih dulu nilai-nilai untuk komponen Penghasilan seperti contoh gambar berikut, lalu
jumlahkan untuk semua komponen penghasilan dengan rumus penjumlahan SUM. Untuk lebih
jelasnya bisa melihat gambar berikut:
Keterangan :
Untuk jumlah Pengurang Penghasilan Bruto, gunakan juga rumus penjumlahan SUM.
Keterangan :
Nilai-nilai komponen pengurang pengasilan diisi secara manual, kecuali Biaya Jabatan adalah 5% dari
Penghasilan Bruto, rumusnya =E15*5%.
Rumus jumlah pengurang : =SUM(E17:E19).
5. Membuat Rumus PENGHASILAN NETTO SEBULAN dan SETAHUN
Keterangan :
=IF(E5=”TK/0″,24300000,IF(E5=”K/0″,26325000,IF(E5=”K/1″,28350000,IF(E5=”K/2″,30375000,IF(E5
=”K/3″,32400000,0)))))
Keterangan :
Untuk menghitung PPh Pasal 21 Terhutang setahun adalah Penghasilan Netto dikurang PTKP dikali
Tarif Pajak. Untuk tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008
(Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan), maka tarif (potongan) pajak penghasilan pribadi adalah
sebagai berikut :
=IF(AND(E22-E23>0,E22-E23<=50000000),(E22-E23)*5%,IF(AND(E22-E23>50000000,E22-
E23<=250000000),(E22-E23)*15%,IF(AND(E22-E23>250000000,E22-E23<=500000000),(E22-
E23)*25%,IF(E22-E23>500000000,(E22-E23)*30%,0))))
Keterangan Rumus :
IF(AND(E22-E23>0,E22-E23<=50000000),(E22-E23)*5%
Jika penghasilan kena pajak (E22-E23) lebih besar 0 hingga 50.000.000, maka dikali 5%.
IF(AND(E22-E23>50000000,E22-E23<=250000000),(E22-E23)*15%
Jika penghasilan kena pajak (E22-E23) lebih besar 50.000.000 hingga 250.000.000, maka dikali 15%.
IF(AND(E22-E23>250000000,E22-E23<=500000000),(E22-E23)*25%
Jika penghasilan kena pajak (E22-E23) lebih besar 250.000.000 hingga 500.000.000, maka dikali
25%.
IF(E22-E23>500000000,(E22-E23)*30%
Jika penghasilan kena pajak (E22-E23) di atas 500.000.000, maka dikali 30%.
Penghasilan Kena Pajak (39.036.000 – 24.300.000) x Tarif Pajak 5% = 736.800
Berdasarkan ketentuan tersebut, rumus fungsi untuk PPh terutang sebulan dibuat menjadi 2 kondisi,
yakni yang ber NPWP dan Non NPWP.
=IF(E4=”NPWP”,E24/12,IF(E4=”Non NPWP”,(E24/12)*120%,0))
Keterangan Rumus :
Jika sel E4 = NPWP, maka penghasilan setahun dibagi 12. Jika sel E4 = Non NPWP, maka
penghasilan setahun dibagi 12 dikali 120%.
Jika Anda kesulitan membuatnya, copy paste formula rumus fungsi di atas dan letakkan di sel excel
Anda. Jika rumus tidak jalan (ditolak), ketik ulang (ganti) di bagian tanda petik (“) menjadi tanda petik
dua.
9. Membuat Kolom untuk Perhitungan Pajak Karywan lainnya
Untuk menambah perhitungan pajak karywan lainnya, tinggal copy beberapa rumus yang sudah kita
buat seperti di atas ke format kolom karyawan di sampingnya.
Nah, itulah cara menghitung PPH pasal 21 terbaru 2018 menggunakan excel dengan rumus
perhitungan pph 21 yang mudah dan lengkap yang dapat kami tuliskan kali ini. Semoga apa yang
telah kita pelajari dalam artikel ini dapat bermanfaat.
Cara Menghitung Pajak Penghasilan & Tarif PPh
21 Terbaru 2018
Pajak Penghasilan Pribadi PPh Pasal 21
Setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan dan sesuai dengan
Undang-Undang No. 36 tahun 2008 maka diwajibkan untuk membayar pajak atas
penghasilan bruto yang diperolehnya.
Tarif PTKP 2015 setahun adalah sebesar Rp. 36 juta (3 juta per bulan) untuk diri
Wajib Pajak orang pribadi, dan naik 50% dari nilai PTKP 2014 sebesar Rp. 24,3 juta.
+ WP Kawin K0 39.000.000,-
+ Tanggungan 1 K1 42.000.000,-
+ Tanggungan 2 K2 45.000.000,-
+ Tanggungan 3 K3 48.000.000,-
Menurut Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, PTKP ini akan diberlakukan
mulai Bulan Juni 2016, dan perhitungannya berlaku surut mulai dari Bulan Januari
2016.
Kalau dianalisa kenaikan PTKP 2016 ini lebih kurang 50% dari PTKP 2015, dan
kenaikan PTKP 2015 juga demikian lebih kurang 50% dari PTKP 2014 (data aktual
PTKP 2014 : 24,3 juta, 2015 : 36 juta, 2016 : 54 juta).
Kenaikan PTKP 2016 ini ditanggapi positip dari berbagai kalangan masyarakat
terutama karyawan atau buruh yang saat ini masih memperoleh penghasilan lebih
kurang senilai Upah Minimum Regional (UMR).
Dengan adanya penyesuaian tarif PTKP 2016 ini maka pastinya akan menyebabkan
pendapatan negara dari Wajib Pajak orang pribadi akan turun, namun diharapkan
dengan adanya kenaikan tarif ini dapat mensejahterakan masyarakat kurang mampu
dan meningkatkan kesadaran bagi Wajib Pajak untuk melapor SPT PPh sesuai
dengan penghasilan yang diperolehnya.
WP Kawin K0 58.500.000,-
Tanggungan 1 K1 63.000.000,-
Tanggungan 2 K2 67.500.000,-
Tanggungan 3 K3 72.000.000,-
3. Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung
Catatan:
Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3 orang
TK : Tidak Kawin
K : Kawin
K/I : Kawin dan penghasilan pasangan digabung
WP Kawin K0 19.500.000,-
Tanggungan 1 K1 21.000.000,-
Tanggungan 2 K2 22.500.000,-
Tanggungan 3 K3 24.000.000,-
3. Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung
Artikel Lainnya : Bagaimana Cara Bayar Pajak Secara Online via eBilling Pajak?
1. Hitung penghasilan bruto Anda dalam setahun, seperti gaji pokok ditambah
dengan tunjangan-tunjangan lainnya.
2. Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sesuai dengan status Anda.
3. Hitung pengurang lainnya seperti : Tunjangan Biaya Jabatan 5% & Iuran Pensiun
5% dari penghasilan bruto, catatan: Tunjangan Biaya Jabatan Maksimal Rp. 6 juta
per tahun, dan Tunjangan Iuran Pensiun maksimal 2,4 juta per tahun.
4. Hitung Penghasilan netto Anda : Penghasilan Bruto – PTKP – Iuran Jabatan &
Pensiun.
5. Kalikan Penghasilan Netto dengan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku.
Misalnya A adalah seorang karyawan status kawin dengan anak 1, dengan asumsi
data penghasilan sebagai berikut:
Gaji Pokok Rp. 5 juta
Dari data di atas perhitungan pajak penghasilan Pph 21 atas penghasilan dalam
setahun adalah sebagai berikut:
(dalam Rupiah)
Tunjangan 24.000.000,-
Penghasilan-Bruto 84.000.000,-
Pengurangan (-)
PTKP 63.000.000,-
Total 69.600.000,-
Apabila Anda telah memahami cara perhitungan manual pajak penghasilan PPh
pasal 21 diatas dengan menggunakan excel, untuk mengaplikasikannya langsung
pada formulir otomatis dari Direktorat Jendral Pajak, berikut akan kami berikan
formulir tersebut dan bisa Anda download.
Formulir tersebut dalam bentuk format PDF, namun dalam pengisiannya Anda
dipermudah karena seluruh hitungan penjumlahannya secara otomatis oleh
sistem.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam pengisian SPT tersebut, terdapat juga
tutorial lengkap bagaimana cara pengisian tahap demi tahap yang sangat mudah
dipahami.
Sebagai tambahan Formulir tersebut juga tersedia dalam format Bahasa Inggris
(English Language), sehingga dapat digunakan juga oleh warga negara asing
(WNA) yang memperoleh penghasilan dan bekerja di Indonesia.
1. Penghasilan 60 juta keatas : Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Online Formulir
1770 S ;
2. Penghasilan 60 juta kebawah : Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Online Formulir
1770 SS ;
3. Saat ini Direktorat Jendral Pajak belum menyediakan pengisian SPT 1770
secara online, namun data SPT dapat Anda isi terlebih dahulu menggunakan
aplikasi e-SPT dari Dirjen Pajak, setelah data lengkap bisa segera Anda lapor
SPT tersebut dengan cara mengapload ke situs DJP Online.
PTKP Wanita
SAYA akan mengawali tahun 2016 ini dengan tulisan mengenai PTKP, khususnya PTKP
Wanita. Setelah banyak respon terhadap tulisan saya sebelumnya, NPWP Bagi Wanita
Yang Telah Kawin saya pikir ada baiknya kalau saya membahas mengenai PTKP Wanita.
Saya banyak menerima email maupun pertanyaan secara langsung mengenai penerapan
NPWP Wanita Kawin tersebut. Jadi, karena para wanita ingin dimengerti, tulisan ini adalah
sebagai bentuk pengertian saya (tsaah…)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan amanat Pasal 6 ayat (3) UU PPh yang
menyebutkan bahwa kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7. Pasal 7 UU PPh sendiri mengatur mengenai besaran PTKP yang telah beberapa kali
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk tabel besaran PTKP dari masa ke masa
dapat dilihat di sini.
Pasal 8 UU PPh mengatur beberapa hal di bawah ini:
2. Dalam hal istri memperoleh penghasilan semata-mata diterima dari satu pemberi kerja
dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya, maka penghasilan
tersebut dikenai PPh bersifat final
3. Menyimpang dari ketentuan di atas, suami istri dapat dikenai pajak secara terpisah
apabila:
– suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
– dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan
– dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri
Oleh karena itu, untuk menentukan PTKP Wanita bisa diawali dari melihat status wanita
tersebut, apakah kawin atau tidak/belum kawin–sebut saja wanita lajang. Tentu saja yang
dimaksud kawin di sini adalah wanita yang telah menikah dengan laki-laki, bukan dengan
wanita (perkawinan sejenis). Di Amerika sendiri, meskipun pernikahan sejenis
diperbolehkan, tetapi yang dimaksud kawin di UU Pajak mereka tetap pernikahan seorang
wanita dan seorang laki-laki. Disebutkan bahwa same-sex couples are prohibited from
filing joint federal income tax returns even if legally married under state law. For federal
tax purpose, marriage is restricted to a ‘legal union between a man and woman as husband
and wife’.
PTKP Wanita Lajang
PTKP Wanita Lajang pada dasarnya sama dengan PTKP Laki-laki lajang. Idealnya orang
lajang, maka dia hanya menanggung biaya hidup dirinya sendiri, sehingga PTKP-nya
adalah PTKP bagi dirinya sendiri. Namun pada prakteknya banyak juga wanita lajang yang
harus menanggung biaya hidup keluarga/kerabatnya, sehingga meskipun lajang, wanita
tersebut diperbolehkan apabila menambahkan tanggungan pada PTKP-nya. Yang
dimaksud keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang
tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Sehingga PTKP bagi Wanita Lajang sesuai dengan ketentuan terbaru (yaitu Peraturan
Menteri Keuangan nomor 122/PMK.010/2015) adalah:
Contoh:
Sinta dan Santi adalah sepasang saudara kembar. Keduanya lahir pada tanggal 16 Maret
1987. Setelah lulus sebagai arsitek di sebuah perguruan tinggi ternama pada tahun 2013,
Sinta bekerja pada sebuah perusahaan kontraktor multinasional dengan gaji
Rp18.000.000,- per bulan. Sementara saudara kembarnya, Santi karena peruntungan yang
tidak terlalu bagus, hingga saat ini masih menganggur. Keduanya tinggal bersama kedua
orang tua mereka yang tidak berpenghasilan. Sehingga Sinta secara otomatis menanggung
biaya hidup dirinya, kedua orang tuanya, dan tentu saja saudara kembarnya, Santi.
Berdasarkan uraian di atas, maka Sinta melaporkan PTKP dengan status TK/3.
Pada awal Januari 2016, karena rajin dan tekun mencari lowongan pekerjaan, akhirnya
Santi diterima menjadi karyawan pada sebuah perusahaan perencanaan konstruksi dan
dibayar dengan gaji Rp32.000.000,- per bulan. Sesuai dengan perjanjian Sinta dan Santi,
sejak saat itu Sinta menangung biaya hidup ibu mereka, sedangkan Santi menanggung
biaya hidup bapak mereka. Sehingga PTKP yang dilaporkan Sinta dan Santi pada tahun
2016 masing-masing adalah TK/1.
Tentu saja menjadi harapan semua wanita di Indonesia, setelah menginjak usia yang
matang untuk menikah, wanita tersebut dapat bertemu dengan jodoh pujaan hatinya. Oleh
karena itu setelah mengalami masa lajang, wanita akan menikah. Dalam bahasa UU Pajak
kita disebut sebagai Wanita Kawin.
Seperti sudah saya sebutkan di atas, bahwa UU Pajak kita menempatkan keluarga sebagai
satu kesatuan ekonomis, sehingga suami dan istri dianggap sebagai satu entitas.
Penghasilan istri digabungkan dengan penghasilan suami, dan kerugian yang dialami istri
dilaporkan sebagai kerugian suami. Meski yang terjadi di lapangan adalah, penghasilan
suami adalah penghasilan istrinya, sedangkan penghasilan istri bukan penghasilan suami
(kidding :P)
Penjelasan mengenai PTKP Wanita Kawin akan saya uraikan di bawah ini:
Sejak munculnya faham emansipasi wanita, maka wanita yang bekerja merupakan hal yang
biasa, terlebih isu gender mainstreaming mulai disosialisasikan di tengah masyarakat kita.
Bahkan sekarang sudah menjadi suatu tren tersendiri, sebuah keluarga kecil, dimana suami
bekerja, istri juga bekerja, anak mereka diasuh oleh mertua/orang tua, atau bahkan
pembantu rumah tangga: lumrah. Tapi bukan itu yang akan kita bahas.
Adalah hak kaum wanita untuk menentukan apakah dia akan bekerja atau tidak. Tentu saja
banyak faktor yang mempengaruhinya, kondisi ekonomi keluarga mungkin, tingkat
pendidikan, latar belakang orang tua, dsb. Keputusan ada di tangan Anda para wanita,
karena masing-masing ada risiko dan kelebihannya.
Bagi Anda yang memilih untuk tidak bekerja, alias memilih sebagai ibu rumah tangga,
yang artinya adalah Anda tidak berpenghasilan, maka Anda tidak perlu memiliki PTKP,
karena PTKP-nya sudah ditanggung oleh suami/kepala keluarga.
Contoh:
Ibu Yuni, adalah seorang lajang yang baru saja melangsungkan pernikahan pada akhir
2015. Meski memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, dengan kesadaran penuh ibu
Yuni memilih menjadi ibu rumah tangga selepas menikah. Suaminya, Tuan Roni adalah
seorang pengusaha di bidang jual beli barang farmasi. Dalam hal ini, ibu Yuni tidak perlu
memusingkan dengan dengan PTKP-nya sendiri, karena sesuai dengan UU Pajak kita, ibu
Yuni merupakan tanggungan Tuan Roni dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP Tuan
Roni dengan rincian PTKP sebagai berikut:
Berbeda dari ibu Yuni, ibu Yuli adalah seorang wanita karir. Meski sudah menikah, ibu
Yuli tetap ingin berkarya bagi masyarakat dan negaranya. Oleh karena itu setelah menikah
ibu Yuli tetap menjalani profesinya sebagai dosen filsafat ekonomi di sebuah universitas
terkemuka di kotanya. Ibu Yuli mendapatkan penghasilan dari universitas tempatnya
bekerja tersebut dan dipotong PPh Pasal 21 sebagai pegawai tetap. Sementara suami ibu
Yuli merupakan seorang PNS di kementerian pertanian.
Pengasilan yang diterima ibu Yuli dari universitas akan dilaporkan pada SPT Tahunan PPh
suaminya dan dilaporkan sebagai penghasilan yang bersifat final.
PTKP Wanita Kawin Yang Bekerja Pada Lebih Dari Satu Pemberi Kerja
Dalam hal wanita kawin bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, maka penghasilannya
tidak bersifat final, namun PTKP-nya tetap mengikuti ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 252/PMK.03/2008, yaitu untuk dirinya sendiri (TK/0).
Contoh:
Ibu Dita bekerja sebagai konsultan SDM pada dua perusahaan sekaligus, yaitu PT A dan
PT B. Ibu Dita bekerja pada PT A pada hari Senin-Rabu dan pada PT B hari Kamis-Sabtu.
Suami ibu Dita merupakan PNS pada Kementerian Keuangan, keduanya belum dikaruniai
anak. PTKP ibu Dita pada masing-masing perusahaan dicatat dengan status TK/0, dan
PTKP tersebut harus diperhitungkan kembali pada SPT Tahunan PPh OP suami Ibu Dita.
Dan atas penghasilan yang diterima ibu Dita bukan merupakan penghasilan yang bersifat
final, sehingga harus diperhitungkan kembali dengan penghasilan suami.
Contoh, data penghasilan suami dan ibu dita dari masing-masing perusahaan adalah sbb:
PTKP suami ibu Dita pada Kementerian Keuangan adalah K/0, sedangkan PTKP ibu Dita
di masing-masing perusahaan adalah TK/0.
Maka Pelaporan di SPT Tahunan PPh OP suami ibu Dita adalah sebagai berikut:
Meskipun telah dipotong di masing-masing pemberi kerja, setelah digabungkan, PPh yang
terutang menjadi lebih besar dari yang telah dipotong, hal ini disebabkan karena:
ibu Dita bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, sehingga penghasilannya tidak
dianggap sebagai penghasilan yang bersifat final
Penghasilan yang digabung mengakibatkan PPh yang terutang menjadi lebih besar, di
sisi lain, PTKP ibu Dita yang diakui hanya dari salah satu pemberi kerja saja.
Berdasarkan contoh di atas, PTKP Wanita yang telah kawin dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
Dalam hal wanita kawin tersebut tidak bekerja/menjadi ibu rumah tangga, maka wanita
tersebut tidak perlu memusingkan soal PTKP karena PTKP-nya cukup dari PTKP
suami saja
Dalam hal wanita kawin tersebut bekerja, maka PTKP-nya adalah untuk wanita kawin
tersebut saja, yaitu TK/0 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
252/PMK.03/2008. Sedangkan pelaporan di SPT tahunannya digabungkan dengan
penghasilan suaminya, yang ketentuannya:
1. Apabila wanita kawin tersebut bekerja hanya dari satu pemberi kerja, dan pekerjaan
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suaminya, maka
penghasilannya bersifat final
2. Apabila wanita kawin tersebut bekerja lebih dari satu pemberi kerja, maka
penghasilannya tidak bersifat final dan digabungkan dengan penghasilan suaminya
dengan PTKP K/I/… yang tabel lengkapnya dapat dilihat di bawah ini:
Status PTKP Uraian PTKP (Rp)
Sebut saja Musdalifa (mantan istri Nassar Sungkar), yang terkenal sebagai seorang
pengusaha. Sebut saja istri-istri yang giat berwiraswasta, melakukan usaha sendiri, entah
dari rumah (online) maupun melalui tempat usaha. Bagaimana PTKP-nya?
Pada dasarnya berlaku ketentuan yang sama dengan penjelasan di atas, dengan ketentuan:
2. Dalam hal istri mengalami kerugian, maka kerugiannya juga digabungkan dengan
penghasilan/kerugian suami
3. Tidak ada ketentuan bahwa penghasilan istri bersifat final, artinya suami harus
menggunakan PTKP K/I/… dalam melaporkan pajaknya
4. Meskipun suami bekerja sebagai karyawan, suami tetap harus melaporkan SPT-nya
dengan formulir 1770, bukan 1770 S, apalagi 1770 SS.
5. Dalam hal selain melakukan usaha istri juga bekerja pada suatu perusahaan tertentu,
maka penghasilan istri tetap digabungkan dengan penghasilan suami dan penghasilan
dari pekerjaan tidak dianggap sebagai penghasilan yang bersifat final.
Contoh:
Nyonya Neni adalah seorang pengusaha yang sukses di bidang fashion. Telah puluhan
tahun lamanya Ny Neni menekuni bidang ini hingga sekarang telah memiliki butik di
beberapa kota besar di Indonesia. Selama tahun 2015 usaha Ny Neni membukukan
keuntungan komersial sebesar Rp1.200.000.000,- Ny Neni telah melaporkan PPh Pasal 25
atas usahanya tersebut dengan jumlah selama 2015 sebesar Rp300.000.000,- Selain
menjalankan usaha tersebut, Nyonya Neni juga bekerja sebagai konsultan pada sebuah
majalah fashion terkemuka dengan penghasilan neto sebesar Rp75.000.000,- dan telah
dipotong PPh Pasal 21 sebesar Rp1.950.000,-
Suami Ny Neni sendiri, Tuan Nano adalah seorang direktur utama pada PT ABC dengan
penghasilan neto sebesar Rp216.000.000 setahun dan telah dipotong PPh Pasal 21 sebesar
Rp21.550.000,- Tuan Nano dan Ny Neni telah dikaruniai 2 orang anak yang lincah, sehat
dan cerdas.
Maka penghitungan PPh Pasal 25/29 Tuan Nano dan Ny Neni di SPT Tahunan PPh OP
2015 adalah sebagai berikut:
PTKP Wanita Kawin Dihitung Terpisah Dari PTKP Suami
Dalam keadaan tertentu, wanita kawin dapat dikenai pajak secara terpisah. Keadaan
tertentu diantaranya;
2. Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan
3. Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri
Apabila berlaku keadaan di atas, maka berlaku ketentuan:
1. dalam hal suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, maka PTKP
dihitung masing-masing dengan status TK/… sesuai dengan jumlah tanggungan yang
sebenarnya dan diperkenankan.
2. dalam hal suami istri menghendaki pisah harta dan penghasilan atau istri menghendaki
memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah dari
suami, maka PTKP digabung terlebih dahulu (K/I/…) namun pajak yang dilunasi
dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Contoh:
Tuan Andi dan Ibu Rosi adalah pasangan ideal yang telah menikah selama 15 tahun dan
dikaruniai 2 orang anak. Keduanya hidup bahagia tanpa masalah apapun. Tuan Andi dan
Ibu Rosi sama-sama bekerja sebagai konsultan hukum di perusahaan yang berbeda dan
keduanya tidak memperoleh penghasilan lainnya. Mengingat latar belakang hukum yang
telah dikenyam keduanya selama bertahun-tahun di dalam dan di luar negeri, keduanya
sepakat untuk melakukan pemisahan harta dan penghasilan. Data penghasilan dan besarnya
PPh terutang untuk keduanya disajikan dalam tabel berikut:
Besarnya PPh terutang bersama dihitung terlebih dahulu, baru kemudian diproporsikan
sesuai porsi penghasilan neto masing-masing.
Apabila kita cermati, PTKP merupakan pengurangan bagi penghasilan yang dihitung
dengan tarif Pasal 17 UU PPh, atau dengan kata lain penghasilan tersebut ada dan tidak
dikenai PPh Final atau bersifat final. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa PTKP
diberikan apabila:
2. Atas penghasilan tersebut tidak dikenai PPh Final atau PPh bersifat final lainnya.
Pertanyaannya, suami istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami,
bagaimana jika :
a. Penghasilan suami dikenai PPh Final dan/atau bersifat final
b. Suami tidak mempunyai penghasilan
c. Penghasilan suami di bawah PTKP
Tuan Hadi, melakukan usaha perdagangan dengan omset Rp500.000.000,- setahun. Atas
penghasilan dari usaha perdagangan tersebut Tuan Hadi dikenai PPh Final berdasarkan PP
No 46/2013 dengan tarif 1%, atau PPh yang terutang sebesar Rp5.000.000,- dan telah
disetor dengan SSP setiap bulannya dengan Kode MAP 411128 dan KJS 420 setiap
bulannya. Istri Tuan Hadi, Nyonya Noni, bekerja sebagai konsultan lepas di tiga majalah
desain terkemuka dan telah dipotong PPh Pasal 21. Tuan Hadi dan Ny Noni dikaruniai 3
orang anak dalam pernikahannya.
Tahun 2015 Tuan Hadi melaporkan SPT-nya dengan formulir 1770. Apabila kondisi
demikian, Apakah PTKP yang dilaporkan Tuan Hadi tetap K/I/3 atau K/3, atau apa?
Memang tidak ada petunjuk yang jelas mengenai pelaksanaan PTKP ini, namun melihat
dan membaca ketentuan yang ada, maka ketentuan yang berlaku adalah meskipun
penghasilannya dikenai PPh Final, Tuan Hadi tetap diberikan PTKP, sehingga status PTKP
yang dilaporkan tetap K/I/3. Meskipun dalam kasus ini, karena penghasilan yang diterima
Tuan Hadi telah dikenai PPh Final, seharusnya, PTKP yang diberikan adalah:
Hal ini dikarenakan Tuan Hadi tidak memiliki kontribusi penghasilan dalam penghitungan
PTKP tersebut. Keadaan yang sama akan berlaku apabila penghasilan Tuan Hadi di bawah
PTKP atau bahkan Tuan Hadi tidak memiliki penghasilan sama sekali.
Semoga bermanfaat.