Anda di halaman 1dari 5

POLITIK PERTANAHAN : KONFLIK MENGENAI PEMBANGUNAN JALAN TOL

JOMBANG-MOJOKERTO

DISUSUN OLEH :

ANGGI PUTRI DWI SEPTANTI

(201810050311293)

PROGRAM STUDI IMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
LATAR BELAKANG

Pembangunan jalan tol merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah dalam memudahkan
masyarakat di Indonesia untuk bisa melakukan mobilitas mereka baik dalam hal ekonomi
maupun sosial dengan baik dan cepat. Pembangunan dengan skala besar selain membutuhkan
modal besar juga membutuhkan tanah untuk mendirikan bangunan tersebut. Jalan tol merupakan
proyek yang digadang-gadang pemerintah dapat mengurai kemacetan sampai dapat menjadi
sumber pemasukan kas negara.

Saat ini Indonesia sudah mengandalkan jalan tol sebagai jalur transportasi antar daerah.
Sayangnya pembangunan jalan tol di Indonesia terbilang lambat dibandingkan dengan negera-
negara tetangga. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pembebasan tanah disejumlah daerah untuk
pembangunan infrastruktur jalan tol selalu tersendat. Dan salah satu penyebab terjadinya hal
tersebut adalah kurang kooperatifnya Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.

Pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia sangat dibutuhkan karena dapat mengurangi
inefisiensi akibat kemacetan pada ruas utama, serta untuk meningkatkan pelayanan sistem
distribusi barang dan jasa terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya, serta
dapat mengembangkan wilayah tersebut menjadi sentra perekonomian. Selain itu, pembangunan
jalan tol mampu mengurangi kesenjangan antar wilayah serta meningkatkan pemerataan hasil
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Banyak yang bertanya, bukankah jalan itu harusnya milik umum dan kenapa harus membayar
untuk melewati jalan tol? Pengenaan kewajiban membayar tol bagi penggunanya
dikarenakan uang yang dibayarkan oleh pengguna akan dimanfaatkan untuk pengembalian
investasi, pemeliharaan, dan pengembangan jalan tol. Selain itu, pengguna jalan tol akan
mendapatkan keuntungan berupa penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dan waktu,
dibandingkan apabila melewati jalan non tol. Sementara Badan Usaha yang mengoperasikan dan
memilihara jalan tol akan mendapatkan pengembalian investasi melalui tarif tol yang dibayar
pengguna jalan tol.

Akan tetapi berbeda ketika proyek pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto justru
menimbulkan konflik, terdapat warga yang belum mengizinkan tanahnya untuk dibebaskan yang
akan digunakan sebagai lahan untuk membangun jalan tol. Hal tersebut disebabkan pemberian
uang ganti rugi tanah yang diberikan tidak sesuai dengan keinginan warga. Warga menginginkan
harga yang tinggi berdasarkan luas tanah yang terkena ruas pembangunan jalan tol Jombang-
Mojokerto. Tentu saja hal tersebut bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan, Tim
Pengadaan Tanah (TPT) telah memberikan penaksiran harga tanah sesuai luas tanah warga dan
Panitia Pengadaan Tanah (P2T) jalan tol Jombang-Mojokerto telah memberikan ganti rugi sesuai
dengan kesepakatan harga yang telah disepakati dan berdasarkan luas tanah yang dimiliki oleh
warga. Pemberian uang ganti rugi tersebut sesuai dengan ketetapan kementrian keuangan, yaitu
sesuai anggaran yang telah direncanakan oleh pemerintah. Panitia Pengadaan Tanah untuk
pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto berusaha melakukan pendekatan kepada warga yang
menolak agar bersedia menerima uang ganti rugi dan melepaskan tanahnya. Tetapi bila warga
tetap menolak, maka uang ganti rugi yang telah ditetapkan akan dilakukan eksekusi paksa pada
tanahnya.
RUMUSAN MASALAH

1. Upaya pemerintah dalam menangani konflik tersebut?


2. Mrngapa warga menolak pembangunan jalan tol

LANDASAN TEORI

Dalam Hukum Tanah Nasional yang diatur dalam undang-undang No. 5 Tahun 1960, secara
tersirat ditetapkan bahwa Kewenangan di bidang Pertanahan merupakan Kewanangan Pemerintah
Pusat. Kewenangan tersebut dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dalam PP No. 38
Tahun 2007 ditetapkan bahwa ada 9 kewenangan di bidang Pertanahan yang di serahkan kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan di bidang Pendaftaran Tanah tetap dilaksanakan oleh
Badan Pertanahan Nasional.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang saya ambil yakni berupa literasi jurnal-jurnal dan juga ata yang
saya peroleh berdasarkan artikel yang mendukung isi dari makalah saya ini adapun tambahan
data-data yakni berupa penjelasan dari pihak-pihak yang terkait dalam makalah ini. Teknik
pengumpulan data berupa studi literature juga berarti cara menelusuri kepustakaan-kepustakaan
berupa teori-teori dari karya ilmiah baik yang sudah diterbitkan maupun yang belum diterbitkan
yang ada pada hard copy,soft copi,e book maupun jurnal online. Sebagai sarana informasi yang
dapat membantu pengumpulan data.

PEMBAHASAN

Intensitas pembangunan yang terus meningkat, sedangkan persediaan lahan yang ada semakin
terbatas. Sehingga semakin sulitnya memperoleh tanah untuk melakukan pembangunan, terutama
pembangunan untuk kepentingan umum. Maka perlu dilakukan pengadaan tanah untuk
pembangunan kepentingan umum tersebut. Pembangunan yang tengah giat dilakukan pemerintah
saat ini kerap kali berbenturan dengan masalah pengadaan tanah. Agar tidak melanggar hak
pemilik tanah, pengadaan tanah tersebut mesti dilakukan dengan memperhatikan prinsipprinsip
kepentingan umum (public interest) sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Sunarno mengatakan, adapun tiga prinsip yang dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu kegiatan
benar-benar untuk kepentingan umum, yaitu : Kegiatan Tersebut benar-benar dimiliki oleh
pemerintah, kegiatan pembangunan terkait dilakukan oleh pemerintah, dan Tidak mencari
keuntungan (Sutedi, 2008: 75)

Pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto merupakan pembangunan untuk mempermudah


mobilitas kendaraan dari tempat ke tempat yang lain. Pembangunan jalan tol ini sudah sangat
berlarut-larut terjadi karena adanya konflik antara warga dengan panitia pembebasan tanah.
Permasalahannya ialah warga tidak mengizinkan tanahnya untuk dibebaskan karena adanya
ketidaksepakatan harga ganti rugi yang diberikan. Pemberian ganti rugi juga sudah diatur dalam
ketetapan kementrian keuangan, yakni sesuai anggaran yang telah direncanakan oleh pemerintah.
Penelitian menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang
digunakan dengan studi pustaka, observasi, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konflik terjadi disebabkan ketidaksepakatan ganti rugi tanah antara warga
dengan panitia pengadaan tanah. Analisis menggunakan perpektif konflik Ralf Dahrendolf yang
melihat bahwa wewenang dan posisi dalam warga Desa Watudakon antara panitia pengadaan
tanah untuk pambangunan jalan tol Jombang-Mojokerto memiliki perbedaan.

Konflik pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto membawa perubahan dalam masyarakat


melalui pelbagai pertentangan yang terjadi secara terus-menerus. Konflik ini terjadi antara warga
pemilik tanah yang terkena ruas pembangunan jalan tol dengan panitia yang terlibat
pembangunan. Selain itu, relevansi teori konflik dengan penelitian ini adalah menjelaskan tentang
perbedaan wewenang dan posisi yang dimiliki oleh setiap individu. Wewenang dan posisi antara
panitia yang terlibat dalam pembangunan jauh lebih besar daripada warga pemilik tanah yang
terkena ruas pembangunan jalan Tol Jombang-Mojokerto. Dalam penelitian ini, perbedaan kelas
sosial terletak pada kewenangan yang dimiliki oleh panitia yang terlibat dalam pembangunan dan
masyarakat pemilik tanah yang terkena ruas pembangunan jalan Tol Jombang-Mojokerto. Panitia
yang terlibat dalam pembangunan memiliki kewenangan dominan. Teori konflik sesungguhnya
menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat disebabkan oleh adanya tekanan atau
paksaan dari pihak yang berkuasa. Dalam konteks penelitian, warga tetap harus menerima uang
ganti rugi yang telah ditetapkan dan protes yang dilakukan tidak akan membawa perubahan.
Kewenangan yang dimiliki oleh panitia yang terlibat dalam pembangunan jalan tol lebih dominan
daripada kewenangan yang dimiliki warga. Otoritas tersebut tidak terletak dalam diri setiap
individu, melainkan terletak pada posisi. Jika posisi individu lebih tinggi, maka otoritas yang
dimiliki lebih besar daripada individu yang memiliki posisi lebih rendah. Posisi panitia yang
terlibat dalam pembangunan jalan tol lebih tinggi daripada warga pemilik tanah sehingga
memiliki otoritas yang lebih besar. Dalam proyek pembangunan jalan tol, posisi tertinggi terdapat
pada Menteri Pekerjaan Umum. Hal ini dikarenakan pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto
merupakan proyek Tol Trans Jawa (JakartaSurabaya) berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan
Umum. Sehingga pembangunan harus tetap terlaksana meskipun terdapat pelbagai konflik saat
berada di lapangan.

KESIMPULAN

Berpijak dari fenomena tersebut, adalah faktual dengan proyek pembangunan jalan tol Jombang-
Mojokerto yang menggunakan tanah warga Desa Watudakon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten
Jombang. Singkatnya, proyek pembangunan jalan tol JombangMojokerto merupakan salah satu
bagian dari proyek Tol Trans Jawa (Jakarta-Surabaya) yang berdasarkan keputusan Menteri
Pekerjaan Umum. Tetapi faktanya, proyek pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto justru
menimbulkan konflik, terdapat warga yang belum mengizinkan tanahnya untuk dibebaskan yang
akan digunakan sebagai lahan untuk membangun jalan tol. Hal tersebut disebabkan pemberian
uang ganti rugi tanah yang diberikan tidak sesuai dengan keinginan warga. Warga menginginkan
harga yang tinggi berdasarkan luas tanah yang terkena ruas pembangunan jalan tol Jombang-
Mojokerto. Tentu saja hal tersebut bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan, Tim
Pengadaan Tanah (TPT) telah memberikan penaksiran harga tanah sesuai luas tanah warga dan
Panitia Pengadaan Tanah (P2T) jalan tol Jombang-Mojokerto telah memberikan ganti rugi sesuai
dengan kesepakatan harga yang telah disepakati dan berdasarkan luas tanah yang dimiliki oleh
warga. Pemberian uang ganti rugi tersebut sesuai dengan ketetapan kementrian keuangan, yaitu
sesuai anggaran yang telah direncanakan oleh pemerintah. Panitia Pengadaan Tanah untuk
pembangunan jalan tol Jombang-Mojokerto berusaha melakukan pendekatan kepada warga yang
menolak agar bersedia menerima uang ganti rugi dan melepaskan tanahnya. Tetapi bila warga
tetap menolak, maka uang ganti rugi yang telah ditetapkan akan dilakukan eksekusi paksa pada
tanahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Manoppo .geogre.pieter PELANGGARAN UU DAN ATURAN PEMBEBASAN TANAH


RUAS TOL MANADO-BITUNG 2 DAN DAMPAKNYA TERHADAP HAK EKOSOBLING
& MODAL SOSIAL PEMILIK TANAH.

Wirawan ervan. KONFLIK PEMBEBASAN TANAH PEMBANGUNAN JALAN TOL


JOMBANG-MOJOKERTO STUDI DESA WATUDAKON KABUPATEN JOMBANG. Jurnal
Politik Muda, Vol.6, No.1, Januari – Maret 2017, 73 – 78.

Santoso urip. KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DALAM BIDANG


PERTANAHAN. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email : urip_sts@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai