Anda di halaman 1dari 46

1

MANAJEMEN PERPAJAKAN
ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT.
PERKEBUNAN NUSANTARA IV

RICA YULIANTI LUKMAN (16 651 007)


7B AKUNTANSI MANAJERIAL

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA


TAHUN AJARAN
2019/2020

1
i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah MANAJEMEN
PERPAJAKAN

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Samarinda, 1 Oktober 2019

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

DAFTAR TABEL...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Laporan Keuangan...............................................................3


2.2 Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fisikal..............6
2.3 Pengertian Koreksi Fisikal...................................................................19
2.4 Fungsi Koreksi Fisikal..........................................................................24
2.5 Rekonsiliasi Fisikal..............................................................................24
2.6 Teknik Rekonsiliasi Fisikal..................................................................25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...........................................................................................39
3.2 Saran.....................................................................................................39

ii
iii

DAFTAR TABEL

BAB I
Tabel 1.1 Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal......................8
Tabel 1.2 Kelompok Harta Berwujud...............................................................17
Tabel 1.3 Kelompok Harta Tak Berwujud........................................................18

Tabel 1.4 Kertas Kerja Rekonsiliasi..................................................................26

Tabel 1.5 Laporan Posisi Keuangan Komperatif..............................................28

Tabel 1.6 Laporan Laba Rugi............................................................................30

Tabel 1.7 Perhitungan Pajak Penghasilan Rekonsiliasi Fisikal.........................31

Tabel 1.8 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak................................................33

iii
iv

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini yang menarik di Indonesia dari tahun ke tahun yaitu adanya
perusahaan dalam melaporkan kegiatan perpajakannya terdapat perbedaan
ketidak sesuaian pada perhitungan laporan keuangannya. Ini menyatakan bahwa
Standar Akuntansi Keuangan seringkali tidak sama atau bertentangan dengan
peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia yang sering disebut dengan book
tax differences (BTD), yaitu perbedaan antara pendapatan kena pajak menurut
peraturan perpajakan dan pendapatan sebelum kena pajak menurut standar
akuntansi keuangan.

Ketidak sesuaian dan perbedaan prinsip serta kepentingan antara akuntansi


dan perpajakan mengharuskan perusahaan melakukan koreksi fiskal atau
penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan
fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan. Penyusunan laporan keuangan
terdapat 2 metode standar yang digunakan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) atau biasa disebut dengan laporan keuangan komersial dan yang kedua
menurut ketentuan peraturan Undang-undang Perpajakan disebut dengan laporan
keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk
menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan
laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Penyebab
perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah
terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi,
perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan
penghasilan. Atas perbedaan tersebut harus dilakukan suatu tahapan yang disebut
koreksi fiskal. Koreksi fiskal atau penyesuaian fiskal merupakan istilah
ketentuan pajak untuk menyatakan adanya perbedaan antara kaidah akuntansi
atau komersil dan ketentuan pajak mengenai pembukuan dalam pengakuan dan
biaya dalam rangka perhitungan penghasilan kena pajak.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi


permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah koreksi (rekonsiliasi) fiskal dalam perhitungan Pajak
Penghasilan Badan pada PT Perkebunan Nusantara IV?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui perhitungan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan
PT Perkebunan Nusantara IV.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Laporan Keuangan


Laporan keuangan merupakan laporan tertulis yang memberikan informasi
kuantitatif tentang posisi keuangan dan perubahan-perubahannya, serta hasil yang
dicapai selama periode tertentu. Laporan keuangan dapat dijadikan media yang
dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan, dimana laporan
keuangan tersebut terdiri dari neraca, perhitungan rugi laba, ikhtisar laba ditahan
dan laporan posisi keuangan.
Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input informasi yang
bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Banyak pihak yang berkepentingan
terhadap laporan keuangan, mulai dari investor atau calon investor, pihak pemberi
dana atau calon pemberi dana, sampai pada manajamen perusahaan itu sendiri.
Laporan keuangan diharapkan memberikan informasi mengenai profitabilitas,
risiko dan waktu dari aliran kas yang dihasilkan perusahaan. Informasi tersebut
akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan, dan pada giliran
selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Menurut Machfoedz dan Mahmudi (2008:1.18) adalah hasil akhir dari proses
akuntansi. Proses akuntansi dimulai dari bukti transaksi, kemudian dicatat dalam
harian yang disebut jurnal, kemudian secara periodik dari jurnal dikelompokkan
ke dalam buku besar sesuai dengan transaksinya, dan tahap terakhir dan proses
akuntansi adalah penyusunan laporan keuangan.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan dituliskan bahwa pengertian laporan
keuangan adalah bagian dari bagian dari proses pelaporan keuangan dan laporan
keuangan lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti sebagai
laporan arus kas), catatan, laporan keuangan lain, dan materi penjelasan yang
bagian integral dari laporan keuangan.
Laporan keuangan menurut Sundjaja dan Barlian (2001:47) adalah suatu
laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai
alat komunikasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan
atau aktivitas perusahaan.
Laporan keuangan menurut Harnanto (2002:31) adalah hasil akhir dari proses
akuntansi, yang terdiri dari dua laporan utama yaitu neraca dan laporan
4

perhitungan laba rugi dan berupa laporan yang sifatnya sebagai pelengkap seperti
laporan laba
yang ditahan serta laporan sumber dan penggunaan dana atau laporan
perubahan posisi keuangan.
Menurut Harahap (2013:105): “Laporan Keuangan menggambarkan kondisi
keuangan dan hasil usaha perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu
tertentu. Bagi para analis, Laporan Keuangan merupakan media yang paling
penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan.”
Menurut Kasmir (2016:7): “laporan keuangan adalah laporan yang menunjukan
kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu.
Laporan keuangan yang disajikan perusahaan sangat penting dan banyak pihak
yang memerlukan dan berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuat
perusahaan tersebut, seperti para investor, kreditur, dan pihak manajemen
sendiri.” Sedangkan
Menurut Fahmi (2011:2): “laporan keuangan merupakan suatu informasi yang
menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi
tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut.
Dengan kata lain laporan keuangan merupakan suatu informasi yang
menggambarkankondisi keuangan suatu perusahaan dan informasi tersebut dapat
dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan dari perusahaan tersebut.”
Pengertian diatas tentang laporan keuangan diketahui bahwa tujuan dari
laporan keuangan yaitu untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan
secara lengkap, baik kepada pemilik, manajemen, maupun pihak luar yang
berkepentingan terhadap laporan tersebut.

Laporan keuangan terdiri atas neraca, laporan laba rugi, serta laporan
perubahan modal. Akan tetapi untuk membantu menjelaskan kondisi perusahaan,
dalam laporan keuangan sering ditambahkan laporan sumber serta penggunaan
kas, laporan biaya produksi dan banyak lagi. Oleh karena itu, dalam berbisnis
dengan pihak tertentu sebuah perusahaan diminta memperlihatkan laporan
keuangan mereka yang valid, dan ada juga perusahaan yang menjaga dari
perusahaan tandingan mereka.

Jadi dari penjelasan diatas dan definisi tentang laporan keuangan, kita dapat
menuliskan empat laporan dasar yang harus ada dalam laporan keuangan yaitu:
a. Laporan Laba Rugi
Sesuai dengan namanya, jenis laporan keuangan ini berfungsi untuk
membantu Anda mengetahui apakah bisnis berada dalam posisi laba atau
rugi. Apabila pendapatan perusahaan lebih besar daripada beban atau
biayanya, maka bisnis memperoleh laba. Sebaliknya, jika pendapatan
cenderung lebih kecil dari beban atau biayanya, maka kemungkinan
besar bisnis mengalami kerugian.
Pada umumnya, ada dua cara yang digunakan untuk menyusun laporan
laba rugi, yaitu single step (cara langsung) dan multiple step (cara
bertahap). Metode single step relatif lebih mudah dibandingkan multiple
step, Anda hanya perlu menjumlahkan seluruh pendapatan dari atas sampai
bawah menjadi satu kelompok, kemudian menguranginya dengan total
beban atau biaya dalam periode yang berlaku.
Sedangkan, pada metode multiple step, pendapatan dipisah menjadi dua
kategori, yaitu pendapatan operasional (yang berasal dari kegiatan pokok)
perusahaan dan pendapatan non operasional (yang berasal dari luar kegiatan
pokok) perusahaan. Pembagian kategori tersebut juga berlaku pada beban
atau biaya.
b. Laporan Perubahan Modal

Dalam menjalankan operasional perusahaan, tentunya modal awal yang


ditanam akan mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena modal
harus digunakan dalam menjalankan roda perusahaan, juga karena adanya
penambahan dari laba yang didapat, penggunaan modal untuk kepentingan
pemilik perusahaan, atau hal lainnya.
Laporan perubahan modal atau yang biasa disebut Capital Statement
dalam istilah akuntansi merupakan jenis laporan keuangan yang
memberikan informasi mengenai perubahan modal atau ekuitas perusahaan
dalam periode tertentu. Laporan perubahan modal ini berfungsi untuk
menunjukkan seberapa besar perubahan modal yang terjadi dan apa yang
menyebabkan perubahan tersebut
terjadi.

c. Neraca (Balance Sheet)

Neraca adalah jenis laporan keuangan ini menyajikan akun-akun aktiva,


kewajiban, dan modal dalam satu periode. Neraca biasanya terdiri dari dua
bentuk, yaitu bentuk skontro/horizontal (account form) dan bentuk
vertikal/stafel (report form). Nilai modal pada neraca merupakan nilai yang
tercatat pada Laporan Perubahan Modal. Keseimbangan pada neraca dapat
tercapai karena pada Laporan Perubahan Modal sudah terdiri dari
pendapatan dan biaya yang tercatat pada Laporan Laba-Rugi.
6

1) Aktiva, merupakan harta yang dimiliki perusahaan dengan nilai


manfaat di masa depan (future economic benefit). Contohnya seperti
truk, mobil kargo, dan mobil pengangkat barang, untuk perusahaan
ekspedisi. Aktiva terdiri dari Aktiva Lancar (Current Assets) dan Aktiva
Tetap Berwujud
(Tangiable Fixed Assets)

2) Kewajiban, terdiri dari Utang Lancar (Current Liabilities) dan


Utang Jangka Panjang (Long Term Liabilities).
3) Modal, adalah harta kekayaan perusahaan yang dimiliki oleh
pemilik perusahaan. Modal akan bertambah jika pemilik perusahaan
menambahkan investasinya ke dalam perusahaan dan jika perusahaan
memperoleh keuntungan. Sebaliknya, modal akan berkurang jika
pemilik perusahaan mengambil dana investasinya (prive) dan jika
perusahaan mengalami kerugian.
d. Laporan Arus Kas

Jenis laporan keuangan ini sangat penting untuk mengetahui perputaran


arus dana yang berada di perusahaan, kemana dana atau kas pergi dan dari
mana kas masuk. Hal ini supaya perusahaan dapat mengontrol dana atau
kas perusahaan yang dimiliki selama ini. Laporan arus kas atau Cash Flow
berfungsi untuk memberikan informasi mengenai arus kas masuk dan arus
kas keluar.
Laporan mengenai arus kas masuk dapat dilihat dari beberapa sumber,
yaitu hasil dari kegiatan operasional dan kas yang diperoleh dari pendanaan
atau pinjaman. Sedangkan arus kas keluar dapat dilihat dari berapa banyak
beban biaya yang dikeluarkan perusahaan, baik untuk kegiatan operasional
atau investasi pada bisnis lain.
2.2 Laporan Keuangan Komesial dan Laporan Keuangan Fiskal
a. Pengertian Laporan Keuangan Komersial dan Laporan
Keuangan Fiskal

Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai


peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak.
Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan
penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba
menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial atau bisnis
ditujukan untuk menilai hasil usaha (Income statement) dan keadaan
keuangan  (Balance Sheet) dari satu entitas.
7

Laporan keuangan fiskal ditujukan untuk menghitung penghasilan kena


pajak dan beban pajak yang harus dibayar ke Negara. Laporan keuangan
komersil berdasarkan prinsip akuntansi  yang berlaku umum, yaitu
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) atau standar lain,
sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun
berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan lain. Perbedaan
penggunaan standar atau prinsip dasar dalam penyusunan Laporan
Keuangan – terutama laporan rugi laba- , mengakibatkan perbedaan
perhitungan laba rugi suatu entitas (Wajib Pajak) antara laba rugi komersil
dan laba rugi fiskal, yang akan berakibat adanya perbedaan perbedaan
beban pajak komersial dan beban pajak seharusnya dibayar ke Negara.
b. Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal
Menurut Erly Suandy (2011, hal 35), persamaan akuntansi
komersial dan akuntansi fiskal :
a. Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu
periode tidak boleh langsung dibebankan pada tahun
pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan disusutkan sesuai
dengan masa manfaatnya.
b. Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik
bangunan maupun bukan bangunan.
c. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah
tersebut memiliki masa manfaat terbatas.

c. Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal


Pada umumnya, perusahaan yang bergerak dibidang bisnis
akan menyusun laporan keuangan yang berbeda antara laporan
keuangan komersial dengan laporan keuangan yang dilampirkan
pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
disampaikan ke Direktorat Jendral Pajak. Perbedaan tersebut
tidaklah dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti
penyeludupan pajak, akan tetapi lebih cenderung kepada
penyesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Standar Akuntansi Keuangan (komersial) dan undang-
undang pajak sering memberikan spesifik dan sering berbeda,
aturan yang mana yang digunakan untuk melaporkan penghasilan
dan tujuan pajak, meskipun kedua pendapatan dilaporkan
berdasarkan pada transaksi dibawah fundamental yang sama.
8

Beberapa perbedaan laporan pajak dapat dilihat secara mekanis


karena mereka berhubungan dengan suatu perbedaan yang jelas di
dalam peraturan. Contoh materi laporan pajak yang berbeda
dihasilkan oleh perbedaan yang jelas di dalam aturan-aturan
penyusutan, opsi saham, dan konsolidasi.
Salah satu alasan perbedaan akuntansi pajak dengan
akuntansi keuangan, antara lain karena tujuan akuntansi keuangan
adalah pemberian informasi penting kepada para manajer,
pemegang saham, pemberi kredit, serta pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya dan merupakan tanggung jawab para
akuntan untuk melindungi pihak-pihak tersebut dari informasi
yang menyesatkan. Sebaliknya, tujuan utama system perpajakan
(termasuk akuntansi pajak) adalah pemungutan pajak yang adil
dan merupakan tanggung jawab Direktorat Jendral Pajak untuk
melindungi para pembayar pajak dari tindakan semena-mena.
Sejalan dengan tujuan dan tanggung jawab tersebut, prinsip
yang dianut oleh akuntansi keuangan adalah prinsip konservatif,
sehingga kemungkinan kesalahannya lebih cenderung kepada
understatement pelaporan penghasilan penghasilan atas assetnya
dibandingkan dengan pelaporan overstatement. Disamping
perbedaan acuan yang dianut dalam penyusunan laporan
keuangan untuk kepentingan perpajakan, dari sudut pandang
Direktorat Jendral Pajak laporan keuangan yang understatement
tersebut tentunya tidak dapat dipakai sebagai dasar menetapkan
pajak yang terutang (Mohammad Zain, 2008:118-119).

Tabel 1.1 Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal


Akuntansi Komersial Akuntansi Fiskal

Masa Manfaat: Masa Manfaat:

a. Masa manfaat ditentukan asset a. Ditetapkan berdasarkan


berdasarkan taksiran umur
ekonomis maupun umur teknis. keputusan Menteri Keuangan.

b. Nilai residu telah


9

Lanjutan
Tabel1.1
10

b. Ditelaah ulang secara periodik. diperhitungkan.

c. Nilai residu bisa

diperhitungkan.

Harga Perolehan: Harga Perolehan:

a. Untuk pembelian menggunakan a. Untuk transaksi yang tidak


harga sesungguhnya. mempunyai hubungan istimewa
b. Untuk pertukaran asset tidak berdasarkan harga yang
sejenis menggunakan harga sesungguhnya.
wajar.
b. Untuk transaksi yang
c. Untuk pertukaran sejenis
berdasarkan nilai buku asset mempunyai hubungan istimewa
yang dilepas. berdasarkan harga pasar.
d. Asset sumbangan berdasarkan c. Untuk transaksi tukar-menukar
harga pasar adalah berdasarkan harga pasar.
d. Dalam rangka likuidasi atau
penggabungan adalah harga
pasar kecuali ditentukan lain
oleh Menteri Keuangan.
e. Jika direvaluasi adalah sebesar
nilai revaluasi.

Metode Penyusutan:
Metode Penyusutan:
a. Garus lurus.
a. Untuk asset tetap bangunan
b. Jumlah angka tahun.
adalah garis lurus.
11

Lanjutan Tabel 1.1


c. Saldo menurun/menurun ganda. b. Untuk asset tetap bukan
bangunan Wajib Pajak dapat
d. Metode jam jasa. memilih garis lurus atau saldo
menurun ganda asal diterapkan
e. Unit produksi. secara taat asas.
f. Anuitas.

g. Sistem persediaan

Perusahaan dapat memilih salah satu


metode yang dianggap sesuai, namun
harus diterapkan secara konsiten dan
harus ditelaah secara periodik.

Sistem Penyusutan: Sistem Penyusutan:

a. Penyusutan individual. a. Penyusutan secara individual


kecuali untuk peralatan kecil,
b. Penyusutan gabungan/kelompok. boleh secara golongan.

Saat dimulainya penyusutan: Saat dimulainya penyusutan:

a. Saat perolehan. a. Saat perolehan.

b. Saat penyelesaian. b. Dengan izin Menteri Keuangan


dapat dilakukan pada tahun
penyelesaian atau tahun mulai
menghasilkan.
12

d. Perbedaan Mengenai Konsep Penghasilan dan Pendapatan

Menurut IAI (2007:13) yang dimaksud dengan penghasilan adalah


“Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aset atu penurunan kewajiban yang
menyebakan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal.” Konsep penghasilan dari sudut pandang fiskal tidak jauh berbeda
dengan konsep akuntansi, yaiut: Segala tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima oleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia atau luar
Indonesia yang dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan
nama serta dalam bentuk apapun. Fiskal membagi penghasilan kedalam 3
kelompok yang sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang
Pajak Penghasilan, yaitu:

1. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan

2. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final

3. Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan

Pengelompokan penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan


mengenai konsep penghasilan antara SAK dan Fiskal. Penghasilan yang
bukan objek pajak berarti atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak
(tidak menambah laba fiskal), lebih jelasnya tentang pengelompokkan
penghasilan tersebut diuraikan dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat
1,2 & 3 Tentang Pajak Penghasilan.

e. Perbedaan Konsep Biaya dan Bukan Biaya

Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut pemajakan berbasis


netto (net basis of taxation) yang berarti pajak didasarkan pada
penghasilan bruto (gross income) dikurangi dengan pengeluaran-
pengeluaran dan pengurangan lainnya yang diperkenankan oleh undang-
undang.

Secara komersial sebagaimana diatur dalam SAK bahwa dalam


laporan laba rugi biaya diakui apabila terjadi penurunan manfaat
ekonomis pada masa mendatang sehubung dengan penurunan asset atau
peningkatan kewajiban yang dapat diukur dengan modal. Alternatif
lainnya, biaya juga diakui dengan berdasarkan pada analisis hubungan
13

antara biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh


(Waluyo, 2008, hal 222).
Untuk tujuan perpajakan, yaitu atas dasar penerimaan dan pengaruh
social ekonomi, tidak seluruh biaya dapat dikurangkan terhadap
penghasilan sehingga apabila dibandingkan, komponen biaya menurut
akuntansi komersial dapat dikoreksi yang mempengaruhi penghasilan.
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib

Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap dibagi dalam 2 golongan
yaitu:

1. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari
1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari
1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan,
misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga.
2. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau
melalui amortisasi.
Waluyo (2008, hal 223) juga menyebutkan, pengeluaran-pengeluaran
yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat pula dibedakan menjadi:
1. Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya (deductible
expenses) Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah
pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan
yang merupakan Objek Pajak yang pembebanannya dapat dilakukan
dalam tahun
pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.

2. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya


(nondeductible expense)
Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
atau tidak dapat dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan Objek Pajak.
Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan


UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa untuk
14

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam


Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha, antara lain:
1) Biaya pembelian bahan;

2) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,


gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang;
3) Bunga, sewa, dan royalty;
4) Biaya perjalanan;

5) Biaya pengolahan limbah;

6) Premi asuransi;

7) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau


berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan;

8) Biaya administrasi;

9) Pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud


dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas
biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing

f.Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

Indonesia
15

g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi


komersial;

2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak


dapat ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak; dan
3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara; atau adanya perjanjian tertulis menganai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku
untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
i.Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
j.Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah

k. Biaya pengembangan insfrastruktur sosial yang ketentuannya


diatur dengan Peraturan Pemerintah

l.Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah; dan

m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya


diatur dengan Peraturan Pemerintah
Tidak setiap pengeluaran itu boleh dibebankan sebagai biaya sesuai
ketentuan perundang-undangan perpajakan. Pasal 9 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 mengatur bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
tidak boleh dikurangkan yaitu:
16

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti


dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan


usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang
2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan
bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
3) Cadangan pinjaman untuk Lembaga Penjamin Simpanan

4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan

5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha


kehutanan; dan

6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat


pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri, yang ketentuannya dan syarat-syaratnya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
f. Jumlah yang melebihi kewajiban yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
17

hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan


pekerjaan yang dilakukan
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau
sumbangan, dan warisan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,


kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah
h. Pajak penghasilan

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan


pribadi Wajib

Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau


perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.

f. Perbedaan Konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan

Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan


terutama menyangkut konsep penyusunan dan penilaian persediaan barang
dagangan.
a. Konsep Penyusutan

Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan


adalah penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh
digunakan. Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur
sebenarnya walaupun penentuan umur tersebut tidak terlepas dari tafsiran
Judgement.
18

Menurut Johar Arifin (2009, hal 132), metode menurut akuntansi


komersial mengacu pada PSAK No. 16 tentang Aset Tetap (Revisi 2011).
Metode penyusutan komersial antara lain:
1) Metode Garis Lurus (Straight line methoe) yaitu, menghasilkan
pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika dinilai residunya
tidak berubah.
2) Metode Saldo Menurun (Diminishing balance method) yaitu,
menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset.
3) Metode Jumlah Unit (Sum of the unit method) yaitu, menghasilkan
pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang
diharapkan dari suatu aset.

Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang


harus dilaksanakan Wajib Pajak berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode
garis lurus dan metode saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten,
kemudian aktiva (harta berwujud) dikelompokkan berdasarkan jenis harta
dan masa manfaat sebagai berikut:
Tabel 1.2 Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif Penyusutan
Kelompok Masa Tarif Penyusutan
Harta Manfaat sebagaimana dimaksud dalam
Berwujud Aya Ayat
t (1) (2)
I. Buka
n bangunan 4 25% 50%
Kelompok Tahun 12,5 25%
1 8 % 12,5%
Kelompok Tahun 6,25 10%
2 16 %
Kelompok Tahun 5%
3 20
Kelompok Tahun 5%
4 10%
II. Bang 20
unan Tahun
Permanen 10
Tidak Tahun
Permanen
Sumber: UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 ayat (6)
19

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan


pengeluaran lainnya yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan
juga dengan memakai 2 metode yaitu: metode garis lurus dan metode saldo
menurun, dengan pengelompokkan sebagai berikut:
Tabel 1.3 Kelompok Harta Tak Berwujud, Metode, serta Tarif
Amortisasi
Kelompo Masa Tarif Amortisasi
k Harta Tak Manfaat berdasarkan metode
Berwujud Garis Saldo
Lurus Menurun
Kelompo 4 25% 50%
k1 Tahun 12,5% 25%
Kelompo 8 6,25% 12,5%
k2 Tahun 5% 10%
Kelompo 16
k3 Tahun
Kelompo 20
k4 Tahun
Sumber: UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11A ayat (2)

Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan


untuk memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak dalam melakukan
penyusutan maupun amortisasi.
b. Konsep Nilai Persediaan

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia, persediaan


dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai
berdasarkan perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata
(average) atau dengan metode mendahulukan persediaan yang
diperoleh pertama yang dikenal dengan First In First Out (FIFO).
Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten.
Apabila kita meninjau secara akuntansi maka ada 3 jenis metode
yang dilakukan untuk menilai persediaan yang sesuai dengan SAK No.
14 Tahun 2007 yaitu dengan menggunakan rumus biaya masuk
pertama keluar pertama (FIFO), kemudian rata-rata tertimbang (weight
average cost method) dan masuk terakhir keluar pertama (LIFO).
Kemudian untuk barang yang lazimnya tidak dapat digantikan dengan
barang lain (not ordinary interchangeable) dan barang serta jasa yang
dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek khusus harus diperhitungkan
berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-masing.
20

2.3 Pengertian Koreksi Fiskal


Koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum
menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak
orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan
kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

Ada 2 pengertian rekonsiliasi fiskal menurut Agoes dan Trisnawati dan


menurut Setiawan dan Musri:

 Menurut Agoes dan Trisnawati, “Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah


proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan
fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan
ketentuan pajak.”(Agoes dan Trisnawati,2007:177)
 Menurut Setiawan dan Musri, “Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian
ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus
disesuaikan menurut ketentuan pajak.” (Setiawan dan Musri, 2006:421)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rekonsiliasi fiskal atau


koreksi fiskal adalah salah satu cara untuk mencocokkan perbedaan-
perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial (disusun
berdasarkan Sistem Keuangan Akuntansi) dengan laporan keuangan yang
disusun berdasarkan sistem fiskal.
Rekonsiliasi fiskal merupakan lampiran SPT tahunan PPh badan yang
berupa kertas kerja berisi penyesuaian antara laba rugi komersial sebelum
pajak dengan laba rugi berdasarkan ketentuan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal
dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi yang meliputi
pendapatan dan beban.
Siti Resmi (2009, hal 397) dalam buku Perpajakn: Teori dan Kasus,
menuliskan bahwa teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
21

1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui


menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah
penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi, yang berarti
mengurangi laba menurut akuntansi.
2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui
menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah
penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi, yang berarti
menambah laba menurut akuntansi.
3. Jika suatu biaya/pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak
diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi
dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut
dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut
akuntansi.
4. Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi
diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi
dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut
pada biaya menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut
akuntansi.
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan secara komersial
dan secara fiskal. Perbedaan tersebut dapat berupa:
a. Beda Waktu

Beda waktu merupakan perbedaan yang bersifat sementara karena


adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara
peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Beda
waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu dan metode pengakuan
penghasilan dan beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan
perpajakan. Perbedaan waktu ini mengakibatkan terjadinya pergeseran
antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Perbedaan waktu dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu positif dan negatif. Perbedaan waktu
positif terjadi apabila pengakuan beban menurut SAK lebih lambat
dari pengakuan beban menurut ketentuan perpajakan (Erly Suandy,
2011, hal 79).
Beda Waktu (Time Difference) adalah perbedaan yang diakibatkan
karena bedanya saat pengakuan (waktu pengakuan) baik itu terhadap
pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan), juga akibat
perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak
menggunakan metode penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method)
sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan
22

yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan


alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap
juga turut memberi kontribusi atas perbedaan tersebut. Dengan kata
lain perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial
dengan ketentuan fiskal. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut
dengan BEDA WAKTU (Time Difference).
Perincian Beda Waktu Menurut SAK dan Menurut Fiskal
No Jenis Perbedaan Menurut SAK Menurut Fiskal
1. Kerugian Piutang
Depresiasi dan Amortisasi Ada dua metode pengakuan : metode
cadangan dan langsung
a. Depresiasi dihitung dengan mempertimbangkan nilai residu
b. Umur ekonomis tergantung dari masing-masing aktiva tetap
c. Metode depresiasi dikelompokkan ke dalam tiga kriteria :
berdasarkan waktu, penggunaan, kriteria yang lainnya Metode yang
diakui metode langsung (yang diakui sebagai biaya hanya yang
benar-benar tidak tertagih)
b. Beda Tetap (Permanent Differences)

Menurut Anastasia Diana (2010, hal 362) perbedaan tetap adalah


“perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial yang
menyangkut perbedaan yang bersifat permanen dimana alokasi
maupun total jumlah berbeda. Dalam arti lain, suatu penghasilan atau
biaya tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitung
penghasilan kena pajak (taxable income).”
Adapun contoh-contoh perbedaan permanen menurut Donald E. Kieso,
Jerry J. Weygandt, dan terry D. Warfield dalam bukunya Intermadiate
Accounting yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo dan Ancella A.
Hermawan, yaitu :
A. Pos-pos yang diakui untuk tujuan pelaporan keuangan tetapi tidak
diakui untuk tujuan pajak. Contohnya :
1. Bunga yang terima atas kewajiban Negara bagian kota.

2. Beban timbul dalam upaya memperoleh laba bebas pajak.

3. Penerimaan dari asuransi jiwa ditutup perusahaan untuk pejabat


atau karyawan utama.
23

4. Premi yang dibayar untuk asuransi jiwa yang ditutup oleh


perusahaan untuk pejabat atau karyawan utama (perusahaan sebagai
penerima).
5. Denda dan beban yang timbul akibat pelanggaran hukum.

6. Beban kompensasi yang berhubungan dengan opsi saham

karyawan tertentu.

B. Pos-pos yang diakui untuk tujuan pajak tetapi tidak diakui untuk tujuan
pelaporan keuangan. Contohnya :
1. “Deplesi persentase” sumber daya alam yang melebihi harga
perolehannya.
2. Pengurangan untuk dividen yang diterima dari perusahaan Amerika

Serikat, biasanya 70% atau 80%.


Untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan
ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh
terlebih dahulu harus dilakukan koreksi. Koreksi tersebut terdiri atas 2, yaitu
koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif.
a. Koreksi Fiskal Positif

Menurut Anastasia Diana (2010, hal 362) Koreksi Fiskal Positif


adalah “koreksi karena adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan
dengan komersial yang mengakibatkan penghasilan kena pajak bertambah
besar.” Rekonsiliasi fiskal positif mengakibatkan pengurangan biaya yang
diakui dalam laporan rugi laba komersil menjadi semakin kecil atau yang
berakibat adanya penambahan penghasilan.
Koreksi fiskal positif merupakan koreksi yang menyebabkan
penambahan penghasilan kena pajak, dan PPh terutang. Bagian ini pun
memiliki subjenis lagi, diantaranya yaitu:

 Pembagian laba, dalam bentuk dividen. Dividen tersebut termasuk


pada dividen yang dibayarkan perusahaan asuransi kepada polis,
ataupun pembagia hasil usaha suatu koperasi.

 Biaya yang dibebankan, atau dikeluarkan kepada pemegang saham,


sekutu, ataupun anggota.
24

 Pajak penghasilan.

 Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan wajib pajak, atau pun


orang yang ditanggungnya.

 Gaji yang dibayar untuk anggota persekutuan, firma, atau perseroan


komanditer. Itu terjadi apabila modalnya tidak terbagi atas saham.
 Jumlah persedeiaan yang melebihi kapasitas, dihitung berdasarkan
metode yang ditetapkan dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008.

 Jumlah penyusutan, melebihi jumlah kapasitas. Metode


perhitungannya berdasarkan pada Pasal 10 uu Nomor 36 Tahun
2008.
b. Koreksi Fiskal Negatif

Menurut Anastasia Diana (2011, hal 362) Koreksi fiskal negatif adalah
“koreksi karena adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan
komersial yang mengakibatkan penghasilan kena pajak bertambah kecil.”
Koreksi fiskal negatif mengakibatkan penambahan biaya yang diakui
dalam laporan rugi laba komersil menjadi semakin besar, atau yang
berakibat pengurangan penghasilan. Dalam bagian ini juga terbagi ke
dalam beberapa subjenis, diantaranya adalah:

 Pertama adalah penghasilan dari bunga deposito, bunga obligasi dan


surat utang negara, atau bunga simpanan yang dibayarkan koperasi
kepada anggotanya.

 Kemudian penghasilan dari hadiah undian.

 Terakhir, penghasilan dari pengalihan harta, seperti tanah atau


bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, atau pun sewa
tanah dan bangunan.
 Warisan

 Harta yang termasuk dalam setoran tunai, diterima oleh sebuah


badan.Tujuannya untuk mengganti saham atau modal.

 Pembayaran yang dilakukan oleh pihak asuransi kepada peserta


asuransi.

 Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. Terkait hal ini, sudah


diatur dalam Peraturan Kementrian Keuangan.
25

 Jumlah persediaan yang kurang dari penetapan jumlah, yang diatur


dalam Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun 2008.

 Penyusutan, yang jumlahnya kurang dari jumlah yang ditetapkan


oleh sebuah metode. Metode tersebut tertulis dalam Pasal 10 UU
Nomor 36 Tahun 2008.
2.4 Fungsi Koreksi Fiskal
Berdasarkan pengertian rekonsiliasi fiskal diatas, dapat disimpulkan bahwa
rekonsiliasi fiskal/koreksi fiskal memiliki fungsi sebagai penyesuaian transaksi
menurut Sistem Akuntansi Keuangan dan menurut ketentuan fiskal/pajak (UU
Perpajakan) yang berlaku.
Rekonsiliasi fiskal perlu dilakukan agar sebelum data laporan keuangan
komersial dimasukkan ke dalam SPT tahunan PPh, maka data-data tersebut telah
disesuaikan dengan ketentuan fiskal, mengingat terdapat perbedaan besar diantara
keduanya baik beda waktu maupun beda tetap. Jadi rekonsiliasi fiskal yang
dilakukan akan menghasilkan output berupa hasil koreksi yang berpengaruh besar
terhadap besarnya laba kena pajak dan PPh terutang.
2.5 Rekonsiliasi Fiskal

a. Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang


berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan
neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Dalam membuat laporan
keuangan fiskal, perlu dilakukan rekonsiliasi atas laporan keuangan
komersial. Rekonsiliasi terhadap laporan keuangan komersial dibuat
dengan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan menurut peraturan
akuntansi yang berlaku disesuaikan dengan peraturan pajak yang berlaku
atas perkiraanperkiraan tertentu, yaitu antara laba menurut perhitungan
akuntansi perusahaan dengan laba menurut perhitungan pajak. Hal ini
dilakukan untuk dapat memperoleh penghasilan kena pajak (PKP) yang
menjadi dasar dari perhitungan pajak penghasilan.

Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal
negatif. Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan
mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan
membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat. Sedangkan
koreksi fiskal negatif adalah koreksi/penyesuaian yang akan
mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan
terhutangnya juga akan menurun.
26

b. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial ke Laporan Keuangan


Fiskal

Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran


dan pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam
laporan keuangan. Ukuran tersebut dapat saja kurang sejalan dengan
prinsip akuntansi (komersial). Solusi antara penerapan Standar Akuntansi
Keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
adalah dengan dilakukan suatu rekonsiliasi.
Mohammad Zain (2008, hal 222) dalam buku Manajeman Perpajakan,
menuliskan bahwa untuk menyusun rekonsiliasi antara laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal, urutan penyusunannya dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Buat terlebih dahulu daftar penyusunan fiskal sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Penyusutan fiskal tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan
pengalokasian yang dilakukan oleh perusahaan.
c. Susun rekonsiliasi harga pokok produksi.

d. Susun rekonsiliasi biaya operasional.

e. Susun rekonsiliasi pendapatan/beban lain-lain.

f. Susun rekonsiliasi laba rugi, yang dihimpun dan jumlah-jumlah akhir


masingmasing rekonsiliasi sebelumnya.
Mohammad Zain juga menyatakan bahwa banyaknya rekonsiliasi yang
harus disusun disesuaikan dengan tipe perusahaan dan laporan keuangan
perusahaan yang bersangkutan.
2.6 TEKNIK REKONSILIASI FISKAL
Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah
penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi, yang berarti
mengurangi laba menurut akuntansi.

2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui


menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah
penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi, yang berarti
menambah laba menurut akuntansi.
27

3. Jika suatu biaya/pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak


diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi
dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut
dari biaya menurut akuntansi, yang berarti manambah laba menurut
akuntansi.

4. Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi


diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi
dilakukan dengan menambah sejumlah biaya/pengeluaran tersebut pada
biaya menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut
akuntansi.

Kertas kerja rekonsiliasi fiskal dapat dibuat dengan format sebagai berikut.
Format 1
Wajib Pajak X
Rekonsiliasi Fiskal
Tahun 20xx Tabel 1.4
Laba Bersih (menurut akuntansi komersial) xx
Koreksi Positif:
- xx
- xx
- xx
Total koreksi positif xx
(+)
Koreksi Negatif:
- xx
- xx
Total koreksi negatif xx
(-)
Laba (penghasilan) kena pajak (menurut fiskal) xx

Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi positif apabila:


28

1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu
penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.

2. Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau


suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut
akuntansi.

Perbedan dimasukkkan sebagai koreksi negatif apabila:


1. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu
penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan Objek Pajak) tetapi diakui
menurut akuntansi.

2. Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau


suatu biaya/pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut
akuntansi.

3. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.

Format 2
Wajib Pajak X
Rekonsiliasi Fiskal
Tahun 20xx

Keterangan Menurut Koreksi Fiskal Menurut Fiskal


Akuntansi
Beda Tetap Beda Waktu
Pendapatan
-
-
Biaya-biaya:

-
-
Laba (penghasilan) Laba bersih Laba
sebelum (penghasilan)
pajak kena pajak
29

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang
pribadi yang wajib menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
pendekatan akuntansi (komersial). Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk
mempermudah pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh dan menyusun
laporan keuangan fiskal sebagai lampiran SPT Tahunan PPh.
2.7 Contoh Kasus Koreksi Fiskal Pada PT PT. Perkebunan Nusantara IV
merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang usaha agroindustri, dimana
dalam menjalankan aktivitas usahanya maka perusahaan perlu melakukan
perhitungan pajak penghasilan badan atas laporan keuangan yang sesuai
dengan UU. Perpajakan. Oleh karena itulah perlu dilakukan penerapan
koreksi fiskal Hal ini bertujuan untuk meneliti pajak penghasilan terutang
yang sesuai dengan UU.
PT. Perkebunan Nusantara IV
Laporan Posisi Keuangan Komperatif
Per 31 Desember 2016
Tabel 1.5
KETERANGAN 31 Desember 2016 KETERANGAN 31 Desember 2016
ASET LIABILITAS
Aset Lancar Liabilitas Jangka Pendek
Kas dan setara kas 1.188.159.623.791 Hutang usaha 182.333.964.326
Piutang usaha 2.024.471.028 Beban yang masih harus dibayar 6.175.450.000
Piutang lain-lain 10.522.576.867 Hutang pajak 89.649.538.444
Piutang antar badan
hukum 155.076.338.826 Uang muka penjualan 206.425.476.408
Persediaan bahan baku Pendapatan diterima dimuka
dan perlengkapan 151.105.417.118 jatuh tempo setahun 613.636.364
Persediaan hasil jadi 170.593.964.762 Hutang antar badan hukum 29.222.416.645
Bagian liabilitas jangka panjang
Biaya dibayar dimuka 8.028.097.066 yang akan jatuh tempo 536.000.000.000
Liabilitas imbalan kerja jangka
Pajak dibayar dimuka 324.130.123.586 pendek 315.621.655.246
Jumlah Aset Lancar 2.009.640.613.045 Liabilitas jangka pendek lainnya 354.039.355.274
Jumlah Liabilitas Jangka
Pendek 1.720.081.492.707
Aset Tidak Lancar Liabilitas Jangka Panjang
Piutang PIR dan plasma 83.791.941.095 Hutang bank jangka panjang 2.821.900.000.000
Liabilitas imbalan kerja jangka
Penyertaan 439.004.322.967 panjang 2.012.724.573.132
30

Pendapatan diterima dimuka


Aset tanaman 5.272.733.873.065 jangka panjang 1.482.954.553
Jumlah Liabilitas Jangka
Aset tetap 4.911.640.144.578 Panjang 4.836.107.527.685
Beban tangguhan 145.691.745.786 Jumlah Liabilitas 6.556.189.020.392
Panjar angsuran PPN dan
PPh 2.522.432.814 Ekuitas
Ekuitas yang dapat
Taksiran Tagihan Pajak distribusikan kepada pemilik
Penghasilan 157.702.570.716 entitas induk
modal saham - Nilai nominatif
Aset tidak lancar lainnya 19.886.224.829 Rp.1.000.000
Modal dasar - 11.700.000
Aktiva pajak tangguhan 228.669.572.411 lembar saham
Modal ditempatkan dan
Jumlah Aset Tidak disetor penuh saham
Lancar 11.261.642.828.261 2.942.116 lembar saham 2.942.116.000
Modal lainnya
Saldo Laba : Ditentukan
pengguanannya 1.985.381.813
Penghasilan komprehensif 2.584.737.211
lain
Belum ditentukan
penggunaannya (797.140.604.
Jumlah Ekuitas 6.715.094.420
JUMLAH LIABILITAS
JUMLAH ASET 13.271.283.441.306 DAN EKUITAS 13.271.283.44

Sumber: Data PT Perkebunan Nusantara IV

Berdasarkan laporan keuangan neraca diatas maka akan disajikan laporan


perhitungan laba rugi dengan periode 01 Januari s/d 31 Desember 2016 pada table
berikut ini:
31

PT. Perkebunan Nusantara IV


Laporan Laba Rugi
Per 31 Desember 2016
Table 1.6
KETERANGAN 31 Desember 2016
PENDAPATAN
Penjualan Ekspor 93,308,532,380
Pungutan Ekspor -
Penjualan Ekspor Bersih 93,308,532,380
Penjualan Lokal 5,384,583,510,778
Jumlah Penjualan 5,477,892,043,158
HARGA POKOK PENJUALAN
Persedian awal 147,822,525,202
Biaya Tidak Langsung 374,119,013,366
Biaya Langsung 2,366,143,975,241
Biaya Penyusutan 460,280,576,603
Biaya Pengiriman ke Industri Hilir 7,581,809,527

Biaya Pengolahan di Industri Hilir 41,586,280,032


Persedian akhir (170,593,964,762)
Jumlah Harga Pokok Penjualan 3,226,940,215,209
Laba Kotor 2,250,951,827,949
BIAYA USAHA
Biaya Penjualan 140,996,390,521
Biaya Administrasi 960,472,892,919
Jumlah Biaya Usaha 1,101,469,283,440
Laba Usaha 1,149,482,544,509
BIAYA BUNGA 264,746,897,907
Laba Usaha setelah Biaya Bunga 884,735,646,602
PENDAPATAN (BIAYA) LAIN-LAIN
Pendapatan Lain-lain 105,351,119,020
32

Biaya Lain-lain (174,521,638,375)


Jlh. Pendapatan (Biaya) Lain-lain (69,170,519,355)
Laba Sebelum Pajak Penghasilan 815,565,127,247
Taksiran Pajak Penghasilan 260,087,542,404
Laba Setelah Pajak Penghasilan 555,477,584,843
Sumber: Data PT Perkebunan Nusantara IV

Perhitungan Pajak Penghasilan Rekonsiliasi Fiskal

Per 31 Desember 2016


Tabel 1.7
Pajak Tahun Berjalan Komersial Koreksi positif Koreksi negatif Fiskal
Laba sebelum pajak penghasilan 815,565,127,251 815,565,127,251
Beda waktu:
Penyusutan dan Amortisasi
Komersial 497,150,544,580
Fiskal (631,219,681,067)
Total (134,069,136,487) (134,069,136,487)
Penghapusan Nilai Buku Aset
Tetap
Komersial 23,788,635,934
Fiskal (18,621,912,325)
Total 5,166,723,609 5,166,723,609
Biaya Gaji di TBM
Pemulihan upah 15,953,076,777
Fiskal (20,801,815,226)
Total (4,848,738,449) (4,848,738,449)
Penyisihan Penyertaan dan 11,181,001,960 11,181,001,960
piutang
Penghapusan piutang -
Beban Imbalan Kerja (PSAK-24) (74,465,512,201) (74,465,512,201)
Jumlah Beda Waktu (197,035,661,568) (197,035,661,568)
Beda Tetap:
Pengobatan 38,701,044,426 38,701,044,426 0
Pendidikan Jasmani dan Rohani 3,373,246,567 0 3,373,246,567
Kemalangan 6,933,167,612 6,933,167,612 0
Sosial lainnya 39,467,089,963 39,467,089,963
33

Pemeliharaan rumah 2,347,110,213 2,347,110,213


Bantuan/Sumbangan 21,720,286,583 21,720,286,583 0
Akomodasi tamu 6,767,898,677 6,767,898,677 0
Surat kabar dan majalah 2,104,711,000 2,104,711,000 0
Biaya Pensiunan 41,869,483,299 41,869,483,299
Pelatihan dan Pendidikan 710,609,894 710,609,894
Biaya CSR dan Bina
18,384,283,993 18,384,283,993
Lingkungan
Denda pajak dan tambahan pajak 2,178,093,701 2,178,093,701 0
Biaya perjalanan, penginapan 9,860,218,618 9,860,218,618
Overhead Plasma Madina 3,871,284,059 3,871,284,059
Biaya Lain-lain 5,799,517,679 5,799,517,679
Bunga jasa giro dan deposito (27,644,955,974) (27,644,955,974)
Pendapatan yang telah dikenakan
(676,125,000) (676,125,000)
PPh Final
Bagian (Laba) Rugi anak
49,133,270,752 49,133,270,752
perusahaan
Jumlah Beda Tetap 224,900,236,062 146,495034063
Jumlah rekonsiliasi pajak 27,864,574,494 (50,540,627,505)
Taksiran Penghasilan Kena
843,429,701,745 765,024,499,746
Pajak
Taksiran Penghasilan Kena
843,429,701,000 765,024,499,000
Pajak (dibulatkan)
Sumber: Data PT Perkebunan Nusantara IV

Berdasarkan perhitungan pajak penghasilan yang telah direkonsiliasi diatas,


dapat dilihat bahwa perhitungan menurut fiskal terdapat taksiran penghasilan kena
pajak yang berbeda dengan taksiran penghasilan kena pajak menurut perusahaan.
Menurut perusahaan taksiran penghasilan kena pajak yaitu sebesar Rp.
843,429,701,000, sedangkan menurut fiskal taksiran kena pajak yaitu sebesar Rp.
765,024,499,000. Dari perbedaan tersebut maka terdapat selisih antara menurut
pajak dan menurut fiskal sebesar Rp. 78,405.202.000.
PT Perkebunan Nusantara
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Table 1.8
Keterangan
Laba sebelum pajak penghasilan 815,565,127,251
34

Beda waktu:
Penyusutan dan Amortisasi (134,069,136,487)
Penghapusan Nilai Buku Aset Tetap 5,166,723,609
Biaya Gaji di TBM (4,848,738,449)
Penyisihan Penyertaan dan piutang 11,181,001,960
Beban Imbalan Kerja (PSAK-24) (74,465,512,201)
Jumlah Beda Waktu (197,035,661,568)
Beda Tetap:
Pendidikan Jasmani dan Rohani 3,373,246,567
Sosial lainnya 39,467,089,963
Pemeliharaan rumah 2,347,110,213
Bantuan/Sumbangan 21,720,286,583
Biaya Pensiunan 41,869,483,299
Pelatihan dan Pendidikan 710,609,894
Biaya CSR dan Bina Lingkungan 18,384,283,993
Biaya perjalanan, penginapan 9,860,218,618
Overhead Plasma Madina 3,871,284,059
Biaya Lain-lain 5,799,517,679
Bunga jasa giro dan deposito (27,644,955,974)
Pendapatan yang telah dikenakan PPh Final (676,125,000)
Bagian (Laba) Rugi anak perusahaan 49,133,270,752
Jumlah Beda Tetap 168,215,320,646
Jumlah rekonsiliasi pajak (28,820,340,922)
Taksiran Penghasilan Kena Pajak 786,744,786,329
PPh Terutang 191,256,124,750
Laba bersih setelah pajak 595,488,661,579
Sumber: Data PT Perkebunan Nusantara IV

Dari tabel diatas, laba kena pajak setelah dikoreksi fiskal terhadap laba
akuntansi sebesar Rp. 786,744,786,329, sehingga pajak penghasilan badan
terutang tahun 2016 adalah Rp. 191,256,124,750. hal ini dapat ditentukan dengan
perhitungan dibawah ini:
PPh terutang = 25% X Rp. 786,744,786,329

= Rp. 191,256,124,750

Perbandingan Perhitungan PPh Badan Menurut PT Perkebunan


35

Berdasarkan hasil analisis mengenai rekapitulasi fiskal maka akan disajikan


perhitungan PPh pasal 25 dan 29 yang dapat diuraikan sebagai
berikut :

a. Perhitungan PPh Pasal 29 dan 25 menurut perusahaan

1) Perhitungan PPh Pasal 29 menurut perusahaan dapat dihitung sebagai


berikut:
PPh terutang Rp. 210,857,425,250

Kredit pajak:

PPh Pasal 22 Rp. 91,371,615

PPh Pasal 23 Rp. 3,433,051,468

Jumlah kredit pajak (Rp 3,524,423,083)

Rp. 207,333,002,167
(Rp.132,560,940,312
PPh Pasal 25 yang telah dibayar
)
PPh kurang bayar (PPh Pasal 29)
Rp. 74,772,061,855
2) Perhitungan PPh Pasal 25 menurut perusahaan dapat dihitung sebagai
berikut:

PPh terutang menurut SPT Rp. 210,857,425,250

Kredit pajak:

PPh Pasal 22 Rp. 91,371,615

PPh Pasal 23 Rp. 3,433,051,468

Jumlah kredit pajak (Rp 3,524,423,083)

Jumlah utang pajak Rp. 207,333,002,167

Angsuran PPh Pasal 25 perbulan Rp 17,277,750,180

b. Perhitungan PPh Pasal 29 dan 25 menurut pajak PPh Pasal 29 sebagai


berikut:
36

PPh terutang Rp. 191,256,124,750


Kredit pajak:
PPh Pasal 22 Rp. 91,371,615
PPh Pasal 23 Rp. 3,433,051,468
Jumlah kredit pajak (Rp 3,524,423,083)
Rp. 187,731,701,667
PPh Pasal 25 yang telah dibayar (Rp.132,560,940,312)
PPh kurang bayar (PPh Pasal 29) Rp. 55,170,761,355
c. Perhitungan PPh Pasal 25 menurut perusahaan dapat dihitung sebagai berikut:

PPh terutang menurut SPT Rp. 191,256,124,750

Kredit pajak:

PPh Pasal 22 Rp. 91,371,615

PPh Pasal 23 Rp. 3,433,051,468

Jumlah kredit pajak (Rp 3,524,423,083)

Jumlah utang pajak Rp. 187,731,701,667

Angsuran PPh Pasal 25 perbulan Rp. 15,644,308,472

Dari uraian diatas, dapat dihitung besarnya PPh kurang bayar sebagai berikut:
1) PPh Pasal 29

Besarnya PPh Pasal 29 yang kurang bayar dapat dihitung sebagai berikut:
PPh Pasal 29 menurut perusahaan Rp. 74,772,061,855

PPh Pasal 29 menurut pajak Rp. 55,170,761,355

PPh Pasal 29 kurang bayar Rp. 19,601,300,500 2)


PPh Pasal 25
Besarnya PPh Pasal 25 yang kurang bayar dapat dihitung sebagai berikut:
37

PPh Pasal 25 menurut perusahaan Rp. 17,277,750,180

PPh Pasal 25 menurut pajak Rp. 15,644,308,472

PPh Pasal 25 kurang bayar Rp. 1,633,421,708

Dari uraian diatas hasil perhitungan PPh Pasal 29 dan Pasal 25 menunjukkan
bahwa PPh Pasal 29 terdapat PPh kurang bayar sebesar Rp. 19,601,300,500,
sedangkan PPh Pasal 25 terdapat PPh kurang bayar sebesar Rp.
1,633,421,708. Untuk PPh Pasal 29 dan Pasal 25 yang kurang bayar .
harus disetor ke kas negara.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah penulis melakukan analisis dan pembahasan pada bab II mengenai


pendapatan dan biaya yang perlu untuk dikoreksi fiskal, maka kesimpul yang
dapat dikemukakan penulisan adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal.
Perbedaan tersebut dapat berupa beda waktu dan beda tetap
2. Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan
mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan
membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
38

3. Koreksi fiskal negatif adalah koreksi/penyesuaian yang akan


mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan
terhutangnya juga akan menurun.
4. PT Perkebunan Nusantara IV melakukan perhitungan pajak penghasilan badan
dengan adanya beda waku dan beda tetap sesuai dengan peraturan perpajakan.

5. PT Perkebunan Nusantara IV belum melakukan koreksi fiscal menurut Undang-


Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 karena masih terdapat akun-akun
yang dimasukkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

6. Pengaruh dalam melakukan koreksi fiskal pada PT Perkebunan Nusantara,


menunjukkan bahwa dalam perhitungan PPh Pasal 29 terdapat PPh kurang
bayar sebesar Rp. 19,601,300,500, sedangkan PPh Pasal 25 terdapat PPh kurang
bayar sebesar Rp. 1,633,421,708.

3.2 Saran
Dari hasil analisa serta temuan data maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Pihak perusahaan senantiasa mengikuti setiap perkembangan atau
perubahan peraturan perpajakan agar tidak terjadi perbedaan perhitungan
pajak penghasilan badan menurut perusahaan dengan menurut pajak.
2. Perusahaan harus meningkatkan pemahaman terhadap peraturan
perpajakan, sehingga perusahaan dapat menentukan biaya/beban yang
tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto.
3. Perusahaan agar selalu memperhatikan dan melakukan komunikasi dengan
pihak pajak untuk mengetahui ketentuan-ketentuan yang paling akhir, baik
berupa keputusan Menteri Keuangan maupun Surat Edaran Dirjen Pajak,
serta informasi lainnya yang berhubungan dengan pajak melalui berita
pajak.
39

Daftar Pustaka

http://eprints.polsri.ac.id/3478/3/%283%29%20BAB%202.pdf
http://yabeshulu.blogspot.com/2016/03/laporan-keuangan-komersial-dan-
laporan.html
https://zahiraccounting.com/id/blog/mengenal-laporan-keuangan-fiskal-dan-
komersial/
https://ukirama.com/en/blogs/perbedaan-laporan-laba-rugi-fiskal-dan-komersial
http://www.wibowopajak.com/2012/01/pengertian-koreksi-fiskal.html
https://www.beecloud.id/pengertian-dan-fungsi-rekonsiliasi-fiskal-di-pelaporan-
pajak/
40

https://jojonomic.com/blog/rekonsiliasi-fiskal/
https://tanyapajak1.wordpress.com/tag/koreksi-fiskal/
https://www.academia.edu/12473916/Perpajakan
Laporan Keuangan PT. Dayamega Pratama Tahun 2016.
Andriyanto, R.Weddie, Einde Evana. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial
dengan Laporan Keuangan Fiskal, Jurnal Akuntansi Keuangan &
Perpajakan Vol. 1 No. 2, Maret 2008.
Resmi, Siti. 2009. Perpajakan: Teori dan Kasus, Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Zain, Mohammad. 2008. Manajeman Perpajakan. Jakarta: Salemba


Empat.

Anda mungkin juga menyukai