Buku panduan ini disusun sebagai pedoman bagi mahasiswa untuk melakukan
praktikum Geomorfologi di Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknik UNTAD. Praktikum yang
dilakukan merupakan bagian dari matakuliah Geomorfologi (TG63312), olehnya keberhasilan
melakukan praktikum ini juga akan mempengaruhi keberhasilan matakuliah tersebut
Buku ini disusun sebagai acuan awal praktikan dalam memahami praktikum
geomorfologi, demi kelancaran proses belajar mengajar. Buku ini terutama berisi tentang
materi-materi geomorfologi yang terdiri dari pembahasan tentang peta topografi, proses-
proses geomorfik 7 bentang alam, laju erovirsitas tanah, morfometri lereng,
paleogeomorfologi dan dasar-dasar pemetaan geologi. Materi dalam panduan ini disusun oleh
beberapa orang staf dosen pengajar matakuliah geomorfologi sekaligus sebagai penanggung
jawab materi yang dipraktekkan dengan mengacu/mengadopsi model penuntun praktikum
geomorfologi Teknik Geologi UGM. Kepada mereka diucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.
Evaluasi dan perbaikan akan terus dilakukan pada buku ini sehingga setiap saran akan
diterima dengan senang hati. Semoga buku ini memberikan manfaat yang banyak kepada
pembaca semua.
Penyusun.
TATA TERTIB PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
1. Setiap praktikan wajib hadir tepat waktu (tidak ada toleransi keterlambatan).
2. setiap praktikan wajib membawa kartu kontrol, penuntun praktikum dan perlengkapan
yang dibutuhkan selama praktikum setiap praktikum.
3. wajib berpakaian rapi dan sopan(tidak di perkenankan menggunakan kaos oblong dan
sendal).
4. Selama mengikuti praktikum peserta wajib menjaga ketertiban (tidak diperkenankan
mengobrol, makan dan minum).
5. sebelum memulai praktikum peserta harus memperlihatkan bukti tanda acc acara
sebelumnya yang ditanda tangani oleh asisten dan dosen penanggung jawab.
6. asistensi pertama laporan peserta harus 40% (2 hari setelah praktikum) dan asistensi
kedua harus (hari ke 4 setelah praktikum) 60% dan ketiga harus 90% (hari ke 6 setelah
praktikum).
7. Apabila praktikan tidak mengikuti praktikum selama 2 kali maka tidak di perkenankan
mengikuti praktikum (dapat lanjut apabila mendapat surat rekomendasi dari kaprodi).
8. ketika jam shalat praktikan di beri izin keluar selam 20 menit.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
TATA TERTIB PRAKTIKUM...................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
PENGENALAN PETA DASAR DAN SIMBOL GEOMORFOLOGI……................................. 1
PEMBUATAN SAYATAN ……................................................................................. 4
POLA ALIRAN SUNGAI DAN TIPE GENETIK SUNGAI…............................................. 5
MORFOMETRI LERENG ………............................................................................ 7
LAJU EROSIVITAS TANAH................................................................................. 11
BENTANG ALAM STRUKTURAL........................................................................... 16
BENTANG ALAM DENUDASIONAL....................................................................... 23
BENTANG ALAM FLUVIAL.................................................................................. 26
BENTANG ALAM MARINE.................................................................................. 34
BENTANG ALAM KARS...................................................................................... 47
BENTANG ALAM VULKANIK............................................................................... 54
BENTANG ALAM EOLIAN.................................................................................. 63
PALEOGEOMORFOLOGI.................................................................................... 67
PENGENALAN PETA DASAR DAN SIMBOL GEOMORFOLOGI
Interval kontur adalah beda tinggi antara garis kontur satu dengan yang
lain yang nerturutan. Di dalam peta standar, besarnya iterval kontur dapat
dihitung bila diketahui skala petanya, yaitu dengan persamaan :
2
Misalnya peta topografi skala 1 : 25.000, maka interval konturnya
1/2000x25000=12,5 m.
k. Pola penyaluran (drainage pattern), merupakan gambaran yang dibentuk
oleh sungai dan atau anak-anak sungai sehingga membentuk pola-pola
tertentu.
l. Budaya (culture), merupakan budaya/hasil karya manusia. Budaya yang
sering ditampilkan dalam peta diantaranya adalah desa, kota, jalan, dan rel
kereta api. Di samping itu kadang-kadang juga ditampilkan bangunan
seperti dam atau bendungan, dll
Di dalam peta topografi dikenal ada elemen dasar penafsiran yaitu;
kontur, pola penyaluran, dan budaya manusia. Artinya dengan data tersebut
seseorang dapat menafsirkan kemungkinan-kemingkinan kondisi geologi
yang dihadapi. Dengan adanya kontur dapat menunjukkan pola relief. Pola
adalah paduan kontur yang didalamnya tercakup bentuk dan penyebaran
secar relatif. Relief adalah perbedaan tinggi dari suatu tempat dengan tempat
lain dibandingkan dengan jarak horisontalnya.
Pengertian relief adalh mutlak, karena merupak suatu unsur yang paling
mudah dilihat dan pada sebagian besar bentang alam mencirikan kekhasan
bentang alam tersebut. kekhasan tersebut hanya dapt dilihat bila
penggambaran dengan cara konturing dan bentang alam tersebut berskala
mega.
3
PEMBUATAN SAYATAN
4
POLA ALIRAN SUNGAI DAN TIPE GENETIK SUNGAI
Rangkaian proses fluvial dapat dilakukan secara individu oleh satu sungai,
tetapi umumnya merupakan integrasi dari sejumlah sungai, membentuk jejaring
sungai yang disebut dengan pola penyaluran (drainage pattern). Dengan
demikian unsur yang harus terpenuhi dalam satu kawasan pola penyaluran yaitu
adanya beberapa sungai yang bergabung, menghasilkan kenampakan/pola
tertentu, cakupan kawasannya tertentu yang di bagian terluar dibatasi oleh garis
(imajiner) pembagi sungai / stream divide.
Jenis pola penyaluran dasar :
a. Tegaklurus (rectangular), memberikan kenampakan baik individu maupun
bergabungnya dengan sungai utama/induk membentuk sudut tegaklurus.
Pola ini berkembang pada daerah structural geologi yang sistematik
(teratur).
b. Tulang pohon (dendritic), kenampakannya serupa dengan percabangan
pohon, percabangannya membentuksudut lancip. Control pembentukannya
adalah daerah yang resistensi batuannya seragam, kalau batuan sediment
kedudukannya datar atau hampir datar. Kontrol struktur tidak dominan .
c. Sejajar (parallel), dibentuk oleh gabungan sungai yang individunya saling
sejajar. Pengontrolnya adalah daerah dengan lerengnya mempunyai
kemiringan yang nyata, dan berkembang pada batuan yang bertekstur halus
dan homogen.
d. Teralis/trellis (trellis), dicirikan oleh perpaduan antara anak sungai dengan
sungai induk tampak tegaklurus / hampir tegaklurus. Sungai utamanya
biasanya mengalir searah dengan jurus perlapisan batuan atau jurus struktur
geologi mayor lainnya. Anak-anak sungai akan dominan terbentuk dari erosi
pada batuan sedimen yang mempunyai resistensi rendah.
e. Menjari (radial), berkembang pada daerah morfologi cembung atau cekung
dan terkontrol oleh sudut lereng dari morfologi. Dari pola ini dikenal dua tipe,
yaitu tipe memencar (radial centrifugal) yang terbentuk pada daerah
struktur kubah (dome) muda, pada kerucut gunung api dan pada bukit-bukit
yang berbentuk kerucut. Tipe yang lain adalah mengumpul (radial
centripetal), berkembang pada daerah struktur cekungan (basin) atau
depresi yang luas.
f. Melingkar (annular), adalah pola pengaliran dimana sungai atau anak
sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar dan menjari, sering
dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa. Pola ini merupakan
perkembangan dari pola radier. Pola penyaluran ini melingkar mengikuti
jurus perlapisan batuannya.
g. Multi basinal adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang nampak di
permukaan bumi, kadang tidak nampak. Pola ini berkembang pada kawasan
karst atau morfologi gurun.
h. Contorted, adalah pola pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik
arah. Kontrol struktur yang bekerja berupa pola lipatan yang tidak beraturan
yang memungkinkan terbentuknya suatu tikungan atau belokan pada lapisan
sediment yang ada.
5
Gambar 3.1. Jenis Pola Penyaluran dasar
6
MORFOMETRI LERENG
Plotting Lokasi
Pilih daerah di peta rupa bumi 3 x 3 grid
Pada tiap grid yang baru, hitunglah beda tinggi dan kemiringan lereng.
Menentukan beda tinggi dengan menghitung banyaknya garis kontur yang ada
dalam 1 grid. Mis pada gambar disamping terdapat 13 buah garis kontur
yang berimpit dengan garis warna biru maka beda tinggi = (13-1)x interval
kontur = 12 x 12.5 =150 m
Menentukan kemiringan dengan cara membandingkan antara beda tinggi dan
jarak (jarak ditentukan dari panjang garis x skala peta). Mis panjang garis =
0,9 cm maka jarak = 0.9 x 250 = 225 m sehingga kemiringan = Tan -1
(150/225) = 33,7⁰
7
Pada gambar dibawah terdapat 7 buah garis kontur yang berimpit dengan
garis warna biru maka beda tinggi = (7-1)x interval kontur = 6 x 12.5 =75
m.
Menentukan kemiringan dengan cara membandingkan antara beda tinggi
dan jarak (jarak ditentukan dari panjang garis x skala peta). Mis panjang
garis = 0,9 cm maka jarak = 0.9 x 250 = 225 m sehingga kemiringan =
Tan-1 (75/225) = 18⁰
8
Tidak ada kontur = 0⁰ kemungkinan kategori datar
9
Beda Tinggi 50 -75, kemiringan 2 -10, kemungkinan kategori perbukitan
10
LAJU EROSIVITAS TANAH
Pengikisan air
Hasil kerja air berbentuk alur-alur, membentuk tempat mengalirnya air
hingga beberapa centimeter - (1) meter
Erosi ravine perkembangan dari erosi alur
2. Erosi Saluran/Parit (Gully Erosion)
pengikisan air
Hasil kerja air berbentuk alur-alur, membentuk tempat mengalirnya air >
(1) meter - < 10 meter
11
3. Erosi Lembah (Valley Erosion)
Pengikisan air
Hasil kerja air berbentuk alur-alur, membentuk tempat mengalirnya air
hingga > 10 meter
12
5. Teknik Perhitungan Erosi
13
Faktor erodibilitas tanah (K) dan Faktor pengelolaan-pengawetan tanah
(CP), “nilai-nilai rerensi”
Nilai CP.
14
Indeks bahaya erosi
15
BENTANG ALAM STRUKTURAL
VI.1. Pendahuluan
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya
dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi
yang paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah
struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu
ada.
Bentang alam struktural atau geomorfologi struktur disebut pula
sebagai Morfogenesa struktural, atau morfotektonik. Proses pembentukan
morfogenesa struktural disebabkan utamanya oleh diastrofisme. Para ahli
kebumian Belanda mengelompokkan morfogenesa struktural sebagai
morfostruktur aktif. Diastrofisme terjadi apabila dari gerak-gerak antar
lempeng global tidak menghasilkan volkanisme. Diastrofisme dibedakan
menjadi yaitu orogenesa dan epirogenesa.
Agar diastrofisme yang terjadi pada batuan dapat menghasilkan
morfogenesa struktural, diperlukan persyaratan:
1. Struktur geologi yang dihasilkan dalam cakupan ukuran ke arah vertikal
(beda tinggi) maupun lateral, relativ mempunyai intensitas yang kuat.
2. Bebatuan yang mengalami diastrofisme mempunyai kondisi utuh, atau
mengikuti asas horizontalitas untuk batuan sedimen.
3. Kalau bebatuan yang mengalami diastrofisme batuan sedimen, yang terbaik
hasilnya adalah pada batuan yang bervariasi resistensinya
4. Proses fluvial berlangsung efektif.
Pada peta topografi, morfogenesa ini dicirikan oleh kumpulan kontur
yang mempunyai arah-arah memanjang dan tertentu. Berlawanan dengan
arah tersebut, dapat dicermati adanya relief yang bervariasi, bahkan
membalik. Arah memanjang itu menggambarkan jurus perlapisan batuan,
atau zona sesar, atau kekar, sedangkan relief seperti itu mengekspresikan
variasi resistensi litologi, atau kemiringan (dip). Penyaluran sungai yang
berkembang pada morfogenesa ini, banyak macamnya, yaitu tipe dasar
paralel, trelis, dan pola penyaluran modifikasi dari dua penyaluran tersebut,
melingkar/anuler, dan contorted.
Kuesta (cuesta). Pada kuesta besar slope dari lereng depan lebih besar
dibading dengan slope dari lereng belakang. Kenampakan ini terbentuk oleh
kemiringan lapisan batuan yang landai, maksimum 300.
Hogback mempunyai slope lereng depan hampir sama dengan slope lereng
belakang, sehingga tampak sebagai bukit atau gunung yang simetri,
kemiringan lapisaan batuan lebih dari 300.
Razor back mirIp hog back, tetapi kemiringan batuan hamper tegak/900.
Gambar 6.2 Kenampakan beberapa morfologi pada bentang alam structural (A.
dataran tinggi, B. Cuesta, C, Hogback).
18
Pada morfologi homoklin berkembang jenis pola penyaluran trelis,
dimana aliran sungai utama searah dengan jurus struktur homoklin,
sedangkan aliran anak-anak sungai mengikuti atau berlawanan dengan arah
kemiringan lapisan batuan.
Gambar 6.3 Sketsa dan contoh pola garis kontur pada pegunungan lipatan
(a) antiklin, (b) lembah sinklin
6.2.4 Morfologi Lapisan miring tiga arah/morfologi lipatan menunjam
Morfologi antiklin dan sinklin menunjam. Struktur ini merupakan jenis
lain dari morfologi antiklin atau sinklin, dikarenakan ada penunjaman atau
penambahan satu kemiringan lapisan batuan. Pada keadaan pembalikan
topografi, apabila tiga lereng depan saling berhadapan maka disebut sebagai
lembah antiklin menunjam. Sedangkan apabila tiga lereng belakang yang
saling berhadapan maka disebut sebagai punggungan sinklin menunjam
19
Gambar 6.4 Sketsa dan contoh pola garis kontur pada struktur (a) sinklin
dan (b) antiklin menunjam.
Gambar 6.5 Sketsa dan contoh pola kontur pada struktur lipatan tertutup (a).
Kubah dan (b). Cekungan
20
Struktur geologi ini diklasifikasi menjadi kekar gerus (shear joint), kekar tarik
/ tensi (tension joint), dan kekar keseimbangan / rilis (release joint).
Sedangka kenampakan yang secara obyektif dapat disebut kekar, yaitu
struktur gigi gergaji (jig saw structure), dan kekar tiang (columnar joint)
dikelompokkan sebagai akibat dari proses endogenik-singenetik bersamaan
dengan pembentukan batuan. Dua jenis kekar yang terakhir tidak dapat
diidentifikasi melalui kenampakan morfologi.
Jenis kekar gerus, tensi dan rilis hanya dapat diidentifikasi dari
morfologi, apabila intensitas/dimensi pembentukannya minimal mencapai
ratusan meter. Perkembangan erosi tidak meghalangi untuk menafsirkannya.
Adapun kriteria morfologi sebagai petunjuk adanya pembentukan kekar
adalah:
a. tidak ada beda tinggi pada luasan daerah yang sempit.
b. pada posisi/elevasi yang sama, batuan yang terpisahkan oleh kekar sangat
mempunyai resistensi relativ sama
c. kelurusan sungai melalui kekar, dan mendadak berbelok-belok mengikuti
zone kekar
d. diindikasikan oleh pembentukan tipe pola penyaluran rektanguler
(dominan), trelis, dan modifikasi dari keduanya
21
Gambar 6.6 Kenampakan triangular facets yang mengindikasikan adanya
sesar
22
BENTANG ALAM DENUDASIONAL
23
2. Gerakan massa batuan (mass wasting)
Yaitu perpindahan atau gerakan massa batuan atau tanah yang ada di
lereng oleh pengaruh gaya berat atau gravitasi atau kejenuhan massa air.
3. Erosi
Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses pelepasan dan
terangkutnya material bumi oleh tenaga geomorfologis baik kekuatan air,
angin, gletser atau gravitasi. Faktor yang mempengaruhi erosi tanah antara
lain sifat hujan, kemiringan lereng dari jaringan aliran air, tanaman penutup
tanah, dan kemampuan tanah untuk menahan dispersi dan untuk menghisap
kemudian merembeskan air kelapisan yang lebih dalam.
Klasifikasi bentuk erosi :
Erosi percik (splash erotion), ialah proses percikan partikel-partikel tanah
halus yang disebabkan oleh pukulan tetes air hujan terhadap tanah dalam
keadaan basah (Yunianto, 1994).
Erosi lembar (sheet erosion) adalah erosi yang terjadi karena pengangkutan
atau pemindahan lapisan tanah yang hampir merata ditanah permukaan
oleh tenaga aliran perluapan.
Erosi alur (rill erosion). Erosi ini terjadi karena adanya proses erosi dengan
sejumlah saluran kecil (alir) yang dalamnya <30 cm, dan terbentuk
terutama dilahan pertanian yang baru saja diolah. Erosi ini dimulai dengan
genangan-genangan kecil tempat-tempat di suatu lereng, maka bila air
dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air
tersebut
Erosi parit (channel erosion). Erosi ini terbentuk sama dengan erosi alur,
tetapi tenaga erosinya berupa aliran lipasan dan alur-alur yang terbentuk
sudah sedemikian dalam sehingga tidak dapat dihilangkan dengan
pengolahan tanah secara biasa.
4. Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat yang lekuk
dengan bahan-bahan hasil erosi yang terbawa oleh aliran air, angin, maupun
gletser (Suhadi Purwantara, 2005:74). Sedimentasi tidak hanya terjadi dari
pengendapan material hasil erosi saja, tetapi juga dari proses mass wasting.
Namun kebanyakan terjadi dari proses erosi. Sedimentasi terjadi karena
kecepatan tenaga media pengangkutnya berkurang (melambat). Berdasarkan
tenaga alam yang mengangkutnya sedimentasi dibagi atas : Sedimentasi air
sungai (floodplain dan delta), air laut, angin, dan geltsyer.
24
b. Perbukitan Denudasional
Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng berkisar
anatara 15>55%, perbedaan tinggi antara 50-500m. Terkikis sedang hingga
kecil tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik alami
maupun tataguna lahan.Salah satu contoh adalah pulau berhala, hamper
72,54 % pulau tersebut merupakan perbukitan dengan luas 38,19 ha.
Perbukitan yang berada dipulau tersebut adalah perbukitan denudasional
terkikis sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut serta erosi
sehingga terbentuk lereng-lereng yang sangat curam.
c. Dataran Nyaris (Peneplain)
Akibat proses denudasional yang bekerja pada pegunungan secara terus
menerus, maka permukaan lahan pada daerah tersebut menurun
ketinggiannya dan membentuk permukaan yang hamper datar yang disebut
dataran nyaris
d. Perbukitan Sisa Terpisah (inselberg)
Apabila bagian depan perbukitan mundur akibat proses denudasi dan
lereng kaki bertambah lebar secara terus menerus akan meninggalkan
bentuk sisa dengan bentuk lereng yang curam.
e. Kerucut Talus (Talus cones) atau kipas koluvial (coluvialvan)
Mempunyai topografi berbentuk kerucut dengan lereng curam (35). Secara
individu fragmen batuan bervariai dari ukuran pasir hingga blok, tergantung
pada besarnya cliff dan batuan yang hancur.
25
BENTANG ALAM FLUVIAL
26
Lokus dengan kondisi seperti itu disebut aras erosi (base level of erosion).
Aras erosi dibagi menjadi dua, yaitu aras erosi sementara (temporary base
level of erosion), dan aras erosi mutlak (ultimate base level of erosion). Aras
erosi sementara merupakan cekungan pengendapan setempat, lokasi di
daratan, aliran air akan terhenti di situ, tetapi untuk sementara, dan pada
waktu yang lain ada peluang air akan mengalir lagi dan beraktivitas normal.
Contoh aras erosi sementara antara lain cekungan setempat (locally basin),
danau (lake), rawa (swamp), dan lain-lain Menurut pemikiran lama, aras
erosi mutlak adalah pantai lokasi dimana aliran sungai berakhir, tetapi
menurut pemikiran baru lokasi aras erosi mutlak baru akan tercapai pada
kedalaman laut paling dalam di suatu kawasan, antara lain pada
pembentukan kipas alluvial bawah laut.
28
VIII.3. Pola Penyaluran
Rangkaian proses fluvial dapat dilakukan secara individu oleh satu
sungai, tetapi umumnya merupakan integrasi dari sejumlah sungai,
membentuk jejaring sungai yang disebut dengan pola penyaluran (drainage
pattern). Dengan demikian unsur yang harus terpenuhi dalam satu kawasan
pola penyaluran yaitu adanya beberapa sungai yang bergabung,
menghasilkan kenampakan/pola tertentu, cakupan kawasannya tertentu yang
di bagian terluar dibatasi oleh garis (imajiner) pembagi sungai / stream
divide.
29
Gambar 8.3 Jenis Pola Penyaluran dasar
(a) (b)
Gambar 8.7. Kenampakan Meander (a) dan Danau Tapal Kuda (b)
Delta
Delta adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir
setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas dalam
bentang Alam Pantai dan Delta.
32
VIII.6. Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang alam fluvial merupakan daerah
yang sangat potensial untuk dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia,
khususnya di sekitar aliran sungai. Daerah sekitar aliran sungai merupakan
daerah yang potensial untuk dijadikan wilayah penambangan didukung oleh
sesumber yang banyak terdapat di dalam sungai , misalnya sebagai pen
yedia air irigasi, untuk air minum, dan material pasir batu ( B.G. gol C) yang
terdapat di situ dapat dijadikan sebagai bahan bangunan.
Selain sesumber yang ada, daerah aliran sungai juga merupakan
sesumber bencana seperti banjir, dan tanah longsor. Analisa geomorfologi
terhadap bentang alam ini dapat memberikan informasi tentang kondisi
geologi suatu daerah, yang akan terekspresikan dalam pola penyaluran
dalam skala luas, dan dalam bentukan bentukan bentang alam lokal,
seperti kipas alluvial, dataran banjir, dan sejenisnya. Analisa tersebut
juga akan memberikan informasi tentang stadia daerah maupun stadia
erosi daerah yang terkait, yang akan memberikan kontribusi pemikiran dalam
rencana pengembangan wilayah.
33
BENTANG ALAM MARINE
IX.1. Delta
Delta merupakan daerah yang penting untuk penduduk yang berfungsi
untuk tempat tinggal, daerah pertanian dan perikanan. Istilah delta pertama
kali digunakan oleh Herodotus (sejarawan Yunani) pada 490 SM yang melihat
bahwa bentuk endapan Sungai Nil di Mesir menyerupai huruf D (atau
Delta dalam bahasa Yunani). Delta berkaitan sekali dengan bencana banjir di
pesisir, gelombang air laut, erosi gelombang air laut dan badai angin menuju
ke laut. Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya
delta yaitu : iklim, debit air, produk sedimen, energi gelombang, proses
pasang surut, arus pantai, kelerengan paparan dan bentuk cekunan penerima
dan proses tektonik.
b) Debit Air
Debit sungai tergantung dari faktor iklim yang dapat mempengaruhi
bentuk geometri dari delta. Kecenderungan air sangat penting terhadap
kecepatan dan pola pertumbuhan suatu delta. Delta dengan debit air dan
sedimennya tinggi serta konstan tiap tahunnya (Delta Missisipi),
menghasilkan suatu tubuh pasir yang panjang dan lurus serta umumnya
membentuk sudut yang besar terhadap garis pantai. Sebaliknya bila produk
sediment serta variasi debit air tiap tahunnya berbeda, maka terjadinya
perombakan tubuh-tubuh pasir yang tadinya diendapkan, oleh proses-proses
laut dan cenderung membentuk tubuh delta yang sejajar dengan garis pantai.
c) Produk Sedimen
Pengaruh produk sediment dalam pembentukan suatu delta
sangatlah besar artinya. Delta tidak akan terbentuk jika produk sedimennya
terlalu kecil.
d) Energi Gelombang
Perkembangan suatu garis pantai pada muara sungai sangat dipengaruhi
oleh energi gelombang sepanjang pantai tersebut. Energi gelombang
merupakan mekanisme penting dalam merubah dan mencetak sediment delta
yang berada dilaut menjadi suatu bentuk tubuh pasir didaerah pantai.
34
e) Proses Pasang Surut
Beberapa delta mayor didunia didominasi oleh aktifitas pasang yang
kuat. Diantaranya adalah delta Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh dan
delta Ord di Australia.
f) Arus Pantai
Arus pantai mengorientasikan tubuh-tubuh pasir hingga berbentuk
sejajar atau hamper sejajar dengan arah aliran sungai.
g) Kelerengan Paparan
Kelerengan paparan benua sangat berperan dalam menentukan
pola perpindahan delta, yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.
h) Bentuk Cekungan Penerima dan Proses Tektonik
Bentuk cekungan penerima merupakan pengontrol terhadap
konfigurasi delta serta pola perubahannya. Daerah dengan tektonik yang
aktif dengan akumulasi sediment yang sedikit, sulit terbentuk delta.
Sebaliknya untuk daerah dengan tektonik pasif dan akumulasi sediment yang
banyak akan terbentuk delta yang baik pula.
35
Gambar 9.1 Unsur-unsur dasar delta (Allen and Chambers, 1998)
37
9.2.1.1 Klasifikasi Pantai secara klasik
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Johnson (1919) yang didasarkan pada
karekteristik geomorfik yang disebabkan oleh ayunan muka laut. Keuntungan
klasifikasi pantai ini adalah pembagiannya yang sederhana.
Sedangkan kelemahannya sulit diterapkan, karena kebanyakan pantai
telah dipengaruhi oleh penenggelaman selama transgresi laut kala Holosen
dan naiknya muka laut padafase antara glasial selama Pleistosen. Johnson
(1919) mengelompokkan pantai menjadi:
3. Pantai Netral
Pantai yang tidak mengalami penenggelaman ataupun penaikkan dan
biasanya dicirikan oleh adanya garis parftai yang relatif lurus, pantainya
landaidan ombak tidak besar. Beberapa contoh pantai ini antara lain, Pantai
delta, Pantaidataran aluvial, Pantai gunungapi, Pantai terumbu karang dan
Pantai sesar.
Kenampakan pada peta topografi adalah dengan adanya delta
plain, alluvial plain, dll; biasanya garis kontur renggang, benfuk garis
pantainya relative lurus melengkung dalsungai dibagian muara
mempunyai banyak cabang, yang seolah-olah mempunyai pola sungai
berbentuk pohon (dendritik).
38
4. Pantai Campuran
Pantai yang mempunyai kenampakan lebih dahulu terbentuk daripada
yang lain. Seperti kenampakan undak pantai, lembah yang tenggelam, yang
merupakan hasil dari naik turunnya permukaan air laut.
Kenampakan pada peta topografi adalah dengan adanya dataran
pantai teras-teras (emergence), adanya teluk-teluk dengan kontur yang
relatif rapat (submergence), dan perkampungan tidak teratur.
39
b. Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat.
i. Pantai hasil pengendapan fluvial, misalnya pantai delta, pantai
daratan aluvial yang turun (pantai semarang)
ii. Pantai pengendapan fluvial, misalnya sebagai morena yang
tenggelam atau sebagai drumline yang tenggelam.
iii. Pantai yang karena pengendapan pasir oleh angin (progranding sand
dune)
iv. Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai atau rawa bakau yang
luas (contohnya pantai di dekat Townsvill, timur laut Queensland,
Australia)
40
Berdasarkan aspek klimato-genetik, pantai dapat diklasiflkasikan
menjadi 3 macam, yaitu:
1. Pantai Lintang Rendah
Pantai ini dicirikan oleh energi gelombang rendah dan lingkungan angin
pasat. Sedimen pantai banyak, sehingga banyak pantai berbatu di daerah
tropis. Ada beberapa pantai yang terjadi dari karang dan ganggang. Terdapat
hubungan antara variasi morfologi pantai dan wilayah hujan. Mangrove
tumbuh di daerah beriklim tropis panas-basah, sedangkan gumuk pantai
terdapat di lingkungan yang beriklim tropik panas-kering.
2. Pantai Lintang tengah
Pantai ini terdapat di lingkungan gelombang berenergi tinggi. Karena
aktivitas gelombang dan abrasi bertenaga tinggi itu, maka cliff dan
bentukan yang berasosiasi dapat berkembang dengan baik.
3. Pantai Lintang tinggi
Pantai ini dicirikan dengan gelombang berenergi rendah. Kebanyakan
merupakan sisa-sisa pembekuan. Gisik terbentuk dengan dominasi kerikil dan
kerakal. Perkembangan morfologi cliff dipengaruhi kuat oleh gerakan massa
batuan dalam skala besar.
Selain klasifikasi di atas, berdasarkan elevasinya maka pantai dapat
dibagi menjadi :
1) Pantai dengan elevasi rendah
41
9.2.2 Proses-proses di pantai
Gambar 9.6 Klasifikasi bentang alam dasar samudera (Heezen & Wilson,
1968, dlm Gunter et,al.,1980)
42
Menurut Edward Suess 1831 1914, Wilayah benua dan samudra
bersambung membentuk satu kesatuan wilayah yang saling terkait. Bagian
Penampang Samudra yaitu.
a. Lantai Abisal yaitu lantai dasar samudra dengan kedalaman kurang
dari 3000. Misalnya dasar samudra Pasifik, dasar samudra Hindia, den
samudra Atlantik.
b. Palung Laut yaitu jurang di dasar laut yang dalam; terbentuk di
daerah sepanjang zona tumbukan antara lempeng benua dan
lempeng samudra yang berada di dasar laut. Misalnya palung sunda,
palung jepang, palung filiphina, palung new Britain dan palung Izu.
c. Igir tengah samudra (mid oceanic ridge) yaitu jalur gunung api yang
memanjang di tengah samudra. Jalur ini merupakan pusat pemekaran
(spreading center) yang menyebabkan benua-benua pecah dan bergeser
letaknya. Jalur ini juga merupakan pusat-pusat gempa bumi. Misalnya
igir tengah samudra atlantik.
Kondisi dasar samudera dari daerah yang dekat dengan dataran
hingga ke arah laut lepas maka akan didapati kekhasan topografi bawah
samudera. Subramanian (1986) secara umum membagi geomorfologi
bawah samudera menjadi tujuh bagian yang mudah dikenali yaitu :
pantai, paparan benua, laras benua, dasar cekungan samudera, palung
samudera, dataran tubir, dan punggungan tengah samudera.
43
Bloom (1978), mendasarkan kepada kedalaman dan bentuk struktur geologi
membagi bentuk lahan dasar samudera menjadi 2 propinsi, yaitu :
Tepi benua (continental margin )→bagian yang lebih kecil.
Dasar laut dalam (deep-seafloor) → bagianyang lebih luas.
Stowe (1978) berpendapat bahwa kondisi bawah samudera secara
geomorfologis dapat dibagi menjadi : paparan (shelf), lereng(slope),
jendulan (rise), cekungan samudera (ocean basin), sistem punggungan
tengah samudera (Mid Oceanic Ridge System), dan kenampakan lain
yang lebih kecil yang terdapat pada dasar samudera.
9.3.1 Tepi Benua
Tepi benua padabagian paling tepi disebut laras benua
(continental shelfl. Kelerengannya landai dari pantai sampai kedalaman
150 - 200 m. pada akhir dari laras (shelf break) kelerengannya menjadi
curam secara tiba-tiba disebut lereng benua (continental slope). Bagian di
bawah tepi benua yang menumpang di atas kerak samudera
menyerupai tinggian disebut jendulan benua (continental rise).
Kenampakan laras benua, lereng benua dan jendulan benua menunjukkan
tepi pasif (passive margin) dari benua pada lempeng litosfer.
a) Laras Benua (Continental Shelfl)
Sekitar 15 % dari bentang lahan bawah samudera merupakan laras
benua dan lereng benua (Menard & Smith, 1969, dalam Bloom, 1978).
Laras benua didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari
pantai ke arah laut suatu benua yang dibatasi oleh kelerengan yang
menjadi curam secara tiba-tiba dengan kedalaman berkisar 20 - 200 m
(Shepard, 1973, dalam Bloom, 1978). Lebar rata-rata dari laras benua
adalah 75 kmdengan kelerengan 0°07' (sekitar 2m/ km). Akumulasi
sedimen pada laras benua 70 % nya merupakan hasil deposisiyang terjadi
sewaktu muka at laut mengalami regresi.
b) Lereng benua (Continental Slope)
Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang
paling tinggi, paling curam dan paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964,
dalam Bloom, 1978). Dari batas laras benua, kedalaman sekitar 200 m,
lereng benua menunjam sepanjang 1 - 3 km menuju puncak dari jendulan
benua pada kedalaman 1500 m dengan kelerengan sekitar 4°17'
(sekitar 75m/km). Gawir yang curam pada lereng benua terjadi oleh
control struktur, beberapa lereng benua merupakan gawir patahan.
9.3.2. Dasar Laut Dalam
a. Jendulan Benua (Continental Rise)
Pada Jendulan benua terakumulasi sedimen dengan jumlah sangat
besar dan membaji (mencapai ketebalan hingga 6 km) memanjang hingga
300 – 600 Km dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut berasal dari
laras benua, dan merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang
terdapat di bumi (Emery, et al., 1970, dalam Bloom, 1978) Sedimen pada
jendulan benua tersusun oleh endapan pelagik berbutir halus, campuran
massa air bersamaan lumpur, pasir dan kerikil terbawa oleh masa aliran
arus pekat dan gerakan massa bawah samudera. Kipas bawah samudera
merupakan bagian terluar dari jendulan benua. Pada kipas ini terdapat
44
lembah-lembah bermeander berfungsi sebagai kanal yang secara episodik
membawa aliran lumpur dari lereng benua (Shepard & Dill, 1966, dalam
Bloom, 1978). Lembah tersebut tampak berbentuk percabangan menyebar
(distributary).
45
Gambar 9.9 Kenampakkan Guyot dan seomount pada cekungan dasar
samudera (Wesiberg,1974)
1. Plato
Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan
laut berupa dataran membentuk pulau kecil, Tingginya sekitar 1-2 km di
atas dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal lika dibanding
sekitarnya. Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato
ini terbentuk dari sisa kerak benua masa lampau geologi, atau hasil
pengerjaan vulkanik lokal.
46
BENTANG ALAM KARS
X.1. Pendahuluan
morfogenesa kars merupakan roman muka bumi yang terbentuk oleh
batugamping yang kaya rongga-rongga mengalami pelarutan oleh air,
manifestasi di atas permukaan tanah tampak bukit-bukit kerucut dan
sejenisnya, penyaluran permukaan jarang dan lebih banyak sebagai sungai
bawah permukaan mengalir di lorong-lorong gua.
Persyaratan pembentukan morfogenesa kars meliputi:
1. batuan (batugamping dan dolomit yang dominan) yang terlarut
mempunyai tebal perlapisan kategori masif (minimal 1 m), tebal
keseluruhan batuan cukup, porus, kompak, keras, mengalami diagenesa
di darat yang menghasilkan sistem rongga tertentu atau bidang ketidak
menerusan / diskontinu,
2. pembentukan struktur geologi (kemiringan, kekar, sesar, pengangkatan)
yang pada kelanjutannya menghasilkan retakan, peronggaan, dan
tinggian morfologi
3. keterlibatan mikrobia/bakteri, utamanya yang ada pada ujung perakaran
tetumbuhan yang hidup di batuan yang gampang terlarut
4. iklim (temperatur udara, curah hujan, kelembaban) yang pada waktunya
akan mendukung berkembangnya erosi, (kimia/pelarutan, mekanik /
pemecahan batuan), karstifikasi, dan pemanfaatan lahan
Karstifikasi atau proses pembentukan morfogenesa (topografi) karst,
proses pelarutan air hujan terhadap batugamping merupakan proses
utama. Pelarutan melibatkan dua hal, yaitu batuan terlarut dan unsur
pelarut.
a. Batugamping dan dolomit akan mudah mengalami pelarutan secara
intensif apabila berada dekat dengan permukaan tanah (Thornbury, 1969).
Batuan lain (batuan evaporit) seperti gipsum dan batugaram dapat terlarut
dan membentuk morfogenesa kars, tetapi kurang lazim. Agar efektif
mengalami pelarutan, batugamping dan dolomit harus bersifat kompak,
keras, terkekarkan secara intensif dan ketebalannya cukup.
b. Pelarutan, merupakan salah satu jenis dari pelapukan kimiawi
dengan agen air. Proses ini merupakan reaksi hidrolisis, dengan indikasi
antara lain pembentukan asam karbonat (H2CO3) yang termasuk jenis
senyawa asam yang bersifat korosif. Sifat korosif ini akan mempercepat
proses pelarutan terhadap batugamping (CaCO3).
Reaksi pelarutan dalam pembentukan topografi kars terdiri dari
beberapa tahapan (Ritter, 1978), antara lain :
47
Reaksi pelarutan dalam batugamping merupakan sistem reaksi kimia
CaCO3 -, CO2-, dan H2O. Reaksi ini sangat kompleks dan mekanismenya
sangat rumit, oleh karena itu Ritter (1978) menyederhanakan reaksi
tersebut menjadi :
CaCO3 + H2O + CO2 (terlarut) Ca2+ + 2HCO3-
Reaksi larutan tersebut merupakan reaksi yang terbalikkan.
Keterbalikan reaksi ini merupakan fungsi dari kandungan karbondioksida
(CO2) dalam air (H2O). Pada waktu kandungan karbondioksida (CO2)
meningkat maka reaksi berjalan kekanan atau disebut reaksi pelarutan,
sedangkan pada waktu kandungan karbondioksida (CO2) menurun maka
reaksi berjalan kekiri atau disebut reaksi pengendapan.
Menurut Ritter (1978), tahapan pembentukan topografi kars melalui
diawali dengan perubahan sifat penyaluran dari permukaan menjadi aliran
bawah permukaan (sub drainage). Pada tahapan ini akan membentuk
doline, dan lembah-lembah di permukaan. Tahapan selanjutnya
pembentukan bukit-bukit terpisah (isolated hills), kemudian diakhiri dengan
pembentukan corrosional peneplain
X.2. Klasifikasi Bentang Alam Kars
Berdasarkan ukuran, pembentukan morfologi kars ada tiga tingkatan,
yaitu kars mikro, minor, dan makro/mayor. Kars mikro, apabila
identifikasinya melalui mikroskop. Bentukan ini ekspresi diagenesa
batugamping pada stadium 7-8 yang menandai kejadiannya di daratan,
dicirikan pembentukan pori sekunder tipe vuggy (Longman, 1981). Kars
minor, kenampakannya tampak mata. Pembentukan kars minor masih
terbatas pada permukaan batuan, dengan kenampakan berupa alur, parit,
dan ceruk-ceruk dangkal. Kenampakan tersebut tidak dapat diidentifikasi
melalui media apapun selain ke lapangan. Morfologi kars yang sudah dapat
disebut kars makro/mayor, artinya perkembangan karsnya sudah tampak
pada roman muka bumi.
Berdasarkan kriteria keberadaan kars secara geografi dan iklim,
Sweeting (1972, dikutip, Tjia, 1987) membagi kawasan kars menjadi kars
tulen (holokarst), glasiasi (glaciokarst), fluvial (fluviokarst), tropik (tropical
karst), dan kars iklim kering (arid karst).
Keberadaan kawasan kars terhadap permukaan tanah sebagai kriteria,
menghasilkan pembagian eksokars, endokars. Eksokars apabila
keberadaannya di atas permukaan tanah di sekitarnya, kenampakan yang
menyolok dan mudah dikenali adalah bukit kerucut atau sejenisnya, dan
cekungan/depresi luas yang kadang-kadang terisi air menjadi telaga.
Apabila pembentukan kars di bawah permukaan tanah, maka disebut
endokars, dengan bentukan utama berupa gua-gua kars kadang disertai
pembembentukan telaga di dasarnya atau aliran sungai bawah tanah (sub
drainage) melalui lorong-lorong gua.
Klasifikasi kars dengan kriteria pembentukannya terkait dengan
batuan alas (basement rocks) di bawahnya, menghasilkan pembagian
menjadi merokars, dan, holokars. Penyebutan merokars, apabila
pembentukannya tidak sempurna, dikarenakan kemungkinan batuan
terlarut relatif tipis, atau keberadaan batuan alas dangkal di bawah
batugamping. Holokars berarti pembentukan kars berkembang sempurna,
tidak terhalang oleh keberadaan batuan alas.
Kriteria stadia erosi kawasan merupakan salah satu klasifikasi klasik,
dan dihasilkan pembagian menjadi kars muda, dewasa, dan tua. Kars muda
memperlihatkan tinggian-tinggian roman muka bumi kars, perkembangan
pembentukan lembah-lembah belum terintegrasi, penyaluran permukaan
48
(surface drainage) masih berkembang. Kars dewasa dicirikan mulai
pembentukan bukit kerucut atau sejenisnya disebabkan media erosi sudah
terintegrasi, antara lain membentuk lembah-lembah yang lebar, bahkan
cenderung mulai berubah menjadi penyaluran bawah tanah. Kars tua
dicirikan oleh kerucut-kerucut yang rendah-terpisah kadang-kadang dalam
jarak cukup jauh, semua penyaluran menjadi bawah tanah.
Dengan fokus perhatian kepada pelarutan sebagai kriteria klasifikasi,
maka dikenal kars konstruksional, dan kars sisa/destruksional. Uraian dari
dua tipe ini akan dirinci seperti di bawah ini.
49
Berupa gelembur gelombang yang tegak
Solution lurus
terhadap slope, tingginya 10-50 cm,
ripple terbentuk
pada permukaan yang miring curam.
Berupa lubang kecil pada permukaan
Melingkar Rain pits yang
datar, diameter 3 cm, dalamnya kira-kira 2
(bulan cm,
sabit) terbentuk oleh tetesan air hujan.
Solution Berupa cekungan dengan lantai yang
pans datar,
dalamnya 1-50 cm, lebar 3cm – 3 m,
terbentuk
pada batuan dasar yang tertutup vegetasi.
Berupa jejak (treads) dan lereng (scarps)
Solution yang
datar dan licin, panjang treads 20 cm – 1
bevels m,
tinggi scarps 3-5 cm, terbentuk oleh
gerakan
air di atas batuan dasar yang miring
rendah.
53
BENTANG ALAM VOLKANIK
XI.1. Proses Volkanisme
Volkanisme adalah aktifitas alamiah keluarnya magma sampai di atas
permukaan bumi. Berdasarkan tinjauan dari sudut pandang tektonik global,
volkanisme terjadi akibat subdaksi dari kerak samudra,;yang melesak di
bawah kerak benua, seperti pada kejadian pembentukan cinicin api.
Peristiwa lain karena pemekaran kerak samudra di dasar laut, hal ini
terjadi pada pembentukan Kepulauan Hawaii. Gerakan magma keluar
ditentukan oleh kekentalannya yang dipengaruhi faktor kandungan gas di
dalamnya. Hasil volkanisme berupa padatan yang terdiri dari batuan volkanik
dengan berbagai ukuran. Selain itu dalam wujud gas dan likuid. Gerakan
magma bersama-sama gas dan likuid keluar di permukaan bumi selain
pembentukan lava, dengan media bebatuan volkanik melakukan pula
proses erosi, transportasi, dan agradasi.
Selain manifestasi hasil volkanisme mayor, terjadi pula volkanisme
minor yang menghasilkan ekshalasi gas fumarol, solfatara dan mofet serta
pembentukan volcanic neck. Volkanisme yangterjadi pada Zaman Kuarter
sebagian besar masih tampak pada roman muka bumi, dan dihasilkan
morfogenesa volkanik.
XI.2. Gunungapi
XI.2.1 Pengertian Gunung api
MacDonald (1972), berpendapat bahwa gunungapi adalah lubang tempat
keluarnya material volkanik yang terakumulasi di sekitarnya membentuk
gunung atau bukit. Rittmann (1961), menyatakan gunungapi adalah celah
tempat keluarnya magma. Berdasarkan batasan tersebut, gunungapi
merupakan bentang-alam, sebagai manifestasi gejala volkanisme.
Gunungapi merupakan suatu bentuk permukaan, sebagai
manifestasi gejala volkanisme yang melewati suatu sistem lubang tertentu
(diatrema). Gunungapi dibagi menjadi gunungapi aktif (active volcano),
gunungapi beristirahat (dormant) gunungapi padam (extinct). Di
Indonesia hampir ketiganya dikenal. Selain itu terdapat pula pembagian
berdasarkan waktu peletusannya dan jenis peletusannya. Akan tetapi kedua
dasar pembagian tersebut di atas tidak mempengaruhi roman muka
bumi (morfologi). Kenampakan morfologi gunungapi ditentukan tektur dan
sifat-sifat batuan pembentuk, dan umurnya (morfokronologi).
Gunungapi memiliki ciri yang khas meliputi bentuk, tipe erupsi
dan bebatuan yane dihasilkan. Perbedaan ini berhubungan erat dengan
komposisi magma dan letak gunungapi terhadap tatanan tektonik.
55
Gambar 11.1 Tipe erupsi gunung api berdasarkan derajat kesamaan magma,
tekanan gas , kedalaman dapur magma (Escher, 1952; sumber:
http://smat.kridanusantara.com/lms/geografi/vulkanisme.html)
56
Gambar 11.2 Bentuk-bentuk gunungapi (sumber:
http://smat.kridanusantara.com/lms/geografi/vulkanisme.
html)
57
XI.3. Macam-macam bentangalam Volkanik
11.3.1 Kubah Vulkanik
Merupakan morfologi gunungapi yang mempunyai bentuk cembung
ka atas. Morfologi ini dibedakan atas dasar asal kejadiannya menjadi :
1. Kerucut semburan atau kerucut perisai Morfologi ini terbentuk oleh erupsi
lava yang bersifat encer basaltis. Sedang lava yang bersifat granitis
menghasilkan morfologi kubah sumbat (plug dome)
2. Kerucut parasit (Parasitic Cone) Morfologi ini terbentuk sebagai hasil erupsi
gunung api yang berada pada lereng gunung api yang besar.
3. Kerucut silinder (Cilinder Cone) Merupakan kubah yang terbentuk oleh
letusan kecil yang terjadi pada kaki gunung api, berupa kerucut rendah
dengan bagian puncak tampak cekung datar.
58
11.3.3 Dataran Vulkanik
Secara relatif, dataran vulkanik dicirikan oleh topografi yang datar,
dengan variasi beda tinggi (relief) tidak menyolok. Macam-macam dataran
vulkanik diantaranya adalah : dataran rendah basal, plato basal, dan dataran
kaki vulkan.
1. Aliran lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu
tinggi (sampai 1200 0 C ). Alirannya menuruni lereng yang terjal dan
dapat mencapai beberapa kilometer, sambil menghanguskan dan
membakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.
2. Bom gunungapi
Bom gunung api berujud batuan yang panas dan pijar berukuran 10
cm – 2 m. batuan ini dapat terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10
km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran lahan hutan, permukiman dan
pertanaian, serta Bila sampai di permukaan tanah akan mengeluarkan
letusan dan akan
hancur.
3. Pasir lapilli
Pasir dan lapilli adalah campuran material letusan yang ukurannya lebih
kecil dari bom (> 2 mm).Sedangkan lapilli lebih besar daripada pasir
hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir dan lapilli
ini dapat terlempar hingga puluhan km, dapat menghancurkan atap rumah,
karena bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat
membunuh tanaman.
4. Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dari material halus yang dihasilkan oleh
erupsi gunungapi dan dihembus oleh angin hingga mencapai beberapa
kilometer. Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap dan
material halus yang bersuhu tinggi (hingga 1200 0C). Suspensi ini berat
sehingga mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur,
luncurannya dapat mencapai 10 – 20 km dan membakar apa yang dilaluinya
seperti yang terjadi pada Gunungapi Merapi pada tanggal 22 November 1994
yang memakan korban 60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung
lagi ternak yang mati terpanggang akibat letusan awan panas ini.
5. Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu
letusan gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1
mikron – 0,2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa mengganggu
penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan Gunungapi Galunggung,
dapat menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak menghisap abu
gunung api dan menimbulkan penyakit silikosis. Yaitu penyakit yang
diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang
diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika bebas.
60
6. Gas beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi
biasanya mengeluarkan gas CO, CO2, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2, dan gas
lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm
(part per milion), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3S yang sangat
mematikan pada 0,05 ppm. Gas yang dikeluarkan saat erupsi tidak begitu
berbahaya karena gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusan
gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila gas tersebut
dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di Pegunungan
Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya
berada pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat
permukaan tanah
7. Aliran lahar
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi
letusan yaitu bahaya sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran
lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi
baik block, bom, lapilli, tuff, abu, maupun longsoran kubah lava, apabila
terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau setelah erupsi maka
endapan material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air
membentuk aliran bahan rombakan yang biasa disebut aliran lahar. Aliran
lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan akan melalui apa saja
yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian
maupun tanggul sungai yang dilaluinya.
Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini
maka di setiap daerah gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang
didasarkan pada potensi bencana yang ada baik primer maupun sekunder.
Seperti yang dilakukan oleh Dinas Vulkanologi (nama instansi dulu, sekarang
salah satu Pusat di lingkungan Badan Geologi Nasional) pada Gunung Merapi.
61
Gambar 11.5 Kenampakan peta kontur bentang alam vulkanik merapi dan
merbabu (sumber; http://id.earthquake-report.com)
62
BENTANG ALAM EOLIAN
XII.1. Pendahuluan
Pembentukan morfogenesa eolian diageni oleh angin. Morfogenesa
ini dijumpai pada bagian permukaan bumi yang terbatas. Ditinjau dari
koordinat lintang, morfogenesa ini berada pada lintang menengah
(300-500 LS/LU). Secara geografi morfogenesa eolian dijumpai di daerah
aliran sungai besar, daerah bekas salju/gletser mencair, atau zona pesisir
yang di depannya terbentang samudra.
Di atas telah dituliskan, bahwa angin sebagai syarat utama pada
pembentukan morfogenesa eolian. Selain itu masih melibatkan dua syarat
pembentukan lainnya, yaitu pasokan pasir (sand supply) yang kontinyu
dalam jumlah banyak, dan tutupan vegetasi yang jarang. Interaksi dan
intensitas ketiga di atas, akan menghasilkan jenis roman muka bumi
tertentu.
Pada peta topografi, morfogenesa eolian dimengerti dari
kenampakan- kenampakan banyaknya frekuensi pembentukan depresi
(oase, wadi, bolson), sehingga dari keadaan awal seperti itu akan
berkembang pola penyaluran sungai jenis multibasinal, analoginya di
kawasan morfogenesa kars. Pada daerah, dimana morfogenesa eolian
intens terbentuk, jenis morfologi besar seperti gumuk pasir (sand dunes)
kemungkinan dapat diamati melalui peta kontur/topografi. Relief
morfogenesa ini kurang ekspresif, disebabkan dinamika pasir yang sangat
aktif, sehingga dalam rentang waktu yang sebentar sudah terjadi
perubahan morfologi yang signifikan. Akibat lebih lanjut dari keadaan
tersebut adalah dalam cara penggambaran kontur yang disajikan secara garis-
garis putus (karena sifatnya tentatif).
12.2.2 Transportasi
Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan cara
transportasi oleh air, yaitu secara melayang (suspesion) dan menggeser di
permukaan (traction). Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara
melayang dan yang berukuran pasir dibawa secara menggeser di permukaan
(traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation) dan
menggelinding (rolling).
12.2.3 Deposisi/Pengendapan
Hasil sedimentasi oleh angin mempunyai banyak kesamaan dengan
sedimen hasil pembentukan oleh proses fluvial. Kesamaan yang teramati pada
struktur sedimen jenis laminasi, perlapasan silang siur, dengan
sortasi/pemilahan yang baik. Sedikit perbedaan antara keduanya yaitu
laminasi sangat mencolok sebagai penciri produk proses angin, tekstur
sedimen dengan butiran berukuran lebih dari pasir sangat jarang. Dua
hal itu dikarenakan oleh kekuatan angin berubah dalam satuan jam.
63
XII.3. Macam-macam Bentang Alam Eolian
12.3.1. Hasil deflasi
1) Cekungan deflasi, merupakan suatu cekungan yang diakibatkan oleh
angin pada daerah yang lunak dan tidak terkonsolidasi atau material-
material yang tersemen jelek. Cekungan terbentuk akibat material yang
ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain. Contoh cekungan ini terdapat di
Gurun Gobi, Cina daratan, yang terbentuk karena batuan telah
terpelapuk. Cekungan ini mempunyai ukuran panjang 300 m - > 45 km,
dan kedalamannya 15 – 150 m.
2) Lag gravel. Proses ini merupakan suatu reaksi dari adanya cekungan-
cekungan yang disebut sebagai blowout. Biasanya terdapat di daerah
akumulasi pasir di mana terbentuk cekungan-cekungan kecil yang di
dalamnya terdapat dune dan tipe akumulasi pasir yang lain. Pada proses
pengkikisan pasir dan partikel lain yang berukuran halus oleh deflasi,
terdapat pemilahan material yang mengacu pada ukuran butiran, di
mana material yang berukuran lebih kasar akan tertinggal. Kumpulan dari
material yang berukuran kerakal hingga berangkal pada suatu blowout akan
membentuk suatu morfologi yang disebut sebagi lag deposits. Kenampakan
tersebut ditemukan di daerah gurun.
3) Desert varnish. Beberapa lagstone yang tipis, mengkilat, berwarna hitam
atau coklat dan permukaannya tertutup oleh oksida besi, dikenal sebagai
desert varnish.
Gambar 12.1 Sketsa bentukan morfologi bentang alam eolian yang berupa
Batu Jamur (Mushroom fiocfr) (Sumber : Dynamic Earth)
64
Manifestasi hasil abrasi berupa:
1. Pengkilapan (polishing), terbentuk pada batuan berukuran butir halus,
sebagai hasil dari sand blast atau silt blast yang mempunyai kekuatan
lemah, sehingga hasilnya memberikan kenampakan pengkilapan pada
permukaan batuan.
2. Alur-alur (grooves), aktivitas angin berpasir dapat menggosok dan menyapu
permukaan batuan membentuk alur-alur yang tampak cekung. Pada
daerah kering, alur yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut
memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
3. Batu jamur (mushroom rock, sculpturing) terbentuk oleh kondisi awal batuan
yang mempunyai resistensi berbeda, sehingga ketika terkena abrasi angin
menghasilkan sisa erosi yang berbeda dan membentuk batu-jamur.
4. Shaping dan faceting
65
c. Tanggul pasir (sand levees, whaleback), merupakan morfologi yang datar,
terletak di bagian atas dari suatu punggungan pasir, memanjang
sejajar dengan arah angin.
d. Undulasi (undulating), pada hasil ini tidak morfologi khusus, kecuali
di medan hanya tampak naik – turun, dengan beda tinggi cukup rendah.
e. Sand sheets, menampakkan roman muka bumi yang sangat datar, dan
tidak memiliki relief topografi, hanya terdapat gelembur-gelembur (ripples)
minor.
3. Skala mayor, morfologi hasil pengendapan lempung dan meterial halus
lainnya.
Selain mengendapkan pasir, proses oleh angin juga mengendapkan
butiran berukuran lempung, membentuk roman muka bumi gumuk lempung
(clay dunes). Morfologi lain yang dihasilkan adalah loess, tanpa
kenampakan yang khas, terdiri dari material berukuran halus, bersifat lepas-
lepas. Tergantung material penyusun, kadang-kadang kawasan loess
merupakan daerah subur. Penyelidikan secara mikroskopis membuktikan
loess terdiri dari partikel yang runcing (angular), berdiameter kurang
dari 0,5 mm. Terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende, dan mika.
Kebanyakan partikel dalam keadaan segar atau terlapukkan sedikit.
66
PALEOGEOMORFOLOGI
XIII.1. Paleogeomorfologi
Paleogeomorfologi merupakan bagian dari geomorfologi yang
mempelajari roman muka bumi purba. Morfologi tersebut dipelajari karena
kehendak ingin mengetahui runtutan proses kebumian pada masa geologi
lampau yang terekam dan tertinggal jejaknya sebagai morfologi tertentu.
Konsep pembentukan geomorfologi purba secara sederhana dapat
diterangkan sebagai berikut, apabila suatu episode proses geomorfik 'selesai'
pasti terekam pada fenomena morfologi yang khas. Pada episode berikut,
proses geomorfik yang bekerja berubah, dan ini akan meninggalkan
jejaknya sebagai morfologi tertentu yang berbeda dibandingkan dengan
morfologi purba sebelumnya. Demikian pula pada episode proses geomorfik
seterusnya, dan pada episode terakhir teramati morfologi masa kini
sebagai jejak dari proses geomorfik yang terakhir.
XIII.2. Macam-macam Bentang Alam Paleogeomorfologi
Klasifikasi Jenis-Jenls paleomorfologi mendasarkan kepada
keberadaannya dengan datum permukaan topografi saat ini, dengan
melibatkan proses geomorfik yang bekerja padanya. Atas dasar kriteria
tersebut, ditetapkan ada tiga jenis morfologi purba, masing-masing adalah
topografi terkubur (buried topography), topografi sisa (relict topography),
dan topografi tersingkap ulang (exhumed topography).
a. Topografi terkubur, diyakini pembentukannya dari selesainya suatu
proses kebumian, seperti peristiwa pengangkatan cekungan sedimentasi
diikuti hiatus (rumpang waktu tanpa ada pengendapan), peristiwa itu
berarti morfologi hasil dua proses tersebut menampakkan fenomena
tertentu dan ditempatkan pada elevasi tertentu. Episode berikut terjadi
pengendapan di atas morfologi tadi, pada episode ini bidang hiatus tidak
lagi sebagai permukaan topografi paling atas, dan disebut sebagai-topografi
terkubur.
b. Topografi sisa. Apabila proses penguburan topografi di atas tidak
sampai mengubur Semua permukaan topografi episode sebelumnya,
artinya ada sisa dari permukaan topografi terdahulu dan kenampakan ini
disebut dengan topografi sisa. Pembentukan topografi sisa diduga karena
permukaan topografi terdahulu tidak rata pada satu elevasi tertentu, atau
bahkan merupakan topografi dengan relief setempat yang tinggi
seperti pembentukan perbukitan-pegunungan struktural. Sehingga pada
waktu penguburan, masih menghasilkan bukit-bukit terisoler sebagai
topografi sisa.
c. Topografi tersingkap ulang. Secara konseptual, pembentukan topografi
tersingkap ulang disebabkan oleh proses yang mengerosi endapan
pengubur topografi terkubur. Proses erosi terakhir tersebut sebagian ulah
proses antropogenik. Hasil akhirnya kita dapat mengamati topografi
tersingkap ulang, dengan harapan mendapat manfaat selanjutnya.
67
PEMETAAN GEOMORFOLOGI
XIV.1. Pendahuluan
Geomorfologi ialah ilmu yang mempelajari bentuk lahan dan bentang
alam, proses-proses yang mempengaruhinya, asal mula pembentukannya
(genesa) dan kaitan lingkungannya dalam ruang dan waktu. Pembahasan
geomorfologi suatu daerah pemetaan mencakup 2 hal, yaitu :
1. Mengapa dan bagaimana dapat terbentuk macam-macam bentang alam di
daerah penelitian, dan kaitannya dengan ganesanya.
2. Seberapa jauh data geomorfologi dapat membantu dalam penafsiran
kondisi stratigrafi, struktur geologi, dan penilaian potensi sesumber dan
bencana.
1. Morfologi
Morfografi : mengenai gambaran/deskriptif dari geomorfologi suatu area.
Contoh ; dataran, perbukitan, pegunungan dan plateau.
Morfometri : aspek kuantitatif dari suatu area seperti slope / kemiringan,
ketinggian.
Tabel 10.1Klasifikasi geomorfologi berdasarkan Van Zuidam
68
2. Morfogenesa (pembentukan dan perkembangan bentuk lahan dan
proses yang membentuk dan yang berlangsung pada bentuk lahan)
Pasif morfostruktur : litologi baik jenis maupun struktur batuan yang
berhubungan dengan denudasi seperti messa, cuesta, hogback, dan
dome.
Aktif morfostruktur : gaya endogen yang termasuk volkanisme, lipatan,
dan patahan.
Morfodinamik: gaya eksogen yang berhubungan dengan angin, air dan es
serta mass wasting (gerakan massa)
3. Morfokronologi (waktu relatif dan mutlak mengenai macam-macam
bentuk lahan dan proses yang berhubungan, contoh Monastrian untuk
tingkatan marine yang lebih muda)
4. Morfoarrangement yakni pengaturan meruang dan hubungan antar
berbagai macam bentuk lahan dan proses- proses yang berhubungan.
Dessaunetts (1969) menyatakan bahwa pada hakekatnya suatu
bentuk lahan terbentuk karena proses geomorfik yang meliputi proses
eksogenik, endogenik dan ekstraterestrial, terhadap suatu batuan dalam
suatu periode waktu tertentu. Suatu bentuk lahan mempunyai karakteristik
tertentu dan berbeda dengan bentuk lahan yang lain.
Menurut Handayana dan Hindartan (1994) ada 3 aspek pemisah
satuan bentuk lahan dalam pemetaan geomorfologi yaitu aspek relief,
aspek litologi dan aspek genesa. Ketiga aspek pemisah tersebut diharapkan
dapat mencakup semua aspek geomorfologi (morfometri, morfogenesa,
morfoarangement, dan morfokronologi).
14.2.1 Relief
Relief adalah beda tinggi suatu tempat dengan tempat lainnya pada
suatu daerah dan juga curam landainya lereng, pola bentuk dan ukuran
suatu bentuk lahan.
Untuk penemaan relief telah disajikan beberapa klasifikasi relief,
antara lain : Dessaunets (1971), Van Zuidam (1983), Verstapen (1967),
Meijerink (1982) dan lain-lain. Masalahnya dalam kondisi lapangan kadang-
kadang tidak secara tepat klasifikasi tersebut dapat diterapkan. Adanya
kenyataan tidka sesuainya kisaran beda tinggi dan kelerengan kondisi
lapangan dengan kisaran beda tinggi dan kelerengan dalam klasifikasi,
sehingga hal demikian sering menjadi permasalahan yang cukup rumit.
Kenyataan seperti ini sebenarnya tidak menjadi rumit jika disadari dan
dipahami bahwa klasifikasi ini hanyalah klasifikasi relief (untuk penamaan
satuan dari aspek relief) jadi bukan klasifikasi bentuk lahan itu sendiri
(karena masih ada 2 aspek pemisah lainnya yaitu litologi dan ganesa).
Menanggapi permasalahan ketidaksesuaian kisaran klasifikasi tersebut,
Hidartan dan Agus Handayana (1994) menyarankan untuk membuat
modifikasi dan bila perlu membuat klasifikasi sendiri untuk daerah
penelitiannya.
14.2.2 Genesa
Mengacu pada Desseunetts (1969) mengenai hakekat bentuk lahan,
69
maka dalam pembahasan genesa suatu bentuk lahan menyangkut 2 hal
yaitu litologi dan proses geomorfik. Pembahasan litologi kaitannya dengan
pembentukan bentuk lahan meliputi sifat resistensi batuan, tekstur dan
struktur batuan, pola penyebaran, dan stratanya dalam dimensi vertikal.
Proses geomorfik meliputi bahasan intensitas dan kulaitas proses,waktu,
agen geomorfik, dan dominasi proses.
Hasil dari interaksi proses geomorfik terhadap batuan meninggalkan
kenampakan bentuk lahan tertentu. Suatu bentuk lahan akan berbeda
dengan bentuk lahan lainnya, hal ini disebabkan karena perbedaan proses
geomorfik, litologi dan kondisi interaksinya. Dilihat dari genesanya, bentuk
lahan dapat
Contohnya ;
Dataran Aluvial Bentuk Asal Denudasional
Dasar sungai Bentuk Asal Glasiasi
Danau Teras fluvial
Rawa Kipas aluvial aktif
Rawa Belakang Kipas aluvial tidak aktif
Saluran sungai mati Delta
Dataran banjir Igir delta
Tanggul Alam Ledok delta
Ledok Pantai delta
Gosong lengkung dalam Bekas dasar danau
Gosong sungai Hamparan celah/tonjolan fluvial
Bentuk Asal Eolian Rataan delta
Bentuk Asal Marine Dan lain-lain
Contohnya :
Kepundan Bukit gunung api
Planeze Dataran fluvial gunung api
Kerucut Gunung api Sumbat gunung api
Padang abu, tuff, atau Padang Lava
lapilli Kerucut parasite
Lereng gunungapi atas Padang lelehan lava
Solfatara Boka
Lereng gunung api bawah Aliran lahar
Bukitgunung api Dike
terdenudasi Dataran antar gunring api
Kaki gunung api Branko
Leher gunung api Dataruntinggi lava
Dataran kaki gunung api dll
Contohnya :
Blok sesar Perbukitan sinklinal
Dataran tinggi Lembah sinklinal
Gawir sesar Pegunungan sinklinal
Cuesta Lembah subsekuen
Gawir garis sesar Perbukitan monoklinal
Hogback Sembul (horst)
Pegunungan antiklinal Pegunungan dome
Bentuk seterika (ironflat) Tanah terban (graben)
Perbukitan antiklinal Perbukitan dome
Lembah antiklinal dll
71
4. Bentuk Asal Pelarutan/Kars
Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan yang
mudah larut. Menurut Jennings (1971) kars adalah sebuah kawasan yang
mempunyai karateristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan
sifat kelarutan batuan yang cukup tinggi.
Contohnya :
Dataran tinggi Dataran aluvial kars
Lereng perbukitan karst terkikis Uvala, doline
Kubah Polje
Bukit sisa batugamping tererosi Lembah kering
Ngarai kars dll
Gisik
72
7. Bentuk Asal Denudasional
Proses denudasional merupakan kesatuan dari proses pelapukan
gerakan tanah, erosi dan proses pengendapan. Proses pelapukan
merupakan kesatuan dari semua proses pada batuan secara fisik, kimia dan
biologi sehingga batuan menjadi disintegrasi dan dekomposisi. Batuan yang
lapuk menjadi tanah, kemudian karena. aktifitas erosi dan gravitasi
terangkut kemudian terendapkan pada daerah yang lebih stabil.
Daerah yang ditinggal akan memberikan kenampakan topografi yang
lebih tinggi dengan relief yang kasar karena terjadinya alur-alur dan
lembah-lembah. Bentuk lahan denudasional parameter utamanya ialah
erosi atau tingkat pengikisan. Derajat erosi ditentukan oleh jenis batuan,
iklim, vegetasi, dan relief.
Contohnya :
Perbukitan terkikis Pedimen
Pegunungan terkikis Piedmot
Bukit sisa Gawir
Bukit terisolasi Kipas rombakan lereng
Dataran nyaris Lahan rusak
Dataran nyaris yang Daerah dengan gerak masa
terangkat batuan yang kuat
Lereng kaki dll
Contohnya:
a) Cirque c) lembah bergantung glasial
b) Pegunungan tertutup salju, d) Padang berangkal, puing batuan
gletser, es abadi e) Dataran end material glacial
XIV.3. Pemetaan
Pemetaan Geomorfologi dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan
data gemorfologi dari suatu daerah penyelidikan melalui observasi
lapangan. Observasi dilakukan dengan cara penjelajahan medan menuju ke
tempat atau lokasi yang agak tinggi sehingga dapat diperoleh suatu
pandangan burung dari daerah tersebut.
Pengamatan geomorfologi tersebut bertujuan untuk mengungkap
keadaan geomorfologi suatu daerah yang diteliti. Adapun keadaan
geomorfologi yang dimaksud adalah:
73
a. Identifikasi faktor-faktor yang dominan yang membentuk bentang alam
suatu daerah
b. Pengelomokan suatu daerah menjadi satuan-satuan bentang alam
tertentu berdasarkan genesanya.
c. Evaluasi perkembangan daerahyang bersangkutan secara geomorfologis
d. Evaluasi proses – proses
e. Evaluasi morfogenesis daerah yang bersangkutan tersebut berdasarkan
proses–proses eksogenik maupun endogenik yang bekerja,
morfoarrangemen, dan morfometrinya.
Evaluasi tersebut di atas dapat dilakukan dengan baik secara
kualitatif, kuantitatif maupun secara gabungan dari keduanya.
14.3.2.1 Pemisahan
Pemisahan satuan peta gemorfologi adalah membedakan satuan-
satuan bentuk lahan berdasarkan aspek relief, drainnage, litologi dan
genesanya. Penekanan salah satu aspek sebagai dasar utama pemisahan
satuan bentuk lahan, sangat tergantung dari aspek genetik yang bekerja
disetiap kenampakan relief dan drainnage di daerah tersebut.
Aspek litologi misalnya, akan menjadi dasar utama jika proses geologi
dominan yang bekerja di daerah itu adalah proses pelarutan (karst) dan
denudasional. Pada proses denudasional litologi yang resisten akan
meninggalkan relief yang lebih menonjol dibanding litologi yang kurang
resisten. Pada proses pelarutan (karts) maka batuan yang mudah larut
akan menunjukkan kenampakan topografi karts yang lebih nampak
dibandingkan batuan yang kurang mudah larut. Selain pada proses
pelarutan dan proses denudasional maka aspek litologi lazimnya kurang
berperan untuk dipertimbangkan sebagai dasar pembagian satuan bentuk
lahan.
Langkah pertama untuk dapat memisahkan satuan bentuk lahan
haruskah dikenali lebih dahulu proses geologi (genetik) apa yang
mempengaruhi terbenflrknya relief di daerah itu. Selanjutnya barulah
dipertimbangkan aspek lainnya seperti relief dan litologi, sekiranya dapat
74
digunakan sebagai aspek pembeda satuan sesuai dengan aspek genetikaya.
Dengan demikian, maka kita akan dapat menjawab mengapa ada
relief seperti itu, yang kemudian akan lebih diperjelas dalam pernbahasan
morfogenesa. Dengan mengetahui proses geologi utama yang membentuk
macam dan agihan relief di daerah membantu dalam menguraikan kondisi
stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi dan geologi tata lingkungan.
1) Struktural = purple
2) Volkanik = red
3) Fluvial = dark-blue
4) Marine = green
5) Kars = orange
6) Eolian = yellow
7) Glasial = light blue
8) Denudasional = brown
XIV.4. Materi
Berdasarkan buku petunjuk pembuatan laporan geologi, materi yang
dibahas dalam bab geomorfologi meliputi :
1. Tinjauan umum
a) Tinjauan fisiografi regional
b) Keadaan geografi daerah penelitian
2. Geomorfologi daerah pemetaan
a) Pembagian dan penamaan satuan geomorfik
b) Peta satuan geomorfik dan penampangnya
75
c) Hubungan satuan geomorfik dengan satuan batuan dan struktur
gaologi
3. Pola penyaluran
a) Pola penyaluran daerah pemetaan
b) Hubungan pola penyaluran dengan struktur geologi dan litologi
c) Sistem sungai, densitas sungai, stadia sungai.
4. Stadia daerah
a) Tingkat kedewasaan daerah ditinjau dari bentuk bentang alam, sungai
dan pelapukan
b) Morfogenesa
XIV.5. Sumber Data
Peta topografi, foto udara, citra, pengamatan lapangan peta geologi.
1. Data yang dapat diambil dari peta topografi, foto udara dan citra yaitu :
a. Kelerengan
b. Beda elevasi
c. Pola morfologi (kelurusan, bentuk dan pola kontur)
d. Pola penyaluran dan tipe sungai
2. Data yang dapat diperoleh dari pengamatan lapangan, yaitu :
a. Kelerengansebenarnya
b. Beda elevasi
c. Bentuk lembah
d. Sketsa, foto, dan gambar, dan lain-lain.
3. Datayang dapat diambil dari peta geologi, yaitu :
a. Jenis batuan
b. Bentuk dan pola penyebaran batuan
c. Struktur geologi
d. Stratigrafi, dan lain-lain.
77